ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG … kedua sebagai provinsi dengan IPM rendah. Hal ini bertolak belakang...

50
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT ASTIKA SA’DIYAH ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Transcript of ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG … kedua sebagai provinsi dengan IPM rendah. Hal ini bertolak belakang...

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI

NUSA TENGGARA BARAT

ASTIKA SA’DIYAH

ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-faktor

yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara

Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

Astika Sa’diyah

NIM H14100058

ABSTRAK

ASTIKA SA’DIYAH. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks

Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dibimbing oleh

LUKYTAWATI ANGGRAENI.

Pembangunan ekonomi yang merata merupakan tujuan akhir suatu negara

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan manusia dapat

diukur menggunakan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Penelitian

ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi IPM pada

setiap kabupaten dan kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini

menggunakan dua metode yaitu metode deskriptif dan analisis kuantitatif panel

dengan Random Effect Model. Studi menunjukkan menunjukkan bahwa variabel

yang berpengaruh positif terhadap IPM adalah PDRB per kapita sedangkan

tingkat kemiskinan dan rasio gini berpengaruh negatif.

Kata Kunci: data panel, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), metode deskriptif,

pembangunan manusia, Random Effect Model (REM).

ABSTRACT

ASTIKA SA’DIYAH. Analysis of Factors Affecting Human Development Index

in the province of West Nusa Tenggara. Supervised by LUKYTAWATI

ANGGRAENI.

Equitable economy development is the ultimate goal of a state to increase

people’s prosperity. Human development indicators can be measured by Human

Development Index (HDI). This research aims to analyze factors which affect

HDI in West Nusa Tenggara Province. This research uses two methods,

descriptive methods and quantitive Random Effects Model. This study shows that

variable which has significant positive impact is GDP per capita. In other hand,

poverty level and gini ratio have significant negative impact to HDI in West Nusa

Tenggara.

Keywords: panel data, Human Development Index (HDI), descriptive methods,

human development, Random Effect Model (REM).

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI PROVINSI NUSA

TENGGARA BARAT

ASTIKA SA’DIYAH

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini

berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas

Ekonomi Manajemen IPB. Judul yang dipilih dalam penelitian adalah Analisis

faktor-faktor yang memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Nusa

Tenggara Barat. Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang

telah memberikan bantuan, dukungan dan semangat bagi penulis yaitu:

1. Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Papa, Mama, adik-adik serta keluarga yang selalu memberikan doa,

nasihat, dan semangat.

3. Ayu Widia, Haris, Iin, Desta, Angga, Dara, Dilla, selaku rekan

sebimbingan dan seperjuangan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah

ini.

4. Sahabat-sahabat penulis, Masyithoh Alkautsar, Vina QA, Tisa Amalia,

Trisa M, Triana KL, Aprillia W, Annisa Karima, Nisa Nuril, Amelia M,

Nurul H, yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

Teman-teman ESP 47 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.Semoga

karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

Astika Sa’diyah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 11

Latar Belakang 11

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Konsep Indeks Pembangunan Manusia 5

Konsep Pertumbuhan Ekonomi 7

Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah 7

Konsep Belanja Daerah 8

Kemiskinan 9

Koefisien Gini 10

Penelitian Terdahulu 11

Kerangka Pemikiran 13

METODE PENELITIAN 13

Jenis dan Sumber data 13

Metode Pengolahan dan Analisis Data 14

Metode Deskriptif 14

Analisis Data Panel 14

Spesifikasi Model 15

Metode Pooled Least Square 16

Metode Efek Tetap (Fixed Effect) 16

Metode Efek Acak (Random Effect) 17

Uji Kesesuaian Model 18

Evaluasi Model 19

Uji Statistik 21

GAMBARAN UMUM 22

Keadaan Geografis 22

Keadaan Penduduk Provinsi NTB 23

Keadaan Perekonomian Provinsi NTB 23

Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Nusa Tenggara Barat 23

HASIL DAN PEMBAHASAN 24

Kinerja Indeks Pembangunan Manusia Nusa Tenggara Barat 24

Pertumbuhan ekonomi 26

Belanja Daerah 27

Tingkat Kemiskinan 28

Kinerja Gini Rasio 29

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di

Provinsi Nusa Tenggara Barat 30

Koefisien Determinasi 30

Uji statistik 30

Uji Pelanggaran Asumsi 30

Pemilihan Model Terbaik 31

SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 36

RIWAYAT HIDUP 37

DAFTAR TABEL

1. IPM kawasan timur Indonesia 2009-2012 2

2. PDRB Nusa Tenggara Barat ADH Konstan 2000 3

3. Nilai Maksimum dan minimun komponen IPM 6

4. Variabel dan sumber data 14

5. Kerangka Identifikasi Autokorelasi 20

6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Nusa Tenggara Barat 23

7. Angka Melek Huruf (AMH) NTB 2009-2012 24

8. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) NTB 2009-2012 25

9. Angka Harapan Hidup (AHH) NTB 2009-2012 25

10. Purchasing Power Parity (PPP) NTB 2009-2012 27

11. Kinerja IPM NTB 2009-2010 26

12. PDRB per kapita NTB 2009-2012 27

13. Belanja Daerah NTB 2009-2012 27

14. Persentase kemiskinan Kabupaten/kota NTB tahun 2009-2012 28

15. Gini rasio kabupaten/kota NTB tahun 2009-2012 29

DAFTAR GAMBAR

1. Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah menurut Wagner 8

2. koefisien Gini Menurut Kurva Lorenz 11

3. Kerangka Pemikiran 13

4. Share Belanja langsung dan tidak langsung terhadap belanja daerah

NTB 2009-2012. 33

DAFTAR LAMPIRAN

1. Uji Normalitas 36

2. Multikolinearitas 36

3. Uji Chow 36

4. Uji Hausman 36

5. Hasil Estimasi Panel Data 37

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan manusia merupakan hal terpenting di suatu negara karena

untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di dalam suatu negara memerlukan

pembangunan berkelanjutan yang terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat,

baik aspek ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Pemikiran kontemporer

mengenai pembangunan telah menempatkan kembali manusia sebagai subjek atau

pusat dari proses pembangunan. Lembaga PBB yang dibentuk untuk menangani

masalah pembangunan yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

telah membuat definisi khusus mengenai pembangunan manusia sebagai suatu

proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi manusia (a process of enlarging

people’s choices). konsep tersebut menjelaskan bahwa manusia ditempatkan

sebagai tujuan akhir (the ultimate end), sedangkan upaya pembangunan dipandang

sebagai sarana untuk mencapai tujuan itu (BPS 2014).

Menurut UNDP 1990, tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan

lingkungan yang memungkinkan bagi penduduknya untuk menikmati umur

panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif. Premis penting yang

dikembangkan dalam pembangunan manusia adalah mengutamakan manusia

sebagai pusat perhatian (bukan sebagai alat atau instrumen) dan memperbesar

pilihan-pilihan bagi manusia secara keseluruhan (tidak hanya terbatas pada

peningkatan pendapatan atas aspek ekonomi semata).

United Nations Development Programme (UNDP) telah mengembangkan

Human Development Index (HDI) atau yang dikenal dengan Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) sebagai tolak ukur untuk meningkatkan kualitas hidup manuisa

yang mencakup kualitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (daya beli).

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah sasaran utama bagi negara-negara

sedang berkembang termasuk Indonesia dalam hal pelaksanaan pembangunan.

Hal ini disebabkan pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan

barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat, sehingga dengan semakin

banyak barang dan jasa yang diproduksi, maka kesejahteraan masyarakat akan

meningkat. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur antara lain dengan besaran yang

disebut Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk daerah.

Indikator ekonomi lainnya yang dapat mempengaruhi pembangunan

manusia diantaranya adalah pendapatan per kapita, jumlah penduduk miskin dan

pola distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat. Apabila distribusi

pendapatan timpang, maka banyak penduduk yang tidak memiliki cukup uang

untuk memenuhi kebutuhannya untuk membeli makanan, membiayai pendidikan

dan kesehatan sehingga memperlambat pembangunan manusia.

Nilai IPM Indonesia pada 2012 meningkat menjadi 0.629, menjadikannya

naik tiga posisi ke peringkat 121 dari peringkat 124 pada 2011 (0.624), dari 187

negara. Indonesia menempati urutan keenam dari sepuluh negara di ASEAN.

Salah satu provinsi di Indonesia yang menyebabkan Indonesia memiliki IPM

2

rendah yaitu berada di kawasan timur Indonesia. Provinsi yang termasuk kawasan

timur Indonesia dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1 IPM kawasan timur Indonesia 2009-2012 Provinsi 2009 2010 2011 2012

Papua Barat 68.58 69.15 69.65 70.22

Papua 64.53 64.94 65.36 65.86

Sulawesi Tenggara 69.52 70.00 70.55 71.05

Gorontalo 69.79 70.28 70.82 71.31

Sulawesi Barat 69.18 69.64 70.11 70.73

Nusa Tenggara Barat 64.66 65.20 66.23 66.89

Nusa Tenggara Timur 66.60 67.26 67.75 68.28

Nasional 71.76 72.27 72.77 73.29 Sumber : BPS (2014)

Tabel 1 menggambarkan bahwa Nusa Tenggara Barat (NTB) menempati

posisi kedua sebagai provinsi dengan IPM rendah. Hal ini bertolak belakang

dengan keadaan perekonomian NTB yang menempati urutan ketiga dengan

pertumbuhan ekonomi tertinggi di antara provinsi lain di Indonesia yang sebesar

12.14 persen pada tahun 2009 (BPS 2014). Walaupun pada tahun 2011-2012 NTB

sudah termasuk dalam kategori IPM menengah atas, namun peringkat NTB masih

kecil di Indonesia (BPS 2014).Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata tidak

dengan sendirinya mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat Nusa Tenggara

Barat serta kualitas pembangunan manusia yang masih sangat rendah dibanding

provinsi lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Mailendra (2009), Brata (2002), Kacaribu

(2013) menunjukkan bahwa PDRB per kapita memengaruhi IPM di Jawa Barat,

Papua dan Indonesia. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Kacaribu

(2013), Mailendra (2009), Mirza (2012) dan Patta (2012) menunjukkan bahwa

tingkat kemiskinan memengaruhi IPM di Papua, Jawa Barat, Jawa Tengah dan

Indonesia. Belanja daerah juga memengaruhi IPM berdasarkan hasil penelitian

Mailendra (2009), Mirza (2012) dan Pratowo (2012). Penelitian yang dilakukan

Pratowo (2012) juga menunjukkan bawa gini rasio memengaruhi IPM di Jawa

Timur.

Latar belakang Nusa Tenggara Barat yang memiliki IPM terendah ke dua di

Indonesia dan hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan faktor-faktor yang

memengaruhi IPM membuat penelitian ini dilakukan.

Perumusan Masalah

Penelitian terdahulu menyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil variabel

independen yaitu PDRB antara provinsi dengan IPM terbesar yaitu DKI Jakarta

dan Jawa Barat. Penelitian yang dilakukan oleh Mailendra (2009) mengenai

faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan manusia di provinsi Jawa Barat

menemukan bahwa PDRB memengaruhi peningkatan IPM di provinsi Jawa Barat

sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yuanda (2013) pada provinsi DKI

Jakarta, hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat pengaruh variabel

PDRB terhadap IPM. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Kacaribu

(2013) mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan manusia di

3

Papua, hasil penelitian menunjukan bahwa PDRB memengaruhi IPM di provinsi

yang memiliki IPM terendah diantara provinsi lain di Indonesia.

