Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian...

74
ANALISIS KEGAGALAN PIPA PRIMARY SEPARATOR HENING PRAM PRADITYO DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Transcript of Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian...

Page 1: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

ANALISIS KEGAGALAN PIPA PRIMARY SEPARATOR

HENING PRAM PRADITYO

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Judul : Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator

Nama : Hening Pram Pradityo

NIM : G74080036

Departemen : Fisika

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Muh Nur Indro M.Sc Drs. Anthonius Sitompul M.T.

Mengetahui

Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si

Ketua Departemen Fisika

Tanggal Lulus :

Page 3: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Skripsi

ANALISIS KEGAGALAN PIPA PRIMARY SEPARATOR

Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir di deparetemen

Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

oleh

Hening Pram Pradityo

G74080036

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 4: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

RIWAYAT HIDUP

HENING PRAM PRADITYO, lahir di Kediri, 16 Nopember

1990. Hari-hari kecilnya dibesarkan bersama orang tua Ayahanda

Pramudi Utomo dan Ibunda Sumiyati. Putra pertama dari tiga

bersaudara ini, mengemban pendidikan formal Sekolah Dasar di

MI Muhammadiyah 1 Pare, SMP Muhammadiyah 1 Pare, dan

SMA Negeri 2 Pare. Sekarang penulis telah berhasil menyelesaikan

studi Strata 1 (S1) di jurusan Fisika, fakultas Matematika dan IPA

Institut Pertanian Bogor. Selain itu, pendidikan non-formal penulis

dapatkan dari Cisco Networking Academy Program, dengan tingkat CCNA.

Keseharian penulis diisi dengan kuliah, ibadah, organisasi dan olahraga. Penulis ikut

aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Asal, Kamajaya Kediri. Penulis adalah seorang

warga Muhammadiyah. Sejak SMP hingga SMA, telah mengikuti organisasi Ikatan

Pelajar Muhammadiyah dan ketika menjadi bagian dari kader Ikatan Mahasiswa

Muhammadiyah hingga sekarang. Penulis juga memiliki hobi olahraga panahan dan

pernah aktif secara atlet dan secara organisasi dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Cabor

Panahan IPB.

Beberapa kompetisi yang pernah penulis ikuti adalah Pekan Olahraga Mahasiswa

Nasional 2009 di Palembang dan Kejuaraan Nasional Panahan Indoor Ganesha Open di

Institut Teknologi Bandung. Penulis juga pernah mengikuti kompetisi nasional Cisco

Indonesia Netriders pada tahun 2011 di Surabaya dan pada tahun 2012 di Bogor.

Page 5: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya sebagai penulis dapat menyelesaikan

penelitian yang berjudul analisis kegagalan pipa primary separator.

Hasil penelitian ini disusun agar penulis dapat menyelesaikan tugas akhir

di Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut

Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret 2012 – Mei 2012.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk kita

semua. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna,

sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

kemajuan aplikasi hasil penelitian yang dikembangkan ini.

Bogor, 20 Juli 2012

Penulis

Page 6: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Alloh Subhanahu wa ta’ala, Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala limpahan

rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis berupa kesehatan dan usia yang

sangat berharga.

2. Muhammad Salallohu alaihi wassalam. Nabi dan Rosul, utusan Alloh SWT.

Yang memberikan banyak tauladan hidup pada penulis, sehingga tetap berada

di jalan-Nya.

3. Bapak Pramudi Utomo dan Ibu Sumiyati, sosok orang tua yang selalu

memberi kasih sayang dan motivasi lahir batin kepada penulis.

4. Bapak Drs. Muh Nur Indro, M.Sc. sebagai Pembimbing I atas bimbingannya

selama perkuliahan, penelitian hingga sidang sarjana.

5. Bapak Drs. Anthonius Sitompul, M.T. sebagai Pembimbing II atas

bimbingannya selama penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai.

6. Bapak Dr. Akhiruddin Maddu dan Bapak Abd. Djamil Husin, M.Si sebagai

dosen penguji atas saran dan bimbingannya selama penelitian hingga sidang

sarjana.

7. Bapak Mahfuddin Zuhri, M.Si. atas bimbingan dan dukungannya dalam

belajar jaringan Cisco.

8. Ibu Dhamayanti Adhidarma, Ph.D atas bimbingan dan dukungannya dalam

berlatih panahan.

9. Bapak Firman dan Bapak Jun atas bantuannya dalam administrasi di

departemen fisika.

10. Wahyu Dewanti Lestari, seorang kekasih yang selalu ada untuk memberikan

dukungan bagi penulis.

11. Rifka, Hezti, Bambang, rekan-rekan fisika angkatan 45 yang membantu

penulis dalam menyelesaikan penelitian.

12. Kak Damas, kak Chanse, Farqan, Fery, Zainal, Bagoes, rekan-rekan cisco

yang memberi support dalam belajar cisco.

13. Rahman, Rifky, Ashraf, Aryo, Erik, Deden, Dwi dan Ashley, warga Soka 4,

atas supportnya.

14. Mas Akbar, Argha, Frandy, Dody, Grahan, Rado, dkk. teman-teman omda

Kediri yang selalu mengobati rasa kangen penulis.

15. Gilang, Izzah, Akfia, Icha, dkk. teman-teman IMM seperjuangan, merah jalan

kami.

16. Tony, Agus, Gusmen, Adi, Mey, dkk. teman-teman UKM Panahan yang

selalu menemani dalam berlatih.

17. Rekan-rekan fisika angkatan 44, 43, 46, dan 47.

18. Semua teman-teman civitas IPB atas dorongan dan semangatnya.

Page 7: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

ABSTRAK

Hening Pram Pradityo.2012.Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator. Skripsi.

Departemen Fisika. Fakultas MIPA. Institut Pertanian Bogor.

Analisis kegagalan dilakukan untuk mengetahui jenis korosi yang menyerang

beserta penyebab terjadinya korosi pada pipa. Pengujian dilakukan secara visual

dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik

dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop optik dan

SEM. Analisis unsur-unsur pada pipa dilakukan dengan OES dan EDS. Analsis

senyawa kimia pada pipa dilakukan dengan XRD. Hasil pengujian visual

menunjukkan terjadinya penipisan pada pipa. Hasil pengujian makroskopik dan

mikroskopik menunjukkan bahwa jenis serangan korosi adalah general corrosion,

pitting corrosion, dan erosion corrosion. Berdasarkan hasil pengujian unsur-unsur

pada pipa, komposisi unsur pembentuk pipa tidak sesuai dengan standard

American Petroleum Institute (API). Hasil pengujian senyawa kimia

membuktikan bahwa penyebab terjadinya korosi adalah senyawa CO2 dan H2S

yang ikut mengalir bersama dengan minyak mentah.

Kata kunci : Pipa Baja, Minyak Mentah, Korosi, Analisis Kegagalan

Page 8: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

ABSTRACT

Hening Pram Pradityo.2012.Failure Analysis on Primary Separator Pipeline.

Skripsi. Physics Departmen. MIPA Faculty. Bogor Agricurtular University.

Failure Analysis used in order to study what type of corrosion that attack pipeline

and causes of corrosion to be occurred. Visual examination done by eyes and

digital camera, macroscopic examination by stereo microscope, and microscopic

examination by optical microscope and Scanning Electron Microscope (SEM).

Elements analysis on pipeline by Optical Emission Spectroscopy (OES) and

Energy Dispersive Spectroscopy (EDS). Compound analysis done by XRD.

Visual examination result that decimation is occured in pipeline. This decimation

is because of corrosion. Macroscopic and micorscopic examination result that

type of occured corrosion is general corrosion, pitting corrosion and erosion

corrosion. Based on result of elements analysis, elements that form pipeline is not

appropriate to American Petroleum Institute (API) standard. Compound analysis

show that causes of occurred corrosion are included CO2 and H2S in sour crude

oil.

Keywords : Steel pipeline, Sour crude oil, Corrosion, Failure Analysis

Page 9: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2

BAB III BAHAN DAN METODE ..................................................................... 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 39

LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 41

Page 10: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 ............................................................................................................ 2

Gambar 2.2 ............................................................................................................ 3

Gambar 2.3 ............................................................................................................ 4

Gambar 2.4 ............................................................................................................ 4

Gambar 2.5 ............................................................................................................ 7

Gambar 2.6 ............................................................................................................ 7

Gambar 2.7 ............................................................................................................ 7

Gambar 2.8 ............................................................................................................ 8

Gambar 2.9 ............................................................................................................ 8

Gambar 2.10 .......................................................................................................... 8

Gambar 2.11 .......................................................................................................... 9

Gambar 3.1 .......................................................................................................... 12

Gambar 3.2 .......................................................................................................... 15

Gambar 3.3 .......................................................................................................... 16

Gambar 3.4 .......................................................................................................... 18

Gambar 3.5 .......................................................................................................... 19

Gambar 3.6 .......................................................................................................... 20

Gambar 3.7 .......................................................................................................... 20

Gambar 3.8 .......................................................................................................... 21

Gambar 3.9 .......................................................................................................... 21

Gambar 4.1 .......................................................................................................... 23

Gambar 4.2 .......................................................................................................... 24

Gambar 4.3 .......................................................................................................... 24

Gambar 4.4 .......................................................................................................... 24

Gambar 4.5 .......................................................................................................... 25

Gambar 4.6 .......................................................................................................... 25

Gambar 4.7 .......................................................................................................... 26

Gambar 4.8 .......................................................................................................... 26

Gambar 4.9 .......................................................................................................... 27

Gambar 4.10 ........................................................................................................ 27

Gambar 4.11 ........................................................................................................ 28

Gambar 4.12 ........................................................................................................ 28

Gambar 4.13 ........................................................................................................ 29

Gambar 4.14 ........................................................................................................ 29

Gambar 4.15 ........................................................................................................ 30

Gambar 4.16 ........................................................................................................ 30

Gambar 4.17 ........................................................................................................ 30

Gambar 4.18 ........................................................................................................ 31

Gambar 4.19 ........................................................................................................ 31

Gambar 4.20 ........................................................................................................ 32

Gambar 4.21 ........................................................................................................ 33

Gambar 4.22 ........................................................................................................ 34

Gambar 4.23 ........................................................................................................ 35

Gambar 4.24 ........................................................................................................ 35

Gambar 4.25 ........................................................................................................ 36

Page 11: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

DAFTAR TABEL

Tabel 1 ................................................................................................................... 3

Tabel 2 ................................................................................................................... 6

Tabel 3 ................................................................................................................... 6

Tabel 4 ................................................................................................................. 23

Tabel 5 ................................................................................................................. 25

Tabel 6 ................................................................................................................. 32

Tabel 7 ................................................................................................................. 33

Tabel 8 ................................................................................................................. 34

Tabel 9 ................................................................................................................. 57

Tabel 10 ............................................................................................................... 57

Tabel 11 ............................................................................................................... 57

Page 12: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 .......................................................................................................... 41

Lampiran 2 .......................................................................................................... 42

Lampiran 3 .......................................................................................................... 45

Lampiran 4 .......................................................................................................... 57

Lampiran 5 .......................................................................................................... 58

Page 13: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Baja merupakan salah satu bahan yang

paling banyak dipakai sebagai bahan

komponen kerja di bidang industri karena

memiliki beberapa sifat fisik yang

mendukung dalam proses kerja,

ketahanannya di berbagai macam

lingkungan, maupun dari segi harganya. Industri perminyakan menggunakan pipa

dari bahan baja untuk mengalirkan

minyak dari sumber ke tempat

pemrosesan. Salah satu bagian dari

pemrosesan minyak adalah pipa primary

separator.

Pipa primary separator adalah pipa

yang berfungsi sebagai media pemisah

minyak dan air berdasarkan perbedaan

berat jenis.1 Pipa ini terletak di

permukaan tanah dan dialiri oleh minyak

mentah yang masih bercampur dengan

air. Minyak mentah yang mengalir

tersebut berasal dari reservoir bawah

tanah. Pipa terbuat dari logam yang tahan

terhadap kondisi lingkungan dan cuaca.

Ketika minyak dialirkan melalui pipa

tersebut, banyak jenis unsur dan senyawa

yang melewati pipa.

Dalam penelitian ini, pipa primary

separator telah mengalami kegagalan atau

kerusakan. Setelah sekian lama

pemakaian pipa tersebut, diperoleh korosi

pada bagian dalam pipa bahkan

ditemukan adanya lubang pada pipa.

Kemudian pipa di bawa ke laboratorium

untuk dilakukan analisis sehingga dapat

diketahui penyebab korosi pada pipa.

Kegagalan dari pipa primary

separator ini dapat menimbulkan

kerugian dari segi biaya, waktu, dan

teknis. Dari segi biaya dan waktu, untuk

memperbaiki pipa yang rusak dibutuhkan

biaya yang cukup besar dan waktu yang

lama. Dari segi teknis, kerusakan ini akan

menghambat kerja dari proses eksploitasi

minyak.

Untuk menganalisis keadaan pipa dan

korosi, dilakukan analisis kegagalan.

Analisis kegagalan adalah serangkaian

proses pengujian yang dilakukan pada

sampel sehingga dapat diketahui

penyebab kegagalannya. Tugas akhir ini

dilakukan untuk mempelajari penyebab

terjadinya korosi pada pipa.

Tujuan

1. Melakukan pengujian secara

visual dan makroskopik.

2. Melakukan pengujian secara

mikroskopik.

3. Menganalisis unsur-unsur dan

senyawa kimia pada pipa dan

produk korosi.

4. Menentukan penyebab korosi pada

pipa.

Rumusan Permasalahan

1. Adakah unsur atau senyawa yang

menyebabkan korosi pada pipa

minyak?

2. Bagaimana korosi pada pipa bisa

terjadi?

Hipotesis

Pada minyak mentah terdapat

senyawa-senyawa seperti CO2 dan H2S

yang dapat menyebabkan pipa terkorosi.

Page 14: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Baja

Baja merupakan campuran logam

yang mengandung besi sebagai penyusun

utamanya dengan kandungan unsur

karbon (C) kurang dari 2%. Jika

karbonnya lebih dari 2%, maka campuran

logam tersebut disebut sebagai cast iron.

