Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

81
LAPORAN PENELITIAN OKSIDASI PATI SUKUN (Artocarpus communis) DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA TANPA KATALIS SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN UNTUK MENGOPTIMALKAN SUMBER DAYA PANGAN LOKAL Disusun oleh: TAUFIK NURAZIZ 21030112140179 VICKY KARTIKA FIRDAUS 21030112130146 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG i

description

Laporan Hasil Penelitian

Transcript of Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Page 1: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

LAPORAN PENELITIAN

OKSIDASI PATI SUKUN (Artocarpus communis) DENGAN HIDROGEN

PEROKSIDA TANPA KATALIS SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN

UNTUK MENGOPTIMALKAN SUMBER DAYA PANGAN LOKAL

Disusun oleh:

TAUFIK NURAZIZ 21030112140179

VICKY KARTIKA FIRDAUS 21030112130146

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

i

Page 2: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

LAPORAN PENELITIAN

OKSIDASI PATI SUKUN (Artocarpus communis) DENGAN HIDROGEN

PEROKSIDA TANPA KATALIS SEBAGAI UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN

UNTUK MENGOPTIMALKAN SUMBER DAYA PANGAN LOKAL

Disusun oleh:

TAUFIK NURAZIZ 21030112140179

VICKY KARTIKA FIRDAUS 21030112130146

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

ii

Page 3: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENELITIAN

iii

Page 4: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

RINGKASAN

Kebutuhan pangan dalam negeri terutama makanan pokok seperti gandum mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah impor gandum hingga mencapai 1,5 juta ton untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan produktivitas budidaya pangan dengan memanfaatkan teknologi dan upaya diversifikasi pangan dengan memanfaatkan serta mengoptimalkan sumber daya pangan lokal untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan di Indonesia.

Salah satu sumber daya pangan lokal yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal adalah sukun (Artocorpus Commonis). Buah sukun yang masak tidak bisa bertahan lama. Oleh sebab itu, lebih praktis di simpan dalam bentuk pati atau tepung dan bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan kue sebagai pengganti tepung gandum. Sukun memiliki kandungan gizi yang tinggi seperti karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin B, vitamin C, niacin, dan thiamine. Dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, buah sukun berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pati sukun. Akan tetapi, beberapa penelitian mengatakan bahwa pati sukun kurang dapat mengembang dan sedikit mengikat air sehingga tidak bisa digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue. Untuk memperbaiki sifat-sifat fungsional pati sukun, maka dilakukan proses modifikasi dengan cara oksidasi menggunakan H2O2 tanpa katalis. Pati sukun yang telah termodifikasi selanjutnya di analisa sifat fungsionalnya yang meliputi analisa kelarutan dalam air, daya kembang, dan SEM.

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa proses modifikasi pati sukun dengan proses oksidasi dengan menggunakan H2O2 berpengaruh terhadap nilai swelling power dan water solubility pati hasil modifikasi. Penggunaan persentase slurry 20%, konsentrasi H2O2 2% dan temperatur 50oC pada waktu oksidasi 30 menit memberikan hasil yang paling optimum ditinjau dari daya kembang (swelling power) dengan nilai 3,67 g/g dan kelarutannya dalam air yaitu 2,69%. Nilai daya kembang (swelling power) dan kelarutan pati sukun teroksidasi lebih tinggi dibandingkan dengan pati asalnya, yaitu berturut-turut 2,3 g/g dan 0,95%. Hasil analisa SEM menunjukkan bahwa ukuran granula pati sukun termodifikasi lebih kecil dibandingkan dengan pati sukun murni dengan nilai berturut-turut sebesar 2,396 μm – 8,940 μm dan 3,957 μm – 8,170 μm. Pemanfaatan pati sukun sebagai alternatif pengganti tepung terigu belum dapat dilakukan karena berdasarkan hasil uji organoleptis pada roti berbahan baku pati sukun teroksidasi, menunjukkan bahwa dari segi warna, aroma, tekstur, dan rasa belum dapat menyerupai roti dari tepung terigu.

iv

Page 5: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

SUMMARY

Domestic food needs especially staple food such as wheat has increased each year together with the increasing population in Indonesia. This led to an increasing number of imported wheat up to 1.5 million tons to meet the needs of the community. Therefore, it takes an effort improved productivity of food cultivation by utilizing technology and food diversification efforts by utilizing and optimizing local food resources to solve the problem of food endurance in Indonesia.

One of the local food resources that until now has not been optimally utilized is breadfruit (Artocorpus Commonis). Ripe breadfruit could not last long. Therefore, it is more practical on save in the form of starch or flour and can be used as raw material for manufacture of bread as a substitute for wheat flour. Breadfruit has high nutritional content, such as: carbohydrates, calcium, phosphorus, B vitamins, C vitamins, niacin and thiamine. With a high carbohydrate content, breadfruit potentially can be used as breadfruit flour. However, some studies say that breadfruit starch has low swelling power and water solubility so it cannot be used as the raw material manufacture of bread. To improve the functional properties of breadfruit starch, then performed the process modifications so that the starch has acquired properties close to wheat flour. One of the modification process is by oxidation using H2O2 without catalyst. The modified breadfruit starch further in the analysis of functional properties which includes water solubility analysis, swelling power analysis, and SEM analysis.

From the results of research can be drawn the conclusion that breadfruit starch modification process by oxidation using H2O2 effect on swelling power value and water solubility. The use of slurry percentage 20%, the concentration of H2O2 2% and temperature 50oC on oxidation time 30 minutes gives the most optimum results in terms of swelling power with a value of 3.67 g/g and solubility in water 2.69%. Swelling power and solubility of oxidized breadfruit starch is higher compared to starch, successively 2.3 g/g and 0.95%. SEM analysis results also showed that the modified starch granule size is smaller compared with native starch with successive values of 2.396 μm – 8.940 μm and 3.957 μm – 8.170 μm. Breadfruit starch utilization as an alternative to substitute wheat flour can not be done because based on the results of organoleptic on bread made from oxidized breadfruit starch, pointed out that in terms of color, aroma, texture, and flavor can’t resemble bread from wheat flour.

v

Page 6: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat-Nya sehingga dapat

terselesaikan laporan penelitian ini dengan judul “Oksidasi Pati Sukun (Artocarpus

communis) dengan Hidrogen Peroksida Tanpa Katalis Sebagai Upaya Diversifikasi

Pangan untuk Mengoptimalkan Sumber Daya Pangan Lokal”.

Penelitian merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diambil oleh semua

mahasiswa sebagai syarat memenuhi tugas akhir. Dalam penyusunan laporan penelitian ini

diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan tahapan-tahapan penelitian ilmiah sesuai

dengan laporan yang telah dibuat dan telah disetujui.

Pada kesempatan ini diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Ir. C. Sri Budiyati, MT. selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan banyak

masukan bagi kami.

2. Orangtua dan keluarga kami atas segala kasih sayang dan pengertian yang telah diberikan.

3. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak, sehingga kami dapat

menyelesaikan laporan penelitian ini.

Disadari adanya keterbatasan di dalam penyusunan laporan penelitian ini. Untuk itu,

diharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dalam laporan ini. Namun

demikian, diharapkan semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca secara

umum. Terima kasih.

Semarang, 5 Desember 2015

Penulis

vi

Page 7: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

DAFTAR ISIHALAMAN PENGESAHAN...................................................................................................iii

RINGKASAN............................................................................................................................iv

SUMMARY................................................................................................................................v

PRAKATA................................................................................................................................vi

DAFTAR ISI............................................................................................................................vii

DAFTAR TABEL.....................................................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................x

BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................................1

1.2 Perumusan Masalah........................................................................................................3

1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................................3

1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................4

2.1 Buah Sukun....................................................................................................................4

2.2 Pati ..............................................................................................................................6

2.2.1 Granula Pati...........................................................................................................7

2.2.2 Amilosa..................................................................................................................8

2.2.3 Amilopektin...........................................................................................................8

2.3 Pati Sukun.......................................................................................................................9

2.4 Modifikasi Pati..............................................................................................................10

2.4.1 Hidrolisis Asam...................................................................................................10

2.4.2 Hidrolisis Enzim..................................................................................................11

2.4.3 Modifikasi Ikatan Silang (Cross-Linking)...........................................................11

2.4.4 Modifikasi Oksidasi.............................................................................................13

2.5 Sifat-sifat psikokimia dan rheologi produk pati sukun termodifikasi...........................14

2.6 Modifikasi Oksidasi dengan Hidrogen Peroksida.........................................................15

BAB 3 METODE PENELITIAN.............................................................................................18

3.1 Bahan yang Digunakan.................................................................................................18

3.2 Alat yang Digunakan....................................................................................................18

3.3 Gambar Rangkaian Alat................................................................................................18

3.4 Prosedur Percobaan.......................................................................................................19

3.4.1 Analisa Bahan Baku.............................................................................................19

vii

Page 8: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

3.4.2 Parameter Penelitian............................................................................................19

3.4.3 Prosedur Penelitian..............................................................................................19

3.4.3.1 Modifikasi Pati Sukun Menggunakan Teknik Oksidasi..........................19

3.4.3.2 Analisis sifat fungsional pati sukun termodifikasi...................................20

3.5 Analisa Hasil.................................................................................................................22

3.6 Pengolahan Data...........................................................................................................22

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................................................23

4.1 Analisa Proksimat dan Sifat-Sifat Fungsional Pati Sukun............................................23

4.2 Pengaruh Proses Modifikasi Pati Sukun dengan Cara Oksidasi Terhadap Daya.........24

Kembang (Swelling Power) dan Kelarutan Pati dalam Air (Water Solubility).............24

4.2.1. Pengaruh Persentase Slurry Terhadap Daya Kembang (Swelling

Power) dan Kelarutan Pati dalam Air (Water Solubility).................................24

4.2.2. Pengaruh Oksidator (H2O2) Terhadap Daya Kembang (Swelling Power) dan Kelarutan Pati dalam Air (Water Solubility).....................................................27

4.2.3. Pengaruh Suhu Oksidasi Terhadap Daya Kembang (Swelling Power) dan Kelarutan Pati dalam Air (Water Solubility).....................................................28

4.3 Perbandingan Sifat-Sifat Fungsional Pati Sukun Termodifikasi dengan......................29

Tepung Gandum............................................................................................................29

4.4 Bentuk dan Ukuran Granula Pati..................................................................................30

4.5 Aplikasi Pati Sukun Teroksidasi pada Roti...................................................................32

BAB 5 PENUTUP....................................................................................................................34

5.1 Kesimpulan...................................................................................................................34

5.2 Saran ………………………...…………...……..........……………............................34

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................35

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

viii

Page 9: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Tabel 2.1 Perbandingan komposisi buah sukun dengan sumber karbohidrat lain......................5

Tabel 2.2 Karakteristik Granula Beberapa Jenis Pati.................................................................7

Tabel 2.3 Karakterisasi Gelatinisasi Beberapa Jenis Pati...........................................................7

Tabel 2.4 Komposisi Pati Sukun...............................................................................................10

Tabel 2.5 Sifat-sifat Psikokimia dan Rheologi Pati Sukun.......................................................15

Tabel 2.6 Kandungan karboksil dan karbonil dari oksidasi H2O2 dengan tanpa UV................15

Tabel 2.7 Kadar karboksil dan karbonil dari oksidasi dengan hipoklorit dan FeSO4 dengan

udanya UV................................................................................................................16

Tabel 2.8 Pengaruh pH pada oksidasi pati dengan H2O2 dengan adanya UV..........................16

Tabel 2.9 Pengaruh konsentrasi dan pemakaian oksigen..........................................................17

Tabel 4.1 Kandungan nutrisi Pati Sukun..................................................................................23

