analisis prospek

download analisis prospek

of 141

Transcript of analisis prospek

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN KERUPUK RAMBAK KULIT SAPI DAN KULIT KERBAU (Studi Kasus: Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, Jawa Tengah)

SKRIPSI

ROCH IKA OKTAFIYANI H34050890

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR2009

RINGKASAN ROCH IKA OKTAFIYANI. Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Sapi dan Kulit Kerbau (Studi Kasus: Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, Jawa Tengah). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan Tintin Sarianti) Sektor UKM merupakan sektor yang memiliki berbagai keunggulan. Keunggulan ini membuat kontribusi UKM terhadap perekonomian Indonesia pada tahun 2007 sebesar 53,6 persen. UKM juga memiliki laju pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan usaha besar. Keunggulan UKM membuat Pemda Kabupaten Kendal memberdayakan UKM untuk membangun daerah. Kontribusi industri pengolahan termasuk UKM sebesar 35,48 persen dari total PDRB di Kabupaten Kendal. Pemda Kabupaten Kendal telah menetapkan wilayah-wilayah tertentu sebagai produsen makanan kecil. Salah satu produk yang dikembangkan adalah kerupuk rambak dengan sentra pembuatannya adalah di Kecamatan Pegandon. Kerupuk rambak merupakan salah satu jenis kerupuk yang terbuat dari bahan baku kulit sapi dan kerbau. Permintaan kerupuk rambak meningkat namun permintaan ini tidak diimbangi oleh penawaran dari industri kerupuk rambak. Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran ini mengindikasikan masih ada pangsa pasar yang masih dapat diraih oleh pelaku usaha. Namun, usaha pembuatan kerupuk rambak dianggap sebagai usaha tradisional yang tidak mendatangkan keuntungan. Selain itu, usaha kerupuk rambak dipengaruhi oleh bahan baku. Harga kulit kerbau lebih mahal jika dibandingkan dengan kulit sapi. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk menilai usaha pembuatan kerupuk rambak serta analisis bagaimana pengaruh penggunaan bahan baku kulit kerbau sebagai input produksi kerupuk rambak terhadap kelayakan usaha. Tujuan penelitian ini adalah 1) Mengidentifikasi kelayakan pembuatan usaha kerupuk rambak dilihat dari aspek non finansial, 2) Menganalisis kelayakan finansial usaha pembuatan kerupuk rambak bahan baku kulit sapi dan kulit kerbau, 3) Menganalisis kepekaan usaha pembuatan kerupuk rambak kulit sapi dan kulit kerbau, 4) Membandingkan kelayakan finansial usaha pembuatan kerupuk rambak dengan bahan baku kulit sapi dan kulit kerbau. Lokasi penelitian dipilih secara purposive. Pengambilan data di lapang dilaksanakan pada bulan Desember 2008 sampai dengan Maret 2009. Data diambil dari tiga responden pengusaha kerupuk rambak. Pengambilan sampel menggunakan metode pengambilan contoh secara simple random sampling untuk responden pengusaha kerupuk rambak kulit sapi sedangkan untuk pengusaha kerupuk rambak kulit kerbau dilakukan secara purposive. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan studi literatur. Analisis yang digunakan yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dalam usaha pembuatan kerupuk rambak. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan aspek finansial menggunakan kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR),

Payback Period, Net benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio) dan analisis switching value. Variabel untuk analisis switching value adalah penurunan penjualan kemasan besar, penurunan penjualan kemasan kecil, penurunan penjualan kedua kemasan, kenaikan harga kulit dan kenaikan harga lemak. Keragaan usaha pembuatan kerupuk rambak jika dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan layak untuk diusahakan. Namun dari aspek manajemen, usaha pembuatan kerupuk rambak belum layak karena belum memiliki pembukuan atas penjualan yang dilakukan. Dari aspek teknis, usaha dinilai lebih layak menggunakan bahan baku kulit sapi karena ketersediaan kulit sapi yang lebih banyak di pasar. Hasil analisis finansial usaha pembuatan kerupuk rambak kulit sapi menunjukkan nilai NPV yaitu Rp 271.883.775,00. Nilai IRR sebesar 67,81 persen. Nilai Net B/C sebesar 5,09. Payback Period (PBP) selama 2,83 tahun. Berdasarkan kriteria kelayakan investasi usaha kerupuk rambak kulit sapi layak diusahakan. Berdasarkan hasil analisis switching value, perubahan terhadap penurunan penjualan kerupuk rambak kedua jenis kemasan secara serentak dikatakan berpengaruh paling besar diantara kondisi lainnya terhadap kelayakan usaha. Sedangkan analisis kelayakan finansial kerupuk rambak kulit kerbau menunjukkan nilai NPV yaitu Rp 89.836.846,00. Nilai IRR sebesar 27,48 persen. Nilai Net B/C sebesar 2,16. Payback Period (PBP) selama 5,30 tahun. Berdasarkan kriteria kelayakan investasi usaha pembuatan kerupuk rambak yang menggunakan bahan baku kulit kerbau layak diusahakan. Berdasarkan hasil analisis switching value, perubahan terhadap penurunan penjualan kerupuk rambak kedua jenis kemasan secara serentak dikatakan berpengaruh paling besar diantara kondisi lainnya terhadap kelayakan usaha. Perbandingan kelayakan finansial antar kedua usaha menunjukkan bahwa dari kedua jenis usaha, usaha pembuatan kerupuk rambak yang menggunakan bahan baku kulit sapi merupakan usaha yang lebih layak diusahakan. Hal ini dapat dilihat dari kriteria kelayakan finansial dari usaha kerupuk rambak kulit sapi memiliki nilai yang lebih baik berdasarkan kriteria investasi dibandingkan usaha pembuatan kerupuk rambak menggunakan bahan baku kulit kerbau. Perhitungan laba rugi menunjukkan bahwa usaha pembuatan kerupuk rambak kulit sapi menghasilkan keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan usaha yang menggunakan kulit kerbau. Usaha pembuatan kerupuk rambak yang menggunakan bahan baku kulit kerbau memiliki kepekaan yang lebih tinggi terhadap perubahan yang disebabkan oleh keempat variabel dibandingkan dengan usaha kerupuk rambak yang menggunakan bahan baku kulit sapi.

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PEMBUATAN KERUPUK RAMBAK KULIT SAPI DAN KULIT KERBAU (Studi Kasus: Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal, Jawa Tengah)

ROCH IKA OKTAFIYANI H34050890

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Judul Skripsi

:

Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Sapi dan Kulit Kerbau (Studi Kasus: Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal Jawa Tengah)

Nama NRP

: Roch Ika Oktafiyani : H34050890

Disetujui, Pembimbing

Tintin Sarianti, SP., MM. NIP. 132 311 854

Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082

Tanggal Lulus :

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis

Kelayakan Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Sapi dan Kulit Kerbau adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

Roch Ika Oktafiyani H34050890

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kendal pada tanggal 9 Oktober 1987 sebagai anak tunggal pasangan Bapak Samsudin dan Ibu Roch Mujiati, SPd. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 01 Gemuhblanten dan lulus pada tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama di SMPN 2 Kendal dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Kendal dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun pertama, penulis masuk ke Tingkat Persiapan Bersama karena adanya program

mayor-minor yang mulai diterapkan di IPB dan pada tahun pertama belum mendapatkan jurusan. Pada tahun kedua penulis, yaitu tahun 2006 penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa kegiatan organisasi. Penulis menjabat Sekretaris Departemen Sosial, Lingkungan dan Masyarakat (Soslingmas) Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2006-2007 dan Staff Departemen Bisnis HIPMA (Himpunan

Mahasiswa Peminat Agribisnis) pada tahun 2007-2008. Penulis juga aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan. Selain itu, penulis juga menjadi asisten responsi mata kuliah ekonomi umum pada tahun 2008-2009.

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Sapi dan Kulit Kerbau . Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak yang berbahan baku kulit sapi dan berbahan baku kulit kerbau serta melakukan perbandingan finansial atas kedua jenis usaha tersebut. Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi selama penelitian berlangsung.

Bogor, Mei 2009 Roch Ika Oktafiyani

UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan barbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Tintin Sarianti, SP., MM. selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Yanti Nuraeni Muflikh, SP., M.Agribus selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Agribisnis pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Agribisnis atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 5. Ibu atas segalanya yang telah diberikan kepadaku, untuk segala cinta, kasih sayang, doa, dukungan, kesabaran serta semangat yang tidak pernah putus. 6. Almarhum Bapak atas pembelajaran hidup yang sangat berarti. Semoga Allah SWT memberikan tempat terbaik di sisi-Nya. 7. Keluarga besarku: Om Eko sekeluarga, Bulik Eni sekeluarga, Bulik Yum sekeluarga, Bulik Sri sekeluarga dan Om Dik. Sepupu-sepupuku: Lilis, Imam, Ajib, Riski, Santos, Irma dan Nanda. Atas segala dukungan yang diberikan. 8. Pemilik Citra Rasa, Pemilik Dwi Joyo, Pemilik Dwi Djaya atas kesediaan menjadi tempat penelitian penulis, atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan. 9. Dek Ita dan Mbak Evi atas persahabatan yang sangat indah. Semoga akan persahabatan ini akan bertahan sampai kapanpun. 10. Hendro Mursalim atas kasih sayang serta dukungan selama ini. 11. Trio Kendal AGB 42 (Twin, Aqsa), Hepi, Wening, Wiwi, Dauz, Cila, Ferdy Daeng , Dani, Zulvan, Yuzda, Nurul, Tika, Rina, Tiara, Lisda dan AGB 42

lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu. (Go go Gareba AGB Grooowiiing the future). 12. Debie NFF Napitupulu sebagai pembahas seminar atas masukan dan saran yang telah diberikan. 13. Temen-temen Fokma Bahurekso Kendal khususnya Fokma 42: Aji, Rifka Rino, Farikhin, Topik dan yang lain atas kekeluargaan yang sangat berarti bagi penulis selama merantau disini. Tak Kendal Maka Tak Sayang! 14. Teman-teman kost semua: Mba Putri, Mba Sarah, Mba Dewi, Mba Rahma, Wendi, Lia, Fery, Retno, Suci, Ranti, Ratih, Riska, Dewi, Icha, Manda, Evi, Reika, Eni, dan lain-lain. 15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

DAFTAR ISI Halaman xiv xvi xvii 1 1 6 8 9 9 10 10 11 13 14 14 15 15 16 16 16 17 17 20 26 26 28 35 36 36 38 39 39 41 41 41 41 42 42 43 46 46 49 49 49 49

