Analisis Angka Peroksida Dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Jelantah Hasil Pemurnian Karbon Aktif Daun...
-
Upload
arham-karrank -
Category
Documents
-
view
42 -
download
16
description
Transcript of Analisis Angka Peroksida Dan Asam Lemak Bebas Pada Minyak Jelantah Hasil Pemurnian Karbon Aktif Daun...
ANALISIS ANGKA PEROKSIDA DAN ASAM LEMAK BEBAS PADA MINYAK JELANTAH HASIL PEMURNIAN KARBON AKTIF DAUN
NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.)
ArhamJurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri MakassarEmail: [email protected]
ABSTRAK Jurnal ini merupakan jurnal hasil kajian literatur yang terkait dengan judul. Minyak
jelantah merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Angka peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan minyak atau lemak yang didasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3, metode ini disebut dengan metode iodometri. Penentuan kadar FFA minyak jelantah dilakukan untuk mengetahui kadar asam lemak bebas yang terdapat minyak jelantah. Semakin kecil kadar FFA dalam minyak jelantah maka kualitas dari minyak tersebut masih baik. Biasanya dalam minyak mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Contoh dari asam lemak jenuh adalah asam palmitat sedangkan asam tak jenuh adalah asam oleat.
Kata kunci : Minyak jelantah, Angka peroksida, Asam lemak bebas
ABSTRACT
This journal is a journal the results of the literature review related to the title. Used cooking oil is a waste and when the review of its chemical composition, cooking oil contains compounds that are carcinogenic, which occur during the frying process. Figures peroxide is the most important value to determine the degree of damage to the oil or fat which is based on the reaction between alkali iodide in acid solution with peroxide bond. Iodine released in this reaction is then titrated with a solution of Na2S2O3, this method is called by the iodometric method. Determination of used cooking oil FFA was conducted to determine the levels of free fatty acids which are used cooking oil. The smaller the FFA content in cooking oil, the quality of the oil is still good. Usually in oils containing saturated fatty acids and unsaturated fatty acids. Examples of saturated fatty acids are palmitic acid whereas unsaturated acid is oleic acid.
Keywords: used cooking oil, peroxide values, free fatty acids
1
A. PENDAHULUANMinyak goreng adalah bahan utama
dalam proses penggorengan karena
berfungsi sebagai pengantar panas. Makanan
yang telah digoreng akan memberikan rasa
gurih dan menambah nilai kalori bahan
pangan. Seiring banyaknya peminat
makanan gorengan, penggunaan minyak
goreng juga semakin meningkat. Tingginya
harga pasaran minyak goreng tidak
sebanding dengan peningkatan konsumsen.
Hal ini membuat para produsen umumnya
pedagang terpaksa menggunakan minyak
goreng melebihi batas pemakaian.
Penggunaan minyak goreng secara
berulang tidak hanya dilakukan para
pedagang namun dapat juga ditemukan di
dapur keluarga dengan alasan yang sama
yakni penghematan. Minyak goreng yang
digunakan berulang kali dengan suhu tinggi,
sering kontak dengan air dan udara akan
menurunkan kualitas minyak serta hasil
produk gorengan tersebut. Mutu minyak
goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu
suhu pemanasan sampai terbentuk akrolein
yang tidak diinginkan dan dapat
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan
(Winarno, 2004).
Walaupun sudah banyak penelitian
mengenai bahaya minyak jelantah, namun
masih banyak yang menggunakan dengan
alasan merekan biaya pengeluaran. Upaya
pengolahan kembali minyak jelantah yang
tidak terpakai lagi mulai dilakukan dalam
upaya penghematan dan mengurangi tingkat
kerusakan minyak serta pengaruh buruk
terhadap lingkungan yakni penyumbatan
saluran air. Tahapan pengolahan minyak
dapat dilakukan dengan teknik pemurnian
yakni mencampurkan minyak dengan
sejumlah kecil adsorben berupa karbon agar
terjadi penyerapan sehingga menurunkan
angka asam (Ketaren, 1986).
