ANALISIS KEKALAHAN PETAHANA DALAM PEMILIHAN KEPALA …digilib.unila.ac.id/29037/5/SKRIPSI TANPA BAB...

85
ANALISIS KEKALAHAN PETAHANA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2015 (Skripsi) Oleh INTAN BARIZA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

Transcript of ANALISIS KEKALAHAN PETAHANA DALAM PEMILIHAN KEPALA …digilib.unila.ac.id/29037/5/SKRIPSI TANPA BAB...

ANALISIS KEKALAHAN PETAHANA DALAM PEMILIHAN KEPALA

DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2015

(Skripsi)

Oleh

INTAN BARIZA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

ABSTRAK

ANALISIS KEKALAHAN PETAHANA DALAM PEMILIHAN KEPALA

DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2015

Oleh

INTAN BARIZA

Kekalahan dari pasangan Bustami Zainudin-Adinata pada Pemilihan Kepala

Daerah di Kabupaten Way Kanan tahun 2015. Hal ini tidak semestinya terjadi,

karena mengingat pasangan ini memiliki latar belakang pengalaman dan

keunggulan diberbagai bidang. Namun nyatanya belum mampu membawa

pasangan ini memenangkan Pilkada Way Kanan tahun 2015 dengan perolehan

suara yang hanya sebesar 40,24%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kekalahan dari

petahana Bustami-Adinata pada Pemilihan Kepala Daerah tahun 2015 di

Kabupaten Way Kanan. Metode yang digunakan adalah metode penelitian

kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan

dengan wawancara, observasi dan dokumentasi, sedangkan teknik pengolahan

data dilakukan dengan menggunakan tahap editing dan interprestasi data. Teknik

analisis data terdiri dari pengumpulan, penyederhanaan, penyajian dan verifikasi

akhir data.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, perilaku pemilih menjadi faktor

kekalahan pasangan petahana Bustami-Adinata kalah dalam Pilkada di Way

Kanan tahun 2015. Faktor kekalahan yang dapat dilihat dari penilaian kinerja

petahana, pencitraan dan isu, serta dilihat dari pekerjaan, usia, agama dan atau

latar belakang pendidikan dari pemilih. Selain itu meski memiliki pendukung dari

partai yang kuat, dana anggaran kampanye yang besar, serta kedudukannya

sebagai bupati yang masih menjabat tidak menjamin kemenangannya pada

Pilkada Way Kanan 2015. Hal ini karena adanya tim pemenangan yang tidak

loyal/setia yang ada dalam tim kampanye Bustami di Kabupaten Way Kanan.

Kata kunci : Petahana, Pilkada, Peluang, Kampanye, Kekalahan

ABSTRACT

ANALYSIS THE DEFEAT OF INCUMBENT IN LOCAL ELECTION OF

WAY KANAN REGENCY IN 2015

By

INTAN BARIZA

The defeat that happen to the incumbent Bustami-Adinata at the local elections of

Way Kanan Region in 2015. Where it is not suppose to be happen, because they

have more background experience and they excellence in various fields. But in

fact all that yet to makes them win in the local elections of Way Kanan Region in

2015 with only have 40,24% votes.

This research purpose is to reveal and analyzing the deafeat that happen to the

incumbent Bustami-Adinata at the local elections of Way Kanan Region in 2015.

Method used in this is qualitative research methods with the type of descriptive

reasearch.The technique for this data collection is done by interview, observation

and documentation, while technique for processing this data is done by using

editing and interpretation of data. Data analysis techniques consist of collection,

simplification, presentation and final verification of data.

The results of this study indicate that the voter behavior is the defeat factors of

imcumbent pairs Bustami-Adinata lose in the local elections of Way Kanan

Region in 2015. The defeat factors that can be seen from the performance

appraisal incumbent, image and issues, also seen from the work, age or eduation

backgroung of the voter. Even with the backing from big political parties, budget

funds for the campaign, as well as the position of the regent who is still served

can’t ensure the victory at the local elections of Way Kanan Region in 2015.

Other reason is because there are team of winners that unloyal in the campaign

teams of Bustami at the Way Kanan District local elections..

Keywords : Incumbent, Local Elections,Opportunities, Campaign, Defeat

ANALISIS KEKALAHAN PETAHANA DALAM PEMILIHAN KEPALA

DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2015

Oleh

INTAN BARIZA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2017

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rawabening, pada tanggal 9 Juli 1994.

Nama lengkap Intan Bariza, merupakan anak bungsu dari

empat bersaudara dari pasangan Bapak Herman dan Ibu

Warnati Zen. Jenjang akademik penulis dimulai dengan

menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1

Suka Bumi, lulus pada tahun 2005, dilanjutkan menempuh pendidikan di Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Buay Bahuga, yang diselesaikan pada tahun

2008, dan dilanjutkan menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA)

Perintis 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2011.

Tahun 2011 penulis terdaftar menjadi mahasiswa Universitas Lampung melalui

jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), diterima

sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Lampung.

MOTTO

Kata menyerah adalah untuk mereka yang telah berjuang sampai akhir.

Jika kau tidak mengambil resiko, kau tidak bisa menciptakan masa depan.

-One Piece-

No one is born hating another person because of his skin or his

background or his religion.

-Barack Obama-

I may fall down and get hurt, but I still run endlessly towards my dreams.

Dreams, Hope, Forward, Forward.

-BTS-

Kita mungkin tidak tahu apa yang akan terjadi di masa

depan. Namun, selama kita percaya pada diri kita

sendiri, akan ada cara untuk mewujudkan keinginan kita.

-Me-

PERSEMBAHAN

Puji syukur Alhamdulillah ku ucapkan kehadirat Allah S.W.T

Kupersembahkan karya kecilku ini kepada orang-orang yang kucintai dan

mencintaiku....

Untuk Ayah dan Ibuku tercinta atas kasih sayang dan do’a yang tulus

Untuk kakak-kakakku yang selalu sabar dan selalu memberiku dukungan

Dan

Almamater Tercinta Universitas Lampung

SANWACANA

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

“Analisis Kekalahan Petahana Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Way

Kanan Tahun 2015”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Politik Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini disadari penulis akan adanya keterbatasan kemampuan dan

pengetahuan yang dimiliki, dimana tanpa bantuan berbagai pihak skripsi ini tidak

mungkin dapat terselesaikan dengan baik. Kritik dan saran yang sifatnya

membangun dari semua pihak, demi kesempurnaan skripsi ini sangat diharapkan.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua

pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, dimana

antara lain :

1. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lampung

2. Bapak Drs. R Sigit Krisbintoro, M.IP, selaku Dosen Pembimbing dan

Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung

3. Bapak Budi Harjo, S.Sos, M.IP, selaku penguji yang telah banyak

memberi masukan dan saran untuk dalam menyelesaikan skripsi ini

4. Bapak Syafarudin, S.Sos, M.A, selaku Pembimbing Akademik yang telah

banyak memberikan ilmu pengetahuan dan motivasi selama penulis

menjadi mahasiswa.

5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung,

yang telah banyak memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis

selama menuntut ilmu di Jurusan Ilmu Pemerintahan

6. Seluruh staf jurusan dan karyawan Fisip Unila yang telah banyak

membantu proses administrasi penulis selama menjadi mahasiswa

7. Pegawai Dinas Catatan Sipil, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)

Kabupaten Way Kanan dan pegawai Kesbangpol Kabupaten Way Kanan,

serta Camat atau staf-stafkecamatan yang mewakili,dan juga para

informan yang membantu selama saya melakukan penelitiandi Kabupaten

Way Kanan,yang tidak dapat disebutkan satu-persatu

8. Orang tuaku dan Kakak-kakakku tercinta yang telah sabar dan selalu

memberiku semangat untuk keberhasilanku dengan do’a, perhatian,

motivasi, dan dukungan yang diberikan selama ini

9. Sahabat-sahabatku yang selalu memberi semangat dan selalu

membantuku, Gita Aprilia, Siti Robi’ah, Wiwik Zubaidah, Neti Ariani

yang telah banyak meluangkan waktunya selama ini untuk membantuku.

10. Teman-teman jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan 2011 yang tidak bisa

kusebutkan satu-persatu dan para mahasiswa juniorku yang telah

meluangkan waktu untuk membantu dan menghadiri seminarku

Serta semua pihak yang membantu, namun tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semoga bantuan dan dukungan yang telah diberikan selama ini mendapat balasan

dari Allah SWT.

Bandar Lampung, Oktober 2017

Penulis,

Intan Bariza

i

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

SURAT PERNYATAAN

RIWAYAT HIDUP

MOTTO

PERSEMBAHAN

SANWACANA

DAFTAR ISI ...................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ............................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .............................................................................. 13

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 13

D. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Politik ................................................................................... 14

1. Pengertian Perilaku Politik .......................................................... 14

2. Perilaku Pemilih .......................................................................... 17

3. Konsepsi pemilihan Umum ......................................................... 20

B. Partisipasi Politik ................................................................................ 22

1. Definisi Partisipasi Politik ........................................................... 22

2. Tipologi Partisipasi Politik .......................................................... 24

C. Masyarakat.......................................................................................... 29

1. Definisi Masyarakat..................................................................... 29

2. Unsur-Unsur Masyarakat............................................................. 30

3. Ciri-Ciri Masyarakat .................................................................... 31

ii

D. Tinjauan Tentang Pemilihan Kepala Daerah ...................................... 31

1. Definisi Pemilihan Kepala Daerah .............................................. 31

2. Kreativitas Tim Sukses ................................................................ 35

E. Kerangka Pikir .................................................................................... 37

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian .................................................................................... 42

B. Definisi Konseptual ............................................................................ 44

C. Definisi Operasional ........................................................................... 45

D. Lokasi Penelitian ................................................................................ 46

E. Jenis Data ............................................................................................ 46

F. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 48

G. Teknik Pengolahan Data ..................................................................... 50

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Ummum Pemilihan Kepala Daerah .................................. 51

B. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan ......................................... 52

C. Profil Calon dan Ikatannya Dengan Lokasi Penelitian ....................... 60

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ................................................................................... 64

B. Pembahasan ........................................................................................ 84

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ............................................................................................. 88

B. Saran ................................................................................................... 89

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil perolehan suara Pilkada Way Kanan Tahun 2015 ........................ 7

2. Rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Kepala Daerah

Kabupaten Way Kanan Tahun 2015....................................................... 7

3. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 10

4. Bentuk-bentuk Partisipasi Kolektif ........................................................ 25

5. Tabel Usia Poduktif dan Non-produktif ................................................. 55

6. Jumlah Penduduk per-Kecamatan .......................................................... 56

7. Jumlah Penduduk menurut pendidikan .................................................. 57

8. Dana Kampanye ..................................................................................... 69

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir ................................................................................ 41

2. Peta Kabupaten Way Kanan ........................................................... 53

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memakai sistem demokrasi sehingga rakyat diberikan kebebasan

dan hak dalam menjalankan kehidupan juga diberikan jaminan hukum agar

warga negara dapat mengeluarkan aspirasinya secara terbuka. Proses

demokratisasi di tingkat lokal juga sedang giat dicanangkan oleh pemerintah,

salah satunya dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Pemilu adalah

mekanisme untuk mewujudkan kedaulatan rakyat guna membentuk

pemerintahan perwakilan atau gambaran ideal bagi sebuah pemerintahan

demokrasi di zaman modern (Dahl dalam Eka Suaib, 2010:2).

Pemilu adalah salah satu barometer yang dipakai untuk mengukur seberapa

besar partisipasi masyarakat. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan

suatu kegiatan yang dilakukan di negara Indonesia setiap lima tahun sekali,

untuk memilih kepala daerah yang akan menjadi pemimpin pada suatu daerah

tertentu, yang dilakukan dengan cara demokratis. Pemimpin yang sanggup

untuk memajukan serta mengembangkan daerah yang dipimpin.

2

Pemilu sendiri dilaksanakan selain untuk tujuan pemilihan kepala

pemerintahan juga memiliki fungsi-fungsi penting yang mendasari

keberadaannya secara sistematis, Syamsuddin Haris (dalam Eka Suaib,

2010:2) mengemukakan fungsi-fungsi pemilu sebagai berikut:

1. Legitimasi politik

Artinya, melalui pemilu, keabsahan pemerintah yang berkuasa dapat

ditegakkan, begitu pula dengan programdan kegiatan yang dihasilkan.

Pentingnya fungsi ini karena melalui pemilu, pemerintah sebenarnya bisa

menyakinkan atau setidaknya bisa mempengaruhi kesepakatan politik

dengan rakyat. Semua program dan kegiatan yang dihasilkan dan yang

akan dilaksanakan memiliki legitimasi kuat karena di antara penguasa dan

rakyat terdapat kesepakatan melalui kampanye dan kontrak politik.

2. Perwakilan politik

Baik dalam rangka mengevaluasi maupun mengontrol perilaku

pemerintah, program kerja maupun kebijakan yang dihasilkan, dalaam

kaitan ini pemilu merupakan mekanisme demokratis bagi rakyat untuk

menentukan wakil-wakil yang akan duduk di lembaga pemerintahan

maupun di lembaga legislatif.

3. Pergantian atau sirkulasi elite penguasa

Keterkaitan pemilu dengan sirkulasi elite didasarkan pada asumsi bahwa

elite berasal dari dan bertugas mewakili masyarakat luas.

4. Sarana pendidikan politik

Pemilu merupakan pendidikan politik bagi rakyat, terbuka dan massal,

yang diharapkan dapat mencerdaskan pemahaman politik dan

meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Kaitan ini

menunjukkan struktur, proses dan fungsi pemilu diharapkan bisa

mencerdaskan dan mencerahkan wawasan masyarakat sehingga kehidupan

politik dapat dipulihkan ke arah yang lebih demokratis.

