ANALISIS NILAI TAMBAH HASIL SAMPING DAN LIMBAH DARI … · bahan pakan ternak, dan masih memiliki...
Transcript of ANALISIS NILAI TAMBAH HASIL SAMPING DAN LIMBAH DARI … · bahan pakan ternak, dan masih memiliki...
ANALISIS NILAI TAMBAH HASIL SAMPING DAN LIMBAH
DARI RUMAH POTONG HEWAN-UNGGAS DI KOTA DAN
KABUPATEN BOGOR
ELISA MASIMPAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul Analisis Nilai Tambah
Hasil Samping dan Limbah dari Rumah Potong Hewan-Unggas di Kota dan
Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi
Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari Karya Tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Elisa Masimpan
NIM B04120078
ABSTRAK
ELISA MASIMPAN. Analisis Nilai Tambah Hasil Samping dan Limbah dari
Rumah Potong Hewan di Kota dan Kabupaten Bogor . Dibimbing oleh EKO
SUGENG PRIBADI dan DORDIA ANINDITA ROTINSULU.
Rumah Potong Hewan-Unggas (RPH-U) adalah kompleks bangunan
dengan rancangan dan tata letak khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan
higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi kebutuhan
masyarakat umum. Kegiatan pemotongan di RPH-U menghasilkan limbah yang
harus diolah secara benar agar masih dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alur pembuangan limbah dari RPH-U
dan untuk menganalisis nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan limbah dan
hasil samping RPH-U. RPH-U yang menjadi tempat penelitian terdiri dari RPH-U
Bubulak yang terletak di wilayah Kota Bogor; RPH-U Cibinong, RPH-U Ciseeng,
dan RPH-U PT Ciomas Adisatwa yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor.
Hasil samping terdiri dari kepala, ceker, kulit, hati, ampela, dan usus dijual
terpisah dari karkas yang dijual ke pedagang di pasar tradisional dengan harga
yang beragam. Bulu dan darah yang merupakan limbah, memiliki manfaat sebagai
bahan pakan ternak, dan masih memiliki nilai tambah. Beberapa pelaku usaha
terlibat dalam penanganan limbah tersebut, seperti pengepul bulu, dan pemilik
kolam ikan. Bulu diangkut oleh pihak ketiga dan dikirimkan ke pabrik pakan
tepung bulu dalam bentuk basah. Nilai tambah yang diperoleh pengepul bulu
adalah Rp. 383,33/kg bulu basah.
Kata-kata kunci: analisis nilai tambah, hasil samping, limbah, RPH-U
ABSTRACT
ELISA MASIMPAN. Value-Added Analysis of By-Products and Waste Material
Produced by Poultry Slaughterhouses in District and Bogor City. Supervised by
EKO SUGENG PRIBADI and DORDIA ANINDITA ROTINSULU.
Poultry slaughterhouse is specific design and construction buildings that is
complies to specific technical and hygiene requirements and used as poultry
slaughter activity for public consumption. Slaughtering activity produces more
waste materials and can be generated value-added economically if they are
managed properly. This research aimed to know the disposal plot of waste
material from poultry slaughterhouse and to analyze the value-added of
processing waste material and by-product produced by poultry slaughterhouse.
Four poultry slaughterhouses were observed, namely RPH-U Bubulak located at
Bogor City area; RPH-U Cibinong, RPH-U Ciseeng, and RPH-U Ciomas
Adisatwa located at Bogor District. By-products consist of head, feet, skin, liver,
gizzard, and intestines were sold separately from carcass and were sold to the
seller in traditional market. Feathers were utilized as feather meal raw materials
for poultry feed and blood was utilized as fish feed, so that they had value-added
remainly. Some third parties who were involved in the waste material processing,
were feathers collector and fish pond owner. Wet feathers were picked up by third
party and distributed to feather meal factory to be processed as feather meal.
Value-added obtained by feathers collector is Rp. 383,33/kg wet feathers.
Keywords: by-product, poultry slaughterhouse, value added analysis, waste
materials
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan
ANALISIS NILAI TAMBAH HASIL SAMPING DAN LIMBAH
DARI RUMAH POTONG HEWAN-UNGGAS DI KOTA DAN
KABUPATEN BOGOR
ELISA MASIMPAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan kasih-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2016 ini ialah nilai
tambah asal limbah RPH-U, dengan judul Analisis Nilai Tambah Hasil Samping
dan Limbah dari Rumah Potong Hewan-Unggas di Kota dan Kabupaten Bogor .
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Eko S. Pribadi, MS., drh.
dan Ibu Dordia Anindita Rotinsulu, MSi., drh. yang tiada hentinya membimbing,
memberi semangat, serta memberi arahan selama penelitian dan pembuatan karya
tulis ini, serta Ibu Dr Wiwin Winarsih, MSi., APVet., drh. sebagai pembimbing
akademik yang selalu memberi semangat dan arahan. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik Kota
dan Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian Kota dan Kabupaten Bogor, RPH-U
Bubulak, RPH-U Cibinong, RPH-U Ciseeng, RPH-U PT Ciomas Adisatwa, serta
pihak-pihak lain yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Papa Ruben Palidan,
Mama S. Palinggi, Adik Yehezkiel Palidan serta seluruh keluarga dan teman-
teman yaitu Vania, Wira, Fany, Sonya, Martha, Betris, dan Ivana; Abiyoga,
Grimaldie, dan How Care; serta Intan Anindita dan Ummi Hani sebagai teman
seperjuangan, atas dukungan baik secara materi dan moril hingga saat ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat .
Bogor, Januari 2017
Elisa Masimpan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
METODE 4
Lokasi dan Waktu Penelitian 4
Responden 5
Pengambilan dan Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Karakteristik Rumah Potong Hewan-Unggas 6
Hasil Samping RPH-U 7
Limbah RPH-U 8
KESIMPULAN DAN SARAN 13
Kesimpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 13
RIWAYAT HIDUP 15
DAFTAR TABEL
1 Hasil samping dan limbah dari industri perunggasan serta potensi
pemanfaatannya 3
2 Model analisis nilai tambah 5
3 Penjualan dan harga produk samping RPH-U 8
4 Penanganan limbah cair dari RPH-U 8
5 Penanganan limbah padat RPU 9
6 Analisis nilai tambah limbah bulu terhadap usaha Bu Hj. Warti per hari 11
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir perjalanan hasil samping dan limbah dari RPH-U 7
2 Saluran pembuangan limbah RPH-U Bubulak sebelum dialirkan ke
Sungai Cisadane 9
3 Bangkai ayam di RPH-U Bubulak 11
PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di
dunia yang berdasarkan data tahun 2014 mencapai 252,20 juta jiwa dengan
tingkat pertumbuhan 1,4 % per tahun. Angka yang tinggi ini diikuti pertumbuhan
kebutuhan sumber protein hewani secara nasional. Salah satu sumber protein
hewani yang populer di Indonesia adalah daging ayam. Kebutuhan daging ayam
pada tahun 2014 mencapai 4,4 kg per kapita per tahun (BPS 2014). Tingginya
angka kebutuhan terhadap daging ayam sudah seharusnya diikuti dengan
perkembangan di sektor pendukung dalam industri perunggasan, termasuk tempat
pemotongan ayam dan Rumah potong hewan-unggas (RPH-U). Menurut
Direktorat Jenderal Peternakan (2013), dari tahun 2007 – 2011 Provinsi Jawa
Barat memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap total hasil ayam ras
pedaging nasional untuk memenuhi kebutuhan sumber protein hewani
masyarakat.
Kegiatan di RPH-U merupakan salah satu kegiatan yang menghasilkan
hasil utama berupa karkas ayam; hasil samping berupa jeroan, kepala dan kaki
(ceker); serta limbah yang berwujud padat dan cair. Hasil samping merupakan
barang yang dihasilkan selain karkas yang masih memiliki nilai jual dan dijadikan
bahan pangan oleh masyarakat.
Limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan pemotongan unggas berupa
bulu, kulit ceker, bangkai ayam, dan karkas tidak layak jual. Sedangkan limbah
cair yang dihasilkan berupa darah, feses, serta air bekas pemrosesan. Limbah
padat yang dihasilkan lebih mudah ditangani dibandingkan limbah cair. Salah satu
contoh penanganan limbah padat adalah bulu ayam yang dapat diolah menjadi
kemoceng (pembersih debu), dan tepung bulu ayam sehingga bulu ayam dianggap
masih memiliki nilai ekonomi. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan
pemotongan unggas antara lain, darah, air sisa pencelupan dan pencucian ayam,
serta pencucian peralatan. Saat ini, darah merupakan limbah yang dimanfaatkan
sebagai bahan pakan oleh peternak ikan lele. Limbah padat berupa bangkai ayam
dan karkas tidak layak jual juga dimanfaatkan oleh peternak ikan lele untuk
dijadikan bahan pakan. Darah yang ditampung dari proses pemotongan diolah
dengan proses pemanasan pada suhu tinggi sebelum diberikan untuk ikan lele.
Tujuan dari proses pemanasan adalah untuk mematikan organisme berbahaya
yang mencemari darah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mata rantai hasil samping dan
pengelolaan limbah dari RPH-U di Kota dan Kabupaten Bogor dan menghitung
nilai ekonominya.
2
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini menjadi informasi mengenai alur pengeluaran
hasil samping dan pengelolaan limbah dari RPH-U, dan nilai tambah ekonomi
dari kedua komponen tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Rumah Potong Hewan-Unggas
Rumah Potong Hewan (RPH) berdasarkan Permentan Nomor 13 Tahun
2010 adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan rancangan dan
syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi
masyarakat umum. Bangunan RPH-U merupakan tempat bagi usaha pemotongan
ayam skala besar (Murtidjo 2003). Rumah pemotongan unggas juga tidak bisa
didirikan di sembarang lokasi, dan harus mengikuti ketentuan SNI 01-6160-
1999 (Rahayu et al. 2011).
Kegiatan pemotongan unggas tak mungkin luput dari keberadaan bahan
buangan atau limbah. Limbah utama yang dihasilkan adalah darah, bulu, tulang,
dan ayam mati. Bagian lain yang tidak sengaja ikut terbuang menjadi limbah
adalah kepala ayam dan lemak yang terdapat di dalam rongga perut, ampela dan
ekor. Biasanya kepala ikut terbuang bersama bulu pada saat pencabutan bulu.
Limbah berupa lemak ikut terbuang bersama air yang mengalir pada saat
pencucian. Perbandingan limbah yang dihasilkan dari aktivitas pemotongan ayam
adalah darah sekitar 3,5%, limbah usus sekitar 5%, serta limbah ayam mati sekitar
0,5% dari jumlah ayam yang dipotong dalam satu hari (Voslarova et al. 2007;
Bolu dan Adakeja 2008). Limbah bentuk lain yang dihasilkan adalah limbah cair
yang berasal dari proses pencelupan ayam, pencucian ayam dan peralatan.
Pembuangan air limbah (efluen) yang mengandung nutrien yang tinggi ke
perairan umum akan menimbulkan eutrofikasi dan mengancam ekosistem
perairan. Untuk mencegah hal itu maka diperlukan cara agar komposisi padatan
organik tersuspensi dapat dikurangi. Cara yang dapat digunakan antara lain
memasang saringan pada saluran masuk dan keluar kolam penampung air limbah,
atau membuat fasilitas digester biogas untuk menghasilkan biogas sehingga dapat
mengganti bahan bakar LPG yang dibutuhkan perusahaan (Singgih dan Kariana
2010).
Limbah dari RPH-U, baik yang cair maupun padat, dapat bertindak sebagai
media pertumbuhan dan perkembanganbiakan mikroba sehingga limbah tersebut
mudah mengalami pembusukan. Selain itu, limbah- limbah tersebut, terutama
bulu unggas yang tercemar, dapat pula menjadi media perantara bagi virus Avian
Influenza untuk menginfeksi manusia (Soejoedono dan Handharyani 2007).
