ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

85
ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI FADJRI MAARIF PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1441 H

Transcript of ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

Page 1: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

i

ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA

BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI

FADJRI MAARIF

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M / 1441 H

Page 2: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

i

ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA

BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

FADJRI MAARIF

11160950000006

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M / 1441 H

Page 3: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

ii

ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA

BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

FADJRI MAARIF

11160950000006

Menyetujui,

Pembimbing I

Dr. Priyanti, M.Si.

NIP. 19750526 200012 2 001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Priyanti, M.Si.

NIP. 19750526 200012 2 001

Pembimbing II

Dr. Himmah Rustiami, S.P., M.Sc.

NIP. 19710605 200003 2 005

Page 4: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

iii

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud.

NIP. 19690404 200501 2 005

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Analisis Fenetik Korthalsia spp. di Sumatera Berdasarkan

Karakter Morfologi” yang ditulis oleh Fadjri Maarif, NIM. 11160950000006 telah

diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 20 Mei 2020.

Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui,

Mengetahui,

Penguji II

Dr. Agus Salim, M.Si.

NIP. 19720816 199903 1 003

Penguji I

Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si.

NIP. 19720322 200212 2 002

Pembimbing I

Dr. Priyanti, M.Si.

NIP. 19750526 200012 2 001

Pembimbing II

Dr. Himmah Rustiami, S.P., M.Sc.

NIP. 19710605 200003 2 005

Ketua Program Studi Biologi

Dr. Priyanti, M.Si.

NIP. 19750526 200012 2 001

Page 5: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

iv

Page 6: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

v

ABSTRAK

Fadjri Maarif. Analisis Fenetik Korthalsia spp. di Sumatera Berdasarkan

Karakter Morfologi. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan

Teknologi. 2020. Dibimbing oleh Priyanti dan Himmah Rustiami.

Korthalsia (Blume) merupakan marga dari anak suku Calamoideae (rotan) dan

suku Arecaceae. Korthalsia tersebar luas dari Kawasan Indocina hingga Asia

Tenggara, antara lain Borneo, Jawa, Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Sulawesi.

Penelitian ini dilakukan guna memperoleh karakter kunci secara morfologi dari

marga Korthalsia, hubungan kekerabatan, dan persebarannya di Sumatera.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif terhadap karakter morfologi

Korthalsia yang dikoleksi dari Sumatera. Spesimen herbarium yang diamati

sebanyak 85 nomor koleksi yang disimpan di Herbarium Bogoriense (BO).

Sebanyak 30 karakter morfologi diamati pada bagian daun, batang, bunga, dan

buahnya. Skoring dilakukan dengan pendekatan multinomial. Analisis dilakukan

menggunakan aplikasi NTSys PC 2.02 dengan metode SimQual dan SAHN.

Pemetaan persebaran dilakukan menggunakan aplikasi ArcGIS 10.5 dengan

bantuan Google Maps untuk mendapatkan titik koordinat. Hasil identifikasi

terhadap 85 nomor koleksi didapatkan 9 jenis Korthalsia di Sumatera yang dapat

dibedakan berdasarkan tipe okrea, yaitu memeluk batang, menggembung, dan

memanjang menjauhi batang dengan tepi menggulung. Karakter morfologi

Korthalsia spp. di Sumatera memiliki variasi bentuk, susunan, dan ukurannya.

Dendrogram hubungan kekerabatan menunjukkan terdapat 2 kelompok yang terdiri

dari masing-masing 4 dan 5 jenis. Koefisien tertinggi dengan nilai 0,93 yang

memiliki hubungan kekerabatan paling dekat adalah K. hispida dan K. robusta.

Hasil pemetaan persebaran menunjukkan bahwa Korthalsia terdistribusi di seluruh

kawasan di Pulau Sumatera dengan jumlah jenis yang bervariasi antara 2 hingga 6

jenis. Tingkat keanekaragaman Korthalsia paling tinggi terdapat di kawasan

Sumatera Selatan sebanyak 6 jenis. Data dasar tentang keanekaragaman jenis

Korthalsia di Sumatera diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan upaya

pelestariannya.

Kata kunci: Calamoideae, Fenetik, Korthalsia, Morfologi, Sumatera

Page 7: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

vi

ABSTRACT

Fadjri Maarif. Phenetic Analysis of Korthalsia spp. in Sumatra Based on

Morphological Character. Undergraduate Thesis. Department of Biology.

Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic

University Jakarta. 2020. Advised by Priyanti and Himmah Rustiami.

Korthalsia (Blume) is a genus from sub-family Calamoideae (rattan), family

Arecaceae. Korthalsia is widely spread from Indochina to Southeast Asia,

including Borneo, Jawa, Malay Peninsula, Sumatra, and Sulawesi. This research

was conducted to obtain key morphological characters from the genus Korthalsia,

their relationship, also distribution in Sumatra. This research uses descriptive

method of Korthalsia morphological characters collected from Sumatra. There are

85 Korthalsia dried herbarium collection numbers deposited at the Bogoriense

Herbarium (BO). There are 30 morphological characters observed in the leaves,

stems, flowers, and fruit. Scoring is analyzed with a multinomial approach.

Analysis was performed using the NTSys PC 2.02 application with SimQual and

SAHN methods. Distribution map is performed using the ArcGIS 10.5 application

with the help of Google Maps to get the coordinates. The results of identification

of 85 collection numbers obtained 9 species of Korthalsia in Sumatra can be

distinguished by type of ocrea, namely hugging the stem, bulging, and extending

away from the stem with a curled edge. Morphological characters of Korthalsia spp.

in Sumatra has a variety of shapes, arrangements, and sizes. Dendrogram

relationship shows that there are 2 groups consisting of 4 and 5 species. The highest

coefficient with a value of 0.93 that has the closest relationship is K. hispida and K.

robusta. Distribution map shows that Korthalsia is distributed throughout the

region on the island of Sumatra with a number of species that vary between 2 to 6

species. The highest level of Korthalsia diversity is found in the South Sumatra

with 6 species. Basic data on the diversity of species of Korthalsia in Sumatra are

expected to be used for the development of conservation.

Keywords: Calamoideae, Korthalsia, Morphology, Phenetic, Sumatra

Page 8: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah

memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Analisis Fenetik Korthalsia spp. di Sumatera Berdasarkan Karakter

Morfologi” dalam rangka Tugas Akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan dari banyak pihak

yang terlibat dalam penulisan skripsi ini. Penulis berterima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud. selaku Dekan Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Priyanti, M.Si. selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai Dosen Pembimbing I.

3. Dr. Himmah Rustiami, S.P., M.Sc. selaku Peneliti Pusat Penelitian Biologi

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan sebagai Dosen Pembimbing II.

4. Narti Fitriana, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains

dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. Dasumiati, M.Si. dan Ardian Khairiah, M.Si. selaku Dosen Penguji

Seminar Proposal dan Hasil Penelitian.

6. Kepala Pusat Penelitian Biologi - LIPI dan Kepala Herbarium Bogoriense

(BO), Bidang Botani beserta para staf.

7. Keluarga dan pihak yang terlibat membantu penulis dalam penyusunan skripsi.

Penulis menyadari tulisan ini belum sempurna, oleh karena itu Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan tulisan ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Mei 2020

Penulis

Page 9: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

viii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... x

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................................... 3

1.3. Tujuan ........................................................................................ 3

1.4. Manfaat ...................................................................................... 3

1.5. Kerangka Berfikir ...................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5

2.1. Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Karakter Fenetik ............ 5

2.2. Marga Korthalsia ....................................................................... 7

2.3. Ayat Al-Qur’an tentang Variasi Morfologi Tumbuhan .............. 8

2.4. Rotan .......................................................................................... 9

2.5. Morfologi Rotan ........................................................................ 11

2.6. Persebaran Rotan ....................................................................... 13

2.7. Pemanfaatan Rotan .................................................................... 15

2.8. Herbarium .................................................................................. 16

BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................. 19

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 19

3.2. Alat dan Bahan .......................................................................... 19

3.3. Prosedur Kerja ........................................................................... 19

3.4. Analisis Data .............................................................................. 23

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 24

4.1. Morfologi Korthalsia spp. ......................................................... 24

4.2. Kunci Identifikasi dan Deskripsi Jenis Korthalsia spp. ............. 27

4.3. Hubungan Kekerabatan antar Jenis Korthalsia spp. .................. 45

4.4. Persebaran Korthalsia spp. di Sumatera .................................... 48

4.5. Habitat Korthalsia spp. .............................................................. 50

Page 10: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

ix

BAB V. PENUTUP ...................................................................................... 52

5.1. Kesimpulan ................................................................................ 52

5.2. Saran .......................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 53

LAMPIRAN ................................................................................................. 58

Page 11: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian ....................................................... 4

Gambar 2. Contoh dendrogram hubungan kekerabatan fenetik ..................... 6

Gambar 3. Habitus rotan ................................................................................ 10

Gambar 4. Morfologi okrea ........................................................................... 12

Gambar 5. Morfologi anak daun Korthalsia .................................................. 13

Gambar 6. Herbarium kering Korthalsia ....................................................... 17

Gambar 7. Informasi lokasi dan titik koordinat herbarium Korthalsia .......... 21

Gambar 8. Tipe okrea Korthalsia spp. di Sumatera ....................................... 25

Gambar 9. Bentuk anak daun Korthalsia spp. ............................................... 26

Gambar 10. Bentuk perbungaan Korthalsia spp. ........................................... 26

Gambar 11. Bentuk buah Korthalsia spp. ...................................................... 27

Gambar 12. Spesimen herbarium Korthalsia debilis (BO) ........................... 29

Gambar 13. Spesimen herbarium Korthalsia echinometra (BO) .................. 31

Gambar 14. Spesimen herbarium Korthalsia flagellaris (BO) ...................... 33

Gambar 15. Perbedaan morfologi anak daun Korthalsia flagellaris ........ 34

Gambar 16. Spesimen herbarium Korthalsia hispida (BO) ........................... 35

Gambar 17. Spesimen herbarium Korthalsia laciniosa (BO) ........................ 37

Gambar 18. Spesimen herbarium Korthalsia paucijuga (BO) ....................... 38

Gambar 19. Spesimen herbarium Korthalsia rigida (BO) ............................. 40

Gambar 20. Spesimen herbarium Korthalsia robusta (BO) .......................... 42

Gambar 21. Spesimen herbarium Korthalsia rostrata (BO) .......................... 44

Gambar 22. Dendrogram kekerabatan Korthalsia spp. di Sumatera secara

fenetik ........................................................................................................... 45

Gambar 23. Peta persebaran Korthalsia spp. di Sumatera ........................... 49

Gambar 24. Koleksi Korthalsia di Kebun Raya Bogor .................................. 51

Page 12: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Marga rotan dan persebarannya ....................................................... 14

Tabel 2. Koleksi herbarium Korthalsia dari Sumatera (BO) .......................... 20

Tabel 3. Parameter karakter morfologi dan skoring spesimen Korthalsia ..... 22

Page 13: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tabel jumlah nomor koleksi dan lembar herbarium Korthalsia

spp. di Sumatera ............................................................................................ 58

Lampiran 2. Lokasi dan titik koordinat spesimen herbarium Korthalsia spp.

di Sumatera ................................................................................................... 61

Lampiran 3. Data karakterisasi morfologi Korthalsia spp. di Sumatera ...... 64

Lampiran 4. Matriks skoring Korthalsia spp. di Sumatera ............................ 69

Lampiran 5. Proses analisis data NTSys pc versi 2.0 ..................................... 71

Page 14: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kawasan Malesia sebagai kawasan fitogeografi terbagi menjadi sembilan

wilayah, yaitu Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Sulawesi, Borneo

(Kalimantan, Sarawak, Brunei, dan Sabah), Sunda Kecil (Bali, Lombok, Sumbawa,

Flores, Sumba, dan Timor), Maluku, Filipina, dan Nugini (Papua, Papua Nugini,

dan Kepulauan Bismarck) (Kalima & Rustiami, 2018). Indonesia termasuk negara

kawasan fitogeografi Malesia bersama dengan negara-negara lainnya, seperti

Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Papua Nugini, dan Timor Leste

(Kalima & Rustiami, 2018).

Tingkat keanekaragaman tumbuhan Angiospermae di Indonesia khususnya

Sumatera diperkirakan 8.391 jenis dan 1.891 jenis di antaranya merupakan endemik

(Widjaja et al., 2014). Tingkat keanekaragaman tumbuhan yang tinggi di Sumatera

dimanfaatkan oleh penduduk untuk kebutuhan sandang, pangan, dan papan

(Widjaja et al., 2014). Salah satu jenis yang memiliki keanekaragaman yang tinggi

serta banyak dimanfaatkan oleh penduduk adalah rotan.

Rotan (Calamoideae) merupakan anak suku dari suku Arecaceae atau palem

yang merambat pada tumbuhan lain di sekitarnya (Rotinsulu, Suprayogo, Guritno,

& Hairiah, 2013). Rotan menjadi salah satu hasil hutan bukan kayu yang banyak

dimanfaatkan dan memiliki nilai komersial (Hidayat, Yoza, & Budiani, 2017).

Rotan banyak ditemukan di beberapa pulau di Indonesia, antara lain Kalimantan,

Sulawesi, dan Sumatera (Widjaja et al., 2014). Sekitar 516 jenis rotan yang terdapat

di Asia Tenggara berasal dari 7 marga, yaitu Calamus, Calospatha, Ceratolobus,

Daemonorops, Korthalsia, Plectocomia, dan Plectocomiopsis (Herliyana, 2009).

Karakter setiap jenis rotan dikelompokkan berdasarkan persamaan ciri-ciri

morfologi bagian tubuhnya, antara lain batang, daun, bunga, dan buah (Telu, 2006).

Proses identifikasi dan klasifikasi tumbuhan untuk dikelompokkan ke dalam

jenis tertentu diperlukan studi morfologi (Tjitrosoepomo, 2004). Parameter

hubungan kekerabatan antar jenis dapat ditentukan melalui persamaan karakter

morfologi yang terdapat pada jenis tumbuhan, hubungan kekerabatan ini disebut

Page 15: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

2

fenetik. Klasifikasi yang berdasarkan kesamaan karakter dari beberapa individu

dihasilkan dari analisis fenetik (Agustina, Widodo, & Hidayah, 2014)

Dransfield (1980) dalam penelitiannya yang berjudul sinopsis marga

Korthalsia, menyatakan bahwa morfologi Korthalsia spp. dapat diamati di

beberapa herbaria, di antaranya Herbarium Bogoriense (BO), Meise Botanical

Garden Herbarium (BR), Herbarium Universitatis Florentinae (FI), Herbarium

Kewense (K), Kepong (KEP), Leiden Herbarium (L), Philippine National

Herbarium (PNH), Sandakan (SAN), Kuching (SAR), dan The Singapore Botanic

Gardens Herbarium (SING). Penelitian tersebut mendeskripsikan karakter

morfologi setiap jenis Korthalsia spp. yang dikoleksi dari berbagai wilayah di dunia.

Karakter morfologi setiap jenis Korthalsia spp. diamati berdasarkan spesimen

herbarium kering. Penelitian tersebut menjelaskan kondisi spesimen herbarium

kering yang diamatinya serta sejarah evolusi marga Korthalsia. Kebaruan

penelitian ini adalah dianalisisnya hubungan kekerabatan beberapa jenis Korthalsia

spp. di Sumatera berdasarkan karakter morfologi dan dendrogram hubungan

kekerabatannya. Selain itu, penelitian ini juga melakukan pemetaan persebaran

marga Korthalsia di Sumatera.

Tingginya tingkat keanekaragaman rotan kawasan Asia banyak didominasi

oleh jenis-jenis dari Asia Tenggara dengan keanekaragaman rotan tertinggi di

Indonesia, salah satunya adalah rotan marga Korthalsia. Penelitian fenetik marga

Korthalsia di Indonesia belum pernah dilakukan dan dipublikasikan sehingga

penelitian mengenai fenetik marga Korthalsia di Indonesia khususnya Sumatera

merupakan penelitian awal. Penelitian ini menggunakan spesimen herbarium

kering yang disimpan di Herbarium Bogoriense (BO) sebagai objek pengamatan.

Koleksi Korthalsia dari Sumatera di BO dinyatakan sudah lengkap dibanding

koleksi Korthalsia dari pulau lain sehingga penelitian ini dapat dilakukan.

Penelitian ini dilakukan guna menghasilkan kunci identifikasi, deskripsi jenis,

hubungan kekerabatan secara fenetik, persebaran, serta informasi dasar mengenai

habitat dan konservasi ex-situ. Penelitian dasar mengenai Korthalsia perlu

dilakukan untuk menyediakan informasi dasar yang diperlukan dalam upaya

meningkatkan kelestarian, pemanfaatan, dan konservasinya sehingga masyarakat

dapat mengetahui informasi jenis-jenis rotan dan potensinya.

Page 16: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

3

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Apa saja karakter morfologi yang dapat membedakan antar jenis dalam marga

Korthalsia di Sumatera?

2. Bagaimana hubungan kekerabatan antar jenis Korthalsia spp. di Sumatera

secara fenetik?

3. Bagaimana persebaran Korthalsia spp. di Sumatera?

1.3. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Memperoleh karakter kunci secara morfologi dari marga Korthalsia di

Sumatera untuk keperluan identifikasi jenis.

2. Mengonstruksi dendrogram hubungan kekerabatan marga Korthalsia di

Sumatera secara fenetik.

3. Mengetahui persebaran Korthalsia di Sumatera serta memvisualisasikannya

dalam peta persebaran Korthalsia di Sumatera.

1.4. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berupa

data-data jenis Korthalsia yang terdapat di Sumatera. Kegiatan inventarisasi data

dan informasi jenis rotan perlu dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan

masyarakat sehingga diketahui potensi jenis rotan yang bernilai tinggi. Selain

inventarisasi data, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

umum persebaran Korthalsia di Sumatera sehingga dapat digunakan sebagai

referensi untuk kajian lebih lanjut.

Page 17: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

4

1.5. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir yang menjadi landasan dilakukannya penelitian ini adalah

sebagai berikut (Gambar 1).

Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian Analisis Fenetik Korthalsia spp. di

Sumatera Berdasarkan Karakter Morfologi

Indonesia memiliki tingkat

keanekaragaman flora yang tinggi.

Sumatera sebagai kawasan fitogeografi

memiliki keanekaragaman

flora endemik dan potensial seperti

rotan.

Rotan banyak ditemukan dengan variasi jenis yang

tinggi.

Belum ada penelitian karakterisasi

morfologi dan fenetik rotan jenis

Korthalsia di Indonesia.

Dilakukan studi morfologi rotan jenis

Korthalsia di Sumatera sebagai penelitian awal.

Pegamatan dilakukan

menggunakan spesimen herbarium kering Korthalsia

dari Sumatera yang disimpa di BO.

Parameter pengamatan dalam

penelitian ini adalah morfologi Korthalsia

serta informasi lainnya seperti persebaran dan

habitat.

Tabulasi data karakter morfologi dianalisis hubungan

kekerabatannya.

Inventarisasi data, informasi karakter

morfologi, dendrogram hubungan

kekerabatan, dan persebaran

Korthalsia spp. di Sumatera.

Page 18: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hubungan Kekerabatan Berdasarkan Karakter Fenetik

Kekerabatan dalam sistematika tumbuhan dapat diartikan sebagai pola atau

hubungan yang didasarkan pada kesamaan ciri atau karakter di antara beberapa

jenis tumbuhan sehingga dapat diklasifikasikan berdasarkan karakter tersebut.

Berdasarkan jenis data yang digunakan untuk menentukan jauh dekatnya

kekerabatan antara dua kelompok tumbuhan, kekerabatan dapat dibedakan atas

kekerabatan fenetik dan kekerabatan filogenetik (filetik). Kekerabatan fenetik

didasarkan pada persamaan sifat-sifat yang dimiliki masing-masing kelompok

tumbuhan tanpa memperhatikan sejarah keturunannya sedangkan kekerabatan

filogenetik didasarkan pada asumsi-asumsi evolusi sebagai acuan utama (Arrijani,

2003).

Hubungan kekerabatan tumbuhan ini dilakukan oleh berbagai ahli dikaji

melalui berbagai pendekatan (Hasanuddin & Fitriana, 2014). Sejalan dengan

perkembangan, pendekatan ini semakin diperbarui, yaitu berdasarkan pada

pendekatan kladistik, pendekatan klasifikasi evolusi dan pendekatan fenetik.

Penentuan hubungan kekerabatan fenetik secara kualitatif ditentukan dengan cara

membandingkan persamaan dan perbedaan ciri yang dimiliki oleh masing-masing

takson: dengan menggunakan sejumlah persamaan karakter morfologi, anatomi,

embriologi, palinologi, sitologi, kimia, biologi reproduksi, ekologi dan fisiologi

(Hasanuddin & Fitriana, 2014). Karakterisasi sifat morfologi merupakan cara

determinasi yang paling akurat untuk menilai sifat agronomi dan klasifikasi

taksonomi tumbuhan (Karsinah, Sudarsono, Setyobudi, & Aswidinnoor, 2002).

