ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK IKAN HIAS LAUT … · perlu dibangun sebuah skema mekanisme...

182
ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK IKAN HIAS LAUT NON SIANIDA DI KEPULAUAN SERIBU DIAN WISUDAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Transcript of ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK IKAN HIAS LAUT … · perlu dibangun sebuah skema mekanisme...

ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK IKAN HIAS LAUT NON SIANIDA

DI KEPULAUAN SERIBU

DIAN WISUDAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Laut Non Sianida di Kepulauan Seribu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2010

Dian Wisudawati NRP. H251070031

ABSTRACT

DIAN WISUDAWATI. Analysis of Non Cyanide Marine Ornamental Fish Supply Chain Management in Seribu Islands. Under direction of WILSON H. LIMBONG and JONO M. MUNANDAR. Marine Ornamental Fish is an interesting commodity for business. This business need an outstanding supply chain management to make it sustainable. This research aims (a) to describe a non cyanide marine ornamental fish in Seribu Islands, (b) to analyse factors that influenced the willingness of the fishermen, and (c) to create a priority strategy to make a fair and sustainable supply chain management for all parties. There are two lines of supply chain in this research, that is domestic market and foreign market. We found an innovation of a fishermen group who make their own market to the exporters, so they could make higher price that others.

The description analysis describe seven factors that judge as the factors influenced the fishermen to participate in the supply chain management, there are trust, commitment, compatibility, interdependence, management perception of uncertainty, interdependence and extendness relationship. Generally, we could not differ the responds between fishermen who will stay in the supply chain and who will not. But there are some points that could be as tools to measure their willingness, that is the impact of price fluctuation in the supplier level, commitment of supplier due to payment system, and norms in the fishermen level to sell their fish to the capital maker. While the priority strategy to make a fair and sustainable supply chain management is access development of information and technology and second is facilitate human resource capacity, third is transparency in cooperation between parties, and last intervention from the government. The most important factor is norms in cooperation, the most important actors to be involved is fishermen. And the objectives has almost equal distributed between increasing product value, sustainabel of natural resource, sustaibility of fishermen and suppliers business, and increasing the wealth of fishermen. Keywords: marine ornamental fish, non-cyanide, supply chain management, Seribu Islands, fair trade.

RINGKASAN

DIAN WISUDAWATI. Analisis Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Laut Non Sianida di Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh WILSON H. LIMBONG dan JONO M. MUNANDAR.

Orientasi Rantai Pasok didefinisikan sebagai pengakuan oleh suatu organisasi sistemik, implikasi strategis dari aktivitas taktis yang terlibat dalam mengelola berbagai aliran dalam suatu rantai pasok. Hal yang paling mendasar yang perlu dianalisis untuk dapat mewujudkan suatu rantai pasok yang kohesif adalah mengenai kesediaan dari masing-masing pihak untuk bisa bekerjasama dengan baik. Untuk itu dasar-dasar relasi yang bisa mempertemukan antara nelayan, pengepul, dan perusahaan eksportir serta importir agar dapat bermitra dalam manajemen rantai pasok ikan hias dikaji dalam penelitian ini. Untuk itu perlu dibangun sebuah skema mekanisme kemitraan dan kerjasama yang mampu mendorong terciptanya sebuah sistem manajemen rantai pasok ikan hias yang efektif dengan prinsip fair trade antara perusahaan, nelayan dan pengepul.

Penelitian ini bertujuan untuk: (a) Menggambarkan mekanisme rantai pasok ikan hias non sianida di Kepulauan Seribu, (b) Menganalisis hal-hal yang mempengaruhi kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias non sianida, (c) Memberikan altenatif skema manajemen rantai pasok ikan hias non sianida yang efektif dan sesuai dengan prinsip fair trade bagi nelayan, pengepul, dan perusahaan.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Januari 2010. Pengambilan data dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta dan di 3 Perusahaan Ekspor Ikan Hias di Tangerang. Sedangkan penelusuran literatur dan pengolahan data dilakukan di Bogor, Jakarta dan sekitarnya pada bulan Agustus 2009 sampai Januari 2010.

Pada penelitian ini dilakukan analisis kesediaan nelayan sebagai ujung tombak rantai pasok untuk berpartisipasi di dalam manajemen rantai pasok ikan hias non sianida dengan mengambil 38 sampel nelayan untuk diwawancara, kemudian data yang ada dianalisa dengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Sedangkan perumusan strategi manajemen rantai pasok ikan hias dilakukan dengan metode Analysis Hierarchy Process dengan meminta pendapat beberapa ahli dari semua pihak, yaitu dari pihak perusahaan, akademisi, pemerintah, dan LSM.

Dari wawancara yang dilakukan, dapat diidentifikasi model rantai pasok dimana alur distribusi komoditas dan informasi terbagi menjadi 2, yaitu untuk pasar dalam negeri dan luar negeri. Terdapat satu upaya unik yang dilakukan oleh kelompok nelayan dalam memotong rantai pasok pada elemen pengepul, sehingga harga beli ikan pada nelayan dapat lebih tinggi dibandingkan harga beli dari pengepul. Pada analisis deskriptif kuantitatif, diduga beberapa faktor akan menentukan kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias, sehingga digunakan beberapa variabel penduga antara lain (a) kepercayaan, (b) komitmen, (c) norma-norma kerjasama, (d) kesaling tergantungan, (e) kesesuaian, (f) hubungan tambahan diluar hubungan profesi, dan (g) persepsi manajemen akan

ketidakpastian lingkungan. Secara umum, respon nelayan yang menyatakan tidak bersedia berpartisipasi mayoritas sama dengan respon secara nelayan yang menyatakan bersedia berpartisipasi dalam rantai pasokan. Namun ada beberapa poin yang dapat dijadikan sebagai ukuran kesediaan nelayan, antara lain pengaruh perubahan harga di tingkat pengepul, komitmen pengepul dalam menepati pembayaran, dan norma dalam menjual ikan kepada pemberi modal. Skema strategi disusun dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process tersusun dari beberapa level berikut : Level 0 - Goal : Menciptakan manajemen rantai pasok yang adil dan lestari; Level 1 - Faktor : (a) trust dan komitmen, (b) norma-norma kerjasama, (c) kebijakan pemerintah, (d) kepedulian terhadap lingkungan; Level 2 - Aktor : (a) Nelayan, (b) Pengepul, (c) Perusahaan, (c) Pihak luar; Level 3 - Tujuan : (a) peningkatan kesejahteraan nelayan (b) keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul (c) peningkatan nilai produk (d) kelestarian sumberdaya alam; dan Level 4 - Skenario : (a) transparansi kerjasama antar pihak, (b) fasilitasi peningkatan kapasitas SDM, (c) pengembangan akses informasi dan teknologi, (d) intervensi pemerintah terhadap kebijakan.

Hasil sintesa yang digambarkan oleh grafik sensitivitas dari software expert choice 2000 yang merupakan gambaran kombinasi pendapat dari 4 pihak, yaitu dari pihak perusahaan, pihak akademisi, pihak LSM, dan pihak pemerintah adalah sebagai berikut : Dalam mencapai goal, didapatkan prioritas skenario yang akan dilakukan untuk mencapainya, yaitu skenario pertama adalah pengembangan akses informasi dan teknologi (49,3%), yang artinya bahwa hampir dari setengah dari goal dapat dicapai dengan menjalankan skenario ini. Kemudian menyusul skenario yang kedua adalah fasilitasi peningkatan SDM dengan nilai 20,3%, transparansi kerjasama antar pihak 17,9%, dan dengan dorongan 12,5% intervensi dari pemerintah, maka goal akan dapat tercapai 100%. Beberapa faktor yang akan mendukung skenario tersebut antara lain yang terpenting adalah norma-norma kerjasama (35,4%), trust dan komitmen (29,8%), kepedulian terhadap lingkungan (21,4%), dan kebijakan pemerintah (13,4%). Hal ini berarti bahwa, menurut para ahli, norma-norma kerjasama menjadi prioritas utama dalam menciptakan suatu manajemen rantai pasok yang adil dan lestari. Dengan memprioritaskan pengembangan akses informasi dan teknologi, nelayan memiliki peran yang sangat penting (50,9%), jauh lebih tinggi dari pada aktor yang lain, yaitu perusahaan (18,8%), pengepul (16,5%), dan pihak luar (13,9%). Namun demikian, sekecil apapun prosentase peranannya, semua pihak harus bekerjasama untuk mencapai goal yang diinginkan bersama. Perumusan tujuan sangat berperan dalam menentukan skenario yang akan diambil. Keempat tujuan yang telah dibuat memiliki prosentase yang merata sama satu sama lain. Peningkatan nilai produk 28,6%, kelestarian sumberdaya alam25,1%, keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul 23,2%, sama dengan peningkatan kesejahteraan nelayan 23,2%. Dengan demikian dapat diartikan bahwa pada setiap skenario yan telah dibuat, masing-masing dapat secara proporsional menjawab tujuan yang ingin dicapai oleh semua pihak dalam rangka mencapai manajemen rantai pasok yang adil dan lestari. Kata kunci: ikan hias laut, non sianida, manajemen rantai pasok, Kepulauan Seribu, perdagangan yang adil dan lestari.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa ijin IPB

ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK IKAN HIAS LAUT NON SIANIDA DI KEPULAUAN SERIBU

Oleh: DIAN WISUDAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir. Pramono Fewidarto, M. Sc

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Analisis Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Laut Non

Sianida di Kepulauan Seribu

Nama Mahasiswa : Dian Wisudawati

Nomor Pokok : H 251070031

Program Studi : Ilmu Manajemen

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, MS Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB Ilmu Manajemen

Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M. Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal ujian: 22 Februari 2010 Tanggal lulus: 23 Juni 2010

Kupersembahkan karyaku , semoga bukan yang terakhir kali kepada orang yang sangat kucintai, kusayangi, dan

kuhormati ..... Mama dan Bapak

Terimakasih atas semua cinta yang telah kalian berikan selama 27 tahun ini

I love you...

PRAKATA

Alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan

judul “Analisis Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Non Sianida di Kepulauan

Seribu” sebagai syarat untuk kelulusan sekolah di Program Pasca Sarjana Ilmu

Manajemen – Institut Pertanian Bogor ini. Banyak sekali pihak-pihak yang

terlibat dalam pembuatan tugas akhir ini dari awal hingga selesai. Penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Mama Sugiarti dan Bapak Harunurrasyid atas cintanya hingga penulis selalu

dapat berkarya dan mengejar ilmu setinggi-tingginya.

2. Prof. Dr. Wilson H. Limbong, MS dan Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc atas

kesabarannya membimbing penulis selama satu tahun lebih.

3. Ir. Pramono Fewidarto, M. Sc atas keluangan waktunya, saran, serta

masukannya sebagai supervisor AHP sekaligus dosen penguji.

4. Mas Budi Santoso, suamiku tercinta, atas kesetiaannya menemani penulis

mulai dari urusan perijinan, hingga mendampingi penulis mengambil data di

lapang. I know I can’t make it without you...

5. Bang Idris dan teman-teman Yayasan TERANGI yang telah membukakan

akses tempat penelitian di Kepulauan Seribu dan menyediakan data bagi

penulis dengan sangat cepat dan taktis. You do the big help...

6. Abdul Khaliq, M. Si dan Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten

Administrasi Kepulauan Seribu atas data dan informasinya.

7. Bang Wahyu dan kelompok nelayan di Pulau Panggang yang meluangkan

waktunya untuk diskusi di malam hari dan mengijinkan penulis untuk ikut

menangkap ikan hias di Pulau.

8. Pak Jayadi, Lilis dan Ulva yang telah membantu dan menemani penulis dalam

mengambil data di Pulau Panggang.

9. Ibu Wiwie, Bapak Dody, Mas Erik, atas informasinya tentang bisnis ekspor

ikan hias laut di pasar Internasional.

10. Hino, Hani, Yani, dan Rima, teman-teman seperjuangan di masa kuliah atas

dukungannya kepada penulis.

11. Seluruh dosen Program Studi S2 Ilmu Manajemen atas pengajaran dan

motivasi yang selalu diberikan pada masa perkuliahan.

12. Teman-teman Lawalata IPB yang selalu mendukung penulis untuk tetap

menikmati proses penyelesaian tugas akhir ini bagai sebuah petualangan.

13. Putri, Titi, Menur, Ratih (teman-teman kosan) atas dukungannya di detik-detik

terakhir.

14. Semua staff Mayor Ilmu Manajemen yang telah membantu kelancaran

administrasi dan surat-menyurat dalam penelitian.

15. Dan semua teman-teman yang lain atas semua bantuannya.

Akhirnya, penulis berharap tugas akhir ini bisa bermanfaat bagi nelayan dan

perusahaan, serta semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Mei 2010

Penulis

RIWAYAT HIDUP

Pada tanggal 27 Januari 1983, penulis dilahirkan di

Ponorogo dari Ib u Sugiarti dan Bapak Harunurrasyid.

Besar harapan mereka akan anak pertama dari dua

bersaudara ini, yaitu menjunjung tinggi harga diri

keluarga dan mengejar cita-cita setinggi mungkin.

Selama hidupnya, penulis mengisi hari-harinya dengan

berpetualang sambil belajar. Sekolah di SMU I

Ponorogo, penulis mengikuti ekstrakurikuler pecinta alam Ganesha Pala dan lulus

pada tahun 2001. Penulis kemudian mengambil kuliah sarjana di Institut Pertanian

Bogor pada Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Melanjutkan petualangannya, penulis mengikuti UKM Lawalata - IPB

(Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam) dan aktif di divisi Tirta. Kekuatannya

dalam mengikuti Ekspedisi INSTANT (International Nusantara STratification

ANd Transport) di perairan Indonesia Timur bekerjasama dengan Badan Riset

Kelautan dan Perikanan DKP, membawanya lulus dengan skripsi berjudul

Distribusi Sebaran Kopepoda dengan menggunakan ADCP (Accoustic Doppler

Current Profiller) di Selat Ombay, Timor pada tahun 2006. Setahun melalang

buana di dunia LSM, penulis akhirnya memutuskan untuk mengambil Program

Pasca Sarjana Ilmu Manajemen di Institut Pertanian Bogor. Sambil kuliah, penulis

beraktivitas sebagai volunteer di LSM Perkumpulan Telapak, yaitu LSM yang

memperjuangkan nelayan, petani, dan masyarakat adat. Isu yang diangkat adalah

isu lingkungan hidup, dan penulis tertarik dengan isu laut. Menggabungkan kedua

disiplin ilmu di bangku kuliah S2 dan S1, penulis mengambil tesis berjudul

Analisis Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Non Sianida di Kepulauan Seribu.

Tesis ini mengantarnya lulus pada tahun 2010 untuk tantangan kehidupan

selanjutnya.

DAFTAR ISI Hal.

I II

III IV

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 1.4. Kegunaan Penelitian .................................................................. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok .......................................................... 2.1.1. Manajemen Rantai Pasok sebagai Filosofi Manajemen .. 2.1.2. Manajemen Rantai Pasok sebagai Serangkaian Aktivitas

untuk Mengimplementasikan Filosofi Manajemen ........ 2.1.3. Manajemen Rantai Pasok sebagai Serangkaian Proses

Manajemen .................................................................... 2.2. Orientasi Rantai Pasok ............................................................. 2.2.1. Variabel-variabel Orientasi Rantai Pasok ...................... 2.2.2. Model Manajemen Rantai Pasok (Mentzer et al, 2001) .. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran .................................................................. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 3.3. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 3.4. Metode Pemilihan dan Penarikan Sampel ................................. 3.5. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 3.6. Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 3.6.1. Analisis Deskriptif .......................................................... 3.6.2. Analisis Deskriptif Kuantitatif ....................................... 3.6.3. Analysis Hierarchy Process (AHP).................................. GAMBARAN UMUM 4.1. Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu ...............................

4.1.1. Kondisi Geografis ............................................................ 4.1.2. Aspek Alam ..................................................................... 4.1.3. Aspek Pemerintahan dan Pengelolaan Wilayah ............... 4.1.4. Aspek Sosial dan Ekonomi ............................................... 4.1.5. Kelimpahan Ikan di Kepulauan Seribu ............................

4.2 Kelurahan Pulau Panggang ........................................................ 4.2.1. Demografi di Kelurahan Pulau Panggang ....................... 4.2.2. Sertifikasi Ikan Hias Non Sianida ...................................

4.3. Praktek Penangkapan Ikan Hias Laut Ramah Lingkungan ...... 4.4. Karakteristik Pelaku dalam Rantai Pasok Ikan Hias Laut Non

Sianida di Kepulauan Seribu ................................................... 4.4.1. Nelayan Ikan Hias Laut di Kepulauan Seribu ................. 4.4.2. Pengepul Ikan Hias Laut di Kepulauan Seribu ............... 4.4.3. Perusahaan Ekspor Ikan Hias Laut di Tangerang ............

iv v vi

1 5 6 6

7 11 12 16 17 19 24 26 29 30 30 31 32 32 33 36 42 42 42 43 45 46 47 47 49 53 54 54 56 59

V VI VII

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Rantai Pasok Ikan Hias Laut .................................... 5.1.1. Struktur Rantai Pasok ..................................................... 5.1.2. Entitas Rantai Pasok ........................................................ 5.1.3. Manajemen Rantai Pasok .................................................. 5.1.4. Sumber Daya Rantai Pasok .............................................. 5.1.5. Proses Bisnis Rantai Pasok ............................................. 5.1.6. Strategi Pemasaran Ikan Hias Laut .................................. 5.2. Kesediaan Nelayan untuk Berpartisipasi dalam Rantai Pasok

Ikan Hias Non Sianida ................................................................ 5.3. Strategi Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Non Sianida di

Kepulauan Seribu ........................................................................ 5.3.1. Penyusunan Hierarki ........................................................ 5.3.2. Penentuan Kriteria dan Pembobotan ................................. 5.3.3. Interpretasi Masing-masing Kriteria ................................ 5.4. Implikasi Manajerial ................................................................... KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ................................................................................ 6.2. Saran .......................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ......................................................................

63 63 75 76 78 81 90 95 102 102 107 109 118 121 121 123

DAFTAR TABEL

No. Teks Hal.

1. 2. 3. 4.

5. 6. 7. 8.

9. 10. 11. 12.

13.

14. 15.

16. 17. 18. 19.20. 21. 22. 23. 24. 25.

Posisi Indonesia sebagai negara pengekspor ikan hias di dunia ........ Definisi Manajemen Rantai Pasok Menurut Beberapa Penulis ....... Susunan Sampel dan Ahli sebagai Responden .................................. Responden Ahli pada Perumusan Strategi MRP Ikan Hias yang Adil dan Lestari .......................................................................................... Nilai dan Definisi Pendapat Kualitatif (Saaty, 1983) ....................... Jumlah Penduduk Kelurahan Pulau Panggang Berdasarkan Umur ... Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan ........................... Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian .............................. Dokumen Sertifikasi Ikan Hias .......................................................... Perhitungan Ekonomis Penangkapan Ikan dengan Sianida ............... Perhitungan Ekonomis Penangkapan Ikan Hias tanpa Sianida .......... Jaringan Anggota Primer Rantai Pasok Ikan Hias di Kepulauan Seribu dari Nelayan hingga Perusahaan ............................................ Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Ikan Hias Non Sianida di Kepulauan Seribu ............................................................................... Daftar Pemasok Bahan Baku Non Ikan Hias dalam Rantai Pasok ..... Perbedaan Harga pada Beberapa Jenis Ikan Hias Laut di Kepulauan Seribu ................................................................................................. Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan ................................................... Respon untuk Variabel Kepercayaan (trust) ..................................... Respon untuk Variabel Komitmen .................................................... Respon untuk Variabel Norma-norma Kerjasama ............................ Respon untuk Variabel Kesalingtergantungan ................................... Respon untuk Variabel Kesesuaian ................................................... Respon untuk Variabel Hubungan Tambahan .................................... Respon untuk Variabel Jaminan Kepastian ........................................ Inconsistency Ratio Tahap Pertama .................................................... Inconsistency Ratio Tahap Kedua ......................................................

3 10 31

37

39 48 48 49 51 55 55

65

71 72

85 90 97 98 98 99

100 101 102 107 108

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Hal. 1. 2. 3.

4.

5. 6. 7. 8. 9.

10. 11. 12.

13.

14. 15.

16.

17. 18.

19.

20.

21.

22.

23.

24. 25. 26. 27.

Nilai Ekspor Ikan Hias Laut Indonesia tahun 2007 ........................... Ilustrasi Saluran Distribusi Ikan Hias Laut ........................................ a. Direct Supply Chain .................................................................... b. Extended Supply Chain ............................................................... c. Ultimate Supply Chain ................................................................. Variabel (antecedents) dan Outcome (consequences) Manajemen Rantai Pasok, (Mentzer et. al., 2001) ............................................... Model Manajemen Rantai Pasok (Mentzer et al., 2001) ................... Kerangka Pemikiran Operasional ...................................................... Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ Skema Analysis Hierarchy Process untuk Ultimate Goal tertentu .... Keragaman jenis dan kelimpahan ikan hias laut di Kepulauan Seribu ............................................................................................... Pelatihan dan Sertifikasi MAC nelayan dan pengepul responden .... Sebaran usia dan pengalaman nelayan ikan hias laut ........................ Sebaran jumlah tanggungan dan pendapatan harian nelayan ikan hias laut .............................................................................................. Sebaran pendidikan nelayan dan keanggotaan kelompok nelayan ikan hias laut ..................................................................................... Sebaran usia dan pengalaman pengepul ikan hias laut ...................... Sebaran omset bulanan dan jumlah tanggungan pengepul ikan hias laut ..................................................................................................... Keanggotaan kelompok pengepul dan tingkat pendidikan pengepul ikan hias laut ..................................................................................... Jumlah nelayan dan jumlah karyawan pengepul ikan hias laut ........ Jaringan Anggota Primer Rantai Pasok Ikan Hias Non Sianida di Kepulauan Seribu ............................................................................... Pola Aliran dalam Rantai Pasok Ikan Hias Non Sianida di Kepulauan Seribu ........................................................................... Alur Perdagangan Ikan Hias dari Nelayan Kepulauan Seribu hingga ke Pembeli Akhir di Luar Negeri ....................................................... Pairwise comparison untuk aktor yang berperan dalam rantai pasok ikan hias non sianida di Kepulauan Seribu ...................................... Skema Analysis Hierarchy Process untuk Manajemen Rantai Pasok yang Adil dan Lestari ....................................................................... Hasil Pembobotan Pemilihan Strategi dalam Menciptakan Manajemen Rantai pasok Ikan Hias Laut yang Adil dan Lestari ..... Grafik Sensitivitas terhadap Faktor dalam Mencapai Goal .............. Grafik Sensitivitas terhadap Aktor dalam Mencapai Goal ............... Grafik Sensitivitas terhadap Tujuan dalam Mencapai Goal .............. Grafik Sensitivitas Prioritas Skenario dalam Mencapai Goal ............

2 4 9 9 9 19 24 28 29 38 47 52 55 55 56 57 58 59 59 63 73 84 96 103 108 109 111 113 115

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Hal.

1. 2.

3. 4. 5. 6. 7.

8. 9.

10. 11. 12.

Volume Ekspor Ikan Hias Laut di Indonesia 5 Tahun Terakhir ........ Peta Sumber Daya Ikan Hias dan Ekosistem Terumbu Karang di Kelurahan Pulau Panggang ................................................................ Jenis-jenis ikan hias komoditi Kepulauan Seribu .............................. Kuesioner untuk Nelayan .................................................................. Kuesioner untuk Pengepul ................................................................ Kuesioner untuk Perusahaan .............................................................. Struktur Hierarki Awal Rantai pasok Ikan Hias Non Sianida di Kep. Seribu ................................................................................................ Kuesioner Analytical Hierarchi Process ............................................ View-Tree Analytical Hierarchy Proses Kombinasi ......................... Grafik Sensitivitas Masing-masing Responden AHP ........................ Profil Perusahaan Ekspor Ikan Hias Laut ......................................... Gambar Aktivitas Selama Penelitian ..................................................

127

128 129 131 135 139

142 143 146 152 158 163

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada wilayah segitiga

terumbu karang (coral reef triangle) dunia. Posisi tersebut menempatkan

Indonesia sebagai salah satu Negara dengan penutupan terumbu karang terluas di

dunia. Menurut Burke (2002) dalam lingkup regional Asia Tenggara, Indonesia

memiliki persentase kepemilikan terumbu karang sebesar 51%, sedangkan dalam

tingkatan dunia sebesar 18% dengan catatan estimasi akurat.

Dalam kawasan segitiga terumbu karang, ribuan jenis ikan hidup dan

tinggal beserta organisme laut lainnya (marine living organism). Dengan

demikian terumbu karang memiliki potensi Sumber Daya Ikan (SDI) yang sangat

tinggi. Sementara itu terumbu karang juga bernilai ekonomis tinggi (high

economic values) dan bernilai konservasi tinggi (high conservation values). Lebih

dari itu, kawasan terumbu karang juga memiliki fungsi ekologis tinggi bagi

keberlangsungan kehidupan dan menjaga keseimbangan alam demi masa depan

yang berkelanjutan (sustainable future).

Dilihat dari perspektif ekonomi, terumbu karang adalah sumber devisa

negara yang sangat potensial melalui ekspor ikan konsumsi, ikan hias, kulit

kerang, rumput laut, obyek wisata bahari, dan bahan obat-obatan. Beragam jenis

ikan hias tersebar di berbagai perairan terutama menghuni habitat sekitar terumbu

karang. Terdapat sekitar 650 species, 480 species diantaranya sudah teridentifikasi

dan sekitar 200 species diantaranya telah diperdagangkan (Poernomo, 2008). Nilai

ekonomi total terumbu karang Indonesia mencapai US $ 466 juta. Khusus untuk

ikan hias yang dihasilkan dari ekosistem terumbu karang Indonesia, nilainya

mencapai US $ 32 juta pertahun (Reefbase, 2001).

Nilai ekspor ikan hias laut di Indonesia seperti yang tergambar pada

Gambar 1 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki nilai ekspor ikan hias laut

yang signifikan di sekitar 10 negara tujuan ekspor di dunia, yaitu USA, Jepang,

Malaysia, Singapura, UK, Jerman, Italy, Perancis, Kanada dan Belanda. Nilai

ekspor tertinggi adalah ekspor yang dilakukan ke USA, mencapai lebih dari US $

2

1,8 juta. Lampiran 1 menyajikan data tentang volume ekspor ikan hias laut

Indonesia di berbagai negara di dunia dalam 5 tahun terakhir.

Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia - Ekspor - 2007 (BPS Jakarta, Indonesia) – setelah diolah.

Gambar 1. Nilai Ekspor Ikan Hias Laut Indonesia tahun 2007

Peluang pasar di dunia masih terbuka luas untuk ikan hias laut Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi menyatakan bahwa ikan hias

asal Indonesia masih berpotensi besar untuk mengisi pasar ekspor ikan hias dunia,

mengingat Indonesia baru mengisi 14,6 juta dollar AS dari 500 juta dollar AS

pangsa pasar ikan hias di pasar global1

Ekspor ikan hias Indonesia didominasi perusahaan eksportir ikan hias

yang juga memiliki usaha budidaya ikan hias sendiri. Usaha budidaya merupakan

upaya solutif dalam rangka pemanfaatan lestari dan menjauhkan dari pola

ketergantungan dari alam, meskipun potensi ikan hias sangat melimpah di alam

(terumbu karang Indonesia). Dengan begitu perusahaan eksportir ikan hias tidak

sepenuhnya masuk dalam ranah industri ekstraktif. Kondisi demikian mendorong

kerja keras perusahaan untuk memenuhi kuota permintaan pasar akan ikan hias

dengan kualitas ekspor.

. Namun demikian, pangsa pasar ekspor

ikan hias laut Indonesia masih kalah dengan negara lain. Di Amerika Serikat,

Singapura mendominasi pangsa pasar sebesar 30%, sedangkan Indonesia hanya

6%. Ironinya adalah Indonesia sebagai pemilik terumbu karang justru kalah

dengan dalam merebut pangsa pasar (lihat Tabel 1).

1 http://64.203.71.11/kompas-cetak/0501/31/ekonomi/ , Peluang Ekspor Ikan Hias Indonesia Besar. 31 Januari 2005.

3

Tabel 1. Posisi Indonesia sebagai negara pengekspor ikan hias di dunia, 2004 No. Negara Pengekspor

Ikan Hias Nilai (1000 US$) Negara Pengimpor

Ikan Hias Nilai (1000 US$)

1. Singapore 41.460 USA 39.686 2. Malaysia 17.559 Japan 25.618 3. Czech Republik 13.353 Germany 24.373 4. Indonesia 12.648 United Kingdom 23.646 5. Hongkng 9.477 France 20.859 6. USA 8.381 Singapore 11.274 7. Japan 8.332 Italy 10.300 8. Peru 6.439 Belgium 10.163 9. Philipine 6.439 Netherlands 9.954 10. Israel 5.603 Hongkong 9.430 11. Sri Langka 5.527 Canada 6.520 12. Thailand 5.245 Spain 5.224 13. Belgium 4.322 Malaysia 4.916 14. Colombia 4.284 Mexico 2.819 15. Spain 3.570 Australia 2.790 16. Ireland 3.322 Switzerland 2.702 17. Brazil 3.250 Norway 2.334 18. France 3.046 Sweden 2.295 19. Germany 2.744 Korea 2.283 20. China 2.166 Denmark 2.025

Sumber : Ornamental Fish International website, 2004

Keberlanjutan usaha (sustainable business) sangat dipengaruhi oleh

kesediaan (supply) bahan baku usahanya. Dalam hal ini kaitannya dengan ekspor

ikan hias, banyak perusahaan belum sepenuhnya mampu memenuhi stok dan

permintaan pasar luar negeri secara optimal. Kebutuhan pasokan ikan hias

perusahaan memerlukan sumber bahan baku yang bukan hanya disuplai dari

manajemen perusahaan sendiri. Harus ada sumber lain sehingga kuota pasar

ekspor dapat terserap secara baik. Ketersediaan bahan baku merupakan hal yang

esensial untuk menjamin sebuah keberlanjutan usaha.

Gejolak meningkatnya permintaan pasar menyebabkan banyaknya nelayan

beralih profesi menjadi nelayan ikan hias. Meskipun budidaya ikan hias untuk

kebutuhan ekspor telah banyak dilakukan oleh banyak perusahan, namun kuota

ikan hias masih juga belum terpenuhi secara optimal. Sentimen positif pasar yang

ditandai dengan tingginya permintaan pasar terhadap ikan hias telah mendorong

nelayan untuk mempraktekkan usaha perikanan merusak (destructive fishing) atau

tidak ramah lingkungan. Banyak diantaranya nelayan ikan hias menggunakan

4

potassium sianida2

Keterangan :

dan atau/ bom. Cara ini memungkinkan nelayan untuk

menangkap ikan hias dengan cara relatif cepat dan mudah. Namun di lain pihak,

pasar luar negeri menghendaki ikan hias yang bebas sianida. Mereka tidak sadar

bahwa praktek perikanan tersebut dapat mengancam keberlanjutan usaha dan

tentu saja berdampak langsung bagi kehidupan dan kesejahteraan hidup mereka

sendiri kedepannya. Oleh karena itu perlu kiranya perusahaan mencoba

membangun kemitraan partisipatif dengan cara pelibatan (engagement) nelayan

dan pengepul dalam usaha ekspor ikan hias non sianida dengan tujuan untuk

memenuhi kuota ekspor ikan hias.

Dalam menjalankan sebuah usaha, perusahaan biasanya membangun

kemitraan usaha dengan nelayan dan pengepul untuk memenuhi rantai pasok

(supply chain) ikan hias guna keberlanjutan usahanya. Keterlibatan nelayan dan

pengepul dalam pemenuhan stok ikan hias perusahaan dimungkinkan memiliki

multiplayer effect yang tidak hanya sebatas pada keberlanjutan usaha bagi pihak

yang bermitra tetapi juga bisa mendukung upaya pelestarian sumberdaya hayati

laut (marine living resources) khususnya ikan hias air laut. Melalui penelitian ini

akan coba ditemu-kenali dasar-dasar relasi yang menyebabkan nelayan dan

pengepul bersedia untuk berpartisipasi dalam pemenuhan pasokan ikan hias di

wilayah Kepulauan Seribu. Hal ini berkenaan dengan aliran distribusi ikan hias

laut mulai dari nelayan, pengepul, perusahaan sebagai eksportir, sampai pada

importirnya (lihat Gambar 2).

: Aliran informasi : Aliran produk

Gambar 2. Ilustrasi Saluran Distribusi Ikan Hias Laut

2 Sianida atau potasium merupakan senyawa kimia NaCN dan KCN yang apabila berikatan dengan air akan menjadi senyawa HCN. Satu semprotan sianida sebanyak 20 cc dapat mematikan terumbu karang seluas 5 x 5 m2 dalam waktu 3-6 bulan.

Nelayan

(supplier)

Pengepul (collector)

Perusahaan (farm dan eksportir)

Importir (buyer)

5

1.2. Rumusan Masalah

Di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya terdapat beberapa perusahaan

eksportir ikan hias yang telah memiliki jaringan pemasok dari pengepul hingga

nelayan yang berada di Kepulauan Seribu. Hal ini membuat Kepulauan Seribu

menjadi salah satu mata rantai penting dalam perdagangan ikan hias laut di

Indonesia sejak 30 tahun lalu. Pemanfaatan ikan hias ini terkonsentrasi di Pulau

Panggang. Dari pulau ini dapat disuplai sekitar 107 jenis ikan hias laut untuk

diperdagangkan di pasar internasional.

Namun demikian, pengelolaan ikan hias laut di Kepulauan Seribu ini

masih sangat terbatas. Kurangnya peran pemerintah dan pihak yang terkait

membuat pengelolaan ini mengarah pada pengelolaan yang tidak bertanggung

jawab. Penggunaan alat tangkap yang merusak, penggunaan potassium/ sianida

merupakan hal-hal yang menyebabkan menurunnya kualitas ikan hias dan

terjadinya degradasi terumbu karang.

Dari sisi konservasi, ada beberapa pihak yang peduli dengan hal ini

kemudian mempromosikan cara tangkap dengan menggunakan cara yang lebih

ramah terhadap lingkungan, yang tidak merusak terumbu karang. Untuk kasus di

wilayah Kepulauan Seribu ini, LSM TERANGI (Terumbu Karang Indonesia)

bekerjasama dengan lembaga sertifikasi ikan hias laut non sianida, MAC (Marine

Aquarium Council) mencoba untuk masuk ke masyarakat nelayan di Pulau

Panggang dan menawarkan solusi pengelolaan ikan hias yang lebih ramah

lingkungan, yaitu dengan menggunakan jaring. Saat ini, masyarakat nelayan di

Pulau Panggang telah dapat membuktikan bahwa mereka adalah nelayan yang

ramah lingkungan.

Hal yang paling mendasar yang perlu dianalisis untuk dapat mewujudkan

suatu rantai pasok yang kohesif adalah mengenai kesediaan dari masing-masing

pihak untuk bisa bekerjasama dengan baik. Untuk itu dasar-dasar relasi yang bisa

mempertemukan antara nelayan, pengepul, dan perusahaan eksportir serta

importir agar dapat bermitra dalam manajemen rantai pasok ikan hias dikaji dalam

penelitian ini. Adanya kesadaran bahwa mereka saling memerlukan satu sama lain

semestinya bisa membawa mereka pada suatu kesepakatan atau kesepahaman

yang berakhir pada perjanjian jangka panjang baik secara tertulis maupun tidak

6

tertulis untuk saling memenuhi kepentingan masing masing pihak demi satu

tujuan utama, yaitu kepuasan pelanggan. Untuk itu perlu dibangunnya sebuah

skema mekanisme kemitraan dan kerjasama yang mampu mendorong terciptanya

sebuah sistem manajemen rantai pasok ikan hias yang efektif dengan prinsip fair

trade antara perusahaan, nelayan dan pengepul.

Beberapa uraian di atas menjadi dasar untuk pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

a. Bagaimanakah gambaran mekanisme rantai pasok ikan hias non sianida

di Kepulauan Seribu?

b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesediaan nelayan untuk

berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias non sianida?

c. Skema manajemen rantai pasok yang seperti apa yang ideal, yang dapat

diaplikasikan di lapang sebagai sebuah skema manajemen rantai pasok

yang adil bagi semua pihak yang terlibat (fair trade)?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan

untuk:

a. Menggambarkan mekanisme rantai pasok ikan hias non sianida di

Kepulauan Seribu.

b. Menganalisis hal-hal yang mempengaruhi kesediaan nelayan untuk

berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias non sianida.

c. Memberikan altenatif skema manajemen rantai pasok ikan hias non

sianida yang efektif dan sesuai dengan prinsip fair trade bagi nelayan,

pengepul, dan perusahaan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan/saran bagi suatu sistem

manajemen rantai pasok khususnya bagi nelayan, pengepul, dan perusahaan

dalam menjalankan kegiatan yang mendorong industri ekspor ikan hias laut non

sianida, terkait dengan pengembangan strategi pemasaran suatu sistem secara

menyeluruh melalui pendekatan manajemen rantai pasok yang lebih baik. Bagi

peneliti, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian yang serupa.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini terdiri dari dua kelompok

pembahasan. Pembahasan pertama merupakan penjelasan detail tentang definisi

Supply Chain Management (SCM) atau Manajemen Rantai pasok (MRP) untuk

membuka wacana pembaca akan betapa luasnya lingkup Supply Chain

Management. Pembahasan kedua adalah tentang filosofi cikal bakal implementasi

Manajemen Rantai pasok, yaitu Supply Chain Orientation (SCO) atau Orientasi

Rantai pasok (ORP), dimana pada pembahasan ini akan dibahas bahwa untuk

meraih MRP, perusahaan atau individu harus terlebih dahulu memiliki ORP.

Pada bab ini akan dibahas juga variabel-variabel yang akan digunakan di

dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang

ada dengan kesediaan para pihak, terutama pengepul, dalam hal ini sebagai target

responden untuk berpartisipasi di dalam organisasi rantai pasok di Kepulauan

Seribu.

2.1. Manajemen Rantai pasok (MRP)

Disadari atau tidak, rantai pasok sesungguhnya selalu ada di dunia bisnis

manapun, terlepas dari apakah rantai pasok tersebut dikelola atau tidak. Walaupun

suatu organisasi tidak secara aktif menjalankan konsep dari rantai pasok, namun

sebagai fenomena bisnis, rantai pasok tersebut akan tetap ada. Ada banyak sekali

pembahasan tentang Manajemen Rantai pasok (MRP) di berbagai jurnal riset,

antara lain Jornal of Business Logistics, International Journal of Logistics

Management, Journal of Marketing, Journal of Management, sampai Harvard

Business Review, dan masih banyak lagi. Namun Mentzer et. al (2001) mereview,

mengklasifikasikan, dan mensintesa beberapa definisi yang sering digunakan

tentang rantai pasok dan manajemen rantai pasok pada tataran akademis maupun

praktek bisnis. Mereka mengembangkan sebuah definisi yang komprehensif

dengan tujuan agar pada masa yang akan datang, riset tentang MRP ini dapat lebih

maju dan tepat sasaran karena definisi yang ambigu dari sebuah terminologi telah

diperjelas di dalam jurnal yang dipublikasikannya, yang akan dibahas pada

tinjauan pustaka di bawah ini.

8

Pembahasan tentang definisi “rantai pasok” akan dibahas terlebih dahulu,

karena terminologi ini dirasa lebih umum dari pada terminologi “manajemen

rantai pasok”. La Londe dan Masters (1994) menyatakan bahwa suatu rantai

pasok merupakan serangkaian perusahaan yang mengalirkan barang-barang ke

hilir. Pada umumnya, perusahaan yang sering mempraktekkan rantai pasok ini

adalah perusahaan manufaktur yang membuat produk dan mengirimkannya

sampai ke tangan konsumen akhir melalui rantai pasok – mulai dari produsen

dengan bahan mentah dan komponen-komponennya, assembling produknya,

grosir, agen retail, dan perusahaan transportasi, semuanya merupakan anggota dari

rantai pasok (La Londe dan Masters, 1994). Masih dengan konsep yang sama,

Lambert, Stock, dan Ellram (1998) mendefinisikan rantai pasok sebagai aliansi

beberapa perusahaan yang menyampaikan barang atau jasa ke pasar. Dalam hal

ini dapat digaris bawahi bahwa kedua konsep tentang rantai pasok di atas

memasukkan konsumen akhir sebagai bagian dari rantai pasok.

Definisi lain menyatakan bahwa rantai pasok merupakan jaringan beberapa

organisasi yang terlibat dari hulu ke hilir, dengan proses dan aktivitas yang

berbeda yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa yang disampaikan

pada konsumen paling akhir (Christopher, 1992).

Mensintesa dari beberapa definisi di atas, Mentzer et al. (2001)

mendefinisikan rantai pasok sebagai serangkaian entitas yang terdiri dari tiga atau

lebih entitas (baik individu maupun organisasi) yang terlibat secara langsung dari

hulu ke hilir dalam aliran produk, jasa, keuangan, dan/ atau informasi dari sumber

kepada pelanggan. Mentzer et al. (2001) juga mengkategorikan rantai pasok

menjadi tiga macam berdasarkan tingkat kompleksitasnya, yaitu :

1) Direct Supply Chain

Direct supply chain terdiri dari satu perusahaan, satu pemasok, dan satu

pelanggan yang terlibat dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan,

dan/atau informasi (Gambar 3a).

2) Extended Suply Chain

Extended supply chain meliputi beberapa pemasok dari pemasok

penghubung dan beberapa pelanggan dari pelanggan penghubung,

9

semuanya terlibat di dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan,

dan/atau informasi (Gambar 3b).

3) Ultimate Supply Chain

Ultimate supply chain meliputi semua organisasi yang terlibat di dalam

aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan, dan/atau informasi (Gambar 3c).

Kategori rantai pasok ini merupakan kategori yang paling rumit yang

berlaku pada rantai pasok yang kompleks. Pada Gambar 3c dapat dilihat

peran pihak ketiga, yaitu penyedia jasa finansial yang mengurusi segala

urusan finansial, mengasumsikan resiko, dan memberikan saran finansial;

penyedia jasa logistik yang megurusi aktivitas-aktivitas logistik antara dua

perusahaan; dan perusahaan penyedia jasa riset pasar yang menyediakan

informasi tentang pelanggan terakhir kepada perusahaan untuk

memperkuat rantai pasok yang ada.

