LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN PROSPEK...

18
0 LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN PROSPEK PENERAPAN JARWO TRANSPLANTER Oleh Sumaryanto M. Suryadi Chairul Muslim Adreng Purwoto PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN 2014

Transcript of LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN PROSPEK...

0

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

PROSPEK PENERAPAN JARWO TRANSPLANTER

Oleh

Sumaryanto

M. Suryadi Chairul Muslim

Adreng Purwoto

PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

2014

1

KATA PENGANTAR

Upaya peningkatan beras dihadapan banyak kendala. Selain alih fungsi

lahan sawah, tenaga kerja pertanian juga mengalami penuaan (aging farmer).

Fenomena yang terjadi di lapangan adalah meningkatnya kelangkaan tenaga

kerja untuk pengolahan tanah, tanam, dan panen.

Dalam upaya mengatasi kelangkaan tenaga kerja tersebut, khususnya

pada saat tanam, Badan Litbang Pertanian melalui BB Mektan telah melakukan

inovasi alat dan mesin pertanian yaitu Jarwo Transplanter. Alat ini selain

dimaksudkan untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja penanaman padi juga

dimaksudkan untuk memfasiliatsi penerapan teknik penanaman jajar legowo

(jarwo).

Laporan ini menyajikan analisis kebijakan tentang prospek penerapan alat

tanam tersebut di atas. Dalam analisis, data dan informasi yang digunakan

berasal dari pengamatan langsung di lapangan dan dari hasil-hasil penelitian

sebelumnya.

Tim menyadari laporan ini belum sempurna, dan karena itu itu masukan

dan saran konstruktif dari semua pihak dalam upaya mempertajam laporan ini

sangat diharapkan. Kepada semua tim yang telah bekerja keras mulai dari proses

penyiapan dan penyelesaian laporan ini diucapkan terima kasih.

Bogor, Desember 2014

2

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok utama bagi masyarakat Indonesia,

sehingga komoditas beras memiliki arti strategis baik dari sisi ekonomi,

lingkungan hidup, sosial maupun politik. Dengan melihat peran strategis tersebut,

berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan dan

produksi beras dalam negeri. Namun, fakta di lapangan menunjukkan berbagai

upaya peningkatan produksi padi/beras menghadapi berbagai kendala. Kendala-

kendala tersebut antara lain adalah: tingginya alih fungsi lahan sawah, iklim yang

semakin tidak kondusif, menurunnya kualitas sumberdaya lahan, terbatasnya

tenaga kerja pertanian, dan masih rendahnya insentif usahatani padi.

Bertolak dari kondisi tersebut, maka kehadiran teknologi peningkatan

produksi padi yang mampu mengatasi berbagai persoalan mendasar usahatani

padi sangat diperlukan. Artinya, teknologi yang akan diintroduksikan tidak hanya

mampu meningkatkan produksi padi, namun teknologi tersebut juga telah

mempertimbangkan berbagai kendala usahatani padi lainnya. Badan Penelitian

dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), mempunyai peran besar dalam

menghasilkan berbagai teknologi ini, antara lain penciptaan VUB, perbaikan

teknologi pengelolaan usaha tani padi, perbaikan sistem pengelolaan air, dan

mekanisasi pertanian. Pada tataran teori dan uji laboratorium, inovasi dan

teknologi tersebut dipercaya mampu memberikan dampak yang besar bagi

peningkatan produksi dan kesejahteraan petani. Namun, kondisi di lapangan

menunjukkan tidak semua inovasi dan teknologi yang dihasilkan tersebut diadopsi

dan dimanfaatkan dengan baik di masyarakat.

Salah satu teknologi unggulan untuk meningkatkan produksi padi yang

telah dihasilkan oleh Balitbangtan adalah teknologi transplanter padi, yaitu Indo

Jarwo Transplanter. Indo Jarwo Transplanter merupakan mesin/alat pindah tanam

padi, dimana secara prinsip alat ini ditujukan untuk mengatasi kendala

keterbatasan tenaga kerja tanam dan pada saat yang sama petani mampu

menerapkan sistem penanaman padi “Jajar Legowo” sebagai salah satu teknologi

tanam unggulan Balitbangtan. Sistem pertanaman Jajar Legowo dipercaya

3

mampu menaikkan produktivitas padi karena mampu meningkatkan populasi dan

optimalisasi proses fotosintesis.

Sampai saat ini dari fakta empiris di lapang maupun dari sejumlah hasil

penelitian diketahui bahwa adopsi teknologi jarwo transplanter berlangsung

lambat. Secara teoritis seharusnya alat ini potensial untuk diadopsi dengan cepat

karena mampu meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani. Mengacu

pada fakta ini muncul pertanyaan apa masalah dan kendala yang terjadi di

lapangan sehingga adopsi berjalan lambat. Identifikasi permasalahan dan kendala

sosial ekonomi dalam penerapan teknologi tersebut menjadi penting dilakukan

dalam rangka menyempurnakan kebijakan dan program peningkatan produksi

padi.

