ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE … · Rt.004/002 Kec. Sukabumi Utara Kel.Kebun Jeruk...

119
ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERBANKAN Oleh: Nur Hasanah 105081002439 JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434/2013

Transcript of ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE … · Rt.004/002 Kec. Sukabumi Utara Kel.Kebun Jeruk...

ANALISIS PENGARUH MEKANISME GOOD

CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA

PERBANKAN

Oleh:

Nur Hasanah

105081002439

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434/2013

i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

1. Nama Lengkap : Nur Hasanah

2. Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 14 September 1986

3. Alamat : Jl. Mesjid Al-Anwar No.48

Rt.004/002 Kec. Sukabumi Utara

Kel.Kebun Jeruk Jakarta Barat 11540

4. Agama : Islam

5. Telepon : 021 5332676 / 082112625259

6. Email : [email protected]

Pendidikan Formal

1. MI Manbaul Hidayah Jakarta Selatan (1994-1999)

2. MTs Al-Falah Jakarta Selatan (1999-2002)

3. MA Al-Falah Jakarta Barat (2002-2005)

4. Jurusan Manajemen perbankan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ii

ABSTRACT

The early perspective corporate governance come from agency theory. In

the model of agency theory, Principal is ownership of the company who give their

right to agent. There are some conflict of interest from two parties since the

ownership and management of the company being separated, it will cause many

conflict of interest inside the company. Good corporate governance appears to

control behavior and to manage conflict of interest all parties inside the company.

The purpose of this research is to analyze the effect of good corporate

governance mechanism (Board of Directors, Board of Commisioner, Independent

Commisioner, managerial ownership) againts banking performance. This

research made by using 12 go public banking companies listed in indonesian

stock exchange from 2007-2012. purposive sampling method used by the writer

and result of this research is to show that Good Corporate Governance

mechanism (Board of Directors, Board of Commisioner, Independent

Commisioner, managerial ownership) works simultaneous significantly againts

banking performance.

Keywords : Good Corporate Governance, Banking Performance.

iii

ABSTRAK

Perkembangan perspektif corporate governance berawal dari agency

theory. Dalam model teori agency principal yang bertindak sebagai pemilik

perusahaan menyerahkan kewenangannya kepada agen. Dengan adanya

pemisahan antara kepemilikan dan pengolahan perusahaan maka kedua pihak

tersebut memiliki kepentingan berbeda. Hal ini menimbulkan potensi konflik

kepentingan antara pihak-pihak dalam perusahaan. Corporate governance muncul

untuk mengendalikan perilaku dan mengatasi konflik antara pihak-pihak dalam

perusahaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh mekanisme

good corporate governance (dewan direksi, dewan komisaris, komisaris

independen dan kepemilikan manajerial) terhadap kinerja perbankan. Penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan sampel 12 perusahaan perbankan go publik

yang telah terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2007-2011. Metode pemilihan

sampel mengunakan purposive sampling. Metode yang digunakan adalah regresi

berganda. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mekanisme good corporate

governance (dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan

kepemilikan manajerial secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja

perbankan.

Kata kunci : Mekanisme Good Corporate Governance, Kinerja Perbankan.

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Yang maha pengasih

lagi penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya Allah yang kami

sembah dan hanya kepada Allah kami memohon pertolongan. Tunjukkan kami

jalan yang lurus, yaitu jalan yang Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka,

bukan jalan mereka yang Engkau murkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan, karena pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki

sangat terbata, oleh karena itu penulis mengaharapkan saran dan kritik serta

tanggapan dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Tentu saja ucapan

terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada orang-orang yang

ambil bagian dalam terlaksananya skripsi ini, semoga mereka selalu dalam

lindungan-Nya.

1. Kedua orang tua tercinta, ayahanda H. Husni serta Ibunda Hj Nur Lailah

yang telah memberikan dukungan dan do’a tak pernah sedikitpun

terlupakan dan sangat besar bagi penulis, baik dukungan materil maupun

dukungan moril sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik.

2. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid,MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan

Bisnisdan sekaligus menjadi pembimbing I yang selalu memberikan

teladan dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. .

3. Bapak Arief Mufraini, Lc., M.si sebagai dosen pembimbing II yang sudah

banyak meluangkan waktunya buat penulis untuk konsultasi.

4. Ibu Leis Suzanawaty,SE.,M.Si selaku Pudek I Fakultas Ekonomi Dan

Bisnis

v

5. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu dan bantuan yang bermanfaat selama penulis

6. Teman-temanku Jurusan manajemen, terutama Vini Sapta eka, Farah,

Susi, Ristiandi, Arif, Bagus, Here, Doni, Terima kasih untuk bantuan nya.

7. Terima Kasih untuk abang Na dan untuk adik-adikku, Sakinah Biebie ku

tercantik.

8. Terima kasih buat semua yang telah menyempatkan waktu untuk

membantu dalam pembuatan skripsi ini.

Semoga atas segala bantuan serta budi baik mereka selama ini

mendapatkan balasan yang setimpal dari ALLAH SWT. Mudah-mudahan

skripsinya ini sedikit banyak dapat memberikan sumbangan pikiran dan saran

dalam lingkungan akademisi.

Jakarta, Agustus 2013

Nur Hasanah

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP i

ABSTRACT ii

ABSTRAK iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Perumusan Masalah 7

C. Tujuan dan Manfaat 7

1. Tujuan 7

2. Manfaat 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 9

A. Lembaga Perbankan 9

1. Pengertian Bank 9

2. Fungsi dan Usaha Bank 10

3. Manajemen Bank 12

4. Arsitektur Perbankan Indonesia 14

5. Tantangan Perbankan ke depan 17

B. Good Corporate Governance 22

1. Prinsip Good Corporate Governance 26

2. Tujuan Good Corporate Governance 32

3. Manfaat Penerapan Good Corporate Governance 33

4. Agenda BI untuk Memperkuat Praktek Good

Corporate Governance pada Perbankan Indonesia 35

vii

5. Dewan Direksi 37

6. Dewan Komisaris 39

7. Komisaris Independen 42

8. Kepemilikan Manajerial 46

C. Kinerja Perbankan 50

D. Penelitian Terdahulu 54

E. Kerangka Pemikiran 56

F. Hipotesis Penelitian 58

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 59

A. Ruang Lingkup Penelitian 59

B. Metode Penelitian Sampel 59

C. Metode Pengumpulan Data 60

D. Metode Analisis dan Uji Hipotesis 61

E. Operasional Variabel Penelitian 66

BAB IV. PENEMUAN DAN PEMBAHASAN 68

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 68

B. Penemuan dan Pembahasan 87

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 96

A. Kesimpulan 96

B. Implikasi 98

C. Saran

DAFTAR PUSTAKA 100

LAMPIRAN 103

viii

DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman

2.1 Formulation of Corporate Governance 33

2.2 Kerangka pemikiran 58

ix

DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

4.1 Daftar Nama Bank 62

4.2 Hasil Statistik Deskriptif 88

4.2 Hasil Uji Normalitas Data 90

4.3 Hasil Uji Multikolinieritas 92

4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas 92

4.5 Hasil Uji Autokorelasi 93

x

DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1 Hasil Uji Autokorelasi 106

2 Hasil Uji Heteroskedastisitas 107

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Dengan mulai berlakunya era perdagangan bebas di lingkungan ASEAN

pada tahun 2003, dan dilanjutkan pada tahun 2020 bagi seluruh negara

berkembang anggota Asia-Pacific Economic Coorperation, dimana batas

antara negara akan makin kabur, maka diperlukan suatu keselarasan dalam

penerapan standar aturan yang mengacu pada praktek internasional. Hal ini

diperlukan guna memastikan bahwa praktek bisnis di Indonesia selain tidak

tertinggal dengan perkembangan bisnis negara lain memiliki tempat tersendiri

dalam perkembangan bisnis dunia.

Dengan perkembangan-perkembangan diatas, isu corporate governance

yang tadinya hanya bersifat marginal kini telah menjadi isu sentral, kebutuhan

good governance timbul berkaitan dengan principal–agency theory, yaitu

untuk menghindari konflik antara principal dan agennya. Konflik muncul

karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola sehingga tidak

menimbulkan kerugian pada para pihak. Oleh sebab itu, dibutuhkan

pemahaman yang memadai tentang corporate governance.

Merupakan hal yang sia-sia bahkan berbahaya bila kita sekedar mengikuti

trend atau kepatuhan terhadap regulasi tanda memahami akan makna dan

2

manfaat good corporate governance maka praktek dan system yang baik ini

hanya akan menjadi slogan, atau asesoris yang tidak berguna.

Perkembangan konsep corporate governance sesungguhnya telah dimulai

jauh sebelum isu corporate governance menjadi kosakata paling hangat

dikalangan para eksekutif bisnis. Isu corporate governance sebagai solusi

terhadap konflik yang terjadi antara pemilik perusahaan dengan manajemen

perusahaan yang biasa disebut agency problem. Pada hakikatnya penetapan

prinsip-prinsip good corporate governance dapat dilaksanakan di setiap pola

manajemen perusahaan, termasuk manajemen perusahaan dibidang perbankan.

Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dapat bersifat fleksibel,

karena adanya berbagai penyesuaian dalam hubungannya dengan perubahan

organisasi internal dan eksternal perusahaan (Darmawati, 2006: 8).

Lemahnya penerapan corporate governance ditandai dengan perilaku

manajemen yang dimulai mementingkan kepentingan sendiri, yang lebih parah

ternyata merugikan perusahaan. Dalam hal ini maka terdapat perbedaan

kepentingan antara manajemen dan pemegang saham. Permasalahan inilah

sebagai agency problem, corporate governance dianggap dapat membantu

mengendalikan perilaku manajemen dalam mengelola perbankan, yaitu

memaksimalkan kemakmuran pemegang saham.

Indonesia mulai menerapkan prinsip good corporate governance sejak

menandatangani letter of intent (LOI) dengan international monetary fund

3

(IMF) yang salah satu bagian pentingnya adalah pencatuman jadwal perbaikan

pengelolahan perusahaan di Indonesia. Komite ini bertugas umtuk

merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional tentang corporate

governance antara lain meliputi code for good corporate governance.

Selanjutnya komite secara berkesinambung bertugas memantau perbaikan

dibidang corporate governance di Indonesia. (Akmad Syakhroza, 2007:4).

Kenapa belakangan ini, good corporate governance diharapkan dapat

memperbaiki citra perbankan yang sempat terpuruk beberapa waktu lalu.

Untuk tujuan penerapan good corporate governance itu, iklim yang kondusif

perlu diciptakan dan perlu terus menerus dipelihara. Dalam pedoman good

corporate governance perbankan Indonesia dinyatakan, untuk terciptanya

kondisi yang mendukung implementasi good corporate governance yang

efektif, salah satu tugas yang menjadi tanggung jawab pemerintahan dan

otoritas efektif adalah penerbitan peraturan perundang-undangan yang

memungkinkan dilaksanakan good corporate governance secara efektif.

Selain itu, pemerintah dan otoritas terkait harus mampu menjamin dan

membuktikan bahwa penegakan hukum dilakukan secara serius.

Di sisi lain, sebagai subjek good corporate governance, bank perlu

menerapkan standar akuntansi dan standar audit yang sama dengan standar

yang berlaku umum serata melibatkan auditor eksternal dalam proses audit.

Tujuan supaya diperoleh ukuran yang sama dengan ukuran yang berlaku

ditempat lain, dengan demikian stakeholders boleh berharap akan interpretasi

4

yang sama atas fenomena–fenomena yang sejenis. Sebab pada dasarnya,

persoalan good corporate governance adalah persoalan tangung jawab

perusahaan kepada stakeholders.

Kebijakan nasional untuk reformasi Good Corporate Governance

merupakan hasil penggodokan bersama antara pemerintah dengan berbagai

institusi donor internasional seperti IMF, Word Bank, dan Asian Development

Bank (ADB). Pada asas implementasi kebijakan tersebut, pemerintah Indonesia

melalui keputusan Menko Ekuin tertanggal 19 Agustus 1999 membentuk

Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) atau National

Commitee on Corporate Governance (NCGG). Komite ini dimaksudkan untuk

menggalakkan dan memantau perkembangan refomasi good corporate

governance di Indonesia. Hingga saat ini, National Commitee on Corporate

Governance telah berhasil mennyelenggarakan berbagai roundtable

discussions dengan para pelaku bisnis di Indonesia, dan telah menyusun

sebuah pedoman good corporate governance yakni pedoman Good good

corporate governance (Indonesian Code), yang dipublikasikan pertama kali di

bulan Maret 2001, pedoman ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi

implementasi good corporate governance oleh pelaku bisnis di Indonesia.

Berbagai organisasi non-pemerintah atau non-govermental

organizations yang aktif dalam memperjuangkan good corporate governance

antara lain forum for corporate governance in Indonesia, Indonesian society of

independent commissioners atau komisaris independen, The Indonesian

5

Institute for corporate governance (IICG), corporate leadership development

in Indonesia (CLDI), Indonesian institute of commissioners and directors atau

lembaga komisaris dan direktur Indonesia (LKDI), the Indonesian institute for

coperate directorship (IICD).

Hasil survey World Bank mengenai penerapan corporate governance di

Indonesia tahun 2004 menunjukan, bahwa penerapan hukum dan peraturan

perundang-undangan perlu diperkuat, dan sanksi yang ada dianggap belum

terlalu efektif dalam mengatasi pelanggaran yang terjadi. Undang-undang

perusahaan disarankan secara eksplisit menganut prinsip fiduciary duties bagi

para pengurus perusahaan. Begitu pula transparansi integritas laporan

keuangan, serta kecukupan pengungkapan informasi perusahaan masih tetap

merupakan suatu tantangan yang perlu ditingkatkan.

Survey penerapan corporate governance pada bank di Indonesia, Korea,

Thailand dan Malaysia yang dilakukan pada tahun 2003 sampai 2004

melaporkan, bahwa semenjak krisis tahun 1997/1998, Bank sentral di keempat

negara tersebut telah mengeluarkan banyak peraturan dan ketentuan guna

memperkuat mekanisme internal governance institusi perbankan. Hal menarik

ditemukan pada survey tentang “Corporate governance of banks in Indonesia”

yang disponsori oleh asian development dengan forum for Corporate

Governance in Indonesia dan diterbitkan pada bulan Mei 2005. Survey ini

dilakukan pada 26 bank responden baik milik swasta maupun pemerintah.

6

Bank adalah lembaga keuangan yang tugas pokoknya menghimpun dana

dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Selain itu bank

juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran lainnya. Masyarakat

menyimpan dana nya dibank, pada dasarnya tanpa jaminan apapun yang

bersifat kebendaan. Kesediaan masyarakat menyimpan dananya semata-mata

berdasarkan kepercayaan, bahwa uangnya akan kembali dan ditambah

sejumlah keuntungan yang berasal dari bunga. Hilangnya kepercayaan

masyarakat pada bank akan menimbulkan efek domino yang menghancurkan

industri perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Oleh karena itu

pengawasaan pada bank baik pengawasaaan internal maupun eksternal

merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan

masyarakat.

Pengawasaaan bank merupakan sarana untuk mencegah dan memberantas

kejahatan perbankan. Pengawasaan ini terdiri dari tiga unsur, yaitu

pengawasan eksternal oleh regulator, pengawasan internal oleh komisaris,

direksi, manajemen, dan pengawasan oleh masyarakat (market discipline).

Pengawasan eksternal yang menjadi tugas Bank Indonesia sebagai bank

sentral,dilaksanakan melalui regulasi, perijinan, pengawasan dan pengendalian

serta sanksi terhadap pelangaran, pengawasan internal dilakukan melalui

penerapan good corporate governance, kepatuhan dan prinsip know your

customer, sedangkan pengawasan oleh masyarakat melalui keterbukaan.

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengambil judul “Analisis

7

Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap kinerja

Perbankan”.

B. Perumusan Masalah

Bedasarkan latar balakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh dewan direksi terhadap kinerja perbankan ?

2. Bagaimana pengaruh dewan komisaris terhadap kinerja perbankan ?

3. Bagaimana pengaruh komisaris independen terhadap kinerja

perbankan?

4. Bagaimana pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kinerja

perbankan ?

5. Bagaimana pengaruh secara bersama dewan direksi, dewan komisaris,

komisaris independen dan kepemilikan manajerial terhadap kinerja

perbankan ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh dewan direksi, dewan komisaris,

komisaris independen dan kepemilikan manajerial terhadap kinerja

perbankan.