Eka Suaib (2010:2) berpendapat bahwa ada beberapa alasan mengapa pemilu

menjadi penting bagi sebuah negara, yaitu sebagai berikut :

1. “Melalui pemilu dapat dibangun basis dan konsep demokrasi, karena tanpa

pemilu, tanpa persaingan terbuka di antara kekuatan sosial dan kekuatan

kelompok politik, maka tidak ada demokrasi”. Maksudnya ialah untuk

menyuburkan proses demokrasi yang sehat dibutuhkan pemilu yang bebas

nilai dan kompetisi terbuka didalam kehidupan masyarakat dan pegiat

politik.

3

2. “Pemilu melegitimasi sistem politik”. Maksudnya ialah dengan adanya

pemilu nantinya pergerakan calon yang terpilih akan lebih mudah

melaksanakan sistem karena telah memperoleh kekuatan dukungan dari

para pemilihnya.

3. “Pemilu mengabsahkan kepemimpinan politik”. Maksudnya ialah setelah

selesai proses pemilu maka regenerasi tangkup kepemimpinan telah resmi

berganti dan dapat menjalankan kepemimpinan yang baru.

4. “Pemilu sebagai unsur pokok partisipasi politik di negara yang

berdemokrasi”. Maksudnya ialah nilai tertinggi pada partisipasi politik

warga negara ditunjukan atas perhatiannya dan sikap kongkrit masyarakat

dalam menyikapi kegiatan politik ini, yang dimaksud adalah ikut

memberikan suaranya pada hari H pemilihan, tanpa adanya partisipasi

maka negara tersebut belum bisa menyandang gelar negara dengan sistem

yang demokratis.

Merujuk pada penjabaran fungsi-fungsi dan pentingnya pelaksanaan pemilu

di atas menjadikan empat dimensi sarana yang bermanfaat bagi masyarakat

agar memandang pemilu adalah proses penting bagi transformasi perubahan

baik itu ditinjau dari input, process, dan output pelaksanaan pemilu itu

sendiri. Pelaksanaan itu pun merupakan implementasi kepatuhan masyarakat

terhadap peraturan perundang-undangan, dan juga partisipasi aktif adalah

harga mati bagi identitas negara yang demokratis. Sehingga garis proses yang

dibuat tidak terputus dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Partisipasi politik warga negara dalam perpolitikan sangatlah penting, karena

setiap keputusan yang diambil penguasa di negara atau wilayah yang

menganut demokrasi harus dipatuhi oleh masyarakat atau warga negara.

Sebagaimana yang diungkapkan Huntington dan Nelson (1994: 25) bahwa:

“Keterlibatan politik sangatlah baik bagi masyarakat, keterlibatan

masyarakat dalam politik akan membuat demokrasi menjadi lebih

bermakna dan menjadikan pemerintah lebih tanggap bahkan bukan hanya

bagi masyarakat luas melainkan lebih kepada perorangan. Keterlibatan

warga negara itu akan menjadikan warga negara lebih berkembang, kritis

4

dan bertanggung jawab atas pemimpin yang telah dipilihnya dan juga

untuk mengurangi kekeliruan pemimpin dalam menjalankan tugasnya

karena ikut diawasi oleh konstituen yang memilihnya.”

Partisipasi politik yang dipahami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia

adalah dengan ikut ambil bagian pada proses pemungutan suara, dan salah

satu bentuk kongkritnya ialah turut memberikan suara (memilih) dalam

pilkada yang berlangsung disetiap kabupaten. Partisiapasi politik sangat erat

kaitannya dengan gejala-gejala sosial politik dalam masyarakat, seperti

perubahan-perubahan struktur sosial, pengaruh kaum intelektual, konflik

kepentingan antar kelompok-kelompok politik, dan keterlibatan pemerintah

yang meluas dalam urusan sosial.

Gerakan partisipasi politik adalah gerakan yang dinamis dan selalu

berkembang menyesuaikan dengan gejala dan fenomena yang terjadi pada

masyarakat. Pada konsep partisipasi politik kesadaran politik menjadi hal

yang sangat penting, karena masyarakat yang sadar politik akan paham bahwa

setiap keputusan yang diambil oleh penguasa atau pemimpin harus dipatuhi

oleh warga negara baik yang aktif, pasif maupun yang apatis terhadap politik.

Masyarakat yang sadar politik akan menuntut haknya untuk mempengaruhi

kebijakan pemimpin yang nantinya akan ia laksanakan pula, begitupun halnya

dengan penentuan kepala daerah yang nantinya akan memimpin.

Tinggi dan rendahnya partisipasi masyarakat akan menentukan seberapa

besar tingkat kesadaran yang dimiliki masyarakat untuk berpolitik. Pada

dasarnya, keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum yang

merupakan serangkaian kegiatan membuat keputusan, sebagaimana yang

5

diungkapkan oleh Surbakti (2010:185) yaitu memilih atau tidak memilih

dalam pemilu. Sehingga, keputusan untuk tidak memilih ini juga merupakan

suatu pilihan yang memungkinkan untuk diambil.

Persentase pemilih menjadi sangat penting karena itu berarti menunjukan

tingkat penerimaan rakyat terhadap pemerintah. Begitu pentingnya partisipasi

masyarakat dalam pemilu, maka menjadi suatu fenomena tersendiri yang

sangat disayangkan apabila dalam suatu pemilihan terdapat masyarakat yang

memilih untuk tidak menyampaikan aspirasi/hak suara/pilihan yang

dimilikinya dalam pemilu, meskipun sudah menjadi hak masing-masing

individu untuk secara bebas berpendapat/mengeluarkan atau tidak

mengeluarkan suara sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945.

Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu Daerah Otonom Baru (DOB)

yang ada di Provinsi Lampung. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran

dari kabupaten induk yaitu Tulang Bawang. Pada pelaksanaan Pilkada

serentak oleh Komisi Pemilihan Umum di Lampung tahun 2015 lalu, ada 8

Daerah melaksanakan pemilihan umum kepala daerah yaitu Kota Bandar

Lampung, Kota Metro, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Pesawaran,

Kabupaten Pesisir Barat, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Lampung

Tengah dan Kabupaten Lampung Timur.

Pasangan petahana atau dikenal dengan istilah incumbent sering kali ikut

serta dalam pemilihan kepala daerah dan munculnya calon petahana dalam

pelaksanaan pemilihan kepala daerah memberi peluang untuk memenangkan

Pilkada. Peluang tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik secara

6

langsung maupun tidak langsung. Tidak jarang pula calon petahana gagal

dalam pemilihan umum tersebut. Hal ini juga dipengaruhi oleh banyak faktor,

yaitu pada saat menjadi pemimpin tidak dapat menjalankan perintahnya

dengan benar atau masyarakat yang tidak memperoleh apa yang di inginkan

seperti peningkatan kesejahteraan ekonomi dan kesehatan mereka serta

pembangunan di daerah mereka. Kegagalan dari calon petahana tersebut

merupakan tolak-balik karena tidak dapat menjalankan tugas pemerintahan

seperti yang diharapkan masyarakat.

Berdasarkan pilkada yang dilakukan di Lampung peneliti telah merangkum

calon petahana yang ikut serta kembali dalam pilkada pada tahun 2015, hanya

Walikota Petahana Bandar Lampung, Herman HN, yang menang dengan

suara signifikan.Herman HN - Yusuf Kohar yang merupakan Calon

Incumbent di usung oleh partai Demokrat, PDI-P, Nasdem, PKS, PKB dan

Gerindra. Calon Bupati incumbent atau petahana dari Kabupaten Way Kanan

dengan pasangan calon (Paslon) H. Bustami Zainudin - Adinata, Lampung

Selatan dengan Paslon Rycko Menoza SZP - Eki Setyanto dan Pesawaran

dengan Paslon Aris Sandi DP - Mahmud Yunus kalah dari kompetitornya.

Hasil pemungutan suara dari KPU Way Kanan diumumkan menghasilkan

pemenang pasangan Adipati Surya- Edward Antony meraih total suara paling

besar, mengalahkan pasangan petahana Bustami Zaenudin- Adinata. Berikut

ini adalah tabel hasil penghitungan suara dari masing-masing kecamatan di

Kabupaten Way Kanan.

7

Tabel 1. Hasil Perolehan Suara Pilkada Kabupaten Way Kanan 2015

Sumber : Diolah oleh penulis 2017

Berdasarkan data tabel di atas, Bustami Zainudin yang menjabat sebagai

Kepala Daerah Kabupaten Way Kanan tahun 2010, dari 14 kecamatan hanya

memenangkan suara tertinggi di 2 kecamatan dan mengakibatkan Bustami

Zainudin kalah pada pilkada langsung tahun 2015. Berikut ini adalah hasil

rekapitulasi dari penghitungan suara pada Pilkada Way Kanan Tahun 2015.

Tabel 2. Rekapitulasi penghitungan suara Pilkada Way Kanan tahun

2015

No Nama Pasangan Calon Perolehan Suara

1 Bustami Zainudin - Adinata 91.849 (40,24 %)

2 Raden Adipati Surya – Edward Antoni 136.387 (59,76 %)

Jumlah 281.246

Sumber : Data olahan atas KPUD Kabupaten Way Kanan 2015

No

Kecamatan

Nama Calon

Jumlah Bustami

Zainudin -

Adinata

Raden Adipati Surya

- Edward Anthony

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Bahuga 3.160 3.014 6.236

2 Banjit 7.816 15.957 24.079

3 Baradatu 8.730 12.331 21.157

4 Blambangan Umpu 11.260 21.096 32.606

5 Buay Bahuga 3.712 7.790 11.650

6 Bumi Agung 4.370 10.030 14.596

7 Gunung Labuhan 5.739 8. 662 14.628

8 Kasui 9.893 6.647 16.477

9 Negara Batin 7.709 8.148 16.051

10 Negeri Agung 8.424 10.550 19.179

11 Negeri Besar 3.808 5.906 9.888

12 Pakuan Ratu 8.615 12.019 20.841

13 Rebang Tangkas 4.660 6.352 11.162

14 Way Tuba 3.953 7.885 11.804

Jumlah 91.849 136.387 281.246

8

Berdasarkan kekalahan petahana Bustami Zainudin pada pemilihan kepala

daerah di Kabupaten Way Kanan tersebut, penulis tertarik untuk dicermati

lebih lanjut mengapa Bustami Zainudin sebagai calon incumbentyang

memiliki keuntungan langsung dari segi popularitas sebagai kepala daerah

kalah dalam pemilu tahun 2015 di Kabupaten Way Kanan.Bustami Zainudin

menjabat sebagai Bupati Kabupaten Way Kanan 2010-2015mengadakan

program yang bernama Mulang Tiyuh yang artinya Pulang Kampung.

Program dimana Bustami memiliki tujuan agar masyarakat Kabupaten Way

Kanan kembali kekampung halaman untuk dapat ikut serta dalam memajukan

daerah mereka bersama.

Berdasarkan artikel yang dimuat dalam My Blog LampungX.com, seorang

pengamat politik dari Universitas Lampung yaitu Yusdianto memberikan

pendapatnya terhadap calon incumbent yang maju dalam pilkada serentak di

lampung, sebagai berikut :

“Ya, bakal ada enam sampai tujuh incumbent yang bakal maju Pilkada

2015. Mereka punya kelebihan, tapi bukan tanpa kelemahan. Jika tak

berbenah dalam waktu singkat, bisa saja mereka tumbang. Semua hampir

sama kelemahannya. Belum mampu meyakinkan masyarakat akan

programnya. Sebab, periode pertama tentu belum bisa mewujudkan janji

kampanye. Tapi, calon incumbent belum bisa menyajikan pelayanan

publik yang maksimal dan bisa menyentuh langsung kepentingan

masyarakat,” katanya. (https://bukancinta.wordpress.com/2014/09/24/

inilah-enam-kartu-truf-incumbent/diakses pada tanggal 4 Maret 2017).

Yusdianto menerangkan, dari sekitar tujuh incumbent itu hampir punya

kelemahan serupa. Di antaranya, mulai dari kegagalan menangani potensi

konflik, pemberantasan korupsi, hingga buruknya komunikasi politik, baik

internal pemerintahan maupun dengan masyarakat.Salah satunya adalah

9

Bustami Zainudin yang menjabat sebagai Bupati Way Kanan Periode 2010-

2015. Yusdianto menyebutkan sebagai berikut :

“Di Waykanan, lanjut dia, Bustami dinilai punya kelebihan mampu

membentuk disiplin aparatur. Tapi, kelemahannya di antaranya soal

infrastruktur yang masih buruk. Seperti jalan dan listrik. Program

Bustami yang melarang PNS merokok membuktikan keberhasilannya

dalam menegakkan disiplin. Tapi, ada kekurangan di bidang infrastruktur

dan percepatan pembangunan lantaran kurang mampu mendatangkan

investor,” bebernya. (https://bukancinta.wordpress.com/2014/09/24/

inilah-enam-kartu-truf-incumbent/diakses pada tanggal 4 Maret 2017).

Fenomena kekalahan petahana dalam pemilihan kepala daerah di Indonesia

bukanlah hal yang baru. Terdapat beberapa petahana yang mengalami

kegagalan ketika ikut berpartisipasi kembali dalam pemilihan kepala daerah.

Gagalnya petahana dalam pemilihan kepala daerah biasanya disebabkan oleh

beberapa faktor, seperti buruknya kinerja petahana ketika masih memegang

jabatan. Penyampaian pesan oleh tim kampanye yang tidak menarik. Adapun

penelitian terdahulu yang telah membuktikan kebenaran dari faktor tersebut

sebagai berikut :

10

Tabel 3. Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti

Judul Teori Metodologi Hasil/Kesimpulan

1

M. Dias Al

Kaisya

“Faktor-

faktor

penyebab

kekalahan

Incumbent

Edy Sutrisno

pada

Pilwakot

Bandar

Lampung

Tahun

2010”.