Menurut Pratowo (2012) pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah sasaran

utama bagi negara-negara sedang berkembang termasuk Indonesia dalam hal

pelaksanaan pembangunan.Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari PDRB dan

laju pertumbuhan di suatu wilayah. Semakin banyak barang dan jasa yang

diproduksi maka kesejahteraan akan meningkat. Indikator untuk melihat

pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari PDRB per kapita sebagai cerminan dari

daya beli penduduk di suatu daerah dan taraf ekonomi dan akses standar hidup

yang layak bagi masyarakat. Besaran PDRB per kapita akan meningkatkan

kesejahteraan penduduk apabila laju pertumbuhannya dari tahun ke tahun lebih

besar dibandingkan dengan laju kenaikan harga dan laju pertumbuhan penduduk

di suatu daerah.

Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki posisi geografis yang cukup

menguntungkan karena terletak diantara daerah tujuan wisata Bali, Pulau

Komodo, Tana Toraja dan Pulau Lombok terletak jalur perhubungan taut

internasional (Selat Lombok). Hal ini dapat menjadikan nilai tambah bagi

perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya. Namun ternyata dengan

pertumbuhan ekonomi yang meningkat masih membuat IPM provinsi Nusa

Tenggara Barat menduduki peringkat 32 diantara provinsi di Indonesia.

Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Tabel 2 termasuk provinsi penting di

Indonesia, karena merupakan 10 besar provinsi dengan sektor pertanian

penyumbang terbesar di Indonesia. Hal ini menyebabkan rata-rata pertumbuhan

ekonomi per tahun cukup tinggi, bahkan pada 2009 mencapai 12.14%. Namun

kenaikan presentase pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ternyata tidak

meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat. Kualitas pembangunan manusia pun

masih sangat rendah dibanding provinsi lainnya.

Tabel 2 PDRB Nusa Tenggara Barat ADH Konstan 2000 ( Juta Rupiah )

No Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012

1 Pertanian 4 485 770 4 545 381 4 730 821 4 947 019

2 Pertambangan dan Penggalian 4 905 867 5 500 385 4 050 673 2 957 714

3 Industri Pengolahan 909 946 944 253 973 768 1 012 100

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 66 761 71 709 77 624 83 380

5 Bangunan 1 457 949 1 532 451 1 621 994 1 699 647

6 Perdagangan, Hotel dan

Restoran 2 750 196 2 939 495 3 151 923 3 444 865

7 Pengangkutan dan Komunikasi 1 409 850 1 507 779 1 626 934 1 730 957

8 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 972 643 1 025 929 1 120 020 1 216 821

9 Jasa-jasa 1 915 416 2 005 259 2 086 203 2 128 939

PDRB 18 874 403 20 072 641 19 439 961 19 221 443

Sumber : BPS (2014)

Selain itu kemampuan keuangan daerah ikut berperan dalam menentukan

tingkat IPM yang diperoleh dari kebijakan alokasi belanja melalui APBD. Untuk

mempercepat pembangunan manusia salah satunya dapat dilakukan melalui

alokasi belanja daerah. Belanja daerah yang memadai akan mendukung

peningkatan di bidang pendidikan dan kesehatan masyarakat di suatu wilayah.

Namun kenyataannya yang terjadi di Nusa Tenggara Barat bahwa alokasi belanja

4

daerah pemerintah masih rendah dibandingkan dengan provinsi lain sehingga

penduduk Nusa Tenggara Barat tidak dapat merasakan kesehatan dan pendidikan

yang layak dan membuat kecilnya IPM di provinsi ini.

Menurut Lanjouw dalam Ginting et al. (2008) pembangunan manusia dapat

dipengaruhi pula oleh kemiskinan.Kemiskinan berawal dari kemampuan daya beli

masyarakat menurun sehingga menyebabkan pemenuhan kebutuhan primer dan

kebutuhan sekunder lainnya seperti di bidang pendidikan dan kesehatan

mengalami penurunan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa

Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki presentase penduduk miskin terbesar

diantara provinsi lain di Indonesia dari tahun 2009 hingga 2012 sehingga hal ini

sangat memengaruhi tingkat pembangunan manusia di Provinsi Nusa Tenggara

Barat.

Gini rasio merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur ketimpangan

pendapatan di suatu daerah.Ketimpangan merupakan hal yang sangat penting

untuk mengukur kesejahteraan masyarakat di suatu negara atau daerah. Data 2012

menunjukkan total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebanyak 57.6%

dihasilkan di Pulau Jawa dan Bali, 23% disumbang Pulau Sumatera, dan 9.8%

dari Kalimantan. Sedangkan kawasan timur lainnya seperti Sulawesi, Nusa

Tenggara, Maluku, dan Papua hanya menghasilkan 9%. Fakta ini menunjukkan

bahwa 80% kegiatan perekonomian berlangsung di pulau Jawa dan Sumatera

namun hanya 20% di kawasan timur Indonesia. Akibat dari berbagai kesenjangan

tersebut dapat dilihat bahwa Kawasan Timur Indonesia tertinggal hampir dalam

segala aspek pembangunan. Sebanyak 60% dari 183 kabupaten daerah tertinggal

terdapat di kawasan timur Indonesia. Kesenjangan dalam infrastruktur ekonomi

juga menimbulkan disparitas ekonomi, terutama dalam harga barang-barang

kebutuhan pokok. Sehingga, beban hidup rakyat di Indonesia bagian timur lebih

berat sementara pendapatan mereka lebih rendah.

Berdasarkan latar belakang dan uraian masalah diatas maka perumusan

masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kinerja Indeks Pembangunan Manusia pada setiap

kota/kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Barat?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi IPM kabupaten/kota di provinsi

Nusa Tenggara Barat?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, penelitian ini

bertujuan sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan kinerja Indeks Pembangunan Manusia pada setiap

kota/kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat?

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi IPM kabupaten/kota di

Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar diharapkan dapat memberikan manfaat

diantaranya:

5

1. Memberikan sumber informasi kepada pemerintah agar mengetahui faktor-

faktor apa saja yang memengaruhi indeks pembangunan agar menjadi acuan

kepada pemerintah untuk menetapkan kebijakan yang dapat meningkatkan

Angka Melek Huruf, Angka Harapan Hidup, Daya beli masyarakat di

kabupaten dan kota Provinsi Nusa Tenggara Barat.

2. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya agar mengetahui informasi

gambaran keadaan kesejahteraan masyarakat di kabupaten dan kota Provinsi

Nusa Tenggara Barat tahun 2009-2012.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan melihat

kondisi Indeks Pembangunan Manusia NTB terkecil di seluruh provinsi yang

berada di Indonesia, namun laju pertumbuhan ekonomi NTB berhasil

mengalahkan provinsi lain pada tahun 2009 yang mencapai 12.14%. Hal Ini

merupakan kemajuan pembangunan bagi NTB, namun seiring laju pertumbuhan

yang tinggi tidak disertai dengan nilai IPM yang tinggi pula. Sementara dari tahun

2009-2012 laju pertumbuhannya menurun sedangkan IPM meningkat. Hal ini

menyebabkan penelitian ini dilakukan.Variabel independen dalam penelitian ini

adalah PDRB per kapita, belaja daerah, kemiskinan dan ketimpangan pendapatan.

Penelitian ini menggunakan data panel di kabupaten dan kota Provinsi Nusa

Tenggara Barat yang terdiri atas 8 kabupaten dan 2 kota yang meliputi kabupaten

Lombok Barat, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, Bima, Sumbawa Barat,

Lombok Utara Dan Kota Bima selama periode 2009-2012.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Indeks Pembangunan Manusia

Pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa

besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat tersebut dapat teratasi.

Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya adalah kemiskinan,

pengangguran, buta huruf, ketahanan pangan, dan penegakan demokrasi. Namun

capaian pembangunan manusia secara parsial sangat bervariasi dimana beberapa

aspek pembangunan tertentu berhasil dan beberapa aspek pembangunan lainnya

gagal. Berbagai ukuran pembangunan manusia dibuat namun tidak semuanya

dapat digunakan sebagai ukuran standar yang dapat dibandingkan antar wilayah

atau antar negara. Melihat hal itu, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

menetapkan suatu ukuran standarpembangunan manusia yaitu indeks

pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI).

Indeks ini dibentuk berdasarkan tiga indikator yaitu angka harapan hidup,

angka melek huruf dan kemampuan daya beli. Menurut BPS (2014), untuk

mengukur kualitas manusia dapat dilihat dari capaian angka IPM. Angka IPM terdiri dari tiga komponen yaitu kesehatan, pendidikan, dan kualitas hidup layak.

Setiap kabupaten/kota yang memiliki angka IPM yang mendekati angka 100 maka

6

pembangunan manusia yang ada di daerah tersebut semakin baik, sedangkan

daerah yang memiliki angka IPM yang mendekati nol maka daerah tersebut

memiliki pembangunan manusia yang buruk. Adapun kategori tersebut sebagai

berikut :

Tinggi : IPM lebih dari 80.0

Menengah Atas : IPM 66.0-79.9

Menengah Bawah : IPM antara 50.0-66.0

Rendah : IPM kurang dari 50.0

Rumus penghitungan IPM menurut BPS (2014) adalah sebagai berikut:

IPM = 1/3 [X(1) + X(2) + X(3)] (1)

Keterangan :

X(1) : Indeks harapan hidup

X(2) : Indeks pendidikan = 2/3(indeks melek huruf) +

1/3(indeks rata-rata lama

sekolah)

X(3) : Indeks standar hidup layak

Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan

antara selisih suatu nilai indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai

maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat

disajikan sebagai berikut ;

Indeks X(i)= X(i) - X(i)min / [X(i)maks - X(i)min] (2)

Keterangan :

X(1) : Indikator ke-i (i = 1, 2, 3)

X(2) : Nilai maksimum sekolah X(i)

X(3) : Nilai minimum sekolah X(i)

Tabel 3 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM Komponen IPM Maksimum Minimum Keterangan

Angka Harapan

Hidup

85 25 Sesuai standar global

(UNDP)

Angka Melek Huruf 100 0 Sesuai standar global

(UNDP)

Rata-rata lama

sekolah

15 0 Sesuai standar global

(UNDP)

Konsumsi per kapita

yang disesuaikan

1996

732.720 a) 300.000

b) Pengeluaran per

Kapita Riil

Disesuaikan

Sumber : BPS (2014)

Keterangan :

a) Perkiraan maksimum pada akhir PJP II tahun 2018

b) Penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru

7

Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Salvatore (1994) pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses

dimana PDB/PDRB riil per kapita meningkat secara terus menerus melalui

kenaikan produktivitas per kapita. Sasaran berapa kenaikan produksi riil perkapita

dan taraf hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan tujuan utama yang perlu

dicapai melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber produksi.

PDRB dihitung dengan 2 cara yaitu berdasarkan harga berlaku dan berdasar

harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) menggambarkan nilai

tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap

tahun. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) menunjukkan nilai

tambah dari masing-masing sektor ekonomi dinilai atas dasar harga tetap pada

tahun dasar. Penggunaan harga tetap, memperlihatkan bahwa perkembangan nilai

tambah dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi riil dan

bukan karena kenaikan harga. Melalui PDRB per kapita dapat dilihat rata-rata

pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk yang tinggal di suatu daerah

selama periode waktu tertentu (BPS 2014). Dengan demikian, pendapatan

perkapita seringkali digunakan sebagai indikator pembangunan selain untuk

membedakan tingkat kemajuan ekonomi antara negara-negara maju dengan

negara sedang berkembang. Pendapatan perkapita selain bisa memberikan

gambaran tentang laju pertumbuhan kesejahteraan di berbagai negara juga dapat

menggambarkan perubahan corak perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat

yang sudah terjadi di berbagai daerah.

Teori Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Teori Rostow dan Musgrave

Teori ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan

perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan

ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut.

Pada tahap awal perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah

terhadap total investasi besar, sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan

prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya.

Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk

pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai

berkembang. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah

tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan, jaminan sosial dan sebagainya

(Dumairy 1997).

Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi

swasta dalam persentase terhadap GDP semakin besar dan persentasi investasi

pemerintah dalam persentasi terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat

ekonomi yang lebih lanjut, Rostow menyatakan bahwa pembangunan ekonomi,

aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-

pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua,

program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya.

