51622783 Definisi Good Corporate Governance

21

Click here to load reader

Transcript of 51622783 Definisi Good Corporate Governance

Page 1: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

Definisi Good Corporate Governance (GCG)

Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya,

pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.

Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak di sini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.

Sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri tentang GCG. Beberapa negara mendefinisikannya dengan pengertian yang agak mirip walaupun ada sedikit perbedaan istilah. Kelompok negara maju (OECD), umpamanya mendefinisikan GCG sebagai cara-cara manajemen perusahaan bertanggung jawab pada shareholder-nya. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya. Karena itu fokus utama di sini terkait dengan proses pengambilan keputusan dari perusahaan yang mengandung nilai-nilai transparency, responsibility, accountability, dan tentu saja fairness.

Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: Accountability, Transparency, Predictability dan Participation. Pengertian lain datang dari Finance Committee on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.

Lantas bagaimana dengan definisi GCG di Indonesia? Di tanah air, secara harfiah, governance kerap diterjemahkan sebagai “pengaturan.” Adapun dalam konteks GCG, governance sering juga disebut “tata pamong”, atau penadbiran - yang terakhir ini, bagi orang awam masih terdengar janggal di telinga. Maklum, istilah itu berasal dari Melayu. Namun tampaknya secara umum di kalangan pebisnis, istilah GCG diartikan tata kelola perusahaan, meskipun masih rancu dengan terminologi manajemen. Masih diperlukan kajian untuk mencari istilah yang tepat dalam bahasan Indonesia yang benar.

Kemudian, “GCG” ini didefinisikan sebagai suatu pola hubungan, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (BOD, BOC, RUPS) guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku.

Page 2: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Governance merupakan:

1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan komisaris, Direksi, Pemegang Saham dan Para Stakeholder lainnya.

2. Suatu sistem pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.

3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, berikut pengukuran kinerjanya.

Dari pengertian di atas pula, tampak beberapa aspek penting dari GCG yang perlu dipahami beragam kalangan di dunia bisnis, yakni;

Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan di antaranya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan direksi. Keseimbangan ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasional ketiga organ perusahaan tersebut (keseimbangan internal)

Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada seluruh stakeholder. Tanggung jawab ini meliputi hal-hal yang terkait dengan pengaturan hubungan antara perusahaan dengan stakeholders (keseimbangan eksternal). Di antaranya, tanggung jawab pengelola/pengurus perusahaan, manajemen, pengawasan, serta pertanggungjawaban kepada para pemegang saham dan stakeholders lainnya.

Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan. Kemudian hak berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perkembangan strategis dan perubahan mendasar atas perusahaan serta ikut menikmati keuntungan yang diperoleh perusahaan dalam pertumbuhannya.

Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan informasi yang material dan relevan serta melarang penyampaian informasi untuk pihak sendiri yang bisa menguntungkan orang dalam (insider information for insider trading).

Page 3: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

Empat Prinsip Utama Corporate Governance

Setelah definisi serta aspek penting GCG terpaparkan di atas, maka berikut adalah prinsip yang

dikandung dalam GCG. Di sini secara umum ada empat prinsip utama yaitu: fairness, transparency, accountability, dan responsibility.

1. Fairness (Kewajaran)

Secara sederhana kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor - khususnya pemegang saham minoritas - dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa berupa insider trading (transaksi yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan), dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), KKN, atau keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau pengambil-alihan perusahaan lain.

Biasanya, penyakit yang timbul dalam praktek pengelolaan perusahaan, berasal dari benturan kepentingan. Baik perbedaan kepentingan antara manajemen (Dewan Komisaris dan Direksi) dengan pemegang saham, maupun antara pemegang saham pengendali (pemegang saham pendiri, di Indonesia biasanya mayoritas) dengan pemegang saham minoritas (pada perusahaan publik biasanya pemegang saham publik). Di tengah situasi seperti ini, lewat prinsip fairness, ada beberapa manfaat yang diharapkan bisa dipetik. Apa saja manfaat itu?

Fairness diharapkan membuat seluruh aset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati), sehingga muncul perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil). Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan terhadap praktek korporasi yang merugikan seperti disebutkan di atas. Pendek kata, fairness menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil di antara beragam kepentingan dalam perusahaan.

Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan syarat agar bisa diberlakukan secara efektif. Syarat itu berupa peraturan dan perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan secara baik serta efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa ada pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga peradilan (litigation abuse). Di antara (litigation abuse) ini adalah penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilan dalam mengambil keputusan sehingga pihak yang tidak beritikad baik mengulur-ngulur waktu kewajiban yang harus dibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari kewajiban yang harus dibayarkannya.

