Makalah Pembutan Biodiesel Minyak Jelantah
-
Upload
lelie-eka-nurningtias-ii -
Category
Documents
-
view
1.703 -
download
3
Transcript of Makalah Pembutan Biodiesel Minyak Jelantah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini banyak aktivitas manusia yang menimbulkan dampak
negative baik bagi kesehatan maupun lingkungan mereka sendiri. Salah satunya
aktivitas menggoreng yang menghasilkan limbah berupa sisa minyak goreng yang
biasa disebut dengan minyak jelantah. Minyak jelantah (waste cooking oil)
merupakan limbah dan bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah
mengandung senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik. Senyawa-senyawa
karsinogenik dapat terbentuk selama proses penggorengan. Jadi jelaslah bahwa
pemakaian minyak jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia,
menimbulkan penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi
kecerdasan generasi berikutnya. Untuk itu perlu penanganan yang tepat agar
limbah minyak jelantah ini dapat bermanfaat dan tidak menimbulkan kerugian
dari aspek kesehatan manusia dan lingkungan.
Salah satu bentuk pemanfaatan minyak jelantah agar dapat bermanfaat
lagi ialah dengan mengubahnya menjadi biodiesel. Biodiesel merupakan bahan
bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam
lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan
terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan (Anonim,
2009). Selain dari minyak jelantah, biodiesel juga dapat dibuat dari beberapa
bahan misalnya, dari minyak biji jarak, minyak sayuran, dan minyak kelapa
sawit. Pada penelitian ini menggunakan minyak jelantah karena minyak jelantah
mudah didapat dan harganya cenderung lebih murah dibandingkan bahan lainnya.
Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan proses tanpa reaksi kimia dan proses
dengan reksi kimia. Adapun proses tanpa reaksi terdiri dari proses direct and
bleanding dan microemulsion. Proses dengan reaksi terdiri dari proses pyrolisis
1
dan transesterifikasi. Pada penelitian ini pembuatan biodiesel dari minyak jelantah
digunakan proses transesterifikasi karena proses transesterifikasi dapat diterapkan
dalam skala laboratorium. Proses transesterifikasi adalah proses reaksi antara
minyak lemak dengan alcohol membentuk methyl ester (biodiesel) dan glycerol.
Pada prinsipnya, proses transesterifikasi adalah mengeluarkan gliserin dari
minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alcohol (misalnya
methanol) menjadi alcohol ester atau biodiesel. Reaksi pada proses ini
memerlukan panas dan katalis basa untuk mencapai derajat konversi tinggi dari
minyak jelantah menjadi produk yang terdiri dari biodiesel dan gliserin.
Biodiesel dari minyak jelantah yang sudah terbentuk akan dilakukan
proses uji mutu. Proses uji mutu tersebut meliputi uji viskositas (kekentalan) dan
uji densitas (berat jenis). Pada uji viskositas, dilakukan analisis pada kekentalan
bioodiesel dari minyak jelantah solar. Adapun pada uji density (berat jenis),
analisis dilakukan pada berat jenis pertikel akhir produk untuk mengetahui
seberapa banyak kandungan-kandungan partikel pada biodiesel dari minyak
jelantah. Maka dari seluruh keterangan diatas topik yang diambil dalam karya
tulis ini adalah : “Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah” untuk menambah
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman membuat biodiesel.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah nilai proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ?
2. Bagaimanakah nilai densitas biodiesel jika dibandingkan dengan densitas
solar ?
3. Bagaimanakah nilai viskositas biodiesel jika dibandingkan dengan
viskositas solar?
4. Berapakah laba rugi pembuatan dan uji mutu biodiesel dari minyak
jelantah ?
1.3 Tujuan
2
Adapun tujuan dilaksanakan penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui proses pembuatan biodiesel dari dari minyak jelantah.
2. Mengetahui nilai densitas biodiesel dari minyak jelantah
dibandingkan dengan densitas solar.
3. Mengetahui nilai viskositas biodiesel dari minyak jelantah dibandingkan
dengan densitas solar.
4. Mengetahui laba rugi pembuatan dan uji mutu biodiesel dari minyak
jelantah.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1.4.1 Bagi Siswa
Menambah pengetahuan tentang pembuatan dan uji mutu biodiesel
dari minyak jelantah.
1.4.2 Bagi Sekolah
Mampu Menghasilkan produk baru yang dapat dipasarkan ke
masyarakat.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan tentang bagaimana cara pembuatan biodiesel
dari minyak jelantah.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif untuk bahan
bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak nabati
atau lemak hewan (Anonim:2009).
Biodiesel merupakan bahan bakar yang paling dekat untuk menggantikan
bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia
merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di
mesin sekarang ini. (Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopidia bebas).
2.2 Jenis-Jenis Biodiesel
2.2.1 Biodiesel Minyak Nabati
Biodiesel ini terbuat dari bahan-bahan berserat terutama tumbuhan. Setiap
tumbuhan memiliki kandungan asam lemak yang berbeda-beda. Hal itu karena
faktor jenis tumbuhan, kondisi lingkungan berkembang dan iklim. Bagian
tumbuhan yang paling sering digunakan adalah biji. Bahan bakar jenis ini adalah
yang paling mudah dibuat karena bahan baku yang dibutuhkan semuanya terdapat
di lingkungan sekitar tetapi memiliki nilai jual yang tinggi karena bahan yang
digunakan rata-rata bahan pangan.
2.2.2 Biodiesel Minyak Hewani
Jenis ini dibuat dari lemak hewan. Lemak yang didapat berupa lemak padat.
Dapat pula menggunakan minyak bekas. Keduanya mengandung senyawa asam
lemak yang tinggi sehingga sangat efisien bila digunakan sebagai bahan baku.
Namun agar memiliki nilai jual yang tidak begitu tinggi atau dengan kata lain
harga sesuai dengan tingkat ekonomi masyarakat sebaiknya digunakan minyak
jelantah. Selain lebih mudah untuk mendapatkannya, pamakaian bahan ini akan
membantui mengurangi tingkat pencemaran lingkungan. Karena minyak jelantah
adalah limbah yang berbahaya bagi tubuh bila dikonsumsi kembali dan juga
berbahaya bagi lingkungan bila dibuang langsung.
4
2.3 Pembuatan Biodiesel berbahan baku minyak jelantah
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan biodiesel ini adalah sebagai
berikut.