Tabel 4.2 Sifat Fungsional Pati Sukun tanpa Modifikasi dan Tepung Gandum.......................24

Tabel 4.3 Pengaruh Persentase Slurry terhadap Daya Kembang dan Kelarutan dalam Air

Pati Sukun Termodifikasi pada Temperatur 30oC....................................................25

Tabel 4.4 Pengaruh H2O2 terhadap Daya Kembang (swelling power) dan Kelarutan dalam

Air (water solubility) Pati Sukun Termodifikasi......................................................27

Tabel 4.5 Pengaruh Suhu Oksidasi terhadap daya kembang (swelling power) dan kelarutan

dalam air (water solubility) Pati Sukun Termodifikasi.............................................28

Tabel 4.6 Sifat Fungsional Pati Sukun Termodifikasi dan Tepung Gandum...........................29

Tabel 4.7 Tabel Ukuran Granula Pati.......................................................................................31

DAFTAR GAMBAR

ix

Page 10: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Gambar 2.1 Buah Sukun (a) dan pohon sukun (b)......................................................................5

Gambar 2.2 Rumus struktur amilosa..........................................................................................8

Gambar 2.3 Rumus struktur amilopektin....................................................................................9

Gambar 2.4 Reaksi hidrolisis dengan asam.............................................................................11

Gambar 2.5 Reaksi ikatan silang (cross-linking) pada pati......................................................13

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Utama..........................................................................................18

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Pati Sukun....................................................................20

Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitian........................................................................................21

Gambar 4.1 Analisa SEM (5000x) untuk (a) pati sukun belum termodifikasi dan (b) pati

sukun teroksidasi...................................................................................................31

Gambar 4.2 Roti yang dihasilkan dengan bahan 100% tepung terigu (a), 100% pati sukun

asli (b), 100% pati sukun teroksidasi (c), dan 50% pati sukun termodifikasi

dengan 50% tepung terigu (d)...............................................................................32

Gambar 4.3 Hasil analisa organoleptis roti...............................................................................33

x

Page 11: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan pangan dalam negeri terutama makanan pokok seperti gandum

mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah

penduduk di Indonesia. Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah impor gandum

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut APTINDO (2014), Indonesia

merupakan negara yang banyak melakukan impor gandum dari negara Australia,

United States, Kanada, dan Ukraina. Pada tahun 2014 impor gandum sebesar 1,5 juta

ton. Hal ini menunjukan bahwa Indonesia masih bergantung pada negara lain dalam

hal pemenuhan kebutuhan pangan. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan

produktivitas budidaya pangan dengan memanfaatkan teknologi dan upaya

diversifikasi pangan dengan memanfaatkan serta mengoptimalkan sumber daya

pangan lokal untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan di Indonesia.

Salah satu sumber daya pangan lokal yang sampai saat ini belum

dimanfaatkan secara optimal adalah sukun (Artocorpus Commonis). Sukun cukup

potensial untuk dikembangkan karena karena kuantitasnya yang melimpah dan

kandungan gizi yang tinggi seperti karbohidrat (22,8% - 77,3%), kalsium (15,2% -

31,1%) serta fosfor (34,4%-79%). Menurut Badrie et al. (2010), buah sukun memiliki

kandungan vitamin B, vitamin C, niacin, dan thiamine yang cukup tinggi sehingga

bagus untuk metabolisme tubuh. Produksi sukun di Indonesia terus meningkat, dari

89.231 ton pada Tahun 2010, meningkat menjadi 102.089 ton pada Tahun 2011, dan

meningkat lagi menjadi 111.768 ton pada tahun 2012 (BPS, 2013).

Di Indonesia, sukun lebih banyak dimanfaatkan sebagai makanan selingan

dalam bentuk sukun goreng, sukun rebus, getuk, tape, kolak, keripik, dan lain

sebagainya. Di negara-negara lain seperti di kawasan Pasifik, Kepulauan Karibia,

Afrika Barat, Ameika Tengah dan Selatan, Asia Tenggara, India, dan Sri Lanka,

sukun juga dimanfaatkan sebagai sebagai makanan pokok (sumber karbohidrat). Hal

ini disebabkan karena sukun memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi.

Salah satu upaya untuk meningkatkan daya guna sukun dan nilai ekonominya

dapat dilakukan dengan menganekaragamkan jenis produk olahan sukun. Dengan

kandungan karbohidrat yang cukup tinggi (22,8% - 77,3%) buah sukun berpotensi

1

Page 12: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

untuk dimanfaatkan sebagai tepung sukun. Tepung sukun ini dapat digunakan sebagai

bahan baku untuk pembuatan produk baru ataupun untuk mengganti tepung-tepung

konvensional. Tepung sukun mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan

sebagai salah satu makanan pokok pendamping tepung terigu. Kandungan kalori

tepung sukun yang lebih rendah dapat digunakan sebagai makanan diet rendah kalori

dalam menu sehari-hari. Salah satu kendala dalam pemanfaatan sukun sebagai tepung

adalah kurang dapat mengembang apabila di olah menjadi produk (Mutmainah et al.,

2013). Oleh sebab itu, sebagai upaya perbaikan kualitas tepung dapat dilakukan

dengan memodifikasi sifat-sifat fungsional. Modifikasi sebagai perubahan struktur

molekul dari pati dapat dilakukan secara kimia, fisika maupun enzimatis (Pudjihastuti,

2010).

Menurut penelitian yang pernah dilakukan (Mutmainah et al., 2013) mengenai

perendaman sukun dalam larutan asam asetat dengan konsentrasi 0,15% dapat

meningkatkan daya kembang meskipun peningkatannya tidak terlalu signifikan yaitu

dari 4,97644 gr/gr menjadi 5,21133 gr/gr. Penelitian yang dilakukan oleh Adebowale

et al. (2005), daya kembang pati sukun dapat meningkat dengan cara dioksidasi oleh

NaOCl pada suhu 80oC dan penelitian yang dilakukan oleh Sari et al. (2012) tentang

oksidasi tapioka dengan hidrogen peroksida yang cukup efektif dalam meningkatkan

daya kembang yaitu dari 8.9 gr/gr menjadi 11 gr/gr. Penelitian yang dilakukan oleh

Tolvanen et al. (2009) menunjukkan bahwa oksidasi pada pati kentang dengan

menggunakan hidrogen peroksida sebagai oksidator lebih ramah lingkungan

dibandingkan dengan NaOCl.

Tepung sukun sebelum termodifikasi masih memiliki karakteristik yang

kurang dikehendaki yakni kurang dapat mengembang dan sedikit mengikat air

(Mutmainah et al., 2013). Untuk memperbaiki sifat-sifat fungsional tepung/pati

sukun, maka dilakukan modifikasi dengan cara oksidasi menggunakan H2O2.

Pemilihan H2O2 sebagai oksidator dikarenakan penggunaanya tidak bergantung pada

kondisi iklim dan menghasilkan produk yang lebih homogen (Sari et al., 2012) serta

lebih ramah lingkungan (Tolvanen et al., 2009). Penelitian ini diharapkan dapat

menghasilkan produk pati termodifikasi dengan spesifikasi produk yang mampu

digunakan sebagai substitusi tepung terigu.

2

Page 13: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

1.2 Perumusan Masalah

Pati sukun memiliki beberapa kelemahan, diantaranya kelarutan dalam air dan

daya kembang yang masih tergolong rendah. Oleh karena itu, pati sukun ini perlu

diolah lebih lanjut untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut.

Modifikasi pati sukun untuk memperbaiki sifat fisiko-kimianya dapat

dilakukan dengan cara kimia seperti oksidasi. Menurut penelitian yang sudah

dilakukan oleh Dias et al. (2011), oksidasi merupakan cara modifikasi yang cocok

untuk diaplikasikan pada pati karena viskositasnya rendah, stabilitasnya tinggi, serta

kemurnian dan sifat pengikatan yang bagus. Oksidasi pati sudah banyak diaplikasikan

di industri, seperti industri kertas, tekstil, dan material pengikat untuk bahan pelapis

permukaan suatu benda (Dias et al., 2011).

Dalam penelitian ini akan dilakukan modifikasi tepung sukun dengan cara

oksidasi menggunakan H2O2 tanpa penambahan katalis. Modifikasi dengan cara kimia

yaitu teknik oksidasi dengan oksidator H2O2 dan katalis CuSO4.5H2O telah terbukti

dapat meningkatkan sifat fisiko-kimia tepung umbi talas (Ariyanti dan Budiyati,

2013). Namun kelemahan dari penggunaan katalis adalah terjadinya penurunan

kualitas tepung umbi talas khususnya pada warna dan rasa (Ariyanti dan Budiyati,

2014).

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengkaji pengaruh konsentrasi H2O2, suhu operasi, waktu serta perbandingan

air dan pati sukun terhadap daya kembang dan kelarutan pati sukun

termodifikasi.

2. Mengkaji kondisi terbaik dalam modifikasi pati sukun dengan oksidasi H2O2

terhadap daya kembang dan kelarutan.

1.4 Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini, dapat dihasilakn produk olahan sukun berupa

pati modifikasi sukun yang mempunyai daya kembang dan kelarutan yang tinggi.

Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan informasi ilmiah

berkaitan dengan pengaruh kondisi operasi oksidasi yang optimum dalam proses

3

Page 14: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

pembuatan pati sukun termodifikasi terhadap daya kembang dan kelarutan yang

dihasilkan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Sukun

Sukun (Artocarpus communis) merupakan tanaman pekarangan yang telah ratusan

tahun dikenal sebagai aman penghijau di Indonesia. Tanaman sukun berasal dari New

Guinea Pasific dan berkembang sampai ke Indonesia. Tanaman ini merupakan tanaman

yang dapat tumbuh subur di daerah tropis, baik pada dataran rendah maupun dataran

tinggi (sampai 1000 m di atas permukaan laut). Tanaman sukun memiliki toleransi dan daya

adaptasi yang tinggi serta tahan terhadap penyakit. Hal ini menyebabkan pohon sukun

tersebar meluas Indonesia. Taksonomi tumbuhan sukun secara lengkap adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Urticales

Famili : Moraceae (suku nangka-nangkaan)

Genus : Artocarpus

Spesies : Artocarpus communis Forst

Sukun merupakan tanaman tahunan yang berbuah musiman dengan panen raya di

bulan Januari-Februari dan panen susulan di bulan Juli-Agustus. Pada usia 4 tahun setelah

tanam, sukun sudah menghasilkan buah yang produksinya bertambah sejalan dengan

pertambahan umur tanaman. Produksi sukun berkisar antara 200-750 buah/pohon/tahun.

4

Page 15: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Sumber: USDA 2004

(a) (b)

Gambar 2.1 Buah Sukun (a) dan pohon sukun (b)

Buah sukun mempunyai potensi sebagai cadangan ketahanan pangan nasional

karena sukun mampu berproduksi sepanjang tahun selain itu buah sukun mengandung gizi

yang tidak kalah dengan jagung maupun umbi-umbian (Irwanto, 2006). Nilai gizi buah

sukun tidak kalah dengan bahan-bahan pangan lainnya yang sering digunakan sebagai

bahan pangan pokok ataupun bahan pangan pokok alternatif di Indonesia. Bahkan dalam

beberapa hal sukun tampak lebih unggul dari bahan pangan lainnya. Dengan demikian

sukun, khususnya tepung sukun mempunyai prospek yang sangat baik sebagai bahan pangan

pengganti gandum.