Jika limbah dari produksi hewan langsung dipaparkan ke tanah dalam
jumlah yang besar, limbah tersebut akan mencemari lingkungan, termasuk air
tanah (Tymczyna et al. 2010). Apabila mikroba tanah berada dalam jumlah tinggi,
limbah dengan kadar protein tinggi dapat menjadi penyebab hilangnya kadar
nitrogen sebanyak 50% dari total nitrogen yang hilang dari tanah dalam beberapa
bulan. Selain itu, bahan organik dalam limbah cair dapat menghambat pelepasan
3
nitrogen melalui pengikatan protein (Dewi et al. 2014). Kadar NO3 yang tinggi
akibat pencemaran limbah, terutama limbah yang berasal dari RPH-U ke tanah
maupun sungai, dan di dalam air minum dapat mengakibatkan sindrom baby blue,
kanker dan penyakit saluran pernapasan pada manusia, serta aborsi fetus pada
ternak (Kelleher et al. 2002).
Sebagian besar dari jenis hasil samping yang meliputi lemak, usus, kepala,
tulang sisa dari proses pengolahan daging tanpa tulang (boneless), kulit, hati,
ampela dan ceker/kaki ayam masih mempunyai nilai jual yang tinggi dan
dibutuhkan oleh pengguna tertentu. Limbah yang dihasilkan mempunyai potensi
untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan sumber protein, energi/lemak dan
mineral dalam pemeliharaan ternak unggas dan ruminansia. Pemanfaatan hasil
samping dan limbah asal RPH-U disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Hasil samping dan limbah dari industri perunggasan serta potensi
pemanfaatannya (Sams 2001)
Jenis hasil samping dan
limbah
Persentase
dari total
berat
hidup
Manfaat
Kotoran unggas – Pakan daur ulang asal kotoran yang
diolah dengan pengeringan
menggunakan panas, pupuk bagi
lahan pertanian
Bulu 7–8 Bahan untuk bantal, hiasan
dekoratif, perlengkapan olahraga,
pakan bulu
Kepala 2,5–3,0 Bahan pakan
Darah 3,2–3,7 Bahan pakan
Ampela dan proventrikulus 3,5–4,2 Dapat dijadikan bahan makanan,
sumber enzim chitinolytic
Ceker 3,5–4,0 Sup, minyak/lemak ayam
Usus dan kelenjar 8,5–9,0 Bahan pakan, minyak/lemak ayam
Bulu ayam mengandung sekitar 91% protein (keratin), 1% lemak, dan 8%
air. Rangkaian asam amino yang terkandung dalam bulu ayam sama dengan bulu
unggas lainnya, serta serupa dengan keratin dari cakar reptil. Rangkaian asam
amino terdiri dari cysteine, glutamine, proline dan serine. Sedangkan histidine,
lysine, tryptophan, glutamic acid dan glycine tidak ditemukan. Serine (16%)
merupakan asam amino yang paling berlimpah dalam bulu ayam (Kannappan dan
Bharathi 2012). Kendala utama pengolahan limbah bulu untuk dijadikan bahan baku pakan
ternak tingginya kadar keratin dan zat ini sangat sulit untuk dicerna. Salah satu teknik yang sering digunakan pada pembuatan pakan bulu adalah proses hydrothermal, yaitu bulu dihancurkan dengan tekanan tinggi pada suhu yang tinggi. Namun, proses hydrothermal ini dapat menghancurkan struktur asam amino esensial seperti methionine, lysine, tyrosine, tryptophan yang akhirnya menyebabkan rendahnya daya cerna dan turunnya nilai nutrisi pakan (Ekta dan Rani 2012).
4
Limbah lainnya seperti lemak ayam yang terbuang mengandung lemak/
minyak yang cukup tinggi jumlahnya. Oleh sebab itu, untuk dapat digunakan
sebagai pakan ternak, maka pengolahan ayam mati sebaiknya dilakukan setelah
pencabutan/ pembuangan bagian bulu dan pengurangan/ penurunan kandungan
lemak. Kandungan lemak dalam limbah padat maupun cair dapat
dikurangi/diturunkan melalui proses perebusan. Jumlah lemak yang dihasilkan
sebagai limbah dari proses pemotongan ayam di RPU tergantung kepada umur
dan ukuran/berat ayam yang dipotong. Jumlah limbah dalam bentuk lemak dari
seekor ayam segar utuh diperkirakan sekitar 7,80 –17,7% dari bobot ayam
tersebut. Selanjutnya, dari satu ekor ayam pedaging berukuran sedang (berat
sekitar 2 – 3 kg) dapat menghasilkan sekitar 100 g lemak yang menempel di
bagian ampela dan ekor, dan sekitar 2,10% lemak yang terdapat di bagian dada.
Minyak dan lemak yang mencemari air sering dimasukkan ke dalam kelompok
padatan yang mengapung di atas permukaan air. Berdasarkan PermenLH tahun
2006, Kadar minyak dan lemak maksimum yang diperbolehkan bagi kegiatan
rumah potong hewan adalah 15 mg/l.
Nilai Tambah
Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu bahan baku yang
disebabkan oleh proses pengolahan, pengangkutan ataupun penyimpanan dalam
suatu rantai produksi. Berdasarkan definisi tersebut, nilai tambah adalah selisih
lebih antara nilai produk dengan biaya pemasukan, tidak termasuk upah tenaga
kerja (Kemenkeu 2012). Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas
ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi. Bila komponen biaya antara
(biaya pengeluaran dan faktor produksi) yang digunakan nilainya semakin besar,
maka nilai tambah produk tersebut akan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya,
jika biaya antaranya semakin kecil, maka nilai tambah produk akan semakin besar
(Makki et al. 2001).
Menurut Soekartawi (2005), nilai tambah diartikan sebagai penambahan
nilai suatu bahan baku karena adanya penambahan fungsional seperti perlakuan
dan jasa yang menyebabkan bertambahnya kegunaan dan nilai bahan utama
pertanian. Sumber-sumber nilai tambah dapat diperoleh dari pemanfaatan faktor-
faktor produksi (tenaga kerja, modal, sumberdaya alam dan pengelolaan). Karena
itu, untuk menjamin agar proses produksi berjalan efektif dan efisien, maka nilai
tambah yang diciptakan perlu disebarkan secara adil. Analisis nilai tambah
merupakan metode perkiraan perubahan nilai bahan baku yang mendapat
perlakuan tambahan.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di empat RPH-U yang berada di Kota dan Kabupaten
Bogor, yakni RPH-U Bubulak, RPH-U Ciseeng, RPH-U Cibinong, dan RPH-U
PT Ciomas Adisatwa. Penelitian dimulai dari Januari hingga Juni 2016.