TIPE-TIPE RANTAI PASOK

Gambar 3a. Direct Supply Chain

Gambar 3b. Extended Supply Chain

Gambar 3c. Ultimate Supply Chain

Lebih jauh lagi, kita akan membahas tentang rantai pasok yang dikelola dan

dijadikan sebagai konsep yang sudah atau akan diimplementasikan pada suatu

SUPPLIER ORGANIZATION CUSTOMER

... ... SUPPLIER ORGANIZATION CUSTOMER SUPPLIER’S SUPPLIER

CUSTOMER’S CUSTOMER

... ... SUPPLIER ORGANIZATION CUSTOMER ULTIMATE SUPPLIER

ULTIMATE CUSTOMER

THIRD PARTY LOGISTICS SUPPLIER

FINANCIAL PROVIDER

MARKET RESEARCH TEAM

10

Tabel 2. Definisi Manajemen Rantai Pasok oleh Beberapa Penulis

Penulis Definisi

Monczka, Trent, dan Handfield (1998)

MRP merupakan fungsi-fungsi material yang terpisah yang akan dikoordinasikan kepada eksekutif untuk keseluruhan proses material, yang dalam hal ini diperlukan suatu kerjasama antar pemasok lintas level. MRP adalah suatu konsep, “yang tujuan utamanya adalah untuk mengintegrasikan dan mengelola sumber daya, aliran, dan kontrol material yang ada dengan perspektif sistem lintas fungsional dan lintas pemasok secara total”.

La Londe dan Masters (1994)

Strategi rantai pasok meliputi: “... dua atau lebih perusahaan dalam satu rantai pasok dengan kesepakatan jangka panjang; ... merupakan pengembangan kepercayaan dan komitmen dalam suatu hubungan; ... integrasi aktivitas logistik yang melibatkan sharing data permintaan dan penjualan; ... suatu potensi perubahan lokus kontrol pada proses logistik.”

Stevens (1989) “Tujuan mengelola rantai pasok adalah untuk menyelaraskan kebutuhan pelanggan dengan aliran material dari pemasok, untuk mendapatkan keseimbangan atas ketimpangan tujuan yang sering terjadi dalam memberikan pelayanan terbaik untuk pelanggan, manajemen inventory rendah, dan biaya per unit rendah.”

Houlihan (1988)

Perbedaan antara manajemen rantai pasok dan kontrol material serta manufaktur klasik adalah: “1) Rantai pasok dipandang sebagai proses tunggal. Tanggung jawab untuk berbagai segmen di dalam rantai tidak terpisah-pisah, kemudian diserahkan pada ranah fungsional seperti manufaktur, pembelian, distribusi, dan penjualan. 2) Manajemen rantai pasok bergantung pada pengambilan keputusan strategis. “Supply” merupakan tujuan bersama dari semua fungsi di dalam rantai secara praktis dan signifikan khususnya dalam hal strategis karena akan berdampak pada keseluruhan biaya dan pangsa pasar. 3) Manajemen rantai pasok memiliki perspektif yang berbeda pada inventory yang digunakan sebagai suatu mekanisme keseimbangan untuk alternatif terakhir. 4) Diperlukan sebuah pendekatan baru pada sistem – integrasi lebih baik dari pada terpisah-pisah.

Jones dan Riley (1985)

“Manajemen rantai pasok berhubungan dengan total aliran material dari pemasok sampai konsumen akhir...”

Cooper et al. (1997)

Manajemen rantai pasok adalah “... suatu filosofi terintegrasi yang digunakan untuk mengelola total aliran dalam saluran distribusi dari pemasok sampai konsumen terakhir”

organisasi. Manajemen rantai pasok didefinisikan dengan pengertian yang

berbeda-beda oleh beberapa penulis. Mentzer et al., (2001) telah merangkumkan

11

beberapa definisi dan penjelasan lainnya mengenai “manajemen rantai pasok”

yang digali dari beberapa penulis yang dapat dilihat pada Tabel 2.

2.1.1. Manajemen Rantai Pasok sebagai Filosofi Manajemen

Sebagai suatu filosofi, MRP mengambil pendekatan sistem untuk melihat

rantai pasok sebagai entitas tunggal. Bukan hanya sekedar rangkaian dari bagian

bagian yang terpisah, yang tiap bagiannya menjalankan fungsinya (Ellram dan

Cooper 1990; Houlihan 1988; Tyndall et al. 1998). Dengan kata lain, filosofi

manajemen rantai pasok telah meluas dari konsep kemitraan kepada usaha

beberapa perusahaan untuk mengelolan aliran total produk dari pemasok sampai

pada konsumen akhir (Ellram 1990; Jones dan Riley 1985). Dengan demikian bisa

dikatakan bahwa MRP merupakan kompilasi kepercayaan dari beberapa

perusahaan di dalam rantai pasok yang secara langsung maupun tidak langsung

mempengaruhi kinerja semua anggota rantai pasok, sampai pada mata rantai yang

paling ujung, yang berarti juga mempengaruhi keseluruhan kinerja rantai pasok

(Cooper et al. 1997).

MRP sebagai filosofi manajemen mencari keselarasan dan konvergensi

kapabilitas operasional dan strategis baik di dalam perusahaan maupun antar

perusahaan menjadi sebuah kesatuan, menyatukan kekuatan pasar (Ross, 1998).

MRP sebagai suatu filosofi yang terintegrasi mengarahkan anggota rantai pasok

untuk fokus mengembangkan solusi-solusi inovatif untuk menciptakan nilai

pelanggan yang unik dengan sumberdaya tersendiri. Langley dan Holcomb (1992)

menyatakan bahwa tujuan MRP sebaiknya merupakan keselarasan dari

keseluruhan aktivitas rantai pasok untuk menciptakan nilai pelanggan. Sehingga

filosofi MRP menyatakan bahwa batasan MRP tidak hanya meliputi logistik,

namun juga keseluruhan fungsi-fungsi yang lain di dalam perusahaan dan di

dalam rantai pasok untuk menciptakan nilai dan kepuasan pada pelanggan. Dalam

konteks ini, memahami nilai dan kebutuhan pelanggan merupakan hal yang

penting (Ellram dan Cooper 1990; Tyndall et al. 1998) . Dengan kata lain, filosofi

MRP mengarahkan anggota rantai pasok untuk memiliki orientasi pelanggan.

Berdasarkan pembahasan di atas, Mentzer et al. (2001) menyatakan bahwa

MRP sebagai filosofi manajemen memiliki karakteristik sebagai berikut:

12

1) Suatu pendekatan sistem untuk melihat rantai pasok sebagai satu

kesatuan yang utuh, dan untuk mengelola total aliran inventory barang

dari pemasok kepada konsumen akhir.

2) Suatu orientasi strategis menuju usaha kooperatif untuk menyelaraskan

dan mempertemukan kapabilitas operasional dan strategis baik di dalam

perusahaan maupun antar perusahaan pada satu kesatuan yang utuh.

3) Suatu fokus pelanggan untuk menciptakan nilai pelanggan yang unik

dan sumber daya tersendiri, yang membawa pada kepuasan pelanggan.

2.1.2. Manajemen Rantai Pasok sebagai Serangkaian Aktivitas untuk

Mengimplementasikan Filosofi Manajemen

Dalam mengadopsi filosofi manajemen rantai pasok, perusahaan harus

membangun praktek-praktek manajemen yang membuat mereka berperilaku

secara konsisten dengan filosofi yang dimaksud. Seperti halnya banyak penulis

yang berfokus pada aktivitas yang mencirikan manajemen rantai pasok. Penelitian

berikut menyatakan beberapa aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk

mengimplementasikan filosofi MRP dengan sukses.

Aktivitas-aktivitas MRP tersebut antara lain :

1. Integrated Behavior (Perilaku yang terintegrasi)

Bowersox dan Closs (1996) berpendapat bahwa untuk mencapai

keefektifan yang penuh di lingkungan persaingan saat ini, perusahaan

harus memperluas perilaku terintegrasi mereka untuk mempertemukan

pelanggan dengan pemasok. Perluasan perilaku terintegrasi ini, melintasi

integrasi eksternal, mengacu pada Bowersox dan Closs (1996) sebagai

manajemen rantai pasok. Dalam konteks ini, filosofi MRP pada saatnya

akan berubah menjadi implementasi manajemen rantai pasok: Serangkaian

aktivitas yang menjunjung filosofinya. Serangkaian aktivitas ini

merupakan usaha yang terkoordinasi yang disebut manajemen rantai pasok

antara mitra-mitra rantai pasok, seperti pemasok, perantara, dan

manufaktur, untuk merespon kebutuhan konsumen secara dinamis (Greene

1991).

13

2. Mutually Sharing Information (Berbagi informasi satu sama lain)

Terkait dengan perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi satu sama lain

diantara anggota rantai pasok sangat diperukan untuk

mengimplementasikan filosofi MRP, terutama dalam hal perencanaan dan

proses monitoring (Cooper et al. 1997; Cooper, Lambert, dan Pagh 1997;

Ellram dan Cooper 1990; Novack, Langley, dan Rinehart 1995; Tyndall et

al. 1998). Cooper, Lambert, dan Pagh (1997) menyoroti tentang update

informasi yang rutin diantara anggota rnati pasokan agar manajemen rantai

supali menjadi efektif. The Global Logistics Research Team di Michigan

State University (1995) mendefinisikan berbagi informasi sebagai suatu

kesediaan untuk membuat data strategis dan taktis yang dapat diakses oleh

semua anggota rantai pasok. Keterbukaan dalam berbagi informasi seperti

tingkat inventory, peramalan, strategi promosi penjualan, dan strategi

pemasaran dapat mengurangi ketidakpastian diantara mitra pemasok dan

akhirnya dapat meningkatkan kinerja rantai pasok (Andel 1997; Lewis dan

Talalayevsky 1997; Lusch dan Brown 1996; Salcedo dan Grackin 2000).

3. Mutually Sharing Risk Dan Rewards (Berbagi resiko dan penghargaan satu sama lain)

MRP yang efektif juga memerlukan aktivitas berbagi resiko dan

penghargaan satu sama lain untuk mendapatkan keuntungan kompetitif

(Cooper dan Ellram 1993). Berbagi resiko dan penghargaan sebaiknya

berlangsung dalam jangka waktu yang panjang (Cooper et al. 1997).

Berbagi resiko dan penghargaan sangat penting untuk fokus jangka

panjang dan kerjasama diantara anggota rantai pasok (Cooper et al. 1997;

Cooper, Lambert, dan Pagh 1997; Ellram dan Cooper 1990; Novack,

Langley, dan Rinehart 1995; Tyndall et al. 1998).

4. Cooperation (Kerjasama)

Kerjasama diantara anggota rantai pasok diperlukan untuk MRP yang

efektif (Ellram dan Cooper 1990; Tyndall et al. 1998). Kerjasama dalam

hal ini mengacu pada kesamaan atau keharmonisan, aktivitas-aktivitas

yang terkoordinasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dalam

suatu hubungan bisnis untuk menghasilkan beberapa outcome atau

14

outcome yang superior yang merupakan harapan bersama dari waktu ke

waktu (Anderson dan Narus 1990). Kerjasama tidak terbatas pada

kebutuhan transaksi dan apa yang terjadi saat ini pada beberapa tingkat

manajemen (misalnya, pada manajer operasional ataupun manajer pada

tingkat atas), namun melibatkan koordinasi lintas fungsional diantara

anggota rantai pasok (Cooper et al. 1997). Tindakan bersama dalam

hubungan yang intim mengacu pada perwujudan aktivitas utama dalam

kerjasama atau cara yang terkoordinasi (Heide dan John 1990). Kerjasama

dimulai dari perencanaan bersama dan diakhiri dengan kontrol bersama

untuk mengevaluasi kinerja dari anggota rantai pasok, sebagaimana rantai

pasok sebagai satu kesatuan (Cooper et al. 1997). Perencanaan dan

evaluasi bersama melibatkan proses-proses yang telah dan sedang

berlangsung dalam beberapa tahun (Cooper et al. 1997). Dalam hal

perencanaan dan kontrol, diperlukan kerjasama untuk mengurangi

inventory rantai pasok dan mengejar efisiensi biaya rantai pasok secara

luas (Cooper et al. 1997; Dowst 1988). Lebih jauh lagi, anggota rantai

pasok harus bekerja bersama untuk pengembangan produk baru dan

keputusan-keputusan portofolio produk (Drozdowski 1986). Terakhir,

desain kontrol kualitas dan sistem pengiriman juga dilakukan dengan aksi

bersama (Treleven 1987).

5. The Same Goal Dan The Same Focus On Serving Customers (Tujuan dan fokus yang sama dalam melayani pelanggan)

La Londe dan Masters (1998) berpendapat bahwa suatu rantai pasok akan

sukses juka semua anggota rantai pasok tersebut memiliki tujuan dan

fokus yang sama dalam melayani pelanggan. Membangun tujuan dan

fokus yang sama diantara anngota rantai pasok merupakan satu bentuk

integrasi kebijakan. Lassar dan Zinn (1995) menyatakan bahwa hubungan

yang sukses bertujuan untuk mengintegrasikan kebijakan rantai pasok

untuk menghindari kerugian dan tumpang tindih pekerjaan, sambil

mencari tingkat kerjasama yang memungkinkan partisipan untuk bisa lebih

efektif pada tingkat biaya yang lebih rendah. Integrasi kebijakan akan

15

memungkinkan jika ada budaya dan teknik manajemen yang kompatibel

diantara anggota rantai pasok.

6. Integration of Processes (Integrasi proses)

Implementasi MRP memerlukan integrasi proses dari sumberdaya sampai

manufaktur dan distribusi lintas rantai pasok (Cooper et al. 1997; Ellram

dan Cooper 1990). Integrsi dapat dilaksanakan melalui tim lintas

fungsional, personel pemasok yang terpasang, dan penyedia jasa sebagai

pihak ketiga (Cooper et al. 1997).

Stevens (1989) mengidentifikasi empat tahapan integrasi rantai pasok dan

membahas implikasi perencanaan dan operasinya pada tiap-tiap tahap

sebagai berikut:

Tahap 1) Merepresentasikan kasus dasar. Rantai pasok merupakan suatu

fungsi dari operasi yang terpisah pisah di dalam perusahaan masing-

masing dan dicirikan melalui inventory yang bertahap, mdaniri, dan

memiliki sistem kontrol dan prosedur yang tidak kompatibel, dan

mengkotak-kotakkan fungsi-fungsi yang ada.

Tahap 2) Mulai fokus pada integrasi internal, dicirikan oleh munculnya

pengurangan biaya, belum pada perbaikan kinerja, inventory penyangga,

evaluasi awal transaksi internal, dan layanan pelanggan yang reaktif.

Tahap 3) Menuju tercapainya integrasi korporat internal dan dicirikan oleh

visibilitas penuh pembelian melalui distribusi, perencanaan jangka

mengengah, lebih mengutamakan hal-hal yang taktis daripada fokus

strategis, munculnya efisiensi, perluasan penggunaan dukungan elektronik

untuk akses jaringan, dan pendekatan reaktif yang berkelanjutan untuk

pelanggan.

Tahap 4) Mencapai integrasi rantai pasok dengan memperluas cakupan

integrasi di luar perusahaan untuk merangkul pemasok dan pelanggan.

7. Partners to Build dan Manintain Long-Term Relationships (Mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang)

Manajemen rantai pasok yang efektif diciptakan berdasarkan serangkaian

kemitraan, sehingga MRP memerlukan mitra untuk membangun dan

memelihara hubungan jangka panjang (Cooper et al. 1997; Ellram dan

16

Cooper 1990; Tyndall et al. 1998). Cooper et al. (1997) percaya hubungan

horison waktu akan meluas bukan hanya sebatas kontrak – mungkin belum

pasti – dan, pada waktu yang sama jumlah mitra sebaiknya dalam jumlah

yang kecil untuk memfasilitasi kerjasama yang meningkat. Gentry dan

Vellenga (1996) berpendapat bahwa bukan merupakan suatu yang biasa

jika semua aktivitas utama dalam rantai – logistik inbound dan outbound,

operasi, pemasaran, penjualan, dan jasa – akan diperlihatkan oleh salah

satu perusahaan untuk memaksimalkan nilai pelanggan. Sehingga,

penyusunan aliansi strategis dengan mitra rantai pasok seperti pemasok,

pelanggan, atau perantara (misalnya layanan transportasi dan/atau

pergudangan) memberikan keuntungan kompetitif melalui penciptaan nilai

pelanggan (Langley dan Holcomb 1992).

2.1.3. Manajemen Rantai Pasok sebagai Serangkaian Proses Manajemen

Davenport (1993) mendefinisikan proses sebagai serangkaian aktivitas yang

terstruktur dan terukur yang dibuat untuk menghasilkan output yang spesifik

untuk pelanggan atau pasar tertentu. La Londe (1997) berpendapat bahwa MRP

merupakan proses mengelola hubungan, informasi, dan aliran material lintas

batasan perusahaan untuk memberikan peningkatan layanan pelanggan dan nilai

ekonomi melalui manajemen yang telah diselaraskan pada aliran barang-barang

fisik dan informasi yang menyertainya dari sumber bahan baku hingga

konsumsinya. Ross (1998) mendefinisikan proses rantai pasok sebagai fungsi-

fungsi, institusi, dan operasi bisnis fisik aktual yang mencirikan jalannya

pergerakan barang dan jasa pada rantai pasok tertentu pada pasar melalui saluran

pipa pasokan. Dengan kata lain, suatu proses merupakan pengaturan yang spesifik

dari aktivitas lintas ruang dan waktu, dengan awalan dan akhiran, dengan jelas

teridentifikasi input dan output nya, serta suatu struktur untuk tindakan yang

dilakukan (Cooper et al. 1997; Cooper, Lambert, dan Pagh 1997; Ellram dan

Cooper 1990; Novack, Langley, dan Rinehart 1995; Tyndall et al. 1998).

Lambert, Stock, dan Ellram (1998) menyatakan bahwa untuk

mengimplementasikan MRP dengan sukses, semua perusahaan dengan suatu

rantai pasok harus menguasasi tiap divisi fungsional mereka sendiri dan

mengadopsi sutau pendekatan proses. Sehingga, fungsi-fungsi di dalam rantai

17

pasok bisa diatur kembali sebagai proses kunci. Perbedaan yang kritis antara

fungsi-fungsi tradisional dan apa itu pendekatan proses adalah bahwa fokus pada

setiap proses merupakan cara untuk menemukan kebutuhan pelanggan dan bahwa

perusahaan diatur di seputar proses ini (Cooper et al. 1997; Cooper, Lambert, dan

Pagh 1997; Ellram dan Cooper 1990; Novack, Langley, dan Rinehart 1995;

Tyndall et al. 1998). Lambert, Stock, dan Ellram (1998) menyatakan pada

umumnya proses-proses kunci meliputi manajemen hubungan pelanggan,

pengadaan, dan pengembangan produk, serta komersialisasi.

2.2. Orientasi Rantai Pasok (ORP)

Walaupun beberapa perspektif manajemen rantai pasok di atas sangat

membantu dalam pendefinisian, namun terdapat indikasi bahwa literatur yang ada

sesungguhnya mencoba untuk mendefinisikan dua konsep dengan satu

terminologi manajemen rantai pasok. Pertama, koordinasi suatu rantai pasok dari

perspektif sistem secara keseluruhan, dengan masing-masing aktivitas taktis aliran

distribusi terlihat dalam konteks strategis yang lebih luas (yang disebut MRP

sebagai suatu filosofi manajemen) lebih tepat disebut dengan Supply Chain

Orientation/ Orientasi Rantai pasok. Sedangkan yang kedua, implementasi yang

sesungguhnya dari orientasi ini, lintas perusahaan-perusahaan yang berbeda dalam

rantai pasok, lebih tepat disebut dengan Supply Chain Manajemen/ Manajemen

Rantai pasok. Perspektif ini membawa Mentzer et al., (2001) pada definisi salah

satu konsep krusial berikut :

Orientasi Rantai Pasok didefinisikan sebagai pengakuan oleh suatu

organisasi sistemik, implikasi strategis dari aktivitas taktis yang terlibat dalam

mengelola berbagai aliran dalam suatu rantai pasok. Sehingga suatu perusahaan

bisa disebut memiliki orientasi rantai pasok (ORP) hanya jika manajemennya bisa

melihat implikasi dari pengelolaan aliran produk, jasa, keuangan, dan informasi

dari hulu ke hilir dari pemasok ke pelanggan mereka. Berdasarkan definisi

tersebut, suatu perusahaan belum dikatakan memiliki orientasi rantai pasok jika

hanya melihat sistemik dan implikasi strategisnya dalam satu arah. Sehingga,

dalam Gambar 3a, perusahaan di tengah yang menjalankan rantai pasok dapat

dikatakan memiliki ORP, namun kedua perusahaan pada kedua ujungnya belum

bisa dikatakan memiliki ORP (karena pemasok hanya fokus di rantai pasok bawah

18

– orientasi “saluran” klasik – dan pelanggan hanya fokus pada rantai pasok atas –

orientasi “pengadaan” klasik).

Lebih jauh lagi, Mentzer et al. 2001 menyatakan bahwa perusahaan dengan

ORP pun belum tentu dapat mengimplementasikan rantai pasok – karena

implementasi semacam ini memerlukan suatu ORP lintas beberapa perusahaan

yang secara langsung terhubung di dalam rantai pasok. Perusahaan dengan ORP

dapat diimplementasikan secara individu, atau taktik relokasi rantai pasok (seperti

Just In Time delivery, atau Electronic Data Interchange dengan pemasok dan

pelanggan), namun bukan disebut manajemen rantai pasok kecuali mereka

terkoordinasi (sebuah orientasi strategis) di seluruh rantai pasok (orientasi

sistemik). Implementasi ORP memerlukan beberapa perusahaan dalam rantai

pasok untuk memanfaatkan proses–proses yang telah dibahas pada bab

sebelumnya untuk mewujudkan aktivitas MRP. MRP adalah implementasi ORP

lintas beberapa pemasok dan beberapa pelanggan. Perusahaan yang

mengimplmentasikan MRP harus terlebih dahulu memiliki ORP. Dalam extended

supply chain (Gambar 3b), semua perusahaan yang terlibat memiliki orientasi

rantai pasok, kecuali pemasok paling pertama dan pelanggan terakhir. Karena

pemasok pertama hanya fokus pada pelanggaannya, dan pelanggan terakhir hanya

fokus pada pemasoknya, sehingga belum bisa dikatakan memiliki orientasi hulu-

hilir. Dengan kata lain, ORP merupakan filosofi manajemen dan MRP merupakan

total dari keseluruhan aksi-aksi manajemen yang telah dilakukan untuk

mewujudkan filosofi tersebut.

2.2.1. Variabel - variabel Orientasi Rantai pasok

Pada umumnya hubungan dalam rantai pasok merupakan hubungan jangka

panjang dan memerlukan koordinasi strategis. Oleh karena itu Mentzer et al.

(2001) menguji variabel dan outcome dari manajemen rantai pasok pada tingkat

strategis. Variabel-variabel inilah yang akan menjadi referensi dasar yang akan

digunakan penulis sebagai input dalam metode penelitian tentang kesediaan

pengepul ikan hias untuk berpartisipasi dalam organisasi rantai pasok ikan hias di

Kepulauan Seribu.

19

Gambar 4. Variabel (antecedents) dan Outcome (consequences) Manajemen Rantai pasok, (Mentzer et. al., 2001)

Gambar di atas mengilustrasikan bahwa ada beberapa hal yang seharusnya

dimiliki oleh suatu perusahaan agar dapat dikatakan bahwa perusahaan tersebut

memiliki orientasi rantai pasok. Selanjutnya, manajemen rantai pasok dapat

diimplementasikan, terlihat dari indikator-indikator outcome yang ada. Sehingga

pada akhirnya, dampak positif akan didapatkan oleh perusahaan-perusahaan yang

terlibat di dalam rantai pasok tersebut, meliputi penekanan biaya operasional,

peningkatan nilai dan kepuasan pelanggan, serta keunggulan kompetitif.

Berikut dijelaskan secara detail berdasarkan penelitian terdahulu yang telah

direview dan dianalisis oleh Mentzer et al. (2001) sebagai variabel-variabel yang

harus dimiliki perusahaan pada tingkat awal menuju orientasi rantai pasok:

1. Trust (kepercayaan)

Morgan dan Hunt (1994) menyatakan bahwa kerjasama akan muncul

secara langsung dari hubungan kepercayaan dan komitmen. Moorman,

Deshpdane, dan Zaltman (1993) mendefinisikan rasa percaya sebagai

suatu kesediaan untuk mengandalkan mitra lain yang telah memiliki

kepercayaan diri. Walaupun kepercayaan dan komitmen keduanya adalah

penting untuk membuat kerjasama dapat berjalan dengan baik,

Single Company Antecedents

Willingness to address: • Trust • Commitment • Interdependence • Organizational

Compatibility • Vision • Key Processes • Leader • Top Management

Support

Supply Chain Management

• Three or more contigous companies with a CSO

• Information Sharing • Shared Risk dan

Rewards • Cooperation • Similar Customer

Service Goals dan Focus

• Integration of Key Processes

• Long-Term Relationships

• Interfunctional Coordination

Consequences

• Lower Cost • Improved

Customer Value dan Satisfaction

• Competitive Advantage

Supply Chain Orientation

• Systemic View • Strategic View

20

kepercayaan merupakan faktor penentu yang paling utama untuk

hubungan komitmen (Achrol 1991). Maka dari itu, kepercayaan memiliki

hubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan kerjasama.

Dwyer, Schurr, dan Oh (1987) memberikan contoh peran kepercayaan

dalam suatu hubungan, antara lain untuk mengatasi permasalahan dalam

hal kekuatan, konflik, dan profitabilitas rendah. Dalam atikelnya juga

dinyatakan bahwa kepercayaan memiliki dampak dalam hal berbagi resiko

dan penghargaan.

2. Commitment (Komitmen)

Dwyer, Schurr, dan Oh (1987) mendefinisikan komitmen sebagai “suatu

jaminan implisit ataupun explisit akan keberlanjutan relasi antara para

mitra”. Komitmen merupakan faktor penting bagi suksesnya hubungan

jangka panjang yang merupakan satu komponen implementasi MRP

(Gundlach, Achrol, dan Mentzer 1995). Lambert, Stock, dan Ellram

(1998) juga menyatakan bahwa komitmen untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan dari sumber daya manusia yang ada merupakan hal yang

penting dalam implementasi MRP. Morgan dan Hunt (1994) meletakkan

kepercayaan dan komitmen secara bersamaan, dan menyatakan bahwa

“Komitmen dan kepercayaan merupakan ‘kunci’ karena keduanya

mendorong pemasar untuk (1) berinvestasi pada pemeliharaan hubungan

kerjasama dengan mitra, (2) lebih berorientasi pada keuntungan jangka

panjang yang didapatkan dalam kerjasama dengan mitra yang ada, dari

pada alternatif alternatif jangka pendek yang atraktif, (3) melihat bahwa

tindakan-tindakan yang memiliki potensi resiko tinggi adalah hal yang

sensitif. Oleh karena itu mereka meyakini bahwa mitra mereka tidak akan

bersikap oportunis”.

3. Interdependence (Kesalingtergantungan)

Ketergantungan suatu perusahaan dengan mitranya (kesalingtergantungan)

mengacu pada kebutuan perusahaan untuk membina hubungan dengan

mitra untuk mencapai tujuannya (Frazier, 1983). Ketergantungan yang

dimaksud disini adalah kekuatan utama dalam pengembangan solidaritas

rantai pasok (Bowersox dan Closs 1996). Ketergantungan ini adalah apa

21

yang memotivasi keinginan untuk menegosiasikan transfer fungsional,

berbagi informasi kunci, dan berpartisipasi dalam perencanaan operaional

bersama (Bowersox dan Closs 1996). Terakhir, Genesan (1994)

menyatakan bahwa ketergantungan antara satu perusahaan dengan

perusahaan yang lain secara positif berhubungan dengan orientasi

hubungan jangka panjang perusahaan.

4. Organizational Compatibility (Kompatibilitas organisasi)

Filosofi kerjasama atau budaya dan teknik manajemen dari tiap

perusahaan dalam rantai pasok harus kompatibel untuk mencapai

keberhasilan dalam MRP (Cooper et al. 1997; Tyndall et al. 1998).

Kompatibilitas organisasi didefinisikan sebagai goal dan tujuan-tujuan

komplemen, sebagaimana juga dinyatakan dalam filosofi operasional dan

budaya korporat (Bucklin dan Sengupta 1993). Bucklin dan Sengupta

menunjukkan bahwa kompatibilitas organisasi antara beberapa perusahaan

dalam suatu aliansi memiliki dampak positif yang kuat terhadap

keefektifan suatu hubungan (misalnya persepsi bahwa suatu hubungan

tersebut produktif dan layak untuk dipertahankan). Cooper, Lambert, dan

Pagh (1997) juga perpendapat bahwa pentingnya budaya korporat dan

kompatibilitasnya lintas anggota rantai pasok tidak boleh dianggap remeh.

Dengan definisi ORP yang ditetapkan di atas serta beberapa pendapat

tentang kompatibilitas organisasi dalam rantai pasok, menunjukkan bahwa

setiap perusahaan harus memiliki ORP untuk mencapai MRP.

5. Vision (Visi)

Visi membantu perusahaan dengan goal yang spesifik dan strategis

tentang bagaimana mereka merencanakan segala sesuatunya untuk

mengidentifikasi dan mewujudkan kesempatan yang mereka harapkan

untuk menemukan pasar (Ross, 1998).

6. Key Processess (Proses-proses Kunci)

Lambert, Stock, dan Ellram (1998) berpendapat bahwa seharusnya ada

suatu kesepakatan tentang visi dan proses-proses kunci MRP. Ross (1998)

berpendapat bahwa kreasi dan komunikasi visi MRP milik pemenang

pasar kompetitif pun tidak hanya ditetapkan oleh perusahaan-perusahaan

22

secara individu, namun oleh keseluruhan rantai pasok (dengan definisi

ORP oleh Mentzer, et al., 2001). Hal ini sangat penting sebelum

implementasi MRP dimulai, misalnya dengan terlebih dahulu memenuhi

variabel-variabel MRP yang tergambar pada Gambar 5 di atas.

7. Leader (Pemimpin)

Dalam hal struktur kekuatan dan kepemimpinan dalam organisasi rantai

pasok, diperlukan satu perusahaan yang diasumsikan berperan sebagai

pemimpin (Lambert, Stock, dan Ellram 1998). Bowersox dan Closs (1996)

berpendapat bahwa rantai pasok perlu pemimpin sebagaimana juga

organisasi secara individu. Ellram dan Cooper (1990) menyatakan bahwa

seorang pemimpin rantai pasok berperan seperti seorang kapten saluran

dalam referensi saluran-saluran pasar yang ada, serta memainkan peran

kunci dalam mengkoordinasi dan mellihat secara keseluruhan gambaran

besar rantai pasok. Bowersox dan Closs (1996) berpendapat bahwa pada

banyak situasi, perusahaan tertentu bisa berfungsi sebagai pemimpin rantai

pasok sebagai solusi untuk ukuran, kekuatan ekonomi, dukungan

pelanggan, perdagangan waralaba yang komprehensif, atau inisiasi dari

hubungan antar perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Schmitz,

Frankel, dan Frayer (1994) menunjukkan fakta bahwa kesuksesan

manajemen rantai pasok secara langsung terhubung dengan adanya

kepemimpinan konstruktif yang mampu menstimulasi perilaku kooperatif

di antara perusahaan-perusahaan yang berpartisipasi.

8. Top Management Support (Dukungan manajemen puncak)

Beberapa penulis menyatakan bahwa dukungan manajemen puncak

memiliki peran yang kritis dalam membentuk nilai, orientasi, dan arah

organisasi (Felton 1959; Hambrick dan Mason 1984; Kotter 1990; Tosti

dan Jackson 1990; Webster 1988). Day dan Lord (1988) menemukan

bahwa manajer puncak memiliki pengaruh yang penting pada kinerja

organisasi. Lambert, Stock, dan Ellram (1998) menyatakan bahwa

dukungan manajemen puncak, kepemimpinan, dan komitmen untuk

berubah merupakan variabel-variabel yang penting untuk implementasi

MRP. Dalam konteks yang sama, Loforte (1991) berpendapat bahwa

23

kurangnya dukungan manajemen puncak merupakan hambatan bagi

terimplementasinya MRP.

Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa pengakuan akan pentingnya variabel-

variabel tersebut oleh perusahaan secara khusus direpresentasikan sebagai

variabel-variabel untuk ORP. Ketika perusahaan-perusahaan yang berdekatan di

di dalam rantai pasok masing-masing dapat meraih ORP, mereka dapat memulai

proses implementasi untuk mewujudkan MRP. Dengan kata lain, ORP merupakan

kesediaan dari satu perusahaan untuk mengatasi isu-isu yang terdaftar di Gambar

5 dari suatu perspektif strategik dan sistemik. Menajemen rantai pasok hanya akan

tercapai jika beberapa perusahaan berada dalam satu barisan dalam rantai pasok

dan memiliki orientasi serta bergerak menuju implementasi filosofi manajemen

ORP.

2.2.2. Model Manajemen Rantai Pasok (Mentzer et al, 2001)

Walaupun dari waktu ke waktu terminologi manajemen rantai pasok

memiliki beberapa definisi oleh beberapa penulis, namun Mentzer et al, 2001

mengembangkan satu definisi MRP tunggal yang dapat mewakili semua definisi

yang ada. Beberapa literatur mengilustrasikan bahwa manajemen rantai pasok

melibatkan beberapa perusahaan, beberapa aktivitas bisnis, dan koordinasi dari

segala aktivitas lintas fungsional dan lintas perusahaan di dalam rantai pasok.

Akhirnya, Mentzer et al. (2001) menyatukan beberapa aspek manajemen rantai

pasok dari beberapa literatur menjadi satu definisi tunggal sebagai berikut :

Supply Chain Management is defined as the systemic, strategic coordination, of the traditional business functions dan the tactics across these business functions within a particular company dan across businesses within the supply chain, for the purposes of improving the long-term performance of the individual companies dan the supply chain as a whole.

Definisi tersebut memiliki implikasi yang besar terhadap manajemen rantai

pasok, dan membawa pada pengembangan model konseptual yang di ilustrasikan

pada Gambar 5. Menurut Mentzer et al. (2001), suatu rantai pasok dapat

digambarkan sebagai pipa, sebagaimana terlihat pada Gambar 5 yang

memperlihatkan pipa dari penampang samping, menunjukkan arah aliran rantai

24

pasok (barang, jasa, sumber daya keuangan, informasi yang menyertai aliran

rantai pasok, dan aliran informasi tentang permintaan dan peramalan). Fungsi-

fungsi bisnis tradisional, yaitu pemasaran, penjualan, riset dan pengembangan,

peramalan, produksi, pengadaan, logistik, teknologi informasi, keuangan, dan

pelayanan pelanggan mengelola dan menyelesaikan aliran ini dari pemasok paling

awal sampai pada konsumen paling akhir untuk memberikan nilai dan kepuasan

pelanggan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan profitabilitas tinggi untuk

masing-masing perusahaan di dalam rantai pasok, dan rantai pasok secara

keseluruhan.

Koordinasi antar fungsional meliputi pengujiian akan peran kepercayaan,

komitmen, resiko, dan ketergantungan dalam viabilitas dalam berba gi fungsi

internal dan koordinasi. Koordinasi inter-corporate meliputi pergantian

fungsional di dalam rantai pasok, peran dari berbagai jenis penyedia pihak

Gambar 5. Model Manajemen Rantai pasok (Mentzer et al., 2001)

ketiga, bagaimana hubungan antar perusahaan seharusnya dikelola, dan viabilitas

dari struktur rantai pasok yang berbeda.

Akhirnya, keseluruhan fenomena yang beraneka ragam tersebut dikemas

dalam sebuah rancangan global secara relevan, dan direpresentasikan oleh

Customer Satisfaction/

Value/ Profitability/ Competitive Advantage

The Supply Chain

Supplier’s Supplier Supplier Focal Firm Customer Customer’s Customer

The Global Environment

Inter-Functional Coordination (Trust, Commitment, Risk, Dependence, Behaviors)

Marketing Sales

Research and Development Forecasting Production Purchasing Logistics

Information Systems Finance

Customer Service

Inter-Corporate Coordination (Functional Shifting, Third-Party Providers, Relationship Management, Supply Chain Structures)

Supply Chain Flows

Products

Services

Information

Financial

Resources

Demand

Forecasts

25

Mentzer et al. (2001) pada Gambar 5. Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian

ini, penulis akan mengujikan definisi dan model Manajemen Rantai pasok oleh

Mentzer et al., (2001) ke dalam kasus yang sedang diteliti, dengan ruang lingkup

yang terbatas, yaitu tentang kesediaan nelayan dan pengepul ikan hias laut

(sebagai salah satu anggota rantai pasok yang langsung berhubungan dengan

perusahaan eksportir) untuk berpartisipasi dalam rantai pasok ikan hias laut non

sianida di Kepulauan Seribu.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Upaya yang telah dilakukan oleh beberapa pihak pada penguatan kapasitas

nelayan di Kepulauan Seribu membuahkan hasil yang cukup menggembirakan.

Sebagian besar nelayan telah beralih pada sistem penangkapan ramah lingkungan,

yaitu penangkapan tanpa menggunakan potasium maupun sianida, melainkan

hanya menggunakan jaring. Hal tersebut dapat dicapai berdasarkan kesadaran

mereka sendiri akan resiko dan kerugian yang disebabkan oleh penggunaan

sianida, antara lain (1) Menurunnya kualitas ikan hias yang ditangkap, karena

penangkapan dengan menggunakan sianida bisa merusak kesehatan ikan dan

menyebabkan kematian; (2) Rusaknya ekosistem terumbu karang yang menjadi

habitat ikan hias, karena sianida dapat meracuni terumbu karang; (3) Hilangnya

mata pencaharian nelayan ikan hias karena apabila terumbu karang rusak, maka

ikan akan pergi, artinya nelayan tidak bisa lagi menangkap ikan di daerah yang

sama, dan (4) Menurunnya tingkat kesehatan nelayan itu sendiri, karena sianida

ini tidak hanya membius ikan target, tetapi juga ikan kecil dan biota lain yang

berada disekitarnya, termasuk nelayan.

Di sisi lain, di tengah persaingan perdagangan ikan hias di Jakarta, dimana

semua perusahaan berkompetisi untuk mendapatkan ikan hias yang berkualitas

dengan kenekaragaman jenis yang tinggi dan volume yang besar, perusahaan

harus memastikan bahwa pasokan ikan hias akan selalu tersedia, sehingga dapat

memenuhi permintaan pembeli. Terkait dengan jaminan pasokan yang diperlukan

oleh perusahaan, tentunya perusahaan harus menerapkan manajemen rantai pasok

yang baik.

Pada lingkungan bisnis ikan hias laut tentunya telah berlaku suatu

mekanisme rantai pasok, walaupun mungkin masih sederhana. Mekanisme rantai

pasok tersebut pada umumnya melibatkan nelayan sebagai pemasok utama yang

langsung mengambil produk berupa ikan hias dari alam untuk dipasok kepada

pengepul, kemudian pengepul sebagai pemasok perantara antara nelayan dan

perusahaan, selanjutnya perusahaan sebagai pemberi nilai tambah pada produk

sebelum di ekspor ke manca negara dan akhirnya sampai pada importir (buyer).

27

Kesalingtergantungan yang terjadi di dalam mekanisme rantai pasok

menuntut perusahaan untuk dapat mengelolanya dengan baik. Mengacu pada

beberapa referensi pada bab sebelumnya, setiap pelaku di dalam rantai pasok

harus memiliki orientasi rantai pasok terlebih dahulu sebelum mampu

mengimplementasikan manajemen rantai pasok. Hal pertama yang harus dikaji

dalam permasalahan ini adalah kesediaan para pelaku untuk terlibat di dalam

manajemen rantai pasok. Nelayan, pengepul, dan perusahaan, bahkan importir

pada dasarnya memiliki kepentingan yang berbeda-beda untuk individu/

organisasi mereka sendiri, karena mereka memiliki karakteristik yang berbeda-

beda. Namun di dalam rantai pasok, mereka memiliki kepentingan yang sejalan,

yaitu menginginkan lancarnya distribusi produk dengan asas perdagangan yang

adil (fair trade), sehingga rantai nilai yang ada dapat terdistribusi secara adil dan

menguntungkan semua pihak.

Penelitian ini membatasi kajiannya hanya pada nelayan, pengepul, dan

perusahaan, tidak termasuk importir. Pada penelitian ini, dilakukan analisis

kesediaan nelayan sebagai ujung tombak rantai pasok untuk berpartisipasi di

dalam manajemen rantai pasok ikan hias non sianida. Dalam hal ini analisis

kesediaan hanya dilakukan pada nelayan, dengan menggunakan analisa deskriptif.

Selanjutnya, untuk menentukan strategi digunakan metode analisa hierarki proses

(AHP). Analisa hierarki proses digunakan untuk memilih alternatif strategi yang

tepat untuk skema manajemen rantai pasok yang efektif, yang merupakan tujuan

utama dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya tentang kerangka pemikiran ini

dapat dilihat pada Gambar 6.

Ket :

Ruang lingkup penelitian Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional

28

Kompetisi Perusahaan Ekspor Ikan Hias

Upaya pembentukan manajemen rantai pasok

Nelayan Pengepul Perusahaan Importir

Dugaan faktor yang mempengaruhi kesediaan nelayan

Analisis Deskriptif

Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi kesediaan nelayan

Analysis Hierarchy Process

Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Laut yang Adil dan Lestari

Upaya Pengelolaan Ikan Hias Non Sianida

29

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Januari 2010.

Pengambilan data dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang,

Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu,

Propinsi DKI Jakarta dan di 3 Perusahaan Ekspor Ikan Hias di Tangerang.

Pertimbangan bahwa sebagian besar aktivitas perdagangan dan penangkapan ikan

hias terdapat di Kepulauan Seribu menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian.

Jumlah eksportir ikan hias yang cukup banyak di Jakarta membuktikan bahwa

daerah ini sangat produktif dan persaingan semakin ketat, baik itu persaingan

antar perusahaan ataupun persaingan antar jaringan. Sedangkan penelusuran

literatur dan pengolahan data dilakukan di Bogor, Jakarta dan sekitarnya pada

bulan Agustus 2009 sampai Januari 2010.

