Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

47
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya suatu pemerintahan memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyatnya. Fokus utama pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut adalah meningkatkan perekonomian yang diukur dengan besarnya pendapatan daerah. Semakin besar pendapatan daerah maka pemerintah memiliki dana yang besar untuk membiayai kegiatan pembangunan dan meningkatkan layanan kepada masyarakat. Keadaan perekonomian juga sering menjadi titik acuan dalam menilai kinerja pemerintah yang berkuasa di jamannya. Dengan demikian perekonomian merupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan suatu pemerintahan. Pada masa sebelum pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem pemerintahan yang sentralistik. Pemerintah pusat memiliki peran yang dominan dalam menentukan keputusan termasuk dalam hal perekonomian daerah. Sebagian besar pembiayaan pembangunan daerah ditentukan oleh pemerintah pusat. Hal ini menciptakan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan melahirkan ketimpangan pembangunan antar daerah di indonesia. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah pusat menerapkan kebijakan baru dimana pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Kebijakan itu dikenal dengan desentralisasi fiskal. 1

description

ekonomi

Transcript of Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

Page 1: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada dasarnya suatu pemerintahan memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan

kesejahteraan seluruh rakyatnya. Fokus utama pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut

adalah meningkatkan perekonomian yang diukur dengan besarnya pendapatan daerah.

Semakin besar pendapatan daerah maka pemerintah memiliki dana yang besar untuk

membiayai kegiatan pembangunan dan meningkatkan layanan kepada masyarakat. Keadaan

perekonomian juga sering menjadi titik acuan dalam menilai kinerja pemerintah yang

berkuasa di jamannya. Dengan demikian perekonomian merupakan hal yang sangat penting

bagi keberlangsungan suatu pemerintahan.

Pada masa sebelum pelaksanaan otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut

sistem pemerintahan yang sentralistik. Pemerintah pusat memiliki peran yang dominan dalam

menentukan keputusan termasuk dalam hal perekonomian daerah. Sebagian besar

pembiayaan pembangunan daerah ditentukan oleh pemerintah pusat. Hal ini menciptakan

ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan melahirkan ketimpangan

pembangunan antar daerah di indonesia. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut

pemerintah pusat menerapkan kebijakan baru dimana pemerintah daerah memiliki

kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Kebijakan itu dikenal dengan

desentralisasi fiskal.

Kebijakan desentralisasi fiskal merupakan suatu gebrakan yang dilakukan pemerintah

pusat di bidang keuangan pada masa otonomi daerah. Kebijakan ini ditetapkan sesuai dengan

UU No.22 dan No.25 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 dan 33 Tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat Daerah. Undang-undang

ini merefleksikan pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah serta

memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menggali potensi sumberdaya

keuangan di daerahnya. Walaupun dasar hukum kebijakan ini dikeluarkan tahun 1999 akan

tetapi secara ril masa otonomi daerah dimulai dari tahun 2001.

Dengan dilaksanakanannya desentralisasi fiskal tidak berarti pemerintah daerah dapat

secara penuh lepas dari aturan pemerintah pusat. Daerah-daerah otonom masih berada dalam

1

Page 2: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

satu kesatuan wilayah Republik Indonesia sehingga tetap mempunyai tanggung jawab dalam

melaksanakan tugas pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Tanggung jawab

tersebut tentu saja dibarengi dengan pembiayaan dan bantuan dari pemerintah pusat berupa

dana transfer.

Tujuan kebijakan otonomi daerah, seperti yang diharapkan masyarakatnya, adalah

untuk peningkatan kesejahteraan termasuk meningkatkan kemampuan ekonomi

masyarakatnya. Tanpa peningkatan kesejahteraan ekonomi, otonomi daerah tidaklah

memiliki arti bagi masyarakatnya.

Kesejahteraan masyarakat, termasuk di tingkat daerah, hanyalah dapat diperoleh

melalui pertumbuhan ekonomi. Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat

adalah besaran angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Otonomi daerah harusnya

dalam tahap implementasi memiliki pengaruh yang berarti terhadap jumlah seluruh nilai

tambah yang dihasilkan oleh penduduk dalam periode tertentu yang tercermin pada angka

PDRB. Bila hal ini dikritisi lebih lanjut, akan memunculkan pertanyaan yang diformulakan

sebagai seberapa besar pengaruh implementasi otonomi daerah terhadap PDRB di suatu

daerah otonom tertentu. Otonomi daerah yang melibatkan organisasi pemerintah daerah

diprediksi memiliki keterkaitan dengan PDRB di daerah otonom yang bersangkutan.

Sebagai organisasi, pemerintah daerah mempunyai pendapatan daerah guna

membiayai pengeluaran pemerintah (public expenditure). Pengeluaran pemerintah

dialokasikan untuk pembiayaan berbagai sektor kehidupan masyarakatnya termasuk

pembiayaan pembangunan infrastruktur. Konsekuensi logisnya, pengeluaran pemerintah

dapat berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan

perekonomian daerah yang ditandai oleh besaran PDRB. Hal ini memunculkan pula

pertanyaan kritis, seberapa besar pengaruh pengeluaran pemerintah khusus dibidang

infrastruktur terhadap PDRB.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh Pengeluaran Pembangunan terhadap Produk Domestik Regional

Bruto Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Produk Domestik

Regional Bruto Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

2

Page 3: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

3. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

4. Bagaimana pengaruh pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah terhadap Produk Domestik

Regional Bruto Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh Pengeluaran Pembangunan terhadap Produk Domestik

Regional Bruto Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap Produk Domestik

Regional Bruto Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Produk Domestik Regional

Bruto Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

4. Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan Kebijakan Otonomi Daerah terhadap Produk

Domestik Regional Bruto Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

1.4. Manfaat Penelitian

Memberikan kontribusi dan aplikasi ilmu pengetahuan kepada masyarakat pada

umumnya dan kepada mahasiswa Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas

Brawijaya terkait seberapa besar pengaruh Pengeluaran Pembangunan, Penanaman Modal

Dalam Negeri, Pendapatan Asli Daerah, dan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Daerah

terhadap Produk Domestik Regional Bruto pada tahun 1995-2006

3

Page 4: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

. BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Konsep dan Pengertian Desentalisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal merupakan upaya pemerintah dalam rangka membentuk daerah

yang otonom dengan mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan. Pemerintah pusat

memberikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah untuk mengelola

sumber-sumber keuangan daerahnya yang dapat digunakan dalam pembiayaan pembangunan

dan menyediakan layanan publik bagi masayarakatnya.

Pelimpahan kewenangan diikuti dengan pemberian stimulus fiskal terhadap aktivitas

perekonomian daerah yang bertujuan untuk menciptakan pemerataan kemampuan keuangan

antar daerah. Stimulus fiskal ini berupa pemberian subsidi/bantuan maupun pinjaman dari

pemerintah pusat yang berasal dari APBN. Pengertian desentralisasi fiskal ini dijelaskan

dalam UU No. 25 Tahun 1999 yang berisi tentang perimbangan keuangan antara pemerintah

pusat dan daerah. (Irdhania, 2009).

Secara umum konsep desentralisasi dibagi menjadi desentralisasi politik (political

decentralization), desentralisasi administratif (administrative decentralization), dan

desentralisasi fiskal (fiscal decentralization). Desentralisasi politik merupakan suatu bentuk

pelimpahan kewenangan kepada pemerintah daerah menyangkut aspek pengambilan

keputusan. Desentralisasi administratif merupakan pelimpahan kewenangan yang

dimaksudkan untuk mendistribusikan kewenangan, tanggung jawab, dan sumber-sumber

keuangan untuk menyediakan layanan publik dalam berbagai tingkat pemerintahan.