Skripsi

(2012)

a. Kegagalan

kampanye

b. Popularitas

dan

ketokohan

calon

c. Loyalitas

pemilih

terhadap

partainya

d. Pengaruh

strategi

perekrutan

calon oleh

partai

politik

Survey dengan

pendekatan

kuantitatif

1. Penyampaian pesan

yang tidak tepat

sasaran

2. Penyampaian pesan

oleh tim kampanye

yang tidak menarik

3. Kegagalan masyarakat

dalam memahami

pesan kampanye

4. Program-program

kampanye yang tidak

menetapkan khalayak

sasaran secara tepat

5. Pesan-pesan kampanye

tidak memiliki arahan

tepat bagaimana

khalayak untuk

menerima dan

menerapkan gagasan

yang diberikan dan

diterima, serta

bagaimana mengambil

tindakan yang di

perlukan.

2 Monicha

Anggraini

“Faktor

Penyebab

Kekalahan

Zainal

Abidin

(Incumbent)

dan Anshori

Djausal

Dalam

Pemilihan

Kepala

Daerah

Kabupaten

Lampung

Utara 2013”

Perilaku

Pemilih

Deskriptif

Kualitatif 1. Kepemimpinan yang

buruk dari incumbent

2. Pemilih memberikan

suara penghukuman

kepada incumbent

dengan cara

menjatuhkan pilihan

kepada orang lain

11

3 Saiful

Zuhri

“Analisis

SWOT

Terhadap

kekalahan

Petahana

(Mustafa) di

Daerah

Pemilihan

kecamatan

Terbanggi

Besar Pada

Pemilihan

Kepala

Daerah di

kabupaten

Lampung

Tengah

Tahun

2015”.

Skripsi

(2016)

Faktor

internal dan

eksternal dari

teori SWOT,

lalu dikaji dari

modal politik,

sosial dan

ekonomi.

Survey dari

teknik

pusposive

sampling,

dengan

Metode

Kualitatif

dalam bentuk

tipe deskriptif.

1. Tim pemenangan

kurang loyal sehingga

adanya Penyelewengan

dana kampanye oleh

tim pemenangan

2. Tidak mampu menjaga

kepercayaan dari

masyarakat yang

menimbulkan isu

negatif calon petahana

3. Kinerja yang tidak

memuaskan dimasa

pemerintahannya

4. Pelayanan masyarakat

yang dilakukan

aparatur pemerintah

masih berjalan, seperti

pembangunan

infrastruktur

5. Masyarakat yang

menentukan pilihan

berdasarkan kedekatan

sosial

Sumber : Diolah oleh penulis 2017

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah

pada penelitian ini lebih menekankan pada analisis terhadap kekalahan

petahana di Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung pada Pilkada 2015

dengan calon Incumbent Bustami Zaenudin yang saat itu masih berstatus

sebagai kepala daerah, sehingga diketahui faktor penyebab kekalahan

petahana dengan besar peluang bagi calon petahana Bupati Kabupaten Way

Kanan untuk terpilih kembali pada pilkada 2015.

Menggunakan sudut pandang dari kinerja selama menjabat sebagai Bupati

atau Kepala Daerah serta faktor yang mempengaruhi perilaku politik kandidat

dan perilaku politik dari pemilih dalam menentukan calon bupati atau kepala

daerah yang menurut mereka akan mampu untuk memimpin daerah tersebut,

12

hal ini dapat dilihat dari segi penilaian masyarakat terhadapcalon petahana

selama menjabat sebagai bupati, dengan menggunakan teori perilaku politik.

Berdasarkan penjelasan di atas maka menurut peneliti, penelitian ini penting

untuk dilakukan karena dalam penelitian ini akan mengungkap bagaimana

perilaku politik kandidat petahana di Kabupaten Way Kanan Provinsi

Lampung. Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan terhadap petahana yang

dapat dikatakan memiliki potensi terbesar memenangkan pemilihan baik

secara langsung maupun tidak langsung, terutama berdasarkan posisi dan

popularitas yang dimiliki pasangan petahana.

Penelitian ini akan membantu agar masyarakat dalam mengikuti Pilkada

selanjutnya mengetahui dan mempertimbangkan pilihan terhadap calon

petahana. Berdasarkan penjelasan tersebut, dengan menilai kinerja calon

petahana selama menjabat dan faktor yang mempengaruhi kekalahan

petahana dalam pilihan di pilkada. Maka dari itu peneliti tertarik untuk

meneliti lebih jauh tentang kekalahan petahana dalam pemilihan kepala

daerah Kabupaten Way Kanan tahun 2015.

A.

13

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah pada penelitian ini adalah menganalisis apa yang menjadi penyebab

kekalahan petahana dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Way Kanan

pada Tahun 2015 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis faktor atau penyebab kekalahan Petahana dalam Pemilihan

Kepala Daerah Kabupaten Way Kanan tahun 2015

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Secara Akademis

Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian

ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan ilmu pemerintahan

dan politik, serta lebih memperkuat teori penelitian yang ada.

2. Secara Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan

yang menangani langsung masalah yang berkaitan tentang kekalahan

petahana (incumbent) dalam pemilihan kepala daerah serta perilaku

politik calon petahana dan kecenderungan atau perilaku politik pemilih

dalam menentukan pilihan dalam Pilkada. Memberikan masukan bagi

calon petahana serta organisasi/lembaga yang berkaitan dengan

pendidikan politik masyarakat.

14

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Politik

1. Pengertian Perilaku Politik

Pada hakikatnya segala kegiatan masyarakat,kelompok, dan pemerintah

yang berkenaan dengan proses pembuatan, pelaksanaan dan penegakan

keputusan politik adalah merupakan identifikasi dari teori perilaku politik.

Dalam buku Memahami Ilmu Politik yang ditulis oleh Surbakti (2010)

disebutkan bahwa terdapat empat faktor yang memengaruhi perilaku

politik seseorang atau aktor politik yaitu:

a) lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem

ekonomi, sistem budaya dan media massa;

b) lingkungan sosial politik langsung yang memengaruhi dan membentuk

kepribadian aktor, seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok

pergaulan. Dari lingkungan sosial politik langsung seorang aktor

mengalami sosialisasi dan internalisasi nilai dan norma masyarakat,

termasuk nilai dan norma kehidupan bernegara, dan pengalaman-

pengalaman hidup pada umumnya;

c) struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Terdapat tiga

basis fungsional sikap, yaitu kepentingan, penyesuaian diri, serta

eksternalisasi dan pertahanan diri. Basis yang pertama merupakan sikap

yang menjadi fungsi kepentingan, artinya penilaian seseorang terhadap

suatu objek ditentukan oleh minat dan kebutuhan atas objek tersebut.

Basis kedua merupakan sikap yang menjadi fungsi penyesuaian diri,

artinya penilaian terhadap suatu objek dipengaruhi oleh keinginan

untuk sesuai atau selaras dengan objek tersebut. Basis yang ketiga

merupakan sikap yang menjadi fungsi eksternalisasi dan pertahanan

15

diri. Artinya, penilaian seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh

keinginan untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang

mungkin berwujud mekanisme pertahanan diri dan eksternalisasi diri,

seperti proyeksi, idealisasi, rasionalisasi, dan identifikasi dengan

aggresor.

d) faktor lingkungan sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan

yang memengaruhi aktor secara langsung ketika hendak melakukan

suatu kegiatan, seperti cuaca, keadaan keluarga, keadaan ruang,

kehadiran orang lain, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala

bentuknya.

Perilaku politik oleh Surbakti (2010:21) dibagi menjadi dua, yaitu perilaku

politik lembaga-lembaga dan pejabat pemerintah, dan juga perilaku politik

warga negara biasa, baik individu maupun kelompok. Perilaku politik

lembaga-lembaga dan pejabat pemerintah berkenaan dengan tanggung

jawab membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan politik,

sedangkan perilaku politik warga negara biasa, baik yang individu maupun

yang kelompok tidak memiliki kewenangan seperti yang pertama, tetapi

berhak memengaruhi pihak pertama menjalankan fungsinya, karena apa

yang dilakukan pihak pertama menyangkut juga kehidupan dari pihak

kedua.

2. Budaya Politik

Menurut Gabriel Almond dalam Roy C dan Bernard F (1996:249), teori

kebudayaan politik meletakkan beberapa arti penting pada sikap politik,

keyakinan politik, nilai, dan emosi-emosi dalam menjelaskan fenomena

politik, fenomena struktural, dan fenomena perilaku kohesi nasional, pola-

pola lapisan politik, cara-cara mengatasi konflik, serta ciri khas partisipasi

(peran serta) dalam politik dan ketaatan terhadap penguasa.

16

Menurut rumusan Parsons dan Shils dalam Gabriel Almond dan Verba

(1984:16), budaya politik mengandung tiga komponen objek politik

sebagai berikut :

1) Orientasi kognitif yaitu berupa pengetahuan tentang kepercayaan pada

politik, peranan dan segala kewajibannya serta input dan output-nya.

2) Orientasi efektif yaitu sikap/perasaan terhadap sistem politik,

peranannya, para aktor dan penampilannya.

3) Orientasi evaluatif yaitu keputusan dan pendapat tentang objek-objek

politik yang secara tipikal melibatkan standar nilai dan kriteria dengan

informasi dan perasaan.

Menurut Almond dan Verba (1984:19-20), orientasi individual terhadap

pemerintahan dapat dijelaskan secara sistematis dengan memperhatikan

hal-hal berikut:

1) Pengetahuan apa yang dimiliki seseorang tentang negara dan sistem

politiknya dalam pengertian umum, seperti sejarah, ukuran lokasi,

kekuasaan, sifat-sifat konstitusionalnya dan lain-lain. Bagaimana

perasaan-perasaannya terhadap karakteristik sistemik ini? Bagaimana

pula pendapatnya tentang kelebihan dan kekurangan, serta penilaiannya

terhadap karakteristik yang sistemik itu?

2) Bagaimana pemahaman seseorang tentang struktur dan peranan, kaum

elit politik dan pengajuan-pengajuan kebijaksanaan yang diperkenalkan

ke dalam arus pembuatan kebijaksanaan yang bersifat upward?

Bagaimana perasaan dan pendapatnya tentang segala struktur, para

pemimpin dan semua proposal kebijaksanaan ini?

3) Bagaimana pemahaman yang dimiliki tentang arus pengokohan

kebijaksanaan yang downward, struktur-struktur, individu-individu,

kepuasan-kepuasan yang dilibatkan dalam seluruh rangkaian proses ini?

Bagaimana perasaan dan pendapatnyaterhadap hal-hal itu?

4) Bagaimana perasaan pribadinya sebagai anggota sistem politik tersebut?

Bagaimana pemahamannya tentang haknya, dan strateginya untuk dapat

memasuki kelompok orang-orang yang berpengaruh?

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat dapat diketahui bahwa

budaya politik erat kaitannya dengan aspek subjektif dan psikologi yaitu

berupa orientasi, nilai, kepercayaan, keyakinan politik, dan sikap politik

dari anggota suatu sistem politik terhadap kehidupan politik.

17

3. Perilaku Pemilih

a. Perilaku Memilih

Perilaku memilih (votting behaviour) dalam pemilu merupakan salah

satu turunan dari perilaku politik (political behaviour). Pemilih (voter)

diartikan sebagai semua pihak yang menjadi tujuan utama para kandidat

untuk mereka pengaruhi agar dapat memberikan dukungan dan

memberikan hak suaranya kepada yang bersangkutan. Firmanzah

(2008: 87) mengemukakan bahwa yang dinyatakan sebagai pemilih

dalam pilkada, yaitu mereka yang telah terdaftar sebagai peserta

pemilih oleh petugas pendata peserta pemilu.

Pemilih dalam hal ini dapat diartikan masyarakat umum, pemilih ialah

masyarakat yang memiliki hak pilih dalam pemilu dan terdaftar sebagai

pemilih oleh panitia penyelenggara pemilu, seperti yang dijelaskan

dalam UU No.10 tahun 2008 Pasal 19 ayat1 bahwa “Warga Negara

Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17

(tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak

memilih”. Dan ayat 2 bahwa “Warga Negara Indonesia sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) didaftar oleh penyelenggara Pemilu dalam

daftar pemilih”.

Almond, Gabriel A dan Sydney Verba. 1984) mengatakan bahwa,

perilaku pemilih terhadap partai politik tertentu dipengaruhi

berdasarkan dari perhitungan, perhitungan tentang apa yang diperoleh

18

bila seseorang menentukan pilihannya, baik terhadap calon Presiden

maupun anggota parlemen.

Pelaksanaan pemilihan umum suatu negara, baik itu pemilu tingkat

daerah maupun tingkat pusat, perilaku politik itu berupa perilaku

pemilih dalam menentukan sikap dan pilihan mereka dalam

melaksanakan pemilu tersebut. Perilaku pemilih tersebut pasti didasari

oleh “bagaimana individu” tersebut atau perilaku pemilih dalam

memilih ini dapat saja dilatarbelakangi oleh beragam faktor yang

menyangkut dirinya.

b. Perilaku Tidak Memilih

Perilaku tidak memilih di Indonesia lebih dikenal dengan istilah golput

(golongan putih) atau non-voting. Susan Welch (dalam Efriza 2012:

534) mengemukakan bahwa:

“Golput (non-voting) adalah ketidakhadiran seseorang berkaitan

dengan kepuasan atau ketidakpuasan pemilih. Kalau seseorang

memperoleh kekuasaan dengan tidak menghadiri pemilu tentu ia

tidak akan hadir dibilik suara, begitu pula sebaliknya. Disamping itu,

ketidakhadiran juga berkaitan dengan kalkulasi untung rugi. Kalau

seseorang merasa lebih beruntung secara finansial, dengan tidak

hadir dalam pemilu, tentu ia akan lebih suka melakukan pekerjaan

lain yang lebih menguntungkan.”