Gambar 7. Peta Lokasi Penelitian Sumber : www.kaskus.us/showthread.php?t=2587526

30

3.3. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua macam data, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung melalui

wawancara dengan pihak yaitu nelayan, pemasok, dan perusahaan yang terlibat

dalam mekanisme rantai pasok. Sedangkan data sekunder berupa gambaran

tentang kinerja perusahaan saat ini bisa didapatkan dari dokumen-dokumen

perusahaan. Data mengenai kondisi lingkungan industri ekspor ikan hias laut,

produksi, serta beberapa fenomena tentang industri ikan hias laut dan manajemen

rantai pasok serta segala sesuatu yang terkait dengan penelitian ini dapat ditelusuri

melalui internet, jurnal jurnal, BPS (Biro Pusat Statistik), Suku Dinas Kelautan

dan Perikanan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Dinas Perikanan dan

Pertanian Propinsi DKI Jakarta, dan LSM Yayasan TERANGI (Terumbu Karang

Indonesia).

3.4. Metode Pemilihan dan Penarikan Sampel

Penelitian ini memiliki batasan yang cukup sempit tentang obyek yang

diteliti, yaitu hanya pada beberapa perusahaan eksportir ikan hias laut di daerah

DKI Jakarta yang memiliki jaringan dengan pengepul dan nelayan ikan hias laut

di Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Panggang. Dalam penentuan sampel, untuk

perusahaan dan pengepul, peneliti menggunakan metode judgement sampling.

Metode ini dilakukan dengan pertimbangan keefektifan, bahwa berdasarkan

penilaian/ judgement peneliti atau expert, sampel yang bersangkutan adalah pihak

yang paling sesuai, yang memiliki “information rich” untuk bisa memberikan

informasi yang diperlukan peneliti. Sedangkan untuk nelayan, sampel ditentukan

berdasarkan kuota sampling, yaitu dengan menggunakan teori pengambilan

sampel dari Slovin untuk mengambil sejumlah tertentu sampel yang dianggap

mewakili populasi.

Jumlah total responden yang diwawancarai oleh penulis adalah 38 nelayan,

11 pengepul, 3 perwakilan perusahaan, dan 3 perwakilan pihak luar baik dari

akademisi, LSM, maupun pemerintahan. Tabel struktur responden adalah sebagai

berikut:

31

Tabel 3. Susunan Sampel dan Ahli sebagai Responden

No. Analisa Alat analisa Sampel dan Ahli

1. Gambaran rantai pasok ikan hias non sianida di Kepulauan Seribu

Analisis Deskriptif Kualitatif

a) 3 Perusahaan b) 1 Pengepul c) 10 Nelayan

2. Kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias non sianida di Kepulauan Seribu

Analisis Deskriptif Kuantitatif

a) 38 dari 50 Nelayan

3. Pemilihan strategi manajemen rantai pasok di Kepulauan Seribu

Analisis Hierarki Proses

a) 3 Perusahaan (PT. Dinar, CV. Cahaya Baru, dan CV Blue Star Aquatic)

b) 1 Akademisi Ahli Manajemen Stratgis (Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis, M.Si, Dipl. Ing, DEA)

c) 1 Pemerintah (Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Administrasi Kep. Seribu)

d) 1 LSM (Yayasan TERANGI)

3.5. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: (1) Studi

literatur, terutama mengenai proses produksi (proses pemeliharaan), kualitas ikan

hias, persepsi konsumen, strategi pemasarannya, dan Supply Chain Management

(2) Survey langsung di lapang, yaitu dengan mempelajari berbagai dokumen

tentang proses produksi, saluran distribusi (termasuk mekanisme rantai pasok

yang berlaku), kegiatan pemasaran, aktifitas jual beli ikan hias, dan semua aspek

pendukung yang dilakukan oleh perusahaan, (3) Melakukan wawancara dengan

pihak pihak yang terlibat dalam rantai pasok yang telah berlaku di lingkungan

perusahaan, mengenai gambaran aktivitas dan peranannya di dalam rantai pasok,

serta mengenai kesediaannya untuk berpastisipasi di dalam manajemen rantai

pasok. Pendekatan triangulasi yang terdiri dari studi literatur, survey, dan

32

wawancara di atas diharapkan bisa saling melengkapi satu sama lain dalam

mendapatkan data yang diperlukan oleh peneliti.

3.6. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan analisis kualitatif

dan analisis kuantitatif. Untuk kajian pada nelayan, digunakan analisis deskriptif

dengan memaparkan data tabulasi, dan untuk perusahaan dan pihak lain yang

berkepentingan digunakan analisis hierarki proses. Analisis dengan menggunakan

metode analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor

yang secara nyata berpengaruh pada kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam

manajemen rantai pasok yang ada. Sedangkan analisis deskriptif kualitatif

digunakan untuk melihat keefektifan manajemen rantai pasok sebelumnya. Dari

hasil analisis yang ada akan digabungkan dan diolah menjadi alternatif-alternatif

strategi yang dapat digunakan untuk merumuskan strategi manajemen rantai

pasok yang adil dan lestari.

3.6.1 Analisis Deskriptif

Salah satu analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif. Analisis deskriptif merupakan suatu metode yang digunakan untuk

meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem

pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah

untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan

akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki (Nazir, 2003).

Metode analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan situasi dan

kondisi perusahaan, evaluasi tingkat keefektifan manajemen rantai pasok yang

telah dilakukan selama ini, hubungannya dengan faktor-faktor yang

mempengaruhi kesediaan nelayan dan pemasok sesuai dengan karakteristik

mereka masing-masing. Data yang diperlukan dalam analisis deskriptif ini akan

diambil dengan metode wawancara mendalam, sehingga di dapatkan informasi

yang lengkap dan detail tentang kondisi dan situasi perusahaan. Untuk

selanjutnya, analisis ini akan dihubungkan dengan hasil analisis metode regresi

logit untuk nelayan dan proses hirarki analitik untuk pengepul, sehingga akan

33

diramu alternatif-alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan

selanjutnya untuk dapat memiliki rantai pasok yang kohesif.

3.6.2 Analisis Deskriptif Kuantitatif

Analisis deskriptif ini didasarkan pada data yang disajikan dalam bentuk

tabel. Pada penelitian ini digunakan beberapa variabel sebagai indikator untuk

mengetahui dan memastikan bahwa nelayan yang tidak bersedia berpartisipasi

dalam rantai pasokan adalah nelayan yang tidak setuju terhadap variabel-variabel

yang ditanyakan.

Salah satu kajian dalam penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi

kesediaan nelayan dan pengepul untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai

pasok dianalisis dengan menggunakan metode yang sangat sederhana, yaitu

metode deskriptif kuantitatif. Responden dihadapkan pada pilihan bersedia

berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok atau tidak bersedia. Kesediaan untuk

berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok tersebut dianggap sebagai variabel

dependen (tak bebas) yang diduga dipengaruhi oleh sejumlah variabel independen

(bebas).

Variabel independen tersebut antara lain kepercayaan (trust), komitmen

(commitment), norma-norma kerjasama (cooperation norms),

kesalingtergantungan (interdependence), kesesuaian (compatibility), hubungan

tambahan di luar hubungan profesi (extendness relationship), dan persepsi

manajemen akan ketidakpastian lingkungan (environment uncertainty). Karena

variable independen yang dimaksud adalah tentang persepsi, maka dalam analisa

ini responden menjawab dengan menggunakan skala likert dengan kisaran sebagai

berikut: sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

Variabel-variabel yang diduga berpengaruh terhadap kesediaan ketiga pihak

untuk berpartisipasi dalam MRP antara lain :

(1) Kepercayaan (trust)

Kepercayaan mewakili kejujuran, kebajikan, dan kesediaan (Mentzer,

2004). Kepercayaan berarti kemauan untuk menerima ketidaknyamanan yang

sifatnya hanya sementara, dan kebersediaan untuk tidak melakukan tindakan-

tindakan yang akan berakibat buruk bagi perusahaan. Kepercayaan merupakan

kebersediaan untuk mengandalkan mitra kerjanya. Diduga apabila ada

34

kepercayaan dalam diri individu atau organisasi, maka dorongan untuk

berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok akan semakin tinggi.

(2) Komitmen (commitment)

Komitmen meliputi (Mentzer, 2004) : (a) input sumberdaya yang kredibel

dan proporsional, (b) perilaku yang mencerminkan suatu keinginan yang kuat

untuk berkomitmen, (c) harapan yang berkelanjutan dan kebersediaan untuk

berinvestasi, dan (d) input yang konsisten dan perilaku menuju suatu komitmen

yang tak lekang oleh waktu. Diduga apabila individu atau organisasi

berkomitmen terhadap hubungan kerjasamanya, maka keinginan untuk tetap

berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok akan terus meningkat.

(3) Norma-norma kerjasama (cooperative norms)

Norma kerjasama yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu persepsi

usaha yang dilakukan dengan kerjasama baik dari pemasok maupun distributor

akan mencapai tujuan individu serta tujuan bersama dengan sukses apabila

masing-masing pihak yang bekerjasama tidak melakukan tindakan-tindakan

oportunis. Diduga apabila individu atau organisasi memiliki etika dalam

berbisnis, maka pertisipasi dalam manajemen rantai pasok ini akan berjalan

dengan baik.

(4) Kesalingtergantungan (interdependence)

Heide dan John (1998) menyatakan bahwa kesalingtergantungan dari suatu

perusahaan pada mitranya akan meningkat ketika:

(a) Keluaran yang didapatkan oleh perusahaan poros dari mitranya

merupakan hal yang penting dan bernilai tinggi, serta rasa saling

membutuhkan yang tinggi.

(b) Keluaran yang didapatkan perusahaan melampaui keluaran yang

tersedia untuk perusahaan.

(c) Perusahaan memiliki sumber alternatif/ sumber potensial yang terbatas

untuk dipertukarkan.

Ketika kesalingtergantungan ini dirasakan oleh pihak-pihak yang terlibat

dalam manajemen rantai pasok, maka kebersediaan untuk tetap berpartisipasi

pada manajemen rantai pasok.

35

(5) Kesesuaian (compatibility)

Kesesuaian diartikan sebagai dua atau lebih individu atau organisasi yang

memiliki goal dan tujuan komplemen, sebagaimana kesamaan dalam filosofi

operasi dan budaya perusahaan (Bucklin and Sengupta, 1993). Dalam hal ini,

perusahaan melibatkan kombinasi tujuan dan aktivitas yang terpusat

berdasarkan kesesuaian goal, tujuan, dan nilai.

(6) Hubungan tambahan di luar hubungan profesi (extended relationship)

Interaksi open ended adalah interaksi yang mungkin tidak memerlukan

suatu skema kerjasama tertentu. Pasalnya, tidak ada orang yang akan lebih

mengutamanakan kepentingan pihak lain, atau peduli terhadap kesejahteraan

orang lain. Namun demikian, untuk tetap mempertahankan dan

mengantisipasi putusnya hubungan kerjasama, maka masih memungkinkan

untuk membina suatu hubungan open ended, dimana suatu pihak tidak secara

mutlak dimiliki dan dikuasai oleh pihak yang lain. Diduga bahwa suatu pihak

akan cenderung bersedia untuk berpartisipasi jika hubungan akan berlanjut

dengan open ended daripada hubungan yang close ended.

(7) Persepsi manajemen akan ketidakpastian lingkungan (environment

uncertainty)

Ada beberapa hal mengenai ketidakpastian lingkungan, dan hal ini terkait

dengan persepsi manajemen terhadap kondisi tersebut. Ketidakpastian tersebut

antara lain dinamika perubahan teknologi yang tinggi, kondisi bisnis yang

sangat cepat berubah, prediksi yang rendah akan permintaan pelanggan dan

tindakan pesaing, serta permintaan internasionalisasi yang tinggi. Untuk

variabel ini akan lebih menyentuh secara langsung bagi pihak perusahaan,

sedangkan untuk pihak nelayan dan pengepul juga akan terkena dampak

sistematis dari hal ini. Diduga ketika ada jaminan akan suatu kepastian, maka

pihak yang terlibat dalam manajemen rantai pasok akan bersedia untuk

berpartisipasi di dalamnya.

Variabel-variabel diatas akan diturunkan menjadi pertanyaan-pertanyaan

dalam format kuesioner yang sama yang akan direspon oleh nelayan dan

pengepul. Kuesioner disusun berdasarkan kondisi mereka terkait pekerjaan yang

dilakukan (Lampiran 4 dan 5).

36

3.6.3. Analysis Hierarchy Process (AHP)

Tujuan utama pada penelitian ini adalah untuk menentukan strategi

manajemen rantai pasok ikan hias laut yang adil dan lestari. Adil berarti bahwa

ada pemerataan nilai dari supplier paling awal sampai pada konsumen paling

akhir. Lestari berarti bahwa proses aktivitas penangkapan ikan hias ini masih

dalam batas kewajaran dan tidak mengganggu keseimbangan alam, sehingga

sumber daya alam sebagai produk utama dari perdagangan ini bisa selalu tersedia

dan tidak punah.

Untuk merumuskan strategi ini, penulis melakukan wawancara kepada 6

responden sebagai ahli yang terdiri dari 3 responden dari pihak perusahaan, 1

responden dari pihak pemerintah, 1 respoden dari pihak LSM, dan 1 responden

dari pihak akademisi. Responden diminta untuk mengisi kuesioner dengan

kerangka pikir Analytical Hierarchy Process (AHP) dan memberikan penilaian

perbandingan berpasangan (pairwise comparison) untuk proses selanjutnya.

Responden sebagai ahli dalam hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP)

dikembangkan untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih

alternatif yang paling disukai (Saaty, 1983). Keunggulan dari AHP ini adalah

dapat memecahkan masalah dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir,

sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang

efektif atas suatu permasalahan. Permasalahan yang kompleks dapat

disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya.

Berikut adalah tahapan yang dilakukan pada penelitian dengan menggunakan

AHP :

1. Penyusunan Hierarki

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang

tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagian kecil untuk

disusun ke dalam suatu hierarki. Bagian-bagian kecil yang dikenal dengan

variabel tersebut kemudian diberi nilai sesuai dengan tingkat kepentingannya

berupa nilai numerik yang secara subyektif mengandung arti penting relatif

dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut,

37

kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas

tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Pada AHP, permasalahan penelitian secara grafis dapat dikonstruksikan

sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal/ sasaran, lalu kriteria level

pertama, subkriteria, dan akhirnya alternatif.

Tabel 4. Responden Ahli pada Perumusan Strategi MRP Ikan Hias yang Adil dan Lestari

No Nama Institusi Nama Institusi

Jabatan Keahlian

1. Ibu Wiwie Perusahaan eksportir

CV. Cahaya Baru

Manajer Farm Ikan Hias

Berpengalaman dalam manajemen dan pemasaran ikan hias laut

2. Erik Jaya Putra Perusahaan Eksportir

CV. Blue Star Aquatic

Manajer Operasional Farm

Berpengalaman dalam manajemen dan pemasaran ikan hias laut

3. H. R. Dody Timur Wahjuadi, DRH

Perusahaan Eksportir

PT. Dinar Darum Lestari

Kepala cabang Jakarta

Berpengalaman dalam manajemen dan pemasaran ikan hias laut

4. Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis M. Si, Dipl. Ing, DEA

Akademisi Institut Pertanian Bogor

Dosen – Spesialiasasi Manajemen Strategis

Spesialisasi dalam bidang manajemen strategik secara umum

5. Ir. Abdul Khaliq, M. Si

Pemerintah Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kab. Adm. Kep. Seribu

Kepala urusan pengelolaan sumberdaya Kelautan

Berpengalaman dalam menjalankan program untuk masyarakat nelayan ikan hias laut di P. Panggang

6. Idris, S. Pi LSM Yayasan Terumbu Karang Indonesia

Kepala Divisi Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang

Berpengalaman dalam mendampingi masyarakat nelayan ikan hias laut di P. Panggang

38

Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya,

yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi kriteria hierarki. Untuk

penelitian ini, digunakan suatu diagram hierarki yang mempresentasikan

keputusan untuk memilih strategi terpenting yang dapat digunakan sebagai media

untuk meningkatkan kesediaan semua pihak untuk berpartisipasi dalam MRP ikan

hias laut non sianida.

Susunan skema hierarki yang dimaksud akan tersusun menjadi beberapa

level. Pertama adalah level 0 adalah goal yang diinginkan, level 1 adalah faktor

yang akan mempengaruhi tercapainya goal, level 2 merupakan aktor yang terlibat

dalam pencapaian goal, level 3 merupakan susunan tujuan untuk mencapai goal,

dan level 4 merupakan skenario, yang akan menjadi strategi yang diprioritaskan

dalam penelitian ini. Berikut adalah susunan hierarki yang dimaksud :

Gambar 8. Skema Analysis Hierarchy Process untuk Ultimate Goal tertentu

Penilaian Kriteria dan Alternatif

Menurut Marimin (2008), AHP memungkinkan pengguna untuk

memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk (atau alternatif

majemuk terhadap suatu kriteria) secara intuitif, yaitu dengan melakukan

perbandingan berpasangan (pairwise comparison).

AKTOR

FAKTOR

SKENARIO

Ultimate Goal GOAL

TUJUAN

K

X

A B C

D

R S Q

L M N

W

Z

Y

P

39

Tabel 5. Nilai dan Definisi Pendapat Kualitatif (Saaty, 1983)

Nilai Keterangan 1 Kriteria/ alternatif A sama penting dengan kriteria/ alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan, dan

menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala

terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif

dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 5 di atas.

2. Penentuan prioritas

Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan

berpasangan (pairwise comparison). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian

diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria

kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan

judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot

dan prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian

persamaan matematik.

Dalam metode Analytical Hierarchy Process ini nantinya akan dilakukan

pembobotan melalui beberapa operasi perhitungan matematis. Ada tiga langkah

yang digunakan untuk menentukan besarnya bobot, yaitu:

Langkah 1 :

wi/wj = aij

w

(i, j = 1,2, ..., n)

i

w

= bobot input dalam baris

j

Langkah 2 :

= bobot input dalam lajur

wi = aij wj

Pada umumnya, kasus-kasus yang ada mempunyai bentuk:

(i, j = 1,2, ..., n)

wi = (i, j = 1,2, ..., n)

wi = rataan dari ai1 w1, ..., ain wn

40

Langkah 3 :

Bila perkiraan aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah wi/wj. Jika n

juga berubah maka n diubah menjadi λmax

w

sehingga diperoleh:

i = (i, j = 1,2, ..., n)

Pengolahan horisontal bertujuan untuk menyusun prioritas elemen keputusan di

setiap level hierarki keputusan. Menurut Saaty (1983), tahapannya adalah sebagai

berikut:

Pengolahan horisontal

a. Perkalian baris (z)

Z1=

b. Perhitungan vektor prioritas atau vektor eigen

eVPi

c. Perhitungan nilai eigen maksimum

adalah elemen vektor prioritas ke-i

VA = aij x VP dengan VA = (Vai

VB = VA/VP dengan VB = (V

)

bi

λ

)

max = VBi

VA = VB = Vektor antara

untuk i = 1, 2, ..., n

d. Perhitungan indeks konsistensi (CI):

Perhitungan indeks ini bertujuan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang

akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Rumus yang digunakan adalah sebagai

berikut:

CI =

Untuk mengetahui apakah CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu

diketahui rasio yang dianggap baik, yaitu apabila CR ≤ 0.1, dengan rumus sebagai

berikut :

CR =

41

Nilai RI merupakan nilai random indeks yang dikeluarkan oleh Oarkridge

Laboratory, berupa tabel sebagai berikut:

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49 1.51 1.48 1.56

Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap elemen dalam hierarki

terhadap sasaran utama. Jika NPpq didefinisikan sebagai nilai prioritas, pengaruh

elemen ke – p pada tingkat ke – q terhadap sasaran utama, maka:

Pengolahan vertikal

NPpq =

Untuk p = 1, 2, ..., r

T = 1, 2, ..., s

Dimana:

NPpq = nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran

utama.

NPHpq = nilai prioritas elemen ke-p pada tingkat ke-q

NPTt = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat q-1

Perhitungan matematis di atas merupakan prinsip dasar dalam melakukan

pembobotan elemen pada level skenario terhadap ultimate goal atau tujuan

puncak. Namun, dalam implementasi praktisnya, pemrosesan pembobotan AHP

ini dapat dilakukan dengan menggunakan software Expert Choice 2000.

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu

4.1.1. Kondisi Geografis

Kepulauan Seribu berada di posisi geografis antara 106° 20’ 00’’ BT hingga

106° 57’ 00’’ BT dan 5° 10’ 00’’ LS hingga 5° 57’ 00’’ LS, terdiri dari 105 gugus

pulau terbentang vertikal dari Teluk Jakarta hingga ke utara yang berujung di

Pulau Sebira.

Wilayah Kepulauan Seribu memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha yang

terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil dan luas perairan mencapai 6.997,50 Km2

4.1.2. Aspek Alam

.

Secara fisik, di sebelah utara Kepulauan Seribu berbatasan langsung dengan Laut

Jawa atau Selat Sunda. Di sebelah timur berbatasan dengan Laut Jawa. Sebelah

selatan berbatasan dengan daratan Pulau Jawa terutama wilayah pesisir Jakarta

Utara dan Kabupaten Tangerang Propinsi Banten, dan di sebelah barat berbatasan

langsung dengan Laut Jawa atau Selat Sunda.

Gugus Kepulauan Seribu tergolong relatif muda disebabkan inti utama

batuan baru terbentuk kurang lebih 12.000 tahun Sebelum Masehi (Ongkosono,

1986). Secara spesifik, pulau-pulau di kawasan tersebut dibentuk dari gosong

karang. Gosong karang terbentuk karena pengaruh perubahan musim. Selama

musim angin barat (Desember-Mei), air tawar yang mengalir dari Jawa, Sumatra,

dan Kalimantan membawa kandungan nutrien yang berpengaruh bagi terumbu

karang. Kandungan nutrien tersebut menyebabkan jumlah fitoplankton,

zooplankton, dan tutupan alga meningkat sehingga menekan karang dan

menyebabkan karang memutih dan mati. Karang yang mati tersebut membentuk

gosong dan secara akumulatif dapat membentuk pulau-pulau kecil setelah ratusan

hingga jutaan tahun (Tomascik, dkk., 1997).

Tipe iklim di Kepulauan Seribu adalah tropika panas dengan suhu

maksimum mencapai 32°C dan suhu minimum 21°C, sementara suhu rata-rata

mencapai 27°C. Kelembaban udara rata-rata 80% dan termasuk sistem musim

ekuator yang cenderung dipengaruhi oleh variasi tekanan udara. Pada November

hingga April berlangsung musim hujan dengan hari hujan berkisar antara 10

43

sampai 20 hari per bulan. Sementara musim kemarau terjadi pada Mei hingga

Oktober dengan 4-10 hari hujan per bulan. Mengacu pada data tahun 2000, curah

hujan bulanan di Kepulauan Seribu tercatat rata-rata 142,54 mm dengan curah

hujan terendah pada Juni (0 mm) dan tertinggi pada September (307 mm).

Kondisi pasang surut di Kepulauan Seribu dapat dikategorikan sebagai

harian tunggal. Kedudukan air tertinggi dan terendah adalah 0,6 m dan 0,5 m

dibawah duduk tengah. Rata-rata ketinggian air pada pasang perbani adalah 0,9 m

dan rata-rata ketinggian air pada pasang mati adalah 0,2 m. Ketinggian air tahunan

terbesar mencapai 1,10 m. Melalui beberapa pengukuran di sejumlah lokasi dalam

waktu yang berbeda, kecepatan arus di Kepulauan Seribu berkisar 0,6 cm/detik

hingga 77,3 cm/detik. Kecepatan arus dipengaruhi kuat oleh angin dan sedikit

pasang surut. Arus permukaan pada musim barat berkecepatan maksimum 0,5

m/detik dengan arah ke timur sampai tenggara. Pada musim timur kecepatan

maksimumnya 0,5 m/detik. Gelombang laut yang terdapat pada musim barat

mempunyai ketinggian antara 0,5 - 1,175 m dan musim timur 0,5 – 1,0 m

(Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, 2005).

Suhu air permukaan di Kepulauan Seribu pada musim barat berkisar antara

28,5°C – 30,0°C. Pada musim timur suhu air permukaan antara 28,5°C – 31,0°C.

Hal tersebut memperlihatkan bahwa tidak ada fluktuasi yang nyata antara musim

barat dengan musim timur. Salinitas berkisar antara 30‰ - 34‰ baik pada musim

barat maupun pada musim timur. Beberapa parameter kualitas air laut

menunjukkan ada yang melampaui baku mutu pada lokasi tertentu, seperti Cu, Cd,

dan Hg, diantaranya merupakan perairan pulau-pulau berpenghuni seperti Pulau

Tidung, Pulau Pari, Pulau Panggang, Pulau Pramuka, dan Pulau Kelapa.

4.1.3. Aspek Pemerintahan dan Pengelolaan Wilayah

Secara administratif Kepulauan Seribu berada dalam wilayah Propinsi

Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dengan status kabupaten adminstratif, sehingga

wilayah Kepulauan Seribu memiliki nama Kabupaten Administratif Kepulauan

Seribu. Pembagian wilayah pemerintahan Kabupaten Administratif Kepulauan

Seribu terdiri dari dua wilayah kecamatan dan enam kelurahan, yaitu Kecamatan

Kepulauan Seribu Selatan mencangkup Kelurahan Pulau Tidung, Kelurahan Pulau

Pari, dan Kelurahan Pulau Untung Jawa. Wilayah berikutnya adalah Kecamatan

44

Kepulauan Seribu Utara mencangkup Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan

Pulau Kelapa, dan Kelurahan Pulau Harapan.

Dalam melaksanakan pembangunan di wilayah Kabupaten Administratif

Kepulauan Seribu, pemerintahan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu

memiliki visi yaitu “Kepulauan Seribu Sebagai Ladang dan Taman Kehidupan

Bahari yang Berkelanjutan”. Untuk mewujudkan visi tersebut, beberapa misi yang

akan dicapai adalah sebagai berikut:

a) Mewujudkan wilayah Kepulauan Seribu sebagai kawasan wisata bahari

yang lestari

b) Menegakkan hukum yang terkait dengan pelestarian lingkungan kebaharian

dan segala aspek kehidupan

c) Meningkatkan kesejahteraan melalui pemberdayaan masyarakat Kepulauan

Seribu dengan perekonomian berbasis kelautan

a) UU No. 34 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus

Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta

Agar arah pembangunan di wilayah Kabupaten Administratif Kepulauan

Seribu sesuai dengan visi dan misi, maka ada beberapa aspek hukum yang

mendasari pembangunan tersebut, antara lain:

b) UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

c) UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang

d) PP No. 55 Tahun 2001 Tentang Pembentukan Kabupaten Administrasi

Kepulauan Seribu, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

e) PP No. 25 Tahun 2000 Tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

Propinsi Sebagai Daerah Otonom

f) Perda No. 6 Tahun 1999 Tentang RTRW DKI Jakarta

g) Perda No. 11 Tahun 1992 Tentang Penataan dan Pengelolaan Pulau-Pulau

di Kepulauan Seribu

Pengelolaan wilayah pemerintahan Kabupaten Administratif Kepulauan

Seribu meliputi berbagai aspek yang mencangkup tata kelola pemerintahan,

kependudukan, dan aspek lainnya dalam koridor pemerintahan daerah dengan

otoritas otonomi kebijakan pemerintah daerah dibawah naungan pemerintah

propinsi DKI Jakarta.

45

Sementara itu pengelolaan kawasan di wilayah Kabupaten Administratif

Kepulauan Seribu juga dilakukan oleh unsur pemerintah yang lain yaitu Balai

Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKpS) di bawah naungan Departemen

Kehutanan Republik Indonesia. Kebijakan pengelolaan TNKpS di wilayah

Kepulauan Seribu terkait dengan perlindungan, dan pemanfaatan kawasan

Kepulauan Seribu sebagai daerah konservasi.

4.1.4. Aspek Sosial dan Ekonomi

Meskipun wilayah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu terdiri dari

105 pulau, namun pulau yang berpenduduk hanya terdapat di 11 pulau, yaitu

Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau

Harapan, Pulau Sebira, Pulau Tidung Besar, Pulau Payung, Pulau Pari, Pulau

Lancang Besar, dan Pulau Untung Jawa. Kondisi penduduk di Kepulauan Seribu

setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2003 jumlah penduduk

sebanyak 19,255 jiwa dan pada tahun 2004 meningkat menjadi 19,593 jiwa.

Sementara pada tahun 2007 Kepulauan Seribu memiliki penduduk sebanyak ±

20.376 jiwa dengan pertumbuhan penduduk rata-rata 3,5% per tahun.

Pada tahun 2002, mata pencaharian penduduk yang mendominasi di

Kepulauan Seribu adalah nelayan (69,36%) yang kemudian diikuti oleh mata

pencaharian sebagai pedagang (10,39%). Jumlah penduduk terbesar yang

berprofesi sebagai nelayan adalah Kelurahan Pulau Pari (84,51%) diikuti

Kelurahan Pulau Panggang. Sedangkan kelurahan yang penduduknya paling

sedikit berprofesi sebagai nelayan adalah Kelurahan Pulau Harapan (48,62%).

Mata pencaharian penduduk yang mendominasi di Kepulauan Seribu menurut

data tahun 2003-2004 ialah nelayan sebanyak 5.430 orang, yang kemudian diikuti

oleh mata pencaharian sebagai petani rumput laut sebanyak 5.238 orang diikuti

oleh pekerjaan sebagai swasta sebesar 5.008 orang (Kabupaten Administrasi

Kepulauan Seribu, 2005).

Kehidupan sosial budaya di Kepulauan Seribu cukup unik, karena kawasan

tersebut memiliki kegiatan dan segmentasi masyarakat yang beragam. Di

Kepulauan Seribu dijumpai dualisme kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya

yang dapat diidentifikasi menurut pulau-pulau yang berpenghuni. Sistem

46

kemasyarakatan di Kepulauan Seribu terbentuk oleh kekerabatan yang kuat,

berciri masyarakat pesisir dengan karakteristik tradisional. Beberapa pulau, seperti

Pulau Panggang, Pulau Pramuka, dan Pulau Kelapa dihuni oleh penduduk yang

berasal dari berbagai etnis. Pulau Kelapa Dua didominasi oleh etnis Bugis dengan

sistem kekerabatan yang kuat. Ciri masyarakat tradisional seperti ikatan sosial,

hubungan kekerabatan, hubungan antar tetangga, sikap gotong royong, dan

sebagainya sangat menonjol di Kepulauan Seribu tercermin dalam kehidupan

sehari-hari.

Beberapa permasalahan pokok yang terdapat dalam kehidupan sosial

ekonomi di wilayah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu adalah sebagai

berikut:

a) Taraf ekonomi sosial-budaya masyarakat yang relatif rendah (tertinggal),

dan ketergantungan nelayan terhadap alam sebagai nelayan tangkap.

b) Degradasi kualitas lingkungan, yang berakibat menurunnya perekonomian

masyarakat.

c) Aksesibilitas rendah, baik secara eksternal, yaitu akses dari Jakarta,

maupun secara internal, yaitu dari pulau ke pulau.

d) Kebutuhan dasar masyarakat akan listrik dan air bersih belum terpenuhi.

4.1.5. Kelimpahan Ikan di Kepulauan Seribu

Pada tahun 2007 Yayasan TERANGI melakukan survey di 10 titik area

penangkapan nelayan ikan hias, menyebar dari utara ke selatan, yaitu P. Tidung

Kecil, P. Sekati, P. Panggang, Gs. Balik Layar, Gs. Karang Lebar, P. Karang

Congkak, P. Harapan, P. Melintang Besar, P. Panjang Besar, dan P. Hantu Timur.

Dari hasil survey tersebut, ditemukan total 107 jenis ikan karang. Untuk jenis-

jenis ikan hias karang dapat dilihat pada Lampiran 3.

Kelimpahan ikan karang di Kepulauan Seribu bervariasi, mulai dari 6.775

ind/ha hingga 65.900 ind/ha. Total kelimpahan seluruh jenis ikan hias adalah

283.275 ind/ha, dengan 10 jenis ikan dengan kelimpahan tertinggi mendominasi

hingga 84%. Gambar berikut merupakan keragaman jenis dan kelimpahan ikan

hias di area penangkapan nelayan :

47

Gambar 9. Keragaman Jenis dan Kelimpahan Ikan Hias Laut di Kepulauan Seribu

Sumber : Dinas Kelautan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu 2007

4.2. Kelurahan Pulau Panggang

4.2.1. Demografi di Kelurahan Pulau Panggang

Kegiatan penangkapan ikan hias laut di Kepulauan Seribu terpusat di Pulau

Panggang, sehingga untuk menggambarkan nelayan ikan hias di Kepulauan

Seribu, cukup terwakilkan dengan memotret kondisi nelayan ikan hias di

Kelurahan Pulau Panggang. Sebagian besar penduduk Pulau Panggang berusia

produktif. Penduduk dengan usia yang produktif akan sangat berperan dalam

proses pembangaunan Kelurahan Pulau Panggang, karena mereka akan dapat

berperan aktif dalam proses-proses pembangunan.

Berikut adalah data jumlah penduduk di Pulau Panggang berdasarkan umur

dan jenis kelamin yang didapatkan dari data Kependudukan Kelurahan Pulau

Panggang tahun 2008.

48

Tabel 6. Jumlah Penduduk Kelurahan Pulau Panggang Berdasarkan Umur Tahun 2008

Umur (tahun) Laki-laki (jiwa)

Perempuan (jiwa)

Jumlah (jiwa)

00 – 04 446 427 873 05 – 09 265 267 532 10 – 14 275 272 547 15 – 19 267 264 531 20 – 24 227 223 450 25 – 29 252 248 500 30 – 34 213 203 416 35 – 39 209 198 407 40 – 44 198 188 386 45 – 49 127 118 245 50 – 54 146 143 289 55 – 59 121 118 239 60 – 64 84 78 162 65 – 69 45 38 83 70 – 74 25 17 42

≥ 75 9 11 20 Jumlah 2909 2813 5722

Sumber : Data Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2008, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Berdasarkan tingkat pendidikannya, penduduk di Kelurahan Pulau

Panggang sebagain besar tamatan SD, dan hanya sebagian kecil saja yang

menruskan pendidikannya setelah SMA.

Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2008

Tingkat pendidikan Laki-laki (jiwa)

Perempuan (jiwa)

Jumlah (jiwa)

Tidak tamat SD 20 22 42 Tamat SD 370 318 688

Tamat SMP 180 130 310 Tamat SMA 140 145 285

Tamat Akademika 66 37 103 Jumlah 776 652 1428

Sumber : Data Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2008, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Penduduk di Kepulauan Seribu menggantungkan kehidupannya pada

sumber daya alam yang ada di pesisir dan lautan. Mata pencaharian yang umum

dilakukan oleh masyarakat Kepulauan Seribu adalah nelayan tangkap. Menurut

UU No.31 Tahun 2004 nelayan adalah orang yang mata pencahariannya

49

melakukan penangkapan ikan. Di Kelurahan Pulau Panggang, sebagian besar

penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan tangkap untuk ikan konsumsi

seperti tongkol dan kerapu, budidaya kerapu di keramba, dan nelayan ikan hias.

Khusus untuk aktivitas pencarian ikan hias di Kepulauan Seribu, nelayan ikan hias

ini terkonsentrasi di Pulau Panggang. Selebihnya, penduduk berprofesi sebagai

PNS, karyawan swasta, jasa angkutan, dan sebagainya.

Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2008

Mata Pencaharian Jumlah (jiwa)

Nelayan : - Tangkap - Budidaya

1.536 186

PNS 192 TNI/ POLRI 12 Perdagangan 65 Jasa/ Angkutan 18 Karyawan Swasta 222 Pensiunan/ Veteran 6 Jumlah 2.237

Sumber : Data Kependudukan Kelurahan Pulau Panggang Tahun 2008, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

4.2.2. Sertifikasi Ikan Hias Non Sianida

Salah satu usaha pengelolaan dan konservasi sumber daya alam terumbu

karang adalah dengan mengembangkan sertifikasi ikan hias. Pengembangan draft

standar sertifikasi ini telah dimulai sejak tahun 1999 oleh Marine Aquarium

Council (MAC). Standar tersebut telah disosialisasikan dan di rumuskan bersama

oleh masyarakat ikan hias dunia. Sertifikasi yang dikembangkan oleh MAC ini

didasarkan pada kebutuhan pembeli (hobbyist) yang menginginkan produk yang

sehat dan ditangkap dengan cara yang tidak merusak lingkungan. Pada tahun

2003, standar sertifikasi tersebut dicoba diterapkan di Indonesia setelah

sebelumnya di Filipina pada tahun 2001 (Dinas Kelautan DKI Jakarta, 2008).

Sertifikasi ikan hias MAC merupakan suatu program sukarela. Penilaian

terhadap pemenuhan standar utama sertifikasi dilakukan oleh pihak ketiga yang

tidak memiliki kepentingan apapun.

50

Standar utama sertifikasi MAC terdiri atas tiga bagian, yaitu:

1) Standar Pengelolaan Ekosistem dan Perikanan (EFM)

Pihak-pihak yang berkepentingan atau kelompok multi pihak yang

berusaha mendapatkan Sertifikasi MAC untuk perikanan mereka harus

bertanggung jawab untuk menghasilkan suatu Rencana Pengelolaan Wilayah

Pemanfaatan (CAMP). Pihak yangbertanggung jawab bisa merupakan suatu

badan pemerintah lokal atau nasional atau masyarakat atau kelompok

masyarakat yang bertanggung jawab, pemilik wilayah pemanfaatan, atau tim

multipihak yang berkepentingan, atau eksportir yang mempunyai lisensi untuk

melakukan kegiatan perikanan di wilayah tersebut dan yang telah

mengembangkan Rencana Pengelolaan Wilayah Pemanfaatan. Para

nelayan/pengumpul di wilayah pemanfaatan bisa berperan penting dalam

menfasilitasipembuatan Rencana Pengelolaan Wilayah Pemanfaatan (CAMP).

2) Standar Pengumpulan, Perikanan dan Penyimpanan (CFH)

Para nelayan dan pengumpul yang bersertifikat MAC akan

mendokumentasikan pesanan-pesanan dari para pembeli yang bersertifikat

maupun yang tidak bersertifikat. Pesanan-pesanan dari para pembeli yang

bersertifikat maupun yang tidak, hanya akan dipenuhi bila mereka beroperasi

berdasarkan sistem ‘memanen berdasarkan pesanan’ atau menangkap sesuai

order.

3) Standar Perawatan, Penanganan dan Transportasi (HHT)

Semua penambahan yang dibuat oleh pembeli atas pesanan mereka akan

disetujui dan didokumentasikan oleh kedua belah pihak sesegera mungkin dan

tidak melewati batas pengemasan pesanan untuk pengiriman. Pada kasus-kasus

yang tidak biasa (mis. banjir, listrik mati untuk jangka waktu lama, fasilitas air

terkontaminasi penyakit, pembatalan penerbangan, dll) pembeli bersertifikat

akan melaksanakan dan mendokumentasikan usaha terbaik mereka:

a) menerima pengiriman bila disampaikan

b) mencari fasilitas lain yang bersertifikat yang dapat menerima pengiriman

c) memberi tahu pemasok sesegera mungkin akan ketidakmampuan untuk

menerima pengiriman; dan

d) kedua belah pihak memastikan dan menjaga kesehatan biota secara optimal.

51

Tabel 9. Dokumen Sertifikasi Ikan Hias

No. Dokumen Pencatatan 1. Data Eksportir 2. Daftar Order 3. Daftar Harga (Beli dan Jual) 4. Daftar Stok dan Monitoring Kematian DAA (Death After Arrival ) 5. Data Tangkapan Harian 6. Lembar Pengiriman 7. Lembar Keluhan Eksportir 8. Lembar Penerimaan 9. Analisis DOA (Death On Arrival) 10. Lembar Kinerja Pengiriman Supplier 11. Lembar Order Barang 12. Pemeriksaan, Pemeliharaan, dan Pengujian 13. Profil Nelayan 14. Catatan Pelatihan :

a. Pelatihan-pelatihan yang diikuti b. Pelatihan Selam Sehat c. Matriks Keterampilan dan Kompetensi

15. Notulensi Rapat dan Daftar Hadir 16. Daftar Inventaris 17. Lembar Pemeliharaan Alat 18. Pembukuan 19. Catatan Permasalahan, Solusi, dan Pencegahan 20. Order Umum 21. Daftar Penambahan atau Pengurangan Nelayan 22. Pembuatan dan Pengontrolan Dokumen 23. Pemeriksaan dan Peninjauan Sistem Dokumen

Sumber : Dinas Kelautan DKI Jakarta, 2008

Ruang lingkup sertifikasi ikan hias MAC meliputi produk (ikan hias) dan

proses pemanfaatannya (lokasi pengambilan, cara pengambilan, penanganan/

pemanfaatan dan perlakuan terhadap organismenya). MAC labeling baru dapat

dicantumkan pada produk apabila semua rantai pemanfaatan dan perdagangan

sudah tersertifikasi, dari mulai lokasi tangkap, nelayan penangkap, eksportir dan

importir.

Pada wawancara yang telah dilakukan dalam penelitian ini, didapatkan

data 61% nelayan dan 64% pengepul telah menerima sertifikasi MAC. Di sisi lain,

84% nelayan dan 73% pengepul belum mendapatkan sertifikasi namun telah

melakukan penelitian menuju sertifikasi. Prosentase nelayan dan pengepul yang

tersertifikasi dan telah dilatih dapat dilihat pada Gambar 10.

52

Gambar 10. Pelatihan dan Sertifikasi MAC nelayan dan pengepul responden

Sedangkan pada perusahaan yang diteliti, ketiga perusahaan telah

mendapatkan sertifikasi MAC. Sehingga, satu rantai perdagangan ini dapat

dikatakan telah ramah lingkungan. Peran sertifikasi MAC dari sisi perusahaan

adalah sebaga legitimasi dan kepercayaan bagi importir bahwa ikan yang ada di

rantai pasok ini telah dilakukan dengan ramah lingkungan. Namun di lapang, ada

anggapan dari kalangan nelayan dan pengepul, bahwa sertifikasi MAC ini tidak

memiliki peran yang berarti karena tidak bisa meningkatkan harga jual ikan hias

tangkapan mereka. Sedangkan menurut pihak perusahaan, hanya dengan

mengusahakan tingkat kerusakan ikan yang rendah saja, artinya sudah dapat

membuat ikan tersebut lolos seleksi dengan tingkat pengembalian yang rendah.

