Amir Fix Word Case Kulit DKA

20
Case Report Session DERMATITIS KONTAK ALERGI EC SENDAL BAHAN DASAR KULIT OLEH : AMIRUDDIN MUSTAQIM PRESEPTOR: Dr. QAIRA ANUM, Sp.KK

Transcript of Amir Fix Word Case Kulit DKA

Page 1: Amir Fix Word Case Kulit DKA

Case Report Session

DERMATITIS KONTAK ALERGI

EC SENDAL BAHAN DASAR KULIT

OLEH :

AMIRUDDIN MUSTAQIM

PRESEPTOR:

Dr. QAIRA ANUM, Sp.KK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M DJAMIL PADANG

2012

Page 2: Amir Fix Word Case Kulit DKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Perkembangan dan kemajuan yang telah dicapai dalam bidang industri sangat pesat di

negara ini. Masyarakat sangat mudah memperoleh dan memanfaatkan hasil-hasil industri.

Namun, disamping itu terdapat pula dampak negatif akibat terjadinya kontak kulit manusia

dengan produk-produk industri atau pekerjaan yang dilakukannya. Diantaranya adalah

penyakit dermatitis kontak yang merupakan respon peradangan terhadap bahan eksternal

yang kontak pada kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak

iritan yang merupakan respon non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan

oleh mekanisme imunologik spesifik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.

Bahan penyebab dermatitis kontak alergik pada umumnya adalah bahan kimia, bahan

yang berhubungan dengan pekerjaan dan dapat pula oleh bahan yang berada disekitarnya.

Disamping bahan penyebab ada faktor penunjang yang mempermudah timbulnya dermatitis

kontak tersebut yaitu suhu udara, kelembaban, gesekan dan oklusi.

Untuk menegakkan diagnosis dermatitis kontak alergik perlu dilakukan uji tempel.

Uji tempel bila memungkinkan dilakukan 2 minggu setelah dermatitisnya sembuh. Oleh

karena bila baru saja sembuh, maka ambang rangsang kulit terhadap iritasi maupun sensitasi

menurun. Tujuan uji tempel selain untuk membuktikan bahwa dermatitis yang terjadi adalah

dermatitis kontak alergik, juga untuk menemukan jenis bahan alergen kontak. Supaya

hasilnya dapat dipercaya uji tempel harus selalu disesuaikan dengan riwayat penyakit dan

pemeriksaan klinis serta dilakukan dengan prosedur baku.

1.2. TUJUAN PENULISAN

Laporan kasus ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan penyusun maupun

pembaca tentang patogenesis, bagaimana menegakan diagnosis, serta penatalaksanaan

dermatitis kontak alergi.

1.3. BATASAN MASALAH

Laporan kasus ini membahas tentang bagaimana patogenesis, gejala klinis, cara

menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan dermatitis kontak alergi.

2

Page 3: Amir Fix Word Case Kulit DKA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah peradangan pada daerah kulit akibat kontak

langsung dengan bahan kimia atau biologi yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe

lambat (IV) pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap alergen. 1,13

Dermatitis kontak alergi merupakan dermatitis kontak karena sensitisasi alergi

terhadap substansi yang beraneka ragam yang menyebabakan reaksi peradangan pada kulit

bagi mereka yang mengalami hipersensivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat dari

pajanan sebelumnya.2

2.2 EPIDEMIOLOGI

Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak

alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif).

Dermatitis kontak iritan timbul pada 80% dari seluruh penderita dermatitis kontak sedangkan

dermatitis kontak alergik kira-kira hanya 20%, tetapi di Amerika Serikat menunjukkan bahwa

dermatitis kontak akibat kerja karena alergi ternyata cukup tinggi yaitu berkisar antara 50 dan

