ANALISIS MANAJEMEN PELAYANAN GIZI DI INSTALASI RAWAT …
Transcript of ANALISIS MANAJEMEN PELAYANAN GIZI DI INSTALASI RAWAT …
1
Rita
P1806215063
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ANALISIS MANAJEMEN PELAYANAN GIZI DI INSTALASI RAWAT
INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KUDUNGGA SANGATTA
TAHUN 2017
2
3
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : RITA
Nomor Mahasiswa : P1806215063
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian
hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis
ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Juli 2017
Yang menyatakan
RITA
iii
4
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahiim.
Puji syukur penulis hanturkan kepada Allah Subhanahu Waa
Taala.atas segala limpahan rahmat, karunia, hidayah serta ilmu
pengetahuan yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul “Analisis Manajemen Pelayanan Gizi di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Tahun 2017”.
Sesuai dengan eksistensi penulis, maka apa yang tertuang dalam tulisan
ini sebagai perwujudan dan upaya optimal yang penulis lakukan. Tesis ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Kesehatan pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Tesis ini lahir atas kerja keras yang tak terhingga dengan harapan
hasilnya yang maksimal, hal ini tentu tidak diperoleh dengan mudah
melainkan atas bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moril maupun
materil.Jika dalam hasil penelitian ini terdapat kekurangan, baik dalam hal
sistematika, pola penyampaian dan bahasa yang di luar kemampuan
penulis, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan penulis sebagai manusia
biasa.Sehingga saran yang bersifat konstruktif, sangat penulis harapkan
demi kesempurnaan hasil penelitian ini.
Keberhasilan penulis sampai ke tahap penulisan tesis ini tidak
lepas dari motivasi dan bantuan berbagai pihak selama proses penelitian
hingga penyelesaian tesis ini sebagai tugak akhir. Karena itu,
iv
5
perkenankanlah penulis untuk menyampaikan terima kasih yang sangat
mendalam dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Noer
Bahry Noor, M.Sc. selaku Ketua Komisi Penasihat dan Dr. Syamsuddin,
SE., M.Si.,Ak selaku Anggota Komisi Penasihat atas segala kesabaran,
waktu, bantuan, bimbingan, nasihat, arahan dan juga saran yang
diberikan selama ini kepada penulis. Rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya penulis sampaikan pula kepada Dr. dr. A. Indahwaty
Sidin,MHSM, Prof. Dr. dr. M. Alimin Maidin, MPH, Prof. Dr.dr. Muh. Tahir
Abdullah, M.Sc., MSPH selaku Penguji yang telah memberikan arahan,
saran dan masukan demi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu,M.A selaku Rektor Universitas
Hasanuddin Makasar.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Ali, SE, MS selaku Dekan Sekolah
Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
3. Bapak Prof. Dr. drg. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil Dekan, Dosen
pengajar dan seluruh pegawai yang telah memberikan dukungan dan
bantuan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
4. Bapak Dr. Ridwan Mochtar Thaha, M.Sc. selaku ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas
Hasanuddin.
v
6
5. Bapak Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS selaku Ketua Konsentrasi
Magister Administrasi Rumah Sakit Universitas Hasanuddin Makassar,
dalam mengarahkan penulis hingga terselesaikannya penelitian ini.
6. Direktur RSUD Kudungga Sangatta, dr Anik Istiyandari, MPH. dan
seluruh karyawan RSUD Kudungga Sangatta yang telah memberikan
izin dalam membantu sehubungan dengan lancarnya kegiatan
penelitian.
7. Segenap dosen pengajar Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Program Pascasarjana khususnya Bagian Manajemen Rumah Sakit
atas segala ilmu yang dicurahkan.
8. Teman-teman seperjuangan Bagian Magister Administrasi Rumah
Sakit. Terima kasih kerjasama dan motivasinya.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu, yang telah
memberikan dukungan dalam proses penyusunan tesis ini.
Terima kasih penulis persembahkan kepada kedua orang tuaku
tercinta, Bapak Hamdanus Thenar dan Ibu Yanti Gunawan, serta suami
Richard Effendi dan anak-anak tercinta Reihan Effendi, Roberto Effendi,
dan Grace Effendi yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi serta
semangat yang tak henti.
Pada akhirnya, manusia memang tidak pernah luput dari
kekhilafan, karena itu penulis sangat berterima kasih apabila terdapat kritik
dan saran demi penyempurnaan tesis ini.Semoga hasil karya ini dapat
memberikan manfaat terhadap peningkatan kepuasan dari perawat dan
vi
7
manajemen rumah sakit yang lebih baik bagi tempat penelitian sehingga
dapat menjadi sumber informasi dan perbaikan yang lebih baik bagi
kinerja organisasi rumah sakit dan meningkatkan pelayanan kesehatan
yang lebih baik bagi para pelanggan rumah sakit.
Makassar, Juli 2017
RITA
vii
8
ABSTRAK
RITA. Analisis Manajemen Pelayanan Gizi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Tahun 2017(dibimbing oleh Noer Bahry Noor dan Syamsuddin)
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa manajemen pelayanan gizi di instalasi rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta tahun 2017.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Subjek dalam penelitian yaitu Kepala Bidang Penunjang, Kepala Subbidang Logistik, Kepala Instalasi Gizi, Staf Gizi (ahli gizi, administrasi, logistik, pemasak dan pramusaji). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara triangulasi. Jumlah partisipan dalam penelitian ini sebanyak 10 orang yang dipilih berdasarkan teknik purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima tema yang menjadi indikator manajemen kualitas pelayanan gizi sesuai fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan pelayanan gizi, pengawasan pelayanan gizi, dan evaluasi. Perlunya survei pasar, perencanaan menu dan bahan makanan yang direncanakan dengan baik sehingga pelayanan gizi meningkat. Pengorganisasian masih memerlukan tenaga gizi yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya dan pengkajian struktur organisasi. Pelaksanaan pelayanan gizi belum mengikuti Pedoman Gizi Rumah Sakit. Fungsi Pengawasan masih harus ditingkatkan. Evaluasi terhadap pelayanan harus ada tindaklanjutnya.
Kata kunci : manajemen pelayanan gizi
viii
9
ABSTRACT
RITA. Analysis Of Nutrition Service Management In Inpatient Installation Of Kudungga General Hospital, Sangatta, East Kalimantan in 2017 (Supervised by Noer Bahry Noor and Syamsuddin)
This study aims to analyze the management of nutritional services in inpatient installation of Kudungga General Hospital, Sangatta, East Kalimantan
The study design is phenomenology study without comparison group which is descriptive study to analyze of routine data records and or prevalence survey among respondents. The respondents are Head of Supporting Section, Head of Logistics Subdivision, Head of nutrition installation, nutrition staff (nutritionist, administration, logistics, cooker and waitress). Data collection technique done with triangulation. The number of participants in this study were 10 persons have been selected became respondents of this study based on purposive sampling technique.
Result shows there are five indicators for nutrition services quality based on management function, which are planning, organizing, nutritional service implementing, supervision, monitoring and evaluation. Moreover to improved nutritional services need for market survey, and menu well planned. Due to nutrition implementing have done according hospital nutrition guidance, the improvement of nutrition services need manpower who keep in it to organize, supervision , monitoring and evaluation.
Keywords: nutrition service management
ix
10
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS .............................................. iii
PRAKATA .................................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................. ix
DAFTAR ISI .................................................................................. x
DAFTAR TABEL .......................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH……………………………. .. xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................. 1
B. Kajian Masalah ............................................................. 8
C. Pertanyaan Penelitian ................................................... 10
D. Tujuan Penelitian .......................................................... 11
E. Manfaat Penelitian ........................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................... 13
A. Manajemen Pelayanan Gizi Rawat Inap ....................... 13
1. Perencanaan pelayanan gizi ................................... 16
2. Pengorganisasian pelayanan gizi ............................. 31
3. Pelaksanaan pelayanan gizi ..................................... 31
4. Pengawasan pelayanan gizi ..................................... 66
5. Evaluasi pelayanan gizi ............................................ 68
B. Penelitian Terdahulu .................................................... 71
C. Kerangka Berpikir ......................................................... 84
D. Kerangka Konseptual .................................................... 85
x
11
BAB III METODE PENELITIAN .................................................... 89
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................. 89
B. Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti ............................. 89
C. Lokasi Penelitian ........................................................... 89
D. Sumber Data ................................................................. 90
E. Prosedur Pengumpulan Data ........................................ 91
F. Teknik Analisa Data ...................................................... 92
G. Pengecekan Validasi Temuan ...................................... 93
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................... 97
A. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ...................... 97
B. Hasil Penelitian ............................................................. 107
C. Pembahasan ................................................................. 115
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 146
A. Kesimpulan ................................................................... 146
B. Saran ............................................................................ 148
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 149
xi
12
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penelitian Terdahulu ........................................................ 71
Tabel 2. Kerangka Konseptual ..................................................... 85
Tabel 3. Karakteristik responden di RSUD KudunggaSangatta..... 106
xii
13
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Teori tentang kepuasan pasien gizi ........................... 3
Gambar 2.Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap
Pelayanan Kesehatan Di Rsud Kudungga Tahun
2016 ........................................................................... 5
Gambar 3.Alur Penyelenggaraan Makanan ................................ 16
Gambar 4.Mekanisme Pelayanan Gizi di Rumah Sakit ............... 33
Gambar 5.Proses Asuhan Gizi Di Rumah Sakit .......................... 35
Gambar 6.Struktur Organisasi RSUD KudunggaSangatta .......... 103
Gambar 7. Struktur Organisasi Instalasi Gizi RSUD Kudungga
Sangatta .................................................................. 104
xiii
14
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tata Cara Wawancara .............................................. 149
Lampiran 2. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Gizi
RSUD Kudungga Sangatta ........................................ 152
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan .............................................. 171
xiv
15
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
RS : Rumah Sakit
Menkes : Menteri Kesehatan
SK : Surat Keputusan
PPMRS : Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit
PAGT : Proses Asuhan Gizi Terstandar
SOAP : Subjective Objective Assessment Planning
Kabid : Kepala Bidang
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan lembaga dalam mata rantai Sistem
Kesehatan Nasional dan mengemban tugas untuk memberikan pelayanan
kesehatan kepada seluruh masyarakat.
Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini
pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien
yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien
puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya,
tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua
kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya.
Ketidakpuasan terjadi karena adanya kesenjangan yang dirasakan
antara harapan pelanggan dengan kinerja layanan seperti sikap perilaku
petugas, keterlambatan pelayanan, kurang komunikatif, informatif dan lain-
lain.
Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu rumah sakit harus
menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien yang
lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya.
Menurut Kotler (2009) kepuasan pelanggan merupakan respon
pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan
sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya setelah pemakaian.
Faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan antara lain nilai, daya
1
2
saing dan persepsi pelanggan.
Pasien sebagai konsumen rumah sakit mengharapkan pelayanan
medis, keperawatan, kenyamanan, akomodasi dan hubungan yang baik
antara staf rumah sakit dan pasien. Peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan perlu dilakukan untuk memenuhi harapan pasien, Kualitas
pelayanan itu sendiri meliputi kualitas struktur, kualitas proses dan kualitas
hasil (Donabedian, 2005).
3
Gambar 1 Teori tentang kepuasan pasien gizi terhadap pelayanan
gizi rumah sakit (Hartwell, 2006)
4
Berdasarkan data survei RSUD Kudungga tahun 2016 yang
dilakkukan oleh tim mutu RSUD Kudungga, dengan jumlah sampel
sebanyak 194 orang, tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan rawat
inap di RSUD Kudungga yaitu: pelayanan dokter 83,93%, pelayanan
perawat 82,72%, keadaan fisik rumah sakit 79,08%, pelayanan apotik
83,37%, pelayanan laboratorium dan radiologi 82,14%, pelayanan
instalasi gizi 76,63%, administrasi pelayanan 84,69%, sistem pembayaran
81,97%. Dari hasil di atas yang paling rendah (kurang) adalah kepuasan
terhadap gizi (76,63 %), dimana standar rumah sakit sebesar 90%. Aspek
yang menyebabkan pelanggan tidak puas adalah
1. Menu makanan tidak bervariasi.
2. Makanan yang disajikan kurang enak dan kurang sehat.
3. Petugas kurang memberikan penjelasan tentang makanan yang
diberikan.
5
Gambar 2
Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Kesehatan
Di Rsud Kudungga Tahun 2016
Sumber : Data sekunder
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan bagian dari pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Program pelayanan gizi bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit melalui upaya penyediaan
pelayanan gizi yang berdaya guna dan berhasil guna serta terintegrasi
dengan pelayanan kesehatan yang lain di rumah sakit. Kegiatan pokok
pelayanan gizi rumah sakit tersebut meliputi produksi/pengolahan
makanan (pengadaan sampai penyalurannya ke pasien), pelayanan gizi di
ruang perawatan (perencanaan hingga evaluasi diet), penyuluhan,
konsultasi serta rujukan gizi, dan penelitian serta pengembangan gizi.
72.00
74.00
76.00
78.00
80.00
82.00
84.00
86.00
1
83.93
82.72
79.08
83.37
82.14
76.63
84.69
81.97
Dokter Perawat Kondisi Fisik Apotik Lab/Rad Gizi S. Admin S. Bayar
G I Z I
6
Sistem pelayanan makanan di rumah sakit merupakan bagian
penunjang dalam pelayanan kesehatan yang merupakan bagian dari
terapi medis. Selama ini pelayanan makanan di rumah sakit seolah berdiri
sendiri, padahal dalam sistem operasinya sistem pelayanan makanan
harus bekerja beriringan dengan pelayanan medis dan sistem pelayanan
lainnya yang beroperasi di rumah sakit guna memberikan pelayanan yang
optimal kepada pasien.
Pada sistem pelayanan makanan di rumah sakit, ahli gizi sangat
berperan penting. Mulai dari sistem perencanaan menu diet, pembiayaan
hingga interaksi langsung kepada pasien. Setiap tahap pelayanan
makanan ahli gizi berkolaborasi dengan tenaga medis atau non-
medis.Selama pasien dirawat di rumah sakit ahli gizi berkolaborsi dengan
perawat, dokter serta apoteker.
Pengalaman di negara maju telah membuktikan bahwa hospital
malnutrition (malnutrisi di RS) merupakan masalah yang kompleks dan
dinamik. Malnutrisi pada pasien di RS, khususnya pasien rawat inap,
berdampak buruk terhadap proses penyembuhan penyakit dan
penyembuhan pasca bedah. Selain itu, pasien yang mengalami
penurunan status gizi akan mempunyai risiko kekambuhan yang signifikan
dalam waktu singkat. Semua keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas serta menurunkan kualitas hidup. Untuk mengatasi
masalah tersebut, diperlukan pelayanan gizi yang efektif dan efisien.
7
Mendapatkan makanan yang bervariasi, aman, dan sehat
adalah merupakan hak azazi manusia yang fundamental. Pelayanan gizi
dan penanganan terapi diet pasien sesuai penyakitnya akan mempercepat
penyembuhan pasien dan kualitas hidupnya (Kondrup, 2004).
Komponen penting keberhasilan manajemen dalam pelayanan gizi
kepada pasien adalah kepuasan pasien. Namun bagi rumah sakit, hal
tersebut merupakan sesuatu yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak
faktor. Masyarakat memandang rumah sakit adalah suatu institusi dimana
bagi masyarakat, rumah sakit adalah suatu institusi yang belum baik
dalam pengelolaan dan pelayanan gizi (Bender, 1984).
Pasien yang asupan gizinya kurang, akan memperpanjang masa
perawatan di rumah sakit, penyembuhannya menjadi lambat, sehingga
biaya perawatannya akan menjadi meningkat (Kyle, 2005).
Berdasarkan data kepuasan pasien rawat inap Rumah Sakit
Umum Daerah Kudungga, aturan, pendapat, dan hasil penelitian para
tokoh yang sudah dipaparkan di atas maka peneliti tertarik melakukan
penelitian untuk menganalisis manajemen pelayanan gizi di Instalasi
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta Tahun 2017
8
B. KAJIAN MASALAH
Beberapa faktor manajemen pelayanan gizi yang secara teoritis
dan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 78 Tahun 2013
tentang Pedoman Gizi Rumah Sakit, kemungkinan penyebab rendahnya
kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi di instalasi rawat inap adalah :
1. Perencanaan pelayanan gizi dengan mengacu pada
a. Perencanaan menu
b. Perencanaan kebutuhan bahan makanan
c. Perencanaan anggaran belanja
d. Pengadaan bahan makanan
2. Pengorganisasian
Merupakan suatu proses pengelompokkan orang-orang, alat-
alat, tugas dan tanggung jawab atau wewenang sehingga tercipta
organisasi yang dapat digerakkan untuk mencapai tujuan.
3. Pelaksanaan pelayanan gizi
Merupakan tahapan implementasi dari keseluruhan rantai
manajemen dengan mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 78 Tahun 2013 tentang Pedoman Gizi Rumah Sakit.
4. Pengawasan pelayanan gizi.
Merupakan salah satu fungsi manajemen yang mengusahakan
agar pekerjaan sesuai dengan rencana, dan kebijakan yang
ditetapkan dapat mencapai sasaran dengan berpedoman pada
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 78 Tahun 2013 tentang
9
Pedoman Gizi Rumah Sakit.
5. Evaluasi
Dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan yang telah
dilaksanakan telah tercapai tujuannya atau tidak dengan mengacu
pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 78 Tahun 2013 tentang
Pedoman Gizi Rumah Sakit.
Variable independent
Variable dependent
MANAJEMEN
PELAYANAN GIZI
1. PERENCANAAN
2. PENGORGANISASIAN
3. PELAKSANAAN
4. PENGAWASAN
5. EVALUASI
(George R. Terry,1961)
(Dunn, 2003:608).
KEPUASAN PASIEN
RAWAT INAP
TERHADAP
PELAYANAN GIZI
1. KUALITAS MAKANAN
2. PERILAKU PETUGAS
PELAYANAN GIZI
(Laurette Dub,PhD,RDt;
Elyse Trudeau,RDt; Marie-
Claude Belanger,RDt,1994)
10
C. PERTANYAAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan kajian masalah di atas, maka
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana proses perencanaan pelayanan gizi di instalasi rawat inap
RSUD Kudungga Sangatta?
2. Bagaimana proses pengorganisasian pelayanan gizi di instalasi rawat
inap RSUD Kudungga Sangatta?
3. Bagaimana proses pelaksanaan pelayanan gizi di instalasi rawat inap
RSUD Kudungga Sangatta?
4. Bagaimana proses pengawasan pelayanan gizi di instalasi rawat inap
RSUD Kudungga Sangatta?
5. Bagaimana proses evalusi pelayanan gizi di instalasi rawat inap RSUD
Kudungga Sangatta?
11
D. TUJUAN PENELITIAN
1. TUJUAN UMUM
Untuk menganalisis proses manajemen pelayanan gizi di instalasi
rawat inap RSUD Kudungga.
2. TUJUAN KHUSUS
a. Untuk menganalisis proses perencanaan pelayanan gizi di instalasi
rawat inap RSUD Kudungga Sangatta.
b. Untuk menganalisis proses pengorganisasian pelayanan gizi di
instalasi rawat inap RSUD Kudungga Sangatta.
c. Untuk menganalisis proses pelaksanaan pelayanan gizi di instalasi
rawat inap RSUD Kudungga Sangatta.
d. Untuk menganalisis proses pengawasan pelayanan gizi di instalasi
rawat inap RSUD Kudungga Sangatta.
e. Untuk menganalisis proses evaluasi pelayanan gizi di instalasi
rawat inap RSUD Kudungga Sangatta.
12
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu
perumahsakitan khususnya mengenai kepuasan pasien terhadap
kualitas pelayanan gizi.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan berguna bagi rumah sakit agar menjadi
masukan bagi pihak managemen dalam mengidentifikasi factor yang
dapat mempengaruhi kepuasan pasien di rumah sakit khususnya di
pelayanan gizi.
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini merupakan salah satu bentuk tri darma perguruan
tinggi yakni penelitian yang menjadi pengalaman berharga bagi peneliti
dalam melatih diri menggunakan cara berpikir secara objektif, ilmiah,
kritis, analitik untuk mengkaji teori dan realita yang ada di lapangan.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. MANAJEMEN PELAYANAN GIZI
Pelayanan gizi merupakan salah satu faktor penting dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Saat
ini terjadi kecenderungan peningkatan kasus penyakit terkait gizi (nutrition-
related disease) khususnya pada kelompok rentan yang memerlukan
penatalaksanaan secara khusus melalui pelayanan gizi terutama di rumah
sakit, pelayanan gizi dilakukan untuk mempertahankan, memperbaiki dan
meningkatkan status gizi melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif.
Pelayanan gizi adalah bagian integral dari sistem pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Dimana pelayanan ini bertujuan untuk
mencapai status gizi yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi untuk
keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan dalam upaya
penyembuhan baik dirawat maupun berobat jalan. Dalam peningkatan
mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit diantaranya peningkatan mutu
pelayanan gizi dipandang perlu adanya evaluasi terhadap pelayanan
sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pasien.
Makanan di rumah sakit memang bukan salah satu kriteria yang
paling penting dalam mempengaruhi keputusan seseorang ketika pertama
kali memilih tempat berobatnya. Namun, pelayanan kesehatan yang baik
14
dan berkualitas, termasuk penyelenggaraan makanan bagi pasien akan
dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap pelayanan yang
diterimanya sehingga bisa saja orang tersebut akan kembali memilih
rumah sakit yang sama jika menderita sakit lagi dan
merekomendasikannya ke teman atau keluarganya. Oleh karena itu,
rumah sakit harus jeli terhadap peningkatan pelayanan kesehatannya,
termasuk pelayanan makanan untuk pasien.
Perawatan di rumah sakit akan membuat seseorang mengalami
perubahan baik dalam pola hidup maupun pola makanannya. Perawatan
tersebut akan memisahkan seseorang dari kebiasaan hidupnya sehari-
hari dan memasuki lingkungan yang masih asing baginya. Keadaan
tersebut seringkali merupakan beban mental bagi pasien, apabila tidak
diperhatikan justru akan menghambat proses penyembuhan penyakit
(Moehyi, 1992).
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan proses yang kompleks dan
rumit di rumah sakit yang melibatkan berbagai sektor yang saling
berkaitan (Wilson M, 1997).
Kualitas pelayanan gizi dapat mempengaruhi kepuasan pasien
terhadap keseluruhan pelayanan rumah sakit (Demir C, 2002).
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan proses yang kompleks dan
rumit di rumah sakit yang melibatkan berbagai sektor yang saling
berkaitan (Wilson M, 1997).
15
Sayangnya, pelayanan gizi makanan di rumah sakit mempunyai
gambaran yang buruk di masyarakat, bahkan sebelum mencicipi
makananpun, pasien sudah mempunyai persepsi yang kurang bagus
(Beck, 2001).
Asupan gizi yang adekuat menjadi bagian penting untuk
penyembuhan penyakit pasien di rumah sakit. Secara umum, gizi yang
kurang berkaitan dengan hilangnya kekuatan massa otot dan menurunkan
fungsi system imunologi yang menyebabkan tingginya angka komplikasi,
angka infeksi dan angka kematian.
Pada pelaksanaannya Instalasi Gizi/Unit Gizi mengelola kegiatan
gizi sesuai fungsi manajemen yang dianut dan mengacu pada Pedoman
Pelayanan Gizi Rumah Sakit yang berlaku dan menerapkan Standar
Prosedur yang ditetapkan.
Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian
kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan
makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan,
penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi
dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi.
Tujuannya yaitu menyediakan makanan yang berkualitas sesuai
kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna
mencapai status gizi yang optimal. Sasaran penyelenggaraan makanan di
rumah sakit terutama pasien rawat inap.Sesuai dengan kondisi rumah
sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan makanan bagi karyawan.
16
Ruang lingkup penyelenggaraan makanan rumah sakit meliputi produksi
dan distribusi makanan.
Gambar 5
Alur Penyelenggaraan Makanan menurut Pedoman Gizi Rumah Sakit
1. PERENCANAAN PELAYANAN GIZI
Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen
kesehatan yang berperan penting dalam mempersiapkan secara
sistematis kegiatan yang akan dilakukan untuk mecapai tujuan
tertentu. Perencanaan yang baik menuntut adanya sistem monitoring
dan evaluasi yang memadai dan berfungsi umpan balik untuk tindakan
pengendalian.
Perencanaan
Menu
Pengadaan
Bahan
Penerimaan dan
Penyimpanan
Penyajian makanan di ruangan
Distribusi
makanan
Persiapan dan Pengolahan
Makanan
Pelayanan makanan
pasien
17
Perencanaan menu sangat diperlukan untuk menghasilkan
susunan hidangan yang serasi dan dapat memenuhi selera dan
kebutuhan gizi pasien.Untuk menghasilkan menu yang baik yang
harus diperhatikan variasi menu dan kombinasi hidangan untuk
menghindari kebosanan karena pemakaian jenis bahan atau makanan
yang berulang.
Perencanaan anggaran belanja dilakukan setiap satu tahun
sekali dan disesuaikan dengan jumlah pasiennya yang harus dilayani,
disesuaikan dengan gizi pasiennya seperti makanan minuman pasien
dan extra fooding untuk petugas jaga.
Bentuk penyelenggaraan makanan di rumah sakit meliputi:
a. Sistem Swakelola
Pada penyelenggaraan makanan rumah sakit dengan sistem
swakelola, instalasi gizi/unit gizi bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan makanan. Dalam
sistem swakelola ini, seluruh sumber daya yang diperlukan (tenaga,
dana, metoda, sarana dan prasarana) disediakan oleh pihak RS.
b. Sistem Diborongkan ke Jasa Boga (Out-sourcing)
Sistem diborongkan yaitu penyelengaraan makanan dengan
memanfaatkan perusahaan jasa boga atau catering untuk
penyediaan makanan RS.Sistem diborongkan dapat dikategorikan
menjadi dua yaitu diborongkan secara penuh (full out-sourching)
dan diborongkan hanya sebagian (semi out-sourcing).
18
Pada sistem diborongkan sebagian, pengusaha jasa boga
selaku penyelenggara makanan menggunakan sarana dan
prasarana atau tenaga milik RS. Pada sistem diborongkan penuh,
makanan disediakan oleh pengusaha jasa boga yang ditunjuk
tanpa menggunakan sarana dan prasarana atau tenaga dari rumah
sakit.