Mereka beranggapan bahwa kehadiran dan ketidakhadiran mereka pada

saat pemilihan harus memberikan manfaat tersendiri bagi diri mereka,

jadi jika mereka tidak mendapatkan manfaat dari suatu pemilihan

berupa keuntungan materi atau finansial maka mereka lebih

19

mementingkan urusan pekerjaanya.Arief Budiman dalam Joko

Prihatmoko (2003:150) mengatakan bahwa:

“Golput bukan organisasi, tanpa pengurus, dan hanya merupakan

pertemuan solidaritas. Golput adalah sebuah identifikasi bagi mereka

yang tidak puas dengan keadaan dan aturan main demokrasi yang

diinjak-injak oleh partai politik dan pemerintah demi memenangkan

pemilu dengan menggunakan aparat negara melalui cara di luar batas

aturan main demokratis. Keberadaan golput mengindikasikan bahwa

proses politik yang sedang berlangsung tidak benar. Kendati tidak

memiliki kekuatan politik, golput melakukan gerakannya dengan

diam.”

Kedua argument di atas memiliki beberapa perbedaan dalam substansi,

yaitu pada Arief Budiman golput terjadi dengan adanya kesadaran dan

pengetahuan dari pelakunya untuk tidak menggunakan hak pilih dengan

tujuan yang jelas, sementara dalam pandangan Susan Welch setiap

orang yang memiliki hak pilih namun tidak menggunakan hak pilih

pada saat pemilihan berlangsung dan itu dikatakan sebagai golput

dikarenakan perhitungan untung rugi mengikuti atau tidak mengikuti

pemilihan.

Ditinjau dari sudut apapun golput memiliki ruang pengaruh tersendiri

dalam proses transisi demokrasi, karena dalam demokratisasi partisipasi

masyarakat merupakan hal penting dalam pembentukan legitimasi

pemerintah. Perilaku tidak memilih (golput) bertujuan mendelegitimasi

pemilu yang diselenggarakan pemerintah, sehingga sangat rawan

keberlangsungan pemerintahan yang tidak mendapatkan legitimasi

penuh dari masyarakat.

20

4. Konsepsi Pemilihan Umum

Sejak bergulirnya reformasi di Indonesia, pemilihan umum merupakan

pesta demokrasi yang menentukan tonggak estafet kepemimpinan

selanjutnya. Masyarakat diberikan hak penuh untuk memilih satu pasang

dari beberapa pasang calon yang mengajukan diri. Namun pada

perjalanannya dari tahun ke-tahun angka masyarakat yang tidak

menggunakan hak pilihnya semakin meningkat, hal ini bisa jadi

dikarenakan beberapa faktor seperti faktor latarbelakang status sosial-

ekonomi dan faktor keperayaan politik.

Berkaitan dengan pemilihan kepala daerah yang telah dilaksanakan pada 9

Desember 2015, pemilihan umum merupakan bagian dari penyelenggaraan

pesta demokrasi tersebut. Pemilihan umum menurut pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan

pemilihan umum, menegaskan :

“Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat pemilu adalah pelaksanaan

kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, jujur,

dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan

pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945”.

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilihan Umum adalah

sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

21

Pengertian lain mengenai pemilihan umum merupakan mekanisme

memilih seorang penguasa, pejabat atau lainnya dengan jalan menuliskan

nama yang dipilih dalam secarik kertas atau dengan memberikan suaranya

dalam pemilihan. Jadi pemilihan umum hanyalah ajang dimana memilih

seseorang penguasa yang hendak menduduki kursi jabatan (Abu Nashr,

2004:29).

Pendapat lain mengatakan bahwa pengertian lain dari pemilihan umum

adalah pemilihan umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana

mewujudkan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara

yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

(Ibramsyah Amirudin, 2008:42).

Disimpulkan bahwa proses berlangsungnya pemilihan umum terjadi dari

ketika para peserta pemilihan umum menawarkan janji-janji dan program-

programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama di waktu

yang telah ditentukan menjelang hari pemungutan suara. Setelah

pemungutan suara dilakukan, maka proses penghitungan suara dimulai.

Pemenang pemilihan umum ditentukan oleh aturan main atau sistem

penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan Komisi Pemilihan

Umum (KPU) dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para

pemilih. Proses pemilihan umum merupakan bagian dari demokrasi.

22

B. Partisipasi politik

1. Definisi Partisipasi Politik

Peran serta atau partisipasi politik masyarakat sipil merupakan pilar utama

dari dinamika perubahan dan kebebasan dalam iklim demokrasi.

Partisipasi publik merupakan ciri khas modernisasi politik. Kemajuan

demokrasi dapat diukur dari seberapa besar partisipasi politik masyarakat.

Leo Agustino (2007:59) mengemukakan, sesuai dengan istilah partisipasi,

maka partisipasi politik berarti keikutsertaan warga negara biasa (tidak

memiliki kewenangan) dalam mempengaruhi proses pembuatan dan

pelaksanaan keputusan politik berupa kebijakan publik.

Miriam Budhiardjo (2008:367) mendefenisikan bahwa partisipasi politik

adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif

dalam kehidupan politik yaitu dengan cara jalan memilih pimpinan negara

secara langsung atau tidak langsung, yang dapat memengaruhi kebijakan

pemerintah. Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara

dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu

partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat

pemerintah atau anggota parlemen.

Bentuk partisipasi bisa secara legal dan ilegai yang pengertiannya adalah

yang mana bisa dalam bentuk baik maupun dalam bentuk tidak baik yang

hilirnya adalah mencapai maksud dan tujuan yang akan dicapai oleh pihak

yang berkepentingan. Partisipasi politik hanya berbatas pada kegiatan

23

sukarela saja yaitu, kegiatan yang dilakukan tanpa paksaan atau tekanan

dari siapapun. (Gabriel Almond. 1984).

Menurut Mc Closky (dalam Budiharjo, 2008:367) “partisipasi politik

adalah kegiatan sukarela dari warga masyarakat, secara sukarela

mengambil bagian dari proses pemilihan pemimpin langsung atau tidak

langsung dalam proses pengambilan kebijakan umum”.

“(The term political partisipation will refer those voluntary activities by

wich members of asociety share in the selection of rules and directly, in

the formation of public policy)”.

Samuel Hutington dan Joan Nelson (dalam Budiharjo, 2008:368) memberi

tafsiran yang lebih luas dengan memasukan secara eksplisit tindakan ilegal

dan kekerasan.

“(By political partisipationwe mean activity by private cityzens

designed do influence governmentdecicion making. Participation may

be individual or collective, organized or spontaneous, sustained or

sporadic, peacefull or violent, legal or illegal, effective or ineffective)”.

Diartikan sebagai, “Partisipasi politik adalah tindakan warga yang

bertindak sebagi pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk memengaruhi

pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual

atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai

atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif”.

Pengertian secara umum tentang partisipasi politik adalah sebagai kegiatan

warga negara biasa dalam memengaruhi proses pembuatan dan

pelaksanaan kebijakan umum dan pemimpin pemerintahan. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa fokus utama dari partisipasi politik

24

adalah tindakan warga negara yang ditujukan untuk memengaruhi

kebijakan yang akan diambil oleh Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif.

Surbakti (2010:185) berpendapat bahwa, berkenaan dengan partisipasi

politik, keikutsertaan warga negara dalam proses pemilihan merupakan

serangkaian kegiatan pembuatan keputusan untuk menentukan pemimpin

dari pemerintahan negara tersebut, apakah akan memilih untuk atau tidak

memilih, jika memilih akankah memilih kandidat “A” atau kandidat “B”.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa partisipasi

politik merupakan suatu rangkaian yang melibatkan peran serta dari

masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung, yang bertujuan

untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah yang menyangkut kepentingan

masyarakat.

2. Tipologi Partisipasi Politik

Arti partisipasi politik seperti yang telah disebutkan sebelumnya,

partisispasi politik merupakan hal yang dapat di golongkan menjadi dua,

yakni partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Berdasarkan golongan tersebut

yang termasuk kedalam partisipasi aktif diantaranya adalah mengajukan

usul mengenai suatu kebijakan publik, mengajukan alternatif kebijakan

publik yang berlainan dengan kebijakan yang dibuat pemerintah,

mengajukan kritik dan solusi untuk meluruskan kebijakan yang dibuat

pemerintah, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintahan.

25

Sedangkan, kegiatan warga negara yang menerima/menaati begitu saja

segala kebijakan pemerintah adalah partisipasi pasif. Jadi, partisipasi pasif

cenderung tidak mempersoalkan apapun kebijakan politik yang dibuat

pemerintah atau dengan kata lain apabila kesadaran politik sangat rendah

tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat tinggi, maka akan

melahirkan partisipasi yang pasif. (Gabriel Almond dan Verda, 1984).

Surbakti (2010:183) mengategorikan partisipasi politik berdasarkan jumlah

pelaku, yakni individual dan kolektif. Partisipasi individual berarti yang

dilakukan oleh seseorang atau per individu, sedang partisipasi kolektif

berarti secara serentak atau merupakan kelompok baik kecil maupun besar.

Partisipasi kolektif juga dibagi menjadi dua, partisipasi konvensional dan

partisipasi non konvensional, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel

berikut :

Tabel 4. Bentuk-bentuk Partisipasi Kolektif

Sumber : Gabriel Almond dalam Mas’oed dan Mac Andrews, (2000:47)

Partisipasi Konvensional Partisipasi Non-Konvensional

Pemberian suara

Diskusi politik

Kampanye

Membentuk dan bergabung

dalam kelompok kepentingan

Komunikasi dengan pejabat

politik

Demonstrasi

Konfrontasi

Mogok

Tindakan kekerasan

terhadap harta benda

Tindakan kekerasan

terhadap manusia

Mengajukan petisi

Revolusi

Gerilya

26

Selain itu, Samuel P. Hutington dan Joan M. Nelson dalam Pahmi Sy

(2010:73) menyebutkan bahwa terdapat dua aspek partisipasi politik, yaitu

otonom dan yang dimobilisasi. Partisipasi otonom adalah partisipasi atas

kehendak dan kemauannya sendiri. Berdasarkan hal ini pelaku mengerti

apa yang dilakukan, untuk apa dan mengapa melakukan itu serta mengerti

dampak dari tindakannya. Sedangkan partisipasi politik yang dimobilisasi

adalah partisipasi politik yang dilakukan atas perintah, anjuran, saran,

petunjuk atas kehendak orang lain, dalam hal ini pelaku tidak mengetahui

mengapa, dan untuk apa melakukan semua itu.

Calon yang maju atau berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah

memerlukan dukungan politik yang diusung dari partai politik (koalisi

partai). Partai politik adalah organisasi yang mengajukan kandidat dalam

pemilihan kepala daearah dan wakil kepala daerah untuk mengisi jabatan

politik di pemerintahan dan kemudian dipilih oleh rakyat. Kandidat akan

berusaha sebanyak mungkin menggalang koalisi partai politik yang

mendapatkan kursi dan suara di DPRD hasil daripemilihan umum

legislatif, namun dukungan partai politik yang tidak memiliki kursi di

DPRD juga tetap digalang untuk menambah jumlah dukungan.

Perlu adanya dukungan politik, baik dari rakyat maupun dari kekuatan-

kekuatan politik yang dipandang sebagai representasi dari rakyat.

Merupakan modal sebagai partisipan untuk menjadi sentral bagi semua

orang yang bermaksud mengikuti kontestasi di dalam pemilihan kepala

daerah secara langsung, baik dalam tahap pencalonan maupun di dalam

27

tahap pemilihan. Jabatan politik, pengalaman mengorganisasi massa,

keturunan (bangsawan atau penguasa), kekuatan terhadap pengambilan

keputusan publik, reputasi dan legitimasi merupakan modal penting yang

harus dimiliki kandidat untuk memperoleh modal politik dengan maksimal

(kacung Marijan, 2010: 184-185).

Kandidat yang ingin memenangkan pemilihan kepala daerah harus

sebanyak mungkin memanfaatkan jaringan organisasi-organisasi politik

untuk memperoleh dukungan politik. Selain organisasi politik, kandidat

harus melakukan pendekatan dengan elit-elit politik, elit politik yang

menduduki jabatan politik dan jabatan strategis yang mempunyai peran

penting dan pengaruh terhadap kelompok dan masyarakat (Haryanto,

2005:72).

Pendekatan dengan elit politik juga perlu dilakukan sebagai modal politik

dalam konteks lokal. Elit politik lokal adalah mereka yang memiliki

jabatan politik tinggi di tingkat lokal yang membuat dan menjalankan

kebijakan politik. Elit politiknya seperti Gubernur, Bupati, Walikota,

Ketua DPRD, Anggota DPRD, maupun pemimpin-pemimpin partai yang

ada di tingkat daerah. Elit non politik lokal adalah seseorang yang

menduduki jabatan-jabatan strategis dan mempunyai pengaruh untuk

memerintah orang lain dalam lingkup masyarakat. Elit non politik ini

seperti elit keagamaan, elit organisasi masyarakat, kepemudaan, profesi

dan lain sebagainya.

28

Kandidat memerlukan selain dukungan partai politik, juga dukungan elit-

elit politik lokal. Elit politik tersebut memiliki peran yang menonjol dalam

politik dan bidang lain serta memiliki pengaruh yang besar dengan

keunggulan-keunggulan yang dimiliki calon kepala daerah, dan kandidat

juga harus memiliki kapasitas pribadi yang berkualitas, seperti kedudukan

di partai politik dengan melihat posisi strategis dalam struktur jabatan di

partai politik dan pemerintahan.

Sehingga dari penjelasan di atas, dalam partisipasi poltik kandidat perlu

memiliki modal yang didapat dari partai politik dan koalisi partai. Semua

partai dibutuhkan untuk menarik dukungan, baik itu partai yang memiliki

kursi di DPRD ataaupun tidak. Modal ini juga berupa dukungan elit-elit

politik lokal dari organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, jabatan

politik, pengalaman mengorganisasi massa, kekuatan terhadap

pengambilan keputusan publik, reputasi dan juga legitimasi berpengaruh

untuk pemenangan pemilihan kepala daerah.

Pengaruh besar dalam memperoleh basis dukungan untuk menentukan

menang atau kalahnya calon petahana dalam pemilihan kepala daerah ialah

berasal dari modal politik yang dimiliki kandidat serta dalam kaitannya

dengan pemilihan umum, baik itu pemilihan kepala negara ataupun

pemilihan kepala daerah, masyarakat dalam setiap lapisannya memberikan

peran yang sangat penting dalam menentukan arah politik suatu bangsa

atau suatu daerah tertentu.