Nanas merupakan tumbuhan yang
melimpah dan tidak mengikuti musim
tumbuh sehingga mudah dijumpai di
pasaran. Tumbuhan nanas terdiri atas buah,
akar dan daun. Daun nanas ini akan terus
tumbuh menggantikan daun yang lama
sehingga menghasilkan limbah sampingan
nanas berupa daun yang melimpah. Daun
nanas mengandunng serat yang tinggi yakni
terdapat 69,5-71,5% selulosa dalam serat
daun nanas (Jayanudin, 2009). Kandungan
selulosa yang tinggi serat daun nanas
(Ananas comosus) dapat dijadikan adsorben
limbah logam berat karena strukur rongga
selulosa dapat mengadsorbsi logam berat Cu
dan Ag (Budiyanto, 2012).
Karbon aktif adalah senyawa yang
memiliki daya serap tinggi terhadap zat
warna, bau, dan senyawa yang berasal dari
2
zat cair. Daun nanas dapat dijadikan sebagai
karbon aktif karena tingginya kandungan
selulosa dalam serat daun nanas diharapkan
dapat dijadikan sumber selulosa sebagai
alternatif baru untuk menjernikan minyak
jelantah.
B. METODEMetode yang dilakukan melalui
kajian pustaka. Kajian pustaka dilakukan
melalui referensi jurnal dan buku.
C. PEMBAHASAN 1. Tumbuhan Nanas (Ananas comosus
(L.) Merr)
Nanas merupakan tanaman berupa
semak yanng memiliki nama ilmiah Ananas
comosus (L.) Merr.. Di Indonesia pada
mulanya hanya sebagai tanaman
pekarangan, dan meluas dikebunkan di lahan
kering (tegalan) di seluruh wilayah
nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di
daerah tropik dan sub tropik. Klasifikasi
nanas (Ananas comosus (L.) Merr) menurut
Waristik (2006) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Ordo : Farinosae (Bromeliales)
Famili : Bromiliaceae
Genus : Ananas
Species : Ananas comosus (L) Merr
Umur tananam nanas cukup panjang,
biasanya nanas mulai berbunga pada bulan
ke-13 dan memasuki musim panen pada
umur 19 atau 20. Satu tanaman hanya
menghasilkan satu buah. Pemupukan cukup
dilakukan tiga kali selama tanaman itu
tumbuh. Nanas tidak banyak membutuhkan
air sehingga beberapa petani lebih memilih
memulai tanam di tengah musim kemarau
(Kompas, 2013).
Perkembangan luas panen dan
produksi tanaman nanas secara nasional
mencapai 381.964 ton pada tahun 1996 dan
selalu meningkat mencapai 429.207 ton
pada tahun 2000 dengan volume ekspor
bentuk olahan 103.418 dan bentuk segar
40.894.891 Hasil panen buah nanas
dibarengi peningkatan jumlah daun nanas
sebagai limbah. Daun nanas masih belum
dimanfaatkan secara maksimal walaupun
sudah ada yang memanfaatkan serat nanas
sebagai benang jahit namun penggunaannya
masih terbatas (Putra, dkk., 2006).
Serat nanas adalah salah satu contoh
serat yang berasal dari alam yang
mengandung bahan segneselulosa. Serat ini
dapat digunakan sebagai papan partikel
karena dapat menyerap bunyi
(Hayat, dkk., 2013). Komposisi kandungan
daun nanas umumnya sangat bevariasi
3
tergantung pada jenis atau varietas tanaman
nanas yang berbeda (Ayunda, dkk.,2012).
Daun nanas dapat dijadikan sebagai
bioadsorben yang cukup efektif, dimana luas
permukaan pori karbon aktif daun nanas
yang teraktivasi pada suhu 600°C dapat
mencapai 908 m2/g (Parimalam, dkk., 2012).
Hal ini jauh lebih tinggi dibanding karbon
tempurung kelapa 405,186 m2/g
(Idrus, dkk., 2013) dan karbon cangkang
sawit 666,534 m2/g (widyastuti, dkk., 2013).
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Serat Nanas
Kering
Komposisi Kimia Serat Nanas (%)
Alpa Selulosa 69,5 - 71,5
Pentosa 17,0 – 17,8
Lignin 4,4 – 4,7
Abu 0,17 – 0,87
Silika 4,5 – 5,3
(Sumber: Ayunda, dkk.,2012)
2. Karbon Aktif
Karbon aktif adalah arang yang dapat
menyerap anion, kation, dan molekul dalam
bentuk senyawa organik maupun anorganik,
larutn ataupun gas (Hartanto, 2012). Bahan
baku pembuatan karbon aktif dapat
diperoleh dari tumbuhan misalnya kayu,
kayu lunak batang jagung, lumut laut,
limbah penyulingan (Rahmayani dan
Siswarni, 2013).
