Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

15
Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional Exhaustion terhadap In-role Performance yang Dimediasi oleh Komitmen Afektif (Studi Kasus: Perawat Rumah Sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta) Sarah Aninidha, Aryana Satrya Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Depok, 16324 E-mail: [email protected] Abstrak Work-life balance, emotional exhaustion, dan komitmen afektif dapat memengaruhi in-role performance seorang pekerja. Profesi perawat memiliki potensi untuk memiliki permasalahan work-life balance dan kondisi emotional exhaustion karena banyak menghabiskan waktu di tempat kerja. Untuk dapat menjaga in-role performance dari para perawat, rumah sakit tempat perawat bekerja dapat mempertimbangkan untuk memberikan work-life balance dan meminimalisir terjadinya emotional exhaustion yang dialami perawat melalui penciptaan komitmen afektif para perawat. Sampel dalam penelitian ini adalah 195 perawat rumah sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta. Data diolah menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa work-life balance dan penurunan emotional exhaustion untuk mencapai in-role performance dapat tercipta jika pengelola rumah sakit dapat membentuk komitmen afektif para perawat. Abstract Causal Analysis of Work-life Balance and Emotional Exhaustion toward In-role Performance Mediated by Affective Commitment (Case Study: Hospital Nurse at D.I. Yogyakarta Province) Work-life balance, emotional exhaustion, and affective commitment can influence in- role performance of a worker. Nurses has the potential to experience work-life balance problems and emotional exhaustion conditions because they spend a lot of time at workplace. To maintain performance of the nurses, the hospital may consider to provide work-life balances and minimizing the occurrence of emotional exhaustion experienced by nurses through the creation of affective commitment of the nurses. The sample in this study was 195 hospital nurses in D.I Province. Yogyakarta. The data were processed using Structural Equation Modeling (SEM). The results showed that work-life balance and decreased emotional exhaustion to achieve in-role performance can be created if hospital managers can establish affective commitment of nurses. Key Words: Work-life Balance, Emotional Exhaustion, Affective Commitment, In-role Performance, Hospital Nurses Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Transcript of Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

Page 1: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional Exhaustion terhadap In-role Performance yang Dimediasi oleh Komitmen Afektif (Studi Kasus:

Perawat Rumah Sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta) Sarah Aninidha, Aryana Satrya

Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Depok, 16324

E-mail: [email protected]

Abstrak

Work-life balance, emotional exhaustion, dan komitmen afektif dapat memengaruhi in-role performance seorang pekerja. Profesi perawat memiliki potensi untuk memiliki permasalahan work-life balance dan kondisi emotional exhaustion karena banyak menghabiskan waktu di tempat kerja. Untuk dapat menjaga in-role performance dari para perawat, rumah sakit tempat perawat bekerja dapat mempertimbangkan untuk memberikan work-life balance dan meminimalisir terjadinya emotional exhaustion yang dialami perawat melalui penciptaan komitmen afektif para perawat. Sampel dalam penelitian ini adalah 195 perawat rumah sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta. Data diolah menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa work-life balance dan penurunan emotional exhaustion untuk mencapai in-role performance dapat tercipta jika pengelola rumah sakit dapat membentuk komitmen afektif para perawat.

Abstract

Causal Analysis of Work-life Balance and Emotional Exhaustion toward In-role Performance Mediated by Affective Commitment

(Case Study: Hospital Nurse at D.I. Yogyakarta Province)

Work-life balance, emotional exhaustion, and affective commitment can influence in-role performance of a worker. Nurses has the potential to experience work-life balance problems and emotional exhaustion conditions because they spend a lot of time at workplace. To maintain performance of the nurses, the hospital may consider to provide work-life balances and minimizing the occurrence of emotional exhaustion experienced by nurses through the creation of affective commitment of the nurses. The sample in this study was 195 hospital nurses in D.I Province. Yogyakarta. The data were processed using Structural Equation Modeling (SEM). The results showed that work-life balance and decreased emotional exhaustion to achieve in-role performance can be created if hospital managers can establish affective commitment of nurses. Key Words:

Work-life Balance, Emotional Exhaustion, Affective Commitment, In-role Performance, Hospital Nurses

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 2: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

Pendahuluan

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2016, Pemerintah Indonesia giat untuk

melakukan pembangunan kesehatan sebagai bentuk perwujudan dari salah satu hak dasar

warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam upaya melakukan pembangunan

kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang, maka rumah sakit merupakan salah satu institusi yang berperan penting dalam

pembangunan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Salah satu upaya pembangunan kesehatan dilakukan dengan penyelenggaraan program JKN

atau Jaminan Kesehatan Nasional (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Program JKN

diperluas dengan dibentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk

memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada masyarakat Indonesia (BPJS

Kesehatan, 2014). Dalam hal ini BPJS Kesehatan bekerja sama dengan rumah sakit.