29

Oleh sebab itu, selai partisipasi dari masyarakat, dalam menganalisis

faktor kekalahan petahana di daerah pilihan Kabupaten Way Kanan pada

pemilihan kepala daerah tahun 2015 lalu, salah satu fokusnya ialah

mengkaji modal politik yang dimiliki calon petahana.

C. Masyarakat

1. Definisi Masyarakat

Menurut WJS. Poerwodarminto dalam Hartomo dan Arnicun Aziz (2004:

88) masyarakat adalah pergaulan hidup manusia, sehimpunan orang yang

hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan antara aturan

yang tertentu. Sedangkan menurut Linton yang dikutip oleh Hartomo dan

Arnicun Aziz (2004: 88), mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap

kelompok manusia, yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama,

sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang

dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

Menurut Paul B. Horton & C. Hunt dalam Hartomo dan Arnicun aziz

(2004: 89) masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri,

hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu

wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian

besar kegiatan di dalam kelompok/kumpulan manusia tersebut.

Masyarakat dalam buku Ilmu Sosial Dasar (1998:63) karangan Munandar

Soelaeman berasal dari bahasa Arab, yaitu Syirk, yang artinya bergaul.

Adanya saling bergaul ini tentu adanya bentuk-bentuk aturan hidup yang

bukan disebabkan oleh aturan manusia sebagai perseorangan, melainkan

30

oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan

kesatuan.

Berdasarkan kumpulan beberapa definisi masyarakat di atas, maka peneliti

menyimpulkan definisi masyarakat sebagai objek penelitian ini merupakan

kumpulan manusia yang hidup bersama dalam satu wilayah tertentu

dengan memiliki aturan-aturan tertentu yang dimana di dalam

organisasinya mereka memiliki visi, misi maupun tujuan bersama.

2. Unsur-Unsur Masyarakat

Menurut Soerjono Soekanto (sumber http: //wartawarga. gunadarma.ac.id

/2010/05/ diakses pada 22 Februari 2017) dalam masyarakat setidaknya

memuat unsur sebagai berikut :

a. Beranggotakan minimal dua orang

b. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan

c. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan

manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan

hubungan antar anggota masyarakat.

d. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta

keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.

Unsur-unsur masyarakat menurut peneliti berupa, masyarakat yang

memiliki lebih dari satu anggota yang memiliki visi, misi mapun tujuan

bersama yang saling berkomunikasi satu sama lain sehingga menciptakan

aturan-aturan yang telah disepakati bersama.

31

3. Ciri-Ciri Masyarakat

Menurut Marion Levy dalam Soerjono Soekanto (sumber

http://wartawarga. gunadarma.ac.id /2010/05/ diakses pada 22 Februari

2017) diperlukan empat kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpulan

manusia bisa dikatakan/disebut sebagai masyarakat.

1) Ada sistem tindakan utama

2) Saling setia pada sistem tindakan utama

3) Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota

4) Sebagian atau seluruh anggota baru didapat dari kelahiran atau

reproduksi manusia.

Menurut Koentjoroningrat (2009:118) masyarakat adalah kesatuan hidup

manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang

bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Sedang

pakar sosiolog Selo Sumardjan berpendapat bahwa masyarakat adalah

orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. (sumber :

http://organisasi.org/pengertian-masyarakat/, diakses pada 1 Maret 2017)

D. Tinjauan Tentang Pemilihan Kepala Daerah

1. Definisi Pemilihan Kepala Daerah

Setelah UUD 1945 dan Ketetapan MPR RI NomoR IV / MPR / 2000

tentang rekomendasi kebijakan dalam penyelenggaraan otonomi daerah,

pemerintah bersama DPR membahas dan mengesahkan UU Nomor 32

Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebagai pengganti dari Undang-

32

Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Salah satu

tujuan dari pembentukan UU No 32 tahun 2004 dapat di baca pada bagian

konsideran menimbang (a), yang berbunyi sebagai berikut :

“Bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai

dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri

urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan,

diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta

masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memerhatikan

prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan

kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Pemilihan kepala daerah merupakan suatu proses pemilihan langsung oleh

rakyat, rakyat menyeleksi secara langsung calon yang dianggap terbaik

dari daerah mereka. Calon pemimpin yang mampu memimpin dan

membawa daerah mereka menjadi lebih baik dan lebih maju, serta

menjamin terciptanya kesejahteraan masyarakat. Pemilihan kepala daerah

merupakan sebuah tanggung jawab langsung oleh masyarakat demi

kemajuan daerah mereka.

Sebagai tindak lanjut dari pemberlakuan UU No 32 tahun 2004

diselenggarakan pemilukada langsung, yang pertama kali dilaksanakan

pada tanggal 1 Juni 2005 di Kutai Kertanegara (Suharizal, 2011:4). Rozali

Abdullah (2011:53) mengungkapkan beberapa alasan pilkada secara

langsung, selain sinkronisasi antara pemilihan presiden dan pemilihan

kepala daerah, alasan lain ialah untuk mengembalikan kedaulatan ke

tangan rakyat, kedudukan serta legitimasi yang sama antara kepala daerah

33

dan wakil kepala daerah dengan DPRD, dan mencegah terjadinya politik

uang.

Suharizal (2011: 34) mengatakan, pilkada merupakan perjalanan politik

panjang yang diwarnai tarik-menarik antara kepentingan elit politik dan

kehendak publik, kepentingan pusat dan daerah, atau bahkan antara

kepentingan nasional dan internasional. Mengingat esensi pilkada adalah

pemilu, dimana secara prosedural dan subtansial adalah manifestasi dari

prinsip demokrasi dan penegakan kedaulatan, maka pilkada sebagaimana

pemilu lainnya layak mendapatkan pengatura khusus sehingga derajat

akuntabilitas dan kualitas demokrasinya dapat terpenuhi dengan baik.

Apalagi pilkada merupakan instrumen penting bagi demokratisasi di level

lokal atau daerah yang menjadi pilar bagi demokratisasi di tingkat

nasional.

Sarundajang dalam bukunya Pilkada Langsung (2011:117) mengatakan

bahwa:

“Pilkada sebagaimana pemilu nasional merupakan sarana untuk

memilih dan mengganti pemerintahan secara damai dan teratur. Melalui

pilkada, rakyat akan secara langsung memilih pemimpinnya di daerah

sekaligus memberikan legitimasi kepada siapa yang berhak dan mampu

untuk memerintah. Pilkada dengan kata lain merupakan seperangkat

aturan atau metode bagi warga negara untuk menentukan masa depan

pemerintahan yang absah (legitimate)”.

Berdasarkan dari berbagai macam pengertian ahli di atas, dapat diartikan

bahwa yang dimaksud dengan pemilu adalah pengembalian kedaulatan

penuh kepada rakyat, penyetaraan pemilu pusat dengan daerah agar

meminimalisir politik uang. Hasil dari adanya pemilu langsung, pemimpin

34

yang akan memerintah selanjutnya akan dapat dukungan dari masyarakat

sehingga akan memudahkan perjalananya saat memerintah, karena

mendapat legitimasi dari suara rakyat tersebut.

Pilkada langsung seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32

tahun 2004 pasal 56 yang telah direvisi melalui UU No 12 Tahun 2008

dalam ayatnya yang berbunyi :

1) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu

pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis, berdasarkan

asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

2) Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh

partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang

didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan

sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Mengenai tahapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah menurut UU

No 32 Tahun 2004 pasal 65, yaitu masa persiapan, tahap pelaksanaan.

Masa persiapan meliputi:

a. Pemberitahuan DPRD kepada kepala daerah mengenai berakhirnya

masa jabatan;

b. Pemberitahuan DPRD kepada KPUD mengenai berakhirnya masa

jabatan kepala daerah;

c. Perencanaam penyelenggaraan, meliputi penetapan tata cara dan

jadwal tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah;

d. Pembentukan Panitia Pengawas, PPK, PPS dan KPPS;

e. Pemberitahuan dan pendaftaran pemantau

Tahap pelaksanaan meliputi:

a) Penetapan daftar pemilih;

b) Pendaftaran dan Penetapan calon kepala daerah/wakil kepala daerah;

c) Kampanye;

d) Pemungutan suara;

e) Penghitungan suara; dan

f) Penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah

terpilih, pengesahan, dan pelantikan.

35

2. Kreativitas Tim Sukses

Kreativitas tim suskes dalam pemilihan umum maupun pemulihan kepala

daerah merupakan faktor yang sangat penting. Kreativitas tim sukses juga

menentukan menang dan kalahnya kandidat yang maju dalam pemilihan.

Kandidat hebat dengan tim sukses yang lemah, kegagalan yang didapat.

Kandidat lemah dengan tim sukses kuat, keberhasilan diraih. Dalam setiap

tindakan untuk merealisasikan renana menjadi hasil yang diharapkan,

pemimpin harus fokus untuk mempekerjakan orang-orang yang kreatif,

proaktif, strategis, disiplin dan optimis di dalam sebuah tim sukses.

Tim sukses harus menetapkan tujuan yang spesifik, terukur, terdefinisi dan

konsisten dan setiap anggota tim sukses harus berkomitmen untuk

menunaikan tanggung jawab mereka secara total. Keberadaan tim sukses

disamping para kandidat yang maju dalam pemilihan kepala daerah,

membuat kegiatan kampanye lebih teratur, lebih tertib, terencana dan

efektif. Namun nampaknya, berbeda dengan tim sukses dari petahana

Bustami pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Way Kanan tahun 2015.

Beberapa tim sukses dari petahana Bustami pada pemilihan kepala daerah

di Kabupaten Way Kanan tahun 2015 lalu, dilaporkan ke Panwaslu Way

Kanan terkait dugaan melakukan Politik Uang. Salah satunya adalah Edi

Sucipto yang tercatat sebagai Koordinator Kecamatan Tim Sukses dari

nomor urut satu yaitu Bustami Zainudin yang pada Pilkada 2015 di

Kabupaten Way Kanan mencalonkan diri sebagai Cabup dengan

pasangannya Adinata sebagai Cawabup.

36

Berdasarkan lampiran pada situs online Nyokabar.com , Edi Sucipto

pernah menandatangani Surat Hasil Rekapitulasi Pemuktahiran Data

Coklit Pemilihan Bupati-Wakil Bupati Way Kanan 2015 dari PPK Bumi

Agung, Edi Sucipto tercatat sebagai Tim Sukses Paslon Bupati nomor urut

satu (Bustami-Adinata).

“Dia yang menandatangani berita acara PPK tersebut sebagai saksi tim

paslon nomor 1”, ungkap Deny Ribowo sebagai juru bicara Paslon

nomor urut 2 (Adipati-Edward). Selain Edy Sucipto, laporan juga

ditujukan kepada Saefudin atau biasa disebut Ustadz Saefudin, didapati

mendistribusikan uang dalam amplop, satu juta kemasing-masing saksi

di TPS di Kecamatan Bumi Agung. “Mereka meminta mencarikan 50

orang untuk diberikan kupon paslon nomor urut 1, kemudian diberikan

uang Rp. 20 ribu per orang. Setelah pencoblosan warga yang

mendapatkan kupon diundang acara ke rumah Edy Sucipto, kupon

tersebut akan ditukar uang Rp. 100 ribu,” beber Deny Ribowo.

(www.nyokabar.com, diakses pada Mei 2017).

Berdasarkan permasalahan di atas, dapat diketahui bahwa pada masa

kampanye keberadaan tim sukses saja tidaklah cukup, tetapi juga harus

beriringan dengan tujuan yang terukur. Kandidan dan parpol usungan

harus cerdas dalam memilih karakter dari pribadi-pribadi yang akan berada

dalam tim sukses. Tim sukses haruslah ditempatkan sesuai bakat dan

potensinya, dimana tim sukses harus dapat menyusun strategi pemenangan

dan pemantauan sekaligus memastikan bahwa strategi tersebut berjalan

sesuai track. Sedangkan, tim yang kurang jujur tapi memiliki keahlian

mempengaruhi massa jangan dipercaya, karena aturan dan kebijakan

haruslah ditetapkan sebagai fondasi dasar untuk membangun etos kerja tim

sukses yang efektif.

37

E. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini dimulai dari kekalahan calon petahana

pada pemilihan kepala daerah di Kabupaten Way Kanan Tahun 2015.

Analisis kekalahan tersebut dilihat dari partisipasi politik masyarakat dalam

pemilihan kepala daerah. Nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan diluar

masyarakat yang kemudian membentuk sikap dan menjadi pola masyarakat

dalam memandang objek politik. Seiring dengan perilaku memilih

masyarakat dalam pemilu, yang merupakan respon psikologis dan emosional

yang diwujudkan dalam bentuk tindakan politik untuk mendukung kegiatan

politik yang ada.

Fokus penelitian ini untuk mengetahui faktor kekalahan petahana pada

Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Way Kanan Tahun 2015. Penelitian ini

menjelaskan bahwa kekalahan petahana disebabkan oleh beberapa faktor

yang mempengaruhi masyarakat dalam partisipasi politik, seperti penerimaan

publik terhadap kandidat, kebijakan yang tidak disukai, kreatifitas tim sukses

dan lain sebagainya. Kemudian faktor kepercayaan politik yaitu adanya

ketidakpercayaan terhadap kinerja lembaga-lembaga yang bersangkutan,

seperti partai politik yang mendukung kandidat ataupun lembaga

pemerintahan seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam hal persiapan

serta pelaksanaan pemilu, dan kepercayaan terhadap kandidat berdasarkan

citra kandidat petahana.

38

Faktor sosial-ekonomi menyatakan bahwa latar belakang tinggi atau

rendahnya politik masyarakat disebabkan oleh karakteristik latar belakang

sosial-ekonomi pemilih, seperti yang oleh Damsar (dalam Efriza 2012: 195-

197) yang melihat faktor sosial-ekonomi dapat diukur dari beberapa indikator

sebagai berikut yaitu status sosial, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, atau

kekayaan.