DAFTAR TABEL ......................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. I PENDAHULUAN .............................................................. 1.1 Latar Belakang ......................................................... 2.2 Perumusan Masalah ................................................. 2.3 Tujuan ..................................................................... 2.4 Manfaat ................................................................... 2.5 Ruang Lingkup ........................................................ II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 2.1 Definisi Usaha Kecil dan Menengah ........................ 2.2 Perusahaan Perorangan ............................................ 2.3 Kerupuk ................................................................... 2.4 Kulit ........................................................................ 2.4.1 Pengertian Kulit .............................................. 2.4.2 Histologi Kulit ................................................ 2.4.3 Kulit Sebagai Bahan Makanan ........................ 2.5 Kerupuk Rambak ..................................................... 2.5.1 Bahan Baku Pembuatan Rambak ..................... 2.5.2 Proses Pembuatan Rambak .............................. 2.6 Penelitian Terdahulu ................................................ 2.6.1 Analisis Tentang Analisis Kelayakan .............. 2.6.2 Analisis Tentang Kerupuk ............................... III KERANGKA PEMIKIRAN ............................................. 3.1 Studi Kelayakan Proyek ........................................... 3.2 Aspek Studi Kelayakan ............................................ 3.3 Teori Biaya dan Manfaat .......................................... 3.4 Analisis Kelayakan Investasi .................................... 3.4.1 Analisis Finansial ............................................ 3.5 Analisis Switching Value .......................................... 3.6 Laporan Rugi Laba .................................................. 3.7 Kerangka Pemikiran Operasional ............................. IV METODE PENELITIAN .................................................. 4.1 Lokasi dan Waktu .................................................... 4.2 Metode Penentuan Sampel ....................................... 4.3 Data dan Instrumentasi ............................................. 4.4 Metode Pengumpulan Data ...................................... 4.5 Metode Pengolahan Data ......................................... 4.5.1 Analisis Aspek Finansial ................................. 4.5.2 Analisis Switching Value ................................. 4.6 Asumsi Dasar yang Digunakan ................................ V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................. 5.1 Kabupaten Kendal .................................................... 5.1.1 Keadaan Wilayah ............................................ 5.1.2 Keadaan Penduduk ..........................................

VI

VII

5.1.3 Pertanian ......................................................... 5.1.4 Perekonomian Daerah ..................................... 5.2 Kecamatan Pegandon ............................................... 5.3 Gambaran Umum Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak ................................................................... ANALISIS ASPEK NON FINANSIAL ............................ 6.1 Aspek Pasar ............................................................. 6.1.1 Permintaan ...................................................... 6.1.2 Penawaran ....................................................... 6.1.3 Strategi Pemasaran .......................................... 6.1.4 Hasil Analisis Aspek Pasar .............................. 6.2 Aspek Teknis ........................................................... 6.2.1 Lokasi Usaha ................................................... 6.2.2 Bahan Baku ..................................................... 6.2.3 Kapasitas Produksi .......................................... 6.2.4 Proses Produksi ............................................... 6.2.5 Lay Out Usaha ................................................. 6.2.6 Hasil Analisis Aspek Teknis ............................ 6.3 Aspek Manajemen ................................................... 6.3.1 Hasil Analisis Aspek Manajemen .................... 6.4 Aspek Hukum .......................................................... 6.4.1 Bentuk Badan Usaha ....................................... 6.4.2 Izin Usaha ....................................................... 6.5 Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan .................. ANALISIS ASPEK FINANSIAL ...................................... 7.1 Analisis Aspek Finansial Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Sapi ....................................................... 7.1.1 Analisis Inflow Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Sapi .................................... 7.1.2 Analisis Outflow Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Sapi .................................... 7.1.3 Analisis Finansial Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Sapi .................................... 7.1.4 Analisis Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Sapi .................................... 7.1.5 Laporan Rugi Laba Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Sapi ................................... 7.2 Analisis Aspek Finansial Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Kerbau ................................................... 7.2.1 Analisis Inflow Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan

50 50 52 53 56 56 56 57 58 60 61 61 62 64 64 67 67 68 68 69 69 69 69 71

71

71

73

76

77

79

80

Bahan Baku Kulit Kerbau ................................ 7.2.2 Analisis Outflow Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Kerbau ................................ 7.2.3 Analisis Finansial Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Kerbau ................................ 7.2.4 Analisis Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Kerbau ................................ 7.2.5 Laporan Rugi Laba Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Kerbau ............................... 7.3 Analisis Perbandingan Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Sapi dan Bahan Baku Kulit Kerbau .................................. VIII KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 8.1 Kesimpulan .............................................................. 8.2 Saran ....................................................................... DAFTAR PUSTAKA .................................................................... LAMPIRAN ..................................................................................

81

82

85

86

88

89 92 92 93 94 96

DAFTAR TABEL Nomor 1 Laju Pertumbuhan PDB UKM (2005-2007) ........................ 2 Struktur Ekonomi Kabupaten Kendal Atas Harga Berlaku tahun 2003-2007 ......................................... 3 Daerah Pengembangan dan Jenis Produk ............................ 4 Kandungan Nilai Gizi Beberapa Jenis Kerupuk per 100 Gram ....................................................... 5 Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Kendal Tahun 2004-2007 .................................. 6 Luas Wilayah Kecamatan Pegandon Dirinci Menurut Penggunaan .......................................................... 7 Spesifikasi Bahan Baku Kerupuk Rambak .......................... 8 Perkiraan Pendapatan Penjualan Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Sapi per Tahun .............................. 9 Biaya Investasi Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Sapi ............................................................. 10 Rincian Biaya Tetap Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Sapi ............................................................. 11 Rincian Biaya Variabel Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Sapi ............................................................. 12 Hasil Analisis Finansial Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Sapi ............................................................. 13 Hasil Analisis Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Sapi ........................... 14 Perkiraan Pendapatan Penjualan Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Kerbau per Tahun .......................... 15 Biaya Investasi Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Kerbau ......................................................... 16 Rincian Biaya Tetap Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Kerbau ......................................................... 17 Rincian Biaya Variabel Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Kerbau ......................................................... 18 Hasil Analisis Finansial Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Kulit Kerbau ......................................................... 19 Hasil Analisis Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Kerbau ...................... 20 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Sapi dan Kulit Kerbau ................................................................ 21 Perbandingan Nilai Switching Value pada Kedua Jenis Usaha ............................................................. 22 Perbandingan Keuntungan yang Diperoleh dari Kedua Jenis Usaha ...................................................... Halaman 3 4 4 14

51 52 63 72 74 75 76 77 78 81 83 84 85 86 87

89 90 91

DAFTAR GAMBAR Nomor 1 2 3 4 5 6 Halaman 17 40 59 59 66 67

Diagram Alir Pembuatan Kerupuk Rambak ........................ Kerangka Pemikiran Operasional ....................................... Saluran Pemasaran Kerupuk Rambak Saluran I .................. Saluran Pemasaran Kerupuk Rambak Saluran II ................. Diagram Alir Pembuatan Kerupuk Rambak di Pegandon .... Pembagian Produksi Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak ..............................................................................

DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1 Populasi Kerbau dan Sapi Di Jawa Tengah ......................... 2 Cash Flow Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Sapi ................................ 3 Proyeksi Laba Rugi Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Sapi .................. 4 Cash Flow Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Kerbau ............................ 5 Proyeksi Laba Rugi Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Menggunakan Bahan Baku Kulit Kerbau .............. 6 Hasil Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Sapi Penurunan Penjualan Kemasan Kecil ................................................... 7 Hasil Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Sapi Penurunan Penjualan Kemasan Besar .................................................... 8 Hasil Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Sapi Penurunan Penjualan Kedua Kemasan Serentak ................................... 9 Hasil Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Sapi Kenaikan Harga Kulit Sapi Basah ................................................................. 10 Hasil Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Sapi Kenaikan Harga Lemak ................. 11 Hasil Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Kerbau Penurunan Penjualan Kemasan Kecil ................................................... 12 Hasil Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Kerbau Penurunan Penjualan Kemasan Besar ................................................... 13 Hasil Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Kerbau Penurunan Penjualan Kedua Kemasan Serentak ................................... 14 Hasil Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Kerbau Kenaikan Harga Kulit Kerbau Basah ............................................................ 15 Hasil Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Kerbau Kenaikan Harga Lemak ...................................................................... Halaman 97 99 101 102 104

105

107

109

111 113

115

117

119

121

123

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian merupakan sektor yang sangat penting dan menjadi salah satu fokus pemerintah dalam membuat berbagai kebijakan untuk mencapai kesejahteraan. Pembangunan pada hakikatnya adalah proses perubahan yang terus menerus yang menuju ke arah perbaikan cita-cita yang ingin dicapai oleh suatu bangsa, atau pembangunan ekonomi suatu bangsa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat1. Bagi Indonesia, tujuan pembangunan adalah tercapainya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual. Sejak awal tahun 1970, fokus pembangunan perekonomian negara Indonesia adalah usaha besar dan modern. Pada masa itu, Indonesia mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat dari sektor industri besar. Pada saat krisis moneter yang menerpa perekonomian Indonesia pada tahun 1997, hampir 80 persen usaha besar mengalami kebangkrutan dan melakukan PHK massal terhadap karyawannya2. Kemiskinan dan pengangguran meningkat karena usaha besar banyak yang mengalami kebangkrutan sehingga harus mengurangi karyawan bahkan harus menutup perusahaannya. Namun, UKM (Usaha Kecil dan Menengah) mampu bertahan pada masa krisis ini. UKM merupakan usaha yang memiliki kemandirian dan tidak terlalu bergantung dengan pemerintah. UKM juga berperan besar dalam mengurangi angka pengangguran, bahkan fenomena PHK menjadikan para pekerja beralih melirik sektor UKM ini. Produk-produk UKM bahkan memiliki kemampuan menembus pasar

internasional sehingga memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi dan pendapatan nasional. Berdasarkan Undang-Undang No. 25 tahun 2000, ditetapkan

pengembangan industri nasional lebih diarahkan pada pengembangan usaha industri kecil melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif. Disamping itu,