Baja terdapat dalam 90 % dari struktur

material yang telah dibuat.2

Kinerja dari baja tergantung pada

sifat-sifat yang terkait dengan

mikrostrukturnya yang dihasilkan dari

berbagai tahapan fasa makroskopik

dengan komposisi dan kondisi olahan

tertentu.3 Karbon sangat berhubungan

dengan perubahan sifat pada baja.

Umumnya kadar karbon dibuat rendah

pada baja yang memerlukan keuletan

(ductility) tinggi, ketangguhan (tough-

ness) tinggi, dan pengelasan (weldability)

yang baik, tetapi kadar karbon diper-

tahankan pada tingkat yang lebih

tinggi pada baja yang membutuhkan

kekuatan (strength) tinggi, kekerasan

(hardness) tinggi, ketahanan lelah (fatigue

resistance), dan ketahanan aus (wear

resistance).3

Gambar 2.1 di berikut menunjukkan

grafik kekerasan sebagai fungsi dari

kandungan karbon untuk beberapa jenis

mikrostruktur dalam baja.

Gambar 2.1 Kekerasan sebagai fungsi dari

kandungan karbon4

Kekerasan (hardness) telah dihitung

dan secara umum berbanding lurus

dengan kekuatan (strength) dan

berbanding terbalik dengan daktilitas

(ductility) dan ketangguhan (toughness).

Baja juga mengandung banyak unsur

tambahan yang mengisi batas-batas fasa

besi-karbon. Unsur-unsur seperti mangan

dan nikel merupakan penyetabil austenit,

yang menurunkan temperatur kritis.

Unsur-unsur seperti silikon, krom, dan

molibdenum merupakan penyetabil ferit

dan pembentuk karbida, yang

meningkatkan temperatur kritis dan

menyusutkan fasa austenit. Unsur-unsur

yang lain seperti titanium, niobium, dan

vanadium, bisa memicu dispersi dari

nitrida, karbida, dan karbonitirida yang

bergantung-temperatur dalam austenit.5

Jenis baja dibagi menjadi dua, yaitu

plain carbon steel dan alloy steel. Plain

carbon steel adalah campuran logam dari

besi dan karbon yang juga mengandung

mangan dan beberapa unsur residu. Unsur

residu ini berasal dari sisa material yang

digunakan dalam proses produksi.

Berdasarkan The American Iron and Steel

Institute (AISI), kandungan mangan

maksimum adalah 1,65%, Si kurang dari

0,6%, dan Cu kurang dari 0,6%. Semakin

kecil kandungan oksida, sulfida, dan

silikat, semakin bersih baja tersebut. Baja

diproduksi melalui proses peleburan dan

pemadatan menjadi suatu bentuk

batangan.6 Persentase komposisi

penyusun baja plain carbon steel dapat

dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Perbedaan komposisi pada plain

carbon steel.7

Steel Type % mass C % mass

Mn

Low-carbon

steels

Up to 0,3 Up to 1,5

Medium-

carbon steels

0,3 to 0,6 0,6 to 1,65

High-carbon

steels

0,6 to 1 0,3 to 0,9

Ultrahigh-

carbon steels

1,25 to 2 -

Page 15: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Plain carbon steel hanya memiliki

unsur tambahan Mn, S, dan P, sedangkan

Alloy Steel memiliki lebih banyak unsur

lain yang ditambahkan. Alloy Steel

dikelompokkan berdasarkan keperluannya

(Contoh: stainless steel), berdasarkan

penggunaannya (Contoh: tool steel) atau

berdasar pengaruh panasnya (Contoh:

maraging steels).

Transformasi Struktur Baja

Pada pemanasan sepotong besi murni

dari temperatur ruang hingga titik

lelehnya, terdapat beberapa transformasi

kristal yang terjadi. Ketika besi berubah

dari satu bentuk kristal ke bentuk yang

lainnya, temperatur relatif tetap hingga

terjadi perubahan bentuk. Kalor yang

dibutuhkan disebut kalor laten. Dua

bentuk kristal tersebut adalah ferrit dan

austenit.

Ferrite α-iron memiliki struktur

kristal BCC, stabil pada suhu di bawah

911oC, dan ferrite δ-iron di atas 1392

oC

hingga titik lelehnya. Austenite, yang

disebut sebagai γ-iron, memiliki sturktur

kristal FCC, stabil antara 911oC hingga

1392 oC.

8

Susunan atom dalam logam

berbentuk tiga dimensi yang sering

disebut struktur kristal. Pada besi, terlihat

kubus yang tersusun vertikal maupun

horizontal. Sudut-sudut kubus ditempati

oleh satu atom, dan setiap sudut atom

berhubungan dengan delapan kubus.

Unsur paling penting dalam pembuatan

baja adalah karbon. Pada temperatur

ruang, komposisi karbon pada alfa-iron

sangat sedikit. Karbon yang bergabung

dengan karbida besi, disebut cementite,

Fe3C. Karbida besi bergabung dengan

ferit membentuk pearlite, dengan

kandungan karbon berkisar antara 0,80%.

Logam yang mengandung karbon

sebanyak 0,80% disebut eutectoid.9

Pearlite adalah mikrostruktur yang

terbentuk dari austenit selama proses

pendinginan baja. Selama proses

pembentukan pearlit, selain difusi atom

karbon, atom besi juga berpindah antara

austenite dan pearlite. Transfer atom besi

ini penting dalam menyelesaikan

perubahan austenite, ferrite, dan

cementite. Pada temperatur kritis yang

rendah, difusi atom ini tidak mungkin

terjadi, dan atom besi menyelesaikan

perubahan struktur kristalnya dengan

pemindahan kooperatif. Hasil mekanisme

transformasi ini adalah tipe mikrostruktur

bainite. Mikrostruktur lain dalam baja

adalah martensite, martensite adalah fasa

yang paling mempengaruhi kekerasan

(hardness) dan kekuatan (strength) dari

baja. Transformasi martensite tanpa

diikuti difusi dan muncul selama proses

pendinginan dengan kecepatan tinggi

untuk menekan difusi dari transformasi

autenite menjadi ferrite, pearlite, dan

bainite. Baik atom besi maupun atom

karbon tidak dapat berdifusi.10

Secara umum, terbentuknya beberapa

mikrostruktur di atas, dapat dilihat pada

Gambar 2.2. Fasa kristal baja dipengaruhi

oleh komposisi karbon dan

temperaturnya, ini terlihat pada diagram

fasa (Gambar 2.3)

Gambar 2.2 Jenis-jenis mikrostruktur baja

terbentuk melalui proses

pendinginan10

3

3

Page 16: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 2.3 Diagram Fasa Baja11

Gambar 2.4 Mikrostrutktur Fe dilihat

dengan mikroskop optik

(100x)11

Untuk melihat struktur besi secara

mikro. Perlu dilakukan teknik metalografi

pada sampel. Setelah melalui proses

polishing dan eching, sampel dilihat

dengan mikroskop optik hingga

perbesaran 100x, seperti pada Gambar 2.4

di atas. Area yang diberi nomor 1 sampai

5 disebut dengan butir besi. Batas antara

nomor 4 dan 5 (ditunjukkan tanda panah)

disebut batas butir.

Ketika besi ferrite dipanaskan hingga

mencapai 912oC, rangkaian butir ferrite

berubah menjadi rangkaian baru butir

austenite. Pertama, perubahan terjadi pada

batas butir. Kedua, pertumbuhan butir

austenite akan mengganti semua ferrite

sampai habis. Seperti halnya pada

pencairan air (solid menjadi liquid), suhu

pada besi akan tetap pada nilai 912oC

hingga semua ferrite berganti menjadi

austenite. Hal ini juga berpengaruh pada

volume per atom, massa jenis austenite

2% lebih tinggi dibanding ferrite,

sehingga volume per atom besi lebih kecil

pada fasa austenite.11

Pengaruh penambahan unsur pada

baja

Berikut ini adalah beberapa macam unsur

yang berpengaruh pada sifa baja.12

1. Karbon

Karbon ditambahkan pada besi

untuk mendapatkan baja. Pengaruh

pemberian karbon pada besi lebih

besar dibandingkan dengan unsur

lain. Penambahan lebih banyak

karbon pada besi (hingga nilai

kelarutan besi) menghasilkan lebih

banyak distorsi pada kisi kristal dan

menghasilkan kekuatan mekanik

yang lebih tinggi. Kelarutan dari

karbon berpengaruh negatif pada

karakteristik besi yang lain, yaitu

keuletan (ductility). α-iron menjadi

4

4

Page 17: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

sangat lembut, ketika lebih banyak

karbon yang ditambahkan, kekuatan

mekanik lebih besar, tapi elastisitas-

nya semakin berkurang. Lebih

banyak karbon juga menjadi masalah

ketika proses pengelasan.

2. Mangan

Mangan berguna untuk

meningkatkan kualitas permukaan

pada semua rentang unsur karbon

dan terutama pada baja

teresulfurisasi. Mangan meningkat-

kan strength dan hardness, namun

dalam taraf yang lebih rendah dari

karbon. Peningkatan kekuatan ter-

gantung pada kandungan karbon.

Mangan memberi pengaruh cukup

besar pada sifat hardenability baja.

3. Fosfor

Fosfor meningkatkan strength

dan hardness namun mengurangi

keuletan dari baja. Fosfor yang

semakin banyak biasanya dipakai

pada baja free-machining kandungan

karbon rendah.

4. Sulfur

Kandungan sulfur dapat

mengurangi keuletan. Unsur ini

sangat menggangu kualitas per-

mukaan, terutama pada baja kan-

dungan karbon rendah dan mangan

rendah. Kandungan sulfur biasanya

diatur pada taraf rendah.

5. Silikon

Silikon adalah salah satu dari

deoksidator utama dalam pembuatan

baja sehingga jumlah kandungan

silikon bergantung pada jenis

bajanya. Pada baja karbon rendah,

silicon umumnya merusak kualitas

permukaan.

6. Tembaga

Tembaga dalam jumlah yang

cukup banyak dapat merusak baja.

Tembaga dapat merusak kualitas

permukaan dan memperburuk ke-

rusakan yang menempel pada baja

tersulfurisasi. Tembaga meningkat-

kan sifat tahan korosi atmosferik bila

kandungannya melampaui 0.20%.

7. Timah

Timah terkadang ditambahkan

pada baja untuk meningkatkan

karakteristik mekaniknya. Penam-

bahan ini dalam rentang 0,15 s.d.

0,35%.

8. Boron

Boron ditambahkan pada baja

untuk meningkatkan hardenability.

Baja boron-treated dibuat dengan

kandungan boron antara 0.0005 dan

0.003%. Penambahan boron paling

efektif pada baja karbon rendah.

9. Khrom

Khrom umumnya ditambahkan

pada baja untuk meningkatkan sifat

tahan karat dan tahan oksidasi serta

untuk meningkatkan ketahanan

abrasif pada komposisi karbon

tinggi. Khrom adalah pembentuk

karbida yang kuat. Sebagai unsur

pengeras, khrom sering digunakan

dengan unsur penggetas seperti nikel

untuk menghasilkan sifat mekanis

yang handal. Pada temperatur yang

lebih tinggi, khrom mampu

meningkatkan strength dari baja.

Secara umum, khrom ditambahkan

bersama dengan molibdenum.

10. Nikel

Nikel adalah penguat ferit

(ferrite strengthener). Nikel tidak

membentuk karbida pada baja,

namun tetap larut dalam ferit,

sehingga mampu menguatkan dan

menggetaskan fasa ferit. Bersama

dengan khrom, nikel meningkatkan

kekerasan dari baja.

11. Molibdenum

Molibdenum ditambahkan pada

baja pada taraf 0,1 hingga 1%.

Molibdenum mampu meningkatkan

kekuatan dari baja paduan rendah

pada temperatur yang semakin

tinggi.

12. Niobium

Penambahan sejumlah kecil

Niobium dapat secara signifikan

meningkatkan kekuatan dari baja.

5

Page 18: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

13. Aluminium

Aluminium banyak digunakan

sebagai deoksidator untuk

mengendalikan pertumbuhan butir

austenit pada baja, sehingga sering

ditambahkan untuk mengatur ukuran

butir (grain). Aluminium adalah

paduan yang paling efektif dalam

mengendalikan pertumbuhan butir

pada baja.

14. Titanium dan Zirconium

Pengaruh dari penambahan

titanium mirip dengan niobium.

Zirkonium juga dapat ditambahkan

untuk meningkatkan karakteristik

inklusi, terutama inklusi sulfida,

untuk meningkatkan keuletan pada

arah transversal.

Baja berbentuk pipa (Steel Tubular

Product)

Steel tubular product adalah istilah

yang digunakan untuk menunjukkan

produk baja yang berrongga. Pada

umumnya produk ini berbentuk silinder

dan berguna untuk mengalirkan fluida.

Dua jenis steel tubular adalah pipa dan

tabung. Jenis pipa yang digunakan untuk

mengalirkan minyak atau gas disebut

dengan pipeline. Berdasarkan American

Petroleum Institute (API), jenis baja

seamless yang tepat digunakan dalam

industri minyak adalah jenis baja 5L.13

Komposisi kimia baja 5L dapat dilihat

pada Tabel 2.

Selain API, organisasi internasional

lain yang memiliki standar baja adalah

SAE (Society of Automotive Engineers).

Organisasi ini berisi ilmuwan-ilmuwan

yang bergerak dalam bidang industri

otomotif. SAE Steel Grade adalah

spesifikasi baja standard, ditunjukkan

oleh empat digit angka yang

menunjukkan komposisi kimia

pembentuknya. Contoh dari baja standard

SAE adalah SAE 1513. Komposisi

kimianya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Komposisi kima baja API 5L seamless13

Spesifikasi Proses

Pembuatan Pipa Grade

Komposisi (%berat)

C Mn P S Si

5L Seamless

A25,

class I 0,21 0,03-0,60 0,045

0,0

6 ..

A25,

class II 0,21 0,03-0,60 0,045-0,08

0,0

6 ..

A 0,22 0,9 0,04

0,0

5 ..

B 0,27 1,15 0,04

0,0

5 ..

