analisis mitokondria 16S pada kerapu

24
IDENTIFIKASI SPESIES IKAN KERAPU DI PASAR IKAN KARANGASEM MENGGUNAKAN GEN 16S rRNA DNA MITOKONDRIA Ni Luh Made Ika Yulita Sari Hadiprata 1,2,3,* , I Gusti Ngurah Kade Mahardika 1,2,3 , I Nengah Wandia 1 1. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana 2. Laboratorium Biomedik 3. Indonesian Biodiversity Research Center * E-mail : [email protected], [email protected] ABSTRAK Kerapu adalah ikan karang yang dapat dikembangkan sebagai sumber devisa negara karena memiliki nilai jual yang tinggi selain karena rasanya yang lezat dan bergizi tinggi. Untuk dapat mengetahui karakter dan tingkat keragaman genetik kerapu, identifikasi spesies perlu dilakukan. Perairan Karangasem adalah salah satu perairan yang kaya akan terumbu karang sebagai habitat dari kerapu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi spesies kerapu yang terdapat di perairan Karangasem. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik PCR (polymerase chain reaction) dengan menggunakan gen 16S rRNA DNA mitokondria sebagai penanda molekulernya. Sampel ikan kerapu dikoleksi dari pasar ikan Karangasem yang berjumlah 11 sampel. Sekuens dari masing-masing sampel diperoleh dari hasil analisis

description

identifikasi genetik ikan kerapu menggunakan teknologi biomolekuler, dengan fragment 16S DNA mRNA Mitokondria.

Transcript of analisis mitokondria 16S pada kerapu

Page 1: analisis mitokondria 16S pada kerapu

IDENTIFIKASI SPESIES IKAN KERAPU DI PASAR IKAN KARANGASEM MENGGUNAKAN GEN 16S rRNA DNA MITOKONDRIA

Ni Luh Made Ika Yulita Sari Hadiprata1,2,3,*, I Gusti Ngurah Kade Mahardika1,2,3, I Nengah Wandia1

1. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

2. Laboratorium Biomedik

3. Indonesian Biodiversity Research Center

* E-mail : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Kerapu adalah ikan karang yang dapat dikembangkan sebagai sumber devisa negara karena

memiliki nilai jual yang tinggi selain karena rasanya yang lezat dan bergizi tinggi. Untuk dapat

mengetahui karakter dan tingkat keragaman genetik kerapu, identifikasi spesies perlu dilakukan.

Perairan Karangasem adalah salah satu perairan yang kaya akan terumbu karang sebagai habitat

dari kerapu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi spesies kerapu yang

terdapat di perairan Karangasem. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

PCR (polymerase chain reaction) dengan menggunakan gen 16S rRNA DNA mitokondria

sebagai penanda molekulernya. Sampel ikan kerapu dikoleksi dari pasar ikan Karangasem yang

berjumlah 11 sampel. Sekuens dari masing-masing sampel diperoleh dari hasil analisis di

Berkeley Sequencing Facility, California. Sekuens sampel kemudian dianalisis dengan BLAST

dan dicocokkan dengan sekuens yang terdapat pada GenBank. Hasil analisis menunjukkan

bahwa enam spesies dapat diidentifikasi yaitu Cephalopholis leopardus, Cephalopholis

cyanostigma, Cephalopholis miniata, Cephalopholis sonnerati, Variola albimarginata, dan

Epinephelus fasciatus.

Kata Kunci : Kerapu, 16S rRNA DNA Mitokondria, Karangasem

ABSTRACT

Page 2: analisis mitokondria 16S pada kerapu

Grouper is a reef fish that can be developed as a source of foreign exchange because it has a high

resale value also it’s have delicious tastes and nutritious. To be able to know the character and

the level of genetic diversity of grouper, species identification should be done. Karangasem’s

waters is one that is rich in coral reefs as habitat for grouper. The purpose of this study is to

identify the species of grouper are found in the waters of Karangasem. The method used in this

study is the technique of PCR (polymerase chain reaction) using mitochondrial DNA 16S rRNA

gene as a molecular marker. Grouper samples were collected from the fish market Karangasem a

total of 11 samples. Sequences from each sample was obtained from the analysis of Sequencing

Facility in Berkeley, California. Samples were analyzed by sequencing and BLAST matched

sequences found in GenBank. The analysis showed that six species can be identified, namely

Cephalopholis leopardus, Cephalopholis cyanostigma, Cephalopholis miniata, Cephalopholis

sonnerati, Variola albimarginata, and Epinephelus fasciatus.