1 2

. Kamaludin, Rustian. Analisis Kelayakan Investasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah dalam www.jatim.go.id [20 November 2008] Budi, Ariyo. UKM : Benteng Ekonomi Indonesia, antara Dilema dan Relita dalam www.brotherfatih.multiply.com/journal [20 November 2008]

pengembangan industri lebih diarahkan pada usaha kecil karena dengan modal yang tidak terlalu besar, usaha ini masih bisa berproduksi. Usaha kecil juga dinilai memiliki kinerja yang cenderung lebih baik dalam menghasilkan tenaga kerja produktif. Usaha kecil mampu meningkatkan produktivitas melalui investasi dan perubahan teknologi serta memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan usaha berskala besar (Brata 2003, diacu dalam Widyastuti 2008). Fakta tersebut tidak mengherankan karena usaha kecil dan menengah dengan jiwa wirausaha mampu bertahan, berkembang, dan tumbuh di masa sulit dengan mengandalkan sumberdaya yang terbatas. Sektor UKM merupakan sektor yang penting untuk diberdayakan. Terdapat beberapa indikator yang menjelaskan pentingnya pemberdayaan UKM yaitu pertama UMKM/K merupakan basis usaha yang mampu bertahan dari badai krisis ekonomi 1997. Kedua, sektor UMKM/K sangat potensial menyerap tenaga kerja. Ketiga, UMKM/K berperan memberi kontribusi dalam struktur perekonomian nasional.3 Usaha Kecil Menengah (UKM ) memberikan kontribusi Rp 2.121,3 triliun atau 53,6 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2007 yang mencapai Rp 3.957,4 triliun. Jumlah populasi UKM pada 2007 mencapai 49,8 juta unit usaha atau 99,99 persen terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerjanya mencapai 91,8 juta orang atau 97,3 persen terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia (BPS 2008) Sumbangan pertumbuhan PDB UKM lebih tinggi dibandingkan dengan sumbangan pertumbuhan dari usaha besar. Pada tahun 2000 dari 4,9 persen pertumbuhan PDB nasional secara total, 2,8 persennya berasal dari pertumbuhan UKM. Kemudian, di tahun 2003 dari 4,1 persen pertumbuhan PDB nasional secara total, 2,4 persen diantaranya berasal dari pertumbuhan UKM. Pada tahun 2007, pertumbuhan PDB Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mencapai 6,4 persen dan Usaha Besar (UB) tumbuh sebesar 6,2 persen. Pertumbuhan PDB tahun 2007 ini lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2006. Pada tahun 2006, pertumbuhan PDB UKM sebesar 5,7 persen, dan PDB UB sebesar 5,2 persen (BPS 2008).3

. Edward, Deddy. Pemberdayaan UMKM/K dan Sektor Riil dalam www.usaha-umkm.blog.com [20 November 2008]

Tabel 1. Laju Pertumbuhan PDB UKM 2005-2007 (Persen) Skala Usaha 2005 2006* Usaha Kecil 5,82 5,50 Usaha Menengah 6,25 6,27 Usaha Kecil dan Menengah 5,95 5,73 Usaha Besar 5,37 5,23 Total 5,69 5,51Keterangan : * angka sementara ** angka sangat sementara Sumber : Berita Resmi Statistik [2008]

2007** 6,18 6,84 6,38 6,24 6,23

Dari Tabel 1 diketahui laju pertumbuhan PDB UKM. Pada tahun 2005 laju pertumbuhan UKM sebesar 5,95 persen. Laju pertumbuhan PDB UKM ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu 5,23 persen pada tahun 2006 dan meningkat lagi pada tahun 2007 sebesar 6,38. Nilai laju pertumbuhan UKM juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan usaha besar. Kabupaten Kendal merupakan salah satu daerah yang memberdayakan UKM sebagai salah satu komponen dalam pembangunan daerah. Kondisi perekonomian Kabupaten Kendal tahun 2007 ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,28 persen, lebih tinggi jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 yaitu sebesar 3,66 persen. Sektor industri pengolahan yang sebagian besar berupa usaha kecil dan menengah dan termasuk di dalamnya adalah industri makanan dan minuman masih merupakan sektor yang menjadi andalan terbesar di Kabupaten Kendal (BPS Kabupaten Kendal 2007). Hal ini ditandai dengan sumbangannya terhadap total PDRB Kabupaten Kendal yang berkisar di atas 35 persen, merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan sektor lain. Tabel 2 menunjukkan struktur ekonomi Kabupaten Kendal.

Tabel 2. Struktur Ekonomi Kabupaten Kendal Atas Harga Berlaku tahun 20032007 (persen) Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007 1. Pertanian 23,03 23,92 23,40 24,88 25,05 2. Pertambangan dan 1,00 1,00 1,05 1,11 1,11 penggalian 3. Industri pengolahan 38,46 37,52 37,59 35,57 35,48 4. Listrik, gas dan air minum 1,57 1,38 1,48 1,55 1,71 5. Bangunan 4,06 3,83 3,72 3,92 3,63 6. Perdagangan, hotel dan 17,72 17,68 17,69 17,23 17,33 restoran 7. Pengangkutan dan 2,78 2,72 2,88 3,26 3,27 komunikasi 8. Keuangan, persewaan dan 2,56 2,70 2,77 2,81 2,85 jasa perusahaan 9. Jasa-jasa 8,82 9,25 9,41 9,67 9,58 Produk Domestik Regional 100 100 100 100 100 Bruto (PDRB)Sumber : BPS Kabupaten Kendal [2007]

Tingginya kontribusi sektor pengolahan termasuk industri makanan dan minuman membuat Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal mendorong

pertumbuhan industri makanan dan minuman di wilayah tersebut. Pemerintah Daerah Kabupaten Kendal bahkan telah menetapkan daerah-daerah di wilayah administratifnya untuk dikembangkan sebagai penghasil produk makanan kecil. Tabel 3. Daerah Pengembangan dan Jenis Produk Lokasi Produk Kec. Kaliwungu - Momoh Jerohan - Kerupuk Mie Kec. Cepiring Kec. Kendal - Terasi - Bandeng Presto - Kerupuk Petis - Rangin / Rengginan - Kripik Paru - Kripik Tempe - Gula Aren - Dawet Gempol - Krupuk Rambak

Kec. Sukorejo Kec. Limbangan Kec. Weleri Kec. Pegandon

Sumber : www.kabupaten-kendal.go.id [2007]

Salah satu jenis produk yang dikembangkan di Kabupaten Kendal adalah kerupuk rambak. Kerupuk rambak merupakan salah satu jenis makanan yang

terbuat dari bahan baku kulit kerbau atau dari kulit sapi. Usaha pengolahan kerupuk rambak merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan nilai tambah bagi komoditi kerbau dan sapi. Hal ini dibuktikan bahwa kerupuk rambak memiliki nilai jual yang tinggi yaitu sebesar Rp 60.000,00 untuk kemasan 500 gram dan Rp 30.000,00 untuk kemasan 250 gram. Hal ini merupakan suatu peluang usaha yang baik karena proses produksi kerupuk rambak relatif mudah dilakukan. Selama ini pemanfaatan utama ternak besar seperti sapi potong dan kerbau hanya terbatas pada dagingnya saja sementara untuk bagian tubuh yang lain memiliki nilai jual yang relatif rendah. Berdasarkan data Dinas Peternakan Jawa Tengah tahun 2006, populasi kerbau di Kabupaten Kendal pada tahun 2006 sebesar 4.841 ekor dan populasi sapi potong pada tahun 2006 sebesar 16.547 ekor. Dari Lampiran 1 diketahui bahwa terjadi peningkatan populasi kerbau dan populasi sapi di Kabupaten Kendal dari tahun ke tahun. Walaupun peningkatan populasi kerbau dan sapi tidak terlalu besar, namun kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi dari kota lain seperti Demak dan Pekalongan. Hal ini merupakan suatu peluang bagi pertumbuhan industri kerupuk rambak di Kabupaten Kendal. Pembukaan usaha kerupuk rambak ini juga dapat menyerap tenaga kerja di sekitar usaha sehingga dapat mendorong peningkatan pendapatan masyarakat yang selanjutnya akan meningkatkan perekonomian daerah di Kabupaten Kendal. Kecamatan Pegandon merupakan daerah sentra pengembangan produk kerupuk rambak Kabupaten Kendal. Pengusahaan kerupuk rambak di Pegandon ini sudah dilakukan cukup lama. Pada umumnya, perusahaan yang ada di Pegandon menggunakan bahan baku kulit sapi untuk proses produksi kerupuk rambak. Namun, pada tahun 2005 ada perusahaan baru yang masuk ke dalam industri. Perusahaan ini memiliki perbedaan dengan usaha yang telah berjalan. Perusahaan baru menggunakan bahan baku kulit kerbau sebagai input produksinya. Dasar pemikiran penggunaan bahan baku kulit kerbau adalah bahan baku kulit kerbau memiliki daya mengembang yang lebih baik ketika digoreng. Sementara, para produsen yang telah lama mengusahakan kerupuk rambak memilih bahan baku kulit sapi karena harga bahan baku kulit sapi yang relatif

lebih murah bila dibandingkan dengan kulit kerbau. Harga bahan baku kulit sapi yaitu sebesar Rp 12.000,00 per kilogram sedangkan bahan baku kulit kerbau memiliki harga sebesar Rp 17.000,00 per kilogram. Produk kerupuk rambak yang terbuat dari kulit sapi dan kulit kerbau penilaian yang sama dari konsumen dan kedua jenis produk ini juga memiliki harga yang sama. Sehingga penggunaan bahan baku kerbau akan mempengaruhi kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak. 1.2. Perumusan Masalah Kabupaten Kendal merupakan salah satu kabupaten yang memberdayakan UKM sebagai salah satu komponen dalam pembangunan ekonomi daerah. Pemda Kabupaten Kendal terus mendukung tumbuhnya industri-industri baru terutama industri kecil dan menengah dan juga mendukung perkembangan UKM yang telah berdiri cukup lama untuk terus mengembangkan usahanya. Tabel 3 menunjukkan bahwa salah satu jenis produk yang dikembangkan usahanya di Kabupaten Kendal adalah kerupuk rambak dengan sentra produksi di Pegandon. Kerupuk rambak ini merupakan kerupuk yang terbuat dari kulit kerbau atau kulit sapi. Pemanfaatan kerbau dan sapi potong ini selama ini difokuskan pada dagingnya saja sementara untuk bagian limbahnya seperti kulit kurang dioptimalkan dan memiliki nilai jual yang murah. Dengan adanya usaha pengolahan kulit sapi dan kerbau menjadi kerupuk diharapkan akan meningkatkan nilai tambah dari kulit sapi dan kulit kerbau. Kecamatan Pegandon merupakan sentra pembuatan kerupuk rambak di Kabupaten Kendal. Setidaknya telah ada empat pengusaha yang menggeluti usaha pembuatan kerupuk rambak. Jumlah permintaan kerupuk rambak saat ini mencapai 1500 kilogram sampai 1800 kilogram per bulan. Sedangkan hasil produksi industri hanya sebesar 1000 kilogram sampai 1100 kilogram per bulan. Permintaan ini akan melonjak ketika liburan kenaikan kelas dan Hari Raya Lebaran. Jumlah permintaan kerupuk rambak pada kedua waktu tersebut dapat mencapai 3000 kilogram sampai 3500 kilogram. Jumlah permintaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil produksi membuat usaha sering mengalami over demand terutama pada saat-saat dimana

permintaan

melonjak

tajam

yaitu

pada

saat

liburan

dan

hari

raya.

Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran ini merupakan indikasi bahwa masih ada pangsa pasar yang dapat diraih oleh pelaku usaha baru. Namun, usaha pembuatan kerupuk rambak ini kurang menarik para pelaku usaha. Hal ini terbukti sejak tahun 1990 hingga saat ini hanya ada empat perusahaan yang menggeluti usaha pembuatan kerupuk rambak secara komersial. Masyarakat menganggap usaha kerupuk rambak sebagai usaha tradisional yang tidak menghasilkan keuntungan. Anggapan masyarakat ini juga dipertegas dengan kondisi tidak adanya pengembangan usaha dari para pengusaha kerupuk rambak. Dengan demikian analisis kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak menjadi penting untuk dilakukan. Tujuan kelayakan usaha adalah untuk menilai apakah usaha pembuatan kerupuk rambak ini layak untuk diusahakan dan dapat mendatangkan keuntungan bagi pelaku usaha. Jika usaha layak maka pemerintah dapat merekomendasikan usaha kerupuk rambak ini kepada para pelaku usaha baru untuk mendirikan usaha maupun kepada pengusaha untuk mengembangkan usahanya. Usaha kerupuk rambak ini dipengaruhi oleh harga kulit sapi atau kulit kerbau sebagai bahan baku utama. Harga kulit kerbau relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan kulit sapi. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis bagaimana pengaruh penggunaan bahan baku kulit kerbau sebagai input produksi kerupuk rambak terhadap kelayakan usaha. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan bahan baku yang lebih mahal maka harga pokok penjualan yang didapat akan lebih tinggi. Produk kerupuk rambak dijual pada tingkat harga yang sama sehingga akan mengurangi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh pengusaha yang menggunakan bahan baku kulit kerbau. Untuk menilai kelayakan diperlukan penilaian terhadap aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan serta aspek finansial. Penilaian terhadap aspek pasar dilakukan untuk mengetahui potensi pasar akan kerupuk rambak. Penilaian terhadap aspek teknis diperlukan untuk mengkaji proses pengolahan, penerapan teknologi serta ketersediaan bahan baku. Sedangkan penilaian terhadap aspek manajemen diperlukan untuk mengkaji seberapa jauh usaha pembuatan kerupuk rambak dapat dikelola. Penilaian aspek

sosial dan lingkungan diperlukan untuk mengkaji peningkatan pendapatan pengusaha, perluasan kesempatan kerja serta dampak limbah usaha terhadap lingkungan sekitar. Secara finansial perlu dikaji apakah usaha layak dilaksanakan dan menguntungkan karena untuk mendirikan usaha pembuatan kerupuk rambak diperlukan investasi yang cukup besar. Dari uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi topik penelitian ini, adalah: 1. Bagaimana kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan? 2. Bagaimana kelayakan finansial usaha pembuatan kerupuk rambak dengan bahan baku kulit sapi dan bahan baku kulit kerbau? 3. Bagaimana kepekaan usaha pembuatan kerupuk rambak kulit sapi dan kulit kerbau terjadi perubahan pada faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya? 4. Bagaimana perbandingan kelayakan finansial usaha pembuatan kerupuk rambak yang menggunakan bahan baku kulit sapi dan usaha pembuatan kerupuk rambak yang berasal dari kulit kerbau? 1.3 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan. 2. Menganalisis kelayakan finansial usaha pembuatan kerupuk rambak dengan bahan baku kulit sapi dan bahan baku kulit kerbau. 3. Menganalisis kepekaan usaha pembuatan kerupuk rambak kulit sapi dan kulit kerbau apabila terjadi perubahan pada faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya. 4. Membandingkan kelayakan finansial usaha pembuatan kerupuk rambak yang menggunakan bahan baku kulit sapi dan usaha pembuatan kerupuk rambak yang berasal dari kulit kerbau.

1.4 Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan : 1. Pemilik perusahaan, dengan penelitian ini pemilik usaha mengetahui kelayakan usaha kerupuk rambak dan hal-hal apa saja yang perlu dilakukan demi keberlangsungan usahanya. 2. Penulis, penelitian ini merupakan salah satu sarana bagi perusahaan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah. 3. Bagi pemerintah, penelitian ini merupakan salah satu referensi untuk mengetahui kelayakan usaha kerupuk rambak. 4. Pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca, dan dapat dijadikan acuan atau perbandingan dalam melakukan studi lanjutan, khususnya di bidang studi kelayakan bisnis. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis usaha pembuatan kerupuk rambak yang ada di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal. Usaha yang

dianalisis adalah usaha yang telah memiliki merek pada produk perusahaan dan berproduksi secara kontinu. Pembahasan penelitian ini hanya mencakup aspekaspek yang dianalisis dan yang terjadi di Kecamatan Pegandon Kabupaten Kendal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Usaha Kecil dan Menengah Sampai saat ini belum ada definisi maupun kriteria baku mengenai UKM. Masing-masing institusi atau lembaga pemerintah mempunyai kriteria berbeda terhadap UKM di Indonesia. Menurut Departemen Perindustrian RI pada tahun 1991 definisi dari industri kecil dan kerajinan adalah kelompok perusahaan yang dimiliki penduduk Indonesia dengan jumlah aset kurang dari Rp 600 juta diluar nilai tanah dan bangunan yang digunakannya. Kriteria usaha kecil yang tercantum pada pasal 5 Bab III Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 adalah : 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau 2. 3. 4. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 1 milyar per tahun. Dimiliki oleh Warga Negara Indonesia. Berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai dan berafiliasi baik langsung, maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau besar, dan 5. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum termasuk koperasi. Definisi usaha kecil menurut Bank Indonesia mengacu pada definisi yang sesuai dengan UU No.9 tahun 1995 karena kriteria usaha kecil dan menengah dalam peraturan Bank Indonesia yang berkaitan dengan pemberian Kredit Usaha Kecil (PBI No.3/2/PBI/2001) merujuk pada UU tersebut. Depperindag menuangkan definisi industri skala kecil menengah dalam Keputusan Menperindag (Kepmenperindag) No. 257/MPP/Kep/1997 sebagai suatu usaha dengan nilai investasi maksimal Rp 5 miliar termasuk tanah dan bangunan (www.depperindag.go.id). Sedangkan BPS (2004) membagi jenis UKM berdasarkan jumlah tenaga kerja, yaitu: 1. Kerajinan rumah tangga, dengan jumlah tenaga kerja di bawah 3 orang termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar

2. 3.

Usaha kecil, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 5-9 orang Usaha menengah, dengan jumlah tenaga kerja 20-99 orang. Pada tingkat internasional, UKM didefinisikan olah World Bank yang

membagi UKM ke dalam tiga jenis, yaitu: 1. Medium enterprise, dengan kriteria: a. Jumlah karyawan maksimal 300 orang b. Pendapatan setahun hingga sejumlah $15 juta, dan c. Jumlah aset hingga $15 juta 2. Small enterprise, dengan kriteria: a. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang b. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta, dan c. Jumlah asset tidak melebihi $3 juta 3. Micro commission, dengan kriteria: a. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang b. Pendapatan setahun tidak melebihi $100 ribu, dan c. Jumlah asset tidak melebihi $ 100 ribu UKM memiliki kekuatan dan kelemahan dalam menjalankan usahanya. Sebagian dari kelebihan yang dapat menjadi kekuatannya adalah kemampuan bertahan hidup yang tinggi, kemampuan menggunakan pasokan secara efisien, motivasi pengusaha yang sangat kuat untuk mempertahankan usahanya, permintaan pangsa pasar yang dimasuki sangat tinggi, pandai memanfaatkan pasokan produksi yang murah secara efisien untuk menghasilkan produk dan jasa yang murah bagi konsumen, serta kemampuan adaptasi yang tinggi dalam menghadapi perubahan situasi dalam lingkungan usahanya. Sedangkan segi negatif dalam UKM yang dapat menjadi penghambatnya adalah kelenturan untuk berganti-ganti bidang usaha dan rekayasa tatanan sistem perekonomian bebas internasional sehingga tidak mampu bersaing dengan usaha swasta besar baik domestik maupun asing (Lamadlauw 2006, diacu dalam Widyastuti 2008). 2.2 Perusahaan Perorangan Usaha perorangan merupakan bentuk badan usaha perorangan yang dimiliki seseorang dan bertanggung jawab secara penuh terhadap semua risiko dan kegiatan perusahaan. Di samping itu tidak perlu ijin untuk pendiriannya.

Tidak terdapat kategori khusus tentang bentuk perusahaan ini, sehingga tidak ada pemisahan hukum antara kepentingan pribadi dengan kepentingan perusahaan. Semua urusan perusahaan menjadi satu dengan urusan pribadi dari

kepemilikannya. Setiap bentuk usaha memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Beberapa keunggulan usaha perorangan yaitu: 1. Seluruh laba menjadi miliknya Bentuk usaha ini memungkinkan pemilik menerima seluruh laba yang dihasilkan oleh perusahaan. 2. Kepuasan pribadi Prinsip satu pimpinan merupakan alasan yang paling baik untuk mengambil keputusan dalam pendirian usaha perorangan. Jika usahanya berhasil, insentif yang diterima akan lebih besar sehingga pemilik akan merasa puas. 3. Kebebasan dan fleksibilitas Pemilik usaha perorangan tidak perlu berkonsultasi dengan orang lain untuk mengambil keputusan. Maka pemilik, juga sebagai pimpinan dapat mengambil keputusan dengan cepat dalam kesempatan yang pendek. 4. Lebih mudah mendapatkan kredit Karena tanggung jawabnya tidak terbatas pada modal saja, tetapi juga kekayaan pribadi dari pemilik, maka risiko kreditnya lebih kecil. 5. Sifat kerahasiaan Dalam usaha perorangan ini tidak perlu dibuat laporan keuangan atau informasi yang berhubungan dengan masalah keuangan perusahaan. Dengan demikian masalah tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh pesaing. Adapun kelemahan usaha perorangan antara lain: 1. Tanggung jawab pemilik tidak terbatas Artinya kekayaan pribadinya termasuk sebagai jaminan terhadap seluruh utang perusahaan. 2. Sumber keuangan terbatas Karena pemilik hanya satu orang, maka usaha-usaha yang dilakukan untuk memperoleh sumber dana hanya bergantung pada kemampuannya. 3. Kesulitan dalam manajemen