Analisis kekerabatan dapat dilakukan dengan pendekatan fenetik, yaitu

pengelompokan organisme berdasarkan kesamaan karakter fenotip (morfologi,

anatomi, embriologi, dan fitokimia) (Terry, 2000). Hasil dari analisis fenetik berupa

dendrogram yang merupakan klasifikasi jenis berdasarkan persamaan karakter

morfologi. Semakin erat kemiripan antar jenis, semakin dekat garis persamaan yang

dimiliki.

Page 19: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

6

Data matriks hasil karakterisasi dapat dianalisis menggunakan aplikasi

Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System (NTSys-pc) versi 2.0

dengan metode pengelompokan Unweighted Pair Group Method with Arithmetic

Mean (UPGMA). Metode UPGMA mengasumsikan sebuah perhitungan skor

indeks kemiripan yang didefinisikan sebagai jumlah total dari jumlah skor karakter

yang identik antara dua jenis (Dharmayanti, 2011).

Keanekaragaman jenis rotan di Indonesia sangat tinggi, akan tetapi penelitian

mengenai karakterisasi morfologi dan studi hubungan kekerabatan rotan belum

banyak dilakukan. Salah satu penelitian mengenai karakterisasi morfologi rotan

dilakukan oleh (Rustiami, Mogea, & Tjitrosoedirdjo, 2011). Penelitian tersebut

mengkarakterisasi dan merevisi rotan marga Daemonorops di Sulawesi

menggunakan analisis fenetik. Penelitian lainnya dilakukan oleh Syam,

Chikmawati, & Rustiami, (2016) yang melakukan studi fenetik pada Calamus

flabellatus kompleks di Malesia Barat. Hasil dari penelitian tersebut adalah

dendrogram hubungan kekerabatan Calamus flabellatus kompleks di Malesia Barat.

Dendrogram tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Contoh dendrogram hubungan kekerabatan fenetik (Syam et al., 2016).

Jenis rotan di Indonesia tercatat sekitar 332 jenis, di antaranya 204 jenis dari

marga Calamus, 86 jenis dari marga Daemonorops, 25 jenis dari marga Korthalsia,

7 jenis dari marga Ceratolobus, 4 jenis dari marga Plectocomia, 4 jenis dari marga

Page 20: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

7

Plectocomiopsis, dan 2 jenis dari marga Myrialepsis (Kusmana & Hikmat, 2015).

Penelitian mengenai marga rotan yang pernah dilakukan, belum ada penelitian dan

publikasi mengenai marga Korthalsia di Sumatera.

2.2. Marga Korthalsia

Korthalsia (Blume, 1843) merupakan marga dari anak suku Calamoideae

(rotan) dan suku Arecaceae yang hidup memanjat pada pohon (Baker, Dransfield,

& Hedderson, 2000). Persebaran Korthalsia sangat luas, meliputi Indocina, Burma,

Pulau Andaman, hingga ke kawasan Asia Tenggara (Sumatera hingga Sulawesi)

(Dransfield, Uhl, Asmussen, Baker, Harley, & Lewis, 2008). Saat ini terdapat 28

jenis Korthalsia di dunia dengan tingkat keanekaragaman Korthalsia paling tinggi

berada di Borneo dengan jumlah 15 jenis, Semenanjung Malaya 9 jenis, dan

Sumatera 9 jenis (Shahimi, Conejero, Prychid, Rudall, Hawkins, & Baker, 2019).

Korthalsia banyak ditemukan di Indochina, Burma, Pulau Andaman, hingga Asia

Tenggara (Dransfield, 1980). Menurut Dransfield et al. (2002), lebih dari 90 persen

rotan terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

Marga Korthalsia diketahui pertama kali dalam publikasi Blume (1843),

publikasi selanjutnya mengenai deskripsi karakter morfologi marga Korthalsia oleh

Beccari (1918), dan terakhir oleh Dransfield (1980) mengenai sinopsis marga

Korthalsia. Penelitian taksonomi terkini mengenai Korthalsia telah banyak

dilakukan dengan berbagai pendekatan dan tujuan, di antaranya Matthes, Moog,

Fiala, Werner, Nais, & Maschwitz, (1998) mengkaji hubungan antara K. robusta

dengan serangga. Penelitian sejenis juga telah dilakukan oleh Shahimi et al. (2019)

menganalisis hubungan antara beberapa jenis Korthalsia dengan semut berdasarkan

variasi karakter okrea.

Marga Korthalsia memiliki karakter yang khas, yaitu bentuk daun belah

ketupat. Marga Korthalsia memiliki okrea dengan berbagai bentuk dan ukuran, di

antaranya okrea yang hanya menutupi sebagian permukaan batang, membengkak,

menutupi seluruh permukaan batang, menempel erat, hingga menggulung. Selain

berbentuk seperti filamen, okrea pada Korthalsia juga sering dijumpai dengan

bentuk seperti jaring atau serabut. Korthalsia memiliki variasi indumentum pada

Page 21: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

8

batang dan daunnya. Beberapa jenis pada marga Korthalsia memiliki duri dengan

ukuran yang pendek maupun ukuran yang panjang (Dransfield, 1980).

Korthalsia sering disebut sebagai ant-plants karena adanya simbiosis

mutualisme antara semut dan Korthalsia (Shahimi et al., 2019). Biasanya semut

hidup di dalam okrea batang. Bagian batang yang tertutup okrea memiliki rasa yang

manis sehingga banyak semut yang hidup dalam okrea. Korthalsia memiliki 25

jenis yang tersebar di beberapa wilayah, antara lain Pulau Andaman, Myanmar,

Asia Tenggara, hingga Sulawesi (Dransfield, 2008). Korthalsia juga terdapat di

Burma dan Indocina sebanyak 31 jenis dan 6 jenis di Malaya (Dransfield, 1980).

2.3. Ayat Al-Qur’an tentang Variasi Morfologi Tumbuhan

Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur tumbuhan

berdasarkan karakter morfologi fenetik ataupun anatomi. Morfologi digunakan

sebagai pendekatan untuk mengidentifikasi tumbuhan yang memiliki variasi

karakter pada struktur luar maupun dalam (Tjitrosoepomo, 2004). Tumbuhan

memiliki perbedaan karakter antara satu dengan yang lainnya, umumnya perbedaan

ini terekspresikan melalui bentuk morfologi tumbuhan. Variasi morfologi inilah

yang menjadi dasar identifikasi atau klasifikasi tumbuhan palem (Dransfield et al.,

2008)

Tingkat keanekaragaman tumbuhan dengan variasi morfologinya

merupakan salah satu dari sekian banyak kebesaran Allah SWT agar manusia dapat

menyadari kekuasaan-Nya dan senantiasa mensyukuri nikmat-Nya. Allah SWT

menciptakan tumbuhan dengan berbagai variasi bentuk antara satu dengan yang

lainnya. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al-An’am ayat 99:

ا ن ج ر خ أ ء ف ي ش ل ات ك ب ه ن ا ب ن ج ر خ أ اء ف اء م م ن الس ل م ز ن ي أ ذ و ال ه و

ة ان ي ان د و ن ا ق ه ع ل ن ط ل م خ ن الن م ا و ب اك ر ت ا م ب ح ه ن ج م ر خ ا ن ر ض ه خ ن م

ى ل وا إ ر ظ ه ان اب ش ت ر م ي غ ا و ه ب ت ش ان م م الر ون و ت ي الز اب و ن ع ن أ ات م ن ج و

نون م ؤ م ي و ق ات ل ي م ل ك ل ن في ذ ه إ ع ن ي ر و م ث ا أ ذ ه إ ر م ث

Artinya:

“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan

air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-

Page 22: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

9

tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang

menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-

tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami keluarkan pula) zaitun

dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu

pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada

yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang

beriman” (QS. Al-An’am 6:99).

Dari ayat di atas, Allah SWT berfirman: Lalu Kami tumbuhkan dengan air

itu segala macam tumbuh-tumbuhan. Ayat ini semakna dengan firman Allah SWT

yang lain, yaitu: Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. (Al-Anbiya:

30). Adapun firman Allah SWT: Maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu

tanaman yang menghijau. Artinya, tanaman dan pepohonan yang hijau; sesudah itu

Kami ciptakan padanya biji-bijian dan buah-buahan. Karena itu, dalam firman

selanjutnya disebutkan: Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir

yang banyak. Yakni sebagian darinya bertumpang tindih dengan sebagian yang lain

seperti pada bulir-bulirnya dan lain sebagainya. Dan dari mayang kurma mengurai

tangkai-tangkai. Qinwan adalah bentuk jamak dari qinwun, artinya tangkai

ketandan (mayang) kurma. yang menjulai. Maksudnya, dekat untuk dipetik dan

mudah memetiknya Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Ali ibnu Abu

Talhah Al-Walibi, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan makna firman-Nya:

tangkai-tangkai yang menjulai. Yakni tangkai yang menjulai ke bawah bagi pohon

kurma yang pendek, sehingga mayangnya yang dipenuhi dengan tangkai buah

berada dekat tanah dan mudah dipetik. Sehubungan dengan makna lafal ini, Imru-

ul Qais (seorang penyair Jahiliyyah yang ternama) mengatakan: Pucuk pohonnya

berdiri tegak, akarnya menghujam ke tanah, dan mayangnya yang dipenuhi dengan

tangkai-tangkai menjulai ke bawah, penuh dengan buah kurma yang merah (Al-

Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, 2002).

2.4. Rotan

Rotan (Calamoideae) merupakan salah satu anak suku dari suku Arecaceae

(Palmae). Rotan memiliki morfologi tumbuhan berduri yang hidup memanjat

dengan organ vegetatifnya seperti organ panjat atau sirus. Rotan memiliki ciri buah

Page 23: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

10

yang bersisik dan permukaan batangnya licin (Kalima & Setyawati, 2003).

Sebanyak 7 marga rotan di Asia Tenggara, terdiri atas sekitar 600 jenis yang

terdapat di Asia Tenggara. Rotan memiliki berbagai macam bentuk, mulai dari

yang tidak memiliki tangkai hingga jenis rotan yang dapat memanjat tinggi

(Dransfield, 1979). Rotan memiliki karakter morfologi bentuk daun berbentuk

belah ketupat sehingga mudah dikenali oleh masyarakat dan sering digunakan

untuk keperluan sehari-hari (Kusnaedi & Pramudita, 2013). Habitus rotan dapat

dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Habitus rotan (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Rotan tumbuh di daerah tropis, termasuk Indonesia. Rotan tumbuh subur dan

tersebar di beberapa wilayah Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa,

Sulawesi, dan Irian Jaya (Papua). Rotan tumbuh dengan baik di daerah hutan hujan

tropis, baik hutan primer maupun hutan sekunder (Telu, 2006).

Rotan tumbuh pada kawasan dengan ketinggian 1.500 m dpl. Persebaran

rotan di Asia Tropis berkisar 85%, sisanya tersebar di Australia Utara, Fiji, Afrika

Tropis bagian barat, dan Papua Nugini. Rotan yang tumbuh di dunia diperkirakan

berjumlah sekitar 850 jenis rotan (Dransfield, 1984). Rotan dapat tumbuh pada

kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya 20-50%, kelembaban relatif berkisar

40-60%, curah hujan 2.000 mm/tahun, dan pada ketinggian 0-2.900 m dpl. Rotan

juga dapat tumbuh pada daerah dataran rendah seperti pantai hingga dataran tinggi

seperti daerah pegunungan. Rotan juga mampu hidup dan berkembang pada daerah

dengan kondisi yang lembab seperti pinggiran sungai (Sahwalita, 2014).

Page 24: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

11

2.5. Morfologi Rotan

Akar rotan dapat tumbuh ke atas permukaan (apogeotropis) untuk menjalar

sampai permukaan tanah dan ada yang tumbuh ke bawah (geotropis). Akar rotan

memiliki tekstur yang bervariasi. Bagian permukaan kulit akar, teksturnya ada yang

seperti gabus. Variasi tekstur pada akar rotan ini berkaitan dengan fungsinya

sebagai organ yang membantu pernapasan (Kalima & Rustiami, 2018)

Batang rotan memiliki ukuran diameter yang bervariasi setiap jenisnya, ada

yang berbentuk ramping hingga memiliki batang berukuran besar. Batang ramping

memiliki diameter antara 3-6 cm seperti Calamus javensis, sedangkan batang

berukuran besar apabila memiliki diameter hingga 10 cm. Batang rotan memiliki

tinggi hingga 175 m, antara lain C. manan dan memiliki batang yang berukuran

sangat besar dengan diameter lebih dari 20 cm seperti Plectocomia elongata.

Panjang batang rotan dapat tumbuh terus menerus hingga mencapai panjang lebih

dari 200 meter (Dransfield & Manokaran, 1993).

Batang rotan memiliki penampang berbentuk lingkaran dan memiliki flagela

atau sirus (organ panjat) sebagai alat panjat. Posisi organ panjat ditandai oleh suatu

hubungan vertikal pada antar buku dan segaris dengan ketiak daun yang

berseberangan (Witono, Rustiami, Hadiah, & Purnomo, 2013). Rotan P. triquetra

memiliki bentuk penampang batang segitiga. Selain Plectocomiopsis, Eremospatha

juga memiliki bentuk penampang batang segitiga sehingga rotan jenis ini jarang

dimanfaatkan batangnya oleh masyarakat (Kalima & Rustiami, 2018)

Selain morfologi batang, marga dan jenis rotan juga memiliki anatomi batang

yang berbeda. Berdasarkan karakter anatomi batang rotan, kualitas batang suatu

rotan dinilai baik dari susunan serat yang terlihat ketika dilakukan sayatan

melintang dan membujur. Batang rotan dengan kualitas baik memiliki serat yang

mengandung lignin, sedangkan batang rotan tidak berlignin dan jumlah serat yang

sedikit dinilai kurang baik untuk dimanfaatkan sehari-hari (Jasni & Roliadi, 2010).

Okrea adalah bagian mulut pelepah yang memanjang melewati kedudukan

tangkai daun dan menyelubungi pelepah dari daun berikutnya atau ujung pelepah

daun yang memanjang. Okrea berbentuk menyerupai kertas yang menutupi batang,

ada pula yang menggulung rapat, berbentuk seperti jala atau jaring, dan

Page 25: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

12

menggelembung. Variasi tipe okrea dapat dilihat pada Gambar 4 (Kalima &

Rustiami, 2018).

Gambar 4. Morfologi okrea A. Tipe okrea menempel erat pada batang; B. Tipe

okrea menggembung; C. Tipe okrea memanjang dan menggulung

(Dokumentasi Pribadi, 2020)

Rotan memiliki daun majemuk. Daun rotan terdiri atas organ panjat, pelepah

daun, rakis, okrea, lutut, dan tangkai daun. Pelepah daun berada pada buku atau

ruas dan menutupi ruas batang. Ujung pelepah daun menyempit sehingga menjadi

tangkai daun dan rakis daun, tangkai dan rakis inilah yang menjadi tempat

duduknya helaian anak daun. Tangkai daun bervariasi ukurannya, dari yang

panjang hingga yang pendek (Kalima & Rustiami, 2018).

Pelepah daun pada rotan memiliki duri yang padat dan banyak, tetapi ada juga

yang berduri sedikit bahkan tidak berduri sama sekali. Pelepah daun tidak hanya

dilapisi oleh duri, tetapi juga terdapat ragam bulu, sisik, atau lapisan lilin. Ujung

tempat pelepah daun disebut sebagai mulut pelepah daun (Kalima & Rustiami,

2018).

Tangkai daun umumnya memiliki duri dan panjang yang bervariasi

tergantung jenisnya. Pada ujung tangkai daun terdapat rakis yang merupakan

tempat anak daun. Tangkai daun pada rotan dapat dijadikan kunci identifikasi untuk

menentukan jenis rotan berdasarkan karakter morfologi (Kalima & Rustiami, 2018).

Anak daun pada rotan memiliki susunan yang bervariasi dalam jumlah,

bentuk, dan polanya. Pertumbuhan anak daun ada yang berakhir pada ujung rakis,

ada pula yang rakisnya tetap tumbuh memanjang sebagai organ panjat yang disebut

sirus. Pola susunan daun rotan dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis rotan

secara vegetatif. Anak daun pada rotan umumnya menyirip teratur. anak daun pada

A B C

Page 26: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

13

tumbuhan rotan bervariasi, dapat berbentuk jorong dengan tepi anak daun rata, pita,

belah ketupat dengan tepi anak daun tidak rata, belah ketupat dengan tepi anak daun

rata, dan lanset dengan tepi anak daun rata. Bentuk anak daun dapat dilihat pada

Gambar 5 (Kalima & Rustiami, 2018).

Gambar 5. Morfologi anak daun Korthalsia (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Rotan biasanya hidup merambat dan memanjat menggunakan organ

panjatnya. Organ panjat pada rotan dapat berupa sirus atau kucir. Organ ini

memiliki panjang hingga 50 cm dan berfungsi untuk mengaitkan batang rotan pada

tegakan pohon inang (Dransfield & Manokaran, 1993). Sirus merupakan modifikasi

anak daun yang tumbuh melampaui ujung daun dan dilengkapi dengan duri, duri

ini berfungsi seperti mata kail untuk mengaitkan pada tegakan pohon. Flagela

merupakan perbungaan rotan yang bersifat steril dan tumbuh pada pelepah daun di

dekat lutut batang rotan (Kalima & Rustiami, 2018)

2.6. Persebaran Rotan

Rotan memiliki 600 jenis yang terbagi ke dalam 13 marga, di antaranya

terdapat pada daerah tropis. Marga rotan yang terdapat di dunia saat ini, 3 di

antaranya merupakan marga rotan endemik yang terdapat di Afrika, yaitu

Laccosperma, Eremospatha, dan Oncocalamus (Dransfield, 1992).

Keragaman jenis rotan ditemukan di Semenanjung Malaya, yaitu pusat daerah

dengan iklim basah di Paparan Sunda. Rotan yang terdapat di Asia Tenggara

berjumlah 11 marga, yaitu Calamus, Daemonorops, Korthalsia, Plectocomia,

Ceratolobus, Plectocomiopsis, Myrialepsis, Calosphata, Bejaudia, dan dua marga

Page 27: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

14

lainnya belum dipublikasi (Dransfield, 1979). Jenis rotan dan persebarannya di

dunia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Marga rotan dan persebarannya (Uhl & Dransfield, 1987).

Marga Jumlah Persebarannya

Calamus 370 – 400 Asia Tropis, India dan Sri Lanka, China, Fiji,

Vanuatu, Australia

Calospatha 1 Semenanjung Malaya

Ceratolobus 6 Semenanjung Malaya, Sumatera, Borneo,

Jawa

Daemonorops 115 India dan Cina hingga Papua Nugini

Eremospatha 10 Afrika

Korthalsia 26 Indocina dan Burma hingga Sulawesi

Laccosperma 5 Afrika

Myrialepsis 1 Indocina, Thailand, Burma, Sumatera, dan

Semenanjung Malaya

Oncocalamus 4 Afrika

Plectocomia 16 Himalaya dan Cina Selatan hingga Malaysia

Plectocomiopsis 5 Laos, Thailand, Semenanjung Malaya,

Borneo, Sumatera

Pogonotrium 3 Borneo, Semenanjung Malaya

Retispatha 1 Borneo

Persebaran rotan di kawasan Asia Tenggara, yaitu Korthalsia terdapat di

pusat keragaman Paparan Sunda, Indocina, Burma, Pulau Andaman, beberapa jenis

ditemukan di luar wilayah ini. Calamus terdapat mulai dari Afrika Barat sampai Fiji

dan dari Cina Selatan sampai Queensland. Calosphata terdapat di Semenanjung

Malaya. Ceratolobus terdapat di Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, dan

Jawa. Daemonorops terdapat mulai dari Cina Selatan dan India Selatan sampai di

Kepulauan Nugini (pusat keragaman di Sumatera dan Kalimantan). Plectocomia

terdapat di Bali, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Filipina, Semenanjung Malaya,

dataran Asia Tenggara, kaki Gunung Himalaya, dan Cina Selatan. Plectocomiopsis

terdapat di Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaya, Thailand, dan Indocina

(Sanusi, 2012).

Page 28: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

15

2.7. Pemanfaatan Rotan

Rotan termasuk tumbuhan hasil hutan yang bernilai penting karena dapat

meningkatkan devisa negara. Indonesia merupakan negara penghasil rotan terbesar

di dunia dan telah memberikan kebutuhan bahan baku rotan di dunia sebesar 85%

(Jasni, Damayanti, & Kalima, 2012). Negara lainnya seperti Filipina, Vietnam dan

negara Asia lainnya juga merupakan negara penghasil rotan di dunia (Retraubun,

2013). Dari jumlah tersebut, 90% rotan di Indonesia berasal dari hutan alam yang

ada di Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan, serta 10% sisanya berasal dari hasil

budidaya rotan (Kalima & Jasni, 2015)

Batang rotan dapat digunakan untuk semua bahan dasar pembuatan tali

tambang, digunakan utuh, dan dibelah untuk dianyam menjadi keranjang.