Pada tahun 2015 jumlah peserta BPJS Kesehatan di Provinsi D.I. Yogyakarta menempati

posisi ke-8 dengan persentase sebesar 68,05% dan memiliki Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) yang tinggi dengan persentase 77,59%. Bahkan angka IPM D.I. Yogyakarta sebesar

1,02% merupakan hasil peningkatan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan provinsi

lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Indikator IPM yang tinggi ditunjang oleh fasilitas

pembangunan kesehatan yang baik. Salah satu indikatornya adalah jumlah tempat tidur

rumah sakit, yakni mencapai 2,94 per 1000 penduduk di Provinsi D.I. Yogyakarta, yang

menduduki peringkat pertama di Indonesia.

Peningkatan pelayanan kesehatan di Provinsi D.I. Yogyakarta juga diiringi dengan

peningkatan jumlah rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah maupun swasta. Selama 10

tahun terakhir ini, jumlah rumah sakit meningkat dari 40 rumah sakit pada akhir tahun 2006

menjadi 74 rumah sakit pada akhir tahun 2015 (Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta,

2016). Pertambahan jumlah rumah sakit tersebut akan meningkatkan persaingan antar rumah

sakit, sehingga rumah sakit perlu berlomba-lomba untuk mempertahankan kinerja yang baik.

Peningkatan jumlah rumah sakit di D.I. Yogyakarta selama 10 tahun terakhir juga diiringi

peningkatan beban kerja yang dialami oleh perawat rumah sakit. Data BPS pada tahun 2006

menunjukkan bahwa dengan adanya 1.482 perawat dan jumlah pasien sebanyak 549.071,

maka setiap satu perawat harus melayani 371 pasien. Namun data BPS pada tahun 2015

menunjukkan bahwa 4.948 perawat harus menangani pasien sebanyak 7.975.807, sehingga

seorang perawat harus melayani 1.612 pasien setiap tahunnya. Beban kerja yang meningkat

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 3: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

akan menimbulkan kelelahan dan stres di tempat kerja, sehingga pelayanan yang diberikan

tidak akan optimal karena adanya penurunan kinerja perawat (Tappan, 1998).

Untuk dapat bertahan dan bersaing dengan rumah sakit lainnya, maka rumah sakit perlu

mempertahankan kinerja atau performance para pekerjanya, khususnya perawat. Profesi

perawat berperan penting karena perawat merupakan pekerja dalam rumah sakit yang

berhubungan langsung dengan pasien (Zulmiati, 2010), dan melakukan pemeliharaan

kesehatan dan penjagaan mutu pelayanan kesehatan (Aditama, 2004). 2001). Rumah sakit di

Provinsi D.I. Yogyakarta perlu memiliki kebijakan yang memungkinkan perawat memiliki

performa kerja yang baik sehingga performa rumah sakitpun juga akan baik.

Untuk dapat menjaga kesinambungan organisasi, rumah sakit harus menjaga in-role

performance dari para pekerja di dalamnya karena in-role performance merupakan kunci

sukses bagi organisasi dalam mencapai tujannya (Kim, 2014). Didorong oleh hal tersebut,

maka saat ini sudah banyak organisasi yang mencari berbagai cara untuk dapat memotivasi

para pekerja di dalamnya (Kim, 2014). Salah satu cara yang dapat digunakan rumah sakit

untuk menjaga in-role performance dari para pekerja adalah dengan memperhatikan work-life

balance dan meminimalisir terjadinya emotional exhaustion.

Dex dan Bond (2005), menyatakan bahwa work-life balance merupakan kondisi ketika

seorang pekerja dapat memenuhi kebutuhan dan dapat mencapai keseimbangan hidup, baik

kehidupan di dalam dan di luar pekerjaan. Apabila work-life balance tidak tercapai, maka

dapat menyebabkan kinerja yang buruk dan tingginya ketidakhadiran (absenteeism) para

perawat yang bekerja di rumah sakit (Frone, Yardley, dan Markel, 1997). Adanya work-life

balance dapat meningkatkan kepuasan kerja dan meningkatkan komitmen para perawat

dalam bekerja di rumah sakit (Cegarra-Leiva, Sánchez-Vidal, dan Cegarra-Navarro, 2012).

Emotional exhaustion merupakan salah satu dimensi dalam job burnout (Maslach, 1981).

