PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA

27
133 BAB 11. PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA Sesuai dengan Undang-Undang Minerba no.4 Tahun 2009, menyebutkan pada tahun 2014, perusahaan tambang harus memiliki smelter. Ini berarti pengusaha tidak boleh menjual bahan tambang dalam bentuk raw material. Sebanyak 57 jenis barang tambang mineral dikenai bea keluar 20% sebagai syarat saat diimpor oleh pengusaha pemilik usaha pertambangan. Hal itu berarti semua jenis mineral diwajibkan membayar bea keluar hingga para penambang selesai membangun fasilitas pengayaan (smelter). Mulai 2014. Peraturan Menteri Keuangan no.75/PMK.011/2012 tanggal 16 Mei 2012 tentang Penetapan Bea ekspor yang dikenakan Timbul pertanyaan: bagaimana dengan batubara ?. Apabila pemerintah adil maka untuk batubara juga dikenakan aturan yang sama. Tetapi hingga saat ini belum diputuskan, padahal sebagian besar batubara Indonesia banyak yang diekspor, sedang yang dimanfaatkan untuk keperluan domestik (dalam negeri) relatif sedikit. Gambar 11.1. Tambang batubara skala besar Beberapa sifat batubara yang perlu dipertimbangan dalam usaha meningkatkan kualitas batubara adalah sebagai berikut:

Transcript of PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA

Page 1: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

133

BAB 11. PENINGKATAN NILAI TAMBAH BATUBARA

Sesuai dengan Undang-Undang Minerba no.4 Tahun 2009, menyebutkan pada tahun 2014, perusahaan tambang harus memiliki smelter. Ini berarti pengusaha tidak boleh menjual bahan tambang dalam bentuk raw material. Sebanyak 57 jenis barang tambang mineral dikenai bea keluar 20% sebagai syarat saat diimpor oleh pengusaha pemilik usaha pertambangan.

Hal itu berarti semua jenis mineral diwajibkan membayar bea keluar hingga para penambang selesai membangun fasilitas pengayaan (smelter).

Mulai 2014. Peraturan Menteri Keuangan no.75/PMK.011/2012 tanggal 16 Mei 2012 tentang Penetapan Bea ekspor yang dikenakan

Timbul pertanyaan: bagaimana dengan batubara ?. Apabila pemerintah adil maka untuk batubara juga dikenakan aturan yang sama. Tetapi hingga saat ini belum diputuskan, padahal sebagian besar batubara Indonesia banyak yang diekspor, sedang yang dimanfaatkan untuk keperluan domestik (dalam negeri) relatif sedikit.

Gambar 11.1. Tambang batubara skala besar

Beberapa sifat batubara yang perlu dipertimbangan dalam usaha meningkatkan kualitas batubara adalah sebagai berikut:

Batubara pada saat ditambang masih merupakan bongkah-bongkah dengan berbagai ukuran.

Batubara dipastikan mengandung lempung atau pasir kuarsa halus Batubara dipastikan mengandung sulfur baik yang anorganik maupun sulfur yang

organik (hasil kinerja bakteri). Selama masih berbentuk batubara pembentukan sulfur akan terjadi. Dengan demikian

maka batubara tidak akan terbebas sulfur seberapapun kecilnya. Selama berada di stock pile, pembentukan gas methana terus berlanjut

Page 2: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

134

11.1. USAHA PENINGKATAN KUALITAS BATUBARABeberapa usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas batubara antara lain:

1. Menyeragamkan ukuran dengan crushing, sieving tanpa blowinga. Dilakukan dengan proses crushing dilanjutkan dengan sievingb. Hasilnya: serbuk batubara yang siap pakai untuk industry PLTU dan sejenisnyac. Lain-lain

1. Kandungan sulfur tidak berkurang2. Kandungan lempung/pasir halus sebagai pengotor tidak berkurang3. Menghasilkan juga butiran batubara yang lolos sieve yang dianggap

sebagai limbah. Namun serbuk halus ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku briket batubara

4. Serbuk batubara (yang tidak lolos sieve) harus diangkut dalam bentuk curah, karena bila dikemas dalam kantong akan timbul panas dan gas methana yang cukup berbahaya

2. Menyeragamkan ukuran dengan crushing, sieving dengan blowinga. Dilakukan dengan proses crushing dilanjutkan dengan sieving dan blowingb. Hasilnya: serbuk batubara yang siap pakai untuk industry PLTU dan sejenisnyac. Hasil samping: serbuk batubara halus dan lempung/pasir halus, dianggap

sebagai limbah, namun dapat dimanfaatkan sebagai briket batubarad. Lain-lain

o Kandungan sulfur tidak berkurango Serbuk batubara (yang tidak lolos sieve) harus diangkut dalam

bentuk curah, karena bila dikemas dalam kantong akan timbul panas dan gas methana yang cukup berbahaya

o Kandungan lepungnya sudah direduksi.3. Meningkatkan kandungan karbon dalam batubara

a. Dilakukan dengan proses crushing, sieving dan blowing b. Serbuk batubara yang dihasilkan, dipanaskan dalam kondisi tanpa oksigen.c. Hasil: serbuk batubara dengan kandungan carbon cukup tinggi d. Hasil samping: uap yang keluar dari pemanasan batubara, kemudian didestilasi

menghasilkan asam humat yan dapat dimanfaatkan untuk keperluan industry.e. Kandungan sulfur dalam batubara ikut menguap bersama dengan airnya.

Campuran uap sulfur dan air dipisahkan, dan akan didapatkan kristal sulfur. f. Lain-lain

o Kandungan sulfur hilango Kandungan air berkurango Kandungan carbon meningkato Kandungan lempung berkurang

4. Meningkatkan batubara menjadi cokes Merupakan tindaklanjut dari proses ke-3 Batubara dipanaskan dalam bejana tanpa oksidasi (dalam kondisi reduksi)

Page 3: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

135

Uap air akan menguap dan ditampung di tempat diluar bejana proses pemanasan. Uap air ini kemudian didistilasi menghasilkan asam humat yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri.