Masyarakat lokal biasa menggunakan rotan untuk menangkap ikan, tongkat untuk

berjalan, peralatan rumah tangga, dan lain-lain (Dransfield, 1979).

Rotan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari

maupun untuk diperdagangkan seperti kerangka mebel dalam bentuk belahan kulit,

terasnya untuk tikar dan keranjang (Kalima, 2008). Rotan yang memiliki ukuran

diameter besar dapat digunakan sebagai komponen mebel termasuk yang dibuang

kulitnya. Rotan yang memiliki ukuran diameter kecil dapat dibelah dua untuk

dijadikan keranjang atau lampit. Kulit rotan dapat dijadikan tas, anyaman, dan

barang kerajinan. Bila batang rotan dibelah berbentuk hati (core) dengan ukuran

diameter 5 mm dapat digunakan untuk komponen mebel atau keranjang, sedangkan

jika dibelah menjadi ukuran diameter yang lebih kecil sekitar 3-4 mm disebut fitrit

dapat digunakan sebagai barang kerajinan, anyaman, dan keranjang (Kalima &

Jasni, 2015).

Tingkat pemanfaatan rotan yang tinggi dikarenakan kualitas rotan yang baik

sehingga mendukung fungsinya sebagai bahan sandang dan papan. Kualitas rotan

yang baik dipengaruhi oleh komposisi kimia dalam rotan. Komposisi kimia rotan

terdiri dari selulosa, lignin, dan zat ekstraktif. Komposisi kimia pada batang rotan

berpengaruh pada proses pengolahan rotan mulai dari pembelahan, pelengkungan,

dan pemutihan (Rachman & Jasni, 2013) serta keawetan alami rotan. Karakteristik

keawetan akan mempengaruhi umur atau durasi pakai rotan atau produk turunan

rotan yang dihasilkan (Jasni & Roliadi, 2010). Semakin tinggi nilai keawetannya

Page 29: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

16

maka akan meningkatkan umur pakainya. Karakteristik keawetan rotan ditentukan

oleh kadar selulosa dan lignin yang terkandung di dalamnya.

Jasni, Pari, & Kalima, (2016) dalam penelitiannya mengenai komponen kimia

12 jenis rotan dari Papua menunjukkan bahwa kandungan selulosa pada batang

rotan berkisar 42.29-52.82% dan kandungan lignin pada batang rotan berkisar

21.00-33.37%, sedangkan untuk ketahanan 12 jenis rotan dari Papua terhadap rayap

tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren.), menghasilkan kelas ketahanan I (3

jenis), kelas II (5 jenis), kelas III (2 jenis), kelas II (2 jenis) dan kelas V (1 jenis).

Untuk rotan dengan kelas ketahanan III, IV, dan V, dilakukan pengawetan untuk

memperpanjang umur pakai rotan (Jasni et al., 2016).

Pengetahuan kelas ketahanan terhadap tingkat keawetan rotan sangat

membantu dalam proses pemanfaatan rotan di industri. Rotan dengan kelas

ketahanan I dan II dapat dimanfaatkan untuk menyuplai kebutuhan rotan komersial

baik untuk mebel, anyaman atau barang kerajinan lain yang membutuhkan umur

pakai lama. Rotan dengan kelas awet III dan V sebelum digunakan untuk bahan

produksi, sebaiknya diawetkan terlebih dahulu agar memperpanjang umur pakainya.

Rotan dengan kelas awet yang rendah dapat juga dimanfaatkan untuk membuat

mikrokristalin selulosa berbahan rotan (Steven, Mardiyanti, Suratman, 2014).

Mikrokristalin ini dapat diaplikasikan pada berbagai produk, antara lain electronic

display, packaging, optical device, super absorbant, nanokomposit serta

biokomposit (Eichhorn et al., 2010).

2.8. Herbarium

Herbarium merupakan material pokok yang penting dalam studi sistematika

tumbuhan. Herbarium mempunyai dua pengertian, pertama dapat diartikan sebagai

tempat penyimpanan spesimen tumbuhan baik yang kering maupun basah. Selain

tempat penyimpanan juga digunakan untuk studi mengenai tumbuhan terutama

untuk tata nama dan klasifikasi. Herbarium sangat erat kaitannya dengan kebun

botani, institusi riset, ataupun pendidikan (Murni, Muswita, Harlis, Yelianti, &

Kartika, 2015).

Pengertian kedua dari herbarium adalah spesimen (koleksi tumbuhan), baik

koleksi basah maupun kering. Spesimen kering pada umumnya telah dipres dan

Page 30: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

17

dikeringkan, serta ditempelkan pada kertas (kertas mounting), diberi label berisi

keterangan yang penting dan sulit dikenali secara langsung dari spesimen kering

tersebut Gambar 6, diawetkan serta disimpan dengan baik di tempat penyimpanan

yang telah disediakan. Spesimen basah yaitu koleksi yang diawetkan dengan

menggunakan larutan tertentu, seperti FAA (Formaldehid Acete Alkohol) atau

alkohol (Murni et al., 2015).

Gambar 6. Herbarium kering Korthalsia (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Spesimen herbarium selalu dilengkapi dengan informasi data berupa

keterangan ringkas flora yang dikoleksi, seperti nama pengumpul/kolektor, nomor

dan tanggal koleksi, lokasi penemuan, habitat, nama lokal, deskripsi singkat

morfologi, dan pemanfaatannya. Spesimen herbarium merupakan bukti ilmiah

eksistensi suatu flora yang berada pada kawasan tertentu di waktu tersebut

(Damayanto & Rahmawati, 2018)

Koleksi spesimen di Herbarium Bogoriense (BO) dibagi menjadi dua

spesimen, yaitu spesimen umum dan spesimen tipe. Spesimen umum adalah koleksi

yang diperoleh saat melaksanakan kegiatan eksplorasi flora di suatu wilayah.

Koleksi spesimen umum ini untuk menggambarkan daerah sebaran biota dan

ekosistemnya (Widjaja et al., 2014). Spesimen tipe adalah spesimen rujukan dari

hasil pertelaan jenis baru (Ardiyani, Dwibadra, Dewi, Mulyadi, Meliah, Maryanto,

Rustiami, Arifiani, Rahajoe, Sutrisno, & Kanti, 2017). Spesimen tipe bernilai

sangat penting karena pertelaan jenis baru didasarkan pada koleksi tipe (Widjaja et

al., 2014). Semakin banyak jenis baru yang dipertelakan semakin bertambah jumlah

keanekaragaman jenis di suatu wilayah (Damayanto & Rahmawati, 2018). Koleksi

Page 31: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

18

spesimen umum lebih banyak dibandingkan spesimen tipe. Koleksi spesimen tipe

di BO berjumlah 17.037 lembar yang terdiri dari 19.289 jenis dan 1.657 marga

(Widjaja et al., 2014) dari total hingga 1 juta spesimen di BO.

Pengertian herbarium dapat diartikan menjadi beberapa makna. Herbarium

mengacu tiga hal, yaitu: (1) sekumpulan koleksi contoh tumbuhan yang dikeringkan

atau diawetkan, diklasifikasi, dan ditempel pada kertas plak; (2) kotak, lemari,

ruang, atau gedung tempat menyimpan contoh tumbuhan yang diawetkan; dan (3)

lembaga yang mengelola tempat menyimpan contoh tumbuhan yang diawetkan

untuk keperluan penelitian (Girmansyah, Santika, & Suratman, 2006).

Page 32: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2019 hingga Maret 2020.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan, Herbarium

Bogoriense (BO), Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi - Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI).

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu kaca pembesar, pensil,

penghapus, pulpen, penggaris, buku catatan, kamera, laptop, dan aplikasi NTSys pc

versi 2.02. Bahan yang digunakan dalam penelitian, yaitu spesimen herbarium

kering Korthalsia asal Sumatera yang disimpan di BO.

3.3. Prosedur Kerja

1. Koleksi Sampel

Spesimen herbarium kering Korthalsia dikoleksi dari beberapa tempat di

Sumatera. Spesimen yang diamati merupakan koleksi kering Korthalsia spp. yang

disimpan di BO. Koleksi Korthalsia dipilih berdasarkan lokasi ditemukannya, yaitu

kawasan Sumatera. Korthalsia yang tumbuh di habitat aslinya sebelumnya telah

dikoleksi oleh beberapa kolektor secara lengkap mulai dari organ vegetatif hingga

organ generatifnya, lalu diproses menjadi herbarium kering. Proses pembuatan

herbarium kering mengacu pada Rugayah, Retnowati, Windadri, & Hidayat (2004).

Koleksi herbarium memuat informasi mengenai lokasi ditemukannya tumbuhan

tersebut. Lokasi dapat berupa nama tempat atau titik koordinat.

Herbarium yang disimpan di BO terdapat 199 lembar spesimen herbarium

yang tergolong menjadi 85 nomor koleksi sebagai objek pengamatan (Tabel 2).

Koleksi yang dipilih adalah koleksi yang memiliki organ lengkap, baik vegetatif

dan generatif dan tidak rusak sehingga dapat diamati karakter morfologinya. Organ

vegetatif yang diamati antara lain batang, okrea, tangkai daun, dan helaian anak

daun, sedangkan organ generatifnya berupa bunga dan buahnya.

Page 33: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

20

Tabel 2. Koleksi herbarium Korthalsia dari Sumatera (BO)

Jenis Jumlah Nomor

Koleksi

Jumlah Lembar

Spesimen

Korthalsia rigida 22 53

Korthalsia rostrata 19 40

Korthalsia echinometra 11 37

Korthalsia flagellaris 12 29

Korthalsia laciniosa 6 16

Korthalsia debilis 7 9

Korthalsia hispida 3 7

Korthalsia robusta 3 6

Korthalsia paucijuga 2 2

Total 85 199

2. Operational Taxonomic Unit (OTU)

Operational Taxonomic Unit (OTU) merupakan metode pengelompokan

objek yang akan diamati untuk mewakili organisme tertentu (Schloss, 2011).

Operational Taxonomic Unit (OTU) yang digunakan dalam penelitian ini adalah

nomor koleksi. Pemilihan nomor koleksi dijadikan sebagai OTU dikarenakan pada

tingkatan nomor koleksi, organisme yang diwakilkan dinilai representatif

dibandingkan dengan lembar herbarium. Setiap nomor koleksi herbarium terdiri

atas beberapa lembar herbarium dan mencakup organ tumbuhan yang lengkap dan

representatif.

3. Pengamatan Morfologi

Morfologi Korthalsia spp. diamati berdasarkan karakter organ vegetatif

(batang, okrea, tangkai daun, dan helaian anak daun) dan organ generatif (bunga

dan buah). Organ tersebut diamati dan dicatat morfometriknya, antara lain panjang

batang, diameter batang, panjang duri, panjang tangkai daun, diameter tangkai daun,

panjang helaian anak daun, lebar helaian anak daun, diameter bunga, panjang sirus,

diameter buah, dan panjang buah. Pengukuran morfometrik dilakukan dengan

menggunakan penggaris dan kaca pembesar. Metode identifikasi dan terminologi

karakter morfologi Korthalsia spp. mengacu pada pustaka Harris & Harris (1994),

Dransfield (1979), Dransfield (1997), Barfod & Dransfield (2013).

Page 34: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

21

4. Pemetaan Persebaran Korthalsia

Informasi lokasi tumbuhnya Korthalsia terdapat pada label informasi yang

tertera di spesimen herbarium (Gambar 7). Informasi lokasi dapat berupa nama

tempat atau titik koordinat lokasi ditemukannya. Nama tempat dan titik koordinat

ditelusuri menggunakan Google Maps untuk mendapatkan lokasi detailnya

(Lampiran 2). Pola persebaran dibuat menggunakan aplikasi ArcGIS 10.5 dengan

metode ArchMap.

Gambar 7. Informasi lokasi dan titik koordinat herbarium Korthalsia (Dokumentasi

Pribadi, 2020)

5. Parameter Pengamatan

Metode pengamatan fenetik dalam penelitian ini menggunakan persamaan

morfologi sebagai karakter yang diamati. Nomor koleksi pada setiap jenis dijadikan

sebagai Operational Taxonomic Unit (OTU). Setiap jenis Korthalsia diberikan nilai

berdasarkan kesesuaian morfologi spesimen dengan karakter yang telah disediakan.

Setiap jenis yang diamati diberikan skor berdasarkan kesesuaian objek dan

parameter yang telah ditentukan. Jika karakter pada jenis yang diamati memiliki

kesesuaian terhadap karakter yang telah ditentukan, maka jenis tersebut diberikan

nilai yang sesuai dengan karakter.

Data morfometrik dikonversi menjadi data multinomial (nilai 1, 2, dan 3)

dengan skoring berdasarkan karakter morfologi Korthalsia yang ditetapkan.

Page 35: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

22

Karakter jenis Korthalsia sesuai dengan karakter yang telah ditetapkan maka

diberikan nilai 2 atau 3, sedangkan bila tidak sesuai diberi nilai 1. Karakter

morfologi dan klasifikasi skor yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Parameter karakter morfologi dan skoring spesimen Korthalsia

No. Karakter Sifat karakter dan skoring

1. Tinggi pohon (a) < 20 m (1), ≥ 20 m (2)

2. Diameter batang tanpa okrea (b) < 1 cm (1), ≥ 1 cm (2)

3. Diameter batang dengan okrea (c) < 2 cm (1), ≥ 2 cm (2)

4. Tipe okrea (d) Memeluk batang (1), Menggembung (2),

Memanjang dengan tepi menggulung (3)

5. Panjang okrea (e) < 10 cm (1), ≥ 10 cm (2)

6. Duri pada okrea (f) Tidak (1), Ya (2)

7. Panjang duri (g) < 2 cm (1), ≥ 2 cm (2)

8. Sebaran duri (h) Soliter (1), Cluster (2)

9. Bentuk anak daun (i) Belah ketupat (1), Pita (2), Lanset (3)

10. Bentuk ujung anak daun (j) Lancip (1), Meruncing (2)

11. Bentuk tepi anak daun (k) Bergerigi (1), Rata (2)

12. Bentuk pangkal anak daun (l) Membaji (1), Menyempit (2)

13. Indumentum pada permukaan

anak daun (m)

Tidak (1), Ya (2)

14. Warna permukaan bawah anak

daun (n)

Berbeda (1), Sama (2)

15. Posisi anak daun (o) Berseling (1), Berpasangan (2)

16. Jumlah anak daun (p) < 20 (1), ≥ 20 (2)

17. Gagang anak daun (q) Tidak (1), Ya (2)

18. Panjang anak daun (r) < 20 cm (1), ≥ 20 cm (2)

19. Lebar anak daun (s) < 5 cm (1), ≥ 5 cm (2)

20. Panjang daun (t) < 1 m (1), ≥ 1 m (2)

21. Anak tulang daun terlihat jelas (u) Tidak (1), Ya (2)

22. Panjang gagang daun (v) < 10 cm (1), ≥ 10 cm (2)

23. Panjang rakis (w) < 50 cm (1), ≥ 50 cm (2)

24. Panjang sirus (x) < 1 m (1), ≥ 1 m (2)

25. Panjang perbungaan (y) < 50 cm (1), ≥ 50 cm (2)

26. Panjang rachillae (z) < 15 cm (1), ≥ 15 cm (2)

27. Lebar rachillae (aa) < 1 cm (1), ≥ 1 cm (2)

28. Bentuk buah (ab) Bulat (1), Lonjong (2)

29. Panjang buah (ac) < 2 cm (1), ≥ 2 cm (2)

30. Lebar buah (ad) < 1,5 cm (1), ≥ 1,5 cm (2)

Page 36: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

23

Objek yang diamati dalam penelitian ini, yaitu karakter morfologi batang,

okrea, duri, daun, bunga, dan buah dengan rincian karakter pada Tabel 3. Tabulasi

data memuat informasi berupa ukuran morfometrik setiap organ dari setiap koleksi

jenis Korthalsia di Sumatera. Karakter morfologi yang menjadi parameter

pengamatan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pengamatan secara

kualitatif dan kuantitatif. Karakter morfologi yang diamati secara kualitatif adalah

karakter berupa bentuk, warna, dan ketersediaan organ tertentu, sedangkan karakter

yang diamati secara kuantitatif adalah karakter yang diukur dan dinyatakan dalam

bentuk angka, seperti tinggi, diameter, panjang, lebar, dan jumlah.

3.4. Analisis Data

Hubungan kekerabatan dianalisis menggunakan aplikasi NTSys pc versi 2.0.

Karakter morfologi yang dianalisis hubungan kekerabatannya adalah 30 karakter

yang diuraikan pada Tabel 3.. Spesimen yang diberikan nilai adalah 9 jenis

Korthalsia dari Sumatera dan karakter morfologi diberikan kode huruf alfabet.

Karakter morfologi yang dianalisis dipilih berdasarkan studi pendahuluan dan

beberapa referensi dan mengenai Korthalsia.

Skoring data multinomial pada pengamatan morfologi dianalisis

menggunakan UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Aritmathic means)

dengan menggunakan prosedur SIMQUAL (Similarity for Qualitative Data).

Hubungan kekerabatan (similarity) dianalisis menggunakan aplikasi NTSys pc

(Numerical Taxonomy and Multivariate System) versi 2.02. Hasil matriks

kemiripan dianalisis menggunakan SAHN (Sequential Angglomerative

Hierarchical and Nested) (Lampiran 5).

Pola persebaran Korthalsia di Sumatera dianalisis menggunakan program

ArcGIS. Informasi titik koordinat pada label dimasukkan ke dalam tabulasi data

kemudian dianalisis menggunakan ArcGIS. Hasil analisis ini adalah peta dengan

pola persebaran Korthalsia di Sumatera.

Page 37: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

24

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di BO didapatkan 9 jenis

Korthalsia spp. dari Sumatera, yaitu Korthalsia debilis, K. echinometra, K.

flagellaris, K. hispida, K. laciniosa, K. paucijuga, K. rigida, K. robusta, dan K.

rostrata. Jenis Korthalsia yang paling banyak dikoleksi, yaitu K. rigida dengan 22

nomor koleksi dan koleksi yang paling sedikit, yaitu K. paucijuga dengan 2 nomor

koleksi. Spesimen herbarium Korthalsia paling tua, yaitu K. flagellaris dan K.

rigida yang dikoleksi oleh Heyne pada tahun 1913 (Lampiran 1).

4.1. Morfologi Korthalsia spp.

Korthalsia spp. termasuk jenis rotan yang dapat memanjat hingga ketinggian

lebih dari 10 m. Karakter morfologi Korthalsia spp. secara lengkap dapat dilihat

pada Lampiran 3. Berdasarkan pengamatan karakter morfologi yang telah

dilakukan, diketahui terdapat 4 organ kunci yang dapat membedakan antar jenis

Korthalsia spp. di Sumatera, yaitu okrea, anak daun, perbungaan, dan buah.

Korthalsia memiliki batang yang ditutupi pelepah, beberapa jenis Korthalsia

memiliki duri pada permukaan pelepahnya. Diameter batang berkisar 1 - 2,5 cm.

Pelepah yang menutupi batang umumnya memiliki warna yang bervariasi, seperti

kuning, hijau, dan coklat. Pelepah pada Korthalsia juga dilapisi indumentum pada

permukaannya.

Korthalsia memiliki variasi bentuk pada okrea, seperti menggembung,

memanjang ke atas dengan tepi menggulung, berbentuk serabut atau jala, serta

lembaran yang memeluk batang. Tipe okrea Korthalsia spp. di Sumatera hanya

terdapat 3 variasi, yaitu memeluk erat batang, menggembung, dan memanjang

dengan tepi menggulung (Gambar 8). Okrea pada jenis-jenis Korthalsia spp.

dilapisi dengan indumentum berwarna kecokelatan. Panjang okrea berkisar 0,5 - 50

cm. Beberapa tipe okrea pada Korthalsia terdapat duri dengan ukuran yang berbeda

setiap jenisnya, yaitu berkisar 0,2 - 6 cm. Sebaran duri pada pelepah dan okrea

umumnya soliter (tidak berkelompok).

Page 38: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

25

Gambar 8. Tipe okrea Korthalsia spp. di Sumatera A. Okrea memeluk batang; B.

Okrea menggembung; C. Okrea memanjang diagonal ke atas dengan

tepi samping okrea menggulung (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Daun Korthalsia termasuk daun majemuk dengan panjang daun berkisar 50 -

250 cm termasuk gagang daun dan sirus. Gagang daun Korthalsia memiliki ukuran

berkisar 2 - 30 cm. Gagang daun memiliki bentuk permukaan adaksial yang rata

dan permukaan abaksial yang cenderung cembung. Umumnya terdapat gagang

anak daun pada rakis, akan tetapi jenis tertentu tidak memiliki gagang anak daun.

Sirus merupakan perpanjangan dari rakis (tempat dudukan anak daun). Panjang

sirus pada daun berkisar 30 - 100 cm. Sirus pada Korthalsia memiliki duri

berbentuk seperti mata kail yang tersebar secara beruas.