8

Teori Wagner

Wagner menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan

per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan

meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan

yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan

sebagainya (Mangkoesoebroto 1994). Temuannya kemudian oleh Richard A.

Musgrave dinamakan hukum pengeluaran pemerintah yang selalu meningkat (The

Law of Growing Public Expenditure). Wagner sendiri menamakannya sebagai

Hukum Wagner yaitu hukum aktivitas pemerintah yang selalu meningkat (The

Law of Ever Increasing State Activity) (Dumairy 1997).

Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan

antara industri dengan industri, hubungan industri dengan masyarakat,

dansebagainya menjadi semakin rumit atau kompleks. Wagner menjelaskandalam

hal ini peranan pemerintah menjadi semakin disebabkan karena pemerintah harus

mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi,

budaya dan sebagainya. Kelemahan hukum Wagner adalah hukum tersebut tidak

didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner

mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis

mengenai pemerintah yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas

bertindak, terlepas dari anggota masyarakat yang lainnya.

Sumber : Mangkoesoebroto (1994)

Gambar 1 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah menurut Wagner

Konsep Belanja Daerah

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 menjelaskan bahwa

belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah

yang mengurangi ekuitas dana lancar dan merupakan kewajiban daerah dalam

satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh

daerah. Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan pemerintah daerah (provinsi ataupun kabupaten/kota) yang

meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Struktur belanja terdiri dari belanja

tidak langsung, dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja

yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan

kegiatan yang meliputi belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja

9

hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak

terduga. Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara

langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi belanja

pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal.

Pembangunan dan peningkatan standar kehidupan di negara-negara maju

tidak hanya dilakukan melalui pembangunan ekonomi dan industrialisasi. Agar

pertumbuhan ekonomi berjalan secara merata, berkualitas dan berkelanjutan

(growth with equity, quality and sustainability), negara perlu menerapkan strategi

kebijakan sosial yang mencakup pemberian program-program pelayanan sosial

kepada penduduknya dalam bentuk belanja publik sehingga alokasi dana untuk

kesejahteraan masyarakat juga akan semakin baik (Stiglitz 2007).

Kemiskinan

Menurut BPS (2014) penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki

rata-rata pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Garis

Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan

(GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Garis Kemiskinan

Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar

makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan

dengan 2100 kilo kalori perkapita per hari. Garis Kemiskinan Non Makanan

(GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-

komoditi non makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan

dan kesehatan.

Todaro dan Smith (2006) menunjukkan hubungan antara kemiskinan dan

keterbelakangan dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non ekonomi. Tiga

komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat,

faktor tersebut adalah rendahnya taraf hidup, rendahnya rasa percaya diri dan

terbebas kebebasan ketiga aspek tersebut memiliki hubungan timbal balik.

Rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan, rendahnya

pendapatan disebabkan oleh rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja,

rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh tingginya pertumbuhan

tenaga kerja, tingginya angka pengangguran dan rendahnya investasi perkapita.

Menurut Todaro dan Smith (2006) tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di

suatu negara tergantung pada dua faktor utama, yakni: tingkat pendapatan

nasional rata-rata, dan lebar sempitnya kesenjangan distribusi pendapatan.

Setinggi apapun tingkat pendapatan nasional perkapita yang dicapai oleh suatu

negara, selama distribusi pendapatannya tidak merata, maka tingkat kemiskinan di

negara tersebut pasti akan tetap parah. Demikian pula sebaliknya, semerata

apapun distribusi pendapatan di suatu negara, jika tingkat pendapatan nasional

rata-ratanya rendah, maka kemiskinan juga akan semakin luas.

Jika kemiskinan berkaitan dengan semakin sempitnya kesempatan yang

dimiliki, maka pembangunan manusia adalah sebaliknya. Konsep pembangunan

manusia adalah memperluas pilihan manusia (enlarging choice) terutama untuk

memenuhi kebutuhan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan kemampuan daya

beli. Melihat hubungan yang berkebalikan tersebut, suatu daerah dengan kualitas

pembangunan manusia yang baik idealnya memiliki persentase penduduk miskin

yang rendah.

10

Koefisien Gini

Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi

pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan analisis dan kuantitatif.

Kedua ukuran tersebut adalah ukuran distribusi pendapatan, yakni besar atau

kecilnya bagian pendapatan yang diterima masing-masing orang (biasanya

menggunakan metode Kurva Lorenz dan Koefisien Gini) dan distribusi fungsional

atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi, yang indikatornya berfokus

pada bagian dari pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing faktor

produksi (Todaro dan Smith 2004). Terdapat berbagai kriteria atau tolak ukur

untuk menilai kemerataan (parah/lunaknya ketimpangan) distribusi yang

dimaksud. Tiga diantaranya yang paling lazim digunakan adalah kurva Lorenz,

koefisien gini dan kriteria bank dunia.

Koefisien Gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan

pendapatan agregat yang angkanya berkisar antara 0 (pemerataan sempurna)

hingga 1 (ketimpangan yang sempurna). Bila Koefisien Gini mendekati 0

menunjukkkan adanya ketimpangan yang rendah dan bila Koefisien Gini

mendekati 1 menunjukkan ketimpangan yang tinggi. Pada prakteknya, angka

ketimpangan untuk negara-negara yang ketimpangan distribusi pendapatannya

tajam berkisar antara 0.50 hingga 0.70. Negara-negara yang distribusi

pendapatannya relatif paling merata berkisar antara 0.20 sampai 0.35. Salah satu

ukuran untuk mengukur ketimpangan adalah dengan menghitung rasio bidang

yang terletak antara garis diagonal dan kurva Lorenz dibagi dengan luas separuh

segi empat dimana kurva Lorenz itu berada.

Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering

digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh.

Koefisien gini dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

i(Fci + Fci-1)] (3)

Dengan:

GR : Koefisien Gini (Gini Ratio)

fpi : Frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i

Fci : Frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i

Fci-1 : Frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke

(i-1)

Jika ketimpangan penduduk di suatu wilayah merata maka mereka tidak

akan mengalami ketimpangan pendapatan, hal ini akan meningkatkan daya beli

masyarakat di suatu daerah untuk memenuhi kebutuhan primer maupun

sekundernya, dengan begitu kesejahteraan manusia di suatu daerah akan

meningkat, begitupun sebaliknya.

Gambar 2 menunjukkan bahwa hubungan antara distribusi jumlah penduduk

dan distribusi pendapatan. Pada gambar di bawah sumbu vertikal menunjukkan

persentase jumlah pendapatan dan sumbu horisontal menunjukkan persentase

jumlah penduduk. koefisien gini dapat dilihat dari kurva Lorenz yaitu daerah B

dibagi dengan luas segitiga ODA.

11

Sumber : Todaro dan Smith (2006) Gambar 2 Koefisien gini menurut kurva Lorenz

Penelitian Terdahulu

Brata (2002) menganalisis pembangunan manusia dan kinerja ekonomi

regional di Indonesia. Hasil estimasi variabel yang berpengaruh sigifikan dan

positif terhadap IPM Indonesia adalah PDRB per kapita, lama pendidikan sekolah

perempuan. Variabel yang tidak berpengaruh terhadap IPM adalah gini rasio dan

rasio migas.

Kacaribu (2013) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi

pembangunan manusia di Papua. Penelitian ini difokuskan pada pembangunan

ekonomi daerah, khususnya kabupaten/kota di Provinsi Papua. Menggunakan 29

kabupaten/kota yang ada di Provinsi Papua, dalam periode tahun 2009-2011.

Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan data panel dengan

pendekatan Fixed Effect Model. Hasil analisis diperoleh bahwa Produk Domestik

Regional Bruto, pengeluaran pemerintah menurut fungsi pendidikan, rasio

kemisinan terhadap jumlah penduduk, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah

dokter, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah bidan, rasio jumlah penduduk

terhadap jumlah perawat, rasio murid SMA terhadap guru mempengaruhi IPM,

sedangkan rasio murid SD terhadap guru, rasio murid SMP terhadap guru tidak

mempengaruhi IPM di Provinsi Papua. Maliendra (2009) membahas tentang

dampak pemekaran wilayah dan faktor yang memengaruhi pembangunan manusia

Jawa Barat menggunakan analisis deskriptif dan panel data. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa IPM seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat mengalami

peningkatan. Daerah baru hasil pemekaran memiliki IPM lebih tinggi dari daerah

induk. Selain daerah baru, wilayah kota memiliki nilai IPM yang relatif lebih

tinggi dibanding kabupaten. Laju pertumbuhan IPM sebelum pemekaran memiliki

nilai yang lebih besar dibandingkan setelah pemekaran. Hasil pengolahan data

dengan model fixed effect model diketahui bahwa variabel yang secara signifikan

mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Barat pada taraf nyata 5%

adalah tingkat kemiskinan, PDRB per kapita dan belanja publik.

Mirza (2012) menganalisis pengaruh kemiskinan, pertumbuhan ekonomi

dan belanja modal terhadap indeks pembangunan manusia di Jawa Tengah tahun

2006-2009. Hasil penelitian menunjukan perkembangan IPM mengalami

A

B

E

Pre

senta

se

Pen

dap

atan

Presentase penduduk D O

12

peningkatan dengan kategori IPM menengah selama periode tahun 2006-2009

hingga mampu mencapai target IPM yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hasil

dengan menggunakan data panel menunjukkan kemiskinan berpengaruh negatif

terhadap IPM. Pertumbuhan ekonomi dan belanja modal berpengaruh signifikan

positif terhadap IPM.

Patta (2012) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi Indeks

Pembangunan Manusia di Sulawesi Selatan Periode 2001-2010. Penelitian ini

menggunakan metode analisis statistik regresi linear berganda. Hasil penelitian

dengan menggunakan taraf nyata 5% menemukan bahwa pengaruh pertumbuhan

ekonomi terhadap indeks pembangunan manusia (IPM) di Sulawesi Selatan, dapat

dikatakan berpengaruh positif dan signifikan. Pengaruh persentase penduduk

miskin dan ketimpangan distribusi pendapatan berpengaruh signifikan negatif

terhadap indeks pembangunan manusia (IPM) di Sulawesi Selatan. Pengeluaran

pemerintah di bidang pendidikan dan pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM.

Pratowo (2012) menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

Indeks Pembangunan Manusia. Subyek penelitian ini adalah 35 kota atau

kabupaten di Jawa Timur periode 2002 sampai 2009. Variabel-variabel yang

berpengaruh terhadap IPM Jawa Timur adalah belanja daerah, gini rasio, proporsi

konsumsi non makanan dan rasio ketergantungan.

Priska (2010) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi IPM di

Indonesia. Hasil estimasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel

bebas yaitu jumlah penduduk miskin berpengaruh negatif terhadap indeks

pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah

berpengaruh positif terhadap indeks pembangunan manusia pada alpha 1%.

Yuanda (2013) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan

manusia. Subjek penelitian ini adalah enam kabupaten/kota admnistrasi di

Provinsi DKI Jakarta, tahun pengamatan 2006-2011. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi

terhadap IPM. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan variabel belanja

pemerintah di bidang pendidikan, jumlah tenaga kesehatan, belanja pemerintah di

bidang kesehatan terhadap IPM dan terdapat pengaruh yang negatif dan signifikan

variabel tingkat pengangguran terhadap IPM.