Emotional exhaustion merupakan tekanan yang dihasilkan dari stres di tempat kerja

(Cropanzano dan Rupp, 2003). Emotional exhaustion merupakan variabel sentral yang dapat

digunakan untuk memahami proses terjadinya burnout (Baba, Jamal, dan Tourigny, 1998).

Emotional exhaustion yang dirasakan oleh perawat juga dapat menurunkan performance

kerja dari para perawat (Cropanzano dan Rupp, 2003). Leiter dan Maslach (1988)

menunjukkan jika emotional exhaustion yang dialami oleh pekerja dapat menurunkan

komitmen organisasi, khususnya komitmen afektif.

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 4: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

Mengacu pada berbagai uraian tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruh work-life balance, emotional exhaustion, komitmen afektif, dan in-role

performance dari perawat yang bekerja di rumah sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta. Adanya

sistem giliran kerja (shift) pada perawat rumah sakit berpotensi untuk muncul permasalahan

mengenai work-life balance dan emotional exhaustion yang sering dialami oleh para perawat

sehingga dapat memengaruhi performa kerja (in-role performance) dan komitmen afektif

yang dimiliki oleh perawat.

Tinjauan Teoritis

Work-life Balance

Work-life balance dapat dideskripsikan sebagai tingkat kepuasan seseorang atas keterlibatan

dirinya untuk merasa cocok dengan peran yang dimilikinya dalam hidup, baik peran di dalam

pekerjaan maupun peran dalam keluarga (Lazăr, Codruţa, & Patricia, 2010). Dex dan Bond

(2005) menjabarkan work-life balance sebagai keseimbangan dalam kehidupan di rumah,

keseimbangan kehidupan sosial bersama teman di luar lingkungan kerja, adanya waktu luang,

adanya perhatian terhadap kesehatan, dan semangat yang dimiliki oleh pekerja dalam

menyelesaikan pekerjaannya.

Work-life Balance pada In-role Performance

Work-life balance yang dimiliki oleh seorang pekerja akan secara postif berhubungan dengan

performance yang dihasilkan dan juga akan berdampak performa organisasi (Harrington dan

Ladge, 2009). Work-life balance telah terbukti memiliki dampak postif berupa rendahnya

turnover intention, peningkatan performance, dan meningkatnya kepuasan kerja (Cegarra-

Leiva, Sánchez-Vidal, dan Cegarra-Navarro, 2012). Magnini (2009) mengemukakan bahwa

work-life balance berkontribusi dalam meningkatkan in-role performance yang dimiliki oleh

pekerja. Dengan adanya well-being dan harmonisasi dalam kehidupan, akan membuat pekerja

dapat berkonsentrasi dalam menyelesaikan pekerjaan, sehingga akan menghasilkan

performance yang lebih baik (Kim, 2014)

Work-life Balance pada Komitmen Afektif

Adanya work-life balance diharapkan dapat memenuhi kebutuhan psikologis dari para

pekerja dalam menyeimbangkan kehidupan dalam pekerjaan dan keluarga (Kim, 2014).

Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa adanya work-life balance akan

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 5: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

berkontribusi pada perbaikan dalam evaluasi dalam organisasi dan meningkatkan komitmen

afektif para pekerja (Muse, 2008).

Emotional Exhaustion

Emotional exhaustion merupakan dimensi paling penting dari job burnout. Job burnout dapat

didefinisikan sebagai salah satu bentuk dari stres kerja yang terjadi pada seorang individu,

yang biasanya terjadi pada individu yang bekerja di bidang jasa (Maslach dan Jackson, 1986).

Kondisi emotional exhaustion terjadi ketika sumber daya emosional individu semakin

berkurang, sehingga individu tersebut tidak lagi dapat bekerja dengan kondisi psikologis

yang dirasakan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya rasa lelah berkepanjangan dan tekanan

individu yang dapat diketahui melalui perasaan over-extended dan merasa tidak bertenaga

pada kondisi fisik dan emosional seseorang (Maslach dan Jackson 1981).

Komitmen Afektif

Komitmen afektif merupakan bagian dari komitmen organisasi (Allen dan Meyer, 1991).

Menurut Allen dan Meyer (1991), komitmen afektif merupakan komitmen yang dapat

menunjukkan ikatan emosional yang dimiliki seorang individu dengan organisasi yang

menaunginya. Individu yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan memiliki tujuan dan

nilai-nilai yang sama dengan organisasi tempat mereka bekerja (Allen dan Meyer, 1991). Hal

ini dapat terjadi karena individu tersebut menikmati keanggotaannya dalam organisasi dan

merasa bahwa keberadaan mereka dalam organsiasi merupakan suatu hal yang penting. Suatu

individu yang bertahan dalam organisasi akan memiliki komitmen afektif di dalam organisasi

karena adanya keinginan dari dalam diri sendiri untuk bertahan. Komitmen afektif dapat

mencakup tiga hal, yaitu kuatnya keyakinan yang dimiliki disertai tingginya penerimaan atas

tujuan dan nilai-nilai penting dalam organisasi, adanya kemauan untuk melakukan usaha

mendukung organisasi, dan adanya keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi.