60 persen. Sedangkan dari satu penelitian ditemukan frekuwnsi DKA bukan akibat kerja tiga

kali lebih sering daripada DKA akibat kerja. 1

2.3 ETIOLOGI

Penyebab dermatitis kontak alergi adalah bahan kimia sederhana dengan berat

molekul umumnya rendah (< 1000 Dalton). 1

Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan,

dan luasnya penetrasi di kulit. Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau senyawa

sejenis menyebabkan reaksi hipersensitvitas tipe lamat pada paparan berulang. Dermatitis ini

biasanya timbul sebagai dermatitis vesikuler akut dalam beberapa jam sampai 72 jam setelah

kontak. Perjalanan penyakit memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh dalam 2 hari bila

tidak terjadi paparan ulang. Reaksi yang paling umum adalah dermatitis rhus, yaitu reaksi

alergi terhadap poison ivy dan poison cak. Faktor predisposisi yang menyebabkan kontak

alergik adalah setiap keadaan yang menyebabakan integritas kulit terganggu, misalnya

dermatitis statis. 3

2.4 PATOGENESIS

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons imun yang

diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV, suatu

hipersensitivitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase

3

Page 4: Amir Fix Word Case Kulit DKA

elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisai dapat menderita DKA. Dermatitis

kontak alergika merupakan suatu fenomenan imunologi yang membutuhkan Anti gen

Presenting Cells (APC) dan Anti gen Processing Cells tanpa mempersoalkan keadaan

pertahanan stratum korneum, sehingga meskipun stratum korneum intak, tidak dapat

mencegah terjadinya dermatitis kontak alergi pada individu yang sensitif.1

Reaksi yang menimbulkan dermatitis kontak alergi ini di bagi dalam dua fase : 1,4,5,9-12

1. Fase sensitisasi

Bahan kimia yang dapat bersifat sebagai allergen biasanya mempunyai berat molekul

kecil, larut dalam lemak dan ini di sebut sebagai hapten. Hapten akan berpenetrasi menembus

lapisan korneum sampai mencapai lapisan bawah epidermis. Hapten ini akan difagosit oleh

sel Langerhans, kemudian hapten akan diubah oleh enzim lisosom dan sitosolik yang

kemudian berikatan dengan HLA-DR membentuk anti gen. HLA-DR dan anti gen ini akan di

perkenalkan kepada sel limfosit T melalui CD4 (cluster of differentiation-4) yang akan

mengenal HLA-DR dan CD3 (cluster of differentiation-3) yang akan mengenal anti gen yang

telah diproses. Perkenalan ini terjadi di kulit atau di kelenjar limfe regional.

Sel Langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi Sel-T untuk mensekresi IL-2 dan

mengekspresi reseptor IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi Sel-T spesifik,

sehingga menjadi lebih banyak. Turunan sel ini yaitu sel-T memori (sel-T teraktivasi) akan

meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut

individu menjadi tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.

2. Fase elisitasi

Fase elisitasi ini dimulai saat terjadi pajanan ulang allergen (hapten), setelah difagosit

oleh sel Langerhans dengan cepat akan di kenal oleh sel memori sehingga sel memori akan

mengeluarkan IFN-γ (interferon gamma) yang akan merangsang keratinosit mengekspresikan

ICAM-1 dan HLA-DR pada permukaan keratinosit. ICAM-1 akan memungkinkan keratinosit

berikatan dengan Sel-T dan sel lekosit yang lain yang mengekspresikan LFA-1 (lymphocyte

associated-1).

Seperti telah kita ketahui HLA-DR akan memungkinkan keratinosit berikatan dengan

Sel-T limfosit dan Sel-T sitotoksik. Di samping itu keratinosit akan memproduksi IL-1, IL-6,

TNF-α, dan GM-CSF yang semua ini akan mengaktivasi sel limfosit T. IL-1 memproduksi

eicosanoid, di mana kombinasi antara eicosanoid dan sitokin- sitokin yang dibentuknya akan

mengaktifkan sel mast dan makrofag, sehingga akan terbentuklah histamin yang

menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Semua proses

4

Page 5: Amir Fix Word Case Kulit DKA

yang telah disebut di atas menimbulkan reaksi radang yang kita kenal sebagai dermatitis

kontak alergika.

2.5 GAMBARAN KLINIK

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan

dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang

berbatas jelas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula

dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). DKA akut di tempat tertentu, misalnya

kelopak mata, penis, skrotum, eritem dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang

kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya

tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis, mungkin

penyebabnya juga campuran. 1,6

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan klinis yang

teliti.