Tabel 2.1 Perbandingan komposisi buah sukun dengan sumber karbohidrat lain

Menurut Pitojo (2006), sukun merupakan tanaman yang kurang begitu

mendapat perhatian dikalangan masyarakat Indonesia sehingga tanaman ini hanya sekedar

ditanam sebagai tanaman peneduh atau penghijauan dihalaman rumah, areal ladang

dan kebun, sedangkan buahnya dimanfaatkan sebagai bahan makanan, diolah menjadi

5

Page 16: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

berbagai macam makanan, misalnya getuk, klepon, stick, keripik dll. Selain itu sukun juga

telah diolah menjadi berbagai bentuk seperti pati (Akanbi et al., 2011) dan tepung (Olaoye

et al., 2008) yang dimanfaatkan dalam industri makanan. Dalam industri pati sukun telah

digunakan sebagai pengental atau pengisi dalam produk seperti puding, sup, makanan bayi,

es krim dan obat-obatan (Ihekoronye dan Ngoddy, 1985). Mereka juga telah digunakan

dalam salad dressing (Singhal dan Kulkarni,1990), persiapan cookies (Kulp et al., 1991),

pelapis dalam buah-buahan kering, penebalan di pie,sup mixer dan puding instan

(Ihekoronye dan Ngoddy, 1985).

2.2. Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang banyak terdapat

pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, umbi-umbian. Berbagai macam pati tidak sama

sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang (Jane,

1995; Koswara, 2009).

Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering

disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena

itu digunakan untuk identifikasi. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama

yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak Umumnya pati

mengandung 15–30% amilosa, 70–85% amilopektin dan 5–10% material antara. Struktur dan

jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati

tersebut (Banks et al., 1974).

Sumber pati utama di Indonesia adalah beras. Disamping itu dijumpai beberapa

sumber pati lainnya yaitu; jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain

(Tharanathan, 2005). Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak

berbau dan tidak berasa, dimana secara mikroskopik granula pati dibentuk oleh molekul-

molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat (Koswara, 2009; Niba L.L et

al., 2001). Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, dimana ada yang berbentuk

bulat, oval, atau bentuk tak beraturan. Demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron

sampai 150 mikron ini tergantung sumber patinya seperti yang terlihat pada Tabel 2.2.

6

Page 17: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Tabel 2.2 Karakteristik Granula Beberapa Jenis Pati

(Koswara, 2009; Niba L.L et al., 2001).

Pati Tipe Diameter Bentuk

Jagung

Kentang

Biji-bijian

Umbi-umbian

15 μm

33 μm

Melingkar, poligonal

Oval, bulat Gandum

Tapioka

Biji-bijian

Umbi-umbian

15 μm

33 μm

Melingkar, lentikuler

Oval, kerucut potong

Sifat-sifat pati sangat tergantung dari sumber pati itu sendiri. Faktor yang

menentukan sifat pati antara lain yaitu gelatinisasi. Beberapa karakterisasi gelatinisasi dari

pati singkong (tapioka), jagung, kentang, dan gandum seperti yang disajikan pada Tabel

2.3.

Tabel 2.3 Karakterisasi Gelatinisasi Beberapa Jenis Pati

(Koswara, 2009)

PatiSuhu gelatinisasi

Koffer (oC)Suhu pemanasanBrabender (oC)

”Peak” viskositas

Brabender (BU)

Jagung 62-72 75-80 700

Kentang 58-68 60-65 3000

Gandum 58-64 80-85 200

Tapioka 59-69 65-70 1200

2.2.1. Granula Pati

Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butiran) yang

berbeda-beda. Penampakan mikroskopik dari granula pati seperti bentuk, ukuran,

keseragaman, bersifat khas untuk setiap jenis pati. Bentuk butiran pati secara fisik

berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf (Banks et al., 1974).

Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan enzim. Bagian amorf dapat

menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan (Jane,

1995).

7

Page 18: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Pati yang berasal dari biji-bijian tertentu hanya mengandung amilopektin

saja yang dikenal dengan istilah “waxy” atau lilin. Spesies yang penting adalah

sorgum lilin, jagung lilin dan beras lilin (Jane 1995).

2.2.2. Amilosa

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri dari

amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer dengan ikatan α- (1,4)

dari unit glukosa, yang membentuk rantai lurus, yang umumnya dikatakan sebagai

linier dari pati. Meskipun sebenarnya amilase dihidrolisa dengan β- amilase pada

beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil hidrolisis yang sempurna, β- amilase

menghidrolisis amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutus ikatan α-

(1,4) dari ujung non pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa (Hee-Joung

An, 2005).

Suatu karakteristik dari amilosa dalam suatu larutan adalah kecenderungan

membentuk koil yang sangat panjang dan fleksibel yang selalu bergerak

melingkar. Struktur ini mendasari terjadinya interaksi iodamilosa membentuk warna

biru. Dalam masakan, amilosa memberikan efek keras bagi pati (Hee-Joung An, 2005).

Struktur rantai amilosa cenderung membentuk rantai yang linear seperti terlihat pada

Gambar1.

Gambar 2.2 Rumus struktur amilosa

2.2.3. Amilopektin

Amilopektin seperti amilosa juga mempunyai ikatan α-(1,4) pada rantai

lurusnya, serta ikatan β-(1,6) pada titik percabangannya. Struktur rantai amilopektin

cenderung membentuk rantai yang bercabang seperti terlihat pada Gambar 2.

Ikatan percabangan tersebut berjumlah sekitar 4–5 % dari seluruh lkatan yang ada

pada amilopektin (Ann-Charlotte Eliasson, 2004). Biasanya amilopektin mengandung

8

Page 19: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

1000 atau lebih unit molekul glukosa untuk setiap rantai. Berat molekul

amilopektin glukosa untuk setiap rantai bervariasi tergantung pada sumbernya.

Amilopektin pada pati umbi-umbian mengandung sejumlah kecil ester fosfat yang

terikat pada atom karbon ke 6 dari cincin glukosa (Koswara, 2009).

Amilopektin dan amilosa mempunyai sifat fisik yang berbeda. Amilosa lebih

mudah larut dalam air dibandingkan amilopektin. Bila amilosa direaksikan dengan

larutan iod akan membentuk warna biru tua, sedangkan amilopektin akan membentuk

warna merah (Banks et al., 1974).

Dalam produk makanan, amilopektin bersifat merangsang terjadinya

proses mekar (puffing) dimana produk makan yang berasal dari pati yang kandungan

amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah. Kebalikannya

pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang

keras, pejal, karena proses mekarnya terjadi secara terbatas (Hee-Joung An, 2005).

Gambar 2.3 Rumus struktur amilopektin

2.3. Pati Sukun

Seperti halnya pati sumber lain, pati sukun tersusun atas dua kelompok

makromolekuler, yaitu amilosa dan amilopektin. Pada pati sukun, amilosa dan amilopektin

yang terkandung cukup tinggi, yaitu amilosa 22,52 % dan amilopektin 77,48 % (Akanbi et

al., 2011). Dengan kandungan amilosa yang cukup tinggi pada makanan dapat membantu

resiko terkena diabetes dan penyakit cardiovascular (Behall dan Howe, 1995). Amilopektin

yang tinggi pada makanan juga dapat meningkatkan kadar insulin manusia (Behall et al.,

1988).

9

Page 20: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Pati sukun memiliki beberapa kelemahan, diantaranya kelarutan dalam air dan daya

kembang yang masih tergolong rendah dibandingkan dengan pati gandum. Oleh karena itu,

pati sukun ini perlu diolah lebih lanjut untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan tersebut.

Tabel 2.4 Komposisi Pati Sukun

(Akanbi et al., 2011)

Komponen Kadar (%) Komponen Kadar (%)

Protein Kasar 0.53 Lemak 0.39

Air 10.83 Amilosa 22.52

Abu 1.77Amilopektin 77.48

2.4 Modifikasi Pati

Modifikasi adalah suatu cara dengan mengubah sifat-sifat dari suatu produk dengan

tujuan menghasilkan sifat yang lebih baik dari sebelumnya. Pati termodifikasi adalah pati

yang gugus hidroksilnya telah diubah lewat suatu reaksi kimia atau dengan mengganggu

struktur asalnya. Pati diberi perlakuan tertentu dengan tujuan menghasilkan sifat yang lebih

baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk merubah beberapa sifat sebelumnya

atau sifat lainnya. Perlakuan ini dapat mencakup penggunaan panas, asam, alkali, zat

pengoksidasi atau bahan kimia lainnya yang akan menghasilkan gugus kimia baru atau

perubahan bentuk, ukuran serta struktur molekul pati. Pati dapat dimodifikasi melalui cara

hidrolisis, oksidasi, cross-linking atau cross bonding dan subtitusi (Koswara, 2009).

2.4.1. Hidrolisis Asam

Perlakuan pati di bawah titik pembentukan gel pada larutan asam akan

menghasilkan produk dengan viskositas pasta panas yang rendah dan mempunyai

rasio viskositas pasta dingin dan panas yang tinggi dan angka alkali (alkali number)

yang tinggi dari pati-pati alami. Demikian halnya dalam pemecahan granula pati oleh

air panas tidak sama dengan pati alami walaupun mempunyai bentuk granula yang

hampir sama dengan pati alami.

10

Page 21: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Dibandingkan dengan pati aslinya, pati termodifikasi asam menunjukkan

sifat-sifat yang berbeda, seperti (1) penurunan viskositas, sehingga memungkinkan

penggunaan pati dalam jumlah yang lebih besar (2) penurunan kemampuan

pengikatan iodine (3) pengurangan pembengkakan granula selama gelatinisasi (4)

penurunan viskositas intrinsik (5) peningkatan kelarutan dalam air panas di bawah suhu

gelatinisasi (6) suhu gelatinisasi lebih rendah (7) penurunan tekanan osmotik

(penurunan berat molekul) (8) peningkatan rasio viskositas panas terhadap viskositas

dingin dan (9) peningkatan penyerapan NaOH (bilangan alkali lebih tinggi). Akan

tetapi sama seperti pati alami, pati termodifikasi bersifat tidak larut dalam air dingin

(Koswara, 2009). Karakteristik utama dari pati termodifikasi asam ini adalah

kecendurangan untuk rhetrogradasi lebih rendah dibanding pati lainnya (Sriroth, 2002).

Gambar 2.4 Reaksi hidrolisis dengan asam

2.4.2. Hidrolisis Enzim

Hidrolisis disini adalah dengan memecah rantai pada pati baik amilosa

maupun amilopektin. Enzim yang memecah yaitu α - amilase. terdapat pada tanaman,

jaringan mamalia, jaringan mikroba. Dapat juga diisolasi dari Aspergillus

oryzae dan Bacillus subtilis (Niba L.L et al., 2001).

Cara kerja enzim α - amilase terjadi melalui dua tahap, yaitu : pertama,

degradasi amilosa menjadi maltosa dan amiltrotriosa yang terjadi secara acak.

Degradasi ini terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas yang

cepat pula. Kedua, relatif sangat lambat yaitu pembentukan glukosa dan maltosa

sebagai hasil akhir dan caranya tidak acak. Keduanya merupakan kerja enzim α -

amilase pada molekul amilosa (Koswara, 2009). Hal-hal yang mempengaruhi hidrolisa

enzim antara lain konsentrasi asam, temperatur, dan waktu pemasakan (Azeez, 2005).

Laju hidrolisis akan meningkat bila tingkat polimerisasi menurun, dan laju hidrolisis

akan lebih cepat pada rantai lurus. Hidrolisis amilosa lebih cepat dibanding hidrolisis

terhadap amilopektin.

11

Page 22: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

2.4.3. Modifikasi Ikatan Silang (Cross-Linking)

Seperti pada umumnya pati yang dipakai dalam industri ditentukan oleh sifat

rheologi dari pasta pati yang dihasilkan dari pati tersebut seperti viskositas, kekuatan

gel, kejernihan, dan kestabilan rheologi. Cross-linking menguatkan ikatan hidrogen

dalam granula dengan ikatan kimia yang berperan sebagai jembatan diantara molekul-

molekul. Sebagai hasilnya, ketika pati cross-linked dipanaskan dalam air, granula-

granulanya akan mengembang sehingga ikatan hidrogennya akan melemah. Tahapan

proses reaksinya seperti yang ada pada Gambar 2.5 (Miyazaki et al., 2006).