Sedangkan desentralisasi fiskal adalah pelimpahan kewenangan kepada pemerintah daerah

untuk menggali sumber-sumber pendapatan daerah sekaligus hak menerima transfer dana

atau bantuan pemerintah pusat.

Seperti yang tercantum dalam UU No.32 dan No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu daerah

(Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep fiscal

gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan atas kebutuhan daerah (fiscal needs)

dengan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan demikian, DAU digunakan untuk menutup

celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang

ada. (Hasugian, 2006).

Desentralisasi fiskal menjadi suatu hal yang sangat penting dalam masa otonomi

daerah karena dengan kewenangan yang diberikan maka pemerintah daerah dapat dengan

4

Page 5: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

bebas menentukan kebijakan-kebijakan fiskal yang dapat meningkatkan pendapatan daerah.

Salah satu jalan yang sering dilakukan pemerintah daerah untuk mendongkrak pendapatannya

adalah dengan meningkatkan pajak dan menarik retribusi daerah. (Suparno, 2010). n dan

berbagai peraturan daerah. (Gozali, 2001).

2.2. Produk Domestik Regional Bruto

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan yang

berkesinambungan dari suatu kondisi perekonomian menuju keadaan yang lebih baik. Teori

pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai penjelasan mengenai faktor-faktor yang

menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan penjelasan mengenai

faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain, sehingga terjadi proses pertumbuhan.

(Todaro et all, 2006).

Dalam penelitian ini, konsep pertumbuhan bukanlah gambaran ekonomi suatu daerah pada

satu waktu tetapi merupakan suatu proses berkesinambungan sehingga indikator yang

digunakan adalah PDRB perkapita sejak tahun 1993 hingga 2009.

Secara garis besar PDRB dikelompokkan menjadi beberapa sektor, yaitu:

1. Sektor primer yaitu sektor yang tidak mengolah bahan baku melainkan hanya

mendayagunakan sumber-sumber alam seperti tanah dan deposit di dalamnya, yaitu sektor

pertanian, pertambangan, dan penggalian.

2. Sektor sekunder yaitu sektor yang mengolah bahan baku baik yang berasal dari sektor

primer maupun sektor sekunder sendiri menjadi barang lain yang memiliki nilai ekonomis

yang lebih tinggi. Sektor ini mencakup sektor industri pengolahan, listrik, gas, air bersih, dan

sektor kontruksi.

3. Sektor tersier atau dikenal sebagai sektor jasa yaitu sektor-sektor yang tidak memproduksi

secara fisik melainkan dalam bentuk jasa yaitu sektor perdagangan, hotel, restoran, sektor

pengangkutan dan komunikasi, sektor lembaga keuangan, persewaan dan jasa perusahaan,

serta sektor jasa-jasa lainnya

2.3. Investasi

Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran-

pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan - peralatan produksi dengan

tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian

yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan. Investasi

seringkali mengarah pada perubahan dalam keseseluruhan permintaan dan mempengaruhi

5

Page 6: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

siklus bisnis, selain itu investasi mengarah kepada akumulasi modal yang bisa meningkatkan

output potensial negara dan mengembangkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang

(Samuelson, 2003: 137).

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal

atau perusahaan untuk membeli barang-barang produksi, untuk menambah kemampuan

memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian yang berasal dari investasi

dalam negeri maupun inestasi asing. Penigkatan investasi akan mendorong peningkatan

volume produksi yang selanjutnya akan meningkatkan kesempatan kerja yang produktif

sehingga akan meningkatkan pendapatan perkapita sekaligus bisa meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Investasi pada hakekatnya merupakan awal kegiatan pembangunan ekonomi.

Investasi dapat dilakukan oleh swasta, pemerintah atau kerjasama antara pemerintah dan

swasta. Investasi merupakan suatu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan untuk jangka panjang dapat menaikan standar

hidup masyarkatnya (Mankiw, 2003: 62).

Investasi merupakan komponen utama dalam menggerakan roda perekonomian suatu

negara. Secara teori peningkatan investasi akan mendorong volume perdagangan dan volume

produksi yang selanjutnya akan memperluas kesempatan kerja yang produktif dan berarti

akan meningkatkan pendapatan perkapita sekaligus bisa meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Penggairahan iklim nvestasi di Indonesia dijamin keberadaannya sejak

dikeluarkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA)

dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

Kedua undang-undang ini kemudian dilengkapi dan disempurnakan, dimana UU No. 1 Tahun

1967 tentang PMA disempurnakan dengan UU No. 11 Tahun 1970 dan UU No. 6 Tahun

1968 tentang PMDN disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 1970.

2.4. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Dalam Undang-Undang no 6 tahun 1968 dan Undang-Undang nomor 12 tahun 1970

tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), disebutkan terlebih dulu definisi modal

dalam negeri pada pasal 1, yaitu sebagai berikut :

a. Undang-undang ini dengan “modal dalam negeri” adalah : bagian dari kekayaan

masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki Negara

maupun swasta asing yang berdomosili di Indonesia yang disisihkan atau disediakan guna

6

Page 7: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

menjalankan suatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan

pasal 2 UU No. 12 tahun 1970 tentang penanaman modal asing.

b. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut dalam ayat 1 pasal ini dapat

terdiri atas perorangan dan/ atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang

berlaku di Indonesia. Kemudian dalam Pasal 2 disebutkan bahwa, Yang dimaksud dalam

Undang-Undang ini dengan "Penanaman Modal Dalam Negeri" ialah penggunaan

daripada kekayaan seperti tersebut dalam pasal 1, baik secara langsung atau tidak langsung

untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuanketentuan Undang-Undang

ini.

2.5. Pengaruh PMDN terhadap PDRB

Konsep produk domestik bruto adalah salah satu konsep perhitungan akan pendapatan

nasional yang paling penting dibandingkan dengan konsep perhitungan pendapatan naional

lainnya. Produk domestik regional bruto dapat diartikan sebagai nilai barang-barang dan jasa-

jasa yang diproduksian di dalam suatu daerah dalam satu tahun tertentu (Sadono Sukirno,

2004). Ada 3 pendekatan dalam menghitung produk domestik regional bruto suatu daerah,

yaitu dengan pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran dan pendekatan produksi.

Produk domestik regional dapat menggambarkan pendapatan nasional daerah.

Sadono Sukirno (2004) dalam bukunya menyatakan bahwa dengan tingkat pendapatan

nasional yang tinggi akan mempengaruhi pendapatan masyarakat, dana selanjutnya

pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar permintaan terhadapa barang-

barang dan jasa-jasa. Maka keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan ini akan

mendorong dilakukannya lebih banyak investasi.

7

Page 8: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

Dalam gambar dapat dilihat bahwa pada pendapatan nasional sebesar Y0, besarnya

investasi pada I0. Adanya kenaikan pada besarnya pendapatan nasional pada Y1 maka

investasi akan naik menjadi I1. Adanya kenaikan dalam pendapatan nasional yang dapat

diwakilkan dengan produk domestik bruto riil akan menaikan jumlah investasi baik asing

maupun dalam negeri langsung ke dalam perekonomian.