Anak daun umumnya tersusun berseling, tetapi beberapa jenis tertentu

memiliki susunan anak daun berpasangan. Jumlah anak daun berkisar 6 - 50 helai

setiap rakis. Anak daun umumnya berbentuk rhomboid atau belah ketupat. Namun,

beberapa jenis memiliki bentuk daun seperti pita dan melanset (Gambar 9). Panjang

anak daun berkisar 15 - 30 cm dan lebar berkisar 3 - 13 cm. Sisi tepi ujung anak

daun berbentuk praemorse atau bergerigi. Namun, K. echinometra memiliki bentuk

tepi entire atau rata. Bentuk ujung anak daun yaitu meruncing dan lancip. Bentuk

pangkal anak daun yaitu membaji dan menyempit. Anak daun Korthalsia memiliki

variasi warna pada permukaannya, seperti hijau tua, hijau kekuningan, hingga hijau

kebiruan. Umumnya permukaan daun Korthalsia terdapat indumentum pada sisi

bawahnya.

A B C

Page 39: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

26

Gambar 9. Bentuk anak daun Korthalsia spp. A. Bentuk belah ketupat; B. Bentuk

memanjang dan tidak lebar; C. Bentuk memanjang dan meruncing

(Dokumentasi Pribadi, 2020)

Perbungaan Korthalsia memiliki ukuran yang bervariasi (Gambar 10).

Perbungaan terletak pada bagian batang. Organ perbungaan terdiri atas gagang

perbungaan (peduncle) dan rachillae. Permukaan perbungaan umumnya terdapat

indumentum. Struktur perbungaan memiliki ruas, setiap ruas terdapat satu buah

rachillae. Jumlah rachillae pada setiap jenis bervariasi, umumnya berkisar 2 - 4

rachillae setiap perbungaan. Ukuran rachillae setiap jenisnya berbeda. Panjang

rachillae berkisar 9 - 20 cm dan lebar 0,5 - 2 cm.

Gambar 10. Bentuk perbungaan Korthalsia spp. A. Perbungaan dengan ukuran

rachillae panjang dan kecil; B. Perbungaan dengan ukuran rachillae

panjang dan besar; C. Perbungaan dengan ukuran rachillae pendek

dan besar (Dokumentasi Pribadi, 2020)

Buah Korthalsia umumnya memiliki bentuk bulat dan beberapa jenis

berbentuk lonjong (Gambar 11). Bentuk buah bulat terdapat pada jenis K. debilis,

K. paucijuga, dan K. rigida. Sedangkan, buah dengan bentuk lonjong terdapat pada

A B C

A B C

Page 40: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

27

jenis K. echinometra, K. flagellaris, K. hispida, K. laciniosa, K. robustra, dan K.

rostrata. Buah dilapisi kulit dengan bentuk seperti sisik berwarna coklat kemerahan.

Bentuk ujung bagian bawah pada buah terdapat perbedaan antara K. echinometra

dan K. rostrata. Bentuk ujung buah K. echinometra meruncing, sedangkan buah K.

rostrata lancip. Tekstur sisik buah keduanya juga berbeda. Buah K. rostrata

memiliki sisik yang lebih menonjol dibanding buah K. echinometra. Ukuran buah

bervariasi setiap jenisnya. Panjang buah berkisar 1 - 2,5 cm dan lebar 1 - 1,6 cm.

Gambar 11. Bentuk buah Korthalsia spp. A. Bentuk buah Korthalsia echinometra;

B. Bentuk buah Korthalsia rostrata (Dokumentasi Pribadi, 2020)

4.2. Kunci Identifikasi dan Deskripsi Jenis Korthalsia spp.

Perbedaan antar jenis Korthalsia spp. di Sumatera dapat dibedakan satu

dengan lainnya menggunakan kunci identifikasi yang diuraikan di bawah ini:

1. a. Ukuran okrea < 10 cm ............................................................................ 2

b. Ukuran okrea ≥ 10 cm ............................................................................ 5

2. a. Tipe okrea menggembung ...................................................... K. rostrata

b. Tipe okrea memeluk dan menempel erat pada batang ........................... 3

3. a. Panjang daun < 1 m, panjang rachillae < 15 cm ................................... 4

b. Panjang daun ≥ 1 m, panjang rachillae ≥ 15 cm ......................... K. rigida

4. a. Diameter batang tanpa okrea < 1 cm .................................... K. paucijuga

b. Diameter batang tanpa okrea ≥ 1 cm ......................................... K. debilis

5. a. Bentuk anak daun seperti pita .......................................... K. echinometra

b. Bentuk anak daun belah ketupat ............................................................ 6

6. a. Panjang duri < 2 cm ............................................................................... 7

b. Panjang duri ≥ 2 cm ............................................................................... 8

A B

Page 41: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

28

7. a. Jumlah anak daun < 20 helai ................................................. K. laciniosa

b. Jumlah anak daun ≥ 20 helai ............................................... K. flagellaris

8. a. Susunan anak daun berseling ................................................... K. hispida

b. Susunan anak daun berpasangan ............................................. K. robusta

Karakter morfologi masing-masing jenis Khortalsia dideskripsikan sebagai berikut:

1. Korthalsia debilis Blume, Rumphia 2: 169 (1843), Gambar 12

Tumbuh merambat dengan tinggi 20 m. Diameter batang tanpa okrea 0,4 -

1,3 cm, diameter batang dengan okrea 0,8 - 1,7 cm. Panjang daun 50 - 100 cm

termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah berwarna hijau, memiliki duri soliter

berukuran 0,2 - 0,3 cm. Okrea memeluk batang, berbentuk seperti serabut, panjang

okrea 2 - 8 cm (Gambar 12a). Panjang gagang daun 2 - 7 cm, panjang rakis 23 - 32

cm, dan panjang sirus 20 - 35 cm. Susunan anak daun berseling dan terdapat gagang

anak daun (Gambar 12b). Bentuk anak daun belah ketupat dengan tepi atas anak

daun bergerigi, bentuk ujung daun lancip, dan bentuk pangkal anak daun cunneate

(Gambar 12c). Jumlah anak daun berkisar 6 - 12 helai setiap rakis. Panjang anak

daun berkisar 12 - 19 cm dan lebar 4 - 9 cm. Warna permukaan adaksial dan abaksial

anak daun berbeda, warna permukaan adaksial hijau tua dan warna permukaan

abaksial putih keabuan. Indumentum berwarna abu-abu pada bagian abaksial anak

daun. Garis tulang anak daun transversal terlihat jelas. Panjang perbungaan tidak

diketahui, panjang rachillae 9 cm dan lebar 0,4 cm. Bentuk dan ukuran buah tidak

diketahui.

Catatan. Korthalsia debilis memiliki karakter yang hampir mirip dengan K. rigida

jika ditinjau dari bentuk anak daunnya. Karakter yang dapat membedakan antara K.

debilis dan K. rigida adalah tipe okreanya. Korthalsia debilis memiliki okrea seperti

serabut, sedangkan K. rigida tidak memiliki okrea seperti serabut (Dransfield,

1997).

Persebaran. Brunei Darussalam, Kalimantan, Sarawak, dan Sumatera.

Habitat. Hutan primer, hutan dipterokarpa dataran rendah.

Nama lokal. Wae melandeng tai ayam, rautan buai, rautan dan.

Pemanfaatan. Batang digunakan sebagai bahan kerajinan atau mebel.

Page 42: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

29

Spesimen yang diamati. Sumatera, Aceh, Kutacane, Biak Mentelang, 450 m dpl,

[03°29’12.22”LS 97°48’39.47”BT], 14 Februari 1980, J.P. Mogea 1997, steril

(BO); Jambi, Bukit Barisan, 25 km dari Sungai Penuh, 1.200 m dpl,

[04°24’56.13”LS 103°34’0.59”BT], 30 Juli 1972, J. Dransfield 2725, steril (BO);

Kepulauan Bangka Belitung, Desa Lasar, Kecamatan Membalong, Kabupaten

Belitung, 19-20 m dpl, [07°88’02.2”LS 96°61’01.0”BT], 16 Maret 2017, Deri

Andayani DE 12D, steril (BO); Desa Limbungan, Kecamatan Gantung, Kabupaten

Belitung Timur, 11 m dpl, [01°78’48.2”LS 96°54’70.6”BT], 22 Maret 2017,

Cinthia Paramita Cin 02D, steril (BO); Sumatera Selatan, Danau Ranau,

Setumpau, 800-900 m dpl, [04°51’3.70”LS 103°56’15.37”BT], 16 November 1983,

J.J. Afriastini 0803, steril (BO); Sumatera Utara, Desa Dendang, Kecamatan

Stabat, Kabupaten Langkat, 55 m dpl, [03°45’2.76”LS 98°27’10.70”BT], 23 Maret

2011, Fitri V-3 008, steril (BO); Kecamatan Ulu Besitang, Kabupaten Tanjung Pura,

50 m dpl, [03°57’53.13”LS 98°27’44.28”BT], 14 Agustus 1971, J. Dransfield & D.

Saerudin 1844, steril (BO).

Gambar 12. Spesimen herbarium Korthalsia debilis (BO); A. Tipe okrea; B.

Susunan anak daun dan gagang pada anak daun; C. Bentuk anak daun

(Dokumentasi Pribadi, 2020)

2. Korthalsia echinometra Becc., Malesia 2: 66 (1884), Gambar 13

Sinonim. Korthalsia angustifolia var. gracilis Miq., Palm. Archip. Ind.: 16

(1868); Korthalsia horrida Becc., Malesia 2: 66 (1884).

Tumbuhan merambat hingga ketinggian 40 m. Diameter batang tanpa okrea

0,8 - 2 cm, diameter batang dengan okrea 1,2 - 4 cm (Gambar 13a). Panjang daun

1,2 - 2 m termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah berwarna hijau, terdapat

indumentum berwarna abu-abu, terdapat duri dengan jumlah yang banyak,

A B C

Page 43: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

30

berbentuk triangular dengan panjang hingga 6 cm. Tipe okrea menggembung dan

terdapat duri, panjang okrea 10 - 20 cm (Gambar 13b). Panjang gagang daun 10 -

30 cm dengan indumentum berwarna coklat dan terdapat duri pendek seperti mata

kail. Panjang rakis berkisar 0,5 - 1 m dan panjang sirus 0,5 - 1,2 m. Susunan anak

daun berpasangan, tidak terdapat gagang anak daun, bentuk anak daun pita, bentuk

ujung anak daun meruncing, bentuk tepi anak daun rata, dan bentuk pangkal anak

daun menyempit (Gambar 13c). Jumlah anak daun berkisar antara 22 - 50 helai

setiap rakis. Panjang anak daun 24,5 - 33 cm dan lebar 2 - 3 cm. Warna permukaan

daun berbeda, permukaan adaksial anak daun hijau tua dan permukaan abaksial

berwarna putih. Indumentum berwarna putih pada permukaan abaksial anak daun.

Bentuk tulang anak daun transversal terlihat dengan jelas. Panjang perbungaan

berkisar antara 0,6 - 1,2 m. Jumlah rachillae 1 - 4 buah, panjang rachillae 11 - 20

cm, dan lebar rachillae 0,6 - 1,5 cm (Gambar 12d). Buah berbentuk lonjong dengan

sisik berwarna merah kecoklatan (Gambar 12e). Panjang buah 2 - 2,5 cm dan lebar

buah 1,5 cm.

Catatan. Korthalsia echinometra memiliki karakter khas yang mudah dibedakan

dengan jenis lain dari marga Korthalsia, antara lain bentuk anak daunnya yang

seperti pita dan okrea yang menggembung dengan duri yang panjang menjadi

karakter khas jenis ini. Tipe okrea menggembung ini sering dijadikan semut sebagai

tempat tingalnya di dalamnya (Shahimi et al., 2019).

Persebaran. Brunei, Borneo, Semenanjung Malaya, dan Sumatera.

Habitat. Hutan primer, hutan dipterokarpa dataran rendah, ketinggian 100 m dpl

Nama lokal. Rotan semut, rotan udang, rotan dangau, ketang cacing, dan rotan siu

Pemanfaatan. Batang digunakan untuk membuat kursi

Spesimen yang diamati. Sumatera, Aceh, Desa Sosor, Kecamatan Simpang

Kanan, Aceh Singkil, 5 m dpl, [02°25'35.38"LS 98°2'8.19"BT], 18 Agustus 2013,

Nasrianti Syam & M. Nasir Syam NS29, steril (BO); Bengkulu, Cagar Alam

Kepahiang, Kecamatan Curup, Kabupaten Kepahiang, 800 m dpl, [03°39'5.15"LS

102°34'41.52"BT], J. Dransfield 1231, steril (BO); Kepulauan Bangka Belitung,

Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, [01°38'59.87"LS 105°49'44.51"BT], 9

November 1914, W. Grashoff 79, steril (BO); Riau, Kecamatan Kuala Indragiri,

Kabupaten Indragiri Hilir, 600 m dpl, [0°18'34.83"LS 103°25'41.01"BT], 27 April

Page 44: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

31

1939, Dr. P. Buwalda 6722, berbuah (BO); Kecamatan Kuala Cenaku, Kabupaten

Indragiri Hulu, 3 m dpl, [0°10'56.69"LS 102°40'3.21"BT], 10 Januari 1940, Rapii

BB.31.244, berbuah (BO); Sumatera Barat, Taman Nasional Teiteibati, Pulau

Siberut, 100 m dpl, [01°25'33.60"LS 98°55'28.32"BT], Juli 1992, J.J. Afriastini

1901, steril (BO); Teitei Lemori, Desa Madobag, Kecamatan Siberut Selatan, Pulau

Siberut, 100 m dpl, [01°33'33.90"LS 99° 2'5.99"BT], 29 Juni 1993, J.J. Afriatini

& A. Adhikerana 2569, berbuah (BO); Sumatera Selatan, Kabupaten Ogan

Komering Ulu, 80 m dpl, [04°1'42.05"LS 104°0'26.05"BT], 22 Agustus 1915, W.

Grashoff 572, berbunga (BO); Kabupaten Banyuasin, 20 m dpl, [02°51'1.49"LS

104°45'49.54"BT], 11 Oktober 1915, W. Grashoff 701, berbunga (BO); Kota

Palembang, Kecamatan Sematang Ulu, 150 m dpl, [02°56'28.67"LS

104°50'22.65"BT], 19 Februari 1915, W. Grashoff 197, steril (BO); Sumatera

Utara, Kecamatan Ulu Besitang, Kabupaten Tanjung Pura, 50 m dpl,

[03°57’53,13”LS 98°27’44.28”BT], 15 Agustus 1971, J. Dransfield & D. Saerudin

1849, steril (BO).

Gambar 13. Spesimen herbarium Korthalsia echinometra (BO) A. Ukuran batang;

B. Tipe okrea; C. Bentuk dan susunan anak daun; D. Bentuk

perbungaan E. Bentuk buah (Dokumentasi Pribadi, 2020)

A C

D E

B

Page 45: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

32

3. Korthalsia flagellaris Miq., Fl. Ned. Ind., Eerste Bijv. 3: 591 (1861), Gambar

14

Sinonim. Korthalsia rubiginosa Becc., Malesia 2: 72 (1884).

Batang rotan merambat hingga 40 m. Diameter batang tanpa okrea 1,5 - 2,5

cm, diameter dengan okrea 2 - 4 cm, panjang internodus 30 cm atau lebih pada saat

juvenil. Panjang daun 1,5 - 3 m termasuk gagang daun dan sirus. Indumentum pada

bagian pelepah dan tidak terdapat duri pada bagian pelepah daun. Okrea menempel

erat pada batang dengan panjang okrea 10 - 30 cm, tipe okrea cenderung seperti

serabut pada bagian sisi berlawanan dari gagang daun (Gambar 14a). Panjang

gagang daun 10 - 17 cm, panjang rakis 0,5 - 1,3 m, dan panjang sirus 0,5 - 1,5 m.

Susunan anak daun berpasangan, terdapat gagang anak daun, bentuk anak daun

melanset, bentuk ujung anak daun lancip, bentuk tepi anak daun praemorse atau

bergerigi, dan bentuk pangkal anak daun menyempit (Gambar 14b). Jumlah anak

daun berkisar 16 - 40 helai pada setiap rakis. Panjang anak daun 30 - 40 cm dan

lebar anak daun 3 - 4,5 cm. Sepuluh nomor koleksi K. flagellaris yang diamati,

terdapat variasi morfologi jenis pada 3 nomor koleksi spesimen herbarium yang

diamati. Hal ini diketahui berdasarkan perbedaan bentuk morfologi anak daun.

Umum Korthalsia flagellaris memiliki bentuk ujung tepi daun lancip. Namun,

terdapat 3 nomor koleksi dengan bentuk morfologi ujung anak daun rounded

(Gambar 15). Warna permukaan adaksial dan abaksial anak daun berbeda,

permukaan adaksial berwarna hijau kebiruan dan permukaan abaksial berwarna

kecoklatan. Garis tulang transversal anak daun terlihat jelas. Panjang perbungaan

75 cm dan sangat bercabang pada perbungannya sehingga memiliki rachillae yang

banyak (Gambar 14c). Panjang rachillae 9 - 12 cm dan lebar 0,7 cm. Bentuk buah

cenderung lonjong dengan panjang 2 cm dan lebar 1,2 cm.

Catatan. Korthalsia flagellaris biasa ditemukan pada hutan lahan gambut.

Korthalsia flagellaris memiliki bentuk anak daun melanset yang mudah dibedakan

dengan jenis lain. Selain itu, anak daun pada jenis ini dapat bergetar ketika terkena

angin. Tipe okrea yang memeluk erat batang dan tidak adanya duri pada okrea

menjadi karakter dari jenis ini (Dransfield, 1997).

Persebaran. Brunei, Borneo, Semenanjung Malaya, dan Sumatera

Habitat. Hutan lahan gambut dataran rendah

Page 46: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

33

Nama lokal. Rotan dahan, rotan batu, rautan bidai, dan wae den

Pemanfaatan. Batang dimanfaatkan untuk membuat keranjang

Spesimen yang diamati. Sumatra, Jambi, Suaka Margasatwa Berbak, dekat

Sungai Air Hitam, 4 m dpl, [01°17'12.71"LS 104°14'22.54"BT], 13 Juli 1972, J.

Dransfield 2566, 2586, steril (BO); Kepulauan Bangka Belitung, Desa Pebuar,

Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, 43 m dpl, [01°41'44.28"LS

105°24'3.42"BT], 4 April 2011, Fitri V-3 021, steril (BO); Desa Kembiri,

Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, 18 m dpl, [03°2'43.70"LS

107°47'14.31"BT], 15 Maret 2017, Deri Andayani DE 08R, steril (BO); Belitung,

[02°52'15.22"LS 107°57'11.46"BT], 1913, Heyne 2, steril (BO); Kecamatan

Belinyu, Kabupaten Bangka, 50 m dpl, [01°38'59.87"LS 105°49'44.51"BT], 25

September 1914, Grashoff 8, steril (BO); Kepulauan Riau, Pulau Singkep,

Kabupaten Lingga, 40 m dpl, [0°28'21.38"LS 104°25'32.71"BT], 7 Agustus 1919,

H.A.B. Bünnemeyer 7361, berbunga (BO); Riau, Kabupaten Bengkalis, 3 m dpl,

[01°24'50.11"LS 101°36'56.80"BT], 13 November 1919, Beguin 468, steril (BO);

Sumatera Barat, [0°44'23.78"LS 100°48'0.02"BT], 17 Januari 1935, Houtv.

J.H.de Haan 50, steril (BO), 3 Januari 1935, Houtv. J.H. de Haan 16, steril (BO);

Sumatera Selatan, Kabupaten Banyuasin, 20 m dpl, [02°51'1.49"LS

104°45'49.54"BT], 16 November 1915, Grashoff 825, steril (BO); Kota Palembang,

[02°58'33.86"LS 104°46'31.55"BT], 1914, Heyne 19, steril (BO).

Gambar 14. Spesimen herbarium Korthalsia flagellaris (BO) A. Tipe okrea; B.

Bentuk anak daun C. Bentuk perbungaan (Dokumen Pribadi, 2020)

A B C

Page 47: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

34

Gambar 15. Perbedaan morfologi anak daun Korthalsia flagellaris A. Bentuk anak

daun pada umumnya; B. Bentuk anak daun variasi morfologi jenis

(Dokumentasi Pribadi, 2020)

4. Korthalsia hispida Becc., Malesia 2: 71 (1884), Gambar 16

Tumbuh merambat hingga ketinggian 20 - 30 m. Diameter batang tanpa

okrea 0,8 - 1,5 cm, diameter batang dengan okrea 1,5 - 2,5 cm, dan panjang

internodus 10 - 20 cm. Panjang daun 1 - 1,8 m termasuk gagang daun dan sirus.