11.2. PENCAIRAN BATUBARABatubara dalam keadaan padat dicairkan dengan melalui berbagai proses. Tujuan pencairan batubara adalah untuk memudahkan pengangkutan dan dapat dialirkan melalui pipa. Proses tersebut adalah:

1. Pembuatan COM Coal Oil Mixture (COM) merupakan batubara berbentuk cair. Teknologi pencairan batubara ini dikembangkan oleh Coal Liquid International of USA dengan prinsip sebagai berikut: Telah dicoba pembuatan batubara cair dengan 3 cara yaitu, (a). proses umum, (b). proses ultra sonic , (c). penggilingan basah (a). Proses umum

Batubara yang sudah digiling halus (pulverized coal), bunker C oil, air dan additive, dimasukan dalam tanki campur (mixing tank) diaduk dengan cara agitasi sampai rata.

Adukan yang sudah merata dan stabil dialirkan ke dalam tanki penyimpan. Additif yang ditambahkan berupa cairan yang dikenal sebagai Surface Active

Agent (SAA). Molekul SAA ini mempunyai sifat: pada satu sisi bersifat hydrophilic, afinitas terhadap air cukup baik disamping itu bersifat pula hydrophobic. Oleh sebab itu SAA bersifat hidrophylic dan hydrophobic, artinya SAA ini dapat melarutkan dan membersihkan minyak dan juga dapat membentuk busa dengan air. Molekul SAA beroperasi pada interface antara molekul minyak dan air, atau antara minyak dengan batubara. Tanpa penambahan SAA, interface tidak akan stabil, dan setelah dengan SAA interface menjadi stabil.

Batubara cair ini siap dimanfaatkan. Skema proses pembuatannya adalah sebagai berikut:

(b). Ultrasonic process Pada awalnya proses ini dikembangkan oleh Coal Liquid Internastional of USA, dengan prinsip dasar proses sebagai berikut:

Batubara sebagai bahan utama digerus dalam pulverizer sampai ukuran 200 mesh.

Serbuk batubara+

bunker C oil+ air+ additive

Mixing tank (automatic

mixing + agitation

+SAA

Storage tank COM

Page 4: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

136

Komposisi campuran terdiri dari batubara gerus 50%, bunker C oil 40%, dan air tawar 10%, dimasukkan dalam mixing plant dan diaduk.

Dipergunakan air, karena air mempunyai kemampuan pembakaran (combustion capability).

COM yang terbentuk belum stabil, oleh karenanya dialirkan melalui ultrasonic device (yang dikembangkan oleh Coal Liquid International USA)

Ultrasonic berfungsi untuk melepaskan molekul air batubara, kemudian batubara diselimuti oleh bunker C oil.

Di dalam alat ultrasonic, butiran-butiran batubara sangat halus sehingga tidak dimungkinkan terjadi agregasi pada butiran-butiran tersebut.

Setelah melalui proses ultrasonic, COM yang dihasilkan menjadi stabil dan dapat disimpan dalam tanki penyimpanan yang dilengkapi dengan pemanasan otomatis (automatic heating) dengan temperature 60oF.

Proses stabilisasi yang dilakukan oleh alat ultrasonic dapat memecahkan masalah bahan bakar yang menunjukkan stabilitas statis dan stabilitas dinamis. Stabilitas dinamis adalah keteraturan retensi bahan bakar (COM) ketika mengalir melalui pipa ke pembakar

(c). Proses penggilingan basah (wet grinding process) Batubara dalam bentuk raw materials, bersama dengan bunker C oil, air dan

ditambahkan additif sejenis SAA dimasukkan ke dalam ball-mill kemudian digiling dengan cara ball mill diputar.

Ball mill diputar sampai bahan-bahan yang dicampurkan merata dan berbentuk cair.

Cairan ini disebut COM. COM ini siap dimanfaatkan sebagai bahan bakarCatatan

Serbuk batubara 50%+ Bunker C oil 40%+ air 10%

Mixing tank

dengan agitation

COM belum

stabil+ SAA

Ultrasonic device

Storage tank

Page 5: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

137

Nilai ekonomi penggunaan COM sangat tergantung pada harga minyak. Ketika harga minyak melambung tinggi maka harga COM masih dibawah harga bunker C oil, sehingga produksi COM masih menguntungkan. Pada saat ini, dimana harga minyak melambung tinggi, pemakaian bunker C oil untuk membuat COM menjadi tidak competitive. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari COM antara lain:

COM tidak menyebabkan polusi udara Abu hasil pembakaran di boiler ditampung di boiler, sedang fly ash ditiup

mempergunakan flue gas ke bag filter.COM demonstration plant di Inchon China lebih menyukai batubara jenis bituminous yang tinggi nilai kalorinya, rendah kadar abunya (<4%), sedang volatile matter-nya masih dapat ditolerir sampai 45%. Apabila dipakai batubara dengan volatile matter tinggi, maka ketika dilaksanakan penggerusan batubara, dialirkan udara yang bebas O2 dalam heater.

(2).Pembuatan Coal Water Fuel (CWF)Dalam situasi harga minyak melambung seperti saat ini, sudah saatnya batubara ditengok kembali sebagai salah satu energy alternatif pada saat ini sudah harus dimulai dipikirkan dan mulai dikembangkan. Di antara produk minyak yang peranannya perlu diganti dengan batubara adalah minyak bakar. Minyak bakar saat ini banyak dipergunakan pada industry pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Sebagian kebutuhan minyak bakar tersebut di atas dapat digantikan oleh batubara dalam bentuk CWF.Bahan bakar CWF ini berbentuk campuran batubara halus dan air ditambahkan additif yang sifat fisiknya mendekati minyak bakar, sehingga instalasi minyak bakar yang sudah ada tetap dapat dipakai. Bahan bakar yang semula minyak digantikan dengan CWF. Perlu dicatat, hasil kajian di beberapa negara, penggantian minyak bakar dengan CWF pada instalasi tersebut ternyata lebih menguntungkan daripada mendirikan instalasi baru pembakaran batubara halus (pulverized coal).