Dalam penyelenggaraan makanan dengan sistem
diborongkan penuh atau sebagian, fungsi dietisien rumah sakit
adalah sebagai perencana menu, penentu standar porsi,
pemesanan makanan, penilai kualitas dan kuantitas makanan yang
diterima sesuai dengan spesifikasi hidangan yang ditetapkan dalam
kontrak.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang prasyarat
kesehatan jasa boga disebutkan bahwa prasyarat yang dimiliki jasa
boga untuk golongan B termasuk rumah sakit yaitu :
1. Telah terdaftar pada Dinas Kesehatan Propinsi setempat
2. Telah mendapat ijin Penyehatan Makanan Golongan B dan
memiliki tenaga ahli gizi/dietisien
3. Pengusaha telah memiliki sertifikat kursus penyehatan makanan
4. Semua karyawan memiliki sertifikat kursus penyehatan
makanan
5. Semua karyawan bebas penyakit menular dan bersih.
19
c. Sistem kombinasi
Sistem kombinasi adalah bentuk sistem penyelenggaraan
makanan yang merupakan kombinasi dari sistem swakelola dan
sistem diborongkan sebagai upaya memaksimalkan sumber daya
yang ada.
Pihak rumah sakit dapat menggunakan jasa boga/catering
hanya untuk kelas VIP atau makanan karyawan, sedangkan
selebihnya dapat dilakukan dengan swakelola.
Kegiatan penyelenggaraan makanan untuk konsumen rumah
sakit, meliputi:
1. Penetapan Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit
a. Pengertian:
Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit
(PPMRS) adalah suatu pedoman yang ditetapkan pimpinan
rumah sakit sebagai acuan dalam memberikan pelayanan
makanan pada pasien dan karyawan yang sekurang-
kurangnya mencakup
1) Ketentuan macam konsumen yang dilayani
2) Kandungan gizi
3) Pola menu dan frekuensi makan sehari
4) Jenis menu.
b. Tujuan:
Tersedianya ketentuan tentang macam konsumen,
20
standar pemberian makanan, macam dan jumlah makanan
konsumen sebagai acuan yang berlaku dalam
penyelenggaraan makanan RS.
Penyusunan penentuan pemberian makanan rumah
sakit ini berdasarkan:
1) Kebijakan rumah sakit setempat.
2) Macam konsumen yang dilayani
3) Kebutuhan gizi untuk diet khusus, dan angka kecukupan
gizi yang mutakhir sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4) Standar makanan sehari untuk makanan biasa dan diet
khusus.
5) Penentuan menu dan pola makan .
6) Penetapan kelas perawatan.
7) Pedoman pelayanan gizi rumah sakit yang berlaku.
2. Penyusunan standar bahan makanan rumah sakit
a. Pengertian:
Standar bahan makanan sehari adalah acuan/patokan
macam dan jumlah bahan makanan (berat kotor) seorang
sehari, disusun berdasarkan kecukupan gizi pasien yang
tercantum dalam penuntun diet dan disesuaikan dengan
kebijakan rumah sakit.
21
b. Tujuan:
Tersedianya acuan macam dan jumlah bahan
makanan seorang sehari sebagai alat untuk merancang
kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan dalam
penyelenggaraan makanan.
c. Langkah penyusunan standar bahan makanan seorang
sehari
1) Menetapkan kecukupan gizi atau standar gizi pasien di
rumah sakit dengan memperhitungkan ketersediaan dana
di rumah sakit.
2) Terjemahkan standar gizi (1) menjadi item bahan
makanan dalam berat kotor.
3. Perencanaan Menu
a. Pengertian:
Perencanaan menu adalah serangkaian kegiatan
menyusun dan memadukan hidangan dalam variasi yang
serasi, harmonis yang memenuhi kecukupan gizi, cita rasa
yang sesuai dengan selera konsumen/pasien, dan kebijakan
institusi.
b. Tujuan :
Tersusunnya menu yang memenuhi kecukupan gizi,
selera konsumen serta untuk memenuhi kepentingan
penyelenggaraan makanan di rumah sakit.
22
c. Prasyarat :
Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam
perencanaan menu:
1) Peraturan pemberian makanan rumah sakit
Peraturan Pemberian Makanan Rumah sakit (PPMRS)
sebagai salah satu acuan dalam penyelenggaraan
makanan untuk pasien dan karyawan.
2) Kecukupan gizi konsumen
Menu harus mempertimbangkan kecukupan gizi
konsumen dengan menganut pola gizi seimbang.Sebagai
panduan dapat menggunakan buku penuntun diet atau
angka kecukupan gizi mutakhir.
3) Ketersediaan bahan makanan di pasar
Ketersediaan bahan makanan mentah di pasar akan
berpengaruh pada macam bahan makanan yang
digunakan serta macam hidangan yang dipilih. Pada saat
musim bahan makanan tertentu, maka bahan makanan
tersebut dapat digunakan dalam menu yang telah
disusun sebagai pengganti bahan makanan yang
frekuensi penggunaannya dalam 1 siklus lebih sering.
4) Dana/anggaran
Dana yang dialokasikan akan menentukan macam,
jumlah dan spesifikasi bahan makanan yang akan
23
dipakai.
5) Karakteristik bahan makanan
Aspek yang berhubungan dengan karakteristik bahan
makanan adalah warna, konsistensi, rasa dan
bentuk.Bahan makanan berwarna hijau dapat
dikombinasi dengan bahan makanan berwarna putih atau
kuning. Variasi ukuran dan bentuk bahan makanan perlu
dipertimbangkan.
6) Food habit dan Preferences
Food preferences dapat diartikan sebagai pilihan
makanan yang disukai dari makanan yang ditawarkan,
sedangkan food habit adalah cara seorang memberikan
respon terhadap cara memilih, mengonsumsi dan
menggunakan makanan sesuai dengan keadaan sosial
dan budaya. Bahan makanan yang tidak disukai banyak
konsumen seyogyanya tidak diulang penggunaannya.
7) Fasilitas fisik dan peralatan
Macam menu yang disusun mempengaruhi fasilitas fisik
dan peralatan yang dibutuhkan. Namun di lain pihak
macam peralatan yang dimiliki dapat menjadi dasar
dalam menentukan item menu/macam hidangan yang
akan diproduksi.
24
8) Macam dan jumlah tenaga
Jumlah, kualifikasi dan keterampilan tenaga pemasak
makanan perlu dipertimbangkan sesuai macam dan
jumlah hidangan yang direncanakan.
d. Langkah–langkah perencanaan menu
1) Bentuk tim kerja
Bentuk tim kerja untuk menyusun menu yang terdiri dari
dietisien, kepala masak (chef cook), pengawas makanan.
2) Menetapkan macam menu
Mengacu pada tujuan pelayanan makanan rumah sakit,
maka perlu ditetapkan macam menu, yaitu menu standar,
menu pilihan, dan kombinasi keduanya.
3) Menetapkan lama siklus menu dan kurun waktu
penggunaan menu
Perlu ditetapkan macam menu yang cocok dengan
sistem penyelenggaraan makanan yang sedang
berjalan.Siklus dapat dibuat untuk menu 5 hari, 7 hari, 10
hari atau 15 hari. Kurun waktu penggunaan menu dapat
diputar selama 6 bulan-1 tahun.
4) Menetapkan pola menu
Pola menu yang dimaksud adalah menetapkan pola dan
frekuensi macam hidangan yang direncanakan untuk
setiap waktu makan selama satu putaran menu. Dengan
25
penetapan pola menu dapat dikendalikan penggunaan
bahan makanan sumber zat gizi dengan mengacu gizi
seimbang.
5) Menetapkan besar porsi
Besar porsi adalah banyaknya golongan bahan makanan
yang direncanakan setiap kali makan dengan
menggunakan satuan penukar berdasarkan standar
makanan yang berlaku di rumah sakit.
6) Mengumpulkan macam hidangan untuk pagi, siang, dan
malam pada satu putaran menu termasuk jenis makanan
selingan.
7) Merancang format menu
Format menu adalah susunan hidangan sesuai dengan
pola menu yang telah ditetapkan.setiap hidangan yang
terpilih dimasukkan dalam format menu sesuai golongan
bahan makanan.
8) Melakukan penilaian menu dan merevisi menu
Untuk melakukan penilaian menu diperlukan instrumen
penilaian yang selanjutnya instrumen tersebut disebarkan
kepada setiap manajer.Misalnya manajer produksi,
distribusi dan marketing. Bila ada ketidak setujuan oleh
salah satu pihak manajer, maka perlu diperbaiki kembali
sehingga menu telah benar-benar disetujui oleh manajer.
26
9) Melakukan test awal menu
Bila menu telah disepakati, maka perlu dilakukan uji coba
menu. Hasil uji coba, langsung diterapkan untuk
perbaikan menu.
4. Perencanaan kebutuhan bahan makanan
a. Pengertian:
Serangkaian kegiatan menetapkan macam, jumlah
dan mutu bahan makanan yang diperlukan dalam kurun
waktu tertentu dalam rangka mempersiapkan
penyelenggaraan makanan rumah sakit.
b. Tujuan:
Tersedianya taksiran macam dan jumlah bahan
makanan dengan spesifikasi yang ditetapkan, dalam kurun
waktu yang ditetapkan untuk pasien rumah sakit.
c. Langkah-langkah perhitungan kebutuhan bahan makanan:
1) Susun macam bahan makanan yang diperlukan, lalu
golongkan bahan makanan apakah termasuk dalam :
a) Bahan makanan segar
b) Bahan makanan kering
2) Hitung kebutuhan semua bahan makanan satu persatu
dengan cara:
a) Tetapkan jumlah konsumen rata-rata yang dilayani
b) Hitung macam dan kebutuhan bahan makanan dalam
27
1 siklus menu (misalnya: 5, 7 atau 10 hari).
c) Tetapkan kurun waktu kebutuhan bahan makanan (1
bulan, 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun).
d) Hitung berapa siklus dalam 1 periode yang telah
ditetapkan dengan menggunakan kalender.
Contoh: Bila menu yang digunakan adalah 10 hari,
maka dalam 1 bulan (30 hari) berlaku 3 kali siklus.
Bila 1 bulan adalah 31 hari, maka belaku 3 kali siklus
ditambah 1 menu untuk tanggal 31.
e) Hitung kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan
untuk kurun waktu yang ditetapkan (1 bulan, 3 bulan,
6 bulan atau 1 tahun).
f) Masukkan dalam formulir kebutuhan bahan makanan
yang telah dilengkapi dengan spesifikasinya.
Secara umum dapat pula dihitung secara sederhana
dengan rumus sebagai berikut (contoh menu 10 hari):
5. Perencanaan anggaran bahan makanan
a. Pengertian:
Perencanan anggaran belanja makanan adalah suatu
kegiatan penyusunan biaya yang diperlukan untuk
Rumus kebutuhan Bahan Makanan untuk 1 tahun:
(365 hari/10) x Σ konsumen rata-rata x total macam dan Σ
makanan 10 hari.
28
pengadaan bahan makanan bagi pasien dan karyawan yang
dilayani.
b. Tujuan:
Tersedianya rancangan anggaran belanja makanan
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan macam dan
jumlah bahan makanan bagi konsumen/pasien yang dilayani
sesuai dengan standar yang ditetapkan.
c. Langkah perencanaan anggaran bahan makanan:
1) Kumpulkan data tentang macam dan jumlah
konsumen/pasien tahun sebelumnya.
2) Tetapkan macam dan jumlah konsumen/pasien.
3) Kumpulkan harga bahan makanan dari beberapa pasar
dengan melakukan survei pasar, kemudian tentukan
harga rata-rata bahan makanan.
4) Buat pedoman berat bersih bahan makanan yang
digunakan dan dikonversikan ke dalam berat kotor.
5) Hitung indeks harga makanan per orang per hari dengan
caramengalikan berat kotor bahan makanan yang
digunakan dengan harga satuan sesuai
konsumen/pasien yang dilayani.
6) Hitung anggaran bahan makanan setahun (jumlah
konsumen/pasien yang dilayani dalam 1 tahun dikalikan
indeks harga makanan).
29
7) Hasil perhitungan anggaran dilaporkan kepada
pengambil keputusan (sesuai dengan struktur organisasi
masing-masing) untuk meminta perbaikan.
8) Rencana anggaran diusulkan secara resmi melalui jalur
administratif yang berlaku.
6. Pengadaan bahan makanan
Kegiatan pengadaan bahan makanan meliputi penetapan
spesifikasi bahan makanan, perhitungan harga makanan,
pemesanan dan pembelian bahan makanan dan melakukan
survei pasar.
a. Spesifikasi bahan makanan
Spesifikasi bahan makanan adalah standar bahan
makanan yang ditetapkan oleh unit/ instalasi gizi sesuai
dengan ukuran, bentuk, penampilan, dan kualitas bahan
makanan.
Tipe spesifikasi:
1) Spesifikasi tehnik
Biasanya digunakan untuk bahan yang dapat diukur
secara objektif dan diukur dengan menggunakan
instrumen tertentu.Secara khusus digunakan pada bahan
makanan dengan tingkat kualitas tertentu yang secara
nasional sudah ada.
30
2) Spesifikasi penampilan
Dalam menetapkan spesifikasi bahan makanan haruslah
sesederhana, lengkap dan jelas. Secara garis besar
berisi:
a) Nama bahan makanan/produk
b) Ukuran/tipe unit /kontainer/kemasan
c) Tingkat kualitas
d) Umur bahan makanan
e) Warna bahan makanan
f) Identifikasi pabrik
g) Masa pakai bahan makanan/masa kadaluarsa
h) Data isi produk bila dalam suatu kemasan
i) Satuan bahan makanan yang dimaksud
j) Keterangan khusus lain bila diperlukan
Contoh: Spesifikasi Ikan tongkol adalah tanpa tulang atau
fillet, berat ½ kg / potong, daging tidak berlendir, kenyal,
bau segar tidak amis, dan tidak beku.
3) Spesifikasi pabrik
Diaplikasikan pada kualitas barang yang telah
dikeluarkan oleh suatu pabrik dan telah diketahui oleh
pembeli. Misalnya spesifikasi untuk makanan kaleng.
b. Survei pasar
Survei pasar adalah kegiatan untuk mencari informasi
31
mengenai harga bahan makanan yang ada dipasaran,
sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan sebagai dasar
perencanaan anggaran bahan makanan. Dari survei tersebut
akan diperoleh perkiraan harga bahan makanan yang
meliputi harga terendah, harga tertinggi, harga tertimbang
dan harga perkiraan maksimal.
2. PENGORGANISASIAN PELAYANAN GIZI
Pengorganisasian pelayanan gizi rumah sakit mengacu pada
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 983 Tahun 1998 tentang
Organisasi Rumah Sakit dan Peraturan Menkes Nomor
1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit
di lingkungan Departemen Kesehatan.
Pengorganisasian merupakan suatu proses pengelompokkan
orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab atau wewenang
dengan sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang
dapat digerakkan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Sebagai seorang manajer, kepala instalasi gizi harus terus
melaksanakan fungsi manajemen dengan baik yaitu dengan
merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinir,
mengawasi kegiatan di instalasi gizi dengan meningkatkan mutu
secara keseluruhan dan dapat meningkatkan kepuasan kepada tenaga
kesehatan lainnya maupun kepada pasien secara keseluruhan.
32
3. PELAKSANAAN PELAYANAN GIZI
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 78 tahun 2013
tentang Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit,
Kegiatan pelayanan gizi rumah sakit, meliputi:
a. Asuhan gizi rawat jalan
b. Asuhan gizi rawat inap
c. Penyelenggaraan makanan
d. Penelitian dan pengembangan
Mekanisme pelaksanaan pelayanan gizi rawat inap adalah
sebagai berikut:
1. Skrining gizi
Tahapan pelayanan gizi rawat inap diawali dengan
skrining/penapisan gizi oleh perawat ruangan dan penetapan order
diet awal (preskripsi diet awal) oleh dokter. Skrining gizi bertujuan
untuk mengidentifikasi pasien/klien yang berisiko, tidak berisiko
malnutrisi atau kondisi khusus. Kondisi khusus yang dimaksud
adalah pasien dengan kelainan metabolic, hemodialisis, anak,
geriatri, kanker dengan kemoterapi/radiasi, luka bakar, pasien
dengan imunitas menurun, sakit kritis dan sebagainya.
33
Gambar 4 Mekanisme Pelayanan Gizi di Rumah Sakit Pedoman Gizi
Rumah Sakit
34
Idealnya skrining dilakukan pada pasien baru 1 x 24 jam
setelah pasien masuk RS. Metoda skrining sebaiknya singkat,
cepat dan disesuaikan dengan kondisi dan kesepakatan di masing-
masing rumah sakit. Contoh metoda skrining antara lain Subjective
Global Assessment (SGA), Malnutrition Universal Screening Tools
(MUST), Malnutrition Screening Tools (MST), Nutrition Risk
Screening (NRS) 2002. Skrining untuk pasien anak 1 – 18 tahun
dapat digunakan PaediatricYorkhill Malnutrition Score (PYMS),
Screening Tool for Assessment of Malnutrition (STAMP), Strong
Kids.
Bila hasil skrining gizi menunjukkan pasien berisiko
malnutrisi, maka dilakukan pengkajian/assesmen gizi dan
dilanjutkan dengan langkah-langkah proses asuhan gizi terstandar
oleh Dietisien. Pasien dengan status gizi baik atau tidak berisiko
malnutrisi, dianjurkan dilakukan skrining ulang/skrining lanjut
setelah 1 minggu. Jika hasil skrining ulang/skrining lanjut berisiko
malnutrisi maka dilakukan proses asuhan gizi terstandar. Pasien
sakit kritis atau kasus sulit yang berisiko gangguan gizi berat akan
lebih baik bila ditangani secara tim. Bila rumah sakit mempunyai
Tim Asuhan Gizi/Nutrition SuportTim (NST)/Tim Terapi Gizi
(TTG)/Tim Dukungan Gizi/Panitia Asuhan Gizi, maka berdasarkan
pertimbangan DPJP pasien tersebut dirujuk kepada tim.
35
2. Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
Gambar 5 Proses Asuhan Gizi Di Rumah Sakit
Pedoman Gizi Rumah Sakit
Proses Asuhan gizi Terstandar dilakukan pada pasien yang
berisiko kurang gizi, sudah mengalami kurang gizi dan atau kondisi
khusus dengan penyakit tertentu, proses ini merupakan serangkaian
kegiatan yang berulang (siklus) sebagai berikut:
Langkah Proses Asuhan Gizi Terstandar terdiri dari:
a. Assesmen/Pengkajian gizi
Assesmen gizi dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu:
1) Anamnesis riwayat gizi
2) Data Biokimia, tes medis dan prosedur (termasuk data
laboratorium)
36
3) Pengukuran antropometri
4) Pemeriksaan fisik klinis
5) Riwayat personal
Keterangan:
1) Anamnesis riwayat gizi
Anamnesis riwayat gizi adalah data meliputi asupan
makanan termasuk komposisi, pola makan, diet saat ini dan
data lain yang terkait. Selain itu diperlukan data kepedulian
pasien terhadap gizi dan kesehatan, aktivitas fisik dan olahraga
dan ketersediaan makanan di lingkungan klien.
Gambaran asupan makanan dapat digali melalui
anamnesis kualitatif dan kuantitatif.Anamnesis riwayat gizi
secara kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran
kebiasaan makan/pola makan sehari berdasarkan frekuensi
penggunaan bahan makanan. Anamnesis secara kuantitatif
dilakukan untuk mendapatkan gambaran asupan zat gizi sehari
melalui ’’recall’ makanan 24 jam dengan alat bantu’food model’.
Kemudian dilakukan analisis zat gizi yang merujuk kepada
daftar makanan penukar, atau daftar komposisi zat gizi
makanan.
2) Biokimia
Data biokimia meliputi hasil pemeriksaan laboratorium,
pemeriksaan yang berkaitan dengan status gizi, status
37
metabolik dan gambaran fungsi organ yang berpengaruh
terhadap timbulnya masalah gizi. Pengambilan kesimpulan dari
data laboratorium terkait masalah gizi harus selaras dengan
data assesmen gizi lainnya seperti riwayat gizi yang lengkap,
termasuk penggunaan suplemen, pemeriksaan fisik dan
sebagainya. Disamping itu proses penyakit, tindakan,
pengobatan, prosedur dan status hidrasi (cairan) dapat
mempengaruhi perubahan kimiawi darah dan urin, sehingga hal
ini perlu menjadi pertimbangan.
3) Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu.
Antropometri dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
pengukuran Tinggi Badan (TB); Berat Badan (BB). Pada kondisi
tinggi badan tidak dapat diukur dapat digunakan panjang badan,
Tinggi Lutut (TL), rentang lengan atau separuh rentang lengan.
Pengukuran lain seperti Lingkar Lengan Atas (LiLA), tebal
lipatan kulit (skinfold), lingkar kepala, lingkar dada, lingkar
pinggang dan lingkar pinggul dapat dilakukan sesuai kebutuhan.
Penilaian status gizi dilakukan dengan membandingkan
beberapa ukuran tersebut diatas misalnya Indeks Massa Tubuh
(IMT) yaitu ratio BB terhadap TB. Parameter antropometri yang
penting untuk melakukan evaluasi status gizi pada bayi, anak
dan remaja adalah Pertumbuhan.Pertumbuhan ini dapat
38
digambarkan melalui pengukuran antropometri seperti berat
badan, panjang atau tinggi badan, lingkar kepala dan beberapa
pengukuran lainnya. Hasil pengukuran ini kemudian
dibandingkan dengan standar.
Pemeriksaan fisik yang paling sederhana untuk melihat
status gizi pada pasien rawat inap adalah BB. Pasien sebaiknya
ditimbang dengan menggunakan timbangan yang
akurat/terkalibrasi dengan baik. Berat badan akurat sebaiknya
dibandingkan dengan BB ideal pasien atau BB pasien sebelum
sakit. Pengukuran BB sebaiknya mempertimbangkan hal-hal
diantaranya kondisi kegemukan dan edema.Kegemukan dapat
dideteksi dengan perhitungan IMT. Namun, pada pengukuran ini
terkadang terjadi kesalahan yang disebabkan oleh adanya
edema.
BB pasien sebaiknya dicatat pada saat pasien masuk
dirawat dan dilakukan pengukuran BB secara periodik selama
pasien dirawat minimal setiap 7 hari.
4) Pemeriksaan fisik/klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya
kelainan klinis yang berkaitan dengan gangguan gizi atau dapat
menimbulkan masalah gizi.Pemeriksaan fisik terkait gizi
merupakan kombinasi dari, tanda-tanda vital dan antropometri
yang dapat dikumpulkan dari catatan medik pasien serta
39
wawancara. Contoh beberapa data pemeriksaan fisik terkait gizi
antara lain edema, asites, kondisi gigi geligi, massa otot yang
hilang, lemak tubuh yang menumpuk, dll.
5) Riwayat Personal
Data riwayat personal meliputi 4 area yaitu riwayat obat-
obatan atau suplemen yang sering dikonsumsi, sosial budaya,
riwayat penyakit, data umum pasien.
a) Riwayat obat-obatan yang digunakan dan suplemen yang
dikonsumsi.
b) Sosial budaya
Status sosial ekonomi, budaya, kepercayaan/agama, situasi
rumah, dukungan pelayanan kesehatan dan sosial serta
hubungan sosial.
c) Riwayat penyakit
Keluhan utama yang terkait dengan masalah gizi, riwayat
penyakit dulu dan sekarang, riwayat pembedahan, penyakit
kronik atau resiko komplikasi, riwayat penyakit keluarga,
status kesehatan mental/emosi serta kemampuan kognitif
seperti pada pasien stroke.
d) Data umum pasien antara lain umur, pekerjaan, dan tingkat
pendidikan
b. Diagnosis gizi
Pada langkah ini dicari pola dan hubungan antar data yang
40
terkumpul dan kemungkinan penyebabnya, kemudian memilah
masalah gizi yang spesifik dan menyatakan masalah gizi secara
singkat dan jelas menggunakan terminologi yang ada.
Penulisan diagnosa gizi terstruktur dengan konsep PES atau
Problem Etiologidan Signs/ Symptoms.
Diagnosis gizi dikelompokkan menjadi tiga domain yaitu:
1) Domain asupan adalah masalah aktual yang berhubungan
dengan asupan energi, zat gizi, cairan, substansi bioaktif dari
makanan baik yang melalui oral maupun parenteral dan enteral.
Contoh :
Asupan protein yang kurang (P) berkaitan dengan perubahan
indera perasa dan nafsu makan (E) ditandai dengan asupan
protein rata-rata sehari kurang dari 40 % kebutuhan (S )
2) Domain klinis adalah masalah gizi yang berkaitan dengan
kondisi medis atau fisik/fungsi organ.
Contoh :
Kesulitan meyusui (P) berkaitan dengan E) kurangnya
dukungan keluarga ditandai dengan penggunaan susu formula
bayi tambahan (S).
3) Domain perilaku/lingkungan adalah masalah gizi yang berkaitan
dengan pengetahuan, perilaku/kepercayaan, lingkungan fisik
dan akses dan keamanan makanan.
Contoh:
41
Kurangnya pengetahuan tentang makanan dan gizi (P)
berkaitan dengan mendapat informasi yang salah dari
lingkungannya mengenai anjuran diet yang dijalaninya (E)
ditandai dengan memilih bahan makanan/makanan yang tidak
dianjurkan dan aktivitas fisik yang tidak sesuai anjuran (S)
c. Intervensi gizi
Terdapat dua komponen intervensi gizi yaitu perencanaan
intervensi dan implementasi.
1) Perencanaan Intervensi
Intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang
ditegakkan. Tetapkan tujuan dan prioritas intervensi
berdasarkan masalah gizinya (problem), rancang strategi
intervensi berdasarkan penyebab masalahnya (etiologi) atau
bila penyebab tidak dapat diintervensi maka strategi intervensi
ditujukan untuk mengurangi gejala/tanda (sign &
symptom).Tentukan pula jadwal dan frekuensi asuhan.Output
dari intervensi ini adalah tujuan yang terukur, preskripsi diet dan
strategi pelaksanaan (implementasi).
Perencanaan intervensi meliputi:
a) Penetapan tujuan intervensi
Penetapan tujuan harus dapat diukur, dicapai dan ditentukan
waktunya.
42
b) Preskripsi diet
Preskripsi diet secara singkat menggambarkan rekomendasi
mengenai kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diet,
bentuk makanan, komposisi zat gizi, frekuensi makan.
(1) Perhitungan kebutuhan gizi.
Penentuan kebutuhan zat gizi yang diberikan kepada
pasien/klien atas dasar diagnosis gizi, kondisi pasien dan
jenis penyakitnya.
(2) Jenis diet
Pada umumnya pasien masuk ke ruang rawat sudah
dibuat permintaan makanan berdasarkan pesanan/order
diet awal dari dokter jaga/DPJP. Dietisien bersama tim
atau secara mandiri akan menetapkan jenis diet
berdasarkan diagnosis gizi. Bila jenis diet yang
ditentukan sesuai dengan diet order maka diet tersebut
diteruskan dengan dilengkapi dengan rancangan diet.