Pelepah berwarna hijau terang dan dilapisi indumentum berwarna coklat. Duri

soliter berwarna hitam terdapat pada pelepah dan panjang duri 2 - 3 cm. Tipe okrea

memanjang ke arah atas dan tidak seluruh permukaannya menempel pada batang,

tetapi menjauhi batang. Kedua sisi tepinya menggulung dan dipenuhi duri hitam

kecoklatan yang cukup banyak, panjang duri berkisar 1 - 3 cm (Gambar 16a).

Panjang okrea berkisar 17 - 25 cm dan lebar 3 - 5 cm. Panjang gagang daun 14 - 20

cm dengan bentuk adaksial rata dan abaksial cenderung cembung dan terdapat

indumentum berwarna coklat. Panjang rakis berkisar 0,3 - 1,5 m dengan duri seperti

mata kail dan panjang sirus 60 - 90 cm. Susunan anak daun berseling dan terdapat

gagang pada anak daun. Bentuk anak daun belah ketupat, bentuk ujung anak daun

lancip, bentuk tepi anak daun praemorse atau bergerigi, dan bentuk pangkal anak

daun cunneate (Gambar 16b). Jumlah anak daun berkisar 10 - 16 helai setiap rakis.

Panjang anak daun 16 - 19 cm dan lebar 5 - 8 cm. Warna permukaan anak daun

berbeda, permukaan adaksial berwarna hijau terang dan warna abaksial putih

keabu-abuan disertai indumentum berwarna putih. Bentuk tulang anak daun

transversal terlihat jelas. Panjang perbungaan 30 - 50 cm dengan jumlah rachillae

1 - 3 buah, terdapat indumentum berwarna coklat dan duri halus berukuran kecil

berwarna coklat. Panjang rachillae 15 - 20 cm dan lebar 1 - 1,5 cm (Gambar 16c).

A B

Page 48: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

35

Bentuk buah bulat dilapisi sisik berwarna coklat kemerahan. Panjang buah 18 - 22

cm dan lebar 0,6 - 0,9 cm.

Catatan. Okrea pada Korthalsia hispida sering dijadikan tempat tinggal semut dan

sering mengeluarkan suara desis karena gesekan semut dan sarang di dalam okrea.

Korthalsia hispida memiliki karakter morfologi yang sangat mirip dengan K.

robusta. Namun, kedua jenis tersebut masih dapat dibedakan. Korthalsia hispida

memiliki duri hitam yang panjang pada permukaan pelepah dan okreanya,

sedangkan K. robusta tidak memiliki duri hitam (Shahimi et al., 2019).

Persebaran. Borneo, Semenanjung Malaya, dan Sumatera.

Habitat. Hutan dipterokarpa dataran rendah, tepi sungai, dan perbukitan.

Nama lokal. Ketang udang

Pemanfaatan. Batang digunakan untuk membuat kursi

Spesimen yang diamati. Aceh, Desa Sosor, Kecamatan Simpang Kanan,

Kabupaten Aceh Singkil, 5 m dpl, [02°25'35.38"LS 98°2'8.19"BT], 18 Agustus

2013, Nasrianti Syam & M. Nasir Syam NS 28, steril (BO); Bukit Plawi, Kecamatan

Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, 30 m dpl, [04°47'8.73"LS 97°53'38.15"BT],

April 1931, Nainggolan s.n., steril (BO); Jambi, Kabupaten Kerinci, Sungai Penuh,

400 m dpl, [01°52'19.37"LS 101°26'2.09"BT], 22 Juli 1972, J. Dransfield 2620,

berbunga (BO).

Gambar 16. Spesimen herbarium Korthalsia hispida (BO) A. Tipe okrea; B.

Bentuk dan susunan anak daun; C. Bentuk perbungaan (Dokumentasi

Pribadi, 2020)

5. Korthalsia laciniosa Mart., Hist. Nat. Palm. III: 211 (1845), Gambar 17

Sinonim. Korthalsia andamanensis Becc., Malesia 2: 76 (1884); Korthalsia

grandis Ridl., Mat. Fl. Malay. Penins. 2: 217 (1907); Korthalsia scaphigera Kurz,

A B C

Page 49: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

36

Forest Fl. Burma 2: 513 (1877); Korthalsia teysmanii Miq., Fl. Ned. Ind., Eerste

Bijv.: 591 (1861); Korthalsia wallichiifolia (Griff.) H. Wendl. in O.C.E.de

Kerchove de Denterghem, Palmiers: 248 (1878).

Tumbuh merambat hingga mencapai ketinggian 50 m. Diameter batang tanpa

okrea 2 - 6 cm, diameter batang dengan okrea 3 - 7 cm, dan internodus 30 cm.

Panjang daun 2,5 cm termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah daun berwarna putih

keabu-abuan dan terdapat indumentum. Duri soliter terdapat pada batang berukuran

0,6 cm dan sangat jarang. Tipe okrea memeluk erat batang dan cenderung rapuh

atau rusak dengan panjang okrea 10 - 15 cm (Gambar 17a). Panjang gagang daun 6

- 8 cm, panjang rakis 0,5 - 1,2 m, panjang sirus 1,2 m dengan duri seperti mata kail.

Susunan anak daun berpasangan dan terdapat gagang pada anak daun. Bentuk anak

daun belah ketupat dengan ukuran yang lebih besar dibanding jenis lain. Bentuk

ujung anak daun lancip, bentuk tepi anak daun bergerigi, dan bentuk pangkal anak

daun cunneate (Gambar 17b). Jumlah anak daun 12 - 18 helai setiap rakis. Panjang

anak daun berkisar 15 - 30 cm dan lebar 12 - 19 cm. Warna permukaan anak daun

adaksial dan abaksial berbeda. Indumentum pada bagian abaksial anak daun.

Bentuk tulang anak daun transversal terlihat jelas. Panjang perbungaan 50 - 75 cm

dengan panjang rachillae 10 - 15 cm dan lebar 0,5 - 1 cm (Gambar 17c). Bentuk

buah lonjong dan dilapisi sisik berwarna coklat. Panjang buah 2 cm dan lebar buah

1,5 cm.

Persebaran. Pulau Andaman, Pulau Nicobar, Burma, Thailand, Indochina,

Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, dan Filipina.

Habitat. Hutan dipterokarpa

Spesimen yang diamati. Sumatera, Lampung, Lampung [04°33'30.91"LS

105°24'24.51"BT], 1914, Gusdorf 317, 311, steril (BO); Sumatera Selatan, Bukit

Kelam, Desa Curup, Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten Penukal Abab Lematang

Ilir, 1.000 m dpl, [03°19'50.46"LS 104°9'8.69"BT], 13 Februari 1971, J. Dransfield

1244, steril (BO); Kecamatan Muaradua, Kota Palembang, 250 m dpl,

[04°31'34.26"LS 104°4'36.85"BT], 1 Juni 1915, Grashoff 425, berbunga (BO);

Kota Palembang, Kecamatan Sematang Ulu, 150 m dpl, [02°56'28.67"LS

104°50'22.65"BT], 19 Februari 1915, Grashoff 199, berbunga (BO); Sumatera

Utara, Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, 600 m dpl,

Page 50: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

37

[03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT], 27 Februari 1973, J. Dransfield 3367, steril

(BO).

Gambar 17. Spesimen herbarium Korthalsia laciniosa (BO) A. Tipe okrea; B.

Bentuk anak daun; C. Bentuk perbungaan (Dokumentasi Pribadi,

2020)

6. Korthalsia paucijuga Becc., Ann. Roy. Bot. Gard. (Calcutta) 12(2): 121, 122

(1918), Gambar 18

Tumbuh merambat hingga ketinggian 30 m. Diameter batang tanpa okrea 0,5

cm, diameter batang dengan okrea 0,6 - 1 cm, dan internodus 10 cm. Panjang daun

80 cm termasuk gagang daun dan sirus. Duri terdapat pada pelepah, ukuran duri

sangat kecil dan jarang. Tipe okrea memeluk erat batang dan sangan pendek jika

dibandingkan dengan jenis Korthalsia lainnya, panjangnya berkisar 0,5 - 1,5 cm

(Gambar 18a). Panjang gagang daun 1 - 3 cm, panjang sirus 30 cm, dan panjang

rakis 50 cm dengan duri seperti mata kail yang berfungsi untuk memanjat. Susunan

anak daun berpasangan dan terdapat gagang anak daun. Bentuk anak daun belah

ketupat cenderung melanset, bentuk ujung anak daun lancip, bentuk tepi anak daun

bergerigi, dan bentuk pangkal anak daun cunneate (Gambar 18b). Jumlah anak daun

6 - 8 helai setiap rakis. Panjang anak daun 15 - 20 cm dan lebar 4 - 5,5 cm. Warna

permukaan adaksial dan abaksial anak daun berbeda. Garis tulang anak daun

transversal terlihat jelas. Panjang perbungaan 20 cm dengan panjang rachillae 8 cm

dan lebar 0,4 cm. Bentuk buah cenderung bulat dan dilapisi sisik berwarna coklat

(Gambar 18c). Panjang buah 1,2 cm dan lebar 1 cm.

Catatan. Korthalsia paucijuga memiliki karakter morfologi yang mirip dengan K.

rigida. Kedua jenis ini dapat dibedakan dari ukuran K. paucijuga yang lebih kecil

dan jumlah anak daun hanya 6 - 8 helai (Dransfield, 1980).

A B C

Page 51: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

38

Persebaran. Sumatera dan Borneo

Habitat. Hutan lahan gambut

Nama lokal. Rotan tai ayam

Spesimen yang diamati. Sumatera, Jambi, Suaka Margasatwa Berbak, dekat

Sungai Air Hitam, 4 m dpl, [01°17'12.71"LS 104°14'22.54"BT], 13 Juli 1972, J.

Dransfield 2564, steril (BO); Sumatera Barat, [0°44'23.78"LS 100°48'0.02"BT],

16 Januari 1935, Houtv.J.H.de Haan 47, steril (BO).

Gambar 18. Spesimen herbarium Korthalsia paucijuga (BO) A. Ukuran batang; B.

Tipe dan panjang okrea; C. Bentuk anak daun (Dokumentasi Pribadi,

2020)

7. Korthalsia rigida Blume, Rumphia 2: 167 (1843), Gambar 19

Sinonim. Korthalsia ferox var. malayana Becc. in J.D.Hooker, Fl. Brit. India

6: 476 (1893); Korthalsia hallieriana Becc., Ann. Roy. Bot. Gard. (Calcutta) 12(2):

142 (1918); Korthalsia paludosa Furtado, Gard. Bull. Singapore 13: 313 (1951);

Korthalsia polystachya Mart., Hist. Nat. Palm. 3: 210 (1845).

Tumbuh merambat hingga tinggi 50 m. Diameter batang tanpa okrea 1 - 2 cm,

diameter dengan okrea 1,5 - 2,5 cm, dan internodus 20 cm. Panjang daun 1,5 - 2 m

termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah berwarna hijau dan terdapat indumentum

berwarna abu-abu. Duri soliter terdapat pada pelepah berwarna coklat, duri

berbentuk triangular dan menempel kuat pada pelepah, ukuran duri 0,5 - 1 cm.

Okrea memeluk erat batang dan ujungnya sedikit hancur, panjang okrea berkisar 4

- 6 cm (Gambar 19a). Panjang gagang daun 10 - 25 cm, panjang rakis 30 - 80 cm,

dan panjang sirus 0,75 - 1 m dengan duri seperti mata kail sepanjang sirus. Susunan

anak daun berseling dan terdapat gagang anak daun. Bentuk anak daun belah

ketupat, bentuk ujung anak daun lancip, bentuk tepi anak daun praemorse atau

A B C

Page 52: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

39

bergerigi, dan pangkal daun berbentuk cunneate (Gambar 19b). Jumlah anak daun

berkisar 10 - 14 helai setiap rakis. Panjang anak daun 9 - 15 cm dan lebar 6 - 8 cm.

Warna permukaan adaksial dan abaksial anak daun berbeda, permukaan adaksial

berwarna hijau tua, dan permukaan abaksial keabu-abuan serta terdapat

indumentum kecoklatan. Garis tulang anak daun transversal pada permukaan anak

daun terlihat jelas. Panjang perbungaan 70 - 80 cm dengan jumlah rachillae

mencapai 10 setiap tangkai perbungaan. Rachillae berwarna coklat dengan panjang

15 - 30 cm dan lebar 0,5 cm (Gambar 19c). Bentuk buah bulat, memiliki sisik

berwarna hijau kecoklatan dengan diameter 1 cm.

Persebaran. Thailand, Malaya, Sumatera, Borneo, Palawan

Habitat. Dataran rendah, bukit hutan dipterokarpa, hutan primer dengan tanah

cenderung kering

Nama Lokal. Rotan danan, rotan kubin, rotan belidang, dan rotan melandang

Pemanfaatan. Batang digunakan sebagai bahan dasar furniture

Spesimen yang diamati. Sumatera, Aceh, Gunung Kemiri, Aceh Tenggara, 700

m dpl, [03°45'44.00"LS 97°28'57.00"BT], 21 November 1975, J.P. Mogea 622,

steril (BO); Kabupaten Gayo Luwes, 744 m dpl, [04°01.798’LS 96°53.936’BT], 2

November 1997, Pak Ikram Sangaji & Sasha Barrow 25, steril (BO); Kepulauan

Bangka Belitung, Bukit Permis, Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka

Selatan, 207 m dpl, [02°36'LS 105°58’BT], 23 Maret 2011, Leg. ign. SHER 010,

steril (BO); Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, 80 m dpl, [01°38'59.87"LS

105°49'44.51"BT], 30 Oktober 1914, W. Grashoff 60, steril (BO); Kecamatan

Lubuk Besar, Kabupaten Bangka, 20 m dpl, [02°36'18.24"LS 106°36'19.99"BT],

26 Agustus 1949, Kostermans & Anta 133, berbunga (BO); Kabupaten Belitung,

[02°52'15.22"LS 107°57'11.46"BT], 1913, Heyne 4, berbunga (BO); Gunung

Permisan, Kecamatan Simpang Rimba, Kabupaten Bangka Selatan, 300 m dpl,

[02°33'20.06"LS 106°1'1.19"BT], H.A.B. Bünnemeyer 2025, steril (BO); Riau,

Kecamatan Kuala Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu, 3 m dpl, [0°10'56.69"LS

102°40'3.21"BT], 15 Januari 1919, Rapii BB.31.267, BB.31.268, steril (BO);

Sumatera Barat, Cagar Alam Rimbo Panti, Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman,

35 km ke arah utara dari Kota Lubuk Sikaping, 200-500 m dpl, [0.459441 LS

100.048987 BT], 5 Agustus 1999, Nurainas N 1354, berbunga (BO); Gunung

Page 53: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

40

Talamau, Kecamatan Jorong Bungo Tanjung, Kabupaten Pasaman, [0°4'45.01"LS

99°59'3.00"BT], 20 Juni 2011, H. Rustiami, A. Haryadi, M. Ardiyani, Y. Santika,

H. Handika, Wahyudi, & Daniel HR 1854, steril (BO); Muro Kulampi, Kabupaten

Sijunjung, 400 m dpl, [0°39'52.92"LS 101° 4'16.23"BT], 26 Februari 1974, J.

Dransfield & J.P. Mogea 3960, berbuah (BO); Sumatera Selatan, Kabupaten Musi

Rawas, 50 m dpl, [03°5'44.35"LS 103°4'54.44"BT], 19 Maret 1916, W. Grashoff

1006, steril (BO); Kabupaten Ogan Komering Ulu, 80 m dpl, [04°1'42.05"LS

104°0'26.05"BT], 23 Agustus 1915, W. Grashoff 584, steril (BO); Kota Palembang,

Kecamatan Muaradua, 250 m dpl, [04°31'34.26"LS 104°4'36.85"BT], 12 Juni 1915,

W. Grashoff 466, 30 Juli 1915, W. Grashoff 552, steril (BO); Sumatera Utara,

Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, 500 m dpl,

[03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT], 17 Februari 1973, J. Dransfield 3199, berbuah,

3201, steril, 3202, berbunga (BO), 20 Februari 1973, J. Dransfield 3257, berbuah

(BO); Kecamatan Sibolangit, 400-550 m dpl, [03°19'18.47"LS 98°33'0.46"BT], 2

Oktober 1927, J.A. Lorzing 12123, berbuah (BO); Gunung Sibualbuali jalur

Madurana, Kota Sipirok, 1.300 m dpl, [01°33'21.60"LS 99°15'18.00"BT], 20 Mei

1993, J.J. Afriastini 2400, berbuah (BO).

Gambar 19.Spesimen herbarium Korthalsia rigida (BO) A. Tipe okrea; B. Bentuk

dan susunan anak daun; C. Bentuk perbungaan (Dokumentasi Pribadi,

2020)

8. Korthalsia robusta Blume, Rumphia 2: 170 (1843), Gambar 20

Sinonim. Korthalsia macrocarpa Becc., Ann. Roy. Bot. Gard. (Calcutta)

12(2): 149 (1918); Korthalsia squarrosa Becc., Philipp. J. Sci., C 4: 620 (1909).

Tumbuh merambat dengan ketinggian 40 m. Diameter batang tanpa okrea 1,4

- 2 cm, diameter batang dengan okrea 2 - 3,5 cm, dan internodus 25 cm. Panjang

A B C

Page 54: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

41

daun 1,5 - 3 m termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah berwarna hijau dan hijau

terang serta terdapat indumentum kecoklatan. Duri soliter berwarna hitam,

berbentuk triangular dengan panjang duri 0,2 - 3 cm. Tipe okrea memanjang ke

arah atas dan menjauhi batang, kedua sisi tepinya menggulung, berwarna

kecoklatan, terdapat duri berwarna hitam dengan panjang 0,2 - 3 cm (Gambar 20a).

Panjang okrea 16 - 50 cm dan lebar 3 - 7 cm. Panjang gagang daun 10 - 35 cm

dengan bentuk adaksial rata dan abaksial cembung, terdapat indumentum berwarna

abu-abu. Panjang rakis 0,65 - 1,35 m dan panjang sirus 0,5 - 1,75 m serta terdapat

duri seperti mata kail untuk merambat. Susunan anak daun berpasangan dan

terdapat gagang anak daun. Bentuk anak daun belah ketupat, bentuk ujung anak

daun lancip, bentuk tepi anak daun praemorse atau bergerigi, dan bentuk pangkal

anak daun cunneate (Gambar 20b). Jumlah anak daun berkisar 12 - 20 helai setiap

rakis. Panjang anak daun 20 - 27 cm dan lebar anak daun 5 - 13 cm. Warna

permukaan adaksial dan abaksial anak daun berbeda, permukaan adaksial berwarna

hijau gelap dan permukaan abaksial berwarna abu-abu keputihan serta terdapat

indumentum. Bentuk tulang anak daun transversal terlihat jelas. Panjang

perbungaan 35 - 55 cm dengan indumentum berwarna coklat. Panjang rachillae 13

- 16 cm dan lebar 1 - 1,2 cm (Gambar 20c). Bentuk buah bulat dengan sisik

berwarna coklat, panjang buah 1,8 - 2,3 cm dan lebar 0,9 - 1,6 cm.

Catatan. Korthalsia robusta dan K. hispida memiliki tipe okrea yang sama

sehingga kedua jenis ini sering ditumpangi semut di dalam okreanya.

Persebaran. Borneo, Filipina, dan Sumatera

Habitat. Hutan dipterokarpa dataran rendah

Spesimen yang diamati. Sumatera, Jambi, Suaka Margasatwa Berbak, dekat

Sungai Air Hitam, 4 m dpl, [01°17'12.71"LS 104°14'22.54"BT], 13 Juli 1972, J.

Dransfield 2567, steril (BO); Lampung, Kecamatan Kota Agung, Kabupaten

Tanggamus, 350-450 m dpl, [5°23’LS 104°25’BT], 9 Mei 1968, M. Jacobs 8295,

berbunga (BO); Desa Karangberak, Kecamatan Pematang Sawah, Kabupaten

Tanggamus, 100 m dpl, [05°43'17.44"LS 104°38'5.29"BT], 20 Februari 1971, J.

Dransfield 1258, steril (BO).

Page 55: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

42

Gambar 20. Spesimen herbarium Korthalsia robusta (BO) A. Tipe okrea; B. Bentuk

anak daun; C. Bentuk perbungaan (Dokumentasi Pribadi, 2020)

9. Korthalsia rostrata Blume, Rumphia 2: 168 (1843), Gambar 21

Sinonim. Korthalsia lobbiana H.Wendl., Bot. Zeitung (Berlin) 17: 174

(1859); Korthalsia machadonis Ridl., Mat. Fl. Malay. Penins. 2: 216 (1907);

Korthalsia scaphigera Mart. Hist. Nat. Palm. 3(ed. 2): 211 (1845).