2. Transparency (Keterbukaan Informasi)

Transparansi bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

Perbincangan prinsip ini sendiri sangatlah menarik. Pasalnya, isu yang sering mencuat adalah pertentangan dalam menjalankan prinsip ini. Semisal, adanya kekhawatiran perusahaan bahwa jika ia terlalu terbuka, maka strateginya dapat diketahui pesaing sehingga membahayakan kelangsungan usahanya. Wajarkah kekhawatiran seperti itu?

Page 4: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

Menurut peraturan di pasar modal Indonesia, yang dimaksud informasi material dan relevan adalah informasi yang dapat mempengaruhi naik turunnya harga saham perusahaan tersebut, atau yang mempengaruhi secara signifikan risiko serta prospek usaha perusahaan yang bersangkutan. Mengingat definisi ini sangat normatif maka perlu ada penjelasan operasionalnya di tiap perusahaan. Karenanya, kekhawatiran di atas, sebetulnya tidak perlu muncul jika kita mampu menjabarkan kriteria informasi material secara spesifik bagi masing-masing perusahaan.

Dalam mewujudkan transparansi ini sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Setiap perusahaan, diharapkan pula dapat mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Selain itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan.

Ada banyak manfaat yang bisa dipetik dari penerapan prinsip ini. Salah satunya, stakeholder dapat mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan perusahaan. Kemudian, karena adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, maka dimungkinkan terjadinya efisiensi pasar. Selanjutnya, jika prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dimungkinkan terhindarnya benturan kepentingan (conflict of interest) berbagai pihak dalam manajemen.

3. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)

Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertangungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

Masalah yang sering ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah mandulnya fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Atau justru sebaliknya, Komisaris Utama mengambil peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan direksi. Padahal, diperlukan kejelasan tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta suatu mekanisme pengecekan dan perimbangan dalam mengelola perusahaan.

Kewajiban untuk memiliki Komisaris Independen dan Komite Audit sebagaimana yang ditetapkan oleh Bursa Efek Jakarta, merupakan salah implementasi prinsip ini. Tepatnya, berupaya memberdayakan fungsi pengawasan Dewan Komisaris. Beberapa bentuk implementasi lain dari prinsip accountability antara lain:

Praktek Audit Internal yang Efektif, serta Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam anggaran dasar

perusahaan dan Statement of Corporate Intent (Target Pencapaian Perusahaan di masa depan)

Bila prinsip accountability ini diterapkan secara efektif, maka ada kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris, serta direksi. Dengan adanya kejelasan inilah maka perusahaan akan terhindar dari kondisi agency problem (benturan kepentingan peran).

Page 5: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

4. Responsibility (Pertanggungjawaban)

Pertanggungjawaban perusahaan adalah kesesuaian (patuh) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan yang berlaku di sini termasuk yang berkaitan dengan masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar penggajian, dan persaingan yang sehat.Beberapa contoh mengenai hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Kebijakan sebuah perusahaan makanan untuk mendapat sertifikat “HALAL”. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat. Lewat sertifikat ini, dari sisi konsumen, mereka akan merasa yakin bahwa makanan yang dikonsumsinya itu halal dan tidak merasa dibohongi perusahaan. Dari sisi Pemerintah, perusahaan telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku (Peraturan Perlindungan Konsumen). Dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut akan menjamin loyalitas konsumen sehingga kelangsungan usaha, pertumbuhan, dan kemampuan mencetak laba lebih terjamin, yang pada akhirnya memberi manfaat maksimal bagi pemegang saham.

Kebijakan perusahaan mengelola limbah sebelum dibuang ke tempat umum. Ini juga merupakan pertanggungjawaban kepada publik. Dari sisi masyarakat, kebijakan ini menjamin mereka untuk hidup layak tanpa merasa terancam kesehatannya tercemar. Demikian pula dari sisi Pemerintah, perusahaan memenuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup. Sebaliknya dari sisi perusahaan, kebijakan tersebut merupakan bentuk jaminan kelangsungan usaha karena akan mendapat dukungan pengamanan dari masyarakat sekitar lingkungan.

Penerapan prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan operasionalnya seringkali ia menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu, lewat prinsip responsibility ini juga diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.

Prinsip-prinsip di atas perlu diterjemahkan ke dalam lima aspek yang dijabarkan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) sebagai pedoman pengembagan kerangka kerja legal, institutional, dan regulatory untuk corporate governance di suatu negara. Lima aspek tersebut antara adalah:

1. Hak-hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan: Hak-hak pemegang saham harus dilindungi dan difasilitasi.

2. Perlakuan setara terhadap seluruh pemegang saham: Seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing harus diperlakukan setara. Seluruh pemegang saham harus diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan perhatian bila hak-haknya dilanggar.