Tabel 3. Komposisi kimia baja SAE 1513

Unsur % Berat

Fe 98

Mn 1,00 – 1,35

Si 0,1 – 0,35

C 0,16

Al 0,015 - 0,06

P 0,04

S 0,04

Korosi

Kata korosi digunakan untuk

menunjukkan kerusakan pada permukaan

material atau logam pada lingkungan

yang relatif buruk. Korosi merupakan

proses oksidasi yang terjadi secara kimia

ketika logam melepas elektron ke

lingkungan. Lingkungan yang dimaksud

adalah dalam keadaan cair (liquid), gas,

atau soil-liquid. Lingkungan tersebut

disebut elektrolit karena memiliki nilai

konduktivitas untuk transfer elektron.14

Larutan elektrolit mengandung ion

postif dan ion negatif yang disebut

dengan kation dan anion. Proses korosi

membutuhkan paling sedikit dua reaksi

kimia yang harus terjadi pada lingkungan

korosif. Reaksi tesebut diklasifikasikan

6

6

Page 19: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

sebagai reaksi anoda dan reaksi katoda.

Jika kedua reaksi tersebut terajadi,

permukaan logam menjadi rusak. Berikut

ini adalah contoh reaksi korosi pada

baja.14

Anoda : Fe Fe2+

+ 2e-

Katoda : 2H2O + 2e- H2 + 2OH

-

Fe + 2H2O Fe(OH)2 + H2

Beberapa jenis korosi yang sering

terjadi adalah general corrosion, galvanic

corrosion, crevice corrosion, pitting

corrosion, erosion corrosion, stress-

corrosion cracking, corrosion fatigue,

dan microbiological corrosion.

General Corrosion

General Corrosion diartikan sebagai

serangan korosif yang didominasi oleh

penipisan secara seragam tanpa adanya

serangan pada tempat tertentu.

Menipisnya permukaan dapat dilihat

seperti pada Gambar 2.5 di bawah. Atap

seng adalah contoh material yang mudah

terkena serangan General Corrosion,

sedangkan material pasif seperti stainless

steel, atau logam nickel-chromium hanya

mendapat serangan pada tempat tertentu

(localized attack).15

Thicknes is reduced uniformly

Gambar 2.5 General Corrosion pada

logam

Galvanic Corrosion

Galvanic Corrosion terjadi pada dua

logam yang memiliki beda potensial

listrik (logam berbeda jenis) terhubung

secara fisik satu sama lain dan terletak

dalam medium yang terkonduksi listrik.

Arus listrik dapat menarik elektron keluar

dari salah satu logam, yang akan

menjadikannya sebagai anode. Hal ini

akan mempercepat terjadinya korosi pada

anode. Logam yang lainnya, sebagai

katode akan mengalami penurunan

ketahanan korosi. Logam dengan

potensial lebih rendah akan menjadi

anode dan logam dengan potensial lebih

tinggi menjadi katode.16

Gambar 2.6 di

bawah menunjukkan contoh terjadinya

galvanic corrosion.

Gambar 2.6 Galvanic Corrosion

16

Crevice Corrosion

Crevice Corrosion terjadi akibat air

atau cairan lain terperangkap pada celah

di logam. Korosi ini terjadi pada kontak

antara logam dengan logam atau antara

logam dengan non-logam. Lingkungan

yang rendah kadar oksigen dan tinggi

kadar klorida merupakan faktor utama

terjadinya jenis korosi ini.17

Gambar 2.7

menunjukkan bentuk fisiknya Crevice

Corrosion.

Gambar 2.7 Crevice Corrosion

17

Pitting Corrosion Pitting Corrosion, atau sering hanya

disebut pitting, adalah jenis korosi yang

secara ekstrim terbentuk pada area

tertentu di logam. Pitting muncul ketika

medium korosif menyerang logam pada

titik tertentu yang menyebabkan

terbentuknya lubang kecil. Biasanya hal

ini terjadi ketika lapisan pelindung logam

telah berlubang oleh kerusakan secara

mekanik maupun kimia. Pitting

merupakan bentuk korosi yang paling

berbahaya karena sulit diantisipasi dan

dicegah, relatif sulit untuk dideteksi,

muncul secara cepat, dan menembus

logam tanpa mengurangi massa logam

secara signifikan. Pitting juga memiliki

efek samping, sebagai contoh, retakan

dapat muncul pada ujung lubang karena

meningkatnya tekanan.18

Bentuk lubang

7

7

Page 20: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

dapat dilihat seperti pada Gambar 2.8

berikut.

Gambar 2.8 Pitting Corrosion

18

Erosion Corrosion

Erosion Corrosion adalah bentuk

serangan korosi yang dihasilkan oleh

interaksi antara cairan elektrolit yang

melalui permukaan logam. Biasanya

terdapat partikel padat yang ikut dalam

cairan yang mengalir. Fluida yang

mengalir menyebabkan terjadinya abrasi,

meningkatkan derajat korosi melebihi

General (non-motion) Corrosion pada

kondisi yang sama. Erosion corrosion

terjadi dalam saluran pipa seperti yang

terlihat pada Gambar 2.9. Terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi

terjadinya korosi jenis ini. Salah satu di

antaranya adalah kekerasan bahan.

semakin keras material, ketahanan

erosion corrosion semakin lebih baik.

Faktor yang lain adalah kehalusan

permukaan, kecepatan fluida, massa jenis

fluida, dan sudut aliran fluida.19

Gambar 2.9 Erosion Corrosion

19

Stress-Corrosion Cracking

Stress Corrosion adalah fenomena

peretakan logam yang terkadang muncul

ketika logam mengalami tekanan statis

dari lingkungan yang korosif. Proses

Stress-Corrosion Cracking (SCC) terjadi

di dalam material, retakan masuk ke

struktur internal, tanpa merusak

permukaan. Kebanyakan retakan (crack)

memiliki arah yang tegak lurus dengan

arah tekanan yang diberikan.

Selain tekanan mekanik, tekanan

termal dengan agen korosif juga dapat

menimbulkan SCC. Pitting menjadi salah

satu penyebab SCC, terutama pada logam

yang sensitif. SCC adalah jenis korosi

yang berbahaya karena sulit dideteksi dan

bisa muncul jika tekanan lebih dari

tingkat ketahanan logam. Bentuk retakan

SCC terlihat pada Gambar 2.10 di

bawah.20

Gambar 2.10 Stress-Corrosion Cracking

20

Corrosion Fatigue

Corrosion Fatigue muncul pada

logam sebagai hasil dari tekanan siklis

dan lingkungan korosif. Corrosion fatigue

menyebabkan ketahanan logam akan

menurun pada lingkungan yang agresif.

Akibatnya, timbul retakan pada logam

(seperti SCC yang menerima tekanan

statik). Jenis korosi ini dipengaruhi oleh

faktor intensitas tekanan dan frekuensi

tekanan siklis. Lingkungan yang lembab

dan berair, tingginya aktivitas kimia juga

menurunkan tingkat ketahanan terhadap

korosi.21

Bentuk fisik terjainya corrosion

fatigue dapat dilihat pada Gambar 2.11

8

Page 21: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 2.11 Corrosion Fatigue

20

Analisis Kegagalan

Kegagalan (Failure)

Kegagalan adalah ketidakmampuan

peralatan, mesin, atau proses untuk

berjalan sebagaimana fungsinya.

Kegagalan muncul dalam berbagai bentuk

dan ukuran, bisa berupa salah satu bagian

atau seluruh bagian dari suatu proses.22

Kondisi ini bisa menyebabkan kerugian

secara finansial dan membahayakan

keselamatan operator, masyarakat atau

lingkungan sekitar. Komponen peralatan

yang telah lama beroperasi akan rusak.

Kerusakan semacam ini adalah wajar

mengingat bahwa masa pakainya cukup

lama, sesuai dengan yang direncanakan.

Suatu komponen dikatakan gagal bila

komponen tersebut tidak dapat berfungsi

seperti yang dirancang. Hal ini terjadi

dalam masa pakai yang pendek, atau lebih

singkat daripada umur yang diharapkan.

Penyebab yang paling umum

terjadinya kegagalan adalah:

Kondisi penggunaan (use / misuse)

Perawatan dan pengecekan yang

tidak benar (sengaja / tidak

disengaja)

Kesalahan pemasangan

Kesalahan pembuatan/produksi

Kesalahan desain (pemilihan

material maupun kondisi material)

Kondisi lingkungan yang ekstrim

Untuk menentukan akar

permasalahan, maka perlu dilakukan

Analisis Kegagalan. Setelah akar

permasalahan ditemukan, tindakan

koreksi dan perbaikan dapat dilakukan

untuk mencegah kegagalan pada proses

berikutnya. Untuk tujuan industri, analisis

kegagalan akan menghemat waktu dan

biaya, menjadi bagian dari kontrol

kualitas dan peningkatan program secara

berkelanjutan.

Analisis Kegagalan untuk Korosi

(Analysis of Corrosion-Related Failure)

Kegagalan korosi memiliki langkah

analisis yang sama dengan kegagalan

pada umumnya. Namun, perbedaan utama

dengan kegagalan umum adalah perlunya

penjagaan dan perlindungan yang

dilakukan sesegera mungkin pada semua

barang bukti. Kegagalan korosi juga

memerlukan pengambilan sampel dan

pengujian produk korosi secepat mungkin

untuk mendapatkan hasil yang aktual.

Jika memungkinkan dan ada biaya,

kunjungan ke tempat kegagalan juga perlu

dilakukan.23

Kegagalan korosi sering

berhubungan dengan pemilihan material

dan kondisi lingkungan. Seluk beluk

sepesifikasi material, dokumen jaminan

kualtas, dokumen pemasangan dan

perawatan, dan sejarah kondisi

lingkungan adalah beberapa data yang

penting dan sangat berguna untuk

menyelesaikan kegagalan korosi.

Informasi mengenai gangguan sistem atau

lingkungan yang berubah dari kondisi

normal juga harus disediakan.

Perbandingan dari spesifikasi bahan yang

sedang digunakan dengan desain bahan

juga harus dilakukan

Hal yang sangat penting untuk

menemukan sebab dari kegagalan adalah

adanya data (record) pengoperasian dari

komponen yang mengalami kegagalan.

Data mengenai lingkungan dari

komponen, setiap perubahan pada

lingkungan, dan perubahan temperatur

perlu didapatkan juga. Setiap catatan dari

kegagalan sebelumnya atau kelainan

dalam pengoperasioan adalah hal yang

berguna. Jika memungkinkan, gambar dan

sketsa dari teknisi perlu ditinjau.23

Informasi mengenai setiap

pengecekan yang dilakukan oleh personil

pabrik juga harus disediakan. Penggunaan

cat untuk menandai komponen juga dapat

9

Page 22: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

mengubah ketahanan korosi dan

komposisi kimia produk korosi. Setiap

perubahan sebelum dan sesudah

kegagalan juga perlu didokumentasikan.

Pemeriksaan di tempat dilakukan

dengan perjalanan di sekeliling area

kegagalan. Dokumentasi fotografik perlu

dibuat untuk melukiskan kondisi setelah

kegagalan. Jika memungkinkan, perlu

dilakukan pengecekan pada pemasangan

atau operasi dari bagian yang tidak

mengalami kegagalan. Dokumentasi

forografik harus dilakukan dengan

perhatian khusus untuk mendapatkan

warna sebenarnya dari produk korosi.

Pengambilan gambar di laboratorium

dilakukan dengan pengaturan yang dapat

menghasilkan sifat warna dan tekstur

permukaan yang akurat.23

Sampel diambil dari tempatnya

dengan hati-hati untuk mencegah adanya

kontaminasi. Beberapa alat yang berguna

dalam pengambilan sampel diantaranya

adalah tas yang tertutup, sarung tangan

lateks, alat-alat pengambil sampel, dan

bahan perekat. Penguji diharuskan

menhindari sentuhan langsung dengan

produk korosi untuk menghindari

kontaminasi.

Secara umum, pemotongan (cutting)

harus dilakukan dengan hati-hati untuk

menghindari perubahan dari kondisi

metalurgi bahan dan deposit korosi.

Pemotongan menggunakan gergaji (saw

cutting) lebih disarankan daripada

menggunakan torch cutting karena

pemanasan dari sampel dapat memberi

efek pada bahan dan produk korosi. Jika

dilakukan torch cutting, jarak yang

disarankan adalah 75 s.d. 150 mm dari

area yang diinginkan untuk diambil. Saw

cutting dilakukan dengan lambat untuk

menghindari pemanasan. Jika

memungkinkan, penggunaan minyak

pelumas dan pendingin dapat dihindari

untuk menghindari kontaminasi.23

Material dan kondisi lingkungan

menjadi pusat perhatian dalam melakukan

analaisis kegagalan. Meskipun setiap jenis

kegagalan memiliki pengujian yang unik,

beberapa langkah umum dapat diambil

dalam pemeriksaan semua kegagalan

korosi. Langkah-langkah yang dilakukan

untuk memeriksa kegagalan korosi

adalah: 23

1. Semua sampel harus diidentifikasi

dengan hati-hati. Asal sampel,

handling, dan proses dalam labora-

torium juga perlu didokumentasikan.

2. Pengambilan fotografi dilakukan

pada kondisi awal sampel diterima.

3. Pengujian secara makro mengguna-

kan mikroskop stereo dari area

sampel.

4. Metode pengujian non-destruktif

dapat dipertimbangkan. Hindari

gangguan secara fisik pada sampel

korosi. Dapat dilakukan pula

radiografi untuk mendapatkan data

kualitas casting atau untuk melihat

peretakan. Bagaimanapun, peng-

gunaan cairan tidak dapat dilakukan

hingga sampel korosi telah

dibersihkan.

5. Pembersihan endapan korosi. Sampel

dibersihkan dengan alat yang tidak

memberikan kontaminasi seperti

stainless steel. Sampel disimpan pada

tempat yang bersih dan kering serta

diberi tanda.

6. Sampel korosi dianalisis dengan

energy dispersive spectroscopy

(EDS) bersamaan dengan scanning

electron microscopy (SEM) untuk

mendapatkan komposisi unsur kimia

pada produk korosi.

7. Berdasar pengujian secara visual,

sampel korosi mungkin perlu

dilakukan analisis mikrobiologi.

Langkah-langkah berikutnya dapat

diikuti dengan pembersihan

(cleaning) atau pengujian yang lain.