5
Penelusuran berikutnya dilakukan terhadap tapak penyebaran berdasarkan data
yang diperoleh dari RPH-U.
Responden
Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah RPH-U Terpadu
Bubulak yang berada di Kota Bogor; dan RPH-U Ciseeng, RPH-U Cibinong, dan
RPH-U PT Ciomas Adisatwa yang berada di wilayah Kabupaten Bogor.
Pengambilan dan Analisis Data
Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan setiap
pelaku di titik-titik mata rantai pengolahan hasil samping dan limbah yang berasal
dari RPH-U dan dengan cara mencatat data dan informasi dari segala sumber.
Data sekunder diperoleh dari studi pustaka, informasi dari instansi terkait, serta
berbagai media baik cetak maupun elektronik.
Analisis data dilakukan untuk mendapatkan angka nilai tambah dari
berbagai tahapan dari proses pengolahan hasil samping dan limbah usaha RPH-U
dengan menggunakan kerangka penghitungan dari Hayami et al. (1987) yang
disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Model analisis nilai tambah (Hayami et al. 1987)
Faktor Peubah Nilai
Pemakaian, hasil dan harga
(1) Hasil (kg/hari) A
(2) Pemakaian bahan baku (kg/hari) B
(3) Pemakaian tenaga kerja (HKP) C
(4) Faktor perubah D = A/B
(5) Koefisien tenaga kerja E = C/B
(6) Harga hasil (Rp/kg) F
(7) Upah tenaga kerja (Rp/HKP) G
Pemasukan dan keuntungan
(8) Harga bahan baku H
(9) Harga pemasukan lain I
(10) Nilai hasil J = D × F
(11) Pendapatan lain K
(12) a. Nilai tambah L = (J – H – I ) + K
b. Rasio nilai tambah M% = L/J × 100%
(13) a. Pemasukan tenaga kerja N = E × G
b. Bagian tenaga kerja O% = N/L × 100%
(14) a. Keuntungan P = L – N
b. Tingkat keuntungan Q% = P/J × 100%
Definisi istilah
1. Hasil merupakan barang atau jasa yang dihasilkan dari proses produksi.
2. Pemasukan merupakan barang atau jasa yang digunakan dalam proses produksi. Bahan baku adalah
barang yang dijadikan sebagai pemasukan utama produksi.
3. Harian kerja pria (HKP) adalah waktu yang digunakan oleh tiap tenaga kerja dalam satu hari. Pria yang
bekerja selama delapan jam tiap hari dihitung sebagai satu HKP.
4. Faktor perubah menunjukkan banyaknya hasil yang dihasilkan dari satu satuan pemasukan.
5. Koefisien tenaga kerja menunjukkan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk mengolah satu satuan
pemasukan.
6
6. Harga hasil adalah nilai dari produk yang dihasikan.
7. Upah tenaga kerja adalah imbalan bagi tenaga kerja (dalam satuan HKP).
8. Harga bahan baku adalah nilai bahan baku yang digunakan.
9. Harga pemasukan lain adalah nilai dari penggunaan pemasukan lain selain pemasukan utama.
Pemasukan lain yang termasuk dalam pelaku usaha pengolah hasil samping atau limbah RPH-U adalah
biaya operasional yang meliputi biaya perjalanan, biaya sewa tempat, biaya retribusi, biaya listrik dan
air dan biaya cicilan kendaraan.
10. Nilai hasil adalah nilai dari produk yang dihasikan dari penggunaan satu satuan pemasukan.
11. Pendapatan lain adalah jumlah biaya selain biaya penjualan yang didapatkan sebagai pemasukan.
Pendapatan lain yang dimaksud dalam usaha pengolah hasil samping atau limbah RPH-U adalah upah
yang diberikan oleh pelaku usaha RPH-U.
12. Nilai tambah adalah penambahan nilai yang terjadi pada suatu barang karena barang tersebut telah
mengalami proses lebih lanjut. Rasio nilai tambah adalah perbandingan nilai tambah dengan nilai hasil.
13. Pemasukan tenaga kerja adalah nilai imbalan bagi tenaga kerja dalam satu satuan HKP. Bagian tenaga
kerja adalah perbandingan pendapatan tenaga kerja dengan nilai tambah.
14. Keuntungan adalah selisih nilai hasil dan pemasukan. Keuntungan didapatkan dengan menghitung
selisih nilai tambah dengan pendapatan tenaga kerja. Tingkat keuntungan adalah perbandingan
keuntungan dengan nilai output.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karateristik Rumah Potong Hewan-Unggas
RPH-U merupakan tempat pemotongan ayam dengan daya tampung
pemotongan yang lebih besar dari pada tempat pemotongan ayam (TPnA). Sistem
pemotongan ayam di RPH-U pun lebih modern dibandingkan TPnA. Walau
demikian, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. RPH-U yang
diamati dalam penelitian ini adalah RPH-U Bubulak yang terletak di Kota Bogor;
RPH-U Ciseeng, RPH-U Cibinong, dan RPH-U PT Ciomas Adisatwa yang
terletak di Kabupaten Bogor.
Jenis unggas yang dipotong sebagian besar adalah ayam pedaging ras.
Hanya RPH-U Cibinong yang selain memotong ayam pedaging ras, juga
memotong ayam kampung jantan. Ayam- ayam yang dipotong berasal dari
berbagai tempat di dalam dan luar wilayah Jabodetabek. Bahkan beberapa
diantaranya berasal dari luar Pulau Jawa. Pengangkutan ayam- ayam tersebut
menggunakan truk.
Daya tampung pemotongan di tiap RPH-U berkisar antara 1000 hingga
lebih dari 5000 ekor tiap kali pemotongan. Daya tampung pemotongan di RPH-U
Bubulak dan RPH-U PT Ciomas Adisatwa sebanyak lebih dari 5000 ekor,
sedangkan RPH-U Ciseeng dan RPH-U Cibinong berkisar antara 1000 hingga
2000 ekor. Waktu pemotongan ayam tiap RPH-U juga beragam, sesuai dengan
kebijakan pengguna masing- masing RPH-U.
