analisis jurnal
Click here to load reader
-
Upload
erwin-christianto -
Category
Documents
-
view
51 -
download
7
description
Transcript of analisis jurnal
Usia harapan hidup di Indonesia yaitu 72 tahun, dan diprediksi tahun 2025,
jumlah lansia membengkak menjadi 40 jutaan. Bahkan di 2050 jumlah lansia
membengkak menjadi 71,6 juta jiwa di Indonesia. Saat ini, jumlah lansia di Indonesia
sudah mencapai 28 juta jiwa. Usia harapan hidup adalah Rata-rata tahun hidup yang
masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu
tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkngan masyarakatnya.
Makin bertambahnya usia harapan hidup maka jumlah lanjut usia juga semakin besar
angkanya.
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Ada beberapa pengertian yang menjadi batasan kelompok lansia. Pada pasal
1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia
lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60-65 tahun sementara itu
WHO membagi lansia atas tiga kelompok yaitu kelompok middle age (45-59 tahun),
kelompok elderly age (60-74 tahun), kelompok old age (75-90 tahun).
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada
usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam
mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium
menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat, maka berbagai penyakit
degeneratif dan metabolik termasuk osteoporosis akan menjadi masalah system
muskuskletal yang memerlukan perhatian khusus, terutama di negara-negara
berkembang, termasuk di Indonesia.
Penyakit degeneratif merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di
dunia. Menurut World Health Organization (WHO) Penyakit degeneratif adalah
penyakit non infeksi yang disebabkan oleh menurunnya fungsi sel, jaringan dan organ
sejalan dengan bertambahnya usia manusia. Kini penyakit ini sudah menyerang
manusia pada usia 40 tahunan. Bahkan bisa jadi pada usia di bawah 40 tahun sudah
terkena penyakit ini. Padahal dulu penyakit ini mulai penyerang manusia pada usia 60
tahunan. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif, osteoporosis
berasal dari kata osteo (tulang) dan porous (keropos), jadi osteoporosis adalah
tulangbyangbkeropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa
tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro arsitektur tulang dan
penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang.
Mekanisme yang mendasari dalam semua kasus osteoporosis adalah
ketidakseimbangan antara resorpsi tulang dan pembentukan tulang. Banyak faktor
yang bherhubungan dengan osteoporosis.
Umur merupakan penyebab utama dari meningkatnya osteoporosis primer.
Pengurangan substansi tulang karena umur dapat bersifat fisiologis. ini Pengurangan
fisiologis massa tulang disebut osteopenia. Apabila pengurangan massa tulang
mencapai nilai ambang fraktur disebut osteoporosis. Selain umur, jenis kelamin juga
merupakan salh satu faktor yang berhubungan dengan terjadinya osteoporosis.
Osteoporosis lebih banyak diderita oleh wanita, salah satunya karena penyakit ini erat
kaitanya dengan perubahan hormon esterogen dan menopause, tulang wanita lebih
ringan dan kurang kuat dan sejak sekitar umur 45 tahun, ketika produksi hormone
wanita berkurang perbedaan yang terjadi dapat dicapai enam kali lebih besar daripada
pria.
Pada penelitian ini, peneliti mengunakan metode deskriptif korelasional
dengan dengan pendekatan cross sectional dilakukan untuk melihat hubungan usia
dan jenis kelamin dengan kejadian osteoporosis di Desa Cijambu Kecamatan.
Populasi dalam penelitian ini adalah penduduk Desa Cijambu yang berusia >18 tahun
berjumlah 2.444 orang. Peneliti menentukan sampling menggunakan accidental
sampling dengan ukuran sampel sejumlah 259 orang. Hasil penelitian menunjukkan
kejadian osteoporosis lebih banyak terdapat pada perempuan dibandingkan laki-laki
dan paling banyak terdapat pada usia 45-59 tahun. Dari aspek hubungan jenis kelamin
dan kejadian osteoporosis tidak terdapat adanya hubungan, namun hal ini berbeda
dengan usia yaitu terdapat hubungan antara usia dan kejadian osteoporosis. Maka dari
itu sangat penting untuk dilakuakn skrining dengan mengukur kepadatan massa
tulang (Bone Mineral Density) menggunakan alat densitometry.
Analisis Eliya :
Artikel ilmiah ini merupakan penelitian dengan metode deskriptif, metode deskriptif yang digunakan yaitu metode deskriptif korelasional dengan pendekatan cross sectional yaitu mempelajari dinamika korelasi antara variabel dependen dengan variabel independen dilakukan pada waktu bersamaan ( Notoatmodjo, 2005). Atau dengan kata lain penelitian ini dilakukan pada saat ini juga, tidak mengikuti keadaan pasien ke masa depan atau mengamati pasien di masa lalu. Variabel bebas yang diamati yaitu usia dan jenis kelamin dan diamati hubungan atau korelasinya terhadap angka kejadian osteoporosis.