Bila diet tidak sesuai akan dilakukan usulan perubahan
jenis diet dengan mendiskusikannya terlebih dahulu
bersama DPJP.
(3) Modifikasi diet
Modifikasi diet merupakan pengubahan dari makanan
biasa (normal). Pengubahan dapat berupa perubahan
dalam konsistensi, meningkatkan/menurunan nilai
43
energy, menambah/mengurangi jenis bahan makanan
atau zat gizi yang dikonsumsi, membatasi jenis atau
kandungan makanan tertentu, menyesuaikan komposisi
zat gizi (protein, lemak, KH, cairan dan zat gizi lain),
mengubah jumlah, frekuensi makan dan rute makanan.
Makanan di rumah sakit umumnya berbentuk makanan
biasa, lunak, saring dan cair.
(4) Jadwal pemberian diet
Jadwal pemberian diet/makanan dituliskan sesuai
dengan pola makan sebagai contoh: makan pagi
500kalori, makan siang 600kalori, makan malam
600kalori, selingan pagi 200kalori, selingan sore
200kalori .
(5) Jalur makanan
Jalur makanan yang diberikan dapat melalui oral dan
enteral atau parenteral.
2) Implementasi Intervensi
Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi
dimana dietisien melaksanakan dan mengkomunikasikan
rencana asuhan kepada pasien dan tenaga kesehatan atau
tenaga lain yang terkait. Suatu intervensi gizi harus
menggambarkan dengan jelas: “apa, dimana, kapan, dan
bagaimana” intervensi itu dilakukan. Kegiatan ini juga termasuk
44
pengumpulan data kembali, dimana data tersebut dapat
menunjukkan respons pasien dan perlu atau tidaknya modifikasi
intervensi gizi.
Untuk kepentingan dokumentasi dan persepsi yang
sama, intervensi dikelompokkan menjadi 4 domain yaitu
pemberian makanan atau zat gizi, edukasi gizi, konseling gizi
dan koordinasi pelayanan gizi. Setiap kelompok mempunyai
terminologinya masing masing.
Komunikasi antar disiplin ilmu sangat diperlukan untuk
memberikan asuhan yang terbaik bagi pasien. Sebagai bagian
dari tim pelayanan kesehatan, dietisien harus berkolaborasi
dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lainnya
yang terkait dalam memberikan pelayanan asuhan gizi. Oleh
karenanya perlu mengetahui peranan masing masing tenaga
kesehatan tersebut dalam memberikan pelayanan.
a. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
1. Bertanggung jawab dalam aspek gizi yang terkait dengan
keadaan klinis pasien.
2. Menentukan preksripsi diet awal (order diet awal)
3. Bersama dietisien menetapkan preskripsi diet definitive.
4. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya
mengenai peranan terapi gizi.
5. Merujuk klien/pasien yang membutuhkan asuhan gizi
45
atau konseling gizi.
6. Melakukan pemantauan dan evaluasi terkait masalah gizi
secara berkala bersama dietisien, perawat dan tenaga
kesehatan lain selama klien/pasien dalam masa
perawatan.
b. Perawat
1. Melakukan skrining gizi pasien pada asesmen awal
perawatan.
2. Merujuk pasien yang berisiko maupun sudah terjadi
malnutrisi dan atau kondisi khusus ke dietisien.
3. Melakukan pengukuran antropometri yaitu penimbangan
berat badan, tinggi badan/panjang badan secara berkala.
4. Melakukan pemantauan, mencatat asupan makanan dan
respon klinis klien/pasien terhadap diet yang diberikan
dan menyampaikan informasi kepada dietisien bila terjadi
perubahan kondisi pasien.
5. Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga terkait
pemberian makanan melalui oral/enteral dan parenteral.
c. Dietisien
1. Mengkaji hasil skrining gizi perawat dan order diet awal
dari dokter.
2. Melakukan asesmen/pengkajian gizi lanjut pada pasien
yang berisiko malnutrisi, malnutrisi atau kondisi khusus
46
meliputi pengumpulan, analisa dan interpretasi data
riwayat gizi, riwayat personal, pengukuran antropometri,
hasil laboratorium terkait gizi dan hasil pemeriksaan fisik
terkait gizi.
3. Mengidentifikasi masalah/diagnosa gizi berdasarkan hasil
asesmen dan menetapkan prioritas diagnosis gizi.
4. Merancang intervensi gizi dengan menetapkan tujuan
dan preskripsi diet yang lebih terperinci untuk penetapan
diet definitive serta merencanakan edukasi /konseling.
5. Melakukan koordinasi dengan dokter terkait dengan diet
definitive.
6. Koordinasi dengan dokter, perawat, farmasi, dan tenaga
lain dalam pelaksanaan intervensi gizi.
7. Melakukan monitoring respon pasien terhadap intervensi
gizi.
8. Melakukan evaluasi proses maupun dampak asuhan gizi.
9. Memberikan penyuluhan, motivasi, dan konseling gizi
pada klien/pasien dan keluarganya.
10. Mencatat dan melaporkan hasil asuhan gizi kepada
dokter.
11. Melakukan assesmen gizi ulang (reassesment) apabila
tujuan belum tercapai.
12. Mengikuti ronde pasien bersama tim kesehatan.
47
13. Berpartisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi dengan
dokter, perawat, anggota tim asuhan gizi lain,
klien/pasien dan keluarganya dalam rangka evaluasi
keberhasilan pelayanan gizi.
d. Farmasi
1. Mempersiapkan obat dan zat gizi terkait seperti vitamin,
mineral, elektrolit dan nutrisi parenteral.
2. Menentukan kompabilitas zat gizi yang diberikan kepada
pasien.
3. Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan
obat dan cairan parenteral oleh klien/pasien bersama
perawat.
4. Berkolaborasi dengan dietisien dalam pemantauan
interaksi obat dan makanan.
5. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga
mengenai interaksi obat dan makanan.
6. Tenaga kesehatan lain misalnya adalah tenaga terapi
okupasi dan terapi wicara berkaitan dalam perencanaan
dan pelaksanaan intervensi pada pasien dengan
gangguan menelan yang berat.
48
Untuk penyelenggaraan makanan maka tahap berikutnya adalah :
1. Pemesanan dan pembelian bahan makanan
a. Pemesanan bahan makanan
Pengertian:
Pemesanan bahan makanan adalah penyusunan
permintaan (order) bahan makanan berdasarkan pedoman menu
dan rata-rata jumlah konsumen/pasien yang dilayani, sesuai
periode pemesanan yang ditetapkan.
Tujuan:
Tersedianya daftar pesanan bahan makanan sesuai menu,
waktu pemesanan, standar porsi bahan makanan dan spesifikasi
yang ditetapkan.
Prasyarat:
1) Adanya kebijakan rumah sakit tentang prosedur pengadaan
bahan makanan
2) Tersedianya dana untuk bahan makanan
3) Adanya spesifikasi bahan makanan
4) Adanya menu dan jumlah bahan makanan yang dibutuhkan
selama periode tertentu (1 bulan, 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun)
5) Adanya pesanan bahan makanan untuk 1 periode menu
Langkah pemesanan bahan makanan:
1) Menentukan frekuensi pemesanan bahan makanan segar dan
kering.
49
2) Rekapitulasi kebutuhan bahan makanan dengan
caramengalikan standar porsi dengan jumlah konsumen/pasien
kali kurun waktu pemesanan.
b. Pembelian bahan makanan
Pengertian:
Pembelian bahan makanan merupakan serangkaian
kegiatan penyediaan macam, jumlah, spesifikasi bahan makanan
untuk memenuhi kebutuhan konsumen/pasien sesuai
ketentuan/kebijakan yang berlaku. Pembelian bahan makanan
merupakan prosedur penting untuk memperoleh bahan makanan,
biasanya terkait dengan produk yang benar, jumlah yang tepat,
waktu yang tepat dan harga yang benar.
Sistem pembelian yang sering dilakukan antara lain:
1) Pembelian langsung ke pasar (The Open Market of Buying)
2) Pembelian dengan musyawarah (The Negotiated of Buying)
3) Pembelian yang akan datang (Future Contract)
4) Pembelian tanpa tanda tangan (Unsigned Contract/Auction)
a) Firm At the Opening of Price (FAOP), dimana pembeli
memesan bahan makanan pada saat dibutuhkan, harga
disesuaikan pada saat transaksi berlangsung.
b) Subject Approval of Price (SAOP), dimana pembeli
memesan bahan makanan pada saat dibutuhkan, harga
sesuai dengan yang ditetapkan terdahulu.
50
5) Pembelian melalui pelelangan (The Formal Competitive)
2. Penerimaan bahan makanan
Pengertian:
Suatu kegiatan yang meliputi memeriksa, meneliti, mencatat,
memutuskan dan melaporkan tentang macam dan jumlah bahan
makanan sesuai dengan pesanan dan spesifikasi yang telah
ditetapkan, serta waktu penerimaannya.
Tujuan:
Diterimanya bahan makanan sesuai dengan daftar pesanan,
waktu pesan dan spesifikasi yang ditetapkan.
Prasyarat:
a. Tersedianya daftar pesanan bahan makanan berupa macam dan
jumlah bahan makanan yang akan diterima pada waktu tertentu.
b. Tersedianya spesifikasi bahan makanan yang telah ditetapkan.
Langkah Penerimaan Bahan Makanan:
Bahan makanan diperiksa, sesuai dengan pesanan dan ketentuan
spesifikasi bahan makanan yang dipesan.
Bahan makanan di kirim ke gudang penyimpanan sesuai dengan
jenis barang atau dapat langsung ke tempat pengolahan makanan.
3. Penyimpanan dan Penyaluran Bahan Makanan
a. Penyimpanan Bahan Makanan
Pengertian:
Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara
51
menata, menyimpan, memelihara jumlah, kualitas, dan keamanan
bahan makanan kering dan segar di gudang bahan makanan kering
dan dingin/beku.
Tujuan :
Tersedianya bahan makanan yang siap digunakan dalam
jumlah dan kualitas yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Prasyarat:
1) Adanya ruang penyimpanan bahan makanan kering dan bahan
makanan segar.
2) Tersedianya fasilitas ruang penyimpanan bahan makanan
sesuai peraturan.
3) Tersedianya kartu stok bahan makanan/buku catatan keluar
masuknya bahan makanan.
Langkah penyimpanan bahan makanan:
1) Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima,
segera dibawa ke ruang penyimpanan, gudang atau ruang
pendingin.
2) Apabila bahan makanan langsung akan digunakan, setelah
ditimbang dan diperiksa oleh bagian penyimpanan bahan
makanan setempat dibawa ke ruang persiapan bahan makanan.
b. Penyaluran bahan makanan
Pengertian:
Penyaluran bahan makanan adalah tata cara
52
mendistribusikan bahan makanan berdasarkan permintaan dari unit
kerja pengolahan makanan.
Tujuan:
Tersedianya bahan makanan siap pakai dengan jumlah dan
kualitas yang tepat sesuai dengan pesanan dan waktu yang
diperlukan.
Prasyarat:
1) Adanya bon permintaan bahan makanan
2) Tersedianya kartu stok/buku catatan keluar masuknya bahan
makanan.
4. Persiapan bahan makanan
Pengertian:
Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam
mempersiapkan bahan makanan yang siap diolah (mencuci,
memotong, menyiangi, meracik, dan sebagainya) sesuai dengan
menu, standar resep, standar porsi, standar bumbu dan jumlah pasien
yang dilayani.
Prasyarat:
a. Tersedianya bahan makanan yang akan dipersiapkan
b. Tersedianya tempat dan peralatan persiapan
c. Tersedianya prosedur tetap persiapan
d. Tersedianya standar porsi, standar resep, standar bumbu, jadwal
persiapan dan jadwal pemasakan
53
5. Pemasakan bahan makanan
Pengertian:
Pemasakan bahan makanan merupakan suatu kegiatan
mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan
yang siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk di konsumsi.
Tujuan:
a. Mengurangi resiko kehilangan zat-zat gizi bahan makanan
b. Meningkatkan nilai cerna
c. Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan
penampilan makanan
d. Bebas dari organisme dan zat yang berbahaya untuk tubuh.
Prasyarat:
a. Tersedianya menu, pedoman menu, dan siklus menu
b. Tersedianya bahan makanan yang akan dimasak
c. Tersedianya peralatan pemasakan bahan makanan
d. Tersedianya aturan dalam menilai hasil pemasakan
e. Tersedianya prosedur tetap pemasakan
f. Tersedianya peraturan penggunaan Bahan Tambahan Pangan
(BTP)
Macam Proses Pemasakan:
a. Pemasakan dengan medium udara, seperti:
1) Memanggang/mengoven yaitu memasak bahan makanan
dalam oven sehingga masakan menjadi kering atau
54
kecoklatan.
2) Membakar yaitu memasak bahan makanan langsung diatas
bara api sampai kecoklatan dan mendapat lapisan yang
kuning.
b. Pemasakan dengan menggunakan medium air, seperti:
1) Merebus yaitu memasak dengan banyak air. Pada dasarnya
ada 3 cara dalam merebus, yaitu:
a) Api besar untuk mendidihkan cairan dengan cepat dan
untuk merebus sayuran
b) Api sedang untuk memasak santan dan berbagai
masakan sayur.
c) Api kecil untuk membuat kaldu juga dipakai untuk
masakan yang memerlukan waktu lama.
2) Menyetup yaitu memasak dengan sedikit air.
a) Mengetim: memasak dalam tempat yang dipanaskan
dengan air mendidih.
b) Mengukus: memasak dengan uap air mendidih. Air
pengukus tidak boleh mengenai bahan yang dikukus.
c) Menggunakan tekanan uap yang disebut steam cooking.
Panasnya lebih tinggi daripada merebus.
c. Pemasakan dengan menggunakan lemak
Menggoreng adalah memasukkan bahan makanan dalam
minyak banyak atau dalam mentega/margarine sehingga bahan
55
menjadi kering dan berwarna kuning kecoklatan.
d. Pemasakan langsung melalui dinding panci.
1) Dinding alat langsung dipanaskan seperti membuat kue
wafel.
2) Menyangrai :menumis tanpa minyak, biasa dilakukan untuk
kacang, kedelai, dan sebagainya.
e. Pemasakan dengan kombinasi seperti:
Menumis : Memasak dengan sedikit minyak atau margarine
untuk membuat layu atau setengah masak dan
ditambah air sedikit dan ditutup.
f. Pemasakan dengan elektromagnetik:
Memasak dengan menggunakan energi dari gelombang
elektromagnetik misalnya memasak dengan menggunakan oven
microwave.
6. Distribusi makanan
Pengertian:
Distribusi makanan adalah serangkaian proses kegiatan
penyampaian makanan sesuai dengan jenis makanan dan jumlah porsi
pasien yang dilayani.
Tujuan:
Konsumen/pasien mendapat makanan sesuai diet dan
ketentuan yang berlaku.
56
Prasyarat:
a. Tersedianya peraturan pemberian makanan rumah sakit.
b. Tersedianya standar porsi yang ditetapkan rumah sakit.
c. Adanya peraturan pengambilan makanan.
d. Adanya daftar permintaan makanan pasien
e. Tersedianya peralatan untuk distribusi makanan dan peralatan
makan.
f. Adanya jadwal pendistribusian makanan yang ditetapkan.
Macam distribusi makanan:
Sistem distribusi yang digunakan sangat mempengaruhi
makanan yang disajikan, tergantung pada jenis dan jumlah tenaga,
peralatan dan perlengkapan yang ada.
Terdapat 3 (tiga) sistem distribusi makanan di rumah sakit,
yaitu sistem yang dipusatkan (sentralisasi), sistem yang tidak
dipusatkan (desentralisasi), dan kombinasi antara sentralisasi
dengan desentralisasi.
1. Distribusi makanan yang dipusatkan.
Umumnya disebut dengan cara distribusi “sentralisasi”, yaitu
makanan dibagi dan disajikan dalam alat makan di ruang
produksi makanan.
2. Distribusi makanan yang tidak dipusatkan.
Cara ini umumnya disebut dengan sistem distribusi
“desentralisasi”. Makanan pasien dibawa ke ruang perawatan
57
pasien dalam jumlah banyak/besar, kemudian dipersiapkan
ulang, dan disajikan dalam alat makan pasien sesuai dengan
dietnya.
3. Distribusi makanan kombinasi.
Distribusi makanan kombinasi dilakukan dengan cara sebagian
makanan ditempatkan langsung ke dalam alat makanan pasien
sejak dari tempat produksi, dan sebagian lagi dimasukkan ke
dalam wadah besar yang distribusinya dilaksanakan setelah
sampai di ruang perawatan.
Masing-masing cara distribusi tersebut mempunyai
keuntungan dan kelemahan sebagai berikut:
Keuntungan cara sentralisasi
a) Tenaga lebih hemat, sehingga lebih menghemat biaya.
b) Pengawasan dapat dilakukan dengan mudah dan teliti.
c) Makanan dapat disampaikan langsung ke pasien dengan
sedikit kemungkinan kesalahan pemberian makanan.
d) Ruangan pasien terhindar dari bau masakan dan kebisingan
pada waktu pembagian makanan.
e) Pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat.
Kelemahan cara sentralisasi
a) Memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan makanan
yang lebih banyak (tempat harus luas, kereta pemanas
mempunyai rak).
58
b) Adanya tambahan biaya untuk peralatan, perlengkapan serta
pemeliharaan.
c) Makanan sampai ke pasien sudah agak dingin.
d) Makanan mungkin sudah tercampur serta kurang menarik,
akibat perjalanan dari ruang produksi ke pantry di ruang
perawatan.
Keuntungan cara desentralisasi
a) Tidak memerlukan tempat yang luas, peralatan makan yang
ada di dapur ruangan tidak banyak.
b) Makanan dapat dihangatkan kembali sebelum dihidangkan
ke pasien.
c) Makanan dapat disajikan lebih rapi dan baik serta dengan
porsi yang sesuai kebutuhan pasien.
Kelemahan cara desentralisasi
a) Memerlukan tenaga lebih banyak di ruangan dan
pengawasan secara menyeluruh agak sulit.
b) Makanan dapat rusak bila petugas lupa untuk
menghangatkan kembali.
c) Besar porsi sukar diawasi, khususnya bagi pasien yang
menjalankan diet.
d) Ruangan pasien dapat terganggu oleh kebisingan pada saat
pembagian makanan serta bau masakan.
59
Penelitian Stanga. et al. (2003) di Swiss menyatakan bahwa
separuh dari pasien mengaku nafsu makannya menurun ketika dirawat
inap di rumah sakit. Pasien perlu diberikan edukasi tentang pentingnya
makanan untuk pengobatan, diharapkan agar dapat meningkatkan
asupan makan pasien dan mengurangi jumlah sisa makanan.
Ketentuan aturan rumah sakit memberikan kontribusi yang
signifikan pada kesembuhan pasien, empati petugas juga akan
menambah perbaikan pasien. Bagaimanapun, malnutrisi menjadi
masalah dalam perawatan pasien, terutama pasien yang sudah lansia
(Compan, 1999)
Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses
penyelenggaraan makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita
rasa yang tinggi tetapi dalam penyajiannya tidak dilakukan dengan
baik, maka nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena makanan
yang ditampilkan waktu disajikan akan merangsang indra penglihatan
sehingga menimbulkan selera yang berkaitan dengan citarasa.
Masalah penyajian makanan kepada orang sakit lebih komplek dari
pada makanan untuk orang sehat, hal ini disebabkan oleh nafsu
makan, kondisi mental pasien yang berubah akibat penyakit yang
diderita. Aktifitas fisik yang menurun dan reaksi obat obatan disamping
sebagai pasien harus menjalani diet.
Penyajian makanan merupakan faktor penentu dalam
penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak
60
dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna
menampilkan makanan dengan cita rasa yang tinggi akan tidak berarti
(Moehyi, 1992).
Dalam penyehatan makanan dan minuman, kebersihan alat dan
makan merupakan bagian yang sangat penting dan berpengaruh
terhadap kualitas makanan dan minuman. Alat makan yang tidak dicuci
dengan bersih dapat menyebabkan organisme atau bibit penyakit yang
tertinggal akan berkembang biak dan mencemari makanan yang akan
diletakkan di atasnya. Angka kuman dan adanya bakteri coli pada
permukaan alat makan yang telah dicuci dapat diketahui dengan
melakukan uji dengan usap alat makan pada permukaan alat makan.
Uji sanitasi alat makan atau alat masak perlu dilakukan untuk
mengetahui tingkat kebersihan alat tersebut, sehingga melalui uji
sanitasi alat tersebut, petugas inspeksi dari dinas kesehatan dapat
menetapkan apakah alat makan tersebut sudah layak digunakan atau
belum. Alat makan yang kurang bersih dapat menyebabkan terjadinya
penularan penyakit. Penyakit tersebut dapat berupa infeksi saluran
pencernaan, oleh karena itu perlu diupayakan agar alat makan yang
akan dipakai harus memenuhi syarat kesehatan (Surasri, 1989).
Warna makanan memegang peran utama dalam penampilan
makanan. Karena bila warnanya tidak menarik akan mengurangi selera
orang yang memakannya. Kadang untuk mendapatkan warna yang
diinginkan digunakan zat pewarna yang berasal dari berbagai bahan
61
alam dan buatan.
Potongan makanan yang terlalu kecil atau besar akan
merugikan penampilan makanan. Pentingnya porsi makanan bukan
saja berkenan dengan waktu disajikan tetapi juga berkaitan dengan
perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan.
Penyajian makanan menjadi komponen untuk mengevaluasi
kepuasan pasien terhadap kepuasan pasien.
Faktor penyebab kepuasan pasien juga terletak pada pramusaji,
dimana pramusaji diharapkan dapat berkomunikasi, baik dalam
bersikap, berekspresi wajah dan senyum akan mempengaruhi pasien
untuk menikmati makanan dan akhirnya dapat menimbulkan rasa
puas. Sebaliknya perhatian pramusaji dapat tidak memuaskan pasien
ketika pramusaji kurang perhatian dalam memberikan pelayanan dan
kurang memperlakukan pasien sebagaimana manusia yang selalu
ingin diperhatikan dan dipenuhi kebutuhannya.
Pramusaji sebagai pegawai sebaiknya menghindari pemaksaan
pelayanan makanan kepada pasien akan tetapi harus berusaha untuk
meningkatkan kesadaran pasien terhadap hidangan makanan. Dalam
penyajian makanan perlu diperhatikan hal pokok yaitu pemilihan alat
yang tepat dan susunan makanan dalam penyajian makanan untuk
menampilkan makanan lebih menarik.
Promosi kesehatan tentang gizi melalui pelayanan gizi di rumah
sakit akan meningkatkan kesembuhan pasien dan menurunkan lama
62
perawatan pasien sehingga berpengaruh pada biaya perawatan
(Giner, 1996).
Kelengkapan kualitas makanan terutama temperatur dan
teksture makanan berpengaruh pada kepuasan pasien.Konsistensi
makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa
makanan karena sensivitas indera dipengaruhi oleh konsistensi
makanan.
Kualitas makanan pada pasien rawat inap dipengaruhi oleh
rasa makanan, suhu makanan,bumbu masakan dan bumbu penyedap,
tekstur makanan, bau/aromamakanan. Rasa makanan merupakan
faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan
makanan. Komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan
adalah:
1) Aroma makanan
Aroma yang disebabkan oleh makanan merupakan daya tarik yang
sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga
membangkitkan selera.
2) Bumbu masakan dan bahan penyedap
Bau yang sedap, berbagai bumbu yang digunakan dapat
membangkitkan selera karena memberikan rasa makanan yang
khas.
3) Keempukan makanan
Keempukan makanan selain ditentukan oleh mutu bahan makanan
63
yang digunakan juga ditentukan oleh cara memasak.
4) Kerenyahan makanan
Kerenyahan makanan memberikan pengaruh tersendiri pada cita
rasa makanan.Kerenyahan makanan adalah makanan menjadi
kering, tetapi tidak keras sehingga enak untuk dimakan.
5) Tingkat kematangan
Tingkat kematangan makanan dalam masakan belum mendapat
perhatian karena umumnya masakan Indonesia harus dimasak
sampai masak benar.
6) Temperatur Makanan
Temperatur makanan waktu disajikan memegang peran penting
dalam penentuan cita rasa makanan. Namun makan yang terlalu
panas atau terlalu dingin akan sangat mengurangi sensivitas saraf
pengecap terhadap rasa makanan (Moehyi, 1992)
Temperatur makanan yang disajikan ke pasien sangat penting
dalam mempengaruhi kepuasan pasien (Stanga, 2003).
Pengantaran/pembagian makanan dengan troli ke pasien akan
menambah kepuasan pasien dengan adanya interaksi pasien dengan
petugas gizi.
Pemakaian trolley makanan untuk mengantar makanan ke
pasien lebih disukai karena temperature dan tekstur makanan lebh
terjaga (Hartwell, 2006)
64
Seluruh pihak manajemen rumah sakit juga harus paham bahwa
pelayanan gizi rumah sakit merupakan bagian yang sangat penting
dan menjadi salah satu faktor yang mendukung perawatan dan
penyembuhan pasien.Oleh karena itu seluruh sumber daya manusia
dalam pelayanan gizi perlu ditingkatkan baik melalui pendidikan
maupun pelatihan.
Teknologi pelayanan gizi di rumah sakit merupakan satu sistem
yang panjang dan kompleks sehingga dibutuhkan sumber daya
manusia yang kompeten dari berbagai kualifikasi tenaga, selain itu
juga dibutuhkan sarana dan prasarana yang cukup serta dukungan
dari manajemen rumah sakit. Adanya kelemahan dari salah satu
sistem dalam pelayanan gizi dapat berdampak pada asupan zat gizi
pasien yang tidak adekuat sehingga status kesehatan pasien menjadi
menurun.
Menu merupakan sarana yang menjadi kontak pertama antara
pasien dengan petugas gizi. Perhatian yang besar harus diberikan
pada pengelolaan makanan karena hal tersebut bisa menjadi
gambaran manajemen rumah sakit. Pedoman dan standar harus
dijalankan dan dikembangkan agar mencakup semua pelayanan
rumah sakit (Europe, 2003).
Perubahan menu diimplementasikan untuk meningkatkan
kualitas makanan, oleh karena itu, harus mengatasi berbagai
pengaruh. Setiap lembaga pelayanan makanan rumah sakit itu unik
65
dan intervensi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan persepsi
populasi pasien tertentu (Wright et al., 2006).
Faktor penyebab kepuasan pasien juga terletak pada pramusaji.
