Amerika dan Prospek Bangkitnya Nasakom Baru

3
Amerika dan Prospek Bangkitnya "Nasakom Baru" Oleh Satrio Arismunandar Banyak kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) belakangan ini merasa gusar, karena merasa dipojokkan secara berlebihan di media. Mereka menuding telah terjadi "konspirasi Amerika, Australia, kaum Zionis, sekuler, dan kelompok anti-Islam di Indonesia," dalam merebaknya kasus suap terkait kuota daging impor, yang menghantam keras PKS. Tudingan mereka yang terkait dengan AS bukannya tanpa alasan, tetapi tudingan itu hanya mengangkat sebagian kebenaran. Ada banyak hal yang belum terungkap tentang kepentingan AS di Indonesia, dan kekhawatiran AS tentang prospek ancaman terhadap kepentingannya tersebut. Secara umum, Indonesia adalah aset penting bagi AS dalam konstelasi global saat ini. Posisi geografis Indonesia, yang berada di antara dua benua dan dua samudera, sangat strategis buat lalu-lintas pelayaran dan tanker minyak. Sumberdaya alam yang banyak, dan jumlah penduduknya yang besar sebagai pasar, tidak bisa diabaikan. Status Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam yang relatif moderat dan toleran, menjadi pertimbangan tersendiri bagi AS. Bahkan Islam di Indonesia disebut-sebut sebagai model yang patut ditiru oleh negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim lain. Belum lagi menyebutkan perlunya AS mencari sekutu dan tempat berpijak alternatif di Asia, mengantisipasi kehadiran Cina sebagai negara adidaya baru. Sebagai kekuatan regional yang sedang bangkit, dengan pertumnbuhan ekonomi yang lumayan tinggi, sudah pasti Indonesia perlu dirangkul untuk menangkal pengaruh Cina yang semakin percaya diri dan agresif. Pada akhirnya, AS pun mengakui, ini adalah abad kebangkitan Asia. Nah, dalam konteks Islam, jika Islam sekadar sebagai identitas simbolis, sebenarnya tidaklah bermasalah buat AS. Buktinya, Arab Saudi dan Pakistan adalah dua negara yang konstitusinya jelas berdasarkan Islam, tetapi keduanya bersikap dan bergerak dalam orbit kepentingan AS. Itu sudah cukup. AS hanya khawatir pada ideologi Islam radikal, yang tegas melawan dominasi AS. Yang menjadi masalah justru adalah ketika suatu negara menjadi makin tegas dan berani dalam memperjuangkan kepentingan rakyatnya. Tahun lalu, para peternak dan pemerintah AS marah besar pada Indonesia, karena Indonesia menjadi negara pertama yang menolak masuknya daging sapi impor asal AS. Hal ini setelah ditemukannya kasus penyakit sapi-gila pada sapi di negara bagian California, AS. Pemerintah Obama langsung mengadu ke Organisasi Perdagangan

Transcript of Amerika dan Prospek Bangkitnya Nasakom Baru

Page 1: Amerika dan Prospek Bangkitnya Nasakom Baru

Amerika dan Prospek Bangkitnya

"Nasakom Baru"

Oleh Satrio Arismunandar

Banyak kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) belakangan ini merasa gusar, karena

merasa dipojokkan secara berlebihan di media. Mereka menuding telah terjadi "konspirasi

Amerika, Australia, kaum Zionis, sekuler, dan kelompok anti-Islam di Indonesia," dalam

merebaknya kasus suap terkait kuota daging impor, yang menghantam keras PKS. Tudingan

mereka yang terkait dengan AS bukannya tanpa alasan, tetapi tudingan itu hanya mengangkat

sebagian kebenaran.

Ada banyak hal yang belum terungkap tentang kepentingan AS di Indonesia, dan

kekhawatiran AS tentang prospek ancaman terhadap kepentingannya tersebut. Secara umum,

Indonesia adalah aset penting bagi AS dalam konstelasi global saat ini. Posisi geografis

Indonesia, yang berada di antara dua benua dan dua samudera, sangat strategis buat lalu-lintas

pelayaran dan tanker minyak. Sumberdaya alam yang banyak, dan jumlah penduduknya yang

besar sebagai pasar, tidak bisa diabaikan.

Status Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam yang relatif

moderat dan toleran, menjadi pertimbangan tersendiri bagi AS. Bahkan Islam di Indonesia

disebut-sebut sebagai model yang patut ditiru oleh negara-negara berpenduduk mayoritas

Muslim lain.

Belum lagi menyebutkan perlunya AS mencari sekutu dan tempat berpijak alternatif di

Asia, mengantisipasi kehadiran Cina sebagai negara adidaya baru. Sebagai kekuatan regional

yang sedang bangkit, dengan pertumnbuhan ekonomi yang lumayan tinggi, sudah pasti Indonesia

perlu dirangkul untuk menangkal pengaruh Cina yang semakin percaya diri dan agresif. Pada

akhirnya, AS pun mengakui, ini adalah abad kebangkitan Asia.

Nah, dalam konteks Islam, jika Islam sekadar sebagai identitas simbolis, sebenarnya

tidaklah bermasalah buat AS. Buktinya, Arab Saudi dan Pakistan adalah dua negara yang

konstitusinya jelas berdasarkan Islam, tetapi keduanya bersikap dan bergerak dalam orbit

kepentingan AS. Itu sudah cukup. AS hanya khawatir pada ideologi Islam radikal, yang tegas

melawan dominasi AS.