Hal tersebut dapat diartikan sebagai efisiensi biaya operasional, sehingga nilai

yang didapatkan nelayan dan pengepul sebenarnya sudah ada peningkatan.

Mungkin diperlukan suatu pemahaman bersama akan peran sertifikasi MAC ini

agar tidak terjadi kesalahpahaman di tingkat nelayan dan pengepul. Di sisi lain,

mungkin perusahaan dapat memberikan award tersendiri atas upaya nelayan dan

pengepul mensertifikasi dirinya untuk perusahaan dengan meningkatkan sedikit

saja harga beli ikannya pada nelayan dan pengepul.

53

4.3. Praktek Penangkapan Ikan Hias Laut Ramah Lingkungan

Sianida/potasium saat ini sudah tidak lagi digunakan oleh nelayan dalam

menangkap ikan hias, selain melanggar hukum dan merusak ekosistem, secara

perhitungan ekonomi pun penangkapan dengan menggunakan sianida/potasium

lebih mahal dibandingkan dengan penangkapan yang tidak menggunakan sianida/

potasium.

Berikut adalah data analisa penangkapan ikan hias dengan dan tanpa

sianida/potasium (Potassium cyianida).

Tabel 10. Perhitungan Ekonomis Penangkapan Ikan dengan Sianida

Kebutuhan Unit Nelayan

(rupiah/hari) Bos

(rupiah/hari) Biaya Potassium cyanid 0,5 kg 30.000 Penjualan ikan 1 HOK 24.000 Biaya BBM 1 HOK 5.000 5.000 Ransum 1 HOK 10.000 29.000 45.000 Sisa Uang -16.000

Sumber: Yayasan TERANGI, survey profil nelayan ikan hias tahun 2006

Tabel 11. Perhitungan Ekonomis Penangkapan Ikan Hias tanpa Sianida

Kebutuhan Unit Nelayan

(rupiah/hari) Bos

(rupiah/hari) Biaya Potassium cyanid 0 kg 0 0 Penjualan ikan 1 HOK 50.000 Biaya BBM 1 HOK 10.000 5.000 Ransum 1 HOK 10.000 60.000 15.000 Sisa Uang 45.000

Sumber: Yayasan TERANGI, survey profil nelayan ikan hias tahun 2007

Sedangkan pada saat ini, alat tangkap yang digunakan oleh nelayan ikan

hias di Kelurahan Pulau Panggang antara lain:

1. Jaring penghalang

Alat ini terbuat dari jaring polyetilen dengan ukuran mata jaring 0,25 inci.

Jaring ini digunakan untuk mengurangi pergerakan ikan sehingga lebih mudah

untuk diserok. Ukuran jaring bermacam-macam tergantung jenis yang

ditangkap.

54

2. Serok

Alat ini terbuat dari baja kecil dan jaring kelambu yang halus. Alat ini

digunakan untuk menangkap ikan yang telah terkurung oleh jaring penghalang.

3. Pushnet

Alat ini terbuat dari dua buah kayu lurus yang diantaranya dipasang jaring

polyetilen. Alat ini digunakan untuk menangkap ikan yang berenang di kolom

air.

4. Tembakan

Alat ini terbuat dari bambu, kayu, benang plastik, jarum anti karat dan karet.

Berbentuk seperti senapan dengan jarum dan bambu sebagai pelurunya. Alat

ini merupakan alat yang spesifik hanya untuk menangkap ikan mandarin

(Pterosynchiropus splendidus).

5. Bubu kecil

Alat ini terbuat dari batang bambu besar dan botol plastik. Berbentuk silinder

dengan botol plastik berada di ujungnya. Sedang di ujung satunya dipasang

anyaman bambu sebagai pintu masuk ikan. Alat ini juga merupakan alat

spesifik untuk menangkap ikan merakan (Calloplesiops altivelis).

4.4. Karakteristik Pelaku dalam Rantai pasok Ikan Hias Laut Non Sianida di Kepulauan Seribu

4.4.1. Nelayan Ikan Hias Laut di Kepulauan Seribu

Nelayan merupakan ujung tombak dari rantai pasok ikan hias laut di

Kepulauan Seribu. Dari hasil wawancara diketahui bahwa semua nelayan ikan

hias laut berjenis kelamin laki-laki, dan semua melakukan ativitasnya dengan

menggunakan jaring dan tembakan untuk jenis ikan mandarin. Hal ini

menunjukkan bahwa penangkapan ikan hias yang dilakukan oleh nelayan di

kepulauan seribu sudah dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan dan tidak

merusak, yaitu tidak menggunakan racun sianida dalam menangkap ikan.

Profesi sebagai nelayan ikan hias ini ada di Kepulauan Seribu ini 92%

dilakukan oleh responden dengan usia produktif, yaitu mulai dari usia 20 sampai

44 tahun. Hanya 8% dari responden yang sudah berusia 45-55 tahun, namun

masih melakukan aktivitas menangkap ikan hias laut. Sedangkan dilihat dari segi

pengalaman, 61% responden memiliki pengalaman menangkap ikan hias selama

55

lebih dari 10 tahun, 29% memiliki pengalaman 5-10 tahun, dan hanya 10% yang

merupakan nelayan baru, yang memiliki pengalaman kurang dari 5 tahun. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Sebaran usia dan pengalaman nelayan ikan hias laut

Dilihat dari jumlah tanggungan dan pendapatan harian nelayan (Gambar

10), 58% persen nelayan ikan hias di Pulau Panggang memiliki tanggungan antara

2 sampai 3 orang, 21% memiliki tanggungan 4 orang, dan 10% melajang atau

tidak memiliki tanggungan. Pendapatan harian nelayan ikan hias juga beragam,

45% diantaranya memiliki penghasilan antara 30-40 ribu, 3% memiliki

pendapatan harian terkecil, yaitu kurang dari 20 ribu, dan 5% nya memiliki

pendapatan terbesar, yaitu lebih dari 50 ribu rupiah per hari. Selain menjadi

nelayan ikan hias, nelayan juga memiliki pekerjaan sampingan, antara lain

memancing ikan tongkol, memancing kerapu, budidaya kerapu di keramba,

nelayan bubu, hingga tukang bangunan.

Gambar 12. Sebaran jumlah tanggungan dan pendapatan harian nelayan ikan hias laut

Di Kelurahan Pulau Panggang terdapat beberapa kelompok nelayan, salah

satunya adalah KELONPIS, yang merupakan kelompok nelayan ikan hias tangkap

56

di Pulau Panggang. Kelompok nelayan memiliki peran yang sangat penting untuk

meningkatkan kapasitas pada diri masing-masing nelayan, terutama melihat latar

belakang pendidikan dari responden yang 61% hanya tamat SD, dan hanya 5%

yang tamat SMA. Kelompok nelayan juga mengasah kemampuan nelayan untuk

berorganisasi. Manfaat dari organisasi ini juga sangat bagus untuk nelayan.

Misalnya pada kelompok nelayan KELONPIS, anggota dari kelompok nelayan ini

bisa mendapatkan harga jual ikannya lebih mahal daripada menjual pada pengepul

lain. Hal itu disebabkan karena kelompok mulai mengirim ikannya langsung pada

perusahaan, tanpa melalui pengepul, sehingga memotong rantai pasok dan

mengurangi biaya. Selain dari itu, pada akhir tahun anggota kelompok nelayan

juga mendapatkan sisa hasil usaha dari penjualan ikan dan juga penjualan jaring

pada anggota sendiri. Khusus untuk jaring ini, anggota kelompok juga

mendapatkan fasilitas untuk melakukan pembelian jaring dengan cara kredit.

Apabila kebersamaan telah terbina dengan baik, maka beberapa permasalahan

dapat diatasi secara bersama-sama. Namun demikian, masih ada 45% dari

responden yang tidak menjadi anggota kelompok nelayan karena dikarenakan

sibuk mengurusi pekerjaan lain, misalnya mengurus keramba budidaya kerapu.

Gambar 13. Sebaran pendidikan nelayan dan keanggotaan kelompok nelayan ikan

hias laut

4.4.2. Pengepul Ikan Hias Laut di Kepulauan Seribu

Pengepul disebut juga middlemen atau perantara antara nelayan dan

perusahaan, baik perusahaan lokal maupun perusahaan ekspor. Belum ada definisi

yang jelas tentang pengepul ini, namun di Kepulauan Seribu ada 2 jenis pengepul,

yaitu pengepul yang 100% pengepul dan memiliki modal, yang biasanya disebut

57

dengan bos yang memiliki anak buah nelayan yang harus menjual ikan hiasnya

pada pengepul tersebut, karena pengepul itulah yang memberikan modal awal

berupa jaring dan bahan bakar kapal kepada si nelayan. Pengepul jenis kedua

adalah pengepul yang bukan pemilik modal, namun hanya mengumpulkan ikan

hias dan langsung menjualnya pada perusahaan. Mekanisme yang dilakukan oleh

kelompok KELONPIS juga demikian, sehingga kelompok berfungsi sebagai

pengepul bayangan bagi nelayan-nelayan ikan hias anggotanya.

Ada 13 pengepul di Pulau Panggang ini, dan berhasil diwawancarai

sebanyak 11 pengepul, dikarenakan pada saat dilakukan pengambilan data di

Pulau Panggang, pengepul tersebut sedang berada di Jakarta untuk waktu yang

cukup lama. Pada Gambar 14 dapat dilhat bahwa sebaran usia dan pengalaman

pengepul ini beragam dan terdistribusi secara merata. Untuk 5 kelompok umur

dari umur 25 – 55 tahun memiliki prosentase yang sama yaitu antara 18-19%,

sedangkan pengepul yang berumur 55-60 hanya 9% dari total responden.

Pengalaman pengepul berkisar antara 5-10 tahun dimiliki oleh 46% pengepul di

Pulau panggang, dan selebihnya dengan prosentase yang sama, yaitu 27% masing-

masing kurang dari 5 tahun dan lebih dari 10 tahun. Sebaran yang sangat ideal

untuk suatu sebaran normal.

Gambar 14. Sebaran usia dan pengalaman pengepul ikan hias laut

Komoditas ikan hias laut di Kepulauan Seribu tidak banyak yang memilik

harga jual tinggi, sehingga berakibat pada omset bulanan para pengepul yang

realtif kecil. 55% dari pengepul memiliki hanya dapat mencapai omset penjualan

ikan hias kurang dari 1 juta rupiah per bulan. 36% nya 1-3 juta, dan hanya 1 orang

pengepul saja yang memiliki omset lebih dari 5 juta per bulan, yaitu Bapak

58

Junaedi, pengepul yang menjual ikan hiasnya pada PT. Dinar. Dari informasi

tambahan yang didapatkan, memang PT. Dinar berani membeli ikan hias dari

Bapak Junaedi dengan harga yang lebih tinggi dari perusahaan lain, dengan syarat

kualitas ikan yang dipasok sesuai dengan permintaan perusahaan.

Sedangkan jumlah tanggungan pengepul, 7 pengepul memiliki tanggugan

3 orang, 2 pengepul memiliki tanggungan 2 orang, dan 2 pengepul masing-masing

memiliki tanggungan 4 dan 5 orang.

Gambar 15. Sebaran omset bulanan dan jumlah tanggungan pengepul ikan hias

laut

Di Pulau Panggang, pengepul juga berorganisasi membentuk kelompok

pengepul yang bernama PERNITAS. Namun menurut keterangan beberapa pihak,

kelompok ini kurang bisa berkembang seperti KELONPIS, dan dimungkinkan hal

ini terjadi karena para angggotanya yang sebagaina adalah pemilik modal dan

pebisnis memiliki kesibukan masing-masing. Beberapa anggota kelompok

KELONPIS mengaku bahwa keanggotaan dalam kelompok ini dapat

mempermudah akses mereka untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah, berupa

tabung gas, akuarium, dan fasilitas sarana dan prasarana yang disediakan oleh

pemerintah, dalam hal ini Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten

Administrasi Kepulauan Seribu. Hal ini terbukti dari data bahwa hanya 1 dari 11

responden yang tidak menjadi anggota kelompok. Sedangkan tingkat pendidikan

pengepul tersebar merata, 27% tamat SMA, 27% lagi tamat SMP, 37% tamat SD,

dan hanya 9% yang tidak tamat SD.

59

Gambar 16. Keanggotaan kelompok pengepul dan tingkat pendidikan pengepul

ikan hias laut

Sebanyak 55% pengepul menjadi tumpuan hidup bagi 5-10 nelayan di

Pulau Panggang. 36% diantaranya bahkan memiliki lebih dari 10 nelayan yang

menjual ikan hias laut padanya. Dalam menyeleksi ikan hias yang dibelinya,

hampir semua responden hanya menerima ikan hias hasil tangkapan yang

ditangkap dengan menggunakan jaring, sedangkan 1 pengepul memisahkan ikan

yang dibelinya apabila ditangkap dengan menggunakan sianida.

Karena sebagian besar pengepul hanya merupakan usaha skala kecil, maka

55% dari pengepul hanya memiliki kurang dari 3 karyawan, 36% memiliki 3-5

karyawan, dan 9% memiliki lebih dari 5 karyawan.

Gambar 17. Jumlah nelayan dan jumlah karyawan pengepul ikan hias laut

4.4.3. Perusahaan Ekspor Ikan Hias Laut di Tangerang

Dalam penelitian ini, dilakukan wawancara kepada tiga perusahaan ekspor

ikan hias laut yang berdomisili di Tangerang, yang merupakan muara bagi

nelayan dan pengepul ikan hias yang ada di Pulau Panggang tempat mereka

menjual ikan hiasnya. Nama perusahaan-perusahaan tersebut adalah CV. Cahaya

60

Baru, CV. Blue Star Aquatic, dan PT. Dinar Darum Lestari. Untuk profil

perusahaan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.

Ada beberapa karakteristik yang sama pada ketiga perusahaan tersebut,

antara lain, bahwa perusahaan tersebut memiliki pemasok dari beberapa daerah di

Indonesia, dari Aceh sampai ke Papua, hanya jumlah dan volumenya saja yang

mungkin berbeda. Sama-sama memiliki pasar di luar negeri, mulai dari

wholesaller hingga ke retail-retail petshop kecil. Pasar di luar negeri antara lain

negara-negara di USA dan Eropa, dan sekarang sudah mulai merambah ke negara

Uni Emirat Arab, terutama Dubai. Cara pengemasan yang dilakukan bisa

dikatakan sama, hanya mungkin sentuhan-sentuhan kecil yang dikhususkan untuk

menjaga kualitas ikan dalam perjalanan sedikit berbeda. Cara pengiriman/

shipping ikan hias ke luar negeri sama juga caranya, harus melalui agen,

walaupun satu-dua perusahaan telah menjadi agen sendiri, kemudian harus

melalui proses karantina di bandara, kemudian baru diterbangkan ke negara

tujuan.

Namun demikian, dalam mekanisme rantai pasok, ketiga perusahaan

tersebut memiliki cara yang berbeda-beda dalam menyikapi rantai pasok ikan hias

mereka dari hulu ke perusahaan. Khususnya dalam penelitian ini, rantai pasok

mereka dari Kepulauan Seribu. CV. Cahaya Baru memiliki kontrak tak tertulis

dengan salah satu nelayan di Pulau Panggang, yang juga menjadi pengepul untuk

nelayan yang lain. PT. Dinar Darum Lestari bahkan melakukan pembinaan pada

salah seorang nelayan yang sekarang juga menjadi pengepul di Pulau Panggang

selama 2 tahun demi tercapainya kualitas yang diinginkan perusahaan, sampai

nelayan tersebut tersertifikasi oleh MAC (Marine Aquarium Council). Sedangkan

CV. Blue Star Aquatic lebih sederhana, hanya melakukan pembelian yang

kontinyu pada salah seorang pengepul di Pulau Panggang. Ketiga pemasok untuk

tiga perusahaan tersebut saat ini telah tersertifikasi MAC.

Mekanisme pembayaran dan metode pengiriman ikan ke perusahaan untuk

pemasok di Pulau Panggang yang dilakukan oleh ketiga perushaaan tersebut juga

berbeda-beda, sesuai dengan kesepakatan mereka dengan perusahaan. CV. Cahaya

Baru bersedia menjemput ikan hiasnya dari Muara Angke dengan mobil boks

yang mereka miliki. Dengan didasari oleh kepercayaan penuh, pengepul cukup

61

menitipkan ikan-ikannya pada ABK kapal ojek yang menuju Muara Angke.

Pembayaran dilakukan dengan metode transfer melalui Bank DKI, karena

aksesnya yang dekat dengan Pulau Panggang, yaitu terletak di Pulau Pramuka.

Sedangkan CV. Blue Star Aquatic dan PT. Dinar menerima ikan langsung ke

perusahaan, sehingga pengepul mereka lah yang mengantarkan ikan sampai ke

perusahaan. Untuk ongkos transportasi, CV. Blue Star bersedia membayar

setengah dari biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pengepul. Berbeda lagi

dengan PT. Dinar, yang telah memasukkan item biaya kirim ke dalam harga ikan

yang dibelinya, sehingga memang perusahaan membayar dengan harga yang

cukup tinggi untuk ikan dari pengepul ini, selain dari tuntutan kualitas ikan itu

sendiri.

Dalam rangka membina hubungan baik dengan pengepul, ada beberapa hal

yang dilakukan oleh perusahaan, antara lain memberikan THR di hari lebaran,

memberikan bonus ketika ikan yang dikirimkan memiliki kualitas yang

memuaskan, dan memberikan santunan untuk kegiatan sosial di Pulau Panggang,

seerti pengajian, kematian, dan sebagainya. Sedangkan untuk hubungan profesi

demi kelangsungan usaha pengepul, perusahaan memberikan modal awal berupa

investasi pondok penampungan kecil, akuarium, dan tabung gas. Nantinya, semua

investasi tersebut akan menjadi milik pengepul dengan cara mencicil pada

perusahaan dengan metode pemotongan hasil penjualan.

Ada satu norma kerjasama yang sangat kuat di Pulau Panggang, bahwa

setiap nelayan hanya akan menjual ikannya pada satu pengepul, dan setiap

pengepul hanya akan memasok pada satu perusahaan. Kecuali nelayan lepas dan

pengepul lepas. Tidak ada kontrak tertulis dalam hal ini, namun semua pihak telah

memahamai dan tunduk akan norma yang telah terbentuk tersebut. Namun

demikian, sebenarnya hal ini dapat dijelaskan secara logika. Pembelian ikan hias

yang dilakukan di pulau dilakukan dengan metode order. Ketika perusahaan

mendapatkan order ikan hias dari pembeli, maka perusahaan meneruskan order

ikan hias yang ada di Kepulauan Seribu kepada pengepulnya, dan pengepul akan

meneruskan order tersebut kepada nelayannya. Apabila order ini sudah terpenuhi

oleh satu pengepul dan kemudian pengepul lain juga tiba-tiba memasok ikan yang

sama pada waktu yang sama, maka seleksi ikan pada perusahaan akan makin

62

ketat, dan ikan yang dibawa dari Pulau Panggang akan tidak terbeli dan kembali

sia-sia. Selain rugi biaya, kelestarian sumber daya alam juga bisa terancam. Maka,

dapat dikatakan bahwa norma tersebut dapat menjaga ketentraman dan

kenyamanan dalam usaha ikan hias laut di Pulau Panggang, dan juga bisa menjadi

kontrol pengambilan sumber daya alam dari laut.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Gambaran Rantai Pasok Ikan Hias Laut

Gambaran rantai pasok yang akan dibahas terdiri dari struktur rantai pasok,

entitas rantai pasok, manajemen rantai pasok, sumber daya rantai pasok, dan

proses bisnis rantai pasok.

5.1.1 Struktur Rantai Pasok

A. Anggota Rantai Pasok

Pada rantai pasok suatu komoditas terdiri dari dua jenis anggota rantai

pasok, yaitu anggota primer dan anggota sekunder. Anggota primer adalah pihak-

pihak yang terlibat secara langsung dalam kegiatan produksi dalam rantai pasok.

Anggota sekunder adalah anggota rantai pasok yang tidak secara langsung terlibat

dalam kegiatan produksi, namun memiliki pengaruh dalam kegiatan bisnis dalam

rantai pasok tersebut.

A.1. Anggota Primer Rantai Pasok

Anggota primer pada rantai pasok ikan hias laut ini adalah nelayan tangkap

ikan hias laut sebagai pemasok utama, pengepul sebagai pengumpul, perusahaan

(baik ekspor maupun lokal) sebagai pemelihara di farm ikan hias, dan konsumen

ikan hias yang terdiri dari retail lokal, konsumen akhir lokal, importir, grosir di

luar negeri, retail luar negeri, dan konsumen akhir luar negeri. Gambaran lebih

lengkap tentang jaringan anggota primer rantai pasok ikan hias non sianida di

Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Gambar di bawah ini:

Gambar 18. Jaringan Anggota Primer Rantai Pasok Ikan Hias Non Sianida di Kepulauan Seribu

Nelayan Pengepul Importir whole-saller

Retail Lokal

Konsu-men

Akhir Lokal

Grosir Retail Konsu-

men Akhir

Pasar Dalam Negeri Pasar Luar Negeri

Perusaha-an

Ekspor

64

1. Nelayan Ikan Hias

Ada sekitar 50 nelayan ikan hias di Kepulauan Seribu yang terkonsentrasi di

Pulau Panggang. Mereka mencari ikan hias di sekitar Kelurahan Pulau Panggang

dan beberapa kelurahan sekitar Pulau Panggang. Nelayan ikan hias

dikelompokkan menjadi nelayan lepas dan nelayan terikat. Nelayan lepas menjual

ikan hiasnya pada pengepul mana saja yang mereka suka dengan pertimbangan

tertentu, sedangkan nelayan terikat/ tetap menjual ikan hiasnya pada pengepul

tertentu. Tidak ada ikatan kontrak tertulis yang mengikat secara hukum atau

kelembagaan antara nelayan dan pengepul.

Nelayan lepas menyediakan dan menyiapkan sendiri perahu tangkap beserta

bensinnya serta jaring tangkapnya, sedangkan beberapa nelayan terikat disediakan

bensin dan jaring tangkapnya oleh pengepulnya. Kewajiban nelayan terikat adalah

menjual seluruh hasil tangkapan ikan hias yang telah diorder oleh pengepul

dengan kualitas ikan yang baik. Beberapa nelayan terikat yang modal

penangkapannya disediakan oleh pengepul tidak menjual ikannya pada pengepul

lain walaupun harga pada pengepul lain lebih baik. Harga ikan hias dari nelayan

ditentukan sepenuhnya oleh pengepul.

2. Pengepul Ikan Hias

Pengepul ikan hias di Kepulauan Seribu, yaitu di Pulau Panggang berjumlah

13 orang. Masing-masing pengepul memiliki sejumlah nelayan tetap dan nelayan

lepas sebagai pemasok ikan hias. Pengepul memberikan pinjaman modal

penangkapan pada nelayan, dengan jaminan bahwa ikan hias yang ditangkap oleh

nelayan akan seluruhnya dijual pada pengepul tersebut. Apabila ikan hias pada

pengepul belum mencukupi order, pengepul akan membeli ikan hias pada nelayan

lepas atau kepada sesama pengepul.

Beberapa pengepul memasok pada perusahaan ekspor, dan beberapa

memasok pada perusahaan lokal. Pengepul yang memasok pada perusahaan

ekspor diberikan fasilitas pinjaman berupa pondok penampungan kecil beserta

akuarium, plastik untuk membungkus ikan, dan tabung gas di pulau. Hal ini

dilakukan oleh perusahaan untuk kepentingan perusahaan juga, yaitu perusahaan

menginginkan kualitas ikan hias yang baik. Oleh karena itu pinjaman operasional

beserta transfer teknologi dilakukan oleh perusahaan pada pengepul. Di sisi lain,

65

untuk keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul, pengepul merasa senang

diberikan pinjaman investasi tersebut. Kerjasama saling membutuhkan seperti ini

sangat efektif bagi perusahaan. Namun demikian, ada sisi buruk bagi pengepul

tersebut, karena dengan adanya ikatan semacam ini pengepul menjadi tidak

memiliki posisi tawar yang baik dalam menentukan harga ikan hias, karena harga

ikan hias sepenuhnya ditentukan oleh perusahaan. Hal inilah yang menyebabkan

nelayan juga tidak memiliki posisi tawar pada pengepul.

Pada penelitian ini, dilakukan wawancara kepada 11 pengepul dari 13

pengepul ikan hias laut yang ada di Kepulauan Seribu. Dari pernyataan tersebut,

dapat diketahui bahwa ada 13 rantai pasok primer di Kepulauan Seribu. Tabel di

bawah ini menunjukkan 11 rantai primer yang ada di Kepulauan Seribu.

Tabel 12. Jaringan Anggota Primer Rantai Pasok Ikan Hias di Kepulauan Seribu dari Nelayan hingga Perusahaan No Nelayan Pengepul Perusahaan lokal Perusahaan ekspor

1. Tetap 2 org Lepas 2 org Kamid - CV. Blue Star Aquatic

2. Tetap 10 org Lepas 3 org Junaedi - PT. Dinar Darum

Lestari 3. Tetap 3 org

Lepas 8 org Mujahidi - CV. Cahaya Baru

4. Tetap 5 org Lepas 0 org

Kelompok Nelayan - PT. Golden Marindo

Persada 5. Tetap 10 org

Lepas 2 org Halimun 1. Napoleon 2. Galaxy/prent -

6. Tetap 2 org Lepas 3 org Muhadi Aquatic Jaya -

7. Tetap 5 org Lepas 10 org Simon Toupik Aquarium -

8. Tetap 2 org Lepas 5 org Syahbudin Armas Arquatik -

9. Tetap 4 org Lepas 0 org Abdul Hakim Family -

10. Tetap 2 org Lepas 5 org Abdul Somad CV. Aqua Marindo -

11. Tetap 3 org Lepas 4 org Simin Palem Lestari -

Ada satu kelompok nelayan ikan hias di Kepulauan Seribu yang mencoba

memotong rantai pasok pada elemen pengepul ini. Kelompok ini bernama

KELONPIS, dimana mereka berorganisasi, mengumpulkan ikan hias bersama-

sama dan menjualnya langsung pada perusahaan selayaknya pengepul. Kelompok

66

ini lah yang berfungsi sama seperti pengepul. Inisiatif ini sangat bermanfaat bagi

anggota kelompok, karena nelayan bisa menentukan harga untuk mereka sendiri.

Paling tidak, penentu harga pada hasil tangkapan ikan mereka bukanlah pengepul,

tapi langsung perusahaan. Harapan dari anggota kelompok nelayan ini adalah

peningkatan kesejahteraan anggota.

3. Perusahaan

Perusahaan yang terdapat dalam rantai pasok ikan hias non sianida di

Kepulauan Seribu antara lain perusahaan lokal dan perusahaan ekspor (lihat Tabel

14). Pada penelitian ini ada 3 perusahaan ekspor yang diwawancara, yaitu CV.

Cahaya Baru, PT. Dinar Darum Lestari, dan CV. Blue Star Aquatic. Perusahaan

ekspor menerima pasokan ikan hias seminggu sekali dari pengepul di Pulau

Panggang dalam keadaan ikan di plastik dan di pisahkan untuk ikan yang siripnya

tajam atau ikan yang senang berkelahi. Sesampainya di perusahaan, ikan di

streaming selama 24 jam untuk mengetahui apakah ikan dalam kondisi sehat atau

sakit . Kemudian ikan disortasi sesuai dengan jenis dan kualitas yang diinginkan

perusahaan. Perusahaan juga melakukan upaya pemasaran kepada konsumen.

4. Konsumen

Ikan hias laut memiliki dua kelompok pasar, yaitu pasar dalam negeri dan

pasar luar negeri. Konsumen pasar dalam negeri adalah perusahaan retail

aquarium ikan hias laut. Namun pasar dalam negeri sangat terbatas, karena daya

beli masyarakat kurang. Pasar luar negeri merupakan pasar yang sangat

menjanjikan, karena peminat ikan hias laut cukup banyak dan tingkat

kesejahteraan konsumen menengah ke atas juga banyak. Beberapa negara yang

menjadi konsumen adalah USA (Los Angles, Miami, Kanada, San Fransisco,

Brazil, Argentina), Eropa (Inggris, Jerman, Rusia, Polandia, Irlandia, Hungaria),

Asia (Hongkong, Jepang, Taiwan, Korea), dan yang sedang mulai tumbuh adalah

pasar Uni Emirat Arab (Dubai, Iran, Irak, Siria).

Pelanggan ikan hias dari luar negeri berdasarkan besarnya order dibedakan

menjadi 3, yaitu wholesaller, grosir, dan ritel. Wholesaller membeli ikan hias dari

perusahaan untuk dijual pada penjual grosir di beberapa negara bagian yang lebih

kecil dan sulit dijangkau oleh penerbangan internasional. Grosir membeli ikan

hias dari wholesaller, namun ada beberapa perusahaan yang menjual ikan hias

67

langsung pada grosir. Retailer ikan hias laut adalah penjual akuarium ikan hias

laut. Ada beberapa perusahaan juga yang menjual langsung kepada retailer,

tentunya volume penjualannya tidak akan besar. Retailer ini yang akan

berhubungan dengan konsumen akhir, yaitu para hobbyist ikan hias laut dan

pengadaan akuarium publik.

5. Aktivitas Anggota Rantai Pasok

Nelayan melakukan penangkapan ikan di lokasi penangkapan dengan

menggunakan perahu kecil berbahan bakar bensin sebagai alat transportasi

menuju lokasi penangkapan. Jaring tangkap dan alat tangkap yang lain (tembakan

untuk ikan mandarin) telah disiapkan. Ikan yang telah ditangkap dimasukkan ke

dalam keranjang penampungan yang ditenggelamkan dalam air laut tapi diberi

alat pengapung agar keranjang tidak tenggelam semuanya dan tetap berada dalam

posisi di permukaan air laut. Selanjutnya, ikan hias hasil tangkapan langsung di

bawa ke pondok penampungan milik pengepul. Di sana, ikan langsung dihitung

dan disortasi berdasarkan jenis dan kebutuhan order dan langsung di bayar. Bagi

nelayan yang dipinjami jaring atau bensin, pembayaran dilakukan dengan

melakukan pemotongan pada hasil penjualan ikan hias dari nelayan secara

berkala.

Pengepul melakukan sortir pada ikan yang diterima dari nelayan dan

membayarnya. Ikan dari nelayan akan ditampung sampai hari jumat, karena setiap

hari jumat pengepul akan mengirimkan ikan ke perusahaan. Setelah ikan hias

terkumpul di pondok penampungan, pengepul bersama karyawannya melakukan

pengemasan ikan berdasarkan jenis dan jumlahnya. Pengemasan dilakukan

dengan menggunakan plastik, diisi air yang mengandung bubuk antibiotik untuk

menjaga kesehatan ikan, dan diisi gas dengan perbandingan air : gas = 1 : 3.

Kemudian ikan yang telah dikemas masing-masing 1 ekor, dibungkus lagi dengan

menggunakan plastik yang lebih besar, dimana 1 plastik dapat berisi 5-10 plastik

kecil. Ikan yang telah dikemas dengan pastik besar kemudian diangkut dengan

menggunakan gerobak dorong menuju dermaga di Pulau Panggang. Dengan

menggunakan kapal ojek ikan-ikan tersebut diangkut ke Muara Angke.

Sesampainya di Muara Angke, ikan-ikan tersebut diangkut lagi dengan

68

menggunakan gerobak dorong menuju kendaraan berupa mobil boks atau taksi

menuju farm perusahaan.

Beberapa perusahaan menjemput ikan hias dari Muara Angke, namun ada

beberapa yang menunggu pengepul mengantarkan ikan hias sampai farm

perusahaan. Pengelolaan ikan hias laut sebagian besar dilakukan di farm

perusahaan ekspor ikan hias. Berikut adalah beberapa teknologi pengelolaan ikan

hias laut yang dilakukan di perusahaan mulai dari pembelian ikan dari nelayan

hingga pada pengiriman/ ekspor ke luar negeri.

a. Pembelian dan sortir ikan hias

Ikan hias sebagai bahan baku utama perusahaan dibeli dari pengepul di

Kepulauan Seribu. Ikan hias tersebut dibungkus dengan menggunakan plastik

ukuran 40x60 cm yang sudah di beri lapisan kantung plastik juga untuk mencegah

kebocoran. Jumlah ikan hias yang ada di kantung plastik tersebut lebih kurang 50

ekor untuk ikan dengan ukuran rata-rata 5 cm bagi ikan ikan yang tidak berkelahi

atau ikan yang tidak bersirip tajam. Sedangkan untuk ikan yang suka berkelahi

dan yang bersirip tajam, yang berpotensi untuk saling merusak satu sama lain di

gunakan kantung plastik yang lebih kecil dan diisi satu ekor untuk satu plastik

yang sesuai dengan ukurannya.

Ikan yang baru datang kemudian dibuka plastiknya dan dibiarkan selama

lebih kurang 1 sampai 2 jam untuk melihat apakah kondisi ikan dalam keadaaan

sehat atau tidak. Setelah itu baru dilakukan pemilihan (sortir) ikan hias dengan

patokan ukuran, kondisi kesehatan ikan yang meliputi kelincahan, warna, dan

tingkat kerusakan sirip atau kulit ikan. Setelah itu baru dipindahkan ke dalam

akuarium adaptasi, dan setelah sehari, ikan dipindahkan ke akuarium

pemeliharaan.

b. Pemeliharaan ikan hias

Pemeliharaan ikan hias dilakukan seperti pemeliharaan ikan hias pada

umumnya, yaitu diberi makan, dikontrol pH air dan kebersihan lingkungannya,

sirkulasi air harus selalu berjalan, sehingga pada farm pemeliharaan ikan hias ini

selalu tersedia genset untuk berjaga-jaga apabila tiba-tiba terjadi pemadaman

listrik dari pusat. Hal inilah yang membuat konstruksi farm di perusahaan ikan

69

hias laut selalu berdampingan dengan mess karyawan, karena untuk pemeliharaan

ikan hias ini diperlukan pengawasan 24 jam penuh.

Ikan-ikan yang di order oleh pelanggan dan akan dikirim, 3 hari sebelumnya

di pisahkan dari kolam pemeliharaan untuk di beri perlakuan khusus, yaitu di

puasa kan. Selama 3 hari ikan tersebut tidak diberi makan agar mereka tidak

agresif ketika dilakukan proses pengepakan dan pengiriman, sehingga sampai di

negara tujuan, ikan tersebut dapat bertahan hidup.

c. Pengepakan ikan hias

Pengepakan ikan hias harus disesuaikan dengan negara tujuan dan musim

yang sedang berlangsung di negara tersebut. Ekspor ke negara negara Eropa,

Amerika dan Jepang, packing ikan hias pada musim panas tidak menggunakan

koran pelapis dan digunakan es batu kecil yang di plastik seperti es lilin untuk

menjaga suhu ikan. Namun ketika di negara tujuan tersebut terjadi musim dingin,

maka antara styrofoam dan karton diberikan koran pelapis sampai enam lapis.

Untuk musim dingin yang ekstrim, terkadang perlu diberi kantong penahan suhu

(heat pack) di tiap kardusnya. Sedangkan ekspor ke negara-negara tujuan ekspor

di Asia, tidak menggunakan koran pelapis. Kemampuan daya tahan ikan di dalam

kotak styrofoam dapat bertahan selama lebih kurang 48 jam.

Sebelum dilakukan pengiriman, ikan hias dikarantina lagi dengan cara

dimasukkan ke dalam akuarium terpisah dan dipuasakan, dengan tidak diberi

makan.

1) Peralatan dan bahan yang digunakan :

a) Kardus karton berukuran 55 x 30 x 35 cm

b) Kotak styrofoam ukuran 50 x 28 x 33 cm

c) Plastik ukuran lebar 10,12,15,17,18,25,38, dan 40 cm.

d) Tangki oksigen dengan kapasitas 200 kg/ cm

e) Ultra violet

2

f) Marine buffer ph 8,3

g) Obat antibiotik Water Soluble Bulk Powder

2) Proses pengepakan ikan hias

a) Ikan dipilih dan disortir sesuai dengan ukuran dan jenis berdasarkan order

dari konsumen.

70

b) Ukuran plastik disesuaikan dengan ukuran ikan dan jenisnya. Plastik

ukuran 10 cm diisi ikan ukuran 1 inci untuk 1 ekor ikan. Plastik dilapisi

dua dan tengahnya dilapisi kertas koran untuk mencegah agar ikan tidak

saling melihat satu sama lain, sehingga tidak berkelahi.

c) Air untuk pengiriman disediakan di kolam khusus dan di atasnya

diletakkan mesin ultraviolet (UV) untuk mematikan bakteri yang terdapat

di dalam air tersebut. Kemudian ditambahkan di dalamnya marine buffer

PH 8,3 sebanyak 38 gram. Penggunaan marine buffer berguna untuk

menjaga alkalinitas dan kestabilan PH air laut.

d) Pemberian air ke dalam kantung plastik sebanyak ½ cm dari atas

punggung ikan. Setelah itu diberi water soluble bulk powder yang

mengandung nitrofurazone sebagai antibiotik, kira kira sampai air di

dalam kantung berwarna kuning.

e) Pemberian oksigen ke dalam kantung plastik dilakukan apabila ikan sudah

dimasukkan ke dalam kantung plastik dan diberi antibiotik. Setealah itu

baru ikan diikat dengan karet. Tabung oksigen 200 kg/cm2

d. Pengiriman ikan hias

untuk 200

kotak, dengaan kapasitas isi 1 boks berjumlah 50 kantung plastik lebar 10

cm. Penempatan kantung plastik yang berisi ikan hias di dalam kotak

styrofoam dalam posisi tegak. Antara styrofoam dan kotak kardus diberi

koran pelapis sesuai dengan kondisi negara tujuan ekspor.

Ikan hias yang telah di packing kemudian dimasukkan ke dalam mobil boks

untuk dikirim ke bandara terdekat. Perusahaan-perusahaan di Tangerang ini pintu

ekspornya adalah Bandara Soekarno Hatta. Di bandara dilakukan proses

karantina, dimana perusahaan terkait diwajibkan untuk memberikan sampel ikan

yang dikirim, untuk membuktikan bahwa ikan yang dikirim bebas bakteri dan

penyakit. Setelah karantina selesai dilakukan, kemudian dengan cepat ikan-ikan

ini dimasukkan kembali ke bagasi pesawat dan dikirim ke negara tujuan.

Sampai di negara tujuan, ikan tersebut dijemput oleh importir yang

merupakan wholesaller, grosir, dan retail. Ada pula importir yang disebut dengan

transhipper, dimana tanpa membuka kemasan, mereka menjual ikan-ikan dari

Indonesia ke negara-negara bagian yang lain. Tabel 15 menunjukkan ringkasan

71

kegiatan yang dilakukan oleh anggota primer pada rantai pasokikan hias non

sianida di Kepulauan Seribu.

Tabel 13. Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Ikan Hias Non Sianida di Kepulauan Seribu Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok

Nelayan Pengepul Perusahaan Konsumen Pertukaran a. Penjualan b. Pembelian c. Peminjaman modal

√ √ √/-

√ √ √/-

√ √ -

√ √ -

Fisik a. Penangkapan b. Penampungan c. Pemeliharaan d. Pengemasan e. Pengangkutan lokal f. Pengangkutan internasional

√ - - - - -

- √ - √ √ -

- √ √ √ √ √

- √ √/- - - √ √

Fasilitas a. Sortasi b. Teknologi pemeliharaan c. Informasi pasar d. Perijinan ekspor e. Perijinan impor

- - - - -

√ - - - -

√ √ √ √ -

√/- √ √ - √

Keterangan : ( √ ) : dilakukan ( - ) : tidak dilakukan A2. Anggota Sekunder Rantai pasok

Anggota sekunder adalah pihak yang memperlancar kegiatan rantai

pasokdalam menyediakan bahan baku yang dibutuhkan mulai dari kebutuhan

penangkapan, pengemasan, pemeliharaan, hingga kebutuhan kantor. Bahan baku

untuk penangkapan meliputi bensin untuk bahan bakar perahu, untuk pengemasan

di tingkat pengepul meliputi plastik, bubuk antibiotik, air laut, gas tabung, dan

karet gelang. Pemeliharaan di farm perusahaan memerlukan bahan baku air laut,

bahan untuk skimmer, antibiotik, dan pakan ikan. Pengemasan di tingkat

perusahaan memerlukan bahan baku berupa kardus karton berukuran 55 x 30 x 35

cm, kotak styrofoam ukuran 50 x 28 x 33 cm, plastik ukuran lebar

10,12,15,17,18,25,38, dan 40 cm, tangki oksigen dengan kapasitas 200 kg/ cm2,

72

Ultra violet, Marine buffer ph 8,3, Obat antibiotik Water Soluble Bulk Powder,

dan air laut. Hubungan anggota primer dalam rantai pasok dengan anggota

sekunder ini adalah hanya berupa hubungan konsumen biasa. Tabel 16

menunjukkan pemasok sekunder dalam rantai pasok ikan hias non sianida.

Tabel 14. Daftar Pemasok Bahan Baku Non Ikan Hias dalam Rantai Pasok

No. Elemen Rantai Pasok

Jenis barang Sumber Pemasok

1. Nelayan Bensin Kios bensin di pulau 2. Pengepul Plastik ukuran lebar 10,

15, 25, dan 40 cm Dari perusahaan

3. Bubuk anti biotik Kios kecil di pulau 4. Air laut Ambil air laut di pulau 5. Tangki oksigen Dari perusahaan 6. Karet gelang Kios kecil di pulau 7. Perusahaan Bahan untuk skimmer Toko Bahan Kimia di Jakarta 8. Pakan ikan Pasar ikan di Jakarta 9. Kardus karton Toko Kardus & Plastik di Jakarta 10. Kotak styrofoam Toko Kardus & Plastik di Jakarta 11. Plastik ukuran lebar

10,12,15,17,18,25,38, dan 40 cm

Toko Kardus & Plastik di Jakarta

12. Tangki oksigen Tempat pengisian oksigen, bengkel di Jakarta

13. Ultra violet Toko Bahan Kimia di Jakarta 14. Marine buffer ph 8,3 Toko Bahan Kimia di Jakarta 15. Antibiotik Water Soluble

Bulk Powder Toko Bahan Kimia di Jakarta

16. Air Laut Sea World, Grosir Air Laut Tangkian di Jakarta

Sumber : Hasil wawancara dengan beberapa pihak B. Pola Aliran Dalam Rantai Pasok

Ada tiga macam aliran yang harus dikelola dalam suatu rantai pasok.

Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir

(downstream), kedua adalah aliran finansial (uang) dari hilir ke hulu, dan yang

ketiga adalah aliran informasi yang dapat mengalir dari hulu ke hilir atau

sebaliknya. Model rantai pasok ikan hias non sianida di Kepulauan Seribu ini

terdiri atas nelayan, pengepul, perusahaan, konsumen, dan pemasok sekunder.

73

Gambar 20 menunjukkan pola aliran dalam rantai pasok ikan hias non sianida di

Kepulauan Seribu.

Keterangan : Aliran barang Aliran finansial Aliran informasi

Gambar 19. Pola Aliran dalam Rantai Pasok Ikan Hias Non Sianida di Kepulauan Seribu

Aliran komoditas ikan hias non sianida dimulai dari nelayan sebagai

pemasok utama. Hasil tangkapan ikan hias dikumpulkan pada pengepul. Setiap

seminggu sekali atau setelah jumlah dan jenis ikan hias memenuhi order dari

perusahaan, maka pengepul mengantarkan ikan hias tersebut pada perusahaan,

yang dalam hal ini ada 2 jalur, yaitu perusahaan lokal dan perusahaan eksportir.

Harga beli ikan hias laut ini ditentukan sepenuhnya oleh perusahaan, sehingga

pengepul juga menentukan harga pada nelayan berdasarkan harga dari perusahaan

dikurangi dengan biaya yang harus dikeluarkan pengepul untuk operasional

penyimpanan dan transportasi. Beberapa pengepul mengantar ikan hias sampai ke

farm perusahaan dengan menggunakan mobil boks atau taksi, dan sebagian yang

lain hanya menitipkan ikan hias pada anak buah kapal dan sesampainya di Muara

Angke, ikan hias tersebut telah dijemput oleh pihak perusahaan. Biaya

transportasi akan ditanggung oleh salah satu pihak atau kedua belah pihak dengan

kesepakatan yang telah ditentukan.

Nelayan Pengepul

Perusahaan Lokal

Konsumen Akhir

Pasar Dalam Negeri Pasar Luar Negeri

Perusahaan Eksportir

Perusahaan Importir

Penyedia sarana non ikan

Konsumen Akhir

74

Setelah sampai di perusahaan, sesuai dengan order pelanggan, perusahaan

mengirimkan ikannya dengan menggunakan transportasi darat ke Bandara

Soekarno Hatta. Hal ini yang menyebabkan banyak eksportir ikan hias memilih

lokasi perusahaannya dekat dengan bandara. Untuk memperpendek waktu tempuh

dan efektivitas biaya. Kemudian ikan tersebut melalui proses karantina di bandara,

dan dengan waktu yang sangat singkat, ikan diterbangkan ke negara tujuan.

Sesampainya di negara tujuan, ikan dijemput dari bandara ke perusahaan

importir. Dari perusahaan importir yang menjadi wholesaller, akan

mendistribusikan ikan ke pedagang grosir di negara-negara bagian yang lebih

kecil, kemudian ikan diangkut dengan menggunakan transportasi darat, kemudian

sesampainya di pedagang grosir, ikan dikirimkan ke petshop/ retail akuarium dan

ikan hias laut. Pembeli sebagai end user membeli ikan dari toko akuarium dan

ikan hias hias laut tersebut untuk kesenangan/ hobby mereka.

Aliran finansial pada rantai pasok ikan hias non sianida mengalir dari

konsumen, perusahaan importir, perusahaan eksportir, pengepul, dan nelayan.

Sedangkan untuk pasar dalam negeri aliran finansial lebih pendek, yaitu dari

konsumen, perusahaan lokal, pengepul, dan nelayan. Importir membayar kepada

eksportir dengan menggunakan 2 cara, yaitu membayar di awal, sebelum ikan

dikirim, atau membayar setelah ikan sampai di negara tujuan, tergantung

kesepakatan bersama. Sedangkan pada pengepul, perusahaan langsung membayar

sejumlah ikan yang dijual ditambah dengan ongkos kirim (sesuai kesepakatan).

Pada nelayan, pengepul juga langsung membayar ikan yang dijual pada nelayan

sesuai dengan jenis dan jumlah ikan yang ditangkap.

Sistem komunikasi sudah terintegrasi antara anggota primer dalam rantai

pasok. Aliran informasi terjadi pada komsumen akhir, perusahaan importir,

perusahaan eksportir, pengepul, dan nelayan atau sebaliknya. Namun demikian

ada satu jalur informasi tentang harga yang tidak tersampaikan dari perusahaan ke

pengepul ataupun ke nelayan, sehingga sampai sekarang nelayan dan pengepul

tidak mengetahui harga jual ikan-ikan hias yang mereka tangkap di pasar

internasional. Hal ini menyebabkan nelayan dan pengepul tidak memiliki posisi

tawar yang baik dalam hal harga. Informasi dari perusahaan ke pengepul hanyalah

informasi tentang order ikan, yaitu ikan jenis apa dan jumlahnya berapa yang

75

harus dikirim ke perusahaan. Komunikasi antara perusahaan dan pengepul

dilakukan dengan menggunakan telpon atau pada saat pengepul mengantarkan

ikan ke perusahaan. Komunikasi antara pengepul dan nelayan dilakukan dengan

komunikasi langsung atau telpon dan sms.

Komunikasi antara perusahaan eksportir dengan perusahaan importir

dilakukan melalui email, telpon, dan faximile. Importir memperoleh informasi

tentang tawaran ikan dan harga melalui pricelist yang dikirimkan perusahaan

eksportir kepada importir. Dengan pricelist tersebut, importir dapat memilih ikan

hias mana yang akan diorder dengan harga yang telah tercantum. Harga yang

tercantum belum termasuk diskon, sehingga untuk kesepakatan diskon dan cara

pembayaran dilakukan setelah order dilakukan.

5.1.2. Entitas Rantai Pasok

1. Produk

Ikan hias laut merupakan komoditas yang termasuk dalam kategori

binatang piaraan. Di Kepulauan Seribu ada sekitar 106 jenis ikan hias laut yang

diperdagangkan secara internasional, untuk nama-nama jenis ikan dapat dilihat

pada Lampiran 3. Ikan hias laut ini hampir seluruhnya didapatakn dari hasil

tangkapan nelayan. Hanya 5 jenis yang sudah berhasil dibudidayakan di Pusat

Budidaya Ikan Hias di Lampung. Penelitian dan pengembangan masih sangat

diperlukan untuk mendorong budidaya ikan hias laut ini.

Kualitas ikan hias yang diekspor harus benar-benar diperhatikan.

Perusahaan mempertaruhkan kepercayaan pelanggan melalui produk yang dijual

pada mereka. Oleh karena itu, teknologi tinggi dalam pemeliharaan dan

pengemasan diupayakan sebesar-besarnya demi menjamin ikan hias tersebut tetap

sehat sampai di negara tujuan.

Ikan hias laut adalah komoditas yang tidak diperuntukkan untuk dirubah

bentuknya, justru harus dipertahankan warna, kelincahan, dan kesehatannya.

Beberapa inovasi yang dapat dilakukan oleh perusahaan mengenai produk ikan

hias laut ini adalah teknologi perawatan dan teknologi pengemasan. Sedangkan

untuk membuat diferensiasi dengan perusahaan lain, beberapa perusahaan

mengalokasikan sumberdayanya untuk melakukan riset pada spesies jenis baru

yang berpotensi untuk dijadikan produk andalan bagi perusahaan.

76

2. Pasar

Pasar ikan hias laut non sianida ini sebagian besar adalah pasar luar negeri.

Target pasarnya adalah para hobbyist ikan hias laut dan pengadaan publik akan

akuarium air laut. Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor ikan hias laut ini

adalah USA (Los Angles, Miami, Kanada, San Fransisco, Brazil, Argentina),

Eropa (Inggris, Jerman, Rusia, Polandia, Irlandia, Hungaria), Asia (Hongkong,

Jepang, Taiwan, Korea), dan yang sedang mulai tumbuh adalah pasar Uni Emirat

Arab (Dubai, Iran, Irak, Siria). Dari keterangan yang didapatkan dari responden,

masih banyak permintaan dari luar negeri yang belum bisa kita pasok, sehingga

untuk kedepannya, bisnis ikan hias ini masih menjanjikan.

3. Pemangku kepentingan

Anggota yang terlibat dalam rantai pasok ikan hias non sianida atau yang

disebut dengan pemangku kepentingan (stakeholder) pada dasarnya termasuk

anggota rantai pasok, baik primer maupun sekunder. Setiap pemangku

kepentingan memiliki peran masing-masing dalam rantai pasok, yaitu sistem

produksi (penangkapan), pasca penangkapan, distribusi, dan pemasaran.

Kelancara rantai pasokn ikan hias non sianida ini memerlukan koordinasi secara

intensif dan efisien melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam rantai

pasokan.

5.1.3. Manajemen Rantai Pasok

1. Struktur Manajemen

Struktur manajemen menjelaskan tentang aspek-aspek tindakan pada

setiap tingkatan manajemen dalam anggota rantai pasok. Tindakan tersebut

menjelaskan langkah yang diambil oleh anggota rantai pasok dalam

menindaklanjuti setiap tingkat manajemen yang terdiri dari strategi,

koordinasi/kolaborasi, perencanaan, evaluasi, transaksi, dan kemitraan.

Nelayan sebagai produsen utama yang bertindak sebagai penangkap ikan

hias laut. Pengepul mengorganisir hasil tangkapan nelayan dan secara priodik

mengirimkannya ke perusahaan. Perusahaan melakukan proses sortasi,

pemeliharaan, pengemasan, dan aktivitas ekspor, memberikan order pada

pengepul, dan melakukan investasi-investasi berupa pinjaman modal kepada

77

pengepul dan nelayan. Pendampingan dan penyuluhan proses penangkapan dan

pasca penangkapan dilakukan oleh beberapa perusahaan pada pemasoknya, yaitu

pengepul dan nelayan.

Beberapa perusahaan memiliki suatu divisi yang khusus menangani

masalah aktivitas ekspor yang berkaitan dengan pengiriman ikan hias dan

pemasarannya. Perencanaan dan strategi yang baik dibutuhkan untuk mendukung

kegiatan rantai pasok untuk mencapai optimalisasi rantai pasok.

2. Kesepakatan Kerjasama

Tidak ada kontrak secara tertulis baik dari pihak perusahaan kepada

pengepul maupun dari pihak pengepul pada nelayan. Kerjasama dilakukan dengan

menggunakan prinsip kepercayaan dengan memegang komitmen, rasa saling

ketergantungan, dan saling membutuhkan satu sama lain. Nelayan hanya akan

menjual ikannya pada pengepul yang memberinya modal awal penangkapan

seperti bensin dan pinjaman jaring. Pengepul hanya akan menjual ikannya pada

satu perusahaan saja. Tidak ada satu perusahaan yang memiliki dua pengepul dari

Kepulauan Seribu. Hal tersebut sudah merupaakn kesepakatan kerjasama yang

mengikat antara nelayan dan pengepul di Kepulauan Seribu. Padahal dari sisi

perusahaan sendiri, tidak ada keberatan bagi perusahaan apabila pengepul menjual

ikan hiasnya pada perusahaan lain, asalkan kebutuhan perusahaan utama telah

terpenuhi.

3. Sistem Transaksi

Sistem pembayaran pada tingkat nelayan dilakukan secara langsung.

Begitu nelayan pulang dari mencari ikan, ikan kemudian langsung didata dan

dihitung, dan langsung dibayar pada saat itu juga. Kecuali pengepul sedang

kehabisan uang tunai, maka pembayaran akan ditunda hingga pengiriman ikan ke

perusahaan dilakukan. Penundaan pembayaran paling lambat seminggu, karena

pengiriman ikan hias ke perusahaan biasa dilakukan seminggu sekali.

Sedangkan sistem pembayaran di tingkat pengepul dilakukan dengan

berbagai cara, tergantung kesepakatan antara pengepul dengan perusahaan. Ada

pengepul yang dibayar langsung di perusahaan karena dia mengirim ikannya

langsung ke perusahaan, ada pula yang pembayarannya dengan cara ditransfer ke

rekening pengepul. Rekening yang dimiliki pengepul adalah Bank DKI, karena

78

hanya Bank DKI yang aksesnya terdekat dengan Pulau Panggang, yaitu terletak di

Pulau Pramuka.

Berbeda pula dengan sistem pembayaran di perusahaan dengan importir.

Dalam transaksi perdagangan dan pengiriman barang, semua biaya pengiriman

ditanggung oleh importir. Sehingga yang dijual oleh perusahaan hanyalah produk

ikan hiasnya saja. Biaya transportasi mulai dari mengangkut barang keluar dari

farm perusahaan, sampai pada penerbangan, dan sampai ke negara tujuan

merupakan tenggungan importir. Sistem ini dikenal dengan istilah Freight on

Board (FOB). Cara pembayarannya ada 2 macam, yaitu collect (di bayar setelah

barang sampai di negara tujuan) dan prepaid (di bayar di negara asal).

4. Kemitraan

Salah satu strategi perusahaan untuk mengatasi permintaan yang tidak

menentu adalah dengan membina kemitraan dengan pengepul dan nelayan.

Pembinaan kemitraan ini berguna bagi perusahaan karena perusahaan tidak perlu

menyediakan farm yang terlalu besar untuk penyimpanan dan pemeliharaan ikan

hias. Cukup dengan memperkuat kemitraan dengan pengepul dan nelayan, maka

ketika order dari pelanggan datang, perusahaan tinggal meneruskan order tersebut

pada pengepulnya, dan selanjutnya pengepul akan meneruskan order tersebut pada

nelayan.

Tidak ada perjanjian tertulis dalam hubungan kemitraan ini, namun hanya

pembinaan hubungan secara moral dan sosial, dimana di dalamnya terdapat

mekanisme saling kepercayaan, saling ketergantungan, dan saling

menguntungkan. Namun demikian pola kemitraan semacam ini sebenarnya kuang

menguntungkan bagi nelayan, karena nelayan hanya menangkap berdasarkan

pesanan saja, sehingga volume penangkapan sepenuhnya merupakan wewenang

perusahaan. Ruang gerak nelayan dan pengepul untuk mengembangkan usahanya

sangat terbatas.

5.1.4. Sumber Daya Rantai Pasok

1. Sumber Daya Fisik

Sumber daya fisik rantai pasok ikan hias laut ini meliputi area tangkap,

kondisi laut dan cuacanya, serta sarana dan prasarana pengangkutan. Kepulauan

Seribu merupakan daerah dengan pulau-pulau kecil yang disatukan oleh lautan.

79

Karena daerah penangkapan ikan ini ada di paparan di sekitar pulau-pulau kecil,

maka dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan, nelayan memerlukan perahu

kecil untuk mengantarkannya ke areal penangkapan. Keberangkatan nelayan

melaut sangat dipengaruhi oleh cuaca. Apabila cuaca buruk yang ditandai dengan

hujan dan angin kencang, maka nelayan tidak akan pergi melaut. Demikian halnya

dengan proses pengangkutan ikan yang dilakukan setiap seminggu sekali ke

perusahaan. Apabila cuaca buruk, maka pengiriman ikan bisa ditunda hingga esok

harinya, sampai cuaca mulai mereda. Biasanya pengiriman ikan dari pulau jam

07.00 WIB akan sampai di Muara Angke jam 11.00 WIB, tapi karena cuaca buruk

bisa jadi baru sampai Muara Angke jam 15.00 WIB atau jam 16.00 WIB.

Permasalahan transportasi ini perlu diperhatikan, mengingat hanya melalui

transportasi laut lah ikan-ikan ini dapat diangkut ke perusahaan. Belum ada solusi

yang dapat mengatasi permasalahan transportasi laut yang sangat bergantung pada

cuaca ini.

Pihak perusahaan mengirimkan ikan hias ke Bandara Soekarno Hatta

melalui jalan darat. Tidak ada permasalahaan yang berarti untuk perjalanan ikan

dari perusahaan yang berlokasi di Tangerang ini menuju Bandara Soekarno Hatta,

selain kemacetan yang biasa terjadi di kawasan industri di sekitar perusahaan.

2. Sumber Daya Teknologi

Nelayan masih menggunakan teknologi yang sangat sederhana untuk

melakukan penangkapan ikan. Justru penggunaan teknologi yang sederhana

dengan menggunakan jaring atau tembakan inilah yang diminati oleh pelanggan

sebagai produk yang ramah lingkungan, karena sebelumnya, banyak nelayan ikan

hias laut yang menangkap dengan menggunakan racun sianida yang merusak

lingkungan dan juga merusak kualitas ikan.

Pengepul menggunakan teknologi yang juga sederhana dengan fasilitas

yang sudah cukup memadai, yaitu pondok penampungan dengan akuarium-

akuarium penampungan. Pada saat pengemasan ikan, pengepul menggunakan air

yang dicampur dengan bubuk antibiotik dan mengisi plastik kemasan ikan dengan

gas menggunakan tabung gas.

Perusahaan ekspor menggunakan teknologi yang cukup canggih untuk

pemeliharaan ikan dan proses pengemasan. Untuk pemeliharaan perusahaan

80

menggunakan steamer, marine buffer pH balance, dengan bak-bak penampungan

dan akuarium-akuarium terpisah berdasarkan jenis dan juga tempat karantina ikan.

Untuk pengemasan perusahaan menggunakan teknologi ultraviolet, bubuk

antibiotik, gas, air laut yang bebas bakteri, dan kardus serta styrofoam yang diatur

sedemikian rupa disesuaikan dengan kondisi di negara tujuan ekspor.

3. Sumber Daya Manusia

Banyak sekali sumber daya manusia yang terlibat dalam rantai pasokan

ikan hias laut di Kepulauan Seribu ini. Di Pulau Panggang sendiri, ada sekitar 50

nelayan ikan hias laut dan 13 pengepul. Nelayan bekerja selama 5 – 8 jam sehari

untuk mencari ikan, mulai dari jam 7.00 WIB sampai jam 12.00 – 15.00 WIB.

Pengepul bekerja setelah nelayan pulang melaut setiap harinya, mulai sore sampai

malam. Bila esok harinya adalah jadual mengantar ikan ke perusahaan, maka

pengepul akan lembur bersama karyawannya untuk mengemas ikan hias yang

akan dikirim. Tak jarang nelayan ikut membantu proses pengemasan ini.

Perusahaan memiliki beberapa karyawan yang membantu proses di farm,

mulai dari pembelian, sortir, pemeliharaan, hingga pengemasan. Sedangkan untuk

bagian pemasaran, sumber daya yang berpengalaman dan dipercaya oleh

perusahaan yang akan diposisikan di posisi tersebut. Pada pemilihan tenaga kerja

untuk farm, perusahaan tidak memerlukan SDM yang berpendidikan tinggi.

Cukup lulusan SMA atau STM, dengan sedikit pelatihan dan magang, maka

tenaga kerja ini siap untuk dikaryakan. Jumlah karyawan pada masing-masing

perusahaan dapat dilihat pada Lampiran 11.

4. Sumber Daya Permodalan

Nelayan ikan hias di Kepulauana Seribu rata-rata telah memiliki modal

sendiri untuk melakukan penangkapan. Bagi beberapa nelayan yang tidak

memiliki modal berupa bensin atau jaring, permodalan di tingkat nelayan tersebut

disediakan oleh pengepul dengan kesepakatan dan jaminan bahwa ikan hasil

tangakapan harus dijual pada pengepul tersebut. Sedangkan di tingkat pengepul,

kebutuhan semakin besar, yaitu permodalan untuk investasi pondok penampungan

dengan sarana dan prasarananya, antara lain akuarium dan tabung gas, serta

plastik bungkus ikan. Permodalan berupa investasi pembangunan pondok dan

pengadaan akuarium disediakan oleh perusahaan dalam bentuk hutang. Hutang

81

tersebut nanti dibayarkan pada perusahaan dengan mekanisme pemotongan

bayaran setiap kali pengepul mengantar/ menjual ikan ke perusahaan. Namun

apabila penjualan tidak cukup besar, pemotongan tersebut dapat ditunda pada

pembayaran ikan selanjutnya.

Perusahaan mendanai usahanya dengan uang sendiri. Mereka tidak

memerlukan lembaga keuangan untuk keperluan peminjaman modal. Hal ini

dikarenakan beberapa mekanisme pembayaran yang memungkinkan perusahaan

mendapatkan bayaran terlebih dahulu sebelum barang dikirim (prepaid). Biaya

operasional perusahaan dapat di tutup dengan menggunakan uang dari pembeli.

Mungkin perusahaan sudah cukup mapan dan belum berencana untuk

memperbesar skala usahanya, sehingga belum merasa perlu untuk mencari

pinjaman modal.

5.1.5. Proses Bisnis Rantai Pasok

1. Hubungan Kegiatan Bisnis Rantai Pasok

Hubungan kerjasama antara nelayan, pengepul, dan perusahaan merupakan

salah satu hal yang akan dianalisis dalam penelitian ini. Sesuai dengan apa yang

dikemukakan oleh Mentzer (2001), bahwa ada hubungan yang harus dibina selain

hubungan profesi untuk tetap menjaga hubungan baik, maka perusahaan tidak

segan-segan untuk memberikan bantuan kepada nelayan/ pengepulnya ketika

mereka sedang membutuhkan, misalnya untuk biaya berobat atau bahkan untuk

acara pengajian. Dari hasil wawancara diketahui bahwa perusahaan mengetahui

dengan pasti karakteristik nelayan yang sangat sensitif, sehingga memang untuk

hubungan ini harus dilakukan perlakuan khusus, misalkan berkunjung ke rumah

nelayan, dengan membawakan baju untuk anak-anaknya atau bahan makanan

untuk istrinya. Diluar dugaan, ternyata istri sangat berperan dalam mempengaruhi

suaminya (nelayan) untuk mensuplai ikan hias kepada perusahaan yang sering

berkunjung ke rumah dan memberi ‘santunan’ tersebut.

Secara profesional, proses pengikatan nelayan/ pengepul dilakukan oleh

perusahaan dengan mekanisme investasi yaitu melakukan pemberian pinjaman

kepada pengepul setempat untuk membangun sebuah pondok penampungan kecil

untuk mengumpulkan ikan-ikan yang di suplai dari para nelayan. Pondok tersebut

lengkap dengan akuarium, sistem sirkulasi, dan tabung gas. Bentuknya mirip

82

dengan farm di perusahaan, tapi pondok ini hanya difungsikan sebagai tempat

penampungan saja. Pinjaman ini akan dibayar oleh pengepul dengan cara dicicil

setiap kali pengepul mengirimkan ikan hias ke perusahaan. Mekanisme adalah

dengan pemotongan bayaran.

Teknik investasi yang demikian selain menguntungkan perusahaan, juga

membantu pengepul untuk dapat memiliki fasilitas sarana dan prasarana sendiri.

Hubungan yang dijalin seperti ini cukup memuaskan kedua pihak, karena di

pandang saling menguntungkan untuk kedua belah pihak. Hal ini juga yang

menjadikan saling ketergantungan antara kedua belah pihak. Ketergantungan yang

dimaksud disini adalah kekuatan utama dalam pengembangan solidaritas rantai

pasok (Bowersox dan Closs 1996). Hubungan kesaling tergantungan ini sesuai

dengan apa yang diungkapkan oleh Bowersox dan Closs (1996), bahwa

ketergantungan ini adalah apa yang memotivasi keinginan untuk menegosiasikan

transfer fungsional, berbagi informasi kunci, dan berpartisipasi dalam

perencanaan operaional bersama. Perusahaan menginginkan produk yang sesuai

dengan standar kualitasnya, oleh karena itu perusahaan membantu pengepul untuk

operasional dengan pembangunan pondok penampungan tersebut. Sementara

pengepul juga membutuhkan akses pinjaman modal tersebut dari perusahaan

untuk mengembangkan usahanya.

Ada satu fenomena yang menarik yang terjadi di kelompok nelayan

KELONPIS, dimana mereka diberi pinjaman modal untuk pembuatan pondok

penampungan kecil di Pulau Panggang, namun setiap kali kelompok ingin

membayar kepada perusahaan, perusahaan seakan-akan mengabaikan pinjaman

tersebut. Hal tersebut sebenarnya menimbulkan rasa kesungkanan kelompok

kepada perusahaan, sehingga kelompok masih belum bisa berpindah dari

perusahaan yang selama ini mereka suplai, padahal harga beli yang diberikan

perusahaan kepada kelompok dirasa lebih rendah daripada harga beli perusahaan-

perusahaan lain yang dipasok oleh pengepul lain dari Pulau Panggang.

Penetapan harga menjadi satu masalah khusus yang mungkin perlu dikaji

lebih lanjut untuk penelitian berikutnya. Pada penelitian ini, wawancara dengan

nelayan menyatakan bahwa harga yang diberikan oleh perusahaan selalu kurang

memuaskan, sedangkan perusahaan mengatakan bahwa harga yang diberikan

83

kepada nelayan sudah merupakan harga yang standar yang ada di pasar, bahkan

beberapa ada yang lebih tinggi dari harga standar. Hal tersebut sesuai dengan teori

kekuatan tawar-menawar1

Sesampainya di negara tujuan, ikan dijemput dari bandara ke perusahaan

importir. Dari perusahaan importir yang menjadi wholesaller, akan

antara perusahaan sebagai pembeli dan pengepul

sebagai pemasok berikut: Kekuatan tawar menawar perusahaan disebabkan karena

(1) Perusahaan mampu mendapatkan produk yang diperlukan, (2) Sifat produk

tidak terdiferensiasi dan banyak pemasok, (3) Switching cost pemasok adalah

kecil, (4) Perusahaan mempunyai tingkat profitabilitas rendah sehingga sensitif

terhadap harga dan diferensiasi pelayanan, dan (5) Produk pemasok tidak terlalu

penting bagi perusahaan sehingga mudah dicari substitusinya. Sedangkan dari sisi

pengepul sebagai pemasok, mereka baru dapat memiliki posisi tawar yang bagus

dalam penentuan harga apabila (1) Jumlah pemasok sedikit, (2) Produk yang ada

unik dan mampu menciptakan switching cost yang besar, (3) Tidak tersedia

produk susbstitusi, dan (4) Pemasok melakukan integrasi ke depan dan mengolah

produk yang dihasilkan menjadi produk yang sama dihasilkan perusahaan, artinya

pemasok dapat melakukan aktivitas ekspor dan menembus pasar ekspor seperti

yang dilakukan oleh perusahaan.

Beberapa jenis ikan yang ada di Kepulauan Seribu ternyata juga ada di

daerah lain dengan kelimpahan yang lebih banyak, sehingga daerah lain bisa

menjual ikan dengan jenis yang sama dengan ikan hias di Kepulauan Seribu

dengan harga yang lebih rendah. Hal ini merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan harga ikan hias di Kepulauan Seribu kurang kompetitif.

2. Pola Distribusi

a. Distribusi produk

Sesuai dengan order pelanggan, perusahaan mengirimkan ikannya dengan

menggunakan transportasi darat ke Bandara Soekarno Hatta. Hal ini yang

menyebabkan banyak eksportir ikan hias memilih lokasi perusahaannya dekat

dengan bandara. Untuk memperpendek waktu tempuh dan efektivitas biaya.

Kemudian ikan tersebut melalui proses karantina di bandara, dan dengan waktu

yang sangat singkat, ikan diterbangkan ke negara tujuan.

1 Copyright: Intuitive, http://www.sxc.hu

84

mendistribusikan ikan ke pedagang grosir di negara-negara bagian yang lebih

kecil, kemudian ikan diangkut dengan menggunakan transportasi darat, kemudian

sesampainya di pedagang grosir, ikan dikirimkan ke petshop/ retail akuarium dan

ikan hias laut. Proses distribusi yang paling banyak dilakukan setelah ikan sampau

ke negara tujuan, karena sebelum samapai ke pembeli akhir, ikan tersebut bisa

dididtribusikan dari satu negara ke negara lain lagi. Pembeli sebagai end user

membeli ikan dari toko akuarium dan ikan hias hias laut tersebut untuk

kesenangan/ hobby mereka.

Gambar 20. Alur Perdagangan Ikan Hias dari Nelayan Kepulauan Seribu hingga ke Pembeli Akhir di Luar Negeri

Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan Dan Kelautan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2008

b. Distribusi harga

Dalam sebuah sistem perdagangan, pada umumnya distribusi harga akan

mengalami beberapa peningkatan di tiap level. Hal ini juga terjadi pada rantai

pasok ikan hias non sianida di Kepulauan Seribu. Beberapa tingkatan harga pada

85

beberapa jenis ikan diidentifikasi dan didapatkan perbedaaan harga sebagai

berikut:

Tabel 15. Perbedaan Harga pada Beberapa Jenis Ikan Hias Laut di Kepulauan Seribu

No Nama lokal

Harga Jual Ikan (Rp/ ekor) Prosentase Beda Harga Nelayan

* Pengepul

** Perusahaan

*** Nelayan

(%) Pengepul

(%) Perusahaan

(%) 1. Bintang

Merah 1.000 3.000 14.600 7 21 100

2. Btg Merah Kombinasi 1.000 4.000 14.600 7 27 100

3. Cacing 1.000 2.500 12.700 8 20 100 4. Anemon

Carpet Coklat 3.000 6.000 72.800 4 8 100

5. Cabing Kuning 600 2.000 7.300 8 27 100

6. Buntel Babi Kuning 2.000 5.000 18.200 11 27 100

7. Betta 15.000 40.000 36.400 41 110 100 8. Hogfish 2.000 4.000 14.600 14 27 100 9. Dokter 1.000 2.000 6.500 15 31 100 10. Clownfish 2.000 3.500 15.700 13 22 100 11. Triger

Kembang M 40.000 125.000 285.700 14 44 100

12. Botana Biru 12.500 28.000 114.300 11 24 100 13. Panter

Kuning 1.000 2.000 25.500 4 8 100

14. Jae-jae 500 1.500 5.700 9 26 100 15. Balong S 1.500 2.000 5.800 26 34 100 16. Balong M/L 1.500 3.000 14.300 10 21 100 17. Gurita Api 2.000 5.000 8.600 23 58 100 18. Kepe Mayeri 2.000 13.000 31.400 6 41 100 19. Mandarin S 3.000 4.000 18.200 16 22 100 20. Mandarin M 6.000 12.500 21.800 28 57 100 Rata-rata 14 33 100 Sumber : *Wawancara via telpon kepada nelayan Kep Seribu pada 13 Februari 2010 **Nota pembelian CV. Blue Star Aquatic pada pengepul Kep. Seribu pada 21 Januari 2010 ***Price list CV. Blue Star Aquatic periode tahun 2010

Hasil pendataan di atas didapatkan bahwa ada beberapa jenis ikan hias yang

sangat menguntungkan bagi pengepul, dan ada juga yang sangat menguntungkan

bagi perusahaan. Namun disisi lain, karena strategi penetapan harga, ada juga

86

jenis ikan yang harga jualnya lebih rendah daripada harga belinya pada pengepul.

Hal ini dapat disebabkan karena negara lain juga memiliki jenis ikan yang sama,

sehingga perusahaan mencoba bersaing harga pada jenis ikan tersebut.

Ikan yang bernilai ekonomis bagi perusahaan antara lain adalah anemon

karpet coklat, panter kuning, cacing, balong (M/L), dan bintang merah dengan

margin harga antara 80-92% dari pengepul. Sedangkan jenis ikan yang bernilai

ekonomis bagi pengepul antara lain betta, kepe mayeri kuning, gurita api,

mandarin (M/L), dan triger dengan margin harga antara 29-60% dari nelayan.

Apabila dihitung secara kasar, hanya dari data harga yang ada pada Tabel 15

di atas, dan faktor lain dianggap tidak ada, maka dengan harga dasar pada

perusahaan, pengepul mendapatkan bagian 33% dan nelayan mendapatkan bagian

14% dari harga jual perusahaan 100%. Keuntungan yang diambil oleh perusahaan

adalah 67%, dan keuntungan yang diambil dari pengepul adalah 19%.

Keuntungan yang terlihat besar tersebut belum dapat digunakan untuk

memutuskan pihak mana yang memiliki margin yang paling besar. Sebab, untuk

mengetahui margin bersih, banyak hal yang harus diperhitungkan dalam jangka

waktu perdagangan yang reatif lama, minimal dalam satu tahun.

Untuk menghitung margin bersih, beberapa faktor yang harus

diperhitungkan antara lain dari pihak nelayan yaitu faktor biaya ransum, bensin,

cuaca, jumlah order, dan sebagainya. Di pihak pengepul harus memperhitungkan

faktor gaji karyawan, penyusutan pondok penampungan, penyusutan sarana

akuarium, tabung, plastik, dan biaya pengiriman, volume setiap pengiriman, dan

frekuensi pengiriman. Sedangkan dari pihak perusahaan, harus diperhitungkan

penyusutan investasi tetap dan investasi tidak tetap, gaji karyawan, biaya

pemeliharaan ikan di farm, selisih biaya box packing, selisih biaya karantina,

selisih biaya air freight, volume tiap pengiriman, frekuensi pengiriman, dan juga

biaya operasional seperti listrik, pembelian air laut, gaji karyawan, uang lembur,

dan sebagainya. Hal tersebut belum termasuk faktor eksternal yang terjadi di

lingkungan perusahaan, pengepul, ataupun nelayan.

Menurut keterangan dari beberapa pihak, keuntungan eksportir bergantung

pada volume tiap pengiriman dan frekuensi pengiriman. Makin sering dilakukan

pengiriman dengan volume pengiriman yang besar, maka margin yang didapatkan

87

oleh perusahaan akan semakin besar. Namun hal ini belum dibuktikan melalui

mekanisme penelitian ilmiah.

3. Pendukung Anggota Rantai Pasok

a. Pendampingan dan Penyuluhan

Dalam mendukung berlangsungnya rantai pasok ikan hias laut non sianida,

beberapa lembaga mengambil peran untuk kepentingan yang lain. LSM dan

Pemerintah, dalam hal ini LSM Yayasan Terangi dan Suku Dinas Kelautan dan

Perikanan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu melakukan pendampingan

dan penyuluhan pada nelayan mulai tahun 2002 untuk mendorong nelayan

melakukan usaha penangkapan yang ramah lingkungan. Pendampingan ini

dilakukan bekerjasama dengan lembaga sertifikasi MAC (Marine Aquarium

Council). Dengan sertifikasi ikan hias lestari, ikan hias dari Kepulauan Seribu

dipercaya sebagai ikan hias yang berkualitas dan ditangkap dengan menggunakan

cara yang ramah lingkungan.

b. Distribusi informasi pasar

Informasi tentang pasar sangat diperlukan dalam suatu rantai pasokan. Bagi

perusahaan, informasi ini sangat penting, sehingga perusahaan menginvestasikan

juga sumberdaya nya untuk mendapatkan informasi ini. Banyak informasi yang

didapatkan perusahaan dari pameran dan kunjungan pembeli ke perusahaan.

Beberapa perusahaan ekspor tergabung dalam AKKII (Asosiasi Karang, Kerang,

dan Ikan Hias Indonesia). Perkembangan pasar dan konsumen dalam pasar

termasuk antisipasi teradap kecurangan konsumen bisa didapatkan dari asosiasi

ini. Sebagai kompensasinya, perusahaan membayar sejumlah iuran bulanan untuk

asosiasi.

Informasi pasar seharusnya dapat diteruskan pada level pengepul dan

nelayan, namun sayangnya hal tersebut tidak dilakukan, atau tidak ada upaya

untuk melakukan distribusi informasi pasar karena mungkin hal ini dianggap tidak

perlu. Apabila sebuah rantai pasokan ingin dibangun dengan baik, seharusnya

tranaparansi dan informasi tentang pasar dapat terdistribusi secara merata.

4. Perencanaan Kolaboratif

Perencanaan kolaboratif adalah kesatuan kerjasama dan penyelarasan

informasi antara satu anggota rantai pasok dengan anggota rantai pasok yang lain

88

untuk perencanaan rantai pasok. Sistem bisnis dalam ikan hias laut ini

berdasarakn order, sehingga perencanaan kolabratif yang ada tidak dapat

ditargetkan dan di catat dalam kontrak tertulis, namun hanya merupakan

komitmen bersama bahwa ketika ada order dari perusahaan, maka pengepul dan

nelayan siap dalam waktu paling lama seminggu mengusahakan ikan hias yang di

order tersebut terpenuhi.

5. Penelitian Kolaboratif

Beberapa lembaga penelitian dan LSM, serta pemerintah bersama dengan

perusahaan melakukan penelitian kolaboratif untuk sebuah upaya pengusahaan

ikan hias non sianida untuk perbaikan kualitas ikan hias laut, menaikkan nilai ikan

hias laut dan mempertahankan ekosistem terumbu karang. LSM TERANGI

melakukan identifikasi terhadap jenis ikan dan ekosistem karangnya,

kelimpahannya, serta kapasitas tangkapnya. Kapasitas tangkap ini berguna untuk

mencegah penangkapan berlebih pada ikan tertentu dan menghindari kepunahan.

Pada aspek manajemen, berbagai upaya telah dilakukan salah satunya

untuk menaikkan nilai ikan hias di tingkat nelayan, yaitu perbaikan harga ikan

hias laut. Namun hingga saat ini harga ikan hias masih ditentukan oleh

perusahaan, sehingga pengepul dan nelayan hanya memiliki ruang gerak yang

sempit untuk sebuah posisi tawar. Mungkin diperlukan suatu diskusi bersama

antara semua pihak untuk pemecahan masalah ini.

Di tingkat perusahaan, penelitian tentang teknologi pmeliharaan dan

pengemasan lebih banyak dilakukan oleh perusahaan sendiri berdasarkan trial and

error. Penelitian kolaboratif bersama dengan lembaga penelitian baru dilakukan

untuk penemuan dan identifikasi spesies baru dan untuk teknologi budidaya ikan

hias laut.

6. Aspek Resiko

Resiko yang diterima oleh tiap elemen rantai pasokan berbeda-beda satu

sama lain. Resiko yang diterima oleh nelayan adalah resiko cuaca buruk yang

menyebabkan mereka gagal melaut sehingga tidak dapat menghasilkan apapun

dalam satu hari. Resiko yang lain adalah terluka ketika ikan yang ditemukan

memiliki sengat atau duri yang tajam. Beberapa ikan adalah ikan musiman,

sehingga ada resiko nelayan tidak bisa mendapatkan ikan tertentu karena belum

89

musimnya. Sedangkan resiko pada pengepul adalah tingkat kematian ikan di

pondok pemeliharaan. Penyimpanan selama seminggu beresiko menyebabkan

ikan hias mati apabila tidak dipelihara dengan baik. Resiko yang lain adalah

transportasi laut yang tergantung cuaca, sehingga dapat menunda pengiriman.

Satu lagi resiko yang cukup signifikan adalah ketika menjual ikan pada

perusahaan, ketika proses seleksi ikan hias benar-benar dilihat kualitasnya. Ikan

yang kualitasnya buruk dengan ciri-ciri lemas, sirip sobek, badan luka, dan warna

tidak sesuai dengan warna naturalnya (biasanya disebabkan karena penangkapan

dengan sianida) akan dimasukkan kategori afkir, dan ikan tersebut tidak dibayar.

Ikan yang masuk kategori afkir akan ditinggal saja di perusahaan.

Perusahaan memiliki resiko paling besar dalam rantai pasok ikan hias laut

ini. Resiko pertama adalah resiko dalam pemeliharaan. Tingkat kematian di farm

bisa menjadi tinggi ketika salah satu ikan hias terkena virus atau bakteri, karena

air yang digunakan adalah air sirkulasi, sehingga dapat menyebar pada semua

bak-bak ikan. Resiko kedua adalah resiko teknis penerbangan ke negara tujuan

ekspor. Apabila cuaca buruk dan pesawat tidak dapat diterbangkan tepat waktu,

ikan yang hanya memiliki ketahanan hidup dalam kemasan dalam waktu yang

terbatas tersebut akan mati sampai negara tujuan. Apabila ada kematian pada ikan

yang dikirim, maka importir tidak membayar ikan tersebut, dan mengirimkan

bukti kepada perusahaan berupa foto-foto ikan yang dimaksud. Resiko yang lebih

parah lagi adalah apabila terjadipermasalahan dengan perijinan masuk ke negara

tertentu, maka ikan tersebut akan kembali lagi ke Indonesia dan dikembalikan ke

perusahaan. Biaya penerbangan akan terbuang sia-sia, dan kemungkinan ikan hias

masih hidup sampai di perusahaan sangatlah kecil.

7. Proses Trust Building

Proses trust building merupakan proses untuk menumbuhkan saling

kepercayaan antara anggota rantai pasok. Hubungan kepercayaan yang lemah

dapat menghambat proses kerjasama antar pihak. Pengepul menjalin kerjasama

dengan nelayan melalui hubungan perkawanan dan persaudaraan, sehingga proses

ini lebih mudah dibangun. Perusahaan juga berusaha melakukan hal yang sama

dengan membina pertemanan dengan pengepul di pulau. Beberapa pendekatan

yang mereka lakukan antara lain dengan mengunjungi keluarga pengepul dan

90

nelayan, dan ikut terlibat dalam memberikan sumbangan atas pembangunan

masjid atau acara pengajian di pulau.

5.1.6. Strategi Pemasaran Ikan Hias Laut

Perusahaan yang memasarkan produk ikan hias laut memerlukan strategi

yang berbeda dengan perusahaan komoditas lain. Namun sesama perusahaan ikan

hias, walaupun saling berkompetisi, mereka pada dasarnya memiliki strategi

pemasaran yang serupa satu sama lain.