8

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi

kepentingan dunia akademik maupun kepentingan terhadap dunia

praktis.

a. Bagi Pimpinan Lembaga

Hasil penelitian ini dijadikan untuk memahami kajian good

corporate governance. Sehubungan dengan masih sedikit kajian

good corporate governance, maka penelitian ini diharapkan mampu

menambah pengetahuan dalam bidang pengelolahan perbankan

yang baik.

b. Bagi Penulis

Untuk memenuhi salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar

sarjana Ekonomi pada Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah.

c. Bagi Dunia Akademik

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan referensi

perpustakaan, untuk referensi perbandingan terhadap objek

penelitian yang sama.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perbankan

1. Lembaga Perbankan

Banyak definisi bank, pada dasarnya semua definisi tersebut tidak

berbeda satu sama lain, perbedaannya hanya pada tugas atau usaha

bank. Bank dapat didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang tugas

utamanya sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan

permintaan kredit pada waktu yang ditentukan.

Pengertian Bank menurut UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

yang kemudian diubah denang UU No. 10 Tahun 1998 adalah:

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam

bentuk kredit dan atau dalam bentuk bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.

Bank umum adalah bank yang melakukan kegiatan usaha secara

konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan

usahanya secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang

dalam kegitannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran

10

2. Fungsi Dan Usaha Bank

Bank memiliki fungsi pokok adalah sebagai berikut:

a) Bank Sebagai Penerima Kredit

Bank menerima dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

(tabungan, deposito berjangka atau giro).

b) Bank Sebagai Pemberi Kredit Kepada Masyarakat

Bank melempar dana ke masyarakat yang membutuhkan dalam

bentuk kredit.

c) Bank Sebagai Pemberi Jasa Kepada Masyarakat

Bank memberikan layanan jasa dalam mekanisme pembayaran,

fasilitas pembiayaan, barang berharga, dan lain-lain.

3. Kegiatan Usaha yang dapat dilakukan oleh bank umum menurut

Undang Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan adalah

sebagai berikut :

a) Mehimpun dana dari masyarakat

b) Memberikan kredit

c) Menerbitkan Surat Pengkuan Utang

d) Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun

untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

1) Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakep oleh bank.

2) Surat pengakuan utang

11

3) Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan

pemerintah

4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

5) Obligasi

6) Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 tahun.

7) Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu

sampai dengan 1 (satu) tahun.

e) Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun

untuk kepentingan nasabah.

f) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau

meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan

menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan

wesel tunjuk, cek atau sarana lainnya.

g) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan

melakukan perhitungan dengan atau antara pihak ketiga.

h) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat

berharga.

i) Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain

berdasarkan suatu kontrak (custodian)

j) Melakukan penempatan dana dari menambah kepada nasabah

lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa

efek.

12

k) Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun

sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya

kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut

wajib di cairkan secepatnya.

l) Melakukan kegiatan anjak piutang (factoring), kartu kredit dan

kegiatan wali amanat (trustee)

m) Menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.

n) Melakukan kegiatan lain misalnya kegiatan dalam valuta asing,

melakukan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di

bidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura,

perusahaan efek, dan asuransi, dan melakukan penyertaan modal

sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit.

o) Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang.

4. Manajemen Bank

Manajemen bank tentunya memiliki sasaran dalam melaksanakan

kegiatan operasionalnya. Sasaran tersebut pada prinsipnya dapat

dibedakan berdasarkan jangka waktu yaitu sasaran yang bersifat jangka

pendek dan jangka panjang. (Ahmad Rodoni, 2006: 23)

a) Sasaran Jangka Pendek

Sasaran jangka pendek ini berkaitan dengan penggunaan waktu

dalam operasional bank untuk mencapai tujuan yang bersifat jangka

13

pendek. Sasaran manajemen bank jangka pendek antara lain meliputi

pemenuhan likuiditas terutama untuk memenuhi likuiditas wajib

minimum yang ditetapkan oleh otoritas moneter di samping

kebutuhan likuiditas untuk memenuhi penarikan dana oleh nasabah

sehari-hari, menyediakan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan

penanaman dana dalam bentuk surat-surat berharga jangka pendek

atau instrument pasar uang.

b) Sasaran Jangka Panjang

Sasaran jangka panjang manajemen bank adalah bagaimana

memperoleh keuntungan dari kegiatan bank untuk meningkatkan

nilai perusahaan dan memaksimalkan kekayaan pemilik bank. Untuk

mencapai sasaran ini manajemen mempertimbangkan faktor-faktor

risiko yang dapat membahayakan kondisi usaha bank. Untuk

mencapai sasaran jangka panjang ini, bank tidak boleh

mengorbankan sasaran jangka pendek dan mengabaikan praktik-

praktik dan prinsip-prinsip perbankan yang sehat. Meskipun sasaran

jangka panjang ini cukup penting untuk menjaga kontinuitas usaha

bank, namun sasaran jangka pendek tetap merupakan masalah

prioritas yang mutlak harus di penuhi.

Dari penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

sasaran pokok manajemen bank pada dasarnya untuk

memaksimalkan nilai investasi dai pemilik bank. Untuk mencapai

14

sasaran tersebut manajemen bank harus memperhatikan beberapa hal

dalam pengelolaan aktiva dan kewajibannya sebagai berikut :

1) Mengelola likuiditasnya

2) Memperkecil risiko dengan mengalokasikan dananya pada asset

yang berisiko rendah atau melakukan diversifikasi.

3) Memperolah dana dengan biaya rendah.

4) Menentukan jumlah modal yang harus dipertahankan dan

meningkatkan modal sesuai kebutuhan.

5. Arsitektur Perbankan Indonesia (API)

Arsitektur Perbankan Indonesia merupakan suatu kerangka dasar

system perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan

memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk

rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan

pengembangan industri perbankan dimasa datang oleh Arsitektur

Perbankan Indonesia dilantas oleh visi mencapai suatu sistem

perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan

sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan

ekonomi nasional.

Arsitektur Perbankan Indonesia menjadi kebutuhan yang

mendesak bagi perbankan Indonesia dalam rangka memperkuat

fundamental industri perbankan. Krisis ekonimi tahun 1997

menunjukan bahwa industri perbankan nasional belum memiliki

15

kelembagaan perbankan yang kokoh yang didukung dengan

infrastruktur perbankan yang baik sehingga secara fundamental masih

harus diperkuat untuk mengatasi gejolak internal maupun eksternal.

Belum kokohnya fundamental perbankan nasional merupakan

tantangan bukan hanya bagi industri perbankan secara umum, tetapi

juga bagi Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasannya. (Johny

Sudharmono, 2008:24)

Guna mempermudah pencapaian visi Arsitektur Perbankan

Indonesia tersebut, maka ditetapkan beberapa sasaran yang ingin

dicapai yaitu:

a) Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat dan mampu

memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan

ekonomi nasional yang berkesinambungan.

b) Menciptakan system pengaturan dan pengawasan bank yang efektif

dan mengacu pada standar internasional.

c) Menciptakan induastri perbankan yang kuat dan mamiliki daya

saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi

risiko.

d) Menciptakan good corporate governance dalam rangka

memperkuat kondisi internal perbankan nasional

e) Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mewujudkan

terciptanya industri perbankan yang sehat.

16

f) Mewujudkan pemberdaya dan perlindungan konsumen jasa

perbankan.

Keenam pilar Arsitektur Perbankan Indonesia tersebut

menunjang pencapaian visi API yaitu menciptakan system perbankan

yang sehat, kjuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan system

keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi

nasionnal. Keenam sasaran tersebut digambarkan sebagai 6 pilar

penunjang pencapaian visi Arsitektur Perbankan Indonesia.

Sejak diluncurkan pada 2004, Arsitektur Perbankan Indonesia telah

mendapat beragam tanggapan dalam bentuk saran dan kritik

membangun untuk menjadikan program-program Arsitektur

Perbankan Indonesia lebih terintegrasi dengan program

perekonomian nasional. Selain itu, perkembangan perbankan secara

global juga menuntut adanya penyesuaian terhadap program-program

Arsitektur Perbankan Indonesia agar waktunya nanti industri

perbankan nasional mampu barsaing pada tataran internasional

dengan sumber daya manusia yang unggul, teknologi informasi yang

memadai, dan infrastruktur penduduk yang cukup. Bertolak dari

kebutuhan di atas, bank Indonesia telah menyusun kembali program-

program Arsitektur Perbankan Indonesia. Pada dasarnya program–

program API yang telah disempurnakan memuat arahan dan strategi

yang lebih konkrit terkait dengan konsolidasi perbankan

17

nasional.pengembangan perbankan syariah dalam rangka panjang,

peningkatan pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah serta

penguatan kelembagaan Bank Perkreditan Rakyat Secara

keseluruhan, penyempurnaan ini menyebabkan bertambahnya

program dan kegiatan Arsitektur Perbankan Indonesia yang akan

dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2013 dari 19 program

yang tertuang dalam 34 kegiatan menjadi 20 program yang dijabarkan

ke dalam 55 kegiatan.

6. Tantangan Perbankan ke Depan

Untuk mewujudkan perbankan Indonesia yang lebih kokoh,

perbaikan harus dilakukan di berbagai bidang, terutama untuk

menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi perbankan dalam

beberapa tahun belakangan ini. Tantangan-tantangan tersebut adalah

sebagai berikut( Taswan, 2010:28):

a) Kapasitas pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah.

Mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam waktu

lima tahun kedepan, diperlukan pertumbuhan kredit perbankan

yang cukup besar. Sementara itu, kemampuan permodalan

perbankan Indonesia saat ini mengindikasikan bahwa

pertumbuhan kredit yang cukup tinggi tersebut sulit dicapai jika

perbankan nasional tidak memperbaiki kondisi permodalannya.

Selain hambatan dalam hal permodalan bank, penyaluran kredit

18

dalam banyak hal juga terhambat oleh keengganan sebagai bank

untuk menyalurkan kredit karena kamampuan manajemen risiko

dan core banking skills yang relatif belum baik, dan biaya

operasional yang relatif tinggi.

b) Struktur perbankan yang belum optimal

Belum optimalnya struktur perbankan di Indonesia di tandai

oleh terkonsentrasinya struktur perbankan hanya pada 11 bank

besar (yang menguasai 75% asset perbankan Indonesia).

Namun demikian bank-bank kecil dalam hal ini perlu mendapat

perhatian karena selain jumlahnya relatif banyak, bank-bank

kecil tersebut juga memiliki cakupan usaha yang relatif sama

dengan bank-bank besar namun dengan kemampuan

operasional, manajemen risiko, dan corporate governance yang

relative lebih terbatas. Demikian pula, dibandingkan dengan

Negara-negara lain, kepemilikan pemerintah Indonesia dalam

perbankan nampak cukup tinggi, bahkan tertinggi di kawasan

Asia. Hal ini juga merupakan persoalan tersendiri terhadap

struktur perbankan karena dapat menimbulkan konflik

kepentingan yang akan mengganggu efisiensi pasar.

c) Pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan

perbankan yang dinilai oleh masyarakat masih kurang.

19

Kurangnya pemenuhan kebutuhan masyarakat atas pelayanan

ditandai dengan seringnya terdengar keluhan dari masyarakat

mengenai kurangnya akses terhadap kredit dan tingginya suku

bunga kredit serta masih banyaknya praktik penyediaan jasa

keuangan informal. Pandangan masyarakat semacam ini cukup

beralasan, karena walaupun kredit korporasi dan usaha kecil

menengah sudah mulai tumbuh, tingkat kredit masih relative

rendah. Selain itu, meningkatnya kompleksitas jasa dan produk

keuangan sebagai akibat dari globalisasi sektor keuangan juga

memerlukan respon yang memadai dari berbagai pihak yang

terkait. Hal ini semakin penting menggingat masyarakat

pengguna jasa keuangan khususnya perbankan semakin

menuntut kualitas pelayanan dan akses perbankan yang

semakin tinggi.

d) Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan.

Pengawasan bank juga merupakan bidang yang memerlukan

peningkatan dan penyempurnaan. Hal ini disebabkan karena

masih terdapatnya beberapa prinsip-prinsip prudensial yang

masih belum diterapkan secara baik, koordinasi pengawasan

yang masih pelu ditingkatkan, kemampuan sumber daya

manusia pengawasan yang belum optimal, dan pelaksanaan

20

law-enforcement pengawasan yang belum efektif. Secara

keseluruhan, upaya peningkatan kapabilitas pengawasan ini

sejalan dengan dengan usaha Bank Indonesia untuk

menerapkan 25 Based Core Principles For Effective Banking

Supervision, termasuk meningkatkan sarana teknologi

pengawasan. Mengingat pengawasan bank merupakan bidang

yang sangat dinamis luas cakupannya, maka peningkatan

kualitas pengawasan merupakan upaya yang patut dilaksankan

secara terus menerus oleh Bank Indonesia maupun oleh

lembaga lainnya seperti Otoritas Jasa Keuangan pada saatnya

nanti.

e) Kapabilitas perbankan yang masih lemah

Lemahnya kapabilitas perbankan ditandai dengan kurangnya

corporate governance dan core banking skill pada sebagian

besar perbankan sehingga diperlukan perbaikan yang cukup

mendasar pada dua hal tersebut. Meskipun kapabilitas

beberapa bank besar sudah cukup kuat, namun kapabilitas

perbankan secara umum masih dibawah international best

practices. Demikian pula kemampuan bank dalam merespon

meningkatnya resiko operasional masih perlu terus diperbaiki,

terutama penekanannya pada pentingnya internal control dan

kepatuhan terhadap prinsip-prinsip prudensial.

21

f) Profitabilitas dan efisiensi operasional bank yang tidak

sustainable

Tingkat profitabilitas dan efisiensi operasional yang dicapai

oleh perbankan pada umumnya bukan merupakan

profitabilitas dan efisiensi yang sustainable. Hal ini

disebabkan oleh lemahnya struktur aktiva produktif bank-

bank. Margin yang diperoleh bank-bank semakin mengecil

karena adanya kecenderungan suku bunga yang menurun.

efisiensi adalah karena sebagian pendapatan perbankan berasal

dari aktivitas trading yang fluktuatif serta rendahnya rasio

asset per nasabah yang membuat biaya operasionl perbankan

Indonesia relarif tinggi dibandingkan negara-negara lain.

g) Perlindungan nasabah yang masih harus ditingkatkan

Perlindungan terhadap nasabah merupakan tantangan

perbankan yang berpengaruh langsung terhadap sebagian

besar masyarakat kita. Oleh karena itu, menjadi tantangan

sangat besar bagi perbankan dan bank Indonesia serta

masyarakat luas untuk secara bersama-sama menciptakan

standar-standar yang jelas dalam membentuk mekanisme

pengaduan nasabah dan transparasi informasi produk

perbankan. Di samping itu, edukasi pada masyarakat mengenai

jasa dan produk yang ditawarkan oleh perbankan perlu segera

22

diupayakan sehingga masyarakat luas dapat lebih memahami

risiko dan keuntungan yang akan dihadapi dalam

menggunakan jasa dan produk perbankan.

h) Perkembangan Teknologi Informasi

Kemajuan teknologi informasi ikut menambah tantangan yang

dihadapi oleh perbankan. Perkembangan teknonogi Informasi

menyebabkan makin pesatnya perkembangan jenis dan

kompleksitas produk dan jasa bank sehingga risiko-risiko yang

muncul menjadi lebih besar dan bervariasi. Di samping itu,

persaingan perbankan yang cenderung bersifat global juga

menyebabkan persaingan antara bank menjadi semakin ketat

sehingga bank-bank nasioanal harus mampu beroperasi secara

efisien dengan memanfaatkan teknologi informasi.

B. Good Corporate Governance

Topik Gorporate governance bukanlah suatu topik yang baru, banyak

penelitian yang mengapus tentang tropik ini, telah dilakukan sejak tahun

sejak tahun 1940an. Coases (1973), dan banyak penelitian lagi, telah

menunjukan interaksi antara hak kepemilikan dengan peraturan institusi

dalam membentuk perilaku ekonomi. La Porta et al (1999) merupakan

orang-orang pertama yang menyoroti masalah corporate governance secara

khusus. La Porta et al (1999) menekankan pentingnya penegakan hukum

23

atas pengelolahan sebuah perusahaan, pengembangan pasar dan

pertumbuhan ekonomi (Thomas Kaihatu, 2006:4).