Kriteria diagnosis DKA antara lain : 1

Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau

satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.

Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dengan gejala klinis lebih

ringan serta timbulnya lebih lambat.

Polimorf, rasa gatal.

Riwayat penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang

bersangkutan maupun keluarganya.

Lokasi lesi, misalnya : di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam

tangan, di kedua kaki oleh sepatu/sendal.

Uji tempel (patch test) dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Dermatitis kontak iritan, sebagai berikut (lihat tabel).

DKA DKI

Serangan Mendadak dalam 1-2 hari pada orang

tersesitisasi.

Lambat, minggu, bulan, tahun

Keluhan Gatal. Perih.

Pemeriksaan Predominan efloresensi akut dan sub

akut. Eritema, edema, vesikel,

Predominan efloresensi khronis

: kering, ragaden. Selanjutnya

5

Page 6: Amir Fix Word Case Kulit DKA

eksudasi eritem likhenifikasi, ekskoriasi

Penyebab Nikel, khrom, tumbuhan, karet,

plastik, cat, kosetik, obat

Air, sabun, deterjen, pelarut

Perjalanan

penyakit

Sensitifitas bertahan lama, dapat

terjadi toleransi

Condong khronis

Tes tempel + -

Reaksi setelah

tes tempel

Reaksi meningkat (crecendo) Jika terjadi iritasi reaksi

menurun (decrecendo)

Spongiosis Mulai bagian bawah stratum spinosum Mulai lebih kepermukaan

Dermatitis nummularis jika tampilan klinis agak basah, tes tempel negatif.

Dermatitis atopik, terdapat tanda-tanda atopik.

Dermatitis seboroik terutama jika mengenai aksila, tidak ada memakai kontaktan

seperti deodoran.

Psoriasis terutama jika mengenai telapak tangan, yang dominan merah, skuama tebal

seperti lilin dan pustula, kebanyakan tidak gatal.

Tinea pedis jenis hiperkeratosis, jamur positif. 1,6,8

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitifitas kulit ketika kontak dengan

suatu zat. Dasar teori dari uji tempel ini ada memicu respon imun dengan memberikan

sejumlah allergen kepada orang yang sudah tersensitisasi dan menilai derajat respon yang

timbul. Terdapat banyak allergen yang dapat menyebabkan DKA sehingga tidak mungkin

untuk menguji seseorang dengan semua allergen tersebut. Riwayat yang jelas dan observasi

pola dermatitis, lokalisasi pada tubuh, dan tahap perkembangan penyakitnya sangat

membantu dalam menentukan penyebab. Uji tempel dapat digunakan untuk menegakkan

diagnosis, namun harus disertai dengan riwayat penyakit dan gejala klinis penyakitnya.1

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel : 1

1. Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut atau berat

dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’, reaksi positif palsu, dapat juga

menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya makin memburuk.

2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid

sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada

pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen kortikosteroid lain),

6

Page 7: Amir Fix Word Case Kulit DKA

sebab dapat menghasilkan reaksi negatif palsu. Pemberian kortikosteroid topikal di

punggung dihentikan sekurang-kurangnya satu minggu sebelum tes dilaksanakan.

Luka bakar sinar matahari (sun burn) yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes dilakukan

juga dapat memberi hasil negatif palsu. Sedangkan anti histamin sistemik tidak

mempengaruhi hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.

3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua dilakukan

pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.

4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel menjadi

longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil negatif palsu.

Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya 48 jam, dan menjaga agar

punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai pembacaan terakhir

selesai.

5. Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita yang

mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticarial type), karena dapat

menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita

semacam ini dilakuka tes prosedur khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama

dilakukan 15 – 30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diui telah meghilang

atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut : 1

1 = reaksi lemah (non vesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)

2 = reaksi kuat : edema atau vesikel ++

3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)

4 = meragukan hanya makula eritematosa (?)