Key Word : Grouper, 16S rRNA mitochondrial DNA, Karangasem

PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau dan

memiliki garis pantai terpanjang di dunia, yaitu lebih dari 80.000 km. Karena 75% dari total luas

wilayah Indonesia ditutupi oleh laut, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati biota laut yang

cukup tinggi (Ghufran dan Kordi, 2008). Berbagai jenis biota laut seperti ikan dimanfaatkan

sebagai sumber pangan bagi manusia.

Sejak zaman dahulu sampai sekarang berbagai jenis ikan telah dijadikan sumber pangan

bagi manusia. Beberapa jenis ikan sangat digemari oleh masyarakat, salah satunya ikan kerapu.

Ikan mengandung protein dan komponen asam lemak. Salah satu komponen asam lemak yang

sangat penting bagi kesehatan adalah asam lemak omega-3. Asam lemak omega-3 sangat

Page 3: analisis mitokondria 16S pada kerapu

berguna dalam menurunkan risiko berbagai penyakit termasuk tekanan darah tinggi, penyakit

kardiovaskuler, penyumbatan arteri serta gangguan kekebalan tubuh (Goldberg, 1999).

Kerapu adalah ikan karang yang dapat dikembangkan sebagai sumber devisa negara

karena memiliki nilai jual yang tinggi. Kerapu telah menjadi komoditas ekspor penting terutama

ke Hong Kong, Jepang, Singapura dan Cina. Ikan kerapu di Hong Kong dan Cina dijual dengan

harga sekitar 20-35 dolar AS per kilogram (Sugama et al., 1998). Selain dari tangkapan di alam,

kerapu juga dikembangkan sebagai usaha budidaya.

Indonesia adalah produsen utama kerapu, dimana produksi ikan kerapu budidaya pada

tahun 1999 sebesar 759 ton, meningkat menjadi 6.493 ton pada tahun 2005 dengan nilai total

sekitar Rp. 116 M (Afero, 2012). Peningkatan tersebut ditunjang oleh pengetahuan tentang

teknik budidaya yang semakin berkembang dan permintaan pasar yang meningkat, terutama dari

negara-negara seperti Singapura, Hong Kong, Jepang dan Cina (Rukyani, 2001).

Meskipun pengetahuan teknik budidaya kerapu telah semakin berkembang, masih

terdapat beberapa kendala dalam produksinya yaitu tingginya tingkat kelainan dari benih ikan

yang dihasilkan. Faktor-faktor yang telah diketahui sebagai penyebab timbulnya kelainan dalam

budidaya ikan adalah genetik, penyakit, nutrisi, vitamin, polutan, dan kondisi lingkungan

pemeliharaan (Leatherland dan Woo, 2010). Kelainan dari segi genetik dapat terjadi karena

kurang optimalnya pengelolaan mutu genetik induk-induk yang akan menjadi bakal benih. Untuk

menunjang pelaksanaan perbaikan mutu genetik ikan kerapu, maka informasi karakteristik

genetik induk-induk yang digunakan sangat diperlukan untuk mengetahui karakter dan tingkat

keragaman genetiknya.

Untuk dapat mengetahui karakter dan tingkat keragaman genetik kerapu, identifikasi

spesies perlu dilakukan. Salah satu metode molekuler yang digunakan untuk mengetahui spesies

Page 4: analisis mitokondria 16S pada kerapu

dan variasi genetik ikan adalah analisis DNA mitokondria (mtDNA). Analisis DNA mitokondria

telah digunakan untuk mengetahui variabilitas pertumbuhan ikan kerapu macan (Epinephelus

fuscoguttatus) (Susanto, 2002), mengetahui hubungan molekuler antara ikan kerapu macan

(Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu cicak (Epinephelus hexagonatus) (Baharum dan Aziz,

2011), dan untuk mengetahui struktur genetik populasi ikan kerapu Hawai (Epinephelus

quernus) (Rivera et al., 2004). Identifikasi spesies kerapu dilakukan dengan menggunakan teknik

analisis sekuens mtDNA pada fragmen gen 16S rRNA.