Cross-linking dipakai apabila dibutuhkan pati dengan viskositas tinggi atau

pati dengan ketahanan geser yang baik seperti dalam pembuatan pasta dengan

pemasakan kontinu dan pemasakan cepat pada injeksi uap. Pati ikatan silang dibuat

dengan menambahkan cross-linking agent dalam suspensi pati pada suhu tertentu dan

pH yang sesuai. Dengan sejumlah cross-linking agent, viskositas tertinggi dicapai pada

temperatur pembentukan yang normal dan viskositas ini relatif stabil selama konversi

pati. Peningkatan viskositas mungkin tidak mencapai maksimum tapi secara perlahan-

lahan meningkat sampai pemasakan normal, dan ini tidak untuk semua pati karena ada

bahan lain terdapat dalam pati yang dapat mempercepat dan memperluas

pengembangan misalnya gula (Koswara, 2009).

Untuk menguji sifat-sifat viskositas dari pati yang disebabkan oleh cross-

linking agent dapat dilakukan dengan mengamati pola viskometrik dan suhu. Jadi untuk

produk yang disiapkan untuk membuat makanan asam, salad drysing diperlukan

sejumlah asam organik, agar campuran akhir dapat dipergunakan untuk membentuk

bubur pati sebelum dimasak. Cara ini dapat menghasilkan pati dengan ikatan silang

yang stabil sehingga pada pemanasan pengembangan granula akan lebih lambat

sehingga viskositas akan lebih stabil (Atichokudomchai et al., 2000).

Pada setiap tingkatan konsentrasi ikatan silang dapat diamati pengembangan

granula pati hal ini dapat diamati selama pengolahan. Reaksi yang berlanjut dapat

merusak struktur granula ini sehingga pengolahan produk jadi sukar untuk ditangani.

Jadi apabila dilakukan suatu reaksi kimia maka harus dipergunakan cross-linking agar

produk derivat pati yang dihasilkan dapat diatur sesuai dengan karakteristik

viskositasnya. Berjenis cross-linking agent telah banyak digunakan seperti

hepikhlorohidrin, tri-meta phosphat dimana keduanya sering dipakai untuk pembuatan

12

Page 23: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

makanan dan juga industri pati. Cross-linking agent lain yang banyak dipakai dalam

industri adalah: aldehid, di-aldehid, vynil sulfon, di-aldehid, vynil sulfon, di-epoksida,

bis-hidroksi metil etilen urea, dan lain lain (Koswara 2009).

Gambar 2.5 Reaksi ikatan silang (cross-linking) pada pati

2.4.4. Modifikasi Oksidasi

Pati dapat dioksidasi dengan aktivitas dari beberapa zat pengoksidasi dalam

suasana asam, netral atau larutan alkali. Menurut FDA (Food and Drugs

Administration) zat pengoksidasi diklasifikasikan sebagai pemutih dan oksidant untuk

pemutih yang diizinkan adalah oksigen aktif dari peroksida atau khlorin dari natrium

hipokhlorida, kalium permanganat, ammonium persulfate (Koswara, 2009).

Bila pati telah teroksidasi menjadi produk maka pati ini akan larut dalam air

panas membentuk bagian yang lebih kecil tanpa melalui yang mengandung pati

teroksidasi dalam jumlah besar dan produk ini memperlihatkan kekuatan pereduksi.

Lapisan tipis (film) yang diproduksi oleh larutan ini mempunyai tingkat kekuatan

regangan yang rendah dibandingkan dengan pati tak termodifikasi, hal ini memberikan

beberapa keuntungan seperti bentuk yang transparan dan kekuatan penetrasi dan sifat

ini sangat baik untuk industri kertas, lem dan tekstil (Tharanathan, 2005).

Penurunan viskositas pati karena proses oksidasi akan menyebabkan produk

lebih mudah dioksidasi lagi menjadi turunannya dan pengaruh yang sama dapat

dihasilkan dari oksidasi derivate pati atau menderivatkan pati teroksidasi, misalnya: pati

terposforilasi yang dibuat dengan mempergunakan NaOH dengan produk reaksi dari

epikhlorohidrin dan amina tertier. Produk derivat ini dioksidasi dengan NaOCI,

menghasilkan produk yang sangat baik untuk pelapis kertas (Tharanathan, 2005).

13

Page 24: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Modifikasi pati dengan oksidasi diperoleh sifat pati sebagai berikut, gel yang

mempunyai tingkat kejernihan yang tinggi, mempunyai tingkat regangan yang rendah,

berat molekul rendah, viskositas rendah.

2.5 Sifat-sifat psikokimia dan rheologi produk pati sukun termodifikasi

Beberapa metode yang dapat memodifikasi pati antara lain modifikasi dengan

pemulian tanaman, konversi dengan hidrolisis, cross linking, derivatisasi secara kimia,

merubah menjadi sirup dan gula serta perubahan sifat-sifat fisik. Modifikasi dengan

konversi dimaksudkan untuk mengurangi viskositas dari pati mentah hingga dapat dimasak

dan digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi, pati akan lebih mudah larut dalam

air dingin dan memperbaiki sifat kecenderungan pati untuk membentuk gel atau pasta

(Tharanathan, 2005).

Sifat psikokimia pati yaitu sifat yang menunjukkan morfologi, struktur, dan

kristalinitas dari pati. Sifat ini akan berpengaruh pada granula pati baik dalam bentuk gel,

larutan, maupun kristal. Kandungan amilosa dan amilopektin memilik i pengaruh yang

sangat besar pada sifat fisik pati (Ann-Charlotte Eliasson, 2004). Keduanya saling

berhubungan dalam mengubah maupun membentuk sifat yang berbeda–beda tergantung

pada perlakuannya. Dalam hal ini yang termasuk sifat– sifat psikokimia pati antara lain

kandungan amilosa dan amilopektin, viskositas, gelatinisasi, dan swelling power (Chávez-

Murillo et al., 2008).

Rheologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perubahan bentuk dan aliran bahan

yang biasanya digunakan pada bahan makanan. Rheologi data yang biasa dibutuhkan

dalam industri makanan antara lain (Bemiller et al., 1997).

1. Quality control dari produk akhir

2. Mengevaluasi tekstur makanan

3. Secara fungsional menentukan komposisi dalam meningkatkan produk.

Sifat-sifat psikokimia dan rheologi produk pati termodifikasi seperti: swelling power,

kelarutan, gugus karbonil, dan gugus karboksil memiliki standard tertentu berdasarkan pada

penelitian yang sudah dilakukan terdahulu, seperti yang terlihat pada Tabel.2.5. Faktor-

faktor yang mempengaruhi antara lain: perbandingan amilosa-amilopektin, panjang rantai

dan distribusi berat molekul.

14

Page 25: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Tabel 2.5 Sifat-sifat Psikokimia dan Rheologi Pati Sukun

(Adebowale et al., 2005)

Sifat Psikokimia Value

Swelling Power (g/g) 1.33 ± 0.06

Kelarutan (g/100 g) 48,87 ± 0.02

Alkaline water retention capacity (g/100 g) 1.00 ± 0.00

Gugus Karbonil (%) 0,48

Gugus Karboksil (%) 0,10

Viskositas (cp) 641.75

2.6 Modifikasi Oksidasi dengan Hidrogen Peroksida

Pemakaian H2O2 sebagai pengoksidasi telah banyak diteliti seperti Whistler dan

Schweiger (1959) meneliti pengaruh ph terhadap H2O2 dengan amilopektin, ditemukan

bahwa pengaruh awal adalah terjadinya depolimerasi dan diikuti dengan oksidasi secara

cepat sampai unit akhir dari rantai sampai menghasilkan CO2 dan asam format.

Pengaruh H2O2 terhadap pati sangat tergantung pada proporsi pengoksidasi yang dipakai

dan suhu reaksi dimana aktivitas utamanya melalui degradasi hidroksil.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan oksidasi dengan hidrogen

peroksida

1. Adanya cahaya ultra violet, dapat mengakibatkan peningkatan pembentukan

gugus karbonil dan karboksil dan juga dapat menurunkan viskositas pati (Harmon

et al., 1971).

Tabel 2.6 Kandungan karboksil dan karbonil dari oksidasi H2O2 dengan tanpa UV

Oksidasi Pati Gugus Karboksil

meq asam/g

Persen (%) Gugus karbonil

mmol/g

15

Page 26: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

H2O2 (tanpa UV)

H2O2 (dengan UV)

0.0

0.11

0.0

0.50

0.02

0.22

*) Harmon et al. (1972)

2. Pengaruh adanya katalis, oksidasi yang dilakukan dengan H2O2 dan UV dengan

menambahkan katalis yang berbeda akan memberikan pembentukan karboksil

dan karbonil yang berada seperti yang terlihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Kadar karboksil dan karbonil dari oksidasi dengan hipoklorit dan FeSO4

dengan udanya UV

Pati Oksidasi Gugus Karboksil

meq asam/g

Gugus Karbonil

mmol/gFeSO4Hipoklorit

0.11

0.06

0.13

0.24 *) Harmon et al. (1972)

Dari Tabel 2.7, terlihat bahwa dengan katalis FeSO4 menghasilkan gugus

karboksil lebih tinggi dari hipoklorit dan katalis hipoklorit menghasilkan karbonil

lebih tinggi daripada dengan FeSO4.

3. Pengaruh pH terhadap oksidasi dengan H2O2 dan adanya UV seperti terlihat

pada Tabel 2.8, disini terlihat bahwa ph rendah memberikan hasil yang lebih baik

dibandingkan bila oksidasi dilakukan pada pH tinggi.

Tabel 2.8 Pengaruh pH pada oksidasi pati dengan H2O2 dengan adanya UV

PH Karboksil

(M/100 AGU)

Karbonil

(MFG/100 AGU)

Viskositas

(Centipoises)

3

5

7

9

1.35

1.13

0.85

0.66

2.81

1.58

1.30

1.13

13.81

10.00

9.90

5.57*) Harmon et al. (1972)

Keterangan :

MFG : Mole of Functional group

AGU : Anhydro Glucose Unit of Starch

16

Page 27: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

4. Pengaruh waktu oksidasi, bahwa peninggalkan pembentukan gugus karbonil

dan karboksil terjadi setelah 6 jam dan setelah itu kenaikanya berlansung lambat.

5. Pengaruh konsentrasi dan pemakaian oksidan, disini terlihat bahwa peningkatan

konsentrasi H2O2 berhubungan dengan peningkatan karbonil dan karboksil yang

terbentuk dan menghasilkan degradasi pati yang banyak yang terbukti dengan

menurunnya viskositas pati (Tabel 2.9).