Status sosial rendah dapat mempersempit ruang gerak seseorang dalam

berpolitik. Status sosial yang rendah terkadang membuat seseorang sulit

memberikan peluang kepada seseorang untuk secara aktif berpartisipasi

dalam politik baik yang berbentuk konvensional maupun non konvensional.

Seseorang dengan penghasilan yang rendah biasanya lebih memikirkan

pekerjaan dibandingkan urusan politiknya. Jika suatu daerah didominasi

dengan penduduk yang mayoritas masyarakatnya berpenghasilan rendah

maka rendahnya minat politik masyarakat di daerah tersebut akan cenderung

tinggi.

Selain itu orang yang berpendidikan akan memberikan pengaruh yang paling

penting terhadap hasil pemilihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, maka semakin besar pula kemungkinan memberikan suara. Karena

orang yang mempunyai pendidikan tinggi seharusnya cenderung memilih

untuk aktif dari pada tidak berpartisipasi, sebab kemampuan mereka untuk

melihat realitas politik lebih baik daripada mereka yang berpendidikan

rendah.

39

Selanjutnya, faktor kepercayaan politik yang merupakan faktor dimana

keputusan politik pemilih adalah keputusan rasional pemilih yang pada

akhirnya akan mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan

umum. Ketidakpercayaan terhadap sistem politik, diukur dari tingkat

kepercayaan masyarakat terhadap parpol, dan lembaga yang berkaitan dalam

pelaksanaan sistem politik seperti pemegang kekuasaan dan KPU. Citra

Kandidat yang diukur dari kualitas pribadi kandidat terkait integritas diri,

yaitu kepribadian dan kualitas diri kandidat, gaya berpolitik, rekam jejak,

latar belakang, serta prestasi atau penghargaan yang dimiliki oleh kandidat.

Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut,

misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat

pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk

sistem politik yang sangat berkaitan dengan kontrol, pengaruh, kekuasaan,

ataupun wewenang. Semakin tinggi tingkat kepercayaan pemilih terhadap

sistem politik akan semakin meningkatkan kesadaran pemilih untuk

memberikan suaranya, sebaliknya semakin rendah tingkat kepercayaan

pemilih terhadap sistem politik akan mengakibatkan rendahnya minat pemilih

untuk menggunakan hak pilihnya.

Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik

merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-

kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. dan

variabel yang berkualitas simbolik yaitu citra kandidat yang berkaitan dengan

integritas diri, kepribadian dan kualitas pribadi, gaya berpolitik, latar

40

belakang, prestasi atau penghargaan yang dimiliki pribadi kandidat yang

bersangkutan dalam berbagai kehidupan. Semakin baik citra kandidat akan

meningkatkan kepercayaan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya.

Sebaliknya jika citra kandidat semakin buruk, maka kepercayaan pemilihpun

akan semakin rendah.

Prof. Miriam Budiharjo dalam Dasar-Dasar Ilmu Politik menjelaskan bahwa,

Partisipasi Politik merupakan kegiatan seseorang dalam partai politik.

Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela melaluimana seseorang

turut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut

serta secara langsung atau tak langsung dalam pembentukan kebijaksanaan

umum. Indikatornya adalah berupa kegiatan individu atau kelompok dan

bertujuan ikut aktif dalam kehidupan politik, memilih pimpinan publik atau

mempengaruhi kebijakan publik.

Analisis yang digunakan untuk mengetahui kekalahan petahana pada

pemilihan kepala daerah di Kabupaten Way Kanan Tahun 2015 yaitu, faktor

kepercayaan politik yang akan dikaji melalui proses penelitian kualitatif.

Dimana menulis menggambarkan skema alur pikir penelitian ke dalam

kerangka penelitian secara gamblang, sekaligus memaparkan indikator yang

akan digunakan, seperti gambar kerangka pikir berikut ini:

41

Gambar I. Kerangka Pikir

Kepercayaan Politik terhadap kandidat

Perilaku politik masyarakat

Citra kandidat

Kekalahan Petahana Dalam Pemilihan

Kepala Daerah di Kabupaten Way

Kanan Tahun 2015

Faktor Kekalahan Petahana

42

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Metode penelitian menurut M. Nazir (1999:51) adalah urutan kerja yang

harus dilakukan dalam melaksanakan penelitian, termasuk alat yang

digunakan untuk mengukur maupun megumpulkan data, serta bagaimana

melakukan penelitian di lapangan.Tipe penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dimana penulis melakukan

penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tentang suatu fenomena atau

kejadian atau sebuah masalah secara jelas dan gamblang.

Maksudnya penelitian ini menggunakan perhitungan melalui tanggapan

warga masyarakat, tokoh masyarakat, serta dinas terkait dan variabel tertentu

atau indikator yang akan menghasilkan penilaian terhadap calon petahana

(incumbent). Dengan tujuan akhir yang ingin dicapai adalah menunjukkan

hubungan serta pengaruh atau mendeskripsikan dan menafsirkan atau

meramalkan hasil penelitian.

Penggunaan metode deskriptif dirancang untuk menjelaskan hubungan antara

indikator-indikator dalam sebuah variabel, kemudian data yang diperoleh

diolah dan disusun sampai diperoleh kejelasan tentang hubungan semuanya.

Tujuan utama dalam penggunaan metode ini adalah untuk menghubungkan

43

pola-pola yang berbeda namun memiliki keterkaitan dan menghasilkan pola

hubungan antara sebab-akibat.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif karena bertujuan untuk

menggambarkan kondisi objek penelitian, yaitu calon petahana (incumbent)

terkait kekalahan petahana dalam pemilihan kepala daerah tahun 2015 lalu.

Menggunakan pendekatan untuk memahami objek penelitian dengan

berupaya mengetahui tanggapan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hal tersebut sesuai dengan tujuan

penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisa kekalahan Petahana dalam

Pilkada Way Kanan tahun 2015, fenomena tersebut di identifikasi melalui

faktor ketidakpercayaan politik, faktor citra kandidat dan kinerja lembaga

yang berkaitan dengan calon petahana seperti kinerja dari tim sukses dalam

menyebabkan tingginya minat politik masyarakat.

Metode kualitatif digunakan dalam pengolahan dan penyajian data dalam

penelitian ini. Menurut Arikunto (2002: 10), penelitian kualitatif adalah

penelitian yang tidak dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan

data, penafsiran data, serta penampilan hasilnya. Maka dari itu, pemahaman

akan kesimpulan dari penelitian ini menggunakan olah data wawancara

mendalam sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data untuk

menjelaskan kekalahan petahana dalam Pilkada Way Kanan 2015, sehingga

penilitian ini menggunakan metode penelitian eksplanatori kualitatif.

44

B. Definisi Konseptual

Definisi konseptual merupakan definisi akademik atau yang mengandung

pengertian universal untuk suatu kata atau kelompok kata. Pemaknaan dari

konsep yang digunakan, sehingga mempermudah peneliti untuk

mengoperasioanalkan konsep tersebut di lapangan. Adapun definisi

konseptual dari penelitian ini adalah :

1) Mengetahui penyebab kekalahan petahana, maksudnya dimana penelitian

ini melihat dari sisi penilaian atau tanggapan/persepsi masyarakat

terhadap calon petahana dan dinilai dari sikap calon petahana

berdasarkan pengetahuan masyarakat.

2) Menurut Prihatmoko Pilkada langsung, dinilai sebagai perwujudan

pengembalian “hak-hak dasar” masyarakat di daerah dengan memberikan

kewenangan yang utuh, dalam rangka rekrutmen pimpinan daerah

sehingga mendimanisir kehidupan demokrasi tingkat lokal. Keberhasilan

pilkada langsung, untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang

demokratis sesuai kehendak dan tuntutan rakyat, sangat tergantung pada

kritisisme dan rasionalitas rakyat sendiri.

Pemilihan Kepala Daerah Way Kanan adalah sarana pelaksanaan dari

partisipasi politik masyarakat secara langsung untuk memilih Bupati dan

Wakil Bupati Kabupaten Way Kanan secara demokratis yang berdasarkan

pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

45

C. Definisi Operasional

M. Nazir (1998:152) menyatakan bahwa, “definisi operasional adalah suatu

definisi yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti

atau mengkhususkan kegiatan ataupun memberikan suatu opersional yang

diperlukan untuk mengukur variabel tersebut”. Definisi operasioanl

digunakan sebagai petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur. Oleh

karena itu, dengan membaca definisi operasional dalam suatu penelitian,

maka akan mengetahui indikator-indikator variabel tersebut.

Penelitian ini akan menggali lebih dalam menggali fakor-faktor kekalahan

petahana pada saat pemilihan kepala daerah Way Kanan dengan

menggunakan indikator-indikator sebagai berikut, sebagai poin tertanyaan

dalam kuisioner:

1. Faktor Latar Belakang Status Sosial-Ekonomi

a. Status sosial, diukur dari status sosial pemilih berdasarkan tinggi atau

rendahnya pendapatan yang dimiliki.

b. Pendidikan diukur dari tingkat pendidikan formal pemilih.

c. Figure calon yang di ketahui masyarakat

d. Motif kepentingan

e. Popularitas yang diperoleh dari sikap yang dimiliki calon

2. Faktor Kepercayaan Politik

a. Ketidakpercayaan kepada sistem politik diukur dari pengetahuan dan

pemahaman serta penilaian kinerja lembaga-lembaga pengambil

keputusan yang berkaitan dengan sistem politik.

46

b. Citra Kandidat, diukur dari kepribadian dan kualitas pribadi, gaya

berpolitik, rekam jejak, latar belakang, serta prestasi atau penghargaan

yang dimiliki oleh kandidat.

c. Kemampuan menyelesaikan masalah, kemandirian ekonomi, peran

serta partai pendukung dan sifat/sikap yang tercermin dalam masa

kepemimpinan.

D. Lokasi Penelitian

Penetapan lokasi penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan dan tujuan

penelitian, penelitian ini dilakukan berdasarkan lokasi yang dipilih sesuai

dengan tujuan penelitian, untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kekalahan

petahana dalam pemlihan Bupati Way kanan pada pilkada Way Kanan tahun

2015. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung,

yang dilakukan pada lembaga maupun tokok terkait atau yang berhubungan/

dapat diperoleh informasi maupun data terkait dengan kekalahan petahana

dalam pemilihan kepala daerah di Way Kanan tahun 2015, serta warga

masyarakat dari Kabupaten Way Kanan.

E. Jenis Data

Penelitian ini perlu didukung dengan adanya data yang akurat dan lengkap.

Menurut Sangadji dan Sopiah (2010:169), sumber data adalah subyek asal

data dapat diperoleh. Sumber data merupakan sumber yang diperlukan untuk

mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian.

47

Peneliti menggunakan teknik purposive sampling yaitu berdasarkan

pertimbangan peneliti, cara ini dipilih karena selain meringankan beban

pekerjaan, juga untuk memberikan jaminan yang jauh lebih besar bahwa data

yang diperoleh dari setiap sumber dapat memenuhi kebutuhan informasi

peneliti.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sumbernya yaitu:

1. Data Primer

Menurut Burhan Bungin (2004:122), data primer adalah data yang

langsung diperoleh dari data pertama di lokasi penelitian atau obyek

penelitian. Sumber data yang diperoleh adalah dari wawancara

mendalam dari beragam narasumber.

Sumber data primer, yaitu sumber data penelitian yang diperoleh secara

langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Sumber penelitian

primer diperoleh peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian.

Menggunakan metode wawancara kepada masyarakat yang tinggal di

daerah/tempat penelitian tersebut dilakukan. Pada penelitian ini yang

akan menjadi sumber data primer adalah masyarakat yang ada di

Kabupaten Way.

2. Data Sekunder

Menurut Burhan Bungin (2004:122), sumber data sekunder adalah data

yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang

dibutuhkan. Data sekunder dalam penelitian ini dapat berupa data-data

yang berasal dari artikel-artikel, dan karya ilmiah yang dipublikasikan di

48

internet maupun di perpustakaan Unila, serta berbagai literatur yang

berkaitan dengan masalah yang menjadi topik penelitian, seperti artikel

dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan.

Selama penelitian, peneliti memerlukan data-data berupa arsip

kependudukan dan data pemilihan kepala daerah tahun 2015 dari

Kabupaten Way Kanan. Sehingga peneliti mengumpulkan data berupa

arsip atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder

dalam penelitian ini adalah arsip KPUD Kabupaten Way Kanan tahun

2015, Data Agregat Kependudukan Kabupaten Way Kanan tahun 2015

atau data yang diperoleh dari Disdukcapil Kabupaten Way Kanan.

F. Teknik Pengumpulan Data

Terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas data hasil penelitian,

yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Kualitas

pengumpulan data berkenaan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data (Sugiyono, 2014:137). Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara adalah teknik

yang digunakan untuk mengumpulkan data melalui percakapan secara

langsung.Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi-informasi

utama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian.

Tujuan wawancara ini adalah mencari informasi yang lengkap mengenai

suatu masalah dan sebagai teknik pokok yang digunakan untuk pengumpulan

data dalam penelitian ini. Dimana narasumber yang diwawancara adalah

49

masyarakat ataupun tokoh terkait/yang berhubungan dengan penelitian yang

dilakukan.

Teknik wawancara dalam pengumpulan data penelitian ini bejalan layaknya

diskusi atau tanya jawab dengan informan atau narasumber yang memiliki

atau mengetahui informasi yang berkaitan dengan penelitian. Teknik ini

dipakai untuk mendapatkan data tentang kekalahan petahana di Kabupaten

Way Kanan pada pemilihan kepala daerah tahun 2015 lalu.

Selain menggunakan kuisioner, data juga dikumpulkan melalui dokumentasi.