Tumbuh merambat dengan ketinggian 20 m. Diameter batang 0,4 - 0,9 cm,

diameter batang dengan pelepah 0,5 - 1,5 cm, dan internodus 10 - 12 cm. Panjang

daun 0,4 - 1 m termasuk gagang daun dan sirus. Pelepah berwarna hijau dengan

indumentum coklat kehitaman. Duri soliter berwarna kuning kecoklatan dengan

bentuk triangular, panjang duri berkisar 0,1 - 0,4 cm. Tipe okrea menggembung

berwarna coklat dengan duri berukuran 0,2 - 0,5 cm (Gambar 21a). Panjang okrea

2,5 - 5 cm dan lebar 1 - 3 cm. Panjang gagang daun 3 - 18 cm dengan bentuk rata

pada permukaan adaksial dan cembung pada abaksial serta terdapat indumentum

berwarna coklat. Panjang rakis 0,25 - 1,45 m dan panjang sirus 0,3 - 1,25 m dengan

duri seperti mata kail. Susunan anak daun Berpasangan dan terdapat gagang anak

daun. Bentuk anak daun belah ketupat cenderung melanset, bentuk ujung anak daun

lancip, bentuk tepi anak daun bergerigi, dan bentuk pangkal anak daun cunneate

(Gambar 21b). Jumlah anak daun berkisar 6 - 14 helai setiap rakis. Panjang anak

daun 11 - 20 cm dan lebar 5 - 10 cm. Warna permukaan anak daun berbeda,

permukaan adaksial berwarna hijau tua, dan permukaan abaksial berwarna keabu-

abuan serta terdapat indumentum. Garis tulang anak daun transversal terlihat jelas.

Panjang perbungaan 30-70 cm dengan jumlah rachillae setiap tangkai perbungaan

2-4 buah, serta terdapat indumentum berwarna coklat. Panjang rachillae 8-18 cm

A B C

Page 56: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

43

dan lebar 0,5-0,8 cm (Gambar 21c). Bentuk buah cenderung lonjong dengan sisik

berwarna coklat (Gambar 21d). Panjang buah 2 - 2,5 cm dan lebar 1,2-1,7 cm.

Catatan. Tipe okrea yang menggembung sering dijadikan tempat tinggal semut dan

dijadikan semut sebagai sarangnya. Bentuk daun Korthalsia rostrata belah ketupat,

tetapi sering ditemui dengan bentuk melanset (Shahimi et al., 2019).

Persebaran. Borneo, Semenanjung Malaya, Sumatra, dan Singapura

Habitat. Hutan dipterokarpa dataran rendah dan hutan Kerangas

Nama lokal. Rotan semut, wae semut, dan rotan kawan

Pemanfaatan. Batang dapat digunakan untuk membuat keranjang

Spesimen yang diamati. Sumatera, Aceh, Kota Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat,

73 m dpl, [04°0.745’LS 96°29.269’BT], 21 Oktober 1997, Pak Ikram Sangaji &

Sasha Barow 6, steril (BO); Desa Julok Rayeuk, Kecamatan Indra Makmur,

Kabupaten Aceh Timur, 100 m dpl, [04°52'35.63"LS 97°35'42.57"BT], Mei 1931,

Nainggolan s.n., steril (BO); Gunung Simpang Kiri, Kecamatan Simpang Kiri, Kota

Subulussalam, dikoleksi dari Kampung Adan, area Tangan-Tangan,

[02°40'55.94"LS 97°58'12.66"BT], 23 Oktober 1997, Pak Ikram Sangaji & Sasha

Barow 11, steril (BO); Bengkulu, Taman Nasional Bukit Barisan Setalan, Kaur

Tengah, Bengkulu Selatan, 400 m dpl, [03°30'31.75"LS 102°30'35.02"BT], 17

November 1995, A. Keim 14, berbuah (BO); Kepulauan Riau, Pulau Bakung,

Kabupaten Lingga, 5 m dpl, [0°5'9.21"LS 104°26'35.58"BT], 19 Agustus 1919,

H.A.B. Bünnemeyer 7580, berbunga (BO); Lampung, Taman Nasional Bukit

Barisan Selatan, Kayongarang, Desa Sukaraja, Kecamatan Semaka, 550 m dpl,

[05°31’16.3”LS 104°26’54.6”BT], 27 Agustus 2008, D. Arifiani, R. Mahyuni &

Sugianto DA902, steril (BO); Riau, Kecamatan Kuala Cenaku, Kabupaten

Indragiri Hulu, [0°10'56.69"LS 102°40'3.21"BT], 10 Januari 1940, Rapii

BB.31.249, BB.31.250, berbunga (BO); Desa Belit, Kecamatan Rambah,

Kabupaten Rokan Hulu, 65 m dpl, [0°50'5.38"LS 100°16'56.81"BT], 14 Maret

2011, Fitri V-3 027, steril (BO); Sumatera Barat, Kecamatan Tapan, 39 km Jalan

Sungai Penuh, 500 m dpl, [02° 9'34.69"LS 101°4'37.57"BT], 14 Maret 1974, J.

Dransfield & J.P. Mogea 4162, berbuah (BO); Muro Kulampi, Kabupaten

Sijunjung, 400 m dpl, [0°39'52.92"LS 101°4'16.23"BT], 26 Februari 1974, J.

Dransfield & J.P. Mogea JD.3957, steril (BO); Cagar Alam Rimbo Panti,

Page 57: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

44

Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, 35 km ke arah utara dari Kota Lubuk

Sikaping, 200-500 m dpl, [0.459441 LS 100.048987 BT], 8 Mei 1999, Nurainas N

1355, steril (BO); Sumatera Selatan, Kabupaten Banyuasin, 20 m dpl,

[02°51'1.49"LS 104°45'49.54"BT], 26 September 1915, W. Grashoff 634, berbunga

(BO); Kota Palembang, [02°58'33.86"LS 104°46'31.55"BT], 1914, Heyne 22,

berbunga (BO); Kabupaten Musi Rawas, 100 m dpl, [03°5'44.35"LS

103°4'54.44"BT], 10 Maret 1916, W. Grashoff 1003, berbunga (BO); Sumatera

Utara, Sungai Landak, Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat,

250 m dpl, [03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT], 5 Februari 1980, H. Wiriadinata &

Maskuri 669, berbuah (BO); 6 Februari 1980, H. Wiriadinata & Maskuri 682,

berbunga (BO); Kecamatan Ulu Besitang, Kabupaten Tanjung Pura, 50 m dpl,

[03°57’53,13”LS 98°27’44.28”BT], 14 Agustus 1971, J. Dransfield & D. Saerudin

1847, steril (BO); Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, 550 m

dpl, [03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT], 17 Februari 1973, J. Dransfield 3204,

berbuah (BO).

Gambar 21. Spesimen herbarium Korthalsia rostrata (BO) A. Tipe okrea; B.

Bentuk dan susunan anak daun; C. Bentuk perbungaan; D. Bentuk

buah (Dokumentasi Pribadi, 2020)

A B

C D

Page 58: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

45

4.3. Hubungan Kekerabatan antar Jenis Korthalsia spp.

Tabel matriks skoring karakter morfologi Korthalsia spp. di Sumatera

terdapat pada Lampiran 4. Hasil dari analisis dengan metode UPGMA pada NTSys

menghasilkan dendrogram hubungan kekerabatan berdasarkan persamaan karakter

morfologi antar jenis Korthalsia spp. di Sumatera secara fenetik (Gambar 22).

Gambar 22. Dendrogram kekerabatan Korthalsia spp. di Sumatera secara fenetik

Dendrogram terbentuk 2 kelompok utama. Kelompok A terdiri atas 4 jenis

(Korthalsia debilis, K. paucijuga, K. rigida, dan K. rostrata) dan kelompok B terdiri

atas 5 jenis (K. echinometra, K. flagellaris, K. laciniosa, K. hispida, dan K. robusta).

Setiap jenis dalam kelompok memiliki hubungan yang berkaitan berdasarkan

persamaan karakter morfologi dengan koefisien 0,53 - 1,00.

Kelompok A terbagi menjadi 2 percabangan, yaitu cabang I terdiri dari K.

debilis, K. paucijuga, dan K. rigida, cabang II hanya terdiri dari K. rostrata dengan

nilai koefisien 0,66. Keempat jenis pada kelompok A memiliki persamaan karakter

morfologi. Persamaan karakter pada kelompok A yang dapat dilihat berdasarkan

morfologinya adalah panjang okrea < 10 cm, bentuk buah bulat, dan panjang buah

< 2 cm.

Cabang I pada kelompok A memiliki nilai koefisien 0,73. Percabangan I

kelompok A mengelompokkan 3 jenis Korthalsia, yaitu K. debilis, K. paucijuga,

dan K. rigida. Pengelompokan ini berdasarkan persamaan karakter morfologi,

antara lain tipe okrea memeluk batang, panjang daun < 1 m, panjang anak daun <

20 cm, dan memiliki gagang anak daun.

Cabang I pada kelompok A terbagi menjadi 2 cabang, yaitu cabang pertama

terdiri dari K. debilis dan K. paucijuga, cabang kedua hanya terdiri dari K. rigida.

Page 59: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

46

Korthalsia debilis dan K. paucijuga memiliki nilai koefisien 0,83. Kedua jenis ini

memiliki persamaan karakter morfologi, antara lain diameter batang dengan okrea

< 2 cm, panjang duri < 2 cm, sebaran duri soliter, panjang daun < 1 m, posisi anak

daun berseling, terdapat gagang pada anak daun, bentuk anak daun belah ketupat,

panjang rakis < 50 cm, dan panjang sirus < 1 m. Namun, masih terdapat karakter

morfologi yang dapat membedakan keduanya. Cabang kedua hanya terdiri dari K.

rigida. Karakter yang membedakan K. rigida dengan K. debilis dan K. paucijuga,

antara lain panjang gagang daun ≥ 10 cm, panjang rakis ≥ 50 cm, panjang

perbungaan ≥ 50 cm, dan panjang rachillae ≥ 15 cm.

Cabang II pada kelompok A hanya terdiri dari K. rostrata. Karakter yang

membedakan antara K. rostrata dengan jenis-jenis pada cabang I, antara lain

diameter batang tanpa okrea ≥ 2 cm, tipe okrea menggembung, posisi anak daun

berpasangan, tidak terdapat gagang anak daun, panjang anak daun ≥ 20 cm, dan

panjang daun ≥ 1 m.

Kelompok B terbagi menjadi 2 percabangan, cabang I hanya terdiri dari

Korthalsia echinometra dan cabang II terdiri dari 4 jenis, yaitu K. flagellaris, K.

laciniosa, K. hispida, dan K. robusta dengan nilai koefisien 0,61. Kelima jenis pada

kelompok B memiliki persamaan karakter morfologi, antara lain tinggi pohon ≥ 20

m, diameter batang tanpa okrea ≥ 1 cm, diameter batang dengan okrea ≥ 2 cm,

panjang okrea ≥ 10 cm, panjang anak daun ≥ 20 cm, lebar anak daun ≥ 5 cm,

panjang daun ≥ 1 cm, panjang rakis ≥ 50 cm, bentuk buah lonjong, dan panjang

buah ≥ 2 cm.

Cabang I pada kelompok B hanya terdiri dari K. echinometra. Hal ini

dikarenakan karakter morfologi K. echinometra memiliki perbedaan yang jelas

dibandingkan jenis lain dalam kelompok B maupun kelompok A. Karakter yang

membedakan K. echinometra dibanding jenis-jenis lainnya dari kelompok B, antara

lain tipe okrea menggembung dengan panjang okrea ≥ 10 cm, sebaran duri

mengelompok (cluster), bentuk anak daun pita, tepi anak daun rata (entire), bentuk

ujung anak daun lancip, tidak memiliki gagang anak daun, dan lebar buah ≥ 1,5 cm.

Karakter tersebut memisahkan K. echinometra dengan keempat jenis lainnya.

Cabang II pada kelompok B terdiri dari 4 jenis, yaitu K. flagellaris, K.

laciniosa, K. hispida, dan K. robusta dengan nilai koefisien 0,73. Keempat jenis ini

Page 60: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

47

memiliki persamaan karakter morfologi, antara lain tipe okrea yang tidak

menggembung, sebaran duri pada okrea soliter, bentuk anak daun belah ketupat,

bentuk ujung anak daun meruncing, bentuk tepi anak daun praemorse, terdapat

gagang anak daun, dan lebar buah < 1,5 cm.

Cabang II pada kelompok B terbagi menjadi 2 percabangan, cabang pertama

terdiri dari K. flagellaris dan K. laciniosa, cabang kedua terdiri dari K. hispida dan

K. robusta. Karakter yang membedakan percabangan pertama dan kedua, antara

lain tipe okrea, panjang duri, panjang sirus, dan lebar rachillae. Cabang pertama

memiliki nilai koefisien 0,83 antara K. flagellaris dan K. laciniosa. Nilai koefisien

tersebut berdasarkan pada persamaan karakter morfologi keduanya, antara lain

tinggi pohon ≥ 20 m, tipe okrea memeluk batang dengan panjang okrea ≥ 10 cm,

terdapat duri pada okrea dengan panjang duri < 2 cm, panjang sirus ≥ 1 m, panjang

perbungaan ≥ 50 cm, dan lebar rachillae < 1 cm. Namun, kedua jenis ini masih

dapat dibedakan berdasarkan bentuk anak daun K. flagellaris melanset, sedangkan

bentuk anak daun K. laciniosa belah ketupat. Bentuk pangkal anak daun K.

flagellaris adalah menyempit, sedangkan K. laciniosa berbentuk membaji. Jumlah

anak daun K. flagellaris adalah ≥ 20, sedangkan K. laciniosa < 20. Panjang

rachillae K. flagellaris adalah < 15 cm, sedangkan K. laciniosa ≥ 15 cm.

Percabangan selanjutnya pada cabang II kelompok B terdiri dari K. hispida

dan K. robusta dengan nilai koefisien 0,93. Kedua jenis tersebut memiliki

persamaan karakter morfologi, antara lain diameter batang tanpa okrea ≥ 1 cm, tipe

okrea memanjang ke atas menjauhi batang dan tepi okrea menggulung, panjang duri

≥ 2 cm, panjang sirus < 1 m, bentuk anak daun belah ketupat, bentuk ujung anak

daun meruncing dengan tepi anak daun praemorse, terdapat indumentum pada

permukaan daun, warna permukaan abaksial dan adaksial anak daun berbeda,

panjang perbungaan < 50 cm, dan lebar rachillae ≥ 1 cm. Kedua jenis ini memiliki

banyak persamaan karakter morfologi, akan tetapi kedua jenis ini masih dapat

dibedakan berdasarkan karakter lainnya. Perbedaan karakter tersebut, antara lain

posisi anak daun K. hispida berseling, sedangkan K. robusta berpasangan, panjang

rachillae K. hipida ≥ 15 cm, sedangkan K. robusta < 15 cm.

Berdasarkan dendrogram hubungan kekerabatan Korthalsia spp. di Sumatera

dapat diketahui bahwa hubungan kekerabatan paling jauh adalah kelompok B (K.

Page 61: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

48

echinometra dengan K. flagellaris, K. laciniosa, K. hispida, dan K. robusta) dengan

nilai koefisien 0,61. Karakter morfologi pada K. echinometra tidak banyak dimiliki

oleh jenis lain dalam kelompok B, sehingga nilai koefisien kelompok ini paling

kecil di antara nilai koefisien lainnya.

Hubungan kekerabatan paling dekat di antara 9 jenis Korthalsia di Sumatera

yaitu antara K. hispida dan K. robusta. Kedua jenis ini memiliki nilai koefisien 0,93

atau indeks kemiripan 93%. Semakin besar nilai koefisien antar jenis, maka

semakin erat hubungan kekerabatannya. Kemiripan kedua jenis ini juga disebutkan

dalam Shahimi et al. (2019) dan Dransfield (1980). Berdasarkan 30 karakter

morfologi, hanya terdapat 2 karakter yang berbeda di antara kedua jenis tersebut.

Karakter tersebut antara lain susunan anak daun berseling pada K. hispida dan

berpasangan pada K. robusta. Selain itu terdapat perbedaan pada organ generatifnya,

yaitu panjang rachillae pada K. hispida ≥ 15 cm dan < 15 cm pada K. robusta.

4.4. Persebaran Korthalsia spp. di Sumatera

Sembilan jenis Korthalsia tersebar di Pulau Sumatera. Hasil penelitian ini

mendukung penelitian yang telah dilakukan Dransfield (1980) dan Kalima et al.,

(2019). Dransfield (1980) menyatakan bahwa terdapat 9 jenis Korthalsia yang

terdapat di Sumatera, yaitu Korthalsia debilis, K. echinometra, K. flagellaris, K.

hispida, K. laciniosa, K. paucijuga, K. rigida, K. robusta, dan K. rostrata. Sebanyak

19 jenis Korthalsia yang terdapat di Indonesia dan tersebar di beberapa pulau di

Indonesia (Kalima et al., 2019). Korthalsia terdapat di semua bagian Pulau

Sumatera, seperti Aceh, Bengkulu, Jambi, Lampung, Riau, Kepulauan Bangka

Belitung, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara

(Gambar 23).

Korthalsia rostrata merupakan jenis yang tersebar di 8 kawasan, yaitu Aceh,

Bengkulu, Kepulauan Riau, Lampung, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,

dan Sumatera Utara. Korthalsia hispida, K. paucijuga, dan K. robusta hanya

terdapat pada 2 kawasan di Sumatera. K. hispida hanya terdapat pada kawasan Aceh

dan Jambi, K. paucijuga hanya terdapat pada kawasan Jambi dan Sumatera Barat,

dan K. robusta hanya terdapat pada kawasan Jambi dan Lampung.

Page 62: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

49

Gambar 23. Peta persebaran Korthalsia spp. di Sumatera

Kawasan dengan jumlah keanekaragaman jenis paling banyak terdapat di

Sumatera Selatan dengan 6 jenis Korthalsia, yaitu K. debilis, K. echinometra, K.

flagellaris, K. laciniosa, K. rigida, dan K. rostrata. Titik dengan jumlah jenis paling

banyak di Sumatera Selatan adalah Kota Palembang. Hal ini dikarenakan jenis

Korthalsia spp. lebih banyak dikoleksi dari kawasan Sumatera Selatan dibanding

kawasan lainnya di Pulau Sumatera. Kawasan Sumatera Selatan memiliki iklim

tropis basah dengan curah hujan per-hari 61,0/17-634,4/22 mm sepanjang tahun

2008 (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, 2013). Hal ini relevan dengan

penelitian yang pernah dilakukan oleh Dransfield & Manokaran (1993) yang

menyatakan bahwa Korthalsia dapat ditemukan pada kawasan tropis dengan iklim

lembab.

Kawasan dengan jumlah keanekaragaman jenis paling sedikit adalah

Bengkulu dengan 2 jenis Korthalsia, yaitu K. echinometra dan K. rostrata.

Korthalsia echinometra terdapat di Cagar Alam Kepahiang dan K. rostrata terdapat

di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Jumlah jenis yang terdapat pada kawasan

Page 63: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

50

Bengkulu lebih sedikit dibandingkan kawasan lainnya karena sedikitnya jenis

Korthalsia spp. yang dikoleksi kawasan tersebut. Perubahan kondisi lapangan juga

mempengaruhi tingkat keanekaragaman jenis yang terdapat pada kawasan tersebut,

seperti perubahan tutupan hutan, deforestasi, dan degradasi habitat (Achmaliadi,

2001)

4.5. Habitat Korthalsia spp.

Berdasarkan spesimen herbarium yang diamati, terdapat label yang memuat

informasi mengenai habitat Korthalsia. Diketahui bahwa Korthalsia berada pada

hutan primer, hutan dipterokarpa, hutan lahan gambut, perbukitan, dan tepi sungai.

Informasi label juga memuat kisaran ketinggian Korthalsia ditemukan, yaitu 5 -

1200 m dpl. Umumnya Korthalsia dapat tumbuh pada dataran rendah maupun

dataran tinggi dengan ekosistem hutan dataran rendah, perbukitan, maupun kondisi

hutan dengan lahan basah atau gambut yang relatif lembab. Menurut Tomlinson

(2006) tumbuhan palem dapat hidup pada kawasan dingin dan kering, akan tetapi

dalam batasan tertentu. Kemampuan bertahan tersebut yang menyebabkan suku ini

dapat ditemukan pada area yang kering maupun lembab (Kissling, Eiserhardt,

Baker, Borchsenius, & Couvreur, 2012).

Umumnya rotan ditemukan di kawasan tropis (Dransfield & Manokaran,

1993) pada ketinggian 3000 m dpl dengan substrat tanah maupun batuan, kecuali

pada kawasan hutan mangrove (Dransfield, Tesoro, & Manokaran, 2002).

Berdasarkan spesimen yang diamati, terdapat jenis tertentu dalam beberapa nomor

koleksi yang ditemukan di kawasan hutan lahan gambut atau rawa. Jenis Korthalsia

yang ditemukan di kawasan hutan gambut atau rawa adalah K. flagellaris dan K.

paucijuga. Hal tersebut mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Dransfield (1980) yang menyatakan bahwa jenis tersebut tumbuh pada habitat

dengan kondisi lahan gambut atau rawa.