Tabel 2.9 Pengaruh konsentrasi dan pemakaian oksigen

H2O2(mol/0.42AGU)

Karboksil

(MFG/100 AGU)

Karbonil

(MFG/100 AGU)

Viskositas

(Centipoises)

1.0

2.0

3.0

4.0

0.85

2.68

3.57

4.52

5.17

5.92

6.99

10.100

6.30

5.43

5.43

3.60*) Harmon et al. (1972)

17

Page 28: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan yang Digunakan

3.1.1 Bahan Baku

a. Sukun

3.1.2 Bahan Pembantu

a. Aquadest

b. Hidrogen Peroksida (H2O2) 35%

3.2 Alat yang Digunakan

a. Beaker glass

b. Gelas ukur

c. Erlenmeyer

d. Labu Takar

e. Magnetic stirrer

f. Pipet tetes

g. Filter

h. Cawan petri

i. Oven

j. Alat penggiling tepung

k. Neraca timbang

l. Kompor listrik

m. Pengaduk

3.3 Gambar Rangkaian Alat

Penelitian ini menggunakan eksperimen yang dilakukan di laboratorium dimana

secara garis besar tahapan penelitian yang dilakukan ditunjukan sebagaimana yang tertera

pada Gambar 3.1

18

Page 29: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Gambar 3.6 Rangkaian Alat Utama

3.4 Prosedur Percobaan

3.4.1 Analisa Bahan Baku

Analisa proksimat bahan baku terdiri dari :

Kadar Air (AOAC 1995, metode oven) terdapat dalam lampiran A

Kadar Abu (AOAC 1995, metode tanur) terdapat dalam lampiran A

Karbohidrat (by Difference) terdapat dalam lampiran A

Protein (AOAC 1995, metode kjeldahl) terdapat dalam lampiran A

Lemak (AOAC 1995, metode sokhlet) terdapat dalam lampiran A

Swelling Power (metode Leach) terdapat dalam lampiran A

Water Solubility (metode Kainuma) terdapat dalam lampiran A

3.4.2 Parameter Penelitian

1. Variabel kendali

Kecepatan pengadukan (skala 7)

2. Variabel Bebas

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

a) Persentase slurry (wpati

wpati+aquadest): 10%, 20%, 30%

b) Waktu : 30, 60, 90, 120 menit

c) Jumlah oksidator (H2O2) (% berat suspensi pati) : 1%, 2%, 3%

d) Suhu percobaan : 30oC, 40oC, 50 oC

3. Variabel Tak bebas

Variabel tak bebas atau respon dari penelitian ini antara lain:

a) Kelarutan dalam air (water solubility)

19

Page 30: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Ampas sukun

Sawutan sukun

Buah Sukun

b) Daya kembang (swelling power)

3.4.3 Prosedur Penelitian

3.4.3.1 Modifikasi Pati Sukun Menggunakan Teknik Oksidasi

Pati sukun didispersikan di dalam aquadest untuk memperoleh

suspensi dengan kadar pati sesuai variabel yang ditentukan.

Selanjutnya, oksidasi dilakukan pada suhu sesuai variabel dengan

pengadukan secara terus-menerus (Parovuori et al., 1995). Larutan

hidrogen peroksida 35% ditambahkan tetes demi tetes hingga

konsentrasinya dalam suspensi sesuai dengan variabel yang ditentukan.

Reaksi dibiarkan berlangsung selama waktu yang ditentukan pada

variabel. Pati teroksidasi yang diperoleh selanjutnya dicuci dengan

aquadest sebanyak 4 kali, disaring, dikeringkan pada suhu 50oC selama

24 jam.

3.4.3.2 Analisis sifat fungsional pati sukun termodifikasi

Analisis sifat fungsional yang dilakukan pada pati sukun terdiri

dari:

1. Analisa Kelarutan Dalam Air (water solubility)

Kelarutan dalam air dianalisis menurut metode (Kainuma et al,

1967) dan terdapat dalam lampiran A

2. Analisa Daya Kembang (swelling power)

Kemampuan daya kembang dianalisis menurut metode (Leach,

1959) dan terdapat dalam lampiran A

Buah Sukun

Air

Slurry sukun

20

Pembersihan dan Pengupasan

Pencucian dan penyawutan

Penggilingan

Penyaringan

Page 31: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Endapan sukun

Filtrat sukun

Gambar 3.7 Diagram Alir Pembuatan Pati Sukun

21

Pengendapan

H2O2

Analisa Kelarutan Dalam Air

Pati Sukun

Pati Sukun + Aquadest

Pengeringan

Sesuai variabel (20%, 30%, 40%)

Oksidasi

Pencucian

Pengeringan

Pati Termodifikasi

Analisa Daya Kembang

Analisa SEM

Page 32: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Gambar 3.8 Diagram Alir Penelitian

3.5 Analisa Hasil

Analisa hasil yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisa water

solubility, analisa swelling power, serta analisa SEM. Analisa SEM dilakukan untuk

mengetahui perbandingan bentuk dan ukuran granul pati sukun pada kondisi optimum

dan mula-mula.

3.6 Pengolahan Data

Dalam penelitian ini dicari kondisi optimum dalam peningkatan daya

kembang dan kelarutan dalam air pati sukun dengan variabel persentase slurry, waktu

oksidasi, konsentrasi H2O2, dan suhu reaksi oksidasi. Data yang diperoleh ditampilkan

dalam bentuk tabel.

22

Analisa hasil dan analisa data

Produk Olahan.Contoh: roti, kue, dsb

Page 33: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini diawali dengan melakukan analisis sifat fungsional pati sukun yang

tercermin dari sifat fisiko-kimia dari pati tersebut.

4.1 Analisa Proksimat dan Sifat-Sifat Fungsional Pati SukunHasil analisis proksimat untuk pati sukun tanpa modifikasi, pati sukun

termodifikasi, serta standar SNI tepung terigu dicantumkan dalam tabel 4.1 berikut

ini.

Tabel 4.10 Kandungan nutrisi Pati Sukun

KomponenPati Sukun Tanpa

ModifikasiaPati Sukun

Termodifikasia Tepung Terigub

Karbohidrat 80,4735% 88,3575% -

Protein 0,5667% 0,3416% Min 7,0%

Lemak 3,5085% 2,6753% -

Abu 0,5167% 0,2862% Maks. 0,70%

Air 14,9346% 8,3394% Maks. 14,5%

*) Sumber : a) Penelitian ini, b) SNI Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan (2009)

Dari tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa pada pati sukun baik yang belum

maupun sudah dimodifikasi memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi.

Apabila ditinjau dari segi kadar air, pati sukun tanpa modifikasi belum memenuhi

standar yang ditentukan pada tepung terigu yang dikonsumsi di Indonesia, yakni harus

di bawah 14,5%. Sedangkan kadar air pati sukun termodifikasi telah memenuhi

23

Page 34: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

standar yang telah ditentukan. Untuk kadar abu baik pati sukun tanpa modifikasi

maupun yang termodifikasi telah sesuai dengan SNI tepung terigu, yaitu maksimal

0,7%. Sedangkan kadar protein kedua pati sukun tersebut masih dibawah standar yang

ditentukan, yaitu minimal 7%.

Tabel 4.11 Sifat Fungsional Pati Sukun tanpa Modifikasi dan Tepung Gandum

Jenis Tepung Swelling Power (g/g) Water Solubility (%)

Pati Sukuna 2,3 0,95

Gandum Amerikab 6,8 – 7,9 6,3 – 7,3

Gandum Koreab 7,8 – 9,3 7,3 – 8,5

*) Sumber : a) Penelitian ini, b) Kumoro, dkk. (2012)

Daya kembang pati (swelling power) merupakan peristiwa pertambahan

volume dan berat maksimum yang dialami pati alami dalam air (Baah, 2009).

Menurut Zulaidah (2011), swelling power merupakan sifat yang mencirikan daya

kembang suatu bahan yang berkaitan dengan kekuatan tepung. Dengan tingginya

swelling power, maka pati juga akan mempunyai kelarutan dalam air (water

solubility) yang tinggi pula (Sasaki dan Matsuki, 1998). Tabel 4.2 menunjukkan

bahwa swelling power dan water solubility pati sukun lebih rendah jika dibandingkan

dengan tepung gandum.

Nilai swelling power yang tinggi diperlukan untuk produk pangan yang dibuat

melalui pembuatan adonan lebih dahulu seperti donat, bakpao, mie, dan lain-lain

karena mempengaruhi terjadinya proses mekar (puffing). Jika suatu bahan pangan

cenderung membentuk gel ketika kontak dengan air, maka bahan pangan tersebut

tidak cocok untuk membuat adonan (Udensi et al., 2008).

4.2 Pengaruh Proses Modifikasi Pati Sukun dengan Cara Oksidasi Terhadap Daya Kembang (Swelling Power) dan Kelarutan Pati dalam Air (Water Solubility)

Dalam proses modifikasi ini, persentase slurry yang digunakan adalah 10%,

20%, dan 30%; waktu operasi selama 30, 60, 90, dan 120 menit; jumlah oksidator 1%,

24

Page 35: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

2%, dan 3% berat pati; dan suhu operasi yang digunakan 30oC, 40oC, dan 50oC.

Pengaruh variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

4.2.1. Pengaruh Persentase Slurry Terhadap Daya Kembang (Swelling Power) dan Kelarutan Pati dalam Air (Water Solubility)

Dalam modifikasi pati sukun ini, dilakukan dengan mereaksikan H2O2

konsentrasi 2% dari berat pati sebagai oksidator. Waktu operasi bervariasi

antara 30-120 menit dengan persentase slurry 10%, 20%, dan 30%. Pada

pencampuran dengan persentase slurry sebesar 40% pengadukan sudah tidak

dapat dilakukan sehingga persentase slurry ini tidak dapat digunakan.

Hasil percobaan mengenai pengaruh persentase slurry terhadap daya

kembang dan kelarutan dalam air pati termodifikasi pada temperatur 30oC

dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.12 Pengaruh Persentase Slurry terhadap Daya Kembang dan Kelarutan dalam Air Pati Sukun Termodifikasi pada Temperatur 30oC

Persentase

Slurry

Waktu Operasi

(menit)

Swelling Power

(g/g)

Water Solubility

(%)

10%

30 2,5 1,12

60 2,48 0,97

90 2,42 1,01

120 2,37 1,43

20%

30 2,98* 1,64*

60 2,89 1,23

90 2,41 1.42

120 2,44 1,18

30%

30 2,36 1,29

60 2,51 1,23

90 2,43 1,44

120 2,35 0,97

*) Kondisi Optimum Swelling Power dan Water Solubility Pati Oksidasi

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai swelling power pada oksidasi pati

sukun secara umum cenderung meningkat pada 30 menit pertama kemudian

terus menurun hingga waktu oksidasi 120 menit. Hal ini sama seperti yang

25

Page 36: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

terjadi pada penelitian Sangseethong (2010) dengan bahan tepung singkong

dimana oksidasi oleh H2O2 optimum dalam waktu 30 menit pertama.

Oksidasi diawali dengan terbentuknya radikal bebas –OH sebagai agen

pengoksidasi yang kemudian masuk ke dalam granul pati dan mengoksidasi

gugus hidroksil menjadi karbonil dan karboksil. Radikal bebas –OH akan

menyerang area amorf (amilosa) lebih dulu karena rantainya yang berbentuk

linear menjadikannya lebih mudah diserang dibandingkan rantai amilopektin

yang bercabang (Sandhu et al., 2008). Pada kondisi amilosa terdepolimerisasi,

dimana rantai panjang polimer pati diputus menjadi polimer dengan rantai

molekul yang lebih pendek dalam jumlah yang lebih banyak (Kuakpetoon

dkk., 2006), air akan terserap ke dalam area kristalin pati (amilopektin)

sehingga dapat meningkatkan nilai daya kembangnya (Wang and Wang,

2003).

Namun, ketika oksidasi terus berlanjut melewati waktu 30 menit, rantai

amilopektin akan terdepolimerisasi. Ketiadaan molekul amilopektin pada

struktur pati menyebabkan tidak ada lagi yang dapat menyerap dan

memerangkap molekul air sehingga nilai swelling powernya menurun (Lawal,

2004). Pada persentase slurry 20%, nilai swelling power yang diperoleh lebih

tinggi dibanding persentase slurry 10%, dikarenakan konsentrasi amilopektin

pada persentase slurry 20% lebih tinggi daripada 10%. Chan, et al. (2009)

menyebutkan bahwa konsentrasi amilopektin yang tinggi dapat meningkatkan

nilai swelling power sedangkan keberadaan amilosa dapat menurunkan nilai

swelling power.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa semakin lama waktu

operasi, maka water solubility yang dihasilkan cenderung stabil. Tetapi pada

persentase slurry 20% dan waktu oksidasi 30 menit, nilai kelarutan pati dalam

air dapat meningkat, kemudian mengalami penurunan pada persentase slurry

30% dan waktu oksidasi 60, 90, dan 120 menit. Peningkatan kelarutan pada

awal proses diakibatkan adanya amilosa yang terlepas dari rantai pati

(Kuakpetoon dkk., 2006).