Kata “Governance” berasal dari bahasa perancis “Gubernance” yang

berarti pengendalian. Selanjutnya kata tersebut di pergunakan dalam

konteks kegiatan perusahaan atau jenis organisasi yang lain. Dalam bahasa

Indonesia ini sering diterjemahkan secara harfiah sebagai tata kelola atau

tata pemerintahan perusahaan.

Sedangkan forum corporate governance in Indonesia (FCGI)

Mendefinisikan sebagai perangkat peraturan yang mengatur hubungan

antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,

pemerintah, karyawan serta pemegang saham, kepentingan internal dan

eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka

atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan

perusahaan.

Menurut sulistyanto (2003), mendefinisikan Good Corporate

Governance dalam jurnal ekonomi bisnis adalah konsep yang menekankan

pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi yang benar,

akurat dan tepat waktu serta kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan

secara akurat, tepat waktu dan transparan mengenai semua informasi

kinerja perusahaan, kepemilikan dan stakeholder.

24

Good Corporate Governance terdiri dari sekumpulan perangkat hukum

yang menjelaskan hubungan antara pemegang saham, manajer kreditor,

pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan.

Menurut wikipedia (2007: 4), mendefinisikan corporate governance

adalah :

Corporate governance is used to monitor whether outcomes are in

accordance whit plans and to motivate the organization to before funn

informed in order to maintain or alter organization activity, Corporate

governance is the mechanism by which individuals are mitivate to aligh

behaviors whit the overall perticipants”.

O’D enovan mengartikan corporte governance yang kutip oleh

wikipedia (2007:4) sebagai berikut :

“An internal system encompassing and other stakeholders, by

directing and ontroling managment activities whit good business savy,

objectivity and integrity sound corporate governance is reliant on eksternal

market place comitmentand legislation, plus a healty board culture which

safeguards policies and prosses”.

untuk menciptakan kesamaan akan penerapan good corporate

governance di Indonesia selaku bank sentral pemerintah telah menetapkan

sejumlah aturan-aturan mengenai pelaksanaan good corporate governance

bagi bank umum.

Terdapat enam standar good corporate governance yang efektif pada

industri perbankan sesuai dengan Basle Committee on Banking Supervision,

(Stabilitas, 2006: 5 )yaitu :

25

1. Bank harus menetapkan sasaran strategi dan serangkaian nilai-

nilai perusahaan yang dikonsumsikan kepada setiap jenjang pada

organisasi.

2. Bank harus menetapkan wewenang dan tanggung jawab yang jelas

pada setiap jenjang jabatan pada organisasi.

3. Bank harus memastikan bahwa pengurus bank telah memiliki

kompetensi yang memadai dan integritas yang tinggi serta

memahami peranannya dalam pengelolahan bank yang sehat dan

independen terhadap pengaruh atau pengendalian dari pihak

eksternal.

4. Bank harus memastikan tersedianya mekanisme pengawasan

direksi terhadap kegiatan operasional.

5. Bank harus memastikan bahwa kebijakan renumarasi telah

konsisten dengan nilai etik, sasaran, strategi, dan lingkungan

pengendalian bank.

6. Bank harus menetapkan praktek-praktek transparansi kondisi

keuangan kepada publik

Tata kelola yang baik merupakan bagian integral dari tanggung jawab

perusahaan secara sosial terhadap pihak-pihak yang berkepentingan seperti

para pemegang saham, pegawai pengelola, dan masyarakat (whelen and

Hunger, 2002). Kepemilikan perusahaan yang terdaftar di bursa saham

sangat terpusat, dan presentase manajer yang termasuk dalam kelompok

26

pengendali yang sangat terpusat, dan persentase manajer yang termasuk

dalam kelompok pengendali juga sangat tinggi, hal ini sebenarnya

merupakan ciri khas suatu sektor usahanya yang sangat berkembang.

Mekanisme pengelolahan good corporate governance. memastikan

bahwa tindakan manajemen akan selalu diarahkan pada peningkatan nilai

perusahaan. Sekaligus sebagai bentuk perhatian kepada stakeholders,

karyawan, kreditor dan masyarakat sekitar.

1. Prinsip Good Corporate Governance

Sebagai lembaga intermediasi dan lembaga kepercayaan, dalam

melaksanakan kegiatan usahanya bank harus menganut prinsip

keterbukaan, memiliki ukuran kinerja dari semua jajaran bank

berdasarkan ukuran-ukuran yang konsisten dengan corporate values,

sasaran usaha dan strategi sebagai pencerminan akuntabilitas bank,

berpegang pada prudential banking practicea dan menjamin

dilaksanakan ketentuan yang berlaku sebagai wujud tanggung jawab

bank, objektif dan bebas dari tekanan pihak manapun dalam

pengambilan keputusan, serta senantiasa memperhatikan kepentingan

stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.

Dalam hubungan dengan prinsip tersebut bank perlu

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a) Transparency (Ketebukaan Informasi)

27

Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses

pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan

informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

Prinsip ini merupakan prinsip yang sangat penting dalam

penerapan good corporate governance. Keterbukaan dalam

pengambilan keputusan berarti seluruh pihak yang terlibat dalam

pengambilan keputusan mengetahui dengan jelas pertimbangan dan

alasan-alasan untuk pengambilan keputusan dan untuk apa keputusan

akan diambil.

Mereka juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan

keberatan ataupun pertimbangan lain sebelum proses tersebut

dilaksanakan. Begitu pula dampak positif maupun negatif dari

pengambilan keputusan tersebut terinformasikan dengan jelas kepada

pihak-pihak yang terlibat. Transparansi merupakan landasan

terciptanya kondisi fairness dalam bertransaksi. Aplikasi dari prinsip

ini terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa, hubungan

industrial dan transaksi bisnis dengan pelanggan, seperti pembelian

surat berharga, ketentuan penempatan deposito berjangka, dan lain

sebagainya. Keterbukaan dalam mengemukakan informasi yamg

materiil dan relevan tentang perusahaan merupakan akuntabilitas

perusahaan terhadap publik dan para pemangku kepentingan. Dengan

adanya keterbukaan ini para pemangku kepentingan dapat menimbang

28

manfaat dan resiko dalam berhubungan dengan perusahaan. Praktek

keterbukaan informasi ini dilakukan secara optimal dalam publikasi

laporan tahunan dan publikasi rencana bisnis perseroan, serta publikasi

berkala perusahaan lainnya. Dalam menghadapi persaingan atau

kompetisi usaha antar bank, Bank Indonesia menyadari diperlukannya

suatu peraturan yang nantinya akan digunakan sebagai tolak ukur atau

alat untuk menilai suatu keadaan bank. (Achmad Daniri, 2005: 4)

b) Accountability (Akuntabilitas)

Merupakan kejelasan fungsi, stuktur, system dan

pertanggungjawaban organ perusahaan sehinga pengelolahan

perusahaan terlaksana secara efektif. Berarti, bank harus menetapkan

tanggungjawab yang jelas dari setiap komponen organisasi selaras

dengan visi, misi, sasaran usaha, dan strategi perusahaan. Setiap

komponen organisasi mempunyai kompetensi sesuai dengan

tanggungjawab masing-masing. Mereka harus dapat memahami

perannya dalam pelaksanaan good corporate governance. Selain itu,

bank harus memastikan ada tidaknya check and balance dalam

pengelolahan bank.

Prinsip ini juga merupakan prinsip yang sangat penting dalam

penerapan good corporate governance. Dari arti kata accountability

yang mempunyai makna answerability, liability dan responsibility

maka, prinsip ini menunjukkan adanya tuntutan untuk dapat menjawab

29

segala pertanyaan atas pelaksanaan tugas yang dibebankan pada suatu

fungsi. Mulai dari apa sajakah tugas pokok dan fungsi dari jabatan

tersebut, apa sajakah hasil-hasil yang diharapkan dan bagaimana hasil

pelaksanaanya.

c) Responsibility (Pertanggung-jawaban)

Adanya kesesuaian didalam pengelolahan perusahaan terhadap

prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

Bank harus memegang prinsip prudential banking practices. Prinsip

tersebut harus dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar

tetap terjaga kelangsungannya usahanya. Bank pun harus mampu

bertindak sebagai good corporate citizen.

Sebagaimana diuraikan diatas, prinsip pertanggungjawaban ini

sangat erat terkait dengan prinsip akuntabilitas, karena akuntabilitas

merupakan ekspresi dari prinsip pertanggungjawaban. Apabila suatu

fungsi dan tugas dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan dan norma-norma etika, hasil kerja tersebut dengan mudah

dipertangung jawabkan hasilnya.

d) Indepedency (Kemandirian)

Merupakan suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara

professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan

dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan.

Bank harus mampu menghindari terjadinya dominasi yang tidak wajar

30

oleh stakeholders. Pengelolahan bank tidak boleh terpengaruh oleh

kepentingan sepihak, ia harus bisa menghindari segala bentuk benturan

kepentingan (Conflict of Interst).

Sebagaimana telah dikemukakan di atas penerapan prinsip ini erat

kaitannya dengan prinsip akuntabilitas. Dapat dikatakan prinsip

akuntabilitas adalah muara dari penerapan prinsip pertanggungjawaban

dan prinsip kemandirian. Melalui prinsip kemandirian, maka prinsip

pertanggungjawaban dapat dilaksanakan dengan baik, terbebas dari

benturan kepentingan yang mungkin ada, baik karena kepentingan diri

sendiri, kepentingan golongan ataupu kepentingan karena “balas budi”.

Penerapan prinsip kemandirian ini sebetulnya menegaskan kembali

bahwa direksi dan komisaris dalamn menjalankan tugasnya haruslah

mendahulukan kepentingan dan usaha perseroan, sebagaimana tel;ah

diatur dalam UUPT. Dalam hal ini terjadi benturan kepentingan,

anggota direksiuang terkait tidak berhak lagi untuk bertindak mewakili

perseroan. Dalam pengertian yang sama hal ini diperluas kepada

seluruh pejabat stuktural dalam perseroan.

e) Fairnes (kesetaran dan kewajaran)

Suatu bentuk perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi

hak hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian secara

peraturan perundangan yang berlaku. Bank harus memperhatikan

kepentingan stakeholders berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran

31

(Equal Treatment). Namun, bank juga perlu memberikan kesempatan

kepada stakeholders untuk memberikan masukan bagi kepentingan

bank sendiri memiliki akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip

keterbukaan.

Penerapan prinsip kewajaran ini erat kaitannya dengan prinsip

transparansi. Tanpa transparansi akan sulit bahkan hampir tidak

mungkin diperoleh fairness. Secara filosofis Jeremy Bentham, seorang

filsuf dan ahli hukum Inggris menyatakan “Dalam gelapnya

ketertutupan, segala jenis kepentingan jahat berada dipuncak

kekuasaannya. Hanya dengan keterbukaanlah pengawasan terhadap

segala ketidakadilan dilembaga peradilan dapat dilakukan. Selama

tidak ada keterbukaan, tidak akan ada keadilan. Keterbukaan adalah

alat untuk melawan serta penjaga utama ketidakjujuran. Keterbukaan

membuat hakim „ diadili‟ saat ia mengadili”.

Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah pewnyelarasan

dari prinsip-prinsip yang dituangkan dalam pedoman-pedoman Good

Corporate Gocernance dengan kebijakan manajemen dan pedoman

operasional lain, sehingga spirit dari prinsip-prinsip Good Corporate

Governance memang tercemin dalm setiap proses bisnis. Melalui

penyelarasan ini maka keterlibatan seluruh jajaran dalam penerapan

Good Corporate Governance, menjadi lebih terarah dan terpadu.

32

2. Tujuan Good Corporate Governance

Tujuan good corporate governance ialah untuk menciptakan nilai

tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (Stakeholders) sebagai

bentuk pelaksanaan dalam mewujudkan perbankan yang sehat,

pemerintah menerapkan blue print berbentuk arsitektur perbankan

Indonesia yang merupakan perwujudan visi perbankan nasional.

Adapun untuk mewujudkan program tersebut pemerintah telah

membuat fondasi yang berlandaskan pada 6 pilar, antara lain :

a) Menciptakan stuktur perbankan domestik yang sehat yang mampu

memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan

ekonomi nasional yang berkesinambungan.

b) Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif

dan mengacu pada standar internasional.

c) Menciptakan industri perbankan yang kuat memiliki daya saing

yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko.

d) Menciptakan good corporate governance dalam rangka

memperkuat kondisi internal perbankan internasional

e) Mewujudkan infrasuktur yang lengkap untuk mendukung

terciptanya industri perbankan yang sehat.

f) Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa

perbankan

33

Dalam menindak lanjuti pelaksanaan arsitektur perbankan

Indonesia, salah satu pilar yang mendapat perhatian adalah pilar ke 4

(Empat) tentang: “Menciptakan Good Corporate Governance dalam

rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional”. Untuk itu

tanggal 30 Januari 2006 Bank Indonesia mengeluarkan paket kebijakan

perbankan yang dikenal dengan istilah pakjen 2006, isinya mengenai

peraturan baru bidang prudential banking, yang isi dari kebijakan

berupa peraturan Indonesia Nomer 8/4/2006 tentang pelaksanaan good

corporate governance bagi bank umum dalam program peningkatan

kualitas manajemen dan operasional yang baik.

3 Manfaat Penerapan Good Corporate Governance

Pelaksanaan good corporate governance diharapkan dapat

memberikan beberapa manfaat berikut ini (FCGI, 2001: 7)

a). Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses

pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi

operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan

kepada stakeholders.

b). Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah

sehingga dapat lebih meningkatkan corporate value.

c) Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan

modalnya di Indonesia.

34

d). Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan

karena sekaligus akan meningkatkan shareholders value dan

dividen. Pelaksanaan good corporate governance dilakukan

dengan menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku secara

internasional (FCGI, 2001: 5)

1) Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi

dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai

perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam pengambilan

keputusan atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian

dari keuntungan perusahaan,

2) Perlakuan sama terhadap pemegang saham, terutama kepada

pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing,

dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang

pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh

orang dalam

3) Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana

ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara

perusahaan serta para pemegang kepentingan dalam

menciptakan kesejahteraan, lapangan kerja dan perusahaan

yang sehat dari aspek keuangan

4) Pengungkapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta

transparasi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja

35

perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan

(stakeholders),

5) Tanggungjawab pengurus dalam manajemen, pengawasan

manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan

dan para pemegang saham.

4. Agenda Bank Indonesia untuk memperkuat praktek Good Corporate

Governance pada Industri Perbankan Indonesia

Agenda terciptanya kondisi yang mendukung implementasi good

corporate governance, salah satu tugas yang menjadi tanggung

jawab pemerintah dan otoritas terkait adalah penerbitan peraturan

perundang-undangan yang memungkinkan dilaksanakannya good

corporate governance secara efektif. Selain itu, pemerintahan dan

otoritas terkait harus mampu menjamin dan membuktikan bahwa

penegakan hukum (law enforcement) dilakukan secara serius. Disisi

lain, sebagai subjek good corporate governance, bank perlu

menerapkan standar akuntansi dan standar audit yang sama dengan

yang berlaku umum. Bank Indonesia menetapkan Peraturan Bank

Indonesia mengenai penerapan prinsip-prinsip good corporate

governance, bagi bank umum, yang mengatur ketentuan-ketentuan

dan prosedur yang harus dilakukan bank umum, serta tanggung

jawab dari dewan komisaris dan dewan direksi.

36

Terdapat dua faktor yang mendorong kesuksesan pelaksanaan

good corporate governance :

1) Faktor Internal.

Faktor pendorong keberhasilan good corporate governance yang

berasal dari dalam perusahaan, antara lain adanya budaya dan

nilai perusahaan yang mendukung penerapan good corporate

governance. Kultur dan nilai-nilai yang nyaman ini akan

memberikan ruang gerak yang besar dan positif bagi direksi dan

karyawan bank untuk memenej bank dengan tata kelola yang

benar. Jika implementasinya selaras maka akan memberikan

andil terbaik bagi bank yang dikelolanya.

2) Faktor eksternal.

Faktor-faktor yang berasal dari luar perusahaan yang memiliki

pengaruh yang besar bagi perusahaan, antara lain sistem hukum

yang baik, adanya dukungan dari sektor publik, lembaga,

pemerintah, dukungan dari masyarakat, semangat anti korupsi

pada lingkungan publik. Berbagai variabel eksternal ini tidak

dapat dikendalikan (uncontrollable) sehingga yang perlu

dilakukan adalah mendorong pemerintah Bank Indonesia

menelurkan kebijakan yang pro bank. Sementara lembaga-

lembaga semacam komisi pemberantasan korupsi diharapkan

37

dapat terus membantu operasional bank dalam mengunakan

prinsip transparansi.