2.3.1 Minyak Jelantah
Minyak jelantah merupakan bahan baku pembuatan biodiesel. Di dalamnya
mengandung asam lemak yang merupakan senyawa yang berperanan penting
dalam pembentukan biodiesel. Selain itu, pemakaian bahan ini akan membantu
mengurangi tingkat pencemaran lingkungan.
2.3.2 Metanol
Senyawa golongan alkohol ini merupakan bahan baku dalam pembuatan
biodiesel. Nama lainnya adalah alkohol kayu. Sifat karakteristiknya antara lain
mudah menguap di atas suhu 70°C, beracun karena mudah merusak syaraf optik
mata jika menguap dan tidak berwarna atau jernih. Untuk mencegah hal tersebut,
sebaiknya memakai Alat Pelindung Diri ketika melakukan pemanasan maupun
mereaksikan alkohol.
2.3.3 H2SO4
H2SO4 merupakan pemberi suasana asam pada tahap esterifikasi. Jenis yang
digunakan adalah H2SO4 p.a. Karena H2SO4 mudah rusak bila dipanaskan pada
suhu tinggi, ketika memanaskan campuran minyak jelantah, metanol dan H2SO4
dikondisikan agar suhu tetap stabil 50°C. Jika melebihi batas, produk yang
dihasilkan akan berwarna coklat gelap.
2.3.4 NaOH
NaOH yang digunakan tidak dalam bentuk padatan atau larutannya dengan
air melainkan dalam bentuk senyawa alkoholnya, yaitu natrium metanolat. NaOH
berfungsi sebagai katalis.
2.3.5 Air Hangat
Air hangat yang digunakan bersuhu 40°C – 50°C. Tujuan dari penambahan
air hangat ini untuk melarutkan sisa pemisahan seperti metanol, H2SO4, gliserol,
air hasil reaksi tahap esterifikasi, dan dari proses pemurnian, yaitu asam pospat.
2.3.6 Asam Pospat
Pemberian asam pospat dilakukan pada tahap pemurnian. Tujuannya adalah
untuk menstabilkan nilai pH biodiesel agar tetap netral (pH 7). Jumlah yang
5
diberikan bergantung pada nilai pH yang didapat pada saat uji pH. Jika pH belum
mencapai 7 dan masih diatas 10 pemberiannya dalam jumlah banyak
2.4 Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah
Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan proses tanpa reaksi kimia
dan proses dengan reaksi. Adapun proses tanpa reaksi kimia terdiri dari proses
direct and bleanding dan microemulsion. Proses dengan reaksi terdiri dari proses
pyrolisis dan transesterifikasi. Pada penelitian ini pembuatan biodiesel dari
minyak jelantah digunakan proses tansesterifikasi. Transesterifikasi adalah proses
reaksi antara minyak lemak dengan alkohol membentuk methyl ester (biodiesel)
dan glycerol. Pada prinsipnya, proses transesterifikasi adalah pengeluaran gliserin
dari minyak dan mereaksikan asam lemak bebasnya dengan alkohol (misal
methanol) menjadi alkohol ester atau bidiesel.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ada beberapa tahap.
Tahap pertama adalah bleaching, bleaching merupakan proses pemucatan used oil
menggunakan bleaching earth yang berfungsi sebagai adsorbant untuk menyerap
kotoran yang ada dalam minyak bekas. Tahap kedua adalah proses double
esterifikasi, yang dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama (esterifikasi dengan
katalis asam) yang bertujuan untuk mengurangi FFA ( Free Fatty Acid).
Reaksinya adalah sebagai berikut :
Adapun langkah-langkah pada tahapan ini yaitu masukkan 200 ml minyak
jelantah dan methanol sebanyak 50,89 ml kedalam labu leher tiga. Kemudian
memanaskan campuran pada suhu 50° C yang disertai pengadukan dengan
magnetic stirrer selama beberapa menit., tambahkan katalis H2SO4 sebanyak
0,5005 ml kedalam campuran tersebut. Melanjutkan pemanasan yang disertai
6
pengadukan selama 120 menit. Memisahakan produk (crude methyl ester) dari
methanol dan H2SO4 dengan menggunakan corong pemisah.
Tahap kedua(esterifikasi dengan katalis basa). Reaksinya adalah sebagai berikut :
Adapun langkah-langkahnya yaitu memasukan produk tahap satu kedalam labu
leher tiga dan dipanaskan pada suhu 60° C. Melarutkan NaOH sebanyak 1,1052
gram ke dalam methanol sebanyak 76,3 ml. Memasukkan larutan NaOH dan
methanol kedalam labu leher tiga yang berisi produk tahap satu dan melanjutkan
pemanasan selama 30 menit disertai pengadukan. Terakhir memisahkan produk
(Biodiesel) dan gliserol dengan menggunakan corong pemisah.
Tahap terakhir pemurnian biodiesel (pencucian) yaitu menyiapkan air pencuci
sebanyak 100 ml. Menuangkan air pencuci kedalam crude methyl ester yang akan
dicuci, dilakukan pengocokan dan didiamkan hingga terjadi pemisahan antara air
dan methyl ester. Menambahkan asam phospat pa untuk menetralkan pH
biodiesel. Mengulangi pencucian beberapa kali hingga air pencuci tidak keruh.
Terakhir memanaskan methyl ester untuk menghilangkan sisa air pencuci.
2.4 Analisis Uji Mutu Biodiesel Minyak Jelantah
Analisis uji mutu minyak jelantah adalah :
Analisis Densitas
Menghitung Densitas
Analisis penentuan massa jenis dilakukan dengan cara membandingkan bobot
suatu dengan bobot air pada volume dan suhu yang sama. Alat yang digunakan
adalah piknometer yang tutupnya dilengkapi termometer. Proses pengerjaannya
adalah pertama membersihkan piknometer dengan cara membilas dengan aseton
7
kemudian dengan dietil ester. Keringkan piknometer dan timbang, dinginkan
contoh lebih rendah dari suhu penetapan. Kemudian isi piknometer dengan cairan
contoh dan pasang tutupnya. Setelah itu diletakkan piknometer dalam penangas
air pada suhu tertentu yang diinginkan. Setelah itu angkat piknometer air dalam
penangas air, diamkan pada suhu kamar, keringkan dan timbang (Indonesia,
1992:31)
Cara mengukur Densitas dengan Piknometer dapat menggunakan rumus:
Keterangan :
m = massa isi (V pikno + isi) – (V pikno kosong)
v = volume piknometer
Analisis Viskositas
Analisis viskositas menggunakan alat viscometer kapiler atau ostwald.