Batubara yang dipergunakan sebagai bahan baku CWF dalam bentuk butir. Oleh sebab itu batubara terlebih dahulu digerus dengan alat pulverizer

Hasil penggerusn ini kemudian diayak dengan sieve untuk mendapatkan ukuran di bawah 200 mesh. Disamping itu karena pada saat memproduksi CWF

Raw coal+ bunker C oil+ additive+ air

Ball mill yang menghasilkan stabilized COM

Storage tank

Page 6: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

138

diperlukan penggilingan batubara, maka perlu diketahui angka kekerasan batubara (hardgrove grndability index).

Batubara yang dimanfaatkan mempunyai kandungan abu dan belerang rendah Batubara yang dimanfaatkan juga cukup lunak (HGI 64) sehingga untuk

memperoleh butir batubara halus tidak akan mengalami kesulitan. Additif masih diperlukan. Additif ini berfungsi menurunkan tegangan

permukaan atau surfactant. Bahan ini harus efektif dan murah. Additif pada umumnya dipilih zat organic yang mempunyai rantai/gusus –N-CH2-CH2-O. Selain itu additif dapat membentuk muatan listrik pada permukaan yang menimbulkan gaya tolak menolak antar butiran batubara. Interaksi antara gaya elektrostatik dan gaya van der Waals pada kondisi tertentu dapat mengurangi penggumpalan. Terdapat 3 kelompok jenis ini, yaitu anionic, kationik dan non-ionik. Pada berbagai percobaan yang dilakukan dipilih additif non-ionik yaitu additif jenis kanji, molasses, teksophon, dan CMC (Carboxyl Methyl Cellulosa).

Percobaan pembuatan CWFo Untuk percobaan ini diperlukan blender dengan kecepatan putar 13.00

rpm, tabung silinder standar, alat pengujian pen-test dan konsentrasi. Pada tahap awal dibuat campuran tertentu batubara halus, air dan additif secara manual.

o Kemudian campuran tersebut dimasukkan ke dalam blender dan diaduk-aduk selama 4 menit.

o CWF yang diperoleh dituangkan ke dalam tabung gelas standard an didiamkan selama waktu tertentu. Sementara dilakukan pengujian pen-test dan konsentrasi secara periodic. Variabel dalam percobaan terdiri dari jumlah dan jenis additif serta konsentrasi batubara dalam CWF.

Catatan Dari berbagai percobaan ternyata jenis additif jenis CMC

memberikan kestabilan CWF yang hampir sempurna. Hasil percobaan menunjukkan penambahan jumlah CMC sebanyak

0,30%, kestabilan CWF mendekati sempurna. Berdasarkan hasil uji konsentrasi kestabilan CWF dapat dipertahankan sampai dengan 60 hari.

Hasil percobaan dengan pemakaian additif CMC sebanyak 0,30%, memberikan hasil konsentrasi batubara dibatasi sampai 60% saja, dengan ukuran butiran < 75 mikron, karena penambahan lebih dari 60% batubara tidak mau mengalir.

Catatan Pada awalnya batubara dijual dalam bentuk bongkah-bongkah Perkembangan selanjutnya,

o dilakukan crushing, sieving dan diangkut dengan tongkang dalam bentuk curah

Page 7: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

139

o dilakukan crushing, sieving diangkat dengan tongkang dalam bentuk packing (dimasukan dalam karung). Keadaan ini cukup berbahaya karena selama dalam keadaan di packing akan timbul panas dan muncul gas methana yang mudah terbakar.

Untuk masa mendatang ada kemungkinan gambut juga perlu ditingkatkan kualitasnya. Caranya dengan mengurangi kandungan air dalam gambut, yaitu dengan cara:

o Diperas (compacting)o Dihaluskano Dikeringkan dengan sinar matahario Hasil samping: air sisa yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk tanaman

Bagaimana dengan crude oil (minyak mentah)o Apabila pemerintah konsekuen dengan konsep aturan dalam

pengelolaan bahan tambang secara umum, maka: Pemerintah tidak dapat lagi menjual crude oil Ekspor crude oil oleh kontraktor production sharing harus

dikenakan pajak sesuai dengan Undang-Undang Minerba

Gambar 11.2. Model pengangkutan batubara

(3). Minyak Synthetis dari Batu Bara Keluar dari OPEC karena menjadi net importer minyak bumi, Indonesia mulai beralih pada batu bara, yang jumlahnya tergolong masih melimpah. Pemanfaatan batu bara itu tidak hanya dalam bentuk padat untuk membangkitkan pembangkit listrik tenaga uap, tetapi juga dicairkan menjadi minyak sintetis pengganti solar.Pemanfaatan batu bara (dalam bentuk raw materials) untuk otomotif sebenarnya telah dilakukan beberapa abad lalu pada lokomotif, yaitu sejak ditemukannya mesin uap. Namun, penggunaannya tidak berkembang karena bahan bakar ini menimbulkan polusi dan kurang praktis.Sementara itu, penggunaan minyak bumi lebih menjanjikan dan prospektif kala itu. Namun, dengan melonjaknya harga minyak bumi belakangan ini, penggunaan batu bara mulai ditengok lagi. Penelitian demi penelitian yang berkaitan batubara dilakukan lagi.Potensi cadangan batu bara di Indonesia disebut-sebut mencapai 36,3 miliar ton, tetapi