13

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, kerangka pemikiran

yang dapat diuraikan dapat dijelaskan sebagai berikut:

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

dengan menggunakan data panel, yaitu gabungan data deret waktu (time series)

dan data deret lintang (cross section). Data time series yang digunakan adalah data

tahunan dari tahun 2009 sampai 2012. Data cross section yang digunakan adalah

dari 10 kota atau kabupaten, terdiri atas 8 kabupaten dan 2 kota yang meliputi

Pertumbuhan

ekonomi

Pembangunan Manusia provinsi

NTB rendah

Analisis data panel

Belanja daerah Kemiskinan Distribusi

pendapatan

Analisis Deskriptif Faktor-faktor yang memengaruhi

pembangunan manusia Provinsi NTB

Pooled Least Square Fixed Effect Random Effect

Hasil Analisis

Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia

di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Gambar 2 Kerangka Pemikiran

14

kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, Bima, Sumbawa

barat, Lombok utara dan Kota Bima.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

diperoleh dari beberapa sumber diantaranya:

Tabel 4 Variabel dan sumber data Variabel Satuan Sumber

IPM Nusa Tenggara Barat indeks BPS

PDRB per kapita rupiah Bappeda

Belanja daerah persen DJPK

Tingkat kemiskinan persen BPS

Rasio gini indeks BPS

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode Deskriptif

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan

kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan kinerja Indeks

pembangunan manusia (IPM) di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Analisis

deskriptif dilakukan dengan membaca tabel dan grafik untuk melihat

kecenderungan dari perkembangan data-data komponen atau variabel yang

digunakan dalam penelitian ini.

Analisis Data Panel

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series tahunan

(annual) selama 4 tahun yaitu dari periode 2009-2102 dan data cross section yaitu

sebanyak 8 kabupaten dan 2 kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Menurut teori

ekonometrika, metode yang digunakan dengan gabungan antara data cross section

dan data time series disebut data panel. Analisis data panel digunakan untuk

menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi IPM di Provinsi NTB. Kelebihan

data panel antara lain :

1. Teknik Estimasi menggunakan data panel akan menghasilkan

keanekaragaman secara tegas dalam perhitungan dengan melibatkan

variabel-variabel individual secara spesifik.

2. Memberikan informasi yang lebih banyak, variabilitas yang lebih baik,

mengurangi hubungan antara variabel bebas, memberikan lebih banyak

derajat kebebasan dan lebih efisien.

3. Data panel lebih cocok digunakan jika akan melakukan studi tentang

perubahan dinamis.

4. Data panel dapat mendeteksi dan mengukur efek yang tidak bisa dilakukan

oleh data time-series dancross section.

5. Data panel memungkinkan peneliti untuk mempelajari model prilaku yang

lebih kompleks.

6. Data panel dapat meminimalkan bias.

15

Terdapat tiga metode yang dapat dilakukan untuk mengestimasi model yang

menggunakan data panel, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square),

metode efek tetap (fixed effect) dan metode efek random (random effect).

Spesifikasi Model

Menurut Pratowo (2012), variabel-variabel yang diduga secara signifikan

berpengaruh nyata terhadap pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan

Manusia (IPM), PDRB per kapita (PDRBK), kemiskinan (POV), belanja daerah

(BD) dan koefisien gini (GINI). Model persamaan yang diestimasi adalah sebagai

berikut:

lnIPMit= β0 + β1lnPDRBKit + β2POVit + β4BDit + β5GINIit + it

Keterangan :

β0 = Intersep

β1 = Slope

it = Error

IPM = Indeks pembangunan manusia (indeks)

POV = Tingkat kemiskinan (persen)

PDRBK = Pendapatan domestik regional bruto per kapita (rupiah)

BD = Alokasi belanja daerah (persen)

GINI = Gini rasio (indeks)

Definisi Operasional

1. Indeks pembangunan manusia adalah indeks komposit yang digunakan untuk

mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar

pembangunan manusia, yaitu kesehatan yang diukur dengan angka harapan

hidup (AHH) dan Rata-rata lama sekolah (RLS), pendidikan yang diukur

berdasarkan angka melek huruf (AMH) dan kemampuan daya beli yang

diukur berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP).

2. Tingkat kemiskinan (poverty) adalah penduduk yang memiliki rata-rata

pengeluaran perkapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Penelitian ini

menggunakan presentase tingkat kemiskinan yang berada di kabupaten atau

kota provini NTB dari tahun 2009-2012.

3. Pendapatan per kapita adalah rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap

penduduk yang tinggaldisuatu daerah selama periode waktu tertentu.

Penelitian ini menggunakan PDRB ADHK yang berada di kabupaten atau kota

di provinsi NTB dari tahun 2009-2012.

4. Belanja daerah adalah total penerimaan daerah yang didapatkan dari

pengelolaan sumber daya dan juga bantuan dari pemerintah yang meliputi

belanja langsung dan tidak langsung. Belanja daerah yang digunakan dalam

penelitian ini adalah presentase realisasi belanja daerah terhadap total belanja

daerah.

16

Metode Pooled Least Square

Metode ini samadengan analisis data cross section dan time series karena

mengasumsikan bahwa koefisien intersep dan slopenya sama (konstan) untuk

setiap data cross section dan time series. Model ini tidak memperhatikan dimensi

individu dan waktu. Namun, untuk melakukan regresinya perlu menggabungkan

data cross section dan time series yang biasa disebut pool data. Namun, dianggap

tidak masuk akal karena karena menganggap tidak adanya efek dimensi individu

dan waktu. Misalkan dalam persamaan berikut ini :

Yit = α + xjitβj + εit (4)

untuk i = 1,2,….,N dan t = 1,2,….,T

N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktu.

Komponen error diasumsikan dalam pengolahan kuadrat terkeci biasa, kita dapat

melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk

periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi crosssection sebagai berikut :

Yit= α + xjitβj + εi1 (5)

untuk i = 1,2,….,N

yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan

yangsama. Begitu juga sebaliknya, akan dapat diperoleh persamaan deret waktu

(time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk

mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, dapat diperoleh dalam

bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi. Akan

tetapi, jika menggunakan metode Pooled Least Square, perbedaan antar individu

maupun antar waktu tidak akan terlihat.

Metode Efek Tetap (Fixed Effect)

Metode Efek Tetap sudah memasukkan efek dimensi individu dan

waktu.pada model ini efek dimensi individu dan waktu terletak pada intersep dan

slope pada model.sehingga pada model ini menganggap bahwa yang sangat

mempengaruhi variabel dependen adalah slope dan intersep. Secara umum,

pendekatan fixed effect dapat dituliskan sebagai berikut :

yit = αi + xjitβj +aiDi (6)

Keterangan :

yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i

αi = intersep yang berubah-ubah antar cross section unit

xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

βj = parameter untuk variabel ke j

eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan dengan atau tanpa pembobot

(no weighted) atau Least Square Dummy Variabel (LSDV) dan dengan pembobot

17

(cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukannya

pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section

(Gujarati 2004).

Metode Efek Acak (Random Effect)

Metode random effect dimasukkan komponen galat (error term) ke dalam

model untuk menjelaskan variabel prediktor (explanatory variable) yang tidak

dimasukkan ke dalam model, komponen nonlinearitas hubungan variabel bebas

dan variabel tak bebas, kesalahan ukur saat observasi dilakukan, serta kejadian

yang sifatnya acak. Metode random effectdapat dispesifikasikan ke dalam model

berikut:

Yit = α

it + x

jitβ

j + u

it (7)

αit diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep (αi). Nilai

intersep untuk masing-masing individu dapat dituliskan :

αit = αi + εit (8)

i = 1,2,….,N

keterangan :

αi adalah rata-rata intersep, εit adalah random error (yang tidak bias diamati) yang

mengukur perbedaan karakteristik masing-masing individu.

Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus :

Yit = αit + xjitβj +εit + uit (9)

Yit = αit + xjitβj + ωit (10)

keterangan :ωit = εit + uit

Bentuk ωit terdiri dari dua komponen error term yaitu εit sebagai komponen

cross section dan uit yang merupakan gabungan dari komponen time series error

dan komponen error kombinasi. Bentuk model efek acak akhirnya dapat ditulis

dengan persamaan :

Yit = αit + xjitβj + ωit (11)

ωit = εi + vt + wit (12)

Keterangan :

εi~ N(0, δu2) = komponen cross section error

vt~ N(0, δv2) = komponen time series error

wit~ N(0, δw2)= komponen error kombinasi

Persamaan tersebut diasumsikan bahwa error secara individual tidak saling

berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya. Menggunakan model efek

acak dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi

jumlahnya seperti yang dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi

parameter yang merupakanhasil estimasi akan menjadi semakin efisien.

Keputusan penggunaan model efek tetap atau pun acak ditentukan dengan

menggunakan Uji Hausman. Namun disamping dengan menggunakan tes

statistika (uji Hausman), terdapat beberapa pertimbangan untuk memilih apakah

18

akan menggunakan fixed effect atau random effect. Apabila diasumsikan bahwa εi

dan variabel bebas berkorelasi, maka fixed effect lebih cocok untuk dipilih.

Sebaliknya, apabila εi dan variabel bebas tidak berkorelasi, maka random

effect yang baik untuk dipilih (Gujarati 2004). Beberapa pertimbangan yang dapat

dijadikan acuan untuk memilih antara fixed effect atau random effect adalah:

1. Bila T (banyaknya unit time series) besar sedangkan N (jumlah unit cross

section) kecil, maka hasil fixed effect dan random effect tidak jauh berbeda

sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk dihitung yaitu

fixed effect model.

2. Bila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan berbeda

jauh. Apabila diyakini bahwa unit cross section yang dipilih dalam

penelitian diambil secara acak (random) maka random effect harus

digunakan. Sebaliknya apabila diyakini bahwa unit cross sectionyang dipilih

dalam penelitian tidak diambil secara acak, maka harus menggunakan fixed

effect.

3. Apabila komponen error individual (εi) berkorelasi dengan variabel bebas x

maka parameter yang diperoleh dengan random effect akan bias sementara

parameter yang diperoleh dengan fixed effect tidak bias.

4. Apabila N besar dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari random

effect dapat terpenuhi, maka random effect lebih efisien dibandingkan fixed

effect.

Uji Kesesuaian Model

Menguji kesesuaian atau kebaikan model dari ketiga metode pada teknik

estimasi model dengan data panel digunakan Uji Chow dan Uji Hausmann. Uji

Chow digunakan untuk menguji kesesuaian model antara model yang diperoleh

dari data pooled least squaredengan model yang diperoleh dari model fixed effect.

Selajutnya dilakukan Uji Hausman terhadap model yang terbaik yang diperoleh

dari hasil Chow Test dengan model yang diperoleh dari metode random effect.

1. Uji Chow

Uji Chow atau yang disebut dengan pengujian F-statistik adalah pengujian

untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed

Effect. Sebagaimana yang diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit

cross section memiliki pelaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat

dimungkinkan setiap unit cross section memiliki pelaku yang berbeda. Pengujian

ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut :

H0 : ModelPooled least square

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap hipotesa nol (H0) adalah dengan menggunakan

F-statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow :

CHOW = (ESS1- ESS2)/ (NT – 1) (13)

(ESS2) / ( NT – N – K )

keterangan :

ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect

19

ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square

N = Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series

K = Jumlah variabel penjelas

Uji Chow Statistik mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas

(N-1, NT – N - NK). Jika Chow Statistik (F-Statistik) hasil pengujian lebih besar

dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis

nolsehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, begitu juga

sebaliknya (Firdaus 2011)

2. Uji Hausmann

Uji Hausmann adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan dalam

memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect

(Firdaus 2011). Seperti yang diketahui bahwa penggunaan model fixed effect

mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya derajat kebebasan dengan

memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan metode random effect juga

harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat.

Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut :

H0 : Model Random Effect

H1 : Model Fixed Effect

Menjadi dasar penolakan hipotesa nol tersebut digunakan denganmenggunakan

pertimbangan statistik Chi-Square. Statistik Hausmann dirumuskan

dengan :

m = ( M0 – M1)-1

( ~ χ2 (K) (14)

keterangan :

β = vektor statistik variabel fixed effect

b = vektor statistik variabel random effect

(M0) = matriks kovarian untuk dugaan model fixed effect

(M1) = matriks kovarian untuk dugaan model random effect

Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari Chi-Square (χ2) tabel, maka

cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model

yang lebih baik digunakan adalah model fixed effect, begitu pula sebaliknya.