Berdasarkan informasi yang tercatat pada spesimen herbarium, Korthalsia

lebih banyak ditemukan pada habitat hutan dataran rendah dan hutan dipterokarpa

dibandingkan habitat lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Watanabe & Suzuki (2008) yang menyatakan bahwa jenis rotan yang ditemukan

pada kondisi tanah seperti rawa atau gambut jumlahnya tidak banyak. Kondisi tanah

Page 64: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

51

yang tergenang air jumlahnya sangat sedikit jika dibandingkan dengan habitat hutan

dipterokarpa. Beberapa jenis rotan mampu hidup pada kondisi tanah yang tergenang

air, akan tetapi jumlahnya tidak banyak (Dransfield, 1992). Kondisi tersebut

dikarenakan dapat menyulitkan dan menghambat drainase pada tumbuhan, serta

menghambat pertumbuhan tumbuhan semai di bawahnya (Siebert, 1993)

Kemampuan hidup Korthalsia pada kawasan hutan dataran rendah maupun

tinggi berdampak pada upaya konservasi yang dilakukan secara ex-situ. Jenis

Korthalsia spp. dapat ditemukan pada kawasan konservasi ex-situ Kebun Raya

Bogor. Berdasarkan penelitian Witono (1999) mengenai konservasi rotan Indonesia

di Kebun Raya Bogor, terdapat 5 jenis Korthalsia yang terdapat di Kebun Raya

Bogor, yaitu Korthalsia junghuhnii (Jawa), K. ferrox (Kalimantan), K. laciniosa

(Sumatera, Jawa), K. echinometra (Sumatera, Kalimantan), dan K. robusta

(Sumatera, Kalimantan). Kelima jenis Korthalsia tersebut, 3 di antaranya

merupakan Korthalsia dari Sumatera. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan

secara langsung, saat ini terdapat 3 jenis Korthalsia di Kebun Raya Bogor, yaitu

Korthalsia echinometra, K. hispida, dan K. laciniosa Gambar 24. Status Korthalsia

di IUCN Red List (International Union for Conservation of Nature and Natural

Resources) adalah belum terancam punah, sehingga upaya pelestarian Korthalsia

belum dilakukan karena persebarannya dan dapat ditemukan di kawasan hutan dan

perbukitan.

Gambar 24. Koleksi Korthalsia di Kebun Raya Bogor A. Korthalsia echinometra;

B. Korthalsia hispida; C. Korthalsia laciniosa (Dokumentasi Pribadi,

2020)

A B C

Page 65: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

52

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Karakter morfologi Korthalsia spp. di Sumatera memiliki variasi bentuk,

susunan, dan ukurannya. Karakter kunci pada jenis Korthalsia adalah tipe okrea

dan anak daunnya. Hubungan kekerabatan Korthalsia spp. di Sumatera berdasarkan

karakter morfologi menunjukkan K. hispida dan K. robusta memiliki hubungan

kekerabatan paling dekat dengan nilai koefisien 0,93. Persebaran Korthalsia spp. di

Sumatera terdistribusi di setiap kawasan di Pulau Sumatera dan Sumatera Selatan

memiliki jenis Korthalsia terbanyak, yaitu K. debilis, K. echinometra, K. flagellaris,

K. laciniosa, K. rigida, dan K. rostrata dibandingkan kawasan lainnya di Pulau

Sumatera.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Korthalsia yang terdapat di

kawasan fitogeografi lain di Indonesia atau di Malesia untuk mengungkap

keanekaragamannya. Penggunaan spesimen dari pusat penyimpanan herbarium lain

dapat menambah referensi dan meminimalisasi adanya koleksi yang tidak cukup

representatif untuk diamati. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti

taksonomi dan lembaga konservasi karena penelitian ini memuat kunci identifikasi

dan deskripsi jenis Korthalsia di Sumatera yang dapat digunakan untuk

memudahkan identifikasi jenis Korthalsia lainnya serta upaya konservasinya.

Selain itu penelitian ini dapat dijadikan informasi dasar untuk mengenalkan jenis

Korthalsia guna menjaga populasinya di habitat aslinya.

Page 66: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

53

DAFTAR PUSTAKA

Achmaliadi, R., Adi, M., Hardiono, M., Kartadihardjo, H., Fachrurrazi, Malley, C.,

Mampioper, D., Togu, E., Manurung, Nababan, A., Pangkali, L.,

Ruwindrijarto, A., Situmorang, L., & Wardiyono. (2001). Keadaan Hutan

Indonesia. Bogor: Forest Watch Indonesia.

Agustina, S., Widodo, P., & Hidayah, H. A. (2014). Analisis fenetik kultivar cabai

besar Capsicum annuum L. dan cabai kecil Capsicum frutescens L. Scripta

Biologica, 1(1), 113. https://doi.org/10.20884/1.sb.2014.1.1.36.

Al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi. (2002). Terjemahan Tafsir

Ibnu Katsir. Bandung: Sinar Baru AL-Gesindo.

Ardiyani, M., Dwibadra, D., Dewi, K., Mulyadi, Meliah, S., Maryanto, I, Rustiami,

H., Arifiani, D., Rahajoe, J. S., Sutrisno, H., & Kanti, A. (2017). Temuan dan

Pertelaan Jenis Baru Biota Indonesia 1967-2017: Sumbangsih LIPI untuk

Sains. Jakarta: LIPI Press.

Arrijani. (2003). Phenetic relationship of Genus Knema, Horsfieldia, and Myristica

in Java based on pollen morphological evidence. Biodiversitas, Journal of

Biological Diversity, 4(2), 83-88. https://doi.org/10.13057/biodiv/d040203.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. (2013). Rencana Kerja Pemerintah

Daerah (RKPD) Kawasan Sumatera Selatan. BAPPEDA Kawasan Sumatera

Selatan.

Baker, W. J., Dransfield, J., & Hedderson, T. A. (2000). Phylogeny, character

evolution, and a new classification of the Calamoid palms. Systematic Botany,

25(2), 297-322. https://doi.org/10.2307/2666644.

Barfod, A. S., & Dransfield, J. (2013). Flora of Thailand: Arecaceae for Flora of

Thailand. Department of National Parks, Wildlife, and Plant Conservation.

Bangkok, Thailand.

Beccari, O. (1918). Asiatic palms — Lepidocaryeae, Part III, The species of

Korthalsia. Ann. Roy. Bot. Gard. (Calcutta), 12(2). 104-155.

Blume, C. L. (1843). De Ceratolobo de Korthalsia. Rumphia, sive commentationes

botanicae imprimis de plantis Indiae orientalis: tum penitus incognitis tum

quæ in libris Rheedii, Rumphii, Roxburghii, Wallichii aliorum recensentur 2:

166-173.

Damayanto, I. P. G. P., & Rahmawati, K. (2018). Karakteristik Koleksi Spesimen

Tipe Bambu Di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi – Lipi. Baca:

Jurnal Dokumentasi dan Informasi, 39(2), 113.

https://doi.org/10.14203/j.baca.v39i2.424.

Dharmayanti, N. I. (2011). Filogenetika molekuler : Metode taksonomi organisme

berdasarkan sejarah evolusi. Jurnal Wartazoa, 21(1), 1-10.

Page 67: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

54

Dransfield, J. (1979). A manual of the Rattans of the Malay Peninsula. Malaysia:

Forest Department.

Dransfield, J. (1980). A synopsis of the genus Korthalsia (Palmae:

Lepidocaryoideae). Kew Bulletin, 36(1), 163-194.

Dransfield, J. (1984). The Rattans of Sabah. Sabah: Sabah Forest Department.

Dransfield, J. (1992). The Rattans of Sarawak. Kew Royal Botanic Garden &

Sarawak Forest Department.

Dransfield, J. (1997). The Rattans of Brunei Darussalam. Royal Botanic Garden,

Kew.

Dransfield, J., & Manokaran. (1993). Plant Resources of Southeast Asia – Rattans.

Prosea Foundation Indonesia

Dransfield, J., Tesoro, F., & Manokaran, N. (2002). Rattan: Current research issues

and prospects for conservation and sustainable developement. Food and

Agriculture Organization of the United Nations.

Dransfield, J., Uhl, N. W., Asmussen, C. B., Baker, W. J., Harley, M. M. & Lewis,

C. E. (2008). Genera Palmarum: The Evolution and Classification of Palms.

Kew Publishing, Royal Botanic Gardens, Kew.

Eichhorn, S. J., Dufresne, A., Aranguren, M., Marcovich, N. E., Capadona, J. R.,

Rowan, S. J., Weder, C., Thielemans, W., Roman, M., Renneckar, S., Gindl,

W., Veigel, S., Keckes, J., Yano, H., Abe, K., Nogi, M., Nakagaito, A. N.,

Mangalam, A., Simonsen, J., … Peijs, T. (2010). Review: Current

international research into cellulose nanofibres and nanocomposites. In

Journal of Materials Science, 45(1), 1-33. https://doi.org/10.1007/s10853-

009-3874-0.

Girmansyah, D., Y. Santika, & Suratman. (2006). Index Herbariorum

Indonesianum. Bogor: Pusat Penelitian Biologi – LIPI.

Harris, J. & Harris, M. (1994). Plant Identification Terminology: An Illustrated

Glossary 2nd ed. Amerika: Spring Lake Publishing.

Hasanuddin, & Fitriana. (2014). Hubungan kekerabatan fenetik 12 spesies anggota

familia Asteraceae. Jurnal EduBio Tropika, 2(2), 187-250.

Herliyana, E. N. (2009). Identifikasi jamur mold dan blue stain pada rotan. Jurnal

Ilmu Dan Teknologi Hasil Hutan, 2(1), 21-26.

Hidayat, T., Yoza, D., & Budiani, E. (2017). Identifikasi jenis-jenis rotan pada

kawasan arboretum Universitas Riau. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas

Pertanian, 4(1), 1-6.

http://www.fao.org/docrep/003/Y2783E/y2783e0

Jasni, Damayanti, R., & Kalima, T. (2012). Atlas Rotan Indonesia. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan.

Page 68: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

55

Jasni, J., & Roliadi, H. (2010). Daya tahan 25 jenis rotan terhadap rayap tanah.

Penelitian Hasil Hutan, 28(1), 55-65.

Jasni, Pari, G., & Kalima, T. (2016). Komposisi kimia dan ketahanan 12 jenis rotan

dari Papua terhadap bubuk kayu kering dan rayap tanah. Jurnal Penelitian

Hasil Hutan, 34(1), 33–43.

Jones, S. B., & Luchsinger, A. E. (1986). Plant Systematics. McGraw-Hill Book

Campany, New York.

Kalima, T. & Setyawati, T. (2003). Analisa potensi jenis rotan kurang dikenal di

Hutan Berau, Kalimantan Timur. Buletin Penelitian Hutan, 638, 59-72.

Kalima, T. (2008). Keragaman spesies rotan yang belum dimanfaatkan di Hutan

Tumbang Hiran, Katingan, Kalimantan Tengah. Info Hutan, 5(2), 161-175.

Kalima, T., & Jasni. (2015). Prioritas penelitian dan pengembangan jenis rotan

andalan setempat. Pros Sem Nas Masy. Biodiv Indon, 1(8), 1868-1876.

https://doi.org/10.13057/psnmbi/m0108220.

Kalima, T., & Rustiami, H. (2018). Identifikasi dan Petelaan Jenis Rotan Pulau

Jawa. CV. Sinar Jaya.

Kalima, T., Damayanti, R., & Susilo, A. (2019). Rotan potensial dari Hutan Bukit

Lubuk Pekak, Merangin, Jambi. Journal of Tropical Biodiversity and

Biotechnology, 04(01), 32–41. https://doi.org/10.22146/jtbb.4064

Karsinah, Sudarsono, Setyobudi, L., & Aswidinnoor, H. (2002). Keragaman

genetik plasma nutfah jeruk berdasarkan analisis penanda RAPD. J.

Bioteknologi Pertanian, 7(1), 8-16.

Kementerian Agama Republik Indonesia. (2015). Tafsir Ringkas Al-Qur’an Al-

Karim. Jakarta: Lajnah Pentashihah Al-Qur’an.

Kissling, W. D., Eiserhardt, W. L., Baker, W. J., Borchsenius, F., & Couvreur, T.

L. P. (2012). Cenozoic imprints on the phylogenetic structure of palm species

assemblages worldwide. Proceedings of the National Academy of Sciences of

the United States of America, 109 (19), 7379-7384.

https://doi.org/10.1073/pnas.1120467109

Kusmana, C., & Hikmat, A. (2015). Keanekaragaman hayati flora di Indonesia.

Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, 5(2), 187-198.

https://doi.org/10.19081/jpsl.5.2.187.

Kusnaedi, I., & Pramudita, A. S. (2013). Sistem bending pada proses pengolahan

kursi rotan Cirebon. Jurnal Rekajiva, 1(2), 1-13.

Martius, C. (1857). Historia Naturalis Palmarum, iii, 211.

Matthes, M., Moog, J., Fiala, B., Werner, B., Nais, J., & Maschwitz, U. (1998). The

rattan palm Korthalsia robusta Bl. and its ant and aphid partners: studies on

Page 69: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

56

a myrmecophytic association in Kinabalu Park, Sabah. Sabah Parks Nature

Journal, 1, 37-50.

Miquel, F. A. (1861). Flora van Nederlandsch Indie, Eerste Bijvoegsel, 3, 591.

Murni, P., Muswita, Harlis, Yelianti, U., & Kartika, W. D. (2015). Lokakarya

pembuatan herbarium untuk pengembangan media pembelajaran biologi di

MAN Cendikia Muaro Jambi. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat, 30(2),

1-6. https://online-journal.unja.ac.id/index.php/jlpm/article/view/2491

Rachman, O. & Jasni. (2013). Rotan: Sumberdaya, Sifat, dan Pengelolaannya.

Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hasil Hutan. Departemen Kehutanan.

Retraubun, A. S. W. (2013). Hilirisasi Industri Rotan Menjadi Komitmen Utama

Kementerian Perindustrian, Furnicraf today: Membangun Pertumbuhan

Industri yang Terbesar di Kawasan Regional. Media Informasi Industri

Mebel & Kerajinan Nasional.

Rotinsulu, J. M., Suprayogo, D., Guritno, B., & Hairiah, K. (2013). The potential

of rubber agroforestry for rattan (Calamus sp) cultivation in Katingan

Regency: Diversity of climbing trees for rattan. Agrivita, 35(3), 277–289.

https://doi.org/10.17503/Agrivita-2013-35-3-p277-289.

Rugayah, Retnowati, A., Windadri, F. I., & Hidayat, A. (2004). Pedoman

Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora. Bogor: Pusat Penelitian Biologi

– LIPI.

Rustiami, H., Mogea, J. P., & Tjitrosoedirdjo, S. S. (2011). Revision of the rattan

genus Daemonorops (Palmae: Calamoideae) in Sulawesi using a phenetic

analysis approach. Gardens’ Bulletin Singapore, 63(1&2), 1-30.

Sahwalita. (2014). Rotan sebagai HHBK Unggulan. Pelatihan Rotan Kabupaten

Musi Banyuasin. Balai Penelitian Kehutanan. Palembang.

Sanusi, D. (2012). Perlakuan kimia dan fisik empat jenis rotan sesudah penebangan

(chemical and physical treatments of four rattan species after felling). Jurnal

Ilmu Dan Teknologi Kayu Tropis, 10(1), 93-102.

Schloss, P. D. & Westcott S. L. (2011). Assessing and improving methods used in

Operational Taxonomic Unit – Based approaches for 16S rRNA gene

sequence analysis. Applied and environmental microbiology, 77(10), 3219-

3226.

Shahimi, S., Conejero, M., Prychid, C. J., Rudall, P. J., Hawkins, J. A., & Baker,

W. J. (2019). A taxonomic revision of the myrmecophilous species of the

rattan genus Korthalsia (Arecaceae). Kew Bulletin, 74(4).

https://doi.org/10.1007/s12225-019-9854-x.

Siebert, S. (1993). The abundance and site preferences of Calamus zollingeri in two

Indonesian national parks. Forest Ecology and Management, 59, 105-113.

Page 70: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

57

Steven, Mardiyanti, & Suratman, R. (2014). Pembuatan mikrokristalin selulosa

rotan manau (Calamus manan sp.) serta karakterisasinya. Jurnal Selulosa,

4(2), 89-96. https://doi.org/10.25269/jsel.v4i02.84

Syam, N., Chikmawati, T., & Rustiami, H. (2016). A phenetic study of the Calamus

Flabellatus complex (Palmae) in West Malesia. Reinwardtia, 15(1), 27-41.

Telu, A. (2006). Cladistics of some rattans (Calamus spp.) from Central Sulawesi

based on physical and mechanical characteristic of stems. Biodiversitas,

Journal of Biological Diversity, 7(3), 225-229.

https://doi.org/10.13057/biodiv/d070306.

Terry, T. M. (2000). Microbial Taxonomy and Evolution. http://biologie.uni-

hamburg.de/bonline/library/micro229/terry/229sp00/lectures/taxonomy.

Diakses pada 14 Februari 2020.

Tjitrosoepomo, Gembong. (2004). Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Universitas

Gadjah Mada Press.

Uhl, N.W. & Dransfield, J., 1987. Genera palmarum: a classification of palms

based on the work of H.E.Moore Jr., pp.610. The International Palm Society

& the Bailey Hortorium, Kansas.

Watanabe, N. M., & Suzuki, E. (2008). Species diversity, abundance, and vertical

size structure of rattans in Borneo and Java. Biodiversity and Conservation,

17(3), 523-538. https://doi.org/10.1007/s10531-007-9268-1

Widjaja, E., Rahayuningsih, Y., Rahajoe, J., Ubaidillah, R., Maryanto, I., Walujo,

E., & Semiadi, G. (2014). Kekinian Keanekaragaman Hayati Indonesia 2014.

In LIPI Press. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2.

Witono, J. R. (1999). Konservasi rotan Indonesia di Kebun Raya Bogor. Prosiding

Seminar Hasil-Hasil Penelitian Ilmu Hayat, September, 230-242.

Witono, J. R., Rustiami, H., Hadiah, J. T., & Purnomo, D. W. (2013). Panduan

Lapangan Pengenalan Jenis Rotan Katingan. Jakarta: WWF-Indonesia

Program Kalimantan Tengah.