Page 8: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

140

sebagian besar, yaitu 85,2 persen, berkualitas rendah, disebut juga batu bara lignit. Sayangnya, batu bara yang bernilai kalor rendah ini tidak ekonomis pengangkutannya. Karena itu, dipikirkan untuk memanfaatkannya di mulut tambang sebagai pembangkit atau dicairkan di lokasi tambang. Pada proses ini di daerah tambang batubara (yang tempatnya tidak lagi terjangkau dengan metode penambangan dalam) yang diambil gas methana-nya, yang dikenal dengan Coal Bed Methana(CBM). CBM lebih efektif bila dilakukan pada daerah tambang batubara yang luas dan tidak dimungkinkan lagi untuk ditambang. Hal itu dipertimbangkan dengan catatan penambangan batubara yang cukup dalam relatif mahal dan banyak risiko terutama yang berkaitan dengan K-3. Dengan teknik pencairan tersebut, batu bara mudah digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dan dapat menekan polusi.. Penelitian terus berlanjut untuk meningkatkan mutu minyak sintetis ini. Walaupun saat ini minyak sintetis ini baru sebatas untuk minyak lampu/ dan kompor, ada kemungkinan dimodifikasi untuk kendaraan bermotor/mesin industri. Perlu diingat teknologi merupakan ilmu yang tak terbatas.“Pencairan batu bara merupakan upaya untuk meningkatkan nilai ekonomis batu bara rendah sehingga dapat dipasarkan secara komersial sebagai minyak sintetis.(a). Proses likuifikasi batubara menjadi minyak synthetis.Dibandingkan dengan minyak:

berat molekul batu bara lebih besar daripada minyak dan mengandung hidrogen lebih sedikit, tetapi lebih banyak oksigen, sulfur, dan nitrogen dari pada minyak.

Karena itu, batu bara memiliki densitas energi lebih sedikit daripada minyak.Mencermati dan membandingkan komposisi kimia dari batubara dengan minyak bumi, secara teoritis batubara dapat diubah menjadi minyak buatan (synthetis) diubah menjadi bahan bakar bersih dengan densitas energi lebih tinggi dengan cara:

memisahkan sulfur dan nitrogen dan meningkatkan kandungan hidrogennya.

(b). Caranya:

Likuifikasi batu bara dilakukan dengan mengubah wujud batu bara yang telah bebas abu dengan dipanaskan sampai 450 derajat Celsius dan tekanan 180 bar (satuan tekanan udara).Produk cair dari otoklaf dipisahkan dengan alat destilasi vakum, Cairan fraksi berat hasil destilasi lalu diekstraksi dengan pelarut untuk pemisahan fraksi lebih lanjut. Bahan bakar yang padat itu dapat dikonversi menjadi minyak fraksi berat, medium, dan ringan, untuk bahan bakar mobil dan pesawat terbang.Teknologi pencairan batu bara itu telah dilakukan lembaga pengembangan energi Jepang (NEDO), beberapa dasawarsa lalu. Namun, teknologinya sendiri pertama kali diperkenalkan oleh F Bergius, kimiawan Jerman yang memperoleh paten produksi bahan bakar cair dari batu bara dengan memakai tambahan hidrogen pada batu bara di tahun 1913

Mengacu pada pengalamannya, NEDO kemudian bekerja sama dengan BPPT untuk hal yang sama mulai tahun 1993. Penelitian difokuskan pada pemanfaatan sampel batu bara

Page 9: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

141

Indonesia dari Tanjung Enim (Sumatera Selatan), Cerenti (Riau), dan Kalimantan Timur.Pengujian dan analisa dilakukan di laboratorium pencairan batu bara di Laboratorium Sumber Daya Energi (LSDE), Pusppitek Serpong, dan di Laboratorium Nippon Brown Coal Liquefaction (NBCL).(c).HambatanPabrik percontohanEvaluasi awal menunjukkan bahwa batu bara di Banko Selatan terbaik untuk proses likuifikasi dengan hasil minyak lebih dari 70 persen berat.Adapun dari segi teknologinya, pencairan batu bara tersebut sudah terbukti berhasil dalam skala laboratorium. Dari pengembangan teknik pencairan batu bara itu telah dihasilkan paten katalis untuk proses tersebut yang disebut limonit. Paten tersebut dimiliki bersama BPPT dan NEDO.Tahap berikutnya adalah pengembangan pabrik pencairan pada skala yang lebih besar, sampai pada tingkat komersial. Dalam hal ini tengah dipersiapkan desain dan rancang bangun pabrik percontohan berkapasitas 6.000 ton per hari.Akan tetapi, karena biaya pembangunannya yang sangat tinggi, yaitu mencapai 1,3 miliar dollar AS, BPPT pada tahun 2005 sudah mengusulkan pembangunan pabrik kapasitas 3.000 ton per hari, dengan dana yang dibutuhkan sekitar 800 juta dollar AS.

Menurut perhitungan diatas kertas, meskipun menyerap dana yang relatif besar, pabrik pencairan batu bara ini ini dapat menghasilkan minyak sintetis yang harganya kompetitif dan menguntungkan.Harga jual minyak sintetis batu bara untuk pabrik berkapasitas 3.000 ton per hari adalah 29,3 dollar AS-33,4 dollar AS per barel.Pembangunan pabrik berkapasitas 3.000 ton per hari itu sebenarnya sudah disepakati akan didanai oleh Bank Sentral Jepang, JEBIC. Namun, rencana tersebut belum terealisasi karena pihak Jepang meminta jaminan teknologi dari Pemerintah Indonesia.

Hal ini, jelas memberatkan Indonesia karena apabila pabrik tersebut mengalami kegagalan, sepenuhnya harus ditanggung pihak Indonesia. Sebagai jalan tengahnya akan diusulkan jaminan teknologi ditanggung kedua belah pihak.Dengan terlaksananya pembangunan pabrik pencairan batu bara, Indonesia akan menjadi salah satu perintis penerapan teknologi baru pencairan batu bara langsung.Selama ini, pencairan batu bara tidak langsung yang disebut Sasol telah dikembangkan oleh Afrika Selatan. Untuk penerapan teknologi Sasol, Indonesia juga menawarkan kerja sama dengan negara Afrika tersebut.

Page 10: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

142

Gambar 11.3. Skema pembuatan minyak synthetis dari batubara

(4). Gasifikasi (coal gasification)

Secara optis batubara sering merupakan bongkahan berporus tinggi dengan kadar air yang sangat bervariasi.

Berikut disertakan penelitian terkini dalam usaha peningkatan batubara.