Strategi Pengujian

Kerangka pengambilan keputusan dalam memilih sebuah model yang digunakan:

a. Jika uji Chow tidak signifikan maka menggunakan PLS

b. Jika uji Chow signifikan namun uji Hausmann tidak signifikan maka

menggunakan REM

c. Jika uji Chow signifikan dan Hausmann test signifikan, maka

menggunakan FEM.

Evaluasi Model

Perlu adanya evaluasi model berdasarkan kriteria ekonomi agar hasil

estimasi terhadap model regresi tidak terjadi masalah heteroskedastisitas,

20

multikolinearitas, dan autokorelasi sehingga menghasilkan model yang efisien dan

konsisten. Selain itu, perlu dilihat pula seberapa baik model dalam mengestimasi

berdasarkan nilai koefisien determinasi.

Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi berfungsi untuk menunjukkan seberapa baik model

yang diperoleh bersesuaian dengan data aktual (goodness of fit), mengukur nilai

presentase variasi dalam peubah terikat mampu dijelaskan oleh informasi peubah

bebas. Kisaran nilai koefisien determinasi adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Model dikatakan

semakin baik apabila nilai R2 mendekati 1 atau 100%.

Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah hubungan linier yang kuat antara variabel-variabel

bebas dalam persamaan regresi berganda. Gejala multikolinearitas ini dapat

dideteksi dari nilai R2

tinggi tetapi tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien

dugaan yang berpengaruh nyata dan tanda koefisien regresi tidak sesuai dengan

teori (Gujarati 2004). Multikolinearitas dalam pooled data dapat diatasi dengan

pemberian pembobotan (cross section weight) atau Generalize Least Square,

sehingga parameter dugaan pada taraf uji tertentu (t-statistik maupun F-hitung)

menjadi signifikan.

Autokorelasi

Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika terjadi error dari periode

waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan

menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan

konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien

regresi yang diperoleh akan underestimate. Sehingga R2

akan besar serta uji-t dan

uji-F menjadi tidak valid. Autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan dua

variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan. Bila OLS digunakan,

maka akan terlihat koefisien signifikansi dan R2

yang besar atau juga disebut

sebagai regresi lancung atau palsu. Mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat

dilakukan uji Durbin Watson (DW) yaitu dengan membandingkan nilai Durbin

Watson dari model dengan DW tabel.

Tabel 5 Kerangka Identifikasi Autokorelasi Nilai Durbin-Watson Keputusan

DW < 1.10 Ada autokorelasi

1.10 < DW < 1.54 Tanpa kesimpulan

1.55 < DW < 2.46 Tidak ada autokorelasi

2.47 < DW < 2.90 Tanpa kesimpulan

dl < DW < 2.91 Ada autokorelasi Sumber : Firdaus 2004 (diolah)

Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model

tersebut BLUE adalah VAR (ui) = ζ2 (konstan), semua varian mempunyai variasi

yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas diperoleh pada data cross section.

Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien

meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan

21

meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan terjadi

misleading (Gujarati 2004). Untuk menguji adanya pelanggaran asumsi

heteroskedastisitas, digunakan uji White - heteroskedasticity yang diperoleh dalam

program Eviews. Dengan uji white, membandingkan Obs* R-Squared dengan

χ2(Chi-Squared) tabel, jika nilai Obs* Rsquared lebih kecil daripada χ

2-tabel maka

tidak ada heteroskedastisitas pada model. Pengolahan data panel dalam Eviews 6

yang menggunakan metode General Least Square (Cross SectionWeights), maka

untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkan Sum

Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted

Statistics. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Squared Resid

pada Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan untuk

pelanggaran tersebut adalah dengan mengestimasi GLS dengan White

Heteroskedasticity.

Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji kenormalan dalam model regresi,

variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau

tidak.Model regresi yang terbaik adalah yang terdistribusi secara normal atau

mendekati normal. Hipotesa yang digunakan adalah :

H0 : error termmenyebar normal

H1 : error termtidak menyebar normal

Uji normalitas diaplikasikan dengan melakukan tes Jaeque Bera, jika nilai

probabilitasnya yang diperoleh lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka

terima H0 yang berarti error term dalam model sudah menyebar normal.

Uji Statistik

Data yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel-variabel

yang akan diteliti. Pengolahan data menggunakan Excel 2007 dan Eviews 6.

Dalam pengujian ini menggunakan Uji Statistik meliputi uji-F dan uji-t.

a. Uji Fisher (Uji-F).

Uji Fisher (Uji-F) digunakan untuk mengetahui apakah seluruh variabel

bebas (independen) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat

(dependen) pada tingkat signifikansi 0.05 (5%). Pengujian semua koefisien regresi

secara bersama-sama dilakukan dengan uji-F dengan pengujian.

Ho: βi = 0

Artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel

bebas terhadap variabel terikat.

H1: βi ≠ 0

Artinya secara bersama-sama ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas

terhadap variabel terikat.

Bila probabilitas > α 5% → variabel bebas tidak signifikan atau tidak mempunyai

pengaruh terhadap variabel terikat.

Bila probabilitas < α 5% → variabel bebas signifikan atau mempunyai pengaruh

terhadap variabel terikat.

b. Uji Parsial (Uji-t).

22

Uji t digunakan untuk menguji apakah setiap variabel bebas secara masing-masing

parsial atau individu memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat

pada tingkat signifikansi 0.05 (5%) dengan menganggap variabel bebas bernilai

konstan. Langkah-langkah yang harus dilakukan dengan uji-t yaitu dengan

pengujian, yaitu:

H0 : βi = 0

Artinya masing-masing variabel bebas tidak ada pengaruh yang signifikan dari

variabel terikat.

H1 : βi ≠ 0

Artinya masing-masing variabel bebas ada pengaruh yang signifikan dari

variabelterikat.

Bila probabilitas > α 5% → variabel bebas tidak signifikan atau tidak mempunyai

pengaruh terhadap variabel terikat (Ho terima, H1 tolak).

Bila probabilitas < α 5% → variabel bebas signifikan atau mempunyai pengaruh

terhadap variabel terikat (Ho tolak, H1 terima).

GAMBARAN UMUM

Keadaan Geografis

Provinsi Nusa Tenggara Barat terletak antara 115°46' - 119° 5' Bujur Timur

dan 8°10'- 9°5' Lintang Selatan. Provinsi ini berbatasan dengan Laut Jawa dan laut

Flores di sebelah Utara, Samudera Indonesia di sebelah Selatan, Selat Lombok

(Provinsi Bali) di sebelah Barat dan Selat Sape di Provinsi NTT. Pusat

Pemerintahan Provinsi NTB terdapat di Kota Mataram Pulau Lombok. Provinsi

Nusa Tenggara Barat memiliki posisi geografis yang cukup menguntungkan karena

terletak diantara daerah tujuan wisata Bali, Pulau Komodo, Tana Toraja dan Pulau

Lombok terletak jalur perhubungan laut internasional (Selat Lombok), diharapkan

akan memberikan peluang dan keuntungan, baik untuk pengembangan pariwisata

maupun untuk perdagangan internasional.

Luas wilayah NTB sekitar 20 153.20 km2. Provinsi Nusa Tenggara Barat

terdiri dari 2 pulau utama yaitu Pulau Lombok yang berada dalam kawasan seluas

4 738.70 km2 dengan panjang

pulau dari Barat ke Timur sejauh 80 km dan Pulau

Sumbawa yang tiga kali lebih luas, yakni 15 414.45 km2, sepanjang 300 km dari

Barat ke Timur dan 100 km dari Utara ke Selatan. Pulau Lombok memiliki 4

kabupaten yaitu Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Utara,

dan 1 kota yaitu kota Mataram. Pulau Sumbawa terdiri dari 4 kabupaten yaitu

Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Bima dan 1 kota yaitu kota Bima. Tota luas

wilayah Nusa Tenggara Barat adalah 20 153.15 km2. Namun keadaan geografis

tersebut berbanding terbalik dengan kondisi demografi Nusa Tenggara Barat.

Kenyataannya jumlah penduduk di Pulau Lombok lebih besar dari jumlah

penduduk Pulau Sumbawa dengan perbandingan 3:1.

23

Keadaan Penduduk Provinsi NTB

Penduduk merupakan subjek dan objek dari pembangunan. Berdasarkan

Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk NTB mencapai 4 500 212 jiwa.

Kemudian tahun 2012 jumlah penduduk NTB diperkirakan mencapai 4 636 317

jiwa atau bertambah sebanyak 136 ribu penduduk. Penduduk terbanyak terdapat di

Kabupaten Lombok Timur yaitu 1 141 092 jiwa, dan yang terendah adalah

penduduk di Kabupaten Sumbawa Barat yaitu sebesar 123 460 jiwa. Penyebaran

penduduk di NTB tampak tidak merata baik antar pulau maupun kabupaten/kota.

Penduduk NTB lebih banyak bertempat tinggal di Pulau Lombok dan sedikit yang

bertempat tinggal di Pulau Sumbawa.

Keadaan Perekonomian Provinsi NTB

Ditinjau dari segi perekonomian, pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara

Barat bertumpu pada tiga sektor dominan yang meliputi sektor pertambangan dan

penggalian (2) sektor pertanian (3) sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran.

Ketiga sektor tersebut dalam kurun waktu 2009-2012 mengalami perkembangan

yang fluktuatif dengan kecenderungan meningkat. Sektor pertambangan

merupakan sektor dengan perkembangan yang cukup signifikan. Kondisi ini

dipengaruhi oleh naiknya pertumbuhan produksi sub sektor pertambangan

terutama konsentrat tembaga, emas dan perak yang merupakan komoditas

penyumbang terbesar dalam PDRB di NTB. Provinsi NTB diharapkan mampu

eksis dan bersaing dalam perekonomian maupun pemerintahan. Provinsi NTB

diharapkan dapat memberikan peran yang tidak kalah pentingnya dengan provinsi

lainnya di Indonesia. Ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya manusia

merupakan modal dasar untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan yaitu “Nusa

Tenggara Barat Bersaing”.

Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Nusa Tenggara Barat

Ditinjau dari peringkat IPM, NTB masih berada pada urutan 32 dari 33

provinsi pada tahun 2012. Namun demikian disisi progress kecepatan indeks

pembangunan manusia yang tercermin dari besaran angka reduksi shortfall, maka

NTB termasuk provinsi yang tinggi kenaikannya pada Tabel 5 yaitu sebesar 0.66

poin di tahun 2012.

Tabel 6 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Nusa Tenggara Barat

Tahun

Angka Harapan

Hidup (AHH)

(Tahun)

Angka Melek

Huruf (AMH)

(%)

Rata-rata

Lama

Sekolah

(RLS)

(Tahun)

Purchasing

Power Parity

(PPP) (ribu

Rupiah)

Indeks

Pembangunan

Manusia

(IPM)

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

2009 61.80 80.18 6.73 637 980 64.66

2010 62.11 81.05 6.77 639 890 65.20

2011 62.41 83.24 6.97 642 800 66.23

2012 62.73 83.68 7.19 645 720 66.89 Sumber : BPS (2014)

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan indeks pembangunan manusia setiap kabupaten di Provinsi

Nusa Tenggara Barat di analisis dengan menggunakan analisis deskriptif

sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi IPM di Provinsi Nusa Tenggara Barat

menggunakan analisis data panel. Analisis data panel dilakukan dengan sepuluh

kabupaten/kota sebagai komponen cross sectiondan periode 2009-2012 sebagai

komponen time series.

Variabel IPM dijadikan sebagai variabel terikatnya yang dihubungkan

dengan beberapa variabel bebas yaitu PDRBK, BD, POV dan GINI dengan

analisis data panel. Analisis dilakukan dengan model random effect.