Korosi pada Lingkungan Minyak

Beberapa jenis masalah korosi dapat

ditemukan pada pengeboran dan produksi

awal dari minyak dan gas. Termasuk

korosi pitting, penggetasan sulfida dan

penggetasan hidrogen. Endapan minyak

dan gas sering menjadi penyebabnya.

Campuran logam yang kuat diperlukan

pada galian yang dalam. Pada sumur gas

yang dalam, lingkungan memiliki gas H2S

dengan konsentrasi antara 28 hingga 46%,

temperaturnya berkisar pada 200o C,

tekanan pada 140 MPa. H2S juga sering

10

Page 23: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

ditemukan berkombinasi dengan air

berklorida dan CO2 pada lingkungan.

Adanya H2S ini menghasilkan korosi pada

campuran logam. Korosi di dalam sumur

sumber minyak dihasilkan dari

lingkungan asam tinggi yang terbentuk

ketika terdapat CO2 dan air. Kehadiran

Klorida dan H2S akan menambah

keagresifan dari lingkungan. Selanjutnya,

tingkat korosi akan berubah sebagaimana

temperatur berubah.24

H2S Corrosion

Fenomena yang disebut sebagai

Sulfide Stress Cracking (SSC)

dipengaruhi oleh konsentrasi H2S dan

temperatur. Terjadinya SSC juga

dipengaruhi oleh mikrostruktur logam,

yang bergantung pada komposisi logam

dan perlakuan panas. H2S terlarut dalam

air menghasilkan ion Hidrogen. Ion

Hidrogen relatif kecil dan mampu

berdifusi melalui batas butir atau

kerusakan yang terbuka di dalam bahan

baja. Dua atom H bergabung membentuk

molekul H2 (gas). Molekul H2

terakumulasi dan terjebak dalam area

tertentu. Hal ini menyebabkan tekanan

yang tinggi pada titik tertentu dan

membentuk retakan (crack). SSC adalah

efek kombinasi dari korosi dan peretakan

yang diakibatkan difusi hidrogen.25

Masalah utama adanya H2S adalah

penggetasan logam, yang disebabkan oleh

penetrasi H2 dalam logam. Hidrogen

sulfida adalah asam lemah yang terlarut

dalam air dan dapat berperan sebagai

katalis dalam penyerapan atom hidrogen

pada logam, membentuk SSC pada logam

berkekuatan tinggi. Salain SSC, dalam

kondisi lingkungan yang terdapat H2S tipe

korosi yang umum terjadi adalah general

corrosion, pitting corrosion, dan

corrosion fatigue. Topografi dari lubang

korosi H2S, memiliki karakteristik bentuk

seperti kerucut dengan bagian bawah

yang tergores. Produk korosi yang

terbentuk diantaranya adalah besi sulfida

(FeS) hitam atau biru-hitam, pyrite

(FeS2), iron oxide (Fe3O4), dan sulfur (S).

Mekanisme utama proses korosi yang

terjadi diperlihatkan dalam reaksi kimia

berikut.26

Fe + H2S → FeS + H2

CO2 Corrosion

Adanya CO2 yang terkandung dalam

minyak dapat menyebabkan beberapa

jenis korosi seperti general corrosion,

pitting corrosion, wormhole attack,

erosion corrosion,dan corrosion fatigue.

Topografi dari lubang korosi CO2,

memiliki karakteristik bagian tepi yang

tajam, bagian dinding dan bagian dalam

yang halus, serta lubang yang

bersambung satu dengan lainnya. Deposit

korosi yang mencirikan bahwa korosi

tersebut termasuk korosi CO2 adalah

Siderit (FeCO3), Magnetit (Fe3O4), and

Hematit (Fe2O3). Mekanisme utama

proses korosi yang terjadi diperlihatkan

dalam reaksi kimia berikut.27

2 Fe + 2 CO2 + O2 → 2 FeCO3

Sour Crude Oil

Sour Crude Oil adalah minyak

mentah yang dikotori oleh sulfur. Minyak

mentah disebut sour jika jumlah sulfur

total lebih dari 0,5%. Sour Crude Oil

biasa diproses menjadi minyak untuk

diesel dan bensin. Untuk mengurangi

biaya produksi, Sour Crude Oil harus

distabilkan dengan menghilangkan gas

Asam Sulfida (H2S) sebelum dipindahkan

melalui tangki minyak.28

Crude Oil

merupakan campuran hidrokarbon yang

berwujud cair, berada dalam reservoir

bawah tanah dan dalam kondisi tekanan

atmosfer yang membuatnya tetap dalam

fasa cair (liquid) setelah melalui beberapa

pemisahan di permukaan.29

Berikut adalah persentasi unsur-

unsur yang terdapat dalam minyak

mentah.30

› Karbon : 83,0-87,0 %

› Hidrogen : 10,0-14,0 %

› Nitrogen : 0,1-2,0 %

› Oksigen : 0,05-1,5 %

› Sulfur : 0,05-6,0 %

11

11

Page 24: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

12

BAB III

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada

bulan Maret sampai dengan bulan Mei

2012 di Laboratorium Bidang Bahan

Industri Nuklir, Pusat Teknologi Bahan

Industri Nuklir (PTBIN) BATAN,

kawasan PUSPIPTEK, Serpong.

Bahan

Bahan penelitian adalah pipa

digunakan sebagai bagian dari Primary

Separator yang beroperasi pada

temperatur 166 atau 167 oF (75

oC) dan

tekanan 33 atau 34 psi (1 pound per

square inch = 6.894,75 Pascal). Pipa

terbuat dari bahan logam, digunakan

untuk mengalirkan minyak mentah.

Permukaan luarnya dicat berwarna hijau.

Jenis cairan (fluida) yang mengalir adalah

sour crude oil atau minyak mentah. Untuk

menghilangkan scale/deposit digunakan

drilling fluids dan acidizing fluids yang

mengandung HCl. Setelah sekian lama

dipakai, pipa mengalami serangan korosi

pada bagian dalam pipa, kemudian

dilakukan proses drain dan refresh setiap

minggu. Pipa yang akan diamati

sudah terpotong secara longitudinal

menjadi dua seperti tampak pada

Gambar 3.1 berikut.

Gambar 3.1 Pipa Primary Separator yang mengalami korosi, camdig (0,5x)

Alat

Jangka Sorong

Mikrometer Skrup

Hand Saw

Mesin Potong, Buehler Samplmet 2

Abrasive Cutter

Cairan Resin dan Pengeras

Kertas Amplas (grit 100, 400, 800,

1500, 2000)

Pasta Alumina (1 dan 6

mikrometer)

Mesin Poles, MoPao 2D Grinder

Polisher

Kamera Digital, BenQ DC E1230

12 Megapixel

Mikroskop Setereo, Karl Kolb

Hund Wetzlar

Mikroskop Optik, Nikon

SEM-EDS, Jeol JSM-6510LA

OES, ARC-Spark Optical Emission

Spectrometer

XRD, Shimadzu XD-610

Gambar alat-alat yang digunakan

dalam penelitian ini dapat dilihat pada

Lampiran 2. (Halaman 42)

Page 25: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

13

Metode Penelitian

1. Pengumpulan data dan studi

literatur

Langkah awal dari penelitian ini

adalah studi literatur tentang baja,

analisis kegagalan, dan korosi

secara umum maupun korosi pada

lingkungan minyak yang

bersumber dari buku-buku dan

internet.

2. Persiapan alat dan bahan

Preparasi sampel pipa dengan

proses Metalografi :

- Cutting, pemotongan pipa

menjadi sampel yang lebih

kecil menggunakan hand saw

dan mesin potong, agar lebih

mudah dikarakterisasi.

Pemotongan pipa secara

transversal atau melintang dan

longitudinal.

-Mounting, sampel dibingkai

menggunakan resin dan

pengerasnya agar tercetak

bingkai sampel. Hal ini

dilakukan agar sampel lebih

mudah dipegang ketika

melakukan proses Grinding

dan Polishing.

-Grinding dan Polishing,

permukaan yang akan diamati,

diamplas dengan kertas amplas

(dari bahan SiC) dari tingkat

grit 100, 400, 800, 1500, 2000.

Setiap kenaikan tingkat grit,

arahnya diputar 90 derajat dan

diamati apakah goresan yang

terbentuk telah seragam.

Kemudian dipoles dengan

pasta alumina 1 dan 6

mikrometer.

-Etching, lapisan permukaan

sampel direndam dalam larutan

etching agar menghasilkan

derajat kontras yang tepat

antara berbagai konstituen

dalam logam sehingga struktur

mikro logam dapat diketahui.

Batas butir menjadi lebih

mudah diamati. Larutan

etching yang dipakai adalah

nital 2%.

3. Karakterisasi

3.1 Pengamatan visual dilakukan

terhadap sampel.

Pada tahap ini dilakukan

pengamatan langsung pada

sampel menggunakan mata.

Selain itu, dilakukan juga

pengukuran diameter

menggunakan jangka sorong dan

ketebalan pipa menggunakan

mikormeter sekrup serta

dokumentasi gambar dengan

kamera digital.

Pengamatan langsung dengan

mata dilakukan untuk melihat dan

menganalisis adanya deposit

korosi, lubang, goresan, dan

penipisan pada pipa. Perbedaan

warna pada sampel juga

menunjukkan proses korosi yang

terjadi pada pipa. Dengan

pengamatan ini, pemilihan sampel

dapat dilakukan dengan

mempertimbangkan lokasi-lokasi

yang tepat dari sampel pipa untuk

selanjutnya dikarakterisasi.

Jangka sorong adalah alat

yang digunakan untuk mengukur

suatu benda dari sisi luar dengan

cara diapit. Ketelitiannya dapat

mencapai seperseratus milimeter.

Terdiri dari dua bagian, yaitu

bagian diam dan bagian bergerak.

Bagian diam menunjukkan skala

utamanya, dan bagian yang

bergerak menunjukkan skala

noniusnya.31

Mikrometer sekrup adalah

alat yang digunakan untuk

mengukur ketebalan suatu benda.

Ketelitiannya dapat mencapa

seperseratus milimeter. Terdiri

dari dua bagian utama yaitu poros

tetap yang memiliki skala utama

Page 26: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

14

dan poros putar yang memiliki

skala nonius.32

Kamera digital digunakan

untuk memotret suatu objek

benda dan menampilkan hasilnya

dalam bentuk file gambar dalam

format .jpeg. Kamera digital

memiliki beberapa komponen,

seperti Aperture, Shutter, Lensa,

dan Sensor. Aperture sebagai

celah masuknya cahaya, Shutter

mengatur jumlah cahaya yang

masuk, Lensa untuk mem-

fokuskan gambar, dan Sensor

untuk merekam gambar. Sensor

pada kamera berupa charge

coupled device (CCD) yang

mengubah cahaya (photon)

menjadi muatan listrik. Resolusi

gambar dari kamera digital

ditentukan dari jumlah pixel.

Semakin besar nilai pixel berarti

semakin semakin banyak jumlah

photositenya sehingga gambar

yang dihasilkan semakin tajam.33

3.2 Pengamatan makroskopik dilaku-

kan dengan menggunakan mikros-

kop stereo.

Mikroskop stereo merupakan

jenis mikroskop yang hanya bisa

digunakan untuk benda yang

berukuran relatif besar. Mikros-

kop stereo mempunyai perbesaran

7 hingga 30 kali. Benda yang

diamati dengan mikroskop ini

dapat terlihat secara tiga dimensi.

Komponen utama mikroskop

stereo hampir sama dengan

mikroskop cahaya. Lensa terdiri

atas lensa okuler dan lensa

obyektif. Perbedaan antara

mikroskop stereo dengan mikros-

kop cahaya adalah: (1) ruang

ketajaman lensa mikroskop stereo

jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan mikroskop cahaya

sehingga kita dapat melihat

bentuk tiga dimensi benda yang

diamati. (2) sumber cahaya

berasal dari atas sehingga obyek

yang tebal dapat diamati.

Perbesaran lensa okuler biasanya

10 kali, sedangkan lensa obyektif

menggunakan sistem zoom

dengan perbesaran antara 0,7

hingga 3 kali, sehingga

perbesaran total obyek maksimal

30 kali. Pada bagian bawah

mikroskop terdapat meja preparat.

Pada daerah dekat lensa obyektif

terdapat lampu yang dihubungkan

dengan transformator. Pengatur

fokus obyek terletak disamping

tangkai mikroskop, sedangkan

pengatur perbesaran terletak

diatas pengatur fokus.34

3.3 Pengamatan mikroskopik

menggunakan Mikroskop Optik.

Pengamatan dimulai dengan

perbesaran yang kecil sekitar

100x dan dilanjutkan dengan

meningkatkan perbesaran untuk

mengamati karakteristik yang

lebih jelas. Kebanyakan

mikrostruktur dapat diamati

dengan mikroskop optik dan

diidentifikasikan berdasarkan

karakteristik-karakteristiknya. Mikroskop Optik memiliki

beberapa komponen yang penting,

diantaranya adalah sistem

penerangan (illumination system)

yang terdiri atas lampu, lensa,

filter, dan diafragma. Cahaya dari

lampu dapat diatur intensitasnya

untuk membentuk gambar yang

cerah. Sumber cahaya pada

mikroskop optik berupa lampu

filamen-tungsten voltase rendah

maupun lampu filamen tungsten-

halogen. Intensitas cahaya diatur

berdasarkan suplay tegangan.

Mikroskop memiliki dua

buah lensa, yaitu lensa objektif

dan lensa okuler. Lensa objektif

membentuk bayangan primer

Page 27: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

15

mikrostruktur dan merupakan

komponen paling penting dalam

mikroskop optik. Lensa objektif

mengumpulkan cahaya sebanyak

mungkin dari spesimen dan

menggabungnya dengan cahaya

untuk menghasilkan gambar.

Lensa okuler (eyepiece) berfungsi

membesarkan bayangan primer

yang dihasilkan oleh lensa

objektif.35

Dari lensa okuler ini,

gambar langsung diteruskan

menuju kamera.

Mikroskop Optik memanfaat-

kan cahaya dari sumber cahaya

yang melalui kondenser.

Kemudian cahaya dipantulkan

oleh cermin menuju objek.

Cahaya yang dipantulkan oleh

objek (sampel logam) diteruskan

menuju lensa objektif dan

kemudian lensa okuler sehingga

tampak oleh kamera. Gambar 3.2

berikut menjelaskan penjalaran

cahaya pada mikroskop optik.