Dimana pramusaji diharapkan dapat berkomunikasi, baik dalam
bersikap, berekspresi wajah dan senyum akan mempengaruhi pasien
untuk menikmati makanan dan akhirnya dapat menimbulkan rasa
puas. Sebaliknya perhatian pramusaji dapat tidak memuaskan pasien
ketika pramusaji kurang perhatian dalam memberikan pelayanan dan
kurang memperlakukan pasien sebagaimana manusia yang selalu
ingin diperhatikan dan dipenuhi kebutuhannya.
Pramusaji sebagai pegawai sebaiknya menghindari pemaksaan
pelayanan makanan kepada pasien akan tetapi harus berusaha untuk
meningkatkan kesadaran pasien terhadap hidangan makanan. Dalam
penyajian makanan perlu diperhatikan hal pokok yaitu pemilihan alat
yang tepat dan susunan makanan dalam penyajian makanan untuk
menampilkan makanan lebih menarik.
Strategi untuk mengurangi makanan yang tersisa adalah
mengatur menu makanan dan komunikasi yang baik antara petugas
ruangan dengan petugas gizi bagian catering. Dengan manajemen
yang baik, maka semua permasalahan dapat diatasi dengan mudah.
Strategi lainnya yaitu membuat menu sesuai keinginan dan kebutuhan
pasien, survey ke pasien tentang tampilan makanan, menolong pasien
yang kesulitan untuk makan sendiri. Semua strategi ini menjadi bagian
66
penting dalam koordinasi pelayanan gizi di rumah sakit (Bond, 1994)
4. PENGAWASAN PELAYANAN GIZI
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang
mengusahakan agar pekerjaan atau kegiatan terlaksana sesuai
dengan rencana, dan kebijakan yang ditetapkan dapat mencapai
sasaran yang dikehendaki. Pengawasan memberikan dampak positif
berupa:
a. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban
b. Mencegah terulang kembali kesalahan, penyimpangan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban
c. Mencari cara yang lebih baik atau membina yang lebih baik untuk
mencapai tujuan dan melaksanakan tugas organisasi.
Pengawasan dan pengendalian mutu merupakan suatu
kegiatan dalam mengawasi dan mengendalikan mutu untuk menjamin
hasil yang diharapkan sesuai dengan standar. Strategi pengawasan
dan pengendalian berupa pemantauan dan pengendalian melalui
proses-proses atau teknik-teknik statistik untuk memelihara mutu
produk yang telah ditetapkan sebelumnya. Metode-metode yang sering
digunakan dalam pengawasan dan pengendalian mutu adalah, menilai
mutu akhir, evaluasi terhadap output, kontrol mutu, monitoring
terhadap kegiatan sehari-hari.
67
Pada dasarnya terdapat 4 langkah yang dapat dilakukan dalam
pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan, yaitu :
a. Penyusunan standar, baik standar biaya, standar performance
mutu, standar kualitas keamanan produk, dsb.
b. Penilaian kesesuaian, yaitu membandingkan dari produk yang
dihasilkan atau pelayanan yang ditawarkan terhadap standar
tersebut.
c. Melakukan koreksi bila diperlukan, yaitu dengan mengoreksi
penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan.
d. Perencanaan peningkatan mutu, yaitu membangun upaya-upaya
yang berkelanjutan untuk memperbaiki standar yang ada.
Pelayanan gizi di rumah sakit dikatakan bermutu jika memenuhi
3 komponen mutu, yaitu :
1) Pengawasan dan pengendalian mutu untuk menjamin bahwa
produk yang dihasilkan aman,
2) Menjamin Kepuasan konsumen dan
3) Assessment yang berkualitas.
Dalam standar pelayanan minimal rumah sakit (Kemkes RI,
2008), ditetapkan bahwa indikator standar pelayanan gizi meliputi :
1) Ketepatan waktu pemberian makanan kepada pasien (100 %)
2) Sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien (≤ 20 %)
3) Tidak ada kesalahan pemberian diet (100 %).
68
Beberapa rumah sakit sudah mulai mengembangkan kepuasan
konsumen dengan indikator mutu.
Mengingat ruang lingkup pelayanan gizi di rumah sakit yang
kompleks meliputi pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap,
penyelenggaraan makanan, dan penelitian dan pengembangan maka
setiap rumah sakit perlu menetapkan dan mengembangkan indikator
mutu pelayanan gizi agar tercapai pelayanan gizi yang optimal.
5. EVALUASI PELAYANAN GIZI
Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi dilakukan untuk
mengetahui respon pasien/klien terhadap intervensi dan tingkat
keberhasilannya Tiga langkah kegiatan monitoring dan evaluasi gizi,
yaitu:
1) Monitor perkembangan yaitu kegiatan mengamati perkembangan
kondisi pasien/klien yang bertujuan untuk melihat hasil yang terjadi
sesuai yang diharapkan oleh klien maupun tim. Kegiatan yang
berkaitan dengan monitor perkembangan antara lain :
a) Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien/klien
b) Mengecek asupan makan pasien/klien
c) Menentukan apakah intervensi dilaksanakan sesuai dengan
rencana/preskripsi diet.
d) Menentukan apakah status gizi pasien/klien tetap atau berubah
e) Mengidentifikasi hasil lain baik yang positif maupun negatif
f) Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alasan tidak
69
adanya perkembangan dari kondisi pasien/klien
2) Mengukur hasil. Kegiatan ini adalah mengukur
perkembangan/perubahan yang terjadi sebagai respon terhadap
intervensi gizi. Parameter yang harus diukur berdasarkan tanda dan
gejala dari diagnosis gizi.
3) Evaluasi hasil
Berdasarkan ketiga tahapan kegiatan di atas akan didapatkan 4
jenis hasil, yaitu:
a) Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat
pemahaman, perilaku, akses, dan kemampuan yang mungkin
mempunyai pengaruh pada asupan makanan dan zat gizi.
b) Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan
makanan dan atau zat gizi dari berbagai sumber, misalnya
makanan, minuman, suplemen, dan melalui rute enteral maupun
parenteral.
c) Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi yaitu
pengukuran yang terkait dengan antropometri, biokimia dan
parameter pemeriksaan fisik/klinis.
d) Dampak terhadap pasien/klien terhadap intervensi gizi yang
diberikan pada kualitas hidupnya.
4) Pencatatan dan laporan kegiatan asuhan gizi merupakan bentuk
pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan dan komunikasi.
Terdapat berbagai cara dalam dokumentasi antara lain Subjective
70
Objective Assessment Planning (SOAP) dan Assessment
Diagnosis Intervensi Monitoring dan Evaluasi (ADIME).
Evaluasi merupakan salah satu implementasi fungsi
manajemen. Evaluasi ini bertujuan untuk menilai pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang disusun sehingga
dapat mencapai sasaran yang dikehendaki. Melalui penilaian,
pengelola dapat memperbaiki rencana bila perlu ataupun membuat
rencana program yang baru.
Pada kegiatan evaluasi, tekanan penilaian dilakukan terhadap
masukan, proses, luaran, dampak untuk menilai relevansi kecukupan,
kesesuaian dan kegunaan. Dalam hal ini diutamakan luaran atau hasil
yang dicapai.
71
B. PENELITIAN TERDAHULU
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
1 .
Testing a New Theory of Patient Satisfaction With
Treatment Outcome(Pamela L. Hudak, BScPT, PhD,
Sheilah Hogg-Johnson, PhD, Claire
Bombardier, MD, Patricia D. McKeever, RN, PhD, and James G. Wright, MD, MPH,
FRCPC, 2004)
Untuk menguji suatu teori baru
tentang kepuasan pasien
Prospective cohort study,melibatkan
122 orang, menggunakan
analisis univariate dan analisis
regresi multivariabel
Hasil pengobatan pasien dengan mengembangkan
strategi baru yaitu memandang pasien
sebagai satu kesatuan yaitu tubuh dan jiwa akan meningkatkan kepuasan pasien dan keberhasilan dalam pengobatannya.
Perbedaan : Metoda penelitian
,Penelitian ini menggunakan studi
kohort dengan analisis univariate
dan analisis regresi multivariable. Persamaan :
Hasil penelitian Pentingnya
pelayanan petugas pada pasien dalam
meningkatkan kepuasan pasien.
2 Room Service Improves Patient Food Intake and Satisfaction With
Hospital Food (Ruth Williams, MS,RD,
Karen Virtue,
Untuk mengetahui dengan
dilakukannya peningkatan mutu
pelayanan karyawan ,inovasi
baru dan
FOCUS-PDCA methodology,
studi eksperimental
untuk meningkatkan
intake oral pasien
Dengan meningkat mutu pelayanan karyawan,
maka kepuasan pasien akan meningkat juga
(meningkat 35%)
Perbedaan: Metoda penelitian:
Studi eksperimental
Hasil penelitian: Memunculkan inovasi baru,
72
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
BA,AlisaAtkins,BS, 1998 )
kreatifitas yang baik, akan
meningkatkan kepuasan pasien
contohnya sistem pelayanan yang
menyerupai hotel di rumah sakit. Persamaan:
Hasil penelitian, peningkatan mutu
pelayanan .
3 High food wastage and low nutritional intakes in hospital
patients (A. D.Barton, C. L. Beigg, I. A. Macdonald, S. P.
Allison,2000)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki
penyebab makin menurunnya berat
badan pasien yang dirawat, apakah menu makanan di
rumah sakit dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien,
banyaknya sisa makanan, intake
Melibatkan rumah sakit pendidikan sebanyak 1200
tempat tidur. Semua asupan makanan dan makanan yang tersisa ditakar selama 28 hari
dalam 1 bangsal dengan 4 spesialis
yang berbeda
Lebih dari 40% dari makanan terbuang, Intake
energi dan protein rendah, Penelitian ini
dapat membantu menjelaskan turunnya
berat badan pasien, dan banyaknya sisa makanan yang terbuang. Kebijakan pelayanan gizi pasien di rumah sakit perlu ditinjau
ulang agar dapat memenuhi gizi pasien
Perbedaan : Metoda penelitian
menggunakan studi kohort
Hasil penelitian menghitung kalori
makanan yang dibagikan ke
pasien dan sisa makanan yang terbuang, yang
berpengaruh pada nutrisi pasien. Persamaan:
Peningkatan mutu pelayanan gizi.
73
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
gizi rata- rata pasien.
4 5.
Exploring patient satisfaction with
foodservice through focus groups and
meal rounds (Corilee A. Watters, MSc, RD,
Janice Sorensen, BSc; Anna Fiala, RD,
Wendy Wismer, PhD,2003)
Factors influencing hospital foodservice
staff’s capacity to deliver a nutrition intervention (Jorja
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
partisipasi pasien terhadap
pelayanan gizi di rumah sakit.
Tujuannya penelitian adalah
untuk mengeksplorasi,
dari perspektif staf
Sample penelitian melibatkan pasien dewasa dengan mengkonsumsi
diet sehat secara terus menerus
selama lebih dari 4 hari di rumah
sakit dan perawat dari bagian
Penyakit Dalam, Bedah, Jantung, dan Kesehatan
Wanita.
Menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan
purposive sampling (n=15)
Pemikiran pasien tentang pelayanan gizi/ makanan di
rumah sakit seharusnya menjadi contoh dari
makanan sehat. Komunikasi yang sering
terjalin antara pasien dan petugas rumah sakit
adalah hal yang penting untuk meningkatkan
kepuasan pasien.
Lingkungan dan defens pasien merupakan
hambatan dalam pelyanan petugas. Kerjasama tim,
pemecahan masalah,
Perbedaan : Metoda penelitian melibatkan pasien
untuk diwawancarai. Persamaan:
Penelitian kualitatif dengan
mewawancarai pasien di rumah
sakit untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien
terhadap pelayanan gizi
rumah sakit
Perbedaan: Penelitian ini
menitikberatkan pelaksanaan
asuhan pelayanan
74
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
Collin , Catherine E. Huggins, Judi Porter and Claire Palermo, 2017) (Jorja Collin,
2017)
layanan makanan rumah sakit, pengalaman
mereka memberikan
intervensi nutrisi dan tantangannya
selama pelaksanaan asuhan gizi
melibatkan supervisor gizi
rumah sakit dan asistennya dalam
memberikan pelaksanaan
pelayanan gizi rumah sakit
kepemimpinan dan kepuasan kerja
,mengoptimalkan pelatihan sangat diperlukan.. Karakteristik staf
pelayanan makanan, termasuk: pengetahuan,
kepercayaan dan persepsi tentang diet, kesehatan
dan peran pekerjaan mereka, berpotensi
mempengaruhi perilaku dan pengambilan
keputusan mereka.
gizi pada pasien, tidak pada
perencanaan dan pengorganisasian.
Persamaan : Metoda penelitan deskriptif kualitatif.
6. Hospital food: a survey of
patients’perceptions(Z. Stanga, Y. Zurflu H, M. Roselli, A. B. Sterchi, B. Tanner, G.Knechtz,2003)
Untuk memenuhi kebutuhan pasien
tentang menu makanan
Penelitian kuantitatif dengan
317 questioner yang dibagikan di
2 rumah sakit Swiss
Dengan memenuhi kebutuhan pasien akan
menu makanannya, maka kepuasan pasien akan
meningkat
Perbedaan: metoda penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan analisis univariate, Persamaan: Hasil
penelitian merekomendasikan pada rumah sakit
tempat
75
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
melaksanakan penelitian untuk meningkatkan
kualitas makanan dan tampilan
makanan.
7. Improving the provision of meals in
hospital. The patients’ viewpoint.
( Nick Johns, Heather Hartwell,
Michael Morgan,2009)
Penelitian ini untuk mengetahui ketentuan aturan
tentang pelayanan gizi
pasien terhadap kepuasan pasien di rumah sakit,
dengan demikian mutu pelayanan
rumah sakit dapat ditingkatkan.
Penelitian ini bertempat di Rumah sakit pemerintah di
Inggris Selatan, akhir tahun 2008. Dengan analisa
kualitatif
Dari hasil penelitian didapatkan perlunya
perubahan pada manajemen pelayanan
dari petugas menu , tampilan makanan, intake
nutrisi dan gaya hidup pasien
Perbedaan :Hasil penelitian
melakukan perubahan manajemen Persamaan:
Menggunakan penelitian kualitatif.
Pentingnya manajemen
pelayanan untuk meningkatkan
kepuasan pasien
8. Analysis of Factors Affecting the
Satisfaction Levels of Patients Toward Food Services at
Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa pelayanan gizi di rumah sakit
Studi cross sectional
melibatkan 4 rumah sakit umum pada 250 pasien.
78,7% pasien puas dengan kualitas
pelayanan gizi di rumah sakit. Korelasi positif terdapat antara level
Perbedaan: Menggunakan
penelitian kuantitatif.
Persamaan:
76
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
General Hospitals in Makkah, Saudi
Arabia(Amany M. Abdelhafez, Lina Al Qurashi, Reem Al
Ziyadi, AroobKuwair, MaramShobki,
Haneen Mograbi,2012)
menjadi masalah di seluruh dunia.
Penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan pasien terhadap
pelayanan gizi rumah sakit umum di Mekah, Saudi
Arabia
Wawancara pasien digunakan untuk mengukur kepuasan pasien
terhadap makanan dan pelayanan gizi
kepuasan keseluruhan dan aspek lain yang
berkaitan dengan makanan dan pelayanan
gizi. Meningkatkan kualitas pelayanan gizi di
rumah sakit akan meningkatkan kepuasan
pasien. Edukasi dan komunikasi
antara petugas gizi dengan pasien sangat
penting dan akan meningkatkan kepuasan
pasien juga.
Menekankan pada kepuasan pasien
terhadap pelayanan gizi
9. Improving Patient Satisfaction in a
Hospital Foodservice System
Using Low-Cost Interventions:
Determining Whether a Room
Service System is
Penelitian untuk menilai kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi di
rumah sakit .
Menggunakan T-Tes grup untuk
membandingkan hasil dari survei
(P<0.05).
Pada penelitian ini menekan tarif pelayanan
gizi ternyata tidak mempengaruhi kepuasan
pasien. Didapatkan bahwa dengan
menambah investasi pada sistem service pelayanan tiap ruangan menambah
Perbedaan: Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif. Survei ini instrumennya menggunakan
ACHFPSQ menurut
77
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
the Next Step (Vanessa A.
Theurer,2011)
kepuasan pasien
Capra, Wright, &Sardie, 2005 Persamaan:
Hasil penelitian untuk
meningkatkan kepuasan pasien
10. Determining The Complexity of Patient
Satisfaction with Food Services
(Laurette Dub, PhD, RDt; Elyse Trudeau, RDt; Marie-Claude
Belanger, RDt, 1994)
Untuk mengetahui dimensi psikologis
yang mewakili bagaimana pasien
menilai kualitas pelayanan gizi,
Untuk mengetahui dimensi yang terbaik dalam
menilai kepuasan pasien, Untuk
mengidentifikasi subgroup
berdasarkan karakteristik
pasien dan factor konstektual
Dengan menggunakan
kuesioner terhadap pasien pengobatan akut di rumah sakit di Kanada. Sample
sebanyak 132 pasien yang
dalam perawatan minimal selama 5
hari.
7 dimensi yang mewakili persepsi pasien terhadap pelayanan gizi : kualitas
makanan, pelayanan tepat waktu,keandalan
layanan, suhu makanan,perilaku petugas pengantar makanan, perilaku petugas penyedia
makanan. Hasilnya adalah kualitas makanan adalah perwakilan terbaik yang mewakili pelayanan
pasien.
Perbedaan: penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif,
mengukur dimensi pelayanan pasien. Persamaan: Hasil penelitian untuk meningkatkan pelayanan gizi
78
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
11. Foodservice in hospital:
development of a theoretical model for patient experience
and satisfaction using one hospital in
the UK National Health Service as a
case study (H. J. Hartwell, J. S. A. Edwards and C. Symonds,2006)
Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan pasien termasuk service /
pelayanan
Melibatkan fokus grup yang terdiri
dari dokter,pekarya,
pasien dan pendampingnya,
dengan wawancara
terbuka dengan manager
pelayanan gizi, manager fasilitas, kepala dietisien, dietisienbangsal orthopaedi dan kepala farmasi
Kualitas makanan, kestabilan suhu makanan
dan teksture makanan,merupakan
faktor yang mempengaruhi kepuasan
pasien. Sistem trolley sangat bagus digunakan
untuk mengantar makanan pasien
Perbedaan: memunculkan teori
baru yang mengembangkan pelayanan gizi di
rumah sakit dengan tim
kesehatan primer masyarakat dalam
suatu lingkaran yang berhubungan.
Persamaan: Penelitian kualitatif
dengan metode wawancara
12 Taste, Temperature and Presentation
Predict Satisfaction With Food Services
in a Canadian-Continuing care
Hospital (Patricia A O’Hara, PhD, Dan W.
Untuk mengidentifikasi
makanan/gizi pasien, dan
variable pasien yang berkaitan
dengan tingginya tingkat kepuasan
Menggunakan wawancara yang
berfokus pada gizi dan pelayanannya
sesuai dengan diet pasien.
Melibatkan unit pasien geriatric,
Secara keseluruhan , wawancara dengan
pasien menghasilkan gambaran yang positif tentang kualitas dan
kuantitas makanan dan pelayanannya pada
rumah sakit rehabilitasi.
Perbedaan: penelitian
melibatkan pasien geriatrik , dengan
rata-rata umur sampel 67 tahun
dan lama perawatan di
79
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
Happer, PhD, Maris Kangas,
RD;JanetDubeau, RD; Caroline
Borsutzky,RD;Nicole Lemire,RD,1997)
pasien geriatric dan pasien rehabilitasi terhadap
pelayanan rumah sakit
pasien geriatric rehabilitasi dan
physical rehabilitasi
sebanyak 65 pasien.Rata-rata umur 67 tahun, rata-rata lama perawatan di rumah sakit 2
tahun dan 60% dari sampel
adalah perempuan
rumah sakit selama 2 tahun.
Persamaan: Penelitian kualitatif
13. Plate versus bulk trolley food service in
a hospital: comparison of
patients’ satisfaction (Heather J. Hartwell,
Ph.D., John S. A. Edwards, Ph.D., and
John Beavis, Ph.D,2007)
Tujuan dari penelitian adalah
untuk membandingkan pemakaian piring
dibandingkan dengan troli
terhadap kepuasan pasien di rumah sakit.
Dengan menggunakan kartu pendapat
pasien sebanyak 180 kartu,
berfokus pada kualitas makanan, digunakan untuk
mengukur kepuasan pasien
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
memakai trolley makanan untuk mengantar
makanan ke pasien menghasilkan texture makanan yang tetap terjaga dibandingkan menggunakan piring
untuk mengantar
Perbedaan: Metoda Penelitian
kuantitatif. Persamaan: Hasil
penelitian bertujuan untuk
meningkatkan kualitas makanan.
80
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
dan memandingkan 2
sistem pengantaran
makanan yaitu piring dan
trolley.Memakai analisa regresi
logistik.
makanan
14 Use of the Acute Care Hospital
Foodservice Patient Satisfaction
Questionnaire to monitor trends in
patient satisfaction with foodservice at
an acute care private hospital (Andrew
Fallon,Stephen Gurr, Mary Hannan-Jones and Judith D. Bauer,
2008)
Untuk mengetahui bagaimanakah
pelayanan gizi di rumah sakit
terhadap kepuasan
pasiennya dengan menggunakan
kuesioner untuk memantau tren
kepuasan pasien
Sebanyak 3 survei pelayanan gizi
dilakukan dalam sehari selama
tahun 2003-2005. Melibatkan pasien rawat inap dengan
pengecualian perawatan
intensif, perawatan pasca
operasi kardiovaskular,
bangsal pegawai dan pasien yang
Kuesioner pelayanan gizi pasien Rumah sakit dapat
digunakan untuk mengetahui tren
kepuasan pasien gizi di rumah sakit sehingga
dapat dilakukan perbaikan untuk peningkatan
kualitas.
Perbedaan : Penelitian
kuantitatif dengan analisis chi-
squared untuk menganalisis
pengaruh jenis kelamin, umur, tipe
diet dengan kepuasan pasien.
Menganalisa korelasi antara
kepuasan pelayanan gizi
dengan lamanya
81
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
dioperasi pada hari itu. Angka respon 48% (2003), 42%
(2004) and 60% (2005), sebanyak
440 tempat tidur.Analisis Chi-kuadrat digunakan untuk mengetahui
pengaruh jenis kelamin, usia,
pola makan dan nafsu
makan,kepuasan keseluruhan
.Analisis korelasi digunakan untuk menilai hubungan antara kepuasan
pelayanan makanan dengan lama perawatan di
rumah sakit
rawat inap. Persamaan:
Hasil penelitian bertujuan untuk
peningkatan kualitas pelayanan
gizi.
82
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
15 The nutritional implications of food wastage in hospital
food service management(John S.A. Edwards and
Andrew H.M. Nash,1999)
Untuk mengukur sisa makanan
pasien dan intake gizi pasien di rumah sakit
Melibatkan bangsal geriatric, bedah dan umum di 4 rumah sakit. Sebanyak 966
sampel. .
Hasilnya menyatakan bahwa sisa makanan
paling sedikit pada sarapan pagi dari pada
makan siang dan malam. Sisa makanan pasien wanita lebih banyak daripada pria.Sisa
makanan lebih banyak bila makanan
dipersiapkan di bangsal daripada di dapur dan sisa makanan menjadi banyak bila makanan disediakan cepat saji
dibanding dimasakkan terlebih dulu di dapur
Perbedaan: Penielitian ini
kuantitatif. Persamaan:
Hasil penelitian bertujuan untuk meningkatkan
kualitas makanan.
16. Analisis Manajemen Pelayanan Gizi Di
Rumah Sakit Jiwa(RSJ) Grhasia Daerah Istimewa
Yogyakarta (RizkiMuliawardani,
Untuk mengetahui apakah
manajemen perencanaan,
pengoorganisasian pelayanan gizi
di RSJ Ghrasia di
Jenis penelitian deskriptif. Subyek dalam penelitian ini yaitu kepala
penunjang medis, kepala instalasi
gizi, ahli gizi, juru
Perencanaan pelayanan gizi sudah dilaksanakan dengan baik dan sesuai
dengan PGRS, pengorganisasian sudah tersusun dengan baik,
pelaksanaan pelayanan
Perbedaan: Hasil penelitian ,
dimana pada penelitian ini semua fungsi
manajemen sudah berjalan dengan
83
No Judul dan Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
Perbedaan/Persamaan dengan
penelitian sebelumnya
Ahmad Ahid Mudayana,2016)
Yogyakarta sudah berjalan dengan
baik
masak dan pramusaji. Alat
penelitian menggunakan
metode observasi dan wawancara
secara mendalam. Analisis data
dilakukan secara deskriptif kulitatif
dan untuk menjamin validitas
data dilakukan teknik triangulasi.
gizi sudah berjalan dengan baik dan sesuai
dengan PGRS tetapi kegiatan asuhan belum berjalan dengan rutin, pengawasan sudah
berjalan dengan baik, dan evaluasi sudah berjalan
dengan baik.
baik, kecuali asuhan gizi.
Persamaan:
Penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik triangulasi
84
C. KERANGKA BERPIKIR
D. Kerangka Konseptual
MANAJEMEN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
PERENCANAAN
PENGORGANISASIAN
PELAKSANAAN
PENGAWASAN
EVALUASI
KEPUASAN
PASIEN
RAWAT INAP
(GIZI)
85
E. KERANGKA KONSEPTUAL
NO. VARIABEL
PENELITIAN
DEFINISI
TEORI
DEFINISI
KONSEP
PEDOMAN
WAWANCARA
1. Perencanaan
pelayanan gizi
Dasar pemikiran dari tujuan
dan penyusunan langkah-
langkah yang akan dipakai
untuk mencapai tujuan.
Merencanakan berarti
mempersiapkan segala
kebutuhan,
memperhitungkan matang-
matang apa saja yang
menjadi kendala, dan
merumuskan bentuk
pelaksanaan kegiatan yang
bermaksuud untuk
mencapai tujuan.
1. Rencana anggaran
bahan makanan
2. Survey pasar
3. Perhitungan indeks
harga makanan
4. Rencana kebutuhan
bahan makanan
5. Rencana menu
6. Proses pengadaan
bahan makanan
1. Apakah dalam
merencanakan
anggaran bahan
makanan
menggunakan data
pasien di tahun
sebelumnya?
2. Apakah ada dilakukan
survey pasar untuk
menentukan harga
rata-rata bahan
makanan?
3. Bagaimana cara
menghitung anggaran
bahan makanan untuk
86
(George R. Terry) pelayanan gizi selama
setahun, apakah
memakai perhitungan
indeks harga
makanan?