3. Peran stakeholders dalam corporate governance: Hak-hak para pemangku kepentingan (stakeholders) harus diakui sesuai peraturan perundangan yang berlaku, dan kerjasama aktif

Page 6: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

antara perusahaan dan para stakeholders harus dikembangkan dalam upaya bersama menciptakan kekayaan, pekerjaan, dan keberlanjutan perusahaan.

4. Disklosur dan transparansi: Disklosur atau pengungkapan yang tepat waktu dan akurat mengenai segala aspek material perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan governance perusahaan.

5. Tanggung jawab Pengurus Perusahaan (Corporate Boards): Pengawasan Komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh Direksi harus berjalan efektif, disertai adanya tuntutan strategik terhadap manajemen, serta akuntabilitas dan loyalitas Direksi dan Komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.

Manfaat dan Faktor Penerapan GCG

Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui sepervisi atau

pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap shareholders dan pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih, 2003). Untuk meningkatkan akuntabilitas, antara lain diperlukan auditor, komite audit, serta remunerasi eksekutif. GCG memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan efektif sehingga tercipta mekanisme checks and balances di perusahaan.

Seberapa jauh perusahaan memperhatikan prinsip-prinsip dasar GCG telah semakin menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan investasi. Terutama sekali hubungan antara praktik corporate governance dengan karakter investasi internasional saat ini. Karakter investasi ini ditandai dengan terbukanya peluang bagi perusahaan mengakses dana melalui ‘pool of investors’ di seluruh dunia. Suatu perusahaan dan atau negara yang ingin menuai manfaat dari pasar modal global, dan jika kita ingin menarik modal jangka panjang yang, maka penerapan GCG secara konsisten dan efektif akan mendukung ke arah itu. Bahkan jikapun perusahaan tidak bergantung pada sumber daya dan modal asing, penerapan prinsip dan praktik GCG akan dapat meningkatkan keyakinan investor domestik terhadap perusahaan.

Di samping hal-hal tersebut di atas, GCG juga dapat:1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung pemegang saham sebagai

akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen. Biaya-biaya ini dapat berupa kerugian yang diderita perusahaan sebagai akibat penyalahgunaan wewenang (wrong-doing), ataupun berupa biaya pengawasan yang timbul untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

2. Mengurangi biaya modal (cost of capital), yaitu sebagai dampak dari pengelolaan perusahaan yang baik tadi menyebabkan tingkat bunga atas dana atau sumber daya yang dipinjam oleh perusahaan semakin kecil seiring dengan turunnya tingkat resiko perusahaan.

3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan citra perusahaan tersebut kepada publik luas dalam jangka panjang.

4. Menciptakan dukungan para stakeholder (para pihak yang berkepentingan) dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.

Page 7: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

Manfaat GCG ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga dalam jangka panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya perusahaan sekaligus pilar pemenang era persaingan global.

Akan tetapi, keberhasilan penerapan GCG juga memiliki prasyarat tersendiri. Di sini, ada dua faktor yang memegang peranan, faktor eksternal dan internal.

Faktor Eksternal

Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:

a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.

b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance yang sebenarnya.

c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).

d. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.

e. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.

Faktor Internal

Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:

a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.

b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG.

c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.

d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.

e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan

Page 8: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.

Di luar dua faktor di atas, aspek lain yang paling strategis dalam mendukung penerapan GCG secara efektif sangat tergantung pada kualitas, skill, kredibilitas, dan integritas berbagai pihak yang menggerakkan organ perusahaan. Yang pasti, jika berbagai prinsip dan aspek penting GCG dilanggar suatu perusahaan, maka sudah dapat dipastikan perusahaan tersebut tidak akan mampu bertahan lama dalam persaingan bisnis global dewasa ini, meski perusahaan itu memiliki lingkungan kondusif bagi pertumbuhan bisnisnya, seperti yang dialami oleh raksasa bisnis Enron Inc. di AS beberapa waktu lalu. Dalam kasus Enron ini, sistem kontrol berlapis-lapis ternyata tak bisa mencegah sekelompok pimpinan yang memuaskan ketamakannya untuk kepentingan sendiri. Eksekutif Enron Inc. yang seharusnya berkewajiban moral memberikan data keuangan yang jujur - sebagaimana keharusan perusahaan publik, ternyata tidak melakukan tugas itu. Begitu pula, independent auditor yang semestinya tidak hanya memastikan bahwa laporan keuangan sebuah perusahaan sesuai aturan dan standar akuntansi, tetapi juga memberi investor maupun kreditor gambaran yang fair serta akurat tentang apa yang sebenarnya terjadi, ternyata gagal menjalankan perannya. Perusahaan Akuntan besar sekaliber Andersen gagal melakukannya.