Dari seluruh perairan di Bali, perairan Karangasem mempunyai banyak daerah tujuan

wisata bahari seperti menyelam dan snorkeling. Ikan kerapu banyak dijual restoran-restoran

pinggir pantai yang menjual menu makanan dari hasil laut. Identifikasi spesies ikan kerapu dari

daerah tersebut belum pernah dipelajari.

Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi spesies kerapu di Karangasem dengan

menggunakan teknik analisis sekuens mtDNA pada fragmen gen 16S rRNA akan memberikan

kontribusi bukan hanya bagi dunia kedokteran hewan melainkan pada pelestarian kekayaan

hewan laut di Indonesia.

MATERI DAN METODE

Pada penelitian ini berhasil dikoleksi 11 sampel ikan kerapu dari pasar ikan Karangasem.

Bahan-bahan yang digunakan untuk preservasi sampel sirip ikan adalah alkhohol 96%,

sedangkan chelex 10% digunakan dalam ekstraksi DNA. Komponen bahan untuk PCR yaitu

DNA template, ddH2O, PCR Buffer (PE-II), dNTPs (8mM), MgCl2 (25 mM), Taq Enzim

Polymerase, primer 16S rRNA. Primer yang digunakan adalah 16SAR (5’-CGC CTG TTT ATC

AAA AAC AT-3’) sebagai primer depan dan 16SBR (5’-CCG GTC TGA ACT CAG ATC ACG T-

3’) sebagai primer belakang (Westneat dan Alfaro, 2005). Bahan untuk elektroforesis yaitu

Page 5: analisis mitokondria 16S pada kerapu

buffer TAE (Tris Acetic EDTA), etidium bromide (EtBr), loading dye, marker 100 bp DNA

Ladder (invitrogen) dan gel Agarose 1%. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

gunting bedah, pinset, tabung sampel, gelas ukur, tabung eppendorf kecil dan besar, sentrifuge,

api Bunsen, gene Amp PCR, pipet mikro, tips, oven, UV reader kamera, alat elektroforesis,

sarung tangan, masker, kalkulator, bolpoin, dan software MEGA5.

Dalam penelitian ini digunakan rancangan penelitian deksriptif eksploratif observasional.

Mula-mula sampel udang mantis di ekstraksi dilanjutkan dengan proses PCR yang

amplifikasinya menggunakan gen 16S rRNA DNA mitokondria. Hasil PCR dielektroforesis

kemudian sampel dengan band prositif dikirim untuk di sequencing di Berkeley Sequencing

Facility. Sekuen kemudian di edit dalam software MEGA5 yang selanjutnya dicocokkan dengan

sekuen GenBank dengan metode BLAST. Sekuen yang telah teridentifikasi spesiesnya kemudian

dianalisis titik polimorfik dan pohon filogenetiknya. Hasil identifikasi spesies ini kemudian

ditetapkan sebagai spesies kerapu yang ditemukan di perairan Karangasem.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Presentase Kemiripan Sampel

Sebanyak 11 sampel DNA mitokondria ikan kerapu dari pasar ikan Karangasem berhasil

diamplifikasi dengan teknik PCR. Amplifikasi fragmen 16S rRNA menggunakan primer 16SAR

dan 16SBR menghasilkan produk PCR dengan panjang sekitar 600 bp. Contoh gambar

elektroforesis hasil PCR pada agarose 1% dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil perunutan data

sekuens yang dapat dibaca dengan baik adalah berkisar 549 hingga 556 bp.