Besarnya produk domestik regional bruto suatu daerah tiap tahun merupakan salah

satu indikator pengukuran ekonomi mengenai besarnya pasar yang dalam jangka panjang

akan lebih besar menarik investasi asing langsung (Kesit Bambang, 2003).

2.6. Pendapatan Asli Daerah

Menurut Mardiasmo (2002:132), ―pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang

diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil

pengeloalaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang

sah.

Menurut Guritno Mangkosubroto (1997) menyatakan bahwa pada umumnya

penerimaan pemerintah diperlukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Pada

umumnya penerimaan pemerintah dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan pajak.

Penerimaan bukan pajak, misalnya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari pinjaman

pemerintah, baik pinjaman yang berasal dari dalam negeri maupun pinjaman pemerintah yang

berasal dari luar negeri.

8

Page 9: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

Salah satu tujuan yang hendak dicapai melalui kebijakan desentralisasi dan otonomi

daerah yakni untuk menjadikan pemerintah lebih dekat dengan rakyatnya sehingga pelayanan

publik yang dilakukan dapat menjadi lebih efisien dan efektif (Kuncoro, 2006: 521). Dengan

demikian setiap daerah memiliki peluang yang lebih besar untuk melaksanakan pembangunan

sesuai dengan potensi yang dimiliki dan memilih sektor ekonomi unggulan berdasarkan

potensi sumber daya daerah masing.

Desentralisasi berarti penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah

tingkat atasnya kepada daerah (Kuncoro, 2006:497). Semakin tinggi PAD yang diperoleh

suatu daerah maka akan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Brata

(2004) yang dikutip oleh Adi dan Harianto (2007) menyatakan bahwa terdapat dua komponen

penerimaan daerah yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi daerah yaitu PAD serta sumbangan dan bantuan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Tambunan (2006:36) bahwa pertumbuhan PAD

secara berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah itu.

Namun apabila eksploitasi PAD dilakukan secara berlebihan justru akan semakin membebani

masyarakat, menjadi disinsentif bagi daerah dan mengancam perekonomian secara makro

(Mardiasmo, 2002:87).

Di dalam TAP MPR No. IV/MPR/2000 ditegaskan bahwasanya ―kebijakan

desentralisasi Daerah diarahkan untuk mencapai peningkatan pelayanan publik dan

pengembangan kreativitas Pemda, keselarasan hubungan antara Pusat dan Daerah serta

antar Daerah itu sendiri dalam kewenangan dan keuangan untuk menjamin peningkatan rasa

kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan serta penciptaan ruang yang lebih luas bagi

kemandirian Daerah”. Sebagai konsekuensi dari pemberian otonomi yang luas maka

sumber-sumber keuangan telah banyak bergeser ke Daerah baik melalui perluasan basis pajak

(taxing power) maupun dana perimbangan. Hal ini sejalan dengan makna desentralisasi fiskal

yang mengandung pengertian bahwa kepada Daerah diberikan: (1) kewenangan untuk

memanfaatkan sumber keuangan sendiri yang dilakukan dalam wadah Pendapatan Asli

Daerah (PAD) yang sumber utamanya adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan

tetap mendasarkan batas kewajaran. (2) didukung dengan perimbangan keuangan antara

Pusat dan Daerah. Sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai di dalam pelaksanaan

desentralisasi dan otonomi Daerah, tentang kemandirian Daerah bukan hal yang baru. Secara

teoritis pengukuran kemandirian Daerah diukur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).

9

Page 10: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

2.7. Pengeluaran Pemerintah

Di Indonesia sendiri pengeluaran pemerintah dapat digolongkan kedalamb eberapa

bentuk pengeluaran pembiayaan, diantaranya ada pengeluaran rutin danpengeluaran

pembangunan. Berikut ini akan diterangkan pengertian dari duapengeluaran pemerintah

terssebut.

2.7.1. Pengeluaran Rutin

Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemerintahuntuk

pemeliharaan dan penyelenggaran roda pemerintahan sehari-hari, meliputibelanja pegawai,

belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi Daerah dansubsidi Harga Barang),

Angsuran dan Bunga Utang Pemerintah serta jumlah pengeluaran yang lainnya. Anggaran

Belanja Rutin memegang peranan pentinguntuk menunjang kelancaran mekanisme sistem

pemerintah serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan

tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi

tersebut antara lain di upayakan melalui pinjaman alokasi pengeluaran rutin, pengendaliandan

kordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen/nondepartemen dan

pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap.

2.7.2. Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran Pembangunan merupakan pengeluaran yang bersifatmenambah modal

masyarakat dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik. Pengeluaran pembangunan

ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu

disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada

berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan.

Ada tiga pos utama pada sisi pengeluaran, dimana pertama pengeluaran pemerintah

untuk pembelian barang dan jasa, kedua pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai

serta pengeluaran pemerintah untuk pembayaran transfer. Pemerintah mampu mempengaruhi

tingkat pendapatan keseimbangan menurut dua cara terpisah. Pertama, pembelian pemerintah

atas barang dan jasa. Kedua, pajak dan transfer mempengaruhi hubungan antara output

dan pendapatan,dan pendapatan dispossible (pendapatan bersih yang siap untuk dikonsumsi

danditabung) yang didapat oleh sektor swasta.

Pembayaran transfer adalah pembayaran pemerintah kepada individu yangtidak

dipakai untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai imbalannya.Pengeluaran pemerintah

berupa pembayaran subsidi atau bantuan langsungkepada berbagai golongan masyarakat.

Perubahan dari pengeluaran pemerintahdan pajak akan mempengaruhi tingkat pendapatan.

Hal ini menimbulkankemungkinan bahwa kebijakan fiskal dapat keadaan resesi, pajak harus

10

Page 11: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

dikurangi atau pengeluaran di tingkatkan untuk menaikan output. Jika sedang berada

dalammasa makmur (booming) pajak seharusnya dinaikkan atau pengeluaranpemerintah

dikurangi.

2.8. Peranan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Dalam RAPBD di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi dua

yaitu :

1. Pengeluaran pembangunan dimaksudkan sebagai pengeluaran yang bersifatmenambah

kapital (investasi) masyarakat dalam bentuk proyek-proyek  prasarana dasar dan sarana fisik.

2. Pengeluaran rutin secara umum diarahkan untuk menunjang

kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan meliputi belanja pegawai, bara

ng, perjalanan dinas, pemeliharaan, belanja rutin dan lain-lain seperti belanja pensiun dan

subsidi.

Pengeluaran pemerintah dapat dipandang sebagai pembelanjaan otonomi, karena

pendapatan nasional bukan merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi keputusan

pemerintah untuk menentukan anggaran belanjanya. Faktor yang menentukan pengeluaran

pemerintah adalah 1) pajak yang diharapkanakan diterima, 2) pertimbangan-pertimbangan

politik; dan 3) persoalan-persoalan ekonomi yang sedang dihadapi (Sadono, 2000). Dalam

keadaan keseimbangan pada perekonomian tertutup, maka

Y = C + I + G. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2.5)

Dimana :

C + I + G = C + S + T 

atau

 I + G = S + T. . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2.6)

Apabila dimisalkan sistem pajak adalah tetap, maka pendapatan nasionaldapat

ditentukan dengan perhitungan sebagai berikut :

Y = C + I + G

Y = a + b Yd + Io + Go

Y = a + b (Y – To) + Io + Go

Y – bY = a – bTo + Io + Go

Y (1-b) = a – bTo + Io + Go

Y = 1/(1-b) . (a – bTo + Io + Go )

11

Page 12: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

Terjadinya perubahan pembelanjaan agregat, baik yang berasal

dari pengurangan pajak, kenaikan ekspor atau penurunan impor akan mampu mengakibatkan

perubahan keseimbangan dalam perekonomian dan perubahan dalam pendapatan nasional.