5. Dewan Direksi

Menurut Nation Committee For Corporate Governance

(NCGG), kriteria kerangka kerja good corporate governance salah

satunya adalah dewan direksi, yang dalam pemenuhan fungsinya

ditugaskan dengan seluruh manajemen perusahaan. Untuk

membantunya, dewan direksi dapat mengunakan prosedur yang telah

digunakan, mengunakan professional independen atau komite khusus

yang ada.

Komposisi dewan direksi harus mempertimbangkan efektivitas

dan kecepatan dalam pengambilan keputusan. Paling sedikit 20%

anggota direksi harus direktur dari luar agar meningkatkan efektivitas

peranan manajemen dan transparansi keputusan yang diambil jumlah

direksi dari luar harus dapat menjamin bahwa suara mereka akan ikut

menentukan keputusan penting dalam rapat direksi.

Allen dan Galce (2000) dalam beiner et al (2003:4) mengatakan

bahwa dewan direksi merupakan mekanisme corporate governance

yang penting karena dewan direksi dapat memastikan bahwa manajer

mengikuti kepentingan dewan mereka juga menyarankan bahwa

dewan direksi yang jumlahnya besar kurang efektif dari pada dewan

yang jumlahnya. Hal ini karena jumlah dewan direksi yang besar

38

akan memperbesar permasalahan agensi. Perusahaan dengan jumlah

dewan direksi yang besar akan membuat kinerja perusahaan semakin

rendah. Mahmoud (2006:106) menyatakan bahwa dewan direksi

perusahaan yang melakukan pemantauan perusahaan pada akhirnya

aliran meningkatkan perusahaan.

Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung

jawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Masing-masing

anggota direksi dapat melaksanakan tugas dan mengambil keputusan

sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun,

pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota direksi tetap

merupakan tanggung jawab bersama. Kedudukan masing-masing

anggota direksi termasuk direktur utama adalah setara.

Dalam kapasitas ini maka tugas pelaksanaan kepengurusan

direksi adalah:

a) Melaksanakan kepatuhan bank terhadap peraturan perundang-

undang yang berlaku bagi bank

b) Melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance

pada semua lini organisasi bank

c) Melaksanakan penerapan prinsip mengenal nasabah sebagai

tindakan untuk mencegah terjadinya tindak pidana pencucian

uang.

39

Agar pelaksanaan tugas direksi dapat berjalan secara efektif,

perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:

a) Komposisi direksi harus sedemikian rupa sehingga

memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif,

tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.

b) Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki

pengalaman yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.

c) Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan

agar dapat menghasilkan keuntungan (profitability) dan

memastikan kesinambungan usaha perusahaan.

d) Direksi mempertanggung jawabkan kepengurusannya dalam

Rapat Umum Pemegang Saham sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

6. Dewan Komisaris

Dewan komisaris memegang peranan penting dalam implementasi

good corporate governance. Karena dewan komisaris merupakan inti

dari corporate governance yang bertugas untuk menjamin pelaksanaan

strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola

perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dalam

prakteknya, di Indonesia sering terjadi anggota dewan komisaris sama

sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar

terhadap dewan direksi. Dewan komisaris seringkali dianggap tidak

40

memiliki manfaat, hal ini dapat dilihat dalam fakta bahwa banyak

anggota dewan komisaris tidak memiliki kemampuan dan tidak

menunjukan indepedensinya. Dalam banyak kasus komisaris juga

gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada

kepentingan pemegang saham mayoritas (Moh Wahyudin Zarkasih,

2008: 115).

Komisaris adalah wakil pemegang saham yang diangkat oleh

pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Dewan

komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab

secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat

kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan

good corporate governance. Namun demikian, dewan komisaris tidak

boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.

Pelaksanaan good corporate governance sangat dipengaruhi oleh

dewan komisaris. Dewan komisaris merupakan inti dari corporate

governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi

perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan,

serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya, dewan

komisaris merupakan suatu mekanisme untuk memberikan petunjuk

dan arahan pada pengelola perusahaan. Manajemen bertanggungjawab

untuk meningkatkan efesiensi dan daya saing perusahaan sedangkan

dewan komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen

41

maka dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan

perusahaan. (Moh Wahyudin Zarkasih, 2008: 116)

Dewan komisaris memantau dan mengamati pengelolaan bank

agar sejalan dengan strategi, tujuan serta kode etik dan pedoman

tingkah laku. Selain mengevaluasi rencana kerja tahunan dan

memandingkan kinerja bank dengan rencana kerja tersebut, dewan

komisaris menelaah kebijakan-kebijakan, standar prosedur

operasional produk-produk derivatif dan produk struktur serta

perusahaan struktur organisasi bank. Dewan komisaris juga

bertanggungjawab kepada seluruh pemegang saham atas cakupan

dan aktivitas komite audit dalam mengevaluasi auditor independen.

Dewan komisaris memiliki perwakilan pada beberapa komite internal

dan empat anggotanya adalah komisaris independen yang bertugas

memastikan diperhatikannya kepentingan seluruh pemegang saham.

Kedudukan masing-masing anggota dewan komisaris termasuk

komisaris utama adalah setara. Tugas komisaris utama sebagai

primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan dewan

komisaris. Agar pelaksanaan tugas dewan komisaris dapat berjalan

secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip yaitu Komposisi dewan

komisaris harus memungkinkan keputusan secara efektif, tepat dan

cepat, serta dapat bertindak independen

42

Tugas-tugas utama dewan komisaris (OECD Principle of

Corporate Governance)

a. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis

besar rencana kerja kebijakan penggendalian risiko,

anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan sasaran

kerja, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan,

serta memonitor penggunaan modal perusahaaan,

investasi dan penjualan asset.

b. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi

kunci dan pengkajian anggota dewan direksi

c. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan

pada tingkat manajemen, anggota dewan direksi dan

anggota dewan komisaris termasuk penyalahgunaan asset

perusahaan dan memanipulasi transaksi perusahaan.

d. Memonitor pelaksanaan governance dan mengadakan

perubahan dimana yang dianggap perlu.

e. Memantau proses keterbukaan dan efektivitas komunikasi

dalam perusaahaan.

7. Komisaris Independen

Menurut Indonesian Society of Independent Commissioner

(ISICOM) komisaris independen merupakan anggota dewan

komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan

43

komisaris lainnya lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya

untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi

kepentingan perusahaan.

Di Indonesia saat ini, keberadaan komisaris independen sudah

diatur dalam Code of Good Corporate Governance (KNKCG).

Komisaris menurut kode tersebut, bertanggung jawab dan

mempunyai kewenangan untuk mengawasi kebijakan dan kegiatan

yang dilakukan direksi, dan memberikan nasehat bilamana

diperlukan. Anggota komisaris harus merupakan orang berkarakter

baik dan mempunyai pengalaman yang relevan. Setiap anggota

komisaris dan dewan komisaris harus menjalankan kewajibannya

untuk kepentingan perusahaan dan pemegang saham. Komisaris juga

harus memastikan bahwa perusahaan menjalankan tanggungjawab

sosialnya dan mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholders

Sedangkan komposisi komisaris haruslah sedemikian rupa guna

mencapai pengambilan keputusan yang cepat dan efektif, setidaknya

20% dari anggota komisaris harus merupakan komisaris independen

dalam rangka meningkatkan efektivitas dan transparansi

pertimbangan-pertimbangan komisaris. Komisaris independen harus

independen dari direksi dan pemegang saham pengendali dan tidak

mempunyai kepentingan yang dapat mempengaruhi kemampuan

44

mereka untuk menjalankan kewajiban secara adil atas nama

perusahaan.

Keberadaan komisaris independen diatur dalam ketentuan

peraturan pencatatan Bursa Efek Indonesia Nomor 1 tentang

ketentuan Umum pencatatan Efek bersifat ekuitas di bursa yang

berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000. Bank yang tercatat di Bursa Efek

Indonesia wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya

secara proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki

oleh bukan pemegang saham pengendali dengan ketentuan jumlah

komisaris sekurang kurangnya 30% dari jumlah seluruh anggota

komisaris.

Fama dan Jensen (1983) dalam Arif dkk (200:7-8) menyatakan

komisaris indpenden dapat bertindak sebagai penengah dalam

perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan

mengawali kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada

manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk

melaksanakan fungsi monitoring agar terciptanya perusahaan yang

Good Corporate Governance.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan Boediono (2005) dalam

Darwis (2009:423) yang menyatakan komposisi dewan komisaris

dalam membersihkan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari

penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan

45

terhindar dari kekurangan laporan kekayaan, melalui peranan dewan

komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap operasional

perusahaan. Sehingga diharapkan para eksekutif akan bertindak

untuk kepentingan pemilik dan mendapatkan reaksi positif oleh pasar

(investor), karena kepentingan investor akan dapat dilindungi.

Adapun persyaratan menjadi komisaris independen adalah

sebagai berikut:

a) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham

pengendali perusahaan tercatat yang bersangkutan

b) Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan direktur dan

komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan

c) Tidak bekerja rangkap sebagai direktur di perusahaan lain yang

afiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan

d) Memahami peraturan perundang undangan di bidang pasar modal

e) Diusulkan oleh pemegang saham dan dipilih oleh pemegang

saham yang bukan merupakan pemegang saham pengendali

dalam rapat umum pemegang saham.

Komisaris independen memiliki tanggung jawab pokok untuk

mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik

didalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris agar

dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada

46

direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi

perusahaan. (Ndaruningpur Wulandari, 2006:5).

8. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial merupakan perwujudan atas prinsip

transparansi (Juniarti dan Agnos, 2009:89). Kepemilikan manajerial

dapat diartikan sebagai proporsi pemegang saham dari pihak

manajemen yang setara aktif ikut dalam pengambilan keputusan

perusahaan (Pujianti dan Erman,2009:2). Teori keagenan

memunculkan argumentasi terhadap adanya konflik antara pemilik dan

manajer sebagai akibat perbedaan kepentingan diantara keduanya dan

kepemilikan manajerial (insider) dianggap sebagai mekanisme kontrol

yang tepat untuk mengurangi konflik tersebut.

Kewajiban pemegang saham sebagai pendiri bank umum terkait

dengan good corporate governance meliputi hal-hak sebagai berikut :

a) Perizinan Usaha

Pemegang saham pendiri dalam mendirikan bank harus

terlebih dahulu mendapatkan izin dari dewan Gubernur Bank

Indonesia sebagaimana diatur dalam pasal 3 peraturan Bank

Indonesia. Untuk memperoleh persetujuan prinsip pendirian bank,

permohonan harus diajukan sekurang-kurangnya oleh satu calon

pemilik atau pemegang saham bank kepada Dewan Gubernur

47

Bank Indonesia Setelah diperoleh persetujuan prinsip, bank

mengajukan permohonan izin usaha kepada Dewan Gubernur

Bank Indonesia yang dilengkapi dengan persyaratan-persyaratan

yang ditetapkan oleh bank Indonesia.

b) Penyediaan modal

Bagi bank yang baru, sesuai dengan pasal 4 peraturan Bank

Indonesia No 2/7/PBI/2000 modal minimum dalam mendirikan

bank umum yamg harus disetorkan oleh pemegang saham sendiri

ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga

triliyun rupiah) dan setoran modal ini dalam bentuk setoran tunai

diluar setoran dalam lain yang dimungkinkan oleh peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Bagi bank umum yang sudah

beroperasi dan modal yang disetorkan belum mencapai ketenuan

Pelangaran terhadap ketentuan tentang permodalan bank ini akan

dikenakan saksi administratif oleh Bank Indonesia. Pada saat bank

sudah beroperasi, maka perlu diperhatikan rasio kecukupan modal

terhadap dan pihak ketiga. Bank Indonesia akan selalu

mengadakan pemantauan secara berkala terhadap tingkat Current

Asset Ratio dari setiap bank. Pelanggaran terhadap ketentuan

tingkat minimum Current Asset Ratio yang diijinkan juga diancam

dengan sanksi administratif.

48

Dalam rangka panjang, pilar kesatu Arsitektur Perbankan

Indonesia memuat program penguatan stuktur perbankan nasional

yang menetapkan suatu blue print penguatan stuktur permodalan

bank Indonesia, sehingga dalam sepuluh sampai lima belas tahun

mendatang akan mengarah pada terciptanya stuktur perbankan

yang lebih optimal, yaitu terdapatnya:

1) 2 sampai 3 bank yang mengarah kepada bank internasional

dengan kapasitas dan kemampuan untuk beroperasi diwilayah

internasional serata memiliki modal di atas Rp 50 Triliyun;

2) 3 sampai 5 bank nasional yang memiliki cakupan luas dan

beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp 10

Triliyun sampai dengan Rp 50 Triliyun;

3) 30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada

segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan

kompetensi masing-masing bank. Bank-bank tersebut memiliki

modal antara Rp 100 Milyar sampai dengan Rp 10 Triliyun;

4) Bank perkreditan Rakyat dan bank dengan kegiatan usaha

terbatas yamg memiliki modal dibawah Rp 100 Milyar.

c) Penunjukan Komisaris dan Direksi

Disamping permodalan yang kuat, bank perlu didukung oleh

pengurus yang layak dan patut untuk mengelola bank secara sehat.

49

Oleh karena itu proses seleksi direksi dan komisaris bank dilakukan

dengan penilaian kemampuan Faktor-faktor yang dinilai, tata cara

penilaian dan hasil penilaian juga diatur dalam peraturan bank

Indonesia ini.

Secara umum persyaratan untuk mengikuti uji kemampuan dan

kepatuhan bagi calon direksi dan komisaris bank adalah integritas ynag

baik, mempunyai kemampuan dibidang perbankan dan tidak pernah

dinyatakan pailit atau terlibat kredit macet. Selain itu pemegang saham

haruslah mengajukan minimum dua orang calon yang akan diuji untuk

tiap jabatan .

Dari jumlah komisaris yang diangkat sekurang-kurangnya 50%

anggota komisaris adalah komisaris independen. Anggota komisaris

hanya diperkenankan merangkap jabatan sebagai anggota dewan

komisaris direksi atau pejabat eksekutif pada satu lembaga perusahaan

bukan lembaga keuangan. Selain itu anggota dewan komisaris dilarang

saling memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan sama

anggota dewan komisaris atau anggota direksi.

Direktur utama atau presiden direktur wajib berasal dari pihak dari

yang independen terhadap pemegang saham pengendali. Dengan itu

direksi dilarang mempunyai jabatan rangkap sebagai sebagai aggota

komisaris, direksi atau pejabat eksekutif pada bank atau lembaga

lainnya. Apabila pemegang saham juga merangkap jabatan sebagai

50

direksi, maka secara sendiri-sendiri atau bersama-sama jumlah

kepemilikan saham tersebut tidak oleh melebihi 25% dari jumlah

modal yang disetor. Anggota direksi juga dilarang saling memiliki

hubungan keluarga sampai derajat kedua dengan anggota direksi

lainnya, maupun dengan anggota dewan komisaris.

C. Kinerja Perbankan

Kinerja keuangan perbankan merupakan elemen pentting dalam

mengukur tingkat keberhasilan corporate governance. Melalui penilaian

kinerja keuangan manajer dapat menentukan stuktur keuangan perusahaan

lebih baik. Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan informasi

keuangan khususnya sebagai penilaian kinerja keuangan, alat pengukur

kinerja keuangan dalam penelitian ini mengunakan profitabilitas yaitu

return of asset.

Kinerja bank merupakan hal penting yang harus di capai oleh setiap

perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari

kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber

dayanya. Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk

memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam

mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar

membuahkan tindakan dan hasil yang harus diharapkan standar perilaku

51

dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan

dalam angggaran (Anita Febryani dkk., 2003: 8).