Kunci keberhasilan suatu perusahaan dimulai dari iktikad baik mereka

dalam merumuskan visi dan misinya. Visi merupakan cita-cita perusahaan yang

ingin dicapai di masa yang akan datang. Sedangkan misi adalah penetrasi dari

visi, yaitu penjabaran mengenai apa yang akan dilakukan perusahaan untuk

mencapai visi tersebut. Dari perusahaan yang diteliti, diketahui bahwa dua

perusahaan yaitu PT Dinar Darum Lestari dan CV. Cahaya Baru memiliki visi,

Tabel 16. Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan

PT. Dinar Darum Lestari CV. Cahaya Baru

Visi: Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya hayati laut melalui agribisnis ekoteknologi berbasis masyarakat. Misi : Berperan aktif melestarikan keaneka-ragaman hayati melalui teknologi penangkaran dan meningkatkan produktivitas perairan dengan melibatkan masyarakat pesisir Tujuan : a. Meningkatkan diversifikasi usaha

secara merata dan berkesinambungan b. Meningkatkan kesempatan kerja dan

menyediakan lapangan kerja baru c. Meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan masyarakat pesisir d. Meningkatkan nilai ekspor biota laut

Visi : a. Membuka lapangan pekerjaan, terutama

bagi para nelayan b. Meningkatkan taraf hidup nelayan serta

karyawan c. Memanfaatkan sumber daya alam

secara lestari untuk meningkatkan devisa

Misi : a. Menjadi eksportir ikan hias dan koral

yang memiliki kualitas dan varitas optimal dan

b. Berusaha selalu meningkatkan kepuasan pelanggan.

misi, bahkan tujuan perusahaan yang tertulis. Sedangkan satu perusahaan, karena

merupakan perusahaan baru yang masih berhubungan saudara dengan perusahaan

yang lain , belum merumuskan visi dan misinya.

91

Visi dan misi kedua perusahaan di atas mencerminkan bahwa perusahaan

memiliki impian yang mulia, yaitu melakukan bisnis ikan hias dengan melibatkan

masyarakat nelayan, menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat luas, dan

meningkatkan kesejahteraan mereka. Dari sisi teknologi dan kepedulian terhadap

lingkungan, kedua perusahaan juga terlihat cukup concern dalam hal tersebut,

tercermin dari misi yang diembannya. Satu hal yang tidak kalah penting untuk

diutamakan, yaitu kepuasan pelanggan.

Strategi segmentasi, targeting, dan positioning akan dijelaskan secara

singkat sebagai berikut. Segmentasi adalah membagi pasar menjadi beberapa

kelompok dengan kebutuhan, karakteristik, atau tingkah laku yang berbeda-beda

yang nantinya akan memerlukan produk atau bauran pemasaran yang berbeda

pula (Kottler dan Armstrong, 2004). Dalam hal segmentasi, perusahaan

mensegmenkan pasarnya secara geografis, yaitu berdasarkan negara tujuan

ekspor, antara lain USA (Los Angles, Miami, Kanada, San Fransisco, Brazil,

Argentina), Eropa (Inggris, Jerman, Rusia, Polandia, Irlandia, Hungaria), Asia

(Hongkong, Jepang, Taiwan, Korea), dan yang sedang mulai tumbuh adalah pasar

Uni Emirat Arab (Dubai, Iran, Irak, Siria). Sedangkan secara demografis, segmen

pasar ikan hias ini adalah konsumen akhir yang berpendapatan menengah ke atas.

Dilihat dari aspek tingkah laku, segmen pasar ini adalah konsumen akhir yang

menginginkan produk yang berkualitas karena mereka adalah konsumen yang

terdidik dan peduli terhadap lingkungan.

Targeting adalah proses mengevaluasi setiap ketertarikan segmen pasar

dan memilih satu atau lebih segmen pasar untuk dimasuki (Kottler dan

Armstrong, 2006). Target akhir pasar mereka adalah para hobbyist ikan hias laut

yang termasuk dalam pasar ceruk. Namun secara langsung, perdagangan mereka

adalah business to business, sehingga sasaran pasar mereka adalah para

wholesaller, grosir, dan retail importir ikan hias di negara-negara yang tersebut.

Dalam menyikapi customer, perusahaan lebih memilih untuk memelihara/

memaintain customer lama daripada mencari customer baru. Karena order dari

customer lama saja masih banyak yang belum dapat dipenuhi oleh perusahaan.

Namun ketika ditanyakan kepada perusahaan, pertimbangan apa yang dipikirkan

dalam mencari customer baru, adalah tentang kejujurannya dalam bertransaksi

92

dan ketertarikannya pada produk ikan hias Indonesia. Informasi tentang perilaku

beberapa customer dan ketertarikan calon customer, dan tren pasar bisa

didapatkan melalui asosiasi (AKKII – Asosiasi Karang, Kerang, dan Ikan hias

Indonesia), buletin bisnis OFI, dan dari pemerintah yaitu BPEN (Badan

Pengembangan Ekspor Nasional) yaitu salah satu badan dari Departemen

Perindustrian dan Perdagangan.

Positioning adalah mengatur suatu produk yang dihasilkan oleh

perusahaan untuk mengemban predikat yang jelas, berbeda, dan diinginkan oleh

konsumen secara relatif terhadap produk kompetitor dalam benak konsumen

(Kottler dan Armstrong, 2006). Sederhananya adalah bagaimana perusahaan ingin

diingat di benak konsumen. Dari hasil wawancara, Ketiga perusahaan

memposisikan produk mereka sebagai produk yang berkualitas. Ikan hias yang

berkualitas yang memiliki tingkat ketahanan hidup (survival rate) tinggi, jenis

yang beraneka ragam, dan pengiriman yang tepat waktu. Namun demikian, dari

ketiga perusahaan, hanya PT. Dinar yang dengan tegas mengungkapkan bahwa

produknya mengutamakan kualitas yang “super duper number one high quality”.

Dan hal itu dibuktikan dengan loyalitas konsumen pada PT Dinar walaupun

diantara pada kompetitor, harga jual yang diband roll oleh perusahaan ini lebih

tinggi dari pada harga kompetitor. Untuk meyakinkan tentang positioning ini,

ketiga perusahaan telah mengantongi sertifikasi MAC, yang menjadi andalan

mereka di depan konsumen.

Bauran pemasaran dengan formula 6 P (Product, Price, Place, Promotion,

Physical Evidence, dan Personality) diterapkan dalam pemasaran ikan hias ini,

sebagai berikut :

1) Product (produk)

Produk yang diperdagangkan oleh perusahaan adalah ikan hias laut,

karang hias laut, dan invertebrata laut. Ketiga produk tersebut merupakan

komplemen, yang saling melengkapai satu sama lain (complement product),

untuk keperluan pengisian akuarium pada konsumen akhir.

Beberapa upaya dilakukan perusahaan untuk melakukan diversifikasi

produk, walaupun produk yang diambil adalah dari alam, yaitu dengan

melakukan riset untuk pengembangan produk dan berusaha menemukan

93

spesies baru sebagai inovasi perushaan. Bahkan PT. Dinar telah menyisihkan

sebagian besar sumber daya nya untuk menamai satu spesies temuannya di

Hawai University, satu jenis ikan endemik Indonesia dengan nama

Pictichromis dinar jenis ikan dottyback dari Indonesia, dan dipublikasikan

dalam International Journal of Ichtiology. Inovasi seperti ini lah yang dapat

mendongkrak eksistensi perusahaan di mata pelanggan, selain di satu sisi

merupakan kepuasan tersendiri bagi perusahaan. Selain dari pada itu, kualitas

tetap dikedepankan oleh ketiga perusahaan ini. Dengan menggunakan MAC

certified, diharapkan muncul kepercayaan dari customer baru.

2) Price (harga)

Ada beberapa strategi harga yang ditetapkan oleh perusahaan. CV.

Cahaya Baru memberikan diskon untuk ikan yang musiman, sehingga

mendorong buyer untuk mengorder lebih banyak. Hal ini juga bermanfaat

untuk nelayan karena bisa meningkatkan hasil tangkapannya ketika musim

ikan tertentu. Kemudian pemberian diskon kepada customer lama biasanya

lebih besar daripada customer baru.

PT. Dinar memasang strategi harga yang berbeda dengan kompetitor.

PT. Dinar sangat jarang memberi diskon kepada pelanggannya, bahkan

mereka memasang harga jual ikannya di atas rata-rata harga pasar.

Keberanian memasang harga tersebut dilandasi oleh kualitas produk yang

benar-benar terjamin dan terpercaya di mata konsumen. Strategi ini

merupakan strategi yang sangat ideal, yaitu produk berkualitas, harga

menyesuaikan.

3) Place (saluran pemasaran)

Dalam memasarkan produknya ke luar negeri, beberapa perusahaan

memiliki agen airline langsung, sehingga mereka memiliki kuota ekspor

tersendiri, dan dapat mengirim produknya ke negara-negara bagian yang

menjadi pelanggan mereka dengan lebih mudah dengan waktu yang lebih

fleksibel. Agen yang dimiliki oleh PT. Dinar adalah Singapore Airline untuk

pasar Asia dan KLM Eropa untuk negara-negara bagian di Eropa. Sedangkan

CV. Cahaya Baru Lufthansa untuk pasar Jerman dan sekitarnya. Untuk

memiliki satu agen airline, perusahaan harus mengeluarkan uang sebesar US$

94

100.000. Karena CV. Blue Star masih baru dan masih kecil perusahaannya,

mereka cukup menggunakan jasa agen cargo untuk mengirimkan ikan

hiasnya kepada buyer.

Di luar negeri, ada beberapa macam middlemen yang menjadi importir

perusahaan. Ada yang istilahnya transhipper, yang hanya mengirimkan

barang ke negara-negara bagian yang lebih kecil tanpa membuka kemasan.

Pada istilah lokal kita disebut broker. Kemudian ada wholesaller, yang

melakukan hal yang sama, yaitu mengantar ikan ke negara-negara bagian tapi

melalui proses seleksi mereka juga. Kemudian ada grosir yang menjual ikan

pada retailer, yaitu petshop-petshop kecil, penjual akuarium ikan hias laut,

dan berakhir di konsumen akhir, yaitu para hobbyist.

4) Promotion (promosi)

Dalam memperkenalkan produk mereka kepada para pelanggan,

perusahaan sering mengikuti pameran di luar negeri. Ada beberapa event

yang sering diikuti oleh eksportir ikan hias laut, yaitu Aquarama di Singapura

dan satu lagi di Jerman. Kedua pameran tersebut diadakan dua tahun sekali

berselang-seling, sehingga memungkinkan bagi perusahaan untuk mengikuti

keduanya. Tahun ini di Singapura, dan tahun berikutnya di Jerman. Dalam

pameran tersebut, bertemu lah para wholesaller dan produsen besar untuk

saling memperkenalkan produk mereka dan saling memprospek satu sama

lain. Walaupun mungkin anggaran yang akan dihabiskan oleh perusahaan

terhitung besar, namun ajang pameran ini sangat berguna bagi perusahaan

untuk mengembangakan sayap, memperluas pasar, dan meningkatkan

eksistensi perusahaan, mempertahankan kontrak dengan pelanggan, mendidik

pelanggan dengan publikasi, dan memperkenalkan produk baru.

Pada umumnya, promosi dilakukan dengan menggunakan media

website, dimana di dalamnya perusahaan menawarkan stock list yang mereka

miliki, sehingga baik pembeli baru maupun pelanggan lama dapat memesan

secara interaktif melalui intenet. Hal ini sangat efisien bagi perusahaan, yang

artinya, perusahaan harus selalu standby fasilitas internet 24 jam.

95

5) Physical Evidence (bukti fisik)

Demi mengetahui tentang produk perusahaan dan memastikan bahwa

perusahaan yang menawarkan produk bukan perusahaan fiktif, pelanggan

seringkali melakukan kunjungan ke perusahaan. Dengan kunjungan ini

perusahaan dapat melakukan prospek dan memperkenalkan produk baru juga

seperti yang dilakukan di pameran. Sedangkan pembeli juga ingin

memastikan kualitas produk dengan melihat teknologi yang dimiliki oleh

farm perusahaan.

6) Personality (sikap)

Setiap penjualan adalah penjualan jasa. Begitu kira-kira yang harus

dilakukan juga oleh para manajer perusahaan-perusahaan ikan hias ini. Servis

yang baik kepada pelanggan yang berkunjung ke perusahaan sangat

menentukan apakah kontrak perdagangan akan diperpanjang atau tidak. PT.

Dinar bahkan memberikan servis lebih dengan mengajak pelanggannya untuk

berlibur diving ke site-site pemasok ikan hias perusahaan. Selain itu

memegang prinsip - prinsip kejujuran dan menjaga kepercayaan pelanggan

juga hal yang sangat penting untuk menjamin kelanggengan kerjasama antara

perusahaan dan buyer.

5.2. Kesediaan Nelayan untuk Berpartisipasi dalam Rantai Pasok Ikan Hias Laut Non Sianida

Dalam rantai pasok ikan hias, partisipasi nelayan merupakan aktor

terpenting yang menjadi ujung tombak bisnis ikan hias laut ini. Menurut pendapat

para ahli, nelayan memiliki peran 49,8% lebih penting dari perusahaan (20,9%)

dan juga pengepul (16,2%). Hal ini dapat dilihat pada hasil analisa sensitivitas

yang didapatkan pada Analysis Hierarchy Process. Oleh karena itu, kesediaan

nelayan untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias ini sangat

penting. Dalam penelitian ini, dianalisa beberapa faktor yang menjadi penentu

kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias

non sianida.

Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan deskriptif kuantitatif,

dengan variabel bebas kesediaan, dan dibedakan antara nelayan yang bersedia

berpartisipasi dan tidak bersedia berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok

96

Gambar 21. Pairwise comparison untuk aktor yang berperan dalam rantai pasok ikan hias non sianida di Kepulauan Seribu

ikan hias laut. Variabel bebas adalah kepercayaan (trust), komitmen, norma-

norma kerjasama, kesaling tergantungan, kesesuaian, hubungan tambahan, dan

jaminan kepastian. Variabel-variabel bebas tersebut diukur dengan menggunakan

skala likert dengan spesifikasi 5 untuk pernyataan sangat setuju, 4 untuk setuju, 3

untuk netral, 2 untuk tidak setuju, dan 1 untuk sangat tidak setuju.

Pada penelitian ini diketahui dari 38 responden, hanya 5 responden yang

tidak ingin berpatisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias. Artinya, dari

seluruh populasi, 87% nelayan di Kepulauan Seribu bersedia berpartisipasi dalam

rantai pasok, sedangkan hanya 13% sisanya tidak bersedia berpartisipasi dalam

manajemen rantai pasok.

Dari 13% nelayan yang menyatakan tidak bersedia berpartisipasi, alasan

yang dikemukakan adalah karena mereka memiliki pekerjaan lain, yaitu bekerja di

keramba budidaya kerapu ikan hias atau karena order sepi. Alasan yang

dikemukakan oleh responden tidak ada kaitannya dengan variabel yang dimaksud

dalam penelitian. Untuk lebih jelasnya, pada beberapa tabel di bawah ini akan

diperlihatkan dan dibahas tentang signifikan atau tidaknya perbedaan karakter

jawaban antara nelayan yang bersedia berpartisipasi dan nelayan yang tidak

bersedia berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias laut non sianida

di Kepulauan Seribu.

(1) Kepercayaan (trust)

Tabel 17 menunjukkan tentang parameter yang digunakan untuk mengukur

variabel kepercayaan nelayan terhadap pengepul. Dapat dilihat bahwa nelayan

yang bersedia maupun yang tidak bersedia percaya akan harga ditetapkan

pengepul. Sedangkan penyesuaian harga beli di tingkat pengepul masih belum

nelayan ,498pengepul ,162perusahaan ,209pihak luar ,131 Inconsistency = 0,01 with 0 missing judgments.

0 0 0 0

Bobot

97

direspon secara jelas oleh nelayan. Namun demikian, nelayan yang bersedia

berpartisipasi setuju bahwa perubahan harga di tingkat pengepul akan

mempengaruhi harga di tingkat nelayan. Hal ini berarti bahwa perubahan harga

jual pengepul memang mempengaruhi harga beli pengepul terhadap nelayan,

namun belum tentu pengepul yang bersangkutan akan menyesuaikan harga

belinya dengan pengepul yang lain. Pengaruh perubahan harga ini dapat

digunakan untuk mengukur kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam

manajemen rantai pasok ikan hias.

Tabel 17. Respon untuk Variabel Kepercayaan (trust) N

o

Parameter Prosentase nelayan yang merespon (%)

Nelayan bersedia Nelayan tidak bersedia

SS S N TS STS SS S N TS STS

1

Nelayan percaya akan harga ikan hias yang ditetapkan oleh pengepul

3 68 8 8 0 0 11 0 3 0

2

Pengepul akan menyesuaikan harga beli ikan hias dengan pengepul yang lain untuk nelayan

3 29 34 21 0 0 0 11 3 0

3

Perubahan harga di tingkat pengepul akan mempengaruhi harga di tingkat nelayan

3 53 0 32 0 0 5 3 5 0

(2) Komitmen (commitment)

Apabila dilihat dari parameter yang digunakan, pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa

komitmen nelayan terlihat dari kekonsistenan mereka dalam mensuplai ikan hias

sesuai order, menjaga kualitas ikan hias yang dijual pada pengepulnya. Semua

nelayan setuju dengan komitmen tersebut. Namun ada satu hal yang membuat

nelayan masih tetap bersedia berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan

hias, yaitu komitmen pengepul untuk selalu menepati cara pembayaran yang

disepakati. Hal ini dapat dijadikan ukuran untuk menentukan kesediaan nelayan

dalam berpartisipasi. Oleh karena itu, penting bagi pengepul untuk selalu

menepati cara pembayaran yang telah disepakati sebagai bagian dari komitmen

mereka terhadap nelayan.

Nelayan tidak setuju tentang kontrak kerja, karena kondisi di lapang menunjukkan

bahwa nelayan dan pengepul tidak memiliki kontrak kerja tertulis namun hanya

berupa kontrak sosial yang sangat kuat di lingkungan mereka. Sehingga, adanya

98

ikatan kontrak kerja tidak mempengaruhi kesediaan nelayan untuk berpartisipasi

dalam rantai pasok ikan hias laut non sianida di Kepulauan Seribu.

Tabel 18. Respon untuk Variabel Komitmen N

o

Parameter Prosentase nelayan yang merespon (%)

Nelayan bersedia Nelayan tidak bersedia

SS S N TS STS SS S N TS STS

1 Nelayan selalu mensuplai ikan hias sesuai order 3 74 11 0 0 0 11 3 0 0

2

Nelayan selalu menjaga kualitas hasil tangkapannya yang dijual pada pengepul

11 68 3 5 0 0 13 0 0 0

3

Pengepul selalu menepati cara pembayaran yang disepakati

3 66 8 11 0 0 3 8 3 0

4 Nelayan dan pengepul terikat kontrak kerja 0 3 16 66 3 0 0 5 8 0

(3) Norma-norma kerjasama (cooperative norms)

Dalam hal norma kerjasama ini, nelayan yang bersedia maupun tidak

memiliki niat baik mereka untuk tidak menjual ikan yang kondisinya cacat pada

pengepul. Namun yang menarik disini adalah bahwa nelayan yang bersedia

berpartisipasi setuju bahwa mereka hanya akna menjual ikan hiasnya kepada

pengepul yang memberikan mereka modal berupa jaring dan bensin.

Tabel 19. Respon untuk Variabel Norma-norma Kerjasama N

o

Parameter Prosentase nelayan yang merespon (%)

Nelayan bersedia Nelayan tidak bersedia

SS S N TS STS SS S N TS STS

1 Nelayan tidak akan menjual ikan hias yang kondisinya cacat kepada pengepul

3 66 0 16 3 0 11 0 3 0

2

Nelayan hanya menjual ikan hias kepada pengepul yang memberinya modal (jaring/bensin)

0 63 8 16 0 0 5 0 8 0

Misalnya, ketika nelayan diberi modal awal berupa jaring dan bensin oleh

pengepul satu, maka hanya padanyalah dia akan menjual ikan tersebut, tidak pada

pengepul yang lain. Apabila terjadi tindakan oportunis, yaitu si nelayan menjual

ikannya pada pengepul lain dengan alasan harga di pengepul lain lebih tinggi,

maka si nelayan tersebut bisa di black list oleh pengepul tersebut dan hubungan

mereka bisa terputus dengan sendirinya.

99

Beberapa nelayan yang tidak menjual ikan pada pengepul tertentu adalah

nelayan lepas atau nelayan yang mangkir. Hal ini sesuai dengan respon nelayan

pada data nelayan yang tidak bersedia berpartisipasi dalam rantai pasok. Dari

respon ini dapat disimpulkan bahwa nelayan yang masih bersedia berpartisipasi

dalam rantai pasok adalah mereka yang masih memegang teguh norma dalam

penjualan ikan pada pemberi modal, sebaliknya, nelayan yang tidak bersedia

berpartisipasi tidak setuju untuk menjual ikannya hanya pada pemberi modal.

(4) Kesalingtergantungan (interdependence)

Dari data dapat diketahui bahwa sebagian besar pengepul mengandalkan

nelayannya untuk memenuhi ordernya, dan apabila nelayan tidak mensuplai

pengepul, maka pengepul akan terhambat aktivitasnya dalam memenuhi order

perusahaan. Namun pada kenyataannya, pengepul dapat membeli ikan pada

nelayan lain atau dapat membeli ikan dari sesama pengepul apabila mereka

mengalami masalah pemenuhan order pada perusahaan. Baik nelayan yang

bersedia maupun yang tidak bersedia menyatakan tidak setuju bahwa pengepul

adalah satu-satunya pihak pemberi modal, karena pada kenyataannya, bukan

mereka bisa mendapatkan modal dari pihak lain. Variabel kesalingtergantungan

tidak dapat digunakan sebagai alat ukur untuk menentukan kesediaan nelayan.

Tabel 20. Respon untuk Variabel Kesalingtergantungan N

o

Parameter Prosentase nelayan yang merespon (%)

Nelayan bersedia Nelayan tidak bersedia

SS S N TS STS SS S N TS STS

1 Pengepul mengandalkan nelayannya sebagai pemasok ikan hias untuk memenuhi order perusahaan

5 66 5 11 0 0 11 0 3 0

2

Apabila nelayan tidak melakukan penangkapan maka pengepul akan merasa terhambat proses pengumpulannya

3 71 3 11 0 0 8 5 0 0

3

Pengepul adalah satu-satunya pihak yang bisa memberikan pinjaman modal usaha (jaring/bensin) kepada nelayan

0 37 11 39 0 0 5 0 8 0

4 Nelayan hanya bisa menjual hasil tangkapan ikan hiasnya kepada pengepul tertentu

0 55 5 26 0 0 5 5 3 0

100

(5) Kesesuaian (compatibility)

Kesesuaian diartikan sebagai dua atau lebih individu atau organisasi yang

memiliki goal dan tujuan komplemen, sebagaimana kesamaan dalam filosofi

operasi dan budaya perusahaan (Bucklin and Sengupta, 1993). Mayoritas nelayan

setuju bahwa ada kesesuaian dalam rantai pasok ikan hias mereka. Tidak ada

masalah dalam hal kesesuaian karena nelayan, pengepul, dan perusahaan dirasa

telah memiliki kesesuaian dalam hal menangkap dengan ramah lingkungan,

mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan keuntungan bersama. Tentang

kesesuaian antara jenis ikan yang di order oleh eksportir dan keberadaan ikan di

Kepulauan Seribu tidak di respon dengan jelas oleh nelayan. Sehingga dalam hal

ini kesesuaian dalam melakukan penangkapan ramah lingkungan, menghemat

biaya operasional penangkapan, dan peningkatan keuntungan belum dapat

digunakan untuk menjelaskan tentang perbedanaan antara nelayan yang bersedia

dan tidak bersedia berpartisipasi dalam rantai pasok ikan hias.

Tabel 21. Respon untuk Variabel Kesesuaian N

o

Parameter Prosentase nelayan yang merespon (%)

Nelayan bersedia Nelayan tidak bersedia

SS S N TS STS SS S N TS STS

1 Nelayan menangkap ikan hias tanpa menggunakan sianida/ potassium

5 79 3 0 0 0 11 0 3 0

2

Eksportir hanya menerima ikan dari pengepul yang ditangkap tanpa menggunakan sianida/ potassium

3 61 21 3 0 0 8 3 3 0

3

Nelayan dan pengepul berusaha untuk menghemat biaya penangkapan ikan

18 58 3 8 0 3 11 0 0 0

4 Nelayan, pengepul, dan eksportir sama-sama berusaha untuk menghemat biaya penangkapan ikan

21 47 18 0 0 0 11 0 3 0

5 Nelayan dan pengepul sama-sama berusaha untuk meningkatkan keuntungan

34 47 3 3 0 0 13 0 0 0

6 Nelayan dan pengepul, dan eksportir sama-sama berusaha untuk meningkatkan keuntungan

13 61 13 0 0 3 11 0 0 0

7 Ikan hias yang diorder oleh eksportir sesuai dengan keberadaan ikan hias yang tersedia di Kep. Seribu

0 37 42 8 0 0 3 8 3 0

101

(6) Hubungan tambahan di luar hubungan profesi (extendness relationship)

Dari parameter yang digunakan, dapat diketahui bahwa sebagian besar

nelayan bisa menjual ikannya pada pengepul lain jika order pengepul utamanya

sudah terpenuhi. Hal ini yang dimaksud oleh Mentzer (2004) sebagai hubungan

open ended, dimana hubungan harusnya dibina dengan fleksibilitas yang tidak

merugikan satu sama lain. Hubungan antara nelayan dan pengepul sebagian besar

terjalin karena pertemanan/ persaudaraan, namun selebihnya bukan, atau ragu-

ragu. Sedangkan pemberian THR oleh pengepul dirasakan hampir oleh semua

nelayan, baik yang bersedia maupun yang tidak bersedia berpartisipasi. Hal ini

berarti bahwa variabel hubungan tambahan juga belum dapat menjelaskan tentang

kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok ikan hias

laut di Kepulauan Seribu.

Tabel 22. Respon untuk Variabel Hubungan Tambahan N

o

Parameter Prosentase nelayan yang merespon (%)

Nelayan bersedia Nelayan tidak bersedia

SS S N TS STS SS S N TS STS

1 Nelayan bisa menjual ikannya pada pengepul lain jika order pengepul utamanya sudah terpenuhi

3 55 8 21 0 0 8 3 3 0

2

Sesama nelayan bisa saling bertukar informasi mengenai harga beli ikan hias

0 82 0 5 0 0 8 0 5 0

3

Hubungan keseharian nelayan dengan pengepul adalah hubungan pertemanan/ persaudaraan

3 55 21 8 0 0 5 5 3 0

4 Pengepul memberikan THR kepada nelayan 3 76 0 8 0 0 13 0 0 0

(7) Persepsi manajemen akan ketidakpastian lingkungan (environment uncertainty)

Pada parameter untuk mengukur jaminan kepastian pada Tabel 23 di

bawah ini, jawaban nelayan sangat beragam. Tidak semua nelayan selalu

mendapatkan terusan order dari eksportir. Hal ini direspon sama antara nelayan yang

bersedia maupun yang tidak. Tentang pinjaman yang bisa diberikan oleh pengepul

untuk keperluan sehari-hari pada nelayan saat order sedang sepi cenderung

102

direspon positif. Ada satu parameter yang digunakan dalam penelitian ini yang

mungkin bukan merupakan jaminan kepastian dari pihak luar, namun sekedar

Tabel 23. Respon untuk Variabel Jaminan Kepastian

N

o

Parameter Prosentase nelayan yang merespon (%)

Nelayan bersedia Nelayan tidak bersedia

SS S N TS STS SS S N TS STS

1 Nelayan akan selalu mendapatkan terusan order dari eksportir

0 37 3 47 0 0 3 3 8 0

2

Pengepul bisa memberi pinjaman untuk keperluan sehari-hari pada nelayan saat order sedang sepi.

3 37 13 34 0 3 3 5 3 0

3

Pengepul dan nelayan memiliki pekerjaan sampingan selain menangkap dan mengumpulkan ikan hias

0 74 11 3 0 0 8 5 0 0

merupakan sistematika bertahan hidup, yaitu tentang pekerjaan sampingan.

Sebagian besar nelayan memiliki pekerjaaan sampingan selain menangkap dan

mengumpulkan ikan hias untuk berjaga-jaga dari ketidakpastian lingkungan yang

mereka hadapi. Hal ini berarti bahwa variabel jaminan kepastian tidak dapat

dijadikan ukuran dalam menentukan kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam

manajemen rantai pasok ikan hias laut di Kepulauan Seribu.

Secara umum, respon nelayan yang menyatakan tidak bersedia

berpartisipasi di atas mayoritas sama dengan respon secara nelayan yang

menyatakan bersedia berpartisipasi dalam rantai pasok. Namun ada beberapa poin

yang dapat dijadikan sebagai ukuran kesediaan nelayan, antara lain pengaruh

perubahan harga di tingkat pengepul, komitmen pengepul dalam menepati

pembayaran, dan norma dalam menjual ikan kepada pemberi modal.

5.3. Strategi Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Non Sianida di Kepulauan Seribu

5.3.1. Penyusunan Hierarki

Pada tahap pertama penyususunan hierarki ini, penulis membuat draft

skema manajemen rantai pasok yang efektif. Draft ini disusun oleh penulis

melalui diskusi dengan pembimbing dan melalui literatur yang dipelajari oleh

peneliti dan dilakukan di lingkungan kampus.

103

Proses pada tahap kedua adalah menjaring pendapat resonden sebagai ahli

melalui review draft yang telah disediakan, kemudian meminta pendapat mereka

untuk menambahkan variabel yang mempengaruhi sistem, dan juga

mengurangkan variabel yang sebenarnya tidak memiliki pengaruh apapun pada

sistem. Dalam proses ini, penulis berusaha untuk mempertemukan antara teori dan

diskusi level kampus dengan praktek dan implementasi yang sebenarnya di lapang

Gambar 22. Skema Analysis Hierarchy Process untuk Manajemen Rantai Pasok yang Adil dan Lestari

yang dialami oleh responden. Pada tahap ini didapatkan banyak sekali masukan,

sehingga skema yang ada menjadi sangat luas dan hampir mampu memotret

keseluruhan sistem yang ada. Susunan hierarki awal pada skema AHP ini dapat

dilihat pada Lampiran 7.

Pada tahap ketiga dilakukan resizing dan focusing dari susunan hierarki

awal sebuah sistem manajemen rantai pasok yang telah didapat menjadi suatu

skema hierarki yang memiliki goal dan tujuan yang spesifik dan tajam. Skema

hierarki yang dimaksud dapat dilihat pada gambar di atas.

Definisi Operasional

Goal : Menciptakan manajemen rantai pasok yang adil dan lestari.

104

Faktor :

a) trust dan komitmen

Kepercayaan dan komitmen kepada rekan bisnis sangat diperlukan,

sebagaimana terlihat pada hasil analisa kesediaan nelayan yang

menjadikan komitmen sebagai faktor yang berpengaruh untuk kesediaan

mereka berpartisipasi dalam rantai pasok. Komitmen dalam hal ini

termasuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan bagi rekan kerja, dan

bersedia untuk menerima resiko dari komitmen yang telah dibuat.

b) norma-norma kerjasama

Norma-norma kerjasama mencakup rasa saling ketergantungan, membina

hubungan baik di samping hubungan profesi, memberikan jaminan

kepastian kepada rekan bisnis, menghargai sejarah hubungan bisnis di

masa lalu, dan menjaga kompatibilitas/ kesesuaian antara tujuan masing-

masing pihak yang bekerjasama.

c) kebijakan pemerintah

Kebijakan pemerintah dalam hal ini termasuk program pengurangan

kemiskinan, peningkatan kesejahteraan nelayan, kebijakan dalam hal

perdagangan, dan perlindungan terhadap sumber daya alam.

d) kepedulian terhadap lingkungan

Dalam mencapai suatu manajemen rantai pasok yang adil dan lestari,

semua pihak yang terlibat harus memiliki kepedulian terhadap lingkungan,

salah satunya di tingkat nelayan, dengan menggunakan alat tangkap yang

ramah lingkungan. Sedangkan di tingkat pengepul dan perusahaan, dengan

mendorong nelayannya untuk tidak menggunakan sianida dalam

melakukan penangkapan ikan hias.

Aktor :

a) Nelayan

Nelayan adalah nelayan ikan hias tangkap di Kepulauan Seribu, baik yang

menjadikan pekerjaan ini sebagai pekerjaan utama maupun sampingan.

Nelayan yang dimaksud melakukan aktivitas menangkap ikan hias selama

2-8 jam sehari selama 3-6 hari per minggu.

105

b) Pengepul

Pengepul yang dimaksud di sini adalah perantara (midddlemen) di

Kepulauan Seribu, baik yang merupakan kepanjangan tangan dari

perusahaan, ataupun pemilik modal lepas yang berbisnis dalam bidang

pengepulan ikan hias.

c) Perusahaan

Perusahaan yang dimaksud meliputi perusahaan lokal, perusahaan

eksportir, perusahaan importir, wholesaller, maupun retail, yaitu pemilik

modal dan pelaku usaha perdagangan ikan hias yang terlibat dalam rantai

perdagangan ikan hias.

d) Pihak luar

Pihak luar yang dimaksud adalah pihak-pihak yang secara profesional

tidak berada di dalam rantai perdaganagan ikan hias secara langsung,

namun memiliki peran dalam memberikan dukungan dan dorongan

menuju sebuah perubahan yang diinginkan oleh semua pihak. Pihak luar

disini antara lain pemerintah yang diwakili oleh suku dinas kelautan dan

pertanian kabupaten administrasi kepualuan seribu, LSM yang diwakili

oleh pihak Yayasan Terumbu Karang Indonesia dan badan sertifikasi

MAC (Marine Aquarium Council).

Tujuan :

a) peningkatan kesejahteraan nelayan

Nelayan menginginkan hidupnya sejahtera, dengan meningkatnya nilai

ikan hias hasil tangkapan mereka.

b) keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul

Akses terhadap modal termasuk jaring tangkap bagi nelayan dan fasilitas

penampungan ikan bagi pengepul masih kurang. Nelayan dan pengepul

harus dibantu dalam hal sarana dan prasarana agar usaha mereka terus

berlanjut.

c) peningkatan nilai produk

Peningkatan nilai produk termasuk peningkatan kualitas ikan hias dan

variabel pendampingnya, antara lain keragaman jenis, kelincahan,

106

ketahanan hidup (survival rate), kelimpahan, dan ketepatan waktu

pengiriman.

d) kelestarian sumberdaya alam

Menjaga kelestarian sumberdaya alam menjadi salah satu tujuan dalam

bisnis ikan hias air laut ini, termasuk menjaga tempat hidupnya, yaitu

terumbu karang. Upaya konservasi terumbu karang dengan transplantasi,

selain dapat menjaga kelestarian lingkungan laut, juga dapat digunakan

sebagai komoditi baru, yaitu terumbu karang budidaya yang pasar

ekspornya komplemen dengan ikan hias laut.

Skenario :

a) transparansi kerjasama antar pihak

Transparansi kerjasama yang dimaksud dalam hal ini adalah menciptakan

transparansi dalam sebuah kesepakatan jangka panjang antar pihak,

termasuk membangun forum komunikasi bersama, sehingga semua pihak

dapat mengetahui keadaan pasar, aturan yang ada, dan yang terpenting

adalah mendorong kejujuran antar pihak yang bekerjasama, misalkan

kerjasama antara perusahaan dengan pengepul dan nelayan.

b) fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

Pihak luar (LSM dan Pemerintah) memiliki kapasitas untuk melakukan

fasilitasi kepada pengepul dan nelayan untuk meningkatkan kapasitas

SDM mereka, termasuk bagaimana mengatur manajemen bisnis dan usaha

yang sederhana, dan kedepannya adalah upaya pembentukan organisasi

rantai pasok yang solid.

c) pengembangan akses informasi dan teknologi

Pengembangan akses informasi meliputi informasi pasar maupun harga,

sehingga nelayan dan pengepul dapat mengetahui situasi pasar yang

sedang dihadapi oleh perusahaan, agar semua pihak bisa saling mengerti

dan memahami. Pengembangan teknologi dimaksudkan untuk

mengembangkan penyampaian inovasi teknologi budidaya ikan hias laut

yang merupakan satu jalan yang diidamkan oleh semua pihak untuk tujuan

bersama. Selain dapat meningkatkan nilai produk, budidaya juga dapat

mengurangi tekanan terhadap pengambilan sumberdaya alam.

107

d) intervensi pemerintah terhadap kebijakan

Intervensi pemerintah sangat diperlukan, terutama untuk penyediaan

sarana dan prasarana, penurunan biaya ekspor, dan kebijakan perdagangan

internasional, termasuk aturan tentang kuota, tarif bea keluar, aturan

karantina, L/C, dan sebagainya.

5.3.2. Penentuan Kriteria dan Pembobotan

Pembobotan dalam penelitian ini didapatkan dari pengisian kuesioner yang

dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari pembobotan yang dilakukan oleh responden,

ada beberapa responden yang indeks konsistensinya melebihi CI standar yaitu 0,1.

Dengan menggunakan software expert choice 2000, inconsistency ratio dapat

langsung terlihat pada kotak pengisian kuesioner yang tersedia.

Pengujian IR ini dilakukan 2 kali, yaitu dengan jawaban responden yang

pertama, dihasilkan IR sebagai berikut:

Tabel 24. Inconsistency Ratio Tahap Pertama

No Nama Inconsistency Ratio Level-1 Level-2 Level-3 Level-4

1. CV. Cahaya Baru 0,00 0,07 0,33 0,13 2. CV. Blue Star Aquatic 0,69 0,00 0,13 0,49 3. PT. Dinar Darum

Lestari 0,50 0,42 2,18 0,50

4. Dosen Manajemen Strategis IPB

0,57 0,14 0,23 0,23

5. Suku Dinas Kelautan Kab. Adm. Kep. Seribu

0,12 0,19 0,19 0,19

6. Yayasan TERANGI 0,01 0,11 0,00 0,04

Dari inconsistency ratio yang didapatkan, pada responden dengan nilai IR

> 0,1 dilakukan revisi pada jawaban responden oleh penulis berdasarkan jawaban

pertama, kemudian penulis melakukan konfirmasi ulang jawaban kepada

responden sesuai dengan standard IR < 0,1. Dan hasil akhir dari IR adalah sebagai

berikut:

108

Tabel 25. Inconsistency Ratio Tahap Kedua

No Nama Inconcistency Ratio Level-1 Level-2 Level-3 Level-4

1. CV. Cahaya Baru 0,00 0,07 0,00 0,09 2. CV. Blue Star Aquatic 0,08 0,00 0,07 0,07 3. PT. Dinar Darum

Lestari 0,09 0,09 0,09 0,07

4. Dosen Manajemen Strategis IPB

0,08 0,09 0,08 0,09

5. Suku Dinas Kelautan Kab. Adm. Kep. Seribu

0,08 0,07 0,08 0,06

6. Yayasan TERANGI 0,01 0,08 0,00 0,04

Setelah pembobotan semua responden direvisi sesuai dengan standar IR < 0,1,

maka dapat dilanjutkan pada proses selanjutnya, yaitu pengolahan vertikal.

Hasil yang didapat dari proses pembobotan secara proporsional oleh para

ahli yang terdiri dari pihak perusahaan, pihak akademisi, pihak pemerintah, dan

pihak LSM dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar 23. Hasil Pembobotan Pemilihan Strategi dalam Menciptakan Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Laut yang Adil dan Lestari

AKTOR

FAKTOR

SKENARIO

Menciptakan Manajemen Rantai pasok Ikan Hias Laut yang Adil dan Lestari

(100%) GOAL

TUJUAN

Nelayan (50,9 %)

fasilitasi

peningkatan kapasitas SDM

(20,3 %)

trust dan komitmen (29,8 %)

norma2 kerjasama (35,4 %)

kebijakan pemerintah

(13,4 %)

kepedulian thd lingkungan

(21,4 %)

peningkatan nilai produk (28,6 %)

kelestarian sumber daya alam (25,1 %)

keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul

(23,2 %)

Pengepul (16,5 %)

Perusahaan (18,8 %)

pihak luar (13,9 %)

transparansi kerjasama antar pihak

(17,9 %)

intervensi pemerintah

terhadap kebijakan (12,5 %)

pengembangan akses infornasi dan teknologi

(49,3 %)

Penigkatan kesejahteraan nelayan

(23,2 %)

109

Dari hasil yang terlihat pada gambar di atas akan dibahas satu-persatu untuk

dianalisa secara horisontal maupun vertikal. Dengan menggunakan bantuan

gambar grafik sensitivitas dari software expert choice 2000, proporsi masing-

masing level terhadap skenario dan heirarki puncak (goal) dapat dibahas satu-

persatu di bawah ini, sedangkan untuk hasil yang di ekspresikan dengan grafik

sensitivitas pendapat dari masing-masing ahli dapat dilihat pada Lampiran 10.

5.3.3. Interpretasi Masing-masing Kriteria

1. Peranan Faktor dan Proporsinya dalam Skenario

Pada AHP telah di setting sebuah Goal, yaitu menciptakan manajemen

rantai pasok ikan hias laut yang adil dan lestari. Dalam mencapai hal tersebut,

didapatkan prioritas skenario yang akan dilakukan untuk mencapainya, yaitu

skenario pertama adalah pengembangan akses informasi dan teknologi (49,3%),

yang artinya bahwa hampir dari setengah dari goal dapat dicapai dengan

menjalankan skenario ini. Kemudian menyusul skenario yang kedua adalah

fasilitasi peningkatan SDM dengan nilai 20,3%, transparansi kerjasama antar

pihak 17,9%, dan dengan dorongan 12,5% intervensi dari pemerintah, maka goal

akan dapat tercapai 100%.