Semua kegiatan seperti pembelian, penjualan, pembelanjaan, pencarian kredit, pengaturan karyawan dan sebagainya, dipegang oleh seorang pimpinan. Hal ini lebih sulit dibandingkan manajemen yang dipegang oleh beberapa orang. 4. 5. Kelangsungan usaha kurang terjamin Kematian pimpinan atau pemilik, bangkrut atau sebab-sebab lain dapat menyebabkan usaha perorangan ini berhenti kegiatanya. 6. Kurang memberi kesempatan pada karyawan Karyawan yang bekerja pada perusahaan ini akan tetap menduduki posisinya dalam jangka waktu yang relatif lama. 2.3 Kerupuk Bank Indonesia (2005) mendefinisikan kerupuk sebagai bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan yang bahan utamanya pati. Kerupuk merupakan salah satu makanan khas Indonesia. Kerupuk biasa dikonsumsi sebagai makanan kecil, makanan selingan ataupun lauk pauk walaupun dalam jumlah yang sedikit. Kerupuk dikenal oleh semua usia maupun tingkat sosial masyarakat. Kerupuk mudah diperoleh di berbagai tempat baik di warung, supermarket maupun restoran. Kerupuk dapat dibedakan berdasarkan bahan baku dan cara pengolahannya. Berdasarkan bahan bakunya kerupuk dapat dibagi menjadi kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk bawang dan jenis kerupuk lainnya sesuai dengan bahan dasar pembuatannya. Menurut cara pengolahannya kerupuk dikelompokkan atas kerupuk yang digoreng dan kerupuk yang dipanggang atau dibakar (Firmansyah 2007). Selain itu, kerupuk dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu kerupuk yang bersumber protein baik protein nabati atau hewani dan kerupuk yang tidak bersumber dari protein. (Sofiah 1995, diacu dalam Firmansyah 2007). Perbedaan macam dan kadar protein menciptakan berbagai macam kerupuk yang dapat mempengaruhi mutu dan nilai ekonomisnya. Oleh sebab itu, SII mensyaratkan kerupuk yang bersumber dari protein harus mengandung protein minimal 5 persen. Kualitas atau mutu kerupuk dapat dilihat dari keutuhan, keseragaman, pencetakan dan daya mengembang, dan sifat-sifat yang tidak dapat dilihat seperti

nilai gizi dan rasa. Standar mutu kerupuk di Indonesia didasarkan atas standar mutu yang dikeluarkan oleh Departemen Industri dan Perdagangan tahun 1990. Penilaian kerupuk secara non visual dapat dilihat dari kandungan dan nutrisi bahan-bahan dasar yang dipakai dalam produksi. Tabel 4 menunjukkan nilai gizi beberapa jenis kerupuk. Penilaian secara visual dapat dilihat setelah kerupuk digoreng. Bila setelah digoreng kerupuk mengembang dengan sempurna dan teksturnya tidak keras maka bisa dikategorikan memiliki kualitas yang baik. Kerupuk dapat mengembang dengan sempurna jika melalui proses penjemuran yang tepat. Tabel 4. Kandungan Nilai Gizi Beberapa Jenis Kerupuk per 100 Gram Kerupuk Kerupuk Kerupuk Komposisi Jamur Bawang Ikan Protein (gr) 1,5 1 1 Lemak (gr) 0,1 0,2 0,2 Karbohidrat (gr) 84,5 90 86 Serat (gr) 0,9 2,4 2,4 Kalori (gr) 362 295 350Sumber: Wahyono 1996, diacu dalam Firmansyah 2007

2.4 Kulit 2.4.1 Pengertian Kulit Kulit mentah adalah segala macam bentuk kulit yang berasal dari hewan baik yang diternakkan maupun hewan liar (Purnomo 1985, diacu dalam Daniar 2008). Kulit mentah juga didefinisikan sebagai kulit hewan yang baru saja ditanggalkan maupun yang sudah mengalami pengawetan (Suwarasatuti 1992, diacu dalam Daniar 2008). Kulit yang belum diolah disebut kulit mentah yang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kulit yang berasal dari hewan besar seperti sapi, kerbau dan hewan kecil misalnya kambing, domba, kelinci yang dalam bahasa asing disebut skin. Kerusakan-kerusakan yang mempengaruhi kualitas kulit mentah dapat diklasifikasikan dalam dua golongan yaitu kerusakan yang tinggi pada hewan hidup seperti parasit, umur tua dan sebab mekanik (kerusakan morter) serta kerusakan yang terjadi pada waktu pengulitan, pengawetan, penyimpanan dan transportasi (Mann 1981, diacu dalam Daniar 2008). Kulit yang masih segar mudah rusak bila terkena bahan-bahan kimia seperti asam kuat, basa kuat atau

mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan lain-lain. Hal ini disebabkan oleh kandungan air, lemak, mineral serta protein pada kulit segar tersebut (Purnomo 1985, diacu dalam Daniar 2008). Kulit merupakan hasil ternak yang cukup penting, kulit tubuh hewan digunakan untuk bahan dasar industri kulit, sedangkan kulit bagian kepala, leher, ekor, serta kulit yang cacat dapat digunakan dalam industri biasanya diolah untuk dibuat lem atau gelatin ataupun untuk dibuat rambak. 2.4.2 Histologi Kulit Kulit hewan mamalia, secara histologi mempunyai struktur yang sama yaitu terdiri dari tiga lapisan yang jelas dalam struktur maupun asalnya. Ketiga lapisan tersebut adalah epidermis, corium (derma), dan hipodermis yang dikenal pula sebagai lapisan daging atau tenunan lemak (Judoamidjojo 1984, diacu dalam Daniar 2008). Lapisan epidermis adalah lapisan paling luar dari kulit, terdiri dari lapisan epitel yang dapat berkembang dengan sendirinya (Mann 1981, diacu dalam Daniar 2008). Lapisan corium merupakan bagian pokok tenunan kulit yang diubah menjadi kulit samak. Lapisan hipodermis adalah jaringan tenunan pengikat longgar yang terdiri dari serabut kolagen dan elastin yang umumnya disebut lapisan daging. Kulit hewan merupakan suatu organ tubuh yang cukup berat, yaitu antara 7-10 persen dari berat badan (Ningsih 1991, diacu dalam Daniar 2008). 2.4.3 Kulit sebagai Bahan Makanan Kulit ternak selain sebagai bahan baku yang penting dalam industri, juga telah dimanfaatkan oleh penduduk Jawa Tengah atau Jawa Timur yang umumnya untuk dibuat makanan yang cukup populer yaitu rambak dan kerupuk rambak. Makanan yang berasal dari kulit ternak ini ternyata dibuat pula oleh penduduk negara tetangga yaitu Thailand dan Filipina. Di negara-negara tersebut bahan makanan yang dibuat dari kulit ini dikenal dengan nama Nung Pong atau Fried Skin (Suwarastuti 1992, diacu dalam Daniar 2008). Umumnya pengolahan hasil ternak merupakan industri rumah tangga. Rambak yang dipasarkan ada dua macam yaitu yang digunakan untuk sayur atau dicampur dalam masakan dan yang langsung dimakan berupa kerupuk.

2.5 Kerupuk Rambak 2.5.1 Bahan Baku Pembuatan Rambak Rambak yang dibuat dari kulit hewan, dapat berupa kulit sapi, kerbau, kambing atau babi baik yang masih segar maupun yang sudah diawetkan. Pada umumnya kulit yang dibuat rambak adalah kulit kering, meskipun kadang-kadang juga digunakan kulit segar, tetapi jumlahnya terbatas. Kebanyakan kulit segar yang baik kualitasnya diawetkan untuk bahan industri penyamakan. Kulit yang digunakan untuk krecek atau rambak adalah kulit yang sudah tidak dapat digunakan atau sisa-sisa misalnya potongan-potongan kulit bagian tepi. Kulit kerbau segar yang digunakan sebagai bahan baku kerupuk rambak menghasilkan pengembangan yang lebih baik. Warna kerupuk yang dihasilkan relatif lebih putih dan rasa kerupuk lebih enak, terutama kulit kerbau jantan. Rambak yang berasal dari kulit kerbau lebih disukai oleh konsumen dan memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan rambak yang berasal dari kulit sapi, kambing maupun babi (Ningsih 1991 diacu dalam Daniar 2008). 2.5.2 Proses Pembuatan Rambak Proses pembuatan rambak baik rambak sayur maupun kerupuk rambak pada prinsipnya hampir sama yaitu perendaman, proses pengolahan meliputi pencucian, pengempukan, pengirisan, pemberian bumbu, penjemuran,

pengungkepan, penggorengan dan proses pembungkusan. Pembuatan kerupuk rambak dapat dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut yaitu pencucian dan penghilangan sisa-sisa lemak atau daging yang masih menempel, perendaman dalam air hangat atau pembakaran kulit, pengerokan bulu, pengempukan dengan jalan direbus dalam air panas suhu 90-100C selama 50 menit, pengirisan ( diperet ), penjemuran tahap I, pengguntingan (pengirisan) sesuai dengan keinginan konsumen, penjemuran tahap II, pemberian bumbu, pengungkepan dengan menggunakan lemak, penjemuran III dan penggorengan (Ningsih 1991, diacu dalam Daniar, 2008). Adapun secara ringkasnya terdapat dalam bagan di bawah ini:

Pencucian kulit basah Penghilangan lemak dan daging Perendaman atau pembakaran kulit Pengerokan bulu Direbus dengan air panas 90-100C Pengirisan kulit Penjemuran tahap I Pengirisan (pengguntingan)

Penjemuran tahap II Pemberian bumbu Pengungkepan Penjemuran tahap III Penggorengan