Page 6: analisis mitokondria 16S pada kerapu

Gambar 1. Hasil Elektroforesis Sampel Ikan Kerapu di Pasar Ikan Karangasem

Hasil analisis BLAST menunjukkan 11 data sekuens dikelompokkan ke dalam 6 spesies

kerapu dengan kemiripan sekuens dengan database GenBank ≥ 97%. Spesies kerapu yang dapat

diidentifikasi adalah Cephalopholis leopardus, Cephalopholis miniata, Cephalopholis

cyanostigma, Cephalopholis sonnerati, Variola albimarginata, dan Epinephelus fasciatus. Hasil

identifikasi spesies kerapu di pasar ikan Karangasem berdasarkan database GenBank

ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Identifikasi Spesies Kerapu Berdasarkan Database GenBank menggunakan BLAST

Kode Sampel Spesies GenBank ID % Kemiripan

KRE.01 Variola albimarginata EF213708.1 100

KRE.02 Variola albimarginata EF213708.1 100

KRF.01 Cephalopholis cyanostigma AY947594.1 99

KRG.01 Cephalopholis miniata EF213713.1 99

KRL.01 Cephalopholis miniata EF213713.1 100

KRN.01 Cephalopholis leopardus AY947560.1 97

20721500

600

Page 7: analisis mitokondria 16S pada kerapu

KRN.02 Cephalopholis leopardus AY947560.1 97

KRP.01 Cephalopholis leopardus AY947560.1 98

KRQ.01 Cephalopholis leopardus AY947560.1 99

KRM.01 Cephalopholis sonnerati DQ088037.1 99

KRO.01 Epinephelus fasciatus DQ088039.1 100

Page 8: analisis mitokondria 16S pada kerapu

Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah sampel yang teridentifikasi Cephalopholis

leopardus adalah yang terbanyak yaitu 4 sampel, sedangkan sampel yang teridentifikasi

Cephalopholis sonnerati, Cephalopholis cyanostigma, dan Epinephelus fasciatus adalah yang

paling sedikit yaitu masing-masing berjumlah 1 sampel. Presentase kemiripan 11 sekuens gen

16S rRNA kerapu dari pasar ikan Karangasem dengan sekuens spesies di GenBank bervariasi

mulai dari 97% sampai 100%.

Situs Polimorfik

Analisis situs polimorfik 11 sekuens 16S rRNA kerapu dari pasar ikan Karangasem

dilakukan pada masing-masing spesies yang teridentifikasi. Hasil analisis situs polimorfik

sekuens 16S rRNA 4 sampel yang teridentifikasi Cephalopholis leopardus menghasilkan 14 situs

polimorfik dan 3 haplotipe (Tabel 2.). Pada 2 sampel yang teridentifikasi Cephalopholis miniata

terdapat 7 situs polimorfik yang menghasilkan 2 haplotipe (Tabel 3.). Perbedaan sekuens

Cephalopholis sonnerati dengan data GenBank adalah satu mutasi yaitu transisi A213G.

Sementara empat sampel lain yang diidentifikasi sebagai Variola albimarginata, Cephalopholis

cyanostigma, dan Epinephelus fasciatus mempunyai kemiripan 100% dengan sekuens standar.

Tabel 2. Hasil Analisis Situs Polimorfik Sampel teridentifikasi Cephalopholis leopardus dan Sekuens Standar yang ditemukan di GenBank

Sampel Haplotipe Situs Polimorfik

159

160

191

219

226

234

235

237

305

349

350

359

370

383

Page 9: analisis mitokondria 16S pada kerapu

KRN.02 CLB1 A G T G C A C C C A T C T C

KRP.01 CLB2 G . . . . . . T T . . . C .

KRQ.01 CLB3 G A C A T . T T . G C T C T

KRN.01 CLB1 . . . . . . . . . . . . . .

C. leopardusAY947560.1

G A C A T G T T . G C T C T

Keterangan : Titik-titik pada setiap sekuens menunjukkan kesamaan basa dengan sekuens yang teratas

Tabel 3. Hasil Analisis Situs Polimorfik Sampel teridentifikasi Cephalopholis miniata dan Sekuens Standar yang ditemukan di GenBank

Sampel Haplotipe Situs Polimorfik

22 207

230

234

245

248

260

KRL.01 CMB1 C G A C A T G

KRG.01 CMB2 T A G T G C A

C. miniata EF213713.1

. . . . . . .