Sedangkan penurunan kelarutan saat suspensi 30% diduga akibat

terjadinya konversi gugus karbonil menjadi gugus karboksil (oksidasi lanjut)

yang rentan terhadap pembentukan cross-linking di antara intra molekulnya.

Ikatan ini diduga menghambat keluarnya amilosa yang telah terpotong dari

26

Page 37: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

rantai pati (terperangkap), sehingga nilai kelarutan tepung dalam air menjadi

lebih rendah (Chan et al., 2009 dan Tethool et al., 2012).

Pada penelitian ini dijumpai kondisi terbaik untuk proses oksidasi yaitu

dengan suspensi 20% dan waktu oksidasi 30 menit dengan nilai swelling

power tertinggi 2,98 g/g dan water solubility 1,64%.

4.2.2. Pengaruh Oksidator (H2O2) Terhadap Daya Kembang (Swelling Power)

dan Kelarutan Pati dalam Air (Water Solubility)

Dalam modifikasi pati sukun ini, dilakukan dengan proses oksidasi

pada kondisi optimum yaitu suspensi pati 20% dengan waktu oksidasi 30

menit. Perbandingan H2O2 yang digunakan adalah 1%, 2%, dan 3%. Hasil

percobaan mengenai pengaruh H2O2 terhadap daya kembang (swelling power)

dan kelarutan dalam air (water solubility) dapat dilihat dalam tabel 4.4.

Tabel 4.13 Pengaruh H2O2 terhadap Daya Kembang (swelling power) dan Kelarutan dalam Air (water solubility) Pati Sukun Termodifikasi

H2O2 (% berat pati) Swelling Power (g/g) Water Solubility (%)

1 2,96 1,59

2 2,98* 1,64*

3 2,97 1,61

*) Kondisi Optimum Swelling Power dan Water Solubility Pati Oksidasi

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa daya kembang (swelling power) pati

meningkat hingga konsentrasi H2O2 2% berat pati kemudian menurun pada

konsentrasi 3% berat pati. Selama proses oksidasi, gugus hidroksil dari

molekul pati akan dioksidasi menjadi gugus karbonil dan karboksil.

Kuakpetoon dan Wang (2006) serta El-Sheikh dkk. (2010) mengemukakan

urutan reaksi dari gugus hidroksil pada molekul pati adalah pertama-tama

dioksidasi menjadi gugus karbonil dan selanjutnya gugus karboksil.

Pada waktu proses yang sama yaitu 30 menit, nilai swelling power dari

penggunaan konsentrasi oksidator 2% terlihat lebih tinggi dibandingkan

27

Page 38: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

konsentrasi 1% maupun 3%. Hal ini diakibatkan oleh konsentrasi oksidator

yang tinggi menyebabkan terjadinya oksidasi lanjut yaitu konversi gugus

hidroksil dari molekul amilosa dan amilopektin menjadi karbonil kemudian

menjadi gugus karboksil. Ketiadaan molekul amilopektin pada struktur pati

menyebabkan tidak ada lagi molekul yang dapat menyerap dan memerangkap

molekul air sehingga menyebabkan rendahnya nilai swelling power (Lawal,

2004).

Tabel 4.4 juga menunjukkan pengaruh konsentrasi H2O2 pati

teroksidasi terhadap kelarutan pati (water solubility). Meningkatnya

konsentrasi H2O2 dapat menyebabkan meningkatnya water solubility.

Peningkatan kelarutan diakibatkan adanya amilosa yang terlepas dari rantai

pati (Kuakpetoon dkk., 2006). Namun pada saat penggunaan oksidator H2O2

sebesar 3%, nilai water solubility mengalami penurunan. Hal ini diduga akibat

terjadinya oksidasi lanjut, yaitu terjadinya konversi gugus karbonil menjadi

gugus karboksil. Penggunaan konsentrasi oksidator yang tinggi menyebabkan

proses oksidasi lanjut menjadi rentan terhadap pembentukan cross-linking di

antara intra molekulnya. Ikatan ini menyebabkan amilosa yang telah terpecah

dari rantai pati terperangkap dan menjadi terhambat untuk keluar, sehingga

nilai water solubility menjadi lebih rendah (Chan dkk., 2009 dan Tethool dkk.,

2012).

Di sisi lain, penggunaan H2O2 berkonsentrasi tinggi (3%) dalam proses

oksidasi dinilai kurang optimum. Selain menurunkan nilai water solubility,

kadar H2O2 tersebut mendekati batas maksimum yang diijinkan pada makanan

(3%) (Centre for Food Safety, 2006). Pada penggunaan H2O2 dengan

konsentrasi rendah (1%), oksidator akan kesulitan menembus struktur granul

pati (Wing and Willet, 1997) sehingga hal ini diduga menyebabkan reaksi

berlangsung secara perlahan.

4.2.3. Pengaruh Suhu Oksidasi Terhadap Daya Kembang (Swelling Power) dan

Kelarutan Pati dalam Air (Water Solubility)

Dalam modifikasi pati sukun ini, dilakukan dengan proses oksidasi

pada kondisi optimum yaitu suspensi pati 20% dengan konsentrasi H2O2 2%

dari suspensi selama 30 menit serta suhu oksidasi divariasikan 30oC, 40oC, dan

28

Page 39: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

50oC. Pada suhu 60oC oksidasi tidak dapat dilakukan karena pati sukun

mengalami gelatinisasi pada suhu 60oC. Hasil percobaan mengenai pengaruh

suhu oksidasi terhadap daya kembang (swelling power) dan kelarutan dalam

air pati sukun termodifikasi (water solubility) dapat dilihat dalam tabel 4.5.

Tabel 4.14 Pengaruh Suhu Oksidasi terhadap daya kembang (swelling power) dan kelarutan dalam air (water solubility) Pati Sukun Termodifikasi

Suhu Oksidasi (oC) Swelling Power (g/g) Water Solubility (%)

30 2,98 1,64

40 3,17 2,17

50 3,67* 2,69*

*) Kondisi Optimum Swelling Power dan Water Solubility Pati Oksidasi

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai swelling power pada suhu oksidasi

50C lebih tinggi dibandingkan pada suhu oksidasi 40C dan 30oC. Fenomena

yang sama juga ditemukan pada oksidasi pati Peruvian Carrot oleh Matsuguma

et al. (2009). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa aktivitas oksidator

meningkat seiring dengan kenaikan temperatur, sehingga struktur kristalin dari

amilosa dapat dipecahkan dan amilopektin dapat mengabsorpsi air dari sistem

sehingga meningkatkan daya kembang (swelling power).

Tabel 4.5 juga menunjukkan pengaruh suhu oksidasi pati sukun

teroksidasi terhadap kelarutan pati. Suhu merupakan salah satu faktor yang

turut menentukan besarnya nilai kelarutan, dimana semakin tinggi suhu maka

kelarutan akan semakin meningkat. Sifat kelarutan pati dalam air dipengaruhi

oleh fraksi amilosa yang terlepas dari rantai pati (Matsuguma et al., 2009).

Peningkatan temperatur menyebabkan energi kinetik molekul air menjadi lebih

kuat daripada daya tarik molekul sehingga air dapat masuk ke granula pati

yang mengakibatkan banyaknya fraksi amilosa yang terlepas sehingga nilai

kelarutan meningkat (Alam dan Hasnain, 2009).

29

Page 40: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Dari hasil penelitian dipilih kondisi terbaik untuk proses oksidasi yaitu

pada suhu 50oC dengan nilai swelling power 3,67 g/g dan water solubility

2,69% karena lebih efektif dalam pengoperasiannya.

4.3 Perbandingan Sifat-Sifat Fungsional Pati Sukun Termodifikasi dengan Tepung

30

Page 41: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Gandum

Hasil analisis sifat-sifat fungsional pati sukun termodifikasi dapat disajikan

dalam tabel 4.6.

Tabel 4.15 Sifat Fungsional Pati Sukun Termodifikasi dan Tepung Gandum

Jenis Tepung Swelling Power (g/g) Water Solubility (%)

Pati Sukun Termodifikasia 3,67 2,69

Gandum Amerikab 6,8 – 7,9 6,3 – 7,3

Gandum Koreab 7,8 – 9,3 7,3 – 8,5

*) Sumber : a) Penelitian ini, b) Kumoro, dkk. (2012)

Swelling power menunjukkan informasi tentang jumlah air yang dapat diserap

oleh 1 gram butir pati jika berada dalam jumlah air yang berlebihan pada suhu tinggi.

Dengan tingginya swelling power, maka pati juga akan mempunyai kelarutan dalam

air (water solubility) yang tinggi pula (Sasaki dan Matsuki, 1998).

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa swelling power dan water solubility pati sukun

termodifikasi memiliki nilai lebih rendah jika dibandingkan dengan tepung gandum.

Nilai swelling power pati sukun termodifikasi yaitu 3,67 g/g masih terpaut cukup jauh

dengan tepung gandum korea yang memiliki nilai swelling power antara 7,8 – 9,3 g/g.

Nilai swelling power yang tinggi diperlukan untuk produk pangan yang dibuat melalui

pembuatan adonan lebih dahulu seperti donat, bakpao, mie, dan lain-lain karena

mempengaruhi terjadinya proses mekar (puffing). Jika suatu bahan pangan cenderung

membentuk gel, ketika kontak dengan air maka bahan pangan tersebut tidak cocok

untuk membuat adonan (Udensi et al.,2008). Selain itu nilai water solubility pati

sukun termodifikasi yaitu 2,69 % dimana nilai tersebut masih lebih rendah dari water

solubility tepung gandum Amerika yaitu 6,3 – 7,3 % dan tepung gandum korea yaitu

7,3 – 8,5 %. Jadi dapat disimpulkan bahwa meskipun nilai swelling power dan water

solubility pati sukun mengalami peningkatan setelah dioksidasi, namun nilainya masih

31

Page 42: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

lebih rendah dibandingkan dengan tepung terigu, sehingga pati sukun belum mampu

menjadi makanan pokok pengganti tepung terigu.

4.4 Bentuk dan Ukuran Granula Pati

Dalam modifikasi pati sukun ini, dilakukan dengan proses oksidasi pada

kondisi optimum yaitu suspensi pati 20% dengan konsentrasi H2O2 2% dari suspensi

selama 30 menit serta pada suhu 50oC. Hasil analisa SEM pada pati sukun yang belum

termodifikasi dan pati sukun yang sudah dioksidasi dapat dilihat pada gambar 4.1 dan

tabel 4.7.

(a) (b)

Gambar 4.9 Analisa SEM (5000x) untuk (a) pati sukun belum termodifikasi dan (b) pati sukun teroksidasi

Tabel 4.16 Tabel Ukuran Granula Pati

Jenis Tepung Ukuran Granula (µm)

Pati Sukun 3,957 – 8,170

Pati Sukun Termodifikasi 2,396 – 8,940

Ukuran dan distribusi granula pati penting untuk beberapa aplikasi (Wang,

1983). Ukuran dan distribusi granula pati ini tergantung pada sumber alam dan jenis

tanamannya (Moorthy, 2002). Morfologi permukaan pati sukun diamati menggunakan

SEM (Scanning Electron Micrograph) dengan pembesaran 5000 kali. SEM sangat

32

Page 43: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

cocok digunakan dalam situasi yang membutuhkan pengamatan permukaan kasar

dengan pembesaran 20 kali sampai 500.000 kali.