Pada umumnya karbon aktif dibuat
melalui proses aktivasi dengan
menambahkan bahan-bahan kimia. Unsur-
unsur mineral dari persenyawaan kimia yang
ditambahkan tersebut akan meresap ke
dalam arang dan membuka permukaan yang
semula tertutup oleh komponen kimia
sehingga volume dan diameter pori
bertambah besar. Penambahan bahan kimia
tersebut dilakukan dengan cara perendaman
bahan baku dalam larutan bahan aktivasi
selama waktu tertentu. Perendaman dengan
bahan aktivasi ini dimaksudkan untuk
menghilangkan atau membatasi
pembentukan lignin, karena adanya lignin
dapat membentuk senyawa tar. Senyawa tar
ini yang menutup pori sehingga mengurangi
daya serap karbon aktif (Hartanto, 2012).
Penggunaan karbon aktif dapat
dilakukan terutama pada pemurnian larutan,
misalnya pembersihan larutan gula tebu,
gula bit dan gula jagung, dan untuk
menghilangkan rasa dan bau air minuman,
minyak nabati dan lemak hewani, minuman
alkohol, bahan kimia, dan bahan obat-obatan
( Triyanto, 2013).
Adsorben merupakan zat padat yang
dapat menyerap komponen tertentu dari
4
suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben
adalah bahan-bahan yang sangat berpori
sehingga adsorbsi berlangsung pada
dinding-dinding posri dalam partikel
tersebut. Adsorbsi adalah suatu proses
pemisahan dimana komponen suatu fluida
berpindah kepermukaan zat padat yang
menyerap (Rahmayani dan Siswarni, 2013).
Adsorbsi akan terjadi karena adanya
perbedaan energi potensial antara
permukaan arang dan zat yang diserap
(Ketaren, 1986). Menurut Irma (2009),
adsorbsi dibagi menjadi dua yakni adsobsi
secara fisika (Fisisorpsi) dan adsorbsi secara
kimia (Kemisopsi). Fisisorpsi merupakan
peristiwa bergabungnya suatu molekul
dengan permukaan secara kondensasi
sederhana, dengan kekuatan interaksi lemah
yaitu kekuatan Van der Waals, dengan panas
adsorben dan adsorbat melibatkan gayagaya
antar molekul yaitu ikatan hidrogen atau
gaya Van der Waals. Adsorbsi fisika
umumnya terjadi pada temperatur rendah.
Kemisorpsi merupakan peristiwa ketika
suatu molekul dikontakkan dengan
permukaan molekul tersebut akan bergabung
dengan permukaan melalui pembentukan
ikatan kimia.
3. Minyak
Minyak adalah bahan-bahan yang
tidak larut dalam air yang berasal dari
tumbuhan dan hewan. Minyak yang
digunakan dalam makanan sebagian besar
adalah trigliserida yang merupakan ester
dari gliserol dan berbagai asam lemak.
Istilah minyak biasanya digunakan untuk
campuran trigliserida cair pada suhu
ruangan (Buckle, dkk., 2009).
Dalam teknologi makanan, minyak
dan lemak memegang peranan penting.
Karena minyak dan lemak memiliki titik
didih yang tinggi (sekitar 200°C) maka biasa
dipergunakan untuk menggoreng makanan
sehingga bahan yang digoreng akan
kehilangan sebagian besar air yang
dikandungnya dan menjadi kering. Minyak
dan lemak juga memberikan rasa gurih
spesifik minyak yang lain dari gurihnya
protein. Juga minyak memberi aroma yang
spesifik (Ramdja, dkk., 2010).
Mutu minyak goreng ditentukan oleh
titik asapnya yaitu suhu pemansan hingga
terbentuk akrolein yang menimbulkan rasa
gatal pada tenggorokan. Hidrolisis gliserol
akan membentuk aldehida tidak jenuh atau
akrolein. Mutu minyak goreng ditentukan
oleh titik asapnya. Makin tinggi titik asap
dari kadar gliserol bebas, makin baik mutu
minyak goreng itu. Lemak yang telah
digunakan untuk menggorengakan
menurunkan titik asap minyak karena terjadi
hidrolisis. Penekanan hidrolisis dapat
5
dilakukan dengan suhu yang tidak terlalu
tinggi yakni 177-221°C (Winarno, 2004).