5 = iritasi : seperti terbakar , pustul, atau purpura (IR)

6 = reaksi negatif (-)

7 = excited skni

8 = tidak dites (NT=not tested)

Pembacaan kedua dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96

jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara

respons alergik dan respons iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi respons

positif alergen. Hasil positif dapat bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu

dipesan kepada pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai sat minggu setelah aplikasi. 1

Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain bila konsentrasi terlalu tinggi, atau bahan

tersebut bersifat iritan bila dalam keadaan tertutup (oklusi), efek pinggir uji tempel, umumnya

7

Page 8: Amir Fix Word Case Kulit DKA

karena iritasi, bagian tepi menunjukkan reaksi lebih kuat, sedang di bagian tengahnya reaksi

ringan atau sama sekali tidak ada. Ini desebankan karena meningkatnya konsentrasi iritasi

cairan dibagian pinggir. Sebab lain oleh karena efek tekan, terjadi bila menggunakan bahan

padat. 1

Reaksi negatif palsu dapat terjadi misalnya konsentrasi terlalu rendah, vehikulum

tidak tepat, bahan uji tempel tidak melekat dengan baik, atau longgar akibat pergerakan,

kurang cukup waktu penghentian pemkaiaan kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang

lama dipakai pada area uji tempel dilakukan. 1

2.9 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yang terpenting adalah mencari penyebab, yang kadang-kadang agak

sukar, apalagi kalau ada hubungan dengan pekerjaan. Setelah diketahui penyebabnya maka

penyebab harus dihindari.

Obat yang digunakan : 1,4-8

1. DKA akut 3 x 10 mg prednison selama 5 hari dan topical salep / krim kortikosteroid.

2. Jika basah di kompres terlebih dahulu dengan larutan garam faal atau larutan air

salisil 1:1000, setelah kering di beri salep / krim kortikosteroid.

3. Jika terjadi infeksi sekunder diberikan anti biotika.

4. Mengganggu proses patogenesis misalnya : penyinaran dengan sinar ultra violet B

(UV-B) yang menurunkan kemampuan fungsi sel Langerhans dan limfosit, pemberian

Cyclosporine A yang menurunkan fungsi sel Langerhans tanpa efek sitotoksit

terhadap sel Langerhans dan limfosit T.

2.10 PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis

kurang baik dan menjadikronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen

(dermatitis atopi, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau terpajan oleh alergen yang tidak

mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan pekerjaan terentu atau terdapat di

lingkungan penderita.1

BAB III

PRESENTASI KASUS

8

Page 9: Amir Fix Word Case Kulit DKA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Umur/tanggal lahir : 50 tahun/ 15 Maret 1958

Jenis kelamin : Wanita

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Perumnas Panggambiran, Padang

Status perkawinan : Sudah menikah

Negeri asal : Padang

Agama : Islam

Suku : Jambak

ANAMNESIS

Seorang pasien wanita berusia 50 tahun datang ke poli kulit kelamin RS DR M.

Djamil dengan :

KELUHAN UTAMA

Bercak merah yang terasa gatal di kedua punggung kaki sejak 3 minggu yang lalu

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Bercak merah yang terasa gatal di kedua punggung kaki sejak 3 minggu yang lalu.

Bercak muncul pertama kali 2 bulan yang lalu setelah pasien memakai sendal

berbahan dasar kulit yang baru dibeli, dua hari kemudian timbul bercak kemerahan

dan gatal pada kedua punggung kaki.

Rasa gatal tidak berkurang meskipun sandal sudah dilepas.

Gatal dirasakan saat beraktivitas maupun saat istirahat.

Gatal dirasakan tidak bertambah sewaktu istirahat.

Pasien tidak merasa perih pada daerah punggung kaki.

Tidak ada riwayat kontak dengan detergen dalam waktu lama.

Tidak ada riwayat kontak dengan hewan peliharaan sebelumnya.

Tidak ada riwayat berkebun, bersawah.

Pasien mandi dua 2 kali sehari dan selalu mengganti pakaiaan bersih setiap habis

mandi.

Riwayat memakai handuk, sabun, dan pakaiaan bersama tidak ada.

9

Page 10: Amir Fix Word Case Kulit DKA

Pasien seorang ibu rumah tangga.

Riwayat merokok dan minum-minuman keras tidak ada.

Pasien belum pernah berobat sebelumnya.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Sebelumnya pasien tidak pernah menderita rasa gatal dan kemerahan pada punggung

kaki.

Riwayat menderita DM disangkal.

Riwayat stress emosional disangkal.

Riwayat bersin-bersin dipagi hari disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA/RIWAYAT ATOPI/ALERGI

Tidak ada anggota keluarga yang menderita rasa gatal dan kemerahan pada punggung

kaki.

Tidak ada riwayat alergi obat.

Riwayat alergi telur dan udang ada.

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : baik

Kesadaran : komposmentis kooperatif, GCS 15

Status gizi : baik

Tekanan darah : tidak diukur

Nadi : 80x/menit

RR : 19x/menit

Berat badan : 50 kg, BMI : 19,5

Tinggi badan : 160 cm

Pemeriksaan Thoraks : tidak diperiksa

Pemeriksaan KGB inguinal lateral : tidak diperiksa

STATUS DERMATOLOGIKUS

Lokasi : kedua punggung kaki

Distribusi : terlokalisir, bilateral

10

Page 11: Amir Fix Word Case Kulit DKA

Bentuk/ Susunan : mengikuti pola sandal/tidak khas

Batas : tidak tegas

Ukuran : plakat

Efforesensi : plak eritema, skuama putih, likenifikasi, fisur

Status Venereologikus : tidak diperiksa

Kelainan selaput lendir : tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : ditemukan kelainan

Kelainan rambut : ditemukan kelainan

DIAGNOSIS KERJA

Dermatitis kontak alergi ec (suspek sandal bahan dasar kulit).

DIAGNOSIS BANDING

Tinea pedis.

Dermatitis kontak iritan.

Neurodermatitis.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah rutin : Diharapkan eosinofilia

Urin Rutin : Diharapkan dalam batas normal

Feces : Diharapkan dalam batas normal

PEMERIKSAAN ANJURAN

Uji Tempel (skin patch test).

TERAPI

Umum

Hindari kontak dengan alergen penyebab.

Hindari garukan dan pengelupasan lesi.

Kontrol obat teratur.

Khusus

Sistemik : Prednison 3x10 mg, CTM 3x4 mg.

11

Page 12: Amir Fix Word Case Kulit DKA

Topikal : Desoksimetason 0,25 % salap, 2 x sehari,

setelah mandi.

PROGNOSIS

Quo ad sanam : bonam

Quo ad vitam : bonam

Quo ad kosmetikam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : bonam

GAMBAR

DAFTAR PUSTAKA

12

Page 13: Amir Fix Word Case Kulit DKA

1. Sri Adi Sularsito, Suria Djuanda. Dermatitis. In: Prof. Dr. dr. Adhi Djuanda, dr.

Mochtar Hamzah, Prof. Dr. dr. Siti Aisah (eds). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th

ed. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007; p. 129-138.

2. Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC

3. Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: FKUI.

4. Bos JD, Ed. Skin immune sistem (SIS). Boca Raton Florida: CRP Press, 1990.

5. Rietschel RL, fowler JF. Fisher’s Contact dermatitis, 4th ed. Philadelphia : Lippingcott

William & Wilkins, 2001.

6. Bernhard JD, Ed. Itch mechanism and management of pruritus. New York: Mc Graw

– Hill, 1994

7. Atlas of contact dermatitis. USA, Schering Coorporation, 1985.

8. Leok GS. Contact dermatitis an update. Dalam Eksema permasalahan dan

penanggulangannya. Kumpulan Makalah Ilmiah. Jakarta: Perdoski Jaya 1990:53-59.

9. Subowo. Immunologi klinik. Bandung : Angkasa, 1993.

10. Lidadari D, Pohan SS. Dermatitis akibat pemakaian kosmetika muka. Berkala Ilmu

Penyakit Kulit & Kelamin, 1998; 10: 51-59.

11. Abbas AK, Lichtmana AH, Pober JS. Cellular and moleculer imunulogy, 4th ed.

Philadelphia : WB Saunders, 2000.

12. Lalita, Cipto H, Subaryo RW. Siste imun kulit. MDVI, 1998: 25: 86-94.

13. http://www.comlaw.gov.au/Details/F2011L01753 , diakses tanggal 12 Okt. 12 pukul

15.10 WIB

13