ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN...
Transcript of ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN...
LAPORAN AKHIR
REKOMENDASI KEBIJAKAN PERTANIAN : ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN
DI PROVINSI BENGKULU
Oleh:
DEDI SUGANDI
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2011
Kode Registrasi 1801.15.018
i
LAPORAN AKHIR
REKOMENDASI KEBIJAKAN PERTANIAN : ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN
DI PROVINSI BENGKULU
Dedi Sugandi
Wahyu Wibawa
Umi Pudji Astuti
Wilda Mikasari
Lina Ivanti
Alfayanti
Herlena Bidi Astuti
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2011
2
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP : Rekomendasi Kebijakan Pertanian :
Kebijakan Pembangunan Ketahanan
Pangan di Provinsi Bengkulu
2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu
3. Alamat Unit Kerja : JL. Irian KM, 6,5 Bengkulu 38119
4. Sumber Dana : APBN TA. 2010
5. Status Penelitian (L/B) : Baru
6. Penanggung Jawab :
a. Nama : Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP
b. Pangkat/Golongan : Pembina TK I /IVb
c. Jabatan Fungsional : Peneliti Madya/Kepala Balai
7. Lokasi : Provinsi Bengkulu
8. Agroekosistem : Lahan Kering Dataran Rendah Iklim
Basah
9. Jangka Waktu : 1 (satu) Tahun
10. Tahun Dimulai : 2011
11. Biaya : Rp 48.500.000(Empat Puluh Delapan
Juta Lima Ratus Rupiah)
12. Sumber Dana : DIPA BPTP Bengkulu TA. 2011
Mengetahui, Kepala Balai Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP NIP. 19590206 198603 1 002
Penanggung Jawab RPTP
Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP NIP. 19590206 198603 1 002
3
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat
dan karunia-Nya laporan akhir kegiatan Analisis Kebijakan Pembangunan
Ketahanan Pangan di Provinsi Bengkulu dapat diselesaikan. Laporan ini berisi
tentang kegiatan yang telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan
bulan Desember 2011.
Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan sampai dengan bulan
Desember 2011 antara lain (1) penyusunan dan seminar RPTP, (2) pengumpulan
data sekunder, (3) koordinasi ke Dinas/Instansi terkait, (4) survey dan
identifikaksi lokasi FGD dan pembuatan kuesioner, (5) pelaksanaan FGD dan
pengumpulan data melalui kuesioner, (6) tabulasi data, dan (7) pembuatan
laporan akhir .
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kelancaran kegiatan ini, demikian juga kepada rekan-rekan anggota
tim yang telah memberikan tenaga dan pikiran sehingga kegiatan ini dapat
terlaksana dengan baik. Harapan kami semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Bengkulu, Desember 2011 Penanggung Jawab
Dr. Dedi Sugandi,MP NIP. 19590206 198603 1 002
4
DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ ii KATA PENGANTAR ................................................................................... iii DAFTAR ISI ............................................................................................ iv DAFTAR TABEL ........................................................................................ v DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi RINGKASAN ............................................................................................. vii
I.PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2. Tujuan ........................................................................................ 5 1.3. Keluaran yang diharapkan ............................................................. 5 1.4. Hasil yang diharapkan ................................................................... 6 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak ..................................................... 6
II.TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 7
2.1. Kerangka Teoritis .......................................................................... 7 2.2. Hasil Pengkajian Terkait ................................................................ 8
III.METODOLOGI ..................................................................................... 10
3.1. Waktu dan Tempat ...................................................................... 10 3.2. Tahapan Kegiatan ......................................................................... 11 3.3. Metode Pengkajian ....................................................................... 11
3.4. Defenisi Istilah ............................................................................ 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 14
4.1. Profil Lokasi Survei ...................................................................... 14 4.2. Tingkat Konsumsi Beras di Propinsi Bengkulu ................................ 16
4.3. Potensi Pangan Lokal di Propinsi Bengkulu .................................... 18 4.4. Karakteristik Responden ............................................................... 19 4.5. Keragaan Perilaku Konsumsi Responden ....................................... 21 4.6. Kebijakan Pembangunan Ketahanan Pangan di Provinsi
Bengkulu ..................................................................................... 25 4.7. Rumusan Alternatif Kebijakan Pembangunan Ketahanan Pangan ..... 30
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 33
5.1. Kesimpulan ............................................................................... 33 5.2. Saran .......................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 34
LAMPIRAN GAMBAR ................ ................................................................ 36
5
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi energi, protein, lemak dan karbohidrat dari berbagai macam tepung (dalam 100 gram) .............................. 4
2. Responden Pengkajian Rekomendasi Kebijakan Pertanian: Kebijakan Pembangunan Ketahanan
Pangan di Propinsi Bengkulu .................................................... 10 3. Lokasi kegiatan P2KP Badan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bengkulu Tengah tahun 2010 .................. 14 4. Lokasi kegiatan P2KP Badan Ketahanan Pangan di Kabupaten Seluma tahun 2010 ........................................... 15 5. Lokasi kegiatan P2KP Badan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bengkulu Utara tahun 2010 .................................. 16 6. Lokasi kegiatan P2KP Badan Ketahanan Pangan di
Kota Bengkulu tahun 2010 ...................................................... 17 7. Neraca Pangan Pokok Beras Provinsi Bengkulu tahun
2009-2011 .............................................................................. 17
8. Hasil identifikasi potensi pangan lokal di Provinsi Bengkulu ................................................................................ 18
9. Produksi jagung, ubi kayu dan ubi jalar menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu tahun 2009 ...................................................................................... 19 10. Karakteristik responden ........................................................... 20 l 11. Keragaan perilaku konsumsi responden tahun 2011 ................. 22
6
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pelaksanaan FGD di Kelompok P2KP Pertiwi Desa Kurotidur
Kecamatan Argamakmur Kabupaten Bengkulu Utara ................. 36 2. Pelaksanaan FGD di Kelompok P2KP Anggrek Putih Desa
Harapan Makmur Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah .................................................................... 36
3. Pelaksanaan FGD di Kelompok P2KP Teratai Desa Sri
Kuncoro Kecamatan Pondok Kelapo Kabupaten Bengkulu Tengah ................................................................................... 37
4. Bubur Sumsum Ganyong.......................................................... 37
5. Getuk Singkong ....................................................................... 38
6. Puding Ganyong ...................................................................... 38
7. Tepung Pisang ........................................................................ 39
8. Tepung Sukun .......................................................................... 39
7
RINGKASAN
Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tingkat konsumsi beras, potensi pangan lokal, kebijakan pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu serta mendapatkan alternatif rumusan kebijakan pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu. Pengkajian ini dilakukan di wilayah Provinsi Bengkulu pada tahun 2011 dengan lokasi pengkajian dipilih secara purposive meliputi 11 kelompok P2KP tahun 2010 di Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Seluma, dan Kota Bengkulu. Dari setiap kelompok diambil perwakilan 10-15 orang anggota dan seluruh sampel berjumlah 129 orang. Pengumpulan data pada pengkajian ini dilakukan dengan metode survei. Data pada pengkajian ini berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui informasi yang dihimpun dari responden menggunakan instrumen daftar pertanyaan yang disusun secara terstruktur (kuesioner) dengan pendekatan Focus Group Discussion (FGD). Data sekunder diperoleh melalui metode desk study, yakni menghimpun informasi tentang data tingkat konsumsi beras, data potensi pangan lokal, kebijakan pembangunan ketahanan pangan di Propinsi Bengkulu dan data kelompok P2KP dari Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu dan Badan Ketahanan Pangan Kabupaten, Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu serta Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. Data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Hasil pengkajian didapatkan bahwa tingkat konsumsi beras responden adalah 84,69 kg/kapita/tahun sedangkan tingkat konsumsi beras masyarakat Provinsi Bengkulu tahun 2010 adalah 113,8 kg/kapita/tahun. Potensi pangan lokal yang mampu menggantikan konsumsi beras antara lain ubi kayu, ubi jalar, ganyong, garut, pisang, jagung dan prenggi (labu kuning). Kebijakan pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu khususnya pada program diversifikasi pangan (P2KP) sudah berjalan cukup baik walau mengalami keterlambatan dalam penyebaran di masyarakat yang antara lain diduga disebabkan oleh kelompok binaan, proses penyuluhan, pendampingan dan frekuensi pembinaan yang terbatas serta bentuk bantuan yang diberikan.
Kata kunci : diversifikasi pangan, pangan lokal, P2KP
8
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Provinsi Bengkulu pertumbuhan sektor pertanian semakin
meningkat dan semakin memegang peranan penting dalam perekonomian,
hal itu mengindikasikan bahwa potensi pengembangan provinsi ini berada
pada sektor pertanian (Priyotomo et al., 2004). Kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa sektor pertanian masih merupakan andalan utama
dalam program pembangunan ekonomi di Provinsi Bengkulu. Sampai
tahun 2007, sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bengkulu sebesar 40,29% (Badan
Pusat Statistik Provinsi Bengkulu, 2011).
Sektor pertanian di Provinsi Bengkulu sebagian besar adalah
pertanian rakyat dengan luas lahan pertanian yang terbatas dan terpencar
pencar. Terbatasnya luas lahan garapan merupakan salah satu faktor
masalah dalam pembangunan pertanian. Faktor penghambat lain yang
sangat berperan dalam pembangunan pertanian Provinsi Bengkulu adalah
keterbatasan sumber dana dan kemampuan teknis yang dimiliki petani.
Keterbatasan-keterbatasan tersebut menyebabkan sebagian besar petani
setiap harinya hanya berkutat untuk mencukupi kebutuhan pokok mereka,
kenyataan tersebut menggiring mereka kurang memperhatikan dan
berusaha untuk meningkatkan kinerja usahataninya.
Sesuai dengan prioritas pembangunan nasional, prioritas
pembangunan pertanian dan ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu
adalah revitalisasi pertanian yang diarahkan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan meletakkan landasan yang kokoh bagi
pembangunan ekonomi (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi
Bengkulu, 2008). Peran penting sektor pertanian dalam pembangunan
ekonomi terletak dalam beberapa hal sebagai berikut : (a) penopang
pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja, (b) penyedia kebutuhan
pokok masyarakat, (c) penghasil devisa, (d) pendorong tumbuhnya sektor
industri dan (e) pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat
pedesaan (Melor, 1995).