Tabel 2.2 Standar mutu minyak goreng
(Sumber: SNI 01-3741-2002 Standar Mutu
Minyak Goreng).
Asam lemak jenuh dari minyak pada
umumnya mempunyai rantai lurus
monokarbosilat dengan jumlah atom karbon
yang genap. Reaksi yang penting pada
minyak adalah reaksi hidrolisa, oksidasi, dan
hidrogenasi. Dalam reaksi hidrolisa, minyak
akan diubah menjadi asam lemak bebas dan
gliserol. Reaksi hidrolisa dapat
mengakibatkan kerusakan minyak karena
terdapat sejumlah air dalam minyak tersebut.
Reaksi akan akan mengakibatkan ketengikan
hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau
tengik pada minyak. Proses hidrolisa yang
disengaja digunakan dalam proses
penyabunan dalam bidang industri
(Ketaren, 1986).
Gambar 2.3 Proses hidrolisa (ketaren, 1986)
Reaksi pada proses oksidasi dapat
berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan minyak atau
lemak. Terjadinya reaksi oksidasi akan
mengakibatkan bau tengik pada minyak.
Oksidasi dimulai dengan pembentukan
peroksida dan hidroperoksida. Tingkat
selanjutnya ialah terurainya asam-asam
lemak disertai dengan hidroperoksida
menjadi aldehid dan keton serta asam lemak
bebas. Reaksi pada proses hidrogenasi
berfungsi untuk menjenuhkan ikatan
rangkap dari rantai karbon asam lemak pada
minyak atau lemak (Ketaren, 1986).
Gambar 2.3 Proses Osidasi (Ketaren, 1986).
6
4. Minyak Jelantah
Kerusakan minyak selama proses
menggoreng akan mempengaruhi mutu dan
gizi dari bahan pangan yang digoreng.
Minyak yang rusak akibat proses oksidasi
dan polimerisasi akan menghasilkan bahan
dengan rupa yang kurang menarik dan cita
rasa yang tidak enak serta kerusakan
sebagian vitamin dan asam lemak esensisal
yang terdapat pada minyak. Minyak
mengalami 3 perubahan kimia yaitu
terbentuknya peroksida dalam asam lemak
tidak jenuh, peroksida terdekomposisi
menjadi persenyawaan karbonil, dan
terjadinya polimerisasi (Ketaren, 1986).
Minyak jelantah (waste cooking oil )
merupakan limbah dan bila ditinjau dari
komposisi kiminya, minyak jelantah
mengandung senyawa-senyawa yang
bersifat karsinogenik, yang terjadi selama
proses penggorengan. Pemakaian minyak
jelantah yang berkelanjutan dapat merusak
kesehatan manusia, menimbulkan penyakit
kanker, dan akibat selanjutnya dapat
mengurangi kecerdasan generasi berikutnya.
Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar
limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat
dan tidak menimbulkan kerugian dari aspek
kesehatan manusia dan lingkungan
( Mardina , 2012).
Kerusakan lemak yang utama adalah
timbul bau dan rasa tengik yang disebabkan
oleh oksidasi radikal asam lemak tidak jenuh
dalam lemak. Oksidasi dimulai dengan
pembentukan radikal bebas oleh beberapa
faktor yakni cahaya, panas, peroksida lemak,
enzim dan logam Kemudian radikal bebas
ini dengan O2 membentuk peroksida aktif
yang dapat membentuk hidroperoksida yang
sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi
senyawa rantai karbon yang lebih pendek.
Bau tengik yang tidak sedap disebabkan
oleh pembentukan senyawa hasil pemecahan
hidroperoksida (Winarno, 2004).
Gambar 2.4 Reaksi Oksidasi(Winarno,2004)
5. Angka Peroksida
Angka peroksida adalah nilai
terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan minyak atau lemak yang
7
didasarkan pada reaksi antara alkali iodida
dalam larutan asam dengan ikatan peroksida.