4. Bagaimana cara
merencanakan
kebutuhan bahan
makanan?
5. Bagaimana cara
merencanakan menu
makanan?
6. Bagaimana proses
pengadaan bahan
makanan di rumah
sakit?
2. Pengorganisasian
pelayanan gizi
Cara untuk mengumpulkan
orang-orang dan
menempatkan mereka
1. Struktur organisasi
2. Latar belakang
pendidikan petugas
1. Bagaimana struktur
organisasi bidang
penunjang di rumah
87
menurut kemampuan dan
keahliannya dalam
pekerjaan yang sudah
direncanakan.
(George R. Terry)
3. Tugas pokok dan
fungsi
4. Komunikasi atasan
dan bawahan
sakit?
2. Apakah petugas sudah
bekerja sesuai dengan
latar belakang/
kualifikasi
pendidikannya?
3. Apakah petugas sudah
bekerja sesuai tugas
pokok dan fungsinya?
4. Apakah terjalin
komunikasi yang baik
antara atasan dengan
bawahan?
3. Pelaksanaan
pelayanan gizi
Untuk menggerakan
organisasi agar berjalan
sesuai dengan pembagian
kerja masing-masing serta
menggerakan seluruh
sumber daya yang ada
1. Pelaksanaan
skrining gizi
2. Pelaksanaan PAGT
3. Proses pemesanan
dan pembelian
bahan makanan
1. Apakah proses
skinning gizi di instalasi
rawat inap berjalan
dengan baik?
2. Bagaimana
pelaksanaan Proses
88
dalam organisasi agar
pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan bisa
berjalan sesuai rencana dan
bisa mencapai tujuan.
(George R. Terry)
4. Proses penerimaan
bahan makanan
5. Proses
penyimpanan dan
penyaluran bahan
makanan
6. Proses persiapan
bahan makanan
7. Proses pemasakan
bahan makanan
8. Proses distribusi
makanan
Asuhan Gizi Terstandar
di instalasi rawat inap
rumah sakit?
3. Bagaimana proses
pemesanan dan
pembelian bahan
makanan di rumah
sakit?
4. Bagaimana proses
penerimaan bahan
makanan?
5. Bagaimana proses
penyimpanan dan
penyaluran bahan
makanan?
6. Bagaimana proses
persiapan bahan
makanan?
7. Bagaimana proses
89
pemasakan bahan
makanan?
8. Bagaimana proses
distribusi makanan
untuk pasien di
instalasi rawat inap?
4. Pengawasan
pelayanan gizi
Untuk mengawasi apakah
gerakan dari organisasi ini
sudah sesuai dengan
rencana atau belum. Serta
mengawasi penggunaan
sumber daya dalam
organisasi agar bisa
terpakai secara efektif dan
efisien tanpa ada yang
melenceng dari rencana.
(George R. Terry)
1. Pengawasan terhadap
proses perencanaan
pelayanan gizi
2. Pengawasan terhadap
proses pengadaan
bahan makanan.
3. Pengawasan terhadap
pencatatan dan
pelaporan
1. Apakah ada pengawasan
terhadap proses
perencanaan pelayanan
gizi?
2. Apakah ada pengawasan
terhadap proses
pengadaan bahan
makanan?
3. Apakah ada pengawasan
terhadap pencatatan dan
pelaporan kegiatan
asuhan gizi?
90
5. Evaluasi pelayanan
gizi
Evaluasi dapat disamakan
dengan penaksiran
(appraisal), pemberian
angka (rating) dan penilaian
(assessment), kata-kata
yang menyatakan usaha
untuk menganalisis hasil
kebijakan dalam arti satuan
nilainya. Dalam arti yang
lebih spesifik, evaluasi
berkenaan dengan produksi
informasi mengenai nilai
atau manfaat hasil
kebijakan”
(Dunn, 2003:608)
1. Kegiatan monitoring
dan evaluasi terhadap
pelayanan gizi
2. Evaluasi terhadap
hasil pencatatan dan
pelaporan asuhan gizi
3. Apakah ada dilakukan
kegiatan monitoring dan
evaluasi gizi untuk
mengetahui tingkat
keberhasilan pada
pasien?
4. Apakah ada
dilaksanakan kegiatan
evaluasi pelayanan gizi?
5. Apakah ada evaluasi
terhadap hasil
pencatatan dan
pelaporan kegiatan
asuhan gizi?
91
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan fenomenologis, yang dimaksudkan untuk
melakukan analisis proses manajemen pelayanan gizi di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Umum Daerah Kudungga Sangatta dengan purposive
sampling.
B. Pengelolaan Peran sebagai Peneliti
Informasi yang tersirat di balik manajemen pelayanan gizi hingga
survei kepuasan pasien terendah di instalasi rawat inap, dieksplorasi oleh
peneliti sebagai instrument penelitian.Suasana lingkungan rumah sakit,
instalasi gizi diciptakan sedemikian rupa pada waktu melakukan
penjejakan maupun pada waktu melakukan eksplorasi data, peneliti
mencipakan suasana santai dan bersahabat tanpa kecurigaan, sehingga
para informan tidak merasakan bahwa percakapan yang sedang dilakukan
adalah wawancara dan observasi.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Instalasi gizi RSUD Kudungga
Sangatta, Kutai Timur, Kalimantan Timur pada bulan Mei-Juni 2017.
92
D. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder.
1. Data Primer, data yang didapat dari obyek penelitian melalui :
a. Wawancara mendalam (in depth interview)
Wawancara mendalam dilakukan terhadap informan yang
mengetahui permasalahan secara mendalam tentang manajemen
pelayanan gizi, dimana informan tersebut mampu dan memiliki
pengetahuan luas serta bersedia memberikan informasi dengan
baik yakni :
1) Direktur RS/Kabid penunjang dimana mereka ini sudah
mempunyai pengalaman dalam bidang manajemen pelayanan
gizi.
2) Kepala Subbidang logistik, yang terlibat dalam manajemen
pelayanan gizi
3) Kepala instalasi gizi,yang terlibat langsung dalam proses
kegiatan penyelenggaraan manajemen pelayanan gizi dan
mengetahui segala aspek pelayanan gizi.
4) Staf gizi (ahli gizi, pemasak, pramusaji, administrasi, logistik),
dimana mereka yang terlibat langsung pada proses pelayanan
gizi ke pasien.
b. Pengamatan (Observasi)
Metoda ini dilakukan dengan cara mengamati langsung terhadap
93
keseharian informan dalam melaksanakan tugasnya, dimana
metode ini dapat membantu menjelaskan data yang didapatkan
melalui teknik wawancara mendalam atau dengan kata lain
dilakukan sebagai suatu bentuk triangulasi guna menjamin validitas
data yang telah didapatkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mengetahui kesesuaian antara ketentuan yang telah ditetapkan
dengan pelaksanaannya.
2. Data Sekunder, data ini diperoleh dari hasil pemeriksaan/ telaah
dokumen dan laporan-laporan yang terkait dengan obyek penelitian
yaitu berupa :
a. Dokumen struktur organisasi instalasi gizi
b. Dokumen uraian tugas pokok dan fungsi
c. Formulir asuhan gizi
d. Dokumen perencanaan makan minum
e. Dokumen stok logistik.
E. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini dengan
menggunakan metode wawancara, dokumentasi, rekaman arsip,
observasi dan metode dokumentasi.
1. Metode interview (wawancara )
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dari responden yang
didasarkan pada laporan tentang diri sendiri atau self report atau
94
pengetahuan dan atau keyakinan pribadi (Sugiyono, 2009).
2. Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang
bersumber pada hal-hal yang tertulis seperti buku-buku, majalah,
dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya (Arikunto dalam Listiani, 2006)
Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk
memperoleh data yang berhubungan dengan alur pelayanan gizi
rumah sakit.
3. Rekaman arsip, dapat berbentuk manual atau terkomputerisasi berupa
bagan rumah sakit, struktur organisasi instalasi gizi RSUD Kudungga
Sangatta.
4. Observasi dengan peneliti mengamati secara langsung kondisi di
lapangan, baik berupa keadaan fisik maupun perilaku yang terjadi
selama berlangsungnya penelitian.
F. Teknik Analisa Data
Teknik analisis data dimulai dengan cara mengatur urutan data
dengan cara mengorganisir data yang telah terkumpul, baik dari hasil
wawancara mendalam, telaah dokumen, catatan lapangan, serta foto
yang diambil sebagai bahan dokumentasi. Data yang terkumpul kemudian
dikategorikan dan dipilah-pilah.Pemilahan dan pengkategorisasian data
tersebut bertujuan untuk menemukan tema.Beberapa tema yang
merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap manajemen
pelayanan gizi di instalasi rawat inap tersebut kemudian dihubungkan ke
95
dalam satu bagan kemudian diinterpretasikan.
Teknik analisa data dalam penelitian ini mengikuti petunjuk Miles
dan Huberman (Maleong, 2002) yang melalui tiga alur sebagai berikut :
1. Reduksi data
Pertama-tama adalah melakukan pemilahan, pemusnahan,
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
ada yang ditemukan di lapangan, memilih dan mengelompokkan data,
serta membuang data yang tidak diperlukan.
2. Penyajian data
Alur analisis yang kedua adalah menyajikan data yang telah dianalisis
pada alur pertama, kemudian disajikan dalam bentuk naratif.
3. Penarikan kesimpulan
Alur selanjutnya adalah mencari makna atau hal-hal yang spesifik
untuk diangkat sebagai alur sebab akibat.
G. Pengecekan Validitas Temuan
Untuk menjamin keabsahan data, maka peneliti melakukan
pengumpulan data dengan beberapa metode yaitu : dengan teknik
triangulasi dengan pengumpulan data dari informan yaitu kepala bidang
penunjang medis, kepala sub bidang logistik, kepala instalasi gizi, staf gizi
(ahli gizi, pemasak, pramusaji, logistik, administrasi) yang dimulai dari :
1. Teknik triangulasi data, dengan maksud agar data yang telah
terkumpul dapat dilacak keabsahannya.
96
2. Teknik triangulasi sumber, dengan wawancara mendalam untuk
mengecek data dengan fakta dari sumber lain, data dari masing-
masing informan, telah dicocokkan dan dibandingkan dengan informan
lainnya untuk meyakinkan keabsahan data.
3. Teknik triangulasi, metode pengambilan data untuk keabsahan data
.
97
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta
Kutai Timur adalah kabupaten pemekaran dari Kabupaten Kutai
Kartanegara pada tahun 1999.Sebagai Kabupaten baru, Kutai Timur
berbenah dalam hal pelayanan kepada masyarakat. Salah satunya
adalah menyediakan layanan kesehatan dengan mendirikan pusat
layanan kesehatan masyarakat ( PUSKESMAS ) Plus Rawat Inap
diresmikan pertama kali oleh Bupati Kutai Timur pada tanggal 11
Oktober 2002, kemudian pada tahun 2003, terbit SK Bupati Kutai
Timur No : 334/02.188.45/HK/VIII/2003 tentang Penetapan status
PUSKESMAS rawat inap kecamatan Sangatta menjadi RSU type C
Sangatta Kabupaten Kutai Timur yang kemudian dikukuhkan oleh SK.
Menteri Kesehatan, No. 407/ MENKES/ SK/ III /2004 tanggal 25 Maret
2004 menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta. Pendirian RSUD
Sangatta ini merupakan wujud komitmen nyata dan tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dalam menyediakan pelayanan
kesehatan yang berkualitas dan terjangkau untuk seluruh lapisan
masyarakat.
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, maka pada tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Kutai
98
Timur bekerjasama dengan PT. Kaltim Prima Coal (KPC) telah
melaksanakan pembangunan gedung baru yang lebih refresentatif
dengan luas bangunan 12.600 M2, di atas lahan seluas 7.8 Ha yang
berlokasi di Jalan Soekarno Hatta dan pada tanggal 4 Oktober 2010
RSUD Sangatta telah menempati gedung baru tersebut. Pada awal
menempati gedung baru tersebut jumlah tempat tidur yang tersedia
sebanyak 41 TT dan hingga tahun 2014 memiliki 144 tempat tidur
dengan tingkat hunian rata-rata 55,5 % per tahun.
Sejak Bulan Juni 2009, RSUD Sangatta telah dikukuhkan
sebagai Rumah Sakit dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah ( PPK-BLUD) berdasarkan SK Bupati kutai
Timur Nomor 59 Tahun 2009. Dengan perubahan menjadi PPK-BLUD
tentunya memberikan fleksibilitas dan keleluasaan dalam mengelola
sumber daya, pelaksanaan tugas operasional publik dan pengelolaan
keuangan yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif sehingga mampu
memenuhi tuntutan dan harapan pelanggan yang datang ke rumah
sakit umum. Pada tanggal 03 Desember 2012 RSUD Sangatta
ditetapkan menjadi BLUD bertahap berdasarkan SK Bupati Kutai Timur
No 445/K.883/2012 dan terhitung mulai tanggal 30 Desember 2014
Status BLUD Bertahap ditingkatkan menjadi BLUD Penuh berdasarkan
SK Bupati Kutai Timur Nomor 440/k.992./2014.
99
Untuk mencapai pelayanan Prima maka RSUD Sangatta
mengadakan akreditasi atas pelayanan yang diberikan, dan pada
tahun 2012 RSUD telah memiliki sertifikat akreditasi dengan nomor :
KARS-SERT/548/VI/2012 . Sertifikat ini diberikan sebagai pengakuan
bahwa Rumah Sakit telah memenuhi standar pelayanan rumah sakit
yang meliputi:
1. Administrasi dan Manajemen
2. Pelayanan Medis
3. Pelayanan Gawat Darurat
4. Pelayanan Keperawatan
5. Rekam Medis
Status Akeditasi Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta
adalah“LULUS TINGKAT DASAR” Berlaku : 7 Juni 2012 sampai
dengan 7 Juni 2015.
B. Visi Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta
Menjadi Rumah Sakit Pilihan Utama Dalam Pemeliharan
Kesehatan di Kutai Timur dan Terbaik di Kalimatan Timur.
1. Pilihan Utama maksudnya adalah menjadikan Rumah Sakit Umum
Daerah Sangatta sebagai pusat rujukan dari seluruh masyarakat
Kutai Timur dalam hal pelayanan kesehatan dilihat dari keunggulan
sumber daya manusia (dokter spesialis yang lebih lengkap), sarana
dan prasana dengan pelayanan yang prima.
100
2. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya pemeliharaan kesehatan
yang bersifat komprehensif meliputi upaya preventif, promotif,
kuratif dan rehabilitatif.
3. Terbaik di Kalimantan Timur maksudnya adalah menjadikan
Rumah Sakit Umum Sangatta sebagai rumah sakit tipe C terbaik di
Kalimantan Timur.
Dalam mewujudkan Visi Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta
menjadi kondisi nyata maka disusun langkah – langkah yang akan
ditempuh untuk mencapai visi tersebut dalam bentuk misi yaitu :
1. Memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna, bermutu, dan
terjangkau yang berorientasi pada kepuasan pelanggan.
2. Menyediakan produk layanan yang unggul dan unik terdiri dari
medical check up, trauma center, dan pain terapi.
3. Menyediakan sumber daya yang profesional untuk menunjang
pelayanan kesehatan melalui pendidikan dan penelitian.
4. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasaran
prasarana pelayanan di semua bidang secara terus menerus dan
berkesinambungan.
5. Menciptakan kemitraan jangka panjang yang saling
menguntungkan.
6. Meningkatkan kesejahteraan dan kepuasan karyawan dengan
system remunerasi.
101
Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesuai dengan
Motto “ Profesional Dan Tulus Ikhlas Dalam Pelayanan” Memberikan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan meminimalisir birokrasi
secara professional, aman dan nyaman serta terjangkau untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal.
C. Prinsip – prinsip yang ada di rumah sakit
1. Profesionalisme
a. Dalam memberikan pelayanan selalu sesuai dengan system
dan prosedur yang berlaku.
b. Keyakinan atas kemampuan sendiri
c. Bersedia bekerja dalam situasi yang penuh tantangan
d. Memegang teguh rahasia jabatan
2. Empati
a. Memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap
masalah yang dihadapi oleh pelanggan.
b. Ikut merasakan apa yang terjadi atas keluhan atau masalah
pelanggan
c. Berusaha memberikan motivasi yang baik dalam menghadapi
keluhan pelanggan.
3. Komitmen
a. Membangun komitmen yang kuat untuk bersama-sama bekerja
untuk kemajuan rumah sakit
b. Senantiasa memberikan kemampuan yang terbaik untuk
102
meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
4. Kejujuran
a. Selalu menjunjung tinggi kejujuran
b. Transparan dan akuntabel dalam melakukan setiap tugas
c. Berani menyatakan kebenaran berdasarkan data dan fakta
dengan penuh tanggung jawab.
5. Kesetaraan dalam pelayanan
Selalu mengutamakan kesejahteraan dalam pelayanan
kepada pelanggan tanpa adanya perbedaan.
D. Susunan organisasi
1. Susunan organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta terdiri
dari :
a. Direktur
b. Tata Usaha
c. Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan
d. Bidang Penunjang
e. Bidang Pengembangan dan Baku Mutu
f. Kelompok Jabatan Fungsional
2. Tata usaha dipimpin oleh seorang kepala tata usaha, yang berada
dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur.
3. Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan dipimpin oleh kepala
bidang, yang berada dibawah dan bertanggun jawab kepada
Direktur.
103
4. Sub Bagian Penunjang oleh seorang kepala Sub Bagian, yang
berada dibawah dan tanggung jawab kepada Direktur.
5. Sub Bidang Pengembangan dan Baku Mutu dipimpin oleh seorang
kepala Sub Bidang, yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur.
6. Kelompok jabatan fungsional ditetapkan dan berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur.
Adapun garis koordinasi bagian dan bidang ke jenjang bawah
sebagai berikut :
1. Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta dipimpin oleh seorang
Direktur yang membawahi
a. Tata usaha.
b. Bidang medik dan Keperawatan.
c. Bidang penunjang
d. Bidang Pengembangan dan Baku mutu.
e. Kelompok jabatan fungsional.
2. Tata usaha membawahi
a. Sub bag perencanaan dan program
b. Sub bagian keuangan dan akuntansi
c. Sub bagian umum,kepegawaaian dan perlengkapan
3. Bidang Pelayanan medik dan Keperawatan membawahi
a. Sub bagian pelayanan medik
b. Sub bagian keperawatan
104
c. Sub bagian Informasi Kesehatan
4. Bidang penunjang membawahi
a. Sub Bidang Penunjang Medis
b. Sub Bidang Penunjang Non Medis
c. Sub Bidang Penunjang Logistik
5. Bidang Pengembangan dan Baku mutu
a. Sub bagian Diklat dan Pengembangan Pelayanan
b. Sub Bidang Baku Mutu
c. Sub bagian Hukum dan Humas
Kelompok jabatan fungsional terdiri dari kepala instalasi,
Komite medik, Komite keperawatan, Komite Farmasi Terapi, Komite
Rekam Medik.
Instalasi gizi RSUD Kudungga Sangatta adalah bagian dari
penunjang medik yang dikepalai oleh kepala instalasi gizi dengan
dibantu oleh tenaga fungsional gizi yaitu ahli gizi, koki, dan
pramusaji, tenaga logistik, tenaga administrasi.
105
Gambar 6.Struktur Organisasi RSUD KudunggaSangatta
Sumber: Data sekunder
106
Gambar 7 Struktur Organisasi Instalasi Gizi RSUD Kudungga Sangatta
Sumber: Data Sekunder.
KEPALA SUBBIDANG
PENUNJANG LOGISTIK
PJ UNIT PRODUKSI
DAN
PENDISTRIBUSIAN
MAKANAN
PJ UNIT PELAYANAN
ASUHAN GIZI RAWAT
INAP
PJ UNIT PELAYANAN
ASUHAN GIZI RAWAT
JALAN
KEPALA INSTALASI GIZI
PERSIAPAN
PENGOLAHAN
MAKANAN BIASA
MAKANAN DIET
PENDISTRIBUSIAN
PJ UNIT PELAYANAN
PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN
GIZI
PETUGAS LOGISTIK
VVIP
VIP
KELAS I
KELAS II
KELAS III
RAWAT JALAN
RAWAT INAP
MASYARAKAT/
KARYAWAN
107
B. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Informan
Kepala bidang penunjang adalah seorang dokter gigi yang sudah
berpengalaman membawahi bagian penunjang medis selama 2 periode.
Kepala subbidang logistik adalah seorang perawat, telah bertugas di
bidang penunjang selama kurang lebih 6 tahun, berkompeten dalam
bidang penunjang medik, sehingga ditunjuk oleh kepala bidang penunjang
untuk membawahi instalasi gizi.
Kepala instalasi gizi adalah seorang ahli gizi yang telah ditunjuk
oleh kepala bidang untuk mengatur pelayanan gizi danmengkoordinir staf
gizi.Staf gizi terdiri dari bermacam-macam latar belakang pendidikan.
Semua responden tersebut dipilih, karena secara struktur
organisasi dianggap sebagai orang yang paling memahami/ mengetahui
permasalahan tentang manajemen pelayanan gizi dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan pelayanan, pengawasan,
evaluasi.Wawancara mendalam dilakukan kepada 10 orang responden
secara terpisah dan masing-masing berlangsung selama 60-90 menit
perorang dengan menggunakan pedoman wawancara, sedangkan untuk
observasi dilakukan observasi partisipasi pasif terhadap responden yang
telah ditentukan, dimana peneliti melakukan pengamatan sebagai
penonton, (Nasution, 1992).
Adapun karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 1 berikut
ini :
108
Tabel 1 : Karakteristik Informan di RSUD Kudungga Sangatta
No. Inisial
informan Umur
(tahun) Jabatan Pendidikan
Status Kepegawaian
Lama kerja
(tahun)
INFORMAN
KUNCI
1 RP 53 Kepala bidang
penunjang S1 dokter
gigi PNS 24
2 Y 42 Kepala subbidang penunjang logistik
S1 perawat PNS 20
3 V 31 Kepala instalasi
gizi D3 gizi PNS 6
INFORMAN TAMBAHAN
4 SDA 30 Staf gizi(ahli gizi) D3 Gizi TK2D 5
5 RM 27 Staf gizi(logistik) D3
Kebidanan TK2D 3
6 S 30 Staf gizi
(administrasi) SMU TK2D 7
8 D 41 Staf gizi
(pramusaji) SMU TK2D 5
9 N 33 Staf gizi (Ahli gizi) SKM Gizi Honor penyedia 1
10 WY 37 Staf gizi (Koki) SMU TK2D 8
2. Analisis Manajemen Pelayanan Gizi
Untuk mengetahui bagaimana proses manajemen pelayanan gizi di
RSUD Kudungga Sangatta, dilakukan wawancara mendalam terhadap
Kepala bidang penunjang medik, kepala sub bidang logistik, kepala
instalasi gizi , dan staf gizi(ahli gizi, pemasak , pramusaji, administrasi dan
logistik).
Wawancara meliputi kegiatan perencanaan pelayanan,
pengorganisasian, pelaksanaan pelayanan gizi, pengawasan dan
monitoring. Adapun tahap analisis manajemen pelayanan gizi adalah
sebagai berikut :
109
A. Perencanaan Pelayanan Gizi
Untuk menunjang manajemen pelayanan gizi diperlukan
perencanaan yakni perencanaan menu, perencanaan kebutuhan
bahan makanan, perencanaan anggaran bahan makanan serta
pengadaan bahan. Perencanaan menu memerlukan ketrampilan
menyusun dan memadupadankan hidangan hingga bervariasi namun
memiliki cita rasa yang sesuai dengan selera pasien dan memenuhi
kecukupan gizinya.
Berikut penyataan responden yang telah diwawancarai :
“…..Penyusunan rencana anggaran menggunakan data rata-rata jumlah pasien rawat inap di tahun sebelumnya (2016) yaitu sebanyak 6.170 orang…”(responden Y)
Mengenai survey pasar diinformasikan sebagai berikut :
“….. survey pasar masih mengikuti harga yang lama, data masih belum update….”(responden Y)
Hal ini ditambahkan oleh responden V :
“……survey pasar sudah jarang dilakukan, karena pengadaan bahan makanan dikelola oleh pihak ketiga (penyedia barang)……….’
Untuk teknik penghitungan anggaran bahan makanan dan
pengadaan gizi selama setahun, dijelaskan bahwa :
“…. Kami tidak menghitung indeks harga makanan dalam membuat anggaran bahan makanan, kami menghitung biaya perporsi kepada pihak penyedia….”(responden V)
“… karena keterbatasan anggaran, piutang rumah sakit yang tidak lancar, sehingga anggaran belanja makanan harus efisien, untuk pengadaan bahan makanan dilakukan dengan sistem outsourcing sebagian yaitu bahan makanan dan tenaga kerja dari pihak ketiga (penyedia)…” (responden Y)
110
Pada wawancara mengenai perencanaan menu didapatkan
informasi :
“… perencanaan menu adalah tugas saya sebagai kepala instalasi gizi, berdasarkan anggaran yang disediakan, ketersediaan bahan makanan di pasar. Namun terkadang harus menyesuaikan dengan kondisi musim bahan makanan tertentu…”
“…. Dalam pelaksanaan perencanaan menu, kami belum ada membentuk tim khusus. Siklus menu dibuat untuk 10 hari,belum ada penggantian siklus menu dalam 3 tahun terakhir dan belum pernah diadakan penilaian menu ataupun uji coba menu..”(responden V)
Dari informasi yang didapatkan dapat disimpulkan, survey harga
tidak mengikuti harga yang terbaru, perencanaan menu dilakukan oleh
kepala instalasi gizi, belum ada penggantian siklus menu selama 3
tahun terakhir , masih menggunakan menu yang lama, menunjukkan
kurangnya variasi menu. Belum ada tim khusus untuk perencanaan
menu, dan belum ada penilaian menu maupun uji coba menu.
