ANALISA FAST FOURIER TRANSFORM UNTUK PENENTUAN CEKUNGAN DAN PEMODELAN 2.5D CEKUNGAN MENGGUNAKAN...

14
ANALISA FAST FOURIER TRANSFORM UNTUK PENENTUAN CEKUNGAN DAN PEMODELAN 2.5D CEKUNGAN MENGGUNAKAN METODE GRAVITY PADA DAERAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN Hizkia Wicaqsono 115.100.008 Jurusan Teknik Geofisika, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Jalan SWK 104 Condongcatur Yogyakarta [email protected] INTISARI Telah dilakukan pengukuran metode gravity pada daerah Jawa Barat bagian selatan yang meliputi daerah administratif Tasikmalaya hingga Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontras perbedaan nilai densitas, hasil pengukuran metode gravity ini didapatkan peta regional yang menunjukan perbedaan kontras densitas, kontras densitas ini digunakan untuk menegetahui keberadaan cekungan. Metode gravity adalah metode penyelidikan geofisika yang didasarkan pada variasi percepatan gravitasi di permukaan bumi. Pengukuran gravity ini dimana adanya perbedaan kecil dari medan gravitasi yang diakibatkan variasi massa di kerak bumi. Tujuan dari eksplorasi ini adalah untuk mengasosiasikan variasi dari perbedaan distribusi rapat massa dan juga jenis batuan. Hasil yang diperoleh adalah berupa model sayatan bawah permukaan menunjukan gambaran kondisi bawah permukaan pada beberapa daerah yang mewakili keseluruhan daerah penelitian. Dengan litologi batuan dasar pada daerah penelitian didominasi oleh Breksi Gunung api tua bersusunan andesit basal yang termasuk kedalam Formasi Jampang dengan kedalaman kurang lebih 9 km yang memiliki rata-rata nilai densitas 2.8 mgal. sedangkan untuk batuan sedimen berasal dari berbagai pola sedimentasi dan sumber dari suplai sedimentasinya dengan rata-rata nilai densitasnya berkisar antara 2.2 mgal hingga 2.5 mgal. Kata Kunci : gravity, anomaly bouger (BA), pemodelan, cekungan 1. PENDAHULUAN Ketersediaan sumber daya energi seperti minyak bumi akan semakin menipis seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat penggunaannya yang semakin meningkat. Sumber daya energi yang lain seperti gas alam keberadaannya juga mengikuti minyak bumi karena bersifat tidak dapat diperbaharui (non renewable). Oleh karena itu segala upaya penelitian dan eksplorasi harus tetap dilakukan untuk terus mendapatkan cadangan- cadangan baru yang dapat di

description

paper

Transcript of ANALISA FAST FOURIER TRANSFORM UNTUK PENENTUAN CEKUNGAN DAN PEMODELAN 2.5D CEKUNGAN MENGGUNAKAN...

ANALISA FAST FOURIER TRANSFORM UNTUK

PENENTUAN CEKUNGAN DAN PEMODELAN 2.5D

CEKUNGAN MENGGUNAKAN METODE GRAVITY PADA

DAERAH JAWA BARAT BAGIAN SELATAN

Hizkia Wicaqsono

115.100.008

Jurusan Teknik Geofisika, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Yogyakarta

Jalan SWK 104 Condongcatur Yogyakarta

[email protected]

INTISARI

Telah dilakukan pengukuran metode gravity pada daerah Jawa Barat

bagian selatan yang meliputi daerah administratif Tasikmalaya hingga Ciamis,

Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontras perbedaan

nilai densitas, hasil pengukuran metode gravity ini didapatkan peta regional yang

menunjukan perbedaan kontras densitas, kontras densitas ini digunakan untuk

menegetahui keberadaan cekungan.

Metode gravity adalah metode penyelidikan geofisika yang didasarkan

pada variasi percepatan gravitasi di permukaan bumi. Pengukuran gravity ini

dimana adanya perbedaan kecil dari medan gravitasi yang diakibatkan variasi

massa di kerak bumi. Tujuan dari eksplorasi ini adalah untuk mengasosiasikan

variasi dari perbedaan distribusi rapat massa dan juga jenis batuan.