In-role performance

In-role performance merupakan bagian dari job performance (Campbell, 1990). Campbell

(1990) mengemukakan jika in-role performance berkaitan dengan kemampuan seorang

pekerja untuk dapat menyelesaikan tugasnya, baik tugas yang bersifat umum maupun tugas

spesifik. Williams dan Anderson (1991) mendefinisikan in-role performance sebagai

pembentukan perilaku yang dilakukan oleh organisasi agar pekerjanya dapat bekerja sesuai

dengan perilaku yang diinginkan oleh organisasi. Jex dan Britt (2002) mendefinisikan in-role

performance sebagai hasil kinerja dari para pekerja yang dilihat dari segi aspek teknikal

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 6: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

dalam penyelesaian pekerjaan. Van Dyne dan LePine (1998) menjabarkan in-role

performance sebagai perilaku yang diharapkan dapat dicapai oleh pekerja di dalam suatu

organisasi dan merupakan dasar dari job performance reguler yang ada.

Emotional Exhaustion pada In-role Performance

Pada penelitian yang dilakukan oleh Cropanzano dan Rupp (2003), emotional exhaustion

yang dialami oleh tenaga kesehatan akan menyebabkaan penurunan in-role performance. In-

role performance perawat menurut Bakker dan Heuven (2006) terdiri dari pemberian injeksi

ke pasien, menyediakan makanan, dan memandikan pasien. Ketika para perawat merasakan

kelelahan (exhaustion) yang berlebihan dan kelelahan tersebut ditimbulkan karena kerja yang

berlebihan, maka akan menyebabkan penurunan in-role performance (Cropanzano dan Rupp,

2003). Jika terjadi penurunan in-role performance, hal tersebut akan memengaruhi tingkat

pencapaian tujuan organisasi, semakin buruk in-role performance dari para pekerja, maka

tujuan organisasi akan semakin sulit untuk dicapai (Bakker dan Heuven, 2006)

Emotional Exhaustion pada Komitmen Afektif

Adanya emotional exhaustion dapat menyebabkan penurunan komitmen dari para pekerja,

khususnya komitmen afektif (Cropanzano dan Rupp, 2003). Komitmen Organisasi

merupakan salah satu pekerjaan yang dipengaruhi oleh job burnout (Gemlik, Sisman, dan

Sigri, 2010). Job burnout memiliki pengaruh negatif terhadap komitmen organisasi

khususnya komitmen afektif dan dari masing-masing dimensinya, yang diprediksi

menimbulkan komitmen afektif yang rendah diseabkan oleh adanya emotional exhaustion

(Leiter dan Maslach, 1988). Emotional exhaustion akan menyebabkan pengaruh negatif

terhadap komitmen organisasi (Moon, Hur, dan Jun, 2013).

Komitmen Afektif pada In-role Performance

Swailes (2004) berpendapat jika pencapaian dalam in-role performance dapat dipengaruhi

oleh komitmen afektif yang dimiliki oleh pekerja. Dengan adanya komitmen afektif, akan

mendorong para pekerja dalam suatu organisasi untuk berkontribusi dalam perbaikan

performance dari organisasi (Meyer, Paunonen, Gellatly, Goffin, dan Jackson 1989).

Zimbarado (1985) menyatakan jika seorang individu memiliki perasaan emosional kepada

organisasi tempat mereka bekerja, maka individu tersebut akan melakukan aksi yang

berdampak pada performance individu maupun organisasi. Hal ini sangat memungkinkan

karena individu dengan komitmen afektif yang tinggi, maka emosi yang dimiliki akan dapat

memotivasi perilaku pekerja dalam mencapai tujuan organisasi (Kim, 2014).

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 7: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

Metode Penelitian

Peneliti melakukan pengujian terhadap model penelitian yang dikembangkan dari model

penelitian yang dikembangkan oleh Kim (2014) dan Cropanzano & Rupp (2003).

Gambar 1. Penggabungan model penelitian Kim (2014) dengan model penelitian Cropanzano & Rupp (2003)

Berikut ini adalah hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini:

Work-life balance

Pada penelitian yang dilakukan oleh Magnini (2009) menyatakan adanya pengaruh positif

work-life balance terhadap peningkatan in-role performance dari seorang pekerja. Dengan

adanya keseimbangan dalam hidup yang dimiliki, maka diyakini performa kerja juga akan

meningkat. Selain itu, dengan adanya work-life balance akan berdampak pada komitmen

afektif yang dimiliki oleh pekerja dengan organisasi yang menaunginya (Kim, 2014).