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Kerupuk Rambak 2.6 Penelitian Terdahulu 2.6.1 Penelitian Tentang Analisis Kelayakan Penelitian tentang kelayakan usaha dilakukan oleh Maulana (2008) dengan judul skripsi Analisis Kelayakan Usaha Pembuatan Bandeng Isi pada BANISI di Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat . Hasil penelitian yang dilakukan yakni hasil kelayakan non finansial yaitu aspek pasar, bahan baku,

manajemen, hukum, sosial ekonomi dan lingkungan, usaha pembuatan bandeng isi yang dijalankan oleh BANISI layak untuk dilaksanakan, karena tidak ada faktor yang menghambat kegiatan produksi BANISI dari tiap-tiap aspek. Hasil aspek finansial dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga skenario. Skenario I (tanpa penambahan alat) dengan nilai NPV Rp 13.646.116; Net B/C rasio 1,2994; IRR 15 persen dan payback period 7 tahun 7 bulan. Selanjutnya yaitu skenario II (penambahan bahan baku dan alat produksi) dengan nilai NPV Rp 213.884.273; Net B/C rasio 5,4296; IRR 91 persen dan Payback Period dua tahun satu bulan. Sedangkan yang terakhir adalah skenario dengan nilai NPV Rp 527.334.772. Skenario III (bahan baku langsung dari produsen) dinilai tidak layak karena nilai NPV yang negatif sehingga kriteria kelayakan lainnya dianggap tidak layak. Hasil analisis finansial menunjukkan pengusahaan pembuatan bandeng isi yang dilakukan pada tiga skenario tidak semuanya dapat menghasilkan keuntungan. Hanya dua dari tiga skenario yang telah dirancang layak untuk diusahakan yaitu skenario I dan II, sedangkan skenario III tidak layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek finansialnya. Dari kedua skenario yang layak, skenario II merupakan skenario yang paling layak untuk dijalankan. Hasil analisis switching value menunjukkan skenario I yaitu usaha pembuatan bandeng isi saat ini dijalankan adalah jenis usaha yang paling sensitif terhadap perubahan baik penurunan harga jual, kenaikan harga bandeng, maupun penurunan tingkat penjualan. Penurunan harga dan penurunan produksi adalah hal yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan usaha pembuatan bandeng isi pada skenario I dan II dibandingkan faktor kenaikan harga bandeng. Untuk skenario III kenaikan harga jual merupakan faktor yang paling berpengaruh agar pembuatan bandeng isi ini layak untuk dijalankan dibandingkan dengan penurunan harga bandeng dan kenaikan tingkat penjualan. Putera (2006) melakukan penelitian tentang evaluasi kelayakan usaha pada restoran Mie Kondang, Jakarta Selatan. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa keragaan aspek non finansial pada Restoran Mie Kondang, dilihat dari aspek pasar, aspek teknis dan produksi, aspek hukum dan aspek manajerial sudah baik untuk menunjang kinerja restoran. Hal ini ditunjukkan oleh bauran

pemasaran yang dilakukan oleh restoran sudah cukup baik, kemudahan teknologi yang digunakan oleh restoran tepat guna dan sesuai dengan kebutuhan, aspek hukum yang mendukung usaha restoran yaitu berupa izin usaha dari pemerintah, dan struktur manajerial yang ringkas sehingga memudahkan koordinasi antar bagian organisasi. Dari hasil analisis secara finansial Restoran Mie Kondang layak untuk dilaksanakan. Analisis kriteria kelayakan dilihat dari NPV, IRR, Net B/C dan payback period. Perhitungan menggunakan tingkat diskonto sebesar 11,98 persen dan diperoleh hasil sebagai berikut nilai NPV sebesar Rp 118.810.854,4; nilai Net B/C sebesar 1,427, nilai IRR sebesar 18,5 persen, serta payback period selama 3 tahun 5 bulan 25 hari. Hasil switching value menunjukkan bahwa Restoran Mie Kondang memiliki kepekaan yang tinggi terhadap perubahan nilai penjualan produk makanan dan terhadap perubahan biaya bahan baku. Penurunan nilai penjualan produk makanan yang melebihi 5,43 persen atau kenaikan biaya bahan baku melebihi 5,43 persen akan menyebabkan usaha yang dilakukan oleh Restoran Mie Kondang menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Dananjoyo (2006) dalam skripsi berjudul Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tempe (Studi Kasus di Kota Bogor Provinsi Jawa Barat) juga melakukan penelitian tentang analisis kelayakan finansial. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan finansial usaha pengrajin tempe biasa dan pengrajin tempa malang, dan menganalisis sensitivitas usaha tempe jika terjadi perubahan pada manfaat dan biaya. Penelitian dilakukan di Kota Bogor. Teknik pengambilan contoh secara acek sederhana (simple random sampling) dan secara sengaja (purposive). Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui aspek finansial kelyakan usaha. Kriteria investasi yaitu NPV, Net B/C, dan IRR. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa NPV pengrajin tempe biasa positif sebesar Rp 8.805.006,00 dan NPV pengrajin tempe malang Rp 7.157.760,00. IRR pengrajin tempe biasa lebih tinggi dari pengrajin tempe malang dengan tingkat diskonto 15 persen yaitu 35 persen dan 32 persen. Net B/C pada tempe biasa dan tempe malang masing-masing adalah 1,59 dan 1,47. Menurut analisis switching value perubahan yang dapat ditolerir oleh pengrajin tempe biasa untuk perubahan bahan baku tidak boleh naik lebih dari 5,3

persen dan untuk tempe malang sebesar 6,9 persen. Perubahan harga output yang masih dapat ditoleransi pada pengrajin tempe biasa sebesar 6,3 persen dan pengrajin tempe malang sebesar 3,4 persen. Hasil analisis kelayakan finansial tersebut menunjukkan bahwa usaha tempe biasa dan tempe malang dikatakan layak untuk diusahakan. Bedasarkan perbandingan atas kriteria kelayakan menunjukkan bahwa tempe biasa lebih menguntungkan dibandingkan dengan tempe malang. Persamaan penelitian analisis kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak dengan penelitian terdahulu adalah adanya persamaan terhadap penggunaan alat analisis untuk menentukan kelayakan finansial dan non finansial. Alat analisis yang digunakan untuk menilai kelayakan finansial adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Period (PBP), serta digunakan pula analisis nilai pengganti (Switching Value). Untuk menilai kelayakan non finansial dipergunakan pembahasan dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Sedangkan perbedaannya yaitu pada penelitian ini dianalisis mengenai kelayakan usaha kerupuk rambak sebagai salah satu produk turunan dari kulit ternak. Selain itu, belum ada penelitian terdahulu mengenai kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak. Pada penelitian terdahulu produk yang diteliti adalah kelayakan usaha pembuatan bandeng isi, kelayakan usaha restoran mie dan kelayakn usaha pembuatan tempe. Perbedaan lainnya adalah perbedaan tempat serta waktu penelitian. 2.6.2 Penelitian Tentang Kerupuk Terdapat beberapa judul penelitian yang meneliti tentang kerupuk yaitu penelitian tentang kelayakan usaha penggorengan kerupuk pernah dilakukan oleh Widyastono (2006) dengan judul skripsi Analisis Kelayakan Usaha

Penggorengan Kerupuk Studi Kasus Usaha Kecil Sumber Makmur Sentosa di Darmaga, Kabupaten Bogor dari hasil penelitiannya diperoleh hasil sebagai berikut dilihat dari aspek pasar, jumlah penggoreng yang bergerak dalam industri kerupuk di Kabupaten Bogor berjumlah enam orang produsen.

Bauran pemasaran dari usaha penggorengan kerupuk SMS meliputi produk, harga, tempat serta promosi. Produk yang ditawarkan terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan bahan inputnya yaitu jenis kerupuk mentahnya. Harga yang ditetapkan dalam penentuan harga kerupuk SMS ini adalah harga yang berlaku di pasar. Lokasi yang digunakan untuk melakukan kegiatan penjualan yaitu pasar-pasar yang terdapat di wilayah Kabupaten Bogor dan waktu yang dipilih untuk kegiatan penjualan pada umumnya malam hingga pagi hari. Promosi yang telah digunakan pada awal pendirian usaha ini yaitu dengan memberikan potongan harga kepada konsumen. Aspek teknis sarana dan fasilitas-fasilitas yang dipinjamkan oleh pembina program pelatihan yaitu bangunan yang memadai untuk kegiatan produksi, gudang bahan baku, dan ruang kantor dengan luas bangunan kurang lebih 192 m2. Aspek manajemen dan ekonomi sosial merujuk pada fungsi kerja usaha penggorengan kerupuk SMS yang terdiri dari bagian keuangan, pemasaran dan produksi. Jabatan yang masih dirangkap menjadi satu adalah jabatan manajerial dan keuangan yang dipegang oleh pemilik usaha penggorengan. Usaha penggorengan kerupuk ini banyak menyerap tenaga kerja yang tidak terdidik dan tidak terampil untuk bekerja di bagian pembungkusan. Hasil analisis finansial usaha penggorengan kerupuk SMS ini

menunjukkan nilai NPV yang dihasilkan sebesar Rp 222.655.537,00; nilai IRR yang dihasilkan sebesar 25,96 persen, Net B/C sebesar 2,632 dan masa pengembalian modal adalah 6 tahun 5 bulan dengan jangka umur proyek selama 10 tahun. Berdasarkan kriteria kelayakan usaha maka usaha penggorengan kerupuk SMS ini layak untuk dijalankan. Sedangkan hasil analisis sensitivitas pada usaha penggorengan kerupuk menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan biaya operasional variabel sebesar 8,32 persen usaha penggorengan kerupuk masih layak untuk dijalankan. Berbeda dengan penurunan penjualan sebesar 10 persen, hasil yang didapatkan adalah usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan. Penelitian tentang kerupuk pernah dilakukan oleh Tresnaprihandini (2006) dengan judul Formulasi Strategi Pengembangan Usaha Kerupuk Udang dan Ikan pada Perusahaan Candramawa di Kabupaten Indramayu . Berdasarkan hasil

analisis faktor internal dan faktor eksternal yang telah dilakukan pada perusahaan Candramawa yaitu dilihat dari faktor internal, kekuatan utama yang dimiliki oleh perusahaan adalah loyalitas distributor, modal yang kuat dan hubungan dengan pemasok terjalin baik. Sedangkan kelemahan yang utama adalah kapasitas produksi yang belum optimal, kurangnya promosi dan distribusi produk di Indramayu belum ada. Untuk faktor eksternal, yang menjadi peluang utama bagi perusahaan adalah tingkat konsumsi yang terus meningkat, sedangkan untuk ancaman utama yang perlu diperhatikan oleh perusahaan yaitu kenaikan biaya produksi akibat naiknya tarif listrik dan BBM, kondisi cuaca dan iklim sangat mempengaruhi proses produksi dan ketersediaan bahan baku, serta ancaman masuk pendatang baru cukup besar. Berdasarkan perhitungan matriks IFE didapat total skor 3,107 dan matriks EFE didapat total skor sebesar 2,051 sehingga jika dipetakan ke dalam matriks IE posisi perusahaan berada pada sel IV yaitu tumbuh dan bina. Pada sel ini strategi yang harus dijalankan oleh perusahaan adalah strategi penetrasi pasar, strategi pengembangan pasar dan strategi pengembangan produk. Ada 13 buah strategi yang diformulasikan pada matriks SWOT yang sesuai dengan kondisi lingkungan perusahaan, yaitu: 1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, 2) Menjalin kerjasama dengan perusahaan besar pengekspor kerupuk, 3) Memperluas wilayah distribusi produk ke wilayah yang potensial dan belum pernah dijangkau oleh pesaing maupun perusahaan, 4) Bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat untuk mendapatkan kemudahan memperoleh bahan baku, fasilitas dan perlindungan hukum, 5) Meningkatkan penggunaan teknologi yang lebih modern dalam proses produksi, 6) Mengefisienkan penggunaan peralatan produksi untuk menghemat listrik dan BBM, 7) Meningkatkan pelayanan kepada konsumen, 8) Memperbaiki sistem manajemen perusahaan, 9) Mencoba memasarkan produk di daerah Indramayu dengan mutu dan kualitas yang sama dengan pesaing, 10) Mengoptimalkan kapasitas produksi yang ada, 11) Memperluas hubungan kerjasama dengan pemasok bahan baku ikan, 12) Memanfaatkan penggunaan oven dan cooling pada saat kondisi cuaca tidak mendukung, 13) Mengikutsertakan produk perusahaan pada pameran perdagangan