RPH-U menggunakan sistem pemotongan yang lebih modern dan sangat
terstruktur. Semua RPH-U yang menjadi responden memiliki sistem pemisahan
antara ruang bersih dan ruang kotor. Sistem pemisahan ini sangat diperlukan agar
karkas terjaga kebersihannya. Sebagian besar RPH-U telah menerapkan sistem
pemisahan antara saluran pembuangan darah dengan saluran pembuangan air
bekas pemrosesan, kecuali untuk RPH-U Ciseeng yang belum menerapkan sistem
ini. Adapun diagram alir perjalanan hasil samping dan limbah dari RPH-U pada
studi ini dapat dilihat pada Gambar 1.
7
Gambar 1 Diagram alir perjalanan hasil samping dan limbah dari RPH-U
Hasil Samping RPH-U
Hasil samping yang dimaksud di sini merujuk pada istilah jeroan yang
biasanya dijadikan bahan makanan oleh masyarakat Indonesia. Di beberapa
negara seperti Amerika dan Australia, jeroan yang meliputi ginjal, hati, usus,
esofagus, dan proventrikulus digunakan sebagai bahan pakan hewan. Bahan baku
pakan ini telah digunakan sebagai pengganti bahan pakan berbahan dasar ikan
untuk pakan ayam petelur (layers) (Salami dan Oyewole 1994). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Seong et al. (2015), jeroan memiliki kandungan air
yang cukup tinggi yaitu berkisar 76% – 83%. Ampela memiliki kandungan lemak
terkecil di antara jeroan lainnya, yaitu 0,81%, sedangkan jantung memiliki
kandungan lemak tertinggi, yaitu 4,53%. Kandungan protein dan kalori tertinggi
terdapat pada hati, masing- masing sebesar 17,70% dan 1426 cal/g.
8
Hasil samping (by product) yang dihasilkan oleh RPH-U antara lain usus,
ceker, hati, ampela (gizzard), jantung, kepala, dan kulit. Hasil samping tersebut
dijual oleh pihak pengguna RPH-U ke pasar- pasar tradisional yang berada di
Kota dan Kabupaten Bogor. Keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan hasil
samping menjadi milik pengguna RPH-U. Penjualan dan harga hasil samping
tersebut disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Penjualan dan harga produk samping RPH-U
Hasil Samping Penjualan Kisaran Harga Jual
(dalam rupiah)
Usus Dijual ke pedagang dalam keadaan
kotor atau bersih
1000/kg (dalam
keadaan kotor) –
9000/kg (dalam
keadaan bersih)
Ceker Dijual ke pasar dan pedagang 10000/kg –
14000/kg
Jantung Dijual bersama hati dan ampela -
Kulit Dijual ke pasar 10000/kg -
22000/kg
Kepala Dijual ke pasar 5000/kg – 7000/kg
Hati Dijual bersama ampela dan jantung
ke pasar, dijual ke pedagang hasil
samping
1500/pasang –
12000/kg
Ampela Dijual bersama hati dan jantung ke
pasar, dijual ke pedagang hasil
samping
-
Semua RPH-U menjual hasil samping ke pasar tradisional ataupun kepada
pedagang yang menjual hasil samping tersebut dengan harga yang beragam.
Setelah hasil samping dan karkas dipisahkan, hasil samping dibawa ke pasar
untuk dijual kepada pedagang dan beberapa pedagang sengaja datang untuk
mengambil hasil samping tersebut.
Limbah RPH-U
Limbah yang dihasilkan dari proses pemotongan ayam di RPH-U dapat
dibagi menjadi limbah cair dan padat. Pengelompokan ini dilihat dari wujud
limbah yang dihasilkan. Limbah cair meliputi darah, air bekas proses pemotongan,
dan feses. Limbah padat meliputi bulu, kulit ceker dan bangkai ayam. Tiap jenis
limbah ditangani oleh pihak pengguna RPH-U dengan cara yang berbeda- beda.
Air utamanya digunakan untuk proses pencelupan, pelepasan bulu,
pencucian ayam sebelum dan sesudah pengeluaran organ dalam (eviserasi),
pendinginan, pembersihan peralatan dan sarana, serta untuk mendinginkan
peralatan mekanik seperti kompresor dan pompa (Jayathilakan et al. 2012).
Pengelolaan limbah cair dari RPH-U dapat dilihat pada Tabel 4.
9
Tabel 4 Penanganan limbah cair dari RPH-U Jenis Limbah Cair Pengelolaan
Darah Diolah menjadi pakan ikan, dibuang melalui saluran
pembuangan khusus
Air bekas pemrosesan Dibuang melalui saluran pembuangan khusus (IPAL)
Feses Dialirkan ke saluran pembuangan
Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa tidak semua RPH-U memanfaatkan
darah sebagai bahan pakan. Beberapa RPH-U membuang darah hasil pemotongan
ke saluran pembuangan khusus. Saluran pembuangan ini bermuara ke sungai
dekat tempat masing- masing RPH-U berada, yaitu s. Ciliwung (RPH-U
Cibinong), dan parit di belakang RPH-U Ciseeng. Pengelola RPH-U tidak
mengetahui namanya.
Darah dari RPH-U Bubulak diambil secara cuma- cuma oleh Pak Badur
yang merupakan karyawan RPH-U Bubulak. Pak Badur dan kakaknya memiliki
kolam lele yang berada di daerah Parung, Jawa Barat. Darah yang ditampung
dijadikan bahan pakan untuk lele setelah diolah melalui proses pemanasan selama
beberapa jam. Pemilik ternak ikan (lele) juga mengambil darah yang berasal dari
RPH-U PT Ciomas Adisatwa untuk dijadikan pakan.
Semua RPH-U menangani air bekas pemrosesan dan manur dengan cara
yang sama. Air bekas pemrosesan dan manur dialirkan ke saluran pembuangan
khusus sebelum dialirkan ke sungai. Saluran pembuangan yang dimiliki oleh
RPH-U Bubulak terdiri atas beberapa lapis kemudian bermuara ke sungai
Cisadane. Saluran pembuangan RPH-U Bubulak dapat dilihat di Gambar 2.