H1 - Work-life balance berpengaruh positif terhadap in-role performance

H2 - Work-life balance berpengaruh positif terhadap komitmen afektif

Emotional Exhaustion

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cropanzano dan Rupp (2003), pekerja yang

menghasilkan servis, akan berpotensi mengalami kelelahan di tempat kerja yang disebabkan

oleh beban kerja yang cukup berat dan faktor utama yang menyebabkan kelelahan di tempat

kerja adalah kondisi emotional exhaustion yang dialami oleh para pekerja, sehingga

berdampak pada performa kerja yang dimiliki. Selain itu, emotional exhaustion juga dapat

berdampak pada menurunnya komitmen organisasi, khususnya komitmen afektif (Hilton,

2015).

H3 - Emotional exhaustion berpengaruh positif terhadap in-role performance

H4 - Emotional exhaustion berpengaruh positif terhadap komitmen afektif

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 8: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

Komitmen afektif

Swailes (2004) menyatakan jika pencapaian in-role performance dapat dipengaruhi oleh

adanya komitmen afektif yang dimiliki oleh para anggotanya. Ketika seorang anggota telah

terikat secara afektif dan memiliki komitmen kepada organisasinya, maka akan terjadi

peningkatan pencapaian in-role performance dari para anggotanya (Kim, 2014). Selain itu,

dalam penelitian ini juga ingin dibuktikan jika komitmen afektif dapat berperan sebagai

mediator atau penghubung antara work-life balance dan emotional exhaustion terhadap

pencapaian in-role performance.

H5 - Komitmen Afektif berpengaruh positif terhadap in-role performance

H6 - Komitmen afektif memediasi pengaruh work-life balance terhadap tingkat in-role

performance

H7 - Komitmen afektif memediasi pengaruh emotional exhaustion terhadap tingkat in-

role performance

Dalam melakukan penelitian ini, data penelitian akan diolah menggunakan Structural

Equation Modeling (SEM) dengan software Lisrel 8.51. Data yang terkumpul berasal dari

195 responden. Untuk mengukur work-life balance didasarkan pada pengukuran yang

dikembangkan oleh Dex dan Bond (2005) dengan menggunakan checkscale7, sedangkan

untuk mengukur emotional exhaustion didasarkan pada alat ukur yang dikembangkan oleh

Maslach dan Jackson (1986). Pengukuran komitmen afektif memakai alat ukur yang

dikembangkan oleh Allen dan Meyer (1990), sedangkan pengukuran in-role performance

didasarkan pada alat ukur yang dikembangkan oleh Williams dan Anderson (1991).

Pembahasan

Setelah dilakukan pengolahan data didapatkan jika seluruh indikator pengukuran telah

memiliki validitas dan reliabilitas yang baik karena nilai SLF ≥ 0,5 dengan rentang 0,5 –

0,88; t-value ≥ 1,645 dengan rentang 6,92 – 15,25; CR ≥ 0,7 dengan rentang 0,82 – 0,9.

Nilai kecocokan model juga menunjukkan nilai yang baik dengan nilai RMSEA= 0,077;

SRMR= 0,077; NNFI= 0,83; IFI= 0,85; CFI= 0,85; ECVI, AIC, CAIC menunjukkan tingkat

kecocokan model yang baik. Selanjutnya dilakukan analisis hubungan kausal untuk

mengetahui pengaruh antar variabel.

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 9: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

Tabel 1. Analisis Hubungan Kausal

Hipotesis Lintasan (Path) SLF T-value Hasil

1 Work-life Balance à In-role Performance

0,14 1,59 Tidak Signifikan

2 Work-life Balance à Komitmen Afektif 0,18 2,20 Signifikan

3 Emotional Exhaustion à In-role Performance

-0,03 -0,33 Tidak Signifikan

4 Emotional Exhaustion à Komitmen Afektif

-0,25 -3,14 Signifikan

5 Komitmen Afektif à In-role Performance

0,32 3,25 Signifikan

Direct Effect

Indirect Effect

Total Effect

1 Work-life Balance à Komitmen Afektif à In-role Performance

0,14 0,0576 0,1976

2 Emotional Exhasution à Komitmen Afektif à In-role Performance

-0,03 -0,112 -0,1420

Gambar 2. Diagram Lintasan, Nilai SLF, T-value Output Model Struktural

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis 1 dan hipotesis 3 dapat diketahui bahwa tidak ada

pengaruh langsung yang signifikan dari variabel penelitian. Hipotesis 1 yang menyatakan

bahwa work-life balance berpengaruh terhadap in-role performance tidak terbukti karena t-

hasil pengujuan hipotesis menunjukkan bahwa nilai uji 1,59 lebih rendah dari pada nilai tabel