Apabila pertambahan pengeluaran pemerintah sebesar ∆G , maka kenaikan pendapatan

nasional sebesar :

Y1 = 1/(1 – b). (a – bTo + Io + Go + ∆G)

∆Y = Y1 – Yo = 1/(1-b). ∆G . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2.7)

sedangkan multiplier (α) dari perubahan tersebut adalah sebesar :

α = ∆Y/∆G = 1 / (1-b) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .(2.8)

Dengan demikian hal ini memberikan gambaran bahwa semakin meningkatnya

pendapatan daerah, karena peningkatan agregat demand akan mendorong kenaikan investasi

dan akhirnya akan menyebabkan kenaikan produksi.

Dalam model pertumbuhan endogen, di katakan bahwa hasil investasi justru akan

semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara semakin besar dengan mengasumsikan

bahwa investasi swasta dan publik (pemerintah) di bidang sumber daya atau modal manusia

dapat menciptakan ekonomi eksternal (eksternal positif) dan memacu peningkatan

produktivitas yang mampu mengimbangi   kecenderungan alamiah penurunan skala hasil.

Meskipun tekhnologi tetap diakui memainkan peranan yang sangat penting, namun model

pertumbuhan endogen menyatakan bahwa faktor tekhnologi tersebut tidak perlu ditonjolkan

untuk menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Implikasi yang

menarik dari teori ini adalah mampu menjelaskan potensi keuntungan dariinvestasi

12

Page 13: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

komplementer (complementary investment) dalam modal, atau sumber daya manusia, sarana

prasarana, infrastruktur atau kegiatan penelitian. Mengingat investasi komplementer akan

menghasilkan manfaat personal maupun sosial, maka pemerintah berpeluang untuk

memperbaiki efisiensi alokasi sumberdaya domestik dengan cara menyediakan berbagai

macam barang publik (sarana infrastruktur) atau aktif mendorong investasi swasta dalam

industri padat tekhnologi dimana sumber daya manusia diakumulasikan. Dengan demikian

model ini menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan investasi

baik langsung maupun tidak langsung.

2.9. Data yang digunakan

Berdasarkan data-data yang diperoleh, maka penulis menggabungkan data-data tersebut agar

mudah dibaca oleh aplikasi Eviews 7. Adapun hasil penggabungan datanya sebagai berikut:

Tabel 4.1

Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Pengeluaran

Pembangunan, Penanaman Modal Dalam Negeri, Pendapatan Asli Daerah, dan Dummy

Otonomi Daerah Tahun 1995-2006

Tahun Produk

Domestik

Regional Bruto

(Juta Rp)

Pengeluaran

Pembangunan

(Juta Rp)

Penanaman

Modal Dalam

Negeri (Miliar

Rp)

Pendapata Asli

Daerah (Juta

Rp)

Dummy

Otoda

1995 5.779.021 113.058 39 98.635 0

1996 6.582.101 119.222 45 107.955 0

1997 7.313.704 144.487 57 113.530 0

1998 10.012.564 155.432 60 115.621 0

1999 12.110.302 156.542 78 119.652 0

2000 13.480.599 153.379 119 123.871 0

2001 15.229.910 157.723 105 131.309 1

2002 17.524.441 186.505 43 142.050 1

2003 19.613.418 229.512 23 163.269 1

2004 22.023.880 235.652 77 212.682 1

2005 25.337.603 258.652 64 250.870 1

2006 29.417.349 314.587 89 258.564 1

13

Page 14: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

2.10. Penelitian Terdahulu

Nanga (1991) melakukan penelitian pada Daerah Tingkat II Malang, Probolinggo dan

Trenggalek di Jawa Timur Hasil penelitian menyatakan bahwa kemampuan pemerintah

daerah dalam meningkatkan Penerimaan Asli Daerah (PAD) pada umumnya masih sangat

rendah dan ketergantungan bantuan dari pemerintah pusat masih tinggi. Variabel yang

berpegaruh terhadap derajat otonomi fiskal daerah adalah tingkat perkembangan ekonomi

daerah dan bantuan pemerintah pusat.

2.11. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu, dan data empirik mengenai variabel-

variabel terkait, hipotesis yang dapat disusun adalah:

1. Diduga terdapat hubungan positif dan signifikan antara Pengeluaran Pembangunan,

Penanaman Modal Dalam Negeri, Pendapatan Asli Daerah, dan Pelaksanaan Kebijakan

Otonomi Daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto.

14

Page 15: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel.

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis variabel penelitian, yaitu variabel terikat

(dependent) dan variabel bebas (independent).

1. Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Variabel dependent merupakan variable yang nilainya terikat atau dipengaruhi

oleh variabel independent (bebas). Dalam penelitian ini variabel dependent yang

digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DIY.

2. Variabel Independen (independent Variabel)

Variabel independent merupakan variabel yang bebas atau tidak terikat pada

variable lain. Variabe independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

Pengeluaran Pembangunan (X1), Penanaman Modal Dalam Negeri (X2), Pendapatan

Asli Daerah (X3), dan Dummy Otonomi Daerah (X4)

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data penelitian yang digunakan adalah data sekunder (time series) selama 12

tahun yaitu dari tahun 1995 sampai tahun 2006, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik

Provinsi DIY. Secara rinci data yang dipergunakan :

1. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DIY: menggunakan data tentang Produk

Domestik Regional Bruto Daerah Tingkat I/Ii Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 1995-2006 (Dalam Jutaan Rupiah).

2. Pengeluaran Pembangunan : menggunakan Data Pengeluaran Pembangunan Daerah

Tingkat I/Ii Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1995-2006 (Dalam Jutaan

Rupiah)

3. Penanaman Modal Dalam Negeri: menggunakan data tentang Realisasi Penanaman Modal

Dalam Negeri Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1995-2006 (dalam Milyar

Rupiah)

4. Pendapatan Asli Daerah: menggunakan Data Pendapatan Asli Daerah Tingkat I/Ii Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1995-2006 (Dalam Jutaan Rupiah)

15

Page 16: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah data yang bersifat

dokumenter, yaitu proses pengumpulan data dari data atau dokumen yang ada di lembaga-

lembaga pemerintahan seperti BPS dan sumber-sumber lain seperti media cetak, jurnal

ekonomi, dan media internet.