Gambar 11.4. Struktur ideal batubara

(1). Gasifikasi (coal gasification)Secara sederhana, gasifikasi adalah proses konversi materi organik (batubara, biomass atau natural gas) biasanya berbentuk padat menjadi CO dan H2 (synthesis gases) dengan bantuan uap air dan oksigen pada tekanan atmosphere atau tekanan tinggi. Rumus sederhananya:

Coal + H2O + O2 à H2 + CO

Page 11: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

143

(a). Fisher Tropsch prosesFisher Tropsch adalah sintesis CO/H2 menjadi produk hidrokarbon atau disebut senyawa hidrokarbon synthetik/ synthetik oil. Synthetik oil banyak digunakan sebagai bahan bakar mesin industri/transportasi atau kebutuhan produk pelumas (lubricating oil).

(2n+1)H2 + nCO → CnH(2n+2) + nH2O

(b). Hidrogenasi (hydrogenation)Hidrogenasi adalah proses reaksi batubara dengan gas hydrogen bertekanan tinggi. Reaksi ini diatur sedemikian rupa (kondisi reaksi, katalisator dan kriteria bahan baku) agar dihasilkan senyawa hidrokarbon sesuai yang diinginkan, dengan spesifikasi mendekati minyak mentah. Sejalan perkembangannya, hidrogenasi batubara menjadi proses alternatif untuk mengolah batubara menjadi bahan bakar cair pengganti produk minyak bumi, proses ini dikenal dengan nama Bergius proses, disebut juga proses pencairan batubara (coal liquefaction).

(c). Pencairan Batubara (coal liquefaction)Coal liquefaction adalah terminologi yang dipakai secara umum mencakup pemrosesan batubara menjadi BBM synthetik (synthetic fuel). Pendekatan yang mungkin dilakukan untuk proses ini adalah: pirolisis, pencairan batubara secara langsung (Direct Coal Liquefaction-DCL) ataupun melalui gasifikasi terlebih dahulu (Indirect Coal Liquefaction-ICL). Secara intuitiv aspek yang penting dalam pengolahan batubara menjadi bahan bakar minyak synthetik adalah: efisiensi proses yang mencakup keseimbangan energi dan masa, nilai investasi, kemudian apakah prosesnya ramah lingkungan sehubungan dengan emisi gas buang, karena ini akan mempengaruhi nilai insentiv menyangkut tema tentang lingkungan. Undang-Undang No.2/2006 yang mengaatur tentang proses pencairan batubara.

Efisiensi pencairan batubara menjadi BBM syntetik adalah 1-2 barrel/ton batubara4). Jika diasumsikan hanya 10% dari deposit batubara dunia dapat dikonversikan menjadi BBM synthetik, maka produksi minyak dunia dari batubara maksimal adalah beberapa juta barrel/hari. Hal ini jelas tidak dapat menjadikan batubara sebagai sumber energi alternatif bagi seluruh konsumsi minyak dunia. Walaupun faktanya demikian, bukan berarti batubara tidak bisa menjadi jawaban alternatif energi untuk kebutuhan domestik suatu negara. Faktor yang menjadi penentu adalah: apakah negara itu mempunyai cadangan yang cukup dan teknologi yang dibutuhkan untuk meng-konversi-kannya. Jika diversivikasi sumber energi menjadi strategi energi suatu negara, pastinya batubara menjadi satu potensi yang layak untuk dikaji menjadi salah satu sumber energi, selain sumber energi terbarukan (angin, solar cell, geothermal, biomass). Tetapi perlu diingat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mempertimbangkannya tidaklah tanpa batas, karena sementara negara-negara lain sudah melakukan kebijakan-kebijakan konkret domestik maupun luar negeri untuk mengukuhkan strategi energi untuk kepentingan negaranya.

Page 12: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

144

(c-1). Pencairan batubara metode langsung (DCL)Pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal Liquefaction-DCL,dikembangkan cukup banyak oleh negara Jerman dalam menyediakan bahan bakar pesawat terbang. Proses ini dikenal dengan Bergius Process, baru mengalami perkembangan lanjutan setelah perang dunia kedua.

DCL adalah proses hydro-craacking dengan bantuan katalisator. Prinsip dasar dari DCL adalah meng-introduksi-an gas hydrogen kedalam struktur batubara agar rasio perbandingan  antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk senyawa-senyawa hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses ini telah mencapai rasio konversi 70% batubara (berat kering) menjadi sintetik cair. Pada tahun 1994 proses DCL kembali dikembangkan sebagai komplementasi dari proses ICL terbesar setelah dikomersialisasikan oleh Sasol Corp.

Tahun 2004 kerjasama pengembangan teknologi upgrade (antara China Shenhua Coal Liquefaction Co. Ltd. dengan West Virginia University) untuk komersialisasi DCL rampung, untuk kemudian pembangunan pabrik DCL kapasitas dunia di Inner Mongolia. Dalam Phase pertama pabrik ini akan dihasilkan lebih dari 800.000 ton bahan bakar cair pertahunnya.Berikut adalah kapasitas produksi Shenhua DCL Plant, Inner Mongolia

Phase I:Plant Cost Estimate               :                       800 mio. USDCoal Input estimate               :                       2,1 mio. MT/aYield of oil products               :                       845.300 MT/aEstimate production cost       :                       USD 24/bblKomposisi oil products yang dihasilkan adalah sebagai berikut:Diesel                                     : 591.900         (MT/a)Naphtha                                  : 174.500         (MT/a)LPG                                        : 70.500           (MT/a)Liquid Ammonia                     : 8.300             (MT/a)Total                                       : 845.300         (MT/a)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perkiraan harga produksi tiap-tiap produk BBM synthetik adalah sebesar USD 24 per barrel, jauh lebih rendah dibandingkan harga minyak mentah dunia saat ini yang berkisar di atas USD 60/barrel. Dengan beberapa data penunjang saja, maka break event point-nya sudah dapat dihitung.

Yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi adalah beberapa faktor dibawah:

Pencapaian dari sebuah proses DCL sangat tergantung dari pada jenis feedstock /(spesifikasi batubara) yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah sistem yang bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.

Jenis batubara tertentu mempunyai kecenderungan membentuk lelehan (caking

Page 13: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

145

perform), sehingga menjadi bongkahan besar yang dapat membuat reaktor kehilangan tekanan dan gradient panas terlokalisasi (hotspot). Hal ini biasanya diatasi dengan mencampur komposisi batubara, sehingga pembentukan lelehan dapat dihindari.

Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses gasifikasi terlebih dahulu, sehingga tidak terlalu mempengaruhi berjalannya proses.

Termal fragmentasi merupakan phenomena yang terjadi dimana serpihan batubara mengalami defragmentasi ukuran hingga berubah menjadi partikel-partikel kecil yang menyumbat jalannya aliran gas sehingga menggangu jalannya keseluruhan proses. Hal ini dapat diatasi dengan proses pengeringan batubara terlebih dahulu sebelum proses konversi pada reaktor utama (Lihat skema Brown Coal Liquefaction di bawah)

(c-2). Proses Pencairan Batubara Muda rendah emisi (Low Emission Brown Coal Liquefaction) Tahapan proses pencairan batubara muda (Brown Coal Liquefacion):

1. Pengeringan/penurunan kadar air secara effisien2. Reaksi pencairan dengan limonite katalisator3. Tahapan hidrogenasi untuk menghasilkan produk minyak (oil) mentah4. De-ash-ing Coal Liquid Bottom/heavy oil (CLB)5. Fraksinasi/pemurnian light oil (desulfurisasi,pemurnian gas,destilasi produk)

Cooperative Study of Development ofLow Grade Coal Liquefaction Technology,

2003Gambar 11.5. Proses liquefaction batubara

Page 14: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

146

Landasan dalam mengembangkan ujicoba produksi (pilot scale) proses pencairan batubara adalah:

Produk liquid oil yang dihasilkan harus mencapai lebih dari 50% Proses pengoperasian harus berjalan dengan kontinuitas lebih daripada 1500 jam. Tahapan proses de-ash-ing harus mencapai kadar ash (abu) < 500 ppm. Optimalisasi/pengembangan proses pengeringan (de-water-ing) baru

Bersama ini disertakan publikasi yang berkaitan dengan teknik pencairan batubara oleh Muhamad Jauhary

Adalah suatu kenyataan bahwa, cadangan sumber daya energi di Indonesia saat ini sudah semakin terbatas. Sebagai gambaran, Indonesia saat ini hanya memiliki 4.300 juta ton cadangan minyak atau hanya sekitar 0,36% dari total cadangan minyak dunia tahun 2006 sebesar 1.208.200 juta ton. Dengan tingkat produksi sebesar 390 juta ton per tahun, produksi minyak bumi di Indonesia diperkirakan hanya dapat bertahan dalam 11 tahun ke depan.

Sementara itu, gas alam yang juga merupakan salah satu sumber energi utama di Indonesia hanya memiliki cadangan yang ekuivalen dengan masa produksi selama 35,54 tahun. Demikian pula batubara, Indonesia saat ini hanya memiliki cadangan yang relatif terbatas, yaitu sebesar 4.968 juta ton atau 0,55% dari total cadangan batubara dunia. Dengan tingkat produksi mencapai 120 juta ton per tahun, diperkirakan batubara di Indonesia dapat diproduksi selama 41,43 tahun.

Menyadari hal tersebut, Pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan di bidang pengembangan sumber energi alternatif pada awal tahun 2006. Kebijakan tersebut tertuang dalam 3 ketentuan, yaitu Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Perpres No 1/2006 tentang Bahan Bakar Nabati, dan Inpres

1

Page 15: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

147

No 2/2006 tentang batu bara yang dicairkan sebagai bahan bakar lain. Dengan kebijakan tersebut, Pemerintah ingin mendorong peran dunia usaha dalam pengembangan bahan bakar alternatif sebagai substitusi terhadap bahan bakar minyak. Salah satu yang diinginkan oleh Pemerintah adalah pengembangan batu bara cair.

Penelitian dan Pengembangan Batu Bara Cair

Sebagai alternatif untuk menggantikan energi minyak bumi, saat ini telah dikembangkan teknologi pencairan batubara sebagai bahan bakar yang hampir setara dengan output minyak bumi. Pengembangan produksi bahan bakar sintetis berbasis batu bara pertama kali dilakukan di Jerman tahun 1900-an dengan menggunakan proses sintesis Fischer-Tropsch yang dikembangkan Franz Fisher dan Hans Tropsch. Pada 1930, disamping menggunakan metode proses sintesis Fischer-Tropsch, mulai dikembangkan pula proses Bergius untuk memproduksi bahan bakar sintesis. Sementara itu, Jepang juga melakukan inisiatif pengembangan teknologi pencairan batubara melalui proyek Sunshine tahun 1974 sebagai pengembangan alternatif energi pengganti minyak bumi.

Pada 1983, NEDO (the New Energy Development Organization), organisasi yang memfokuskan diri dalam pengembangan teknologi untuk menghasilkan energi baru juga berhasil mengembangkan suatu teknologi pencairan batubara bituminous dengan menggunakan tiga proses, yaitu solvolysis system, solvent extraction system dan direct hydrogenation to liquefy bituminous coal sebagaimana terlihat di Gambar 1.

Selanjutnya ketiga proses tersebut terintegrasi dalam proses NEDOL (NEDO Liquefaction), suatu proses pencairan batubara yang dikembangkan oleh NEDO, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil pencairan yang lebih tinggi.