Gambar 24. Grafik Sensitivitas terhadap Faktor dalam Mencapai Goal

Beberapa faktor yang akan mendukung skenario tersebut antara lain yang

terpenting adalah norma-norma kerjasama (35,4%), trust dan komitmen (29,8%),

kepedulian terhadap lingkungan (21,4%), dan kebijakan pemerintah (13,4%). Hal

ini berarti bahwa, menurut para ahli, norma-norma kerjasama menjadi prioritas

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

29,8% trust dan komitmen (L: 0,298)

35,4% norma2 kerjasama (L: 0,354)

13,4% kebijakan pemerintah (L: 0,134)

21,4% kepedulian thd lingkungan (L: 0,214)

17,9% transparansi kerjasama antar pihak

20,3% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

49,3% pengembangan akses informasi dan teknologi

12,5% intervensi pemerintah thd kebijakan

110

utama dalam menciptakan suatu manajemen rantai pasok yang adil dan lestari,

namun tetap dikombinasikan dengan faktor yang lain.

a) Norma-norma Kerjasama (35,4 %)

Hal ini sesuai juga dengan hasil yang didapatkan pada analisa

sebelumnya, bahwa norma-norma kerjasama merupakan hal yang penting

yang dapat mempengaruhi kesediaan nelayan untuk berpartisipasi dalam

manajemen rantai pasok ikan hias non sianida di Kepulauan Seribu. Norma-

norma kerjasama mencakup rasa saling ketergantungan antara mitra,

membina hubungan baik di samping hubungan profesi, memberikan persepsi

yang baik akan ketidakpastian lingkungan bisnis dengan memberikan jaminan

kepastian kepada rekan bisnis, menghargai sejarah hubungan bisnis di masa

lalu, dan menjaga kompatibilitas/ kesesuaian antara tujuan masing-masing

pihak yang bekerjasama.

b) Trust dan komitmen (29,8 %)

Kepercayaan dan komitmen kepada rekan bisnis sangat diperlukan,

sebagaimana terlihat pada hasil analisa kesediaan nelayan yang menjadikan

komitmen sebagai faktor yang berpengaruh untuk kesediaan mereka

berpartisipasi dalam rantai pasok. Komitmen dalam hal ini adalah tidak

melakukan hal-hal yang merugikan bagi rekan kerja, dan bersedia untuk

menerima resiko dari komitmen yang telah dibuat.

c) Kepedulian terhadap lingkungan (21,4 %)

Untuk mencapai suatu manajemen rantai pasok yang adil dan lestari,

semua pihak yang terlibat harus memiliki kepedulian terhadap lingkungan,

salah satunya di tingkat nelayan, dengan menggunakan alat tangkap yang

ramah lingkungan. Sedangkan di tingkat pengepul dan perusahaan, dengan

mendorong nelayannya untuk tidak menggunakan sianida dalam melakukan

penangkapan ikan hias.

Kepedulian terhadap lingkungan ini tercermian dari iktikad baik rantai

pasok ikan hias di Kepulauan Seribu untuk mendapatkan sertifikasi ikan hias

ramah lingkungan, yaitu MAC certified yang terintegrasi dari mulai lokasi

penangkapan, cara penanganan, sampai cara pengiriman, dan aktor dari

111

nelayan, pengepul, hingga ke perusahaan. Untuk mencapai hal ini, bantuan

dari pemerintah maupun LSM sangat diperlukan. d) Kebijakan pemerintah (13,4 %)

Kebijakan pemerintah dinilai sangat kecil pengaruhnya dalam mencapai

goal. Kecilnya nilai pada kebijakan pemerintah ini dimungkinkan memang

para pihak kurang merasakan peranan pemerintah dalam mencapai suatu

rantai pasok ikan hias yang adil dan lestari. Padahal, banyak pihak yang

berharap kepada pemerintah untuk lebih berperan aktif dalam memberikan

kebijakan-kebijakan yang mengarah pada sutau perdagangan yang adil dan

lestari. Kebijakan yang sering di programkan oleh Pemerintah antara lain

program pengurangan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan nelayan,

kebijakan dalam hal perdagangan, dan perlindungan terhadap sumber daya

alam.

2. Peranan Aktor dan Proporsinya dalam Skenario

Pada gambar di bawah ini, dapat diketahui bahwa dengan prioritas

skenario yang sama, yaitu dengan memprioritaskan pengembangan akses

informasi dan teknologi, nelayan memiliki peran yang sangat penting, terlihat dari

prosentasenya 50,9%, jauh lebih tinggi dari pada aktor yang lain, yaitu perusahaan

(18,8%), pengepul (16,5%), dan pihak luar (13,9%). Namun demikian, sekecil

apapun prosentase peranannya, semua pihak harus bekerjasama untuk mencapai

goal yang diinginkan bersama.

Gambar 25. Grafik Sensitivitas terhadap Aktor dalam Mencapai Goal

50,9% nelayan (L: 0,509)

16,5% pengepul (L: 0,165)

18,8% perusahaan (L: 0,188)

13,9% pihak luar (L: 0,139)

17,9% transparansi kerjasama antar pihak

20,3% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

49,3% pengembangan akses informasi dan teknologi

12,5% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

112

e) Nelayan (50,9 %)

Nelayan sebagai ujung tombak rantai pasok ikan hias laut ini, diharapkan

dapat terlibat aktif atau dalam pelatihan dan pengembangan akses informasi

dan teknologi, baik itu yang dilakukan oleh pemerintah, LSM, bahkan

perusahaan dengan kepentingannya pribadi, sehingga nelayan mengetahui

produk yang seperti apa yang diinginkan pasar, sekaligus mengetahui situasi

pasar, bahkan hingga harga jual di pasar. Diharapkan dengan demikian,

nelayan akan memiliki posisi tawar yang lebih baik.

f) Perusahaan (18,8 %)

Perusahaan memiliki peran yang juga penting dalam mendorong nelayan

sebagai ujung tombak rantai pasoknya untuk menjadi lebih baik, menjadi

pemasok yang dapat memenuhi kebutuhan perusahaan dengan nilai produk

yang berkualitas. Dengan demikian, sumbangsih perusahaan sangat

diperlukan dalam rangka mencapai rantai pasok ikan hias yang adil dan

lestari.

g) Pengepul (16,5 %)

Walaupun peran pengepul dinilai kecil, namun pengepul berjasa dalam

menjembatani antar kebutuhan ekonomi nelayan dan kebutuhan pasokan

perusahaan. Sebagai perantara (midddlemen) di Kepulauan Seribu, baik yang

merupakan kepanjangan tangan dari perusahaan, ataupun pemilik modal lepas

yang berbisnis dalam bidang pengepulan ikan hias, pengepul juga diperlukan

perannya untuk melakukan pembinaan pada karyawannya ataupun pada

nelayannya untuk bersama-sama berusaha menciptakan produk yang

berkualitas dan ramah lingkungan, sehingga kesejahteraan bersama pun dapat

tercapai.

h) Pihak luar (13,9 %)

Pihak luar adalah pihak-pihak yang secara profesional tidak berada di

dalam rantai perdaganagan ikan hias secara langsung. Walaupun perannya

dinilai kecil, namun pihak-pihak ini memiliki peran dalam memberikan

dukungan dan dorongan menuju sebuah perubahan yang diinginkan oleh

semua pihak. Pihak luar disini antara lain pemerintah yang diwakili oleh suku

dinas kelautan dan pertanian kabupaten administrasi kepualuan seribu, LSM

113

yang diwakili oleh pihak Yayasan Terumbu Karang Indonesia dan badan

sertifikasi MAC (Marine Aquarium Council).

3. Perumusan Tujuan dan Proporsinya dalam Skenario

Perumusan tujuan sangat berperan dalam menentukan skenario yang akan

diambil. Dalam hal ini, dapat dilihat secara sebaliknya, seberapa besar skenario

yang telah dibuat dapat menjawab tujuan yang diinginkan untuk mencapai goal.

Dari grafik di bawah ini dapat dilihat bahwa keempat tujuan yang telah dibuat

memiliki prosentase yang merata sama satu sama lain. Peningkatan nilai produk

28,6%, kelestarian sumberdaya alam 25,1%, keberlanjutan usaha nelayan dan

pengepul 23,2%, sama dengan peningkatan kesejahteraan nelayan 23,2%. Dengan

demikian dapat diartikan bahwa pada setiap skenario yan telah dibuat, masing-

masing dapat secara proporsional menjawab tujuan yang ingin dicapai oleh semua

pihak dalam rangka mencapai manajemen rantai pasok yang adil dan lestari.

Gambar 26. Grafik Sensitivitas terhadap Tujuan dalam Mencapai Goal

a) Peningkatan nilai produk (28,6 %)

Peningkatan nilai produk merupakan tujuan terpenting dalam manajemen

rantai pasok ikan hias non sianida ini. Peningkatan nilai produk dinilai dari

peningkatan kualitas ikan hias dan variabel pendampingnya, antara lain

keragaman jenis, kelincahan, ketahanan hidup (survival rate), kelimpahan,

dan ketepatan waktu pengiriman. Apabila perusahaan menginginkan nilai

produknya meningkat, artinya mereka harus melakukan tindakan-tindakan

yang mendorong pada meningkatnya nilai produk, antara lain. Termasuk

mendorong nelayan untuk tidak menggunakan sianida dalam penangkapan

ikan karena ikan yang ditangkap dengan menggunakan sianida akan

23,2% peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

23,2% keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul (L: 0,232)

28,6% peningkatan nilai produk (L: 0,286)

25,1% kelestarian sumberdaya alam (L: 0,251)

17,9% transparansi kerjasama antar pihak

20,3% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

49,3% pengembangan akses informasi dan teknologi

12,5% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

114

menurunkan nilai ikan hias itu sendiri. Hal lain yang biasa digunakan untuk

meningkatkan nilai produk antara lain adalah peningkatan teknologi produksi,

baik teknologi produksi di perusahaan maupun transfer teknologi penanganan

ikan hias pada nelayan dan pengepul sebagai pemasok bagi perusahaan.

Dari segi kebutuhan nelayan, peningkatan nilai produk berarti

peningkatan harga pada ikan hias hasil tangkapan nelayan. Sampai saat ini,

nelayan masih belum mendapatkan peningkatan harga yang signifikan,

padahal ikan yang dihasilkan oleh nelayan sudah memenuhi kriteria kualitas

yang diinginkan perusahaan.

b) Kelestarian sumberdaya alam (25,1 %)

Menjaga kelestarian sumberdaya alam menjadi salah satu tujuan dalam

bisnis ikan hias air laut ini, termasuk menjaga tempat hidupnya, yaitu terumbu

karang. Upaya konservasi terumbu karang dengan transplantasi, selain dapat

menjaga kelestarian lingkungan laut, juga dapat digunakan sebagai komoditi

baru, yaitu terumbu karang budidaya yang pasar ekspornya komplemen

dengan ikan hias laut.

c) Peningkatan kesejahteraan nelayan (23,2 %)

Tingkat kesejahteraan nelayan di Kepulauan Seribu dilihat dari

penghasilannya sudah lumayan baik. Dari penangkapan ikan hias saja,

mayoritas nelayan ikan hias memiliki penghasilan harian sekitar 30-40 ribu

rupiah, sehingga dalam satu bulan sekitar 1 juta rupiah, setara dengan UMR

karyawan tingkat buruh di Jakarta. Dengan penghasilan sedemikian dan

tanggungan keluarga 2-3 orang, nelayan hanya bisa memenuhi kebutuhan

pokoknya saja untuk keluarganya.

Nelayan menginginkan hidupnya sejahtera, dan dapat memenuhi

kebutuhannya lebih dari kehidupan sekarang. Mereka ingin ada peningkatan

nilai ikan hias hasil tangkapan mereka. Peningkatan kesejahteraan nelayan di

Kepulauan Seribu sedang di upayakan oleh banyak pihak, termasuk pengepul,

pengusaha, dan pihak luar, baik LSM maupun pemerintah, dalam hal ini Suku

Dinas Kelautan Kabupaten Admnistrasi Kepulauan Seribu.

115

d) Keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul (23,2 %)

Untuk mempertahankan keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul, para

pihak harus turun tangan dalam membantu mereka. Akses terhadap modal

termasuk jaring tangkap bagi nelayan dan fasilitas penampungan ikan bagi

pengepul masih kurang. Nelayan dan pengepul harus dibantu dalam hal sarana

dan prasarana agar usaha mereka terus berlanjut. Hubungan ini selayaknya

adalah hubungan saling membutuhkan antara nelayan, pengepul, dan

perusahaan. Peran perusahaan dalam memberikan pinjaman modal kepada

pengepul, dan seterusnya, peran pengepul dalam meberikan pinjaman modal

pada nelayan akan menguntungkan semua pihak. Karena apabila usaha

nelayan dan pengepul berhenti, maka pasokan ikan hias perusahaan juga akan

terhambat.

4. Prioritas Skenario dalam Mencapai Goal

Dalam mencapai goal, dirumuskan beberapa skenario strategi. Prioritas

tertinggi skenario adalah pengembangan akses informasi dan teknologi (49,3 %),

sehingga fokus pada strategi yang dimaksud dinilai efektif untuk mencapai

manajemene rantai pasok ikan hias laut yang adil dan lestari. Skenario yang

selanjutnya adalah fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (20,3 %), transparansi

kerjasama antar pihak (17,9 %), dan intervensi pemerintah terhadap kebijakan

(12,5 %).

Gambar 27. Grafik Sensitivitas Prioritas Skenario dalam Mencapai Goal

17,9% transparansi kerjasama antar pihak

20,3% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

49,3% pengembangan akses informasi dan teknologi

12,5% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5

116

a) Pengembangan akses informasi dan teknologi (49,3 %)

Pengembangan akses informasi dan teknologi menjadi prioritas strategi

dalam mencapai manajemen rantai pasok ikan hias laut yang adil dan lestari.

Akses informasi yang perlu dikembangkan dalam hal ini adalah pada tingkat

nelayan dan pengepul, diharapkan semua pihak dapat mengetahui kondisi

pasar maupun harga, sehingga nelayan dan pengepul dapat mengetahui situasi

pasar yang sedang dihadapi oleh perusahaan, agar semua pihak bisa saling

mengerti dan memahami. Tindakan kongkrit yang dapat dilakukan untuk

mengembangkan akses informasi ini antara lain dengan sering melakukan

diskusi bersama antar semua pihak. Satu hal yang menjadi pintu informasi

terpenting adalah internet. Informasi apapun dapat diakses oleh nelayan dan

pengepul melalui internet, sehingga, dengan pengetahuan ini diharapkan

nelayan dan pengepul dapat memiliki posisi tawar yang baik di dalam rantai

pasok.

Pengembangan teknologi dapat dicapai melalui transfer teknologi dari

perusahaan sampai ke level nelayan, sehingga teknologi yang terintegrasi

tersebut dapat dimanfaatkan untuk tujuan peningkatan nilai produk dan juga

akan meningkatkan kesejahteraan nelayan. Sedangkan teknologi lain yang

ingin dikembangkan di masa datang adalah teknologi budidaya ikan hias laut

yang merupakan satu jalan yang diidamkan oleh semua pihak untuk tujuan

bersama. Saat ini ada sekitar 5 jenis ikan hias di Kepulauan Seribu yang dapat

di budidayakan, dan untuk selanjutnya diharapkan akan lebih banyak lagi

jenis ikan hias yang dapat dibudidayakan. Selain dapat meningkatkan nilai

produk, budidaya juga dapat mengurangi tekanan terhadap eksploitasi

sumberdaya alam.

Mengutip dari penelitian yang lalu, Bimo (2008) menyatakan bahwa

pengembangan manajemen teknologi harus sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan perusahaan, maka perusahaan harus memperhatikan komponen-

komponen Teknologi (technoware), Sumberdaya manusia (humanware),

Infomasi (infoware), dan Organisasi (organoware). Dalam pengembangan

teknologi ini Bimo menyarankan untuk (1) Melakukan peningkatan SDM

yang ada dengan pendidikan dan pelatihan sehingga mampu mengikuti dan

117

mengadaptasi perkembangan teknologi dan bisnis ikan hias air laut yang ada

di pasar sesuai dengan kemampuan perusahaan dan (2) Melakukan transfer

dan adaptasi teknologi terutama pada sistem pemeliharaan dan karantina ikan

hias laut yang ada saat ini untuk menghadapi persaingan bisnis.

b) Fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (20,3 %)

Pihak luar (LSM dan Pemerintah) memiliki kapasitas yang besar untuk

melakukan fasilitasi kepada pengepul dan nelayan untuk meningkatkan

kapasitas SDM mereka, termasuk bagaimana mengatur manajemen bisnis dan

usaha yang sederhana. Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten

Administrasi Kepulauan Seribu memiliki beberapa program dalam rangka

peningkatan kapasitas SDM nelayan dan pengepul, antara lain pelatihan

penangkapan ikan, pemberdayaan masyarakat nelayan melalui pembinaan

kelompok, pelatihan selam, pelatihan budidaya, peningkatan kapasitas SDM,

transplantasi karang, dan rehabilitasi ekosistem terumbu karang di Kepulauan

Seribu. Dalam melaksanakan program tersebut, Suku Dinas dibantu oleh LSM

Yayasan TERANGI. Bersama mereka mendampingi nelayan untuk

meningkatkan kapasitas SDM mereka.

Di masa yang akan datang, hal yang ingin dicapai dalam rangak

menciptakan manajemen rantai pasok ikan hias yang adil dan lestari ini

adalah upaya pembentukan organisasi rantai pasok ikan hias laut yang solid.

c) Transparansi kerjasama antar pihak (17,9 %)

Dalam melakukan kerjasama, hal yang penting untuk dijadikan

pemahaman bersama adalah adanaya transparansi. Yang dimaksud dalam hal

ini adalah menciptakan transparansi dalam sebuah kesepakatan jangka

panjang antar pihak, termasuk membangun forum komunikasi bersama,

sehingga semua pihak dapat mengetahui keadaan pasar, aturan yang ada, dan

yang terpenting adalah mendorong kejujuran antar pihak yang bekerjasama,

misalkan kerjasama antara perusahaan dengan pengepul dan nelayan. Dengan

adanya transparansi, maka perdagangan yang adil akan dapat tercapai dengan

mudah.

Transparansi dalam kerjasama ini dpat diwujudkan dalam distribusi

informasi yang merata baik tentang pasar maupun harga, sehingga di tingkat

118

nelayan pun, nelayan dapat mengetahui harga ikan hias nya di tingkat

internasional sehingga dengan harga jual ikan mereka sekarang, mereka tidak

merasa dirugikan, atau kalau misalkan pun mereka dirugikan, mereka dapat

memiliki posisi tawar yang baik dengan perusahaan.

d) Intervensi pemerintah terhadap kebijakan (12,5 %)

Walaupun perannya dinilai kecil, intervensi pemerintah sangat

diperlukan, terutama untuk penyediaan sarana dan prasarana, penurunan biaya

ekspor, dan kebijakan perdagangan internasional, termasuk aturan tentang

kuota, tarif bea keluar, aturan karantina, L/C, dan sebagainya.

Mungkin justru nilai yang kecil ini karena peran intervensi pemerintah

selama ini kurang. Keterangan dari salah seorang pengusaha mengatakan

bahwa di level pengusaha, intervensi pemerintah dirasa kurang, padahal

kebijkannya mengenai tarif karantina dan biaya ekspor untuk perdagangan

ekspor diharapkan dapat membantu perngusaha untuk memperluas usahanya,

sehingga perkembangan usaha yang ada juga dapat tersentuh sampai tingkat

nelayan.

5.4. Implikasi Manajerial

Pada dunia bisnis yang semakin kompetitif, rantai pasok harus mampu

bersaing dengan jaringan rantai pasok lain. Dalam manajemen rantai pasok,

beberapa implikasi manajerial yang dapat dipetik dengan penerapan skenario

pengembangan akses informasi dan teknologi sesuai dengan prioritas strategi

yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, tercermin pada tiga peran, yaitu peran

penelitian dan pengembangan, peran produksi, dan peran sistem informasi dalam

manajemen rantai pasok, sesuai dengan apa yang dirumuskan oleh Zacharia

(2000) dalam Mentzer (2004) sebagai berikut:

1. Peran Penelitian dan Pengembangan dalam Manajemen Rantai pasok

a) Aktivitas rantai pasok memiliki dampak yang besar pada kapabilitas dan

profitabilitas rantai pasok dan anggota rantai pasok dalam pengembangan

produk baru.

b) Pengembangan produk baru yang inovatif dan efektif adalah hal yang

penting dalam lingkungan bisnis dengan turbulensi dan ketidakpastian

yang tinggi di masa depan.

119

c) Berkolaborasi dengan pelanggan penghubung dan pemasok penghubung,

penelitian dan pengembangan dapat secara signifikan memperbaiki proses

pengembangan produk baru.

d) Berkolaborasi dengan pelanggannya pelanggan dan pemasoknya pemasok

sepanjang rantai pasok, penelitian dan pengembangan dapat memperbaiki

proses pengembangan produk baru.

e) Kecepatan pasar atau menekan waktu siklus untuk mengembangkan

produk baru dapat diperbaiki secara signifikan melalui pelibatan penelitian

dan pengembangan rantai pasok.

2. Peran Produksi dalam Manajemen Rantai Pasok

a) Produk fungsional pada pasar yang stabil memerlukan sistem produksi

rantai pasok yang fokus pada pengurangan biaya volume dan dan

peningkatan efisiensi produk.

b) Produk yang berinovasi tinggi pada lingkungan yang tidak pasti, berubah

secara konstan, memerlukan suatu sistem produksi rantai pasok yang fokus

pada fleksibilitas dan kecepatan pada pasar.

c) Bauran produksi merupakan suatu sistem produksi rantai pasok yang

memiliki nilai luar biasa dalam pasar global yang kompetitif yang

memfokuskan pada efisiensi biaya.

d) Membangun satu sistem produksi rantai pasok merupakan hal sangat

berguna untuk dapat melakukan order produksi ataupun menundanya

dalam satu sistem pasar dengan kebutuhan customer yang berubah-ubah

dengan sangat cepat dan siklus produk yang semakin pendek. Dalam hal

ini kemitraan dengan nelayan dan pengepul sebagai pemasok sangat

diperlukan.

3. Peran Sistem Informasi dalam Manajemen Rantai Pasok

a) Selama lingkungan bisnis tetap berlanjut untuk memunculkan respon yang

lebih bervariasi dan lebih cepat pada suatu sistem pasar yang dipengaruhi

oleh pelanggan, maka sistem informasi yang lebih baik dan lebih efektif

perlu dikembangkan.

b) Salah satu cara terbaik untuk melayani permintaan pasar adalah dengan

mengembangkan sistem informasi intra rantai pasok yang efektif.

120

c) Sistem informasi intra rantai pasok seperti sistem perencanaan sumberdaya

rantai pasok merupakan prasyarat yang penting untuk memperbaiki aliran

informasi antar rantai pasok. Oleh karena itu, distribusi informasi harus

merata dalam rantai pasok mulai dari perusahaan hingga tingkat nelayan.

d) Manajer perlu mengetahui bahwa keuntungan dari aliran informasi yang

efektif dan efisien dapat mencegah resiko-resiko yang berhubungan

dengan pengembangan kemitraan dengan pemasok maupun pelanggan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1) Pada penelitian ini dapat diidentifikasi model rantai pasok dimana alur

distribusi komoditas dan informasi terbagi menjadi 2, yaitu untuk pasar dalam

negeri dan luar negeri. Terdapat satu upaya unik yang dilakukan oleh

kelompok nelayan dalam memotong rantai pasok pada elemen pengepul,

sehingga harga beli ikan pada nelayan dapat lebih tinggi dibandingkan harga

beli dari pengepul.

2) Secara umum, respon nelayan yang menyatakan tidak bersedia berpartisipasi

mayoritas sama dengan respon secara nelayan yang menyatakan bersedia

berpartisipasi dalam rantai pasokan. Namun ada beberapa poin yang dapat

dijadikan sebagai ukuran kesediaan nelayan, antara lain pengaruh perubahan

harga di tingkat pengepul, komitmen pengepul dalam menepati pembayaran,

dan norma dalam menjual ikan kepada pemberi modal.

3) Untuk mencapai manajemen rantai pasokan ikan hias laut yang adil dan

lestari, strategi utama yang harus dilakukan adalah pengembangan akses

informasi dan teknologi, termasuk akses informasi tentang pasar maupun

harga dan inovasi teknologi budidaya ikan hias laut, dengan mengutamakan

nelayan sebagai aktor yang perlu dilibatkan secara aktif di dalamnya.

6.2. Saran

1) Masyarakat di tingkat nelayan harus lebih mampu mengorganisir diri dan

menciptakan inovasi dalam usahanya baik dari segi diversifikasi maupun

manajemen di dalamnya, sehingga kesejahteraan nelayan dapat meningkat

dengan upaya yang mandiri.

2) Pihak lain dalam hal ini pengepul, pengusaha, dan stakeholder terkait

seharusnya berupaya untuk meningkatkan kesediaan nelayan dengan

peningkatan sarana dan prasarana yang memadai dan juga akses informasi

yang mudah diaplikasikan di tingkat nelayan.

3) Pengembangan akses informasi dapat dilakukan antara lain dengan sering

melakukan diskusi bersama antar semua pihak. Satu hal yang menjadi pintu

122

informasi terpenting adalah internet. Informasi apapun dapat diakses oleh

nelayan dan pengepul melalui internet, sehingga, dengan pengetahuan ini

diharapkan nelayan dan pengepul dapat memiliki posisi tawar yang baik di

dalam rantai pasokan.

4) Pengembangan teknologi dapat dicapai melalui transfer teknologi dari

perusahaan sampai ke level nelayan, sehingga teknologi yang terintegrasi

tersebut dapat dimanfaatkan untuk tujuan peningkatan nilai produk terutama

dalam hal kenaikan harga dan peningkatan volume order untuk meningkatkan

kesejahteraan nelayan.

5) Teknologi yang mungkin dikembangkan di masa datang adalah teknologi

budidaya ikan hias laut yang merupakan satu jalan yang diidamkan oleh

semua pihak untuk tujuan bersama. Selain dapat meningkatkan nilai produk,

budidaya juga dapat mengurangi tekanan terhadap eksploitasi sumberdaya

alam.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Anderson, Erin and James A. Narus. 1990. “A Model of Distributor Firm and Manufacturer Firm Working Relationships,” Journal of Marketing, Vol. 54, January, pp. 42-58.

Arsonetri. 2005. Reformasi Industri Ikan Hias di desa Les Kecamatan Tejakula Buleleng, Bali. Laporan Kegiatan. Telapak.

Bimo, Budi Haryo. 2008. Kajian Teknologi dan Bisnis Ikan Hias Air Laut CV. Cahaya Baru. Thesis. Manajemen Bisnis Institut Pertanian Bogor.

Bowersox, Donald J. and David C. Closs. 1996. Logistical Management: The Integrated Supply Chain Process, McGraw-Hill Series in Marketing, New York: The McGraw-Hill Companies.

Bucklin, Louis P. and Sanjit Sengupta. 1993. “Organizing Successful Co-Marketing Alliances,” Journal of Marketing, Vol. 57, April, pp. 32-46.

Burke, L., L. Selig, M. Spalding. 2002. Reef at Risk in Southeast Asia. World Resources Institute. Washington DC.

Christopher, Martin L. 1992. Logistics and Supply Chain Management, London: Pitman Publishing.

Cooper, Martha C. and Lisa M. Ellram. 1993. “Characteristics of Supply Chain Management and the Implication for Purchasing and Logistics Strategy,” The International Journal of Logistics Management,Vol. 4, No. 2, pp. 13-24.

Davenport, Thomas H. 1993. Process Innovation, Reengineering Work through Information Technology, Boston, MA: Harvard Business School Press.

Dinas Peternakan, Perikanan Dan Kelautan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2008. Laporan Monitoring dan Evaluasi Program Sertifikasi Ikan Hias dan BiotaTerumbu Karang di Kepulauan Seribu. Jakarta.

Dwi, 2008. Ekspor Ikan Hias Hidup Bali US$ 221,474.86. http://www.bisnisbali.com/2008/05/07/news/agrohobi/ekps.html.

Dwyer, F. Robert, Paul H. Schurr, and Sejo Oh. 1987. “Developing Buyer-Seller Relationships,” Journal of Marketing, Vol. 51, April, pp. 11-27.

Ellram, Lisa M. and Martha C. Cooper. 1990. “Supply Chain Management, Partnerships, and the Shipper-Third-Party Relationship,” The International Journal of Logistics Management, Vol. 1, No. 2, pp. 1-10.

124

Gundlach, Gregory T., Ravi S. Achrol, and John T. Mentzer. 1995. “The Structure of Commitment in Exchange,” Journal of Marketing, Vol. 59, January, pp. 78-92.

Heide, Jan B. and George John. 1990. “Alliances in Industrial Purchasing: The Determinants of Joint Action in Buyer - Supplier Relationships,” Journal of Marketing Research,Vol. 27, Winter, pp. 24-36.

http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=8427&Itemid=696. DKP dan LIPI Kembangkan Ikan Hias. Ditulis oleh Dr. Soen’an H. Poernomo, M.Ed. Diunduh pada 30 Agustus 2009.

Jones, Thomas and Daniel W. Riley. 1985. “Using Inventory for Competitive Advantage through Supply Chain Management,” International Journal of Physical Distribution and Materials Management,Vol. 15, No. 5, pp. 16-26.

Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. 2005. Buku Saku Kabupaten Kepulauan Seribu. Badan Perencanaan Kabupaten (BAPEKAB) Kepulauan Seribu, Jakarta: 64 hlm.

Kottler, Philip and G. Armstrong. 2006. Principles of Marketing – Tenth Edition, International Edition. Pearson Prentice Hall. New Jersey.

Kotler, Philip and K.L. Keller. 2007. Manajemen Pemasaran – Edisi 12. Indeks, Jakarta.

Kotter, J. P. 1990. AForce for Change: How Leadership Differs from Management, New York, NY: Free Press.

La Londe, Bernard J. and James M. Masters. 1994. “Emerging Logistics Strategies: Blueprints for the Next Century,” International Journal of Physical Distribution and Logistics Management, Vol. 24, No. 7, pp. 35-47.

Lambert, Douglas M., James R. Stock, and Lisa M. Ellram. 1998. Fundamentals of Logistics Management, Boston, MA: Irwin/McGraw-Hill, Chapter 14.

Marimin, 2008. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Grasindo, Jakarta.

Mentzer, John T., William De Witt, James S. Keebler, Soonhong Min, Nancy W. Nix, Carlo D. Smith, and Zach G. Zacharia 2001 .. “Defining Supply Chain Management”, Journal of Business Logistics, Vol. 22, No. 2.

Mentzer, John T.,2004. Fundamentals of Supply Chain Management – Twelve Drivers of Competitive Advantage. Sage Publilcation. London.

Monczka, Robert, Robert Trent, and Robert Handfield 1998. Purchasing and Supply Chain Management, Cincinnati, OH: South-Western College Publishing, Chapter 8.

125

Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Novack, Robert A., C. John Langley, Jr., and Lloyd M. Rinehart. 1995. Creating Logistics Value, Oak Brook, IL: Council of Logistics Management.

Numberi, F. 2009. Evolusi Pembangunan Kelautan dan Perikanan Indonesia. Disampaikan pada Seminar Nasional Evolusi Kelautan Nusantara, dalam rangkaian Rembug Nasional Kelautan 2009. Bogor.

Ongkosongo, O. S. R. 1986. Some harmful stresses to the Seribu coral reefs, Indonesia. In Soemodihardjo, S (ed.). Proceedings of MAB-COMAR regoinal workshop on coral reef ecosystems. LIPI Indonesia.

Puswati, Ida Ayu Juli. 2002. Sianida Sampai Disini – Nelayan Desa Les Mereformasi Alat Tangkap. Yayasan Bahtera Nusantara. Bali.

Reefbase. 2001. A Global Information System on Coral Reef.

Ross, David Frederick. 1998. Competing Through Supply Chain Management, New York, NY: Chapman & Hall.

Saaty, T.L. 1983. Decision Making for Leaders: The analytical Hierarchy Process fro Decision in Complex World. RWS Publication, Pittsburg.

Schmitz, Judith M., Robb Frankel, and David J. Frayer. 1994. “Vertical Integration without Ownership: the Alliance Alternative,” Association of Marketing Theory and Practice Annual Conference Proceedings, Spring, pp. 391-396.

Stevens, Graham C. 1989. “Integrating the Supply Chains,” International Journal of Physical Distribution and Materials Management, Vol. 8, No. 8, pp. 3-8.

Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten administratif Kepulauan Seribu dan Yayasan Terangi, 2007. Laporan Akhir Total Allowable Catch di Kepulauan Seribu. Jakarta.

Terangi, Yayasan. 2009. Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan jangka panjang terumbu karang Kepulauan Seribu (2003-2007). Jakarta.

Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji & M. K. Mossa. 1997. The Ecology of the Indonesian Seas. Periplus Edition. Singapore.

Lampiran 1. Grafik Volume Ekspor Ikan Hias Laut di Indonesia 5 Tahun Terakhir Sumber : Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia - Ekspor - 2002, 2003, 2004, 2006, 2007 (BPS Jakarta, Indonesia)

127

Lampiran 2. Peta Sumber Daya Ikan Hias dan Ekosistem Terumbu Karang di Kelurahan Pulau Panggang Sumber : Terumbu Karang Jakarta 2007 (Yayasan Terangi)

128

No  Nama lokal  Nama umum  Nama latin

1 Dasi Biru Yellow‐Backed Damsel Praglyphidodon melas

2 Blue Band/ Betok Doger Blue Velvet Damsel Abudefduf oxyodon

3 Sersan Mayor Sergeant‐Major Abudefduf saxatilis

4 Jae‐jae Blue‐Green Chromis Chromis Viridis

5 Betok Zebra Jakarta White‐Tailed Damsel Dascyllus aruanus 

6 Betok Dakocan Putih Reticulated Damsel Dascyllus reticulanus

7 Betok Kuning Yellow Damsel Pomacentrus amboinensis

8 Clown Fish Clown Demoiselle Amphirion ocellaris

9 Giro Pasir Ekor Kuning Clark's Anemonfish Amphirion clarkii

10 Giro Balong Maroon Clown Premnas biaculeatus

11 Giro Tompel Jakarta Fire Clown Amphirion ephippium

12 Giro Pelet Jakarta Skunk‐Stripped Clown Amphirion akalopisos

13 Kepe‐Kepe Garis Enam Coklat Ocellate Butterfly Parachaetodon ocellatus

14 Kepe‐Kepe Kalong Pakistani Butterfly Chaetodon collare

15 Kepe‐Kepe Monyong Biasa Copperband Butterfly Chelmon rostratus

16 Kepe Nanas Latticed Butterfly Chaetodon refflesi

17 Abu Doreng Grey‐Orange Stripped Angel Centropyge eibli

18 Angel Marmut Vermiculated Angel Chaetodontoplus melanosoma

19 Angel Bluestone Biasa Koran Angel Pomacanthus semicirculatus

20 Bluestone Kambingan/ Kalong Six‐Barred Angel Juv Euxiphipops sexstriatus

21 Angel Kambingan Six‐Barred Angel  Euxiphipops sexstriatus

22 Angel Bluestone Roti Koran Angel Adult Pomacanthus semicirculatus

23 Platax Kertas/ Daun Orbiculate Batfish Platax orbicularis 

24 Platax Asli Orange‐Ringed Batfish Platax pinnatus

25 Platax Jenggot Long‐Finned Batfish  Platax teira

26 Ikan Layang‐Layang Indian Treadfish Alectis indicus

27 Keling Ijo Green Wrasse Helichoerus chloropterus

28 KKO Hijau Pacific Exquisite Fairy Wrasse Cirrhilabrus exquisitus

29 KKO Jakarta Blueside Wrasse Cirrhilabrus cyanopleura

30 Pinguin Hijau Green Bird Wrasse Male Gomphosus coeruleus

31 Pinguin Coklat Brown Bird Wrasse Female Gomphosus coeruleus

32 Keling Perak Marble Wrasse Halichoeres hortulanus

33 Bayeman biasa Assorted Wrasse Halichoeres sp.

34 K e n a r i Half‐and‐Half Thicklip Hemigymnus melapterus

35 Kenari Model Red Breasted Wrasse Cheilinus fasciatus

36 Dokter biasa Cleaner Wrasse Labroides dimidatus

37 T i m u n a n Yellow‐Tailed Cleaner Diproctacanthus xanthurus

38 Buntel Babi Abu Biasa Black‐Spotted Puffer Arothron nigropunctatus

39 Buntel Mappa Scribble Toadfish Arothron mappa

40 Buntel Duren Porcupine Puffer Diodon hystrix

41 Buntel Mata Palsu False‐eye Toby Canthigaster solandri

42 Buntel Koper Kuning Polkadot Boxfish Ostracion cubicus

43 Buntel Koper Putih White‐Spotted Boxfish Ostracion meleagris

44 J a g u n g a n Long‐Nosed Filefish Oxymonacanthus Longirostris

45 Triger Kipas Merah Red‐Tile Filefish Pervagor melanochepalus

46 Sonang Biasa Campur2 Assorted Filefish Monachantus sp.

47 Jabing biasa Stripped Rock Blenny Salaris fasciatus

48 Roket Biasa Scissortail Ptereleotris evides

49 Mandarin Asli Mandarin Fish Pterosynchiropus splendidus

50 K a p a l a n  Banded Goby Amblygobius phalaena

51 Gobi Hijau Blue Spotted Coral Goby Gobiodon histrio

52 B r a j a n a t a  Assorted Squirrelfish Adioryx sp.

Lampiran 3. Jenis-jenis ikan hias komoditi Kepulauan Seribu

53 Pala Haji Bicolor Parrotfish Cetoscarus bicolor

54 Mata Belo Big‐eye Squirrelfish Myripristis sp.

55 Jenggot Biasa Pulo Freckled Goatfish Upeneus tragula

56 Kakatua Merah Dusky Parrotfish Scarus Niger

57 Kakatua Hijau Green Parrotfish Scarus Sordidus

58 Kakatua Campur‐campur Assorted Parrotfish Scarus sp. 

59 Layaran Bagan  Singular Bannerfish Heniochus singularius

60 Layaran Asli Long‐Fin Bannerfish Heniochus acuminatus

61 Kambingan Biasa Hump‐Head Bannerfish Heniochus varius

62 Moorish Idol Moorish Idol Zanclus canescens

63 Burung Laut Brown Sailfin Tang Zebrasoma scopas

64 Lempu Kembang Zebra Lionfish Dendrochirus zebra

65 Lempu 1/2 Biting Spot‐Fin Lionfish Pterois antennata

66 Lempu Radiata White‐Fin Lionfish Pterois radiata

67 Volitan Turkey Lionfish Pterois volitans

68 Barong Bagong Merah Reefstone Fish Synanceia verrucosa

69 Barong Bagong Putih/ Hitam Estuary Stonefish Synanceia horrida

70 Gracekelly Panther Grouper Cromileptis altivelis

71 Krapu Terbang Comet  Calloplesiops altivelis

72 Trigger Liris  Undulate Trigger Balistapus undulatus

73 Trigger Biru Blue Triggerfish Odonus niger

74 Trigger Matahari White Barred Triggerfish Rhinecanthus aculeatus

75 Trigger Rambut Tentacled Filefish Chaetodermis penicilligerus

76 Trigger Sedan  Rectangle Trigger Rhinecanthus rectangulus

77 Trigger Motor Black‐Bellied Trigger Rhinecanthus verrucosus

78 Kompele Yellow‐banded Sweetlips Plectorhyncus linaetus

79 Bronkelly Clown Sweetlips  Plectorhyncus chaetodonoides

80 Snapper Emperor Snapper Lutjanus sebae

81 Caesio Kuning Yellowtail Fussilier Caesio cuning

82 Caesio Teres Yellow and Blueback Fusilier Caesio teres

83 Caesio Pisang Banana Fusilier Caesio pisang

84 Caesio Sulir Blue & Gold Fusilier Caesio caeruleus

85 Caesio Neon Neon Fusilier Pterocaesio tile

86 Capungan biasa Polkadot Cardinalfish Spheramia nematoptera

87 S a b u n a n  Two Banded Grouper Diploprion bifasciatus 

88 Capungan Gelas Mata Biru Longspine Cardinal  Apogon leptacanthus

89 Capungan Merli Redstripped Cardinal  Apogon margaritophorus

90 Bajulan Biasa Zebra Pipe Fish  Doryrhampus dactyliophorus

91 Tangkur Putih Paxtons Pipefish  Carythoichtys paxtomi

92 Tangkur Buaya Aligator Pipefish  Syngnathoides sp. 

93 Kuda Laut Oceanic Sea Horses Hippocampus kuda

94 Moray Tutul Leopard Moray Eel Gymnothorax favagineus

95 Mang Mutiara White Mouth Moray  Gymnothorax meleagris

96 Ikan Pari  Blue Spotted Stingray Taeniura lymna

97 Pari Burung Spotted Eagle Ray Aetobatus narinari

98 Pari Rina Bowmouth Guitarfish, Shark Ray Rhina ancylostoma

99 Ular Tutul Biasa Paintspotted Moray Siderea picta

100 Hiu Ganas Black‐Tip Reef Shark Carcharhinus melanopterus

101 Hiu Sirip Putih White‐Tip Shark  Triaenodon obesus

102 Hiu Tokek Marbled Cat Shark  Atelomycterus marmoratus

103 Piso‐piso Knife Fish  Aeoliscus strigatus

104 Udang Pletok  Peacock Mantis Shrimps Odontodactylus sp. 

105 Udang Karang  Spiny Lobster  Palinurus ornatus

106 Ubur‐ubur Titik  Spotted Jelly Fish  Mastigias papua

131

Lampiran 4. Kuesioner untuk Nelayan

KUESIONER untuk NELAYAN

ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOKAN IKAN HIAS LAUT NON SIANIDA DI KEPULAUAN SERIBU

Kepada Yth. Bapak/ Ibu Responden Di tempat,

Saya, Dian Wisudawati, mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana – Institut Pertanian Bogor, saat ini sedang mengadakan penelitian tentang ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOKAN IKAN HIAS LAUT NON SIANIDA DI KEPULAUAN SERIBU.

Mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner terlampir. Tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini. Data yang saya terima akan digunakan sepenuhnya untuk keperluan akademis.

Atas kerjasama Bapak/ Ibu saya sampaikan terimakasih.

DATA NELAYAN Nama : Usia : Pendidikan terakhir : Jumlah tanggungan : No handphone :

KRITERIA NELAYAN

Lingkarilah dan isilah pertanyaan di bawah ini dengan jawaban yang sesuai dengan kondisi anda. No Pertanyaan Jawaban 1. Sudah berapa tahun anda menjadi

nelayan ikan hias? .............................. tahun

2. Menangkap ikan hias merupakan

a. pekerjaan utama ( .... jam/hari) dan (.... hari/minggu)

b. pekerjaan sampingan ( .... jam/hari) dan (.... hari/minggu)

3. Pekerjaan selain menangkap ikan hias?

4. Bagaimana cara anda menangkap ikan hias laut?

a. dengan jaring b. dengan sianida/ potassium

5. Hasil tangkapan anda dalam sehari :

a. sangat sedikit ( < Rp.20.000) b. sedikit ( Rp.20.000 - Rp.30.000) c. sedang ( Rp.30.000 - Rp.40.000) d. banyak (Rp40.000 – Rp.50.000) e. sangat banyak (>Rp.50.000)

6. Siapakah pengepul anda?

132

7. Apakah anda menjadi anggota kelompok?

a. ya keuntungan?

b. tidak mengapa?