Gambar 3.2 Prinsip kerja mikroskop

optik35

3.4 Pengamatan dengan Scanning

Electron Microscope (SEM).

Bayangan yang dihasilkan

SEM memiliki karakteristik

perbesaran yang jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan Mikroskop

Optik. Dalam mendapatkan

gambar SEM, berkas

elektron terfokus mengenai pada

permukaan sampel padat. Pada

instrumen analog, berkas elektron

dipindai melalui seluruh sampel

oleh kumparan scan. Pola

pemindaian yang dihasilkan

adalah serupa dengan yang

digunakan dalam tabung sinar

katoda (CRT) dari sebuah

pesawat televisi di mana berkas

elektron akan menyapu seluruh

permukaan linear dalam arah x,

kembali ke posisi awal , dan

kemudian bergeser ke bawah

dalam arah y dengan kenaikan

standar. Proses ini diulangi hingga

luasan tertentu dari permukaan

sampel telah dipindai seluruhnya.

Sinyal yang diterima dari

permukaan akan disimpan dalam

komputer, yang akan diubah

menjadi sebuah gambar (image).

Beberapa jenis sinyal yang

terbentuk dari permukaan sampel

adalah backscatered, secondary,

dan Auger electron, sinar-X dari

fluoresens foton, dan foton yang

lain dengan berbagai energi. Pada

instrumen SEM, backscatterd dan

secondary electron digunakan

untuk membentuk image.36

Sumber elektron berupa

filamen tungsten. Elektron

diakselerasi agar memiliki energi

yang berkisar antara 1 hingga 30

keV. Sistem kondenser magnetik

dan lensa objektif akan

memperkecil ukuran titik (spot

size) hingga diameter antara 2

hingga 10 nm ketika sampai di

sampel. Sistem kondenser yang

terdiri atas lebih dari satu lensa

akan menghantarkan berkas

elektron menuju lensa objektif,

selanjutnya lensa objektif yang

Page 28: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

16

akan menentukan ukuran berkas

yang mengenai permukaan

sampel. Pemindaian pada SEM

dilakukan oleh dua pasang

kumparan elektromagnetik yang

terletak pada lensa objektif. Satu

pasang menghantarkan berkas

dalam arah sumbu-x, dan satu

pasang yang lain dalam arah

sumbu-y.

Terdapat dua interaksi

padatan dengan berkas elektron

yaitu interaksi elsastik yang

mengubah lintasan elektron tanpa

terjadi perubahan energi secara

signifikan dan interaksi inelastik,

yang menjadikan elektron

mentransfer energinya (sebagian

atau seluruhnya) ke padatan.

Padatan yang tereksitasi akan

mengemisikan secondary elec-

tron, Auger electron, dan sinar-X.

Ketika elektron menumbuk

secara elastik dengan atom, terjadi

perubahan arah elektron, tetapi

kecepatannya tetap sehingga

energi kinetiknya relatif konstan.

Sudut pemantulan dari tumbukan

tersebut berkisar antara 0o hingga

180o. Elektron yang terpental ini

disebut dengan backscattered

electron. Berkas backscattered

electron ini memiliki diamater

yang lebih besar. Ketika

permukaan padat ditumbuk berkas

elektron dengan energi beberapa

keV, backscattered electron yang

diemisikan oleh permukaan

memiliki energi sebesar kurang

dari 50 eV.

Secara umum, jumlah

secondary electron lebih sedikit

dari backscattered electron.

Secondary electron terbentuk dari

hasil interaksi antara berkas

elektron berenergi dengan

elektron yang terikat di padatan,

yang selanjutnya akan terjadi

pelepasan pita konduksi elektron

dengan beberapa eV energi.

Secondary electron ini dapat

dicegah agar tidak mencapai

detektor dengan memberi bias

negatif pada papan transduser.36

Gambar 3.3 berikut menunjukkan

skema SEM.

Gambar 3.3 Skema Scanning Electron

Microscope36

Electron gun

Electron beam

Magnetic

condenser lens

Magnetic

objective lens

High voltage

power supply

Scan coil controls

Specimen

Page 29: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

26

3.5 Karakterisasi komposisi kimia

makro pada pipa dengan Optical

Emission Spectrometry (OES).

Untuk sampel yang akan diuji

menggunakan OES, sampel pipa

hanya perlu dibersihkan hingga

tampak bagian dasarnya. Hasil

karakterisasi berupa persentase

masing-masing unsur dalam

sampel. Radiasi dari atom dan ion

yang tereksitasi dapat diemisikan

oleh sampel ketika dikenai

electrical discharge, glow

discharge, atau plasma. Karena

sumber eksitasi ini memiliki

energi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan sumber

nyala api (flame), unsur-unsur

dari logam atau semi-logam

(metalloid) dapat dideteksi dalam

konsentrasi yang rendah, ter-

masuk unsur-unsur refactory se-

perti boron, tungsten, tentalum,

dan niobium, dan beberapa unsur

nonlogam dapat dideteksi seperti

C, N, H, Cl, Br, dan I. Analisis

padatan menggunakan sumber

electrical dan glow discharge.37

Karena temperatur dari

electrical discharge dan plasma

jauh lebih tinggi dbiandingkan

temperatur nyala api (flame),

spektra emisi dari eksitasi non-

flame menjadi sangat rumit.

Spektra yang pertama adalah

atomic emission spectra dari atom

netral. Pada kondisi ini, sering

terbentuk ion. Elektron kedua dari

ion akan tereksitasi dan naik ke

satu tingkat energi yang lebih

tinggi. Dari tingkat ini, ion akan

melepas dan mengemisikan foton.

Level energi dari ion tidak sama

dengan level energi atom, mereka

membentuk garis emisi yang

berbeda.

Prinsip kerja dari emission

spectrometer dengan sumber

electrical discharge sebagai

berikut. Sumber listrik akan

membuat electrical discharge di

ruang antara dua elektrode, yaitu

sample electrode dan counter

electrode. Sample electrode

berupa logam, counter electrode

berupa elektrode yang inert,

seperti tungsten atau grafit. Bahan

dari sample electrode dikenai

discharge sehingga akan terjadi

penguapan dan eksitasi. Atom

yang tereksitasi akan

mengemisikan radiasi, yang

dideteksi dan dihitung oleh sistem

detektor. Panjang gelombang dari

garis emisi menunjukkan adanya

unsur-unsur dan intensitas emisi

pada setiap panjang gelombang

tersebut menunjukkan jumlah

setiap unsur yang ada.

Spectrograf adalah spectro-

meter yang menggunakan film

fotografi atau plat fotografi untuk

mendeteksi dan merekam radiasi

yang diemisikan. Spektrograf

dikenalkan pada tahun 1930an

dan digunakan sebagai instrumen

dasar untuk analisis unsur,

terutama dalam industri baja atau

logam lain. Selanjutnya emisi

radiasi berupa cahaya tersebut

masuk ke polikromator agar

mampu mendeteksi panjang

gelombang dari UV hingga

Visible (120-800 nm). Pada

gambar, cahaya dari sampel yang

tereksitasi dibawa menuju empat

polikromator, setiap polikromator

teroptimasi pada rentang panjang

gelombang tertentu. Gambar

berikut menunjukkan skema kerja

dari perangkat OES.37

17

Page 30: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

27

3.6 Karakterisasi komposisi kimia

mikro pada produk korosi dengan

Energy Dispersive Spectroscopy

(EDS).

Image backscattered electron

dari SEM memperlihatkan kontras

dari permukaan sampel

berdasarkan perbedaan nomor

atom unsur dan distribusinya.

Energy Dispersive Spectroscopy

(EDS) mengidentifikasi unsur-

unsur apa dan berapa proporsi

relatif unsur-unsur tersebut pada

permukaan sampel. Analisis EDS

memanfaatkan terbentuknya

spektrum sinar-X dari area yang

dipindai oleh SEM. Hasil dari

EDS berupa grafik sumbu-x dan

sumbu-y. Sumbu-x menunjukkan

jumlah sinar-X yang diterima dan

diproses oleh detektor dan sumbu-

y menunjukkan level energy dari

jumlah tersebut.38

Sinar-X yang dideteksi pada

EDS adalah hasil interaksi

nonelastik dari berkas elektron

dengan atom pada permukaan

sampel. Terdapat dua jenis sinar-

X, yaitu sinar-X karakteristik dan

Bremsstrahlung. Sinar-X karak-

teristik dihasilkan ketika berkas

elektron mengeluarkan elektron

kulit terluar dari atom sampel.

Bremsstrahlung dihasilkan ketika

berkas elektron berinteraksi

dengan inti atom pada sampel.

Proses terbentuknya sinar-X

karakteristik dapat dijelaskan

sebagai berikut. Adanya tempat

yang kosong di kulit terdalam, K,

terjadi karena berkas elektron

energi tinggi mengenai elektron

dari kulit tersebut, sehingga

elektron atom terpental.

Selanjutnya elektron dari kulit

yang lebih tinggi mengisi kulit K

tersebut. Perpindahan elektron

tersebut mengemisikan sinar-X

karakteristik. Energi dari sinar-X

ini adalah karakteristik khusus

bagi atom pada permukaan

sampel. Gambar 3.4 menunjukkan

skema terjadinya sinar-X

karakteristik.

Gambar 3.4 Sinar-X karakteristik

karena berkas elektron38

Kemungkinan lain yang bisa

terjadi, energi yang diemisikan

dari perpindahan elektron tersebut

ditransfer ke elektron yang lain,

sehingga elektron tersebut juga

ikut keluar dari lintasan. Elektron

yang keluar ini disebut dengan

Auger electron. Energi dari

Auger electron, seperi sinar-X,

adalah karakteristik khusus bagi

atom pada permukaan sampel.

Auger electron lebih sering

terbentuk pada unsur dengan

nomor atom rendah, sinar-X

karakteristik lebih sering

terbentuk pada unsur dengan

nomor atom tinggi. Fenomena

terbentuknya Auger electron

dapat dilihat pada Gambar 3.5

berikut.

18

Page 31: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

28

Gambar 3.5 Terbentuknya Auger

electron38

Bremsstrahlung menunjukkan

latar belakang (background) dari

puncak grafik sinar-X

karakteristik yang terganggu.

Bremsstrahlung terbentuk ketika

berkas elektron berinteraksi

dengan medan listrik (coulomb)

dari inti atom sampel. Ketika

berinteraksi, berkas elektron

kehilangan energi yang disebut

dengan Bremsstrahlung.

Distribusi energi yang lepas ini

kontinu dan bukan karakteristik

dari nomor atom unsur. semakin

dekat berkas elektron (dari inti),

semakin kuat interaksi antara

berkas dengan medan listrik inti,

dan semakin besar energi yang

hilang dari berkas elektron, maka

semakin besar energi foton sinar-

X yang diemisikan. Probabilitas

melesetnya berkas elektron

dengan inti atom yang besar, akan

memperkecil energi dari

Bremsstrahlung.38

3.7 Identifikasi senyawa produk

korosi dengan X-Ray Diffraction

(XRD).

Ketika radiasi sinar-X

melalui sampel, vektor elektrik

dari radiasi berinteraksi dengan

elektron dalam atom untuk

membentuk hamburan. Pada saat

sinar-X terhambur dari kristal,

terjadi interferensi kosntruktif dan

destruktif disebabkan oleh jarak

antar pusat hamburan sama

dengan orde dari panjang

gelombang radiasi. Hasil dari

fenomena ini adalah difraksi.39

Menurut hukum Bragg,

ketika berkas sinar-X mengenai

permukaan kristal pada sudut θ,

sebagian dari berkas akan

dihamburkan oleh lapisan atom di

permukaan. Bagian yang tidak

dihamburkan menembus ke

lapisan kedua dari atom,

kemudian terjadi lagi bagian yang

dihamburkan, sebagian yang lain

menembus lapisan ketiga, dan

seterusnya. Kumpulan efek

hamburan dari kristal ini

merupakan difraksi dari berkas

sinar-X, sebagaimana radiasi sinar

tampak terdifraksi oleh kisi.

Syarat terjadinya difraksi sinar-X

adalah adanya ruang antar lapisan

dari atom yang sesuai dengan

panjang gelombang dari radiasi,

dan pusat hamburan terdistribusi

secara spasial dan teratur.

Berkas sinar yang tipis

mengenai permukaan kristal pada

sudut teta, timbul hamburan

sebagai hasil dari interaksi radiasi

dengan atom yang terletak di O,

P, dan R. Dari Gambar 3.6

berikut, dapat dilihat berkas sinar-

X yang mengenai atom.

19

Page 32: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

26

Gambar 3.6 Sinar-X mengenai atom dan terpantul sebagian

39

Jarak AP + PC = nλ, dimana

n adalah bilangan bulat, λ adalah

panjang gelombang, hamburan

radiasi terletak pada garis OCD,

dan kirstal akan memantulkan

dariasi sinar-X.

AP = PC = d sin θ, dengan d

adalah jarak kisi kristal.

Interferensi konstruktif dari

berkas terjadi pada sudut θ

nλ = 2d sin θ39

Berikut akan dijelaskan

prinsip kerja instrumen X-Ray

Diffractometer. Tabung sinar-X

membentuk berkas sinar-X yang

merupakan hasil dari tumbukan

elektron pada logam tertentu

seperti tungsten, khrom, tembaga,

molibdenum, rhodium, scandium,

perak, besi, dan kobalt. Elektron

dihasilkan oleh rangkaian

pemanas filamen. Rangkaian

pemanas tersebut yang mengatur

inentistas sinar-X atau panjang

gelombangnya. Rangkaian

tersebut diatur dengan suplai

tenaga yang stabil. Gambar 3.7

adalah tabung sinar-X yang

dimaksud.

Gambar 3.7 Tabung sinar-X

40

Selanjutnya, sinar-X yang

terbentuk akan di filter

berdasarkan kebutuhan panjang

gelombangnya dan melalui

monokromator. Sinar-X

selanjutnya akan diarahkan

mengenai sampel yang berputar

dengan kelajuan θo per menit.