Proses pengerjaannya adalah viscometer diisi dengan larutan secukupnya. Larutan
dinaikkan lebih tinggi dari tanda paling atas. Stopwatch dihidupkan saat melewati
tanda paling atas. Biarkan larutan tersebut mengalir sampai tanda paling bawah.
Pada saat larutan sampai pada batas ini, stopwatch dimatikan dan waktu alir dapat
ditentukan.
Cara mengukur Viskositas dengan viscometer Ostwald dapat
menggunakan rumus:
= Keterangan : ƞ = viskositas
t = waktu alir
massa jenis
8
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
Alat dan Bahan Proses Produksi
Alat Proses Produksi
Adapun alat yang digunakan dalam proses pembuatan biodiesel dari
minyak jelantah adalah sebagai berikut:
1. Beaker glass
2. Gelas ukur
3. Termometer
4. Timbangan analitik
5. Klem
6. Statif
7. Buret
8. Erlenmeyer
9. Corong pemisah
10. Labu leher tiga
11. Pemanas
12. Kondensor
13. Sumbat karet
14. Magnetik stirrer
15. Kertas lakmus universal
Lampiran spesifikasi alat pembuatan dapat dilihat pada lampiran 2
Adapun alat yang digunakan dalam uji mutu biodiesel dari minyak
jelantah adalah sebagai berikut
1. Piknometer
2. Viskometer
3. pH Universal
4. Termometer
5. Beaker Glass
9
6. Neraca analitik digital
Lampiran spesifikasi alat uji mutu dapat dilihat pada lampiran 3
Bahan Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah
Adapun bahan yang digunakan dalam proses pembuatan biodiesel minyak
jelantah adalah sebagai berikut:
1. Minyak jelantah
2. Metanol teknis
3. NaOH teknis
4. H2SO4 teknis
5. Arang Aktif
6. Aquades
7. Asam Phospat
8. Kertas Saring
Adapun tabel spesifikasi bahan yang digunakan dalam proses pembuatan biodiesel
dari minyak jelantah dapat dilihat pada lampiran 4.
3.2 Prosedur Pembuatan Biodiesel
Proses Pembuatan Biodiesel
Proses Bleaching
Adapun proses bleaching pada biodiesel adalah sebagai berikut:
1. Dituangkan minyak jelantah sebanyak 200 ml ke dalam beaker
glass, kemudian dipanaskan hingga suhu 35-40oC.
2. Ditambahkan bleaching earth sebanyak 1,5% b minyak jelantah
(2.736 g) ke dalam beaker glass dan dicampurkan pada prosedur no. 1.
3. Dipanaskan hingga suhu 75°C.
4. Didiamkan selama ± 1 jam.
5. Disaring dengan kertas saring whatman untuk memisahkan
kotoran padatannya, sehingga dihasilkan minyak jelantah yang jernih
tanpa pengotor.
Proses Double Esterifikasi
Proses Eksterifikasi dengan Katalis Asam
10
1. Dimasukkan 200 ml minyak jelantah dan methanol sebanyak 50,89 ml
kedalam labu leher tiga.
2. Dipanaskan campuran pada suhu 50° C yang disertai pengadukan
dengan magnetic stirrer selama beberapa menit.,
3. Ditambahkan katalis H2SO4 sebanyak 0,5005 ml kedalam campuran
tersebut
4. Dilanjutkan pemanasan yang disertai pengadukan selama 120 menit.
5. Dipisahkan produk (crude methyl ester) dari methanol dan H2SO4
dengan menggunakan corong pemisah.
Adapun perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 6.
Proses Eksterifikasi dengan Katalis Basa
Tahap kedua adalah tahap eseterifikasi digunakan katalis basa untuk
memepercepat proses reaksi, dalam hal ini katalis yang digunakan ialah
NaOH.
1. Dicampurkan methanol sebanyak 76,3ml dengan katalis basa berupa
NaOH sebanyak 1,1052g kedalam labu dasar bulat leher tiga, dengan
reaksi :
NaOH + CH3OH → CH3ONa + H2O
2. Dipanaskan sampai suhu 60°C dengan pengadukan mennggunakan
magnetik stirrer
3. Dipanaskan produk I dalam beaker glass sampai suhu 60°C dengan
menggunakan batang pengaduk
4. Dimasukkan produk tahap I kedalam labu dasar bulat leher tiga yang
telah berisi larutan methoxida, kemudian dipanaskan selama 30 menit.
5. Dipisahkan antara produk dan gliserol dengan menggunakan corong
pisah
Formula ini diambil dari jurnal (www.JourneyToForever.com.org) yang
dapat dilihat pada lampiran
Adapun perhitungannya dapat dilihat pada lampiran……….
Proses Pemurnian
1. Disiapkan air hangat (± 40-50°C) sebanyak 50% dari volume Crude
FAME.
11
2. Dituangkan air pencuci ke dalam corong pemisah yang berisi Crude
FAME.
3. Dilakukan pengocokan dan didiamkan hingga terjadi pemisahan
antara air, sabun, dan Crude FAME (air dan sabun di lapisan bawah
dan Crude FAME di lapisan atas).
4. Diulangi pencucian beberapa kali hingga air pencuci jernih.
5. Apabila pH Crude FAME masih tinggi maka ditambahkan asam
phospat p.a untuk menetralkannya.
6. Dipanaskan Crude FAME untuk menghilangkan sisa air pencuci.
Proses Uji Mutu Biodiesel
Proses Uji Densitas
1. Dimasukan biodiesel kedalam piknometer yang telah diketahui
volumenya
2. Dipanaskan piknometer berisi biodiesel pada water bath dengan suhu
40°C selama 120 menit
3. Dimasukkan piknometer yang terlah dipanaskan kedalam desikator selam
5 menit
4. Ditimbang berat piknometer berisi biodiesel mnggunakan timbangan
elektrik.
Proses Uji Viskositas
1. Dibilas viskositas dengan aseton kemudian dikeringkan
2. Dimasukan viscometer kedalam penangas pada suhu
3. Dimasukan blangko dalam viskometer sampai setengah bola pada alat
tersebut.
4. Diletakkan pompa hisap diujung viskometer dan blangko dihisap sampai
melebihi tanda batas atas.
5. Dilepas pompa hisap, ketika blangko berada pada tanda batas atas
perhitunagn waktu dimulai dan dihentikan sampai tanda batas bawah.