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 10: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

1,64. Hasil pengujian hipotesis ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim (2014)

yang menyatakan jika work-life balance tidak memengaruhi pencapaian in-role performance

para pekerja secara langsung. Tercapainya performa kerja yang baik dapat dicapai karena

adanya komitmen afektif yang dimiliki oleh perawat terhadap rumah sakit bekerja. Hipotesis

3 yang menyatakan jika emotional exhaustion berpengaruh terhadap in-role performance

tidak terbukti karena t-value -0,33 dan nilai SLF -0,03. Hasil pengujian hipotesis tersebut

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tourigny, Baba, Han, dan Wang (2013), yang

menunjukkan bahwa emotional exhaustion yang dialami para pekerja tidak memengaruhi

pencapaian performa kerja (in-role performance). Menurut Tourigny, Baba, Han, dan Wang

(2013), performa kerja dari perawat dikontrol oleh rumah sakit dan telah mengacu pada

standar profesional pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien. Adanya standar

profesional yang dikontrol langsung oleh rumah sakit akan menjaga tingkat pencapaian in-

role performance perawat, walaupun perawat sedang atau tidak mengalami kondisi emotional

exhaustion dalam bekerja.

Work-life balance dan emotional exhaustion terbukti memiliki pengaruh langsung terhadap

komitmen afektif yang signifikan dengan t-value 2,20 (work-life balance) dan -3,14

(emotional exhaustion) beserta nilai SLF 0,18 (work-life balance) dan -0,25 (emotional

exhaustion). Adanya usaha rumah sakit untuk memberikan work-life balance dan usaha untuk

meminimalisir emotional exhaustion dari para perawat menyebabkan terjadinya proses social

exchange theory. Jika suatu organisasi melakukan suatu usaha untuk para pekerjanya, maka

akan terjadi hubungan timbal balik antara pekerja dan pemberi kerja. Dengan memberikan

work-life balance dan meminimalisir terjadinya emotional exhaustion rumah sakit dinilai

telah melakukan suatu usaha untuk para perawat, sehingga sebagai ganti atas usaha yang

dilakukan oleh rumah sakit maka perawat akan meningkatkan loyalitas terhadap rumah sakit

tempat mereka bekerja. Adanya loyalitas tersebut dapat menunjukkan adanya ikatan

emosional yang kuat antara perawat dengan rumah sakit tempat mereka bekerja. Dampak

akan adanya ikatan emosional tersebut memungkinkan terjadinya pencapaian performa kerja

(in-role performance) yang baik. Pencapaian in-role performance dari para perawat perlu

dipertahankan oleh rumah sakit guna menjaga sustainable growth dari rumah sakit tempat

perawat bekerja. In-role performance dari para perawat juga merupakan kunci sukses bagi

suatu rumah sakit dalam mencapai tujuannya maka dari itu penting bagi rumah sakit untuk

menemukan cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan in-role performance dari para

pekerjanya.

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 11: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

Adanya komitmen afektif sebagai mediator dapat dibuktikan jika work-life balance dan

emotional exhaustion memiliki pengaruh tidak langsung terhadap in-role performance

melalui komitmen afektif. Untuk mengetahui peran komitmen afektif sebagai mediator, maka

perlu dilakukan perhitungan total effect. Total effect menunjukkan jika work-life balance dan

emotional exhaustion memiliki pengaruh tidak langsung terhadap in-role performance

dengan total effects sebesar 0,1976 (work-life balance) dan -0,1420 (emotional exhaustion).

Adanya pengaruh tidak langsung disebabkan karena adanya komitmen afektif sebagai

variabel mediasi sehingga peran mediasi dapat dibuktikan. Mediasi yang terbukti dalam

penelitian ini adalah full mediation. Mediasi penuh atau full mediation terjadi ketika variabel

independen dapat memengaruhi variabel dependen melalui variabel mediasi. Adanya work-

life balance dan usaha meminimalisir emotional exhaustion dapat memengaruhi pencapaian

in-role performance melalui adanya komitmen yang dimiliki oleh para pekerja. Berikut ini

adalah model penelitian akhir dari penelitian ini

Gambar 3. Hasil Model Penelitian Akhir

Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, pada penelitian ini

diperoleh hasil penelitian yang meliputi lima hipotesis signifikan dan dua hipotesis tidak

signifikan. Berikut ini merupakan kesimpulan dan penjelasan lebih rinci terkait hasil yang

diperoleh dalam penelitian ini:

1. Work-life balance tidak terbukti memiliki pengaruh positif terhadap pencapaian in-role

performance perawat rumah sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta.