Kinerja Indeks Pembangunan Manusia Nusa Tenggara Barat

Berdasarkan peraturan UNDP, tinggi atau rendahnya IPM di suatu daerah

dapat diidentifikasi dari 3 komponen yaitu sisi pendidikan, yang dihitung dalam

Angka Melek Huruf (AMH), kesehatan yang dihitung dalam Angka Harapan

Hidup (AHH) dan daya beli masyarakat yang dilihat dari Purchasing Power

Parity (PPP).

Tabel 7 Angka Melek Huruf (AMH) kabupaten dan kota provinsi NTB 2009-2012

(%) Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012

Kab Lombok Barat 76.41 76.42 77.62 78.59

Kab Lombok Tengah 71.20 71.48 72.88 73.90

Kab Lombok Timur 79.92 80.02 82.89 83.89

Kab Lombok Utara 71.01 71.27 76.97 77.00

Kab Sumbawa 89.75 89.78 90.85 90.87

Kab Dompu 82.82 83.69 86.35 87.94

Kab Bima 85.83 85.87 86.23 87.02

Kota Mataram 91.81 91.82 91.85 92.25

Kab Sumbawa Barat 90.72 90.75 91.47 92.50

Kota Bima 92.84 93.74 93.77 93.80

NTB 80.18 81.05 83.24 83.68

Nasional 92.58 92.91 92.99 93.25 Sumber : BPS (2014)

Tabel 7 menunjukkan bahwa Kota Bima merupakan kota dengan presentase

Angka Melek Huruf (AMH) tertinggi sedangkan Kabupaten Lombok Tengah

merupakan kabupaten dengan AMH terendah di Nusa Tenggara Barat. Angka

Melek Huruf (AMH) Nusa Tenggara Barat berada dibawah AMH Nasional dari

tahun 2009-2012.

Tabel 8 menunjukkan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) tertinggi di Provinsi

Nusa Tenggara Barat periode 2009-2012 ditempati oleh Kota Bima dan terendah

oleh Kabupaten Lombok Tengah. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Nusa Tenggara

Barat berada jauh dibawah rata-rata Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Nasional.

Tabel 9 menunjukkan bahwa Angka Harapan Hidup (AHH) tertinggi di

Provinsi Nusa Tenggara Barat periode 2009-2012 ditempati oleh Kota Mataram

25

dan terendah oleh Kabupaten Lombok Barat. Rata-rata AHH Nusa Tenggara Barat

berada jauh dibawah rata-rata AHH nasional.

Tabel 10 menunjukkan bahwa Purchasing Power Parity (PPP) tertinggi di

Provinsi Nusa Tenggara Barat periode 2009-2012 ditempati oleh Kota Mataram

dan terendah oleh Kabupaten Lombok Utara. Rata-rata PPP Nusa Tenggara Barat

berada di atas rata-rata PPP nasional dari tahun 2009-2012.

Tabel 11 menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang

terdiri dari komponen Angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama

sekolah dan kemampuan daya beli masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Barat

dari tahun 2009-2012 mengalami kenaikan yang signifikan. IPM provinsi Nusa

Tenggara Barat tahun 2009-2010 termasuk kaegori menengah bawah namun pada

tahun 2011-2012 sudah termasuk kategori menengah atas. Kabupaten Sumbawa

Barat memiliki IPM tertinggi di NTB sedangkan Kota Mataram memiliki IPM

terendah di NTB. IPM NTB masih dibawah jauh rata-rata IPM nasional dan masih

menduduki peringkat 32.

Tabel 8 Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Nusa Tenggara Barat 2009-2012 (dalam

tahun) Kabupaten/kota 2009 2010 2011 2012

Kab Lombok Barat 5.87 5.89 6.09 6.10

Kab Lombok Tengah 5.64 5.65 5.99 6.19

Kab Lombok Timur 6.33 6.33 6.61 6.91

Kab Lombok Utara 4.98 5.17 5.60 5.61

Kab Sumbawa 7.12 7.21 7.35 7.64

Kab Dompu 7.20 7.32 7.71 7.97

Kab Bima 7.24 7.26 7.38 7.59

Kota Mataram 9.20 9.21 9.22 9.68

Kab Sumbawa Barat 7.16 7.23 7.52 8.02

Kota Bima 9.25 9.39 9.71 10.22

NTB 6.73 6.77 6.97 7.19

Nasional 7.72 7.92 7.94 8.08

Sumber : BPS (2014)

Tabel 9 Angka Harapan Hidup (AHH) Nusa Tenggara Barat 2009-2012 (dalam

tahun) Kabupaten/kota 2009 2010 2011 2012

Kab Lombok Barat 60.40 60.84 61.28 61.71

Kab Lombok Tengah 60.66 61.09 61.52 61.96

Kab Lombok Timur 60.26 60.75 61.32 61.88

Kab Lombok Utara 60.18 60.56 60.94 61.32

Kab Sumbawa 60.61 60.72 60.82 60.93

Kab Dompu 60.94 61.05 61.16 61.26

Kab Bima 62.62 62.93 63.24 63.55

Kota Mataram 66.15 66.64 67.13 67.62

Kab Sumbawa Barat 61.11 61.28 61.45 61.61

Kota Bima 62.86 62.98 63.10 63.22

NTB 61.80 62.11 62.41 62.73

Nasional 69.21 69.43 69.65 69.87 Sumber : BPS (2014)

26

Tabel 10 Purchasing Power Parity (PPP) Nusa Tenggara Barat 2009-2012 (dalam

ribu rupiah) Kabupaten/kota 2009 2010 2011 2012

Kab Lombok Barat 623.21 625.47 627.24 630.13

Kab Lombok Tengah 625.37 627.56 629.26 632.97

Kab Lombok Timur 621.85 624.06 625.27 628.09

Kab Lombok Utara 611.71 613.55 615.90 618.65

Kab Sumbawa 628.99 631.70 634.41 638.03

Kab Dompu 635.53 638.52 641.82 645.50

Kab Bima 612.72 615.04 617.95 621.52

Kota Mataram 642.17 645.13 648.01 650.09

Kab Sumbawa Barat 627.86 629.89 631.73 632.76

Kota Bima 613.14 615.28 618.42 622.00

NTB 637.98 639.89 642.80 645.72

Nasional 631.46 633.64 638.05 641.04 Sumber : BPS (2014)

Tabel 11 IPM Kabupaten dan Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat 2009-2012 Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012

Kab Lombok Barat 61.27 61.71 62.50 63.19

Kab Lombok Tengah 60.20 60.73 61.66 62.57

Kab Lombok Timur 62.28 62.68 63.93 64.91

Kab Lombok Utara 65.80 66.07 66.67 67.23

Kab Sumbawa 64.92 65.51 66.70 67.58

Kab Dompu 64.99 65.18 65.74 66.52

Kab Bima 66.16 66.47 67.08 67.85

Kota Mataram 58.47 58.96 60.93 61.37

Kab Sumbawa Barat 71.82 72.32 72.83 73.70

Kota Bima 67.92 68.56 69.10 69.83

NTB 64.66 65.20 66.23 66.89

Nasional 71.76 72.27 72.77 73.29 Sumber : BPS (2014)

Pertumbuhan ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah

pertumbuhan yang disebabkan karena adanya peningkatan produksi dibandingkan

dengan tahun sebelumnya. PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) menunjukkan

nilai tambah dari masing-masing sektor ekonomi dinilai atas dasar harga tetap

pada tahun dasar. Karena penggunaan harga tetap, maka perkembangan nilai

tambah dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi riil dan

bukan karena kenaikan harga. Melalui PDRB per kapita dapat dilihat rata-rata

pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk yang tinggal di suatu daerah

selama periode waktu tertentu. Salah satu program yang dilakukan pemerintah

NTB dalam rangka untuk menaikan IPM, yaitu salah satunya dalam bidang

ekonomi adalah dilihat dari pertumbuhan ekonomi.

Tabel 12 menunjukkan bahwa PDRB per kapita Nusa Tenggara Barat dari

tahun 2009 sampai 2012 mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2011.

Sumbawa Barat merupakan kabupaten dengan PDRB per kapita tertinggi diantara

kabupaten dan kota lain di NTB karena Sumbawa Barat memiliki PDRB terbesar

dan penduduk terkecil sehingga PDRB per kapita tinggi diantara provinsi lainnya

di NTB. Sektor penyumbang terbesar di Sumbawa Barat berasal dari sektor pertambangan yang merupakan sektor penyumbang terbesar PDRB di NTB.

27

Tabel 12 PDRB per kapita NTB 2009-2012 (rupiah) Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012

Kab Lombok Barat 2 762 848 2 951 375 3 084 780 3 202 476

Kab Lombok Tengah 2 466 982 2 586 510 2 779 073 3 107 908

Kab Lombok Timur 5 032 000 5 622 000 6 323 000 6 543 000

Kab Lombok Utara 2 854 329 3 236 900 3 386 784 3 501 927

Kab Sumbawa 4 264 501 4 408 322 4 665 356 4 948 461

Kab Dompu 4 096 446 4 254 017 4 547 815 4 803 793

Kab Bima 3 423 564 3 547 066 3 686 084 3 867 036

Kota Mataram 5 404 232 5 437 908 5 796 323 5 880 087

Kab Sumbawa Barat 43 556 299 47 814 754 34 890 288 34 873 494

Kota Bima 3 232 078 3 234 102 3 371 960 3 510 755

NTB 7 709 328 8 309 295 7 253 146 7 423 894

Nasional 928 300 970 464 101 84 548 10 671 024 Sumber : BPS (2014)

Belanja Daerah

Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah NTB dalam mengalokasikan

belanja daerah diantaranya memberikan kemudahan biaya pendidikan melalui

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk satuan Pendidikan dasar dan

Menengah, pembiayaan pendidikan gratis bagi siswa miskin yang dikemas dalam

program beasiswa, mulai tahun 2009 yang berlanjut di 2010 hingga 2011 dan

direncanakan sampai 2013 (Bappenas 2014). Belanja daerah kabupaten dan kota

di provinsi NTB dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang fluktuaktif

dari tahun ke tahun. Sebagaimana dapat dilihat dari Tabel 13.

Tabel 13 Belanja Daerah NTB 2009-2012 (%)

Kabupaten/kota

2009

2010

2011

2012

Kab Lombok Barat 100.04 101.64 101.81 101.64

Kab Lombok Tengah 99.90 93.64 92.74 93.17

Kab Lombok Timur 84.63 91.73 90.75 96.45

Kab Lombok Utara 83.61 94.75 103.23 85.89

Kab Sumbawa 112.18 92.26 96.89 90.68

Kab Dompu 97.69 98.85 90.84 104.41

Kab Bima 98.19 96.77 95.18 99.49

Kota Mataram 88.32 87.26 93.96 88.77

Kab Sumbawa Barat 111.04 106.85 98.15 78.03

Kota Bima 95.35 93.69 98.27 101.79 Sumber :DJPK(2014)

Tabel 13 memperlihatkan bahwa hampir seluruh kabupaten dan kota yang

ada di NTB berupaya telah mengalokasikan sebagian besar alokasi biaya

pembangunan dalam anggaran belanja publik. Anggaran belanja daerah dapat

digunakan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan dan fasilitas-fasilitas publik

seperti untuk pendidikan dan kesehatan.

Program beasiswa itu berlaku bagi siswa miskin di semua sekolah dari

jenjang SD hingga SMA baik sekolah negeri maupun swasta, program pemberdayaan sekolah swasta mulai jenjang SD sampai perguruan tinggi, bantuan

dana hibah untuk 60 perguruan tinggi di wilayah NTB dan program pendidikan

28

gratis bagi siswa miskin. Selain beasiswa, terdapat program pembinaan

pendidikan dasar dan menengah yang terdiri dari proyek peningkatan pelayanan

pendidikan dasar, pembangunan dan revitalisasi SD, penunjang pembangunan dan

revitaliasasi SD, peningkatan mutu pendidikan dasar, stimulan honor guru SD,

revitalisasi TK, dan penyelenggaraan SLTP Terbuka.

