IDENTIFIKASI SPESIES IKAN KERAPU DI PASAR IKAN KARANGASEM MENGGUNAKAN GEN 16S rRNA DNA MITOKONDRIA
Ni Luh Made Ika Yulita Sari Hadiprata1,2,3,*, I Gusti Ngurah Kade Mahardika1,2,3, I Nengah Wandia1
1. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
2. Laboratorium Biomedik
3. Indonesian Biodiversity Research Center
* E-mail : [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Kerapu adalah ikan karang yang dapat dikembangkan sebagai sumber devisa negara karena
memiliki nilai jual yang tinggi selain karena rasanya yang lezat dan bergizi tinggi. Untuk dapat
mengetahui karakter dan tingkat keragaman genetik kerapu, identifikasi spesies perlu dilakukan.
Perairan Karangasem adalah salah satu perairan yang kaya akan terumbu karang sebagai habitat
dari kerapu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi spesies kerapu yang
terdapat di perairan Karangasem. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
PCR (polymerase chain reaction) dengan menggunakan gen 16S rRNA DNA mitokondria
sebagai penanda molekulernya. Sampel ikan kerapu dikoleksi dari pasar ikan Karangasem yang
berjumlah 11 sampel. Sekuens dari masing-masing sampel diperoleh dari hasil analisis di
Berkeley Sequencing Facility, California. Sekuens sampel kemudian dianalisis dengan BLAST
dan dicocokkan dengan sekuens yang terdapat pada GenBank. Hasil analisis menunjukkan
bahwa enam spesies dapat diidentifikasi yaitu Cephalopholis leopardus, Cephalopholis
cyanostigma, Cephalopholis miniata, Cephalopholis sonnerati, Variola albimarginata, dan
Epinephelus fasciatus.
Kata Kunci : Kerapu, 16S rRNA DNA Mitokondria, Karangasem
ABSTRACT
Grouper is a reef fish that can be developed as a source of foreign exchange because it has a high
resale value also it’s have delicious tastes and nutritious. To be able to know the character and
the level of genetic diversity of grouper, species identification should be done. Karangasem’s
waters is one that is rich in coral reefs as habitat for grouper. The purpose of this study is to
identify the species of grouper are found in the waters of Karangasem. The method used in this
study is the technique of PCR (polymerase chain reaction) using mitochondrial DNA 16S rRNA
gene as a molecular marker. Grouper samples were collected from the fish market Karangasem a
total of 11 samples. Sequences from each sample was obtained from the analysis of Sequencing
Facility in Berkeley, California. Samples were analyzed by sequencing and BLAST matched
sequences found in GenBank. The analysis showed that six species can be identified, namely
Cephalopholis leopardus, Cephalopholis cyanostigma, Cephalopholis miniata, Cephalopholis
sonnerati, Variola albimarginata, and Epinephelus fasciatus.
Key Word : Grouper, 16S rRNA mitochondrial DNA, Karangasem
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau dan
memiliki garis pantai terpanjang di dunia, yaitu lebih dari 80.000 km. Karena 75% dari total luas
wilayah Indonesia ditutupi oleh laut, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati biota laut yang
cukup tinggi (Ghufran dan Kordi, 2008). Berbagai jenis biota laut seperti ikan dimanfaatkan
sebagai sumber pangan bagi manusia.
Sejak zaman dahulu sampai sekarang berbagai jenis ikan telah dijadikan sumber pangan
bagi manusia. Beberapa jenis ikan sangat digemari oleh masyarakat, salah satunya ikan kerapu.
Ikan mengandung protein dan komponen asam lemak. Salah satu komponen asam lemak yang
sangat penting bagi kesehatan adalah asam lemak omega-3. Asam lemak omega-3 sangat
berguna dalam menurunkan risiko berbagai penyakit termasuk tekanan darah tinggi, penyakit
kardiovaskuler, penyumbatan arteri serta gangguan kekebalan tubuh (Goldberg, 1999).
Kerapu adalah ikan karang yang dapat dikembangkan sebagai sumber devisa negara
karena memiliki nilai jual yang tinggi. Kerapu telah menjadi komoditas ekspor penting terutama
ke Hong Kong, Jepang, Singapura dan Cina. Ikan kerapu di Hong Kong dan Cina dijual dengan
harga sekitar 20-35 dolar AS per kilogram (Sugama et al., 1998). Selain dari tangkapan di alam,
kerapu juga dikembangkan sebagai usaha budidaya.