Penelitian ini dilakukan dilatarbelakangi oleh penyakit osteoporosis yang merupakan
penyakit muskuloskeletal yang angka kejadiannya tinggi di seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Penyakit ini merupakan penyakit yang umum terjadi pada orang lanjut
usia. Data dari Puslitbang menunjukkan pada 14 provinsi di Indonesia angka
kejadiannya mencapai 19,7 %. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup
maka akan semakin meningkat pula angka kejadian osteoporosis menajdikan penyakit
ini menjadi masalah yang harus dihadapi di kemudian hari.
Berdasarkan teori, pembentukan kepadatan tulang mulai terjadi sejak anak-anak dan
mencapai puncaknya pada usia 25 tahun, lalu selanjutnya akan mengalami
penu8runan massa kepadatan tulang secara bertahap seiring pertambahan usia yaitu
0,3-0,5 % pertahun. Perempuan diperkirakan lebih cepat mengalami penurunan massa
kepadatan tulang akibat pengaruh turunnya hormon estrogen paska menopause.
Setelah menopause wanita bisa kehilangan massa tulang sampai 25-30%.
Dengan mengetahui hubungan antara usia dan jenis kelamin dengan penyakit
osteoporosis dapat diketahui pada usia berapa angka tertinggi kejadian penyakit ini
serta pada jenis kelamin mana lebih banyak ditemukan. Sehingga dapat dilakukan
upaya pencegahan maupun penatalaksanaan dini serta rehabilitasi secepatnya untuk
mencegah prognosis yang lebih buruk pada pasien dengan penyakit ini . selain itu
juga agar mereka dapat menjalani masa tuanya dengan lebih bahagia dengan
penanganan tepat dan dan dini untuk penyakit osteoporosis yang mereka derita.
Penelitian ini mengumpulkan data yang diperlukan dengan metode accidental
sampling dimana dengan metode ini didapatkan jumlah respondfen sebanyak 297
orang dari jumlah total 2444 orang keseluruhan populasi . Jumlah ini cukup mewakili
dimana jumlah responden yang dibutuhkan minimal adalah 30 orang. Data
didapatkan dengan wawancara lalu dilakukan pemeriksaan kepadatan tulang dengan
densitometer. Berdasarkan tujuan penelitian proses sampling dan data yang
dihasilkan sudah tepat dimana wawancara dilakukan untuk mendapatkan data usia
dan jenis kelamin lalu pemeriksaan kepadatan tulang pada orang tersebut. Setelah
data terkumpul data lalu diolah lebih lanjut dan dianalisa.
Analisa dilakukan dua kali yaitu analisa univariat untuk mebdapatkan
gambaran distribusi frekuensi variabel yang diteliti, selanjutnya dilakukan analisa
secara statistik yaitu analisis bivariat untuk mencari hubungan antara variabel bebas
dan terikat dan membuktikan apakah dari data yang didapat serta distribusi
frekuensinya memang menunjukkan adanya hubungan secara statistikal.
Analisa data yang dilakuakn pada penelitian ini sudah tepat karena yang
pertama memberikan gambaran data dalam bentuk distribusi frekuensi sebagai hasil
yang mudah dipahami oleh yang membaca dan juga dilakukan analisa selanjutnya
untuk mencari apakah benar adanya hubungan antara variabel bebas dan terikat dari
penelitian ini , karena untuk suatu penelitian ilmiah harus dilakukan pengujian secara
statistik untuk validitas hasil dari sebuah penelitian.
Hasil yang didapat dari penelitian ini yaitu kejadian penyakit osteoporosis di
desa cijambu kecamatan tanjung sari lebih bayak terdapat pada perempuan
dibandingkan pada laki-laki dan paling banyak terjadi pada rentang usia 45-59 tahun.
Berdasarkan analisa statistik korelasi dari aspek usia didapatkan adanya hubungan
dengan angka kejadian osteoporosis, sedangkan variabel jenis kelamin tidak.
Hasil yang demikian sudah diduga oleh peneliti dimana dari data yang
disampaikan oleh peneliti yaitu angka kejadian osteoporosis yang banyak terjadi pada
lanjut usia dan karena pengaruh hormon estrogen wanita mengalami lebih banyak
penurunan massa tulang.
Dari hasil yang didapatkan kemudian penulis dapat memberikan saran bahwa
sangat penting adanya skrining untuk penderita osteoporosis terutama pada wanita
dan pada warga dengan kisaran usia dewasa lanjut. Sehingga dapat dicegah untuk
efek yang lebih buruk yang dapat terjadi dan dengan penanganan yang lebih dini
diharapkan akan memberikan prognosis yang lebih baik untuk kualitas hidup pasien
terutama pada pasien lanjut usia agar dapat menjalani masa tuanya dengan bahagia