Pernyataan tersebut juga didukung penelitian yang dilakukan oleh

komsmindu yang menyatakan bahwa kinerja bank merupakan salah satu

faktor utama yang harus diperhatikan oleh manajemen bank karena

mengindikasi tingkat kesehatan bank yang dapat dilihat dari produktifitas

asset. Maksud dari pernyataan tersebut sehat atau tidaknya suatu bank

dapat diukur dari besarnya laba yang diperoleh bank tersebut. Tingkat

kesehatan bank dalam meningkatkan pendapatannya tentunya dengan

meningkatkan produktifitas asset semakin tinggi tingkat profit dari bank

yang menggambarkan tingkat kesehatan yang baik. Struktur pasar

keuangan, kondisi ekonomi Negara hukum dan politik lingkungan semua

dapat mempengaruhi kinerja bank dalam penelitian yang dilakukan oleh

kosmidou, dua faktor utama yang diteliti untuk eksternal yaitu : kondisi

makro ekonomi (Gros Domestic Product dan Inflasi) dan indikator

struktur keuangan perbankan juga pasar saham (stock market

capitalization dan concentration). Dua faktor utama yang diteliti untuk

eksternal yaitu : kondisi makro ekonomi (Gross domestik product inflasi)

dan indikator struktur keuangan perbankan juga pasar saham (stock

market capitalization dan concentration ).

Tingkat kesehatan bank menggambarkan kondisi keuangan dan

seberapa baik tersebut melakukan manajemen yang dapat diukur dari

52

profit bank yang dapat di hitung dengan beberapa cara. Return on Asset

yang digunakan untuk mengukur kemampuan asset bank dalam

mamperoleh keuntungan.

Slamet Riyadi (2006: 34), Return Of Asset adalah rasio profitabilitas

yang menunjukkan perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan total

Asset bank, rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan asset

yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan.

Menurut Philip E, Fees, C. Rollin dan Carl S. Waren (1995 : 219)

“Profitabilitas adalah kemampuan suatu kesatuan usaha (entity) untuk

memperoleh laba.”

Suad husnan (1993 : 70) Profitabilitas adalah hasil bersih dari berbagai

kebijakan dan keputusan rasio ini memberikan jawaban akhir tentang

seberapa efektif perusahaan dikelola.”

Rasio profitabilitas menurut Sofyan Syafri harahap (1999 : 304) adalah

kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan

sumber yang ada seperti kas, penjualan, modal, jumlah karyawan, jumlah

cabang dan sebagainya.

Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002 : 73)

“Rasio profitabilitas dimaksudnya untuk mengukur efisiensi pengunaan

aktiva penggunaan aktiva perusahaan atau mungkin sekelompok aktiva

perusahaan.

53

Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas diperlukan

untuk menilai perubahan potensional sumber daya ekonomi yang

mungkin dikendalikan dimasa depan.

Profitabilitas bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan

dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada. Perhatian

pada profitabilitas perlu ditekankan, karena untuk dapat melangsungkan

hidupnya suatu perusahaan haruslah berada dalam keadaan

menguntungkan. Tanpa adanya keuntungan akan sangat sulit bagi para

kreditur, pemilik perusahaan dan terutama sekali pihak manajemen

perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungan ini, karena

disadari betul betapa pentingnya arti keuntungan bagi masa depan

perusahan (Lukman Syamsudin, 2002 : 19)

Rasio ini mengambarkan kemampuan dari modal yang

diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan

keuntungan neto.

Bentuk paling mudah dari analisis profitabilitas adalah

menghubungkan laba bersih (Pendapatan Bersih) dengan aktiva total

dineraca (Erich A Helfert, 1993:30)

Return Of Asset adalah satu bentuk profitabilitas yang

dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan

keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan

dalam operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan.

54

Return Of Asset yang tinggi berarti perusahaan dalam

menjalankan kegiatan operasinya dengan efesien dan efektif

sehingga menghasilkan profit yang tinggi. Hasil analisa dapat

digunakan investor untuk mengambil keputusan investasi yang

menguntungkan.

Analisa Return Of Asset dalam analisa keuangan merupakan

salah satu teknik yang bersifat menyeluruh untuk mengukur

efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Rasio ini digunakan

untuk mengukur :

1) Kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang

ditanamkan dalam aktiva perusahaan guna memperoleh

keuntungan

2) Efektifitas dari keseluruhan operasi perusahaan terutama dalam

pengunaan biaya produksi, penjualam dan administrasi yang

efesien.

3) Efesien dari masing-masing bagian dalam perusahaan

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Boediono (2005) menyatakan

mekanisme corporate governance mampu mengendalikan pihak-pihak

yang terlibat dalam pengelolahan perusahaan, sehingga dapat

menselaraskan perbedaan kepentingan atau tujuan antara pihak agen

55

dengan pihak principal (pemegang saham) dengan principal lainnya

(pemberi pinjaman)

Mc Kinsey (2000) melakukan penelitian terhadap perusahaan publik di

Indonesia, Korea selatan, Malaysia, Thailand, Jepang dan Taiwan

menyatakan bahwa pada dasarnya para investor dalam mengevaluasi

potensi sebuah perusahaan sebagai investasi faktor governance perusahaan

tidak kalah pentingnya dengan masalah keuangan atau kinerja perusahaan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hastuti (2005), yang meneliti

hubungan antara good corporate governance dan stuktur kepemilikan dan

kinerja keuangan. penelitiannya dilakukan pada perusahaan yang listing di

Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001 dan 2002. Hasil dari penelitian ini

menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kelengkapan disclosure

dengan kinerja perusahaan.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ndaruningpuri Wulandar

(2006), yang meneliti Good Corporate Governance terhadap kinerja

perusahaan Publik di Indonesia, penelitian ini dilakukan pada seluruh

perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, terdapat 327

perusahaan yang tercatat selama tahun 2000-2006, Hasil dari penelitian ini

menunjukkan bawa seraca bersama sama variabel jumlah direktur,

proporsi dewan komisaris, debt to equity dan institutional ownership

berpengaruh signifikan.

56

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan bagian dari tinjauan pustaka yang

berisikan rangkuman atas semua dasar-dasar teori yang dijadikan landasan

dalam penelitian ini. Dimana dalam kerangka pemikiran ini diberikan

skema singkat mengenai alur penelitian yang menggambarkan proses

penelitian yang akan dilakukan. Untuk mempermudah penelitian ini maka

penulis membuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

57

Gambar 3.2

Kerangka Pemikiran

Uji F-test

Uji t-test

Interprestasi

BEI

Perbankan

Variabel Independen

Dewan direksi

Dewan komisaris

Dewan komisaris independen

Kepemilikan manajerial

Variabel dependen

Kinerja perbankan

(profitabilitas)

R

Kesimpulan, impilkasi dan saran

Uji Asumsi Klasik

Regresi Berganda

Uji T Uji F

58

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku,

fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi yang

merupakan pernyataan peneliti tentang hubungan antara variabel–variabel

dalam penelitian serta merupakan pernyataan yang paling spesifik. Peneliti

bukannya bertahan dalam hipotesis yang telah disusun, melainkan

mengumpulkan data-data untuk mendukung atau menolak hipotesis

tersebut. Melihat dari penelitian terdahulu dan tinjauan teoritis yang telah

diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

H1 : Terdapat pengaruh antara dewan direksi terhadap kinerja perbankan.

H2 : Terdapat pengaruh antara dewan komisaris terhadap kinerja

perbankan

H3 : Terdapat pengaruh antara komisaris independen terhadap kinerja

perbankan

H4 : Terdapat pengaruh antara kepemilikan manajerial terhadap kinerja

perbankan

H5 : Terdapat pengaruh antara dewan direksi, dewan komisaris,

komisaris dan independen kepemilikan manajerial terhadap kinerja

perbankan

59

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan kausalitas yang

digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen yaitu dewan

direksi, dewan komisaris dan dewan komisaris independen terhadap

variable dependen, yaitu kinerja perbankan. Ruang lingkup penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode

2007 - 2011

2. Variabel dependen adalah kinerja perbankan

3. Variabel Independen adalah dewan direksi, dewan komisaris, dewan

komisaris independen dan kepemilikan manajerial.

B. Metode Penentuan Sampel

Sampel merupakan elemen-elemen populasi yang memberikan

kesimpulan tentang keseluruhan populasi dalam penelitian ini.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan purposive

sampling atau judgment sampling salah satu teknik pengambilan sample

non probabilistik yang dilakukan berdasarkan kriteria yang disesuaikan

60

dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan

kriteria sebagai berikut:

a. Bank yang merupakan perbankan yang go publik

b. Bank tersebut telah mengeluarkan laporan keuangan

c. Bank tersebut memiliki return on asset positif

d. Bank tersebut harus mempunyai stuktur kepemilikan manajerial dan

mencantumkan dewan direksi, dewan komisaris dan komisaris

independen.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan informasi dalam

penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder yang digunakan

dalam penelitian ini berupa:

1) Penelitian lapangan (Field Research)

Pengumpulan data dilakukan secara langsung untuk memperoleh data-

data yang diperlukan melalui pusat pelayanan informasi pusat

referensi.

2) Penelitian Pustaka (Library Research)

Melengkapi penelitian dengan teori dan konsep yang kuat merupakan

hal yang penting agar dapat menyelesaikan masalah penulis

mengadakan penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan jurnal

jurnal ilmiah, sumber lain yang berhubungan dengan penelitian.

61

Untuk pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dengan

tipe pooling data cross section dimaksudkan agar diharapkan model yang

terbentuk merupakan model yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator)

dalam analisis regresi.

Tabel 3.1

Daftar Nama Bank

D. Metode Analisis dan Uji Hipotesis

1. Metode Analisis

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi

dengan metode pooling data cross section dengan menggunakan

program statistik Eviews 5. Model ini dipilih karena penelitian ini

No Nama Perbankan

Tanggal

Berdiri

Tanggal

Listing

1 Bank Agroniaga Tbk 27 Sep 1989 08 Agu 2003

2 Bank Bumi arta Tbk 07 Sep 1973 23 Agu 1990

3 Bank Capital Indonesia Tbk 10 Jul 1970 10 Jul 2006

4 Bank Danamon Indonesia Tbk 31 Jul 1989 15 Jul 2002

5 Bank Ekonomi Raharja Tbk 20 Apr 1989 04 Okt 2007

6 Bank Kesawan Tbk 10 Okt 1955 31 Mei 2000

7 Bank Mandiri Tbk 11 Jan 1901 06 Des 1989

8 Bank Mayapada International Tbk 15 Mei 1989 08 Jan 2008

9 Bank Negara Indonesia Tbk 11 Sep 1992 13 Jul 2001

10 Bank Republik Indonesia Tbk 04 Okt 1933 15 Des 2006

11 Bank Tabungan pensiunan Tbk 10 Jan 1990 29 Agu 1997

12 Bank Windu ketjana Tbk 11 Jan 1901 25 Nov 1996

62

dirancang untuk meneliti pengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen. Persamaan garis regresi berganda (multiple

regression) adalah sebagai berkut :

Y = α + b1 X1 + b2 X2 + b3X3 + b4 X4 + ε

Y = Kinerja perbankan (variabel dependen)

α = konstanta

b1–b4 = koefisien regresi

X1 = Dewan Direksi (variabel independen)

X2 = Dewan Komisaris (variabel independen)

X3 = Komisaris Independen (variabel independen)

X4 = Kepemilikan Manajerial (variabel independen)

ε = Error (kesalahan acak)

2. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik diperlukan agar model regresi

menjadi suatu model yang lebih refresentatif. Analisis data atas

uji asumsi klasik dalam penelitian ini antara lain:

a. Uji Normalitas

Uji signifikasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi variabel varibel independen terhadap variabel dependen

melalui uji t hanya akan valid jika residual yamg kita dapatkan

mempunyai distribusi normal. Dalam penelitian ini uji normalitas

data menggunakan metode jargue-Beta (J-B). Jika residual di

63

distribusikan secara normal maka diharapkan nilai statistik J-B

akan sama dengan nol. Jika nilai probabilitas dari statistik J-B

besar atau dengan kata lain jika nilai statistik dari J-B ini tidak

signifikasi maka kita menerima hipotesis bahwa residual

mempunyai distribusi normal karena nilai statistik J-B mendekati

nol. Sebaliknya jika nilai probabilitas dari statistik J-B kecil atau

signifikan maka kita menolak hipotesis bahwa residual mempunyai

distribusi normal karena nilai statistik J-B tidak sama dengan nol.

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas berguna untuk menguji apakah dalam

model regesi ditemukan adanya korelasi antara satu variabel bebas

dengan variabel yang lain. Pengujian ini dilakukan dengan cara

melihat gejala-gejala yang bisa dipakai untuk melihat adanya

multikolinieritas yaitu dengan melihat koefisien korelasinya.

Multikolinieritas terjadi apabila nilai korelasi antar variabel

independen di dalam koefisien persamaan regresi yang dapat

dilihat dari matriks korelasi lebih dari 0.8.

c Uji heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dari

model regresi tidak terjadi ketidaksamaan varians dari residual

suatu pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah

regresi yang homokedastisitas, dimana nilai variabel independen

64

tertentu masing-masing kesalahan mempunyai varians yang sama.

Jika nilai model yang diperoleh ternyata tidak memenuhi asumsi

tersebut maka dalam model tersebut terjadi heterokedastisitas.

Pada penelitian ini pengujian dilakukan dengan menggunakan

uji white park, mengemukakan metode bahwa varians merupakan

fungsi dari variabel-variabel bebas. Suatu model dikatakan terdapat

gejala heterokedastisitas. Jika nilai R square hitung lebih besar

dibandingkan dengan nilai chi square kritis. Sebaliknya jika nilai

R square hitung lebih kecil dari nilai kritis chi square maka dapat

disimpulkan tidak ada masalah heterokedastisitas

d. Uji autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu

model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penggangu pada

periode t atau sebelumnya. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan

ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena muncul

karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu

sama lain, masalah ini timbul karena ada masalah residual atau

kesalahan pengganggu tidak bebas dari suatu observasi ke

observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtun waktu

atau time series karena gangguan-gangguan pada seorang

individual atau kelompok cenderung mempengaruhi gangguan

individual atau kelompok yang sama pada periode berikutnya.

65

Banyak metode yang digunakan untuk mendeteksi masalah

autokorelasi, salah satu uji yang populer digunakan didalam

ekonometrika adalah metode yang dikemukakan oleh Durbin-

watson dengan ketentuan du < d < 4 – du jika sudah memenuhi

ketentuan tersebut, maka data yang akan diteliti sudah bebas dari

autokorelasi.

3. Uji regresi berganda

a. Uji Regresi simultan (uji f)

Uji f digunakan untuk memenuhi apakah variabel dependen

secra bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen dalam

regresi. Adapun rumus dari f hitung adalah sebagai berikut:

f hitung = R2 / k

( 1- R ) / (n – k – I )

b. Uji Regresi parsial (uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing

variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen dalam

regresi. Adapun rumus dari uji t adalah sebagai berikut :

t hitung = r √ n – k - l

√ + r 2

f hitung = R2 / k

( 1- R ) / (n – k – I )

t hitung = r √ n – k - l

√ + r 2

66

c. Uji R2

Uji R2

ini digunakan untuk menunjukkan seberapa besar

pengaruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian

mampu menjelaskan variasi total variabel dependen.

E. Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja perusahaan yang

diukur dengan profitabilitas (return of asset) perusahaan perbankan.

2. Variabel Independen

Variable independen dalam penelitian ini adalah :

a. Dewan Direksi

Dewan direksi merupakan pihak yang bertugas mengelola dan

menjalankan manajemen perusahaan. Mengambarkan jumlah

anggota direksi, diukur dengan mengetahui berapa banyak jumlah

anggota dewan direksi dalam suatu bank.

b. Dewan Komisaris

Dewan komisaris adalah wakil pemegang saham yang diangkat

oleh pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham.

Komisaris sebagai individu atau sebagai badan mewakili pemegang

saham dalam melakukan pengawasan terhadap tindakan

manajemen. Mengambarkan jumlah anggota dewan, termasuk

67

komisaris independen, diukur dengan mengetahui berapa jumlah

anggota dewan komisaris dalam suatu bank.

c. Komisaris Independen

Dewan komisaris independen adalah anggota dewan komisaris

yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris

lainnya pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan

lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak

independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan

perusahaan. Proporsi dewan komisaris diukur dengan mengunakan

indikator persentase anggota dewan komisaris yang berasal dari

luar perusahaan terhadap seluruh anggota dewan komisaris

perusahaan

d. Kepemilikan manajerial

Kepemilikan manajerial dihitung dari rasio saham uang dimiliki

oleh direktur dan komisaris perusahaan pada akhir tahun terhadap

total jumlah saham yang beredar.