6. Dihitung waktu aliran menggunakan stopwatch.
7. Dilakukan 2-3 kali. Serta dilakukan juga untuk sampel biodiesel
12
BAB IV
TEMUAN
4.1 Keterlaksanaan
Adapun faktor pendukung dan penghambat dalam pembuatan biodiesel dari
minyak jelantah adalah sebagai berikut:
Faktor Pendukung
1. Harga bahan baku utama (minyak jelentah) relatif murah.
2. Bahan baku utama mudah didapat
Faktor Penghambat
1. Keterbatasan alat yaitu hot plate milik sekolah hanya memiliki
satu,sehingga membutuhkan waktu produksi yang cukup lama.
2. Harga Alat produksi pembuatan biodiesel mahal, sehingga membebani
biaya produksi.
4.2 Manfaat
Manfaat pembuatan biodiesel dari minyak jelantah adalah sebagai berikut:
1. Memanfaat limbah minyak goreng (minyak jelantah) sebagai bahan bakar
alternatif.
2. Mengurangi kadar limbah minyak di lingkungan.
3. Memberikan informasi tentang bahan bakar alami yang ramah lingkungan
dan dapat diperbaharui.
4.3 Pengembangan Tindak Lanjut
Adapun tindak lanjut yang seharusnya dilakukan dalam pembuatan biodiesel
dari minyak jelantah, sebagai berikut :
1. Penjernihan minyak jelantah dengan cara yang lebih sederhana dan murah yaitu
mengganti bentonik dengan proses pemanasan dengan media air.
2. Melakukan inovasi terhadap proses pembuatan biodiesel.
3. Melakukan uji coba lansung pada mesin diesel.
13
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa minuman
adalah bahan bakar alternatif pengganti solar yang dibuat dari bahan alami melalui
proses esterifikasi dan tranesterifikasi. Dari kegiatan ini didapatkan biobiesel yang
memiliki ciri-ciri fisik, berupa larutan yang berwarna kuning jernih, dan berbau
biodiesel. Biodiesel yang dihasilkan memiliki densitas (massa jenis) 885 kg/m3,
viskositas (derajat kekentalan) 2,93 cSt, dan hasil rendemennya adalah 97,5%.
5.2 Saran
Ditinjau dari laba yang tidak begitu tinggi dan proses produksi yang agak
rumit, sebaiknya perlu dilakukan kerja sama dengan instansi-instansi lain yang
lebih ahli dalam bidang ini dan pemerintah daerah, agar bahan bakar ini lebih
mendapatkan simpati dan dikenal masyarakat sehingga bahan bakar alternatif
yang ramah lingkungan dan dapat diperbarui ini dapat dilestarikan. Serta
pemanfaatan kembali hasil samping pembuatan biodiesel berupa gliserol agar
memperoleh keuntungan yang lebih besar.
14
Tabel Mutu Biodiesel Sesuai Dengan SNI
15
Perhitungan pada Tahap I (Esterifikasi)
Minyak jelantah
Vminyak jelantah = 200 ml
1. Perhitungan Densitas Minyak Jelantah
ρminyak jelantah = (Piknometer + minyak) (piknometer kosong)
= 38,5618 g 15,5306 g
= 23,0258 g
2. KalibrasiAalat
ρtabel 400C = Vpikno + air – Vpikno kosong
0,992 =
V =
V = 24,9892 ml
ρUO =
ρUO = 0,921g/ml
3. Menghitung Massa Minyak Jelantah
Massa UO = V ρ
= 200 ml 0,921 g/ml
= 184,2 g
4. Menghitung Mol Minyak Jelantah dan Metanol dengan Perbandingan 1:6
Mol UO =
16
=
= 0,2094 mol (1 mol rasio)
Mol Methanol = 0,2094
= 1,2564 mol (6 mol rasio)
5. Menghitung Metanol yang Dibutuhkan
Massa methanol = mol Mr
= 1,2564 32
= 40,2048 g
V methanol =
=
= 50,89 10-3
= 50,89 ml
6. Menghitung H2SO4 yang Dibutuhkan
Massa H2SO4 0,5% =
= 0,921 gr
Volume H2SO4 =
=
= 0,5005 ml
17
Perhitungan tahap II (Transesterifikasi)
1. Menghitung NaOH yang Dibutuhkan
NaOH 0,6% b = × massa minyak
= ×184,2
= 1,1052 g
2. Menghitung Metanol yang Dibutuhkan
Metanol = × mol used oil
= × 0,2094 (dari tahap 1)
= 1,8846 mol
Massa metanol = mol × Mr
= 1,8846 × 32
= 60,3072 g
18
Volume metanol =
= 60,3072 . 10 / 0,79
= 76,338 . 10 L
= 76,34 ml
Perhitungan Rendemen Biodiesel
% Rendemen = x 100%
=
= 97,
Perhitungan Densitas Biodiesel
Piknometer kosong = 15,7520 g
Piknometer kosong + air = 40,6192 g
Piknometer + solar = 37,6718 g
Piknometer + sampel = 37,9582 g
Ρ air pada suhu 40oC = 992 kg/m3
V air =
19
=
= 25,0677 g/ml
V air = V piknometer
Massa jenis biosolar standar =
=
= 874,4 kg/m3
Massa jenis biodiesel =
=
= 885,3 kg/m3
Perhitungan Viskositas Biodiesel
Air pada suhu 400C
t = 0,95 s
ρ = 992 kg/m3
Biosolar standar pada suhu 40oC
t = 3,83 s
20
ρ = 861kg/m3
=
=
=
= 2,27 cSt
Air pada suhu 40oC
t = 0,95 s
ρ = 992 kg/m3
Biosolar produk pada suhu 40oC
t = 4,93 s
ρ = 864,9 kg/m3
=
=
=
= 2,93 cSt
21
MAKALAH
PEMBUATAN BIODIESEL dari MINYAK JELANTAH
Untuk memenuhi salah satu persyaratan
Dalam memenuhi nilai Ujian Akhir Semester
22
OLEH:
RESKI TRYA PUTRI NIM 1031410030
POLITEKNIK NEGERI MALANG
Februari 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena dengan
taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang proses
pembuatan Biodiesel dari minyak jelantah.
Terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Yanty Maryanty selaku
dosen bioproses yang telah membimbing kami untuk dapat menyelesaikan
makalah ini, dan tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman
23
kami yang telah mendukung dan mengarahkan kami apabila kami ada
kesalahan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu
pengetahuan tentang Pembuatan Biodiesel dari minyak jelantah bagi para
pembacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..............................................................1
1.2 Rumusan masalah........................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................3
24
1.4 Kegunaan penelitian....................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Biodiesel........................................................................4
2.2 Jenis – jenis Biodiesel …………………………………………..4
2.3 Pembuatan Biodiesel....................................................................5
2.3 Proses Pembuatan Biodiesel........................................................6
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan.............................................................................9
3.2 Prosedur pembuatan biodiesel.....................................................10
BAB IV TEMUAN
4.1 Keterlaksanaan…………………………………………………..13
4.2 Manfaat………………………………………………………….13
4.3 Pengembangan Tindak Lanjut…………………………………..13
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan……………………………………………………...14
5.2 Saran…………………………………………………...………..14
DAFTAR RUJUKAN...........................................................................................
DAFTAR RUJUKAN
Prakoso, Tirto. 2010. Potensi Biodiesel Indonesia.Bandung: Departemen Teknik
Kimia ITB
25
Pratama, Angga.2009. Laporan Uji Kompetensi SMK Kimia Industri
Prakoso, Tirto. 2006.Biodiesel dari minyak jarak.Bandung: Departemen Teknik
Kimia ITB
Destianna, Mescha. 2007.Bioenergi.Jakarta: Penebar Swadaya
Alternatif lain pembuatan Biodiesel dari minyak jelantah dengan
bantuan Enzim Lipasae
Pengertian secara umum enzim
26
Enzim adalah protein yang berperan sebagai katalis dalam metabolisme
makhluk hidup. Enzim berperan untuk mempercepat reaksi kimia yang terjadi di
dalam tubuh makhluk hidup, tetapi enzim itu sendiri tidak ikut bereaksi.
Enzim berperan secara lebih spesifik dalam hal menentukan reaksi mana yang
akan dipacu dibandingkan dengan katalisator anorganik sehingga ribuan reaksi
dapat berlangsung dengan tidak menghasilkan produk sampingan yang beracun.
Enzim terdiri dari apoenzim dan gugus prostetik. Apoenzim adalah bagian
enzim yang tersusun atas protein. Gugus prostetik adalah bagian enzim yang tidak
tersusun atas protein. Gugus prostetik dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
koenzim (tersusun dari bahan organik) dan kofaktor (tersusun dari bahan
anorganik).
Sifat – sifat enzim
Enzim mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
Biokatalisator, mempercepat jalannya reaksi tanpa ikut bereaksi.
Thermolabil; mudah rusak, bila dipanasi lebih dari suhu 60º C, karena enzim
tersusun dari protein yang mempunyai sifat thermolabil.
Merupakan senyawa protein sehingga sifat protein tetap melekat pada
enzim.
Dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sebagai biokatalisator, reaksinya sangat cepat
dan dapat digunakan berulang-ulang.
Bekerjanya ada yang di dalam sel (endoenzim) dan di luar sel (ektoenzim),
contoh ektoenzim: amilase,maltase.
Umumnya enzim bekerja mengkatalisis reaksi satu arah, meskipun ada juga yang
mengkatalisis reaksi dua arah, contoh : lipase, meng-katalisis pembentukan dan
penguraian lemak.
Lipase
Lemak + H2O Asam lemak + Gliserol
Bekerjanya spesifik ; enzim bersifat spesifik, karena bagian yang aktif
(permukaan tempat melekatnya substrat) hanya setangkup dengan permukaan
substrat tertentu.
27
Umumnya enzim tak dapat bekerja tanpa adanya suatu zat non protein tambahan
yang disebut kofaktor.
Mekanisme kerja enzim
Molekul selalu bergerak dan bertumbukan satu dengan yang lain. Jika
suatu molekul substrat menumbuk molekul enzim yang tepat, substrat akan
menempel pada enzim. Tempat menempelnya molekul substrat pada enzim
disebut dengan sisi aktif. Kemudian terjadi reaksi dan terbentuk molekul produk.
Banyak enzim yang dapat bekerja bolak-balik (reversible). Enzim dapat
mengubah substrat menjadi hasil akhir dan juga dapat mengubah hasil akhir
menjadi substrat jika lingkungannya berubah. Misalnya, enzim lipase dapat
berfungsi katalisator dalam perubahan lemak menjadi asam lemak dan glilserol.
Enzim lipase juga dapat mengubah kembali asam lemak dan gliserol menjadi
lemak (lipid).
Enzim juga bekerja secara spesifik, artinya enzim mempunyai fungsi yang
khusus. Jika enzim berbeda maka hasilnya akan berbeda pula. Misalnya,
pemecahan rafinosa (suatu trisakarida). Jika dilakukan oleh enzim sukrase
rafinosa akan terurai menjadi melibiosa dan fruktosa, sedangkan jika dilakukan
dengan oleh enzim emulsion rafinosa akan terurai menjadi sukrosa dan galaktosa.
Ada dua teori mengenai mekanisme kerja enzim, yaitu lock and key theory dan
induced fit theory.
1) Lock and Key Theory (Teori Gembok dan Kunci)
Teori ini dikemukakan oleh Fischer (1988). Menurutnya, enzim
diumpamakan sebagai gembok karena memiliki sebuah bagian kecil yang dapat
berikatan dengan substrat yang disebut dengan sisi aktif, sedangkan substrat
sebagai kunci karena dapat berikatan secara pas dengan sisi aktif enzim.
Substrat dapat berikatan dengan enzim jika sesuai dengan sisi aktif enzim. Sisi
aktif enzim mempunyai bentuk tertentu yang hanya sesuai untuk satu jenis
substrat saja, hal itu menyebabkan enzim bekerja secara spesifik. Substrat yang
mempunyai bentuk ruang yang sesuai dengan sisi aktif enzim akan berikatan dan
membentuk kompleks transisi enzim-substrat. Senyawa transisi ini tidak stabil
sehingga pembentukan produk berlangsung dengan sendirinya. Jika enzim
mengalami denaturasi (rusak) karena panas, bentuk sisi aktif akan berubah
28
sehingga substrat tidak sesuai lagi. Perubahan pH juga mempunyai pengaruh yang
sama.
2) Induced Fit Theory (Teori Ketepatan Induksi)
Teori ini dikemukakan oleh Daniel Koshland. Menurutnya, sisi aktif
enzim bersifat fleksibel. Akibatnya, sisi aktif enzim dapat berubah bentuk
menyesuaikan bentuk substrat. Teori ini sesuai dengan mekanisme kerja enzim
yangt sesungguhnya.