B. Pengorganisasian
Berikut pernyataan responden mengenai pengorganisasian di
instalasi gizi RSUD Kudungga :
“… seharusnya gizi dibawah penunjang non medik, namun saya baru bertugas kembali di bidang penunjang medik, dan gizi telah dikoordinasikan sebelumnya oleh kasubbid penunjang logistik sehingga koordinasi kegiatan pelayanan gizi tetap dilanjutkan oleh kasubbid penunjang logistik, karena beliau sudah menguasai bidang gizi..” (responden, RP)
Wawancara mengenai struktur organisasi , berikut penyataan
responden:
111
“…..struktur organisasi yang baru di instalasi gizi belum diperbaharui, terjadi perubahan personil karena ada yang pindah ke tempat tugas yang lain…” (responden Y)
“…… Beban kerja kepala instalasi gizi cukup berat, terkendala pada kurangnya tenaga ahli gizi. Contohnya karena kurangnya tenaga ahli gizi, maka pelayanan asuhan gizi rawat inap juga dilakukan oleh kepala instalasi gizi, sehingga tugas pokok lainnya tidak bisa terlaksana dengan baik….” (responden V)
Informasi lainnya yang didapatkan dari responden adalah :
“….. Tugas sebagai Penanggung Jawab Unit Pelayanan Asuhan Gizi Rawat Jalan tidak dapat terlaksanan dengan baik, karena poliklinik gizi/ ruang konseling tidak sesuai standar/ lengkap dan jarang difungsikan. Tidak ada dibuat penjadwalan dan materi penyuluhan untuk kegiatan penyuluhan gizi rawat jalan….” (responden SDA)
“…..Tugas sebagai Penanggung jawab Unit Pelayanan Penelitian dan Pengembangan Gizi tidak bisa terlaksana karena terkait anggaran, sehingga kegiatan yang dilakukan lebih banyak membantu unit produksi …” (responden V)
Dari informasi yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pada
struktur organisasi instalasi gizi RSUD Kudungga, kepala instalasi gizi
berada di bawah koordinasi kepala sub bidang logistik. Tugas pokok
dan fungsi dari kepala instalasi menjadi bertambah, yaitu harus
melakukan asuhan gizi di ruangan, karena kurangnya tenaga ahli
gizi.Tugas pokok dan fungsi dari beberapa penanggung jawab unit
masih belum dapat terlaksana oleh karena tidak adanya sarana
prasarana dan keterbatasan anggaran rumah sakit.
C. Pelaksanaan Pelayanan Gizi
Pada pelayanan gizi rawat inap dilakukan skrining gizi dan
Proses Asuhan Gizi Terstandar. Dari wawancara pada responden ahli
112
gizi didapatkan informasi sebagai berikut :
“…..skrining gizi dan proses asuhan gizi terstandar hanya dilaksanakan pada pasien tertentu seperti pasien dengan riwayat diabetes mellitus, hipertensi dan pasien dengan diagnosa gangguan jantung….”(responden SDA)
“…. Tidak bisa dilaksanakan skrining gizi dan proses asuhan gizi terstandar secara lengkap pada pasien, apalagi untuk pengisian formulir pada tiap pasien secara lengkap, hal ini disebabkan karena tenaga ahli gizi yang bertugas di instalasi gizi masih kurang…”(responden V)
“…..kami jarang melakukan penyuluhan tentang gizi pada kegiatan tertentu, ruang khusus untuk konseling gizi tidak dimanfaatkan dengan baik….”(responden N)
“….petugas ahli gizi jarang memberikan konseling pada pasien, mudah-mudahan nanti dengan adanya dokter spesialis gizi, maka konseling gizi ke pasien bisa terlaksana….”(responden RP)
Untuk proses pemesanan dan pembelian barang dijelaskan
pelaksanaannya sebagai berikut :
“…..pengadaan bahan makanan dilelangkan pada pihak ketiga, dengan perhitungan per porsi 3 kali makan perhari ditambah 2 kali snack perhari, sehingga kami memesan bahan makanan dengan hitungan per porsi tersebut sesuai data jumlah pasien yang dirawat inap …”
“ ….penerimaan bahan makanan diperkirakan untuk persiapan 2 hari, penyimpanan pada tempat penyimpanan instalasi gizi…”(responden R)
Untuk proses memasak makanan, berikut pernyataan
responden :
“… kami memasak sesuai dengan bahan makanan yang dipesan oleh bagian perencanaan dan logistik, untuk menu telah ditentukan dan tidak ada aturan dalam menilai hasil masakan…”(responden WY)
113
Dari beberapa informan tersebut dapat disimpulkan bahwa
instalasi gizi masih kurang tenaga ahli gizi, tidak terlaksananya secara
rutin program asuhan gizi terstandar, kurangnya komitmen petugas
untuk mengisi daftar formulir diet pasien, dan daftar formulir lainnya
Mengenai distribusi makanan ke pasien,berikut diinformasikan
oleh beberapa responden :
“….peralatan makan pasien sering hilang, namun sekarang kami mencoba dengan sistem pencatatan stok peralatan..”
“….pernah terjadi kesalahan dalam pendistribusian makanan untuk pasien yaitu diet pasien tertukar dengan pasien yang lain…” (responden D)
“… penyampaian makanan dengan cara desentralisasi, disesuaikan dengan diet pasien pada formulir daftar menu, namun pencatatan dan pelaporan formulir jarang diisi...” (responden, V)
Dalam hal pendistribusian makanan dapat diambil informasi
bahwa pencatatan dan pelaporan data diet pasien, data peralatan
makan belum berjalan optimal.
Dari informasi yang didapatkan bahan makanan disiapkan oleh
pihak ketiga selaku penyedia barang, berdasarkan data pemesanan
barang dari petugas logistik. Pemesanan berdasarkan jumlah pasien
pada rawat inap, dihitung berupa hitungan perporsi ,pemasak
mengolah makanan berdasarkan bahan makanan mentah yang ada,
cukup atau pun tidak cukup untuk jumlah pasien.
Pengawasan
Salah satu fungsi manajemen adalah pengawasan atau
controlling.Apabila kegiatan telah direncanakan dan dilaksanakan,
114
maka perlu adanya pengawasan.
“…..proses perencanaan dan pengadaan di instalasi gizi mengikuti proses lelang, perhitungan dan pencatatannya terdapat dalam dokumen lelang mengikuti prosedur yang berlaku, yang pengawasannya dilaksanakan oleh instansi pemerintah…”(responden YY)
“…..bahan makanan yang telah disiapkan oleh pihak penyedia, diperiksa oleh tim petugas pemeriksa barang rumah sakit, namun pengawasan terhadap bahan makanan ini masih kurang optimal, dimana bahan makanan yang datang tidak selalu mengikuti siklus menu yang telah disiapkan oleh rumah sakit…”(responden V)
Mengenai pengawasan terhadap pencatatan dan pelaporan
berikut pernyataan responden :
“…. Pengawasan pencatatan dan pelaporan administrasi dan asuhan gizi, masih belum berjalan dengan baik…”(responden RP)
“ …..pencatatan dan pelaporan kegiatan administrasi masih banyak yang belum lengkap, kurangnya pengawasan dari atasan membuat kegiatan administrasi , maupun pencatatan dan pelaporan asuhan gizi pasien tidak terlaksana…”(responden S,)
Dapat diperoleh informasi bahwa proses pengawasan terhadap
ketepatan menu dengan bahan makanan yang disiapkan penyedia
belum berjalan dengan baik. Proses pengawasan terhadap pencatatan
dan pelaporan administrasi maupun pencatatan dan pelaporan asuhan
gizi pasien masih belum optimal.
D. Evaluasi
“…. Evaluasi pada bagian gizi berdasarkan hasil survey kepuasan pelanggan secara keseluruhan rumah sakit saja, untuk bagian gizi sendiri belum pernah dilakukan evaluasi terhadap hasil pencatatan dan pelaporan kegiatan asuhan gizi…”(responden V)
115
Evaluasi perlu dilaksanakan, karena berkaitan dengan mutu
pelayanan. Di RSUD Kudungga telah dilaksanakan survey kepuasan
pelanggan, dimana pasien diminta untuk memasukkan kritikan maupun
sarannya ke dalam kotak saran yang telah disediakan pada tiap
ruangan, namun masih diperlukan tindak lanjut dari instalasi gizi.
Evaluasi internal di instalasi gizi belum ada dilakukan.
C. PEMBAHASAN
Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik dan pelayanan
penunjang medik. Pelayanan gizi di rumah sakit melakukan empat
kegiatan pokok yaitu asuhan gizi pasien rawat jalan, asuhan gizi pasien
rawat inap, penyelenggaraan makanan, penelitian dan pengembangan
gizi terapan.
Pelayanan gizi di rumah sakit bertugas memberikan makanan
kepada pasien rawat jalan dan rawat inap yang disesuaikan dengan
standar diet masing-masing pasien dan juga harus disesuaikan dengan
unit pelayanan kesehatan yang lain agar dapat mencapai pelayanan gizi
yang optimal.
Langkah pertama dan terpenting adalah skrining digunakan untuk
menilai nutrisi status semua pasien saat masuk rumah sakit. Pasien yang
kurang gizi atau berisiko kurang gizi perlu dipantau secara hati-hati.
Nutrisi untuk pasien harus dipandang sebagai bagian dari
perawatan medis pasien dan bukan bagian dari 'layanan hotel' yang
116
disediakan oleh rumah sakit.
Dari segi biaya, banyak manfaat dalam mengobati pasien yang
gizinya kurang. Ini termasuk mengurangi lamanya tinggal akan
mengurangi biaya rawat inap.
Beberapa tindakan yang harus dilakukan untuk memastikan pasien
memiliki asupan makanan yang memadai saat di rumah sakit adalah :
a. Skrining pasien untuk risiko gizi
b. Memantau asupan makanan
c. Memodifikasi menu rumah sakit sesuai dengan preferensi pasien
d. Memastikan bahwa pelayanan dan suasana waktu makan difokuskan
pada pasien yang nafsu makannya berkurang.
e. persiapan dan distribusi makanan yang tepat
Pelayanan gizi merupakan pelayanan yang menjadi tolak ukur mutu
pelayanan di rumah sakit karena makanan termasuk kebutuhan dasar
manusia dan merupakan faktor pencegah serta membantu penyembuhan
penyakit.
Pelayanan gizi di rumah sakit dilakukan dengan tujuan untuk
memberikan makanan yang bermutu, bergizi yang sesuai standar
kesehatan pasien dan untuk mempercepat proses penyembuhan pasien.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu diterapkan manajemen pelayanan
gizi di rumah sakit. Manajemen pelayanan gizi sangat dibutuhkan karena
tanpa manajemen semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan
lebih sulit.
117
Masalah umum utama di semua negara Eropa adalah kurangnya
keterlibatan dari manajemen rumah sakit dan di kebanyakan rumah sakit
penyediaan makanan dipandang sebagai tugas rutin. Namun, penting
untuk memperhatikan sistem layanan makanan di rumah sakit sebagai
masalah manajemen. Pelayanan makanan rumah sakit adalah proses
yang kompleks dimana makanan menjadi nutrisi yang dibutuhkan untuk
kesembuhan pasien, dan di mana banyak peranan dari berbagai bidang
yang berbeda terlibat. Oleh karena itu, manajemen harus memprioritaskan
untuk menciptakan kerangka kerja organisasi dimana makanan dan gizi
dapat dibahas (Nutrition, 2003)
Berikut ini adalah ringkasan hambatan perawatan gizi di rumah
sakit, lima faktor utama yang diuraikan (DOHC, 2009)adalah:
1. Kurangnya tanggung jawab yang jelas dalam perencanaan dan
pengelolaan nutrisi pasien.
Tanggung jawab, tugas,pokok dan fungsi dari berbagai staf
dalam perawatan nutrisi tampaknya tidak jelas di kebanyakan rumah
sakit di Eropa. Sebagai konsekuensinya, skrining ,penilaian risiko gizi
rutin dan konseling gizi tidak dilakukan. Akhirnya, dukungan nutrisi
untuk pasien yang kurang gizi dan pasien berisiko jarang dan tidak
konsisten.Tanggung jawab manajemen dan staf untuk perawatan
nutrisi harus ditetapkan secara jelas.
2. Kurangnya pendidikan nutrisi yang memadai di antara semua
118
kelompok staf.
Pendidikan dokter berisi beberapa pelajaran yang membahas
topik terkait gizi. Proses pengajaran yang telah tertinggal dari
penelitian nutrisi, meningkatkan kesenjangan antara pengetahuan dan
praktik. Perawat umumnya merasa sulit untuk mengidentifikasi pasien
berisiko dan menyiapkan rencana perawatan gizi.
Ahli diet walaupun telah menerima pelatihan paling mutakhir
namun tanggung jawab dalam praktik tidak seperti yang didapat dari
pelatihan karena kurangnya kesadaran klinis akan manfaat perawatan
gizi dan kurangnya dukungan dan akses terhadap sumber keuangan
yang memadai.
Staf layanan makanan mungkin tidak menyadari pentingnya
memberikan makanan bergizi tinggi kepada pasien yang sakit.
Akibatnya, mereka mungkin tidak memiliki pengaruh yang cukup kuat
dalam alokasi anggaran. Selain itu, manajemen mungkin kurang
memiliki kesadaran akan manfaat nutrisi dan karenanya tidak
menyadari pentingnya hal tersebut. Secara umum peningkatan tingkat
pendidikan gizi semua kelompok staf diperlukan.
3. Kurangnya pengaruh pasien
Hak dasar untuk mendapatkan makanan bergizi yang aman
harus dikomunikasikan kepada pasien dan keluarga mereka, sesuai
dengan kebijakan rumah sakit.Pasien yang sering dirawat di rumah
sakit sulit menyesuaikan diri, dari makanan yang dimasak di rumah
119
mereka sendiri. Ini mungkin mengakibatkan asupan makanan dan
penurunan berat badan yang buruk, tanpa pasien sadari bahwa
kehilangan berat badan akan meningkatkan peluang komplikasi dari
penyakit. Pasien yang puasa atau tes dan sering tidak sadar bahwa
makanan tambahan dan makanan ringan juga tersedia., Perawatan
harus diberikan untuk membantu pasien yang kurang gizi memilih
makanan yang sesuai, karena mereka dapat memilih makanan
berkalori rendah jika tersedia pada menu. Faktor tambahan seperti
jam layanan makan dan gangguan pada waktu makan mempengaruhi
cara pasien makan dan menikmati makanan mereka.Pemberian
makanan harus bersifat individual dan fleksibel. Semua pasien harus
bisa memesan makanan ekstra dan diberi tahu tentang kemungkinan
ini. Pasien harus dilibatkan dalam merencanakan makanan mereka
dan memiliki kontrol atas pilihan makanan. Menu yang menargetkan
kelompok tertentu harus dikembangkan.
4. Kurangnya kerjasama antar kelompok staf
Secara umum, cara termudah untuk memastikan bahwa
pasien makan dengan baik adalah adanya kolaborasi erat antara
pasien dan staf medis, perawat, dietisien dan petugas gizi. Dalam
kenyataannya kolaborasi jarang terjadi antara manajer rumah sakit,
dokter, dietisien, perawat, manajer katering dan staf layanan
makanan.Pentingnya kerja sama untuk menuju tujuan bersama yaitu
perawatan gizi pasien yang optimal. Manajemen rumah sakit harus
120
memberikan prioritas untuk memfasilitasi kerja sama ini.
5. Kurangnya keterlibatan manajemen administrasi rumah sakit
Manajemen mungkin tidak menyadari pelayanan gizi
memainkan peran yang sangat penting dalam rumah sakit.
Permasalahan pelayanan makanan di rumah sakit sering dianggap
sebagai hal yang bisa diatasi, namun sebenarnya pelayanan makanan
yang baik membutuhkan operator layanan makanan terampil.
Manajemen harus dapat menentukan secara tepat apa yang
dibutuhkan untuk layanan makanan.Pemberian makanan harus
dianggap sebagai bagian penting dalam merawat pasien dan bukan
hanya sebagai 'layanan hotel'. Manajemen rumah sakit harus
mengakui tanggung jawab untuk pelayanan makanan dan perawatan
gizi pasien, dan memberikan prioritas pada kebijakan makanan rumah
sakit. Pada perhitungan biaya layanan makanan, harus
mempertimbangkan biaya komplikasi dan lama tinggal di rumah sakit
karena gizi kurang.
Manajemen pelayanan gizi sangat penting dilakukan agar
dapat menghasilkan makanan yang bermutu dan dapat mempercepat
proses penyembuhan pasiennya. Tujuan manajemen pelayanan gizi
yaitu untuk menjamin agar instalasi gizi senantiasa dapat berfungsi
dengan baik, efisien, ekonomis, sesuai dengan spesifikasi atau
kemampuan awalnya. Fungsi-fungsi manajemen antara lain yaitu
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan
121
evaluasi.
a. Perencanaan Pelayanan Gizi
Perencanaan merupakan salah satu fungsi manajemen
kesehatan yang berperan penting dalam mempersiapkan secara
sistematis kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu. Perencanaan yang baik menuntut adanya sistem
monitoring dan evaluasi yang memadai dan berfungsi umpan balik
untuk tindakan pengendalian.Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 78 tahun 2013 tentang Pedoman Gizi Rumah
Sakit, perencanaan anggaran bahan makanan dibuat dengan
mengumpulkan data tentang macam dan jumlah konsumen / pasien
di tahun sebelumnya, hal tersebut telah dilakukan oleh instalasi gizi
RSUD Kudungga.
Untuk membuat perencanaan anggaran bahan makanan
tidak dilakukan survey harga pasar. Perhitungan anggaran bahan
makanan setahun tidak menggunakan indeks harga makanan.
Berdasarkan Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit,
terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam
perencanaan menu:
1) Peraturan pemberian makanan rumah sakit
Peraturan Pemberian Makanan Rumah sakit (PPMRS) sebagai
salah satu acuan dalam penyelenggaraan makanan untuk pasien
dan karyawan.
122
2) Kecukupan gizi konsumen
Menu harus mempertimbangkan kecukupan gizi konsumen dengan
menganut pola gizi seimbang.Sebagai panduan dapat
menggunakan buku penuntun diet atau Angka Kecukupan Gizi
mutakhir.
3) Ketersediaan bahan makanan dipasar
Ketersediaan bahan makanan mentah di pasar akan berpengaruh
pada macam bahan makanan yang digunakan serta macam
hidangan yang dipilih. Pada saat musim bahan makanan tertentu,
maka bahan makanan tersebut dapat digunakan dalam menu yang
telah disusun sebagai pengganti bahan makanan yang frekuensi
penggunaannya dalam 1 siklus lebih sering.
4) Dana/anggaran
Dana yang dialokasikan akan menentukan macam, jumlah dan
spesifikasi bahan makanan yang akan dipakai.
5) Karakteristik bahan makanan
Aspek yang berhubungan dengan karakteristik bahan makanan
adalah warna, konsistensi, rasa dan bentuk.Bahan makanan
berwarna hijau dapat dikombinasi dengan bahan makanan
berwarna putih atau kuning.Variasi ukuran dan bentuk bahan
makanan perlu dipertimbangkan.
6) Food habit dan Preferences
123
Food preferences dapat diartikan sebagai pilihan makanan yang
disukai dari makanan yang ditawarkan, sedangkan food habit
adalah cara seorang memberikan respon terhadap cara memilih,
mengonsumsi dan menggunakan makanan sesuai dengan
keadaan sosial dan budaya. Bahan makanan yang tidak disukai
banyak konsumen seyogyanya tidak diulang penggunaannya.
7) Fasilitas fisik dan peralatan
Macam menu yang disusun mempengaruhi fasilitas fisik dan
peralatan yang dibutuhkan. Namun di lain pihak macam peralatan
yang dimiliki dapat menjadi dasar dalam menentukan item
menu/macam hidangan yang akan diproduksi.
8) Macam dan jumlah tenaga
Jumlah, kualifikasi dan keterampilan tenaga pemasak makanan
perlu dipertimbangkan sesuai macam dan jumlah hidangan yang
direncanakan.
Langkah-langkah perencanaan menu
1) Bentuk tim kerja
Bentuk tim kerja untuk menyusun menu yang terdiri dari
dietisien, kepala masak (chef cook), pengawas makanan.
2) Menetapkan macam menu
Mengacu pada tujuan pelayanan makanan Rumah Sakit,
maka perlu ditetapkan macam menu, yaitu menu standar, menu
pilihan, dan kombinasi keduanya.
124
3) Menetapkan lama siklus menu dan kurun waktu penggunaan
menu
Perlu ditetapkan macam menu yang cocok dengan
sistem penyelenggaraan makanan yang sedang berjalan.Siklus
dapat dibuat untuk menu 5 hari, 7 hari, 10 hari atau 15
hari.Kurun waktu penggunaan menu dapat diputar selama 6
bulan-1 tahun.
4) Menetapkan pola menu
Pola menu yang dimaksud adalah menetapkan pola dan
frekuensi macam hidangan yang direncanakan untuk setiap
waktu makan selama satu putaran menu.Dengan penetapan
pola menu dapat dikendalikan penggunaan bahan makanan
sumber zat gizi dengan mengacu gizi seimbang.
5) Menetapkan besar porsi
Besar porsi adalah banyaknya golongan bahan makanan
yang direncanakan setiap kali makan dengan menggunakan
satuan penukar berdasarkan standar makanan yang berlaku di
Rumah Sakit.
6) Mengumpulkan macam hidangan untuk pagi, siang, dan malam
pada satu putaran menu termasuk jenis makanan selingan.
7) Merancang format menu
Format menu adalah susunan hidangan sesuai dengan
pola menu yang telah ditetapkan.Setiap hidangan yang terpilih
125
dimasukkan dalam format menu sesuai golongan bahan
makanan.
8) Melakukan penilaian menu dan merevisi menu
Untuk melakukan penilaian menu diperlukan instrumen
penilaian yang selanjutnya instrumen tersebut disebarkan
kepada setiap manajer. Misalnya manajer produksi, distribusi
dan marketing.Bila ada ketidak setujuan oleh salah satu pihak
manajer, maka perlu diperbaiki kembali sehingga menu telah
benar-benar disetujui oleh manajer.
9) Melakukan test awal menu
Bila menu telah disepakati, maka perlu dilakukan uji coba
menu.Hasil uji coba, langsung diterapkan untuk perbaikan
menu.
Perubahan menu diimplementasikan untuk meningkatkan
kualitas makanan, oleh karena itu, harus mengatasi berbagai
pengaruh. Setiap lembaga pelayanan makanan rumah sakit itu
unik dan intervensi harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
persepsi populasi pasien tertentu (Waite ML, 2000)
Ketersediaan bahan makanan di pasar cukup
mempengaruhi siklus menu, sehingga diperlukan koordinasi
yang baik antara bagian pemesanan dengan pihak penyedia,
agar tetap dapat dibuat menu yang bervariasi.
Berdasarkan penelitian (A. D. Barton, 2000) kebijakan
126
rumah sakit dalam pemberian makanan pada pasien
mempengaruhi intake nutrisi pasien. Banyaknya sisa makanan
yang terbuang, membuat asupan gizi pasien tidak mencukupi
untuk kesehatannya. Hal ini menjelaskan bahwa pentingnya
perencanaan dalam menentukan anggaran bahan makanan dan
menu serta kebijakan rumah sakit.
Pada instalasi gizi RSUD Kudungga, perencanaan menu
hanya dilakukan oleh satu orang yaitu kepala instalasi gizi, di
dalam Buku Pedoman Gizi Rumah Sakit, perencanaan dan
penyusunan menu dilakukan dengan membentuk tim kerja yang
terdiri dari dietisien, kepala masak (chef cook), pengawas
makanan.
Belum ada dibuat menu standar, menu pilihan dan
kombinasi keduanya, siklus menu sudah dibuat untuk 10 hari,
namun kurun waktu penggunaan menu, masih belum diganti
sejak 3 tahun terakhir, belum ada tim khusus untuk
perencanaan menu, dan belum ada penilaian menu maupun uji
coba menu.
Menurut laporan dan rekomendasi dari Badan
Penyelenggara, Pengawasan Makanan dan Keamanan
Konsumen di Eropa, kecenderungan umum saat ini adalah
pelayanan makanan rumah sakit dikelola melalui kontrak. Ini
berarti bahwa manajer rumah sakit menegosiasikan kontrak
127
dengan operator layanan makanan. Semua syarat dan
ketentuan yang signifikan dalam kaitannya dengan pelayanan
makanan harus dijelaskan dalam kontrak. Dengan demikian,
proses pembentukan kontrak dan tender menjadi sarana yang
sangat penting saat mencoba memperbaiki diri (Nutrition, 2003).
Kerangka kontrak harus mencakup hal berikut :
1. Manajemen, target golnya adalah kepuasan pasien.Dengan
memperhatikan kebersihan, kualitas, lingkungan dan kerja,
menetapkan tanggung jawab untuk kategori staf yang
berbeda dan menciptakan inovasi layanan makanan.
2. Dasar-dasar layanan, termasuk jumlah dan jenis makanan,
kualitas bahan baku, frekuensi makan, waktu makan, dan
makanan.
3. Keuangan, peraturan perundang-undangan, termasuk harga
layanan, dan layanan tambahan, syarat pembayaran, dan
apa yang harus dilakukan jika terjadi ketidaksepakatan atau
kerusakan bahan makanan.
4. Tugas operasional intra dapur, menggambarkan sistem
produksi dan sistem penjaminan mutu, sistem yang
mengelola kebersihan, lingkungan kerja, sumber daya
manusia, pengorganisasian fasilitas produksi.
5. Tugas operasional antar-dapur-lingkungan, menggambarkan
bagaimana kerjasama dibentuk dan dipelihara, mis.
128
Penunjukan contact person, karakterisasi rutinitas dan
tanggung jawab terkait pengiriman makanan di bangsal,
bagaimana umpan balik dari bangsal ke dapur
6. Pelayanan pada pasien, termasuk pilihan menu yang
memadai, pemesanan makanan yang mudah, jam makan
yang mudah, pilihan makan bersama, lingkungan makan
yang ramah, akses mudah ke informasi tentang layanan
makanan dan metode untuk pemberdayaan pasien.
Pengadaan bahan makanan di instalasi gizi RSUD Kudungga
menggunakan system kontrak / outsourcing sebagian, dimana bahan
makanan dan tenaga pemasak serta tenaga pramusaji diborongkan ke
jasa boga.
Makanan dan pelayanan berkualitas tinggi bukan hanya dari
ketrampilan operator layanan makanan, tetapi juga membutuhkan
kemampuan manajemen mendapatkan rekanan yang kompeten untuk
outsourcing Jika manajemen tidak dapat mendapatkan rekanan yang
kompeten, maka kinerja layanan outsourcing akan menjadi buruk.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian merupakan suatu proses pengelompokkan
orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab atau wewenang
dengan sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang
dapat digerakkan dalam rangka untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Sebagai seorang manajer, kepala instalasi gizi harus terus
129
melaksanakan fungsi manajemen dengan baik yaitu dengan
merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinir,
mengawasi kegiatan di instalasi gizi dengan meningkatkan mutu
secara keseluruhan dan dapat meningkatkan kepuasan kepada tenaga
kesehatan lainnya maupun kepada pasien secara keseluruhan.