Dokumentasi merupakan sarana mencari data mengenai suatu hal atau

variabel yang berasal dari pihak lain, yang dapat membantu peneliti dalam

mengumpulkan data dengan cara membaca surat-surat kabar, pengumuman,

pernyataan tertulis, kebijakan tertentu, catatan, buku, monografi tempat

penelitian, data penduduk, literature, Peraturan Daerah, agenda dan bahan-

bahan tulisan lainnya yang berhubungan dengan lokasi penelitian dan

masalah penelitian.

Dokumentasi dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk memperoleh data

sekunder dan merupakan teknik bantu dalam pengumpulan data. Dalam

penelitian ini, dokumentasi berasal dari situs web atau surat kabar, data atau

dokumen dari lembaga berkaitan di Kabupaten Way Kanan, serta bukti foto

penulis telah melakukan penelitian di Kabupaten Way Kanan.

50

G. Teknik Pengolahan Data

Setelah data yang diperoleh terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah

dengan mengolah data tersebut. Teknik pengolahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

1. Editing

Menurut Burhan Bungin (2008:165) editing adalah kegiatan yang

dilakukan setelah peneliti selesai menghimpun data dari lapangan. Tahap

editing adalah tahap memerikasa kembali data yang berhasil diperoleh

dalam rangka menjamin keabsahannya (validitas) untuk kemudian

dipersiapkan ke tahap selanjutnya yaitu memeriksa hasil kuisioner yang

telah diisi oleh responden.

2. Interpretasi Data

Tahap interpretasi data yaitu tahap untuk memberikan penafsiran atau

penjabaran dari data yang ada pada tabel untuk dicari maknanya yang

lebih luas dengan menghubungkan jawaban dari responden dengan hasil

yang lain, serta dari dokumentasi yang ada.

51

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pemilihan Kepala Daerah

Kabupaten Way Kanan merupakan bagian dari Provinsi Lampung, yang pada

9 desember 2015 lalu menjadi salah satu kabupaten yang ikut serta dalam

pemilihan kepala daerah serentak. Pergelaran kontestasi politik lokal tersebut

merupakan agenda yang dinantikan berbagai kalangan. Kompetisi demokrasi

ini di ikuti oleh dua pasang kandidat. Para kandidat telah ditetapkan oleh

Komisi Pemilihan Umum yaitu menetapkan pasangan calon kepala daerah

Bustami Zainudin dengan Adinata, dan Raden Adipati Surya dengan Edward

Antoni.

Pasangan petahana sebagai kandidat yang dianggap kuat untuk memenangkan

pemilihan kepala daerah. Seorang petahana tingkat kabupaten dianggap lebih

dekat dengan masyarakat. Sehingga kaitannya dengan Bustami sebagai bupati

periode 2010-2015, kekuatan mobilitas masyarakat dan birokrasi dianggap

sebagai bakal yang kuat. Namun rasionalitas masyarakat Way Kanan

merubah hasil akhir pemilihan kepala daerah di daerah pemilihan Kabupaten

Way Kanan. Pasangan Adipati dan Edward mampu menarik pilihan

masyarakat untuk kemudian memenangkan hasil perolehan suara pemilihan

52

kepala daerah di daerah pemilihan Kabupaten Way kanan, mengalahkan

pasangan petahana (Incumbent) Bustami-Adinata.

B. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan

Kabupaten Way Kanan terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 1999 pada tanggal 20 April 1999 tentang Pembentukan Kabupaten

Daerah Tingkat II Way Kanan, Tingkat II Lampung Timur dan Kotamadya

Daerah Tingkat II Metro yang diresmikan pada tanggal 27 April 1999 dengan

Ibukota Blambangan Umpu. (sumber: Waykanankab.bps.go.id, diakses pada

tanggal 23 Maret 2017, 16:20 WIB). Kabupaten Way Kanan adalah salah satu

daerah dari 14 Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Provinsi Lampung.

Secara geografis, Kabupaten Way Kanan terletak pada posisi:

Timur - Barat, berada antara : 103 40’ - 105 50’ Bujur Timur

Utara – Selatan, berada antara : 6 45’ - 3 45’ Lintang Selatan

Blambangan Umpu dipilih sebagai Ibukota Kabupaten Way Kanan memiliki

beberapa alasan. Beberapa alasan tersebut adalah:

1. Memiliki lokasi yang strategis karena berada di tengah-tengah wilayah

Way Kanan, sehingga akan mempermudah segala bentuk pengawasan

terhadap seluruh daerah di Way Kanan oleh Pemerintahan Kabupaten Way

Kanan.

2. Blambangan Umpu berada dijalur lalu lintas jalan darat dari berbagai arah

yaitu Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung.

53

1. Kondisi Geografis dan Administratif

Secara administratif Kabupaten Way Kanan pada awalnya berdiri hanya

memiliki 6 wilayah Kecamatan dan memiliki kampung berjumlah 192.

Pada tahun 2003 wilayah Kecamatan di Kabupaten Way Kanan

mengalami perubahan menjadi 12 Kecamatan dengan jumlah kampung

198. Kabupaten Way Kanan mengalami pemekaran wilayah Kecamatan

pada tahun 2005 berdasarkan Keputusan Bupati Way Kanan Nomor 2

Tahun 2003 dan Peraturan Daerah Kabupaten Way Kanan Nomor 2 Tahun

2005, sehingga jumlah Kecamatan berubah menjadi 14 kecamatan dengan

jumlah desa atau kampung sebanyak 210 kampung. (sumber:

Waykanankab.bps.go.id, diakses pada tanggal 23 Maret 2017, 16:20 WIB)

Gambar 2. Peta Kabupaten Way Kanan

Dengan memiliki wilayah seluas 3.921,63 Km2 atau sebesar 11,11 persen

dari luas Provinsi Lampung, Kabupaten Way Kanan dibatasi oleh (a)

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tulang Bawang; (b) Sebelah

Selatan berbatasan dengan Kabupaten Lampung Utara; (c) Sebelah Barat

berbatasan dengan Kabupaten Lampung Barat; (d) Sebelah Utara

berbatasan dengan Sumatera Selatan.

54

Bentang alam di Kabupaten Way Kanan memiliki keadaan yang bersifat

datar sampai dengan yang bergelombang. Kabupaten Way Kanan memiliki

3 buah gunung dan 6 buah aliran sungai. Gunung tertinggi yaitu gunung

Pungggur berada di daerah Kasui dengan ketinggian 1.700 meter dari

permukaan laut, kemudian menyusul dari daerah Banjit dengan puncaknya

di gunung Remas 1.600 meter dan gunung Bukit Duduk 500 meter.

Sedangkan sungai terpanjang adalah sungai Way Besai yaitu mencapai

113 km. (sumber : Waykanankab.bps.go.id, diakses pada tanggal 23 Maret

2017, 16:20 WIB)

Kondisi topografi dan administratif Kabupaten Way Kanan dari wilayah

darat sampai bergelombang dan berbukit sampai bergunung terbagi atas 2

bagian, yaitu :

1. Sebelah Barat terdapat lebih kurang 7% dari luas wilayah dari

Kabupaten Way Kanan terdiri dari rangkaian Pegunungan Bukit

Barisan berupa dari lereng-lereng curam dan terjal yang memiliki

ketinggian antara 450-1500 meter dari permukaan laut dan pada

umumnnya ditutupi oleh Vegetasi primer dan sekunder.

2. Sebelah Timur lebih kurang 93% dari luas wilayah Kabupaten Way

Kanan berbentuk dataran yang sebagian besar tertutupi vulkanis awan

gelap dan terbentang sawah serta perkebunan dataran rendah.

55

2. Penduduk

Penduduk merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan

pembangunan suatu daerah. Keadaan penduduk Way Kanan didominasi

penduduk usia produktif yaitu usia 15 - 64 tahun. Berdasarkan Data

Agregat Kependudukan Tahun 2015, penduduk Way Kanan mencapai

475.508 jiwa, dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki 244.401 dan

penduduk perempuan yang memiliki jumlah 231.107. Rasio

ketergantungan penduduk Kabupaten Way Kanan tahun 2015 sebesar

46,64. Berikut tabel penduduk Kabupaten Way Kanan menurut usia

produktif dan Non-produktif.

Tabel 5. Usia Produktif dan Non-produktif menurut Usia Muda (0-

14), Produktif (15-64) dan Tua (65 keatas) Tahun 2015

No. Usia Produktif

dan Non

Produktif

Jenis Kelamin Penduduk Persen

Laki-Laki Perempuan

n(Jiwa) n(Jiwa) n(Jiwa) (%)

1 00-14 Tahun

(Usia Muda/Non

Produktif)

66.566

63.145

129.711

27,28

2 15-64 Tahun

(Usia Produktif)

165.952 158.321 324.273 68,20

3 65 Tahun keatas

(Usia Tua/Non

Produktif)

11.883 9.641 21.524 4,53

JUMLAH 244.401 231.107 475.508 100,00

Sumber : Disdukcapil Kabupaten Way Kanan

Berdasarkan Data Administratif Kabupaten Way Kanan tahun 2015,

berikut adalah nama camat yang menjabat tahun 2015 beserta jumlah

penduduk yang berada di 14 kecamatan di Kabupaten Way Kanan.

56

Tabel 6.Jumlah Penduduk per-kecamatan di Kabupaten Way Kanan

Tahun 2015

S

Sumber : diolah oleh penulis 2017

Hasil Proyeksi 2015 di Way Kanan memperlihatkan bahwa Kecamatan

Blambangan Umpu adalah kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak,

yaitu mencapai 75.250 jiwa. Kecamatan Bahuga memiliki penduduk yang

paling sedikit dengan jumlah penduduk hanya 11.036 jiwa. Proporsi

penduduk laki-laki terbanyak terdapat di Kecamatan Pakuan Ratu untuk

setiap 100 penduduk perempuan terdapat 111 penduduk dan yang paling

sedikit terdapat di 4 kecamatan, yaitu kecamatan Baradatu, Gunung

Labuhan, Kasui dan Bahuga dengan perbandingan 100 penduduk

perempuan untuk setiap 103 penduduk laki-laki.

Berdasarkan keadaan penduduk sekarang, kepadatan penduduk terbesar

berada di Kecamatan Baradatu, Gunung Labuhan dan Kasui yaitu lebih

dari 200 penduduk per kilometer persegi. Kecamatan Negeri Besar, Negeri

No Kecamatan Camat Penduduk

Perkecamatan

1 Bahuga Bismijadi, S.E 11.036 jiwa

2 Banjit Taufik Hidayanto, S.STP, M.H 47.385 jiwa

3 Baradatu Arie Antony Thamrin, S.STP 42.091 jiwa

4 Blambangan Umpu Darwis, S.IP 75.250 jiwa

5 Buay Bahuga Suprianto, S.A.N 19.513 jiwa

6 Bumi Agung Andrey Awiya, S.STP, M.H 27.177 jiwa

7 Gunung Labuhan Yustian Umri Sangoin, S.STP 29.895 jiwa

8 Kasui Zulfikri, S.H 38.080 jiwa

9 Negara Batin Ari Mulando, S.STP 32.507 jiwa

10 Negeri Agung Drs. Boy Hamizar 36.433 jiwa

11 Negeri Besar Idrus, S.E, M.M 24.571 jiwa

12 Pakuan Ratu M. Daniel Arya, S.STP, M.M 43.346 jiwa

13 Rebang Tangkas Arifin, S.Sos 24.763 jiwa

14 Way Tuba Drs. Slamet Riadi 23.461 jiwa

57

Agung dan Pakuan Ratu adalah kecamatan terjarang penduduknya, kurang

dari 70 jiwa per kilometer persegi. Kepadatan penduduk di Kecamatan

Blambangan Umpu sebagai Ibukota Kabupaten, meskipun memiliki

jumlah penduduk terbanyak, kepadatan penduduknya hanya 113 jiwa per

kilometer persegi.

Adapun data penduduk Kabupaten Way Kanan berdasarkan pendidikan

yang ditamatkan dan jenis kelamin, sebagi berikut :

Tabel 7. Penduduk menurut pendidikan yang ditamatkan dan jenis

kelamin

Sumber : Disdukcapil Kabupaten Way Kanan 2015

Berdasarkan pendidikan yang ditamatkan pada tahun 2015, penduduk

Kabupaten Way Kanan sebagian besar menamatkan Sekolah Dasar (SD) /

Sederajat, dengan persentase 33,41% atau 158.870 ribu jiwa.

No Pendidikan

Terakhir

Jenis Kelamin Penduduk

Laki-Laki Perempuan

n(Jiwa) (%) n(Jiwa) (%) n(Jiwa) (%)

1 Tidak Sekolah 60296 12,68 58257 12,25 118553 24,93

2 Belum Tamat

SD/Sederajat

30112 6,33 30318 6,38 60430 12,71

3 Tamat

SD/Sederajat

79896 16,80 78974 16,61 158870 33,41

4 SLTP/Sederajat 41493 8,73 36948 7,77 78441 16,50

5 SLTA/Sederaja

t

28296 5,95 21785 4,58 50081 10,53

6 Diploma I/II 1128 0,24 1470 0,31 2598 0,55

7 Akademi/Diplo

ma III/Sarjana

Muda

689 0,14 1122 0,24 1811 0,38

8 Diploma

IV/Strata I

2326 0,49 2148 0,45 4474 0,94

9 Strata II 149 0,03 65 0,01 214 0,05

10 Strata III 16 0,00 20 0,00 36 0,01

Jumlah 244401 51,40 231107 48,60 475508 100,00

58

3. Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia merupakan sebuah kebutuhan yang harus

dikembangkan untuk peningkatan kualitas manusia yang lebih baik.

Kemajuan pembangunan manusia secara umum dapat ditunjukkan dengan

melihat perkembangan Indeks Pembangunan Manusia yang mencerminkan

capaian kemajuan di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Aspek

pendidikan yang baik, kualitas kesehatan yang optimal dan ekonomi yang

berkembang akan menjadikan manusia unggul.