Sampel yang digunakan pada analisa SEM ini adalah pati sukun yang belum

termodifikasi dan pati sukun yang telah dimodifikasi dengan cara oksidasi. Secara

umum, bentuk granula pati adalah bulat dan oval. Granula pati selama modifikasi

akan pecah menjadi komponen-komponen yang tidak beraturan bentuknya (Swinkels,

1985). Berdasarkan hasil pengamatan tidak terdapat perbedaan yang signifikan

diantara keduanya, namun bila dicermati granula pati sukun teroksidasi memiliki

ukuran yang sedikit lebih kecil dibandingkan dengan granula pati sukun sebelum

dimodifikasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tethool et al. (2012), lebih

besarnya ukuran granula pati dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan

amilopektinnya. Fraksi amilosa membentuk bagian amorf granula dan menyebabkan

ukuran granula cenderung besar. Sementara rantai cabang amilopektin menyebabkan

granula membentuk kristalin dengan ukuran lebih kecil, sehingga ukuran granula pati

cenderung lebih kecil.

4.5 Aplikasi Pati Sukun Teroksidasi pada Roti

Untuk memperluas aplikasi pembuatan makanan berbahan dasar pati sukun,

beberapa syarat harus dipenuhi, baik dari segi teknis, sifat fungsional, maupun sifat

organoleptis. Untuk mengetahui sifat organoleptis dari pati sukun yang dihasilkan,

maka dilakukan percobaan dengan pembuatan roti. Roti diproduksi dengan

menggunakan 100% tepung terigu, 100% pati sukun asli, 100% pati sukun

teroksidasi, dan 50% pati sukun termodifikasi yang dicampur dengan 50% tepung

terigu. Hasil yang dihasilkan dalam percobaan disajikan pada gambar 4.2 berikut.

33

Page 44: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Gambar 4.10 Roti yang dihasilkan dengan bahan 100% tepung terigu (a), 100% pati sukun asli (b), 50% pati sukun termodifikasi dengan 50% tepung terigu (c), dan 100%

pati sukun teroksidasi (d)

Gambar 4.11 Hasil analisa organoleptis roti

Dari gambar 4.2 dapat diketahui kondisi roti yang dihasilkan secara visual.

Roti yang diproduksi dengan bahan 100% pati sukun asli tampak lebih memadat

dibandingkan roti yang lain. Untuk evaluasi dari segi warna, aroma, tekstur maupun

rasa, roti diuji oleh 20 orang panelis yang diminta memberikan skor dengan range 1

sampai 5, dan hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.3. Roti yang dibuat dengan bahan

dasar tepung terigu dinilai yang paling baik dibandingkan roti lainnya. Namun roti

dari campuran pati sukun termodifikasi dengan tepung terigu masih dianggap lebih

baik dibanding roti yang terbuat dari pati sukun asli maupun modifikasi. Roti

berbahan dasar pati sukun asli dinilai kurang sesuai dengan keinginan konsumen baik

dari segi warna, rasa, aroma maupun teksturnya. Berdasarkan analisa statistik dengan

p<0,05, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari keempat jenis roti

tersebut, baik dari segi rasa, warna, aroma, dan tekstur meskipun terdapat perbedaan

34

01234

warnaaromateksturrasa

Nila

i

Page 45: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

skor terbilang kecil. Jadi dapat disimpulkan bahwa pati sukun baik yang sebelum

maupun setelah dimodifikasi belum mampu menggantikan tepung terigu dalam

pembuatan roti.

BAB 5

PENUTUP

5.1 KesimpulanDari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa proses modifikasi pati

sukun dengan proses oksidasi dengan menggunakan H2O2 berpengaruh terhadap nilai

swelling power dan water solubility pati hasil modifikasi. Penggunaan persentase

slurry 20%, konsentrasi H2O2 2% dan temperatur 50oC pada waktu oksidasi 30 menit

memberikan hasil yang paling optimum ditinjau dari daya kembang (swelling power)

dengan nilai 3,67 g/g dan kelarutannya dalam air yaitu 2,69%. Nilai daya kembang

(swelling power) dan kelarutan pati sukun teroksidasi lebih tinggi dibandingkan

dengan pati asalnya, yaitu berturut-turut 2,3 g/g dan 0,95%. Hasil analisa SEM

menunjukkan bahwa ukuran granula pati sukun termodifikasi lebih kecil

dibandingkan dengan pati sukun murni dengan nilai berturut-turut sebesar 2,396 μm –

8,940 μm dan 3,957 μm – 8,170 μm. Pemanfaatan pati sukun sebagai alternatif

pengganti tepung terigu belum dapat dilakukan karena berdasarkan hasil uji

organoleptis pada roti berbahan baku pati sukun teroksidasi, menunjukkan bahwa dari

segi warna, aroma, tekstur, dan rasa belum dapat menyerupai roti dari tepung terigu.

5.2 Saran1. Menjaga suhu oksidasi konsisten supaya tidak mengakibatkan gelatinisasi pati

termodifikasi.

2. Modifikasi pati sukun sebaiknya dikembangkan dengan metode lainnya untuk

memperbaiki nilai swelling power dan water solubility nya.

35

Page 46: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

DAFTAR PUSTAKA

Adebowale, K.O. et al., 2005. Functional properties of native, physically and chemically modified breadfruit (Artocarpus artilis) starch. Industrial Crops and Products, 21(3), pp.343–351.

Alam, F. & Hasnain, A., 2009. Studies on Swelling and Solubility of Modified Starch from Taro (Colocasia esculenta): Effect of pH and Temperature. Agriculturae conspectus scientificus, 74(1), pp.45–50.

Ann-Charlotte Eliasson, 2004. Starch in food Woodhead Publishing Limited Cambridge England,

AOAC, 1990. AOAC: Official Methods of Analysis (Volume 1).

APTINDO, 2014. Overview Indonesia Aptindo (Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia).

Ariyanti, D. & Budiyati, S., 2013. Pengaruh Konsistensi Suspensi Dan Konsentrasi Oksidator H 2 O 2 Terhadap Sifat Fungsional Tepung Umbi Talas Bogor (Colocasia esculentum (L) Schott) Teroksidasi. , (L), pp.1–5.

Atichokudomchai, N., Shobsngob, S. & Varavinit, S., 2000. Morphological Properties of Acid-modified. , 52, pp.283–289.

Azeez, O.S., 2005. Production of Dextrins from Cassava Starch. , (7), pp.9–16.

Badrie, N. & Broomes, J., 2010. Beneficial uses of Breadfruit ( Artocarpus altilis ): Nutritional , Medicinal and Other Uses First Edit., Elsevier Inc.

Banks, W., Greenwood, C.T. & Muir, D.D., 1974. ale starKe starch. , (9).

Behall, K.M. and Howe, J.C. 1995. Effect of long-term consumption of amylose vs amylopectin starch on metabolic variables in human subjects. American Journal of Clinical Nutrition 61:334–340.

Behall, K.M., Scholfield, D.J. and Canary, J. 1988. Effect of starch structure on glucose and insulin responses in adults. American Journal of Clinical Nutrition 47:428–432.

36

Page 47: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Bemiller, J.N., Lafayette, W. & In, U.S.A., 1997. 1 U bersichtsbeitrag / Review Starch Modification : Challenges and Prospects *. , 49(4), pp.127–131.

BPS, 2013. Badan Pusat Statistik.

Budiyati, C.S. & Ariyanti, D., 2014. Oksidasi Tepung Umbi Talas dengan Hidrogen Peroksida. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, pp.1–8.

Centre of Food Safety, 2006. Use of Hydrogen Peroxide in Food. , pp.11–12.

Chan, H.T., Bhat, R. & Karim, A. a., 2009. Physicochemical and functional properties of ozone-oxidized starch. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 57(13), pp.5965–5970.

Chávez-Murillo, C.E., Wang, Y.-J. & Bello-Pérez, L. a., 2008. Morphological, Physicochemical and Structural Characteristics of Oxidized Barley and Corn Starches. Starch - Stärke, 60(11), pp.634–645.

D. B. Faustina, 2009. Characterization of water yam (Dioscorea Alata) for existing and potential food product. , pp.1–134.

Dias, A.R.G. et al., 2011. Oxidation of fermented cassava starch using hydrogen peroxide. Carbohydrate Polymers, 86(1), pp.185–191.

El-Sheikh, M. a., Ramadan, M. a. & El-Shafie, A., 2010. Photo-oxidation of rice starch. Part I: Using hydrogen peroxide. Carbohydrate Polymers, 80(1), pp.266–269.

Harmon, B.R.E. & Gupta, S.K., 1971. Oxidation of Starch by Hydrogen Peroxide in the Presence of UV Light-Part I. , pp.347–349.

Harmon, B.R.E. & Gupta, S.K., 1972. Oxidation of Starch by Hydrogen Peroxide in the Presence of UV Light-Part I I *. , 45(1), pp.1970–1973.

Hee-Joung An, 2005. Effects Of Ozonation And Addition Of Amino Acids On Properties Of Rice Starches. Dissertation Submitted to the Graduate Faculty of the Louisiana state University and Agricultural and Mechanical College.

Ihekoronye, A.I. and Ngoddy, P.O. 1985. Integrated Food Science and Technology for the Tropics. Macmillan Publishers Ltd., London and Basingstoke. pp. 15-22

Irwanto.2006. Pengembangan Tanaman Sukun.

Jane, J., 1995. Starch Properties, Modifications, and Applications. Journal of Macromolecular Science, Part A, 32(4), pp.751–757.

Kainuma K, Odat T, Cuzuki S (1967). Study of starch phosphates monoesters. J. Technol, Soc. Starch 14: 24 – 28.

Koswara, S., 2009. Teknologi Modifikasi Pati.

37

Page 48: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Kuakpetoon, D. & Wang, Y.J., 2006. Structural characteristics and physicochemical properties of oxidized corn starches varying in amylose content. Carbohydrate Research, 341, pp.1896–1915.

Kulp, K., Olewink, M., Manhattan, K. and Lorenz, K.1994. Starch functionality in cookie system. Starch and Starke 42 (4):53-57.

Kumoro, A.C. et al., 2012. Water solubility, swelling and gelatinization properties of raw and ginger oil modified gadung (Dioscorea hispida dennst) flour. Research Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology, 4(17), pp.2854–2860.

Lawal, O. S., 2004, Composition, physicochemical properties and retrogradation characteristics of native, oxidized, acetylated and acid-thinned new cocoyam (Xanthosoma sagittifolium) starch. Food Chemistry, 87, 205-218.

Leach HW, Mc Cowen LD, Schoch TJ (1959). Structure of the starch granules. In: swelling and solubility patterns of various starches.Cereal Chem. 36: 534 – 544.

Matsuguma, L.S. et al., 2009. Characterization of native and oxidized starches of two varieties of Peruvian carrot (Arracacia xanthorrhiza, B.) from two production areas of Paraná state, Brazil. Brazilian Archives of Biology and Technology, 52(3), pp.701–713.

Miyazaki, M. et al., 2006. Recent advances in application of modified starches for breadmaking. Trends in Food Science & Technology, 17(11), pp.591–599.

Moorthy, S.N., 2002. Physicochemical and functional properties of tropical tuber starches: A review. Starch - Stärke, 54(12), pp.559–596.

Mutmainah, F., Rahadian, D. & Amanto, B.S., 2013. Kajian Karakteristik Fisikokimia Tepung Sukun (Artocarpus communis) Termodifikasi dengan Variasi Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Asetat. , 2(4).

Niba L.L., Bokanga, Jackson, S., 2001. Physicochemical Properties and Starch Granular Characteristics of Flour from Various Manihot Esculenta ( Cassava ) Genotypes. , 67(5), pp.1701–1705.