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 12: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

2. Work-life balance memiliki pengaruh positif terhadap tingkat komitmen afektif perawat

rumah sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta.

3. Emotional exhaustion tidak terbukti memiliki pengaruh negatif terhadap pencapaian in-

role performance perawat rumah sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta.

4. Emotional exhaustion memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat komitmen afektif para

perawat rumah sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta.

5. Komitmen afektif tidak terbukti memiliki pengaruh positif terhadap pencapaian in-role

performance perawat rumah sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta. Dengan meningkatnya

komitmen yang dimiliki perawat terhadap rumah sakit tempat perawat bekerja, maka hal

ini sejalan dengan pencapaian performa kerja dari para perawat.

6. Hubungan work-life balance terhadap pencapaian in-role performance perawat rumah

sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta terbukti dimediasi penuh oleh adanya komitmen afektif.

7. Hubungan emotional exhaustion terhadap pencapaian in-role performance perawat rumah

sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta terbukti dimediasi penuh oleh adanya komitmen afektif.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui jika adanya work-life balance dan emotional

exhaustion pada perawat rumah sakit di Provinsi D.I. Yogyakarta tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap performa kerja atau in-role performance dari para perawat. Dalam

penelitian ini ditemukan hubungan positif antara work-life balance dengan tingkat komitmen

afektif. Kemudian dalam penelitian ini juga ditemukan adanya pengaruh hubungan negatif

antara emotional exhaustion dengan tingkat komitmen afektif. Komitmen afektif dalam

penelitian ini memiliki peran mediasi penuh pada pengaruh work-life balance dan emotional

exhaustion terhadap pencapaian in-role performance, maka dari itu rumah sakit perlu

memperhatikan beberapa kebijakan untuk dapat menjaga performa kerja dari para perawat.

Secara keseluruhan, perawat di Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki permasalahan dalam

keseimbangan hidup yang dimiliki, terutama terbatasnya waktu untuk bersantai sehingga

mengalami kelelahan dengan pekerjaannya. Meskipun demikian, para perawat tetap dapat

melaksanakan tugas-tugas utamanya sesuai dengan deskripsi pekerjaan dengan adanya ikatan

emosional yang kuat di antara perawat sebagai keluarga besar dalam rumah sakit tempat

mereka bekerja.

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 13: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan oleh rumah sakit agar dapat menjaga performa

kerja dari para perawat. Pertama, untuk meningkatkan work-life balance para perawat,

pengelola rumah sakit dapat memberikan penjadwalan kerja yang teratur, memberikan

pelatihan time management, dan mempromosikan pola hidup sehat, sehingga perawat akan

dapat membagi waktunya, termasuk untuk dapat bersantai sejenak. Kedua, adanya emotional

exhaustion dapat diminimalisir dengan memberikan pelatihan pengelolaan emosi untuk

mengurangi kelelahan berlebih yang dialami.

Selain itu, pengelola rumah sakit dapat meningkatkan komitmen afektif melalui dukungan

sosial berupa pelaksanaan outbond atau rekreasi bagi perawat dan keluarga, melakukan studi

banding ke rumah sakit lain, menciptakan suasana kerja yang nyaman, dan mengadakan olah

raga bersama, misalnya senam atau yoga secara rutin. Hal tersebut akan meningkatkan ikatan

emosional antara perawat dengan rumah sakit, sehingga mereka menganggap rumah sakit

tempat mereka bekerja sebagai keluarga. In-role performance dapat dijaga dan ditingkatkan

dengan mempekerjakan perawat yang sudah expert dan menyediakan jumlah perawat yang

memadai agar pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien dapat dijaga kualitasnya

meskipun beban kerja perawat meningkat.

Kepustakaan

Aditama. (2004). Manjemen Administrasi Rumah Sakit. Cetakan kedua. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI Pres).

Aiken, L. H., Clarke, S. P., Sloane, D. M., Sochalski, J. A., Busse, R., Clarke, H. (2001). Nurses’ reports on hospital care in five countries. Health Affairs, 20 (3), 43-53.

Allen, N. J. dan Meyer, J. P., (1991). A three-component conceptualization of organizational commitment. Human Resource Management Review, 1 (1), 61-89.

Allen, N.J. dan Meyer, J.P. (1990). The measurement and antecedents of affective, continuance and normative commitment to the organization. Journal of Occupational Psychology, 63 (1), 1-18.