Keterangan : Titik-titik pada setiap sekuens menunjukkan kesamaan basa dengan sekuens yang teratas

Pohon Filogenetik

Page 10: analisis mitokondria 16S pada kerapu

KRL.01

Cephalopholis miniata EF213713.1

KRG.01

KRM.01

Cephalopholis sonnerati DQ088037.1

KRQ.01

Cephalopholis leopardus AY947560.1

KRP.01

KRN.02

KRN.01

KRF.01

Cephalopholis cyanostigma AY947594.1

KRO.01

Epinephelus fasciatus DQ088039.1

Variola albimarginata EF213708.1

KRE.01

KRE.02

100

100

100

99

99

9893

90

97

55

99

46

34100

Gambar 2. Pohon Filogenetik Sampel Kerapu dari Pasar Ikan Karangasem (spesies merupakan hasil BLAST dengan database GenBank)

Analisis pohon filogenetik seluruh sampel kerapu di pasar ikan Karangasem dilakukan

untuk mengetahui hubungan dengan spesies teridentifikasi dari database GenBank. Pohon

filogenetik ini direkontruksi menggunakan metode Neighbor-Joining (Saitou dan Nei, 1987) dan

jarak evolusi dihitung dengan menggunakan metode Tamura 3-parameter (Tamura, 1992). Untuk

konsistensi topologi dilakukan metode bootstrap pengulangan 1000 kali (Felsenstein, 1985).

Rekontruksi pohon filogenetik (Gambar 2) menggambarkan 2 cabang besar dimana salah

satunya memperlihatkan hubungan sampel dengan genus Variola. Cabang besar yang lainnya

dibagi lagi menjadi 2 cabang, 1 cabang memperlihatkan hubungan sampel dengan genus

Page 11: analisis mitokondria 16S pada kerapu

Cephalopholis dan cabang yang lain memperlihatkan hubungan sampel dengan genus

Epinephelus.

Pembahasan

DNA mitokondria baik digunakan untuk identifikasi spesies karena memiliki jumlah kopi

DNA yang sangat banyak sehingga memudahkan untuk isolasi DNAnya (Avise dan Walker,

1999). Salah satu gen DNA mitokondria adalah 16S rRNA. 16S rRNA adalah salah satu DNA

mitokondria kuat yang digunakan untuk meningkatkan identifikasi spesies (Maggio et al., 2005).

Penelitian terhadap 11 sampel ikan kerapu yang dijual di pasar ikan karangasem menggunakan

analisis gen 16S rRNA dari DNA mitokondria untuk mengidentifikasi spesiesnya memperoleh

hasil yang maksimal. Dasar konfirmasi spesies adalah publikasi Bhattacharjee et al., (2012)

bahwa presentase kemiripan sekuens yang ditanyakan dengan sekuens database apabila 97%

sampai 100% dikatakan signifikan, 92% sampai 96% dikatakan cukup, sedangkan ≤ 91%

dikatakan tidak signifikan untuk menyatakan bahwa sekuens yang kita miliki adalah spesies

dalam database GenBank tersebut.

Ikan kerapu di dunia terdiri dari 159 spesies, sebanyak 46 spesies terdapat di perairan

Asia Tenggara, sementara di perairan Indonesia terdapat 39 spesies (Habibi et al. 2011). Spesies

yang tersebar di perairan Indonesia ini terdiri atas 7 genus yaitu Aethaloperca, Anyperodon,

Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola (Rahayu, 2009). Dari ke 7

genus tersebut, 11 sampel dari perairan Karangasem teridentifikasi menjadi 3 genus yaitu

Cephalopholis, Epinephelus dan Variola. Diantara ketiga genus tersebut, genus Cephalopholis

mendominasi hasil identifikasi. Dari 11 sampel sebanyak 8 sampel adalah genus Cephalopholis

dengan 4 sampel teridentifikasi sebagai Cephalopholis leopardus, 2 sampel teridentifikasi

sebagai Cephalopholis miniata, 1 sampel teridentifikasi sebagai Cephalopholis cyanostigma, dan

Page 12: analisis mitokondria 16S pada kerapu

1 sampel teridentifikasi sebagai Cephalopholis sonnerati. Hal ini dapat terjadi karena sebagian

besar spesies dari genus Cephalopholis berdistribusi pada regio Indo-Pasifik dimana perairan

Indonesia termasuk kedalamnya. Genus Cephalopholis terdiri dari 22 spesies dan 17 diantaranya

termasuk Cephalopholis leopardus, Cephalopholis miniata, Cephalopholis cyanostigma dan

Cephalopholis sonnerati ditemukan pada Laut Merah dan regio Indo-Pasifik (Heemstra dan

Randall, 1993).