68

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Bank Agroniaga Tbk

Bank Agroniaga pada mulanya didirikan atas pemahaman

sepenuhnya dari pensiunan perkebunan sebagai pengelola dana

pensiun karyawan seluruh PT Perkebunan Nusantara, bahwa agrobisnis

di Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan, maka pada saat

pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memberi kemudahan untuk

membuka usaha bank pada tanggal 27 Oktober 1988. pensiunan

perkebunan mempergunakan kesempatan ini untuk mendirikan bank

yang kegiatan usaha utamanya membantu pembiayaan dibidang

agrobisnis.

Bank Agroniaga didirikan untuk menjalankan kegaitan usaha

dibidang perbankan umum dalam arti yang seluas-luasnya secara

professional. Serta berperan menunjang terwujudnya industri

agrobisnis yang semakin tumbuh dan berkembang dalam sistem

perekonomian nasional yang tangguh dalam era globalisasi di masa

mendatang. Bank Agro didirikan dengan akta notaris Rd Soekarsono,

SH Jakarta No. 27 tanggal 27 September 1987, kemudian memperoleh

69

ijin usaha dari menteri keuangan tanggal 11 Desember 1989, mulai

beroperasi komersial pada tanggal 8 Februari 1990.

2. Bank Bumi Arta Tbk

Bank Bumi Arta yang semula bernama Bank Bumi Arta Indonesia

didirikan di Jakarta pada tanggal 3 Maret 1967 dengan Kantor pusat

operasional di Jalan Tiang Bendera III No. 24, Jakarta Barat. Pada

tanggal 18 September 1976, Bank Bumi Arta mendapat izin dari

Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk menggabungkan

usahanya dengan Bank Duta Nusantara. Pengabungan usaha tersebut

bertujuan untuk memperkuat struktur permodalan, manajemen Bank,

dan memperluas jaringan operasional Bank. Delapan kantor cabang

Bank Duta Nusantara di Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta,

Surabaya, Yogyakarta dan Magelang menjadi kantor cabang Bank

Bumi Arta. Kantor cabang Yogyakarta dan Magelang kemudian

dipindahkan ke Medan dan Bandar Lampung hingga saat ini.

Selanjutnya Seiring dengan Kebijaksanaan Pemerintah melalui Paket

Oktober 1988 di mana perbankan diberikan peluang yang lebih besar

untuk mengembangkan usahanya, dan berkat persiapan yang cukup

lama dan terarah dari pengelola Bank, maka pada tanggal 20 Agustus

1991 dengan persetujuan dari Bank Indonesia, Bank Bumi Arta

ditingkatkan statusnya menjadi Bank Devisa.

70

Bank Bumi Arta mulai melayani sendiri transaksi devisa di Kantor

Pusat Operasional Jalan Malaka Selatan sejak tanggal 2 Desember

1991 dan hingga saat ini jaringan bank koresponden internasional Bank

Bumi Arta mencakup sekitar 130 bank di berbagai benua di seluruh

dunia.Pada tanggal 10 Juni 1992, Kantor Pusat Operasional Bank Bumi

Arta dipindahkan dari Jalan Roa Malaka Selatan No. 12 - 14, Jakarta

Barat ke Jalan Wahid Hasyim No. 234, Jakarta Pusat. Untuk

memudahkan pengenalan masyarakat terhadap Bank kami, maka pada

tanggal 14 September 1992 dengan izin dari Menteri Kehakiman

Republik Indonesia nama Bank Bumi Arta Indonesia diganti menjadi

Bank Bumi Arta.Untuk memperkuat struktur permodalan, operasional

Bank, dan pengelolaan Bank yang lebih profesional dan transparan,

berprinsip pada Good Corporate Gorvanance dan Risk Management,

maka pada tanggal 1 Juni 2006 Bank Bumi Arta melaksanakan

Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering) dengan

mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta sebanyak 210.000.000

saham atau sebesar 9,10% dari saham yang ditempatkan, sehingga

sejak saat itu Bank Bumi Arta menjadi Perseroan Terbuka. Untuk

memperkuat struktur permodalan, operasional Bank, dan pengelolaan

Bank yang lebih profesional dan transparan, berprinsip pada Good

Corporate Gorvanence dan Risk Management, maka pada tanggal 1

Juni 2006 Bank Bumi Arta melaksanakan Penawaran Umum Perdana

71

(Initial Public Offering) dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek

Jakarta sebanyak 210.000.000 saham atau sebesar 9,10% dari saham

yang ditempatkan, sehingga sejak saat itu Bank Bumi Arta menjadi

Perseroan Terbuka. Berawal dari sebuah lembaga keuangan bukan

bank bernama PT Inter-Pacifik Financial Corporation, didirikan pada

tanggal 7 September 1973, yang merupakan perusahaan patungan

antara PT Bank Rakyat Indonesia, Continental Bank, Belgai; The

Sanwa Bank Ltd, Jepang dan Credit Commercial De France, Perancis,

dalam perkembangannya, pada tanggal 24 Februari 1993, berubah

status dan fungsinya menjadi bank campuran yang melakukan aktivitas

Bank Umum dengan nama PT Inter-Pacific Bank.

Lima tahun kemudian, pada tanggal 1 Juli 1998, terjadi perubahan

nama menjadi PT Bank Inter-pasific Tbk. Tanggal 23 Desember 2003,

bank Indonesia memberikan ijin untuk mengambil alih kepemilikan

saham sebesra 99,11% kepada konsorsium PT. Bank Artha Graha dan

PT Cerena Arthaputra.

3. Bank Capital Indonesia Tbk

Dahulu bernama PT bank Credit Lyonnais Indonesia didirikan pada

tanggal 20 April 1989, sebagai bank campuran (join venture) antara

Credit Lyonnais SA, Perancis (disebut “CL”) dengan PT bank

Internasional Indonesai Tbk., Jakarta (disebut “BII”). Anggaran dasar

bank disetujui oleh Menteri kehakiman dan Menteri keuangan berturut-

72

turut pada tanggal 27 Mei 1989 dan 25 Oktober 1989, dan diumumkan

pada berita negara tanggal 5 Juni 1990. Bank telah memperoleh izin

operasinya sebagai bank umum dari menteri keuangan berdasarkan

surat keputusan No. 119/KMK.013/1989 tanggal 25 Oktober1989.

Setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia sesuai rapat

Umum Pemegang Saham Luar Biasa yang diselenggarakan pada

tanggal 31 Agustus 2004 secara resmi saham Credit Lyonnais telah

diakusisi oleh Sdr. Danny Nugroho. Dalam RUPS tersebut di atas telah

diputuskan bahwa nama Bank dirubah dari PT Bank Credit Lyonnais

Indonesia menjadi PT Bank Capital Indonesia, Tbk. Perubahan nama

tersebut telah memperoleh persetujuan menteri kehakiman & HAM

sesuai dengan surat keputusan NOmor c-24209 HT.01.04. TH 2004

tanggal 29 September 2004 dan Bank Indonesia sesuai dengan surat

keputusan Gubernur Bank Indonesia tanggal 19 Oktober 2004 tentang

perubahan nama Bank Credit Lyonnais Indonesia menjadi PT Bank

Capital Indinesia,Tbk.

4. Bank Danamon Tbk

Bank Danamon didirikan pada tahun 1956 dengan nama PT bank

Kopra Indonesia. Pada tahun 1976 namanya menjadi Bank Danamon

Indonesia hingga kini. Bank danamon menjadi bank devisa swasta

pertama diIndonesia tahun 1976 dan perseroan terbuka pada tahun

1989. Pada tahun 1997 sebagai krisis moneter Asia, bank Danamon

73

mengalami kesulitan likuiditas dan diambil oleh badan penyehatan

nasional. Pada tahun 1999, pemerintah Indonesia melalui BPPN

merekapitalisasi bank Danamon dengan obligasi pemerintah senilai Rp

32 triliun. saat itu juga, sebuah bank BTO dilebur ke perseroan sebagai

bagian dari program pembenahan BPPN.

Pada tahun 2000, delapan bank BTO lainnya dilebur kedalam bank

Danamon surveving entity, bank Danamon bangkit menjadi salah satu

pilar perbankan nasional.

Dalam kurun waktu tiga tahun berikutnya, bank Danamom

melakukan restrukturisasi luas mencakup menajemen manusia,

organisasi, system, nilai perilaku serata identitas perusahaan. Upaya ini

berhasil meletakkan fondasi maupun prasarana baru bagi perseroan

guna meraih pertumbuhan berdasarkan transparansi, responsibilittas,

integritas dan profesionalisme. Pada tahun 2003. Bank danamon,

diambil alih oleh konsersium Asia Fainance Indonesia sebagai

pemegang saham pengendali. dengan kendali manajemen baru serta

modal 180 hari pemetaan modal bisnis dan strategi baru, bank

Danamon terus mengalami perubahan transformasi yang dirancang

untuk dijadikannya sebagai bank nasional terkemuka.

74

5. Bank Ekonomi Raharja Tbk

Sejarah Bank Ekonomi didirikan pada tanggal 8 Maret 1990. Bank

Ekonomi dinyatakan oleh Bank Indonesia sebagai bank yang sehat

selama 24 bulan berturut-turut sejak pembukaan dan tetap bertahan

hingga saat ini. Karena hasil evaluasi yang baik, maka pada tahun

1992, Bank Ekonomi berhasil mengakreditasi status menjadi bank

devisa sehingga bentuk pelayanan kepada masyarakat semaikin dapat

diperluas dan dikembangkan.

Pada usia yang ke-19, Bank Ekonomi telah memiliki jaringan

kantor cabang dan cabang pembantu sebanyak 92 kantor yang tersebar

di 27 kota, seperti Jakarta, Bekasi, Tangerang, Bogor, Bandung,

Cirebon, Semarang, Solo, Kudus, Yogyakarta, Surabaya, Sidoarjo,

Malang, Medan, Rantau Prapat, Batam, Palembang, Pekanbaru,

Pangkal Pinang, Bandar Lampung, Makassar, Manado, Banjarmasin,

Balikpapan, Pontianak, Samarinda, dan Denpasar. Saat ini Bank

Ekonomi telah berhasil meningkatkan pelayanan dengan On Line

System ke seluruh cabang/capem dan penyediaan fasilitas ATM yang

tersebar di seluruh lokasi strategis. Bank Ekonomi juga bekerja sama

dengan jaringan ATM ALTO dan jaringan ATM PRIMA serta Debit

PRIMA. Bank Ekonomi juga menyediakan fasilitas phone banking dan

internet banking. Yang semuanya itu ditujukan untuk kepuasan

nasabah Bank Ekonomi.

75

Bank Ekonomi terus mendukung nasabahnya dengan penambahan

jaringan cabang yang sekarang ini terbentang di 27 kota termasuk

pembukaan cabang-cabang yang terakhir di Manado, Pangkal Pinang,

dan Kudus menjadikan total jumlah cabang menjadi 92 kantor cabang.

Jajaran Manajemen Bank Ekonomi terus berusaha untuk meningkatkan

sinergi perusahaan dan tetap melakukan inovasi-inovasi dan terobosan

dalam mempertahankan posisi Bank Ekonomi sebagai bank swasta

nasional yang solid, dan aman. Pada tanggal 22 Mei 2009, HSBC Asia

Pacific Holdings (UK) Limited telah berhasil menyelesaikan akuisisi

88.89% dari kepemilikan Bank Ekonomi. Pada hari ini, Bank Ekonomi

sudah resmi menjadi anggota dari Grup HSBC, yang memiliki lebih

dari 9500 kantor di 86 negara dan teritori dengan aset US$2.527 miliar

(tertanggal 31 Desember 2008), yang sekarang ini merupakan salah

satu institusi perbankan dan layanan keuangan internasional terbesar di

dunia.

6. Bank Kesawan Tbk

Hampir 100 tahun yang lalu yaitu pada tahun 1913 Khoe Tjin Tek

dan Owh Chooi Eng mendirikan Chunghwa Shangyeh (The Chinese

Trading Company Limited) di Medan, sebagai pendiri beliau bertindak

masing-masing sebagai Direktur Utama dan Komisaris Utama. NV

Chunghwa Shangyeh bergerak dalam bidang simpan pinjam keuangan

selain juga bergerak di bidang perdagangan umum. Setelah

76

kemerdekaan yaitu pada tahun 1958 NV Chunghwa Shangyeh resmi

melakukan kegiatan sebagai Bank Umum dan pada tahun 1962 bentuk

usaha berganti menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Bank

Chunghwa Shangyeh. Pada tahun 1965, PT Bank Chunghwa Shangyeh

berganti nama menjadi PT Bank Kesawan dan untuk lebih

memantapkan posisi Bank maupun pengembangan usaha yang lebih

baik, Kantor Pusat Bank Kesawan direlokasi atau hijrah ke Jakarta

pada tahun 1990. Tahun 1995, Bank Kesawan memperoleh persetujuan

menjadi Pedagang Valuta Asing dan selanjutnya pada tahun 1996

mendapatkan izin menjadi Bank Umum Devisa maupun Bank

Persepsi, yaitu Bank yang dapat menerima pajak.

Walaupun pada masa krisis ekonomi Indonesia di tahun 1998

Bank Kesawan masih merupakan salah satu Bank yang berhasil masuk

dalam kategori "A" berdasarkan penilaian Bank Indonesia. Untuk itu,

kinerja tahun 2000 Bank Kesawan memperoleh penghargaan sebagai

salah satu "Bank Berkinerja Terbaik" dalam beberapa kategori dari

majalah independen perbankan "InfoBank". Pada tahun 2002 pula

sistem operasional manual diganti menjadi 'on-line' sistem di seluruh

cabang Bank Kesawan. Bank Kesawan menjadi Bank Publik pada

tahun 2002 dengan Penawaran Saham Umum Perdana sejumlah 78,8

juta lembar melalui Bursa Efek Jakarta.

77

Dalam penawaran umum saham ini dikeluarkan pula Waran Seri I

dengan jangka waktu pelaksanaan di tahun 2003 sampai dengan 2005.

Tahun 2009 Bank melakukan Penawaran Umum Terbatas I kepada

para Pemegang Saham dalam rangka penerbitan Hak Memesan Efek

Terlebih Dahulu sebanyak 125.304.750 lembar saham atau seluruhnya

berjumlah sebesar Rp. 40.097.520.000,- Tahun 2011 Bank melakukan

Penawaran Umum Terbatas II kepada para Pemegang Saham dalam

rangka penerbitan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu sebanyak

2.935.263.768 lembar saham atau seluruhnya berjumlah sebesar Rp.

733.815.942.000,-.Qatar National Bank S.A.Q bertindak selaku

pembeli siaga dalam PUT II tersebut. Pelaksanaan PUT II ini

meningkatkan permodalan Bank dan mengakibatkan terjadinya

perubahan kepemilikan saham termasuk Pemegang Saham Pengendali.

Sebagai hasil pelaksanaan PUT II, Qatar National Bank S.A.Q menjadi

Pemegang Saham Pengendali Bank yang memiliki 69,59 % dari modal

ditempatkan dan disetor Bank

7. Bank Mandiri Tbk

Bank Mandiri IDX: BMRI, yang berkantor pusat di Jakarta adalah

bank terbesar di Indonesia dari segi aset, pinjaman dan deposito.

Jumlah aktiva pada Q2 2010 adalah Rp 46,4 miliar. Ia juga memiliki

Rasio Kecukupan Modal sebesar 23% (termasuk risiko pasar), Return

on Asset dari 0,71%, dan Return on Equity (RoE) sebesar 7,38%. Pada

78

September 2011, Bank Mandiri adalah bank terbesar pertama di

Indonesia dengan total aset Pada bulan Mei 2005, bank mengumumkan

bahwa sebagai akibat dari baru, peraturan akuntansi yang lebih ketat,

pinjaman yang dilaporkan bermasalah akan meningkat. Kenaikan

adalah satu yang sangat besar, dari 7% non-kinerja sampai 25%.Pada

Maret 2012, bank memiliki 1.544 cabang tersebar di tiga zona waktu

yang berbeda di kepulauan Indonesia dan enam cabang di luar negeri,

sekitar 8996 Anjungan Tunai Mandiri, dan enam anak perusahaan

utama: Bank Syariah Mandiri, Mandiri Sekuritas, Mandiri Tunas

Finance, AXA Mandiri Financial Services, Bank Sinar Harapan Bali,

dan Mandiri AXA Asuransi Umum.