Page 71: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

58

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel jumlah nomor koleksi dan lembar herbarium Korthalsia spp. di

Sumatera

No. Nama Jenis No. Kol. Kolektor Tahun Jumlah

lembar

1. K. debilis 1844 John Dransfield & D.

Saerudin 1971 1

2. K. debilis 2725 John Dransfield 1972 1

3. K. debilis (0)803 J. J. Afriastini 1983 1

4. K. debilis 1997 Johanis P. Mogea 1980 3

5. K. debilis V-3 008 Fitri 2011 1

6. K. debilis Cin 02 D Cinthia Paramita 2017 1

7. K. debilis DE 12D Deri Andayani 2017 1

8. K. echinometra 572 Grashoff 1915 3

9. K. echinometra 1231 John Dransfield N/A 1

10. K. echinometra 1901 J. J. Afriastini 1992 2

11. K. echinometra 6722 Dr. P. Buwalda 1939 4

12. K. echinometra 197 Grashoff 1915 2

13. K. echinometra 701 Grashoff 1915 2

14. K. echinometra 2569 J. J. Afriastini 1993 9

15. K. echinometra 79 Grashoff 1914 2

16. K. echinometra 1849 John Dransfield 1971 1

17. K. echinometra NS 29 Nasrianti Syam & M.

Nasir Syam 2013 7

18. K. echinometra BB.31.244 Rapii 1940 4

19. K. flagellaris 50 Houtv. J. H. de Haan 1935 1

20. K. flagellaris 16 Houtv. J. H. de Haan 1935 1

21. K. flagellaris V-3 021 Fitri 2011 3

22. K. flagellaris 2586 John Dransfield 1972 1

23. K. flagellaris 19 Heyne N/A 2

24. K. flagellaris DE 08R Deri Andayani 2017 1

25. K. flagellaris 825 Grashoff 1915 3

26. K. flagellaris 2566 John Dransfield 1972 5

27. K. flagellaris 8 Grashoff 1914 3

28. K. flagellaris 2 Heyne 1913 3

29. K. flagellaris 7361 H. A. B. Bünnemeyer 1919 3

30. K. flagellaris 468 Beguin 1919 3

31. K. hispida 2620 John Dransfield 1972 3

32. K. hispida s.n. Nainggolan 1931 1

Page 72: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

59

Lampiran 1. Lanjutan

No. Nama Jenis No. Kol. Kolektor Tahun Jumlah

lembar

33. K. hispida NS 28 Nasrianti Syam & M.

Nasir Syam 2013 3

34. K. laciniosa 425 Grashoff 1915 3

35. K. laciniosa 199 Grashoff 1915 5

36. K. laciniosa 3367 John Dransfield 1973 3

37. K. laciniosa 317 Gusdorf 1914 3

38. K. laciniosa 311 Gusdorf 1914 1

39. K. laciniosa 1244 John Dransfield 1971 1

40. K. paucijuga 47 Houtv. J. H. de Haan 1934 1

41. K. paucijuga 2564 John Dransfield 1972 1

42. K. rigida N 1354 Nurainas 1999 4

43. K. rigida Sher 010 Leg. Ign. 2011 1

44. K. rigida 1006 Grashoff 1916 3

45. K. rigida 3257 John Dransfield 1973 2

46. K. rigida 3202 John Dransfield 1973 3

47. K. rigida 3201 John Dransfield 1973 1

48. K. rigida 622 Johanis P. Mogea 1975 1

49. K. rigida 3199 John Dransfield 1973 3

50. K. rigida 25 Pak. Ikram Sangaji &

Sasha Barrow 1997 3

51. K. rigida HR 1854 Himmah Rustiami 2011 6

52. K. rigida 12123 J. A. Lorzing 1927 3

53. K. rigida 3960 John Dransfield & J.

P. Mogea 1974 3

54. K. rigida 466 Grashoff 1915 1

55. K. rigida 584 Grashoff 1915 1

56. K. rigida 552 Grashoff 1915 1

57. K. rigida 60 Grashoff 1914 1

58. K. rigida 133 Kostermans 1949 3

59. K. rigida 4 Heyne 1913 4

60. K. rigida 2025 H. A. B. Bünnemeyer 1918 4

61. K. rigida BB.31.267 Rapii 1919 2

62. K. rigida BB.31.268 Rapii 1940 1

63. K. rigida 2400 J. J. Afriastini 1993 2

64. K. robusta 8295 M. Jacobs 1968 3

65. K. robusta 2567 John Dransfield 1972 2

66. K. robusta 1258 John Dransfield 1971 1

Page 73: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

60

Lampiran 1. Lanjutan

No. Nama Jenis No. Kol. Kolektor Tahun Jumlah

lembar

67. K. rostrata 7580 H. A. B. Bünnemeyer 1919 3

68. K. rostrata BB.31.249 Rapii 1940 1

69. K. rostrata BB.31.250 Rapii 1940 1

70. K. rostrata 669 H. Wiriadinata &

Maskuri 1980 2

71. K. rostrata 682 H. Wiriadinata &

Maskuri 1980 4

72. K. rostrata 634 Grashoff 1915 4

73. K. rostrata 6 Pak. Ikram Sangaji &

Sasha Barow 1997 2

74. K. rostrata JD 3957 John Dransfield 1974 1

75. K. rostrata 3204 John Dransfield 1973 2

76. K. rostrata 11 Pak. Ikram Sangaji &

Sasha Barow 1997 1

77. K. rostrata N 1355 Nurainas 1999 1

78. K. rostrata DA 902 Deby Arifiani, R.

Mahyuni, & Sugianto 2008 5

79. K. rostrata 1003 Grashoff 1916 2

80. K. rostrata V-3 027 Fitri 2011 1

81. K. rostrata s.n. Nainggolan 1931 2

82. K. rostrata 14 A. Keim 1995 3

83. K. rostrata 22 Heyne 1914 2

84. K. rostrata 1847 John Dransfield & D.

Saerudin 1971 1

85. K. rostrata 4162 John Dransfield & J.

P. Mogea 1974 2

Total 199

Page 74: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

61

Lampiran 2. Lokasi dan titik koordinat spesimen herbarium Korthalsia spp. di

Sumatera

No. Nama Jenis No. Kol. Titik Koordinat

Latitude Longitude

1. K. debilis 1844 03°57’53.13” LS 98°27’44.28” BT

2. K. debilis 2725 04°24’56.13” LS 103°34’0.59” BT

3. K. debilis 0803 04°51’3.70” LS 103°56’15.37” BT

4. K. debilis 1997 03°29’12.22” LS 97°48’39.47” BT

5. K. debilis V-3 008 03°45’2.76” LS 98°27’10.70” BT

6. K. debilis Cin 02 D 01°78’48.2” LS 96°54’70.6” BT

7. K. debilis DE 12D 07°88’02.2” LS 96°61’01.0” BT

8. K. echinometra 572 04°1'42.05" LS 104°0'26.05" BT

9. K. echinometra 1231 03°39'5.15" LS 102°34'41.52" BT

10. K. echinometra 1901 01°25'33.60" LS 98°55'28.32" BT

11. K. echinometra 6722 0°18'34.83" LS 103°25'41.01" BT

12. K. echinometra 197 02°56'28.67" LS 104°50'22.65" BT

13. K. echinometra 701 02°51'1.49" LS 104°45'49.54" BT

14. K. echinometra 2569 01°33'33.90" LS 99° 2'5.99" BT

15. K. echinometra 79 01°38'59.87" LS 105°49'44.51" BT

16. K. echinometra 1849 03°57’53,13” LS 98°27’44.28” BT

17. K. echinometra NS 29 02°25'35.38" LS 98°2'8.19" BT

18. K. echinometra BB.31.244 0°10'56.69" LS 102°40'3.21" BT

19. K. flagellaris 50 0°44'23.78" LS 100°48'0.02" BT

20. K. flagellaris 16 0°44'23.78" LS 100°48'0.02" BT

21. K. flagellaris V-3 021 01°41'44.28" LS 105°24'3.42" BT

22. K. flagellaris 2586 01°17'12.71" LS 104°14'22.54" BT

23. K. flagellaris 19 02°58'33.86" LS 104°46'31.55" BT

24. K. flagellaris DE 08R 03°2'43.70" LS 107°47'14.31" BT

25. K. flagellaris 825 02°51'1.49" LS 104°45'49.54" BT

26. K. flagellaris 2566 01°17'12.71" LS 104°14'22.54" BT

27. K. flagellaris 8 01°38'59.87" LS 105°49'44.51" BT

28. K. flagellaris 2 02°52'15.22" LS 107°57'11.46" BT

29. K. flagellaris 7361 0°28'21.38" LS 104°25'32.71" BT

30. K. flagellaris 468 01°24'50.11" LS 101°36'56.80" BT

31. K. hispida 2620 01°52'19.37" LS 101°26'2.09" BT

32. K. hispida s.n. 04°47'8.73" LS 97°53'38.15" BT

33. K. hispida NS 28 02°25'35.38" LS 98°2'8.19" BT

34. K. laciniosa 425 04°31'34.26" LS 104°4'36.85" BT

35. K. laciniosa 199 02°56'28.67" LS 104°50'22.65" BT

36. K. laciniosa 3367 03°33'18.94" LS 98°8'41.21" BT

Page 75: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

62

Lampiran 2. Lanjutan...

No. Nama Jenis No. Kol. Titik Koordinat

Latitude Longitude

37. K. laciniosa 317 04°33'30.91" LS 105°24'24.51" BT

38. K. laciniosa 311 04°33'30.91" LS 105°24'24.51" BT

39. K. laciniosa 1244 03°19'50.46" LS 104°9'8.69" BT

40. K. paucijuga 47 0°44'23.78"LS 100°48'0.02"BT

41. K. paucijuga 2564 01°17'12.71"LS 104°14'22.54"BT

42. K. rigida N 1354 0°27'34.0"LS 100°02'56.4"BT

43. K. rigida Sher 010 02°36'LS 105°58’BT

44. K. rigida 1006 03°5'44.35"LS 103°4'54.44"BT

45. K. rigida 3257 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT

46. K. rigida 3202 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT

47. K. rigida 3201 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT

48. K. rigida 622 03°45'44.00"LS 97°28'57.00"BT

49. K. rigida 3199 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT

50. K. rigida 25 04°01.798’LS 96°53.936’BT

51. K. rigida HR 1854 0°4'45.01"LS 99°59'3.00"BT

52. K. rigida 12123 03°19'18.47"LS 98°33'0.46"BT

53. K. rigida 3960 0°39'52.92"LS 101°4'16.23"BT

54. K. rigida 466 04°31'34.26"LS 104°4'36.85"BT

55. K. rigida 584 04°1'42.05"LS 104°0'26.05"BT

56. K. rigida 552 04°31'34.26"LS 104°4'36.85"BT

57. K. rigida 60 01°38'59.87"LS 105°49'44.51"BT

58. K. rigida 133 02°36'18.24"LS 106°36'19.99"BT

59. K. rigida 4 02°52'15.22"LS 107°57'11.46"BT

60. K. rigida 2025 02°33'20.06"LS 106°1'1.19"BT

61. K. rigida BB.31.267 0°10'56.69"LS 102°40'3.21"BT

62. K. rigida BB.31.268 0°10'56.69"LS 102°40'3.21"BT

63. K. rigida 2400 01°33'21.60"LS 99°15'18.00"BT

64. K. robusta 8295 05°23’LS 104°25’BT

65. K. robusta 2567 01°17'12.71"LS 104°14'22.54"BT

66. K. robusta 1258 05°43'17.44"LS 104°38'5.29"BT

67. K. rostrata 7580 0°5'9.21"LS 104°26'35.58"BT

68. K. rostrata BB.31.249 0°10'56.69"LS 102°40'3.21"BT

69. K. rostrata BB.31.250 0°10'56.69"LS 102°40'3.21"BT

70. K. rostrata 669 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT

71. K. rostrata 682 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT

72. K. rostrata 634 02°51'1.49"LS 104°45'49.54"BT

73. K. rostrata 6 04°0.745’LS 96°29.269’BT

Page 76: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

63

Lampiran 2. Lanjutan...

No. Nama Jenis No. Kol. Titik Koordinat

Latitude Longitude

74. K. rostrata JD 3957 0°39'52.92"LS 101°4'16.23"BT

75. K. rostrata 3204 03°33'18.94"LS 98°8'41.21"BT

76. K. rostrata 11 02°40'55.94"LS 97°58'12.66"BT

77. K. rostrata N 1355 0°27’34’’LS 100°02’56.4’’BT

78. K. rostrata DA 902 05°31’16.3”LS 104°26’54.6”BT

79. K. rostrata 1003 03°5'44.35"LS 103°4'54.44"BT

80. K. rostrata V-3 027 0°50'5.38"LS 100°16'56.81"BT

81. K. rostrata s.n. 04°52'35.63"LS 97°35'42.57"BT

82. K. rostrata 14 03°30'31.75"LS 102°30'35.02"BT

83. K. rostrata 22 02°58'33.86"LS 104°46'31.55"BT

84. K. rostrata 1847 03°57’53,13”LS 98°27’44.28”BT

85. K. rostrata 4162 02° 9'34.69"LS 101°4'37.57"BT

Page 77: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

64

Lampiran 3. Data karakterisasi morfologi Korthalsia spp. di Sumatera

No. Karakter K. debilis K. echinometra K. flagellaris

1. Tinggi pohon 8 m 35 m 16 m

2. Diameter batang tanpa okrea 0,5 - 1,3 cm 0,8 - 2 cm 1,5 - 2,5 cm

3. Diameter batang dengan okrea 0,9 - 1,7 cm 1,2 - 4 cm 2 - 4 cm

4. Tipe okrea Memeluk batang Menggembung Memeluk batang

5. Panjang okrea 2 - 8 cm 10 - 21 cm 10,2 - 30 cm

6. Duri pada okrea Ya Ya Ya

7. Panjang duri 0,2 - 0,3 cm 1,8 - 6 cm 0,1 – 0,2 cm

8. Sebaran duri Soliter Clustering Soliter

9. Bentuk anak daun Rhomboid Linear Lanceolate

10. Bentuk ujung anak daun Acuminate Acute Acuminate

11. Bentuk tepi anak daun Praemorse Entire Praemorse

12. Bentuk pangkal anak daun Cuneate Attenuate Attenuate

13. Indumentum pada anak daun Ya Ya Ya

14. Warna permukaan bawah daun Berbeda Berbeda Berbeda

15. Posisi anak daun Berseling Berpasangan Berpasangan

16. Jumlah anak daun 10 - 12 helai 22 helai 20 - 40 helai

17. Gagang anak daun Ya Tidak Ya

18. Panjang anak daun 12 - 19 cm 24,5 - 33 cm 20 - 88 cm

19. Lebar anak daun 5 - 9 cm 2 - 3 cm 2 - 12 cm

20. Panjang daun 50 - 100 cm 120 - 200 cm 120 - 300 cm

21. Veinlets terlihat jelas Ya Ya Ya

Page 78: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

65

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter K. debilis K. echinometra K. flagellaris

22. Panjang gagang daun 6 - 7 cm 10 - 31,5 cm 10 - 17 cm

23. Panjang rakis 23 - 32 cm 50 - 100 cm 52,5 - 130 cm

24. Panjang sirus 13,6 - 20 cm 50 - 120 cm 51 - 150 cm

25. Panjang perbungaan N/A 61 - 120 cm 44 cm

26. Panjang rachillae 9 cm 21 - 24 cm 9 cm

27. Lebar rachillae 0,4 cm 1,2 - 1,5 cm 0,6 cm

28. Bentuk buah Bulat Lonjong Lonjong

29. Panjang buah 1 cm 2 cm 2 cm

30. Lebar buah 1,1 cm 1,5 cm 1,2 cm

No. Karakter K. hispida K. laciniosa K. paucijuga

1. Tinggi pohon 20 m 10 m 30 m

2. Diameter batang tanpa okrea 0,6 - 0,8 cm 1 - 2 cm 0,5 cm

3. Diameter batang dengan okrea 1 - 1,5 cm 1,5 - 3 cm 0,6 - 0,8 cm

4. Tipe okrea Memanjang diagonal Memeluk batang Memeluk batang

5. Panjang okrea 16 - 17 cm 5 - 6 cm 0,5 cm

6. Duri pada okrea Ya Ya Ya

7. Panjang duri 1 - 2 cm 0,6 cm N/A

8. Sebaran duri Soliter Soliter Soliter

9. Bentuk anak daun Rhomboid Rhomboid Rhomboid

Page 79: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

66

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter K. hispida K. laciniosa K. paucijuga

10. Bentuk ujung anak daun Acuminate Acuminate Acuminate

11. Bentuk tepi anak daun Praemorse Praemorse Praemorse

12. Bentuk pangkal anak daun Cuneate Cuneate Cuneate

13. Indumentum pada anak daun Ya Ya Ya

14. Warna permukaan bawah daun Berbeda Berbeda Berbeda

15. Posisi anak daun Berseling Berpasangan Berseling

16. Jumlah anak daun 10 - 14 helai 12 helai 6 - 8 helai

17. Gagang anak daun Ya Ya Ya

18. Panjang anak daun 16 - 18,5 cm 14 - 30 cm 16 - 17 cm

19. Lebar anak daun 3 - 8,5 cm 7 - 19 cm 5 - 5,5 cm

20. Panjang daun 100 - 180 cm 250 cm 80 cm

21. Veinlets terlihat jelas Ya Ya Ya

22. Panjang gagang daun 14,2 - 15 cm 6,5 - 33 cm 1 - 3 cm

23. Panjang rakis 35,8 - 75 cm 40 - 60 cm 30 cm

24. Panjang sirus 63 - 90 cm 120 cm 50 cm

25. Panjang perbungaan 31 cm 50 cm 20 cm

26. Panjang rachillae 15 cm 17 cm 8 cm

27. Lebar rachillae 1 cm 0,7 cm 0,4 cm

28. Bentuk buah Lonjong Lonjong Bulat

29. Panjang buah 2,2 cm 2 cm 1,2 cm

30. Lebar buah 1,9 cm 1,5 cm 1 cm

Page 80: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

67

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter K. rigida K. robusta K. rostrata

1. Tinggi pohon 50 m 20 m 30 m

2. Diameter batang tanpa okrea 0,5 - 1,7 cm 1,5 - 2 cm 0,5 – 1

3. Diameter batang dengan okrea 0,7 - 2,5 cm 2,5 - 3,5 cm 0,7 - 2,8 cm

4. Tipe okrea Memeluk batang Memanjang diagonal Menggembung

5. Panjang okrea 0,5 - 6 cm 30 - 50 cm 2,5 - 8 cm

6. Duri pada okrea Ya Ya Ya

7. Panjang duri 0,1 - 0,5 cm 2 - 3 cm 0,1 - 0,5 cm

8. Sebaran duri Soliter Soliter Soliter

9. Bentuk anak daun Rhomboid Rhomboid Rhomboid

10. Bentuk ujung anak daun Acuminate Acuminate Acuminate

11. Bentuk tepi anak daun Praemorse Praemorse Praemorse

12. Bentuk pangkal anak daun Cuneate Cuneate Cuneate

13. Indumentum pada anak daun Ya Ya Ya

14. Warna permukaan bawah daun Berbeda Berbeda Berbeda

15. Posisi anak daun Berseling Berpasangan Berpasangan

16. Jumlah anak daun 6 - 12 helai 12 - 16 helai 8 - 10 helai

17. Gagang anak daun Ya Ya Tidak

18. Panjang anak daun 9 - 33 cm 20 - 25 cm 11 - 25,5 cm

19. Lebar anak daun 6 - 13 cm 4,5 - 10 cm 3,5 - 8,7 cm

20. Panjang daun 70 - 200 cm 170 cm 41 - 82 cm

21. Veinlets terlihat jelas Ya Ya Ya

Page 81: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

68

Lampiran 3. Lanjutan

No. Karakter K. rigida K. robusta K. rostrata

22. Panjang gagang daun 2 - 25 cm 10 - 32 cm 2 - 34 cm

23. Panjang rakis 30 - 80 cm 38 cm 13 - 37 cm

24. Panjang sirus 29 - 100 cm 95 - 100 cm 21 - 37 cm

25. Panjang perbungaan 40 - 70 cm 55 cm 30 - 50 cm

26. Panjang rachillae 6 - 30 cm 15 cm 8 - 22 cm

27. Lebar rachillae 0,5 cm 2,5 cm 0,5 - 1 cm

28. Bentuk buah Bulat Lonjong Lonjong

29. Panjang buah 1 cm 1,8 - 2,3 cm 2 cm

30. Lebar buah 1,2 cm 0,9 - 1,6 cm 1 - 1,3 cm

Page 82: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

69

Lampiran 4. Matriks skoring Korthalsia spp. di Sumatera

No. Karakter Jenis

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Tinggi pohon 2 2 2 2 2 1 2 2 2

2. Diameter batang tanpa pelepah daun 2 2 2 2 2 1 2 2 1

3. Diameter batang dengan pelepah daun 1 2 2 2 2 1 1 2 2

4. Tipe okrea 1 2 1 3 1 1 1 3 2

5. Panjang okrea 1 2 2 2 2 1 1 2 1

6. Duri pada okrea 2 2 2 2 2 2 2 2 2

7. Panjang duri 1 2 1 2 1 1 1 2 1

8. Sebaran duri 1 2 1 1 1 1 1 1 1

9. Bentuk anak daun 1 2 3 1 1 1 1 1 1

10. Bentuk ujung anak daun 1 2 1 1 1 1 1 1 1

11. Bentuk tepi anak daun 1 2 1 1 1 1 1 1 1

12. Bentuk pangkal anak daun 1 2 2 1 1 1 1 1 1

13. Indumentum pada anak daun 2 2 2 2 2 2 2 2 2

14. Warna permukaan bawah daun 1 1 1 1 1 1 1 1 1

15. Posisi anak daun 1 2 2 1 2 1 1 2 2

16. Jumlah anak daun 1 2 2 1 1 1 1 1 1

17. Gagang anak daun 2 1 2 2 2 2 2 2 1

Page 83: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

70

Lampiran 4. Lanjutan

Keterangan:

Jenis 1 : Korthalsia debilis Jenis 4 : Korthalsia hispida Jenis 7 : Korthalsia rigida

Jenis 2 : Korthalsia echinometra Jenis 5 : Korthalsia laciniosa Jenis 8 : Korthalsia robusta

Jenis 3 : Korthalsia flagellaris Jenis 6 : Korthalsia paucijuga Jenis 9 : Korthalsia rostrata

No. Karakter Jenis

1 2 3 4 5 6 7 8 9

18. Panjang anak daun 1 2 2 2 2 1 1 2 2

19. Lebar anak daun 2 2 2 2 2 1 2 2 2

20. Panjang daun 1 2 2 2 2 1 1 2 2

21. Tulang anak daun horizontal terlihat jelas 2 2 2 2 2 2 2 2 2

22. Panjang gagang daun 1 2 2 2 2 1 2 2 2

23. Panjang rakis 1 2 2 2 2 1 2 2 1

24. Panjang sirus 1 2 2 1 2 1 1 1 1

25. Panjang perbungaan 1 2 2 1 2 1 2 1 1

26. Panjang rachillae 1 2 1 2 2 1 2 1 2

27. Lebar rachillae 1 2 1 2 1 1 1 2 1

28. Bentuk buah 1 2 2 2 2 1 1 2 1

29. Panjang buah 1 2 2 2 2 1 1 2 1

30. Lebar buah 1 2 1 1 1 1 1 1 1

Page 84: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

71

Lampiran 5. Proses analisis data NTSys pc versi 2.0

Page 85: ANALISIS FENETIK Korthalsia spp. DI SUMATERA BERDASARKAN ...

72