Pada prinsipnya Corporate Governance menyangkut kepentingan para pemegang saham; perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham; peranan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam corporate governance; transparansi dan penjelasan; serta peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit.

Peranan Dewan Komisaris

Dewan Komisaris (DK) memegang peranan penting dalam implementasi Good Corporate Governance (GCG), karena DK merupakan inti dari corporate governance yang bertugas untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dalam prakteknya, di Indonesia sering terjadi anggota DK sama sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan Direksi (DD). DK seringkali dianggap tidak memiliki manfaat, hal ini dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota DK tidak memiliki kemampuan dan tidak dapat menunjukkan independensinya. Dalam banyak kasus, DK juga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas.

Untuk menjamin pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) diperlukan anggota DK yang memiliki integritas, kemampuan, tidak cacat hukum dan independen; serta yang tidak memiliki hubungan bisnis (kontraktual) ataupun hubungan lainnya dengan pemegang saham mayoritas (pemegang saham pengendali) dan Dewan Direksi (manajemen) baik secara langsung maupun tidak langsung. Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam RUPS.

Peranan Komite Audit

Keberadaan Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor SE-03/PM/2002 (bagi perusahaan publik) dan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002 (bagi BUMN). Komite Audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh Komisaris Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen serta

Page 9: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Dalam pelaksanaan tugasnya, Komite Audit mempunyai fungsi membantu Dewan Komisaris untuk (i) meningkatkan kualitas Laporan Keuangan, (ii) menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan, (iii) meningkatkan efektifitas fungsi internal audit (SPI) maupun eksternal audit, serta (iv) Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Dewan Komisaris/Dewan Pengawas.

Kewenangan Komite Audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu DK, sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas rekomendasi kepada DK), kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari DK, misalmya mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor eksternal, dan memimpin suatu investigasi khusus. Peran dan tanggung jawab Komite Audit akan dituangkan dalam Charter Komite Audit yang secara umum dikelompokkan menjadi tiga bagian besar, yaitu financial reporting, corporate governance, dan risk and control management.

Pada akhirnya, suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam dan yang terpenting independen yang menjalankan fungsinya secara efektif dan dibantu oleh Komite Audit adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam memastikan implementasi Good Corporate Governance berjalan dengan baik sehingga kecurangan (fraud) maupun keterpurukan bisnis dapat dihindari. (Alison)

PERAN AKUNTANSI DALAM CORPORATE GOVERNANCE

Agency Problem lahir dari adanya pemisahan antara manajemen dan penyandang dana, dimana manajer berusaha untuk meningkatkan incentive mereka dalam rangka memakmurkan dirinya dan menagabaikan tugas utamanya yaitu memaksimumkan kemakmuran pemilik. Hal ini bisa dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pengeluaran untuk dirinya manajemen. Sistim akuntansi keuangan menyediakan informasi yang penting untuk Governance Mechanisms , yang membantu memecahkan masalah keagenen. Penggunaan informasi akuntansi dalam Governance Mechanisms bisa dalam bentuk implisit atau eksplisit. Penggunaan perjanjian yang berbasiskan dasar akuntansi dalam kontrak obligasi adalah salah contoh dari penggunaan informasi akuntansi secara eksplicit. Penggunaan informasi ekuntansi untuk menyeleksi perusahaan yang akan dijadikan target takeover adalah contoh dari penggunaan informasi akuntansi secara implisit.

Informasi akuntansi keuangan merupakan produk dari proses Governance. informasi akuntansi keuangan dihasilakan oleh manajemen dan manajemen mengetahui informasi ini akan digunakan sebagai input dalam proses Governance.dibawah ini dijelaskan mengenai informasi akuntansi keuangan sebagai produk dari proses Governance, penggunaan informasi akuntansi secara eksplisit dan implisit.

Informasi akuntansi keuangan sebagai produk dari proses governance.

Proses bagaimana informasi akuntansi lahir dan merupakan tanggung jawab dapat dilihat pada bagan 1. Bagan 1 menfokuskan kepada kasus Amerika dan bisa aplikasikan ke negra laannya. Proses pelaporan keuangan bagi perusahaan umumnya diatur oleh pemerintah atau sistim hukum yang berlaku (kalau di Amerika SEC). selanjut harus mengaju pada prinsip Akuntansi Yang Berterima Umum ( GAAP). Laporan keuangan juga akan diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (audit eksternal) untuk di periksa apakah dalam menyiapkan laporan keuangan sudah sesuai dengan aturan dan prinsip yang berlaku. Perusahaan kemudian

Page 10: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

menunjuk Audit Committtee dari keanggota Board of Director, yang mengawasi penyelesaian laporan keuangan dan berkomunikasi dengan auditor eksternal sebagai wakil dari investor.