3.3. Metode analisis

Penelitian ini menggunakan analisis persamaan regresi dengan menggunakan metode

regresi kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan

software Eviews 7, sehingga menggunakan formula sebagai berikut:

Estimation Equation:=========================Y = C(1) + C(2)*X1 + C(3)*X2 + C(4)*X3

Atau dapat di formulasikan secara sederhana:

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + εt

Keterangan :

β0 = intercept

β1 = koefisien X1

β2 = koefisien X2

β3 = koefisien X3

β4 = koefisien X4

Y = Produk Domestik Regional Bruto Provinsi DIY

X1 = Pengeluaran Pembangunan

X2 = Penanaman Modal Dalam Negeri

X3 = Pendapatan Asli Daerah

X4 = Dummy Otonomi Daerah

Dummy = 0 : Sebelum pelakasanaan Otonomi Daerah

Dummy = 1 : Setelah pelaksanaan Otonomi Daerah

εt = error terms

16

Page 17: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data

Pada bab ini akan membahas hasil pengujian model atau persamaan struktural

berdasarkan analisa secara statistik yang dilakukan dengan beberapa uji statistik untuk

mengetahui signifikansi variabel-variabel persamaan, meliputi uji F-statistik, uji t-statistik, uji

asumsi klasik dan penaksiran koefisien determinasi, sedangkan analisa secara ekonomi akan

dilakukan dengan melihat konsistensi masing-masing variabel terikat (independent variables)

terhadap variabel bebas (dependent variable), juga akan dijelaskan mengenai arti dari

parameter-parameter yang diperoleh dari hasil regresi yang meliputi kesesuaian arah

parameter yang diteliti dengan hipotesis-hipotesis yang telah ditetapkan berdasarkan teori-

teori ekonomi, termasuk arti dari nilai koefisien itu sendiri dan juga melihat berapa besar

pengaruh perubahan variabel-variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya.

Analisis data yang dilakukan yaitu analisis regresi berganda dengan menggunakan

bantuan program Eviews 7. Untuk mendapat estimasi yang terbaik, terlebih dahulu data

sekunder tersebut harus dilakukan pengujian asumsi klasik, yaitu: uji normalitas, uji

multikolineritas, uji heterokedastisitas, uji autokorelasi, dan uji linieritas.

4.2. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya masalah

multikolinieritas, heteroskedastisitas, autokorelasi, lineritas serta apakah data dalam

penelitian ini sudah berdistribusi secara normal atau belum, karena apabila terjadi

penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut maka uji t dan uji F yang dilakukan

sebelumnya tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.

4.2.1. Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel

dependen, variabel independen, atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.

Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk melihat

17

Page 18: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

kenormalan data pada data ini digunakan pengujian menggunakan eviws sebagaimana pada

Gambar 4.1 di bawah ini :

Gambar 4.1

0

1

2

3

4

-1999995 -999995 5 1000005

Series: ResidualsSample 1995 2006Observations 12

Mean 4.03e-09Median -42003.68Maximum 1162941.Minimum -1898898.Std. Dev. 940559.7Skewness -0.376536Kurtosis 2.435353

Jarque-Bera 0.442971Probability 0.801327

Hasil Uji Normalitas

Dasar pengambilan keputusan dalam mendeteksi normalitas yaitu dengan

membandingkan nilai Jarque-Bera dengan nilai 𝑋2 tabel dan keputusanya yaitu apabila nilai

Jarque-Berra > nilai X2 tabel (dengan α = 5 % ) atau probabilitasnya < 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa data yang digunakan tidak berdistribusi normal dan sebaliknya, jika nilai

Jarque-Berra < nilai X2 tabel atau probabilitasnya > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data

yang digunakan berdistribusi normal.

Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 : Data berdistribusi normal

Ha : Data tidak berdistribusi normal

Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa nilai Jarque-Berra sebesar 0,442971

sedangkan nilai X2 tabel dengan df = 3 dan α = 0.05 adalah sebesar 7,82, jadi nilai Jarque-

Berra kurang dari nilai X2 tabel (0,442971 < 7,82 ) dan nilai probabilitasnya yaitu 0,801327 >

0,05, maka dapat disimpulkan H0 diterima bahwa data yang digunakan sudah berdistribusi

normal.

18

Page 19: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

4.2.2. Uji Multikolineritas

Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel independent

terdapat korelasi atau hubungan yang kuat dengan variabel independent lainnya atau dengan

kata lain satu atau lebih variabel independent merupakan satu fungsi linear dari variabel

independent lainnya. Salah satu cara untuk menganalisis ada atau tidaknya pengaruh

multikolinearitas dalam penelitian ini dengan melihat nilai Correlation Matrix menggunakan

program Eviews 7. Suatu data dapat dikatakan terbebas dari gejala multikolinearitas jika nilai

correlation antar variabel independen lebih kecil sama dengan dari 0,7 (correlation ≤ 0,7)

Dari data yang diolah dengan menggunakan program Eviews 7, didapatkan hasil uji

Multikolinearitas seperti yang terlihat pada Tabel 4.1 dibawah ini

Tabel 4.2Uji Multikolinearitas (Correlation Matrix)

Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa terdapat masalah multikoleniaritas antara

variabel Pengeluaran Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah dengan nilai korelasi

0.958383 dan variabel Pengeluaran Pembangunan dengan Otoda dengan nilai korelasi

0,767445 serta PAD dengan Otoda dengan nilai korelasi 0,741125. Jadi dapat disimpulkan

bahwa ada masalah multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi ini.

Salah satu treatment untuk menghilangkan multikolinearitas adalah dengan menghilangkan

salah satu variabel bebas yang mempunyai kolinearitas tinggi yaitu Pendapatan Asli Daerah,

yang setelah itu diuji dengan menggunakan Uji Wald.

Intepretasi uji wald (Syofyan,2008):

Jika F-statistik signifikan (probabilita < 0,05) maka penghilangan variabel bebas

yang mengandung multikolinearitas akan merubah intepretasi dari persamaan

regresinya, sehingga penghilangan variabel tersebut tidak diperbolehkan.

Jika F-statistik tidak signifikan (probabilita > 0,05) maka penghilangan variabel yang

mengandung multikolinearitas tidak akan mengubah intepretasi hasil regresinya

sehingga penghilangan variabel tersebut diperbolehkan.

19

PP PMDN PAD OTODAPP  1.000000  0.116658  0.958383  0.767445

PMDN  0.116658  1.000000  0.165699  0.009238PAD  0.958383  0.165699  1.000000  0.741125

OTODA  0.767445  0.009238  0.741125  1.000000

Page 20: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

Tabel 4.3

Uji Wald

Wald Test:Equation: Untitled

Test Statistic Value df Probability

t-statistic  0.638884  7  0.5432F-statistic  0.408173 (1, 7)  0.5432Chi-square  0.408173  1  0.5229

Null Hypothesis: C(3)=0Null Hypothesis Summary:

Normalized Restriction (= 0) Value Std. Err.

C(3)  14.41316  22.55990

Restrictions are linear in coefficients.

Hasil pengujian wald test terlihat nilai F-statistik tidak signifikan (0,5432) < 0,05

maka menghilangkan variabel yang mengandung multikoleniaritas dalam penelitian ini

Pendapatan Asli daerah diperbolehkan karena tidak akan merubah interpretasi dari persamaan

regresinya sehingga hasilnya tidak akan bias.

4.2.3. Uji Heterokedastistas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian

yang sama. Adanya heteroskedastisitas dalam model analisis mengakibatkan varian dan

koefisien-koefisien OLS tidak lagi minimum dan penaksir-penaksir OLS menjadi tidak

efisien meskipun penaksir OLS tetap tidak bias dan konsisten. Metode yang digunakan untuk

mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah pengujian White.