Indonesia adalah produsen utama kerapu, dimana produksi ikan kerapu budidaya pada
tahun 1999 sebesar 759 ton, meningkat menjadi 6.493 ton pada tahun 2005 dengan nilai total
sekitar Rp. 116 M (Afero, 2012). Peningkatan tersebut ditunjang oleh pengetahuan tentang
teknik budidaya yang semakin berkembang dan permintaan pasar yang meningkat, terutama dari
negara-negara seperti Singapura, Hong Kong, Jepang dan Cina (Rukyani, 2001).
Meskipun pengetahuan teknik budidaya kerapu telah semakin berkembang, masih
terdapat beberapa kendala dalam produksinya yaitu tingginya tingkat kelainan dari benih ikan
yang dihasilkan. Faktor-faktor yang telah diketahui sebagai penyebab timbulnya kelainan dalam
budidaya ikan adalah genetik, penyakit, nutrisi, vitamin, polutan, dan kondisi lingkungan
pemeliharaan (Leatherland dan Woo, 2010). Kelainan dari segi genetik dapat terjadi karena
kurang optimalnya pengelolaan mutu genetik induk-induk yang akan menjadi bakal benih. Untuk
menunjang pelaksanaan perbaikan mutu genetik ikan kerapu, maka informasi karakteristik
genetik induk-induk yang digunakan sangat diperlukan untuk mengetahui karakter dan tingkat
keragaman genetiknya.
Untuk dapat mengetahui karakter dan tingkat keragaman genetik kerapu, identifikasi
spesies perlu dilakukan. Salah satu metode molekuler yang digunakan untuk mengetahui spesies
dan variasi genetik ikan adalah analisis DNA mitokondria (mtDNA). Analisis DNA mitokondria
telah digunakan untuk mengetahui variabilitas pertumbuhan ikan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus) (Susanto, 2002), mengetahui hubungan molekuler antara ikan kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus) dan kerapu cicak (Epinephelus hexagonatus) (Baharum dan Aziz,
2011), dan untuk mengetahui struktur genetik populasi ikan kerapu Hawai (Epinephelus
quernus) (Rivera et al., 2004). Identifikasi spesies kerapu dilakukan dengan menggunakan teknik
analisis sekuens mtDNA pada fragmen gen 16S rRNA.
Dari seluruh perairan di Bali, perairan Karangasem mempunyai banyak daerah tujuan
wisata bahari seperti menyelam dan snorkeling. Ikan kerapu banyak dijual restoran-restoran
pinggir pantai yang menjual menu makanan dari hasil laut. Identifikasi spesies ikan kerapu dari
daerah tersebut belum pernah dipelajari.
Berdasarkan latar belakang di atas, identifikasi spesies kerapu di Karangasem dengan
menggunakan teknik analisis sekuens mtDNA pada fragmen gen 16S rRNA akan memberikan
kontribusi bukan hanya bagi dunia kedokteran hewan melainkan pada pelestarian kekayaan
hewan laut di Indonesia.
MATERI DAN METODE
Pada penelitian ini berhasil dikoleksi 11 sampel ikan kerapu dari pasar ikan Karangasem.
Bahan-bahan yang digunakan untuk preservasi sampel sirip ikan adalah alkhohol 96%,
sedangkan chelex 10% digunakan dalam ekstraksi DNA. Komponen bahan untuk PCR yaitu
DNA template, ddH2O, PCR Buffer (PE-II), dNTPs (8mM), MgCl2 (25 mM), Taq Enzim
Polymerase, primer 16S rRNA. Primer yang digunakan adalah 16SAR (5’-CGC CTG TTT ATC
AAA AAC AT-3’) sebagai primer depan dan 16SBR (5’-CCG GTC TGA ACT CAG ATC ACG T-
3’) sebagai primer belakang (Westneat dan Alfaro, 2005). Bahan untuk elektroforesis yaitu
buffer TAE (Tris Acetic EDTA), etidium bromide (EtBr), loading dye, marker 100 bp DNA
Ladder (invitrogen) dan gel Agarose 1%. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
gunting bedah, pinset, tabung sampel, gelas ukur, tabung eppendorf kecil dan besar, sentrifuge,
api Bunsen, gene Amp PCR, pipet mikro, tips, oven, UV reader kamera, alat elektroforesis,
sarung tangan, masker, kalkulator, bolpoin, dan software MEGA5.