Reaksi antara substrat dengan enzim berlangsung karena adanya induksi molekul
substrat terhadap molekul enzim. Menurut teori ini, sisi aktif enzim bersifat
fleksibel dalam menyesuaikan stuktur sesuai dengan struktur substrat. Ketika
substrat memasuki sisi aktif enzim, maka enzim akan terinduksi dan kemudian
mengubah bentuknya sedikit sehingga mengakibatkan perubahan sisi aktif yang
semula tidak cocok menjadi cocok (fit). Kemudian terjadi pengikatan substrat oleh
enzim yang selanjutnya substrat diubah menjadi produk. Produk kemudian
dilepaskan dan enzim kembali pada keadaan semula dan siap untuk mengikat
substrat baru.
Lase adalah enzim Orlistat, merupakan anti obesitas pertama yang tidak bekerja sebagai penekan nafsu makan, tetapi bekerja secara lokal dengan cara menghambat enzim lipase saluran cerna. Dengan cara kerja sebagai ‘penghambat lemak’ tersebut, maka 30% dari lemak yang dikonsumsi tidak dapat diserap. Dengan demikian, terjadi defisit kalori yang akan menghasilkan penurunan berat badan secara signifikan.
Seperti yang kita ketahui, lemak diserap dalam bentuk trigleserida yang mengandung satu molekul monogliserida dan 2 molekul asam lemak bebas. Sebagian besar proses pencernaan lemak terjadi pada bagian pertama usus kecil, duodenum – yang benyak mengandung cairan pankreatik - dimana reaksi ezimatik akan berlangsung. Di sini, lemak akan diemulsifikasi (dipecah menjadi butiran-butiran kecil) membentuk ‘tiny fat globules’ yang berdiameter 200 sampai 5000nm.
29
Enzim lipase yang berperan pada emulsifikasi ini, akan memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas dan monogliserida. Untuk dapat menembus dinding usus, monogliserida dan asam lemak bebas ini harus berikatan terlebih dahulu dengan garam empedu untuk membentuk micelle. Bagian dalam usus kecil diselimuti dengan apa yang disebut villi yang berfungsi memperluas permukaan, guna mempercepat penyerapan hasil-hasil pencernaan.
Saat lemak diabsorpsi, akan melewati small lymph vessels , yang disebut lacteal, untuk kemundian didisstribusikan ke dalam sistem limpa dan masuk ke dalam sistim sirkulasi. Bagaimana Orlistat bekerjaOrlistat bekerja secara lokal di saluran cerna dengan cara menghambat kerja enzim lipase dan mencegah 30% penyerapan lemak.
Orlistat mempunyai struktur molekul unik yang akan mengikat bagian aktif dari enzim lipase dan menghambat aktivitasnya. Dengan demikian, enzim ini tidak dapat memecah trigliserida menjadi komponen penyusunnya – maka 30% lemak tidak dapat dicerna dan diserap. Sedangkan, sebanyak proporsi yang signifikan dari sisa asupan lemak yang tidak tercerna dan tidak terabsorpsi akan melewati saluran pencernaan dalam keadaan tidak berubah. Sedangkan 70% lemak tetap dapat mengalami penyerapan secara normal, hal ini penting guna memastikan kelarutan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Dengan cara kerja yang lokal (non sistemik) ini, orlistat tidak menimbulkan efek samping terhadap sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti pada golongan appetite supresant.
30
Dengan rata-rata 40% asupan lemak dari asupan total energi per hari, walaupun angka yang direkomendasikan adalah 30% per hari. Orlistat - dosis 120 mg tiga kali sehari - dapat mengurangi penyerapan lemak sebesar kurang lebih 30%.
Dengan menghambat penyerapan lemak tersebut, akan terjadi defisit kalori secara nyata, namun demikian, zat-zat gizi lain yang larut dalam lemak tetap akan diserap - guna memastikan kecukupan zat-zat gizi tersebut bagi tubuh.
Berkurangnya jumlah lemak yang diserap, secara efektif dapat mengurangi masukan energi, sehingga penurunan berat badan secara nyata dapat dicapai.
yang dapat larut dalam air dan bekerja dengan mengkatalisis hidrolisis
ikatan ester dalam substrat lipid yang tidak larut air seperti trigliserida berantai
panjang.[1] Dengan demikian, lipase tergolong dalam enzim esterase.[1] Enzim ini
juga mampu mengkatalisasi pembentukan ikatan ester (esterifikasi) dan
pertukaran ikatan ester (transeterifikasi) pada media bukan air.[2] Lipase
diproduksi pada karbon berlipid, seperti minyak, asam lemak, dan gliserol.[3]
Lipase dari bakteri kebanyakan diproduksi secara ekstraselular.[3] Kebanyakan
lipase dapat bekerja pada kisaran pH dan temperatur yang bervariasi, walaupun
lipase dari bakteri yang bersifat basa lebih umum.[3] Lipase adalah serin hidrolase
dan mempunyai stabilitas yang tinggi dalam larutan organik.[3]
Lipase dari fungi dan bakteri memainkan peranan yang penting dalam
kehidupan manusia seperti pembuatan yoghurt dan keju.[4] Lipase juga digunakan
sebagai katalis yang murah dan serbaguna untuk mendegradasi lipid dalam
31
aplikasi modern seperti penggunaan enzim lipase untuk pembuatan deterjen dan
biokatalis, serta juga dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk mengubah
minyak tumbuhan menjadi bahan bakar
Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan
bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur
atau lemak hewan.
Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah
minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas.
Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel
memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi,
dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering
digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar
diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.
Dia merupakan kandidat yang paling dekat untuk menggantikan bahan
bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia merupakan
bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang
ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur sekarang ini.
Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di
Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil
saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin
banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan
kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.
Biodiesel rute nonalkohol dari minyak goreng bekas dapat menyiasati
semakin menipisnya ketersediaan bahan bakar berbasis minyak bumi.
32
Bahan bakar alternatif itu bisa diproduksi dalam skala rumah tangga dan
industri. Tingginya kebutuhan bahan bakar sebagai akibat pertambahan jumlah
penduduk semakin mempertipis persediaan minyak bumi di dunia.
Jika minyak bumi terus- menerus dieksplorasi tanpa batas, lama-kelamaan
sumber daya alam tersebut akan habis.
Pasalnya, minyak bumi merupakan sumber daya yang tidak bisa
diperbarui. Salah satu solusi untuk menjaga ketersediaan minyak bumi ialah
dengan mengembangkan energi alternatif.