8. Pernahkah anda mengikuti pelatihan tentang penangkapan ikan hias ramah lingkungan?

a. ya b. tidak

9. Apakah anda akan tetap bersedia menjadi nelayan ikan hias sebagai mata pencaharian anda?

a. Ya Keuntungan : - Harganya bagus - Pembelian yang tidak

putus - Permodalan di awal

b. tidak Mengapa?

Lingkarilah (SS/S/N/TS/STS) pada pernyataan yang anda anggap sesuai dengan apa yang anda rasakan selama ini. Keterangan : SS : Sangat Setuju S : Setuju N : Netral TS : Tidak setuju STS : Sangat Tidak Setuju

A. Kepercayaan 1. Nelayan percaya akan harga ikan hias yang

ditetapkan oleh pengepul SS S N TS STS

2. Pengepul percaya akan harga ikan hias yang ditetapkan oleh perusahaan

SS S N TS STS

3. Pengepul akan menyesuaikan harga beli ikan hias dengan pengepul yang lain untuk nelayan

SS S N TS STS

4. Eksportir akan menyesuaikan harga beli ikan hias dengan eksportir yang lain untuk pengepul

SS S N TS STS

5. Perubahan harga di tingkat eksportir akan mempengaruhi harga di tingkat pengepul

SS S N TS STS

6. Perubahan harga di tingkat pengepul akan mempengaruhi harga di tingkat nelayan

SS S N TS STS

B. Komitmen 1. Nelayan selalu mensuplai ikan hias sesuai order SS S N TS STS 2. Pengepul selalu mensuplai ikan hias sesuai order SS S N TS STS 3. Nelayan selalu menjaga kualitas hasil tangkapannya

yang dijual pada pengepul SS S N TS STS

4. Pengepul akan selalu menjaga kualitas ikannya yang akan dijual pada eksportir

SS S N TS STS

5. Pengepul selalu menepati cara pembayaran yang disepakati

SS S N TS STS

6. Eksportir selalu menepati cara pembayaran yang disepakati

SS S N TS STS

133

7. Nelayan dan pengepul terikat kontrak kerja SS S N TS STS 8. Pengepul dan eksportir terikat kontrak kerja SS S N TS STS C. Norma-norma kerjasama 1. Nelayan tidak akan menjual ikan hias yang

kondisinya cacat kepada pengepul SS S N TS STS

2. Pengepul tidak akan menjual ikan hias yang kondisinya cacat kepada perusahaan

SS S N TS STS

3. Nelayan hanya menjual ikanhias kepada pengepul yang memberinya modal (jaring/bensin)

SS S N TS STS

4. Pengepul hanya akan menjual ikan hias kepada satu eksportir tertentu

SS S N TS STS

5. Pengepul tidak akan menjual ikan hias kepada eksportir yang sudah memiliki pengepul langganan dari Kep. Seribu

SS S N TS STS

D. Kesalingtergantungan 1. Pengepul mengandalkan nelayannya sebagai pemasok

ikan hias untuk memenuhi order perusahaan SS S N TS STS

2. Eksportir mengandalkan pengepulnya sebagai pemasok ikan hias untuk memenuhi order dari buyer

SS S N TS STS

3. Apabila nelayan tidak melakukan penangkapan maka pengepul akan merasa terhambat proses pengumpulannya

SS S N TS STS

4. Apabila pengepul tidak meyetorkan hasil pengumpulan ikan hiasnya kepada eksportir, maka eksportir akan terhambat proses ekspornya

SS S N TS STS

5. Pengepul adalah satu-satunya pihak yang bisa memberikan pinjaman modal usaha (jaring/bensin) kepada nelayan

SS S N TS STS

6. Eksportir adalah satu-satunya pihak yang bisa memberikan fasilitas usaha kepada pengepul, misalnya pondok tempat mengumpulkan ikan hasil tangkapan

SS S N TS STS

7. Eksportir adalah satu-satunya pihak yang bisa memberikan pinjaman dana usaha kepada pengepul

SS S N TS STS

8. Nelayan hanya bisa menjual hasil tangkapan ikan hiasnya kepada pengepul tertentu

SS S N TS STS

9. Pengepul hanya bisa menjual ikan hiasnya kepada eksportir tertentu

SS S N TS STS

E. Kesesuaian 1. Nelayan menangkap ikan hias tanpa menggunakan

sianida/ potassium SS S N TS STS

2. Pengepul hanya menerima ikan dari nelayan yang ditangkap tanpa menggunakan sianida/ potassium

SS S N TS STS

3. Eksportir hanya menerima ikan dari pengepul yang ditangkap tanpa menggunakan sianida/ potassium

SS S N TS STS

4. Nelayan dan pengepul berusaha untuk menghemat biaya penangkapan ikan

SS S N TS STS

5. Nelayan, pengepul, dan eksportir sama-sama berusaha untuk menghemat biaya penangkapan ikan

SS S N TS STS

6. Nelayan dan pengepul sama-sama berusaha untuk meningkatkan keuntungan

SS S N TS STS

7. Nelayan dan pengepul, dan eksportir sama-sama SS S N TS STS

134

berusaha untuk meningkatkan keuntungan

8. Ikan hias yang diorder oleh eksportir sesuai dengan keberadaan ikan hias yang tersedia di Kep. Seribu

SS S N TS STS

F. Hubungan tambahan 1. Nelayan bisa menjual ikannya pada pengepul lain jika

order pengepul utamanya sudah terpenuhi SS S N TS STS

2. Sesama nelayan bisa saling bertukar informasi mengenai harga beli ikan hias

SS S N TS STS

3. Sesama pengepul bisa saling mengisi order satu sama lain

SS S N TS STS

4. Hubungan keseharian nelayan dengan pengepul adalah hubungan pertemanan/ persaudaraan

SS S N TS STS

5. Hubungan pengepul dengan ekspotir selain hubungan kerja adalah hubungan pertemanan/ persaudaraan

SS S N TS STS

6. Pengepul memberikan THR kepada nelayan SS S N TS STS 7. Eksportir memberikan THR kepada pengepul SS S N TS STS G. Ketidakpastian lingkungan 1. Eksportir akan selalu mendapatkan order dari buyer SS S N TS STS 2. Pengepul akan selalu mendapatkan order dari

eksportir SS S N TS STS

3. Nelayan akan selalu mendapatkan terusan order dari eksportir

SS S N TS STS

4. Pada saat kondisi krisis, eksportir bisa menjamin kehidupan ekonomi pengepul

SS S N TS STS

5. Pengepul bisa memberi pinjaman untuk keperluan sehari-hari pada nelayan saat order sedang sepi.

SS S N TS STS

6. Pengepul dan nelayan memiliki pekerjaan sampingan selain menangkap dan mengumpulkan ikan hias

SS S N TS STS

135

Lampiran 5. Kuesioner untuk Pengepul

KUESIONER untuk PENGEPUL

ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOKAN IKAN HIAS LAUT NON SIANIDA DI KEPULAUAN SERIBU

Kepada Yth. Bapak/ Ibu Responden Di tempat,

Saya, Dian Wisudawati, mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana – Institut Pertanian Bogor, saat ini sedang mengadakan penelitian tentang ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOKAN IKAN HIAS LAUT NON SIANIDA DI KEPULAUAN SERIBU.

Mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner terlampir. Tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini. Data yang saya terima akan digunakan sepenuhnya untuk keperluan akademis.

Atas kerjasama Bapak/ Ibu saya sampaikan terimakasih.

DATA PENGEPUL Nama : Usia : Pendidikan terakhir : Jumlah tanggungan : No handphone :

KRITERIA PENGEPUL

Lingkarilah dan isilah pertanyaan di bawah ini dengan jawaban yang sesuai dengan kondisi anda. No Pertanyaan Jawaban 1. Sudah berapa tahun anda menjadi

pengepul ikan hias? .............................. tahun

2. Menjadi pengepul ikan hias merupakan

a. pekerjaan utama ( .... jam/hari) dan (.... hari/minggu)

b. pekerjaan sampingan ( .... jam/hari) dan (.... hari/minggu)

3. Pekerjaan selain menjadi pengepul ikan hias?

4. Ada berapa nelayan anda? a. Nelayan tetap : .................. orang b. Nelayan tidak tetap : ................ orang

5. Berapa karyawan yang anda miliki? a. Karyawan tetap : ................ orang b. Karyawan honorer : ............... orang

6. Apa nama eksportir tempat anda mensuplai ikan hias?

7. Bagaimana seleksi anda terhadap ikan hias laut hasil tangkapan nelayan?

a. Hanya menerima ikan yang ditangkap dengan mengggunakan jaring

136

b. Memisahkan antara ikan yang ditangkap dengan jaring dan yang ditangkap dengan sianida/potasium

c. Tidak ada pemisahan antara ikan hias yang ditangkap dengan jaring atau yang ditangkap dengan sianida/potas

8. Omset penghasilan anda dalam seminggu :

a. sangat sedikit ( < 1 juta rupiah) b. sedikit ( 1 juta – 3 juta rupiah) c. sedang ( 3 juta – 5 juta rupiah) d. banyak (5 juta – 10 juta rupiah) e. sangat banyak (> 10 juta rupiah)

9. Apakah anda menjadi anggota kelompok?

a. ya keuntungan?

b. tidak mengapa?

10. Pernahkah anda mengikuti pelatihan tentang pengelolaan ikan hias ramah lingkungan?

a. ya b. tidak

11. Apakah anda akan tetap besedia menjadi pengepul ikan hias sebagai mata pencaharian anda?

a. Ya Keuntungan : - Harganya bagus - Pembelian yang tidak

putus - Permodalan di awal

b. tidak Mengapa?

Lingkarilah (SS/S/N/TS/STS) pada pernyataan yang anda anggap sesuai dengan apa yang anda rasakan selama ini. Keterangan : SS : Sangat Setuju S : Setuju N : Netral TS : Tidak setuju STS : Sangat Tidak Setuju

A. Kepercayaan 1. Nelayan percaya akan harga ikan hias yang

ditetapkan oleh pengepul SS S N TS STS

2. Pengepul percaya akan harga ikan hias yang ditetapkan oleh perusahaan

SS S N TS STS

3. Pengepul akan menyesuaikan harga beli ikan hias dengan pengepul yang lain untuk nelayan

SS S N TS STS

4. Eksportir akan menyesuaikan harga beli ikan hias dengan eksportir yang lain untuk pengepul

SS S N TS STS

5. Perubahan harga di tingkat eksportir akan mempengaruhi harga di tingkat pengepul

SS S N TS STS

6. Perubahan harga di tingkat pengepul akan mempengaruhi harga di tingkat nelayan

SS S N TS STS

137

B. Komitmen 1. Nelayan selalu mensuplai ikan hias sesuai order SS S N TS STS 2. Pengepul selalu mensuplai ikan hias sesuai order SS S N TS STS 3. Nelayan selalu menjaga kualitas hasil tangkapannya

yang dijual pada pengepul SS S N TS STS

4. Pengepul akan selalu menjaga kualitas ikannya yang akan dijual pada eksportir

SS S N TS STS

5. Pengepul selalu menepati cara pembayaran yang disepakati

SS S N TS STS

6. Eksportir selalu menepati cara pembayaran yang disepakati

SS S N TS STS

7. Nelayan dan pengepul terikat kontrak kerja SS S N TS STS 8. Pengepul dan eksportir terikat kontrak kerja SS S N TS STS C. Norma-norma kerjasama 1. Nelayan tidak akan menjual ikan hias yang

kondisinya cacat kepada pengepul SS S N TS STS

2. Pengepul tidak akan menjual ikan hias yang kondisinya cacat kepada perusahaan

SS S N TS STS

3. Nelayan hanya menjual ikanhias kepada pengepul yang memberinya modal (jaring/bensin)

SS S N TS STS

4. Pengepul hanya akan menjual ikan hias kepada satu eksportir tertentu

SS S N TS STS

5. Pengepul tidak akan menjual ikan hias kepada eksportir yang sudah memiliki pengepul langganan dari Kep. Seribu

SS S N TS STS

D. Kesalingtergantungan 1. Pengepul mengandalkan nelayannya sebagai pemasok

ikan hias untuk memenuhi order perusahaan SS S N TS STS

2. Eksportir mengandalkan pengepulnya sebagai pemasok ikan hias untuk memenuhi order dari buyer

SS S N TS STS

3. Apabila nelayan tidak melakukan penangkapan maka pengepul akan merasa terhambat proses pengumpulannya

SS S N TS STS

4. Apabila pengepul tidak meyetorkan hasil pengumpulan ikan hiasnya kepada eksportir, maka eksportir akan terhambat proses ekspornya

SS S N TS STS

5. Pengepul adalah satu-satunya pihak yang bisa memberikan pinjaman modal usaha (jaring/bensin) kepada nelayan

SS S N TS STS

6. Eksportir adalah satu-satunya pihak yang bisa memberikan fasilitas usaha kepada pengepul, misalnya pondok tempat mengumpulkan ikan hasil tangkapan

SS S N TS STS

7. Eksportir adalah satu-satunya pihak yang bisa memberikan pinjaman dana usaha kepada pengepul

SS S N TS STS

8. Nelayan hanya bisa menjual hasil tangkapan ikan hiasnya kepada pengepul tertentu

SS S N TS STS

9. Pengepul hanya bisa menjual ikan hiasnya kepada eksportir tertentu

SS S N TS STS

138

E. Kesesuaian 1. Nelayan menangkap ikan hias tanpa menggunakan

sianida/ potassium SS S N TS STS

2. Pengepul hanya menerima ikan dari nelayan yang ditangkap tanpa menggunakan sianida/ potassium

SS S N TS STS

3. Eksportir hanya menerima ikan dari pengepul yang ditangkap tanpa menggunakan sianida/ potassium

SS S N TS STS

4. Nelayan dan pengepul berusaha untuk menghemat biaya penangkapan ikan

SS S N TS STS

5. Nelayan, pengepul, dan eksportir sama-sama berusaha untuk menghemat biaya penangkapan ikan

SS S N TS STS

6. Nelayan dan pengepul sama-sama berusaha untuk meningkatkan keuntungan

SS S N TS STS

7. Nelayan dan pengepul, dan eksportir sama-sama berusaha untuk meningkatkan keuntungan

SS S N TS STS

8. Ikan hias yang diorder oleh eksportir sesuai dengan keberadaan ikan hias yang tersedia di Kep. Seribu

SS S N TS STS

F. Hubungan tambahan 1. Nelayan bisa menjual ikannya pada pengepul lain jika

order pengepul utamanya sudah terpenuhi SS S N TS STS

2. Sesama nelayan bisa saling bertukar informasi mengenai harga beli ikan hias

SS S N TS STS

3. Sesama pengepul bisa saling mengisi order satu sama lain

SS S N TS STS

4. Hubungan keseharian nelayan dengan pengepul adalah hubungan pertemanan/ persaudaraan

SS S N TS STS

5. Hubungan pengepul dengan ekspotir selain hubungan kerja adalah hubungan pertemanan/ persaudaraan

SS S N TS STS

6. Pengepul memberikan THR kepada nelayan SS S N TS STS 7. Eksportir memberikan THR kepada pengepul SS S N TS STS G. Ketidakpastian lingkungan 1. Eksportir akan selalu mendapatkan order dari buyer SS S N TS STS 2. Pengepul akan selalu mendapatkan order dari

eksportir SS S N TS STS

3. Nelayan akan selalu mendapatkan terusan order dari eksportir

SS S N TS STS

4. Pada saat kondisi krisis, eksportir bisa menjamin kehidupan ekonomi pengepul

SS S N TS STS

5. Pengepul bisa memberi pinjaman untuk keperluan sehari-hari pada nelayan saat order sedang sepi.

SS S N TS STS

6. Pengepul dan nelayan memiliki pekerjaan sampingan selain menangkap dan mengumpulkan ikan hias

SS S N TS STS

139

Lampiran 6. Kuesioner untuk Perusahaan

KUESIONER untuk PERUSAHAAN

ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOKAN IKAN HIAS LAUT NON SIANIDA DI KEPULAUAN SERIBU

Kepada Yth. Bapak/ Ibu Responden Di tempat, Saya, Dian Wisudawati, mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana – Institut Pertanian Bogor, saat ini sedang mengadakan penelitian tentang ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOKAN IKAN HIAS LAUT NON SIANIDA DI KEPULAUAN SERIBU

Mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner terlampir. Tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini. Data yang saya terima akan digunakan sepenuhnya untuk keperluan akademis.

Atas kerjasama Bapak/ Ibu saya sampaikan terimakasih.

DATA RESPONDEN Nama : Usia : Pendidikan terakhir : Jabatan : KARAKTERISTIK PERUSAHAAN PROFIL PERUSAHAAN 1. Nama perusahaan

2. Tahun berdirinya perusahaan 3. Alamat perusahaan

4. Produk yang dihasilkan/ diperdagangkan

a. Ikan hias laut b. Karang hias laut c. Invertebrata laut d. Lainnya, .....................

5. Jumlah karyawan a. Karyawan tetap : ..................... orang b. Karyawan honorer : .................orang

6. Struktur organisasi perusahaan

140

7. Rata-rata omset bulanan .............................. juta rupiah 8. Omset tiga tahun terakhir Tahun ke-1

Tahun ke-2 Tahun ke-3

9. Strategi pemasaran a. Segmentasi

b. Targeting

c. Positioning

10 . Bauran pemasaran a. Produk

b. Harga

c. Saluran distribusi

d. Promosi

No Pertanyaan Jawaban 1. Berapa pengepul yang memasok ikan

hias kepada anda? ........... pengepul

2. Dari daerah mana saja asal ikan hias tersebut?

3. Apakah perusahaan turut berpartisipasi dengan aktivitas anggota kelompok di Kepulauan Seribu

a. ya keuntungan?

b. tidak mengapa?

4. Apakah anda pernah mengikuti pelatihan atau seminar tentang pengelolaan ikan hias ramah lingkungan?

a. ya

b. tidak

5. Apakah anda dapat melakukan pembelian langsung kepada nelayan?

a. ya b. tidak mengapa?

6. Bagaimana seleksi anda terhadap ikan hias laut dari pengepul?

a. Hanya menerima ikan yang ditangkap dengan mengggunakan jaring

141

b. Memisahkan antara ikan yang ditangkap dengan jaring dan yang ditangkap dengan sianida/potasium

c. Tidak ada pemisahan antara ikan hias yang ditangkap dengan jaring atau yang ditangkap dengan sianida/potas

7. Menurut anda, apakah saluran pemasaran yang ada selama ini sudah baik? Mengapa?

8. Saluran pemasaran yang seperti apa yang menurut anda efektif?

9. Apakah anda bersedia untuk tetap memperdagangkan ikan hias yang ditangkap dengan jaring dan tetap berpartisipasi dalam manajemen rantai pasokan ikan hias non sianida?

a. Ya Kompensasi apa yang anda berikan pada pengepul? - Harga yang bagus - Kontinuitas pembelian - Permodalan di awal - Tingkat pengembalian

ikan rendah - Lain-lain .......... - .......................

b. Tidak Mengapa?

142

Lampiran 7. Struktur Awal Hierarki Rantai Pasok Ikan Hias Laut Non Sianida di Kep. Seribu

Penyusun : Dian Wisudawati, S. Pi. Di bawah bimbingan: Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, MS Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc. Responden (expertise) : Akademisi (Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis M. Si, Dipl. Ing, DEA) SuDin Kelautan dan Pertanian Kab Adm. Kep Seribu (Abdul Khaliq, M. Si). Yayasan TERANGI (Idris, S. Pi) CV. Cahaya Baru (Ibu Wiwi) CV. Blue Star Aquatic (Bpk. Erik) PT. Dinar Darum Lestari (H. R. Dody Timur Wahjuadi, DRH) AKKI (Suryo Kusumo, S. Pi)

AKTOR

FAKTOR

peningkatan profitabilitas

jaminan kontinuitas

pasokan

kemudahan akses modal

peningkatan kualitas

&kuantitas pasokan

perluasan

pasar

peningkatan skala usaha

peningkatan teknologi unggulan

penyerapan tenaga kerja

kelestarian SDA dg

penangkapan ramah lingk

kesejahteraan nelayan & karyawan

keberlanjutan usaha

nelayan

pengurangan tekanan thd

terumbu karang

SKENARIO

Potret Sistem Rantai Pasokan Ikan Hias Non Sianida di Kepulauan Seribu

TUJUAN

kepercayaan komitmen norma2

kerjasama kesaling

tergantungan kesesuaian hubungan tambahan

jaminan kepastian

kebijakan pemerintah

sejarah hub. bisnis

AKKI eksportir perusahaan

lokal pengepul kelompok nelayan nelayan DKP importir perguruan

tinggi TERANGI MAC transport

darat transport

laut kuli jasa pengiriman

kargo lembaga keuangan

alat tangkap

armada penangkapan

pemeliharaan di farm

packaging

shipping

teknologi budidaya

peningkatan SDM

pengendalian mutu

teknis penangkapan dan pasca

peningkatan kapasitas diri & kesadaran berorganisasi

manajemen bisnis

magang

budidaya ikan hias

keuangan R Tangga

pengetahuan CITES

selam sehat dan benar

MoU antar pihak Alih teknologi produksi

Pembinaan & pengembangan SDM

pembangunan jaringan distribusi

kebijakan perdagangan internasional

tarif bea keluar

kuota

Perijinan (SKA, TPKP, license)

dumping

L/C

akses pasar

teknologi informasi

kantor pemasaran bersama

forum komunikasi antar produsen

inovasi species baru

strategi pemasaran

bauran pemasaran

peningkatan teknologi produksi

pelatihan dan pengembanagan untuk nelayan dan pengepul

kesepakatan kerjasama jangka panjang

peningkatan upaya pemasaran

product

price

place

promotion

physical evidence

personality

segmention

targeting

positioning

103

Lampiran 8. Kuesioner Analytical Hierarchi Process

Penyusun : Dian Wisudawati, S. Pi. Di bawah bimbingan: Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, MS, Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc. Supervisor AHP: Ir. Pramono D. Fewidarto, M. Sc

AKTOR

FAKTOR

SKENARIO

Menciptakan Manajemen Rantai Pasokan Ikan Hias Laut yang Adil dan Lestari GOAL

TUJUAN

nelayan

fasilitasi

peningkatan kapasitas SDM

trust dan komitmen

norma2 kerjasama

kebijakan pemerintah

kepedulian thd lingkungan

peningkatan nilai produk

kelestarian sumber daya alam

keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul

pengepul perusahaan pihak luar

transparansi kerjasama antar pihak

intervensi pemerintah

terhadap kebijakan

pengembangan akses infornasi dan teknologi

Penigkatan kesejahteraan nelayan

143

144

PAIRWISE COMPARISON Berikut merupakan pertanyaan prioritas dengan menggunakan metode perbandingan. Berilah tanda “√” pada sektor kolom skor yang sesuai untuk penilaian tingkat kepentingan (skor) antara masing-masing sektor/ sub sektor (kolom kiri dibanding kolom kanan) berkaitan dengan goal yang dimaksud, yaitu menciptakan manajemen rantai pasokan ikan hias laut yang adil dan lestari, dengan kriteria penialian sebagai berikut:

Nilai Keterangan 1 Kriteria/ alternatif A sama penting dengan kriteria/ alternatif B 3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan

Level 1 (Faktor) U Kolom Kiri Diisi jika sektor

kolom sebelah kiri lebih penting dibanding tujuan di kolom sebelah kanan

Diisi Bila Sama Penting

Diisi jika sektor kolom sebelah kanan lebih penting dibanding tujuan di kolom sebelah kiri

Kolom Kanan

2 3 4 5 6 7 8 9 1 9 8 7 6 5 4 3 2 trust dan komitmen

norma2 kerjasama

trust dan komitmen

kebijakan pemerintah trust dan komitmen

kepedulian thd lingk.

norma2 kerjasama

kebijakan pemerintah

norma2 kerjasama

kepedulian thd lingk.

kebijakan pemerintah

kepedulian thd lingk.

Level 2 (Aktor) U Kolom Kiri Diisi jika sektor

kolom sebelah kiri lebih penting dibanding tujuan di kolom sebelah kanan

Diisi Bila Sama Penting

Diisi jika sektor kolom sebelah kanan lebih penting dibanding tujuan di kolom sebelah kiri

Kolom Kanan

2 3 4 5 6 7 8 9 1 9 8 7 6 5 4 3 2 Nelayan

Pengepul

Nelayan

Perusahaan

Nelayan

Pihak luar

Pengepul

Perusahaan

Pengepul

Pihak luar

Perusahaan

Pihak luar

145

Level 3 (Tujuan) U

Kolom Kiri Diisi jika sektor kolom sebelah kiri lebih penting dibanding tujuan di kolom sebelah kanan

Diisi Bila Sama Penting

Diisi jika sektor kolom sebelah kanan lebih penting dibanding tujuan di kolom sebelah kiri

Kolom Kanan

2 3 4 5 6 7 8 9 1 9 8 7 6 5 4 3 2 peningkatan

kesejahteraan nelayan

keberlanjutan usaha

nelayan peningkatan

kesejahteraan nelayan

peningkatan nilai

produk peningkatan

kesejahteraan nelayan

kelestarian

sumberdaya alam keberlanjutan usaha

nelayan

peningkatan nilai

produk keberlanjutan usaha

nelayan

kelestarian

sumberdaya alam peningkatan nilai

produk

kelestarian

sumberdaya alam

Level 4 (Skenario) U

Kolom Kiri Diisi jika sektor kolom sebelah kiri lebih penting dibanding tujuan di kolom sebelah kanan

Diisi Bila Sama Penting

Diisi jika sektor kolom sebelah kanan lebih penting dibanding tujuan di kolom sebelah kiri

Kolom Kanan

2 3 4 5 6 7 8 9 1 9 8 7 6 5 4 3 2 transparansi kerjasama

antar pihak

fasilitasi peningkatan

kapasitas SDM transparansi kerjasama

antar pihak

pengembangan akses informasi dan

teknologi transparansi kerjasama

antar pihak

intervensi pemerintah

thd kebijakan

fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

pengembangan akses informasi dan

teknologi fasilitasi peningkatan

kapasitas SDM

intervensi pemerintah

thd kebijakan pengembangan akses

informasi dan teknologi

intervensi pemerintah

thd kebijakan

146

Lampiran 9. View-Tree Analytical Hierarchy Proses Kombinasi

Model Name: AHP fair trade and sustainable

Treeview

Goal: Menciptakan Manajemen Rantai Pasokan Ikan Hias Laut yang Adil dan Lestaritrust dan komitmen (L: 0,298)

nelayan (L: 0,509)peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,251)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

pengepul (L: 0,165)peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

perusahaan (L: 0,188)peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)

147

fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

pihak luar (L: 0,139)peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

norma2 kerjasama (L: 0,354)nelayan (L: 0,509)

peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)

148

intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)pengepul (L: 0,165)

peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

perusahaan (L: 0,188)peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

pihak luar (L: 0,139)peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)

149

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kebijakan pemerintah (L: 0,134)nelayan (L: 0,509)

peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

pengepul (L: 0,165)peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

perusahaan (L: 0,188)peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)

150

fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

pihak luar (L: 0,139)peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kepedulian thd lingkungan (L: 0,214)nelayan (L: 0,509)

peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)

151

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

pengepul (L: 0,165)peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

perusahaan (L: 0,188)peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

peningkatan nilai produk (L: 0,286)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

kelestarian sumberdaya alam (L: 0,249)transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

pihak luar (L: 0,139)peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,232)

transparansi kerjasama antar pihak (L: 0,179)fasilitasi peningkatan kapasitas SDM (L: 0,203)pengembangan akses informasi dan teknologi (L: 0,493)intervensi pemerintah thd kebijakan (L: 0,125)

keberlanjutan usaha nelayan (L: 0,232)

152

Lampiran 10. Grafik Sensitivitas Masing-masing Responden AHP

1. Ibu Wiwie – CV. Cahaya Baru

39,3% nelayan (L: 0,393)

22,4% pengepul (L: 0,224)

33,4% perusahaan (L: 0,334)

5,0% pihak luar (L: 0,050)

22,1% transparansi kerjasama antar pihak

22,1% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

49,2% pengembangan akses informasi dan teknologi

6,6% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Menciptakan Manajemen Rantai Pasokan IkanHias Laut yang Adil dan Lestari

40,2% trust dan komitmen (L: 0,402)

40,2% norma2 kerjasama (L: 0,402)

5,4% kebijakan pemerintah (L: 0,054)

14,3% kepedulian thd lingkungan (L: 0,143)

22,1% transparansi kerjasama antar pihak

22,1% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

49,2% pengembangan akses informasi dan teknologi

6,6% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

17,5% peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,175)

17,5% keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul (L: 0,175)

40,9% peningkatan nilai produk (L: 0,409)

24,1% kelestarian sumberdaya alam (L: 0,241)

22,1% transparansi kerjasama antar pihak

22,1% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

49,2% pengembangan akses informasi dan teknologi

6,6% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

153

2. H. Dody T. Wahjuadi – PT. DINAR

68,5% nelayan (L: 0,685)

7,0% pengepul (L: 0,070)

20,3% perusahaan (L: 0,203)

4,2% pihak luar (L: 0,042)

16,3% transparansi kerjasama antar pihak

21,2% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

55,9% pengembangan akses informasi dan teknologi

6,5% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Menciptakan Manajemen Rantai Pasokan IkanHias Laut yang Adil dan Lestari

69,0% trust dan komitmen (L: 0,690)

18,4% norma2 kerjasama (L: 0,184)

5,9% kebijakan pemerintah (L: 0,059)

6,8% kepedulian thd lingkungan (L: 0,068)

16,3% transparansi kerjasama antar pihak

21,2% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

55,9% pengembangan akses informasi dan teknologi

6,5% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

22,8% peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,228)

8,4% keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul (L: 0,084)

7,2% peningkatan nilai produk (L: 0,072)

61,6% kelestarian sumberdaya alam (L: 0,616)

16,3% transparansi kerjasama antar pihak

21,2% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

55,9% pengembangan akses informasi dan teknologi

6,5% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

154

3. Erik Jaya Putra – CV. Blue Star Aquatic

7,3% peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,073)

26,8% keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul (L: 0,268)

16,3% peningkatan nilai produk (L: 0,163)

49,7% kelestarian sumberdaya alam (L: 0,497)

8,8% transparansi kerjasama antar pihak

25,3% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

58,0% pengembangan akses informasi dan teknologi

8,0% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

25,0% nelayan (L: 0,250)

25,0% pengepul (L: 0,250)

25,0% perusahaan (L: 0,250)

25,0% pihak luar (L: 0,250)

8,8% transparansi kerjasama antar pihak

25,3% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

58,0% pengembangan akses informasi dan teknologi

8,0% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Menciptakan Manajemen Rantai Pasokan IkanHias Laut yang Adil dan Lestari

54,8% trust dan komitmen (L: 0,548)

22,6% norma2 kerjasama (L: 0,226)

9,0% kebijakan pemerintah (L: 0,090)

13,6% kepedulian thd lingkungan (L: 0,136)

8,8% transparansi kerjasama antar pihak

25,3% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

58,0% pengembangan akses informasi dan teknologi

8,0% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

155

4. Abdul Khaliq, M. Si – Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Administrasi Kep Seribu

16,5% peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,165)

16,5% keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul (L: 0,165)

4,8% peningkatan nilai produk (L: 0,048)

62,1% kelestarian sumberdaya alam (L: 0,621)

6,4% transparansi kerjasama antar pihak

11,3% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

41,1% pengembangan akses informasi dan teknologi

41,1% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

44,4% nelayan (L: 0,444)

13,7% pengepul (L: 0,137)

7,8% perusahaan (L: 0,078)

34,1% pihak luar (L: 0,341)

6,4% transparansi kerjasama antar pihak

11,3% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

41,1% pengembangan akses informasi dan teknologi

41,1% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Menciptakan Manajemen Rantai Pasokan IkanHias Laut yang Adil dan Lestari

9,4% trust dan komitmen (L: 0,094)

16,5% norma2 kerjasama (L: 0,165)

43,3% kebijakan pemerintah (L: 0,433)

30,8% kepedulian thd lingkungan (L: 0,308)

6,4% transparansi kerjasama antar pihak

11,3% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

41,1% pengembangan akses informasi dan teknologi

41,1% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

156

5. Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis M. Si, Dipl. Ing, DEA – Dosen Ahli Manajemen Strategis Institut Pertanian Bogor

Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Menciptakan Manajemen Rantai Pasokan IkanHias Laut yang Adil dan Lestari

40,5% trust dan komitmen (L: 0,405)

37,7% norma2 kerjasama (L: 0,377)

13,8% kebijakan pemerintah (L: 0,138)

8,0% kepedulian thd lingkungan (L: 0,080)

22,0% transparansi kerjasama antar pihak

10,9% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

61,9% pengembangan akses informasi dan teknologi

5,2% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

53,7% nelayan (L: 0,537)

4,9% pengepul (L: 0,049)

14,6% perusahaan (L: 0,146)

26,8% pihak luar (L: 0,268)

22,0% transparansi kerjasama antar pihak

10,9% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

61,9% pengembangan akses informasi dan teknologi

5,2% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

16,5% peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,165)

16,5% keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul (L: 0,165)

62,1% peningkatan nilai produk (L: 0,621)

4,8% kelestarian sumberdaya alam (L: 0,048)

22,0% transparansi kerjasama antar pihak

10,9% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

61,9% pengembangan akses informasi dan teknologi

5,2% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

157

6. Idris, S. Pi – Yayasan Terumbu Karang Indonesia

25,0% peningkatan kesejahteraan nelayan (L: 0,250)

25,0% keberlanjutan usaha nelayan dan pengepul (L: 0,250)

25,0% peningkatan nilai produk (L: 0,250)

25,0% kelestarian sumberdaya alam (L: 0,250)

20,5% transparansi kerjasama antar pihak

39,4% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

29,5% pengembangan akses informasi dan teknologi

10,6% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

44,8% nelayan (L: 0,448)

30,4% pengepul (L: 0,304)

20,2% perusahaan (L: 0,202)

4,6% pihak luar (L: 0,046)

20,5% transparansi kerjasama antar pihak

39,4% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

29,5% pengembangan akses informasi dan teknologi

10,6% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Menciptakan Manajemen Rantai Pasokan IkanHias Laut yang Adil dan Lestari

28,8% trust dan komitmen (L: 0,288)

32,9% norma2 kerjasama (L: 0,329)

5,5% kebijakan pemerintah (L: 0,055)

32,9% kepedulian thd lingkungan (L: 0,329)

20,5% transparansi kerjasama antar pihak

39,4% fasilitasi peningkatan kapasitas SDM

29,5% pengembangan akses informasi dan teknologi

10,6% intervensi pemerintah thd kebijakan

0 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .50 .1 .2 .3 .4 .5 .6 .7 .8 .9 1 0 .1 .2 .3 .4 .5

158

Lampiran 11. Profil Perusahaan Ekspor Ikan Hias Laut

1. CV. CAHAYA BARU

1 Nama perusahaan CV. CAHAYA BARU 2 Tahun berdirinya

perusahaan 1975

3 Alamat perusahaan Jl. Cenek No. 15 Bintaro Kodam, Jakarta 12320 4 Visi - Membuka lapangan pekerjaan, terutama bagi

para nelayan - Meningkatkan taraf hidup nelayan serta

karyawan - Memanfaatkan sumber daya alam secara

lestari untuk meningkatkan devisa 5 Misi - Menjadi eksportir ikan hias dan coral yang

memiliki kualitas dan varitas optimal - Berusaha selalu meningkatkan kepuasan

pelanggan 6 Produk yang dihasilkan/

diperdagangkan Ikan hias laut Karang hias laut Invertebrata laut Fresh water fish

7 Jumlah karyawan 35 orang karyawan) 8 Strategi pemasaran

a. Segmentasi

- USA (Los Angles, Miami, Kanada, San Fransisco, Brazil, Argentina)

- EROPA (Inggris, Jerman, Rusia, Polandia, Irlandia, Hungaria)

- ASIA (Hongkong, Jepang, Taiwan, Korea) - ARAB (Dubai, Iran, Irak, Siria)

b. Targeting - Karena merupakan perusahaan lama, maka perusahaan lebih memilih untuk memellihara buyer lama yang fanatik pada produk Cahaya Baru.

- Untuk mencari new customer, dengan mencari informasi dari buletin bisni yang dikeluarkan oleh OFI. Dan juga memanfaatkan informasi dari BPEN (Badan Pengembangan Ekspor Nasional) tentang apa yang sedang tren di pasar.

c. Positioning Perusahaan ingin memposisikan sebagai perusahaan yang memiliki produk ikan dan coral yang berkualitas tinggi dengan daya survival yang tinggi

9 Bauran pemasaran a. Produk Diversifikasi produk, penemuan spesies baru

159

(sebagai inovasi perusahaan) b. Price Untuk ikan yang musiman, diberikan diskon

kepada pelanggan. Pelanggan lama akan mendapatkan diskon yang lebih banyak daripada yang baru

c. Saluran distribusi Memiliki agent airline langsung d. Promosi Pameran di luar negeri

- Aquarama Singapore yang dilakukan 2 x setahun

- Di Jerman juga dilakukan 2 x setahun Keduanya selang seling, sehingga memungkinkan perusahaan untuk mengikuti pameran setahun sekali, ada juga pameran dari depdagri, namun perusahaan tidak pernah ikut.

e. Personality Servis yang baik kepada pelanggan lama

STRUKTUR PERUSAHAAN

EKSPORT Accounting FISH CORAL HRD

Marketing

Shipping

Dokumentasi perijinan

Stok di Gudang

A-Z

Mitra : Breeder di Lampung

A-Z

Transplantasi Farm

Kep. Seribu Binuangeun/ Pandeglang

DIREKTUR

160

2. PT. DINAR DARUM LESTARI

1 Nama perusahaan PT. DINAR DARUM LESTARI 2 Tahun berdirinya perusahaan 1975 3 Alamat perusahaan Jl. Dadap No.30A Teluknaga –

Tanggerang 4 Visi Visi dari perusahaan adalah optimalisasi

pemanfaatan sumberdaya hayati laut melalui agribisnis ekoteknologi berbasis masyarakat

5 Misi Berperan aktif melestarikan keaneka-ragaman hayati melalui teknologi penangkaran dan meningkatkan produktivitas perairan dengan melibatkan masyarakat pesisir

6 Tujuan a. Meningkatkan diversifikasi usaha secara merata dan berkesinambungan

b. Meningkatkan kesempatan kerja dan menyediakan lapangan kerja baru

c. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir

d. Meningkatkan nilai ekspor biota laut 7 Produk yang dihasilkan/

diperdagangkan Ikan hias laut Karang hias laut Invertebrata laut Mariculture Coral

8 Jumlah karyawan Karyawan tetap : 400 orang (untuk seluruh perusahaan di Indonesia)

9 Strategi pemasaran a. Segmentasi

- USA - EROPA

b. Targeting Mencari pasar baru untuk produk –produk baru mereka yang masuk dalam CITES list (ex, White Coral dan Mariculture)

c. Positioning Perusahaan sebagai pihak yang memiliki kuota alam terbesar, MAC Certified, dan produk dengan kualitas terbaik, menyisihkan sebagian sumberdaya untuk riset dan pengembangan produk

10 Bauran pemasaran a. Produk Kualitas terbaik b. Harga Di atas harga rata-rata, jarang memberi

diskon karena jaminan produk yang sangat baik.

161

c. Saluran distribusi

- Singapore Airline - KLM Eropa Di hulu, selalu mencari potensi ikan hias jenis baru

d. Promosi Pameran di luar negeri, memiliki komoditi ikan dengan species unik yang bernama (........ dinar)

e. Physical evidence Kunjungan ke perusahaan dan pameran f. Personality Menemani tamu berlibur diving ke site-

site sumber ikan hias perusahaan.

STRUKTUR PERUSAHAAN

Kepala Cabang

Personalia & Umum Produksi Accounting Pemasaran

Supervisor Produksi

Unit Produksi

Pelaksana

DIREKTUR

162

3. CV. BLUESTAR AQUATIC

1 Nama perusahaan CV. BLUESTAR 2 Tahun berdirinya perusahaan 2001 3 Alamat perusahaan Jl. Reformasi I Rt 01/01 Kel. Pondok

Aren, Kec. Pondok Aren, Kab. Tanggerang 51224

4 Produk yang dihasilkan/ diperdagangkan

Ikan hias laut Karang hias laut Invertebrata laut

5 Jumlah karyawan 11 orang 6 Strategi pemasaran

a. Segmentasi

- USA (Miami, Kanada) - EROPA (Italia, Jerman) - ASIA (Hongkong, Singapura)

b. Targeting Customer yang record pembayarannya tidak bermasalah

c. Positioning MAC Certified product 7 Bauran pemasaran

a. Produk Kualitas, dan Kestabilan Jenis b. Harga Pemberian diskon pada customer lama c. Saluran distribusi Cargo (Jasa Pengiriman) d. Promosi Website, Kunjungan Customer, Pameran

di luar dan dalam negeri e. Physical evidence Heatpack untuk musim dingin f. Personality Melayani tamu ketika ada kunjungan ke

perusahaan

STRUKTUR PERUSAHAAN

DIREKTUR

Accounting Marketing Manager Operasional

Kepala Lapangan

Staf Packing/Lapangan

163

Lampiran 12. Gambar Aktivitas Selama Penelitian

Nelayan pergi ke lokasi penangkapan ikan hias

Nelayan dengan peralatan selam dasar untuk mencari ikan

Nelayan dengan keranjang tempat ikan hias hasil tangkapan

Nelayan sedang mencari avertebrata laut (manggisan)

Ikan yang telah ditangkap dikumpulkan di penampungan pengepul

Pondok penampungan pengepul

Pengepul mengantarkan ikan hias dari Pulau Panggang ke Muara Angke

155

Ikan hias sampai di Muara Angke dan siap diantar ke Perusahaan dengan taxi atau mobil box Ikan hias telah sampai di perusahaan Farm Perusahaan CV. Cahaya Baru

Wawancara dengan pihak perusahaan CV. Blue Star Aquatic

Wawancara dan pengisian kuesioner dengan nelayan

Sertifikasi Pengepul Ikan Hias Laut (kiri) Sertifikasi Perusahaan Ekspor Ikan Hias Laut (kanan)

164