Iod yang dibebaskan pada reaksi ini
kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3,
metode ini disebut dengan metode
iodometri. Cara yang paling sering
digunakan untuk menentukan bilangan
peroksida berdsarkan pada reaksi antara
iodida dalam larutan asam dengan
peroksida. Angka peroksida dinyatakan
dalam molequivalen dari peroksida dalam
1000 gram sampel (Ketaren, 1986).
Menurut Triyanto (2013) bahwa
angka peroksida penurunan yang maksimal
dengan penggunaan arang ampas tebu yang
diaktifasi menggunakan H2SO4 1,5 M.
Angka peroksida turun dari 12,2187 menjadi
6,4295 meq/kg. Hal ini menunjukkan proses
interaksi (adsorpsi) antara arang aktif ampas
tebu dengan senyawa peroksida pada
minyak. Dari hasil yang telah dilakukan
didapatkan angka peroksida yang turun
tetapi belum dapat memenuhi standar angka
peroksida menurut SNI yaitu maksimal 2
meq/Kg. Adapun reaksinya yaitu :
6. Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)
Asam lemak yang ditemukan di alam
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh. Asam lemak tak jenuh berbeda dalam
jumlah dan posisi ikatan rangkapnya, dan
berbeda dengan asam lemak jenuh dalam
bentuk molekul keseluruhannya. Sebagian
besar asam-asam lemak tidak jenuh akan
rusak dengan bertambahnya umur dan hasil
dari akibat kerusakan tersebut sebagian
besar dapat menguap (Triyanto, 2013).
Penentuan kadar FFA minyak
jelantah dilakukan untuk mengetahui kadar
asam lemak bebas yang terdapat minyak
jelantah. Semakin kecil kadar FFA dalam
minyak jelantah maka kualitas dari minyak
tersebut masih baik. Biasanya dalam minyak
mengandung asam lemak jenuh dan asam
lemak tak jenuh. Contoh dari asam lemak
jenuh adalah asam palmitat sedangkan asam
tak jenuh adalah asam oleat
(Mardina, 2012)
Metode yang digunakan untuk
menurunkan asam lemak bebas yang biasa
digunakan adalah dengan esterifikasi
menggunakan katalis asam. Cara yang lain
adalah dengan metode adsorbsi
menggunakan adsorben yang mempunyai
situs asam sehingga asam lemak bebas dapat
terserap oleh adsorben tersebut (Irma, 2009).
Menurut Trinyanto ( 2013 ) Hasil
analisis angka asam dari minyak goreng
menunjukkan bahwa pemakaian arang
ampas tebu yang diaktivasi dengan H2SO4
8
1,5 M mampu menurunkan angka asam dari
0,6994 menjadi 0,3952 mg KOH/g minyak.
Hal ini dikarenakan pada aktivasi arang
ampas tebu dengan H2SO4 1,5 M terjadi
peningkatan jumlah pori-pori yang semula
tertutup oleh komponen organik logam
oksida lain, pori-pori ini sangat berperan
dalam adsorpsi asam lemak bebas. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan didapatkan
angka asam yang turun tetapi belum dapat
memenuhi standar angka asam menurut SNI
yaitu maksimal 0,3 mg KOH/g. Ada pun
reaksinya yatiu :
D. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat di
simpulkan bahwa pemakaian arang aktif
dapat menurunkan angka peroksida dan
asam lemah dimana angka peroksida
penurunan yang maksimal dengan
penggunaan arang ampas tebu yang
diaktifasi menggunakan H2SO4 1,5 M.
Angka peroksida turun dari 12,2187 menjadi
6,4295 meq/kg. dan angka asam dari minyak
goreng menunjukkan bahwa pemakaian
arang ampas tebu yang diaktivasi dengan
H2SO4 1,5 M mampu menurunkan angka
asam dari 0,6994 menjadi 0,3952 mg
KOH/g minyak.