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan bantuan program komputer Eviews

7.1, dan diperoleh hasil regresi seperti pada tabel berikut ini:

20

Page 21: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

Tabel 4.4

Hasil Uji White Test

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 0.143328    Prob. F(4,7) 0.9603Obs*R-squared 0.908419    Prob. Chi-Square(4) 0.9233Scaled explained SS 0.221844    Prob. Chi-Square(4) 0.9943

Test Equation:Dependent Variable: RESID^2Method: Least SquaresDate: 06/18/14 Time: 15:40Sample: 1995 2006Included observations: 12

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 8.98E+11 7.85E+11 1.143711 0.2903PP^2 0.073537 48.10346 0.001529 0.9988

PMDN^2 39496139 90203089 0.437858 0.6747PAD^2 -6.487945 58.73525 -0.110461 0.9151

OTODA^2 -2.45E+11 1.02E+12 -0.240223 0.8170

R-squared 0.075702    Mean dependent var 8.11E+11Adjusted R-squared -0.452469    S.D. dependent var 1.01E+12S.E. of regression 1.22E+12    Akaike info criterion 58.79680Sum squared resid 1.05E+25    Schwarz criterion 58.99884Log likelihood -347.7808    Hannan-Quinn criter. 58.72200F-statistic 0.143328    Durbin-Watson stat 2.783453Prob(F-statistic) 0.960324

Dari hasil estimasi didapat bahwa : Obs*R-squared = 0,908419 dengan p-value =

0,9233

Uji Hipotesis :

H0 : Tidak ada gejala heterokedastisitas

Ha : Ada gejala Heterokedastisitas

Untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas atau tidak maka dengan

membandingkan nilai R-squared dan tabel X2:

a. Jika nilai R-squared > X2 tabel, maka tidak lolos uji heterokedastistas

b. Jika nilai R-squared < X2 tabel, maka lolos uji heterokedastisitas

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa dengan uji White diperoleh nilai obs* R-

square untuk hasil estimasi uji white no coss terms adalah sebesar 0,908419 dan nilai X2 tabel

dengan derajat kepercayaan 5% dan df sesuai banyak variabel bebas yaitu 3 adalah sebesar

21

Page 22: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

7,815. Karena nilai R-squared (0,908419) < X2 tabel (7,815) maka dapat disimpulkan model

di atas lolos uji heterokedastisitas.

selain dengan Uji White juga dapat digunakan Uji Glejser dengan cara melakukan

regresi varian gangguan (residual) dengan variabel bebasnya sehingga didapat nilai P. Untuk

mengetahui adanya gejala gangguan atau tidak adalah apabila nilai P > 0,05 pada masing-

masing variabel independen, berarti menunjukkan tidak terjadi gangguan dan begitu pula

sebaliknya.

Tabel 4.5

Hasil Glejser

Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa t statistik menunjukkan tidak adanya

pengaruh yang signifikan masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen

dimana variabel dependen yaitu ei atau error absolut, hal ini dapat dibuktikan dengan

diperolehnya nilai signifikansi untuk masing-masing variabel yang lebih besar dari 0,05 (P >

0,05) . Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada gejala heteroskedastisitas.

22

Heteroskedasticity Test: Glejser

F-statistic 0.380036    Prob. F(4,7) 0.8166Obs*R-squared 2.141009    Prob. Chi-Square(4) 0.7098Scaled explained SS 1.197793    Prob. Chi-Square(4) 0.8785

Test Equation:Dependent Variable: ARESIDMethod: Least SquaresDate: 06/15/14 Time: 11:07Sample: 1995 2006Included observations: 12

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 219665.5 819161.1 0.268159 0.7963PP 3.641985 11.45086 0.318053 0.7597

PMDN 8475.434 6965.035 1.216854 0.2631PAD -4.917573 12.07165 -0.407365 0.6959

OTODA 41738.99 573630.7 0.072763 0.9440

R-squared 0.178417    Mean dependent var 726855.3Adjusted R-squared -0.291058    S.D. dependent var 555252.1S.E. of regression 630903.8    Akaike info criterion 29.84203Sum squared resid 2.79E+12    Schwarz criterion 30.04408Log likelihood -174.0522    Hannan-Quinn criter. 29.76723F-statistic 0.380036    Durbin-Watson stat 2.897153Prob(F-statistic) 0.816561

Page 23: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

4.2.4. Uji Autokorelasi.

Autokorelasi merupakan adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan

observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi OLS, autokorelasi

merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang lain. Pengujian terhadap gejala

autokorelasi digunakan Uji Lagrange Multplier Test (LM Test) dengan membandingkan nilai

probabilitas R2 dengan α = 0,05. Langkah –langkah pengujian sebagai berikut:

Hipotesis : H0 : Model tidak terdapat Autokorelasi

Ha : Terdapat Autokorelasi

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

Bila probabilitas Chi-Square < 0,05 H0 ditolak, model terjadi autokorelasi

Bila probabilitas Chi-Square > 0,05 H0 diterima, model tidak terjadi autokorelasi

Tabel 4.6

Uji Lagrange Multiplier Test

23

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.871870    Prob. F(2,5) 0.4733Obs*R-squared 3.102860    Prob. Chi-Square(2) 0.2119

Test Equation:Dependent Variable: RESIDMethod: Least SquaresDate: 06/15/14 Time: 11:08Sample: 1995 2006Included observations: 12Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PP -20.80912 28.65236 -0.726262 0.5002PMDN 8551.934 15348.19 0.557195 0.6014PAD 10.84999 26.00788 0.417181 0.6939

OTODA 1840143. 1778219. 1.034824 0.3482C 723131.9 1768486. 0.408899 0.6995

RESID(-1) -0.453337 0.499534 -0.907521 0.4057RESID(-2) -0.857496 0.691853 -1.239418 0.2702

R-squared 0.258572    Mean dependent var 4.03E-09Adjusted R-squared -0.631142    S.D. dependent var 940559.7S.E. of regression 1201247.    Akaike info criterion 31.12682Sum squared resid 7.21E+12    Schwarz criterion 31.40968Log likelihood -179.7609    Hannan-Quinn criter. 31.02209F-statistic 0.290623    Durbin-Watson stat 2.670027Prob(F-statistic) 0.917777

Page 24: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

Dari tabel 4.6 pada tabel Uji Lagrange Multiplier dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Chi-

Squared 0,2119 atau lebih besar dari α = 0,05. Hal ini berarti model ini bebas dari masalah

autokorelasi, atau berarti H0 diterima.

4.2.5. Uji Linieritas

Uji Linieritas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah model

fungsi regresi yang digunakan merupakan model linier atau tidak. Pengujian ini merupakan

pengujian seleksi model fungsi regresi, yaitu model linier, model semi-log, model double log.

Dalam penelitian ini digunakan model linier karena model regresi tidak mempunai batas

akibat perubahan nilai variabel bebasnya, akan tetapi bila dilihat model logaritma, ternyata

mempunyai batas minimum dan maksimal.