Angka indeks pembangunan manusia Way Kanan hanya mengalami

sedikit peningkatan dari 63,92 pada tahun 2013 menjadi 64,32 di tahun

2014. Lambatnya kenaikan angka indeks pembangunan manusia ini dapat

dipahami, mengingat dampak dari investasi di bidang kesehatan dan

pendidikan khususnya terhadap peningkatan indikator penyusun indeks

pembangunan manusia. (sumber : Waykanankab.bps.go.id diakses pada

tanggal 23 Maret 2017, 16:20 WIB)

4. Perekonomian

Perkembangan perekonomian daerah sejak berdirinya Kabupaten Way

Kanan bertumpu pada kegiatan selain pertanian sebagai sektor basis yang

berperan sebagai andalan sesuai dengan dukungan kondisi lahan dan

budaya masyarakatnya. Pada tahun 2014 Way Kanan mengalami

perlambatan perkembangan ekonomi. Penyebab terbesar perlambatan

tersebut adalah menurunnya produksi sektor pangan, meliputi padi

palawija, holtikultura semusim serta turunnya produksi kayu. Pada tahun

59

2014, presentase sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar

37,44%, diikuti sektor industri pengolahan yang menapai 22,52% (sumber

: Waykanankab.bps.go.id, diakses pada tanggal 23 maret 2017, 16:20

WIB). Berikut ini adalah potensi daerah Kabupaten Way Kanan :

1) Pertanian

Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu daerah produsen tanaman

pangan. Selama periode tahun 2012-2014, produksi padi terus

meningkat, dari 161.731 di tahun 2012, meningkat menjadi 170.564 di

tahun 2013 dan 175.344 di tahun 2014

2) Perkebunan

Sejak dahulu Way Kanan sudah dikenal sebagai penghasil karet. Lebih

dari 10% dari seluruh luas wilayah Way Kanan ditanami pohon karet.

Selain kebun karet, terdapat pula kakao, sawit dan kopi yang produktif.

Produktifitas perkebunan pada tahun 2014 sangat beragam, sawit

menapai 26,4 ku/ha; kakao menapai 21,5 ku/ha; sedangkan untuk

tanaman kopi 4,5ku/ha.

3) Pariwisata

Adapun dari sektor pariwisata, Kabupaten Way Kanan memiliki potensi

keindahan dan panorama alam yang potensiaal untuk dikembangkan.

Sejumlah lokasi eksotis yang sangat menarik antara lain Air Terjun

Putri Malu di Kecamatan Banjit, Air Terjun Way Menar di Kecamatan

way Tuba, Air Panas/Belerang di Way Tuba dan Banjit, Kampung

Wisata Lestari Gedung Batin di Blambangan Umpu, Kampung Tua

Pakuan Ratu di Kecamatan Pakuan Ratu, Taman Bendungan Sebiduk

60

Sehaluan di Kecamatan Way Tuba, Agro Wisata Perkebunan Karet,

Kopi, Lada di beberapa kecamatan, Arung Jeram di Sungai Way Umpu,

Way Besai dan Way Tahmi, Wisata Spiritual Pemakaman Tua di

Blambangan Umpu dan Bumi Agung, Wisata buah durian dan duku di

Blambangan Umpu, Kasui, Gunung Labuhan, dan Wisata spiritual

Ngaben umat Hindu di Kecamatan Banjit dan Negeri Agung.

4) Pertambangan dan Energi

Kabupaten Way Kanan tidak memiliki pertambangan Migas, akan

tetapi terdapat pertambangan Non Migas seperti tambang emas yang

terdapat di Kasui dan Batubara yang terdapat di Way Tuba. Sumber

energi yang potensial tersebut sangat berpengaruh terhadap

keberlangsungan adanya atau keberadaan listrik yang merata di Way

Kanan. Potensi pertambangan Non Migas tersebut bermanfaan terhadap

aktivitas masyarakat.

C. Profil Calon dan Ikatannya dengan Lokasi Penelitian

Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Way Kanan di ikuti oleh 2 pasangan

calon bupati dan wakil bupati yaitu, Bustami Zainudin dengan Adinata dan

Raden Adipati dengan Edward Antoni. Berdasarkan penelitian ini, pasangan

kandidat yang menjadi topik dalam penelitian ialah Bustami Zainudin,

sebagai calon usungan dari Petahana (Incumbent). Berikut adalah profil

petahana tersebut :

61

1. Profil Petahana Bustami Zainudin

Nama : H. Bustami Zainudin, S.Pd

Tempat lahir : Gunung Labuhan, 8 Oktober 1969

Alamat : Jln. Raden Jambat No. 02 Blambangan Umpu,

Way Kanan.

Ayah : H. Zainudin Gelar Sutan Dewa bin Batin

Penutup (alm), lahir di Pakuan Ratu, Way Kanan;

Ibu : Hj. Abina binti Sutan Syah Ratu, lahir di Negara

Batin, Way Kanan;

Istri : DR. Hj. Rina Marlina, M.Si. Lahir di Garut,

Jawa Barat;

Anak : Ayu Hani Nabila, Ajeng Raisa Aghnia, Anggun

Tazkia Ramadhani.

2. Riwayat Pendidikan

SD Negeri Gunung Labuhan, Way Kanan. 1977-1978

MIN Tanjung Karang. Tamat tahun 1982

SMP Negeri Kedaton, Tanjung Karang. Tamat tahun 1985

SMAN 5 Tanjung Karang. Tamat tahun 1988

Universitas Lampung, Jurusan MIPA Fisika. 1993

62

3. Riwayat Organisasi

Ketua OSIS SMPN Kedaton

Sekertaris OSIS SMA 5 Tanjung Karang

Ketua Himpunan Mahasiswa (HIMA) Jurusan MIPA FKIP UNILA

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Lampung

Biro Koperasi dan Wirausaha DPW Pemuda Pancasila Lampung

Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Pemuda Lampung

Ketua KOSGORO 197 Kabupaten Way Kanan

Ketua Dewan Pakar ICMI Orda Way kanan

Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Way

Kanan

Ketua Dewan Penasehat PEPADI Kabupaten Way Kanan

Ketua Dewan Penasehat PUJASUMA Kabupaten Way Kanan

Dewan Pembina Persatuan Guru Ngaji Indonesia Kabupaten Way

Kanan

Pembina Majelis Karang Taruna Kabupaten Way Kanan

Ketua ORARI Way Kanan

Pimpinan Pusat Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG)

(Sumber : www.kotametro.com, diakses April 2017, pukul 11:00 WIB)

Bustami Zainudin merupakan Wakil Bupati Kabupaten Way Kanan pada

periode 2005-2010, dengan Bupati Tamanuri sebagai pasangannya. Pemilihan

kepala daerah selanjutnya yaitu pada tahun 2010, Bustami maju mencalonkan

diri sebagai Bupati untuk Kabupaten Way Kanan dengan pasangan atau

sebagai Wakil Bupati yaitu Raden Nasution husin.

63

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2010 di Kabupaten Way Kanan yang

dimenangkan Bustami Zainudin dan Raden nasution dengan persentase akhir

36,52%. Sedangkan pasangan lawannya Ali Subaidi dan Sarjono dengan

persentase akhir 5,88%, Kalbadi dan Yozi Rizal dengan persentase akhir

25,65%, Agung Ilmu M dan Surya Sumantri dengan persentase akhir 28,58%,

serta Akhmad Suwandhy dan Adinata dengan persentase akhir 3,38%.

(Sumber : berita-lampung.blogspot.co.id, diakses pada Mei 2017, pukul 20:30

WIB).

Pilkada Tahun 2015 di Kabupaten Way Kanan diikuti kembali oleh Bustami

Zainudin sebagai calon petahana, yang mengusung Adinata sebagai

pasangannya. Bustami Zainudin dan Adinata kalah dengan persentase akhir

40,24%, melawan pasangan Raden Adipati Surya dan Edward Antoni dengan

persentase perolehan suara akhir sebesar 59,76%.

88

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Petahana Bustami adalah kandidat yang maju kembali dalam Pilkada di Way

Kanan tahun 2015. Dimana sebagai kandidat petahana Bustami merupakan

kandidat yang diharapkan akan memenangkan kembali Pilkada 2015, setelah

sebelumnya menang pada Pilkada tahun 2010 yang menjadikannya sebagai

Bupati. Namun kenyataannya, pada Pilkada Way Kanan tahun 2015 lalu,

petahana Bustami kalah dari pesaingnya dengan perolehan suara yang

dimilikinya sebesar 40,24%.

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa, kalahnya Bustami pada

Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Way Kanan tahun 2015, tidak hanya

disebabkan oleh perilaku politik masyarakat yang dilihat dari faktor

pendidikan, pekerjaan, usia ataupun jenis kelamin seseorang untuk dapat

berpartisipasi dalam Pilkada. Namun, disebabkan juga karena tim

pemenangannya yang terjerat kasus politik uang dimana mereka membagikan

uang kepada warga. Hal ini, membuktikan bahwa Bustami tidak mampu

menjaga kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat sehingga masyarakat

enggan untuk memilihnya kembali.

89

Faktor lain yang mengakibatkan kekalahan petahana Bustami ialah isu yang

melibatkan Bustami sendiri, dimana ia diduga melakukan penyelewengan

dana bantuan sosial. Menurut petugas penghubung Bustami, tercorengnya

citra Bustami akibat isu tersebut menjadi salah satu foktor yang berpengaruh

pada perolehan suara yang didapat. Tingkat kepercayaan masyarakat kepada

Bustami yang menurun, otomatis membuat peluang menang petahana

Bustami menurun pula.

B. Saran

Petahana Bustami perlu menjadikan kekalahannya pada Pemilihan Kepala

Daerah tahun 2015 ini sebagai bahan koreksi untuk selanjutnya, jika Bustami

berniat mencalonkan diri pada Pilkada mendatang. Mengingat program

pelayanan masyarakat dari segi kesehatan, pendidikan dan infrastruktur yang

dilakukan aparatur pemerintahan dari masa ia menjabat, masih berjalan

dengan baik.

Selain itu, gagasan dan ide baru yang lebih menjanjikan sebagai dasar utama

jika Bustami berniat mencalonkan diri kembali sangat diperlukan, dengan

program yang lebih menjanjikan, serta efektif dan efisien akan membuka

peluang lebih besar untuk petahana Bustami memperoleh dukungan. Citra

dan keberadaan tim sukses yang kuat, baik, dan terpercaya juga dibutuhkan

untuk menjamin kemenangan. Sedangkan dalam menentukan pilihan politik,

masyarakat Kabupaten Way Kanan sebaiknya lebih mempertimbangkan

kualitas calon, bukan kedekatan sosial karena domisili ataupun imbalan

(uang) yang dijanjikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, H. Rozali. 2011. Pelaksanaan Otonomi Luas : Dengan Kepala Daerah

Secara Langsung. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta

Almond, Gabriel A dan Sidney Verba. 1984. Budaya Politik : Tingkah Laku

Politik Dan Demokrasi di Lima Negara. Bina Aksara. Jakarta

Agustino, Leo. 2007. Perilhal Ilmu Politik. Graha Ilmu. Yogyakarta

Bibby,John F. 2003. Politics, Parties, And Elections In America. Wadsworth.

USA.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta

Bungin, Burhan. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi,

dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Pranada Media

Grup. Jakarta

Dalton, Russel J. 1988. Citizen Politics In Western Democracies. Cathan House

Publishers. New Jersey.

Efriza.2012.Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik . Alfabeta. Bandung

Hadi, Sutrisno. 1998. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta

Hardjowirogo, Marbangun. 1989. Manusia Jawa. Haji Masagung. Jakarta

Koentjoroningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta

Musa, Moh. dan Titi Nurfitri. 1988. Metodelogi Penelitian. Fajar Agung. Jakarta

Macridis, Roy C dan Bernard F. Brown. 1996. Perbandingan Politik. Erlangga.

Jakarta

Nursal, Adman. 2004. Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu

Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden.

P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Nawawi, Hadadari. 2000. Manajemen Strategis: Organisasi Non Profit Bidang

Pendidikan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Nazir, Mohammad. 1998. Metode Penelitian. Graha Indonesia. Jakarta

Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian : Skripsi, Tesis, Desertasi, dan

Karya Ilmiah. Kencana. Jakarta

Prihatmoko, Joko. 2003. Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi. LP2I Press.

Semarang.

Prijono, Yumiko. M. Dan Prijono Tjiptoherijanto. 2012. Demokrasi Di Pedesaan

Jawa. Kosa Kata Kita. Jakarta

Rush, Michael Dan Phillip Althrof. 1997. Pengantar Sosiologi Politik.

Radjagrafindo. Jakarta

Sarundajang. 2012. Pilkada Langsung : Problematika dan Prospek. Kata Hasta

Pustaka. Jakarta

Suaib, Eka. 2010. Problematika Pemutakhiran Data Pemilih Di Indonesia.

Koekoesan. Depok.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.

Bandung

Suharizal. 2011. Pemilukada : Regulasi, Dinamika, Dan Konsep Mendatang.

Rajawali Pers. Jakarta

Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Grasindo. Jakarta

Sy, Pahmi. 2010. Politik Pencitraan. Gaung Persada Press. Jakarta

Dokumen :

Arsip Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Way Kanan, tahun 2015

Arsip Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Way Kanan, tahun

2010 dan 2015.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Anggota

Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ke-Dua Atas

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah

Skripsi :

M. Dias Al Kaisya : “Faktor-faktor Penyebab Kekalahan Incumbent Edy Sutrisno

pada Pemilihan Walikota Bandar Lampung Tahun 2010”. (Skripsi tahun

2012)

Monicha Anggraini : “Faktor Penyebab Kekalahan Zainal Abidin (Incumbent) dan

Anshori Djausal dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Lampung

Utara 2013”.

Saiful Zuhri : “Analisis SWOT Terhadap Kekalahan Petahana (Mustafa) di

Daerah Pemilihan Kecamatan Terbanggi Besar pada Pemilihan Kepala

Daerah di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015” (Skripsi tahun

2016)

Media Online :

https:// wartawarga. gunadarma.ac.id

My Blog LampungX.com

http://organisasi.org

www.nyokabar.com

waykanankab.bps.go.id

www.kotametro.com