untuk mempromosikan produk. Berdasarkan analisis QSPM maka strategi prioritas yang dipilih untuk dilakukan perusahaan adalah menjalin kerjasama dengan perusahaan besar pengekspor kerupuk dengan nilai TAS 6,221. Penelitian Rosmayanti (2008) dengan judul Pengaruh Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Pendapatan Usaha Kecil dan Menengah, Kasus : UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat ini juga menganalisis tentang kerupuk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kenaikan harga BBM terhadap pendapatan, keragaan UKM kerupuk dan efisiensi faktor-faktor produksi sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Penelitian dilakukan pada April 2008 sampai dengan Mei 2008. Analisis dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya. Uji beda dua rataan untuk menganalisis keragaan UKM dan fungsi produksi Cobb Douglass yang dianalisis melalui metode OLS untuk melihat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah kenaikan harga BBM, keuntungan UKM kerupuk semakin berkurang. Kenaikan harga BBM berpengaruh positif terhadap jumlah input produksi (tepung, garam, minyak tanah, kayu bakar dan tenaga kerja), pengeluaran untuk semua input produksi, jumlah output, total biaya produksi, dan penerimaan hasil penjualan. Namun berpengaruh negatif terhadap jumlah input produksi (bawang putih, penyedap rasa dan bahan baku pembantu), dan pendapatan bersih UKM. Sebelum kenaikan harga BBM, hanya variabel bahan baku dan kayu bakar yang berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan. Sedangkan pada kondisi setelah kenaikan harga BBM, semua variabel bebas berpengaruh nyata terhadap output. Pada efisiensi teknis, terjadi perubahan elastisitas semua faktor produksi menjadi lebih efisien. Pada efisiensi alokasi penggunaan faktor-faktor produksi, belum ada faktor produksi yang efisien. Sebelum kenaikan BBM, rasio NPM (Nilai Poduk Marjinal) dan BKM (Biaya Korbanan Marjinal) bahan baku dan kayu bakar kurang dari satu. Setelah kenaikan harga BBM, rasio NPM dan BKM kurang dari satu sedangkan minyak tanah, kayu bakar, dan tenaga kerja lebih dari satu, sehingga untuk mencapai kondisi efisien maka penggunaan variabel tersebut harus ditambah.

Variabel bahan baku lebih efisien sebelum kenaikan harga BBM, sedangkan variabel kayu bakar lebih efisien setelah kenaikan harga BBM. Penelitian tentang kerupuk juga dilakukan oleh Rahmawaty (2006). Judul penelitian adalah Alternatif Strategi Bersaing Perusahaan Dua Gajah Dalam Industri Kerupuk di Kabupaten Indramayu . Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal perusahaan Dua Gajah, merumuskan alternatif strategi bersaing yang sesuai bagi perusahaan Dua Gajah dalam mengantisipasi persaingan dalam industri kerupuk. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret hingga Juni 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan yaitu faktor kekuatan adalah modal yang kuat, hubungan perusahaan dan karyawan terjalin dengan baik, pemasaran yang luas, kualitas produk baik, lokasi perusahaan strategis, dan pengalaman yang luas dalam bisnis kerupuk. Faktor kelemahan adalah pembukuan perusahaan belum terlaksana dengan baik, produksi belum dapat memenuhi seluruh permintaan, kegiatan perusahaan tergantung dari pasokan bahan baku ikan manyung dan ikan remang. Faktor peluang adalah pengetahuan masyarakat tentang ikan yang mengandung gizi omega tiga, iklan tentang makanan bergizi mempengaruhi persepsi masyarakat dalam mengkonsumsi makanan, perkembangan teknologi informasi, komunikasi dan produksi, dan kerupuk merupakan industri kecil Indonesia yang berorientasi ekspor. Faktor ancaman adalah kebijakan pemerintah mengurangi subsidi BBM, persaingan antara industri kerupuk dan eksportir dalam mendapatkan pemasok yang loyal, ketatnya persaingan akibat diterapkannya AFTA dan WTO, dan tawaran harga yang lebih rendah dari produk substitusi. Berdasarkan analisis IE, perusahaan Dua Gajah sebaiknya melakukan strategi menumbuhkan dan mengembangkan. Alternatif strategi yang menjadi prioritas berdasarkan analisis QSPM adalah 1) Membentuk joint venture dengan pemasok yang dapat diandalkan, 2) Menggunakan alat produksi dengan kapasitas yang lebih besar dan modern guna meningkatkan hasil produksi sehingga perusahaan dapat memenuhi seluruh permintaan dan memperluas daerah

pemasaran, 3) Melakukan joint venture terhadap distributor yang murah dan dapat diandalkan. Persamaan penelitian analisis kelayakan usaha pembuatan kerupuk rambak dengan penelitian terdahulu tentang kerupuk adalah adanya persamaan terhadap obyek yang diteliti yaitu kerupuk. Penelitian tentang kelayakan usaha kerupuk pernah dilakukan pada salah satu penelitian terdahulu. Perbedaan penelitian dengan penelitian terdahulu tentang kerupuk adalah perbedaan topik penelitian. Pada tiga penelitian terdahulu yang menjadi topik penelitian adalah strategi pengembangan usaha, pengaruh kenaikan BBM terhadap pendapatan dan strategi bersaing pada perusahaan yang memproduksi kerupuk. Perbedaan lainnya adalah pada jenis usaha kerupuk yang dianalisis yaitu kerupuk tapioka, kerupuk ikan, kerupuk udang dan kerupuk tepung. Belum ada penelitian terdahulu yang menganalisis tentang kerupuk rambak kulit. .

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Studi Kelayakan Proyek Kadariah (1999) mendefinisikan proyek sebagai suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit), atau suatu aktivitas di mana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (return) di waktu yang akan datang, dan dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) dan mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point). Menurut Gray (2007), proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumbersumber untuk mendapatkan benefit. Sumber-sumber yang digunakan kegiatan dalam pelaksanaan proyek dapat berupa barang-barang modal, tanah, bahan-bahan setengah jadi, bahan-bahan mentah, tenaga kerja dan waktu Gittinger (1986) mendefinisikan proyek pertanian adalah kegiatan usaha yang rumit karena menggunakan sumber-sumber daya untuk memperoleh keuntungan atau manfaat. Proyek pertanian merupakan suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang kapital yang menghasilkan keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode tertentu. Proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan yang secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan dan pelaksanaan dalam satu unit (Gittinger 1986). Ibrahim (2003) mendefinisikan studi kelayakan bisnis atau proyek sebagai kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha atau proyek. Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek, biasanya proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil. Dalam arti sempit, keberhasilan ini ditafsirkan sebagai manfaat ekonomis.

Jika penelitian dari investasi yang dilakukan memberikan manfaat bagi pelaku investasi maka pelaku akan menjalankan kegiatan investasi tersebut. Sebaliknya, jika kerugian yang dihasilkan dari investasi ini, maka kegiatan ini akan ditinggalkan (Husnan dan Muhammad 2000). Kriteria keberhasilan suatu proyek dapat dilihat dari manfaat investasi yang terdiri dari : 1. Manfaat ekonomis proyek terhadap proyek itu sendiri (sering juga disebut sebagai manfaat finansial) yang berarti apakah proyek itu dipandang cukup menguntungkan apabila dibandingkan dengan risiko proyek tersebut. 2. Manfaat proyek bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (disebut juga manfaat ekonomi nasional) yang menunjukkan manfaat proyek tersebut bagi ekonomi makro suatu negara. 3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek. Tujuan dilakukannya analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2) menghindari pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan, 4) menentukan prioritas investasi (Gray et al, 2007). Menurut Gittinger (1986), pada proyek pertanian ada enam aspek yang harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan yaitu : 1. Aspek teknis Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek atau penyediaan dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa. Aspek-aspek lain dari analisis proyek hanya akan dapat berjalan bila analisis secara teknis dapat dilakukan. 2. Aspek-aspek institusional- organisasi- manajerial Analisis pada aspek ini adalah analisis mengenai ketepatan dalam penetapan institusi atau lembaga proyek serta proyek harus sesuai dengan pola sosial, budaya dan kebiasaan masyarakat setempat. Aspek ini juga meliputi analisis tentang posisi kerja yang harus diisi dengan pekerja yang ahli. 3. Aspek sosial

Pelaku proyek perlu mempertimbangkan pola dan kebiasaan-kebiasaan sosial dari pihak yang akan dilayani oleh proyek. Pelaku proyek juga perlu meneliti secara cermat mengenai implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan. 4. Aspek komersial Yang termasuk dalam aspek-aspek komersial dari suatu proyek adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan proyek. Analisis pasar untuk output proyek meliputi permintaan, harga yang menguntungkan, tempat penjualan produk serta market share dari produk tersebut. Dari sudut pandang input, meliputi rencana-rencana tersedianya input produksi serta penggunaan teknologi produksi yang tepat termasuk tersedianya pembiayaan bagi pelaku proyek. Aspek komersial dari suatu proyek juga termasuk masalah pengaturan usaha-usaha untuk memperoleh peralatan dan perbekalan proyek (supplies). 5. Aspek finansial Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis proyek menerangkan pengaruh- pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap para peserta yang tergabung di dalamnya. Analisis finansial meninjau proyek dari sudut peserta proyek (pelaku proyek) secara individu. 6. Aspek ekonomi Aspek-aspek ekonomi persiapan dan analisis proyek membutuhkan pengetahuan mengenai apakah suatu proyek yang diusulkan akan

memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan perekonomian secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup besar dalam menentukan penggunaan sumber-sumber daya yang diperlukan. Sudut pandang yang diambil dalam analisis ekonomi ini adalah masyarakat secara keseluruhan. Analisis finansial dan ekonomi merupakan pelengkap (complementary). 3.2 Aspek Studi Kelayakan Menurut Husnan dan Muhammad (2000) secara umum aspek-aspek yang diteliti dalam studi kelayakan proyek meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek finansial, aspek manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi dan aspek sosial.