Banyak peneliti yang mengkaji bagaimana kualitas sistim pelaporan keuangan dihubungkan dengan bentuk dan mekanisme Governance lainnya (diantaranya adalah La Porta, Lopez-De-Silanes, Shleifer and Vishny, 1998; Bushman, Chen, Engel dan Smith, 2000). Penelitian lainnya juga mengembangkan literature tentang isu lainya yang berhubungan dengan kualitas sistim pelaporan keuangan. Literature ini di bagi atas tiga kelompok. Kelompok pertama mengkaji tentang kualitas disclosure dengan biaya modal (contoh, Lang and Lundholm, 1996; Botosan, 1997; dan Botosan dan Plumlee, 2000). Corporate Governance dijadikan sebagai ukuran apakah perusahan yang dijadikan sample trasfaran atau tidak, khususnya terhadap kreditor. Hasil peneitiannya tidak bervariasi, ada yang menemukan tingka disclosure mempengaruhi biaya hutang dan sebagaian lagi todak. Kedua adalah menguji tentang efektivitas mekanisme pengawasan spesifik terhadap proses pelaporan keuangan. Area - 3 - ini termasuk kajian tentang kualitas audit (contoh, Becker, DeFond, Jiambalvo dan Subramanyam, 1998; Francis, Maydew dan Sparks, 1999) dan kualitas BOD dan Komite Audit ( contoh, Beasley, 1996; Dechow, Sloan dan Sweeney, 1996; Carcello dan Neal, 2000; Peasnell, Pope dan Young, 2000 ). Area terakhir mengkaji sebab dan akibat gagalnya proses pelaporan keuangan penelitian ini memfokuskan pada factor-faktor yang mempengaruhi manajemen earning (contoh, Rangan, 1999; Teoh, Wong and Welch, 1999) dan manipulasi earning (contoh., Feroz, Park dan Pastena, 1991; Dechow, Sloan dan Sweeney 1996).

Penggunaan Informasi Akuntansi secara eksplisit dalam Corporate Governance Penggunaan informasi akuntansi secara eksplisit dalam kontrak antara manajemen

dan individu atau lembaga yang memberikan dana pada perusahaan merupakan contoh dari penggunaan informasi akuntansi dalam mekanisme Governance. khususnya penggunaan informasi akuntansi sebagai alat ukur kinerja manajemen pada kontrak mengenai sistim kompensasi untuk manajemen. Ini merupakan gambaran peran informasi akuntansi dalam mekanisme Governance. kompensasi yang berbasiskan laporan keuangan hanya merupakan bagian kecil dari insentif yang ada. Insentif yang berdasarkan kenaikan harga saham cendrung sebagai dasar mereka investor untuk memberikan insentif pada manajemem (penelitian tentang isu ini telah dilakukan peneliti diantaranya adalah , Murphy, 1985; Core, Guay and Verrecchia, 2000).

Berlawanan dengan literature tentang peran informasi akuntansi dalam kompensasi diatas, penggunaan informasi akuntansi secara eksplisit pada perjanjian hutang masih berlanjut. Penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh Smith dan Warner (1979) dan Leftwich (1983) mendokumentasikan keberadaan dan fungsi akuntansi dalam perjanjian kontrak hutang antara kreditor dan perusahaan.. penelitian pada area ini memfokuskan pada pada implikasi pemilihan metode akuntansi yang digunakan(contoh., Press dan Weintrop, 1990; Sweeney, 1994). Tapi, peran informasi akuntansi pada kontrak keuangan telah terus berlangsung perkembangannya dan mendapat sambutan yang mengembirakan, khususnya perjanjian peminjaman dan pelunasan hutang. Contoh penggunaan informasi akuntansi adalah berapa bunga harus dikenakan pada perusahaan didasarkan atas kekuatan keuangan perusahaan dan ini didasarkan atas data akuntansi. Data akuntansi di analisa yang dijadikan rasio-rasio keuangan dan dikelompokan atas beberapa aspek diantaranya likuiditas, solvabiltias, efektivitas dan profitabilitas.