Olaoye, O.A. and Onilude, A.A. 2008. Microbiological, proximate analysis and sensory evaluation of baked products from blends of wheat-breadfruit flours. African Journal of Food, Agriculture, Nutrition and Development 8: 192-203

Parovuori, P. & Hamunen, A., 1995. Oxidation of Potato Starch by Hydrogen Peroxide. , pp.19–23.

Pitojo. 2006. Sukun. Kanisius. Yogyakarta.

Pudjihastuti, I., 2010. Pengaruh Proses Inovatif Kombinasi Reaksi Hidrolisis Asam dan Reaksi Photokimia UV untuk Produksi Pati Termodifikasi Dari Tapioka. , pp.1–39.

Sandhu, H.S. et al., 2008. The future of farming: The value of ecosystem services in conventional and organic arable land. An experimental approach. Ecological Economics,

38

Page 49: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

64(4), pp.835–848.

Sangseethong, K., Termvejsayanon, N. & Sriroth, K., 2010. Characterization of physicochemical properties of hypochlorite- and peroxide-oxidized cassava starches. Carbohydrate Polymers, 82(2), pp.446–453.

Sari, D.P., Siregar, D.M. & Sumardiono, S., 2012. Modifikasi Tapioka Dengan Kombinasi Proses Hidrolisa Meningkatkan Daya Kembang. , 1(1), pp.86–91.

Sasaki, T. & Matsuki, J., 1998. Effect of wheat strach structure on swelling power. Cereal Chemistry, 75(4), p.75(4): 525–529.

Singh, A., Kumar, S. and Singh, I.S. 1991. Functional properties of jackfruit seed flour. Lebensmittle Wissenschaft and Technologie 24: 373–374

Sriroth, K. et al., 2000. Cassava Starch Technology : The Thai Experience. , 52, pp.439–449.

Swinkels, J.J.M., 1985. Composition and Properties of Commercial Native Starches. Starch, 37(1), pp.1–5.

Tethool, E.F., Jading, A. & Santoso, B., 2012. Characterization of Physicochemical and Baking Expansion Properties of Oxidized Sago Starch Using Hydrogen Peroxide and Sodium Hypochlorite Catalyzed By UV Irradiation. , 6088, pp.1–11.

Tharanathan, R.N., 2005. Starch--value addition by modification. Critical reviews in food science and nutrition, 45(5), pp.371–84.

Tolvanen, P. et al., 2009. Kinetics of starch oxidation using hydrogen peroxide as an environmentally friendly oxidant and an iron complex as a catalyst. Chemical Engineering Journal, 154(1-3), pp.52–59.

Udensi, E. a, Oselebe, H.O. & Iweala, O.O., 2008. The Investigation of Chemical Composition and Functional Properties of Water Yam ( Dioscorea alata ): Effect of Varietal Differences. , 7(2), pp.342–344.

USDA.2004.United States Departement of Agriculture. http://ndb.nal.usda.gov/ndb/

Wandsnider, L., 1997. The Roasted and the Boiled : Food Composition and Heat Treatment with Special Emphasis on Pit- Hearth Cooking The Roasted and the Boiled : Food Composition.

Wang, J.-K., 1983. Taro. A review of Colocasia esculenta and its potentials.

Wang, Y.J. & Wang, L., 2003. Physicochemical properties of common and waxy corn starches oxidized by different levels of sodium hypochlorite. Carbohydrate Polymers, 52, pp.207–217.

Wing, R.E. & Willett, J.L., 1997. Water soluble oxidized starches by peroxide reactive extrusion. Industrial Crops and Products, 7(1), pp.45–52.

39

Page 50: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Zulaidah, A., 2011. Modifikasi Ubi Kayu Secara Biologi Menggunakan Starter Bimo-CF menjadi Tepung Termodifikasi Pengganti Gandum. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Universitas Stuttgart, pp.1–173.

40

Page 51: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

LAMPIRAN

A. PROSEDUR ANALISA

1. Kadar Air (AOAC 1995, metode oven)

Penentuan kadar air dilakukan dengan metode oven (AOAC 1995). Cawan aluminium

dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10

menit, kemudian ditimbang. Sebanyak 4-5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan

dan dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam atau hingga mencapai berat

konstan. Cawan dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan

ditimbang. Cawan dimasukkan kembali dalam oven sampai diperoleh berat konstan .

Perhitungan kadar air dapat dilihat pada persamaan :

Kadar air (%bb )=(a−b)c

x 100 %

Keterangan : a = berat cawan dan sampel awal (g)

b = berat cawan dan sampel akhir (g)

c = berat sampel awal (g)

2. Kadar Abu (AOAC 1995, metode tanur)

Penentuan kadar abu dilakukan dengan metode tanur (AOAC 1995). Cawa porselen

dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10

menit, kemudian timbang 3-5 gram contoh dimasukkan dalam cawan lalu dibakar

sampai tidak berasap lagi dan diabukan dalam tanur suhu 600oC sampai berwarna

putih (semua contoh menjadi abu) dan berat konstan. Setelah itu didinginkan dalam

desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar abu dapat dilihat pada persamaan :

Kadar abu ( %bb )=Berat abu (g)Berat sampel

x100 %

3. Karbohidrat (by Difference)

Kadar karbohidrat (%) = ( 100% - ( P + KA + A + L )

Keterangan : P = kadar protein (%)

KA = Kadar air (%)

A = Kadar abu (%)

L = Kadar lemak (%)

Page 52: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

4. Protein (AOAC 1995, metode kjeldahl)

Sejumlah kecil sampel (1-2 g) ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl.

Kemudian ditambahkan 1,9 g K2SO4, 40 mg HgO, dan 2,0 ± 0,1 ml H2SO4. Sampel

dididihkan selama 1 – 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih. Sampel didinginkan dan

ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan. Isi tabung dipindahkan ke dalam

alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke

dalam labu destilasi dan ditambahkan 8-10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Di bawah

kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator

(campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor.

Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3. Isi erlenmeyer

diencerkan sampai kira-kira 50 ml, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai

terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Penetapan untuk blanko juga dilakukan

dengan prosedur yang sama tetapi tanpa sampel. Kadar protein kasar dihitung dengan

rumus sebagai berikut :

%N=(ml HCl sampel−ml HCl blanko )

mg sampelx N Hcl x 14,007 x 100

Kadar protein kasar (%)=%N x6,25

5. Lemak (AOAC 1995, metode sokhlet)

Metode yang digunakan dalam penentuan kadar lemak adalah metode ekstraksi

sokhlet. Labu lemak dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator lalu

ditimbang. Dua sampai tiga gram sampel yang telah dihancurkan dimasukkan dalam

kertas saring yang sesuai ukurannya, kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas

lemak. Kertas saring yang berisi larutan sampel tersebut dimasukkan dalam alat

ekstraksi sokhlet, dipasang kondensor diatasnya dan labu lemak dibawahnya.

Kemudian heksan dituangkan dalam labu lemak secukupnya, sesuai ukuran sokhlet,

lalu direfluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak

berwarna jernih. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven

pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai beratnya konstan, didinginkan dalam

desikator, kemudian labu dengan lemak ditimbang. Perhitungan kadar lemak dapat

dilihat pada persamaan :

Kadar lemak (% bb )= Berat lemak (g)Berat sampel

x100 %

Page 53: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

6. Swelling Power (metode Leach)

Sampel ditimbang seberat 0.1 gram lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambah

10 ml air suling dan dipanaskan pada suhu 60oC selama 30 menit, sambil terus diaduk

selama pemanasan. Sampel kemudian dicentrifuge pada 1600 rpm selama 10 menit

untuk dipisahkan pasta dengan supernatannya. Bagian pastanya diambil lalu

ditimbang.

Swelling power = berat pasta(gram)

berat sampel(gram)

7. Water Solubility (metode Kainuma)

Analisa water solubility dilakukan dengan menimbang 0,5 gram pati lalu dimasukkan

dalam 10 ml air suling dalam tabung reaksi. Sampel kemudian dipanaskan dalam bak

air pada suhu 60oC selama 30 menit. Pada akhir pemansan, sampel disentrifugasi pada

1600 rpm selama 15 menit dan 5 ml supernatant dialirkan dan dikeringkan sampai

berat konstan.

Solubillity (%) = berat sampel yang telah dikeringkan

berat sampelawal

Page 54: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

B. PERHITUNGAN HASIL PENELITIANPercobaan

Variabel : Persentase slurry

Basis : 25 gram pati sukun

Persentase SlurryBerat Pati Sukun

(gram)

Aquadest yang

digunakan (ml)

10% 25 225

20% 25 100

30% 25 58,33

Variabel : Jumlah H2O2 (% berat pati)

Persentase slurry 20% (25 gram pati sukun + 100 ml aquadest)

Densitas H2O2 :

Persentase slurryH2O2 yang

dibutuhkan (ml)

1% 2,7 ml

2% 5,5 ml

3% 8,3 ml

Hasil Penelitian

A. Menentukan nilai swelling power

Berat pasta termodifikasi = berat cuvet setelah proses oksidasi – berat cuvet

kosong

Swelling power=berat pasta termodifikasi(gr )berat sampelkering (gr )

Page 55: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Variabel : Persentase slurry

Persentase

Slurry (%)

H2O2

(%)

Suhu

(oC)

Waktu Operasi

(menit)

Swelling Power

(g/g)

10 2 30

30 2,5

60 2,48

90 2,42

120 2,37

20 2 30

30 2,98

60 2,89

90 2,41

120 2,44

30 2 30

30 2,36

60 2,51

90 2,43

120 2,35

Variabel : Jumlah H2O2 (% berat pati)

Persentase

Slurry (%)

H2O2

(%)

Suhu

(oC)

Waktu Operasi

(menit)

Swelling Power

(g/g)

20

1

30 30

2,96

2 2,98

3 2,97

Variabel : Suhu (oC)

Persentase

Slurry (%)

H2O2

(%)

Suhu

(oC)

Waktu Operasi

(menit)

Swelling Power

(g/g)

20

2

30 30 2,98

40 3,17

Page 56: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

50 3,67

B. Menentukan nilai water solubility

Berat padatan di supernatan = berat cawan setelah proses oksidasi – berat cawan

kosong

% water solubility=berat padatandi supernatan(gr )berat sampel kering(gr )

x100 %

Variabel : Persentase slurry

Persentase

Slurry (%)

H2O2

(%)

Suhu

(oC)

Waktu Operasi

(menit)

Water Solubility

(%)

10 2 30

30 1,12

60 0,97

90 1,01

120 1,43

20 2 30

30 1,64

60 1,23

90 1.42

120 1,18

30 2 30

30 1,29

60 1,23

90 1,44

120 0,97

Variabel : Jumlah H2O2 (% berat pati)

Persentase

Slurry (%)

H2O2

(%)

Suhu

(oC)

Waktu Operasi

(menit)

Water Solubility

(%)

20

1

30 30

1,59

2 1,64

3 1,61

Page 57: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Variabel : Suhu (oC)

Persentase

Slurry (%)

H2O2

(%)

Suhu

(oC)

Waktu Operasi

(menit)

Water Solubility

(%)

20 2

30

30

1,64

40 2,17

50 2,69

C. DOKUMENTASI PENELITIAN

Bahan-bahan yang digunakan untuk oksidasi Proses oksidasi

Page 58: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida

Proses pencucian Proses penyaringan

Proses pengeringan dengan menggunakan oven

Proses penghalusan pati

Proses sieving Perbandingan pati sukun sebelum dan setelah di modifikasi

Proses pemanasan untuk menganalisa swelling power dan water solubility Hasil sentrifugasi

Page 59: Modifikasi Pati Sukun dengan Hidrogen Peroksida