DAFTAR PUSTAKA
Ayunda, Vivien, dkk. 2012. Pembuatan Dan Karakterisasi Kertas Dari Daun Nanas dan Eceng Gondok. Medan. Universitas Sumatera Utara
Badan Standarisasi Nasiaonal. 2002. Standar Mutu Minyak Goreng SNI 01-3741-2002. Jakarta: BSN
Buckle, dkk. 2009. Ilmu Pangan. Jakarta: UI-Press
Budiyanto, Eko, dkk. 2012. Pemanfaatan Daun Nanas (Ananas Comosus) Sebagai Adsorben Logam Ag Dan Cu Pada Limbah Industri Perak Di Kotagede, Yogyakarta. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta: Universitas
Hartanto, Agung. 2012. Pembuatan Karbon Aktif Dari Limbah Kulit Singkong Dengan Menggunakan Furnace. Tugas Akhir Studi Diplima Teknik Kimia. Semarang: Universitas Diponegoro
Hayat, Wahyudi, dkk. 2013. Pengaruh Kerapatan Terhadap Koefisien Absorbsi Bunyi Papan Partikel Serat Daun Nenas (Ananas Comosus L
9
Merr). Pillar Of Physics Vol. 1. Sumatra Barat: Universitas Negeri Padang
Idrus, R, dkk. 2013. Pengeruh Suhu Aktivasi Terhadap Kualitas Karbon Aktif Berbahan Dasar Tempurung Kelapa. PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal.50-55 ISSN : 2337-8204. Pontianak : Universitas Tanjungpura
Irma, Ade S. 2009. Penurunan Asam Lemak Bebas dan Transesterfikasi Minyak Jelantah Menggunakan Kopelarut Metil Tersier Butil Eter (MTBE). Skripsi Pendidikan Kimia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Jayanudin. 2009. Pemuttihan Daun Nanas Menggunakan Hidrogen Peroksida. Jurnal Rekayasa Proses Vol.3 No.1 Jurusan Kimia. Cilegon: Universtas Sultan Ageng Tirtayasa
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press
Kompas. 2013. Menikmati Mnisnya Nanas Belitar. Situs Resmi Direktorat Jendral Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri RI. http://www.otda.kemendagri.go.id/indeks.php/berita-210/1184 menikmati-manisnya-nanas-blitar. Diakses tanggal 14 Februari 2015
Mardina, Primata, dkk. 2012. Penurunan Angka Asam Pada Minyak Jelantah. Jurnal Kimia No.6 Vol.2. Banjarbaru: Universitas Lambung Mangkurat
Parimalam, R, dkk. 2012. Removal Of Acid Green 25 From Aqueous Solution By Adsorption. E-Journal of Chemistry
9(4). http://www.ejchem.net. India: Departement of Chemistry
Putra, Alfatah D, Dkk. 2006. Disain Alat Pengesut Daun Nenas Dengan Sistem Mekanis untuk Menghasilkan Serat. PKMT Teknik Pertanian. Indralaya: Universitas Sriwijaya
Rahmayani, Fatimah dan Siswarni. 20013. Pemanfaatan Limbah Batang Jagung Sebagai Adsorben Alternatif Pada Pengurangan Kadar Klorin Dalam Air Olahan (Treated Water). Jurnal Teknik Kimia USU Vol.2 No.2 Medan: Universitas Sumater
Ramdhaniah, Fitria A. 2013. Keragaman Bakteri Endofit pada Kultivar Nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) Leor dan Duri dari Kabupaten Subang. Skripsi Jurusan Biologi Perpustakaan.Upi.Edu. Subang: Universitas Pendidikan Indonesia
Ramdja, Fuadi, dkk. 2010. Pemurnian Minyak Jelantah Menggunakan Ampas Tebu Sebagai Adsorben. Teknik Kimia No.1 Vol.17. Palembang: Univrsitas Sriwijaya
Triyatno, Agus. 2013. Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas Menggunakan Arang Ampas Tebu Teraktivasi dan Penetralan Dengan NaHSO3. Skripsi Jurusan Kimia. Semarang: UNNES
Waristik, Ristek. 2006. Pertanian Nanas. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. http://www.warintek.ristek.go.id/per anian/nenas.pdf. Diakses tanggal 14 Februari 2015
10
Widyastuti, A, dkk. 2013. Karbon Aktif Dari Limbah Cangkang Sawit Sebagai Adsorben Gas Dalam Biogas Hasil Fermentasi Anaerobik Sampah Organik. JKK, tahun 2013, volume 2 (1), halaman 30-33 ISSN 2303-1077. Pontianak: Universitas Tanjungpura
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama
11