Hasil yang diperoleh adalah berupa model sayatan bawah permukaan

menunjukan gambaran kondisi bawah permukaan pada beberapa daerah yang

mewakili keseluruhan daerah penelitian. Dengan litologi batuan dasar pada daerah

penelitian didominasi oleh Breksi Gunung api tua bersusunan andesit basal yang

termasuk kedalam Formasi Jampang dengan kedalaman kurang lebih 9 km yang

memiliki rata-rata nilai densitas 2.8 mgal. sedangkan untuk batuan sedimen

berasal dari berbagai pola sedimentasi dan sumber dari suplai sedimentasinya

dengan rata-rata nilai densitasnya berkisar antara 2.2 mgal hingga 2.5 mgal.

Kata Kunci : gravity, anomaly bouger (BA), pemodelan, cekungan

1. PENDAHULUAN

Ketersediaan sumber daya

energi seperti minyak bumi akan

semakin menipis seiring dengan

berjalannya waktu dan tingkat

penggunaannya yang semakin

meningkat. Sumber daya energi yang

lain seperti gas alam keberadaannya

juga mengikuti minyak bumi karena

bersifat tidak dapat diperbaharui

(non renewable). Oleh karena itu

segala upaya penelitian dan

eksplorasi harus tetap dilakukan

untuk terus mendapatkan cadangan-

cadangan baru yang dapat di

eksploitasi untuk memenuhi

kebutuhan energi. Untuk

menemukan cadangan-cadangan

baru yang dapat dieksploitasi

terkadang kegiatan eksplorasi

mengalami kendala yang berasal dari

kondisi lapangan, akan tetapi seiring

berkembangnya metode geofisika

maka kegiatan eksplorasi dapat terus

berlanjut dengan pengukuran

pengukuran yang menggunakan

metode geofisika. Metode gravity

adalah metode penyelidikan

geofisika yang didasarkan pada

variasi percepatan gravitasi di

permukaan bumi. Pengukuran

gravity ini dimana adanya perbedaan

kecil dari medan gravitasi yang

diakibatkan variasi massa di kerak

bumi.

Maksud dari penyusunan

tugas akhir ini diantaranya adalah

mempelajari aplikasi metode

geofisika khususnya metode gravity;

Aplikasi metode gravity sebagai

survei awal untuk melakukan

pemetaan bawah permukaan.

Sedangkan tujuan dari penyusunan

tugas akhir ini adalah analisa

spektum dengan menggunakan

metode FFT (Fast Fourier

Transform); menentukan Basement

dan sedimen pada daerah penelitian;

dan membuat pemodelan bawah

permukaan daerah Jawa Barat bagian

selatan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geologi Regional

Geologi daerah penelitian

merupakan suatu acuan untuk

mengetahui kondisi geologi daerah

keseluruhan baik secara regional

maupun lokal. Untuk itu, sebeblum

melakukan survei geofisika

pemahaman terhadap kondisi geologi

daerah penelitian sangat diperlukan

untuk mengetahui target yang akan

dicari.

Geologi Jawa Barat merupakan

salah satu daerah di Indonesia yang

memiliki daya tarik tersendiri.

Aktifitas geologi yang telah

berlangsung selama berjuta-juta

tahun di wilayah ini menghasilkan

berbagai jenis batuan mulai dari

batuan sedimen, batuan beku

(ekstrusif dan intrusif) dan batuan

metamorfik dengan umur yang

beragam. Akibat proses tektonik

yang terus berlangsung hingga saat

ini, seluruh batuan tersebut telah

mengalami pengangkatan, pelipatan

dan pensesaran.

Berdasarkan sudut pandang

ilmu kebumian, daerah Jawa Barat

sangat menarik untuk dipelajari

karena geologi daerah ini dikontrol

oleh hasil aktifitas tumbukan dua

lempeng yang berbeda jenis.

Lempeng yang pertama berada di

bagian utara berkomposisi Granitis

yang selanjutnya dinamakan sebagai

Lempeng Benua Eurasia, selanjutnya

lempeng yang kedua berada di

selatan berkomposisi Basaltis yang

selanjutnya dinamakan sebagai

Lempeng Samudra Hindia-Australia.

Kedua lempeng ini saling

bertumbukan yang mengakibatkan

Lempeng Samudra menunjam di

bawah Lempeng benua. Zona

Tumbukan (subduction zone),

membentuk morfologi menyerupai

lembah curam yang dinamakan

sebagai palung laut (trench). Di

dalam palung ini terakumulasi

berbagai jenis batuan terdiri atas

batuan sedimen laut dalam (Pelagic

sediment), batuan metamorfik

(batuan ubahan) dan batuan beku

berkomposisi basa hingga ultra basa

(ofiolit). Percampuran berbagai jenis

batuan di dalam palung ini

dinamakan sebagai batuan bancuh

(batuan campur aduk) atau dikenal

sebagai batuan melange.

Gambar 2.1. Fisiografi Regional Jawa Barat

(Bemmelen 1949)

2.2. Geologi Lokal Daerah Penelitian

Struktur geologi regional Jawa

Barat dibagi menjadi tiga pola utama

yaitu Pola Meratus, Pola Sumatera, dan

Pola Sunda (Martodjojo, 1984) yang

diilustrasikan pada (Gambar II.9). Pola-

pola tersebut merupakan hasil dari

aktivitas lempeng-lempeng yang bekerja

di sekitar wilayah regional penelitian

dengan arah tegasan utama yang

berbeda-beda yang diinterpretasikan

sebagai adanya perubahan rezim

tektonik dari waktu ke waktu. Pola

Struktur daerah Jawa Barat dapat dilihat

pada (Gambar II.9), sedangkan untuk

deskripsinya dijelaskan sebagai berikut,

Pola Meratus mempunyai arah

timur laut-barat daya (NE-SW). Pola ini

tersebar di daerah lepas pantai Jawa

Barat dan Banten. Pola ini diwakili oleh

Sesar Cimandiri, Sesar Naik

Rajamandala, dan sesar-sesar lainya.

Meratus lebih diartikan sebagai arah

yang mengikuti pola busur umur Kapus

yang menerus ke Pegunungan Meratus

di Kalimantan (Katili, 1974, dalam

Martodjojo, 1984).

Pola Sumatera mempunyai arah

baratlaut-tenggara (NW-SE). Pola ini

tersebar di daerah Gunung Walat dan

sebagian besar bagian selatan Jawa

Barat. Pola ini diwakili oleh Sesar

Baribis, sesar-sesar di daerah Gunung

Walat, dan sumbu lipatan pada bagian

selatan Jawa Barat. Arah Sumatera ini

dikenal karena kesejajaranya dengan

Pegunungan Bukit Barisan (Martodjojo,

1984).

Pola Sunda mempunyai arah

utara-selatan (N-S). Pola ini tersebar di

daerah lepas pantai utara Jawa Barat

berdasarkan data-data seismik. Arah ini

juga terlihat pada Sesar Cidurian, Blok

Leuwiliang. Arah sunda ini diartikan

sebagai pola yang terbentuk pada

Paparan Sunda (Martodjojo, 1984)

Gambar 2.2. Peta Pola Struktur Regiolan

Jawa Barat (Martodjojo 1984)

3. DASAR TEORI

3.1. Metode Gaya Berat

Teori yang mendasari Metode

gravity adalah Hukum gravitasi yang

dikemukakan oleh Sir Isaac Newton

(1642-1727), menyatakan bahwa gaya

tarik-menarik antara dua buah partikel

sebanding dengan perkalian kedua

massanya dan berbanding terbalik

dengan kuadrat jarak antara pusat

keduanya, jadi semakin jauh jarak kedua

benda tersebut maka gaya gravitasi

semakin kecil dan apabila jarak kedua

benda semakin kecil maka gaya

gravitasi juga akan menjadi besar,

(Gambar 3.1).

Gambar 3.1. Sketsa gaya tarik dua benda

berjarak R

(III.1)

3.2. Koreksi Dalam Metode Gravity

Dalam pengolahan data gravity

perlu dilakukan beberapa koreksi,

koreksi-koreksi ini dilakukan karena ada

faktor – faktor yang mempengaruhi

besar kecilnya harga gravitasi pada

suatu titik pengamatan, faktor-faktor

tersebut adalah :

Posisi garis lintang.

Kedudukan matahari dan bulan

terhadap bumi (pasang surut)

Elevasi (ketinggian titik

pengamatan)

Keadaan topografi di sekitar

titik pengukuran.

Variasi rapat massa batuan di

bawah permukaan

(anomali/target)

3.3. Pemisahan Anomali Regional –

Residual Anomali gravity yang didapat

setelah proses koreksi sebenarnya adalah

penjumlahan dari semua kemungkinan

sumber anomali yang ada di bawah

permukaan dimana salah satunya

merupakan target dari eksplorasi

(gambar III.7).

Gambar III.7. Grafik hubungan antara

anomali residual, anomali

regional dan data gravity

(Telford, 1990).

Sehingga anomali yang merupakan

target harus dipisahkan untuk

kepentingan interpretasi. Apabila target

dari eksplorasi adalah anomali residual

maka anomali lainnya adalah noise dan

anomali regional. Dimana lebar dari

anomali residual ini lebih kecil daripada

anomali regional dan lebih besar dari

noise, sedangakan kedalaman anomali

regional lebih dalam dari anomali

residual dan kedalaman noise lebih

dangkal dari anomali residual. Metode

yang digunakan yaitu :

Metode Analisis Spektrum

Analisa spektrum dilakukan

untuk melihat respon anomali

yang berasal dari zona regional,

residual, dan noise, sehingga

kedalaman dari anomali gravitasi

dapat diestimasi. Analisa spektrum

dilakukan dengan mentransformasi

Fourier lintasan-lintasan yang telah

ditentukan.

3.4. Teknik Analisa Cekungan

Sedimen yang mengisi suatu

cekungan merupakan faktor yang sangat

penting untuk dipelajari dalam analisa

cekungan sedimen yang bersangkutan.

Sedimen tersebut dipelajari bagaimana

proses terbentuknya, sifat batuan dan

aspek ekonominya. Proses pembentukan

sedimen meliputi pelapukan, erosi,

transportasi dan pengendapan, sifat-sifat

fisik, kimia dan biologi batuan;

lingkungan pengendapan, dan posisi

stratigrafi. Beberapa faktor yang

mempengaruhi proses pengendapan dan

sifat sedimen adalah:

1. litologi batuan induk, akan

sangat mempengaruhi komposisi

sedimen yang berasal dari

batuan tersebut.

2. topografi dan iklim dimana

batuan induk berada,

mempengaruhi kecepatan

denudasi yang menghasilkan

sedimen yang kemudian

diendapkan dalam cekungan

3. kecepatan penurunan cekungan

bersamaan dengan kecepatan

kenaikan/penurunan muka laut

4. ukuran dan bentuk dari

cekungan.

Analisa cekungan merupakan hasil

interpretasi yang berdasarkan pada

proses sedimentasi, stratigrafi, fasies dan

sistem pengendapan, peleoseanografi,

paleogeografi, iklim purba, analisa muka

laut, dan petrografi/mineralogi (Boggs,

2001). Penelitian sedimentologi dan

analisa cekungan sekarang ini

ditikberatkan pada analisa fasies

sedimen, siklus subsiden, perubahan

muka laut, pola sirkulasi air laut, iklim

purba, dan sejarah kehidupan.

4. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Diagram Alir Penelitian

Diagram alir dibawah (Gambar

IV.1) merupakan proses pengolahan

data gravity yang dilakukan dalam

penelitian ini.

Gambar 3.1. Diagram Alir Pengolahan

Data

Diagram alir tersebut menggambarkan

alur pengolahan data gravity secara

bertahap dengan penjelasan sebagai

berikut :

1. Data gravity yang didapat dari

perusahaan kemudian diolah

sesuai dengan pengolahan

dengan menggunakan Ms.

Excel. Pengolahan data

dilakukan dengan cara

melakukan koreksi-koreksi yang

telah dijelaskan pada bab

sebelumnya, terhadap data hasil

pengukuran di lapangan.

2. Data yang digunakan untuk

diolah lebih lanjut adalah data

hasil pengukuran dilapangan,

yang telah diolah lebih lanjut

dan sudah dihilangkan pengaruh

pengaruh yang tidak diingankan

pada data hasil pengukuran

dilpangan dengan koreksi-

koreksi yang sudah dijelaskan

sebelumnya pada sub bab diatas.

Hasil akhir yang didapatkan

setelah melakukan pengolahan

data adalah nilai gravity yang

hanya disebabkan oleh pengaruh

ketidak seragaman densitas

dibawah permukaan atau yang

sering disebut dengan nilai

Anomali Bouger Lengkap

(ABL).

3. Selanjutnya dilakukan analisa

spektrum bertujuan untuk

memperkirakan kedalaman

suatu benda anomali gravity di

bawah permukaan (Widianto,

2008). Input untuk proses

analisa spektrum adalah jarak

antar titik pengukuran dan nilai

anomaly gravity hasil slice dari

kontur anomali Bouger (BA)

dengan cara membuat slice pada

setiap daerah-daerah pada peta

kontur anomaly Bouger (BA)

yang kemudian dilakukan

proses digitasi sehingga dari

slice tersebut didapatkan jarak

antar titik pengukuran dan nilai

anomali gravity. Proses slice

dan digitasi tersebut dilakukan

dengan menggunakan program

Geosoft Oasis Montaj.

4. Kemudian tahapan selanjtunya

ialah pemisahan antara anomaly

regioan dengan anomaly

residual. Pemisahan anomali

residual dan regional dilakukan

dengan menggunakan filter

High Pass dan Low Pas dengan

menggunakan program Geosoft

Oasis Montaj. Filter ini

memberikan batasan nilai pada

anomali Bouger sehingga dapat

dipisahkan antara anomali

residual maupun regional.

5. Tahapan selanjutnya ialah

deliniasi dan analisa cekungan.

Dalam hal ini adalah nilai dari

anomali gravity residual untuk

menentukan cekungan dan

melakukan pembatasan pada

daerah-daerah yang dianggap

sebagai cekungan dengan cara

melihat daerah yang mempunyai

nilai anomali rendah pada peta

anomali residual.

6. Kemudian dilakukan pemodelan

bawah permukaan dilakukan

dengan cara pemodelan ke

depan (forward modeling).

Pemodelan ke depan adalah

suatu proses perhitungan data

yang secara teoritis akan

teramati di permukaan bumi jika

diketahui harga parameter

model bawah permukaan

tertentu (Grandis, 2009). Dalam

pemodelan di cari suatu model

yang cocok dan fit dengan data

lapangan,sehingga model

tersebut dianggap mewakili

kondisi bawah permukaan

daerah pengukuran.

7. Proses terakhir yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah

proses interpretasi. Proses

intepretasi yang dilakukan

secara kualitatif dan kuantitatif.

Dimana intepretasi kualitatif

dilakukan dengan melakukan

deliniasi subcekungan.

Sedangkan untuk interpretasi

secara kuantitatif adalah melalui

pemodelan 2.5D.

8. Pengolahan data selesai

dilakukan sehingga didapatkan

hasil dari pengolahan tersebut.

4.2. Peralatan yang Digunakan

Dalam penelitian dan

pengolahan data metode gravity ini

digunakan beberapa peralatan keras dan

perangkat lunak. Perangkat keras yang

digunakan ialah 1 buah Laptop Lenovo

V470c core i3 dengan system operasi

Windows 7 ultimate 64-bit. Sedangkan

perangkat lunak yang digunakan terdiri

dari :

Geosoft Oasis Montaj (versi

6.4.2) yang digunakan untuk

pengolahan data Anomali

Bouger (gridding, slicing,

filtering,modeling).

Microsoft exel 2013, program

ini digunakan untuk perhitungan

manual data gravity.

Microsoft word 2013, program

ini untuk pembuatan laporan

hasil penelitian.

Matlab 7.1, program ini

digunakan untuk melakukan

proses FFT.

Surfer 10, program ini

digunakan untuk membuka file

yang di export dari Geosoft

dalam format (.csv) dan

mengkonversinya ke format

(.dat).

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Peta Anomali Gravitasi

Berdasarkan peta anomali

bouger (terlampir) mempunyai rentang

nilai anomali mulai dari 34.6 mGal

158.6 mGal. Dari rentang nilai tersebut,

dapat dibagi menjadi 3 kelompok nilai,

yaitu nilai anomali bouger rendah,

sedang, dan tinggi. Nilai anomali rendah

dapat ditunjukkan dengan nilai 34.6

mGal sampai dengan 53.4 mGal dimana

nilai ini diwakilkan dengan warna biru

tua hingga biru muda. Untuk nilai

anomali sedang diwakilkan dengan

warna hijau hingga oranye yang

memiliki rentang nilai 55.3 mGal

sampai dengan 117.9 mGal. Sedangkan

untuk anomali tinggi diwakilkan

dengan warna merah sampai dengan

merah muda dimana nilainya adalah

119.6 mGal sampai dengan 158.6 mGal.

5.2. Analisis Spektrum

Metode analisis spektrum pada

penelitian ini menggunakan 5 lintasan

sample yang mewakili seluruh luasan

dari daerah penelitian, seperti

ditunjukkan pada Gambar V.4. Dari

kelima lintasan tersebut maka diproses

menjadi lima grafik K Vs ln A. Dimana

grafik-grafik tersebut berfungsi untuk

mengetahui lebar jendela dan kedalaman

anomaly baik itu anomali regional

ataupun anomali residual dari daerah

penelitian.

Tabel 5.1. Tabel Kedalaman Bidang

Diskontinuitas

Tabel kedalaman bidang

diskontinuitas dari proses analisis

spektrum (Tabel 5.1) didapatkan dua

kedalaman rata-rata bidang

diskontinuitas yaitu kedalaman anomali

regional sekitar 16.7488 Km, dan

kedalaman anomali residual sekitar

3.9076 km. Kedalaman diskontinuitas

pertama adalah kedalaman bidang antara

kerak atas dengan kerak bawah, karena

perbedaan material pembentuknya akan

memiliki kontras rapat massa yang

berbeda. Sedangkan kedalaman bidang

diskontinuitas kedua adalah sebagai

batas antara batuan dasar dengan

sedimen.

5.3. Peta Anomali Regional

Selain itu hasil yang didapatkan

yaitu peta anomali regional (terlampir),

dapat dibagi 3 kelompok nilai, yaitu

nilai anomali bouger rendah, sedang,

dan tinggi. Nilai anomali rendah dapat

ditunjukkan dengan nilai 40.1 mGal

sampai dengan 58.3 mGal dimana

ditunjukkan dengan warna biru tua

hingga biru muda. Untuk nilai anomali

sedang ditunjukkan dengan warna hijau

hingga oranye yang nilainya adalah 60.2

mGal sampai dengan 114.5 mGal.

Sedangkan untuk anomali tinggi

ditunjukkan dengan warna merah

sampai dengan merah muda dimana

nilainya adalah 118.2 mGal sampai

dengan 158.8 mGal.

Pada peta anomali regional, pola

yang terbentuk tidaklah begitu berbeda

dengan peta anomaly bouger. Hal

tersebut dikarenakan pengaruh zona

subduksi yang berada pada bagian

selatan daerah penelitian sehinga

menyebabkan tinnginya nilai pada

daerah bagian selatan peta anomali

regional.

5.4. Peta Anomali Residual

Sama halnya dengan peta

anomali Regional,pada peta anomali

residual (terlampir) ini, dapat dibagi 3

kelompok nilai, yaitu nilai anomali

bouger rendah, sedang, dan tinggi. Nilai

anomali rendah dapat ditunjukkan

dengan nilai -17.5 mGal sampai dengan

-9.9 mGal dimana ditunjukkan dengan

warna biru tua hingga biru muda. Untuk

nilai anomali sedang ditunjukkan

dengan warna hijau hingga oranye yang

nilainya adalah –8.3 mGal sampai

dengan 6.0 mGal. Sedangkan untuk

anomali tinggi ditunjukkan dengan

warna merah sampai dengan merah

muda dimana nilainya adalah 6.9 mGal

sampai dengan 15.9 mGal.

5.5. Pemodelan

Pemodelan bawah permukaan

dilakukan dengan cara pemodelan ke

depan (forward modeling) dengan

menggunakan peta anomali residual.

Dari peta tersebut dibuat 3 sayatan yang

bervariasi. Salah satunya ialah sayatan

A-B (terlampir) yang membentang dari

barat ke timur dengan panjang sayatan

28.7 km dan melewati nilai rendahan

yang diintrepetasikan sebagai cekungan

pada daerah penelitian. Pada pemodelan

diatas menampilkan 3 buah formasi

yaitu Formasi Jampang sebagai batuan

dasar,kemudian Formasi Halang sebagai

sedimen yang menutup batuan dasar

tersebut dan yang terakhir adalah

Formasi Tapak. Dengan rata rata nilai

densitas pada batuan sedimen Formasi

Halang adalah 2.25 mGal yang

merupakan perselingan antara Batupasir,

Batulempung dan Batullanau dengan

sisipan breksi dan Batupasir

Gampingan. Sedangkan batuan dasar

Formasi Jampang dengan nilai densitas

rata-rata 2.8 mGal yang merupakan

Breksi Gunung api tua bersusunan

andesit basal dan Batugamping dengan

umur Miosen bawah. Dan yang terakhir

adalah Formasi Tapak dengan rata-rata

nilai densitas 2.2 mGal yang merupakan

Batupasir kasar dengan sisipan napal

pasiran. Akibat adanya perbedaan

lithology Pada kedua sedimen tersebut

maka dapat terlihat perbedaan nilai

densitasnya. Pemodelan diatas memiliki

kedalaman hingga 4000 m.

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh

dalam penelitian ini, dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut :

1. Batuan dasar pada daerah

penelitian didominasi oleh

Breksi Gunung api tua

bersusunan andesit basal yang

termasuk kedalam Formasi

Jampang dengan kedalaman

kurang lebih 9 km. sedangkan

untuk batuan sedimen berasal

dari berbagai pola sedimentasi

dan sumber dari suplai

sedimentasinya.

2. Model sayatan bawah

permukaan menunjukan

gambaran kondisi bawah

permukaan pada beberapa

daerah yang mewakili

keseluruhan daerah penelitian.

Sayatan A-B membentang dari

barat ke timur dengan panjang

sayatan 28.7 km. menampilkan

3 buah formasi yaitu Formasi

Jampang sebagai batuan

dasar,kemudian Formasi Halang

sebagai sedimen yang menutup

batuan dasar tersebut dan yang

terakhir adalah Formasi Tapak.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil dari

pembahasan serta kesimpulan penelitian

ini maka dapat diberikan saran untuk

penelitian selanjutnya diantaranya

sebagai berikut.

1. Perlu adanya akuisisi data

lebih lanjut dengan

menggunakan metode

magnetic sehingga bisa

didapatkan peta upward

regional yang dapat

dibandingkan dengan peta

filtering High Pass dan Low

Pass pada penelitian ini.

2. Perlu adanya akuisisi data

lebih lanjut dengan

menggunakan metode aktif

seperti seismic sehingga

dapat menentukan struktur

yang terdapat pada daerah

penelitian tersebut.

3. Dibutuhkannya sampel

pengeboran/logging untuk

mengetahui litologi lebih

lanjut pada daerah

penelitian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Asikin, S., 1979, Dasar – Dasar Geologi

Struktur, Departemen

teknik Geologi, Institut

Teknik Bandung

Bemmelen, van, RW., 1949, The

Geology of

Indonesia:General Geology

of Indonesia and Adjacent

Archipelegoes, 2nd ed, Vol.

1A, Martinus Nijhoff,The

Haque

Blakey, R.C., 1979, Oil impregnated

carbonate rocks of the

Timpoweap Member

Moenkopi Formation,

Hurricane Cliffs area, Utah

and Arizona.

Blakely, R.j., 1995, Potential Theory in

Gravity and Magnetic

Applications, Cambridge,

Cambridge University

Press.

Boggs, S., 2001, Principle of

Sedimentology and Stratigraphy, 3rd

ed., Prentice.

Boggs, Sam Jr, 1987, Principle of

Sedimentology and

Stratigraphy, Merril

Publishing Company,

Columbus, Ohio, USA.

Dickinson, W. R., 1974. Plate Tectonic

Evolution of Sedimentary

Basins. Am. Assoc. Petrol.

Geol. Continuing Education

Course Notes Series.

Dobrin, M. B., and Savit, C. H., 1988,

Introduction to

Geophysical Prospecting:

McGraw-Hill Book Co.,

New York.

Gafoer, dkk, 1992, Geologi Lembar

Garut-Pamuengpuek, Jawa

Barat, Pusat

Penelitian dan

Pengembangan Geologi,

Indonesia.

Grandis, H., 2009, Pengantar

pemodelan inversi

geofisika. HAGI,Jakarta.

Kadir, W.G.A., 2000. Diktat Kuliah:

Eksplorasi Gayaberat &

Magnetik. ITB. Bandung.

Kastowo, 1975. Peta Geologi Lembar

Majenang, skala 1:100.000.

Direktorat Geologi,

Bandung.

Koesoemadinata, R.P., 1978, Geologi

Minyak dan Gas Bumi. Jilid

I Edisi kedua, ITB,

Bandung.

Lillie, R.J. 1999. Whole Earth

Geophysics: An Intoductory

Textbook for Geologists

and Geophysicists.

Prentice-Hall Inc.New

Jersey.

Martodjojo, S dan Djuhaeni., 1996,

Sandi Stratigrafi Indonesia,

Ikatan Ahli Geologi

Indonesia (IAGI).

Martodjojo, S., 1984. Evolusi Cekungan

Bogor. Unpublished

Doctoral Thesis, Institute

Technology Bandung,

Bandung.

Miall, A. D., Catuneanu, O., Vakarelov,

B., Post, R., 2008.The

Western Interior Basin.

In: Miall, A. D. (ed.),

TheSedimentary Basins of

the United States and

Canada:Sedimentary

basins of the World, v. 5,

K. J. Hsü, Series Editor,

Elsevier Science,

Amsterdam, p. 329–362.

Pannekoek, A.J., 1946,

Geomorphologische

Waarnemingen op het

Djampang Plateau in

West Java : Genootschap,

Vol. LXIII, pt. 3, p. 340 -

367.

Parasnis, D.S., 1992, Principle of

Applied Geophysical, Mc.

Graw Hill Book Company

Inc. New York.

Roy, K.K. 2008. Potential Theory in

Applied Geophysics.

Springer. Berlin.

Selley, R.C. 1988. Applied

Sedimentology. Academic

Press. San Diego. 446 hlm.

Simandjuntak, T. O. & Barber, A. J.

1996. Contrasting Tectonic

Styles in the Neogene

Orogenic Belts ofIndonesia.

In: Hall, R. & Blundell, D.

J. (eds)Tectonic Evolution

of SE Asia. Geological

Society,London, Special

Publications, 106, 185–201.

Sudrajat, A., 1992, jawa Barat selatan

sebagai potensi yang

terpendam. Direktorat

Jendral Geologi dan

Sumberdaya Mineral

Departemen Pertambangan

dan Energi,Jakarta.

Sylvester, A. G. 1988. Strike-Slip

Faults. Geological Society

of America Bulletin 100,

1666–1703.

Talwani, M., Worzel, J.L., Landisman,

M., 1959 : Rapid gravity

computations for two-

dimensional bodies with

application to the

Mendocino submarine

fracture zone. J. Geophys.

Res 64, 49-59

Telford, W.M. Geldart, L.P. Sherifff,

R.E., and Keys, D.A.,

1990 Applied Geophysics,

Cambridge University

Press, Cambridge.

Torkis, R., 2012, Analisa dan

pemodelan struktur bawah

permukaan berdasarkan

metode gaya berat di

daerah prospek panas bumi

gunung lawu. Universitas

Indonesia,Jakarta.

Widianto, E., 2008, Penentuan

konfigurasi struktur batuan dasar dan

jenis cekungan dengan data gaya berat

serta implikasinya pada target

eksplorasi minyak dan gas bumi di

pulau jawa. Institut Teknologi Bandung,

Bandung.

LAMPIRAN

Anomali Gravitasi

Anomali Regional

Anomali Residual

Sayatan A – B

Sayatan C – D

Sayatan E - F