Dalam penelitian ini digunakan rancangan penelitian deksriptif eksploratif observasional.
Mula-mula sampel udang mantis di ekstraksi dilanjutkan dengan proses PCR yang
amplifikasinya menggunakan gen 16S rRNA DNA mitokondria. Hasil PCR dielektroforesis
kemudian sampel dengan band prositif dikirim untuk di sequencing di Berkeley Sequencing
Facility. Sekuen kemudian di edit dalam software MEGA5 yang selanjutnya dicocokkan dengan
sekuen GenBank dengan metode BLAST. Sekuen yang telah teridentifikasi spesiesnya kemudian
dianalisis titik polimorfik dan pohon filogenetiknya. Hasil identifikasi spesies ini kemudian
ditetapkan sebagai spesies kerapu yang ditemukan di perairan Karangasem.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Presentase Kemiripan Sampel
Sebanyak 11 sampel DNA mitokondria ikan kerapu dari pasar ikan Karangasem berhasil
diamplifikasi dengan teknik PCR. Amplifikasi fragmen 16S rRNA menggunakan primer 16SAR
dan 16SBR menghasilkan produk PCR dengan panjang sekitar 600 bp. Contoh gambar
elektroforesis hasil PCR pada agarose 1% dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil perunutan data
sekuens yang dapat dibaca dengan baik adalah berkisar 549 hingga 556 bp.
Gambar 1. Hasil Elektroforesis Sampel Ikan Kerapu di Pasar Ikan Karangasem
Hasil analisis BLAST menunjukkan 11 data sekuens dikelompokkan ke dalam 6 spesies
kerapu dengan kemiripan sekuens dengan database GenBank ≥ 97%. Spesies kerapu yang dapat
diidentifikasi adalah Cephalopholis leopardus, Cephalopholis miniata, Cephalopholis
cyanostigma, Cephalopholis sonnerati, Variola albimarginata, dan Epinephelus fasciatus. Hasil
identifikasi spesies kerapu di pasar ikan Karangasem berdasarkan database GenBank
ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Identifikasi Spesies Kerapu Berdasarkan Database GenBank menggunakan BLAST
Kode Sampel Spesies GenBank ID % Kemiripan
KRE.01 Variola albimarginata EF213708.1 100
KRE.02 Variola albimarginata EF213708.1 100
KRF.01 Cephalopholis cyanostigma AY947594.1 99
KRG.01 Cephalopholis miniata EF213713.1 99
KRL.01 Cephalopholis miniata EF213713.1 100
KRN.01 Cephalopholis leopardus AY947560.1 97
20721500
600
KRN.02 Cephalopholis leopardus AY947560.1 97
KRP.01 Cephalopholis leopardus AY947560.1 98
KRQ.01 Cephalopholis leopardus AY947560.1 99
KRM.01 Cephalopholis sonnerati DQ088037.1 99
KRO.01 Epinephelus fasciatus DQ088039.1 100
Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah sampel yang teridentifikasi Cephalopholis
leopardus adalah yang terbanyak yaitu 4 sampel, sedangkan sampel yang teridentifikasi
Cephalopholis sonnerati, Cephalopholis cyanostigma, dan Epinephelus fasciatus adalah yang
paling sedikit yaitu masing-masing berjumlah 1 sampel. Presentase kemiripan 11 sekuens gen
16S rRNA kerapu dari pasar ikan Karangasem dengan sekuens spesies di GenBank bervariasi
mulai dari 97% sampai 100%.
Situs Polimorfik
Analisis situs polimorfik 11 sekuens 16S rRNA kerapu dari pasar ikan Karangasem
dilakukan pada masing-masing spesies yang teridentifikasi. Hasil analisis situs polimorfik
sekuens 16S rRNA 4 sampel yang teridentifikasi Cephalopholis leopardus menghasilkan 14 situs
polimorfik dan 3 haplotipe (Tabel 2.). Pada 2 sampel yang teridentifikasi Cephalopholis miniata
terdapat 7 situs polimorfik yang menghasilkan 2 haplotipe (Tabel 3.). Perbedaan sekuens
Cephalopholis sonnerati dengan data GenBank adalah satu mutasi yaitu transisi A213G.
Sementara empat sampel lain yang diidentifikasi sebagai Variola albimarginata, Cephalopholis
cyanostigma, dan Epinephelus fasciatus mempunyai kemiripan 100% dengan sekuens standar.