Indonesia merupakan negara yang banyak memiliki sumber daya hayati
yang bisa dijadikan bahan bakar alternatif. Beberapa sumber daya hayati itu antara
lain tanaman jarak dan kelapa sawit yang bisa diolah menjadi biodiesel. Saat ini,
produksi biodiesel pada skala industri dilakukan melalui reaksi transesterifi kasi
trigliserida minyak nabati dengan metanol menggunakan katalis alkali.
Namun, penggunaan katalis alkali itu memiliki kelemahan, yakni
pemurnian produk dari katalis yang bercampur homogen relatif sulit dilakukan.
Selain itu, katalis bisa ikut bereaksi sehingga memicu reaksi penyabunan.
Reaksi sampingan yang tidak diinginkan itu pada akhirnya membebani proses
pemurnian produk dan menurunkan yield biodiesel sehingga berdampak pada
tingginya biaya produksi.
Untuk mengatasi masalah masalah tersebut, diperlukan katalis yang tidak
bercampur homogen dan mampu mengarahkan reaksi secara spesifik guna
menghasilkan produk yang diinginkan tanpa reaksi samping. Belakangan ini, riset
sintesis biodiesel menggunakan enzim lipase semakin banyak dilakukan.
Enzim lipase yang bisa menjadi biokatalis dalam sintesis biodiesel tersebut
mampu memperbaiki kelemahan katalis alkali, yakni tidak bercampur homogen
sehingga pemisahannya lebih mudah.
33
Selain itu, enzim tersebut juga mampu mengarahkan reaksi secara spesifik
tanpa adanya reaksi samping yang tidak diinginkan.
Meski mengandung kelebihan, penggunaan lipase sebagai biokatalis
menyisakan satu persoalan. Lingkungan beralkohol seperti metanol menyebabkan
lipase terdeaktivasi secara cepat dan stabilitas enzim tersebut dalam mengatalisis
reaksi menjadi buruk.
Hal itulah yang mengilhami Heri Hermansyah, peneliti dari Fakultas
Teknik Universitas Indonesia, untuk mengembangkan sintesis biodiesel
menggunakan rute non-alkohol.Tujuannya, untuk menjaga aktivitas dan stabilitas
enzim tetap tinggi selama reaksi berlangsung. Dalam penelitian itu, Heri
menggunakan metil asetat yang menggantikan metanol sebagai penyuplai gugus
metil serta memanfaatkan minyak jelantah (minyak goreng bekas) sebagai sumber
trigliserida. Heri menambahkan penggantian alkohol dengan alkil asetat itu
diharapkan mampu mencegah deaktivasi dan meningkatkan stabilitas biokatalis
selama berlangsungnya proses reaksi.
Adapun penggunaan limbah, yakni minyak jelantah, ditujukan untuk lebih
menghemat biaya produksi karena harganya lebih murah daripada minyak kelapa
sawit.
Dilihat dari sisi ekonomi, produk sampingan rute nonalkohol, yaitu
triacetilglycerol memunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan
produk sampingan rute alkohol berupa glycerol.
Umumnya metode yang digunakan dalam produksi biodiesel ialah reaksi
transesterifi kasi atau alkoholisis. Namun, pada penelitian tersebut Heri
mengaplikasikan rute baru untuk menyintesis biodiesel yang disebut dengan rute
non-alkohol.
Dalam sintesis biodiesel rute alkohol, senyawa alkohol (metanol)
berfungsi untuk menyuplai gugus alkil (metil).
34
Sementara itu, dalam sintesis biodiesel rute non-alkohol, metanol bisa
digantikan dengan metil asetat sebagai penyuplai gugus metal.
Penggantian alkohol dengan alkil asetat itu mampu meningkatkan
stabilitas enzim lipase selama proses reaksi. Pada prinsipnya semua minyak yang
mengandung trigliserida bisa dijadikan bahan baku biodiesel. Pertimbangan lain
Heri menggunakan minyak goreng bekas sebagai bahan dasar biodiesel ialah agar
limbah tersebut memiliki nilai tambah.
“Pembuatan biodiesel rute non-alkohol dengan bahan baku minyak goreng
bekas itu dilakukan dengan reaksi interesterfikasi menggunakan biokatalis
terimmobilisasi. Reaksi itu bertujuan mengubah senyawa trigliserida dalam
minyak goreng bekas menjadi biodiesel sebagai produk utama dan triasetilgliserol
sebagai produk sampingnya.
Sesuai Harapan Dengan menggunakan katalis berupa enzim, reaksi dapat
diarahkan menuju produk yang diinginkan sehingga minyak goreng bekas dapat
terkonversi menjadi biodiesel tanpa reaksi samping yang menyulitkan pemurnian
produk.
Untuk mencapai tujuan itu, teknologi yang digunakan cukup sederhana,
yakni rekayasa reaksi enzimatis yang diimobilisasi dalam reaktor (reactor fixed
bed). Reaksi menggunakan enzim memang terbilang lebih efektif, namun hal itu
tidak berarti bebas dari kendala sama sekali. Kendala utama dalam proses
enzimatis ialah harga enzim yang mahal.Namun, Heri menyiasati hal tersebut
dengan metode imobilisasi enzim yang bisa meregenerasi enzim berulang kali.
Proses reaksi pengolahan biodiesel minyak goreng bekas tersebut
dilangsungkan di reaktor PBR (Packed Bed Reactor). Wadah yang disebut umpan
itu berisi campuran minyak goreng bekas dan metil asetat. Kedua bahan itu akan
dipompa menuju dasar kolom reaktor dengan laju konstan. Temperatur reaksi
dijaga tetap berada pada kisaran 37 hingga 40 derajat celcius. Campuran berupa
minyak goreng bekas dan metil asetat akan direaksikan dengan enzim lipase yang
telah diimobilisasi menghasilkan biodiesel.
35
Air yang digunakan pada jacket bath akan disirkulasi melalui thermal bath
untuk menjaga stabilitas suhu kolom reaktor. Proses pembuatan biodiesel dari
minyak goreng bekas terbagi menjadi beberapa tahap, yakni persiapan, reaksi, dan
pemurnian hasil. Pada tahap persiapan, minyak goreng bekas dimurnikan dari
pengotornya berupa asam lemak bebas.
Biodiesel Dengan Enzim
Di tengah krisis bahan bakar yang berasal dari fosil, banyak penelitian
dilakukan untuk menemukan energi alternatif. Pencarian energi alternatif yang
ramah lingkungan diharapkan mampu menjadi solusi atas kelangkaan energi yang
terjadi akhir-akhir ini. Belakangan, bahan bakar biodiesel menjadi salah satu
jawaban dari permasalahan kelangkaan energi itu.