Analisis situs polimorfik dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan sekuens sampel

dengan sekuens standar, dalam hal ini sekuens standar adalah spesies hasil identifikasi sampel

dari database GenBank. Perbedaan dapat terjadi apabila dalam situs polimorfik terdapat

komposisi transisi, komposisi transversi, atau keduanya. Transisi terjadi ketika sebuah basa purin

adenine (A) diganti guanine (G) dan sebaliknya, atau pirimidin cytosine (C) diganti timine (T)

dan sebaliknya (Kimura, 1980). Suatu transversi terjadi ketika basa purin diganti oleh pirimidin

atau sebaliknya (Kimura,1980).

Hasil analisis situs polimorfik sampel yang teridentifikasi sebagai Cephalopholis

leopardus menghasilkan 14 situs polimorfik dengan komposisi 14 transisi dan tidak terdapat

transversi. Perubahan basa adenine menjadi basa guanine dapat terlihat pada situs polimorfik

159, 234, dan 349. Basa guanine yang diganti menjadi basa adenine terdapat pada situs

polimorfik 160 dan 219. Pergantian basa cytosine menjadi timine terdapat pada situs polimorfik

226, 235, 237, 305, 359, dan 383. Sedangkan basa timine yang diganti basa cytosine terdapat

pada situs polimorfik 191, 350, dan 370. Dari hasil analisis situs polimorfik tersebut dapat

diperoleh 3 haplotipe yaitu CLB1, CLB2, dan CLB3 dari 4 sampel yang teridentifikasi

Cephalopholis leopardus. Sebanyak 2 sampel yang teridentifikasi Cephalopholis miniata

menghasilkan 2 haplotipe dengan 7 situs polimorfik dimana hanya terdapat komposisi transisi

Page 13: analisis mitokondria 16S pada kerapu

tanpa komposisi transversi. Transisi basa cytosine menjadi timine terdapat pada situs polimorfik

22 dan 234. Basa guanine yang diganti oleh basa adenine terdapat pada situs polimorfik 207 dan

260. Pergantian basa adenine menjadi basa guanine terjadi pada situs polimorfik 230 dan 245.

Selanjutnya, basa timine yang diganti basa cytosine hanya terdapat pada situs polimorfik 248.

Sampel KRL.01 memiliki 7 situs polimorfik yang berbeda dengan sampel KRG.01 sehingga

KRL.01 dinamai haplotipe CMB1 dan KRG.01 dinamai CMB2. Sampel yang teridentifikasi

Cephalopholis sonnerati hanya 1 sampel dengan kode haplotipe KRM.01. Hasil analisis situs

polimorfik sampel KRM.01 dengan standar menunjukkan sampel tersebut tidak sama persis

dengan standar. Hal ini terjadi karena KRM.01 pada situs polimorfik 213 mempunyai komposisi

basa adenine sedangkan standar mempunyai komposisi basa guanine. Dengan adanya 1 transisi

inilah kemudian sampel KRM.01 dinamai haplotipe CSB. Sedangkan 1 sampel yang

teridentifikasi Cephalopholis cyanostigma, 2 sampel yang teridentifikasi Variola albimarginata

dan 1 sampel yang teridentifikasi Epinephelus fasciatus tidak menghasilkan situs polimorfik.