Bank Mandiri merupakan hasil merger yang dibuat oleh Pemerintah

Indonesia dari empat tua tua milik pemerintah bank yang gagal pada

tahun 1998. Keempat bank adalah Bank Bumi Daya (BBD), Bank

Dagang Negara (BDN), Bank Expor Impor (Exim), dan Bank

Pembangunan Indonesia (Bapindo). Selama penggabungan dan

reorganisasi, pemerintah mengurangi jumlah cabang dengan 194 dan

jumlah personel dari 26.600 ke 17.620. Pada tahun 1951 Bank Industri

Negara (BIN) didirikan untuk membiayai sektor-sektor prioritas,

seperti perkebunan, industri dan pertambangan. pada tahun 1959

Pemerintah Indonesia menasionalisasi operasi Nationale Handelsbank

di Indonesia dan dari mereka dibuat Bank Umum Negara. pada tahun

79

1960 Pemerintah Indonesia menasionalisasi operasi indonesian dua

bank Belanda lebih. Dulu operasi Nederlandsche Handel-Maatschappij

untuk menciptakan Bank Ekspor Impor Indonesia. Escomptobank

menjadi Bank Dagang Negara. Pemerintah juga mendirikan BUMN

Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan BIN bergabung ke

dalamnya. Bapindo khusus dalam pembiayaan menengah dan jangka

panjang.

8. Bank Mayapada International Tbk

Tahun 1989 Didirikan dengan nama PT Bank Mayapada

International. Pada tahun 1990 mulai beroperasi secara komersial

sebagai bank umum swasta nasional dan tahun 1993 Status Perseroan

ditingkatkan menjadi Bank Devisa. Tahun 1995 Nama dirubah menjadi

PT Bank Mayapada Internasional.

Tahun 1997 Melakukan Penawaran Umum Saham.Tahun 2003

Memperoleh Sertifikat Mutu ISO 9001:2000 Tahun 2004 Kuasi

Reorganisasi. Bank Mayapada Internasional mempunyai 1 Kantor

Pusat 8 Kantor Cabang: Jakarta, Bandung, Semarang, Solo, Surabaya,

Denpassar, Medan dan Makassar. 7 Kantor Cabang Pembantu: 6 di

Jakarta, 1 di Surabaya 12 Kantor Kas: 5 di Jakarta, 1 di Semarang, 2 di

Solo, 1 di Denpassar.

80

9. Bank Negara Indonesi Tbk

Bank Negara Indonesia berdiri sejak tahun 1946, Bank Negara

Indonesia merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh

pemerintah, Bank Negara Indonesia mulai mengedarkan alat

pembayaran resmi pemerintah Indonesia, yakni ori atau 0eung

Republik Indonesia, pada malam menjelang tanggal 30 Oktober 1946,

hanya beberapa bulan sejak pembentukkannya, hingga kini tanggal

tersebut diperingati sebagai hari keuangan nasional, sementara hari

perdirinya yang jatuh pada tanggal 5 Juli ditetapkan sebagai hari bank

nasional. menyusul penunjukan De Javshe Bank yang merupakan

warisan dari pemerintah belanda sebagai bank sentral pada tahun 1949,

pemerintah membatasi peranan Bank Negara Indonesia sebagai bank

sirkulasi atau bank sentral.

Bank Negara Indonesia lalu ditetapkan sebagai bank pembangunan,

dan kemudian diberikan hak untuk bertindak sebagai bank devisa,

dengan akses langsung untuk transaksi luar negeri. Sehubungan dengan

penambahan modal pada tahun 1955, status Bank Negara Indonesia

diubah menjadi bank komersial milik pemerintah. Perubahan ini

melandasi pelayanan yang lebih baik dan tugas bagi sektor usaha

nasional. sejalan dengan keputusan penggunaan tahun pendirian

sebagai bagian dari identitas perusahaan, nama Bank Negara Indonesia

lebih dikenal sebagai “BNI 46”.

81

Pada tahun 2004, identitas perusahaan yang diperbaharui mulai

digunakan untuk mengambarkan prospek masa depan yang lebih baik,

setelah keberhasilan mengarungi masa-masa yang sulit. Sebutan „Bank

BNI‟ dipersingkat menjadi „BNI‟ sedangkan tahun pendirian –‟46-

digunakan dalam logo perusahaan untuk meneguhkan kebanggaan

sebagai bank nasional pertama yang lahir pada era Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

10. Bank Republik Indonesia Tbk

Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di

Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja dengan

nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche

Hoofden[1]

atau "Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi

Purwokerto", suatu lembaga keuangan yang melayani orang-orang

berkebangsaan Indonesia. Lembaga tersebut berdiri tanggal 16

Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran

BRI.Pada periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan

Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah

sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. Dalam masa

perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI

sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali

setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama

menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui

82

PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuklah Bank Koperasi Tani dan

Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani

Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij. Kemudian berdasarkan

Penetapan Presiden No. 9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam

Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani

dan Nelayan. Setelah berjalan selama satu bulan, keluar Penpres No.

17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank

Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan

Koperasi, Tani dan Nelayan diintegrasikan dengan nama Bank Negara

Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara

Indonesia unit II bidang Ekspor Impor. Berdasarkan Undang-Undang

No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan

Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank

Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai

Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan

Ekspor Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua Bank yaitu Bank

Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya

berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali

tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum.Sejak 1 Agustus 1992

berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan

Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah

menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di

83

tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah

Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga

menjadi perusahaan publik dengan nama resmi PT. Bank Rakyat

Indonesia Tbk., yang masih digunakan sampai dengan saat ini.Sampai

sekarang Bank Rakyat Indonesia Persero yang didirikan sejak tahun

1895 tetak konsisten memfokuskan pada pelayanan kepada masyarakat

kecil, diantaranya dengan memberikan fasilitas kredit kepada golongan

pengusaha kecil. Hal ini antara lain tercermin pada perkembangan

penyaluran Kredit Usaha Kecil pada tahun 1994 sebesar Rp. 6.419,8

milyar yang meningkat menjadi Rp. 8.231,1 milyar pada tahun 1995

dan pada tahun 1999 sampai dengan bulan September sebesar Rp.

20.466 milyar. Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang

semakin pesat maka sampai saat ini Bank Rakyat Indonesia

mempunyai unit kerja yang berjumlah 4.447 buah, yang terdiri dari 1

Kantor Pusat BRI, 12 Kantor Wilayah, 12 Kantor Inspeksi /SPI, 170

Kantor Cabang (dalam negeri), 145 Kantor Cabang Pembantu, 1

Kantor Cabang Khusus, 1 New York Agency, 1 Caymand Island

Agency, 1 Kantor Perwakilan Hongkong, 40 Kantor Kas Bayar, 6

Kantor Mobil Bank, 193 P.POINT, 3.705 BRI UNIT dan 357 Pos

Pelayanan Desa.

84

11. Bank Tabungan Pensiunan Tbk

Bank Tabungan Pensiunan Nasional terlahir dari pemikiran 7 orang

dalam suatu perkumpulan pegawai pensiunan militer pada tahun 1958

di Bandung. Ketujuh serangkai tersebut kemudian mendirikan

Perkumpulan Bank Pegawai Pensiunan Militer (selanjutnya disebut

”BAPEMIL”) dengan status usaha sebagai perkumpulan yang

menerima simpanan dan memberikan pinjaman kepada para

anggotanya. BAPEMIL memiliki tujuan yang mulia yakni membantu

meringankan beban ekonomi para pensiunan, baik Angkatan

Bersenjata Republik Indonesia maupun sipil, yang ketika itu pada

umumnya sangat kesulitan bahkan banyak yang terjerat rentenir.Berkat

kepercayaan yang tinggi dari masyarakat maupun mitra usaha, pada

tahun 1986 para anggota perkumpulan BAPEMIL membentuk PT

Bank Tabungan Pensiunan Nasional dengan izin usaha sebagai Bank

Tabungan dalam rangka memenuhi ketentuan Undang-undang Nomor

14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan untuk melanjutkan

kegiatan usaha BAPEMIL.

Berlakunya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan (sebagaimana selanjutnya diubah dengan Undang-undang

Nomor 10 Tahun 1998) yang antara lain menetapkan bahwa status

bank hanya ada dua yaitu: Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat,

maka pada tahun 1993 status Bank BTPN diubah dari Bank Tabungan

85

menjadi Bank Umum melalui Surat Keputusan Menteri Keuangan

Republik Indonesia No. 055/KM.17/1993 tanggal 22 Maret 1993.

Perubahan status Bank BTPN tersebut telah mendapat persetujuan dari

Bank Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam surat Bank Indonesia

No. 26/5/UPBD/PBD2/Bd tanggal 22 April 1993 yang menyatakan

status Perseroan sebagai Bank Umum. Sebagai Bank Swasta Nasional

yang semula memiliki status sebagai Bank Tabungan kemudian

berganti menjadi Bank Umum pada tanggal 22 Maret 1993, Bank

BTPN memiliki aktivitas pelayanan operasional kepada Nasabah, baik

simpanan maupun pinjaman. Namun aktivitas utama Bank BTPN

adalah tetap mengkhususkan kepada pelayanan bagi para pensiunan

dan pegawai aktif, karena target market Bank BTPN adalah para

pensiunan.

Dalam rangka memperluas kegiatan usahanya, Bank BTPN bekerja

sama dengan PT Taspen, sehingga Bank BTPN tidak saja dapat

memberikan pinjaman dan pemotongan cicilan pinjaman, tetapi juga

dapat melaksanakan “Tri Program Taspen”, yaitu Pembayaran

Tabungan hari Tua, Pembayaran Jamsostek dan Pembayaran Uang

Pensiun. Terhitung tanggal 12 Maret 2008 bank BTPN telah listing di

Bursa efek Jakarta (BEJ) dan resmi menyandang gelar tbk. Dan pada

tanggal 14 Maret 2008, Texas Pacific Group resmi mengakuisisi

saham bank BTPN sebesar 71,61%. Sehingga susunan pemegang

86

saham menjadi TPG 71,61%, masyarakat 27,39% dan PT. MKM. 1 %.

Pada kesempatan yang sama pula, yaitu pada tanggal 19 Juli 2011,

BTPN meluncurkan BTPN Sinaya, sub brand BTPN untuk bisnis

pendanaan. BTPN Sinaya berasal dari singkatan sinar yang

memberdayakan

12. Bank Windu Ketjana Tbk

Bank Windu Kentjana Internasional Terbuka beroperasi di sektor

bank Nasional komersial. PT Bank Windu Kentjana International Tbk

merupakan lembaga yang berbasis di Indonesia keuangan. Bank ini

terdiri dari empat segmen usaha: pemasaran, kredit, treasury dan

pembiayaan perdagangan. Pada tanggal 31 Desember 2010,

Perusahaan didukung oleh 19 kantor cabang, 17 sub-kantor cabang dan

kantor kas 27 yang terletak di Pulau Jawa, Tanjung Pinang, Pontianak,

Batam, Denpasar dan Palembang. Dalam laporan lengkap kami

tersedia untuk pembelian perusahaan tersebut dibandingkan dengan PT

Bank Agroniaga Tbk, PT Bank Capital Indonesia Tbk dan Bank Pundi

Indonesia.

87

B. Penemuan dan Pembahasan

1. Statistik deskriptif

adalah hasil statistik deskriptif yang disajikan dalam bentuk

memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari

nilai rata-rata (mean), nilai maksimum, nilai minimum, standar

deviasi. Berikut adalah hasil statistik deskriptif yang disajikan dalam

bentuk tabel.

Tabel 4.1

Hasil Statistik Deskriptif

Sumber : Data diolah

Tabel 4.1 di atas menunjukan bahwa variabel dependen kinerja

perbankan mempunyai nilai minimum sebesar 0.110000; nilai

maksimum sebesar 3.990000; nilai rata-rata sebesar 2.117667;

dan standar deviasi sebesar 0.911455.

Variabel independen dewan direksi memiliki nilai minimum

sebesar 4.000000; nilai maksimum sebesar 11.00000; nilai rata-rata

sebesar 6.966667 dan standar deviasi sebesar 2.379052.

Kin_per Dew_dirk Dew_kom Kom_Indep Kep_manj

Mean 2.117667 6.966667 5.183333 0.410333 0.247667

Max. 3.990000 11.00000 8.000000 0.570000 1.500000

Min. 0.110000 4.000000 3.000000 0.250000 0.000000

Std.Dev. 0.911455 2..379052 1.702358 0.081925 0.432863

88

Variabel independen dewan komisaris memiliki nilai minimum

sebesar 3.000000; nilai maksimum sebesar 8.000000; nilai rata-rata

sebesar 5.183333; dan standar deviasi sebesar 1.702358.

Variabel independen komisaris independen memiliki nilai

minimum sebesar 0.250000; nilai maksimum sebesar 0.570000; nilai

rata-rata sebesar 0.4103332; dan standar deviasi sebesar 0.081925.

Variabel independen Kepemilikan manajerial memiliki nilai

minimum sebesar 0.000000; nilai maksimum sebesar 1.500000; nilai

rata-rata sebesar 0.247667; dan standar deviasi sebesar 0.432863.

2. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik diperlukan agar model regresi menjadi

suatu model yang lebih representative. Analisis data atas uji asumsi

klasik dalam penelitian ini antara lain:

a. Uji Normalitas

Uji signifikasi variabel independen terhadap variabel dependen

melalui uji t hanya akan valid jika residual yang kita dapatkan

mempunyai distribusi normal. Dalam penelitian ini menggunakan

metode Jarque-bera (J-B). Jika residual didistribusikan secara normal

maka diharapkan nilai statistik J-B akan sama dengan nol. Jika nilai

probabilitas dari statistik J-B besar atau dengan kata lain jika nilai

statistic dari J-B ini tidak signifikan maka kita menerima hipotesis

89

bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai statistik J-B

mendekati nol. Sebaliknya jika nilai probabilitas dari statistik J-B

kecil atau signifikan maka kita menolak hipotesis bahwa residual

mempunyai distribusi normal karena nilai statistik J-B tidak sama

dengan nol.

Tabel 4.2

Hasil Uji Normalitas Data

Jarque Bera Probabilitas

1.414863 0.492909

Sumber : Data Diolah

Berdasarkan uji statistik J-B, nilai statistiknya sebesar 1.414863

dengan probabilitas yaitu sebesar 49.29%. Oleh karena itu, berarti

hipotesis diterima karena residual didistribusikan secara normal.

b. Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas adalah adanya hubungan antara variabel

independen dalam satu regresi. Model regresi yang baik adalah model

yang tidak mempunyai masalah multikolinieritas.

Penelitian ini membahas masalah multikolinieritas dengan

melakukan uji korelasi parsial antar variabel independen dengan

bantuan eviews 5. Masalah multikolinieritas dengan uji korelasi parsial

antar variabel independent dapat dilihat dengan nilai korelasi antar

variabel. Jika koefisien korelasi lebih dari 0,8 dapat disimpulkan

90

terdapat multikolinieritas pada model, sebaliknya jika nilai koefisien

korelasi lebih dari 0.8 maka diduga model tidak mengandung masalah

multikolinieritas (Winarjono; 2007 )

Tabel 4.3

Hasil Uji Multikolinieritas

Sumber : Data Diolah

Tabel 4.3 menunjukan bahwa nilai korelasi antar variabel

independen tidak lebih dari 0.8. Hal ini menunjukkan bahwa tidak

terdapat masalah mulikolinieritas pada model regresi tersebut.

c. Uji Heterokedastisitas

Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dari model

regresi tidak terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika residual satu pengamatan

ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedasitas, dan jika

berbeda disebut heteroskedastisitas. Pada penelitian ini uji

heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji white untuk

Dew_dirk Dew_kom Kom_Indep Kep_manj

Dew_dirk 1.000000 0.759016 0.240941 -0.107881

Dew_kom 0.759016 1.000000 0.446780 0.119967

Kom_indep 0.240941 0.446780 1.000000 0.118457

Kep_manj -0.107881 -0.119965 0.118457 1.000000

91

mengidentifikasi masalah heteroskedastisitas. Hasil uji White dengan

bantuan software Eviews 5.0 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4

Hasil Uji Heteroskedastisitas

F-statistic 1.619940 Probability 0.142347

Obs*R-squared 12.15724 Probability 0.144325

Sumber : Data diolah

Tabel 4.4 menunjukan bahwa model tidak mengandung

heteroskedastisitas, karena nilai probabilitas chi square sebesar

0.144325 lebih besar dari 0,05 atau 5%. Selain itu nilai R square hitung

sebesar 12.15724 sedangkan nilai kritis R square pada α = 5% dengan

df 30 sebesar 43.773. Karena nilai R square hitung lebih kecil dari niali

kritis chi square maka dapat disimpulkan tidak ada masalah

heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi

linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu

dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Jika terjadi

korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi

muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan

satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual tidak bebas dari

observasi ke observasi lainnya. Untuk menganalisis terjadi

92

autokorelasi atau tidak dalam suatu model, dapat dilakukan dengan

melihat uji Durbin Watson. Hasil uji autokorelasi dengan bantuan

Sofware Eviews 5.0 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.5

Hasil Uji Autokorelasi

B

Sumber : Data diolah

Berdasarkan hasil uji autokorelasi menggunakan metode Durbin

Watson (DW) yang ditunjukan pada tabel, diperoleh nilai DW sebesar

1.80. Hasil tersebut menunjukan bahwa nilai DW 1,73 < 1.80 < 2.27,

sehingga dapat diputuskan bahwa data tidak mengalami autokorelasi.

Dependent Variable: Kin_per

Method: Least Squares

Date: 04/19/12 Time: 10:46

Sample: 1 60

Included observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.249275 0.519793 -0.479565 0.6334

Dew_dirk 0.139895 0.065367 2.140144 0.0368

Dew_kom 0.008319 0.098383 0.084542 0.9329

Kom_Indep 2.790039 1.317880 2.117066 0.0388

Kep_manj 0.825225 0.232859 3.543883 0.0008

R-squared 0.400149 Mean dependent var 2.117667

Adjusted R-squared 0.356523 S.D. dependent var 0.911455

S.E. of regression 0.731142 Akaike info criterion 2.291237

Sum squared resid 29.40127 Schwarz criterion 2.465766

Log likelihood -63.73711 F-statistic 9.172354

Durbin-Watson stat 1.800230 Prob(F-statistic) 0.000009

93

3. Uji regresi berganda

a. Uji Regresi simultan (uji f)

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa niali f hitung sebesar 9.172354 dengan

probabilitas (sig f) sebesar 0.000009. sedangkan f tabel sebesar 2.72

dengan demikian f hitung > f tabel (f hitung lebih besar dari f tabel).

Maka H0 ditolak, hal ini berarti bahwa variabel dewan direksi, dewan

komisaris, dewan komisaris independen dan kepemilikan manajerial

berpengaruh terhadap kinerja perbankan.

b. Uji Regresi parsial ( uji t )

Seperti telah dijelaskan dalam bab III, hasil dari perbandingan(sig t)

dengan taraf signifikansi yang ditolerir sebesar α = 5% atau 0.05 untuk

semua variabel akan dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan

dalam uji hipotesis penelitian. Berdasarkan tabel 4.5 diatas maka :

1) Dewan Direksi

Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah dewan

direksi mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan. Berdasarkan

hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh t hitung sebesar 2.140

sedangkan t tabel sebesar 1.684 dengan probabilitas sebesar 0.036.

Dilihat dari nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel (t hitung= 2.104

> t tabel = 1.684) serta probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 (α = 5%)

ini berarti ukuran jumlah dewan direksi didalam perusahaan mempunyai

94

pengaruh terhadap kinerja perbankan maka secara parsial hipotesis yang

diajukan diterima.

2) Dewan Komisaris

Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah dewan

komisaris mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan.

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh t hitung

sebesar 0.084 sedangkan t tabel sebesar 1.684 dengan probabilitas

sebesar 0.932. Dilihat dari nilai t hitung yang lebih kecil dari t tabel (t

hitung = 0.084 < t tabel = 1.684) serta probabilitas yang lebih besar

dari 0,05 (α = 5%) ini berarti ukuran jumlah dewan komisaris didalam

perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan

maka secara parsial hipotesis yang diajukan ditolak.

3) Komisaris Independen

Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini adalah

komisaris independen mempunyai pengaruh terhadap kinerja

perbankan. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh t

hitung sebesar 2.117 sedangkan t tabel sebesar 1.684 dengan

probabilitas sebesar 0.038. Dilihat dari nilai t hitung yang lebih kecil

dari t tabel (t hitung = 2.117 > t tabel = 1.684) serta probabilitas yang

lebih besar dari 0,05 (α = 5%) ini berarti ukuran jumlah komisaris

independen didalam perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap

kinerja perbankan maka secara parsial hipotesis yang diajukan diterima

95

4). Kepemilikan manajerial

Hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian ini adalah

Kepemilikan manajerial mempunyai pengaruh terhadap kinerja

perbankan. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel diatas diperoleh t

hitung sebesar 3.543 Sedangkan t tabel sebesar 1.684 dengan

probabilitas sebesar 0.0008. Dilihat dari nilai t hitung yang lebih besar

dari t tabel (t hitung = 3.543 > t tabel = 1.684) serta probabilitas yang

lebih kecil dari 0,05 (α = 5%) ini berarti). Kepemilikan manajerial

didalam perusahaan mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan

maka secara parsial hipotesis yang diajukan diterima.

c. Uji Koefisien Determinasi ( R2)

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa koefisien determinasi ( R2

) sebesar

40.0149 Hal ini berarti bahwa variabel bebas yang terdiri dari dewan

direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan kepemilikan

manajerial mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan sebesar

40.01%. Sedangkan sisanya 59.99% dipengaruhi oleh variabel lain

yang tidak dimasukkan ke dalam model.

96

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada

bab terdahulu, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Hasil uji secara parsial (uji t) diantara kempat variabel Independen,

variabel dewan direksi, komisaris independen dan kepemilikan

manajerial yang mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan.

Sedangkan variabel independen lainnya tidak berpengaruh terhadap

kinerja perbankan. Koefisien determinasi menunjukan nilai sebesar

40.0149, nilai ini menunjukan bahwa variabel bebas berpengaruh

40,01% terhadap variabel dependen. Dapat pula dikatakan perubahan

kinerja perbankan mampu dijelaskan oleh variabel independen sebesar

40,01% sedangkan sisanya 59.99% dipengaruhi oleh variabel lainnya.

B. Implikasi

Adanya komposisi atau ukuran dewan direksi dalam suatu perusahaan

dapat mempengaruhi efektif atau tidaknya aktivitas monitoring manajemen

dalam suatu perusahaan karena dewan direksi dalam suatu perusahaan akan

menentukan kebijakan yang akan diambil atau strategi perusahaan tersebut

secara jangka pendek maupun secara jangka panjang. Jika perusahaan

memiliki kebutuhan akan dewan direksi dalam jumlah yang besar maka

97

semakin besar kebutuhan akan hubungan eksternal yang semakin efektif

karena di dalam perusahaan terdapat badan mengawasi dan melindungi hak

pihak-pihak diluar manajemen akan berkurang.

Proporsi dewan komisaris independen menjadi pertimbangan bagi

perusahaan dalam upaya meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini

dikarenakan keberadaaan komisaris independen dalam perusahaan hanya

bersifat formalitas untuk memenuhi aturan atau kebijakan pemerintah.

Sehingga komisaris independen tidak komisaris independen dapat

membantu memberikan kelangsungan dan objektivitas yang diperlukan

bagi suatu perusahaan untuk berkembang dan makmur. Dewan komisaris

independen membantu merencankan strategi jangka panjang perusahaan

dan secara berkala melakukan review atas implementasi strategi tersebut.

dengan demikian hal ini akan memberikan benefit yang tinggi bagi

perusahaan.

Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki

saham perusahaan atau dengan kata lain manajer ssekaligus sebagai

pemegang saham, oleh karena itu kepemilikan manajerial berfungsi sebagai

penyeimbang dalam kepemilikam saham, adanya keikutsertaan manajemen

dalam pengambilan keputusan perusahaan dapat memotivasi manajemen

dalam meningkatan kinerja perusahaan dan sekaligus menselaraskan

kepentingan nya sebagai pemegang saham sehingga dapat tercapai kinerja

perusahaan yang diharapkan oleh pemilik saham.

98

C. Saran

Hasil penelitian ini mempunyai beberapa implikasi terhadap pihak

pihak yang berkepentingan.

1. Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input bagi

perusahaan dalam mengambil keputusan tentang kebijakan good

corporate governance selain itu diharapkan dapat membantu

menyelesaikan masalah keagenan yang sering terjadi pada perusahaan.

2. Pemerintah

Pemerintah dalam hal ini BAPEPAM, otoritas Bursa Efek Indonesia

dan Bank Indonesia seharusnya serius melakukan pembenahan yang

terjadi dalam pelaksanaan corporate governance di Indonesia. Salah

satu hal yang harus dilakukan pemerintah adalah memperkuat

peraturan pembentukan komponen corporate governance tersebut agar

tujuan pelaksanaan corporate governance dapat dirasakan. selama ini

yang dilakukan para pelaku usaha hanya sebatas memenuhi kewajiban

pembentukan komponen good corporate governance tanpa

memperdulikan keefektipan komponen corporate governance tersebut

dalam menjamin pelaksanaan good corporate governance.

3. Peneliti

99

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk meneliti

lebih jauh tentang masalah yang berkaitan dengan good corporate

governance

100

DAFTAR PUSTAKA

.

Alijoyo, Antonius, “Komisaris Independen Pengerak Praktik GCG di

Perusahaan”. Indeks kelompok Gramedia , Jakarta, 2004.

Ariyoto, Kresnohadi, “Good Corporate Governance dan Konsep

Penegakannya di BUMN”, Jurnal Usahawan NO 18 TH XXIX

Oktober 2000.

Budi S, Wasis, “Agency Theori Versus Stewardship Theory”, Media Audiator,

19 Oktober 2008.

Christian, Yulius Jogi, “Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang, Kinerja

dan Nilai Perusahaan”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol 9, No.1,

2007.

Daniri, Mas Achmad, “Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapan

dalam Konteks Indonesia”, Triexs Triamarindo, Jakarta, 2005.

Darmawati , “Good Corporate Governance dan Manajemen Laba: Suatu

Studi empiris”, Jurnal Keuangan dan Bisnis, vol 5 No 1 April 2003,47

Darmawati, “Corporate Governance Dan Manajemen Laba: Suatu Studi

Empiris”, Jurnal Bisnis Dan Akuntansi Vol 5 No 1 A, April 2003.

Faris, Muhammad, “Pengaruh karakteristik Perusahaan dengan Faktor

Regulasi sebagai Variabel Kontrol Terhadap Kualitas Good

Corporate Governance Perusahaan”, Jurnal Ekonomi Bisnis dan

Akuntansi Volume 10 No 2, Agustus, 2007.

Firdaus, Muhammad, “Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif”, Bumi

Aksara, Jakarta, 2004.

Gugler, Klaus, “Corporate Governance, Dividend Payout Policy, and The

Interrelation Between Devidends, R&D, and Capital Investement”,

Journal of Banking & Finance 27 (2003) 1297-1321.

Hamid, Abdul, “Buku Panduan Penulisan Skripsi”. FEIS Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta , 2007.

101

Herwidayatmo, “Implementasi Good Corporation Govenance untuk

Perusahaan Publik Indonesia”, Usahawan No 10 TH XXIX Oktober

2000.

Kaihatu, Thomas, “Good Corporate Governance dan Penerapannya di

Indonesia”, Jurnal Manajemen Dan Kewirausahaan, Vol 8 No 1 Maret

2006.

Moeljono, Djokosantoso, “Good Corporate Cultur”, Benefit, Vol No 2,

Desember 2005.

Prasetyantoko, “Corporaete Governance; Pendekatan Institusional”,

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.

Priambodo, R Erwin, “Penerapan Good Corporate Governance Sebagai

Landasan Kinerja Perbankan Nasional”, Usahawan No. 4 tahun

XXXVI, Mei 2007.

Ramli,.“Teori Stewardship: Konsep Dasar Good Corporate Governance”,

Jurnal Market Volume 1 No 2 , Sumatera Utara, Oktober 2005.

Retnadi, Djoko, “Memilih Bank yang Sehat”, Gramedia, Jakarta 2006.

Ropik, Haban, “Penerapan Unsur Good Corporate Governance Dalam

Mencegah Kejahatan Perbankan di Indonesia”, Jurnal Hukum YARSI,

Vol.3 No.3, November 2006.

Santoso, singgih, “Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16”, Alex komputendi,

Jakarta, 2008.

Sayidah, Nur, “Pengaruh Kualitas Corporate Governance Terhadap Kinerja

Perusahaan Publik (Studi Kasus Peringkat 10 Besar CGPI Tahun

2003, 2004, 2005)”, Jurnal Keuangan dan Bisnis Vol 11 No, Juni 2007.

Sedarmayanti, “Good Governance: Kepemerintahan yang Baik”, Mandar

Maju, Bandung, 2007.

Siamat, Dahlan, “Manajemen Lembaga Keuangan”, Lembaga Penerbit FEUI,

Jakarta, 2004.

Sudharmono, Johny, “Be G2C Good Governed Company”, Alex komputendi,

Jakarta, 2008.

102

Susilo, J leo, “Good Corporate Governance pada bank”, PT hikayat Dunia,

Bandung, 2007.

Sutojo, Siswanto, E. John Aldrigdge. “Tata Kelola perusahaan yang sehat”,

Damar Mulia Pustaka, Jakarta,2005.

Syakhroza, Akmad, “Bagaimana Mengukur Kinerja Terciptanya Good

Corporate Governance”, Usahawan No.19 Tahun XXIX, Oktober

2007.

Taswan,“Manajemen Perbankan”, YKPN, Yogyakarta, 2010.

Tunggal, Amin widjaya, “Tata kelola Perusahaan Teori dan kasus”, Han

Varindo, Jakarta, 2008.

Wahyudin, Zarkasih, Muhammad, “Good Corporate Governance”, AlFabet,

Bandung, 2008.

Winarno, Wahyu Wings, “Analisis Ekonometrik dan Statistik Dengan

Eviews”, YKPN, Yogyakarta, 2007

Wook Joh, Sung, “Corporate Governance and Firm Profitaility Evidence

From Korea Before the Economic Crisis”, Journal Of Financial

Economics 68 (2003) 287-322.

Wulandari, Ndaruningpuri, “Pengaruh Indikator Mekanisme Corporate

Governance Terhadap kinerja Perusahaan Publik Indonesia”, Fokus

Ekonomi vol 1, No, Semarang, Desember 2006.

Yanti, Ardianti Aloysi, “Manajemen Laba dan Corporate Governance : Peran

dewan Komisaris dan Komite Audit”, Jurnal keuangan dan Bisnis vol

2, No 2 ,Oktober, 2004.

103

Lampiran 1 Hasil Uji Autokorelasi

Dependent Variable: Kin_per

Method: Least Squares

Date: 04/19/12 Time: 10:46

Sample: 1 60

Included observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -0.249275 0.519793 -0.479565 0.6334

Dew_dirk 0.139895 0.065367 2.140144 0.0368

Dew_kom 0.008318 0.098383 0.084542 0.9329

Kom_Indep 2.790039 1.317880 2.117066 0.0388

Kep_manj 0.825225 0.232859 3.543883 0.0008

R-squared 0.400149 Mean dependent var 2.117667

Adjusted R-squared 0.356523 S.D. dependent var 0.911455

S.E. of regression 0.731142 Akaike info criterion 2.291237

Sum squared resid 29.40127 Schwarz criterion 2.465766

Log likelihood -63.73711 F-statistic 9.172354

Durbin-Watson stat 1.800230 Prob(F-statistic) 0.000009

104

Lampiran 2 Hasil Uji Heteroskedasticity

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 1.619940 Probability 0.142347

Obs*R-squared 12.15724 Probability 0.144325

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2

Method: Least Squares

Date: 04/24/12 Time: 11:17

Sample: 1 60

Included observations: 60

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1.024248 2.589588 -0.395525 0.6941

Dew_dirk -0.633682 0.280572 -2.258540 0.0282

Dew_dirk^2 0.035527 0.018462 1.924289 0.0599

Dew_Kom -0.084226 0.445068 -0.189244 0.8507

Dew_Kom^2 0.008961 0.039017 0.229678 0.8193

Kom_Indep 19.89852 13.36957 1.488344 0.1428

Kom_Indep^2 -22.60927 16.09858 -1.404427 0.1663

Kep_Manj 0.193111 0.653573 0.295469 0.7688

Kep_Manj^2 -0.324347 0.443845 -0.730765 0.4683

R-squared 0.202621 Mean dependent var 0.490021

Adjusted R-squared 0.077542 S.D. dependent var 0.671149

S.E. of regression 0.644603 Akaike info criterion 2.097117

Sum squared resid 21.19117 Schwarz criterion 2.411269

Log likelihood -53.91352 F-statistic 1.619940

Durbin-Watson stat 2.413615 Prob(F-statistic) 0.142347