Tabel 2. Hasil Analisis Situs Polimorfik Sampel teridentifikasi Cephalopholis leopardus dan Sekuens Standar yang ditemukan di GenBank
Sampel Haplotipe Situs Polimorfik
159
160
191
219
226
234
235
237
305
349
350
359
370
383
KRN.02 CLB1 A G T G C A C C C A T C T C
KRP.01 CLB2 G . . . . . . T T . . . C .
KRQ.01 CLB3 G A C A T . T T . G C T C T
KRN.01 CLB1 . . . . . . . . . . . . . .
C. leopardusAY947560.1
G A C A T G T T . G C T C T
Keterangan : Titik-titik pada setiap sekuens menunjukkan kesamaan basa dengan sekuens yang teratas
Tabel 3. Hasil Analisis Situs Polimorfik Sampel teridentifikasi Cephalopholis miniata dan Sekuens Standar yang ditemukan di GenBank
Sampel Haplotipe Situs Polimorfik
22 207
230
234
245
248
260
KRL.01 CMB1 C G A C A T G
KRG.01 CMB2 T A G T G C A
C. miniata EF213713.1
. . . . . . .
Keterangan : Titik-titik pada setiap sekuens menunjukkan kesamaan basa dengan sekuens yang teratas
Pohon Filogenetik
KRL.01
Cephalopholis miniata EF213713.1
KRG.01
KRM.01
Cephalopholis sonnerati DQ088037.1
KRQ.01
Cephalopholis leopardus AY947560.1
KRP.01
KRN.02
KRN.01
KRF.01
Cephalopholis cyanostigma AY947594.1
KRO.01
Epinephelus fasciatus DQ088039.1
Variola albimarginata EF213708.1
KRE.01
KRE.02
100
100
100
99
99
9893
90
97
55
99
46
34100
Gambar 2. Pohon Filogenetik Sampel Kerapu dari Pasar Ikan Karangasem (spesies merupakan hasil BLAST dengan database GenBank)
Analisis pohon filogenetik seluruh sampel kerapu di pasar ikan Karangasem dilakukan
untuk mengetahui hubungan dengan spesies teridentifikasi dari database GenBank. Pohon
filogenetik ini direkontruksi menggunakan metode Neighbor-Joining (Saitou dan Nei, 1987) dan
jarak evolusi dihitung dengan menggunakan metode Tamura 3-parameter (Tamura, 1992). Untuk
konsistensi topologi dilakukan metode bootstrap pengulangan 1000 kali (Felsenstein, 1985).
Rekontruksi pohon filogenetik (Gambar 2) menggambarkan 2 cabang besar dimana salah
satunya memperlihatkan hubungan sampel dengan genus Variola. Cabang besar yang lainnya
dibagi lagi menjadi 2 cabang, 1 cabang memperlihatkan hubungan sampel dengan genus
Cephalopholis dan cabang yang lain memperlihatkan hubungan sampel dengan genus
Epinephelus.
Pembahasan
DNA mitokondria baik digunakan untuk identifikasi spesies karena memiliki jumlah kopi
DNA yang sangat banyak sehingga memudahkan untuk isolasi DNAnya (Avise dan Walker,
1999). Salah satu gen DNA mitokondria adalah 16S rRNA. 16S rRNA adalah salah satu DNA
mitokondria kuat yang digunakan untuk meningkatkan identifikasi spesies (Maggio et al., 2005).
Penelitian terhadap 11 sampel ikan kerapu yang dijual di pasar ikan karangasem menggunakan
analisis gen 16S rRNA dari DNA mitokondria untuk mengidentifikasi spesiesnya memperoleh
hasil yang maksimal. Dasar konfirmasi spesies adalah publikasi Bhattacharjee et al., (2012)
bahwa presentase kemiripan sekuens yang ditanyakan dengan sekuens database apabila 97%
sampai 100% dikatakan signifikan, 92% sampai 96% dikatakan cukup, sedangkan ≤ 91%
dikatakan tidak signifikan untuk menyatakan bahwa sekuens yang kita miliki adalah spesies
dalam database GenBank tersebut.