Bakker, A. B., Heuven, E. (2006). Emotional dissonance, burnout, and in-role performance among nurses and police officers. International Journal of Stress Management, 13(4), 423-440.

Cegarra-Leiva, D., Sánchez-Vidal, M.E., dan Cegarra-Navarro, J.G. (2012). Understanding the link between work life balance practices and organizational outcomes in SMEs. Personnel Review, 41(3), 359-379.

Cropanzano, R., Rupp, D. E. (2003). The relationship of emotional exhaustion to work attitudes, job performance, and organizational citizenship behaviors. Journal of Applied Psychology, 8 (1), 160 – 169.

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 14: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

Dex dan Bond. (2005). Measuring work-life balance and its covariates. Work, Employment and Society, 19 (3), 627-637.

Frone, M.R., Yardley, J.K., & Markel, K.S. (1997). Developing and testing an integrative model of work–family interface. Journal of Vocational Behavior, 50(2), 145-167.

Gemlik, N., Sisman, F. A., & Sigri, U. (2010). The relationship between burnout and organizational commitment among health sector staff in Turkey. Journal of Global Strategic Management, 8, 137-149.

Harrington, B., & Ladge, J. (2009). Present dynamics and future directions for organizations. Organizational Dynamics, 3 (2), 148-157.

Herlina. (2014). Pengaruh emotional labor dan emotional exhaustion terhadap kepuasan kerja dan komitmen organisasional afektif pada flihght attendant (studi kasus pada PT Garuda Indonesia Tbk). Skripsi: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Hilton, T. L. (2015). Effect of burnout and organizational commitment on the turnover intention of clinical laboratory employees in Florida. Doctoral Dissertation. Walden University.

Jex, S. M., & Britt, T. W. (2008). Organizational Psychology: A Scientist-Practitioner Approach (2nd ed.). New Jersey: John Wiley dan Sons, Inc.

Kementerian Kesehatan (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kim, H. K. (2014). Work-life balance and employees’ performance: the mediating role of affective commitment. International Journal of Global Business and Management Research, 6 (1), 37-42.

Lazăr, I., Osoian, C., & Raţiu, P. (2010). The role of work-life balance practices in order to improve organizational performance. European Research Studies. 13(1), 201-212.

Leiter, M. P., & Maslach, C. (1988). The impact of interpersonal environment on burnout and organizational commitment. Journal of Organizational Behavior, 9(4), 297-308.

Magnini, V.P. (2009). Understanding and reducing work-family conflict in the hospitality industry. Journal of Human Resources in hospitality & Tourism, 8(2), 119-136.

Maslach, C., & Jackson, S. E. (1986). Maslach Burnout Inventory manual (2nd ed.). Palo Alto, CA: Consulting Psychologists Press.

Meyer, J.P., Paunonen, S.V., Gellatly, I.R., Goffin, R.D., & Jackson, D.N. (1989). Organizational commitment and job performance: It’s the nature of the commitment that counts. Journal of Applied Psychology, 74(1), 152-156.

Moon, T.-W, Hur, W.-M., & Jun, H.-K. (2013). The Role of Perceived Organizational Support on Emotional Labor in the Airline Industry. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 25(1), 105-123.

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017

Page 15: Analisis Pengaruh Work-life Balance dan Emotional ...

Muse, L., Harris, S.G., Giles, W.F., dan Feild, H.S. (2008). Work-life benefits and positive organizational behavior: Is there a connection. Journal of Organizational Behavior, 29(2), 171-192.

Swailes, S. (2004). Commitment to change: Profiles of commitment and in-role performance. Personal Review, 33 (2), 187-204.

Tappan, M. B. (1998). Morale Education in the zone of proximal development. Journal of Moral Education, 27(2), 141 – 160.

Todaro, Michael P. (2000). Economic Development (7th Edition). New York: University, Adison Mesley.

Tourigny, L., Baba, V. V., Han, J., Wang, X. (2013). Emotional exhaustion and job performance: the mediating role of organizational commitment. The International of Human Resources Management, 24(3), 514-532.

Van Dyne, L. & LePine, J. (1998). Helping and voice extra-role behaviors: Evidence of construct and predictive validity. The Academy of Management Journal, 41(1), 108-119.

Williams, L.J., & Anderson, S.E. (1991). Job satisfaction and organizational commitment as predictors of organizational citizenship and in-role behaviors. Journal of Management, 17(3), 601-617.

Zulmiati. (2010). Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja Tenaga Perawat Bagian Rawat Inap terhadap Komitmen Organisasi di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Undergraduate Thesis. Diponegoro University: Semarang.

 

Analisis Pengaruh ..., Sarah Aninidha, FEB UI, 2017