Dari hasil penelitian wawancara mendalam tentang struktur
organisasi, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56
Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit pada pasal
25 dinyatakan :
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum kelas B
paling sedikit meliputi:
a. Pelayanan medik
b. Pelayanan kefarmasian
c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan
d. Pelayanan penunjang klinik
e. Pelayanan penunjang nonklinik
f. Pelayanan rawat inap.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit pada pasal 29 dinyatakan :
Pelayanan penunjang klinik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 huruf d meliputi pelayanan bank darah, perawatan intensif
untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi
instrumen dan rekam medik.
130
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit pada Pasal 30 dinyatakan :
Pelayanan penunjang nonklinik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 huruf e meliputi pelayanan laundry/linen, jasa boga/dapur,
teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah, gudang,
ambulans, sistem informasi dan komunikasi, pemulasaraan jenazah,
system penanggulangan kebakaran, pengelolaan gas medik, dan
pengelolaan air bersih.
RSUD Kudungga adalah rumah sakit kelas B, dengan struktur
organisasi di bawah Kepala Bidang Penunjang adalah Sub Bidang
Penunjang Medik, Sub Bidang Penunjang Non Medik, dan Sub Bidang
Logistik dimana Instalasi gizi berada di bawah koordinasi Sub Bidang
Logistik. Struktur organisasi ini berbeda dengan yang terdapat pada
Peraturan menteri kesehatan nomor 56 Tahun 2014.
Struktur organisasi di instalasi gizi sudah mengikuti Peraturan
Menteri Kesehatan nomor 78 tahun 2013 tentang Pedoman Gizi
Rumah Sakit, namun adanya unit penelitian dan pengembangan perlu
dievaluasi dan disesuaikan efektifitasnya dengan kondisi rumah sakit.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 78 tahun
2013 tentang Pedoman Gizi Rumah Sakit, dijelaskan bahwa dalam
memenuhi standar akreditasi dan terlaksananya pelayanan gizi rumah
sakit, dibutuhkan pimpinan pelayanan gizi yang memiliki kompetensi
131
dan pengalaman di bidang gizi/dietetik, yaitu seorang Registered
Dietisien (RD) dan diutamakan yang telah memperoleh pendidikan
manajemen. Di instalasi gizi RSUD Kudungga, belum memenuhi
pedoman gizi rumah sakit karena tenaga Registered Dietisien belum
ada.
Perlunya sarana prasarana yang mendukung kegiatan unit
asuhan gizi rawat jalan agar kegiatan konseling di poliklinik gizi dapat
berjalan baik dan petugas penanggung jawab unit asuhan gizi rawat
jalan dapat bekerja sesuai dengan tupoksinya.
Pembinaan tenaga kerja dapat dilakukan melalui beberapa cara
seperti dengan memberikan pelatihan bersertifikat (sertifikasi),
pendidikan lanjutan, kursus, mengikuti simposium/ seminar yang
bertujuan untuk untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta
mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan
etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu, sesuai
dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
a. Tujuan pendidikan dan pelatihan berjenjang dan berlanjut bagi
tenaga gizi adalah :peningkatan kinerja.
b. Peningkatan pengetahuan dan wawasan ilmiah terkini.
c. Peningkatan keterampilan.
d. Perubahan sikap dan perilaku yang posistif terhadap pekerjaan.
Dari penelitian (Jorja Collin, 2017) Perlunya kerjasama tim ,
kemampuan memecahkan masalah, kepemimpinan dan kepuasan
132
kerja petugas sangat berperan pada pelayanan gizi. Pendidikan dan
pelatihan juga diperlukan oleh petugas. Karakteristik dari petugas gizi
termasuk tingkat pengetahuan, persepsi petugas dalam melaksanakan
tugas pelayanan gizi, faktor kesehatan, dan uraian tugas akan
mempengaruhi tindakan mereka dalam melaksanakan asuhan gizi ke
pasien.
Peningkatan jenjang pendidikan bagi petugas atau tenaga
pelayanan gizi RSUD Kudungga perlu dipertimbangkan sesuai dengan
kebutuhan, perkembangan keilmuan yang terkait dengan peningkatan
pelayanan gizi. Jenis pendidikan dan pelatihan berjenjang dan
berlanjut (diklat jangjut) meliputi bentuk diklat formal dan diklat non-
formal.
c. Pelaksanaan Pelayanan Gizi
Pelaksanaan merupakan tahapan implementasi dari
keseluruhan rantai manajemen. Pada pelaksanaannya instalasi
gizi/unit gizi mengelola kegiatan gizi sesuai fungsi manajemen yang
dianut dan mengacu pada pedoman pelayanan gizi rumah sakit yang
berlaku dan menerapkan standar prosedur yang ditetapkan.
Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang
dimulai dari proses pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi
meliputi perencanaan, penyediaan makanan, penyuluhan/edukasi, dan
konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi gizi.
Menurut penelitian, separoh dari pasien mengaku nafsu
133
makannya menurun ketika dirawat inap di rumah sakit. Pasien perlu
diberikan edukasi tentang pentingnya makanan untuk pengobatan,
dengan demikian diharapkan agar dapat meningkatkan asupan makan
pasien dan mengurangi jumlah sisa makanan (Stanga, 2003)
Mekanisme pelayanan gizi rawat inap adalah:
1) Skrining gizi
Tahapan pelayanan gizi rawat inap diawali dengan
skrining/penapisan gizi oleh perawat ruangan dan penetapan order
diet awal (preskripsi diet awal) oleh dokter.Skrining gizi bertujuan
untuk mengidentifikasi pasien/klien yang berisiko, tidak berisiko
malnutrisi atau kondisi khusus. Kondisi khusus yang dimaksud
adalah pasien dengan kelainan metabolik; hemodialisis; anak;
geriatrik; kanker dengan kemoterapi/radiasi; luka bakar; pasien
dengan imunitas menurun; sakit kritis dan sebagainya.
Idealnya skrining dilakukan pada pasien baru 1 x 24 jam
setelah pasien masuk RS.Metoda skrining sebaiknya singkat, cepat
dan disesuaikan dengan kondisi dan kesepakatan di masing-
masing rumah sakit.
2) Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
Proses Asuhan gizi Terstandar dilakukan pada pasien yang
berisiko kurang gizi, sudah mengalami kurang gizi dan atau kondisi
khusus dengan penyakit tertentu.
Ketentuan aturan rumah sakit memberikan kontribusi yang
134
signifikan pada kesembuhan pasien, empati petugas juga akan
menambah perbaikan pasien (Compan, 1999)
Promosi kesehatan tentang gizi melalui pelayanan gizi di
rumah sakit akan meningkatkan kesembuhan pasien dan
menurunkan lama perawatan pasien sehingga berpengaruh pada
biaya perawatan (Giner, 1996)
Instalasi gizi RSUD Kudungga masih belum melaksanakan
secara rutin program asuhan gizi terstandar, hanya pada pasien
dengan diagnose tertentu atau sesuai dengan adanya permintaan
dokter penanggung jawab pasien, kurangnya komitmen petugas
untuk mengisi daftar formulir diet pasien, dan daftar formulir
lainnya, sehingga pencatatan dan pelaporan rekam medis pasien
tidak lengkap.
Pemesanan bahan makanan, penyusunan permintaan
(order) bahan makanan berdasarkan pedoman menu dan rata-rata
jumlah konsumen/pasien yang dilayani, sesuai periode pemesanan
yang ditetapkan.
Pemesanan bahan makanan di instalasi gizi RSUD
Kudungga dilaksanakan oleh bagian logistik, berdasarkan jumlah
pasien rawat inap. Perlu koordinasi antara pemesan bahan
makanan (bagian logistik), kepala instalasi gizi yang mengatur
siklus menu, dan pihak ketiga sebagai penyedia agar bahan
makanan dapat tersedia dengan cukup dan baik. Pemantauan
135
pemesanan makanan harus berkoordinasi dengan setiap kepala
ruangan, supaya semua pasien yang dirawat inap mendapatkan
makanan sesuai waktu perawatannya.
Pembelian bahan makanan merupakan serangkaian
kegiatan penyediaan macam, jumlah, spesifikasi bahan makanan
untuk memenuhi kebutuhan konsumen/pasien sesuai ketentuan/
kebijakan yang berlaku. Pembelian bahan makanan merupakan
prosedur penting untuk memperoleh bahan makanan, biasanya
terkait dengan produk yang benar, jumlah yang tepat, waktu yang
tepat dan harga yang benar. Sistem pembelian bahan makanan
yang dilakukan di instalasi gizi RSUD Kudungga adalah melalui
sistem pelelangan , sehingga semua bahan makanan dibeli oleh
pihak ketiga, mengikuti pemesanan dari instalasi gizi bagian logistik
atau dari kepala instalasi gizi.
Penerimaan bahan makanan meliputi memeriksa, meneliti,
mencatat, memutuskan dan melaporkan tentang macam dan
jumlah bahan makanan sesuai dengan pesanan dan spesifikasi
yang telah ditetapkan, serta waktu penerimaannya. Penerimaan
bahan makanan di instalasi gizi dilakukan oleh tim pemeriksa
barang yang ditunjuk melalui Surat Keputusan Direktur, karena
mengikuti prosedur sistem pelelangan.
Penyimpanan bahan makanan adalah suatu tata cara
menata, menyimpan, memelihara jumlah, kualitas, dan keamanan
136
bahan makanan kering dan segar di gudang bahan makanan kering
dan dingin/beku. Bahan makanan disimpan di ruang penyimpanan
bahan makanan sesuai aturan instalasi gizi RSUD Kudungga, kartu
stok tersedia, namun pencatatan stok tidak sesuai dan beberapa
kartu stok tidak terisi.
Penyaluran bahan makanan adalah tata cara
mendistribusikan bahan makanan berdasarkan permintaan dari unit
kerja pengolahan makanan. Pencatatan kartu stok tidak rutin
dilakukan, sehingga pendataan keluar masuk bahan makanan tidak
tercatat dengan baik.
Persiapan bahan makanan adalah serangkaian kegiatan
dalam mempersiapkan bahan makanan yang siap diolah (mencuci,
memotong, menyiangi, meracik, dan sebagainya) sesuai dengan
menu, standar resep, standar porsi, standar bumbu dan jumlah
pasien yang dilayani.
Pemasakan bahan makanan merupakan suatu kegiatan
mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan
yang siap dimakan, berkualitas, dan aman untuk di konsumsi. Pada
instalasi gizi RSUD Kudungga, prosedur tetap pada persiapan
bahan makanan dan aturan dalam menilai hasil pemasakan tidak
terlaksana.
Penyajian makanan merupakan faktor penentu dalam
penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak
137
dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna
menampilkan makanan dengan cita rasa yang tinggi akan tidak
berarti (Moehyi, 1992)
Berdasarkan penelitian (Corille, 2003) kualitas pelayanan
gizi dapat mempengaruhi kepuasan pasien terhadap seluruh
pelayanan rumah sakit. Pentingnya edukasi dan komunikasi antara
pasien dan petugas gizi akan membuat pasien merasa puas
terhadap pelayanan gizi. Kurangnya tenaga Technical Registered
Dietisien di instalasi gizi RSUD Kudungga, maka pelayanan asuhan
gizi berupa konseling tidak dapat dilakukan secara optimal.
Distribusi makanan adalah serangkaian proses kegiatan
penyampaian makanan sesuai dengan jenis makanan dan jumlah
porsi pasien yang dilayani.
Macam distribusi makanan :
Terdapat 3 (tiga) sistem distribusi makanan di rumah sakit,
yaitu sistem yang dipusatkan (sentralisasi), sistem yang tidak
dipusatkan (desentralisasi), dan kombinasi antara sentralisasi
dengan desentralisasi.
a. Distribusi makanan yang dipusatkan.
Umumnya disebut dengan cara distribusi “sentralisasi”,
yaitu makanan dibagi dan disajikan dalam alat makan di ruang
produksi makanan.
b. Distribusi makanan yang tidak dipusatkan.
138
Cara ini umumnya disebut dengan sistem distribusi
“desentralisasi”.Makanan pasien dibawa ke ruang perawatan
pasien dalam jumlah banyak/besar, kemudian dipersiapkan
ulang, dan disajikan dalam alat makan pasien sesuai dengan
dietnya.
c. Distribusi makanan kombinasi.
Distribusi makanan kombinasi dilakukan dengan cara
sebagian makanan ditempatkan langsung ke dalam alat
makanan pasien sejak dari tempat produksi, dan sebagian lagi
dimasukkan ke dalam wadah besar yang distribusinya
dilaksanakan setelah sampai di ruang perawatan.
Sistem distribusi makanan di RSUD Kudungga adalah
dengan sistem distribusi sentralisasi.
Keuntungan cara sentralisasi
1) Tenaga lebih hemat, sehingga lebih menghemat biaya.
2) Pengawasan dapat dilakukan dengan mudah dan teliti.
3) Makanan dapat disampaikan langsung ke pasien dengan
sedikit kemungkinan kesalahan pemberian makanan
4) Ruangan pasien terhindar dari bau masakan dan kebisingan
pada waktu pembagian makanan.
5) Pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat.
Kelemahan cara sentralisasi
1) Memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan makanan
139
yang lebih banyak (tempat harus luas, kereta pemanas
mempunyai rak).
2) Adanya tambahan biaya untuk peralatan, perlengkapan serta
pemeliharaan.
3) Makanan sampai ke pasien sudah agak dingin.
4) Makanan mungkin sudah tercampur serta kurang menarik,
akibat perjalanan dari ruang produksi ke pantry di ruang
perawatan.
Dari penelitian (Hartwell, 2006) dibahas tentang kualitas
makanan, kestabilan suhu makanan dan teksture
makanan,merupakan faktor yang mempengaruhi kepuasan
pasien. Dengan tersedianya makanan yang berkualitas
sesuai kebutuhan gizi pasien, dan dapat diterima oleh pasien
maka kebutuhan gizi pasien tersebut dapat terpenuhi.
Kondisi tenaga gizi yang masih kurang pada instalasi gizi
RSUD Kudungga, sangat cocok menggunakan sistem
sentralisasi.
Syarat distribusi makanan :
a. Tersedianya peraturan pemberian makanan rumah sakit.
b. Tersedianya standar porsi yang ditetapkan rumah sakit.
c. Adanya peraturan pengambilan makanan.
d. Adanya daftar permintaan makanan pasien
e. Tersedianya peralatan untuk distribusi makanan dan
140
peralatan makan.
f. Adanya jadwal pendistribusian makanan yang ditetapkan.
Menurut penelitan (Dub, 1994) terdapat 7 dimensi untuk
mengukur kepuasan pelayanan gizi yaitu :
1) Kualitas makanan
2) Pelayanan tepat waktu
3) Keandalan layanan
4) Suhu makanan
5) Perilaku petugas yang mengantar makanan
6) Perilaku petugas yang menyedia makanan
7) Customization
Pada instalasi gizi RSUD Kudungga peraturan pemberian
makanan, penetapan standar porsi yang terkait dengan
kebijakan rumah sakit untuk meningkatkan kualitas makanan
masih belum dilaksanakan. Kurangnya tenaga ahli gizi sehingga
konseling tidak pada seluruh pasien, sehingga pasien merasa
kurang mendapat penjelasan dari petugas.
d. Pengawasan
Pengawasan dilakukan dengan tujuan agar pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan rencana dan kebijakan yang ditetapkan,
mengetahui sedini mungkin kemajuan dan penyimpangan yang terjadi
dalam pelaksanaan dan apabila ada penyimpangan, melaksanakan
perbaikan secara dini dan apabila ada penyimpangan dan memperoleh
141
bahan yang baru dapat digunakan untuk penyusunan program
selanjutnya.
Pencatatan dan laporan kegiatan asuhan gizi merupakan
bentuk pengawasan dan pengendalian mutu pelayanan dan
komunikasi.
Pelayanan gizi di rumah sakit dikatakan bermutu jika memenuhi
3 komponen mutu, yaitu :
1) Pengawasan dan pengendalian mutu untuk menjamin bahwa
produk yang dihasilkan aman,
2) Menjamin Kepuasan konsumen dan
3) Assessment yang berkualitas.
Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang
mengusahakan agar pekerjaan atau kegiatan terlaksana sesuai
dengan rencana, dan kebijakan yang ditetapkan dapat mencapai
sasaran yang dikehendaki. Pengawasan memberikan dampak positif
berupa:
a. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban
b. Mencegah terulang kembali kesalahan, penyimpangan,
penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban.
c. Mencari cara yang lebih baik atau membina yang lebih baik untuk
mencapai tujuan dan melaksanakan tugas organisasi.
Pada instalasi gizi RSUD Kudungga, pengawasan dan
142
pengendalian mutu terhadap ketepatan menu dengan bahan makanan
yang disiapkan oleh pihak penyedia makanan sangat diperlukan agar
makanan yang diberikan ke pasien dapat mengikuti siklus menu yang
telah disusun dan menu bervariasi.
Menurut penelitian (Stanga, 2003) perlu pengawasan terhadap
mutu pelayanan gizi di rumah sakit, untuk meningkatkan kepuasan
pasien. Pentingnya pengawasan terhadap kualitas makanan dan
tampilan makanan. Di instalasi gizi RSUD Kudungga Sangatta fungsi
pengawasan terhadap kualitas dan tampilan makanan ini masih belum
berjalan baik.
Proses pengawasan terhadap pencatatan dan pelaporan
administrasi dan asuhan gizi pasien perlu dilaksanakan, terutama
untuk menunjang akreditasi.
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan yang
dilaksanakan telah tercapai tujuannya atau tidak.Tujuan evaluasi
adalah untuk menilai pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana
dan kebijaksanaan yang disusun sehingga dapat mencapai tujuan
yang dikehendaki.
Tiga langkah kegiatan monitoring dan evaluasi gizi, yaitu:
1. Monitor perkembangan yaitu kegiatan mengamati perkembangan
kondisi pasien/klien yang bertujuan untuk melihat hasil yang terjadi
sesuai yang diharapkan oleh klien maupun tim. Kegiatan yang
143
berkaitan dengan monitor perkembangan antara lain :
a) Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien/klien
b) Mengecek asupan makan pasien/klien
c) Menentukan apakah intervensi dilaksanakan sesuai dengan
rencana/preskripsi Diet.
d) Menentukan apakah status gizi pasien/klien tetap atau berubah
e) Mengidentifikasi hasil lain baik yang positif maupun negatif
f) Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alasan tidak
adanya perkembangan dari kondisi pasien/klien
2. Mengukur hasil.
Kegiatan ini adalah mengukur perkembangan/perubahan yang
terjadi sebagai respon terhadap intervensi gizi. Parameter yang
harus diukur berdasarkan tanda dan gejala dari diagnosis gizi
3. Evaluasi hasil
Berdasarkan ketiga tahapan kegiatan di atas akan didapatkan 4
jenis hasil, yaitu:
a) Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat
pemahaman, perilaku, akses, dan kemampuan yang mungkin
mempunyai pengaruh pada asupan makanan dan zat gizi.
b) Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan
makanan dan atau zat gizi dari berbagai sumber, misalnya
makanan, minuman, suplemen, dan melalui rute enteral maupun
parenteral.
144
c) Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi yaitu
pengukuran yang terkait dengan antropometri, biokimia dan
parameter pemeriksaan fisik/klinis.
d) Dampak terhadap pasien/klien terhadap intervensi gizi yang
diberikan pada kualitas hidupnya
Evaluasi terhadap kinerja bidang pelaksana yang berkaitan
manajemen rumah sakit harus mengakui tanggung jawab mereka
terkait perawatan gizi dan dukungan serta pelayanan
makanan.Manajemen rumah sakit, dokter, apoteker, perawat, ahli gizi
dan staf layanan makanan harus bekerja sama dalam memberikan
perawatan nutrisi sementara manajemen rumah sakit harus
memfasilitasi kerjasama tersebut.(Europe, 2003).
Berdasarkan penelitian (Andrew Fallon, 2008) perlunya
kuesioner dibagikan pada pasien di rumah sakit untuk menilai
kepuasan pasien terhadap pelayanan gizi di rumah sakit tersebut.
Dengan demikian, rumah sakit khususnya instalasi gizi dapat
mengevaluasi pelayanan gizi pada pasiennya.
Untuk pelaksanaan akreditasi, RSUD Kudungga telah
melaksanakan survei kepuasan pelanggan, dimana pasien diminta
untuk memasukkan kritikan maupun sarannya ke dalam kotak saran
yang telah disediakan pada tiap ruangan. Hasil dari survey tersebut,
akan ditindaklanjuti oleh tiap-tiap ruangan, termasuk instalasi gizi.
145
Evaluasi internal di instalasi gizi, sangatlah penting untuk peningkatan
mutu pelayanan.
Manajemen rumah sakit harus mengakui tanggung jawab
mereka terkait perawatan gizi dan dukungan serta pelayanan
makanan.
Manajemen rumah sakit, dokter, apoteker, perawat, ahli gizi dan
staf layanan makanan harus bekerja sama dalam memberikan
perawatan nutrisi sementara manajemen rumah sakit harus
memfasilitasi kerja sama semacam itu.
146
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perencanaan pelayanan gizi
Perencanaan pelayanan gizi baik berupa perencanaan
anggaran , maupun perencanaan menu belum diperhitungkan dalam
satu tim.Perencanaan bahan makanan secara keseluruhan tidak
mengikuti survey pasar dan tidak memakai perhitungan indeks harga
makanan secara terinci. Belum ada perubahan siklus menu,
ketersediaan bahan makanan yang mengikuti musim tertentu
mempengaruhi variasi menu.
2. Pengorganisasian
Belum semua petugas gizi yang bekerja sesuai dengan latar
belakang pendidikannya. Struktur organisasi instalasi gizi perlu
dievaluasi ulang untuk unit penanggung jawab penelitian dan
pengembangan. Tugas pokok dan fungsi penanggung jawab unit
pelayanan asuhan gizi rawat inap belum terlaksana dengan optimal
karena sarana prasarana belum terpenuhi. Belum adanya Registered
Dietisien dan Dokter Spesialis Gizi yang bertugas di instalasi gizi
RSUD Kudungga yang merupakan ketentuan untuk klasifikasi rumah
147
sakit kelas B. Pelatihan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan
petugas jarang dilaksanakan.
3. Pelaksanaan pelayanan gizi di ruang rawat inap
Belum semua pasien dilakukan skrining gizi dan proses asuhan
gizi terstandar, hanya pada pasien dengan diagnose tertentu atau
sesuai dengan adanya permintaan dokter penanggung jawab pasien,
kurangnya komitmen petugas untuk mengisi daftar formulir diet pasien,
dan daftar formulir lainnya, sehingga pencatatan dan pelaporan rekam
medis pasien tidak lengkap.
4. Pengawasan pelayanan gizi belum optimal, baik pada pengawasan
administratif, maupun terhadap kegiatan pelayanan gizi di ruang rawat
inap. Pengawasan dan koordinasi dengan pihak penyedia bahan
makanan juga perlu dilakukan agar menu makanan bervariasi
mengikuti siklus menu yang telah ditentukan.
5. Evaluasi berdasarkan survey kepuasan pelanggan rumah sakit telah
dilakukan, namun evaluasi internal dari pelaksanaan gizi baik berupa
pencatatan dan pelaporan, asuhan gizi yang mengikuti standar
Pedoman Gizi Rumah Sakit , masih belum terlaksana.
148
B. SARAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di instalasi gizi RSUD
Kudungga Sangatta , maka penulis menyarankan sebagai berikut :
1. Perencanaan bahan makanan sebaiknya mengikuti survei pasar dan
memakai perhitungan indeks harga makanan secara terinci.
2. Perlu adanya perubahan siklus menu agar menu lebih bervariasi.
3. Perlunya evaluasi struktur organisasi instalasi gizi dan difasilitasinya
sarana prasarana untuk penanggung jawab unit pelayanan asuhan gizi
rawat jalan.
4. Perlu adanya Registered Dietisien dan Dokter Spesialis Gizi yang
bertugas di instalasi gizi RSUD Kudungga yang merupakan ketentuan
untuk klasifikasi rumah sakit kelas B.
5. Pendidikan dan pelatihan untuk petugas gizi agar pengetahuannya
dapat meningkat.
6. Skrining gizi dan Proses Asuhan Gizi Terstandar harus dilaksanakan
dengan berpedoman pada Pedoman Gizi Rumah Sakit, dan
pelaksanaannya harus konsisten.
7. Pentingnya pengawasan dari atasan terhadap pencatatan dan
pelaporan, juga terutama terhadap pelaksanaan asuhan gizi, sehingga
konseling gizi ke pasien akan lebih baik
8. Evaluasi terhadap kepuasan pasien di rumah sakit tetap perlu
dilaksanakan, khususnya evaluasi internal di dalam instalasi gizi.
149
DAFTAR PUSTAKA
Beck, A. e. (2001). Food and nutritional care in hospitals: how to prevent
undernutrition-report and guidelines from the Council of Europe.
Clinical Nutrition , 20:455-60.
Bender, A. (1984). Institutional Malnutrition. British Medical Journal ,
288:92-93.
Bond, P. S. (1994). Eating Matters. UK: University of Newcastle-upon-
Tyon.Compan, d. C.-B. (1999).
Demir C, C. Y. (2002). Determinants of patient satisfaction in miliary
teaching hospital. UK: J Health care Qual.2002:24:30-34.
Donabedian, A. (2005). Evaluating of the Quality of Medical Care. The
Milbank Quarterly, Vol.83, No.4,691-729.
Doucette, L. (1999). Healthcare foodservice gets down to business.
Foodservice Equipment and Supplies , 52:38-44.
Europe, C. o. (2003). Resolution on Food an Nutritional Care in Hospital.
www.bda.uk.com.
Giner, M. L. (1996). a correlation between malnutrition and poor outcome
in critically ill patients still exists. Nutrition, 12 , 23-29.
Hartwell, J. E. (2006). Food service in hospital : Development of a
Theoretical Model for Patient Experience and Satisfaction Using
one Hospital in The UK National Health Service as a case study.
Journal of Foodservice,17 , 226-238
Harnoto. (2002).Manajemen Sumber Daya Manusia 2nd ed.). PT.
Prenhallindo: Jakarta.
James L, G. J. (1997). Organizations Behaviour Structure Process.
Chicago: Irwin Book Team.
Kondrup, J. (2004). Properhospital nutrition as a human right. Clinical
Nutrition , 23:135-7.
Kotler, P. (2009). Manajemen Pemasaran Edisi 12 Jilid I. Jakarta: PT
Indeks.
150
Kotler, P. (1999). Perizinan dan Akreditasi Rumah Sakit. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Kyle, U. e. (2005). Does nutritional risk, as assessed by Nutritional Risk
Index, increase during hospital stay? Clinical Nutrition , 24:516-24.
Michael V. Tolliver, A. H. (2015). Hospitals are hungry for changes in food
service. http://www.beckershospitalreview.com/hospital-
management-administration/hospitals-are-hungry-for-changes-in-
food-service.html .