Gambar 2 Saluran pembuangan limbah RPH-U Bubulak sebelum dialirkan ke
Sungai Cisadane
Limbah cair perlu ditangani secara baik dan benar oleh pengelola RPH-U.
Kesalahan dalam penanganan limbah cair dapat mempengaruhi kondisi
lingkungan sekitar RPH-U. Darah yang tidak terkumpul, lemak terlarut, dan feses
10
merupakan penyebab utama tingginya kadar BOD (Biological Oxygen Demand)
dalam limbah cair RPU (ASABE 1999).
Limbah padat RPH-U lebih mudah ditangani dibandingan limbah cair.
Manfaat limbah padat pun lebih banyak, sehingga tidak dibuang begitu saja.
Limbah padat RPH-U terdiri dari kulit ceker, bulu, bangkai ayam, dan karkas
yang tidak layak jual. Penanganan terhadap limbah padat RPH-U disajikan dalam
Tabel 5.
Tabel 5 Penanganan limbah padat RPU
Jenis Limbah Padat Penanganan
Kulit ceker Dibuang ke kolam lele, terbawa bersama bulu, dibuang
Bulu Diberikan kepada pemilik kolam ikan, diberikan kepada
tengkulak (pengepul bulu)
Bangkai ayam Diberikan kepada pemilik kolam lele, dibakar
(insinerasi)
Karkas tidak layak jual Diberikan kepada pemilik ternak, dibakar (insinerasi)
Bulu dihasilkan sebanyak 5 – 7% dari total berat ayam dewasa hidup. Bulu
tersusun lebih dari 90% keratin, yang merupakan protein berserat dan tidak larut
(Schimdt dan Line 1996; Swetlana dan Jain 2010). Bulu unggas yang selama ini
menjadi limbah RPH-U ternyata dapat dijadikan tepung bulu untuk pakan unggas.
Pakan tersusun tepung bulu dibuat dengan cara melakukan proses pemanasan
pada suhu 115˚ - 145˚C yang cukup untuk membunuh bakteri, virus, dan
mikroorganisme lain. Pakan yang disusun dari tepung bulu merupakan produk
protein yang bebas dari kemungkinan ancaman organisme berbahaya (biohazard)
dan ancaman kesehatan lingkungan (Hamilton 2012).
Pengepul bulu yang memasok bulu sebagai bahan baku ke pabrik pembuat
pakan tersusun tepung bulu memiliki peran yang penting. Pengepul bulu juga
membantu pihak pengguna RPH-U menangani limbah padat sehingga tidak
menjadi masalah bagi lingkungan, terutama lingkungan di dalam RPH-U.
Keempat RPH-U memberikan bulu- bulu yang menjadi limbah padat
secara cuma- cuma kepada pengepul bulu. Limbah bulu dari RPH-U Bubulak
ditampung oleh seorang pengepul bulu bernama Ibu Hj Warti. Selain mengambil
bulu dari RPH-U Bubulak, Ibu Hj Warti juga mengambil bulu dari beberapa unit
usaha tempat pemotongan ayam (TPnA) di Kota Bogor. Salah satu TPnAnya
adalah TPnA Berkah Putra. Ibu Hj Warti memasok bulu basah ke pabrik pembuat
tepung bulu ayam; dengan berat total mencapai tiga ton/hari. Ibu Hj Warti
memasok sebanyak 90 ton bulu basah per bulan. Ibu Hj Warti memasok ke pabrik
tepung bulu yang berlokasi di daerah Tangerang. Sama halnya dengan RPH-U
Bubulak, RPH-U PT Ciomas Adisatwa juga memberikan bulu kepada pengepul
bulu secara cuma-cuma. Pengepul yang menampung bulu diberi uang dari pihak
RPH-U PT Ciomas Adisatwa sebagai balas jasa karena pihak RPH-U merasa
terbantu dalam menangani limbah bulu yang menjadi keluhan masyarakat.
Selain bulu, bangkai ayam dan karkas tidak layak jual juga merupakan
limbah padat yang dihasilkan RPH-U. Menurut Pak Badur, salah seorang
karyawan di RPH-U Bubulak, bangkai ayam tersebut adalah ayam- ayam yang
mati dalam perjalanan dari tempat asalnya. Akan tetapi, jumlah ayam yang mati
akibat pengangkutan tersebut tidak banyak, dan tidak selalu ada di tiap kloter
11
pengangkutan. Bangkai ayam dan karkas tidak layak jual dari RPH-U Bubulak
diambil oleh Pak Badur yang memiliki usaha kolam ikan lele. Bangkai ayam yang
dikumpulkan akan dijadikan pakan bagi ikan lele. RPH-U Cibinong dan RPH-U
Ciseeng juga memberikan bangkai ayam dan karkas tidak layak jual kepada
pemilik kolam ikan secara cuma- cuma. RPH-U PT Ciomas Adisatwa tidak
memberikan bangkai ayam dan karkas tidak layak jual kepada pihak manapun.
Penanganan terhadap bangkai ayam dan karkas tidak layak jual di RPH-U PT
Ciomas Adisatwa dilakukan dengan cara pembakaran (insinerasi) menggunakan
Gambar 3 Bangkai ayam di RPH-U Bubulak
insinerator. Akan tetapi, karena banyak pihak yang menginginkan bangkai ayam
dan karkas tidak layak jual untuk dijadikan pakan ikan lele, maka pihak pengelola
RPH-U mengizinkan untuk mengeluarkan limbah padat tersebut setelah ada
kontrak antara kedua belah pihak dan kedua limbah tersebut harus dicacah terlebih
dahulu sebelum diserahkan ke pihak penampung. Pada waktu-waktu tertentu,
Manajemen RPH-U akan melakukan peninjauan mendadak ke lokasi pihak
pengambilan limbah bangkai ayam dan karkas tidak layak jual untuk memastikan
limbah yang mereka terima benar-benar untuk dijadikan pakan ikan lele.