Menurut publikasi IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural

Resources) pada tahun 2008, populasi spesies Cephalopholis miniata dan Variola albimarginata

(Cabanban et al., 2008), serta populasi Epinephelus fasciatus (Fennessy et al., 2008) mengalami

penurunan. Ancaman terbesar bagi Epinephelus fasciatus adalah hilangnya habitat spesies

tersebut akibat pemutihan terumbu karang (Sheppard, 2003). Ancaman lainnya meliputi

memancing dengan dinamit yang merusak terumbu, memancing dengan racun dan jaring pada

terumbu yang telah mengakibatkan hilangnya habitat di beberapa negara, seperti Tanzania,

Indonesia, Filipina dan Malaysia (Spalding et al., 2001 ; Kunzmann, 2004). Cephalopholis

miniata terancam oleh overfishing dan degradasi habitat (bom ikan, sedimentasi). Spesies ini

secara umum memiliki kepentingan ekonomi perikanan lokal serta dalam perdagangan ikan

Page 14: analisis mitokondria 16S pada kerapu

karang hidup. Variola albimarginata ditangkap untuk perdagangan ikan karang hidup. Akibat

penurunan populasinya maka disarankan untuk menurunkan eksploitasi terhadapnya (Fry et al,.

2006).

Sesuai dengan publikasi IUCN tersebut, dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa

proporsi spesies Cephalopholis miniata, Variola albimarginata dan Epinephelus fasciatus dari

seluruh sampel yang diamati berjumlah sedikit. Eksploitasi terhadap 3 spesies tersebut harus

dihentikan agar tidak terjadi overfishing. Pembatasan ijin dari pemerintah terkait terhadap jenis

alat tangkap perlu dilakukan untuk mencegah teknik penangkapan ikan yang merusak terumbu

karang sebagai habitat dari spesies kerapu tersebut. Pembuatan area yang di dalamnya terdapat

zona larang tangkap untuk melindungi daerah pemijahan, tempat mencari makan dan

pembesaran bagi ikan kerapu tersebut perlu dilakukan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kerapu yang hidup di perairan Karangasem terdiri dari 6 spesies yaitu Cephalopholis

leopardus, Cephalopholis miniata, Cephalopholis sonnerati, Cephalopholis cyanostigma,

Epinephelus fasciatus dan Variola albimarginata.

Saran

Eksploitasi terhadap spesies Cephalopholis miniata, Variola albimarginata dan

Epinephelus fasciatus ini harus dihentikan agar tidak terjadi overfishing dimana diketahui bahwa

populasi spesies tersebut mengalami penurunan di alam. Pembatasan ijin dari pemerintah terkait

terhadap jenis alat tangkap perlu dilakukan untuk mencegah teknik penangkapan ikan yang

merusak terumbu karang sebagai habitat dari spesies kerapu tersebut serta perlu dibuat area yang

Page 15: analisis mitokondria 16S pada kerapu

didalamnya terdapat zona larang tangkap untuk melindungi daerah pemijahan, tempat mencari

makan dan pembesaran bagi ikan kerapu tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Afero, Farok. 2012. Analisa Ekonomi Budidaya Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) dalam Keramba Jaring Apung di Indonesia. Depik Jurnal. 1(1): 10-21

Avise, J.C. dan Walker, D. 1999. Species Realities and Numbers in Sexual Vertebrates: Perspectives from an Asexually Transmitted Genome. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 96: 992-995

Baharum, S. N., dan Aziz, N. A. A. 2011. Status of Epinephelus fuscoguttatus and Epinephelus hexagonatus Inferred from Mitochondrial DNA Sequence (Cytochrome b): Evidence for Genetic Similarity. International Conference on Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics. 5:118-122

Bhattacharjee, Maloyjo J., Laskar, Boni A., Dhar, B., Ghosh, Sankar K. 2012. Identification and Re-Evaluation of Freshwater Catfishes through DNA Barcoding. PLOS ONE. 7:1-7

Cabanban, A.S., Kulbicki, M., Fennessy, S., Heemstra, P.C. & Yeeting, B. 2008. Cephalopholis miniata. In: IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.2. <www.iucnredlist.org>

Cabanban, A.S., Fennessy, S., Myers, R., Rhodes, K. & Pollard, D. 2008. Variola albimarginata. In: IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.2. <www.iucnredlist.org>

Felsenstein J. 1985. Confidence Limits on Phylogenies: An Approach Using the Bootstrap. Evolution. 39:783-791

Fennessy, S., Kulbicki, M., Cabanban, A.S., Myers, R. & Choat, J.H. 2008. Epinephelus fasciatus. In: IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.2. <www.iucnredlist.org>