Moehyi, S. (1992). Ilmu Gizi. Jakarta: pT.Bharatara Karya Aksara.
PMK78, t. 2. (2013). Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta:
Kemenkes.
Stanga, Z. (2003). Hospital food: A survey of patients' perceptions. Clin.
Nutr.2003, 22 , 241-246.
Supranto. (2001). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Tjiptono, F. (2002). Manajemen Jasa cetakan ketiga. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Waite ML, A. S. (2000). Ward hostess study at Basildon and Thurrock
General Hospital NHS Trust. Proceeding of the Nutrition Society ,
59:183A.
Wilson M, M. A. (1997). The implementation of hazard analysis and critical
control points in hospital catering.
151
Lampiran 1
TATA CARA WAWANCARA
1. Memberikan salam dengan sopan dan ramah, dan mengenalkan diri
2. Menjelaskan secara singkat tentang tujuan wawancara
3. Memberi jaminan bahwa hasil wawancara hanya untuk tujuan
penelitian dan dijamin kerahasiaannya.
4. Meminta izin untuk memulai wawancara.
5. Melakukan wawancara sesuai dengan isi wawancara yang telah
disusun.
Selesai wawancara, mengucapkan terima kasih dan mohon diri.
Yang akan diwawancarai adalah :
1. Kepala Bidang Penunjang
2. Kepala subbidang Penunjang Medik
3. Kepala instalasi gizi
4. Staf gizi (ahli gizi, pemasak, pramusaji, logistik dan administrasi)
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Informan :
a. Nama :
b. Umur :
c. Pendidikan :
d. Jabatan :
e. Lama bekerja :
152
A. PERENCANAAN PELAYANAN GIZI
1. Apakah dalam merencanakan anggaran bahan makanan
menggunakan data pasien di tahun sebelumnya?
2. Apakah ada dilakukan survey pasar untuk menentukan harga rata-
rata bahan makanan?
3. Bagaimana cara menghitung anggaran bahan makanan untuk
pelayanan gizi selama setahun, apakah memakai perhitungan
indeks harga makanan?
4. Bagaimana cara merencanakan kebutuhan bahan makanan?
5. Bagaimana cara merencanakan menu makanan?
6. Bagaimana proses pengadaan bahan makanan di rumah sakit?
B. PENGORGANISASIAN
1. Bagaimana struktur organisasi instalasi gizi di rumah sakit?
2. Apakah petugas sudah bekerja sesuai dengan latar belakang/
kualifikasi pendidikannya?
3. Apakah petugas sudah bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya?
4. Apakah terjalin komunikasi yang baik antara atasan dengan
bawahan?
C. PELAKSANAAN PELAYANAN GIZI
1. Apakah proses skinning gizi di instalasi rawat inap berjalan dengan
baik?
2. Bagaimana pelaksanaan Proses Asuhan Gizi Terstandar di
instalasi rawat inap rumah sakit?
153
3. Bagaimana proses pemesanan dan pembelian bahan makanan di
rumah sakit?
4. Bagaimana proses penerimaan bahan makanan?
5. Bagaimana proses penyimpanan dan penyaluran bahan makanan?
6. Bagaimana proses persiapan bahan makanan?
7. Bagaimana proses pemasakan bahan makanan?
8. Bagaimana proses distribusi makanan untuk pasien di instalasi
rawat inap?
D. PENGAWASAN
1. Apakah ada pengawasan terhadap proses perencanaan
pelayanan gizi?
2. Apakah ada pengawasan terhadap proses pengadaan bahan
makanan?
3. Apakah ada pengawasan terhadap pencatatan dan pelaporan
kegiatan asuhan gizi?
E. EVALUASI
1. Apakah ada dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi gizi
untuk mengetahui tingkat keberhasilan pada pasien?
2. Apakah ada dilaksanakan kegiatan evaluasi pelayanan gizi?
3. Apakah ada evaluasi terhadap hasil pencatatan dan pelaporan
kegiatan asuhan gizi?
154
Lampiran 2 : Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Gizi
RSUD Kudungga Sangatta
URAIAN JABATAN
1. Nama Jabatan : Kepala Instalasi Gizi
Uraian Tugas :
1. Membantu Kepala Bidang Penunjang Logistik dalam manajemen
pelayanan gizi.
2. Memimpin kegiatan pelayanan gizi meliputi :
3. Menyusun standar pelayanan dan standar operasional prosedur
pelayanan gizi.
4. Menyusun menu makanan untuk kebutuhan pasien rumah sakit.
5. Melaksanakan pengawasan terhadap hygiene dan sanitasi
penyelenggaraan makanan.
6. Melaksanakan perencanaan, monitoring dan evaluasi terhadap
sarana dan mutu pelayanan gizi.
7. Melaksanakan program keselamatan pasien dan pengendalian
infeksi di rumah sakit.
8. Membuat laporan rutin tentang kegiatan yang dilaksanakan di
Instalasi Gizi
9. Merencanakan kebutuhan SDM di Instalasi Gizi.
10. Membuat uraian tugas staf di Instalasi Gizi.
11. Melakukan penilaian kinerja dan pembinaan staf di Instalasi Gizi.
155
12. Melakukan koordinasi dengan unit lain yang terkait dalam rangka
pelaksanaan kegiatan pelayanan gizi.
13. Mengadakan pertemuan berkala dengan staf di Instalasi Gizi.
Tanggung Jawab :
1. Bertanggung Jawab dalam segala aspek yang terjadi dalam
penyelenggaraan pelayanan gizi.
2. Merencanakan, melaksanakan, membina, dan memantau semua
kegiatan pelayanan gizi sesuai kebijakan rumah sakit dan peraturan
lain yang dibuat dalam rangka mempertegas dan membantu tugas
serta tanggung jawab masing-masing staf.
Wewenang :
1. Meminta data dan informasi kepada staf terkait dengan pelayanan
gizi.
2. Memeriksa hasil-hasil kegiatan atau tatalaksana sebagaimana telah
ditetapkan oleh rumah sakit.
3. Memberikan bimbingan dan arahan kepada staf berkenaan dengan
tata laksana yang telah ditetapkan.
4. Menandatangani surat dan dokumen yang ditetapkan menjadi
wewenang Kepala Instalasi Gizi.
Syarat Jabatan :
1. Pendidikan dasar DIII Gizi
2. Pengalaman dirumah sakit minimal 3 (tiga) tahun.
3. Memiliki sertifikasi pelatihan-pelatihan sesuai dengan profesinya.
156
4. Memiliki dedikasi dan loyalitas kerja yang tinggi.
5. Memiliki kemampuan kepemimpinan.
2. Nama Jabatan : Penanggung Jawab Unit Produksi dan
Pendistribusian Makanan
Uraian Tugas :
1. Menyusun Penetapan Peraturan Pemberian Makanan Rumah
Sakit.
2. Menyusun Standar Bahan Makanan Rumah Sakit berdasarkan
Kecukupan Gizi Pasien Mutakhir yang tercantum dalam Penuntun
Diet.
3. Menyusun dan Mengkoordinir Pembuatan Perubahan /
Pembaharuan Standar seperti Standar Resep, Siklus Menu,
Pedoman Menu, Standar Porsi, Pola Menu, Standar Bumbu,
Master Menu, Standar Resep dll.
4. Membuat dan Mendokumentasikan Pelaksanaan Keamanan
Makanan di Pengolahan Makanan.
5. Membuat dan Mendokumentasikan Pelaksanaan Hygiene dan
Sanitasi pada Tenaga Penjamah Makanan.
6. Membuat dan Mendokumentasikan Hygiene Peralatan Pengolahan
Makanan.
7. Membuat dan Mendokumentasikan Pelaksanaan Sanitasi Air dan
Lingkungan Kerja di Instalasi Gizi.
8. Menyusun dan merencanakan Kebutuhan Bahan Makanan
157
Segar/Basah dan Kering.
9. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian,Bulanan Bahan
Makanan yang Masuk dan Keluar.
10. Mengkoordinir Pembuatan Sfesifikasi Bahan Makanan, Perhitungan
Harga Makanan dengan Mengacu pada Siklus Menu, Pemesanan
dan Pembelian Bahan Makanan serta Melaksanakan Survey Pasar.
11. Memeriksa, Meneliti, Mencatat, Memutuskan dan Melaporkan
Penerimaan Bahan Makanan Sesuai dengan Pesanan dan
Sfesifikasi yang Telah ditetapkan.
12. Membuat Inventarisasi Alat Dapur dan Menghitung Kebutuhan
Bahan Makanan Pasien (Bahan Makanan Kering/Basah/Segar
berdasarkan Standar Porsi).
13. Bersama-sama Tim Ahli Gizi Merencanakan Tata Ruang Instalasi
Gizi (Denah, tata letak dan arus kerja)
14. Menilai Mutu Makanan yang dimasak dengan menggunakan
Formulir Penilaian Mutu Makanan.
15. Bersama-sama Tim Ahli Gizi lainnya Menyusun SOP Semua
Kegiatan Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
16. Bersama-sama Tim Ahli Gizi Menyusun Sistem Keselamatan Kerja
di Instalasi Gizi.
17. Bersama-sama Tim Ahli Gizi Merencanakan Peralatan dan
Perlengkapan yang Dibutuhkan di Instalasi Gizi.
18. Memonitor dan Mengevaluasi Semua Kegiatan dan Staf yang
158
berada di ruang lingkupnya.
19. Melaporkan Kendala/Masalah yang dihadapi dalam Melaksanakan
Kegiatan di Unitnya Masing-masing kepada Kepala Instalasi Gizi
pada saat Rapat Bulanan/Sehari-hari.
20. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang
Jumlah Pembelian Bahan Makanan.
21. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang
Jumlah Stock Bahan Makanan Kering.
22. Membuat Laporan Hasil Kegiatan Pelayanan Gizi di Unit Produksi
dan Distribusi Makanan Kepada Kepala Instalasi GIzi.
23. Bertanggung Jawab Terlaksananya Semua Kegiatan Produksi dan
Distribusi Makanan Di Unit Instalasi Gizi.
Tanggung Jawab :
1. Mengkoordinir pelaksanaan kegiatan penyediaan, penerimaan
bahan makanan, pengolahan dan pendistribusian makanan.
2. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan produksi makanan
3. Secara fungsional bertanggung jawab kepada Kepala Instalasi Gizi.
Wewenang :
1. Mengajukan penambahan bahan makanan sesuai dengan
kebutuhan dan jumlah pasien.
2. Mengajukan penambahan makanan sesuai dengan kebutuhan dan
jumlah pasien.
Syarat Jabatan :
159
1. Pendidikan dasar DIII Gizi
2. Pengalaman kerja di Rumah Sakit minimal 5 (lima) tahun
3. Memiliki keterampilan, kecekatan dan berpikir kritis serta daya
kreasi yang dinamis.
4. Pernah mengikuti pelatihan HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point), Food Service.
3. Nama Jabatan : Penanggung Jawab Unit Pelayanan Asuhan Gizi
Rawat Inap
Uraian Tugas :
1. Melaksanakan Proses Pengkajian Gizi dengan Langkah-langkah
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) dan Memberikan flyer
mengenai info gizi kepada Pasien di Ruang Rawat Inap.
2. Melaksanakan Konseling Gizi di Ruang Rawat Inap, berdasarkan
Hasil penilaian Status Nutrisi (Skrining Gizi) dan
mendokumentasikan pada Formulir Asuhan Gizi dan Formulir
edukasi pasien dan keluarga terintegrasi.
3. Melaksanakan Skrining lanjutan bagi pasien dengan Status Gizi
Baik atau Tidak Berisiko Malnutrisi, dianjurkan dilakukan Skrining
Ulang Setelah 1 Minggu, Jika Hasil Skrining Ulang Berisiko
Malnutrisi maka dilakukan Proses Asuhan Gizi Terstandar dengan
Format A-D-I-ME.
4. Melaksanakan Visit Bersama Dokter, Perawat, dan Tenaga Medis
Lainnya di Ruang Rawat Inap.
160
5. Membaca dan Menilai Semua Status Nutrisi Pasien di Status
Pasien (Pengkajian Keperawatan) di Ruang Rawat Inap
6. Melaksanakan Pengkajian Gizi Ulang Pasien di Ruang Rawat Inap
dan dicatat pada formulir terintegrasi dengan format A-D-I-ME, atas
dasar Masalah Gizi Pasien belum Terselesaikan atau ditemukan
Masalah Baru.
7. Melaksanakan Peyuluhan Gizi dengan pasien dan keluarga
terutama bagi pasien yang pulang.
8. Membuat Pencatatan dan Pelaporan harian, bulanan tentang
Jumlah Porsi Makan Pasien di Ruang Rawat Inap.
9. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang
Jumlah Pasien Siang Hari di Ruang Rawat Inap.
10. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang
Konseling Gizi pasien di Ruang Rawat Inap.
11. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang
Penyuluhan Gizi di Ruang Rawat Inap.
12. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang
Jumlah Sisa Makan Pasien berdasarkan Hasil Skor Skrining
berisiko sedang dan Tinggi di Ruang Rawat Inap.
13. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang Hasil
Kegiatan Pengkajian Gizi Pasien (Formulir Asuhan Gizi) di Ruang
Rawat Inap.
14. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang Hasil
161
Pengkajian Gizi Ulang Pasien dicatat pada Formulir Terintegrasi
dengan Format A-D-I-ME di Ruang rawat Inap.
15. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan Tentang
Skrining Lanjut Pasien di Ruang Rawat Inap.
16. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang Hasil
Pengkajian Gizi Ulang di Ruang Rawat Inap, atas Dasar
Kondisi/Masalah Gizi yang belum Terselesaikan/Timbul Masalah
Baru.
17. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang
Jumlah Pasien Diet TKTP Satu Hari di Ruang Rawat Inap.
18. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang
Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Diet Siang hari di Ruang rawat
Inap.
19. Bersama-sama Tim Ahli Gizi Merencanakan Tata Ruang Instalasi
Gizi (Denah, tata letak dan arus kerja).
20. Bersama-sama Tim Ahli Gizi lainnya Menyusun SOP Semua
Kegiatan Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
21. Bersama-sama Tim Ahli Gizi Menyusun Sistem Keselamatan Kerja
di Instalasi Gizi.
22. Bersama-sama Tim Ahli Gizi Merencanakan Peralatan dan
Perlengkapan yang Dibutuhkan di Instalasi Gizi.
23. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang
Jumlah Pasien Konseling Gizi Rawat Inap berdasarkan Jenis Diet.
162
24. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian, Bulanan tentang
Jumlah Pasien Konseling Gizi di Ruang Rawat Inap.
25. Melaporkan Kendala/Masalah yang dihadapi dalam Melaksanakan
Kegiatan di Unitnya Masing-masing kepada Kepala Instalasi Gizi
pada saat Rapat Bulanan/Sehari-hari.
26. Membuat Laporan Hasil Kegiatan Pelayanan Asuhan Gizi di Rawat
Inap Kepada Kepala Instalasi Gizi.
27. Bertanggung Jawab Terlaksananya Semua Kegiatan Pelayanan
Asuahan Gizi di Ruang Rawat Inap.
Syarat Jabatan :
1. Pendidikan dasar DIII Gizi
2. Pengalaman kerja di Rumah Sakit minimal 5 (lima) tahun
3. Memiliki keterampilan, kecekatan dan berpikir kritis serta daya
kreasi yang dinamis.
4. Pernah mengikuti pelatihan NCP/PAGT (Nutrition Care Process).
4. Nama Jabatan : Penanggung Jawab Unit Pelayanan Asuhan Gizi
Rawat Jalan
Uraian Tugas :
1. Melaksanakan Kegiatan Konseling Gizi Individual (Pasien Baru) di
Poli Gizi Dengan Langkah-langkah Proses Asuhan Gizi Terstandar
(Formulir Asuhan Gizi) dan di dokumentasikan pada formulir
Edukasi Pasien dan Keluarga Terintegrasi.
2. Melaksanakan Pelayanan Penyuluhan Gizi di Ruang Rawat Jalan.
163
3. Mempersiapkan dan Membuat Jadwal Penyuluhan Gizi di Ruang
Rawat Jalan.
4. Menyusun Materi Penyuluhan Gizi sesuai kebutuhan (Critical ill).
5. Mempersiapkan Formulir Daftar Hadir (Absensi) dan formulir tanya
jawab pada saat pelaksanaan penyuluhan gizi.
6. Bersama Tim Ahli Gizi menyusun Leaflet diet berdasarkan penyakit.
7. Bersama tim Ahli Gizi menyusun SOP Asuhan Gizi Rawat Jalan.
8. Membaca dan Menilai Semua Status Pasien (Skrining Gizi Rawat
Jalan).
9. Melaksanakan Konseling Gizi Lanjutan Untuk Pasien Berkunjung
Ulang di Poli Gizi dicatat pada Formulir Terintegrasi dengan
Format A-D-I-ME.
10. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Harian dan Bulanan Kegiatan
Konseling Gizi di Ruang Poli Gizi dengan Format A-D-I-ME.
11. Membuat Pencatatan dan Pelaporan Penyuluhan Gizi di Ruang
Rawat Jalan.
12. Membuat Pencatatan dan Pelaporan tentang Jumlah Pasien
Konseling Gizi di Ruang Rawat Jalan.
13. Menginventarisasi Sarana dan Prasarana Kegiatan Konseling Gizi
dan Penyuluhan Gizi di Ruang Rawat Jalan.
14. Koordinasi Kerja dengan Unit lain dalam lingkup RS maupun di luar
lingkup RS.
15. Mendokumentasikan hasil konseling gizi dan penyuluhan gizi di
164
ruang rawat jalan.
16. Membuat laporan hasil kegiatan pelayanan asuhan gizi di ruang
rawat jalan harian, mingguan, bulanan kepada kepala instalasi gizi.
17. Bertanggung Jawab Terlaksananya Semua Kegiatan Pelayanan
Asuhan Gizi di Ruang Rawat Jalan.
Syarat Jabatan :
1. Pendidikan dasar DIII Gizi
2. Pengalaman kerja di Rumah Sakit minimal 5 (lima) tahun
3. Memiliki keterampilan, kecekatan dan berpikir kritis serta daya
kreasi yang dinamis.
4. Pernah mengikuti pelatihan NCP/PAGT (Nutrition Care Process).
165
Tabel 3 Matriks Hasil Penelitian
Jenis Informasi
Informan
Kesimpulan Kabid Penunjang
Kasubbid penunjang
logistik
Kepala instalasi gizi
Staf gizi ( ahli gizi, pemasak, pramusaji,
administrasi, logistik)
Perencanaan
pelayanan gizi
a. Perencanaan
anggaran bahan
makanan
b. Survey pasar
c. Perhitungan
anggaran bahan
makanan
d. Perencanaan
kebutuhan bahan
makanan
Menggunakan data
pasien di tahun
sebelumnya.
Survei pasar masih
belum update
Perhitungan
perporsi dengan
pihak penyedia
Anggaran terbatas,
Survei pasar
jarang dilakukan
secara detail,
karena
pengadaan bahan
makanan oleh
pihak penyedia.
Bertugas
menyusun
perencanaan
menu, namun
tidak dalam satu
Perencanaan
menu dilakukan
oleh kepala
instalasi gizi,
belum ada
penggantian siklus
menu selama 3
tahun terakhir ,
masih
menggunakan
menu yang lama,
menunjukkan
166
e. Perencanaan
menu
f. Proses pengadaan
bahan makanan
sehingga harus
efisiensi
Sistem pengadaan
bahan makanan
dengan system
outsourcing
sebagian
tim.
Siklus menu
dibuat untuk 10
hari, namun belum
ada pergantian
menu dalam kurun
waktu 3 tahun
terakhir.
kurangnya variasi
menu. Belum ada
tim khusus untuk
perencanaan
menu, dan belum
ada penilaian
menu maupun uji
coba menu.
Pengorganisasian
a. Struktur
organisasi bidang
penunjang di
rumah sakit
b. Latar belakang
pendidikan
petugas
c. Tugas pokok dan
fungsi
d. Komunikasi
Menurut PMK 56
tahun 2014
Instalasi gizi
berkoordinasi
dengan penunjang
non medik, namun
telah disepakati
berkoordinasi
dengan penunjang
logistik
Komunikasi
dengan atasan dan
bawahan berjalan
cukup baik.
Struktur organisasi
yang baru di
instalasi gizi belum
diperbaharui,
terjadi perubahan
personil karena
ada yang pindah
Beban kerja
kepala instalasi
gizi cukup berat,
terkendala pada
kurangnya tenaga
ahli gizi.
Contohnya karena
kurangnya tenaga
ahli gizi, maka
pelayanan asuhan
gizi rawat inap
Tugas sebagai
Penanggung
Jawab Unit
Pelayanan Asuhan
Gizi Rawat Jalan
tidak dapat
terlaksanan dengan
baik, karena
poliklinik gizi/ ruang
konseling tidak
sesuai standar/
Dari informasi
yang diperoleh
dapat disimpulkan
bahwa pada
struktur organisasi
instalasi gizi RSUD
Kudungga, kepala
instalasi gizi
berada di bawah
koordinasi kepala
sub bidang logistik.
167
atasan dengan
bawahan
ke tempat tugas
yang lain
juga dilakukan
oleh kepala
instalasi gizi,
sehingga tugas
pokok lainnya
tidak bisa
terlaksana dengan
baik
lengkap dan jarang
difungsikan. Tidak
ada dibuat
penjadwalan dan
materi penyuluhan
untuk kegiatan
penyuluhan gizi
rawat jalan.
Tugas sebagai
Penanggung jawab
Unit Pelayanan
Penelitian dan
Pengembangan
Gizi tidak bisa
terlaksana karena
terkait anggaran,
sehingga kegiatan
yang dilakukan
lebih banyak
Tugas pokok dan
fungsi dari kepala
instalasi menjadi
bertambah, yaitu
harus melakukan
asuhan gizi di
ruangan, karena
kurangnya tenaga
ahli gizi.Tugas
pokok dan fungsi
dari beberapa
penanggung jawab
unit masih belum
dapat terlaksana
oleh karena tidak
adanya sarana
prasarana dan
keterbatasan
anggaran rumah
168
membantu unit
produksi.
sakit.
Pelaksanaan
pelayanan gizi
a. Proses skrining
b. Proses Asuhan
Gizi Terstandar
c. Proses
pemesanan,
pembelian,
penerimaan,
penyimpanan
persiapan,
pemasakan,
distribusi
makanan
Dengan adanya
dokter spesialis
gizi, diharapkan
kegiatan konseling
dapat lebih baik
Petugas gizi jarang
memberikan
konseling pada
pasien
Skrining gizi dan
proses asuhan
gizi terstandar
tidak lengkap,
Jarang dilakukan
penyuluhan
secara khusus
untuk kegiatan
tertentu.
Distribusi
makanan secara
desentralisasi.
Pencatatan dan
pelaporan formulir
asuhan gizi jarang
diisi lengkap.
Skrining gizi dan
proses asuhan gizi
hanya pada kasus
tertentu.
Pencatatan dan
pelaporan tidak
lengkap diisi.
Pemesanan
makanan melalui
pihak penyedia,
dengan hitungan
perporsi.
Penerimaan dan
penyimpanan
bahan makanan
disiapkan untuk 2
hari.
Dari beberapa
informan tersebut
dapat disimpulkan
bahwa instalasi
gizi masih kurang
tenaga ahli gizi,
tidak
terlaksananya
secara rutin
program asuhan
gizi terstandar,
kurangnya
komitmen petugas
untuk mengisi
daftar formulir diet
pasien, dan daftar
formulir lainnya
169
Pemasakan sesuai
bahan makanan
yang disiapkan
cukup maupun
tidak cukup.
Bahan makanan
disiapkan oleh
pihak ketiga selaku
penyedia barang,
berdasarkan data
pemesanan
barang dari
petugas logistik.
Pemesanan
berdasarkan
jumlah pasien
pada rawat inap,
dihitung berupa
hitungan perporsi
,pemasak
mengolah
makanan
berdasarkan
bahan makanan
170
mentah yang ada,
cukup atau pun
tidak cukup untuk
jumlah pasien.
Pencatatan dan
pelaporan data diet
pasien, data
peralatan makan
belum berjalan
optimal.
Pengawasan
pelayanan gizi
a. Terhadap proses
perencanaan
b. Terhadap proses
pengadaan
c. Terhadap proses
pelaksanaan
d. Terhadap proses
Pengawasan
masih belum
berjalan dengan
baik
Proses
perencanaan dan
pengadaan bahan
makanan dan
tenaga petugas
mengikuti system
lelang yang
pengawasannya
dilaksanakan oleh
Pengawasan
terhadap bahan
makanan dari
penyedia masih
kurang optimal.
Bahan makanan
yang datang
terkadang tidak
mengikuti siklus
Pengawasan
atasan terhadap
kegiatan
administrasi dan
asuhan gizi masih
kurang
Proses
pengawasan
terhadap
ketepatan menu
dengan bahan
makanan yang
disiapkan penyedia
belum berjalan
dengan baik.
171
pencatatan dan
pelaporan
instansi
pemerintah
menu rumah sakit Proses
pengawasan
terhadap
pencatatan dan
pelaporan
administrasi
maupun
pencatatan dan
pelaporan asuhan
gizi pasien masih
belum optimal.
Evaluasi
a. Kegiatan
pelayanan
b. Hasil pencatatan
dan pelaporan
Evaluasi internal
dari instalasi gizi
belum ada.
Di RSUD
Kudungga telah
dilaksanakan
survey kepuasan
pelanggan, dimana
pasien diminta
untuk
172
memasukkan
kritikan maupun
sarannya ke dalam
kotak saran yang
telah disediakan
pada tiap ruangan,
namun masih
diperlukan tindak
lanjut dari instalasi
gizi.
Evaluasi internal
instalasi gizi belum
ada dilakukan.
173
Lampiran 3.
DOKUMENTASI KEGIATAN
Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta yang lama beralamatkan Jl. Cut
NyakDien No. 1, Sengata Kab. Kutai Timur
Rumah Sakit Umum Daerah Sangatta yang Baru beralamatkan Jl.
Soekarno Hatta
174
Wawancara dengan Kepala Bidang Penunjang
Wawancara dengan Kepala Sub bidang Logistik
Wawancara dengan Kepala instalasi gizi
175
Wawancara dengan staf gizi (ahli gizi)
Wawancara dengan staf gizi (logistik)
Wawancara dengan staf gizi (pramusaji)
176
Wawancara dengan staf
Daftar Pemesanan makanan dari tiap ruangan
177
DAFTAR FORMULIR ASUHAN GIZI
RUANG PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN
178
RUANG PENCUCIAN PERALATAN MAKAN
RUANG PENGOLAHAN MAKANAN