Belanja daerah pada aspek kesehatan dialokasikan dengan kebijakan untuk

peningkatan ketersediaan sarana dan prasarana desa siaga, peningkatan

operasional desa siaga, Posyandu dan UKBM lainnya, peningkatan jangkauan

pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan anak balita, peningkatan ketersediaan

sarana pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terstandarisasi.

Tingkat Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin disetiap kabupaten dan kota yang ditunjukkan

dalam Tabel 14 menunjukkan penurunan yang positif dari tahun ke tahun . Tahun

2009 presentase penduduk miskin sebesar 21.88 sampai dengan tahun 2012

menjadi 18.63%

Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Maret 2012

mencapai 852 640 orang (18.63%) mengalami penurunan sekitar 1.10 poin dari

tahun sebelumnya (Maret tahun 2011) yang berjumlah sekitar 894 770 (19.73%).

Penurunan angka kemiskinan tersebut tidak terlepas dari pelaksanaan berbagai

program penanggulangan kemiskinan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara

Barat melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait (Dinas Sosial

Kependudukan dan Catatan Sipil) melalui berbagai implementasi nyata di

lapangan.

Tabel 14 Presentase kemiskinan Kabupaten/kota NTB tahun 2009-2012 (%) Kemiskinan 2009 2010 2011 2012

Kab Lombok Barat 28.97 25.97 24.02 21.59

Kab Lombok Tengah 20.94 19.92 18.14 16.71

Kab Lombok Timur 23.96 23.82 21.71 20.07

Kab Lombok Utara 38.17 43.14 39.27 35.97

Kab Sumbawa 23.85 21.75 19.82 18.25

Kab Dompu 21.76 19.90 18.17 16.57

Kab Bima 20.42 19.41 17.66 16.22

Kota Mataram 15.41 14.44 13.18 11.87

Kab Sumbawa Barat 23.01 21.82 19.88 17.60

Kota Bima 13.65 12.80 11.69 10.54

NTB 21.88 21.58 19.73 18.63 Sumber : BPS (2013)

Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan terbesar terjadi di

Kabupaten Lombok Utara dan terkecil di kota Bima. Nusa Tenggara Barat telah

menjalankan program-program pengentasan kemiskinan, program-program

tersebut menurut BPS (2014) di antara lain adalah pertama, pembentukan

Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang merupakan program pemberdayaan

kelompok masyarakat miskin. Kedua, program penanggulangan kemiskinan

melalui kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH).

Hingga tahun 2012 kegiatan ini telahmelakukan rehabilitasi 741 unit rumah tidak

layak huni. Ketiga, santunan kepada kelompok lanjut usia. Keempat, Bantuan

29

program kesejahteraan sosial anak secara terpadu serta anak dengan kategori

khusus seperti anak balita terlantar, anak dengan kecacatan, anak yang

membutuhkan perlindungan khusus, anak yang berhadapan dengan kasus hukum

serta anak jalanan. Kelima, Bantuan sosial kepada para penyandang cacat berat

melalui program bantuan dana jaminan sosial penyandang cacat berat. Keenam,

program bantuan sosial untuk pemenuhan kebutuhan dasar bagi panti asuhan yang

ada di seluruh kabupaten/kota se-Nusa Tenggara Barat. Ketujuh, Program

Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT).

Pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan tidak hanya dilaksanakan

melalui Dinas Sosial dan Kependudukan saja, namun dilakukan secara terpadu

dan terus menerus melalui berbagai dinas/instansi terkait bekerjasama dengan

pemerintah kabupaten/kota seluruh NTB. Program ini telah menyentuh berbagai

kelompok masyarakat dan secara bertahap diharapkan akan mampu menurunkan

angka kemiskinan di seluruh wilayah Nusa Tenggara Barat.

Kinerja Gini Rasio

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009-2012, rasio gini

yang menunjukkanbesarnya ketimpangan pendapatan perkapita penduduk.

Beberapa ahli demografi mensinyalir, rendahnya IPM antara lain dikarenakan

adanya disparitas akses terhadap hasil pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Tabel 15 Gini rasio kabupaten/kota NTB tahun 2009-2012 Gini rasio 2009 2010 2011 2012

Kab Lombok Barat 0.30 0.33 0.26 0.29

Kab Lombok Tengah 0.32 0.29 0.31 0.30

Kab Lombok Timur 0.34 0.36 0.31 0.33

Kab Lombok Utara 0.40 0.36 0.28 0.33

Kab Sumbawa 0.39 0.29 0.37 0.39

Kab Dompu 0.34 0.29 0.38 0.30

Kab Bima 0.30 0.35 0.38 0.31

Kota Mataram 0.39 0.36 0.32 0.35

Kab Sumbawa Barat 0.39 0.40 0.34 0.39

Kota Bima 0.38 0.32 0.36 0.35

NTB 0.35 0.40 0.36 0.36

Nasional 0.37 0.38 0.41 0.41 Sumber : BPS (2013)

Ketimpangan pendapatan perkapita paling tinggi dialami Nusa Tenggara

Barat pada tahun 2010 yaitu sebesar 0.4. Ketimpangan pendapatan terbesar terjadi

di kabupaten Sumbawa Barat dan terkecil berada di Kabupaten Lombok Barat.

Teori koefisien gini menyatakan jika G < 0.3 ketimpangan rendah, 0.3 ≤ G ≤ 0.5

ketimpangan sedang dan G > 0.5 ketimpangan tinggi. Dilihat dari teori koefisien

gini, NTB masih tergolong dalam ketimpangan sedang karena berada diantara 0.3

≤ G ≤ 0.5. Kabupaten dan kota di NTB rata-rata memiliki koefisen gini yang

tergolong ketimpangan pendapatan per kapita sedang dari tahun 2009-2012.

30

Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di

Provinsi Nusa Tenggara Barat

Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (goodness of fit) merupakan suatu ukuran yang

penting untuk menggambarkan baik atau tidaknya model regresi yang

diestimasi.Nilai R2 mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel independen

(terikat) dapat dijelaskan oleh variabel bebas. Semakin tinggi nilai R2 maka

kemampuan variabel bebas untuk menjelaskan variabel terikatnya semakin baik.

Hasil estimasi terbaik didapatkan nilai R2

sebesar 0.7428 yang berarti bahwa

74.28 persen model IPM NTB dapat dipengaruhi oleh variabel PDRB per kapita,

tingkat kemiskinan dan gini rasio.

Uji statistik

Model ini memiliki probabilitas F-statistik yaitu sebesar 0.0000 yang

lebih kecil dibandingkan dengan taraf nyata yang digunakan yaitu α sebesar 5%

(0.05) sehingga hasil ini berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh

nyata terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB.

Uji Pelanggaran Asumsi

Uji Normalitas

Lampiran 1 menggambarkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi

normal. Terlihat dari nilai probabilitas Jaque Bera yaitu sebesar 0.3085 yang

lebih besar dari derajat kesalahan 0.10 atau α = 10% yaitu signifikan menyatakan

H0 ditolak, sehingga dikatakan data berdistribusi normal.

Uji Multikolinearitas

Pengujian multikolinieritas digunakan untuk melihat adanya kolerasi antar

variable independen. Ada tidaknya multikolinieritas dapat di lihat dari koefesien

kolerasi masing-masing variable bebas, jika koefesien kolerasi di antara masing-

masing variable bebas dari 0.8 maka terjadi multikolinieritas. Lampiran 2

menunjukkan hasil analisis uji multikolinearitas dengan correlation matrix terlihat

bahwa koefisien korelasi < 0.8, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model

tidak terdapat masalah multikolinearitas.

Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan cara membandingkan Sum Square

Resid pada Weighted Statistics dengan SumSquared Resid Unweighted Statistics.

Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistics < Sum Squared Resid pada

Unweighted Statistics, maka terjadi homoskedastisitas. Hasil Uji

heteroskedastisitas dapat dilihat pada lampiran 3 yang menunjukkan bahwa pada

penelitian ini tidak ditemukannya heteroskedastisitas. Hal ini terlihat pada Sum

Square Resid pada Weighted Statistics yang sebesar 0.001816 < Sum Square Resid

pada UnweightedStatistics yang sebesar 0.064159.

31

Uji Autokorelasi

Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat dilakukan uji Durbin

Watson (DW) yaitu dengan membandingkan nilai Durbin Watson dari model

dengan DW pada tabel. Nilai Durbin Watson hasil estimasi sebesar 1.12 berada

pada du < 1.2848 yang berarti bahwa ada korelasi serial. Namun berdasarkan

Gujarati (2004) bahwa masalah autokorelasi pada REM dapat dihiraukan.

Pemilihan Model Terbaik

Hasil dari uji Chow (Lampiran 3) menunjukkan probabilitas yang dihasilkan

sebesar 0.0000 lebih kecil dari taraf nyata sebesar 5% sehingga H0 dapat ditolak.

Maka model fixed effect lebih baik dibandingkan model pooled least square.

Tahap selanjutnya adalah membandingkan antara fixed effect model dengan

random effect model.

Hasil dari uji Hausman (Lampiran 4) menunjukkan probabilitas yang

dihasilkan sebesar 0.4305 lebih besar dari taraf nyata sebesar 5% sehingga

H0diterima, artinya model random effect lebih baik dibandingkan dengan model

fixed effect. Menurut hasil uji di atas, model terbaik yang dipilih adalah random

effect model dengan koefisien covariance with white cross-section period method.

Hasil pengolahan data (Lampiran 5) menunjukkan bahwa variabel

independent yang secara signifikan memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia

di taraf nyata 10% yaitu pendapatan per kapita, tingkat kemiskinan dan koefisien

gini pengangguran. Variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan yaitu

Belanja daerah (BD).

Nilai koefisien regresi pada variabel PDRBK adalah 0.024, artinya

peningkatan pendapatan per kapita sebesar 1% akan menyebabkan peningkatan

IPM sebesar 0.024% dengan asumsi variabel bebas lain dalam keadaan

konstan/tetap. PDRB per kapita dapat ditingkatkan dengan meningkatnya

pertumbuhan ekonomi di NTB dan penduduk yang merata antar daerah.Untuk

mempercepat laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah

melakukan upaya mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi secara

berkesinambungan, kebijaksanaan pembangunan ekonomi daerah diarahkan

untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor unggulan yang

diprioritaskan di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Pembangunan pertanian,

pariwisata, pertambangan, dan industri termasuk industri kerajinan, serta sektor

produktif lainnya harus ditingkatkan dan diarahkan untuk menghasilkan

pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Selain itu untuk meningkatkan

pendapata per kapita pemerintah harus mengendalikan pertumbuhan penduduk

di daerah yang mempunyai kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi, terutama di Pulau Lombok, serta mengarahkan persebaran penduduk

yang lebih merata, terutama ke Pulau Sumbawa yang masih jarang penduduk,

dengan memerhatikan kemampuan daya dukung alam dan daya tampung

lingkungan hidup.

Peningkatan pendapatan per kapita dapat dilakukan pemerintah dengan

mendukung peningkatan di semua sektor lapangan usaha. Hal ini sesuai dengan

teori Wagner yang menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila

pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun

akan meningkat terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur

32

hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi,

kebudayaan dan sebagainya sehingga kebutuhan masyarakat terpenuhi yang akan

meningkatkan IPM di suatu negara atau daerah. Hasil penelitian sesuai dengan

penelitian Maliendra (2009) menunjukkan bahwa PDRB per kapita berhubungan

positif dan signifikan terhadappembangunan manusia Jawa Barat.