Hasil difraksi dari sinar-X ini

akan mengenai detektor yang

berputar dengan kelajuan 2θo per

menit. Perangkat yang mengatur

berputarnya sample holder dan

detektor ini disebut dengan

goniometer. Gambar 3.8

memperlihatkan adanya sudut θ

sebagai sudut datang sinar dan 2θ

sebagai sudut difraksi sinar.

Gambar 3.9 menunjukkan skema

instrumen X-Ray Diffractometer.

20

Page 33: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

27

Gambar 3.8 Sinar-X mengenai sampel pada sudut θ

41

Gambar 3.9 Skema instrumen XRD

41

Dari detektor tersebut akan

didapatkan data berupa grafik

yang menunjukkan sudut 2θ dan

intensitas sinar-X yang

terdifraksi. Setiap zat tertentu

memiliki pola difraksi yang khas.

Analisis kualitatif dari suatu zat

tertentu dapat dilakukan dengan

mengidentifikasi pola-pola

tertentu dari hasil difraksinya.

Pola difraksi merekam intensitas

sinar-X sebagai fungsi dari sudut

2θ.42

4. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah sampel

dikarakterisasi, semua data

digabung dan dianalisis untuk

mengetahui mekanisme korosi

dan menentukan penyebab

terjadinya korosi. Hasil

identifikasi pola XRD akan

dianalisis secara manual dengan

metode Hanawalt. Seluruh hasil

analisis akan dibandingkan

dengan beberapa referensi dan

dapat disimpulkan penyebab

korosi pada pipa.

Teknik pencarian hanawalt

digunakan untuk

mengidentifikasi fasa/bahan yang

tidak diketahui dengan

mengidentifikasi bentuk referensi

yang mungkin dan kemudian

membuat perbandingan langsung

dari bentuk yang diobservasi

degan bentuk referensi dari PDF

(Powder Diffraction File).

21

Page 34: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Prosedur identifikasi fasa

dari sampel mengikuti langkah

sebagai berikut43

:

1. Data eksperimen berupa nilai

d disusun dengan urutan

intensitas yang semakin kecil,

2. Sudut pantulan dengan

intensitas paling tinggi dicari

dalam Indeks Hanawalt,

3. Jangkauan data dari indeks

hanawalt harus sesuai dengan

data eksperimen. Pola-pola

referensi yang mungkin

(potensial) dikenali dengan

cara membandingkan enam

refleksi terkuat yang terakhir

sebagaimana terdaftar dengan

pola eksperimen. Bentuk

referensi yang mungkin cocok

memiliki angka PDF.

4. Pola hasil eksperimen

selanjutnya dibandingkan

dengan pola referensi PDF

yang lengkap. Identifikasi

telah selesai jika pasangan

pola referensi PDF tersebut

sesuai dengan data hasil

eksperimen.

22

Page 35: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Visual

Pipa dipotong secara transversal

menjadi dua bagian, yaitu bagian atas dan

bagian bawah. Gambar 4.1 mem-

perlihatkan (a) permukaan luar pipa

bagian atas, (b) permukaan luar pipa

bagian bawah, (c) permukaan dalam pipa

bagian atas, dan (d) permukaan dalam

pipa bagian bawah.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 4.1 Pipa Primary Separator, camdig (0,5x)

Diameter pipa diukur menggunakan

jangka sorong. Pengukuran dilakukan

sebanyak lima kali ulangan. Didapatkan

nilai rata-rata diameter pipa sebesar 5,92

cm. Tabel 2. berikut memperlihatkan data

hasil pengukuran diameter pipa.

Tabel 4. Data hasil pengukuran diameter pipa

Ulangan 1 2 3 4 5 Rata-rata

Diameter

(cm) 5,98 5,88 6,06 5,81 5,89 5,92

Page 36: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Dari hasil pengamatan visual

terhadap pipa, terlihat pipa terkorosi pada

bagian dalam, bahkan ditemukan adanya

lubang. Gambar 4.2 menunjukkan bagian

dalam untuk pipa bawah.

Gambar 4.2 Bagian dalam pipa bawah,

camdig (1x)

Secara umum, bagian dalam pipa

berwarna coklat. Jika dilihat lebih dekat,

warna deposit korosi bervariasi antara

merah, coklat muda, coklat tua, dan

hitam. Warna coklat kemerahan

menunjukkan adanya senyawa Fe2O3,

sedangkan warna hitam menunjukkan

adanya senyawa Fe3O4. Kedua senyawa

tersebut adalah produk korosi.44

Banyak

terbentuk sumur (pit) pada pipa, seperti

diperlihatkan pada Gambar 4.3 berikut.

Gambar 4.3 Bagian dalam pipa, camdig

(3x).

Selain itu, ketebalan pipa juga

diukur menggunakan mikrometer skrup.

Pada pipa tersebut, terdapat beberapa

bagian yang memiliki ketebalan berbeda.

Hal ini menunjukkan terjadinya

penipisan logam akibat korosi. Penipisan

ini berkisar antara 20% hingga 100%.

Adanya lubang menunjukkan terjadinya

penipisan 100%. Tabel 3. berikut

menunjukkan nilai ketebalan pipa pada

beberapa bagian tertentu yang sudah

ditandai pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Bagian-bagian pipa yang diukur ketebalannya

24

Page 37: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

23

Tabel 5. Data hasil pengukuran

ketebalan pipa

Bagian Atas Bagian Bawah

Titik Ketebalan

(mm)

Titik Ketebalan

(mm)

TA 2,34 BA 3,31

TB 3,15 BB 3,66

TC 2,42 BC 1,80

TD 1,91 BD 2,95

TE 2,77 BE 2,11

TF 4,05 BF 1,92

TG 2,03 BG 3,00

TH 3,55 BH 3,40

Pipa dipotong secara transversal dan

longitudinal. Kemudian dilakukan

mounting dan grinding. Pada Gambar 4.5

(a) sampel diambil dari pipa bagian atas.

Pipa dipotong melintang/transversal

setebal 5 mm. Kemudian dari cuplikan

tersebut, dibagi minjadi tiga bagian dan

disusun berjajar seperti pada gambar.

Terlihat dari gambar bahwa ketebalan

pipa bervariasi. Hal ini dapat terjadi

karena serangan korosi pada pipa. Pada

Gambar 4.5 (b) sampel diambil dari pipa

bagian atas. Pipa dipotong

membujur/longitudinal setebal 5 mm.

Kemudian dari cuplikan tersebut dibagi

menjadi tiga bagian dan disusun berjajar

seperti pada gambar. Dari gambar

tersebut, bagian yang paling atas

menunjukkan ketebalan yang bervariasi,

namun dua bagian yang bawah, tidak

terlalu tampak penipisannya. Terjadinya

penipisan ini juga disebabkan serangan

korosi.

(a)

(b)

Gambar 4.5 Sampel pipa yang dipotong

(a) transversal dan (b)

longitudinal

Pengamatan Makroskopik

Pengamatan makroskopik pada

bagian dalam pipa, menggunakan kamera

digital dan mikroskop stereo. Gambar 4.6

di bawah ini merupakan hasil

pengamatan dari mikroskop stereo yang

diambil gambarnya menggunakan

kamera digital. Dari gambar tersebut

terlihat bahwa korosi mampu membentuk

lubang/sumur pada permukaan dalam

pipa. Sumur ini merupakan salah satu

bentuk serangan korosi yang terlokalisasi

(localized corrosion). Penyebab korosi

seperti air atau minyak mentah terjebak

pada satu titik di dalam pipa tersebut,

membentuk lubang. Penyebab korosi

tidak bisa keluar dan serangan semakin

dalam, akibatnya terbentuk sumur seperti

pada gambar.

Gambar 4.6 Lubang akibat korosi pada bagian dalam pipa, m.s. (6x)

Sumur (pitting)

25

Page 38: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

44

Korosi juga mampu membuat

lapisan deposit korosi terkelupas seperti

pada Gambar 4.7. Hal ini merupakan

salah satu bentuk serangan general

corrosion. Penyebab korosi secara

bersamaan menyerang pada permukaan

pipa, menghasilkan deposit yang

mempertipis lapisan permukaan logam.

Adanya aliran fluida dalam pipa juga

mempengaruhi permukaan logam untuk

melepas lapisan deposit korosi. Pada

Gambar 4.7 tersebut, terlihat lapisan

deposit korosi tersebut hampir lepas.

Gambar 4.7 Deposit korosi terkelupas pada bagian dalam pipa, m.s. (6x).

Pada Gambar 4.8, terlihat jelas

adanya penipisan ketebalan pipa.

Penipisan ini juga disebabkan oleh

serangan korosi lokal yang depositnya

sudah terkikis habis sehingga hampir

tampak logam dasar (base metal) dari

pipa. Terkikisnya lapisan deposit juga

dapat dipengaruhi oleh aliran fluida di

dalam pipa.

Gambar 4.8 Ketebalan pipa yang menipis, m.s. (6x).

Lapisan terkelupas

26

Page 39: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 4.9 menunjukkan goresan-

goresan sejajar pada bagian dalam pipa.

Hal ini dimungkinkan dapat terjadi

karena adanya gesekan antara pipa

dengan fluida yang mengalir di

dalamnya. Fluida tersebut membawa

pengotor minyak seperti pasir yang

mampu menggores logam pipa. Adanya

goresan tersebut bisa menjadi salah satu

ciri serangan erosion corrosion

Kemungkinan lain, goresan tersebut

adalah salah satu tanda bahwa pipa

mengalami korosi H2S. Salah satu ciri

adanya serangan korosi H2S adalah dasar

logam yang tergores.

Gambar 4.9. Goresan pada bagian dalam pipa, m.s. (6x).

Pengamatan Mikroskopik

Pengamatan struktur mikro dari

sampel pipa menggunakan mikroskop

optik dan (Scanning Electron

Microscope) SEM. Sampel pertama yang

akan diamati adalah permukaan luar.

Gambar 4.10 berikut menunjukkan

permukaan luar pipa yang dipotong

secara longitudinal, (a) dengan etsa dan

(b) tanpa etsa. Dari kedua gambar

tersebut, terlihat perbedaan sampel yang

melalui dan tanpa melalui proses etching

(etsa). Pada Gambar 4.10 (a) fasa pearlite

yang berwarna agak gelap pada logam

dasar lebih terlihat jelas daripada logam

dasar di Gambar 4.10 (b) yang tampak

polos. Kedua gambar tersebut juga

menunjukkan terlihatnya lapisan cat dari

pipa.

(a) (b)

Gambar 4.10 Permukaan luar pipa dipotong longitudinal, m.o. (300x)

27

Page 40: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Pengamatan berikutnya dilakukan

dengan memotong pipa secara

transversal, hasilnya tampak pada

Gambar 4.11. Gambar tersebut

menunjukkan permukaan luar pipa

setelah dietsa. Terlihat adanya logam

dasar, lapisan galvanis, dan lapisan cat.

Lapisan galvanis adalah lapisan yang

ditambahkan pada baja untuk

memberikan ketahanan korosi, lapisan ini

terbuat dari seng (Zn). Setelah dilapisi

dengan seng, permukaan luar pipa

kemudian dicat.

Gambar 4.11 Permukaan luar pipa dipotong transversal, m.o. (400x)

Sampel berikutnya yang diamati

adalah bagaian tengah dari pipa. Pipa

dipotong secara transversal. Gambar 4.12

menunjukkan bagian tengah pipa, (a)

melalui proses etching dan (b) tanpa

melalui proses etching. Pada Gambar

4.12 (a) terlihat butir-butir ferrite yang

tampak lebih cerah dan butir-butir

pearlite yang tampak gelap. Pada

Gambar 4.12 (b) tidak terlihat adanya

butir-butir. Hal ini terjadi karena sampel

tersebut tidak melalui proses etching.

Namun, terlihatnya bintik-bintik hitam

ini adalah kotoran yang masuk ketika

proses polishing yang kurang sempurna.

(a) (b)

Gambar 4.12 Bagian tengah pipa dipotong transversal, m.o. (300x)

28

Page 41: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Sampel berikutnya yang diamati

adalah permukaan dalam dari pipa. Pipa

dipotong secara transversal. Gambar 4.13

menunjukkan penampang melintang

permukaan dalam pipa. Bagian yang

lebih cerah merupakan logam dasar (base

metal) dengan butir-butir ferrite dan

pearlite, sedangkan bagian yang lebih

gelap merupakan produk korosi. Produk

korosi juga terlihat pada Gambar 4.14.

Dari hasil pengamatan ini, terlihat bahwa

salah satu jenis korosi yang menyerang

permukaan dalam pipa adalah general

corrosion. Ketebalan pipa menipis dan

tertutupi oleh lapisan produk korosi

secara seragam.

Gambar 4.13 Penampang melintang bagian dalam pipa, m.o. (400x)

Gambar 4.14 Penampang melintang bagian dalam pipa, m.o. (200x)

29

Page 42: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Selain general corrosion, jenis

korosi yang tampak pada pipa adalah

pitting corrosion. Jenis korosi ini

ditemukan pada pengamatan sampel pipa

yang dipotong secara transversal

(Gambar 4.15) dan longitudinal (Gambar

4.17). Pada Gambar 4.15 terlihat adanya

serangan korosi yang berbentuk bulat.

Hal ini menunjukkan bahwa pada

cuplikan sampel tersebut terdapat sumur

(pitting). Jenis korosi ini juga tampak

pada Gambar 4.16. Pada Gambar 4.17

terlihat adanya sumur yang cukup besar

dan terisi oleh produk korosi.

Gambar 4.15 Penampang melintang bagian dalam pipa, m.o. (400x)

Gambar 4.16 Penampang melintang bagian dalam pipa tanpa etching, m.o. (200x)

Gambar 4.17 Bagian dalam pipa dipotong longitudinal, m.o. (400x)

30

Page 43: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Jika sampel dikaratkerisasi

menggunakan SEM, maka akan tampak

seperti pada gambar-gambar di bawah

ini. Gambar 4.18 menunjukkan struktur

mikro logam dasar pipa (base metal),

terlihat bahwa logam tersebut didominasi

oleh fasa ferrite dan sedikit pearlite. Fasa

ferrite dicirikan dengan bagian yang

lebih terang, sedangkan pearlite dicirikan

dengan bagian yang lebih gelap. Batas

antar butir tampak terlihat berwarna

putih.45

Gambar 4.18 Struktur mikro pipa baja, SEM (1000x)

Gambar 4.19 di bawah ini

merupakan pencitraan penampang

melintang bagian dalam pipa. Dari

gambar tersebut, tampak bagian yang

lebih cerah merupakan logam dasar pipa

(base metal) dan bagian yang lebih gelap

adalah deposit korosi. Deposti korosi

bersifat rapuh sehingga terlihat adanya

retakan pada deposit tersebut. Dari

gambar ini, jenis serangan yang terlihat

adalah general corrosion.

Gambar 4.19 Penampang melintang pipa bagian dalam, SEM (1000x)

Logam Dasar

Produk Korosi

31

Page 44: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

23

Gambar 4.20 di bawah ini

menunjukkan adanya produk korosi yang

membentuk lubang-lubang atau sumur

(pitting) pada pipa. Bagian pojok kiri atas

adalah sebagian logam dasar (base metal)

yang masih belum terkena serangan

korosi. Di bagian gambar sebelah kanan,

tampak susunan deposit korosi yang

acak. Terdapat pula beberapa lubang

(berwarna hitam) yang terbentuk akibat

serangan korosi lokal. Sumur-sumur

tersebut dimungkinkan saling

berhubungan satu sama lain atau disebut

dengan istilah (wormhole). Adanya

sumur yang saling berhubungan ini

merupakan salah satu tanda korosi CO2

yang menyerang pipa.

Gambar 4.20 Permukaan dalam pipa yang terkorosi, SEM (500x)

Karakterisasi komposisi kimia pipa

Komposisi unsur-unsur kimia pipa

hasil pengujian dengan Optical Emission

Spectrometer ditunjukkan pada Tabel 6

berikut.

Tabel 6. Komposisi kimia penyusun

logam dasar pipa

Unsur % Berat Unsur % Berat

Fe 98,1866 Ni 0,00901

Mn 1,18598 Zn 0,00595

Si 0,29992 Pb 0,00562

C 0,16138 V 0,00373

Nb 0,04133 Zr 0,00342

Al 0,03458 W 0,00199

Cr 0,02384 Sn 0,00155

Cu 0,01347 P 0,0116

Ti 0,01152 S 0,0001

Dari data di atas, dapat dianalisis

bahwa kandungan karbon dan mangan

dalam baja ini adalah kurang dari 0,3%

dan 1,5%. Berdasarkan Tabel 1 pada Bab

II, sampel pipa termasuk ke dalam jenis

low carbon steel. Jenis bahan seperti ini

banyak digunakan untuk stamping,

forging, seamless tubes, dan boiler

plate.46

Untuk industri perminyakan

(petroleum oil), jenis baja seamless tubes

adalah jenis pipa yang digunakan untuk

mengalirkan minyak.

Komposisi kimia pembentuk pipa

pada Tabel 6 di atas memiliki kemiripan

dengan baja jenis SAE 1513 (SAE,

Society of Automotive Engineers) dengan

kandungan unsur-unsurnya dengan Tabel

3 pada Bab II. Akan tetapi, berdasarkan

American Petroleum Institute (API), jenis

baja seamless yang tepat digunakan

dalam industri minyak adalah jenis baja

5L. Komposisi kimia baja 5L dapat

dilihat pada Tabel 2 Bab II.

Kandungan karbon dalam jenis baja

ini ditambahkan agar kekuatan

mekaniknya semakin besar dan

elastisitasnya menurun. Terdapat pula

unsur mangan yang ditambahkan untuk

meningkatkan kualitas permukaan baja.

Adanya unsur silikon akan memperkuat

baja. Terdapat beberapa unsur lain seperti

niobium, aluminium, khrom, tembaga,

dan titanium memiliki peranan masing-

masing dalam meningkatkan karakteristik

mekanik baja. Unsur-unsur lain dengan

32

Page 45: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

kandungan di bawah 0,01% adalah

pengotor pada baja.

Berikut adalah hasil pengujian

komposisi unsur-unsur kimia pada pipa

dengan Energy Dispersive Spectrometer

(EDS). Hasil grafik EDS dapat dilihat

pada Lampiran 3 (Halaman 45). Gambar

4.21 dan Gambar 4.22 menunjukkan

beberapa titik pengukuran pada

permukaan sisi dalam pipa yang

mengalami korosi, hasilnya ditampilkan

pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Gambar 4.21 Beberapa titik pengukuran komposisi kimia mikro

Tabel 7. Komposisi kimia mikro pada beberapa titik di gambar 4.17

Unsur

Komposisi (% berat)

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6

Fe 91,39 66,7 84,71 84,73 84,29 53,23

C 7,54 10,22 11,53 12,97 13,26 12,92

O 0,83 22,62 3,4 2,07 2,13 33,46

Si 0,25 0,33 0,36 0,24 0,32 0,19

S - 0,03 - - - 0,19

Cl - 0,11 - - - 0,01

Dari data EDS yang ditampilkan

pada Tabel 7, terlihat bahwa unsur-unsur

yang terdapat pada produk korosi

diantaranya adalah besi (Fe), karbon (C),

oksigen (O), silikon (Si), sulfur (S), dan

klor (Cl). Pada titik 1, terlihat komposisi

unsur oksigen yang sangat rendah, hal ini

menunjukkan bahwa pada bagian

tersebut serangan korosi masih sangat

ringan. Pada titik 2 dan titik 6, gambar

menunjukkan sumur yang berwarna

gelap, ternyata hasil EDSnya

menunjukkan adanya unsur-unsur

oksigen, sulfur dan klor yang terdapat

dalam lubang tersebut. Adanya unsur

sulfur ini semakin memperkuat dugaan

bahwa jenis srangan korosi adalah H2S

corrosion. Adanya unsur klor

membuktikan bahwa proses drain dan

refresh menggunakan senyawa HCl

dalam pengoperasiannya. Proses tersebut

masih meninggalkan unsur klor pada

bagian dalam pipa.

33

Page 46: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

44

Gambar 4.22 Beberapa titik pengukuran komposisi kimia mikro

Tabel 8. Komposisi kimia mikro pada beberapa titik di gambar 4.18

Unsur

Komposisi (% berat)

Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6

Fe 86,29 51,87 74,91 45,25 9,29 84,14

C 11,94 12,94 20,06 17,4 41,88 15,31

O 1,77 34,58 4,57 36,54 8,12 -

Si - 0,43 0,45 0,81 40,71 0,55

S - - - - - -

Cl - 0,17 - - - -

Dari data EDS yang ditampilkan

pada Tabel 8, terlihat bahwa unsur-unsur

yang terdapat pada produk korosi

diantaranya adalah besi (Fe), karbon (C),

oksigen (O), silikon (Si), dan klor (Cl).

Berbeda dengan Gambar 4.21 di atas,

Gambar 4.22 adalah penampang

melintang permukaan logam bagian

dalam. Titik 1 dan titik 6 memiliki warna

yang cerah, hal ini menunjukkan bahwa

bagian tersebut adalah logam dasar pipa.

Pada kedua titik tersebut hampir tidak

terdapat unsur oksigen yang menandakan

belum terjadi serangan korosi. Warna

yang lebih gelap seperti pada titik 2

menunjukkan bentuk sumur yang terisi

dengan deposit korosi. Pada titik ini

ditemukan sedikit unsur klor yang

merupakan sisa hasil proses drain dan

refresh. Pada titik yang lain tampak

adanya unsur oksigen sebagai tanda

adanya produk korosi pada titik tersebut.

34

Page 47: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Identifikasi senyawa pada produk

korosi

Identifikasi senyawa dilakukan

dengan instrumen X-Ray Diffractometer.

Pengujian dilakukan pada tiga sampel,

yaitu pipa tanpa karat, pipa berkarat, dan

serbuk deposit korosi. Gambar 4.23,

4.24, dan 4.25 berikut adalah grafik hasil

pengujian difraksi sinar-X. Proses analisi

fraksi sinar-X ditampilkan pada

Lampiran 4 (Halaman 57) dan PDF

(Powder Diffraction File) untuk masing-

masing senyawa ditampilkan pada

Lampiran 5 (Halaman 58).

Gambar 4.23 Hasil pengujian difraksi sinar-X untuk besi bersih karat

Gambar 4.24 Hasil pengujian difraksi sinar-X untuk besi yang berkarat

o

*

Δ

* o x Δ

Δ

*

Δ

o

x Δ

o

x

o

o : FeS (23-1120)

x : FeCO3 (29-0696)

* : Fe2O3 (47-1409)

Δ : FeOOH (26-0792)

* o Δ

Δ

o

x o

35

Bagian dalam pipa yang berkarat

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

2 theta

Intensitas

Page 48: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 4.25 Hasil pengujian difraksi sinar-X untuk serbuk karat

Dari hasil pengujian difraksi sinar-X

tersebut, terlihat bahwa bahan penyusun

utama pipa adalah besi Fe (#PDF 06-

0696). Kemudian beberapa senyawa yang

terdapat pada produk korosi diantarnya

adalah FeS (iron sulfide, #PDF 23-1120),

FeSO4 (iron sulfate, #PDF 37-0873),

FeCO3 (iron carbonate, siderite, #PDF

29-0696), Fe3O4 (iron oxide, magnetite,

#PDF 19-0629), Fe2O3 (iron oxide,

hematite, #PDF 47-1409), FeO(OH)

(iron oxide hydroxide, #PDF 26-0792),

dan FeCl2 (iron chloride, #PDF 01-

1106). Powder Diffraction File (PDF)

untuk masing-masing senyawa terdapat

pada lampiran.

Dari hasil tersebut, terlihat adanya

beberapa senyawa hasil produk korosi,

seperti FeO(OH), Fe2O3 dan Fe3O4 yang

merupakan ciri utama terjadinya korosi

pada baja. Selain itu, terdapat senyawa

FeCO3 yang merupakan hasil korosi oleh

senyawa CO2. Kemudian terdapat pula

senyawa FeS dan FeSO4 yang

memperkuat terjadinya korosi H2S pada

pipa. Terdapat pula senyawa FeCl2 yang

terbentuk karena proses drain dan refresh

yang menyisakan unsur Cl pada

permukaan dalam pipa. Berikut adalah

beberapa reaksi kimia yang menunjukkan

terjadinya beberapa senyawa produk

korosi di atas.

Terjadinya korosi diawali dengan

besi yang mengalami oksidasi.

Fe → Fe2+

+ 2e−

Kemudian terjadi reaksi redoks antara

Fe2+

dengan oksigen.

4Fe2+

+ O2 → 4Fe3+

+ 2O2−

Selanjutnya hasil reaksi di atas, Fe3+

bereaksi dengan air (H2O) yang

selanjutnya akan menghasilkan FeO(OH)

dan Fe2O3 .

Fe3+

+ 3H2O ⇌ Fe(OH)3 + 3H+

Fe(OH)3 ⇌ FeO(OH) + H2O

2FeO(OH) ⇌ Fe2O3 + H2O

Selain bereaksi dengan oksigen, Fe2+

juga bereaksi dengan ion Cl-.

2Fe2+

+ 4Cl- → 2FeCl2

Kemudian hasil reaksi di atas, FeCl2

bereaksi dengan oksigen

3FeCl2 + 2O2 → Fe3O4 + 3Cl2

Serbuk Karat

0

20

40

60

80

100

120

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

2 theta

Inte

bn

sit

as

x : FeS (23-1120) o : FeSO4 (37-0873) * : FeCO3 (29-0696) # : FeFe2O4 (19-0629) $ : FeCl2 (01-1106)

$ x o

o

* x

$ * x

x * o

$ * x #

# *

x x

$ # o x

$ #

$ * #

$ # x *

$ #

* x

*

36

Page 49: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Adanya senyawa H2S dan CO2 pada

minyak bereaksi dengan besi dan

menghasilkan produk korosi

sebagaimana reaksi kimia berikut.

Fe + H2S → FeS + H2

2 Fe + 2 CO2 + O2 → 2 FeCO3

37

Page 50: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil pengamatan visual, untuk

bagian luar pipa tidak mengalami korosi.

Pada permukaan dalam pipa, terdapat

produk korosi pada semua permukaan.

Produk korosi berwarna coklat, merah,

dan hitam. Warna coklat dan merah

menunjukkan senyawa Fe2O3. Warna

hitam menunjukkan senyawa Fe3O4. Dari hasil pengamatan makroskopik,

semakin jelas nampak adanya sumur

(pitting) pada permukaan dalam pipa.

Sumur ini merupakan salah satu tanda

adanya bentuk korosi O2. Terlihat juga

adanya goresan-goresan pada pipa yang

merupakan salah satu tanda bahwa pipa

mengalami korosi H2S.

Dari hasil pengamatan mikroskopik,

pipa didominasi fasa ferrite dan sedikit

pearlit, namun fasa ini homogen di

seluruh bagian pipa. Jenis serangan korosi

pada pipa diantaranya adalah general

corrosion, pitting corrosion, dan erosion

corrosion. Adanya sumur yang saling

berhubungan (wormhole) ini merupakan

salah satu tanda korosi CO2 yang

menyerang pipa. Hasil karakterisasi

komposisi kimia dengan instrumen OES

menunjukkan bahwa bahan pipa termasuk

ke dalam low-carbon steel.

Hasil pengujian instrumen EDS pada

beberpa bagian dalam pipa menunjukkan

adanya unsur tambahan yang terdeteksi,

yaitu oksigen (O), sulfur (S), dan klor

(Cl). Hal ini semakin memperkuat dugaan

bahwa bentuk korosi CO2 dan H2S yang

menyerang pipa. Adanya unsur klor

membuktikan bahwa proses drain dan

refresh meninggalkan unsur klor pada

permukaan dalam pipa.

Dari hasil identifikasi senyawa oleh

instrumen XRD, terlihat adanya beberapa

senyawa hasil produk korosi, yaitu

FeO(OH), Fe2O3 dan Fe3O4 yang

merupakan produk utama korosi pada

baja. Selain itu, terdapat senyawa FeCO3

yang merupakan hasil korosi oleh

senyawa CO2. Kemudian terdapat pula

senyawa FeS dan FeSO4 yang

memperkuat terjadinya korosi H2S pada

pipa. Terdapat pula senyawa FeCl2 yang

terbentuk karena proses drain dan refresh

yang kurang berjalan dengan baik.