Page 11: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

Pengunaan informasi akuntansi secara implisit dalam Corporate Governance

Penggunaan informasi akuntansi secara implisit dalam mekanisme Corporate Governance merupakan peran informasi akuntansi yang paling penting. Dalam kontek ini, valuasi dan peran akuntansi menjadi saling berhubungan. Dalam konteks bahwa investor bersedia berinvestasi pada perusahaan merupakan fungsi information efficiency dan tingkat likuiditas pasar modal. Sehingga, penelitian akuntansi yang berbasiskan pasar modal dan memfokuskan penggunaan informasi akuntansi dalam penilaian surat-surat berharga merupakan implikasi pada isu Corporate Governance. Tapi, daripada memfokuskan pada peran governance akuntansi melalui peranya dalam menfasilitasi informational efficiency harga saham. Bahkan informasi akuntansi kelihatannya secara langsung memfasilitasi jalanya mekanisme Governance spesifik. Penelitian empiris mendukung bahwa informasi akuntansi secara implisit digunakan dalam mekanisme Governance yang beragam. Ada dua area paling, kajian tentang peran informasi akuntansi dalam mekanisme Corporate Governance yaitu Legal Protection dan Large Investor. Dalam kategori legal protection, beberapa penelitian telah mendokumentasikan peran informasi akuntansi dalam menjalankan hak legal investor dalam melawan menajem. Investor tidak bisa membawa masalah tersebut ke pengadilan karena manajemen telah melakukan kecurangan atau kegiatan yang tidak sesuai dengan apa yang digariskan oleh investor (pemilik). Karena sistim pelaporan keuangan adalah mekanisme internal utama yang memberi fasilitas komunikasi antara manajemen dan investor. Penelitian mendokumentasikan bahwa masalah akuntansi dan pengungkapan sangat berhubungan dengan perkara hokum pemegang saham dan bahwa manajemen melakukan seolah-olah mereka memenage strategi pelaporan keuangan untuk mengurangi biaya yang berhubungan dengan perkara hukum investor (contoh ., Kellogg, 1984; Francis, Philbrick dan Schipper, 1994; Skinner, 1994; Skinner 1996). Informasi akuntansi juga memainkan peran penting dalam menjalankan hak kreditor dalam kasus tidak di lunasinya hutang perusahaan atau dalam kondisi bankrut.

Dalam kategori kedua, informasi akuntansi secara implisit memfasilitasi jalanya mekanisme Governance adalah large investor. Large investor bisa mempengaruhi tindakan manajemen melalui Board of Diretor, yaitu atoritas untuk menggunakan manajemen atau meberhentikannya . penelitian akademik memyimpulkan bahwa BOD menggunaka kenerja laba akuntansi sebagai input untuk keputusan memberhentikan manajemen (Weisbach,1988). Tapi, dalam banyak kasus, investor yang memiliki saham besar tidak mempunyai hak suara mayoritas di dewan komisaris dan mungkin harus mengambil tindakan yang lebih drastis seperti takeover atau proxy contest untuk merebut control BOD dan mendisiplinkan manajemen. Penelitian juga menemukan bahwa pengukuran kinerja akuntansi berhubungan keputusan takeover (Palepu,1986), proxy contests (DeAngelo, 1988), dan institutional investor activism (Opler dan Sokobin, 1998). Selain Penelitian yang dilakukan oleh peneliti diatas, banyak peneliti lain yang menguji pengaruh institutional investor activism terhadap kinerja perusahaan telah banyak dilakukan dengan menggunakan informasi akuntansi. Secara umum melaporkan tidak ada bukti yang meyakinkan aktivisme investor mempengaruhi kinerja perusahaan. Walaupun sebagian kecil melaporkan bahwa ada pengaruh perusahaan yang menjadi target CalPERS terhadap tingkat pengembalian jangka panjang (Nesbitt, 1994). Tapi hasil Nesbitt (1994) di kounter oleh Guercio dan Hawkins (1997) yang menyimpulkan bahwa masih ada perusahaan yang menjadi target CalPERS (perusahaan yang mempunyai kinerja tidak bagus) mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat pengembalian.

Penelitian yang menemukan tidak adanya pengaruh aktivisme investor institusi terhadap kinerja perusahaan dilakukan banyak peneliti yaitu Daily, John, Elstrand dan Dalton (1996), Bear dan Sias (1997), Opler dan Sokobin`s (1997), Carleton, Nelson dan Weisbach

Page 12: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

(1997) dan lain-lain. Dari penelitian-penelitian tersebut, tak seorang penelitipun berani menyimpulkan bahwa aktivisme investor institusi memberikan dampak positif terhadap kinerja perusahaan. Walaupun aktivisme investor institusi tidak berdampak positif terhadap kinerja perusahaan, tapi aktivisme ini bisa merubah budaya perusahaan sehingga mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. Seperti yang dikemukan oleh Gordon (1997b), Black dan Coffee (1994), dan Coffee (1997). Perubahan budaya memang tidak dapat di uji secara langsung. Tapi melalui perubahaan Governance yang didukung oleh institusi akan berdampak terhadap kinerja perusahaan. Bukti empiris menyimpulkan bahwa sudah tiga perubahan yaitu (i) perubahan komposisi dewan komisaris, (ii)komite nominasi dan kompensasi yang berasal dari dewan komisaris independen dan (iii) pemisahan posisi pimpinan dewan komisaris dengan CEO. Investor institusi sangat mendukung yang duduk di dewan komisaris adalah komisaris independen. Tapi tidak ada jaminan dengan banyak komposisi komisaris independen dan pemisahan posisi pimpinan dewan komisaris dengan CEO akan meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan (Klein, 1997b), Brickley, Coles, dan Jarrell (1997).