Ikan kerapu di dunia terdiri dari 159 spesies, sebanyak 46 spesies terdapat di perairan
Asia Tenggara, sementara di perairan Indonesia terdapat 39 spesies (Habibi et al. 2011). Spesies
yang tersebar di perairan Indonesia ini terdiri atas 7 genus yaitu Aethaloperca, Anyperodon,
Cephalopholis, Cromileptes, Epinephelus, Plectropomus, dan Variola (Rahayu, 2009). Dari ke 7
genus tersebut, 11 sampel dari perairan Karangasem teridentifikasi menjadi 3 genus yaitu
Cephalopholis, Epinephelus dan Variola. Diantara ketiga genus tersebut, genus Cephalopholis
mendominasi hasil identifikasi. Dari 11 sampel sebanyak 8 sampel adalah genus Cephalopholis
dengan 4 sampel teridentifikasi sebagai Cephalopholis leopardus, 2 sampel teridentifikasi
sebagai Cephalopholis miniata, 1 sampel teridentifikasi sebagai Cephalopholis cyanostigma, dan
1 sampel teridentifikasi sebagai Cephalopholis sonnerati. Hal ini dapat terjadi karena sebagian
besar spesies dari genus Cephalopholis berdistribusi pada regio Indo-Pasifik dimana perairan
Indonesia termasuk kedalamnya. Genus Cephalopholis terdiri dari 22 spesies dan 17 diantaranya
termasuk Cephalopholis leopardus, Cephalopholis miniata, Cephalopholis cyanostigma dan
Cephalopholis sonnerati ditemukan pada Laut Merah dan regio Indo-Pasifik (Heemstra dan
Randall, 1993).
Analisis situs polimorfik dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan sekuens sampel
dengan sekuens standar, dalam hal ini sekuens standar adalah spesies hasil identifikasi sampel
dari database GenBank. Perbedaan dapat terjadi apabila dalam situs polimorfik terdapat
komposisi transisi, komposisi transversi, atau keduanya. Transisi terjadi ketika sebuah basa purin
adenine (A) diganti guanine (G) dan sebaliknya, atau pirimidin cytosine (C) diganti timine (T)
dan sebaliknya (Kimura, 1980). Suatu transversi terjadi ketika basa purin diganti oleh pirimidin
atau sebaliknya (Kimura,1980).
Hasil analisis situs polimorfik sampel yang teridentifikasi sebagai Cephalopholis
leopardus menghasilkan 14 situs polimorfik dengan komposisi 14 transisi dan tidak terdapat
transversi. Perubahan basa adenine menjadi basa guanine dapat terlihat pada situs polimorfik
159, 234, dan 349. Basa guanine yang diganti menjadi basa adenine terdapat pada situs
polimorfik 160 dan 219. Pergantian basa cytosine menjadi timine terdapat pada situs polimorfik
226, 235, 237, 305, 359, dan 383. Sedangkan basa timine yang diganti basa cytosine terdapat
pada situs polimorfik 191, 350, dan 370. Dari hasil analisis situs polimorfik tersebut dapat
diperoleh 3 haplotipe yaitu CLB1, CLB2, dan CLB3 dari 4 sampel yang teridentifikasi
Cephalopholis leopardus. Sebanyak 2 sampel yang teridentifikasi Cephalopholis miniata
menghasilkan 2 haplotipe dengan 7 situs polimorfik dimana hanya terdapat komposisi transisi
tanpa komposisi transversi. Transisi basa cytosine menjadi timine terdapat pada situs polimorfik
22 dan 234. Basa guanine yang diganti oleh basa adenine terdapat pada situs polimorfik 207 dan
260. Pergantian basa adenine menjadi basa guanine terjadi pada situs polimorfik 230 dan 245.
Selanjutnya, basa timine yang diganti basa cytosine hanya terdapat pada situs polimorfik 248.
Sampel KRL.01 memiliki 7 situs polimorfik yang berbeda dengan sampel KRG.01 sehingga
KRL.01 dinamai haplotipe CMB1 dan KRG.01 dinamai CMB2. Sampel yang teridentifikasi
Cephalopholis sonnerati hanya 1 sampel dengan kode haplotipe KRM.01. Hasil analisis situs
polimorfik sampel KRM.01 dengan standar menunjukkan sampel tersebut tidak sama persis
dengan standar. Hal ini terjadi karena KRM.01 pada situs polimorfik 213 mempunyai komposisi
basa adenine sedangkan standar mempunyai komposisi basa guanine. Dengan adanya 1 transisi
inilah kemudian sampel KRM.01 dinamai haplotipe CSB. Sedangkan 1 sampel yang
teridentifikasi Cephalopholis cyanostigma, 2 sampel yang teridentifikasi Variola albimarginata
dan 1 sampel yang teridentifikasi Epinephelus fasciatus tidak menghasilkan situs polimorfik.