Seiring dengan berjalannya waktu, Peneliti NEDO mengidentifikasi bahwa cadangan batubara di dunia pada umumnya tidak berkualitas baik, bahkan setengahnya merupakan batubara dengan kualitas rendah, seperti: sub-bituminous coal dan brown coal. Kedua jenis batubara tersebut lebih banyak didominasi oleh kandungan air. Peneliti Jepang kemudian mulai mengembangkan teknologi untuk menjawab tantangan ini agar kelangsungan energi di Jepang tetap terjamin, yaitu dengan mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah lingkungan. Dikembangkanlah proses pencairan batubara dengan nama Brown Coal Liquefaction Technology (BCL), dengan langkah-langkah yang dijelaskan pada Gambar 2. Economic Review ● No. 208 ● Juni 2007 2

Page 16: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

148

Page 17: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

149

Gambar 1 Filosofi Pengembangan Batubara Cair pada Proses NEDO Liquefaction (NEDOL)

Langkah pertama adalah memisahkan air secara efisien dari batubara yang berkualitas rendah. Langkah kedua melakukan proses pencairan di mana hasil produksi minyak yang dicairkan ditingkatkan dengan menggunakan katalisator, kemudian dilanjutkan dengan proses hidrogenasi di mana heteroatom (campuran sulfur-laden, campuran nitrogen-laden, dan lain lain) pada minyak batubara cair dipisahkan untuk memperoleh bahan bakar bermutu tinggi, kerosin, dan bahan bakar lainnya. Kemudian sisa dari proses tersebut (debu dan unsur sisa produksi lainnya) dikeluarkan. Kelebihan Batu Bara Cair

Dalam perkembangannya, para peneliti telah melakukan berbagai terobosan teknologi untuk menghasilkan batubara cair yang berkualitas. Dengan demikian, pengembangan batu bara cair ini akan menjadi suatu industri yang prospektif bagi pelaku usaha untuk berinvestasi karena memiliki beberapa kelebihan, antara lain :

1. Harga produksi lebih murah, yaitu setiap barel batu bara cair membutuhkan biaya produksi yang tidak lebih dari US$15 per barel. Bandingkan dengan biaya produksi rata-rata minyak bumi yang berlaku di dunia saat ini yang mencapai US$23 per barel.

2. Jenis batu bara yang dapat dipergunakan adalah batu bara yang berkalori rendah (low rank coal), yakni kurang dari 5.100 kalori, yang selama ini kurang diminati pasaran.

Economic Review ● No. 208 ● Juni 2007 3

Page 18: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

150

Gambar 2 Alur Pemrosesan Batubara Cair melalui

Proses Brown Coal Liquefaction (BCL) Technology 3. Setiap satu ton batu bara padat yang diolah dalam reaktor Bergius dapat

menghasilkan 6,2 barel bahan bakar minyak sintesis berkualitas tinggi. Bahan ini dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti bahan bakar pesawat jet (jet fuel), mesin diesel (diesel fuel), serta gasoline dan bahan bakar minyak biasa.

4. Teknologi pengolahannya juga lebih ramah lingkungan. Dari pasca produksinya tidak ada proses pembakaran, dan tidak dihasilkan gas CO2. Kalaupun menghasilkan limbah (debu dan unsur sisa produksi lainnya), masih dapat dimanfaatkan untuk bahan baku campuran pembuatan aspal. Bahkan sisa gas hidrogen masih laku dijual untuk dimanfaatkan menjadi bahan bakar.

5. Bila teknologi dan biaya produksi batu bara cair tersebut dianggap tidak kompetitif lagi, perusahaan dapat berkonsentrasi penuh memperoduksi gas hidrogen dan tenaga listrik yang masih memiliki prospek sangat cerah. Karena dengan memanfaatkan Panel Surya berteknologi tinggi (Photovoltaic), energi matahari yang mampu ditangkap adalah 100 kali lipat dibandingkan dengan panel biasa. Setiap

Economic Review ● No. 208 ● Juni 2007 4

Page 19: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

151

panel dapat menghasilkan daya sebesar satu megawatt, dengan biayanya hanya US$ 5 atau 100 kali lebih murah dibandingkan dengan menggunakan instalasi panel surya yang biasa.

Prospek Batu Bara Cair Dunia Di Masa Depan

Melihat kondisi kelangkaan energi minyak bumi dimasa depan, China melakukan inisiatif langkah-langkah konkrit melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pencairan batu bara. Sementara itu NEDO, sebagai bagian dari program kerjasama Internasional telah melakukan instalasi peralatan pencairan batubara di China pada 1982 sebagai bagian dari uji coba pencairan batu bara China, termasuk melakukan eksplorasi katalis untuk proses pencairan batubara serta pengembangan kemampuan sumber daya manusia. Sejak tahun 1987, pemerintah China telah menawarkan NEDO untuk melakukan uji kelayakan lokasi pabrik pencairan batubara di Provinsi Heilongjiang dengan memanfaatkan batubara Yilan. Sebaliknya, dengan mempertimbangkan sebagai negara importir minyak bumi dimasa depan, pada tahun 1992 pemerintah Indonesia telah meminta bantuan kerjasama Internasional kepada NEDO untuk melakukan penelitian dan pengembangan brown coal. Inisiatif tersebut ditindaklanjuti tahun 1994 dengan menandatangani memorandum kerjasama antara NEDO bersama dengan BPPT (Badan Pengkajian Penerapan Teknologi) untuk penelitian dan pengembangan teknologi pencairan brown coal di Indonesia sebagai persiapan untuk komersialisasi pabrik pencairan batubara cair.