Dari penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa informasi akuntansi mensuplai input yang paling penting ke dalam mekanisme Corporate Governance. informasi akuntansi secara implisit digunakan baik untuk menunjukan apakah aksi governance melawan manajemen dibutuhkan dan untuk membantu menentukan pengeluaran untuk stakeholder lainnya jika terjadi masalah hukum dan penurunan kinerja keuangan.

Sumber : HUBUNGAN INFORMASI AKUNTANSI KEUANGAN DAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE oleh : Desi Ilona dan Zaitul, Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta

Page 13: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

PENGAWASAN RISIKO:By: daniri panduan untuk direksi dan dewan komisaris Mas Achmad Daniri Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance.dan Angela Indirawati Simatupang Anggota Tim Penyusun Pedoman Umum GCG.

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris terkait pengelolaan risiko dalam perusahaan. Tapi apa sebenarnya yang harus dilakukan? Menjabarkan apa yang menjadi tanggung jawab tentu tidak terlalu sulit, yang sulit adalah melakukan implementasinya. Dalam artikel ini, akan diulas tindakan apa yang harus diambil oleh Direksi dalam membangun sistem pengelolaan risiko yang memadai, dan apa yang harus di perhatikan oleh Dewan Komisaris terkait fungsinya melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Direksi.

Dorongan Dari Pimpinan Dan Budaya PerusahaanSalah satu faktor utama dalam pengeloalaan dan pengawasan risiko yang efektif

adalah dorongan dan pesan yang disampaikan oleh pimpinan perusahaan (tone from the top). Faktor inilah yang membentuk budaya perusahaan dan mengalir dalam setiap aktivitas dan interaksi yang dilakukan oleh seluruh karyawan. Direksi, Dewan KOmisaris serta Komite terkait harus bekerjasama dengan manajemen dalam mempromosikan dan secara aktif mengembangkan budaya perusahaan dalam memahami konsep pengelolaan risiko serta penerapannya, dalam merumuskan strategi dan melakukan aktivitas operasional harian, termasuk pengambilan keputusan. Manajemen risiko yang komprehensif sebaiknya tidak dipandang sebagai penghalang kemajuan perusahaan atau sebagai fungsi yang terpisah dari fungsi operasional, namun harus dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan memiliki pengaruh dalam mengukur kesuksesannya. Perusahaan pasti harus menghadapi risiko dalam menjalankan bisnis, bahaya jika kita menghindari risiko secara berlebihan ataupun terlalu berani mengambil risiko. Tapi, jika kita melakukan penilaian risiko serta membandingkannya dengan manfaat yang kita peroleh secara cukup akurat dari keputusan kita dalam mengelola risiko tersebut, maka pada saat itulah manajemen risiko terintegrasi dalam proses pengambilan keputusan. Kunci dalam membentuk pesan yang tepat adalah transparan, konsisten, dan komunikasi. Visi pimpinan terhadap perusahaan, termasuk komitmen terhadap pengawasan risiko, etika yang baik dan non-kompromi terhadap ketidakpatuhan harus dikomunikasikan secara efektif. Kebijakan dan prosedur manajemen risiko, serta etika dan panduan perilaku harus terlebur dalam strategi dan operasi perusahaan. Jangan lupa, juga penting agar dilakukan pelatihan dan penilaian kepatuhan secara berkala.

Kejelasan Peranan & Wewenang

Banyak perusahaan yang mendelegasikan pengawasan terhadap risiko kepada Komite Audit atau Komite Risiko. Walaupun tugas dapat didelegasikan, tidak demikian halnya dengan tanggung jawab. Untuk itu, Direksi dan Dewan Komisaris perlu melakukan tindakan yang dapat meyakini mereka bahwa risiko memang telah dikelola dengan memadai, dan bahwa sistem manajemen risiko yang ada telah memadai dan efektif. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan pertemuan berkala dengan Komite ataupun unit terkait, memberikan masukan dan umpan balik terhadap laporan risiko yang disampaikan, serta secara sungguh-sungguh menunjukkan kepeduliannya terhadap pengelolaan risiko di perusahaan, dan terus mendorong perbaikan yang berkelanjutan dalam proses manajemen risiko.