9
Peran sektor pertanian sangat strategis, selain sebagai pemasok
devisa, sektor pertanian merupakan penghasil utama pangan. Pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak
asasi setiap manusia. Selain itu, pangan memiliki peran penting dalam
mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan
pembangunan, serta memiliki peran yang signifikan dalam perekonomian
daerah dan nasional. Mengingat perannya yang begitu sentral, maka
pembangunan ketahanan pangan posisinya sangat strategis.
Menurut Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang
pangan, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati
dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan makanan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau
minuman. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan
pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan, yaitu tersedianya pangan
dari hasil produksi dalam negeri atau sumber lainnya.
Data Badan Ketahanan Pangan Propinsi Bengkulu menunjukkan
bahwa sampai saat ini upaya pemenuhan konsumsi kalori di Bengkulu
masih didominasi oleh kelompok padi-padian, sedangkan kelompok pangan
yang lain kontribusinya masih sangat rendah. Pada tahun 2008 dari
konsumsi 2074 kalori sebanyak 1327,7 kalori (66,4%) dipenuhi dari padi-
padian, sedangkan sisanya dipenuhi oleh kelompok pangan yang lain
seperti umbi-umbian 53,9 kalori (2,7%), kacang-kacangan 44,2 kalori
(2,2%), sayur dan buah 109 kalori (5,4%). Sampai saat ini upaya
pemenuhan kalori bagi masyarakat Bengkulu masih didominasi beras
(113,8 kg per kapita per tahun).
Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan salah
satu jalan keluar yang cukup rasional untuk memecahkan masalah
pemenuhan kebutuhan pangan (khususnya sumber karbohidrat). Menurut
Widowati (2003), melalui penataan pola makan yang tidak tergantung
pada satu sumber pangan, memungkinkan masyarakat dapat menetapkan
10
pangan pilihan sendiri, membangkitkan ketahanan pangan keluarga
masing-masing, yang berujung pada peningkatan ketahanan pangan
nasional. Untuk mewujudkan ketahanan pangan yang tangguh, maka
langkah penting yang cukup rasional yang perlu ditempuh adalah dengan
melakukan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal guna mencegah
terjadinya krisis pangan.
Pada tahun 1990, jumlah orang yang mengkonsumsi jagung dan
ubi kayu masing-masing adalah 9,3% dan 32,1% di kota, serta 19,0% dan
49,6% di desa. Pada tahun 1999, jumlah tersebut menurun, masing-
masing menjadi 4,8% dan 28,6% di kota dan 10,1% dan 39,8% di desa.
Sebaliknya gandum dan produk olahannya, seperti mie mempunyai tingkat
partisipasi konsumsi yang terus meningkat, bahkan lebih besar daripada
jagung dan ubi kayu, sementara untuk jagung dan ubi kayu terus
menurun. Selama tahun 1990-1999, laju perubahan jumlah penduduk
Indonesia yang mengkonsumsi mie di kota mencapai 56,4% di kota dan
67,0% di desa (Anonymous, 2003). Berdasarkan fakta tersebut, maka
diversifikasi pangan perlu mendapatkan perhatian yang serius dalam
rangka mewujudkan ketahanan pangan keluarga menuju ketahanan
pangan nasional yang tangguh.
Bengkulu diketahui memiliki ketersediaan bahan pangan yang
beragam, dari satu wilayah ke wilayah lainnya, baik bahan pangan sumber
karbohidrat, protein, lemak, vitamin maupun mineral. Iklim tropis di
Bengkulu menjadikan wilayah Bengkulu sangat kaya akan sumber bahan
pangan pokok selain beras. Misalnya, potensi umbi-umbian yang beragam
sebagai sumber karbohidrat dapat tumbuh dengan subur dan beragam
jenisnya seperti; ubi jalar, ubi kayu, garut, ganyong dan lain-lain. Apabila
ditinjau dari segi nutrisi, tanaman umbi-umbian mempunyai nilai nutrisi
yang rendah dibandingkan dengan beras maupun kacang-kacangan,
terutama kandungan protein dan lemak, namun cukup tinggi pada
kandungan karbohidratnya. Bila dilihat dari komposisi gizi, umbi-umbian
terutama ubi jalar diketahui memiliki nilai kalori dan protein yang setara
dengan beras. Bertolak pada angka kecukupan gizi (AKG), maka
sesungguhnya ubi jalar tersebut dapat digunakan sebagai suplemen beras
dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan kalori.
11
Tabel 1. Komposisi energi, protein, lemak dan karbohidrat dari berbagai macam tepung (dalam 100 g)
No. Jenis Tepung Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
1. Beras 364 7,0 0,5 80,0
2. Singkong 359 2,9 0,7 84,9
3. Ubi jalar putih 355 5,2 2,0 80,6
4. Ubi jalar merah 363 5,3 2,1 83,3
5. Ubi jalar ungu 337 4,9 1,9 76,4
6. Talas 186 3,6 0,4 45,0
7. Kacang hijau 389 23,7 1,3 45,0
8. Kacang tunggak 410 27,5 1,3 73,9
9. Kedelai 40,0 20,0 35,0
Sumber: Marudut dan Sundari (2000) dalam Kasno, Saleh, dan Ginting (2006)
Upaya untuk melakukan diversifikasi pangan dengan
memanfaatkan umbi-umbian dan buah-buahan sebagai sebagai sumber
karbohidrat jauh lebih kompleks dibandingkan dengan serealia (beras).
Menurut Damat (2009) hal ini disebabkan karena beberapa faktor yang
pada akhirnya menghambat upaya diversifikasi pangan berbasis pangan
lokal antara lain; 1) ketergantungan masyarakat yang tinggi pada beras
untuk dimasak menjadi nasi karena dibandingkan sumber karbohidrat lain,
nasi dari beras lebih mudah disiapkan, lebih luwes dengan beragam lauk
pauk dan memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tinggi,
2) ada anggapan dari sebagian masyarakat Indonesia yang menganggap
belum makan bila belum makan nasi, 3) budidaya umbi-umbian dan
buah-buahan kaya karbohidrat maksimal, seperti halnya petani menanam
padi, 4) pangan lokal diberbagai wilayah sehingga belum dapat
dikembangkan dalam skala industri. Disamping itu berbagai hasil olahan
pangan lokal yang ada, dilihat dari sisi mutu dan keamanan pangan masih
rendah, kurang memperhatikan aspek sanitasi dan higienis dalam
pengolahan serta penyajiannya, 5) ketidak seragaman produk dan cita rasa
serta kandungan gizi yang kadang-kadang kurang seimbang, 6) kurang
terbentuknya citra produk yang menarik dalam persepsi konsumen karena
12
kurang memperhatikan tampilan dan kepraktisan dalam penyajian,
7) kurang memperhatikan aspek pemasaran, penyimpanan dan promosi.
Masalah lainnya yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan
umbi-umbian dan buah-buahan sebagai sumber karbohidrat (Widowati,
2003) adalah: (i) harga per unit volume, bila dibandingkan dengan beras
lebih rendah. Hal ini menyebabkan biaya penanganan, transportasi dan
penyimpanan relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan beras,
(ii) umbi-umbian dan buah-buahan umumnya memiliki kadar air tinggi
(60-80%), sehingga mudah rusak, dan biaya pengeringannya relatif
mahal, (iii) produksi umbi-umbian dan buah-buahan lebih banyak
tergantung musim. Hal ini menyebabkan fluktuasi harga tinggi,
(iv) institusi pemasaran dan jasa penunjang bagi produk palawija,
termasuk buah-buahan tidak sebaik yang tersedia pada beras.
Walaupun menghadapi berbagai kendala, upaya diversifikasi
pangan berbasis pangan lokal harus tetap dijalankan dengan melibatkan
semua pihak yang terkait, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah,
kalangan perguruan tinggi, dunia usaha dan masyarakat pada umumnya.
Tanpa dukungan dari semua pihak rasanya cukup sulit untuk mewujudkan
diversifikasi pangan berbasis pangan lokal.
1.2. Tujuan
1. Mendapatkan gambaran tingkat konsumsi beras di Provinsi Bengkulu.
2. Mendapatkan gambaran potensi pangan lokal di Provinsi Bengkulu.
3. Mendapatkan gambaran kebijakan pembangunan ketahanan pangan di
Provinsi Bengkulu.
4. Mendapatkan alternatif rumusan kebijakan pembangunan ketahanan
pangan di Provinsi Bengkulu.
1.3. Keluaran yang diharapkan
1. Diperolehnya data tingkat konsumsi beras di Provinsi Bengkulu.
2. Diperolehnya data potensi pangan lokal di Provinsi Bengkulu.
3. Diperolehnya informasi kebijakan pembangunan ketahanan pangan di
Provinsi Bengkulu.
13
4. Diperolehnya 1-2 alternatif rumusan kebijakan pembangunan ketahanan
pangan di Provinsi Bengkulu.
1.4. Hasil yang diharapkan
1. Menurunnya konsumsi beras di Provinsi Bengkulu.
2. Meningkatnya pemanfaatan pangan lokal sebagai pangan alternatif
pengganti beras di Provinsi Bengkulu.
3. Meningkatnya penganekaragaman pangan di Provinsi Bengkulu.
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
1. Manfaat
Hasil penelitian yang menyangkut analisis kebijakan pembangunan
ketahanan pangan, utamanya di Provinsi Bengkulu masih sangat terbatas
dan sampai saat ini belum dijumpai publikasi tentang itu. Disatu sisi,
telah dilakukan kesepakatan bersama Gubernur/Ketua Dewan Ketahanan
Pangan Provinsi mengenai perwujudan ketahanan pangan wilayah dan
nasional. Kesepakatan dilaksanakan saat Konferensi Ketahanan Pangan
tahun 2008. Hasil pengkajian diharapkan dapat menjadi bahan informasi
dalam penyusunan serta penyempurnaan kebijakan pembangunan
ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu.