Namun, belum ada kesepakatan tentang aspek apa saja yang perlu diteliti untuk menentukan layak atau tidaknya suatu proyek, harus dilihat dari berbagai aspek. Setiap aspek untuk dikatakan layak harus memiliki suatu standar tertentu. Namun, penilaian tidak hanya dilakukan hanya pada satu aspek saja. Penilaian untuk menentukan kelayakan harus didasarkan kepada seluruh aspek yang akan dinilai, tidak berdiri sendiri. Jika ada aspek yang kurang layak akan diberikan beberapa saran perbaikan sehingga memenuhi kriteria yang layak. Namun, apabila tidak dapat memenuhi kriteria tersebut sebaiknya jangan dijalankan. a. Aspek pasar Pengkajian aspek pasar penting untuk dilakukan karena tidak ada proyek yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh proyek tersebut dan jika pasar yang dituju tidak jelas, prospek bisnis ke depan pun tidak jelas, maka risiko kegagalan bisnis menjadi besar. Menurut aspek pasar mempelajari tentang: 1. Permintaan Permintaan adalah keinginan yang didukung oleh daya beli atau akses untuk membeli. Hal ini berarti bahwa permintaan akan terjadi apabila didukung oleh daya kemampuan yang dimiliki konsumen untuk membeli serta adanya akses untuk memperoleh barang dan jasa yang ditawarkan. Hal ini pula yang sangat menentukan permintaan itu sendiri. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan suatu barang dan jasa antara lain harga barang itu sendiri, harga barang lain yang memiliki hubungan substitusi atau komplementer, pendapatan, selera, jumlah penduduk dan akses untuk memperoleh barang dan jasa yang ditawarkan. 2. Penawaran Penawaran adalah jumlah barang atau jasa yang ditawarkan produsen pada berbagai tingkat harga pada suatu waktu tertentu. Faktor yang dapat mempengaruhi penawaran suatu barang atau jasa antara lain harga barang itu sendiri, harga barang lain yang memiliki hubungan substitusi atau komplementer, teknologi, harga input, tujuan perusahaan, atau akses.

3. Program Pemasaran Program pemasaran meliputi empat aspek bauran pemasaran (marketing mix) yatu produk (product), harga (price), distribusi (place), dan promosi (promotion) (Umar 2003). 4. Pangsa pasar (market share) perusahaan Pangsa pasar (market share) merupakan proporsi dari keseluruhan pasar potensial yang diharapkan dapat diraih oleh proyek yang bersangkutan. Pasar potensial adalah keseluruhan jumlah produk atau sekelompok produk yang mungkin dapat dijual dalam pasar tertentu pada suatu periode tertentu. Dalam hal ini, meliputi variabel yang dapat dikontrol oleh calon investor, yaitu marketing mix, dan kemampuan manajemen lainnya, serta variabel yang tidak dapat dikontrol oleh calon investor (Husnan dan Muhammad 2000). b. Aspek Teknis Analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Kerangka kerja proyek harus dibuat secara jelas agar analisis secara teknis dapat dilakukan dengan teliti. Aspek-aspek lain dari analisis proyek hanya akan dapat berjalan bila analisis secara teknis dapat dilakukan (Gittinger 1986). Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengorganisasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun (Husnan dan Muhammad 2000). Penilaian kelayakan terhadap aspek ini penting dilakukan sebelum suatu proyek dijalankan. Penentuan kelayakan teknis perusahaan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan teknis atau operasi. Sehingga jika tidak dianalisis dengan baik akan berakibat fatal bagi perusahaan di masa yang akan datang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek teknis antara lain: 1. Lokasi proyek Lokasi proyek untuk perusahaan industri mencakup dua

pengertian, yaitu lokasi dan lahan pabrik serta lokasi bukan pabrik. Pengertian lokasi bukan pabrik mengacu pada lokasi untuk kegiatan yang secara langsung tidak berkaitan dengan proses produksi, yaitu lokasi

pembangunan adsministrasi perkantoran dan pemasaran. Terdapat beberapa variabel yang perlu diperhatikan dalam pemilihan lokasi proyek. Variabel tersebut dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu variabel utama (primer) dan variabel bukan utama (sekunder). Penggolongan ke dalam kedua kelompok tersebut tidak mengandung kekakuan, artinya dimungkinkan untuk berubah golongan sesuai dengan ciri utama output atau proyek bersangkutan. Variabel-variabel utama (primer) tersebut yaitu ketersediaan bahan mentah, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, supply tenaga kerja, dan fasilitas transportasi. Sedangkan variabel-variabel sekunder terdiri dari hukum dan peraturan yang berlaku, iklim dan keadaan tanah, sikap dari masyarakat setempat (adat istiadat) dan perencanaan masa depan perusahaan. 2. Skala Operasional dan Luas Produksi Skala operasional atau luas produksi adalah jumlah produk yang seharusnya diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal. Pengertian kata seharusnya dan keuntungan yang optimal ,

mengandung maksud untuk mengkombinasikan faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penentuan luas produksi yaitu batasan permintaan, persediaan kapasitas mesin-mesin, jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola proses produksi, kemampuan finansial dan manajemen, serta kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di masa yang akan datang. 3. Layout atau Tata Letak Alur Produksi Layout merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki suatu perusahaan. Dengan demikian pengertian layout mencakup layout site (layout lokasi proyek), layout pabrik, layout bangunan bukan pabrik dan fasilitas-fasilitasnya. Dalam layout pabrik terdapat dua tipe utama, yaitu layout fungsional (layout process) dan layout produk (layout garis). 4. Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan Prinsip-prinsip yang dipegang dalam penentuan jenis teknologi dan peralatan antara lain seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan,

manfaat ekonomi yang diharapkan, ketepatan teknologi dengan bahan mentah yang digunakan, keberhasilan penggunaan jenis teknologi tersebut ditempat lain yang memiliki ciri-ciri mendekati lokasi proyek, kemampuan pengetahuan penduduk (tenaga kerja) setempat, dan kemungkinan pengembangannya serta pertimbangan kemungkinan adanya teknologi lanjutan sebagai salinan teknologi yang akan dipilih sebagai akibat keusangan. c. Aspek Manajemen Analisis terhadap aspek manajemen dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kemampuan staf dalam melaksanakan proyek. Dalam aspek ini perlu dikaji struktur organisasi yang sesuai dengan proyek yang direncanakan sehingga diketahui mengetahui jumlah kebutuhan, kualifikasi dan deskripsi tugas individu untuk mengelola proyek (Kadariah et al, 1999) Husnan dan Muhammad (2000) menyebutkan pengkajian aspek manajeman pada dasarnya menilai para pengelola proyek dan struktur organisasi yang ada. Proyek yang dijalankan akan berhasil apabila dijalankan oleh orang-orang yang profesional mulai dari merencanakan, melaksanakan, sampai dengan mengendalikannya agar tidak terjadi penyimpangan. Demikian pula dengan struktur organisasi yang dipilih harus sesuai dengan bentuk dan tujuan proyeknya. Hal-hal yang dipelajari dalam aspek manajemen antara lain : 1. Manajemen dalam Masa Pembangunan Proyek Manajemen proyek adalah sistem untuk merencanakan,

melaksanakan, dan mengawasi pembangunan proyek dengan efisien. Manajemen proyek harus dapat menyusun rencana pelaksanaan proyek dengan mengkoordinasikan berbagai aktivitas atau kegiatan proyek dan penggunaan sumberdaya agar secara fisik proyek dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen masa pembangunan proyek, yaitu pelaksana proyek tersebut, jadwal

penyelesaian proyek, dan pihak yang melakukan studi masing-masing aspek.

2. Manajemen dalam Operasi Manajemen ini meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, anggota direksi, dan tenaga kunci serta jumlah tenaga kerja yang akan digunakan. d. Aspek Sosial dan Lingkungan Analisis terhadap aspek sosial dan lingkungan merupakan suatu analisis yang berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial tersebut harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan ketanggapan suatu proyek terhadap keadaan sosial yang terjadi (Gittinger, 1986). Contoh pengaruh proyek terhadap kondisi sosial dan lingkungan diantaranya adalah perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan petani, serta dampak limbah proyek terhadap lingkungan sekitar. e. Aspek Finansial Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Muhammad, 2000). Penelitian dalam aspek finansial dilakukan untuk menilai biaya-biaya apa saja yang akan dihitung dan berapa besar biaya-biaya yang akan dikeluarkan. Kemudian juga meneliti seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika proyek dijalankan. Penelitian ini meliputi lama pengembalian investasi yang ditanamkan, sumber pembiayaan proyek, dan tingkat suku bunga yang berlaku. Sehingga jika dihitung dengan formula penilaian investasi akan sangat menguntungkan. Hal-hal yang mendapatkan perhatian dalam penelitian aspek ini antara lain : 1. Biaya Kebutuhan Investasi Investasi dilakukan dalam berbagai bentuk yang digunakan untuk membeli aset-aset yang dibutuhkan proyek tersebut. Aset-aset ini biasanya berupa aset tetap yang dibutuhkan perusahaan mulai dari pendirian hingga dapat dioperasikan. Oleh karena itu, dalam melakukan investasi

dibutuhkan biaya kebutuhan investasi yang digunakan untuk membeli berbagai kebutuhan yang berkaitan dengan investasi tersebut. Biaya kebutuhan investasi biasanya disesuaikan dengan jenis proyek yang akan dijalankan. Secara umum komponen biaya kebutuhan investasi terdiri dari biaya prainvestasi dan biaya pembelian aktiva tetap (Husnan dan Muhammad, 2000). Aktiva tetap atau aktiva jangka panjang terdiri dari tanah dan pengembangan lokasi, bangunan dan

perlengkapannya, pabrik dan mesin, dan aktiva tetap lainnya. 2. Sumber-Sumber Dana Dana yang dibutuhkan dapat diperoleh dari berbagai sumber dana yang ada, seperti modal sendiri, modal pinjaman, dan gabungan keduanya. Pilihan apakah menggunakan modal sendiri atau modal pinjaman atau gabungan dari keduanya tergantung dari jumlah modal yang dibutuhkan dan kebijakan pengusaha. Pada dasarnya pemilihan sumber dana bertujuan untuk memilih sumber dana yang ada pada akhirnya bisa memberikan kombinasi dengan biaya terendah, dan tidak menimbulkan likuiditas bagi proyek atau perusahaan yang mensponsori proyek tersebut (artinya jangka waktu pengembalian sesuai dengan jangka waktu penggunaan dana). Sumber-sumber dana yang utama terdiri dari modal sendiri yang disetor oleh pemilik perusahaan, penerbitan saham atau saham preferen di pasar modal, obligasi yang diterbitkan