Page 14: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

PemantauanDalam melakukan pengawasan atau pemantauan terhadap sistem manajemen risiko,

ada beberapa tindakan yang perlu dilakukan, antara lain: 1. Mereview toleransi risiko perusahaan, termasukn seberapa besar risiko yang sanggup

ditanggung oleh perusahaan baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sehingga pada saat risiko memiliki dampak diluar besaran yang dapat ditolerir, harus dilakukan suatu aktivitas untuk mengelola risiko tersebut.

2. Mereview jenis-jenis risiko yang dihadapi perusahaan, termasuk kemungkinan terjadinya dan dampak risiko tersebut, serta tindakan penanganan yang diperlukan.

3. Mereview ekspektasi dari setiap fungsi yang terkait dengan manajemen risiko dan memastikan adanya persamaan persepsi terhadap peran dan tanggungjawab masing-masing.

4. Mereview kebijakan dan prosedur manajemen risiko sehingga dapat diketahui apakah sudah memadai dan komprehensif.

5. Mereview implementasi dari kebijakan dan prosedur manajemen risiko, apakah sistem manajemen risiko sudah diterapkan secara efektif.

6. Mereview kualitas dan bentuk pelaporan risiko.7. Mereview apakah fungsi manajemen risiko yang ada telah cukup independen, dan

apakah proses untuk menangani serta melakukan eskalasi permasalahan telah memadai.

8. Mereview disain dari fungsi manajemen risiko, termasuk kualifikasi personil yang bertanggung jawab, sehingga dapat dinilai apakah sumber daya yang ada dapat menjalankan cakupan pekerjaan yang dituntut dari fungsi manajemen risiko.

9. Mereview kecukupan distribusi informasi kepada seluruh karyawan mengenai manajemen risiko.

10. Mereview laporan yang disampaikan oleh auditor internal, auditor eksternal, penasihat hukum, regulator yang relevan dengan risiko yang dihadapi perusahaan serta terkait dengan fungsi manajemen risiko.

PelatihanAgar Direksi dan Dewan Komisaris dapat melakukan pengelolaan dan pengawasan

terhadap sistem manajemen risiko, diperlukan pengetahuan yang cukup memadai terhadap risiko yang dihadapi perusahaan dan praktik manajemen risiko. Sehingga, penting bagi Direksi dan Dewan Komisaris untuk mendapatkan informasi yang memadai dari dalam perusahaan terkait risiko yang ada, pengelolaannya, serta pelatihan eksternal mengenai praktik-praktik governansi dan manajemen risiko yang baik.

Komposisi & Kualifikasi Yang Memadai

Selain dengan pengetahuan yang memadai, tentunya perlu didukung dengan keberadaan komposisi dan kualifikasi Direksi dan Dewan Komisaris secara kolektif, memadai dan memungkinkan Direksi serta Dewan Komisaris melakukan pengelolaan dan pengawasan risiko.

Komunikasi

Kemampuan Direksi dan Dewan Komisaris terkait manajemen risiko juga dipengaruhi terwujudnya komunikasi yang memadai. Tanpa adanya alur informasi yang dapat memastikan adanya distribusi informasi terkait risiko secara tepat waktu, akurat dan relevan, maka sulit bagi Direksi dan Dewan Komisaris melakukan pengambilan keputusan yang well-informed, sehingga meningkatkan risiko pengambilan keputusan yang tidak tepat.

Page 15: 51622783 Definisi Good Corporate Governance

Antisipasi Risiko

Direksi Dan Dewan Komisaris Juga harus memastikan adanya kegiatan yang berkelanjutan dalam perusahaan untuk menilai dan menganalisis area-area yang berpotensi menjadi berisiko bagi perusahaan, dan ini harus terakomodir dalam struktur dan sistem manajemen risiko yang ada. Dalam melakukan review terhadap manajemen risiko, Direksi dan Dewan Komisaris harus menanyakan dan berdiskusi dengan manajemen apa saja risiko material yang mungkin dihadapi oleh perusahaan di masa yang akan datang. Mengantisipasi risiko di masa depan merupakan elemen penting dalam menghindari atau memitigasi risiko yang ada, jauh sebelum risiko tersebut menjadi sebuah kenyataan dan mengakibatkan krisis bagi perusahaan.

Dewan Komisaris dan Direksi mempunyai tanggung jawab dalam menjaga

kelangsungan usaha perusahaan dalam jangka panjang, dan hal ini tercermin salah satunya dari terlaksananya manajemen risiko yang baik. Hal ini juga sesuai dengan rekomendasi Komite Nasional Kebijakan Governance seperti tertuang dalam Pedoman Umum GCG Indonesia. Aktivitas-aktivitas diatas jika dilakukan, merupakan aktualisasi pengelolaan dan pengawasan manajemen risiko yang baik, dan juga sebagai bukti akuntabilitas dalam melaksanakan fungsinya.