Menurut publikasi IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources) pada tahun 2008, populasi spesies Cephalopholis miniata dan Variola albimarginata
(Cabanban et al., 2008), serta populasi Epinephelus fasciatus (Fennessy et al., 2008) mengalami
penurunan. Ancaman terbesar bagi Epinephelus fasciatus adalah hilangnya habitat spesies
tersebut akibat pemutihan terumbu karang (Sheppard, 2003). Ancaman lainnya meliputi
memancing dengan dinamit yang merusak terumbu, memancing dengan racun dan jaring pada
terumbu yang telah mengakibatkan hilangnya habitat di beberapa negara, seperti Tanzania,
Indonesia, Filipina dan Malaysia (Spalding et al., 2001 ; Kunzmann, 2004). Cephalopholis
miniata terancam oleh overfishing dan degradasi habitat (bom ikan, sedimentasi). Spesies ini
secara umum memiliki kepentingan ekonomi perikanan lokal serta dalam perdagangan ikan
karang hidup. Variola albimarginata ditangkap untuk perdagangan ikan karang hidup. Akibat
penurunan populasinya maka disarankan untuk menurunkan eksploitasi terhadapnya (Fry et al,.
2006).
Sesuai dengan publikasi IUCN tersebut, dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa
proporsi spesies Cephalopholis miniata, Variola albimarginata dan Epinephelus fasciatus dari
seluruh sampel yang diamati berjumlah sedikit. Eksploitasi terhadap 3 spesies tersebut harus
dihentikan agar tidak terjadi overfishing. Pembatasan ijin dari pemerintah terkait terhadap jenis
alat tangkap perlu dilakukan untuk mencegah teknik penangkapan ikan yang merusak terumbu
karang sebagai habitat dari spesies kerapu tersebut. Pembuatan area yang di dalamnya terdapat
zona larang tangkap untuk melindungi daerah pemijahan, tempat mencari makan dan
pembesaran bagi ikan kerapu tersebut perlu dilakukan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kerapu yang hidup di perairan Karangasem terdiri dari 6 spesies yaitu Cephalopholis
leopardus, Cephalopholis miniata, Cephalopholis sonnerati, Cephalopholis cyanostigma,
Epinephelus fasciatus dan Variola albimarginata.
Saran
Eksploitasi terhadap spesies Cephalopholis miniata, Variola albimarginata dan
Epinephelus fasciatus ini harus dihentikan agar tidak terjadi overfishing dimana diketahui bahwa
populasi spesies tersebut mengalami penurunan di alam. Pembatasan ijin dari pemerintah terkait
terhadap jenis alat tangkap perlu dilakukan untuk mencegah teknik penangkapan ikan yang
merusak terumbu karang sebagai habitat dari spesies kerapu tersebut serta perlu dibuat area yang
didalamnya terdapat zona larang tangkap untuk melindungi daerah pemijahan, tempat mencari
makan dan pembesaran bagi ikan kerapu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Afero, Farok. 2012. Analisa Ekonomi Budidaya Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) dalam Keramba Jaring Apung di Indonesia. Depik Jurnal. 1(1): 10-21
Avise, J.C. dan Walker, D. 1999. Species Realities and Numbers in Sexual Vertebrates: Perspectives from an Asexually Transmitted Genome. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 96: 992-995
Baharum, S. N., dan Aziz, N. A. A. 2011. Status of Epinephelus fuscoguttatus and Epinephelus hexagonatus Inferred from Mitochondrial DNA Sequence (Cytochrome b): Evidence for Genetic Similarity. International Conference on Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics. 5:118-122
Bhattacharjee, Maloyjo J., Laskar, Boni A., Dhar, B., Ghosh, Sankar K. 2012. Identification and Re-Evaluation of Freshwater Catfishes through DNA Barcoding. PLOS ONE. 7:1-7
Cabanban, A.S., Kulbicki, M., Fennessy, S., Heemstra, P.C. & Yeeting, B. 2008. Cephalopholis miniata. In: IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.2. <www.iucnredlist.org>
Cabanban, A.S., Fennessy, S., Myers, R., Rhodes, K. & Pollard, D. 2008. Variola albimarginata. In: IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.2. <www.iucnredlist.org>