Variabel kemiskinan berpengaruh signifikan negatif terhadap IPM. Hasil ini

dapat dilihat dari nilai koefisien regresi sebesar -0.004. Artinya penurunan

kemiskinan sebesar 1% akan menyebabkan peningkatan IPM sebesar 0.004%

dengan asumsi variabel bebas lain dalam keadaan konstan/tetap. Hal ini sesuai

dengan teori jika individu tidak berada dalam kondisi miskin, maka segala

kebutuhannya dapat terpenuhi. Individu dapat meningkatkan pemenuhan

kebutuhan seperti pendidikan, kesehatan dan daya beli masyarakat sehingga akan

meningkatkan kualitas penduduk yang pada akhirnya dapat meningkatkan IPM.

Program-program kemiskinan di provinsi Nusa Tenggara Barat telah berhasil

menurunkan tingkat kemiskinan di provinsi ini. Hasil penelitian sesuai dengan

penelitian Yunitasari (2010).

Variabel koefisien gini berpengaruh signifikan negatif terhadap IPM. Hasil

ini dapat dilihat dari koefisien regresi sebesar -0.089. Artinya penurunan koefisien

gini sebesar 1% akan menyebabkan peningkatan IPM sebesar 0.089% dengan

asumsi variabel bebas lain dalam keadaan konstan/tetap. Ketimpangan pendapatan

per kapita di NTB menunjukkan pengaruh negatif. Jika masyarakat di NTB

memiliki pendapatan per kapita yang merata maka kesejahteraan manusia akan

tercipta di dalam suatu provinsi. Ketimpangan pendapatan di provinsi NTB

tergolong dalam ketimpangan sedang sehingga pemerintah harus menciptakan

pemerataan lapangan usaha dan penduduk di Pulau Sumbawa dan Lombok

sehingga ketimpangan pendapatan di provinsi ini menjadi ketimpangan rendah

dan meningkatkan pembangungan manusia. Hasil ini sesuai dengan Pratowo

(2010) yang menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan yang kecil akan

meningkatkan IPM di Indonesia.

Belanja Daerah pada hasil estimasi yang dilakukan, memiliki koefisien yang

positif tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap IPM. Artinya,

setiap terjadi peningkatan belanja daerah di provinsi NTB tidak berpengaruh

nyata terhadap IPM. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

NTB menunjukkan bahwa tahun 2009-2012 pengelolaan keuangan daerah lebih

banyak difokuskan untuk belanja tidak langsung yaitu sebesar 54-66%, sedangkan

belanja langsung atau belanja pembangunan hanya sebesar 30-40% .

Proporsi belanja tidak langsung lebih besar dibandingkan dengan belanja

langsung. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya realisasi belanja yang digunakan

untuk kebutuhan rutin lebih besar dibandingkan dengan belanja pembangunan.

Peneliti dari Asean Development Bank (ADB), Bambang Agus Salam

menyatakan bahwa belanja langsung yang ideal adalah 70-80% dari APBD.

Pemerintah daerah seharusnya menekan pengeluaran belanja tidak langsung

seminimal mungkin, sehingga alokasi belanja langsung lebih besar.

33

Sumber : BPS (2014)

Gambar 3 Share Belanja langsung dan tidak langsung terhadap belanja daerah

NTB tahun 2009-2012

Pasal 39 PP 58/2004 menyatakan bahwa setiap jenis belanja yang

dianggarkan harus memerhatikan keterkaitan pendanaan dengan belanja dan hasil

yang diharapkan dari program dan kegiatan-kegiatan yang dianggarkan, termasuk

efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut. Berdasarkan pertimbangan

tersebut, maka Peraturan Pemerintah Dalam Negeri no 13 tahun 2006 menyatakan

bahwa belanja daerah diklasifikasikan ke dalam kelompok belanja langsung dan

tidak langsung.

Jenis belanja tidak langsung dapat diukur dengan kegiatan seperti belanja

pegawai untuk membayar gaji dan tunjangan PNS, belanja bunga, subsidi, hibah,

bantuan sosial, bagi hasil dan bantuan keuangan.Sedangkan belanja langsung

dapat diukur dengan hasil dari suatu program dan kegiatan yang dianggarkan

termasuk efisiensi dan hasil pengeluaran tersebut yaitu belanja pegawai untuk

membayar honorarium atau upah kerja, belanja barang dan jasa dan belanja

modal.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Indeks pembangunan Manusia (IPM) Nusa Tenggara Barat tahun 2009-

2010 termasuk kategori menengah bawah, namun pada 2011-2012 naik

menjadi kategori menengah atas. IPM tertinggi di Nusa Tenggara Barat

ditempati oleh daerah Sumbawa barat sedangkan IPM terendah ditempati

oleh ibu kota Nusa Tenggara Barat yaitu kota Mataram yang berada di

pulau Lombok.

34

2. Komponen IPM tinggi terdapat pada kemampuan daya beli yang dikur

dari Purchasing Power Parity (PPP) sedangkan Angka Harapan Hidup

(AHH), Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama sekolah (RLS)

masih rendah di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

3. Hasil estimasi dengan menggunakan model random effect menunjukkan

bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap IPM Nusa Tenggara

Barat (NTB) pada taraf nyata sepuluh persen adalah PDRB per kapita,

tingkat kemiskinan dan koefisien gini. PDRB per kapita berpengaruh

signifikan posi tif sedangkan tingkat kemiskinan dan koefisien gini

berpengaruh signifikan negatif terhadap IPM.

Saran

1. IPM Nusa Tenggara Barat dapat ditingkatkan dengan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat dan menurunkan

ketimpangan pendapatan. Pertumbuhan ekonomi harus ditingkatkan di

Pulau Lombok yang masih memiliki pendapatan per kapita rendah

dibandingkan dengan Pulau Sumbawa sehingga dapat meningkatkan

pendapatan perkapita dan mengurangi tingkat kemiskinan. Ketimpangan

pendapatan dapat diatasi dengan peranan pemerintah dalam mengambil

kebijakan untuk mendukung sektor-sektor lapangan usaha yang kurang

berkembang di NTB seperti sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air

bersih serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan di Provinsi Nusa

Tenggara Barat.

2. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat harus mendukung program-

program di bidang pendidikan agar Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-

rata Lama Sekolah (RLS) di Provinsi NTB naik serta menyediakan

fasilitas-fasilitas kesehatan agar Angka Harapan Hidup (AHH) naik

sehingga dapat meningkatkan IPM

3. Penelitian ini belum memisahkan realisasi belanja daerah untuk

pendidikan dan kesehatan yang mungkin sangat berpengaruh terhadap

IPM. Diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk dibahas lebih lengkap

mengenai belanja daerah di bidang kesehatan dan pendidikan serta

menambah variabel bebas lain untuk melihat secara nyata pengaruhnya

terhadap IPM.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. Berbagai Terbitan. www.bps.go.id [Juli 2014]

[BAPPENAS RI] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Berbagai Terbitan.

www.bappenas.go.id[Juli 2014]

[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Berbagai Terbitan.

www.bappeda.go.id[Juli 2014]

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Nusa Tenggara Barat dalam Angka 2010-

2014.

35

Brata AG. 2002. Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional

Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan.Vol. 7(22) : 113-122.

NTB (ID): BPS Provinsi Nusa Tenggara Barat.

[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Berbagai Terbitan.

www.bappeda.go.id[Juli 2014]

Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta : Penerbit Erlangga.

[DJPK] Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Berbagai Terbitan.

www.djpk.kemenkeu.go.id [Juli 2014]

Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series.

Bogor (ID): PT Penerbit IPB Pr.

Gujarati DN. 2004. Basic Econometrics. Jakarta (ID): Erlangga.

Ginting, Irsad Lubis, Kasyful Mahalli. 2008. Pembangunan Manusia di Indonesia

dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jurnal Perencanaan

&Pengembangan Wilayah. Vol 4 (1) :28-33

Kacaribu.2013. Analisis Indeks Pembangunan Manusia dan faktor-faktor yang

mempengaruhi di Provinsi Papua [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Mailendra. 2009. Analisis dampak pemekaran wilayah dan faktor-faktor yang

mempengaruhi pembangunan manusia di provinsi Jawa Barat [Skripsi].

Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Mirza. 2012. pengaruh kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan belanja modal

terhadap indeks pembangunan manusia di Jawa Tengah tahun 2006-2009.

Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol 2 (1) : 30-44

Mangkoesoebroto G. 1994. Ekonomi Publik.Yogyakarta : BPFE.

Patta D. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan

Manusia di Sulawesi Selatan [Thesis]. Makassar (ID): Universitas

Hasanudin.

Priska. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruh Indeks Pembangunan

Manusia di Indonesia [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Pratowo NI. 2012. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Indeks

Pembangunan Manusia.Jurnal Studi Ekonomi Indonesia.Vol. 1 (1): 15-31.

Salvatore D. 1994. Ekonomi Internasional. Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.

Stiglitz JE. 2007. Making Globalization Work: Menyiasati Globalisasi

Menuju Dunia yang Lebih Adil. Bandung: Mizan.

Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi

Kesembilan. Jilid 1.Jakarta (ID): Erlangga.

Teguh A. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kota Semarang. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 13

(1) :28-39.

Yuanda . 2013. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan

Manusia di Provinsi DKI Jakarta [Skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas

Gadjah Mada.

Yunitasari. 2007. Analisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia provinsi Jawa Timur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

36

LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji Normalitas

Lampiran 2 Multikolinearitas

LNIPM 1.000000 0.293575 -0.740890 -0.008239 0.325608

LNPDRBK 0.293575 1.000000 -0.115488 0.072803 0.414437

POV -0.740890 -0.115488 1.000000 0.016538 -0.087944

BD -0.008239 0.072803 0.016538 1.000000 -0.071894

LNGINI 0.325608 0.414437 -0.087944 -0.071984 1.000000

Lampiran 3 Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests

Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 112.309620 (9,26) 0.0000

Lampiran 4 Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation: REM

Test cross-section random effects

Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 0.000000 4 1.0000

0

2

4

6

8

10

-0.05 0.00 0.05

Series: Standardized Residuals

Sample 2009 2012

Observations 40

Mean 4.12e-16

Median 0.004953

Maximum 0.079635

Minimum -0.076616

Std. Dev. 0.040560

Skewness -0.025011

Kurtosis 2.574550

Jarque-Bera 0.305850

Probability 0.858194

37

Lampiran 5 Hasil Estimasi Panel Data

Dependent Variable: LNIPM

Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)

Sample: 2009 2012

Periods included: 4

Cross-sections included: 10

Total panel (balanced) observations: 40

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LNPDRBK 0.023481 0.007206 3.258562 0.0025

POV -0.004836 0.000164 -29.43898 0.0000

BD 0.000174 0.000208 0.836606 0.4085

GINI -0.089419 0.030466 -2.935085 0.0059

C 3.927605 0.103781 37.84517 0.0000

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 0.040780 0.9702

Idiosyncratic random 0.007141 0.0298

Weighted Statistics

R-squared 0.742863 Mean dependent var 0.364056

Adjusted R-squared 0.713476 S.D. dependent var 0.013456

S.E. of regression 0.007203 Sum squared resid 0.001816

F-statistic 25.27857 Durbin-Watson stat 1.125570

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.551065 Mean dependent var 4.173666

Sum squared resid 0.064159 Durbin-Watson stat 0.031855

38

RIWAYAT HIDUP

Astika Sa’diyah dilahirkan pada tanggal 03 Mei 1993 di Jakarta. Putri dari

bapak Aslira dan ibu Rahayu Verry. Penulis adalah anak pertama dari empat

bersaudara. Latar pendidikan penulis dimulai tahun 1998 di SD Negeri Duren

Seribu 04 Depok, SMP Negeri 6 Bogor pada tahun 2004 dan pada tahun 2010

penulis lulus dari SMAN 2 Bogor serta pada tahun yang sama penulis lulus

seleksi masuk perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Imu Ekonomi,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM).

Selama masa perkuliahan, penulis pernah aktif di beberapa Organisasi

yaitu pengurus Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang dibawahi oleh organisasi Syariah Economic Student Club (SES-C) selama periode 2012-2013 dan anggota

Himpunan Profesi Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA).