ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan...

70
ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU JEROAN (USUS, HATI, GINJAL) IKAN BANDENG (Chanos chanos) SELAMA PENYIMPANAN SUHU CHILLING MELALUI PENGAMATAN HISTOLOGIS SUPARTINAH C34070067 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Transcript of ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan...

Page 1: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU JEROAN

(USUS, HATI, GINJAL) IKAN BANDENG (Chanos chanos)

SELAMA PENYIMPANAN SUHU CHILLING MELALUI

PENGAMATAN HISTOLOGIS

SUPARTINAH

C34070067

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

RINGKASAN

SUPARTINAH. C34070067. Analisis Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan

(Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanoschanos) Selama Penyimpanan Suhu

Chilling Melalui Pengamatan Histologis. Dibimbing oleh TATI NURHAYATI

dan SRI NURYATI.

Ikan bandeng merupakan salah satu ikan tambak komoditas

unggulan.Produksi ikan bandeng di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun ke

tahun. Jeroan ikan merupakan salah satu bagian pada ikan yang banyak

dimanfaatkan selain daging dan kulitnya. Jeroan ikan banyak digunakan sebagai

bahan baku dalam proses pembuatan pakan ternak dan sebagai sumber alami

enzim. Jeroan ikan mudah mengalami kebusukan seperti halnya ikan

utuh.Tingginya kandungan air pada jeroan ikan menyebabkan jeroan ikan mudah

mengalami kebusukan. Analisis mikrobiologi, kimia, fisik, dan metode sensori

secara organoleptik telah banyak dilakukan untuk mengevaluasi tingkat kesegaran

ikan. Informasi dan data mengenai kemunduran mutu secara histology belum

banyak diungkap, oleh karena itu pengukuran mutu secara histology diperlukan

untuk mengungkap dan mendukung hasil analisis menggunakan metode yang

telah banyak dilakukan.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi

kimia jeroan ikan bandeng, menentukan fase post mortem jeroan ikan bandeng

pada penyimpanan suhu chilling, serta membandingkan mikrostruktur jeroan ikan

bandeng pada setiap fase kemunduran mutu. Penelitian ini dilakukan dalam tiga

bagian. Bagian pertama adalah pengambilan dan preparasi sampel untuk

pengujian proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat). Bagian

kedua adalah pembuatan preparat jeroan ikan awetan dan bagian ketiga adalah

pengamatan struktur jaringan jeroan ikan bandeng menggunakan mikroskop.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jeroan ikan bandeng mengandung

kadar air sebesar 66,77%, abu 1,18%, lemak 9,69%, protein 8,75%, dan

karbohidrat sebesar 13,61%. Nilai organoleptik jeroan ikan bandeng menurun

seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Jeroan ikan bandeng memasuki fase

pre rigor pada penyimpanan jam ke-0, fase rigor mortis pada penyimpanan jam

ke-80 (3 hari), fase post rigor pada jam ke-228 (10 hari), dan memasuki fase

busuk pada jam ke-396 (17 hari). Jeroan ikan bandeng mulai mengalami

kerusakan pada fase rigor mortis, yaitu terjadi kerusakan pada lapisan epitelusus.

Pada fase post rigor dan busuk terjadi kematian sel yang ditandai dengan

hilangnya inti sel pada lapisan jeroan ikan. Hal ini diduga diakibatkan oleh

terjadinya proses nekrosis pada jaringan jeroan ikan. Pada fase busuk terlihat

adanya koloni bakteri pembusuk.

Page 3: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU JEROAN

(USUS, HATI, GINJAL) IKAN BANDENG (Chanos chanos)

SELAMA PENYIMPANAN SUHU CHILLING MELALUI

PENGAMATAN HISTOLOGIS

Oleh:

Supartinah

C34070067

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 4: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Analisis Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati,Ginjal)

Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu

Chilling melalui Pengamatan Histologis

Nama : Supartinah

NIM : C34070067

Menyetujui :

Komisi Pembimbing

Pembimbing 1 Pembimbing II

(Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si) (Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si)

NIP 19700807 199603 2 002 NIP 19710606 199512 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil.

NIP :19580511 198503 1 002

Tanggal Lulus: ……………..

Page 5: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos

chanos) selama Penyimpanan Suhu Chillingmelalui Pengamatan Histologis”

adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari kutipan atau karya

yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan

dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di akhir bagian skripsi ini.

Bogor, Juli2012

Supartinah

C34070067

Page 6: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah pada

tanggal 23 September 1989. Penulis merupakan anak kedua dari

2 bersaudara dari pasangan Bapak Mutakim dan IbuTuminah.

Penulis telah menempuh jalur pendidikan SDN Lowungu 1 lulus

pada tahun 2001, SLTPN 1 Bejenlulus pada tahun 2004 dan

SMAN 1 Parakanlulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima

sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa Teknologi Hasil Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di dalam

kegiatan organisasi mahasiswa daerah Temanggung (OMDA PMTM).

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul

“Analisis Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng

(Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan

Histologis” dibawah bimbingan Dr. Tati Nurhayati S.Pi, M.Si dan Dr. Sri Nuryati

S.Pi, M.Si.

Page 7: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat

serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

”Analisis Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng

(Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan

Histologis” ini dengan baik. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Departemen Teknologi Hasil

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada :

1. Ibu Dr. Tati Nurhayati S.Pi, M.Si dan Dr. Sri Nuryati S.Pi, M.Si selaku

komisi pembimbing atas arahan, bimbingan, ilmu, nasehat, dan semangat

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini

2. Bapak Dr. Ir. AgoesMardionoJacoeb, Dipl.-Biol selaku ketua Program

Studi Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak membantu dan

memberikan arahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu drh. Ekowati Handharyani, MS., Ph.D., APVet yang telah banyak

memberikan ilmu dan juga bantuan kepada penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil. selaku Ketua Departemen

Teknologi Hasil Perairan.

5. Ayah dan Ibu atas doa, dorongan dan dukungan serta Kakak yang juga

memberikan semangat kepada Penulis.

6. Seluruh staf, dosen dan TU THP atas bantuan dan dukungannya.

7. Bapak Ranta (BDP), Bapak Kasnadi (FKH) dan Mba Kiki (FKH) yang

telah banyak membantu penulis.

8. Teman-teman THP 44 atas semua dukungan dan bantuannya kepada

penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

9. Ahmad Gifari dan Izzati Amrullah yang telah banyak membantu penulis

dalam pengambilan sampel.

Page 8: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

10. Para panelis THP 44 yang telah bersedia melakukan tes organoleptik

selama 24 hari sampai ikan mengalami kebusukan.

11. Teman-teman THP 44 yang telah banyak membantu penulis dalam

penyelesaian skripsi.

12. Seluruh civitas THP lain yang telah banyak membantu penulis

13. Semua pihak yang telah membantu Penulis yang tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun demi

penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi

semua pihak.

Bogor, Juli2012

Penulis

Page 9: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii

DAFTAR TABEL................................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... x

1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1

1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2

2TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng ....................................................... 3

2.2 Kemunduran Mutu Ikan Bandeng ................................................................. 4

2.2.1Fase prerigor .......................................................................................... 4

2.2.2Fase rigormortis ..................................................................................... 5

2.2.3 Fase postrigor ..................................................................................... 5

2.2.4Fase busuk ............................................................................................. 6

2.3 Anatomi Usus ................................................................................................ 6

2.4 Anatomi Ginjal .............................................................................................. 7

2.5 Anatomi Hati ................................................................................................. 8

2.6 Histologi ...................................................................................................... 10

2.7 Pemeriksaan Histologi ................................................................................. 11

3 METODOLOGI ............................................................................................... 18

3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................... 18

3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................ 18

3.3 Metode Penelitian ........................................................................................ 18

3.3.1Uji organoleptik ................................................................................... 20

3.3.2 Analisis proksimat ............................................................................ 20

3.3.3 Pembuatan preparat histologi ........................................................... 23

3.3.4Pemeriksaan preparat histologi ............................................................ 26

3.4 Analisis Data ............................................................................................... 28

3.4.1Organoleptik ........................................................................................ 28

3.4.2Histologi .............................................................................................. 28

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 29

4.1 Komposisi Kimia Jeroan Ikan Bandeng (Usus, Hati, dan Ginjal) ............... 29

4.2 Nilai Organoleptik Jeroan Ikan Bandeng (Usus, Hati, dan Ginjal) ............. 31

Page 10: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

4.3 Histologi Jeroan Ikan Bandeng (Usus, Hati, dan Ginjal) selama Periode

Kemunduran Mutu............................................................................................. 33

4.3.1 Histologi usus ikan bandeng selama periode kemunduran mutu........ 33

4.3.2 Histologi hati ikan bandeng selama periode kemunduran mutu ......... 38

4.3.3 Histologi ginjal ikan bandeng selama periode kemunduran mutu ..... 43

5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 48

5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 48

5.2 Saran ............................................................................................................ 48

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 49

Page 11: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Ikan bandeng (Chanos chanos) ............................................................................ 4

2 Dinding usus dengan perbesaran 17x secara skematis ......................................... 7

3 Susunan histologik suatu korpuskel ginjal secara skematis ................................. 8

4 Histologi hati dengan pewarnaan HE perbesaran 75x ........................................ 9

5 Hati ikan normal ................................................................................................. 10

6 Diagram alir penelitian ....................................................................................... 19

7 Diagram alir pembuatan preparat jeroan (hati, ginjal, usus) ikan bandeng

(Chanos chanos) ............................................................................................... 27

8 Hasil analisis proksimat jeroan ikan bandeng (Chanos chanos) ........................ 29

9 Rata-rata nilai organoleptik jeroan (hati, ginjal, usus) ikan bandeng ................ 32

10 Penampang membujur usus ikan bandeng fase prerigor .................................. 34

11 Penampang membujur usus ikan bandeng fase rigormortis ............................. 34

12 Penampang membujur usus ikan bandeng fase postrigor ................................ 35

13 Penampang membujur usus ikan bandeng fase busuk ..................................... 35

14 Bakteri pembusuk pada fase busuk usus ikan bandeng .................................. 36

15 Penampang melintang hati ikan bandeng fase prerigor ................................... 39

16 Penampang melintang hati ikan bandeng fase rigormortis .............................. 39

17 Penampang melintang hati ikan bandeng fase postrigor .................................. 40

18 Penampang melintang hati ikan bandeng fase busuk ....................................... 40

19 Bakteri pembusuk pada fase busuk hati ikan bandeng.................................... 41

20 Penampang melintang ginjal ikan bandeng fase prerigor ................................ 43

21 Penampang melintang ginjal ikan bandeng fase rigormortis ........................... 44

22 Penampang melintang ginjal ikan bandeng fase postrigor ............................... 44

23 Penampang melintang ginjal ikan bandeng fase busuk.................................... 45

24 Bakteri pembusuk pada fase busuk ginjal ikan bandeng ................................ 45

Page 12: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Kelebihan dan kekurangan berbagai larutan pengawet ..... Error! Bookmark not

defined.

2 Ringkasan perubahan histologi jeroan ikan bandeng ........ Error! Bookmark not

defined.

Page 13: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Score sheet uji organoleptik dinding perut dan jeroan ikan ............................... 54

2 Dokumentasi penelitian ....................................... Error! Bookmark not defined.

Page 14: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman

hayati yang sangat besar. Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia,

diperkirakan mencapai 6,5 juta ton setahun. Produksi perikanan yang telah

dimanfaatkan baru sekitar 30% dari seluruh potensi yang ada. Selama ini usaha

pemanfaatan potensi yang ada belum optimal (Murtidjo 2001). Keanekaragaman

hayati yang dimiliki Indonesia, salah satunya ikan. Ikan memiliki kandungan gizi

yang tinggi diantaranya protein 16-24%, lemak 0,2-2,2%, vitamin, mineral,

beserta karbohidrat (Khairuman et al. 2002).

Ikan bandeng merupakan salah satu ikan budidaya yang sangat diminati

masyarakat. Ikan ini memiliki daging yang lembut dan rasanya enak sehingga

sangat disukai konsumen. Selain itu, ikan bandeng sangat mudah untuk

dibudidayakan dan mudah dijumpai di pasaran. Ikan ini dimanfaatkan untuk

keperluan konsumsi. Ikan bandeng merupakan salah satu komoditas yang bernilai

ekonomis tinggi karena sangat berarti dalam pemenuhan gizi pangan masyarakat

serta dapat meningkatkan taraf hidup. Di samping itu, prospek pengembangan

budidaya ikan bandeng yang cukup cerah telah memacu kegiatan budidaya

bandeng pada perairan laut dan payau (Mudjiman 1991). Produksi ikan bandeng

di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 produksi

bandeng sebesar 212.883 ton, kemudian meningkat menjadi 263.139 ton pada

tahun 2007, 277.471 ton pada tahun 2008, dan 328.788 pada tahun 2009. Produksi

ikan bandeng meningkat tajam mencapai 483.948 ton pada tahun 2010

(Kelompok Kerja Data Statistik Kelautan dan Perikanan 2010).

Jeroan ikan merupakan salah satu bagian pada ikan yang banyak

dimanfaatkan selain daging dan kulitnya. Salah satu pemanfaatan jeroan ikan

adalah untuk industri pembuatan pakan ikan. Produksi pakan ikan di dunia

berkisar antara 5,5 sampai 7,5 juta ton per tahun. Selain itu, organ dalam atau

jeroan ikan merupakan sumber alami enzim terbesar. Protease merupakan enzim

yang terbesar dalam hasil perairan. Protease akan menghidrolisis ikatan peptida

dan disebut sebagai proteinase atau peptidase tergantung bekerja terhadap protein

Page 15: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

2

atau polipeptida. Sumber proteinase secara menyeluruh ada pada organ lambung,

usus dan hati (Feraro et al. 2010). Pemanfaatan enzim hasil perairan ini sangat

menguntungkan karena dapat diaplikasikan dalam berbagai industri komersil dan

dapat dikembangkan dalam relung pasar yang baru. Pemanfaatan enzim ini dapat

memaksimalkan limbah pengolahan, sehingga pengolahan hasil perairan dengan

sistem zerowaste dapat dilaksanakan.

Jeroan juga mudah mengalami kebusukan. Kandungan protein dan air yang

tinggi pada organ dalam atau jeroan ikan bandeng, membuat jeroan ini mudah

mengalami kemunduran mutu. Proses kemunduran mutu ikan bandeng disebabkan

oleh faktor dari dalam tubuh ikan dan faktor dari luar. Faktor dari dalam tubuh

ikan meliputi aktivitas enzimatik, mikrobial, dan kimiawi, sedangkan faktor dari

luar yaitu lingkungan (Ilyas 1993). Sebagian besar bahan baku ikan berasal dari

berbagai macam jenis, dimana penampakan dan rasanya berbeda-beda. Sebagian

besar konsumen menuntut kejelasan mengenai kesegaran bahan baku, keamanan

mikrobiologi, bebas polutan, perlindungan dari kerusakan, dan produk yang baik

(Nychas dan Drosinos 2010).

Kesegaran ikan dapat diidentifikasi dengan analisis sensori, analisis

mikrobiologi, biokimia, dan kimia. Selain itu, bisa digunakan teknik molekular

(pengamatan histologis) untuk mengetahui tingkat kesegaran organ ikan (Kim dan

Mendis 2006). Pengukuran kemunduran mutu secara histologis belum banyak

dilakukan, sehingga informasi dan data mengenai kemunduran mutu secara

histologis masih terbatas. Oleh karena itu pengukuran kemunduran mutu secara

histologis diperlukan untuk mendukung pengukuran dengan menggunakan

metode yang telah banyak dilakukan.

1.2 Tujuan

Penelitian tentang kemunduram mutu jeroan ikan bandeng dilakukan

dengan tujuan untuk menentukan komposisi kimia jeroan ikan bandeng,

menentukan fase post mortem jeroan ikan bandeng pada penyimpanan suhu

chilling, serta membandingkan mikrostruktur jeroan ikan bandeng pada setiap fase

kemunduran mutu.

Page 16: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Bandeng

Ikan bandeng merupakan salah satu ikan laut yang memiliki potensi untuk

dibudidayakan di tambak. Jenis ikan ini mampu mentolerir salinitas perairan yang

luas (0-158 ppt) sehingga digolongkan sebagai ikan euryhaline. Ikan bandeng

mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, seperti suhu, pH, dan

kekeruhan air serta tahan terhadap serangan penyakit (Ghufron dan Kardi 1997).

Ikan ini memiliki karakteristik badan langsing, sisik seperti kaca, serta

daging berwarna putih. Ikan bandeng mendapat julukan ikan milkfish karena

mempunyai daging berwarna putih, seperti susu dan rasanya pulen. Ikan ini

memiliki keunikan mulutnya tidak bergigi dan makanannya tumbuh-tumbuhan di

dasar laut. Selain itu, panjang usus ikan bandeng sembilan kali dari panjang

tubuhnya (Murtidjo 1989). Klasifikasi ikan bandeng menurut Saanin (1984)

adalah sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas :Teleostei

Ordo : Malacopterigii

Famili : Chanidae

Genus :Chanos

Spesies :Chanos chanos

Ikan bandeng mempunyai ciri-ciri morfologi dengan bentuk tubuh ramping,

badannya tertutup oleh sisik, jari-jari semuanya lunak dan jumlah sirip punggung

antara 14-16, pada sirip dubur antara 10-11, pada sirip dada antara 16-17 dan pada

sirip perut antara 11-12. Sirip ekor panjang dan bercagak. Mata diselimuti lendir

dan tidak ada skut pada bagian perut (Djuhanda 1981). Morfologi ikan bandeng

dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 17: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

4

Gambar 1 Ikan bandeng (Chanos chanos) (Anonim 2010).

Jumlah sisik pada gurat sisi ada 75-80 keping. Mulutnya berukuran sedang dan

nono protractile, yaitu posisi mulut satu garis dengan sisi bawah bola mata,

bentuk tubuhnya, seperti panah (Djuhanda 1981).

2.2 Kemunduran Mutu Ikan Bandeng

Setelah ikan mati, ikan segera mengalami proses kemunduran mutu.

Kemunduran mutu pada ikan bisa disebabkan karena proses yang terjadi pada

tubuh ikan atau karena lingkungan. Proses kemunduran mutu ikan terjadi karena

aktivitas enzim, mikroorganisme, dan kimiawi (Ilyas 1993). Ketiga hal tersebut

menyebabkan tingkat kesegaran ikan menurun. Proses perubahan ikan setelah

mati terdiri dari empat tahap, yaitu prerigor, rigor mortis, post rigor, dan busuk.

2.2.1 Fase prerigor

Fase prerigor merupakan tahap pertama dari postmortem. Tahap ini ditandai

dengan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit.

Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan musin

yang merupakan media yang cocok bagi pertumbuhan bakteri (Junianto 2003).

Peristiwa ini terjadi ketika jaringan otot yang mulai lembut dan lentur yang

disebabkan karena proses biokimia, yaitu penurunan tingkat ATP dan keratin

fosfat serta adanya proses glikolisis aktif. Glikolisis merupakan suatu proses

konversi glikogen menjadi asam laktat yang menyebabkan pH turun. Tingkat

perubahan pH bervariasi antara satu spesies dengan spesies yang lain seperti juga

diantara otot yang berbeda. Namun, hewan dalam keadaan kenyang dan

istirahat mempunyai cadangan glikogen yang besar, sehingga dalam keadaan post

mortem daging yang dihasilkan memiliki pH lebih rendah dibandingkan

dengan daging hewan yang dihasilkan dalam keadaan lapar atau stres pada saat

disembelih (Eskin 1990).

Page 18: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

5

2.2.2 Fase rigormortis

Fase rigormortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia

yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan mati,

sirkulasi darah terhenti dan suplai oksigen berkurang sehingga terjadi perubahan

glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH tubuh ikan

menurun, diikuti dengan penurunan jumlah ATP dan ketidakmampuan

mempertahankan kekenyalan oleh jaringan otot. Tinggi rendahnya pH awal ikan

sangat tergantung pada jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga pada

daging ikan. Pada fase ini, pH tubuh ikan menjadi 6,2-6,6 dari pH semula 6,9-7,2

(Junianto 2003). Hal ini menstimulasi enzim-enzim yang menghidrolisis fosfat

organik. Fosfat yang pertama kali terurai adalah fosfat keratin dengan membentuk

keratin dan asam fosfat, kemudian diikuti oleh terurainya adenosin trifosfat (ATP)

membentuk adenosin difosfat (ADP) dan asam fosfat (Irianto dan Giyatmi 2009).

Pada fase ini belum terjadi aktivitas bakteri yang berarti, pH ikan masih turun

dikarenakan penumpukan asam laktat sehingga bakteri belum bisa tumbuh dengan

baik (Adawyah 2007).

Fase rigormortis ini biasanya berlangsung sekitar 5 jam. Selama berada

dalam tahap rigormortis ini, ikan masih dalam keadaan sangat segar. Ini berarti

bahwa apabila rigormortis dapat dipertahankan lebih lama maka proses

pembusukan dapat ditekan (Irianto dan Giyatmi 2009).

2.2.3 Fase postrigor

Fase postrigor ditandai dengan melunaknya daging. Proses ini diawali

terjadinya proses autolisis. Proses autolisis tidak dapat dihentikan walaupun pada

suhu yang rendah. Nilai pH yang semakin turun menyebabkan enzim-enzim

dalam jaringan otot menjadi aktif. Katepsin, yaitu enzim proteolitik yang

berfungsi menguraikan protein menjadi senyawa sederhana, merombak struktur

jaringan protein otot menjadi lebih longgar sehingga rentan terhadap serangan

bakteri. Demikian pula enzim lain yang ada dalam organ tubuh ikan, misalnya

perut, melakukan aktivitas yang sama. Hal ini mengakibatkan daging ikan

menjadi agak lunak. Fase perombakan jaringan oleh enzim dalam tubuh ikan ini

disebut dengan autolisis. Ikan dalam fase autolisis ini sering masih dianggap

Page 19: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

6

cukup segar dan layak dimakan. Meskipun demikian, fase ini merupakan fase

transisi antara segar dan busuk (Irianto dan Giyatmi 2009).

Penguraian protein menghasilkan senyawa amonia yang terjadi pada fase

ini. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi pH yang semakin naik dengan

semakin banyaknya senyawa volatil yang dihasilkan. Biasanya proses autolisis

akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri (Junianto 2003).

2.2.4 Fase busuk

Fase busuk merupakan fase akhir dari kemunduran mutu pada ikan dan ikan

sudah tidak dapat dikonsumsi. Mikroorganisme dominan yang berperan penting di

dalam proses penurunan kesegaran ikan adalah bakteri. Dekomposisi berjalan

intensif, khususnya setelah ikan melewati fase rigormortis, pada saat jaringan otot

longgar dan jarak antar serta diisi oleh cairan. Bakteri mengeluarkan getah

pencernaan, enzim yang merusak dan menghancurkan jaringan. Bakteri pada

daging menyebabkan perubahan bau dan rasa, perubahan tampilan dan ciri fisik

lendir, serta warna kulit ikan hilang dan menjadi tampak pucat dan pudar. Lapisan

perut menjadi pucat dan hampir lepas dari dinding bagian dalam tubuh (Irianto

dan Giyatmi 2009).

2.3 Anatomi Usus

Usus ikan bandeng panjang dan sempit dengan banyak pyloric caeca di

daerah anterior dan mempunyai mukosa yang berfungsi untuk pencernaan dan

penyerapan dengan konsentrasi yang tinggi (Lee et al. 1986). Usus ikan bandeng

tidak bisa dibedakan antara duodenum dan ileum. Bagian tersebut berhubungan

dengan caeca usus yang berjumlah kurang lebih 120 hingga 150 unit. Caeca usus

berbentuk sederhana dan bercabang, seperti organ jari dengan panjang berbeda-

beda. Bentuknya kompak dan terletak antara pyloric stomach dan lekukan usus

(George dan Chandy 1959). Panjang usus bergantung pada jenis makanannya,

usus ikan berupa tabung sederhana yang berukuran sama dari lambung sampai

dubur. Bentuknya dapat lurus seperti pada ikan betutu dan lele atau melingkar-

lingkar seperti ikan nila, mas, dan gurame bergantung pada bentuk rongga perut.

Usus mempunyai lapisan epitel kolumnar sederhana, sel lendir melapisi lapisan

submukosa yang berisi sel eosinofilik bergranula, berbatasan dengan mukosa

muskularis lapisan usus (Kusrini 2007).

Page 20: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

7

Bagian lumen pada usus dikelilingi oleh empat lapisan, yaitu serosa,

muskularis, submukosa, dan mukosa. Serosa adalah membran yang lembut yang

menyelimuti lapisan muskularis. Muskularis terdiri dari longitudinal luar dan

lapisan sirkular dalam. Submukosa merupakan lapisan tipis yang bercabang ke

dalam mukosa. Sel darah, tipe leukosit berserak atau banyak terdapat dalam

submukosa. Mukosa merupakan lapisan yang terlihat, seperti epitelium berbentuk

kubus yang ciri-cirinya sederhana atau bercabang dengan vili panjang. Sel epitel

sempit dan panjang dengan dasar nukleus dan tersusun kompak. Sel mukosa luas

dengan berbagai tahap aktivitas yang seluruhnya terjadi pada lekukan usus.

Caeca usus merupakan perpanjangan pada usus. Kelenjar mukosa banyak terdapat

pada caeca (George dan Chandy 1959).

Gambar 2 Dinding usus dengan perbesaran 17x secara skematis dalam tiga

dimensi (Genesser 1994).

2.4 Anatomi Ginjal

Organ ginjal pada ikan berfungsi sebagai alat ekskresi dan osmoregulasi.

Ginjal mempunyai peranan penting dalam ekskresi sisa nitrogen dan mengatur

keseimbangan kadar air dan garam (homeostasis) (Piska dan Naik 1992).

Page 21: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

8

Gambar 3 Susunan histologik suatu korpuskel ginjal secara skematis dalam tiga

dimensi (Genesser 1994).

Ginjal terdiri dari sejumlah besar tubulus nefron yang berkembang dari

depan ke belakang. Struktur ginjal memanjang, berpasangan, dan terletak di atas

saluran pencernaan dan dekat dengan tulang punggung. Ginjal ikan teleostei

umumnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu kepala dan batang ginjal. Batang

ginjal terdiri dari sejumlah besar nefron, masing-masing terdiri dari sel darah

ginjal atau badan Malphigi dan tubulus. Ruang intertubular penuh dari jaringan

limfoid yang terdistribusikan tidak merata. Ginjal bagian kepala umumnya terdiri

dari limfoid, hematopoietik, interrenal dan jaringan chromaffin (supra renal), serta

tubulus. Bermacam-macam variasi dalam jumlah, bentuk, dan ukuran sel-sel

ginjal. Sel-sel ginjal besar jarang ditemukan. Ginjal ikan laut sebagian besar

memiliki glomerulus dan sel ginjal yang kurang berkembang dengan baik, dan

mungkin non-fungsional (Piska dan Naik 1992).

2.5 Anatomi Hati

Hati merupakan organ dalam terbesar dari tubuh. Selain itu, hati juga

merupakan jaringan terbesar kelenjar. Di dalam organ hati, nutrisi akan

diserap oleh saluran pencernaan, diproses, dan kemudian disimpan untuk

digunakan oleh bagian tubuh yang lain. Metabolisme memiliki berbagai fungsi

Page 22: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

9

(misalnya sintesis protein, penyimpanan metabolit, sekresi empedu, detoksifikasi,

dan inaktivasi) yang mempunyai peranan penting dalam mempertahankan hidup.

Hati akan menerima darah melalui vena portal atau arteri hepatik. Sebagian dari

darah (70-80%) berasal dari vena portal yang membawa darah mengandung

nutrisi dan akan diserap di dalam usus. Arteri hati merupakan sebuah cabang dari

sumbu celiac yang beroksigen di dalam hati (Akiyoshi dan Inoue 2004).

Hati terletak di sisi rongga tubuh dorsal, berdekatan dengan tulang

punggung, dengan beberapa meluas ke dasar sirip dada dekat ginjal anterior. Hati

dikelilingi oleh kapsula jaringan ikat yang tipis, yaitu kapsula glisson, yang

ditutupi oleh serosa hampir pada seluruh permukaannya. Di dalam kapsula glisson

terdapat beberapa pembuluh darah kecil. Jaringan ikat membagi parenkim hati

menjadi lobus, unit struktural yang disebut jaringan ikat portal atau jaringan ikat

interlobular. Jaringan ikat mengelilingi portal triad, yaitu gabungan tiga saluran

berisi cabang arteri hepatika, vena porta, dan duktus biliaris (Genesser 1994).

Gambar 4 Histologi hati dengan pewarnaan HE perbesaran 75x (Genesser 1994).

Lobulus hati

Jaringan ikat

portal

Vena sentralis

Portal triad

Page 23: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

10

Gambar 5 Hati ikan normal, (*) hepatosit dengan sitoplasma granular, dan inti

pusat yang berbentuk bulat (panah) skala bar 10 mm, H.E. (Camargo

dan Martinez 2007).

Hati juga merupakan organ vital yang berfungsi sebagai detoksifikasi dan

mensekresikan bahan kimia yang digunakan untuk proses pencernaan. Hati

berperan penting dalam proses metabolisme dan transformasi bahan pencemar

dari lingkungan. Dengan demikian hati merupakan organ yang paling banyak

mengakumulasi zat toksik sehingga mudah terkena efek toksik. Sebagian zat

toksik yang masuk ke dalam tubuh setelah diserap oleh sel akan dibawa ke hati

oleh vena porta hati sehingga hati berpotensi mengalami kerusakan. Adanya zat

toksik akan mempengaruhi struktur histologi hati sehingga dapat mengakibatkan

patologis hati seperti pembengkakan sel, rangkaian nekrosis atau bridging

necrosis, degenarasi intralobular dan fokal nekrosis, fibrosis, serta cirrhosis

(Camargo dan Martinez 2007).

2.6 Histologi

Histologi berasal dari bahasa Yunani yaitu histos yang berarti jaringan dan

logos yang berarti ilmu. Jadi histologi berarti suatu ilmu yang menguraikan

struktur dari hewan secara terperinci dan hubungan antara struktur

pengorganisasian sel dan jaringan serta fungsi-fungsinya. Jaringan merupakan

sekumpulan sel yang tersimpan dalam suatu kerangka struktur atau matriks yang

mempunyai suatu kesatuan organisasi yang mampu mempertahankan keutuhan

dan penyesuaian terhadap lingkungan diluar batas dirinya (Bavelander 1998).

Page 24: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

11

Sajian histologi merupakan suatu irisan jaringan yang sangat tipis, yang

cocok untuk dipelajari di bawah mikroskop cahaya atau mikroskop elektron.

Sajian ini berfungsi sebagai pengamatan sesaat terhadap apa yang terjadi pada saat

itu di dalam jaringan. Sajian yang akan diamati dengan mikroskop cahaya harus

cukup tipis agar cukup ditembus cahaya dan menghindarkan tumpang tindih

visual oleh berbagai unsurnya. Untuk mikroskopi cahaya biasanya sajian dibuat

dengan teknik parafin (Cormack 1992).

Mikroteknik adalah ilmu yang mempelajari tentang pembuatan preparat.

Setiap pembuatan preparat pada umumnya selalu dilakukan fiksasi terlebih

dahulu. Fiksasi itu sendiri adalah suatu cara atau proses (metode) yang bertujuan

untuk mematikan sel tanpa mengubah fungsi dan struktur di dalam sel itu sendiri.

Jika telah dilakukan fiksasi maka preparat yang dibuat akan menjadi lebih awet

dan tahan lama (Kiernan 1990).

2.7 Pemeriksaan Histologi

Histologi merupakan salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang

organ atau bagian tubuh hewan atau tumbuhan secara cermat dan rinci. Upaya

untuk mengamati, mempelajari serta meneliti jaringan-jaringan dari organisme

tertentu dapat dilakukan dengan cara pembuatan spesimen atau preparat histologi.

Menurut Davenport (1960) diacu dalam Gunarso (1986) penyiapan spesimen

histologi secara umum dilakukan dengan 4 cara, yaitu:

(1) penyiapan preparat/spesimen secara keseluruhan (whole mount), yaitu

pengamatan perkembangan embrio dan lain sebagainya;

(2) penyiapan spesimen dengan metode penyayatan (sectioning methods);

(3) penyiapan dengan metode remasan (teasing/squashing methods);

(4) penyiapan dengan menggunakan metode ulasan (smear methods).

Metode penyayatan (sectioning) adalah suatu metode yang banyak

digunakan dalam penyiapan spesimen histologi. Metode ini dilakukan dengan

menyayat spesimen hingga sangat tipis, kemudian diwarnai dan dijadikan

spesimen awetan. Penyayatan dilakukan menggunakan mikrotom. Spesimen

dilakukan perlakuan pengerasan agar memudahkan dalam penyayatan. Pengerasan

jaringan dilakukan dengan cara membekukan atau dengan penanaman dalam suatu

Page 25: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

12

substansi yang mampu mengeraskannya (Davenport 1960 diacu dalam Gunarso

1986).

Pembuatan preparat dengan metode parafin merupakan suatu metode yang

paling umum digunakan. Metode ini banyak digunakan karena pembuatannya

lebih mudah dan lebih cepat serta material kering dapat disimpan lebih lama

(Kiernan 1990). Metode parafin adalah suatu cara pembutan sediaan baik

tumbuhan ataupun hewan menggunakan parafin. Kelebihan metode ini ialah irisan

jauh lebih tipis daripada menggunakan metode beku atau metode seloidin. Tebal

irisan dengan metode beku rata-rata diatas 10 mikron, tetapi dengan

metode parafin tebal irisan dapat mencapai rata-rata 6 mikron. Irisan-irisan

yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini.

Kelemahan dari metode ini ialah jaringan menjadi keras, mengerut, dan

mudah patah. Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat dikerjakaan dengan

menggunakan metode ini karena sebagian besar enzim-enzim yang terdapat pada

jaringan akan larut (Kiernan 1990).

Langkah-langkah dalam teknik histologi secara manual adalah fiksasi atau

pengawetan jaringan, perlakuan (processing) jaringan, pemotongan jaringan,

pewarnaan jaringan, serta pengamatan menggunakan mikroskop (Angka et al.

1990). Tahapan dalam persiapan preparat adalah fiksasi, dehidrasi, clearing,

impregnasi dan embedding, blocking dan trimming, pemotongan, pewarnaan, dan

perekatan jaringan.

Fiksasi merupakan tahap awal pembuatan preparat histologi yang dilakukan

untuk mencegah autolisis dan dekomposisi postmortem dari suatu jaringan atau

organ. Selain itu, fiksasi akan membuat padat suatu jaringan lunak. Hal ini

disebabkan karena bahan fiksatif akan mengkoagulasi protein dalam sel dan

jaringan. Fiksasi juga bertujuan untuk mengawetkan morfologi dan komposisi

jaringan sehingga jaringan tetap, seperti keadaan semula sewaktu hidup, serta

memudahkan pemulasan atau pewarnaan jaringan yang akan dilakukan pada

tahapan selanjutnya (Cormack 1992).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan jaringan histologis

antara lain: tebal irisan jaringan 3-5 mm sehingga cairan fiksasi dapat dengan

cepat memfiksasi seluruh jaringan, volume cairan fiksasi sekurang-kurangnya

Page 26: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

13

harus 15-20x volume jaringan yang akan difiksasi. Besarnya volume jaringan

menentukan volume fiksasi yang diperlukan sedangkan tebal jaringan menentukan

kecepatan fiksasi. Panjang dan lebar jaringan umumnya ditentukan oleh jenis

mikrotom yang akan digunakan, dan jenis cairan fiksasi yang akan digunakan

bergantung kepada unsur jaringan yang akan didemonstrasikan dan kepada jenis

pewarnaan yang akan digunakan. Untuk keperluan praktis, cairan fiksasi dapat

dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu micro-anatomical fixation, cytological

fixatives, dan histochemical fixatives (Kiernan 1990).

Larutan fiksasi disebut fiksatif. Beberapa fiksatif yang dapat digunakan

antara lain fiksatif Zenker, fiksatif Clarke’s, fiksatif Carnoys, Buffer Normal

Formalin (BNF), fiksatif Alcohol-formalin-acetic mixtures, larutan Bouin’s,

Larutan Helly’s, fiksatif Altmann’s, larutan Gendre’s dan fiksatif Heidenhain ‘s

(Kiernan 1990). Formula fiksatif BNF adalah (Kiernan 1990):

Sodium phosphate

NaH2PO4.H2O : 4,0 g

Na2HPO4 (anhidrid) : 6,5 g

Akuades : 900 ml

Formaldehid 37-40 % : 100 ml

Waktu minimum yang dibutuhkan untuk jaringan dalam fiksatif ini adalah

24 jam dan maksimum 1 minggu. Konsentrasi formaldehid tidak terlalu

berpengaruh, dan berkisar dari 2,5-10%. Fiksasi dilakukan dengan cara

membenamkan potongan kecil jaringan ke dalam larutan fiksatif. Pengambilan

jaringan dilakukan dengan pisau yang tajam. Hal ini bertujuan untuk menghindari

kerusakan pada jaringan (Genesser 1994).

Page 27: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

14

Tabel 1 Kelebihan dan kekurangan berbagai larutan pengawet

Larutan

Pengawet Kelebihan Kekurangan

Formalin Cairan pengawet umum, pH netral,

potongan jaringan dapat ditinggalkan

dalam pengawet tanpa terjadi

perubahan berarti (sampai 1 tahun)

Waktu perendaman > 24 jam,

terjadi pengerutan jaringan

Muller Daya penetrasi cepat dan baik,

memfiksasi nukleus dan sitoplasma

dengan baik

Jika sampel direndam dalam

pengawet (> 24 jam), jaringan

menjadi rapuh, tidak dapat

dipakai untuk pewarnaan dengan

metode histokimia, harus dicuci

dulu dengan air kran mengalir

sebelum dilakukan dehidrasi

Bouin Daya penetrasi cepat dan merata tetapi

menyebabkan pengerutan, memberikan

warna cemerlang bila diwarnai dengan

metode trichrome, sangat baik untuk

nukleus dan kromoson, warna kuning

membuat jaringan mudah dilihat saat

perendaman dan pengirisan jaringan

Bila direndam dalam pengawet

(> 24 jam), jaringan menjadi

rapuh, harus dicuci dulu dengan

air kran untuk menghilangkan

kelebihan pikrat

Zenker

Formol

(Cairan

Helly)

Daya fiksasi cepat dan kuat, sangat

baik untuk fiksasi sumsum tulang,

limpa dan organ lain yang banyak

mengandung darah, warna sitoplasma

menjadi lebih cemerlang

Pemaparan jaringan dalam

larutan yang melebihi waktu

yang ditentukan mengakibatkan

jaringan rapuh

Sumber: Kiernan 1990

Proses dehidrasi dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan air atau

menarik cairan yang ada dalam jaringan setelah proses fiksasi dan digantikan

parafin. Kandungan air yang tinggi akan menghambat proses selanjutnya. Cairan

dalam jaringan akan menyebabkan jaringan menjadi lunak, berisi lumen dan

mudah rusak saat penyayatan (Sass 1951).

Clearing merupakan suatu proses penjernihan yang bertujuan untuk

menggantikan alkohol. Proses clearing dilakukan dengan menambahkan clearing

agent yang berfungsi untuk melarutkan parafin. Pada proses ini jaringan menjadi

jernih dan transparan sehingga tidak tertembus cahaya. Bahan yang dapat

digunakan sebagai clearing agent, yaitu xylol, kloroform, dan benzol. Xylol

banyak digunakan karena bekerja dengan cepat, membuat preparat cukup

transparan dan bersifat dealkoholisasi (Sastrohadinoto et al. 1973). Menurut

Page 28: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

15

Angka et al (1990), Setelah dilakukan proses dehidrasi, air di dalam sel akan

keluar. Bagian yang kosong akan terisi parafin agar jaringan terikat kuat dengan

parafin. Alkohol tidak dapat melarutkan parafin, oleh sebab itu digunakan xylol

yang dapat melarutkan parafin dan dapat bercampur dengan alkohol.

Impregnasi merupakan proses pemasukan medium tanam ke dalam jaringan

secara bertahap. Medium yang digunakan untuk menanam adalah parafin.

Embedding adalah proses untuk memasukkan parafin cair ke dalam jaringan.

Proses ini berlangsung di dalam oven pada suhu 60 oC karena titik cair parafin

pada suhu 54 oC-58

oC. Proses ini bertujuan agar parafin menyusup ke dalam

seluruh celah antar sel dan bahkan ke dalam sel sehingga jaringan lebih tahan saat

dilakukan pemotongan (Angka et al. 1990). Pada suhu yang lebih tinggi dari titik

cair parafin sisa-sisa dehidratant dan clearing agent akan lebih cepat menguap

(Sastrohadinoto et al. 1973). Proses pembenaman ke dalam parafin membantu

memudahkan pemotongan jaringan yang sangat tipis.

Jaringan yang telah dilakukan proses embedding menggunakan parafin cair

lalu diblok (dicetak agar mudah dipotong) dengan parafin cair yang kemudian

dibekukan. Proses ini membutuhkan cetakan yang dapat dibuat dari kertas yang

kaku seperti kertas kalender dengan ukuran 2x2x2 cm3. Parafin cair dituangkan ke

dalam cetakan hingga memenuhi sekitar 1/8 bagian cetakan dan dibiarkan hingga

sedikit membeku. Setelah itu, jaringan disusun dalam cetakan dan dituangi parafin

cair hingga material jaringan terendam. Selanjutnya dibiarkan beku dalam suhu

ruang selama 24 jam (Angka et al. 1990).

Blok parafin dikeluarkan dari cetakan setelah mengeras dan ditriming

menggunakan silet. Tujuan dilakukannya trimming yakni membuang parafin yang

berlebihan, mengatur bentuk potongannya agar rapi dan agar dapat disesuaikan

dengan tempat blok alat pemotong (Sastrohadinoto et al. 1973, Angka et al.

1990).

Pemotongan jaringan dilakukan menggunakan pisau khusus yaitu

mikrotom. Alat ini dilengkapi dengan pisau yang sangat tajam dan ketebalan

irisan yang diingikan. Menurut Kiernan (1990) mikrotom ada beberapa macam

yaitu :

Page 29: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

16

(1) Mikrotom geser (sliding mikrotome).

Pada alat ini, jaringan tetap berada pada tempatnya, sedang pisaunya yang

bergerak. Pada umumnya jaringan yang akan dipotong dengan mikrotom geser

adalah jaringan yang tanpa penanaman (embedding ) terlebih dulu. Jaringan yang

akan diiris sebelumnya dapat diwarnai dengan pewarnaan tunggal, ataupun tanpa

warna terlebih dahulu. Metode ini banyak dikerjakan untuk pengirisan jaringan

tumbuh-tumbuhan.

(2) Mikrotom beku ( freezing microtome).

Alat ini dihubungkan dengan tabung berisi CO2 dingin, melalui suatu pipa

karet. Mikrotom ini keadaannya sama dengan mikrotom geser yaitu jaringan tetap

berada pada tempatnya sedangkan pisau mikrotomnya yang bergerak ke muka dan

ke belakang. Fiksasi dapat dijalankan setelah pemotongan dan sebelum

pewarnaan.

(3) Mikrotom putar (rotary microtome).

Mikrotom ini letak pisau tetap pada tempatnya, sedangkan jaringannya yang

bergerak ke atas dan ke bawah. Hal inilah yang membedakan mikrotom ini

dengan kedua jenis mikrotom di atas. Jenis mikrotom ini yang biasanya digunakan

untuk pembuatan sediaan irisan dengan metode parafin.

Sayatan untuk jaringan keras dengan ketebalan 7-8 µm, sedangkan untuk

jaringan lunak seperti daging, hati, ginjal dan lain-lain ketebalannya 5-6 µm. Pita

parafin diletakkan di permukaan air hangat/waterbath (45 oC-50

oC). Hal ini

bertujuan agar jaringan di dalam parafin teregang. Pita parafin diangkat dari

permukaan air dengan menggunakan slide yang sebelumnya telah direndam di

dalam metanol. Perendaman ini bertujuan untuk membersihkan kotoran yang

menempel pada slide. Preparat yang telah merekat pada slide dibiarkan hingga

mengering.

Pewarnaan dilakukan dengan melekatkan irisan jaringan pada kaca obyek.

Sebelum pewarnaan harus dilakukan penghilangan parafin yang ada di dalam

jaringan menggunakan xilene (xylol) kemudian dilakukan hidrasi dengan

konsentrasi alkohol yang menurun, yaitu alkohol 100%, 100%, 95%, 90%, 80%,

70%, dan 50% masing-masing selama 3 menit. Penghilangan parafin bertujuan

agar jaringan menjadi jernih (Angka et al. 1990).

Page 30: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

17

Pewarnaan histologi pada umumnya menggunakan kombinasi hematoksilin

dan eosin (HE). Hematoksilin dan eosin adalah metode pewarnaan yang berfungsi

ganda. Pertama memungkinkan pengenalan komponen jaringan tertentu dengan

cara memulasnya secara differensial. Kedua, dapat memulas dengan tingkat atau

derajat warna berbeda yang menghasilkan kedalaman pulasan yang berbeda.

Hematoksilin berasal dari ekstrak dari pohon yang diberi nama logwood tree.

Pada pulasan H & E, kompleks warna hemaktosilin berwarna ungu tua. Pewarna

eosin memberikan warna merah muda sampai merah pada komponen jaringan

yang tidak terpulas ungu-biru oleh hemaktosilin. Hematoksilin bekerja sebagai

pewarna basa. Zat ini mewarnai unsur basofilik pada jaringan. Eosin bersifat asam

serta memulas komponen asidofilik pada jaringan (Cormack 1992).

Mounting adalah suatu proses perekatan sayatan jaringan pada kaca sediaan

menggunakan bahan perekat (adhesive). Proses mounting dilakukan menggunakan

mounting media. Mounting media merupakan zat pengisi antara preparat yang

telah diwarnai dengan kaca penutup. Terdapat dua jenis mounting media, yaitu

dalam bentuk resin dan cairan. Resin media terdiri dari tiga tipe, yaitu alami, semi

sintetis, dan sintetis sepenuhnya. Contoh resin media adalah Canada Balsam.

Canada balsam merupakan mounting alami yang terdiri dari komponen volatil,

yaitu resin yang merupakan cairan kental berwarna kuning dan meleleh ketika

dipanaskan. Balsam yang dikeringkan akan berbentuk padat dan harus

ditambahkan xylene sehingga dapat digunakan sebagai mounting media.

Komponen tak jenuh dalam resin membuat Canada balsam sebagai agen

pereduksi ringan. Oleh karena itu, media Canada balsam dapat mempertahankan

warna pada preparat awetan histologi lebih dari satu bulan atau satu tahun. Contoh

mounting media dalam bentuk cairan, antara lain Gliserol jelly, Buffer gliserol

dengan PDD, fructose syrup, dan Apathy’s medium (Cormack 1992).

Penutupan kaca obyek dilakukan dengan menutupkan kaca penutup di atas

sajian, sehingga apabila xylol dalam media penjernih menguap maka kaca

penutup melekat erat dengan kaca obyek. Hal ini dilakukan agar permukaan yang

dihasilkan tidak menyebabkan pantulan cahaya selama pengamatan mikroskopis

(Geneser 1994).

Page 31: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

18

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Agustus 2011. Penelitian

dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Karakteristik

Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan; Laboratorium

Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan; Laboratorium Histopatologi, Ruang Diskusi Histopatologi, Departemen

Klinik Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan utama

berupa jeroan (usus, hati, dan ginjal) ikan bandeng (Chanos chanos). Ikan

bandeng yang diamati adalah ikan bandeng yang disimpan pada suhu chilling.

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi H2SO4

(MERCK p.a.), kjeltab Selenium (MERCK p.a.), NaOH (MERCK p.a.), H3BO3

(MERCK p.a.), n-heksana (MERCK p.a.), dan HCl (MERCK p.a.). Bahan-bahan

yang digunakan untuk pembuatan preparat histologi terdiri dari larutan Buffer

Normal Formalin (BNF) 10% (MERCK p.a.), Bouin’s 10% (MERCK p.a.),

alkohol 50-100% (MERCK p.a.), xylol (MERCK p.a.), parafin (MERCK p.a.),

hematoksilin (MERCK), eosin (MERCK), dan mounting agent (MERCK).

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi soxhlet (SIBATA

SB 6), tabung kjeldahl (PYREX), tanur pengabuan (Yamato FM 38), timbangan

analitik (AND HF 400), oven (Yamato DV 40), cetakan yang terbuat dari kertas

kalender, rotary mikrotom (Yamato Kohki LR-85), mikroskop cahaya (Olympus

BH52), Microcular MD 130 Electron Eyepiece, serta kamera digital (Canon

A495). Alat lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan uji

organoleptik.

3.3 Metode Penelitian

Ikan bandeng yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari areal

tambak di daerah Kampung Melayu, Teluk Naga, Tanjung Pasir, Kabupaten

Tangerang-Banten. Bobot ikan yang diamati berkisar antara 200-250 gram dan

Page 32: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

19

berumur sekitar 4 bulan. Ikan tersebut diambil menggunakan pancing. Setelah

ditangkap, ikan langsung dimatikan dengan cara menusuk kepala bagian medula

oblongata. Sebagian ikan diambil jeroannya dan dilakukan uji proksimat (kadar

air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat). Ikan lainnya

disimpan pada suhu chilling (±5 ºC) selama 17 hari (sampai ikan busuk). Ikan

yang disimpan tersebut dibuka dibagian perut dan dilakukan pengamatan

organoleptik setiap hari. Pengujian organoleptik dilakukan menggunakan

scoresheet berdasarkan dinding perut dan jeroan ikan segar (Laporan Penelitian

Lembaga Teknologi Perikanan, No. 2 1973 diacu dalam Ilyas 1983). Pengamatan

dan pembuatan preparat histologis dilakukan pada setiap fase kemunduran mutu

(prerigor, rigor, postrigor, dan busuk). Pembuatan preparat histologis

menggunakan metode parafin (Angka et al. 1990). Tahapan penelitian dapat

dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Diagram alir penelitian.

Ikan bandeng

Dimatikan

Analisis

proksimat

Penyimpanan pada suhu chilling

(±5 ºC) selama 17 hari

Prerigor Rigor Postrigor Busuk

Analisis histologi

Uji organoleptik

setiap 24 jam

sekali

Page 33: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

20

3.3.1 Uji organoleptik

Pengujian organoleptik dilakukan menggunakan scoresheet berdasarkan

dinding perut dan jeroan ikan segar (Laporan Penelitian Lembaga Teknologi

Perikanan, No. 2 1973 diacu dalam Ilyas 1983) (Lampiran 1). Pengujian

organoleptik merupakan cara pengujian kesegaran ikan yang bersifat subjektif

dengan menggunakan indera yang ditujukan pada mata, insang, lendir permukaan

badan, daging, bau, tekstur, dan isi perut (jeroan) sampel ikan. Beberapa syarat

yang harus dipenuhi oleh panelis untuk uji organoleptik (SNI 01-2346-2006),

antara lain tertarik dan mau berpartisipasi dalam uji organoleptik, terampil dan

konsisten dalam mengambil keputusan, siap sedia pada saat dibutuhkan dalam

pengujian, tidak menolak contoh yang akan diuji, berbadan sehat, bebas dari

penyakit THT dan tidak buta warna (psikologis), tidak sedang merokok, serta

jumlah panelis minimum untuk satu kali pengujian adalah 15 orang (panelis semi

terlatih). Data yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis kesegaran ikan dengan

kriteria :

Segar : nilai organoleptik berkisar 7-9

Agak segar : nilai organoleptik berkisar 5-6

Tidak segar : nilai organoleptik berkisar 1-3

3.3.2 Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan metode analisis kimia untuk mengidentifikasi

kandungan nutrisi pada suatu bahan. Analisis proksimat terhadap jeroan ikan

bandeng meliputi penentuan kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan

kadar karbohidrat (by difference). Prosedur uji proksimat adalah sebagai berikut:

(1) Analisis kadar air (AOAC 2005)

Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan

cawan porselen dalam oven pada suhu (102-105) oC selama 30 menit. Cawan

tersebut diletakkan dalam desikator (kurang lebih 40 menit) hingga dingin

kemudian ditimbang sampai beratnya konstan. Sampel sebesar 5 gram kemudian

ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan. Cawan tersebut kemudian

dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 150 oC selama 8 jam hingga diperoleh

bobot konstan. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan

Page 34: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

21

sampai dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air jeroan ikan bandeng

ditentukan dengan rumus :

Keterangan :

A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan yang diisi sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram)

(2) Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu

105 oC selama 30 menit. Cawan abu tersebut kemudian dimasukkan ke dalam

desikator (30 menit) dan ditimbang. Sampel sebesar 5 gram ditimbang dan

dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya dibakar di atas kompor

listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (600 oC)

selama 7 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator dibiarkan sampai dingin

kemudian ditimbang. Perhitungan kadar abu jeroan ikan bandeng ditentukan

dengan rumus :

Keterangan :

A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)

C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

(3) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel sebesar 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan

selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah

ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan perangkat soxhlet.

Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor perangkat soxhlet dan

disiram dengan pelarut lemak kemudian dipasang pada perangkat soxhlet lalu

dipanaskan pada suhu 40 oC menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut

lemak yang ada di dalam labu lemak didestilasi hingga semuanya menguap. Pada

saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan

sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Selanjutnya labu lemak dikeringkan

Page 35: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

22

dalam oven pada suhu 105 oC dan didinginkan dalam desikator sampai beratnya

konstan (W3). Perhitungan kadar lemak jeroan ikan bandeng ditentukan dengan

rumus :

Keterangan :

W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

(4) Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari destruksi,

destilasi dan titrasi.

(a) Tahap destruksi

Jeroan ikan bandeng ditimbang sebesar 1 gram kemudian sampel tersebut

dimasukkan ke dalam tabung kjeldahl. Sebanyak 0,25 gram selenium dan 3 ml

H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam tabung tersebut. Tabung yang berisi larutan

tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas. Proses destruksi dilakukan sampai

larutan berwarna bening .

(b) Tahap destilasi

Isi labu dituangkan ke dalam labu destilasi lalu ditambahkan akuades 50 ml,

air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan

NaOH 40% sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung

dalam erlenmeyer 10 ml berisi larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (cairan methyl

red dan bromo cresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan

sampai diperoleh 10 ml destilat dan berwarna hijau kebiruan.

(c) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan

erlenmeyer berubah menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat.

Perhitungan kadar protein jeroan ikan bandeng ditentukan dengan rumus :

Page 36: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

23

(5) Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2005)

Kadar karbohidrat ditentukan dengan cara by difference, yaitu hasil

pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak, dan kadar

protein. Perhitungan kadar karbohidrat jeroan ikan bandeng ditentukan dengan

rumus :

Karbohidrat (%) = 100% - (% kadar air - % kadar abu - % kadar protein - % kadar

lemak)

3.3.3 Pembuatan preparat

Menurut Angka et al. (1990), pembuatan preparat histopatologi terdiri dari

tiga tahapan besar yaitu fiksasi jaringan dan parafinisasi, pemotongan jaringan,

serta pewarnaan jaringan (Lampiran 2).

(1) Fiksasi jaringan dan parafinisasi

(a) Fiksasi

Fiksasi adalah tahapan yang dilakukan untuk mencegah autolisis dan

dekomposisi postmortem dari suatu jaringan atau organ. Fiksasi juga bertujuan

untuk mengawetkan morfologi dan komposisi jaringan sehingga jaringan tetap

seperti pada keadaan semula sewaktu hidup juga mengeraskan jaringan agar dapat

diiris serta mencegah jaringan larut selama proses pembuatan preparat. Larutan

fiksatif yang digunakan adalah larutan BNF 10%. Jaringan direndam dalam

larutan fiksatif ini selama 48 jam. Perendaman dilakukan di dalam botol film

dengan volume larutan fiksatif sebanyak 15-20 kali volume jaringan.

(b) Dehidrasi

Dehidrasi merupakan proses untuk mengeluarkan cairan dari dalam sel

dengan cara merendam jaringan yang telah difiksasi ke dalam alkohol dimulai

dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Pertama jaringan direndam dalam

alkohol 70% selama 24 jam. Perendaman dilakukan dalam botol film yang telah

digunakan untuk perendaman dengan larutan fiksatif. Larutan fiksatif dibuang

terlebih dahulu, kemudian alkohol dengan konsentrasi 70% dimasukkan ke dalam

botol film hingga jaringan terendam. Selanjutnya organ diambil dari botol film

dan dibungkus menggunakan kain kasa. Kemudian kain kasa diikat menggunakan

benang yang dibentuk seperti teh celup agar memudahkan dalam proses

pergantian alkohol. Setelah 24 jam, organ yang dibungkus kain kasa diambil dan

Page 37: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

24

ditiriskan diatas kertas tisu. Kemudian organ tersebut dimasukkan ke dalam botol

berisi alkohol 80%, 90%, 95%, 95% masing-masing selama dua jam dan alkohol

100% selama 12 jam dengan cara yang sama. Perendaman dilakukan pada suhu

ruang.

(c) Clearing

Clearing merupakan proses penjernihan yang bertujuan untuk menggantikan

alkohol dan sekaligus menambahkan clearing agent (xylol) yang berfungsi

sebagai pelarut parafin. Jaringan direndam dalam alkohol-xylol (1:1) selama 30

menit. Perendaman dilakukan sama halnya seperti pada perendaman dengan

alkohol pada suhu ruang.

(d) Impregnasi

Selanjutnya dilakukan tahap impregnasi, yaitu penggantian xylol dengan

parafin cair yang berlangsung di dalam oven dengan suhu 60 oC. Proses ini

dilakukan dengan perendaman jaringan ke dalam xylol-parafin (1:1) yang

diletakkan dalam gelas piala selama 45 menit. Proses perendaman dilakukan

dengan cara yang sama seperti proses perendaman sebelumnya.

(e) Embedding

Embedding merupakan proses untuk memasukkan parafin cair ke dalam sel.

Proses ini berlangsung di dalam oven dengan suhu 60 oC. Titik cair parafin, yaitu

54 o

C-58 oC. Proses ini bertujuan agar parafin menyusup ke dalam seluruh celah

antar sel dan bahkan ke dalam sel sehingga jaringan lebih tahan saat pemotongan.

Jaringan direndam secara berturut-turut ke dalam gelas piala yang berisi parafin I,

parafin II, parafin III masing-masing selama 45 menit. Proses perendaman

dilakukan dengan cara yang sama seperti proses perendaman sebelumnya.

(f) Blocking

Jaringan yang telah dilakukan proses embedding menggunakan parafin cair

lalu diblok (dicetak agar mudah dipotong) dengan parafin cair, kemudian

dibekukan. Proses ini membutuhkan cetakan yang dapat dibuat dari kertas yang

kaku, seperti kertas kalender dengan ukuran 2x2x2 cm3. Parafin cair dituangkan

ke dalam cetakan hingga memenuhi sekitar 1/8 bagian cetakan dan dibiarkan

hingga sedikit membeku. Setelah itu, jaringan disusun dalam cetakan dan dituangi

Page 38: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

25

parafin cair hingga material jaringan terendam. Selanjutnya dibiarkan beku dalam

suhu ruang selama 24 jam.

(g) Trimming

Setelah parafin beku dengan sempurna, blok parafin dikeluarkan dari

cetakan lalu ditrimming menggunakan silet bermata satu agar dapat disesuaikan

dengan tempat blok pada alat pemotong.

(2) Pemotongan jaringan

Pemotongan jaringan dilakukan menggunakan mikrotom. Ketebalan

sayatan, yaitu 4 mikrometer. Teknik pemotongan parafin yang menggandung

preparat adalah sebagai berikut:

(a) Blok parafin yang mengandung preparat diletakkan pada tempat duduknya di

mikrotom. Tempat duduk blok parafin beserta blok parafinnya kemudian

diletakkan pada pemegangnya (holder) pada mikrotom dan dikunci dengan

kuat. Mata pisau mikrotom harus tajam agar proses pemotongan dapat

dilakukan dengan sempurna.

(b) Ketebalan potongan diatur dengan cara menggeser bagian pengatur ketebalan

hingga ketebalan yang diinginkan. Ketebalan sayatan, yaitu 4 mikrometer.

(c) Blok preparat digarakkan ke arah pisau sedekat mungkin lalu blok preparat

dipotong secara teratur dan ritmis. Pita-pita parafin yang awal tanpa jaringan

dibuang hingga diperoleh potongan yang mengandung preparat jaringan.

(d) Hasil irisan diambil dengan jarum lalu diletakkan di permukaan air hangat

dalam 45-50 oC waterbath hingga mengembang.

(e) Setelah pita parafin terkembang dengan baik, pita parafin ditempelkan pada

gelas obyek yang telah diberi zat perekat seperti albumin dengan cara

memasukkan kaca obyek itu ke dalam waterbath dan menggerakkannya ke

arah pita parafin. Setelah merekat, gelas obyek digerakkan keluar dari

waterbath dengan hati-hati dan dibiarkan hingga mengering.

(3) Pewarnaan jaringan

(a) Dewaxing

Sebelum dilakukan dewaxing, gelas obyek yang berisi jaringan diletakkan

dalam keranjang preparat yang ukurannya sesuai dengan gelas obyek. Keranjang

tersebut dapat diisi dengan 10 gelas obyek. Dewaxing merupakan proses untuk

Page 39: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

26

mengeluarkan parafin. Wadah perendaman berupa wadah berbentuk persegi

panjang dengan ukurannya sesuai dengan keranjang untuk gelas obyek. Jaringan

pada gelas obyek yang telah diletakkan dalam keranjang direndam ke dalam xylol

1 dan xylol II masing-masing 2 menit. Lilin akan terlepas dari jaringan dan

jaringan akan tampak jernih.

(b) Hidrasi

Hidrasi merupakan proses pemasukan air ke dalam preparat jaringan pada

gelas obyek setelah proses dewaxing. Jaringan pada gelas obyek yang sebelumnya

telah melalui proses dewaxing kemudian direndam dalam alkohol 100% dalam

wadah perendaman, seperti pada proses dewaxing sebanyak dua kali, lalu secara

berturut-turut dimasukkan ke dalam alkohol 95%, 90%, 80%, 70%, dan 50%

masing-masing selama dua menit dengan cara yang sama pula. Setelah itu,

preparat jaringan direndam ke dalam akuades selama dua menit.

(c) Pewarnaan hemaktosilin-eosin

Setelah hidrasi, preparat jaringan diberi pewarna hemaktosilin-eosin.

Pertama, preparat jaringan direndam dengan pewarnaan hemaktosilin selama 7

menit kemudian dicuci dengan air mengalir selama 7 menit untuk menghilangkan

kelebihan zat warna yang tidak diserap. Selanjutnya preparat jaringan direndam

dengan pewarna eosin selama 3 menit dan dicuci dengan akuades.

(d) Dehidrasi

Preparat jaringan kemudian direndam dalam alkohol 70%, 85%, 90%, dan

100% masing-masing dilakukan selama dua menit. Selanjutnya preparat jaringan

direndam dalam xylol I dan xylol II masing-masing selama dua menit. Alat dan

proses perendaman yang dilakukan sama seperti proses perendaman sebelumnya.

(e) Mounting

Preparat jaringan yang telah diwarnai dapat dibuat preparat yang lebih awet

dengan cara mounting menggunakan mounting agent atau Canada Balsam.

Preparat jaringan ditutup dengan gelas penutup dan dikeringkan selama 24 jam,

kemudian diamati dibawah mikroskop.

3.3.4 Pemeriksaan preparat histologi

Pengamatan preparat awetan dilakukan dengan mikroskop cahaya Olympus

BH52 dengan perbesaran 400x. Proses pengambilan gambar dilakukan dengan

Page 40: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

27

Micro Ocular MD 130 Electron Eyepiece. Diagram alir pembuatan preparat jeroan

ikan bandeng (Chanos chanos) dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram alir pembuatan preparat jeroan (hati, ginjal, usus) ikan

bandeng (Chanos chanos).

Pemotongan bagian jeroan

(hati, ginjal, dan usus)

Fiksasi dengan larutan BNF 10%

Penjernihan (clearing) dengan alkohol-xylol (1:1)

Dehidrasi dengan alkohol berseri

Impregnasi dengan xylol-parafin (1:1)

Pembenaman (embedding) dalam parafin

Perekatan jaringan dengan mounting agent

Pewarnaan hematoksilin-eosin

Pelekatan pita parafin pada gelas obyek

Pemotongan dengan mikrotom

Trimming

Pengamatan dengan mikroskop

Preparat awetan

Pengambilan gambar

Ikan bandeng

Page 41: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

28

3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan terhadap hasil pengukuran terhadap nilai

organoleptik jeroan ikan bandeng (Chanos chanos) dan preparat histologis.

Analisis hasil pengukuran organoleptik jeroan ikan bandeng dilakukan untuk

mencari nilai rata-ratanya. Preparat histologi dianalisis untuk mengetahui

gambaran jeroan ikan bandeng secara histologis.

3.4.1 Organoleptik

Hasil pengukuran terhadap nilai organoleptik jeroan ikan bandeng (Chanos

chanos) dicari nilai rata-ratanya Nilai rata-rata tersebut dihitung menggunakan

rumus berikut (BSN 2006):

X=

Keterangan:

X : nilai rata-rata

Xi : nilai X ke-i

N : jumlah data

3.4.2 Histologi

Gambaran histologis dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan melihat

preparat histologi di bawah lensa mikroskop. Hasil yang diperoleh dibandingkan

dengan jaringan ikan normal secara umum.

Page 42: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Komposisi Kimia Jeroan Ikan Bandeng (Usus, Hati, dan Ginjal)

Ikan bandeng yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari areal

tambak di daerah Kampung Melayu, Teluk Naga, Tanjung Pasir, Kabupaten

Tangerang-Banten. Ikan ini mempunyai ciri-ciri morfologi dengan bentuk tubuh

ramping, badannya tertutup oleh sisik, jari-jari semuanya lunak dan sirip ekor

panjang serta bercagak. Ikan bandeng yang digunakan dalam analisis ini adalah

ikan bandeng segar dengan bobot rata-rata 200-250 gram.

Sampel ikan bandeng yang diperoleh kemudian dibersihkan dan dipreparasi

untuk dipisahkan jeroannya (hati, ginjal, dan usus). Setelah itu, dilakukan analisis

uji proksimat. Analisis proksimat jeroan ikan bandeng yang dilakukan pada

penelitian ini meliputi penentuan kadar air, kadar lemak, kadar abu, kadar protein,

dan kadar karbohidrat. Kadar karbohidrat dihitung dengan cara by difference.

Hasil analisis proksimat jeroan ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Hasil analisis proksimat jeroan ikan bandeng (Chanos chanos); A:

kadar air; B: kadar protein; C: Kadar lemak; D : Kadar abu; E: kadar

karbohidrat

Penentuan kadar air suatu bahan pangan perlu dilakukan sebab kadar air

suatu bahan pangan dapat mempengaruhi tingkat mutu dari bahan tersebut. Kadar

air dalam makanan adalah salah satu faktor dominan yang mempengaruhi

karakteristik fisika, kimia, mikrobiologi, dan sensoris yang merupakan kunci

penting bagi konsumen dan daya tahan suatu produk (Pisuchpen 2007). Penentuan

Page 43: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

30

kadar air dilakukan menggunakan metode oven dengan cara mengeluarkan air

pada bahan dengan bantuan panas. Hasil pengujian menunjukkan bahwa jeroan

ikan bandeng memiliki kadar air 66,77%. Kadar air ini lebih rendah dibandingkan

dengan kadar air jeroan ikan pink salmon (Oncorhynchus gorbuscha), yakni

sebesar 76,60% (Bechtel dan Oliveira 2006). Hal ini diduga disebabkan oleh

beberapa faktor, yaitu kondisi lingkungan, perbedaan hábitat, perbedaan jenis

ikan, dan perbedaan jenis pakan.

Protein adalah suatu makromolekul yang terbentuk dari asam-asam amino

yang berikatan peptida. Di dalam tubuh, protein berfungsi sebagai bahan bakar,

sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein terdiri dari asam amino yang

mengandung unsur C, H, O, serta N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun

karbohidrat (Winarno 2008). Hasil pengujian menunjukkan bahwa jeroan ikan

bandeng memiliki kadar protein sebesar 8,75%. Kadar protein ini lebih rendah

dibandingkan dengan kadar protein jeroan ikan pink salmon (Oncorhynchus

gorbuscha), yakni sebesar 18,61% (Bechtel dan Oliveira 2006). Hal ini diduga

disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kondisi lingkungan, perbedaan hábitat,

perbedaan jenis ikan, dan perbedaan jenis pakan.

Analisis kadar lemak merupakan salah satu kunci analisis yang digunakan

untuk pelabelan makanan dan penjamin mutu (Xiao 2010). Hasil pengujian

menunjukkan bahwa jeroan ikan bandeng memiliki kadar lemak sebesar 9,69%.

Kadar lemak ini cukup tinggi, hal ini diduga disebabkan karena jeroan, seperti

hati, berfungsi sebagai penimbun lemak dalam tubuh ikan (Geneser 1994).

Kadar abu digunakan sebagai petunjuk adanya mineral pada suatu bahan.

Bahan makanan terdiri dari 96% bahan organik dan air. Sisanya merupakan unsur-

unsur mineral yaitu, zat anorganik (kadar abu). Dalam proses pembakaran, hanya

bahan-bahan organik yang terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah

disebut abu (Winarno 1997). Kandungan mineral pada jeroan ikan diduga berasal

dari asupan pakan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa jeroan ikan bandeng

memiliki kadar abu sebesar 1,18%. Kadar abu jeroan ikan bandeng lebih rendah

dibandingkan dengan kadar abu jeroan ikan pink salmon (Oncorhynchus

gorbuscha) yakni sebesar 1,50% (Bechtel dan Oliveira 2006). Hal ini diduga

disebabkan oleh perbedaan habitat, kondisi lingkungan, perbedaan jenis ikan, dan

Page 44: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

31

perbedaan jenis pakan. Habitat dan kondisi lingkungan yang berbeda

menyebabkan penyerapan mineral yang berbeda terhadap organisme akuatik di

dalamnya. Setiap jenis organisme memiliki kemampuan untuk meregulasi dan

mengabsorbsi mineral yang berbeda-beda, sehingga hal tersebut akan memberikan

pengaruh pada kadar abu jeroan masing-masing organisme. Hasil penelitian

Bechtel dan Oliveira (2006) menunjukkan bahwa beberapa ikan cod di Alaska

dengan spesies yang berbeda memiliki kadar abu yang berbeda pada jeroannya.

Karbohidrat memegang peranan penting di alam karena merupakan sumber

energi utama. Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida, yaitu

glikogen yang terdapat dalam sarkoplasma diantara miofibril-miofibril. Kadar

karbohidrat pada jeroan ikan bandeng dihitung dengan metode by difference.

Hasil perhitungan karbohidrat dengan metode tersebut menunjukkan bahwa jeroan

ikan bandeng mengandung karbohidrat sebesar 13,61%. Kadar karbohidrat yang

terhitung diduga polisakarida yaitu glikogen. Hal ini disebabkan karena jeroan,

seperti hati, menyerap glukosa dalam usus sesudah makan. Proses ini dilakukan

oleh sel hepatosit dan dikonversi menjadi glikogen. Glikogen berasal dari

kelebihan glukosa dalam darah. Karbohidrat yang dikonsumsi oleh ikan akan

dicerna di dalam pencernaan hingga menjadi glukosa. Glukosa akan diserap oleh

dinding usus dan kemudian masuk dalam darah. Glukosa yang dibawa dalam

darah akan diambil oleh sel-sel pada tubuh organisme untuk meng-hasilkan energi

melalui proses oksidasi (Hadim et al. 2003).

Glikogen terdapat dalam jumlah yang paling banyak dari karbohidrat yang

terdapat pada ikan. Glikogen berasal dari kelebihan glukosa dalam darah

(Cormack 1994).

4.2 Nilai Organoleptik Jeroan Ikan Bandeng (Usus, Hati, dan Ginjal)

Penentuan derajat kesegaran ikan bandeng dan terjadinya tahapan-tahapan

kemunduran mutu dilakukan menggunakan metode penilaian sensori, yaitu uji

organoleptik. Selama proses kemunduran mutu, ikan mengalami perubahan-

perubahan organoleptik yang dapat diamati dengan menilai derajat kesegarannya.

Kesegaran ikan dinilai dari 1-9, angka 9 merupakan nilai terbaik, angka satu

merupakan nilai terburuk, dan sebagai batas baik dan buruk diambil angka 5

sebagai garis batas (Ilyas 1983).

Page 45: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

32

Ikan yang masih segar memiliki nilai organoleptik 9 dengan penampilan

menarik, permukaan tubuh tidak berlendir, atau berlendir tipis dengan lendir

bening dan encer. Sisik tidak mudah lepas, perut padat, dan utuh. Mata ikan cerah,

putih jernih. Insang tampak cerah dan tidak berlendir. Ikan masih lentur dan

tekstur daging pejal, apabila ditekan cepat kembali. Ikan pada fase busuk

memiliki nilai organoleptik 3-1 dengan ciri-ciri bola mata sangat cekung, kornea

agak kuning, insang berwarna merah coklat, lendir tebal. Bau busuk, tekstur

daging lunak, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang.

Sumber-sumber pembusukan pada ikan terpusat pada tiga tempat, yaitu

lendir pada jeroan, kulit, dan insang. Tiga daerah pusat pembusukan tersebut akan

menyerang seluruh bagian tubuh ikan setelah ikan mati. Jeroan mengandung

jumlah bakteri dan enzim pembusuk lebih banyak dibandingkan insang dan kulit

(Kim dan Mendis 2006). Nilai rata-rata organoleptik jeroan ikan bandeng

disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9 Rata-rata nilai organoleptik jeroan ikan bandeng (Chanos

chanos); : 0 jam; : 80 jam; : 228 jam; : 396

jam.

Berdasarkan hasil pengamatan kondisi postmortem sampel jeroan ikan

bandeng yang disimpan pada suhu chilling diperoleh empat titik analisis pola

kemunduran mutu jeroan ikan bandeng yang semakin menurun dengan semakin

meningkatnya waktu penyimpanan. Kondisi prerigor terjadi pada penyimpanan

jam ke-0, rigormortis pada penyimpanan jam ke-80, postrigor pada penyimpanan

jam ke-228, dan fase busuk pada penyimpanan jam ke-396.

Page 46: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

33

Fase prerigor ditunjukkan dengan nilai organoleptik 9 dengan ciri-ciri

susunan organ-organ jeroan masih teratur, kompak, cemerlang, amis segar,

selaput hitam mengkilat, lekat erat, dinding perut berwarna merah muda

cemerlang. Fase rigormortis jeroan ikan bandeng dengan nilai organoleptik 7-8.

Pada kondisi ini susunan jeroan masih teratur, belum ada kerusakan yang berarti

namun mulai mengalami penurunan mutu seperti mulai munculnya lendir. Fase

postrigor ditunjukkan dengan nilai organoleptik 5 dengan ciri-ciri susunan jeroan

sudah tidak teratur, dinding lembek dan terjadi perubahan warna menjadi pucat.

Fase busuk ditunjukkan dengan nilai organoleptik 3. Pada fase ini susunan organ

berantakan, dinding perut lembek dan mudah rusak, bau amis sangat kuat, serta

warna yang pucat. Pada penelitian ini diperoleh bahwa sampel jeroan yang

disimpan pada suhu chilling masih layak digunakan sampai penyimpanan 17 hari

(396 jam). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Wibowo dan Yunizal (1998),

yang menyatakan bahwa ikan bandeng utuh yang disimpan dalam es pada kondisi

kenyang mampu bertahan selama 11 hari.

4.3 Histologi Jeroan Ikan Bandeng (Usus, Hati, dan Ginjal) selama Periode

Kemunduran Mutu

Jeroan ikan merupakan salah satu hasil samping proses pengolahan ikan

yang bisa dimanfaatkan untuk industri pembuatan pakan ikan. Organ dalam atau

jeroan ikan merupakan sumber alami enzim terbesar. Protease merupakan enzim

yang terbesar dalam hasil perairan. Protease akan menghidrolisis ikatan peptida

dan disebut proteinase atau peptidase tergantung keberadaan protein atau

polipeptida. Sumber proteinase secara menyeluruh ada pada organ lambung, usus,

dan hati (Feraro et al. 2010).

Ikan termasuk bahan yang mudah mengalami kemunduran mutu selama

penyimpanan postmortem. Hal ini disebabkan karena adanya aktivitas enzim

proteolitik baik pada otot maupun jaringan ikat (Wang et al. 2011). Mikrostruktur

jeroan ikan bandeng mengalami perubahan selama fase kemunduran mutu.

Penelitian ini mengamati mikrostruktur jeroan ikan bandeng diantaranya organ

usus, hati, dan ginjal.

4.3.1 Histologi usus ikan bandeng selama periode kemunduran mutu

Usus merupakan salah satu organ dalam yang berfungsi sebagai tempat

pencernaan dan penyerapan makanan. Usus akan mengalami perubahan

Page 47: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

34

mikrostruktur selama periode kemunduran mutu. Mikrostruktur usus ikan

bandeng pada fase kemunduran mutu selama penyimpanan suhu chilling disajikan

pada Gambar 10-13.

d e

a c

b

Gambar 10 Penampang membujur usus ikan bandeng pada fase prerigor

perbesaran 40x (H&E); tunika sub muskularis sirkular (a); tunika

sub muskularis longitudinal (b); tunika submukosa (c); mukosa (d);

epitel (e); lamina propia (panah kuning); tunika serosa (panah

putih); vili intestinal (panah biru).

Gambar 11 Penampang membujur usus ikan bandeng fase rigormortis perbesaran

40x (H&E); jaringan merenggang (lingkaran a), deskuamasi pada

epitel (lingkaran b), vili intestinal (panah).

a

b

Page 48: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

35

Gambar 12 Penampang membujur usus ikan bandeng fase postrigor perbesaran

40x (H&E); jaringan merenggang dan sudah tidak jelas bagian-

bagiannya (panah).

Gambar 13 Penampang membujur usus ikan bandeng fase busuk perbesaran 200x

(H&E); nekrosis total (lingkaran); bakteri (panah).

Page 49: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

36

Gambar 14 Bakteri pembusuk pada fase busuk usus ikan bandeng perbesaran

1000x (H&E); koloni bakteri berbentuk kokus (lingkaran kuning);

bakteri berbentuk kokus, soliter (panah).

Fase prerigor ditandai dengan masih kompaknya jaringan-jaringan penyusun

lapisan usus. Pada usus terdapat vili-vili (Gambar 10-panah biru) yang merupakan

penonjolan mukosa yang terdiri atas jaringan ikat di bagian tengah dari lamina

propia (Gambar 10-panah kuning) dan dibatasi epitel di permukaannya (Gambar

10-e). Mukosa dibatasi oleh sel epitel selapis kolumnar yang terdiri atas sel

absorptif, sel goblet, sel paneth dan sel endokrin. Sel goblet tersebar tidak merata

di antara sel-sel absorptif. Takasima dan Hibiya (1995) menyatakan bahwa

dinding usus pada ikan hampir sama dengan dinding usus hewan vertebrata

tingkat tinggi yang terdiri dari empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa,

muscularis, dan serosa.

Tunika muskularis mokosa terdiri atas lapisan sirkular di sebelah dalam

(Gambar 10-a) dan lapisan longitudinal di sebelah luar (Gambar 10-b). Tunika

submukosa secara relatif terdiri dari jaringan ikat jarang, di dalamnya terdapat

pembuluh darah dan pembuluk limfa yang lebih besar. Lapisan serosa terdiri dari

mesotel dengan jaringan ikat subserosa dibawahnya (Geneser 1994).

Page 50: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

37

Fase rigormortis ditandai dengan susunan jeroan masih teratur dan pH

menurun akibat akumulasi asam laktat. Selain itu, pada fase ini mulai terjadi

autolisis oleh enzim (Eskin 1990). Hasil pengamatan sajian histologi usus ikan

bandeng pada fase rigormortis menunjukkan warna merah yang lebih pekat

dibandingkan dengan fase prerigor. Hal ini diduga disebabkan karena jaringan

ikan menyerap pewarna eosin secara dominan. Pewarna eosin akan mewarnai

jaringan yang bersifat asam dan memberi warna merah muda sampai merah.

Menurut Cormack (1992), warna yang dihasilkan dalam suatu pewarnaan

histologis bergantung pada pH jaringan yang diwarnai. Jaringan yang ber pH

asam memiliki lebih banyak ion yang bermuatan positif untuk menyerap eosin.

Hasil sajian histologi pada fase rigormortis juga menunjukkan mulai

terlihatnya jaringan epitel yang rusak atau terputus (Gambar 11-lingkaran b).

Selain itu juga terjadi perenggangan jaringan (Gambar 11-lingkaran a). Hal ini

bisa disebabkan karena aktivitas enzim aspartic protease, yaitu pepsinogen.

Enzim ini termasuk endopeptidase dan aktif pada pH rendah. Pepsin dihasilkan

oleh mukosa usus (Kamil dan Shahidi 2001).

Fase postrigor ditandai dengan dihasilkannya senyawa amonia dari

penguraian protein. Pada kondisi ini pH akan semakin naik dengan semakin

banyaknya senyawa volatil yang dihasilkan. Biasanya proses autolisis akan selalu

diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri (Junianto 2003). Hasil sajian

histologis menunjukkan bahwa usus pada fase postrigor mengalami degenerasi,

dimana lapisan-lapisan dalam usus tidak tersusun rapi, tetapi bagian yang

merenggang memperlihatkan material yang eosinofilik (Gambar 12). Lapisan

memperlihatkan suatu penampilan homogen dan efektif terhadap pewarna eosin.

Hal ini diduga disebabkan karena aktivitas enzim endogenous yang ada di dalam

tubuh ikan. Degradasi protein dapat disebabkan oleh enzim AcP (Acid

phosphatase) yang terdapat dalam mukosa (Yang dan Lin 2005).

Fase busuk merupakan fase akhir dari kemunduran mutu pada ikan dimana

ikan tidak dapat dikonsumsi. Pada fase busuk (Gambar 13), lapisan-lapisan usus

mengalami nekrosis secara total. Inti sel pada lapisan mukosa, submukosa dan

muscularis telah benar-benar hilang. Menurut Price dan Wilson (2006), jaringan

yang mengalami nekrosa lama kelamaan akan hancur dan hilang. Selain itu

Page 51: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

38

ketebalan jaringan ikan semakin menurun seiring dengan lamanya waktu

penyimpanan. Hal ini diduga karena terjadinya proses nekrosis pada jaringan

usus ikan. Nekrosis merupakan kematian sel yang terjadi ketika terdapat luka

berat atau lama hingga suatu saat sel tidak bisa beradaptasi atau memperbaiki diri.

Perubahan-perubahan lisis yang terjadi dalam jaringan nekrotik secara umum

dapat melibatkan sitoplasma, perubahan-perubahan sangat jelas terlihat dalam inti

sel. Inti sel yang mengalami nekrosis akan menyusut, memiliki batas yang tidak

teratur dan warna menjadi gelap. Proses ini dinamakan piknosis. Kemungkinan

lain inti dapat hancur dan membentuk fragmen-fragmen materi kromatin yang

tersebar di dalam sel, proses ini disebut karioreksis. Pada beberapa keadaan, inti

sel tidak dapat diwarnai lagi dan benar-benar hilang, proses ini disebut kariolisis

(Price dan Wilson 2006).

Pada fase busuk juga diduga terdapat bakteri pembusuk (Gambar 13-panah).

Bakteri tersebut berbentuk kokus dan berwarna ungu pekat, serta membentuk

koloni dan ada yang menyebar (soliter) (Gambar 14). Hubungan antara bakteri

dan pewarna yang menonjol disebabkan terutama oleh adanya asam nukleat dalam

jumlah besar dalam protoplasma sel. Muatan negatif dalam asam nukleat bakteri

akan bereaksi dengan ion positif zat pewarna basa ( Volk dan Wheeler 1993).

4.3.2 Histologi hati ikan bandeng selama periode kemunduran mutu

Hati merupakan organ yang berfungsi sebagai tempat penimbun lemak.

Selain itu hati juga berfungsi untuk menyimpan cadangan glikogen. Mikrostruktur

hati ikan bandeng pada fase kemunduran mutu selama penyimpanan suhu chilling

disajikan pada Gambar 15-18.

Page 52: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

39

b

a

Gambar 15 Penampang melintang hati ikan bandeng fase prerigor perbesaran

100x (H&E); sel hepatosit (lingkaran a); ruang kosong berbentuk

bulat adalah lemak dan berbentuk tidak beraturan yaitu glikogen

(lingkaran b).

Gambar 16 Penampang melintang hati ikan bandeng fase rigormortis perbesaran

100x (H&E); inti sel mengecil (panah); jaringan merenggang, inti sel

berwarna lebih gelap (lingkaran a).

a

Page 53: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

40

Gambar 17 Penampang melintang hati ikan bandeng fase postrigor perbesaran

100x (H&E); sel mengalami pembengkakan (lingkaran); inti sel

(panah).

Gambar 18 Penampang melintang hati ikan bandeng fase busuk perbesaran 100x

(H&E); inti sel hepatosit menghilang atau kariolisis, bagian-bagian

sel sudah tidak bisa dibedakan (lingkaran a), ruang-ruang kosong

(panah); bakteri (lingkaran b).

a

b

b

Page 54: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

41

Gambar 19 Bakteri pembusuk pada fase busuk hati ikan bandeng perbesaran

1000x (H&E); koloni bakteri berbentuk kokus (lingkaran merah);

bakteri berbentuk kokus, soliter (lingkaran kuning).

Fase prerigor merupakan tahap pertama dari postmortem. Peristiwa ini

terjadi ketika jaringan otot yang mulai lembut dan lentur yang disebabkan karena

proses biokimia yaitu penurunan tingkat ATP dan keratin fosfat, serta adanya

proses glikolisis aktif. Glikolisis merupakan suatu proses konversi glikogen

menjadi asam laktat, yang menyebabkan pH turun. Hewan dalam keadaan

kenyang dan istirahat mempunyai cadangan glikogen yang besar, sehingga dalam

keadaan postmortem daging yang dihasilkan memiliki pH rendah dibandingkan

dengan daging hewan yang dihasilkan pada saat setelah disembelih (Eskin 1990).

Hati mempunyai lempengan sel-sel parenkim yang disebut sel hepatosit

(Gambar 15-lingkaran a), dimana tersusun radier dari pembuluh-pembuluh kecil

di tengah yaitu vena sentralis dan dipisahkan oleh sinusoid. Hati terutama

terdiri dari bidang kompak, yaitu hepatosit. Hepatosit tersebar dengan pulau-

pulau jaringan ikat yang terdapat saluran empedu dan pembuluh arteri . Beberapa

lobulus hepar yang ditandai oleh jaringan ikat yang mengandung saluran-saluran

empedu, portal, dan pembuluh arteri yang menyerupai saluran portal pada

mamalia (Akiyoshi dan Inoue 2004).

Sel hepatosit mengumpul berbentuk sel poligonal besar, dan memiliki

nukleus kecil berbentuk bulat, dan seragam. Sitoplasma hepatosit kadang-kadang

penuh dengan tetesan lemak dan yang berupa ruang kosong yang tidak

terwarnakan oleh pewarna H&E (Gambar 15-lingkaran b). Glikogen terlihat

Page 55: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

42

sebagai ruang kosong dengan bentuk yang tidak beraturan, sedangkan lemak

terlihat ruang kosong dengan bentuk bulat (Geneser 1994). Sel hepatosit memiliki

dinding sel yang masih tampak utuh dan jelas pada fase prerigor hati ikan

bandeng.

Hasil sajian histologi pada fase rigormortis menunjukkan mulai

merenggangnya sel hepatosit serta bentuknya tidak beraturan (Gambar 16-

lingkaran a). Hal ini diduga disebabkan karena aktivitas enzim urease yang

terletak pada matrix peroksisome (Kamil dan Shahidi 2001). Selain itu, inti juga

mengalami penyusutan dan berwarna gelap (Gambar 16-panah), proses ini

dinamakan piknosis yang diduga disebabkan karena aktivitas enzim (Price dan

Wilson 2006). Sitoplasma bersifat asidofil sehingga menyerap warna eosin (merah

muda–merah). Hal ini disebabkan karena pada fase ini pH jaringan menjadi

rendah akibat adanya penumpukan asam laktat.

Fase postrigor merupakan fase awal kebusukan ikan. Proses autolisis

berlangsung pada tahap postrigor. Autolisis terjadi disebabkan adanya enzim-

enzim endogenous yang ada di dalam tubuh ikan (Ocano-Higuera et al. 2009).

Hasil sajian histologis pada fase postrigor menunjukkan bahwa terjadi proses

piknosis dimana inti sel masih ada tetapi bangunan sel mulai hilang (Gambar 17).

Inti berwarna ungu gelap yang menandakan bahwa inti bersifat basa karena

kandungan asam nukleatnya banyak mengandung fosfat, sehingga terwarnai oleh

pewarna hemaktosilin. Menurut Cormack (1992), pewarna hemaktosilin akan

terikat pada muatan listrik negatif pada komponen basofilik, dan eosin terikat

pada muatan listrik positif pada komponen bersifat asidofilik.

Sel hati juga mengalami pembengkakan (Gambar 17-lingkaran).

Pembengkakan sel hati ditandai dengan adanya vakuola (ruang-ruang kosong)

akibat hepatosit membengkak yang menyebabkan sinusoid menyempit, dan

sitoplasma tampak keruh. Menurut Alifia dan Djawad (2003), pembengkakan sel

terjadi karena muatan elektrolit di luar dan di dalam sel berada dalam keadaan

tidak setimbang. Ketidakstabilan sel dalam memompa ion Na+ keluar dari sel

menyebabkan peningkatan masuknya cairan dari ektraseluler kedalam sel

sehingga sel tidak mampu memompa ion natrium yang cukup. Hal ini akan

menyebabkan sel membengkak sehingga sel akan kehilangan integritas

Page 56: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

43

membrannya. Sel akan mengeluarkan materi sel keluar dan kemudian akan terjadi

kematian sel (nekrosis).

Fase busuk merupakan fase akhir dari kemunduran mutu pada ikan dimana

ikan tidak dapat dikonsumsi. Hasil sajian histologis hati pada fase busuk (Gambar

18-panah) menunjukkan bahwa terdapat ruang-ruang kosong yang disebabkan

adanya degradasi lemak. Sel-sel hati juga telah mengalami nekrosis total (Gambar

18-lingkaran a) dimana bagian-bagian sel sudah tidak bisa dibedakan satu sama

lain. Proses ini dapat disebabkan oleh bakteri maupun aktivitas enzim dalam

tubuhnya (Price dan Wilson 2006). Pada fase ini juga diduga terdapat bakteri

pembusuk (Gambar 19-lingkaran b). Koloni bakteri berbentuk kokus dan

berwarna ungu pekat.

4.3.2 Histologi ginjal ikan bandeng selama periode kemunduran mutu

Ginjal adalah organ vital tubuh yang berfungsi untuk mempertahankan

homeostasis tubuh. Hal ini membantu dalam mempertahankan voleme dan pH

darah dan cairan tubuh (Mohamed 2009). Ginjal juga akan mengalami perubahan

mikrostruktur selama periode kemunduran mutu. Mikrostruktur ginjal ikan

bandeng pada fase kemunduran mutu selama penyimpanan suhu chilling disajikan

pada Gambar 20-23.

Gambar 20 Penampang melintang ginjal ikan bandeng fase prerigor perbesaran

100x (H&E); jaringan haemopoeitic (lingkaran a), glomerulus

(lingkaran b), tubulus distal (lingkaran c), tubulus proksimal

(lingkaran d).

a

b

c

d

Page 57: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

44

Gambar 21 Penampang melintang ginjal ikan bandeng fase rigormortis perbesaran

100x (H&E); jaringan haemopoeitic (lingkaran a), glomerulus

(lingkaran b), tubulus distal (lingkaran c), tubulus proksimal

(lingkaran d).

Gambar 22 Penampang melintang ginjal ikan bandeng fase postrigor perbesaran

100x (H&E); jaringan haemopoeitic mulai berkurang (lingkaran a),

terjadi nekrosis (lingkaran b), tubulus distal (lingkaran c), tubulus

proksimal (lingkaran d).

a

d

b

c

a

d b

c

Page 58: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

45

Gambar 23 Penampang melintang ginjal ikan bandeng fase busuk perbesaran

200x (H&E), nekrosis (lingkaran a); bakteri pembusuk (lingkaran b).

Gambar 24 Bakteri pembusuk pada fase busuk ginjal ikan bandeng perbesaran

1000x (H&E); koloni bakteri berbentuk basil atau batang (panah).

Ginjal normal terbentuk dari nefron, yang terdiri dari satu buah badan

malpighi dan tubulus ginjal, serta jaringan haemopoetic di antara struktur

(Mahmoud dan Salahy 2003). Hasil sajian histologis ginjal fase prerigor

menunjukkan bahwa ginjal terdiri dari glomerulus (Gambar 20, lingkaran b),

a

b

b

Page 59: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

46

tubulus proksimal (Gambar 20, lingkaran d), dan tubulus distal (Gambar 20,

lingkaran c). Selain itu, juga terdapat jaringan haemopoeitic (Gambar 20,

lingkaran a). Glomerulus berbentuk bulat yang terdiri dari pusatan sel mesengial

kompak yang dikelilingi oleh kapiler gromelurus. Tubulus proksimal terdiri dari

belitan sel epitel kuboid dengan inti basal dan dibatasi luminal pada permukaan.

Tubulus distal terdiri dari belitan sel epitel kuboid. Jumlah tubulus distal dalam

ginjal hanya sepertiga dari total tubulus (Khare et al. 2008).

Hasil sajian histologis ginjal pada fase rigormortis menunjukkan bahwa

mulai terjadi kerusakan bangunan sel pada tubulus distal (Gambar 21, lingkaran

c), dimana sel-sel epitel mulai tampak tidak utuh. Hal ini diduga akibat dari

aktivitas enzim protease yang merusak protein sehingga menyebabkan gangguan

pada sel epitel. Selain itu, juga terjadi pembengkakan pada tubulus (Gambar 21,

lingkaran d). Menurut Takashima dan Hibiya (1995), perubahan pada ginjal

seperti degenerasi tubulus (pembengkakan) dan perubahan sel bisa disebabkan

karena ikan hidup dalam air yang terkontaminasi. Dugaan alasan tersebut bisa

dipertimbangkan karena ikan bandeng yang dijadikan sampel pada penelitian ini

diambil dari daerah dimana airnya berasal dari sungai yang mengalir dari

sepanjang kawasan industri Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

Hasil sajian histologi ginjal pada fase postrigor menunjukkan bahwa terjadi

pengurangan jaringan haemopoeitic (Gambar 22, lingkaran a). Menurut Khare et

al. (2008), jaringan haemopoeitic mengalami pengurangan dan digantikan oleh

jaringan serat periglomerular dan peritubular. Selain itu, pada fase ini ginjal

mengalami nekrosis (Gambar 22, lingkaran b). Hal ini diduga disebabkan karena

aktivitas enzim endogenous yang ada di dalam tubuh ikan. Degradasi protein

dapat disebabkan oleh enzim protease menyebabkan penurunan kekohesifisan

suatu jaringan (Yang dan Lin 2005).

Hasil sajian histologis ginjal pada fase busuk menunjukkan bahwa jaringan

tidak terlihat lagi (Gambar 23-lingkaran a). Bangunan sel telah mengalami

kerusakan dan menghilang, serta terjadi nekrosis. Bakteri pembusuk juga

ditemukan pada fase busuk ginjal (Gambar 23-lingkaran b). Ringkasan perubahan

histologi selama post mortem pada organ jeroan (usus, hati, dan ginjal) disajikan

pada Tabel 2.

Page 60: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

47

Tabel 2 Ringkasan perubahan histologi jeroan ikan bandeng

Fase Organ

Post

mortem

Usus Hati Ginjal

Pre

rigor

Lapisan jaringan usus

masih kompak, utuh, dan

jelas

Sel hepatosit masih tampak

utuh dan jelas, Sitoplasma

hepatosit kadang-kadang

penuh dengan tetesan lemak

berupa ruang kosong yang

tidak terwarnakan oleh

pewarna H&E,

Glomerulus, tubulus

distal, dan tubulus

proksimal masih

tampak utuh dan

jelas,jaringan

haemopoeitic

tersebar luas

Rigor

mortis

Jaringan epitel pada vili

mulai terputus

Sel hepatosit merenggang dan

bentuknya tidak beraturan, inti

sel menyusut (piknosis)

Sel-sel epitel pada

tubulus distal mulai

mengalami

kerusakan

Post

rigor

Sel mengalami degenerasi,

lapisan usus tersusun tidak

rapi

Inti sel masih ada tetapi

bangunan sel mulai hilang

(piknosis)

Jaringan

haemopoeitic

mengalami

pengurangan, dan

terjadi nekrosis sel

Fase

busuk

Nekrosis total dan terdapat

bakteri pembusuk

Nekrosis total dan terdapat

bakteri pembusuk

Nekrosis total dan

terdapat bakteri

pembusuk

Page 61: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

48

5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Jeroan ikan bandeng mengandung protein sebesar 8,75%; lemak 9,69%; abu

1,18%; air 66,77%; dan karbohidrat sebesar 13,61%. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa fase prerigor jeroan ikan bandeng terjadi sesaat setelah ikan

mati (jam ke-0 penyimpanan), rigormortis terjadi pada penyimpanan jam ke-80,

postrigor terjadi pada penyimpanan jam ke-228, dan fase busuk terjadi pada jam

ke-396 penyimpanan.

Selama penyimpanan dalam suhu chilling jeroan ikan bandeng yang

meliputi usus, hati, dan ginjal mengalami perubahan secara histologi. Perubahan

belum terlihat pada fase prerigor, pada fase ini struktur jaringan masih tersusun

teratur. Pada fase rigormortis mulai terjadi kerusakan pada jaringan (mulai terjadi

nekrosis), dan pada postrigor terjadi piknosis, dimana inti sel masih ada tetapi

bangunan selnya sudah rusak. Selain itu, bagian-bagian jaringan sudah tidak bisa

dibedakan pada fase ini. Fase busuk merupakan fase terakhir dari postmortem,

pada fase ini baik organ usus, hati maupun ginjal sudah tidak bisa dibedakan lagi

susunan jaringannya. Perubahan yang terjadi pada fase ini disebut nekrosis total.

Pada fase busuk organ hati, usus, dan ginjal diduga ditemukan bakteri pembusuk

yang berwarna ungu pekat.

5.2 Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya agar dalam pembuatan preparat jeroan

ikan menggunakan pewarna lain, sehingga hasilnya dapat dijadikan sebagai

pembanding.

Page 62: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

49

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Alifia F, Djawad MI. 2003. Kondisi histologi insang dan organ dalam juvenil ikan

bandeng (Chanos chanos Forskall) yang tercemar logam timbal (Pb). J

Sains & Teknologi 3: 15–20.

Akiyoshi H, Inoue A. 2004. Comparative Histological Study of Teleost Livers

in Relation to Phylogeny. J Zool Sci 21 : 841–850.

Angka SL, Mokoginta I, Hamid H. 1990. Anatomi dan Histologi Banding

Beberapa Ikan Air Tawar yang Dibudidayakan di Indonesia. Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Institut Pertanian Bogor.

Anonim. 2010. Ikan Bandeng. http://www.google.co.id [9 Februari 2011].

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of

Analysis of The Assosiation of Official Analytical Chemist. Arlington,

Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemist.

Bavelander G, Ramaley J. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Edisi kedelapan. Jakarta

: Erlangga.

Bechtel PJ, Oliveira ACM. 2006. Chemical characterization of liver lipid

and protein from cold-water fish species. J Food Sci 71: 480-485.

Caballero et all. 2009. Post mortem changes produced in the muscle of sea bream

(Sparus aurata) during ice storage. J Aquaculture 291: 210-216.

Chinabut S, Limsuwan C, Kitsawat P. 1991. Histology of The Walking Catfish,

Clarias Bathracus. Departement of Fisheries Thailand. 88 hal.

Cormack DH. 1992. Ham Histologi. Edisi ke-9. Tambajong J, Penerjemah;

Jakarta : Binarupa Aksara. Terjemahan dari : Ham’s Histologi

Djuhanda T. 1981. Dunia ikan. Bandung : Armico.

Eskin NAM. 1990. Biochemistry of Foods. Second edition. San Diego: Academic

Pr.

Ferraro V, Cruz IB, Jorge RF, Malcata FX, Pintado ME, Castro PML. 2010. Valorisation of natural extracts from marine source focused on marine by-

products. Int J Food Res 43: 2221–2233.

Geneser F. 1994. Buku Teks Histologi. Gunawijaya A, Kartawiguna E, Arkeman

H, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Histology.

Page 63: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

50

George M, Chandy M. 1959. Further studies on the alimentary tract of the milk

fish Chanos in relation to its food and feeding habits. J Zool 26:126-134.

Ghufron M dan Kardi H. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng di Tambak

Sistem Polikultur. Semarang: Dahara Prize.

Gunarso W. 1986. Pengaruh Pemakaian Dua jenis cairan fiksatif yang berbeda

pada pembuatan preparat dari jaringan hewan dalam metoda mikroteknik

dengan parafin. Di dalam: Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan

Tinggi, Institut Pertanian Bogor. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Hadim E, Djawad MI, Karim MY. 2003. Kondisi glikogen dalam hati juvenil ikan

bandeng (Chanos chanos Forskall) yang dibantut. J. Sains & Teknologi 3

:1-7.

Ilyas S. 1983. Teknologi Refrigerasi Hasil Perikanan. Jakarta : CV Paripurna.

Ilyas S. 1993. Teknologi Refrigerasi Hasil Perairan. Jakarta : CV Paripurna.

Irianto, Giyatmi. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta:

Universitas Terbuka.

Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Kelompok Kerja Data Statistik Kelautan dan Perikanan. 2010. Kelautan dan

Perikanan dalam Angka. Jakarta: Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Khairuman, Sudenda D, Gunadi B. 2002. Budidaya Ikan Mas Secara Intensif.

Jakarta : Agromedia Pustaka.

Khamil YV, Shahidi F. 2001. Enzymes from fish and aquatic invertebrates and

their application in the food industry. J Food Sci Technol 12: 435–464.

Khare AK, Pandaey AK, Ruhela S. 2008. Histopathological manifestations in

kidney of Clarias batrachus induced by experimental Procamallanus

infection. J Environ Biol 295: 739-742.

Kiernan. 1990. Histological and Histochemical Methods. Oxford: Pergamon Pr.

Kim SK, Mendis E. 2006. Bioactive compounds from marine processing

byproducts. Int J Food Res 39: 383–393.

Kusrini E. 2007. Anatomi Organ Pencernaan Oreochromis sp.

http://naksara.net/Aquaculture/Reproduction/pembenihan-ikan-nila.html

[diakses tanggal 24 Desember 2010].

Page 64: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

51

Lee C, Gordon MS, Watanabe WO. 1986. Aquaculture of Milkfish (Chanos

chanos): State of the Art. United Stated of America : The Oceanic Institute

Makapuu Point Waimanalo.

Mahmoud AA, Salahy MB. 2003. Metabolic and histological studies on the effect

of garlic administration on the carnivorous fish Chrysichthys auratus.

Egyp J Biol 5: 94-107.

Mohamed FAS. 2009. Histopathological studies on Tilapia zillii and Solea

vulgaris from lake Qarun, Egypt. J Fish Mar Sci 1: 29-39.

Mudjiman. 1991. Budidaya Ikan Bandeng di Tambak. Jakarta : Penebar Swadaya.

Murtidjo BA. 2001.Beberapa Metode Pengolahan Ikan. Yogyakarta : Kanisius.

Murtidjo BA. 1989. Tambak Air Payau : Budidaya Bandeng dan Udang.

Yogyakarta : Kanisius.

Nycas GJE, Drosinos EH. 2010. Handbook of Seafood and Seafood Products

Analysis. Paris : Taylor and Francis Group, LLC.

Ocano-Higuera VM, Marquez-Rios E, Canizales-Davila M, Castillo-Yanez,

Pacheco-AguilarR, Lugo-Sanchez ME, Garcia-Orozco, Graciano-

Verdugo. 2009. Postmortem Changes in Cazon Fish Muscle Stored on Ice.

J Food Chem 16: 933-938.

Piska RS dan Naik SJK. 1992. Fish Biology and Ecology (Fisheries ). Hyderabad

: Osmania Univ.

Pisuchpen S. 2007. Shelf life analysis of hot curry cubes. J Asian Food and Agro

Industry 1: 43-50.

Price SA dan Wilson LM. 2006. Patofisiologi. Volume 1. Philadelphia: EGC.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jakarta : Bina Cipta.

Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. Iowa: The Iowa State Coll Pr.

Sastrohadinoto S, Hartono R, Sikar S, Soegiri N, Sukra J. 1973. Makro dan

Mikroteknik Bidang Zoologi. Biro Penataran, Institut Pertanian Bogor.

Takashima F, Hibiya T. 1995. An Atlas of fish histology normal and pathological

features. Edisi II. Tokyo : Lodansha Ltd.

Volk WA, Wheeler MF. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga

Page 65: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

52

Wang PA, Vang B, Pedersen AM, Martinez I, Olsen RL. 2011. Post-mortem

degradation of myosin heavy chain in intact fish muscle: effects of pH and

enzyme inhibitors. J Food Chem 124: 1090-1095

Wibowo S, Yunizal. 1998. Penanganan Ikan Segar. Jakarta : Instalasi Penelitian

Ikan Laut. SLIPI

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Erlangga.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-Brio Press.

Yang HL, Lin HT. 2005. Histology and histochemical enzyme-staining patterns

of major immune organs in Epinephelus malabaricus. J Fish Biol 66: 729–

740.

Xiao L. 2010. Evaluation of Extraction Methods for Recovery of Fatty Acids from

Marine Products [Tesis] Norwegia : University of Bergen.

Page 66: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

53

LAMPIRAN

Page 67: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

54

Lampiran 1 Score sheet uji organoleptik dinding perut dan jeroan

ikan

Score sheet organoleptik dinding perut dan isinya (intestine) ikan segar (Laporan

Penelitian Lembaga Teknologi Perikanan, No.2 (1973) diacu dalam Ilyas (1983))

Nama Panelis: Tanggal:

Cantumkan kode contoh pada kolom yang tersedia sebelum melakukan

pengujianBerilah tanda √ pada nilai yang dipilih sesuai kode contoh yang diuji.

Spesifikasi nilai Kode contoh

1 2 3 4 5

- Susunan isi perut teratur, kompak,

cemerlang, amis segar, selaput hitam

mengkilat, lekat erat, dinding perut

merah muda (pink) perak cemerlang

9

- Gejala seperti di atas tetapi mulai

redup

8

- Susunan berubah, amis keras, selaput

keabu-abuan, mudah lepas, redup

7

- Bau amis rancid, pucat, selaput abu-

abu, mudah lepas

6

- Susunan tidak teratur, pucat, bau amis

alkali, dinding lembek, rusak

menonjol

5

- Bau rancid-alkali keras, dinding perut

mudah rusak

3

- Susunan hancur berantakan, busuk,

tulang rusuk lepas dan dinding

1

Page 68: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

55

Lampiran 2 Dokumentasi penelitian.

a. Tambak tempat pengambilan sampel b. Preparasi sampel prerigor

c. Fiksasi d. Dehidrasi

e. Clearing f. Embedding dan Impregnasi

Page 69: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

56

g. Blocking h. Trimming

i. Mikrotom pemotong jaringan j. Hasil pemotongan

k. Waterbath l. Kaca obyek yang berisi preparat

jaringan

Page 70: ANALISIS DESKRIPTIF KEMUNDURAN MUTU … Deskriptif Kemunduran Mutu Jeroan (Usus, Hati, Ginjal) Ikan Bandeng (Chanos chanos) selama Penyimpanan Suhu Chilling melalui Pengamatan Histologis”

57

m. Pewarnaan H&E n. Perekatan preparat pada kaca

penutup

o. Preparat awetan p. Penyimpanan suhu chilling