2. Dampak
Penyusunan kebijakan pembangunan ketahanan pangan yang
telah mengakomodasi pengalaman dan faktor-faktor kendala dalam
pelaksanaannya diharapkan akan lebih mampu meningkatkan kinerja
sektor pertanian, utamanya bidang ketahanan pangan. Hasil
pengkajian ini juga diharapkan menjadi dasar pengkajian lebih lanjut
serta menjadi tambahan informasi mengenai kondisi dan potensi
pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu.
14
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Pembangunan nasional yang berbasis pertanian tidak dapat
dipisahkan dengan pembangunan ketahanan pangan, karena pertanian
merupakan penghasil utama pangan. Pembangunan ketahanan pangan
bertujuan menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup,
aman, bermutu dan bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah,
nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumberdaya
dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar serta memperkuat
ekonomi pedesaan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan (Munir,
2009). Lebih lanjut Suryana (2009) mengemukakan bahwa membangun
ketahanan pangan berarti membangun kemampuan suatu bangsa untuk
menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu
yang layak, aman dan halal; yang didasarkan pada optimalisasi
pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya dan budaya lokal.
Pembangunan ketahanan pangan mempunyai ciri cakupan luas,
adanya keterlibatan lintas sektor, multidisiplin serta penekanan pada basis
sumberdaya lokal. Menurut Suryana (2009) pembangunan ketahanan
pangan berhasil/terwujud bila dua kondisi terpenuhi, yaitu (1) pada tataran
makro, setiap saat tersedia pangan yang cukup (jumlah, mutu, keamanan,
keragaman merata dan terjangkau), (2) pada tataran mikro, setiap rumah
tangga setiap saat mampu mengkonsumsi pangan yang cukup, aman,
bergizi dan sesuai pilihannya, untuk menjalani hidup sehat dan produktif.
Bila terjadi kerawanan pangan akan mempunyai dampak besar bagi
bangsa, yang meliputi aspek ekonomi (produktivitas rendah), sosial
(keresahan/kerusuhan) serta politik (instabilitas). Oleh karena itu,
membangun ketahanan pangan nasional, daerah dan masyarakat mutlak
perlu menjadi prioritas. Sejalan dengan hal itu, telah dilakukan kesepakatan
Gubernur 2008 yang intinya menempatkan pembangunan ketahanan
pangan sebagai salah satu prioritas (Konferensi Dewan Ketahanan Pangan,
2008).
Salah satu butir kesepakatan Gubernur terkait dengan
pembangunan ketahanan pangan adalah mengembangkan ketersediaan
15
dan mempercepat penganekaragaman konsumsi pangan berbasis pangan
lokal, melalui (a) menjamin ketersediaan sarana dan prasarana produksi,
(b) mengendalikan alih fungsi lahan, (c) melakukan pengkajian dan
penerapan berbagai teknologi tepat guna pengolahan pangan berbasis
tepung-tepungan dan aneka pangan lokal lainnya, (d) menetapkan
hari-hari tertentu sebagai hari mengkonsumsi pangan lokal, (e) mendorong
berkembangnya kantin/warung desa/sekolah/perguruan tinggi untuk
memanfaatkan bahan-bahan pangan lokal. Upaya diversifikasi pangan yang
tertuang dalam salah satu butir kesepakatan tersebut sangat strategis
dalam rangka menurunkan konsumsi beras. Saat ini konsumsi beras
mencapai 139 kg/kapita/tahun. Menurut Wamentan, konsumsi ini perlu
diturunkan, idealnya pada kisaran 90 hingga 100 kg/kapita/tahun.
Kebijakan pemerintah adalah serangkaian tindakan yang akan,
sedang dan telah dilakukan pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu.
Tujuan kebijakan pertanian di indonesia adalah untuk memajukan
pertanian, mengusahakan pertanian menjadi lebih produktif, produksinya
efisien, pendapatan meningkat dan kesejahteraan akan lebih merata
(Mubyarto, 1993). Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah pusat
maupun daerah mengeluarkan peraturan yang berbentuk undang-undang,
peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri, keputusan
gubernur dan lain-lain.
Analisis kebijakan adalah proses atau kegiatan mensintesa
informasi, termasuk hasil hasil penelitian untuk menghasilkan rekomendasi
opsi desain kebijakan publik. Kebijakan publik adalah keputusan atau
tindakan pemerintah yang berpengaruh atau mengarah pada tindakan
individu dalam kelompok masyarakat, pada prinsipnya bertujuan
memecahkan masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat (Sutopo dan
Sugiyanto, 2001; Simatupang, 2003).
2.2. Hasil-hasil penelitian/pengkajian yang terkait
Hasil penelitian yang menyangkut analisis kebijakan pembangunan
ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu masih sangat terbatas dan sampai
saat ini belum dijumpai publikasi tentang itu namun secara nasional telah
16
banyak dilakukan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budhi (2010)
menunjukkan bahwa diversifikasi usahatani tanaman pangan cenderung
tidak berkembang karena Pemerintah khawatir akan mengancam
swasembada beras. Diversifikasi usahatani tanaman pangan secara
signifikan hanya terjadi agrosistem lahan kering di Jawa, sedangkan di
lahan sawah, baik Jawa maupun luar Jawa tidak berkembang.
Penelitian Lantarsih et.al., (2011) menunjukkan bahwa ketahanan
pangan wilayah pada tingkat nasional maupun regional dari aspek
ketersediaan energi adalah tejamin, meskipun jika dilihat dari Pola Pangan
Harapan (PPH) maka ketersediaan pangan belum memiliki aspek
keragaman pangan. Berdasarkan ketahanan tingkat rumah tangga
ditemukan ketergantungan terhadap konsumsi energi yang bersumber dari
beras sebesar 47,9 persen di Provinsi Jawa Timur dan 84,19 persen di
Provinsi Sulawesi Selatan.
Menurut Maleha dan Sutanto (2006) ada beberapa strategi umum
yang bisa dilaksanakan untuk mencapai ketahanan pangan rumah tangga
yaitu, pertama adalah sangat perlu untuk mengadopsi strategi
pembangunan dan kebijakan ekonomi makro yang menciptakan
pertumbuhan yang berdimensi pemerataan dan berkelanjutan (sustainable
development). Kedua adalah merupakan keperluan yang mendesak untuk
mempercepat pertumbuhan sektor pertanian dan pangan serta
pembangunan perdesaan dengan fokus kepentingan golongan miskin. Dan
ini berarti pertanian (pangan) harus menjadi mainstream dalam ekonomi
nasional. Ketiga, sudah saatnya harus meningkatkan akses terhadap lahan
dan sumberdaya pertanian dalam arti luas secara lebih bijaksana, termasuk
menciptakan dan meningkatkan kesempatan kerja, transfer pendapatan,
menstabilkan pasokan pangan, perbaikan perencanaan dan pemberian
bantuan pangan dalan keadaan darurat kepada masyarakat
17
III. METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat
Pengkajian ini dilakukan di wilayah Provinsi Bengkulu pada tahun
2011. Lokasi pengkajian meliputi 11 kelompok P2KP tahun 2010 di
Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten
Seluma, dan Kota Bengkulu. Pemilihan lokasi Kabupaten ini berdasarkan
jumlah produksi padi, potensi pangan lokalnya dan adanya program
Pemerintah yang mendukung percepatan diversifikasi pangan sedangkan
pemilihan kelompok peserta P2KP dipilih secara purposive (sengaja)
berdasarkan rekomendasi dari Badan Ketahanan Pangan Provinsi dan
Badan Ketahanan Kabupaten terkait atau melalui komunikasi dengan
Penyuluh Pendamping kelompok. Dari setiap kelompok diambil perwakilan
10-15 orang anggota dan seluruh sampel berjumlah 129 orang. Jumlah
responden pada masing-masing kelompok P2KP dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Responden Pengkajian Rekomendasi Kebijakan Pertanian: Kebijakan Pembangunan Ketahanan Pangan di Provinsi Bengkulu Tahun 2011
No. Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Kelompok
P2KP Jml res
1. Bengkulu Utara
Argamakmur Kurotidur Pertiwi 11 Padang Jaya Padang
Jaya 1 Kartini 15
Argamakmur Gunung Besar
Wanita Melati dan Cempaka
14
2. Seluma Air Periukan Kungkai Baru
Sinar Mahkota
18
3. Bengkulu Tengah
Pondok Kubang
Harapan Makmur
Anggrek Putih
14
Pondok Kelapa
Sri Kuncoro Teratai 16
Pondok Kubang
Pondok Kubang
Barokah 7
4. Kepahiang - - - - 5. Kota
Bengkulu Gading Cempaka
Jembatan Kecil
Nangka 13
Kampung Melayu
Sumber Jaya
Nila 6E 12
Ratu Agung Sawah Lebar
Melati Jaya 1
9
Jumlah
129
Sumber: data primer 2011
18
3.2. Tahapan Kegiatan :
Tahapan kegiatan pengkajian meliputi :
1. Desk study, pengumpulan informasi atau data-data dari Badan
Ketahanan Pangan Propinsi Bengkulu dan Kabupaten, Dinas Pertanian
Propinsi dan Badan Pusat Statistik Propinsi Bengkulu.
2. Penyusunan kuesioner
3. Pra survei, yang bertujuan untuk cek silang antara hasil olahan desk
study dengan kondisi di lapangan sehingga diperoleh lokasi/sampel
untuk kegiatan survei. Berdasarkan hasil pra survei diperoleh
lokasi/sampel untuk kegiatan survei meliputi kelompok wanita tani
sasaran program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP).
FGD di Kabupaten Kepahiang tidak dilaksanakan karena
berdasarkan hasil pra survei ternyata di Kabupaten Kepahiang belum
ada pelaksanaan Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan (P2KP). Program yang sedang berjalan di Kabupaten Kepahiang
yaitu Program Desa Mandiri Pangan (DMP). Program ini tidak termasuk
dalam ruang lingkup kegiatan survey ini karena tidak terkait dengan
program penganekaragaman pangan. Sedangkan program One Day No
Rice yang telah dicanangkan oleh Pemda Kepahiang belum terlaksana.
4. Survei ke lokasi yakni Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Seluma,
Kabupaten Bengkulu Utara, dan Kota Bengkulu
5. Tabulasi data
6. Analisis data
3.2. Metode Pengkajian
Pengkajian ini merupakan kombinasi antara penelitian lapangan
dan desk study. Kegiatan di lapangan adalah pengumpulan data primer
yang dilakukan dengan survei. Survei dilakukan terhadap obyek
pengkajian untuk mendapatkan gambaran aktual yang terjadi di
lapangan, berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan dipadukan
dengan pengetahuan dan teori-teori ilmiah yang ada selanjutnya di
sintesakan untuk dapat memberikan alternatif solusi untuk pemecahan
masalah dengan tepat. Survei adalah mengukur gejala-gejala yang ada
19
yang selanjutnya digunakan untuk pemecahan masalah (Sevilla et al.,
1993).
3.3.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada pengkajian ini dilakukan dengan metode
survei. Data pada pengkajian ini berupa data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh melalui informasi yang dihimpun dari responden
menggunakan instrumen daftar pertanyaan yang disusun secara
terstruktur (kuesioner) dengan pendekatan Focus Group Discussion
(FGD). Data yang dihimpun meliputi
a. Identitas responden (nama, umur, pendidikan formal, alamat)
b. Data sosial ekonomi responden (jumlah anggota keluarga, pendapatan
keluarga)
c. Perilaku konsumsi (jenis makanan pokok, frekuensi, jumlah, bentuk,
biaya konsumsi makanan beras dan non beras).
d. Penguasaan lahan (status tempat tinggal, luas pekarangan,
pemanfaatan pekarangan, luas lahan usaha)
e. Data kelembagaan (organisasi, pelatihan dan program pemerintah
yang diikuti)
Data sekunder diperoleh melalui metode desk study, yakni
menghimpun informasi tentang data tingkat konsumsi beras, data potensi
pangan lokal, kebijakan pembangunan ketahanan pangan di Provinsi
Bengkulu dan data kelompok P2KP dari Badan Ketahanan Pangan Provinsi
Bengkulu dan Badan Ketahanan Pangan Kabupaten, Dinas Pertanian
Provinsi Bengkulu serta Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.
3.3.2. Analisis Data
Data yang terkumpul kemudian ditabulasi dan selanjutnya
dianalisis dengan metode deskriptif yaitu suatu metode dalam suatu
kelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran
maupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Penelitian deskriptif
bertujuan untuk membuat gambaran mengenai suatu situasi atau
kejadian yang memberikan gambaran hubungan antara fenomena,
20
menguji hipotesis, membuat prediksi atau implikasi dari suatu masalah
yang ingin dipecahkan (Nasir, 1988).
3.4 Definisi Istilah
1. Ketahanan Pangan: kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup baik dari jumlah
maupun mutunya, aman dikonsumsi, merata, dan terjangkau (UU
Pangan No. 7 tahun 1996)
2. Diversifikasi Pangan: pola konsumsi pangan yang beragam, bermutu,
bergizi, dan seimbang.
3. Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP): gerakan yang
dicanangkan oleh Kementerian Pertanian untuk mendorong gerakan
percepatan penganekaragaman konsumsi pangan melalui :
a. Pemberdayaan kelompok wanita terutama kelompok dasawisma
PKK dengan optimalisasi pekarangan serta penyuluhan pangan dan
gizi.
b. Pendidikan dan penyuluhan pangan yang beragam dan bergizi
seimbang untuk siswa SD/MI.
c. Pemberdayaan usaha mikro kecil bidang pangan dalam
pengembangan pangan lokal dengan tepung-tepungan.
d. Kerjasama dengan Perguruan Tinggi dalam pengembangan
teknologi pengolahan pangan lokal dan agribisnis pangan.
4. Desa Mandiri Pangan (DMP): program yang berbasis pada
pembangunan perdesaan untuk mewujudkan ketahanan pangan dalam
satu wilayah yang mempunyai keterpaduan sarana dan prasarana
dalam aspek ketersediaan distribusi dan kecukupan konsumsi pangan
dalam lingkup rumah tangga.
5. One Day No Rice: kampanye satu hari tanpa nasi yang dicanangkan oleh
Pemerintah dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi nasi.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Profil Lokasi Survei
Kabupaten Bengkulu Tengah
Kabupaten Bengkulu Tengah merupakan kabupaten pemekaran dari
Kabupaten Bengkulu Utara yang dibentuk berdasarkan undang-undang
Nomor 24 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kabupaten Bengkulu Tengah
yang secara administratif termasuk dalam wilayah Provinsi Bengkulu.
Kabupaten Bengkulu Tengah merupakan daerah yang berbasis
pertanian, peternakan, dan perkebunan dimana pendapatan masyarakat
berasal dari sektor tersebut.
Tabel 3. Lokasi Kegiatan P2KP Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2010
No. Kecamatan Desa
Kelompok
Optimalisasi Pekarangan
Tepung-tepungan
1. Pagar Jati Tumbuk Melati Melati Indah Arga Indah I Mawar Asri Lestari
2. Merigi Kelindang
Bajak II Tunas Jaya Tunas Jaya Penebang Usaha Barokah Citra Tani
3. Talang Empat Jayakarta Serbaguna Sumber Rezeki Air Sebakul Anggrek Usaha Mandiri
I 4. Pondok
Kubang Harapan Makmur
Anggrek Putih Pundi Boga
Pondok Kubang
Sumber Mulya Barokah
5.
Pondok Kelapa Sri Kuncoro Teratai Raflesia
Sidodadi Sri Rezeki Dahlia Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu
Kabupaten Seluma
Kabupaten Seluma merupakan kabupaten penyumbang terbesar
kedua dalam hal produksi padi pada tahun 2009. Jumlah produksi padi
Kabupaten Seluma pada tahun 2009 adalah 76.374 ton menyumbang
15.76% dari total produksi padi di Provinsi Bengkulu.
Sementara itu pangan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan
sebagai pangan alternatif beras ditinjau dari jumlah produksi di Kabupaten
Seluma adalah jagung. Produksi jagung di Kabupaten Seluma menyumbang
22
sekitar 14.94% (terbesar ketiga) dari total produksi jagung di Provinsi
Bengkulu yakni sebesar 14.014 ton.
Tabel 4. Lokasi Kegiatan P2KP Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Seluma Tahun 2010
No. Kecamatan Desa
Kelompok
Optimalisasi Pekarangan
Tepung-tepungan
1. Taba Taba Kenanga Cendana Bakal Dalam Cinta Damai PKK Bakal
Dalam 2. Air Periukan Kungkai Baru Melati Sinar Kungkai
Talang Benuang
Kelompok P4K Kelompok P4K
3. Semidang Alas Maras
Genting Juar Wanita Tani Harapan
PKK Genting Juar
Teduan Sumber Rezeki PKK Teduan 4. Ilir Talo Talang
Panjang Maju Bersama Mawar Indah
Talang Kabu Tri Guna Tani Sepakat Maju 5. Seluma
Timur Kunduran Wanita Tani
Permata PKK Kunduran
Sukasari Kelompok P4K Merpati
Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu
Kabupaten Bengkulu Utara
Kabupaten Bengkulu Utara merupakan penyumbang terbesar dalam
hal produksi padi sawah yakni mencapai 79.072 ton atau 16.26% dari total
produksi padi di Provinsi Bengkulu. Dilihat dari potensi pangan lokal,
Kabupaten Bengkulu Utara merupakan sentra terbesar kedua komoditas
ubi kayu dan ubi jalar di Provinsi Bengkulu pada tahun 2009.
Jumlah produksi ubi kayu dan ubi jalar di Kabupaten Bengkulu Utara
masing-masing sebesar 8.472 ton (22.71% dari total produksi ubi kayu di
Provinsi Bengkulu) dan 3.763 ton (17.98% dari total produksi ubi jalar di
Provinsi Bengkulu).
23
Tabel 5. Lokasi Kegiatan P2KP Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2010
No. Kecamatan Desa
Kelompok
Optimalisasi Pekarangan
Tepung-tepungan
1. Air Napal Lubuk Semantung
Dahlia Melati
Lubuk Gading Setangkai Bunga
Rio Bungo
2. Padang Jaya Marga Jaya Maju Bersama Dahlia Padang Jaya 1 Kartini Usaha Maju
3. Argamakmur Gunung Besar Wanita Melati Cempaka Kuro Tidur Pertiwi Pertiwi
4. Giri Mulya Guyub Rukun Guyub Rukun Bunga Tanjung
Mawar Mawar Harapan Jaya 5. Batik Nau Sartika Sartika Dahlia
Mekar Sari Mekar Sari Roella Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu
Kota Bengkulu
Luas Bengkulu adalah 144,52 km2 atau sebesar 0,73% dari luas
Provinsi Bengkulu. Menurut data BPS Provinsi Bengkulu (2010) Kota
Bengkulu merupakan penyumbang produksi padi terkecil di Provinsi
Bengkulu yaitu hanya sebesar 9.099 ton dari total 510.160 ton padi yang
dihasilkan Provinsi Bengkulu pada tahun 2010. Selain padi, BPS juga
mencatat bahwa Kota Bengkulu juga memiliki potensi pangan non beras
seperti jagung sebesar 1.646 ton (1,75% dari total produksi jagung di
Provinsi Bengkulu), ubi jalar sebesar 314 ton (1,50% dari total produksi
ubi jalar di Provinsi Bengkulu) dan ubi kayu sebesar 1.608 ton (4,30%
dari total produksi ubi kayu di Provinsi Bengkulu.
24
Tabel 6. Lokasi Kegiatan P2KP Badan Ketahanan Pangan di Kota Bengkulu Tahun 2010
No. Kecamatan Kelurahan
Kelompok
Optimalisasi Pekarangan
Tepung-tepungan
1. Ratu Agung Sawah Lebar Seruni 26 B Melati Jaya 1 Lempuing Mawar Indah Putra Raflesia
2. Selebar Pekan Sabtu Bayam RT 02 Usaha Mandiri 1
Sumur Dewa Sawi A RT 02 Sido Makmur 3. Kampung
Melayu Kandang Mas Selada Darat Mawar Suber Jaya Nila 6 E Wijaya
Kusuma 4. Gading
Cempaka Sido Mulya Mandiri Jaya Seruni Jembatan Kecil Nangka Rinjai II
5. Muara Bangkahulu
Beringin Raya Beringin 5 A Budi Jaya
Rawa Makmur Sejahtera Tanggul Indah Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu
4.2. Tingkat Konsumsi Beras di Provinsi Bengkulu
Berdasarkan data dari Badan Ketahanan Provinsi Bengkulu
diketahui bahwa konsumsi beras masyarakat Bengkulu menurun dari
tahun 2009 sampai dengan tahun 2011, hal ini tentu saja berpengaruh
terhadap kebutuhan beras masyarakat. Neraca pangan pokok beras di
Provinsi Bengkulu tahun 2009-2011 dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Neraca Pangan Pokok Beras Provinsi Bengkulu 2009-2011
No. Komoditi Tahun
2009 2010 2011
1. Padi (GKG/Ton) 510.102 512.212 - 2. Produk Beras (Ton) 322.320 323.718 - 3. Jumlah Penduduk (Jiwa) 1.669.200 1.733.000 1.758.995 4. Konsumsi/kg/kapita/tahun 140 113,8 111,2 5. Kebutuhan Beras (Ton) 233.369 197.216 195.424 6. Surplus (Ton) 88.951 126.502 -
Sumber: BKP Provinsi Bengkulu
Produksi beras Provinsi Bengkulu pada tahun 2009 sebesar
322.320 ton dengan kebutuhan beras sebesar 233.369 ton untuk
memenuhi konsumsi penduduk sebanyak 1.669.200 jiwa. Dari jumlah
produksi dan kebutuhan beras tersebut, pada tahun 2009 Provinsi
Bengkulu mengalami surplus beras sebanyak 88.951 ton.
Tahun 2010 jumlah produksi beras meningkat sebanyak 1.398 ton
dari tahun sebelumnya sehingga produksi beras menjadi 323.718 ton.
25
Jumlah penduduk yang juga meningkat menjadi 1.733.000 jiwa ternyata
tidak menaikkan kebutuhan konsumsi beras. Jumlah kebutuhan beras
pada tahun 2010 menurun sebanyak 36.153 ton dari tahun sebelumnya
sehingga kebutuhan beras pada tahun ini hanya sebanyak 197.216 ton.
Dari Laporan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu tahun
2010 diketahui bahwa penurunan kebutuhan beras ini disebabkan oleh
pola makan masyarakat yang telah beragam, walaupun tingkatannya
masih belum seperti yang diharapkan terutama dalam standar kualitas
dan kuantitas makanannya. Disamping itu terdapat pula pengaruh lintas
budaya teutama akibat globalisasi yang signifikan. Pola makan yang
beragam diduga lebih disebabkan karena peningkatan pendapatan dan
sebagai hasil komunikasi antara produsen (industri) pangan dan
konsumen, yang sebenarnya tidak ditujukan untuk mendorong
keanekaragaman pangan masyarakat tetapi untuk mempromosikan
produk yang dihasilkan.
4.3. Potensi Pangan Lokal di Provinsi Bengkulu
Hasil identifikasi jenis pangan lokal di Provinsi Bengkulu
menunjukkan bahwa secara umum di tiap Kabupaten/Kota memiliki jenis
pangan lokal yang bisa dikembangkan sebagai bahan pangan pengganti
beras. Bahan pangan yang dapat dijadikan sebagai pengganti beras
antara lain jagung, pisang, ubi kayu, ubi jalar, ganyong, garut, dan
prenggi. Jenis bahan pangan lokal di beberapa Kabupaten/Kota yang bisa
dikembangkan sebagai bahan pangan pengganti beras dapat dilihat pada
tabel 8.
Tabel 8. Hasil Identifikasi Jenis Pangan Lokal di Provinsi Bengkulu Tahun 2011
No. Kabupaten/Kota Potensi Pangan Lokal 1. Seluma Jagung, ganyong, ubi kayu 2. Bengkulu Tengah Ganyong, garut, ubi kayu, pisang 3. Bengkulu Utara Pisang, jagung, ubi kayu, sukun 4. Kota Bengkulu Ubi jalar, ubi kayu, talas 5. Mukomuko Prenggi (labu kuning) 6. Kepahiang Ubi kayu, ubi jalar
Sumber : BKP Provinsi dan BKP Kabupaten di Bengkulu
26
Dari beberapa jenis pangan lokal ini hanya jagung, ubi kayu dan
ubi jalar yang telah tercatat jumlah produksinya, namun sebagian besar
belum tercatat jumlah produksinya. Hal ini dikarenakan jenis pangan lokal
tersebut belum dibudidayakan secara luas. Produksi jagung, ubi kayu dan
ubi jalar menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu tahun 2009 dapat
dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Produksi Jagung, Ubi Kayu dan Ubi Jalar menurut
Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu tahun 2009
No Kabupaten/Kota Produksi (Ton)
Jagung Ubi Jalar Ubi Kayu
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Bengkulu Selatan
Rejang Lebong
Bengkulu Utara
Kaur
Seluma
Mukomuko
Lebong
Kepahiang
Bengkulu Tengah
Kota Bengkulu
9.980
16.937
13.263
5.021
14.014
18.053
4.785
7.719
2.379
1.646
257
8.185
3.763
895
343
1.942
725
3.157
1.350
314
1.409
11.258
8.472
1.598
1.185
3.814
1.090
3.913
2.963
1.608
JUMLAH 93.799 20.930 37.311
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu 2010
Pada tahun 2009, total produksi jagung di Provinsi Bengkulu
sebesar 93.799 ton dengan produksi jagung terbanyak dihasilkan oleh
Kabupaten Mukomuko yaitu sebesar 18.053 ton atau 19,25%, diikuti oleh
Kabupaten Rejang Lebong sebanyak 16.937 ton atau 18,06% dan Seluma
sebanyak 14.014 ton atau 14,94%. Produksi ubi jalar Provinsi Bengkulu
tahun 2009 sebesar 20.930 ton, sebagian besar disumbangkan oleh
Kabupaten Rejang Lebong sebanyak 8.185 ton atau 39,10% diikuti
Kabupaten Bengkulu Utara sebesar 3.763 ton atau 17,98%. Produksi ubi
kayu Provinsi Bengkulu tahun 2009 sebesar 37.311 ton. Kabupaten
Rejang Lebong merupakan penyumbang terbesar, yaitu sebesar 11.258
ton atau sebesar 30,17% dari total produksi, diikuti Kabupaten Bengkulu
Utara 8.472 ton atau menyumbang sekitar 22,71%.
27
4.4. Karakteristik Responden
Pengambilan data primer melalui Focus Group Discussion (FGD)
dilakukan di Kabupaten dan Kota yang berada di Propinsi Bengkulu yaitu
Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara, dan Kabupaten
Seluma dan Kota Bengkulu. Pelaksanaan FGD di Kabupaten Bengkulu
Tengah dilaksanakan di Desa Sri Kuncoro, Desa Pondok Kubang, dan
Desa Harapan Makmur. Sementara itu, di Kabupaten Bengkulu Utara FGD
dilaksanakan di Desa Padang Jaya 1, Desa Kurotidur dan Desa Gunung
Besar. FGD di Kabupaten Seluma dilaksanakan di Desa Kungkai Baru
sedangkan FGD di Kota Bengkulu dilaksanakan di Kelurahan Sawah Lebar,
Kelurahan Jembatan Kecil dan Kelurahan Sumber Jaya. Karakteristik
responden dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik Responden Pengkajian Rekomendasi Kebijakan Pertanian: Kebijakan Pembangunan Ketahanan Pangan di Provinsi Bengkulu Tahun 2011
No Keterangan Kab Kota Rata-rata
1. Umur (tahun) 34,13 42,59 38,36
2. Pendidikan formal(tahun)
9,37 9,72 9,54
3. Jumlah anggota keluarga (org)
4,04 3,53 3,78
4. Total Pendapatan Keluarga (Rp/bln)
2.083.878,67 2.245.313,- 2.164.595,84
Sumber : tabulasi data primer 2011
Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa rata-rata umur responden adalah
38,36 tahun. Menurut Rosman (2000) usia produktif berkisar antara
15-55 tahun, artinya semua responden berada pada usia produktif. Pada
umumnya di usia produktif seseorang masih memiliki semangat dan
tenaga yang kuat dalam menjalani usahanya. Umur merupakan hal yang
penting dalam suatu kegiatan usaha karena berkaitan dengan semangat,
tenaga dan kondisi fisik seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan.
Lama pendidikan formal responden rata-rata adalah 9,54 tahun.
Jika diasumsikan responden menyelesaikan setiap jenjang tepat waktu
maka dapat dikatakan rata-rata responden menamatkan pendidikan
Sekolah Menengah Umum. Lama pendidikan formal responden kota lebih
28
tinggi dibandingkan dengan responden di kabupaten. Menurut Riyadi
(2003) dalam Suyastiri (2008) semakin tinggi tingkat pendidikan dan
pengetahuan yang dimiliki seseorang umumnya semakin tinggi pula
tingkat kesadaran untuk memenuhi pola konsumsi yang seimbang dan
memenuhi syarat gizi serta selektif dalam kaitannya tentang ketahanan
pangan.
Ditinjau dari aspek sosial ekonomi, rata-rata total pendapatan
keluarga responden adalah Rp 2.164.595,84 per bulan. Pendapatan ini
lebih tinggi dibandingkan dengan upah minimum regional Provinsi
Bengkulu tahun 2010 yaitu sebesar Rp 780.000,- per bulan (BPS, 2011).
Pendapatan keluarga responden kabupaten sebesar Rp 2.083.878,67
lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan keluarga responden kota
yaitu sebesar Rp 2.245.313,-. Menurut Suyastiri (2008) pendapatan
merupakan faktor utama yang menentukan perilaku rumah tangga dalam
melakukan pola konsumsi pangan dan diversifikasi pangan. Secara umum
dengan peningkatan pendapatan akan memberikan peluang bagi
masing-masing rumah tangga untuk melakukan diversifikasi konsumsi,
meningkatkan kualitas bahan pangan pokok dalam rangka meningkatkan
gizi keluarganya.
Rata-rata jumlah anggota keluarga responden sebanyak 3,78
orang. Jumlah anggota keluarga responden kabupaten sebanyak 4,04
orang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga
responden di kota yakni sebanyak 3,53 orang. Semakin banyak jumlah
anggota rumah tangga maka kebutuhan pangan yang dikonsumsi akan
semakin bervariasi karena masing-masing anggota rumahtangga
mempunyai selera yang belum tentu sama (Suyastiri, 2008).
4.5. Keragaan Perilaku Konsumsi Responden
Selain karakteristik responden, dari data primer juga diperoleh
keragaan perilaku konsumsi responden. Keragaan perilaku konsumsi
responden dapat dilihat pada tabel 11.
29
Tabel 11. Keragaan Perilaku Konsumsi Responden Kabupaten dan Kota di Provinsi Bengkulu Tahun 2011
No Keterangan Kab Kota Rata-rata
1. Frekuensi konsumsi pangan nonberas (kali/KK/bulan)
14,04 12,44 13,24
2. Jumlah konsumsi (kg/KK/bulan) a.Beras b.Non beras
27,38 6,99
25,98 11,97
26,68 9,48
Sumber: tabulasi data primer 2011
Keragaan perilaku konsumsi responden (tabel 11) menunjukkan
frekuensi konsumsi pangan non beras keluarga responden di kabupaten
sebesar 14,04 kali per bulan. Frekuensi ini lebih tinggi dibandingkan
dengan frekuensi konsumsi pangan non beras keluarga responden di kota
yang hanya sebesar 12,44 kali per bulan. Besarnya frekuensi konsumsi
pangan non beras pada responden kabupaten ini disebabkan karena
sebagian besar masyarakatnya telah memanfaatkan pekarangan untuk
menanam aneka tanaman sebagai sumber pangan non beras seperti
pisang, umbi-umbian (ganyong, garut, ubi kayu, ubi jalar) dan lainnya.
Hal ini mereka laksanakan sesuai dengan program kegiatan yang mereka
ikuti yaitu P2KP dengan mengoptimalkan pemanfaatan pekarangan.
Kepemilikan pekarangan yang cukup luas sangat mendukung
kegiatan bercocok tanam pangan non beras ini. Kedekatan sumber
pangan dengan rumah responden menyebabkan kemudahan akses
responden untuk mendapatkan sumber pangan non beras kapan pun
mereka inginkan dan sesuai dengan jumlah yang mereka butuhkan. Hal
ini berbeda dengan responden kota yang rata-rata memiliki luas
pekarangan yang sempit. Pada umumnya responden kota mendapatkan
bahan pangan non beras dengan membeli bahan mentahnya di pasar
ataupun membeli bahan olahan pangan non beras siap konsumsi yang
banyak dijajakan di pasar tradisional ataupun pedagang makanan keliling.
Selain itu mereka juga memiliki kebun kelompok yang dimanfaatkan rata-
rata untuk membudidayakan ubi kayu, ubi jalar ataupun sayuran.
30
Secara umum frekuensi konsumsi pangan non beras responden
adalah 13,24 kali/KK/bulan. Artinya dalam satu bulan minimal responden
mengkonsumsi pangan non beras sebanyak 13 kali. Responden biasanya
mengkonsumsi pangan non beras biasanya pada pagi hari sebagai
sarapan pagi atau pada sore hari yang bersifat sebagai makanan
selingan. Menurut keterangan responden bila telah mengkonsumsi
pangan non beras, responden biasanya tidak lagi mengkonsumsi beras
(nasi) pada waktu tersebut karena telah merasa kenyang. Sehingga bila
seharusnya mereka makan nasi 3 (tiga) kali sehari, maka frekuensi
makan nasi pada hari itu hanya menjadi 2 (dua) kali.
Secara umum jumlah konsumsi beras keluarga responden di
kabupa/’;ten lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah konsumsi beras
responden di Kota. Namun bila dikonversikan kedalam jumlah konsumsi
perkapita jumlah konsumsi beras responden di kota lebih tinggi
dibandingkan dengan konsumsi perkapita responden di kabupaten.
Jumlah konsumsi beras keluarga responden di kabupaten adalah 27,38
kg/KK/bulan. Bila rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 4,04 orang
maka jumlah konsumsi beras perkapita adalah 6,77 kg/kapita/bulan
setara dengan 81,32 kg/kapita/tahun. Jumlah konsumsi beras keluarga
responden di kota adalah 25,98 kg/KK/bulan. Bila rata-rata jumlah
anggota keluarga adalah 3,53 orang maka jumlah konsumsi beras
perkapita adalah 7,35 kg/kapita/bulan setara dengan 88,31
kg/kapita/tahun.
Jumlah konsumsi beras responden kota yang lebih tinggi ini dapat
disebabkan karena tingkat pendapatan responden kota yang lebih besar
dibandingkan dengan responden di kabupaten. Pendapatan yang lebih
besar ini mengakibatkan daya beli masyarakat kota untuk memenuhi
kebutuhan pokoknya lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat desa
(kabupaten). Beras yang masih merupakan kebutuhan pokok dari
masyarakat tentu saja menjadi prioritas utama untuk dipenuhi.
Jumlah rata-rata konsumsi beras keluarga responden sebanyak
26,68 kg/bulan. Bila rata-rata jumlah anggota keluarga responden adalah
3,78 maka jumlah konsumsi beras responden perkapita adalah 7,05
kg/kapita/bulan atau 0,23 kg/kapita/hari setara dengan 84,69
31
kg/kapita/tahun. Angka ini lebih kecil bila dibandingkan dengan konsumsi
beras per kapita masyarakat Provinsi Bengkulu pada umumnya pada
tahun 2010 yaitu sebesar 113,8 kg/kapita/tahun dan tingkat konsumsi
beras nasional sebesar 139 kg/kapita/tahun.
Lebih rendahnya konsumsi beras responden bila dibandingkan
dengan konsumsi beras masyarakat Bengkulu pada umumnya
dikarenakan responden juga telah mengkonsumsi pangan non beras.
Pada responden kabupaten, jumlah konsumsi pangan non beras adalah
6,99 kg/KK/bulan. Bila rata-rata jumlah anggota keluarga responden
kabupaten adalah 4,04 orang maka jumlah konsumsi pangan non beras
perkapitanya adalah 1,73 kg/kapita/bulan setara dengan 20,76
kg/kapita/tahun. Pada responden kota, jumlah konsumsi pangan non
beras adalah 11,97 kg/KK/bulan. Bila rata-rata jumlah anggota keluarga
responden kota adalah 3,53 orang maka jumlah konsumsi pangan non
beras perkapitanya adalah 3,39 kg/kapita/bulan setara dengan 40,69
kg/kapita/tahun.
Frekuensi konsumsi pangan non beras di kabupaten memang lebih
sering dibandingkan dengan di kota namun ternyata dalam segi jumlah,
konsumsi non beras responden kota lebih banyak. Responden kabupaten
yang telah membudidayakan beberapa sumber pangan non beras di
pekarangan mereka yang cukup luas menyebabkan responden kabupaten
dapat mengkonsumsi pangan non beras kapan pun mereka inginkan dan
sesuai dengan kebutuhan konsumsi keluarga. Namun cara mengolah dan
hasil olahannya sesuai dengan keterampilan yang dimiliki oleh responden
sehingga jenis menu yang dihasilkan juga terbatas. Berbeda dengan
kondisi di perkotaan, walaupun memiliki pekarangan yang sempit untuk
membudidayakan sumber pangan non beras tetapi responden memiliki
kemudahan dalam memperoleh hasil olahan pangan non beras.
Banyaknya usaha rumah tangga yang telah menjual hasil olahan pangan
non beras dengan jenis yang sangat beragam memberikan banyak pilihan
responden untuk menikmatinya dalam berbagai kondisi dan suasana.
Secara umum jumlah konsumsi pangan non beras responden
adalah sebesar 9,48 kg/KK/bulan. Dengan rata-rata jumlah anggota
keluarga sebanyak 3,78 orang maka jumlah konsumsi perkapitanya
32
adalah 2,50 kg/kapita/bulan setara dengan 0,083 kg/kapita/hari. Pada
umumnya pangan non beras dikonsumsi dalam beragam bentuk. Pisang
misalnya, selain dikonsumsi dalam bentuk segar juga dikonsumsi dalam
bentuk rebusan, gorengan atau kolak. Ubi kayu dan ubi jalar dikonsumsi
dalam bentuk rebusan, gorengan, tiwul, getuk, renggining, keripik, diolah
menjadi tepung serta produk turunannya seperti bolu ubi, karamel ubi
dan lainnya. Ganyong dan garut selain dikonsumsi dengan cara direbus
juga telah diolah menjadi tepung yang dapat dimanfaatkan untuk
memperoleh produk turunannya seperti, bolu ganyong, cendol garut, kue
nastar ganyong, bubur sumsum ganyong dan lainnya.
Standar kecukupan gizi secara ukuran dapat dibagi kedalam dua
bagian yaitu ukuran makro (kecukupan kalori/energi dan kecukupuan
protein) dan ukuran mikro (kecukupan vitamin dan mineral). Standar
kecukupan gizi di Indonesia masih menggunakan ukuran makro dengan
standar kecukupan kalori ideal sebesar 2200 kkal/kapita/hari yang terdiri
dari 1000 kkal dari kelompok bahan pangan padi-padian, 120 kkal dari
kelompok umbi-umbian, 240 kkal dari kelompok pangan hewani, 200 kkal
dari kelompok minyak dan lemak, 60 kkal dari kelompok buah/biji
berminyak, 100 kkal dari kelompok kacang-kacangan, 100 kkal dari
kelompok gula, serta 120 kkal dari kelompok sayur dan buah. Bila
diasumsikan responden mengkonsumsi pangan non beras satu kali dalam
sehari sehingga mengurangi konsumsi beras yang seharusnya tiga kali
menjadi dua kali dengan jumlah konsumsi sebesar 0,083 kg/kapita/hari
maka angka ini sudah cukup menunjang pemenuhan kecukupan kalori
responden terutama dari kelompok umbi-umbian (lihat tabel 1).
4.6. Kebijakan Pembangunan Ketahanan Pangan di Provinsi Bengkulu
Program peningkatan diversifikasi pangan dan ketahanan pangan
masyarakat tahun 2011 di Provinsi Bengkulu di programkan pada 4
kegiatan yaitu: 1) pengembangan ketersediaan pangan dan kerawanan
pangan, 2) pengembangan sistem distribusi dan stabilitas harga pangan,
3) pengembangan penganekaragaman konsumsi dan peningkatan
keamanan pangan segar, serta 4) dukungan manajemen dan teknis
lainnya pada Badan Ketahanan Pangan. Dalam pencapaian sasaran tahun
33
2011, program aksi lingkup Badan Ketahanan Pangan beserta sasarannya
dilaksanakan dengan melakukan pemberdayaan aparat dan masyarakat
sebagai berikut :
a. Pengembangan Desa Mandiri Pangan
Meningkatnya kemampuan ketahanan pangan masyarakat dan
pemerintah melalui pengembangan Desa Mandiri Pangan di 66 desa
pada 10 Kabupaten/Kota.
b. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyrakat (LDPM)
Meningkatnya kemampuan gapoktan sebanyak 5 gapoktan (3
gapoktan 2009 dan 2 gapoktan 2011/tahap penumbuhan/baru) dalam
rangka stabilisasi harga pangan dan penguatan cadangan pangan
gapoktan di daerah sentra produksi pangan.
c. Pemberdayaan Lumbung Pangan Masyarakat
Meningkatnya kemampuan pengelola kelompok lumbung pangan
dalam menangani cadangan pangan masyarakat pada 21 lumbung
pangan di pedesaan.
d. Penanganan Daerah Rawan Pangan (PDRP)
Tertanganinya kerawanan pangan (transien/kronis) di 10
Kabupaten/Kota, sesuai dengan hasil rekomendasi tim SKPG.
e. Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)
Terselenggaranya Gerakan Penyuluhan dan Penyebaran Informasi
P2KP melalui sosialisasi/ekstrakulikuler SD/MI, pemberdayaan
kelompok wanita, optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan
peningkatan pengolahan tepung-tepungan bagi kelompok usaha
pangan skala rumah tangga di 100 Desa.
f. Penanganan dan Pengembangan Kesadaran Keamanan Pangan Segar
Terwujudnya peningkatan kepedulian dan kesadaran masyarakat
(produsen dan konsumen) terhadap keamanan pangan segar di 10
Kabupaten/Kota sasaran penanganan keamanan pangan.
g. Penguatan Kelembagaan Ketahanan Pangan
1. Terselenggaranya koordinasi dan keterpaduan pengelolaan
ketahanan pangan oleh PEMDA bersama masyarakat.
2. Pemberian penghargaan ketahanan pangan.
34
3. Terlaksananya rumusan kebijakan ketahanan pangan bagi
komoditas strategis melalui Dewan Ketahanan Pangan di Tingkat
Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Pembahasan pada pengkajian ini lebih memfokuskan pada program aksi
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) sebagai salah
satu pendukung program diversifikasi pangan di Provinsi Bengkul.
Salah satu Empat Program Pertanian adalah peningkatan
diversifikasi pangan (penganekaragaman pangan) menjadi salah satu
kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden selama tahu
2009-2014, dengan tujuan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan
sesuai dengan karakteristik daerah. Kontrak kerja ini merupakan tindak
lanjut dari Peraturan Presiden No. 22 tahun 2009 tentang Kebijakan
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya
Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian No. 43 tahun
2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut menjadi acuan
yang dapat mendorong percepatan penganekaragaman konsumsi
berbasis sumber daya lokal melalui kerjasama sinergis antara pemerintah
dengan pemerintah daerah. Di Provinsi, kebijakan tersebut ditindaklanjuti
dengan Peraturan Gubernur dan di Kabupaten/Kota ditindaklanjuti
dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Tujuan kegiatan P2KP adalah memfasilitasi dan mendorong
terwujudnya pola konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang dan
aman yang diindikasikan oleh skor PPH pada tahun 2015 sebesar 95.
Sasaran kegiatan P2KP adalah :
a. Meningkatnya pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap
tentang penganekaragaman konsumsi pangan kepada berbagai
pemangku kepentingan yang meliputi aparat pemerintah, penyuluh
pertanian, guru, kelompok wanita, siswa SD/MI, pengusaha pangan
lokal dan kelompok masyarakat lainnya.
b. Mendorong peningkatan pola konsumsi pangan yang semakin
beragam, bergizi, berimbang dan aman yang tercerminkan oleh skor
PPH rata-rata nasional sekurang-kurangnya 88,1 pada tahun 2011 dan
35
95 pada tahun 2015 serta menurunnya konsumsi beras di tingkat
nasional sebesar sekitar 1,5% per tahun.
Ruang lingkup kegiatan P2KP terdiri atas:
1. Pemberdayaan Kelompok Wanita dalam penganekaragaman konsumsi pangan.
Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan pola pikir ibu
rumah tangga/wanita tentang komposisi menu makanan ke arah
beragam, bergizi, berimbang dan aman (3BA) dan meningkatkan
citra positif pangan sumber karbohidrat non beras dan terigu.
Sasaran kegiatan ini adalah kelompok wanita yang ditetapkan
berdasarkan dasa wisma PKK.
Kegiatan yang dilakukan antara lain: penyuluhan tentang pangan
beragam, bergizi, berimbang dan aman dan pangan lokal,
demonstrasi penyediaan pangan dan penyediaan makanan
beragam, bergizi, berimbang dan aman, percontohan pengolahan
pangan berbasis tepung-tepungan skala rumah tangga/kecil, dan
pendampingan pengembangan usaha pengolahan pangan skala
usaha rumah tangga/kecil.
2. Optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan.
Optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan dengan
melaksanakan usaha tani secara terpadu, berkelanjutan dan
diarahkan menuju tahap kemandirian. Dikelola secara terpadu
dimaksudkan agar pekarangan berperan sebagai penyedia sumber
pangan keluarga baik dari sumber karbohidrat, protein, vitamin
dan mineral. Pendekatannya dilakukan dengan mengembangkan
pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) yaitu dengan
mengutamakan pemanfaatan sumber daya lokal disertai dengan
penggunaan pengetahuan lokal (local wisdom), agar tetap
menjaga kelestarian lingkungan.
Kegiatan optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan
dilaksanakan di kelompok sasaran yang sama dengan
pemberdayaan kelompok wanita, dilakukan dengan metode
Sekolah Lapang (SL) melalui pendampingan oleh penyuluh
pendamping P2KP desa bekerjasama dengan penyuluh
36
pendamping P2KP kabupaten/kota, serta dikoordinasikan oleh
aparat kabupaten/kota. Upaya pemberdayaan kelompok dilakukan
untuk penguatan kelembagaan dan peningkatan kemampuan
kelompok wanita dalam pengembangan pemanfaatan pekarangan
(budidaya dan pengolahan pangan) dan peningkatan pengetahuan
tentang konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang dan aman.
Sasaran kegiatan ini adalah kelompok wanita yang ditetapkan
berdasarkan dasa wisma PKK. Hasil pekarangan dimanfaatakan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga juga sebagai
bahan baku untuk usaha mikro kecil bidang pangan antara lain
melalui pengolahan pangan lokal dalam bentuk tepung-tepungan
dan hasil olahan lainnya.
3. Pengembangan usaha pengolahan pangan lokal.
Untuk kegiatan pengembangan pangan lokal menjadi
tepung-tepungan pemilihan calon penerima manfaat kepada
kelompok di desa P2KP yang sama dan diupayakan telah memiliki
usaha pengolahan pangan berbasis sumber daya lokal sehingga
alat yang diberikan berfungsi sebagai pendukung pengembangan
usaha. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendorong
pengembangan usaha mikro kecil pengolahan pangan berbasis
pangan lokal, berbahan baku tepung-tepungan non beras dan non
terigu. Penerima manfaat tahun pertama dan kedua mendapatkan
1 (satu) set peralatan penghasil tepung berbahan baku pangan
lokal.
4. Kerjasama dengan Perguruan Tinggi dan stakeholders lainnya.
Kerja sama dengan Perguruan Tinggi dimaksudkan untuk
membantu/mendukung Badan/Dinas/Instansi yang menangani
ketahanan pangan provinsi dalam melaksanakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Kegiatan yang dilakukan
antara lain berupa pengembangan teknologi pengolahan pangan
khususnya yang mendukung pengembangan beras analog
ataupun pengolahan tepung-tepungan berbahan dasar pangan
lokal, pelaksanaan kajian pengembangan aneka olahan berbahan
37
dasar tepung pangan lokal serta pemberdayaan masyarakat
sekitar yang berkaitan dengan kajian yang telah dilakukan.
5. Sosialisasi dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan.
Kegiatan sosialisasi dan promosi bertujuan untuk meningkatkan
pemahaman dan kesadaran pentingnya mengkonsumsi pangan
beragam, bergizi, berimbang dan aman. Salah satu dari kegiatan
sosialisasi ditujukan bagi siswa SD/MI meliputi konsumsi pangan
beragam, bergizi, berimbang dan aman serta pengembangan
kebun sekolah. Kebun sekolah dapat dijadikan sebagai wahana
pembelajaran siswa untuk menumbuhkan kesadaran dan minat
dalam pengembangan aneka jenis pangan dan potensi pangan
lokal.
Penerima manfaat tahun pertama mendapat fasilitas berupa
sosialisasi untuk peningkatan pengetahuan dan pemahaman akan
pentingnya konsumsi pangan beragam, bergizi, berimbang dan
aman berbasis pangan lokal dengan alat bantu KIT (alat peraga,
modul dan lain-lain), sedangkan untuk penerima manfaat tahun
kedua diarahkan untuk pengembangan kebun sekolah yang
disesuaikan dengan kondisi sekolah.
Promosi penganekaragaman konsumsi pangan dimaksudkan untuk
mensosialisasikan, membangun kesadaran dan merubah
perilaku/budaya konsumsi pangan masyarakat menuju konsumsi
beragam, bergizi, berimbang dan aman berbasis sumber daya
lokal serta menurunkan konsumsi beras per kapita. Promosi ini
dilaksanakan melalui media elektronik, media cetak, media luar
ruang, pameran dan lomba serta kampanye kreatif dan inovatif
dalam pencitraan pangan lokal.
4.7. Rumusan Alternatif Kebijakan Pembangunan Ketahanan Pangan
Dari hasil pengkajian di lapangan yang sekarang telah memasuki
tahun ketiga, pelaksanaan program P2KP di Provinsi Bengkulu
menunjukkan kondisi yang sesuai dengan pedoman umum pelaksanaan
program P2KP yang telah dicanangkan oleh pemerintah seperti tujuan
kegiatan, sasaran kegiatan dan ruang lingkup kegiatan. Namun
38
perkembangan kegiatan P2KP belum nampak menyebar keseluruh
komponen masyarakat Bengkulu sehingga yang melakukan diversifikasi
pangan berbasis pangan lokal masih terbatas pada kelompok yang
mengikuti program P2KP. Hal ini dapat kita lihat dari perbandingan daya
BKP Provinsi Bengkulu dan hasil pengkajian. Data BKP menunjukkan
bahwa konsumsi beras masyarakat Bengkulu pada umumnya tahun 2010
yaitu sebesar 113,8 kg/kapita/tahun sedangkan dari hasil pengkajian
didapatkan konsumsi dengan konsumsi responden hanya sebesar 84,69
kg/kapita/tahun. Ini mengindikasikan bahwa program P2KP di Provinsi
Bengkulu sudah cukup berhasil menurunkan konsumsi beras peserta
program. Oleh karena itu ada beberapa alternatif kebijakan pembangunan
ketahanan pangan yang dapat dilaksanakan antara lain:
1. Meningkatkan kegiatan sosialisasi tentang diversifikasi pangan berbasis pangan lokal di masyarakat serta meningkatkan kesadaran peserta program P2KP untuk memasyarakatkan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal.
Keterlambatan penyebaran diversifikasi pangan berbasis
pangan lokal di masyarakat Bengkulu diduga disebabkan karena
kurangnya sosialisasi diversifikasi pangan berbasis pangan lokal di
masyarakat. Sosialisasi hanya terbatas pada peserta program P2KP
sehingga pemahaman mengenai pemanfaatan pangan lokal untuk
pemenuhan gizi keluarga yang beragam, bergizi, berimbang dan aman
hanya diketahui oleh peserta program. Peserta program juga belum
menularkan ilmu dan keterampilan yang mereka dapatkan dari proses
pendampingan kepada masyarakat disekitar mereka yang bukan
merupakan peserta program sehingga ilmu dan keterampilan tersebut
hanya diketahui oleh anggota kelompok peserta program.
2. Meningkatkan frekuensi dan memperluas kegiatan penyuluhan serta pendampingan Penyuluh Pendamping P2KP.
Rata-rata pertemuan rutin Penyuluh dengan kelompok
peserta program dilaksanakan 1 (satu) bulan sekali. Pada pertemuan
rutin inilah biasanya dibahas mengenai pelaksanaan program dan
perencanaan kegiatan kelompok ke kedepan. Diharapkan Penyuluh
Pendamping tidak hanya melakukan pendampingan atau penyuluhan
39
hanya pada saat pertemuan rutin kelompok namun juga melakukan
kegiatan anjangsana ke anggota kelompok.
Penyuluh Pendamping P2KP juga hanya mendampingi dan
membimbing kelompok sasaran kegiatan P2KP di wilayah binaannya
dan belum menyentuh masyarakat umum lainnya yang bukan
merupakan anggota kelompok sasaran kegiatan P2KP di wilayah
binaannya tersebut. Karena itu diharapkan Penyuluh Pendamping juga
mengarahkan masyarakat di wilayah binaannya untuk melakukan
diversifikasi pangan dan memanfaatkan pangan lokal. Hal ini dapat
dilaksanakan dengan metode anjangsana ke rumah penduduk ataupun
diskusi dengan masyarakat wilayah binaannya tersebut.
3. Pemberian bantuan kepada kelompok dalam bentuk bantuan bergulir.
Keterlambatan penyebaran kegiatan P2KP ini juga diduga
disebabkan karena bentuk bantuan yang diberikan dalam bentuk
bantuan langsung seperti bantuan alat maupun permodalan. Bila
bantuan diberikan dalam bentuk bantuan bergulir maka akan lebih
banyak kelompok masyarakat yang akan mendapatkan informasi
mengenai diversifkasi pangan berbasis pangan lokal dan mendapatkan
motivasi untuk mengaplikasikan di keluarganya.
40
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Tingkat konsumsi beras responden adalah 84,69 kg/kapita/tahun sedangkan
tingkat konsumsi beras masyarakat Provinsi Bengkulu tahun 2010 adalah
113,8 kg/kapita/tahun. Angka ini lebih rendah dibandingkan tingkat konsumsi
beras nasional 139 kg/kapita/bulan.
2. Potensi pangan lokal yang mampu menggantikan konsumsi beras antara lain
ubi kayu, ubi jalar, ganyong, garut, pisang, jagung dan prenggi (labu kuning).
3. Kebijakan pembangunan ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu khususnya
pada program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis
pangan lokal diwujudkan dalam program aksi dengan penyelenggaraan
gerakan penyuluhan dan penyebaran informasi P2KP melalui
sosialisasi/ekstrakulikuler SD/MI, pemberdayaan kelompok wanita, optimalisasi
pemanfaatan pekarangan dan peningkatan pengolahan tepung-tepungan bagi
kelompok usaha pangan skala rumah tangga.
4. Alternatif rumusan kebijakan pembangunan ketahanan pangan di Provinsi
Bengkulu yang direkomendasikan antara lain:
1. Meningkatkan kegiatan sosialisasi tentang diversifikasi pangan berbasis
pangan lokal di masyarakat serta meningkatkan kesadaran peserta
program P2KP untuk memasyarakatkan diversifikasi pangan berbasis
pangan lokal
2. Meningkatkan frekuensi dan memperluas kegiatan penyuluhan serta
pendampingan Penyuluh Pendamping P2KP.
3. Pemberian bantuan kepada kelompok dalam bentuk bantuan bergulir.
5.2. Saran
1. Perlu upaya peningkatan konsumsi pangan non beras di Propinsi Bengkulu
2. Sosialisasi tentang pemanfaatan pangan lokal sebagai alternatif pengganti
beras harus sering dilakukan dan didukung oleh program-program percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan (seperti P2KP) yang melibatkan lebih
banyak lagi masyarakat di Bengkulu.
41
DAFTAR PUSTAKA
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. 2011. Pedoman Umum Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). BKP Kementan. 2011
Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. 2011. Laporan Akuntabilitas Kinerja
Iinstansi Pemerintah 2010 Biro Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. 2011. Bengkulu dalam angka tahun 2010. Budhi, G.S. 2010. Dilema Kebijakan dan Tantangan Pengembangan Diversifikasi
Usahatani Tanaman Pangan.2010. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian No.3. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Petanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
Damat. 2009. Diversifikasi Pangan Berbasis Pangan Lokal Untuk Mewujudkan
Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Pribadi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. 2008. Laporan
tahunan 2007 Kasno,A., N.Saleh, dan E.Ginting. 2006. Pengembangan Pangan Berbasis
Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Guna Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional. Buletin Palawija No 12
Konferensi Dewan Ketahanan Pangan. 2008. Penguatan cadangan pangan
menuju Indonesia tahan pangan dan gizi 2015 Lantarsih,R., S.Widodo., D.H. Darwanto., S.B. Lestari, dan S.Paramita. 2011.
Sistem ketahanan Pangan Nasional: Kontribusi Ketersediaan dan Konsumsi Energi Serta Optimalisasi Distribusi Beras. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian No 1. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Petanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
Maleha dan A. Sutanto. 2006. Kajian Konsep Ketahanan Pangan. Jurnal Protein
No.2. Mellor, J.W. 1995. Agricultural on the Road to Industrialization. The John Hopkins
University Press. London Mubyarto. 1993. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta Munir, T. 2009. Rencana dan prospek implementasi kesepakatan Gubernur
dalam perspektif daerah. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu
42
Priyotomo, E., Rudi H. dan Gunawan. 2004. Analisis Kinerja dan Potensi Pembangunan Sektor Pertanian Provinsi Bengkulu. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu.
Rosman.2000.Tingkat Produktifitas Kerja Terhadap Umur Petani di Indonesia.
Jurnal Penelitian No 87. Bogor Sevilla, C.G., J.A. Ochave, T.G. Punsalan, B.P. Regala dan G.G. Uriarte. 1993.
Pengantar Metode Penelitian. UI Press. Jakarta Simatupang, P. 2003. Analisis Kebijakan : Konsep Dasar dan Prosedur
Pelaksanaan dalam Analisis Kebijakan Pertanian (Agricultural Policy Analysis) Volume I Nomor 1. Maret 2003
Suryana, A. 2003. Isu Strategis dan Alternatif Kebijakan Pembangunan Pertanian
Memasuki Repelita VII dalam Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan. BPFE. Yogyakarta
Suryana, A. 2009. Membangun ketahanan pangan nasional, daerah
berkelanjutan. Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian. Jakarta Sutopo dan Sugiyanto. 2001. Analisis Kebijakan Publik. Bahan ajar Dikaltpim III.
Lembaga Administrasi Negara. Jakarta. Suyastiri,N.M. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal
dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 13 No 1. April 2008
Widowati,S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan
Olahan dalam Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan. Makalah Pribadi. Pengantar Kefalsafah Sains Program Pasca Sarjana IPB Bogor
43
LAMPIRAN GAMBAR
Gambar 1. Pelaksanaan FGD di Kelompok P2KP Pertiwi Desa
Kurotidur Kecamatan Argamakmur Kab Bengkulu Utara
Gambar 2. Pelaksanaan FGD di Kelompok P2KP Anggrek Putih Desa
Harapan Makmur Kecamatan Pondok Kubang Kab Bengkulu Tengah
44
Gambar 3. Pelaksanaan FGD di Kelompok P2KP Teratai Desa Sri
Kuncoro Kecamatan Pondok Kelapo Kab Bengkulu Tengah
Gambar 4. Bubur Sumsum Ganyong