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

Hipotesis:

H0 : model linier

Ha : model tidak linier

Pengambilan keputusan dengan cara

Jika nilai probabilitas log likelihood ratio < 0,05, maka H0 ditolak (model tidak linier)

Jika nilai probabilitas log likelihood ratio > 0,05, maka H0 diterima (model linier)

Tabel 4.7

Uji Ramsey Reset

Dari uji

Linieritas ( uji Ramsey

24

Ramsey RESET TestEquation: UNTITLEDSpecification: PDRB PP PMDN PAD OTODA COmitted Variables: Squares of fitted values

Value df Probabilityt-statistic  1.012412  6  0.3504F-statistic  1.024978 (1, 6)  0.3504Likelihood ratio  1.892551  1  0.1689

Page 25: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

Reset Test) pada tabel 4.7, nilai probabilitas likelihood ratio adalah 0,1689 lebih dari α =

0,05, artinya model linier, maka H0 diterima (model linier)

4.3. Perumusan Model Persamaan Regresi

Hasil Pengolahan Data (Regresi)

Dalam mengolah dan menganalisis data terkait, penulis menggunakan aplikasi Eviews

7. Hasil dari pengolahan tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8

Hasil Regresi

25

Dependent Variable: PDRBMethod: Least SquaresDate: 06/15/14 Time: 11:06Sample: 1995 2006Included observations: 12

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PP 81.00523 21.39974 3.785337 0.0068PMDN 36417.58 13016.49 2.797804 0.0266PAD 14.41316 22.55990 0.638884 0.5432

OTODA 3844003. 1072020. 3.585757 0.0089C -6203728. 1530875. -4.052406 0.0049

R-squared 0.984810    Mean dependent var 15368741Adjusted R-squared 0.976130    S.D. dependent var 7631505.S.E. of regression 1179054.    Akaike info criterion 31.09266Sum squared resid 9.73E+12    Schwarz criterion 31.29470Log likelihood -181.5560    Hannan-Quinn criter. 31.01786F-statistic 113.4588    Durbin-Watson stat 2.247643Prob(F-statistic) 0.000002

Estimation Command:=========================LS PDRB PP PMDN PAD OTODA C

Estimation Equation:=========================PDRB = C(1)*PP + C(2)*PMDN + C(3)*PAD + C(4)*OTODA + C(5)

Substituted Coefficients:=========================PDRB = 81.0052322427*PP + 36417.5782919*PMDN + 14.4131566539*PAD + 3844002.97133*OTODA - 6203728.2963

Page 26: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

4.3.1. Koefisen Determinasi (R-squared)

Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness-fit dari model regresi yang

dapat lihat dari nilai R Square. Untuk mengetahui tingkat perkembangan PDB Sektor

Pertambangan yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yaitu Pengeluaran

Pembangunan (X1), Penanaman Modal Dalam Negeri (X2), Pendapatan Asli Daerah (X3) dan

Otonomi Daerah (X4) dapat dilihat melalui besarnya koefisien determinasi. Dari perhitungan

nilai R Square adalah 0.984810. Hal ini berarti 98 persen PDRB Provinsi DIY dapat

dijelaskan oleh keempat variabel independen di atas, sedangkan sisanya yaitu dijelaskan oleh

variabel-variabel lain yang tidak dijelaskan.

4.3.2. Pengujian t-Statistik

Pada uji statistik secara parsial dengan nilai t kritis (critical value) pada df =(n-k),

dimana n adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah variable independen termasuk konstanta.

Untuk menguji koefisian regresi parsial secara individu dari masing-masing variabel bebas

akan diuji sebagai berikut:

a. Pengaruh Pengeluaran Pembangunan terhadap PDRB Provinsi DIY tahun 1995 –

2006.

Berdasarkan prob t-signifikasi Pengeluaran Pembangunan pada model regresi

berganda (empat variabel) menghasilkan nilai 0.0068 > 0,05, yang berarti Pengeluaran

Pembangunan signifikan berpengaruh terhadap PDRB Provinsi DIY. Hal ini berarti bahwa

Pengeluaran Pembangunan berperan penting dalam peningkatan PDRB Provinsi DIY.

Untuk mengetahui jawaban lebih detail mengenai signifikasi Pengeluaran

Pembangunan terhadap PDRB Provinsi DIY, dapat diidentifikasi dengan menggunakan

perhitungan atau uji t-statistik.

Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 = β1 = 0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Pengeluaran Pembangunan

terhadap PDRB Provinsi DIY.

H1 = β1 ≠ 0 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Pengeluaran Pembangunan terhadap

PDRB Provinsi DIY.

Dari hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk Pengeluaran Pembangunan sebesar

3.785337 dan pada t tabel dengan tingkat signifikansi sebesar 95 % (α = 5%), df = 12

diperoleh 1,782. Terlihat bahwa t hitung lebih besar dari t kritis, maka H0 ditolak yang berarti

bahwa Pengeluaran Pembangunan berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB Provinsi

DIY.

26

Page 27: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

b. Pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap PDRB Provinsi DIY tahun

1995 – 2006.

Berdasarkan prob t-signifikasi Penanaman Modal Dalam Negeri pada model regresi

berganda (empat variabel) menghasilkan nilai 0.0266 > 0,05, yang berarti Penanaman Modal

Dalam Negeri signifikan berpengaruh terhadap PDRB Provinsi DIY. Hal ini berarti bahwa

Penanaman Modal Dalam Negeri berperan penting dalam peningkatan PDRB Provinsi DIY.

Untuk mengetahui jawaban lebih detail mengenai signifikasi Penanaman Modal

Dalam Negeri terhadap PDRB Provinsi DIY, dapat diidentifikasi dengan menggunakan

perhitungan atau uji t-statistik.

Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 = β2 = 0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Penanaman Modal Dalam

Negeri terhadap PDRB Provinsi DIY.

H1 = β2 ≠ 0 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Penanaman Modal Dalam Negeri

terhadap PDRB Provinsi DIY.

Dari hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk Penanaman Modal Dalam Negeri

sebesar 2.797804 dan pada t tabel dengan tingkat signifikansi sebesar 95 % (α = 5%), df = 12

diperoleh 1,782. Terlihat bahwa t hitung lebih besar dari t kritis, maka H0 ditolak yang berarti

bahwa Penanaman Modal Dalam Negeri berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB

Provinsi DIY.

c. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap PDRB Provinsi DIY tahun 1995 – 2006.

Berdasarkan prob t-signifikasi Pendapatan Asli Daerah pada model regresi berganda

(empat variabel) menghasilkan nilai 0.5432 > 0,05, yang berarti Pendapatan Asli Daerah

tidak signifikan berpengaruh terhadap PDRB Provinsi DIY. Hal ini berarti bahwa Pendapatan

Asli Daerah kurang berperan penting dalam peningkatan PDRB Provinsi DIY.

Untuk mengetahui jawaban lebih detail mengenai signifikasi Pendapatan Asli Daerah

terhadap PDRB Provinsi DIY, dapat diidentifikasi dengan menggunakan perhitungan atau uji

t-statistik.

Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 = β3 = 0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Asli Daerah

terhadap PDRB Provinsi DIY.

27

Page 28: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

H1 = β3 ≠ 0 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendapatan Asli Daerah terhadap

PDRB Provinsi DIY.

Dari hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk Pendapatan Asli Daerah sebesar

0.638884 dan pada t tabel dengan tingkat signifikansi sebesar 95 % (α = 5%), df = 12

diperoleh 1,782. Terlihat bahwa t hitung lebih kecil dari t kritis, maka H0 diterima yang

berarti bahwa Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB

Provinsi DIY.

d. Pengaruh Otonomi Daerah terhadap PDRB Provinsi DIY tahun 1995 – 2006.

Berdasarkan prob t-signifikasi Otonomi Daerah pada model regresi berganda (empat

variabel) menghasilkan nilai 0.0089 > 0,05, yang berarti Otonomi Daerah signifikan

berpengaruh terhadap PDRB Provinsi DIY. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan Kebijakan

Otonomi Daerah berperan penting dalam peningkatan PDRB Provinsi DIY.

Untuk mengetahui jawaban lebih detail mengenai signifikasi Otonomi Daerah

terhadap PDRB Provinsi DIY, dapat diidentifikasi dengan menggunakan perhitungan atau uji

t-statistik.

Hipotesis yang diajukan adalah:

H0 = β3 = 0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Otonomi Daerah terhadap

PDRB Provinsi DIY.

H1 = β3 ≠ 0 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Otonomi Daerah terhadap PDRB

Provinsi DIY.

Dari hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk Otonomi Daerah sebesar 3.585757

dan pada t tabel dengan tingkat signifikansi sebesar 95 % (α = 5%), df = 12 diperoleh 1,782.

Terlihat bahwa t hitung lebih besar dari t kritis, maka H0 ditolak yang berarti bahwa Otonomi

Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap PDRB Provinsi DIY.

4.3.3. Pengujian F-Statistik

Uji F statistik digunakan untuk mengetahui apakah variable independent secara

bersama-sama atau simultan mempengaruhi variable dependent. Dalam hal ini yaitu

Pengeluaran Pembangunan (X1), Penanaman Modal Dalam Negeri (X2), Pendapatan Asli

Daerah (X3) dan Dummy Otonomi Daerah (X4) terhadap variabel dependen yaitu PDRB

Provinsi DIY (Y) secara simultan / keseluruhan.

Hipotesis yang digunakan adalah :

28

Page 29: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

Ho: β0=β1=β2=β3=β4=0 berarti variabel independen secara keseluruhan tidak

berpengaruh terhadap variabel independen.

Ha : β0,β1,β2,β3,β4≠ 0 berarti variabel independen secara keseluruhan berpengaruh

terhadap variabel independen.

Diketahui:

• F-statistik =

• α = 0,05

• df1 (N1) = K-1 = 5-1 = 4

• df2 (N2) = n-K = 12-4 = 8

• F-tabel = 3,84

Uji Statistik secara serentak ditunjukkan oleh perbandingan nilai F hitung dengan F

tabel. Nilai F tabel dengan df = (k-1, n-k), dengan derajat kepercayaan sebesar 95 persen,

adalah F0,05, 4, 8 sebesar 3,84. Pada hasil estimasi di atas terlihat bahwa pada persamaan, F

hitung 113.4588 adalah jauh lebih besar dari pada F tabelnya. Ini berarti bahwa keempat

variabel independen Pengeluaran Pembangunan (X1), Penanaman Modal Dalam Negeri (X2),

Pendapatan Asli Daerah (X3) dan Otonomi Daerah (X4) signifikan dalam menjelaskan PDRB

Provinsi DIY.

4.4. Pembahasan dan Intepretasi Hasil Analisis

1. Nilai konstanta sebesar -6203728 menunjukkan bahwa jika variabel-variabel independen

dianggap konstan, maka PDB sektor pertambangan turun secara rata-rata sebesar –-

6203728 persen.

2. Variabel Pengeluaran Pembangunan berdasarkan hasil estimasi mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap peningkatan PDRB provinsi DIY dan memiliki koefisien positif

sebesar 81,00523. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen pada Pengeluaran

Pembangunan akan meningkatkan PDRB Provinsi DIY secara rata-rata sebesar 81,00523

persen dengan asumsi variabel lain dianggap konstan. Tampak dari koefisien itu, peranan

Pengeluaran Pembangunan dalam menggerakkan pertumbuhan PDRB provinsi DIY cukup

signifikan, hal ini dikarenakan pengeluaran ini juga bersifat investasi yang memberikan

efek positif terhadap pertumbuhan pendapatan kedepan. Pengeluaran ini bisa seperti

pembangunan terhadap infrastruktur daerah yang kedepannya bisa meningkatkan

perekonomian daerah.

29

Page 30: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

3. Variabel Penanaman Modal Dalam Negeri berdasarkan hasil estimasi mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan PDRB provinsi DIY dan memiliki

koefisien positif sebesar 8551.934. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen

pada Penanaman Modal Dalam Negeri akan meningkatkan PDRB Provinsi DIY secara

rata-rata sebesar 8551.934 persen dengan asumsi variabel lain dianggap konstan. Hal ini

menjadi tantangan pemerintah daerah Provinsi DIY untuk selalu meningkatkan peran

investasi dalam negeri untuk meningkatkan PDRB, untuk mengoptimalkan peningkatan

PMDN terhadap PDRB, pemerintah daerah hendaknya memberikan iklim investasi yang

lebih kondusif. Beberapa diantaranya dengan melakukan efisiensi perijinan atau regulasi

kebijakan di bidang investasi, jaminan hukum dan ketertiban berusaha, atau bahkan

memberikan insentif dan atau tax holiday bagi investasi yang padat karya, sehingga dapat

memberikan lapangan pekerjaan.

4. Variabel Pendapatan Asli Daerah berdasarkan hasil estimasi mempunyai pengaruh yang

tidak signifikan terhadap peningkatan PDRB provinsi DIY dan memiliki koefisien positif

sebesar 14.41316. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen pada Pendapatan

Asli Daerah akan meningkatkan PDRB Provinsi DIY secara rata-rata sebesar 14.41316

persen dengan asumsi variabel lain dianggap konstan. Pendapatan asli daerah dapat

menjadi dana bagi pemerintah daerah Provinsi DIY untuk membangun sarana dan

prasarana infrastuktur yang kemudian dapat digunakan sebagai pemacu pertumbuhan

ekonomi di Provinsi DIY, maka dari itu pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal

yang tepat agar Pendapatan Asli Daerah mempunyai peran yang penting dalam

peningkatan pertumbuhan ekonomi di Provinsi DIY.

5. Variabel Dummy Otonomi Daerah berdasarkan hasil estimasi mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap peningkatan PDRB Provinsi DIY dan memiliki koefisien positif

sebesar 3844003. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen dari pengaruh

Otonomi Daerah akan meningkatkan PDRB Provinsi DIY secara rata-rata sebesar

3844003 persen dengan asumsi variabel lain dianggap konstan. Hal ini menunjukkan

bahwa dengan adanya pelaksanaan Otonomi Daerah, daerah dapat mengelola sendiri

kekayaan yang dimilikinya, sehingga dapat meningkatkan perekonomian daerahny

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

30

Page 31: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan software Eviews

7, kesimpulan yang dapat ditarik sebagai berikut:

1. Variabel Pengeluaran Pembangunan berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDRB

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Variabel Penanaman Modal Dalam Negeri berpengaruh positif dan signifikan terhadap

PDRB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Variabel Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif dan namun tidak signifikan terhadap

PDRB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

4. Variabel Dummy Pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah berpengaruh positif dan

signifikan terhadap PDRB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Isdijoso, Brahmantio & Wibowo, Tri, Analisis Kebijakan Fiskal pada Era Otonomi Daerah,

Jurnal Kajian Ekonomi dan Pembangunan, Volume 6 Nomor 1, Maret 2002

31

Page 32: Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, PMA, PAD, Otonomi Daerah Terhadap PDRB DIY

Nanga, Munga, “Otonomi Keuangan Daerah Tingkat II, Studi Kasus di Kabupaten Malang,

Probolinggo, dan Trenggalek (Propinsi Jawa Timur)”, Tesis, S2, Pasca Sarjana Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta, 1991

Waluyo (2007). Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi dan Implementasinya dalam

Pelaksanaan Otonomi Daerah). Bandung: Mandar Maju

http://id.wikipedia.org/wiki/Investasi

32