Analisis Nilai Tambah RPH-U
Limbah yang dihasilkan dalam proses pemotongan ayam di RPH-U dapat
memiliki nilai tambah. Awalnya, limbah hanya dianggap sebagai buangan yang
tidak memiliki nilai jual sedikitpun, bahkan dianggap tidak berguna sama sekali.
Tanpa adanya penanganan khusus terhadap limbah tersebut, lingkungan dapat
tercemar, bahkan beberapa jenis limbah dapat menjadi media penularan penyakit
berbahaya. Disinilah peran penting pelaku usaha lain yang memanfaatkan limbah
untuk diolah menjadi sesuatu yang berguna dan bernilai jual. Menurut Hayami et
al. (1987), analisis nilai tambah pengolahan produk pertanian dapat dilakukan
dengan cara sederhana, yaitu melalui perhitungan nilai tambah per kilogram bahan
baku untuk satu kali pengolahan yang menghasilkan produk tertentu.
Dalam penelitian ini, ada seorang pelaku usaha yang mengumpulkan
limbah bulu. Bulu yang dikumpulkan dikirim ke pelaku usaha pembuat tepung
bulu. Pengepul bulu yang berhasil diwawancarai adalah Ibu Hj. Warti yang
mengumpulkan limbah bulu dari RPH-U Bubulak. Ibu Hj. Warti juga
mengumpulkan bulu dari beberapa unit usaha pemotongan ayam (TPnA) yang
berada di Kota Bogor.
12
Analisis nilai tambah terhadap limbah bulu RPH-U perlu dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar nilai tambah yang diperoleh oleh pelaku usaha
tersebut. Analisis nilai tambah dari usaha Ibu Hj. Warti disajikan di dalam Tabel
6.
Tabel 6 Analisis nilai tambah limbah bulu terhadap usaha Ibu Hj. Warti per hari
Faktor Peubah
Ibu Hj. Warti (Bulu Basah)
I Pemakaian, hasil, harga
1 Hasil (kg/hari) 3000
2 Pemakaian bahan baku (kg/hari) 3000
3 Pemakaian tenaga kerja (HKP) 4
4 Faktor perubah 1
5 Koefisien tenaga kerja (HKP/kg) 0,0013
6 Harga hasil (Rp/kg) 500
7 Upah rata-rata tenaga kerja (Rp/HKP) 33333,33
II Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga bahan baku (Rp/kg) 0
9 Harga pemasukan lain (Rp/kg) 127,78
10 Pendapatan lain (Rp/kg) 11,11
11 Nilai hasil (Rp/kg) 500
12 a. Nilai tambah (Rp/kg) 383,33
b. Rasio nilai tambah 77%
13 a. Pendapatan tenaga kerja (Rp/kg) 44,44
b. Bagian tenaga kerja 12%
14 a. Keuntungan (Rp/kg) 338,89
b. Tingkat keuntungan 68%
Ibu Hj. Warti mengumpulkan limbah bulu dalam keadaan basah (tidak
dikeringkan), dan menjualnya kepada pelaku usaha lain, yaitu pabrik tepung bulu
tetap dalam keadaan basah. Dengan demikian, faktor konversinya bernilai 1 yang
berarti tiap 1 kg bulu basah yang dikumpulkan akan menghasilkan 1 kg bulu
basah siap jual.
Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha Ibu Hj. Warti berjumlah empat
orang pria. Keempat tenaga kerja tersebut bertugas mengangkut bulu di tiap-tiap
RPH-U. Tenaga kerja tersebut diberi upah sebanyak Rp. 1.000.000,00 per bulan.
Koefisien tenaga kerja dari usaha Ibu Hj. Warti adalah 0,0013 HKP/kg, yang
berarti diperlukan 0,0013 HKP atau setara dengan 0,0104 jam (37,4 detik) untuk
mengolah 1 kg bulu basah. Harga input bahan baku bernilai Rp 0 karena seluruh bulu yang diperoleh
oleh Ibu Hj. Warti diperoleh secara cuma- cuma oleh RPH-U. Pihak RPH-U
memberikan secara cuma- cuma karena bulu dianggap sebagai buangan yang
tidak diinginkan, bahkan pihak RPH-U merasa terbantu oleh kehadiran usaha
pengepul bulu dalam mengangani limbah bulu tersebut.
13
Biaya input lain yang harus dikeluarkan oleh usaha Bu Hj. Warti senilai
Rp.320.000,00 per hari, dengan rincian biaya pengangkutan bulu sebesar Rp.
300.000,00 dan cicilan kendaraan sebesar Rp. 20.000,00.
Nilai tambah yang diperoleh oleh usaha Bu Hj. Warti adalah Rp. 383,33,
yang dihitung dengan mengurangi nilai output dengan harga input bahan baku dan
input lain, kemudian ditambahkan dengan pendapatan lain. Keuntungan yang
diperoleh oleh usaha Bu Hj. Warti adalah Rp. 338,89/kg.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan pemotongan ayam di RPH-U
dibedakan menjadi limbah cair dan limbah padat. Limbah cair terdiri dari darah,
air bekas proses pemotongan ayam; serta feses. Limbah padat terdiri dari kulit
ceker, bulu, bangkai ayam, dan karkas tidak layak jual. Beberapa limbah memiliki
manfaat sebagai bahan pakan bagi ternak, sehingga memiliki nilai tambah.
Beberapa pelaku usaha terlibat dalam penanganan limbah tersebut, seperti
pengepul bulu, dan pemilik kolam ikan. Keberadaan pelaku usaha tersebut
memiliki peranan yang penting bagi RPH-U dalam usaha menangani limbah yang
dihasilkan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian serupa di RPH-U berbeda di daerah lain untuk
mengetahui alur perjalanan limbah dari RPH-U. Selain itu, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai analisis nilai tambah ekonomik pada pelaku
usaha lanjutan dari usaha pengepul bulu, yaitu usaha pembuat tepung bulu dan
pembuat pakan ayam, sehingga nilai tambah secara keseluruhan mulai dari awal
hingga akhir dapat diketahui. Perlu juga ada penelitian mengenai keberadaan
mikroorganisme patogen di limbah RPH-U serta ketahanannya terhadap
antibiotika yang dapat mempengaruhi kesehatan hewan, manusia, serta
lingkungan sekitar RPH-U. Selain itu, pihak pengelola RPH-U perlu mengadakan
perjanjian tertulis dengan pihak ketiga yang mengambil bangkai ayam sebagai
pakan ikan lele untuk menghindari penyalahgunaan bangkai tersebut.