Yang menjadi masalah justru adalah ketika suatu negara menjadi makin tegas dan berani

dalam memperjuangkan kepentingan rakyatnya. Tahun lalu, para peternak dan pemerintah AS

marah besar pada Indonesia, karena Indonesia menjadi negara pertama yang menolak masuknya

daging sapi impor asal AS. Hal ini setelah ditemukannya kasus penyakit sapi-gila pada sapi di

negara bagian California, AS. Pemerintah Obama langsung mengadu ke Organisasi Perdagangan

Page 2: Amerika dan Prospek Bangkitnya Nasakom Baru

Dunia, WTO (World Trade Organization), dan mengancam Indonesia agar membuka pasarnya,

atau menghadapi konsekuensi aksi balasan.

Kini AS juga memantau dengan was-was bangkitnya sentimen nasionalisme di kalangan

rakyat Indonesia, ketika banyak kebijakan pemerintah SBY tentang modal asing, konsesi yang

berlebihan pada perusahaan minyak asing, kepemilikan asing di dunia perbankan, eksploitasi

sumberdaya alam oleh pihak asing, digugat secara terbuka dan keras. Hubungan RI dengan

organisasi internasional yang dianggap sebagai biang perusak ekonomi Indonesia, seperti Dana

Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, juga terus disorot.

Di sisi lain, kecenderungan ke arah kebijakan populis dan sosialis, melalui isu-isu

ekonomi kerakyatan dan perburuhan, masih sering muncul. Sebagian hal ini karena adanya

dampak dari kebijakan neoliberalisme pemerintah SBY sendiri. Pemerintah SBY baru-baru ini

telah "mengaku kalah" pada tekanan gerakan-gerakan buruh, dengan bersedia menjadikan hari

buruh internasional 1 Mei, Mayday, sebagai hari libur nasional. Tetapi konsesi mudah seperti ini

tidak akan meredakan gerakan buruh.

Komunisme memang sudah tamat riwayatnya di Indonesia. Berkat keberhasilan

propaganda CIA, komunisme di Indonesia selalu dikaitkan dengan atheisme, tidak bertuhan, dan

tidak beragama. Sehingga bagi mayoritas rakyat yang Muslim atau religius, komunisme jelas

sudah tidak berprospek. Namun, semangat pemihakan pada kelas-kelas bawah yang tertindas,

tanpa embel-embel bendera komunisme, tetap laku karena memang ada kondisi nyata di

lapangan yang membutuhkannya. Jadi, tekanan bagi munculnya kebijakan nasional yang

memihak rakyat kecil dan tertindas tetap relevan dan cukup populer.

Bagi AS, bangkitnya kekuatan Islam sebagai ideologi radikal di Indonesia, akan cukup

merepotkan. Namun, berdasarkan pengalaman dari beberapa pemilu terakhir, ide negara Islam

terbukti tidak cukup menjual bagi publik Indonesia. Suara perolehan partai-partai Islam malah

makin mengecil. Namun, jika dihubungkan dengan bangkitnya sentimen nasionalisme, yang

mulai terlihat gejalanya saat ini, menjadi potensi masalah yang rawan bagi kepentingan strategis

AS. Jika ini masih ditambah lagi dengan munculnya aspirasi pemihakan pada rakyat kelas bawah

dan rakyat kecil tertindas, bisa berpotensi bencana bagi AS.

Jadi, AS kini sebenarnya sudah mengantisipasi munculnya Nasakom (Nasionalis, Agama,

Komunis) versi baru. "Nasakom Baru" ini tidak sama dengan konsep Nasakom yang

dicanangkan Bung Karno waktu itu, karena tidak ada partai komunis, tidak ada partai Islam yang

solid (kecuali PKS, yang kini sementara sedang goyah), dan tidak ada partai nasionalis yang

militan.

Namun ada elemen-elemen dasar yang tetap hidup, yang jika digerakkan, diaktualkan,

dan disinergikan, bisa menghadirkan kekuatan dsahsyat. Kekuatan ini akan sanggup menjebol

benteng dominasi dan hegemoni AS di Indonesia, yang saat ini dipertahankan dengan

mengandalkan loyalitas transaksional sejumlah komprador di kursi kekuasaan.

Namun, dengan makin dekatnya Pemilu 2014, dadu pertaruhan akan diputar lagi, dan

siapa yang akan muncul menjadi pemenang akan berperan menentukan bagi kepentingan AS. AS

Page 3: Amerika dan Prospek Bangkitnya Nasakom Baru

tentu tidak mau taken for granted dengan hasil Pemilu 2014. Maka saat ini, AS diam-diam

bergerilya di basah permukaan, untuk mengamankan aset-aset dan kepentingan strategisnya di

Indonesia. ***

Depok, Mei 2013

*Artikel ini ditulis untuk dan sudah dimuat di Majalah Aktual.

Biodata Penulis:

* Satrio Arismunandar adalah anggota-pendiri Aliansi Jurnalis Independen atau AJI (1994), Sekjen AJI (1995-97),

anggota-pendiri Yayasan Jurnalis Independen (2000), dan menjadi DPP Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI)

1993-95. Pernah menjadi jurnalis Harian Pelita (1986-88), Kompas (1988-1995), Majalah D&R (1997-2000), Harian

Media Indonesia (2000-Maret 2001), Produser Eksekutif Divisi News Trans TV (Februari 2002-Juli 2012), dan

Redaktur Senior Majalah Aktual – www.aktual.co (sejak Juli 2013). Alumnus Program S2 Pengkajian Ketahanan

Nasional UI ini sempat jadi pengurus pusat AIPI (Asosiasi Ilmu Politik Indonesia) 2002-2011.

Kontak Satrio Arismunandar:

E-mail: [email protected]; [email protected]

Blog pribadi: http://satrioarismunandar6.blogspot.com

Mobile: 081286299061