Fry, G.C., D.T. Brewer dan W.N. Venables, 2006. Vulnerability of Deepwater Demersal Fishes to Commercial Fishing: Evidence from a Study Around a Tropical Volcanic Seamount in Papua New Guinea. Fish. Res. 81:126-141

Ghufran, H. dan K. Kordi. 2008. Budidaya Perairan (Buku Kesatu). PT Citra Aditya Bakti. Bandung

Goldberg, Israel. 1999. Functional Foods, Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals. Aspen Publication. USA

Habibi, A., Sugiyanta, Yusuf, C. 2011. Perikanan Kerapu dan Kakap-Panduan Penangkapan dan Penanganan Versi 1. WWF-Indonesia. Indonesia

Page 16: analisis mitokondria 16S pada kerapu

Heemstra, Philip C. dan Randall, John E. 1993. FAO Species Catalogue. VOL. 16. Groupers of The World. Family Serranidae, Subfamily Epinephelinae, An Annotated and Illustrated Catalogue of the Grouper, Rockod, Hind, Coral Grouper and Lyretail Species. FAO. Rome

Kimura M. 1980. A Simple Method for Estimating Evolutionary Rates of Base Substitutions Through Comparative Studies of Nucleotide Sequences. Journal of Molecular Evolution. 16 (2): 111–120

Kunzmann, A. 2004. Corals, Fishermen and Tourists. NAGA:WorldFish Center Quarterly Newsletter. 27:1-2

Leatherland, J. F. dan Woo, P. T. K. 2010. Fish Diseases and Disorders, Volume 2 Non-Infectious Disorders 2nd Edition. MPG Books Group. UK

Maggio, T., Andaloro F., Hemida F., & Arculeo M., 2005. A Molecular Analysis of Some Eastern Atlantic Grouper from the Epinephelus and Mycteroperca Genus. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 321:83– 92

Rahayu, A. M. 2009. Keragaman dan Keberadaan Penyakit Bakterial dan Parasitik Benih Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus di Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming Kepulauan Seribu, Jakarta. M.Sc. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Rivera, M. A. J., C. D. Kelley., dan G. K. Roderick. 2004. Subtle Population Genetic Structure in the Hawaiian Grouper, Epinephelus quernus (Serranidae) as Revealed by Mitochondrial DNA Analyses. Biological Journal of The Linnean Society. 81:449–468

Rukyani, A. 2001. Strategi Pengendalian Penyakit Viral pada Budidaya Ikan Kerapu. Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal 27 – 34

Saitou, N. dan Nei, M. 1987. The Neighbor-Joining Method: A New Method for Reconstructing Phylogenetic Trees. Molecular Biology and Evolution 4:406-425

Sheppard, C.R.C. 2003. Predicted Recurrences of Mass Coral Mortality in the Indian Ocean. Nature. 435: 294-297

Spalding, M. D., Teleki, K.A. & Spencer, T. 2001. Climate Change and Coral Bleaching. In: The Impacts of Climate Change on Wildlife (eds. Green R, Spalding MD, Zockler C & Harley M), pp. 40-41. Royal Society for the Protection of Birds. Sandy. UK

Sugama, K., Wardoyo, D., Rohaniawan dan H. Matsuda. 1998. Teknologi Perbenihan Ikan Kerapu Tikus, Cromileptes altivelis. Prosiding Seminar Teknologi Perikanan Pantai. 6-7 Agustus 1998, Denpasar

Susanto, Bambang. 2002. Analisis 16s rDNA-mtDNA sebagai Marka Genetik Variabilitas Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) melalui Metode PCR-RFLP. M.Sc. Thesis, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Indonesia

Page 17: analisis mitokondria 16S pada kerapu

Tamura, K. 1992. Estimation of The Number of Nucleotide Substitutions when there are Strong Transition-transversion and G + C-content Biases. Molecular Biology and Evolution. 9:678-687

Westneat, W. Mark dan Alfaro E. Michael. 2005. Phylogenetic Relationships and Evolutionary History of the Reef Fish Family Labridae. Molecular Phylogenetics and Evolution. 36 : 370–390