Felsenstein J. 1985. Confidence Limits on Phylogenies: An Approach Using the Bootstrap. Evolution. 39:783-791
Fennessy, S., Kulbicki, M., Cabanban, A.S., Myers, R. & Choat, J.H. 2008. Epinephelus fasciatus. In: IUCN 2012. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2012.2. <www.iucnredlist.org>
Fry, G.C., D.T. Brewer dan W.N. Venables, 2006. Vulnerability of Deepwater Demersal Fishes to Commercial Fishing: Evidence from a Study Around a Tropical Volcanic Seamount in Papua New Guinea. Fish. Res. 81:126-141
Ghufran, H. dan K. Kordi. 2008. Budidaya Perairan (Buku Kesatu). PT Citra Aditya Bakti. Bandung
Goldberg, Israel. 1999. Functional Foods, Designer Foods, Pharmafoods, Nutraceuticals. Aspen Publication. USA
Habibi, A., Sugiyanta, Yusuf, C. 2011. Perikanan Kerapu dan Kakap-Panduan Penangkapan dan Penanganan Versi 1. WWF-Indonesia. Indonesia
Heemstra, Philip C. dan Randall, John E. 1993. FAO Species Catalogue. VOL. 16. Groupers of The World. Family Serranidae, Subfamily Epinephelinae, An Annotated and Illustrated Catalogue of the Grouper, Rockod, Hind, Coral Grouper and Lyretail Species. FAO. Rome
Kimura M. 1980. A Simple Method for Estimating Evolutionary Rates of Base Substitutions Through Comparative Studies of Nucleotide Sequences. Journal of Molecular Evolution. 16 (2): 111–120
Kunzmann, A. 2004. Corals, Fishermen and Tourists. NAGA:WorldFish Center Quarterly Newsletter. 27:1-2
Leatherland, J. F. dan Woo, P. T. K. 2010. Fish Diseases and Disorders, Volume 2 Non-Infectious Disorders 2nd Edition. MPG Books Group. UK
Maggio, T., Andaloro F., Hemida F., & Arculeo M., 2005. A Molecular Analysis of Some Eastern Atlantic Grouper from the Epinephelus and Mycteroperca Genus. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 321:83– 92
Rahayu, A. M. 2009. Keragaman dan Keberadaan Penyakit Bakterial dan Parasitik Benih Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus di Karamba Jaring Apung Balai Sea Farming Kepulauan Seribu, Jakarta. M.Sc. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rivera, M. A. J., C. D. Kelley., dan G. K. Roderick. 2004. Subtle Population Genetic Structure in the Hawaiian Grouper, Epinephelus quernus (Serranidae) as Revealed by Mitochondrial DNA Analyses. Biological Journal of The Linnean Society. 81:449–468
Rukyani, A. 2001. Strategi Pengendalian Penyakit Viral pada Budidaya Ikan Kerapu. Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal 27 – 34
Saitou, N. dan Nei, M. 1987. The Neighbor-Joining Method: A New Method for Reconstructing Phylogenetic Trees. Molecular Biology and Evolution 4:406-425
Sheppard, C.R.C. 2003. Predicted Recurrences of Mass Coral Mortality in the Indian Ocean. Nature. 435: 294-297
Spalding, M. D., Teleki, K.A. & Spencer, T. 2001. Climate Change and Coral Bleaching. In: The Impacts of Climate Change on Wildlife (eds. Green R, Spalding MD, Zockler C & Harley M), pp. 40-41. Royal Society for the Protection of Birds. Sandy. UK
Sugama, K., Wardoyo, D., Rohaniawan dan H. Matsuda. 1998. Teknologi Perbenihan Ikan Kerapu Tikus, Cromileptes altivelis. Prosiding Seminar Teknologi Perikanan Pantai. 6-7 Agustus 1998, Denpasar
Susanto, Bambang. 2002. Analisis 16s rDNA-mtDNA sebagai Marka Genetik Variabilitas Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) melalui Metode PCR-RFLP. M.Sc. Thesis, Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Indonesia
Tamura, K. 1992. Estimation of The Number of Nucleotide Substitutions when there are Strong Transition-transversion and G + C-content Biases. Molecular Biology and Evolution. 9:678-687
Westneat, W. Mark dan Alfaro E. Michael. 2005. Phylogenetic Relationships and Evolutionary History of the Reef Fish Family Labridae. Molecular Phylogenetics and Evolution. 36 : 370–390
Top Related