Biodiesel merupakan bahan bakar yang berasal dari tumbuh-tumbuhan,
semisal sawit, jarak, atau bunga matahari. Setelah melalui proses pengolahan yang
panjang, tumbuhan-tumbuhan itu akan menghasilkan minyak yang bisa digunakan
sebagai bahan bakar. Biodiesel selama ini diartikan sebagai bahan bakar dari
campuran mono alkyl ester yang berasal dari rantai panjang asam lemak.
Untuk membuat biodiesel, diperlukan bahan-bahan seperti minyak goreng
atau minyak jelantah, metanol, dan soda api (NaOH).Sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel, banyak dimanfaatkan minyak goreng bekas pakai atau
jelantah.
Pertimbangannya, kedua bahan itu mengandung asam lemak bebas yang
tidak baik bagi kesehatan sehingga tidak selayaknya digunakan untuk keperluan
konsumsi.
Ketika minyak digunakan untuk menggoreng bahan makanan, terjadi
peristiwa oksidasi dan hidrolisis yang memecah molekul minyak menjadi asam.
Proses itu bertambah besar dengan pemanasan yang tinggi dan waktu yang
lama selama penggorengan. Selain tidak baik bagi kesehatan, asam lemak bebas
dapat menjadi ester jika bereaksi dengan metanol. Apabila bereaksi dengan soda,
asam lemak akan membentuk sabun.
Produk biodiesel harus dimurnikan dari produk samping, gliserin, sabun
sisa metanol, dan soda. Sisa soda yang ada pada biodiesel dapat menghidrolisis
dan memecah biodiesel menjadi asam lemak bebas yang kemudian terlarut dalam
36
biodiesel.
Asam lemak bebas dalam biodiesel tidak baik karena dapat menyumbat
filter atau saringan dengan endapan dan menjadi korosi pada logam mesin diesel.
Selama ini, pembuatan biodiesel dalam skala kecil menggunakan katalis
berupa soda api.
Contohnya, untuk penggunaan minyak goreng (baik baru maupun bekas)
sebanyak satu liter, diperlukan metanol sebanyak 200 mililiter, soda api sebanyak
3,5 gram untuk minyak goreng baru, dan sebanyak 4,5 gram soda api-bisa juga
lebih-untuk minyak goreng bekas.
Untuk memperoleh biodiesel, soda api dilarutkan ke dalam metanol.
Larutan itu lalu dipanaskan dalam suhu sekitar 55 derajat celcius dan
diaduk dengan kecepatan tinggi selama 15 hingga 20 menit. Selanjutnya larutan
itu dibiarkan selama 12 jam.
Setelah 12 jam, akan terlihat larutan berwarna jernih kekuning-kuningan
pada bagian atasnya. Pada lapisan di bawahnya, terdapat asam lemak bebas dan
bahan sabun dari sisa metanol yang tidak bereaksi.
Larutan pada bagian atas yang berwarna kekuning-kuningan itu kemudian
dipisahkan dengan cara menuangkannya ke tempat lain dengan menyisakan unsur
gliserin dan bahan pembuat sabun.
Menurut Achmadin Luthfi, peneliti bioproses dari Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT), cara pemisahan itu dipandang terlalu konvensional
dan tidak efektif. Katalis berupa soda api masih menghasilkan limbah berupa
gliserin dan bahan baku sabun sehingga belum ramah lingkungan.
Sekarang ini, ada motede baru dalam pembuatan biodiesel, yaitu dengan
memanfaatkan enzim sebagai biomolekul yang berfungsi sebagai katalis.
Katalis adalah senyawa yang mempercepat reaksi dan si katalis itu sendiri
tidak habis bereaksi. Enzim yang dipakai dalam reaksi pembuatan biodiesel
adalah enzim lipase atau enzim pemecah lemak. Enzim itu dapat mengatalisis,
menghidrolisis, serta menyintesis bentuk ester dari gliserol dan asam lemak rantai
37
panjang seperti halnya minyak goreng dan jelantah.
Berbeda dengan katalis soda api yang masih menghasilkan limbah, katalis
enzim tidak menghasilkan limbah.
Pasalnya, dengan menggunakan enzim lipase, asam lemak bebas akan larut
dan menjadi biodiesel. “Yang diperlukan hanya menyaring kotoran-kotoran
berupa kerak yang sering ada, khususnya pada minyak jelantah,” kata Luthfi.
Untuk membuat biodiesel dengan katalis enzim lipase, hal yang harus
dilakukan pertama kali adalah menyiapkan enzim lipase ke dalam sebuah
penampang berupa membran tertentu. Dalam beberapa uji coba, Achmadin
menggunakan dua filter lipase sebagai katalisnya.
Filter pertama digunakan untuk menyaring 60 persen kotoran, dan sisa
kotoran yang sebanyak 40 persen disaring oleh filter kedua. Alhasil, total kotoran
yang berhasil disaring mencapai 100 persen. “Enzim saya tempelkan di filter.
Ketika minyak lewat, berarti telah menjadi biodiesel,” jelasnya.
Filter dari bahan setipis kertas itu digunakan untuk jangka waktu tiga hari
dengan kapasitas penyaringan sebanyak satu liter.
Jangka waktu yang terbilang pendek itu disebabkan Luthfi masih
mengkhawatirkan kalau-kalau enzim hasil percobaannya akan larut.
Nantinya proses itu diperbesar, dan jangka waktu penggunaan filter
diperpanjang sesuai dengan umur keefektifan enzim melakukan proses katalisis
yang umumnya mencapai enam bulan.
Percobaan itu ternyata masih teradang persoalan harga enzim yang cukup
mahal. Sekarang ini harga enzim masih berkisar satu juta hingga tiga juta rupiah
per kilogram. Untuk filter berukuran satu meter persegi, dibutuhkan tiga gram
enzim.
Mengenai sumber minyak bekas yang menjadi salah satu bahan biodiesel,
Luthfi menerangkan minyak bekas dapat diperolah dari restoran-restoran cepat
saji, hotel-hotel berbintang, dan industri makanan.
Penggunaan minyak bekas dari tempat-tempat itu dimaksudkan agar
sumber bahan pembuat biodiesel tidak mengganggu industri pangan.
Teknik katalisasi enzim terbilang sederhana sehingga bisa dilakukan oleh
38
masyarakat awam. Hanya menggunakan tabung penyaring yang telah diberi
enzim, maka teknik penyaringan dapat dilakukan dengan mudah.
39