Saran

Untuk mencegah terjadinya kegagalan

serupa perlu dipertimbangkan beberapa

hal berikut, yaitu:

1. Penggantian material pipa dengan

material yang sesuai dengan

standard internasional seperti

SAE atau API.

2. Peningkatan quality control

dalam maintenance cleaning

damage untuk mencegah

penumpukan deposit korosi

dengan menambahkan

penghalang korosi (corrosion

inhibitor) yang tepat secara

kontinu. Contohnya adalah Vapor

phase Corrosion Inhibitor (VpCI).

Page 51: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

66

DAFTAR PUSTAKA

1. Salim, T dan Sriharti. (2006) Analisis

Penerapan Teknologi Penyulingan

Nilam di Desa Cupunagara

Kecamatan Cisalak Kabupaten

Subang.Yogyakarta: LIPI.

2. Meyrick, G. (2001) Steel Class Notes

and Lecture Material for MSE

651.01--Physical Meteallurgy of

Steel.

3. Guthrie R.I.L dan Jonas J.J. (1990)

ASM Handbook Volume 1

Properties and Selection: Irons Steel

and High Performance

Alloys.Ohio:American Society for

Metals.

4. Krauss G. (1985) Physical

Metallurgy and Heat Treatment of

Steel, in Metals Handbook Desk

Edition.Ohio:American Society for

Metals.

5. Guthrie R.I.L dan Jonas J.J. (1990)

ASM Handbook Volume 1

Properties and Selection: Irons Steel

and High Performance

Alloys.Ohio:American Society for

Metals.

6. Meyrick, G. (2001) Steel Class Notes

and Lecture Material for MSE

651.01--Physical Meteallurgy of

Steel.

7. Guthrie R.I.L dan Jonas J.J. (1990)

ASM Handbook Volume 1

Properties and Selection: Irons Steel

and High Performance

Alloys.Ohio:American Society for

Metals.

8. Callister, W. D. (2007) Materials

science and engineering: an

introduction.USA:John Wiley &

Sons, Inc.

9. Thelning K. E. (1975) Steel and its

Heat Treatment.England:Butterworth

& Co (Publishers) Ltd.

10. Guthrie R.I.L dan Jonas J.J. (1990)

ASM Handbook Volume 1

Properties and Selection: Irons Steel

and High Performance

Alloys.Ohio:American Society for

Metals.

11. Verhoeven, J. D. (2005) Metallurgy

of Steel for Blademiths & Others who

Heat Treat and Forge Steel.Iowa

State University.

12. SAE J411. (1989) SAE Handbook,

Vol 1, Materials, Carbon and Alloy

Steels.Pennsylvania:Society of

Automotive Engineers.

13. Smyth Dennis (1990) Steel Tubular

Products dalam ASM Handbook

Volume 1 Properties and Selection:

Irons Steel and High Performance

Alloys.Ohio:American Society for

Metals.

14. Perez, N. (2004) Electrochemsitry

and Corrosion Science.New

York:Kluwer Academic Publishers.

15. Pohlman, S. L. (1987) Metals

Handbook 9th Edition Corrosion.

Ohio:American Society for Metals.

16. Craig, B. D. et al. (2006) Corrosion

Prevention and Control: A Program

Management Guide for Selecting

Materials, 2nd Edition.New

York:AMMTIAC.

17. Pohlman, S. L. (1987) Metals

Handbook 9th Edition Corrosion.

Ohio:American Society for Metals.

18. Craig, B. D. et al. (2006) Corrosion

Prevention and Control: A Program

Management Guide for Selecting

Materials, 2nd Edition.New

York:AMMTIAC.

19. Ibid.

20. Glaeser, W. & Wright, I. G. (1987)

Mechanically Assisted Degradation,

dalam Metals Handbook 9th Edition

Corrosion. Ohio:American Society

for Metals.

21. Ibid.

22. Dennies, D. P. (2002) ASM

Handbook Volume 11 Failure

Analysis and

Prevention.Ohio:American Society

for Metals.

23. Freeman S.R. (2002) ASM Handbook

Volume 11 Failure Analysis and

Prevention.Ohio:American Society

for Metals.

24. Korb, L. J. and Olson D. L. (1987)

Metals Handbook 9th Edition

Corrosion. Ohio:American Society

for Metals.

39

Page 52: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

25. Anonim (2009) Wet H2S Cracking –

Basics. http://www.corrosion4dummies.com/

2009/01/wet-h2s-cracking.html. Diakses pada tanggal 12 Maret 2012

26. Anonim.H2S Corrosion.

http://octane.nmt.edu/WaterQuality/c

orrosion/H2S.aspx. Diakses pada

tanggal 2 Mei 2012

27. Anonim.CO2 Corrosion.

http://octane.nmt.edu/WaterQuality/c

orrosion/CO2.aspx.Diakses pada

tanggal 2 Mei 2012

28. Anonim.Sour

Crude.http://www.oilandgasiq.com/g

lossary/sour-crude/. Diakses pada

tanggal 2 Mei 2012

29. Anonim.Crude

Oil.http://www.oilandgasiq.com/glos

sary/crude-oil/. Diakses pada tanggal

2 Mei 2012

30. Anonim. (2008) Komposisi Penyusun

Minyak Bumi dan Gas Alam

http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/

kuliah_web/2008/Riski%20Septiade

vana%200606249_IE6.0/halaman_9.

html. Diakses pada tanggal 15 Juli

2012

31. Anonim. (2009) Jangka Sorong.

http://www.gudangmateri.com/2009/

03/jangka-sorong.html.Diakses pada

tanggal 23 April 2012

32. Anonim.Mikrometer Sekrup.

http://belajar.kemdiknas.go.id/index5

.php?display=view&mod=script&cm

d=Bahan%20Belajar/Materi%20Pok

ok/SMA/view&id=300&uniq=2868.

Diakses pada tanggal 23 April 2012

33. Anonim.Kamera.http://id.wikipedia.

org/wiki/Kamera.Diakses pada

tanggal 23 April 2012

34. Anonim.Mikroskop dan

penggunaannya.

http://web.ipb.ac.id/~tpb/files/materi/

bio100/Materi/mikroskop.html.Diaks

es pada tanggal 23 April 2012

35. Voort G.F.V. (2004) ASM

Handbook Vol 9 Metallography and

Microstructures. Ohio:American

Society for Metals.

36. Skoog D.A. et al. (2007) Principles

of Instrumental Analysis.

Canada:Thomson Brooks/Cole

37. Robinson J.W, et al. (2005)

Undergraduate Instrumental

Analysis 6th Ed.NewYork:Marcel

Dekker

38. Hafner B. Energy Dispersive

Spectroscopy on the SEM: A

Primer.Minnesota:

http://www.charfac.umn.edu/instrum

ents/ Diakses pada tanggal 24 April

2012

39. Skoog D.A. et al. (2007) Principles

of Instrumental Analysis.

Canada:Thomson Brooks/Cole

40. Anonim. X-ray tube.

http://en.wikipedia.org/wiki/X-

ray_tube Diakses pada tanggal 18

Juli 2012

41. Maddu Akhiruddin (2011)

Kristalografi Sinar-X.Slide Kuliah

Instrumentasi Fisika IPB

42. Skoog D.A. et al. (2007) Principles

of Instrumental Analysis.

Canada:Thomson Brooks/Cole

43. King M. et al. (1995) Power

Diffraction File, Hanawalt Search

Manual. Pennsylvania:International

Centre for Diffraction Data.

44. Anonim.Iron Corrosion Product. http://corrosion-

doctors.org/Experiments/iron-

products.htm. Diakses pada tanggal

27 April 2012

45. Gandy D. (2007) Carbon Steel

Handbook.California:Electric Power

Research Institute

46. Guthrie R.I.L dan Jonas J.J. (1990)

ASM Handbook Volume 1

Properties and Selection: Irons Steel

and High Performance

Alloys.Ohio:American Society for

Metals.

40

Page 53: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

LAMPIRAN

Page 54: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Lampiran 1

Diagram Alir Penelitian

Telaah Pustaka

Persiapan Bahan dan Alat

Pemilihan Sampel

Pengujian Makroskopik

(Visual, Camera Digital, Mikroskop Stereo)

Pengujian Mikroskopik dan Senyawa Kimia

Mikroskop Optik, EDS OES XRD

SEM

Pengolahan dan Analisis Data

Kesimpulan dan Saran

Page 55: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Lampiran 2

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

Gambar 5.1 Jangka Sorong dan Mikrometer Sekrup

Gambar 5.2 Kamera Digital

Gambar 5.3 Mikroskop Stereo

Page 56: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.4 Mikroskop Optik beserta monitor komputer

Gambar 5.5 Scanning Electron Microscope – Energy Dispersive Spectroscope

Page 57: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

(a) (b)

Gambar 5.6 (a) instrumen OES, dan (b) instrumen saat beroperasi.

Gambar 5.7 Goniometer sebagai salah satu bagian X-Ray Diffractometer

Page 58: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Lampiran 3

Hasil karakterisasi oleh EDS.

Gambar 5.8 Image EDS Pipa Dalam 1 titik 022

Gambar 5.9 Grafik Unsur Pipa Dalam 1 titik 022

Page 59: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.10 Image EDS Pipa Dalam 1 titik 023

Gambar 5.11 Grafik Unsur Pipa Dalam 1 titik 023

Page 60: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.12 Image EDS Pipa Dalam 1 titik 024

Gambar 5.13 Grafik Unsur Pipa Dalam 1 titik 024

Page 61: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.14 Image EDS Pipa Dalam 1 titik 025

Gambar 5.15 Grafik Unsur Pipa Dalam 1 titik 025

Page 62: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.16 Image EDS Pipa Dalam 1 titik 026

Gambar 5.17 Grafik Unsur Pipa Dalam 1 titik 026

Page 63: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.18 Image EDS Pipa Dalam 1 titik 027

Gambar 5.19 Grafik Unsur Pipa Dalam 1 titik 027

Page 64: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.20 Image EDS Cross Section 2 titik 007

Gambar 5.21 Grafik unsur sampel Cross Section 2 titik 007

Page 65: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.22 Image EDS Cross Section 2 titik 008

Gambar 5.23 Grafik unsur sampel Cross Section 2 titik 008

Page 66: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.24 Image EDS Cross Section 2 titik 009

Gambar 5.25 Grafik unsur sampel Cross Section 2 titik 009

Page 67: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.26 Image EDS Cross Section 2 titik 010

Gambar 5.27 Grafik unsur sampel Cross Section 2 titik 010

Page 68: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.28 Image EDS Cross Section 2 titik 011

Gambar 5.29 Grafik unsur sampel Cross Section 2 titik 011

Page 69: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.30 Image EDS Cross Section 2 titik 012

Gambar 5.31 Grafik unsur sampel Cross Section 2 titik 012

Page 70: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Lampiran 4. Hasil analisis fasa dari grafik XRD

Tabel 9. Analisis fasa untuk grafik pada gambar 4.23

2-Theta d(A) I% Fe (06-0696)

44,907 2,0168 100 2,0268/100-1

65,15 1,4307 14,6 1,4332/20-3

Tabel 10. Analisis fasa untuk grafik pada gambar 4.24

2-Theta d(A) I% FeS

(23-1120) FeCO3 (29-

0696) Fe2O3

(47-1409) FeOOH (26-

0792)

31,618 2,8274 100 2,843/100-1 2,795/100-1

52,356 1,746 100 1,754/50-7 1,7382/30-3 1,747/100-1

60,27 1,5343 71,4

61,042 1,5167 61,9

45,641 1,986 52,4 1,979/100-2 1,965/20-5 1,9200/100-2 2,02/60-9

55,706 1,6487 52,4 1,632/60-3 1,649/80-5

26,565 3,3526 47,6 3,301/100-3

55,079 1,666 47,6 1,6700/100-1 1,674/100-2

62,284 1,4894 47,6 1,400/50-6 1,496-60-10

59,775 1,5458 42,9 1,502/30-10 1,5400/50-5 1,542/60-11

61,623 1,5038 42,9 1,502/30-9 1,5063/14-8

Tabel 11. Analisis fasa untuk grafik pada gambar 4.25

2-Theta d(A) I% FeS

(23-1120) FeSO4

(17-873) FeCO3

(29-0696) Fe3O4

(19-0629) FeCl2

(01-1106)

31,566 2,8319 100 2,843/100-

1 2,795/100-

1

49,137 1,8526 47,5 1,881/40-8

34,61 2,5896 37,3 2,582/60-3 2,532/100-

1 2,540/100-

1

34,412 2,6039 35,6 2,618/100-

1

26,155 3,4043 30,5 3.410/35-3

55,04 1,6671 28,8 1,7315/35-

2

49,644 1,8349 27,1 1,825/25-8 1,800/63-2

38,43 2,3405 25,4 2,444/60-4 2,346/20-5 2,32/7

55,304 1,6597 25,4 1,632/60-6 1,6158/40-

4 1,633/2

60,534 1,5282 25,4 1,529/3 1,4845/40-

2 1,553/4

29,211 3,0547 23,7 2,967/30-3 3,07/30-4

66,957 1,3964 23,7 1,412/20-

11 1,431/30-4 1,3969/6

83,113 1,1612 22 1,173/2 1.093/12-6 1,173/2

33,429 2,6783 20,3

41,646 2,1669 18,6 2,113/60-5 2,134/20-6 2,0993/20-

5

40,447 2,2283 15,3 2,250/20-

10

51,069 1,787 15,3 1,754/50-7 1,797/12 1,7146/10-

7

61,81 1,4997 13,6 1,502/30-9 1,506/14 1,467/20-5

Page 71: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Lampiran 5.

PDF beberapa senyawa pada hasil XRD

Gambar 5.32 PDF Fe2O3

Gambar 5.33 PDF Fe2O4

Page 72: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.34 PDF FeS

Gambar 5.35 PDF FeSO4

Page 73: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.36 PDF FeCO3

Gambar 5.37 PDF FeCl2

Page 74: Analisis Kegagalan Pipa Primary Separator · dengan menggunakan mata dan kamera digital, pengujian secara makroskopik dengan mikroskop stereo dan secara mikroskopik dengan mikroskop

Gambar 5.38 PDF Fe

Gambar 5.39 PDF FeO(OH)