DAFTAR PUSTAKA.
[ASABE] American Society of Agricultural and Biological Engineers. 1999.
Manure production and characteristics. Standard ASAE D384.1 Dec 99
(DCN 00160). Michigan: American Society of Agricultural Engineers.
14
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Data perkiraan jumlah penduduk beberapa
negara tahun 2000-2014 [internet]. [diunduh 13 Oktober 2016]. Tersedia
pada: https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/960.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Data konsumsi rata-rata per kapita beberapa
macam bahan makanan penting tahun 2007-2014 [internet]. [diunduh 13
Oktober 2016]. Tersedia pada:
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/950.
Bolu SA, Adakeja A. 2008. Effects of poultry offal meal and soybean meal
mixtures in the performance and carcass quality of broiler chicks. Afr J
Food, Agric Nutr and Develop. 8(4): 441 – 550.
Dewi EK, Nuraini Y, Handayanto E. 2014. Manfaat biomasa tumbuhan lokal
untuk meningkatkan ketersediaan nitrogen tanah di lahan kering Malang
Selatan. JTSL. 1(1):17-26.
[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 2013. Total Produksi Nasional
Daging. Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan.
Ekta T dan Rani G. 2012. Rapid conversion of chicken feather to feather meal
using dimeric keratinase from Bacillus licheniformis ER-15. J Bioprocess
Biotechniueq. 2:4.
Hamilton CR. 2012. Real and perceived issues involving animal proteins.
Research and Nutritional Services. Darling International Incorporated
U.S.A.
Hayami Y, Kawagoe T, Morooka Y, Siregar M. 1987. Agricultural marketing and
processing in Upland Java: a perspective from a Sunda Village. Bogor (ID):
CGPRT Centre.
Jayathilakan K, Sultana K, Radhakrishna K, Bawa AS. 2012. Utilization of
byproducts and waste materials from meat, poultry and fish processing
industries: a review. J Food Sci Technol. 49(3):278–293.
Kannappan S dan Bharathi D. 2012. Exploration on amino acid content and
morphological structure in chicken feather fiber. JTATM. 7:3.
Kelleher BP, Leahy JJ, Henihan AM, O’Dwyer TF, Sutton D, Leahy MJ. 2002.
Advances in poultry litter disposal technology – a review. Bioresource
Technology. 83:27–36.
[Kemenkeu] Kementrian Keuangan RI. 2012. Kajian nilai tambah produk
pertanian [internet]. Tersedia pada:
http://www.kemenkeu.go.id/Kajian/kajian-nilai-tambah-produk-pertanian.
Makki MF, Hartono S, Masyhuri. 2001. Nilai tambah agroindustri pada sistem
agribisnis kedelai di Kalimantan Selatan. JAE. 7(2): 1-10.
Murtidjo BA. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Rahayu I, Sudaryani T, Santosa H. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Depok (ID):
Penebar Swadaya. (205-206).
Salami RI dan Oyewole SOO. 1994. Replacement of fish meal by sun dried
visceral offal meal in the diets of broiler starter and finisher. J. Anim. Prod.
24(1): 37-42.
Sams AR. 2001. Poultry Meat Processing. Boca Raton (US): Taylor & Francis.
(19-32).
Schmidt WF dan Line MJ. 1996. Physical and chemical structures of poultry
feather fibre fractions in fibre process development. In: Proceedings of the
15
TAPPI Nonwoven conference 11-13 March, Charlotte, North Carolina,
Atlanta, GA: Technical Association of the Pulp and Paper Industry, 135-140.
Seong PN, Cho SH, Park KM, Kang GH, Park BY, Moon SS, dan Ba HV. 2015.
Characterization of chicken by-products by mean of proximate and
nutritional compositions. Korean J Food Sci Anim Resour. 35(2): 179–188..
Singgih ML, Kariana M. 2008. Peningkatan produktivitas dan kinerja lingkungan
dengan pendekatan green productivity pada rumah pemotongan ayam.
[internet]. Tersedia pada: http://personal.its.ac.id/files/pub/3846-moses-ie-
20080811%20PENINGKATAN%20PRODUKTIVITAS%20DAN%20KIN
ERJA%20LINGKUNGAN%20%20moses%20&%20mera.pdf.
Soejoedono RD, Handharyani E. 2007. Flu Burung. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya. (25-26).
Soekartawi. 2005. Analisis Usaha Tani. Jakarta (ID): UI Press. (57-58)
Suradi K. 2009. Perubahan sifat fisik daging ayam broiler post mortem
selama dalam temperatur ruang di . Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat.
[laporan penelitian]. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Swetlana N dan Jain PC .2010. Feather degradation by strains of Bacillus
isolated from decomposing feathers. Brazilian Journal of
Microbiology. .41 http://dx.doi.org/10.1590/S1517-83822010000100028.
Tymczyna L, Chmielowiec-Korzeniowska A, Saba. L. 2010. Effect of a pig
farm on the physical and chemical properties of a river and ground water.
Pol. J. Environ. Stud. 9: 97-102.
Voslarova EB, Janackova L, Rubesova A, Kozak I, Bedanova L, Steinhauser V,
Vecerek. 2007. Mortality rates in poultry species and categories during
transport for slaughter. Acta Vet Brno. 76:101-108.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 28 September 1994 di Bekasi, Jawa Barat.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan bapak Ruben
Palidan dan ibu Sattu Palinggi.
Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1998 Di TK Nusantara
Bekasi. Kemudian melanjutkan tahap sekolah dasar di SD Strada Bhakti Wiyata II
Bekasi. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Katolik
Rajawali Makassar dan lulus pada tahun 2009. Tingkat pendidikan SMA
diselesaikan oleh penulis dari SMA Negeri 5 Makassar pada tahun 2012.
Setelah lulus SMA, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Sarjana
Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan di Fakultas
Kedokteran Hewan. Selama menjadi mahasiswa, penulis tergabung dalam
Himpunan Profesi Ruminansia FKH IPB.