Produksi Batu Bara Cair di Indonesia

Di Indonesia sendiri, pengembangan batu bara cair mulai direspon setelah pemerintah mengeluarkan Inpres No. 2/ 2006 tentang batubara yang dicairkan. Salah satu investor yang tertarik adalah Sugiko MOK Energy yang bernisiatif untuk membangun pabrik pemrosesan batubara cair di Sumatera Selatan. Sugico MOK Energy merupakan perusahaan patungan antara PT. Sugico Graha (perusahaan tambang batubara di Indonesia yang memiliki areal penambangan batubara di Sumatera Selatan) dan Mok Industries LLC asal Amerika (perusahaan yang memiliki Teknologi Solar Energy yang paling murah dan efisien di dunia). Proses produksi batu bara cair yang dilakukan oleh Sugico MOK adalah menggunakan sistem hidrogenasi yang memanfaatkan energi matahari. Dengan inovasi Photovoltaic, energi panas matahari yang ditangkap melalui solar cell diubah menjadi energi listrik, yang menghasilkan daya pada setiap panelnya sebesar satu megawatt dengan jangka waktu 1 jam dan biaya tidak lebih dari US$ 5 per barel. Energi listrik yang dihasilkan ada dua macam, yaitu arus listrik yang bersifat bolak-

Economic Review ● No. 208 ● Juni 2007 5

Page 20: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

152

balik (AC) sehingga dapat dimanfaatkan untuk penerangan serta keperluan lainnya, dan arus listrik yang searah (DC) atau yang digunakan untuk air (H2O). Dalam proses ini air akan diubah menjadi oksigen dan hidrogen. Unsur hidrogen tersebut akan dimanfaatkan dalam proses hidrogenasi, yang mengubah batubara padat menjadi cair. Proses hidrogenasi ini dilakukan dalam reaktor Bergius. Setiap satu ton batubara padat yang diolah dalam reaktor ini akan menghasilkan 6,2 barel BBM sintesis berkualitas tinggi. Direncanakan pada tahun 2011 kapasitas produksi batubara cair yang dihasilkan pabrik Sugico MOK sekitar 20 ribu barel batu bara cair per hari.

Investasi Batubara Cair

Saat ini telah tercatat 11 perusahaan batu bara telah menandatangani kesepakatan membentuk konsorsium untuk berpartisipasi dalam program pencairan batubara di Indonesia yang diperkirakan menelan investasi hingga US$ 9,6 Miliar. Konsorsium itu merupakan business to business yang terdiri dari perusahaan Jepang dan Indonesia. Di antara perusahaan yang akan terlibat, adalah PT Adaro Indonesia, PT Jorong Barutama Gestron, PT Berau Coal, PT Bumi Resources, PT DH Power, PT Bayan Resources, PT Ilthabi Bara Utama, PT Rekayasa Industri, PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk., PT Pertamina (Persero), AES Asia & Middle East. Konsorsium itu akan bekerja sama dengan sejumlah institusi dari Jepang yakni METI, NEDO, JBIC, JCOAL, Kobe Steel Ltd, dan Sojitz. Teknologi batubara cair yang digunakan adalah brown coal liquefaction (BCL) dari Jepang.

Diperkirakan untuk pembangunan pabrik pencairan batu bara berkapasitas 13.500 barel per hari, dibutuhkan investasi hingga US$ 1,3 miliar per pabrik. Pendanaan yang setara dengan Rp 11,7 triliun, dengan kurs Rp 9.000 per dolar Amerika Serikat. Kepala Balitbang Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Nenny Sri Utami mengatakan, hingga 2025 sedikitnya dibutuhkan tujuh pabrik untuk mencapai target pemanfaatan batu bara cair sebanyak dua persen. Hasil produk batu bara yang dicairkan berupa bahan bakar cair pengganti bahan bakar minyak yang akan distandarkan dengan BBM.

Kepala Pusat Riset dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bukin Daulay, mengatakan program pencairan batubara tersebut akan dijalankan dalam tiga tahapan. Pertama, tahap pembangunan kilang untuk semi komersial pada 2009 berkapasitas 13.500 barel per hari dengan nilai investasi US$1,3 miliar. Kedua, pembangunan kilang tambahan dengan kapasitas yang sama dengan nilai investasi US$800 juta, sehingga pada 2017 diperkirakan kapasitas mencapai 27.000 barel. Ketiga, adalah pembangunan kilang komersial sebanyak enam unit dengan total investasi diperkirakan US$9,6 miliar.

Economic Review ● No. 208 ● Juni 2007 6

Page 21: PENINGKATAN NILAI  TAMBAH BATUBARA

153

Mengenai pembiayaan program, Bukin menuturkan Pemerintah Jepang telah berkomitmen memberikan hibah US$110 juta untuk PSU (process supporting unit). Sedangkan dana yang berasal dari pinjaman 60% akan didanai oleh pinjaman Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Direktur Divisi 2 Departemen Keuangan Internasional JBIC, Shin Oya, membenarkan komitmen pinjaman tersebut. Dan sebagai garansi, JBIC menginginkan sisa dana yang dibutuhkan dari pinjaman berasal dari bank komersial, baik berasal dari bank swasta Jepang maupun dari Indonesia sebagai private guarantee.

Insentif Pemerintah

Dari pengalaman para pelaku usaha pencairan batubara di negara lain, investor umumnya menginginkan beberapa insentif dari Pemerintah untuk menggairahkan investasi di proyek pencairan batubara ini. Insentifnya antara lain menyangkut dukungan finansial, insentif pajak (termasuk tax holiday dan royalty) dan skema harga batubara. Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral, Simon Felix Sembiring menuturkan Pemerintah akan memberikan insentif sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 2/2006, yaitu berupa insentif pajak. Dalam pelaksanaannya, Departemen ESDM akan selalu berkonsultasi dengan Departemen Keuangan selaku pemegang kebijakan fiskal untuk penentuan insentif tersebut. Sedangkan untuk skema harga yang merupakan salah satu aspek terpenting dalam kelangsungan investasi ini akan dirumuskan dengan tujuan agar batubara cair ini mampu bersaing dengan harga minyak di pasaran. Perkiraan awal untuk harga batubara cair agar cukup kompetitif adalah US$ 42/barel, dengan catatan harga minyak dunia tidak mengalami perubahan yang cukup besar, yaitu pada kisaran harga US$ 60 s.d US$ 70 per barel.

Referensi :

1. Sadao Tanaka :”Bulletin of The Japan Institute Of Energy”, 78 (798), 1999

2. “Development of Coal Liquefaction Technology- Bridge for Commercialization”, Nippon Coal Oil Co., Ltd.

3. Haruhiko Yoshida: “Coal Liquefaction Pilot Plant”, New energy and Industrial Technology Development Organization.

Catatan kerja