1.2. Tujuan Kajian

Analisis kebijakan ini ditujukan untuk: (1) Memahami permasalahan dan

kendala yang dihadapi petani dalam penerapan Jarwo transplanter (2)

Menganalisisi faktor-faktor sosial ekonomi yang menghambat penerapan teknologi

Jarwo transplanter; dan (3) Merumuskan kebijakan yang tepat untuk

mempercepat adopsi teknologi Jarwo transplanter.

1.3. Keluaran Kajian

Luaran yang diperoleh dari kegiatan ini adalah: (1) Data dan infromasi

tentang permasalahan dan kendala yang dihadapi petani dalam penerapan Jarwo

transplanter; (2) Faktor-faktor sosial ekonomi yang menghambat penerapan

Jarwo transplanter; dan (3) Rumusan alternatif kebijakan yang kondusif untuk

mempercepat adopsi teknologi Jarwo transplanter.

1.4. Perkiraan Manfaat dan Dampak

Hasil kajian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan dalam

merancang sistem diseminasi dan perancangan program pengembangan

penerapan penerapan jarwo transplanter dalam sistem penanaman padi.

Dampaknya adalah teratasinya kelangkaan tenaga kerja tanam, meningkatnya

produktivitas usahatani padi, dan meningkatnya produksi padi nasional.

4

II. METODOLOGI

Untuk mengkaji prospek penerapan maka analisis kebijakan ini melihat

potensi, permasalahan dan kendala dalam penerapan Jarwo Transplanter.

Pendekatan yang dipakai dalam kajian adalah analisis diskriptif kualitatif dan

kuantitatif. Kajian menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder

antara lain berupa data kinerja produksi padi, perkembangan alat dan mesin

pertanian, jumlah tenaga kerja pertanian, dan lain-lain. Data primer antara lain

berupa data usahatani padi tingkat kelompok, spesifikasi alat dan mesin pertanian

yang digunakan, persepsi para pelaksana kegiatan dan petani terhadap

penggunaan Jarwo transplanter.

Analisis yang dipakai dalam kajian antara lain adalah analisis deskriptif,

analisis biaya dan manfaat, dan sintesis atas hasil-hasil kajian terdahulu. Analisis

deskriptif kualitatif lebih difokuskan pada aspek-aspek kelembagaan petani dalam

mengakselerasi adopsi jarwo transplanter. Dalam analisis Manfaat dan Biaya,

manfaat didefinisikan sebagai seluruh pendapatan yang diperoleh dengan

penggunaan Jarwo Transplanter. Sedangkan biaya didefinisikan sebagai seluruh

biaya yang harus dikeluarkan dalam menggunakan jarwo transplanter. Sintesis

atas hasil-hasil kajian terdahulu dilakukan melalui pemanfaatan studi pustaka.

Sampel lokasi kajian dilakukan di Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur.

Pertimbangan pemilihan lokasi kajian, adalah sentra produksi padi nasional,

potensi terjadinya kelangkaan tenaga pertanian besar, serta keberagaman tingkat

adopsi jarwo transplanter.

5

III. PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN JARWO TRANSPLANTER

3.1. Sistem Tanam Jarwo Untuk Mendukung Peningkatan Produktivitas

Salah satu cara meningkatkan produksi padi adalah dengan menambah

populasi tanaman per satuan luas. Peningkatan populasi tanaman dapat dilakukan

dengan mengatur jarak tanam. Semakin rapat, semakin tinggi populasi tanaman

akan tetapi hubungannya dengan produktivitas tidak linier. Jika kerapatan optimal

telah dicapai maka peningkatan populasi justru menyebabkan produksi malai per

tanaman menurun.

Pada mulanya, jarak tanam yang diterapkan petani tidak teratur. Ternyata

jarak tanam yang tidak teratur ternyata menyebabkan petani mengalami kesulitan

dalam pengendalian gulma karena tidak dapat menggunakan “sosrok” atau

“landak”. Belajar dari pengalaman itu maka diperkenalkan jarak tanam teratur

dengan jarak yang seragam sehingga membentuk pola bujur atau tegel. Dalam

praktek, terdapat variasi ada yang menggunakan 25 x 25 atau 30 x 30 cm,

tergantung kesuburan tanah dan kondisi pengairan setempat serta kebiasaan

petani setempat.

Pola tanam tegel tersebut berlangsung selama bertahun-tahun bahkan

sejak sebelum kemerdekaan dan masih diterapkan sebagian besar petani sampai

sekarang. Untuk mempermudah penanaman dengan sistem tegel tersebut

biasanya petani membuat semacam “blak”, dengan bantuan peralatan kayu dan

tali. Namun demikian untuk tenaga buruh tanam yang telah berpengalaman

seringkali tidak memerlukannya. Dengan “tacit knowledge” mereka dengan

terampil dapat mempraktekkan sistem tanam tegel secara cepat.

Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

populasi tanaman padi. Tekniknya adalah dengan pola beberapa barisan

tanaman, kemudian diselingi oleh satu barisan kosong. Keuntungan lain dari

teknik ini adalah terciptanya populasi tanam pinggir yang lebih banyak sehingga

lebih banyak populasi tanaman yang memperoleh energi matahari untuk

fotosintesis.

Selain kedua hal tersebut di atas, dengan teknik jajar legowo juga ada

keuntungan (advantage) lainnya antara lain: (i) pemupukan lebih mudah, efektif,

6

dan efisien, (ii) memudahkan pemberian air irigasi, (iii) memudahkan proses

pemeliharaan (pengendalian OPT dan gulma), dan (iii) kondusif untuk penerapan

pola pengusahaan mina padi.

Jika dibandingkan dengan sistem penanaman yang selama ini diterapkan

petani yaitu sistem „tegel‟ (jarak tanam bujur sangkar), kelemahan dari penerapan

sistem jajar legowo adalah: (i) memerlukan persediaan benih yang lebih banyak,

(ii) membutuhkan tenaga kerja lebih banyaki. Akibatnya biaya untuk pembenihan

dan biaya tanam menjadi lebih tinggi. Di sisi lain, tenaga kerja buruh tani

cendrung makin langka, dan dalam rangka menyesuaikan dengan jadwal

pemberian air irigasi maka tanam serempak dalam satu blok irigasi adalah suatu

keharusan yang sulit dihindari. Untuk itu dibutuhkan adanya terobosan yang

memungkinkan untuk mengatasi masalah kelangkaan tenaga kerja tersebut.

Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini jawabannya adalah

perlu adanya mesin tanam jarwo yang mampu menggantikan tenaga kerja

manusia dan hemat biaya tanam. Badan Litbang Pertanian melalui Balai Besar

Pengembangan Mekanisasi di Serpong mampu menghasilkan prototipe Indo-

Jarwo Transplanter. Alat ini sudah dilaunching oleh Bapak Menteri Pertanian, Dr.

Suswono, pada tanggal 8 November 2013 di Jakarta.

3.2. Peluang dan Kendala Penerapan Jarwo Transplanter

Jarwo Transplanter adalah sebutan untuk mesin penanam padi dengan

sistem jajar legowo. Alat ini dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian dan tujuan utamanya adalah untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja

dalam kegiatan penanaman padi yang selama ini dialami oleh petani. Sasarannya

adalah untuk meningkatkan produktivitas usahatani padi dan meningkatkan

pendapatan petani padi. Majalah Sains Indonesia (2012) menunjukkan bahwa

Sistem tanam jajar legowo (Si Jarwo) terbukti mampu meningkatkan produktivitas

padi hingga mencapai 7,3 ton per hektar (dengan sistem tanam biasa

produktivitas padi hanya sekitar 3 – 5 ton per ha).

Sistem tanam jajar legowo merupakan cara tanam padi sawah dengan pola

beberapa barisan tanaman, kemudian diselingi oleh satu barisan kosong.

Prinsipnya adalah memodifikasi jarak tanam yang memungkinkan terjadinya

7

peningkatan populasi tanaman secara total dan populasi tanaman yang berada di

pinggir. Dengan sistem tanam jajar legowo maka diperoleh beberapa keuntungan

yaitu: (i) meningkatnya populasi tanaman, (ii) pemupukan menjadi lebih mudah,

efektif, dan efisien dalam pengguaan tenaga kerja, (iii) memaksimalkan

tangkapan sinar matahari secara langsung sehingga energi untuk fotosintesis

yang dapat dimanfaatkan tanaman meningkat, (iv) memudahkan pemberian air

irigasi, (v) memudahkan pelaksanaan kegiatan pengendalian Organisme

Pengganggu Tanaman (OPT) maupun gulma, (vi) kondusif untuk mendukung

penerapan pola pengusahaan mina-padi. Dengan sejumlah keunggulan itu maka

sistem jarwo berpengaruh positif terhadap upaya peningkatan produktivitas

(Kariyasa, dkk,2013).

Penerapan sistem tanam Jajar legowo di lapangan mengalami banyak

modifikasi menyesuaikan kondisi lahan pertanian yang ada. Ishaq dkk. (2013)

menunjukkan bahwa tingkat kesuburan lahan dan ketinggian tempat sangat

menentukan sistem jajar legowo yang diterapkan. Semakin subur tanah, maka

jarak tanam yang diterapkan semakin lebar. Demikian pula dengan ketinggian

tempat, semakin tinggi tempat maka jarak tanam yang diterapkan semakin lebar.

3.3. Manfaat Pengaruh Penggunaan Jarwo Transplanter Untuk Mengatasi Kelangkaan Tenaga Kerja

Salah satu yang menjadi masalah dalam pengembangan pertanian di

Indonesia adalah kurangnya minat generasi muda untuk bekerja di sektor

pertanian. Ini tampak dari komposisi kepala rumah tangga pertanian menurut

kelompok umur sebagaimana tertera pada Tabel 1.

Alasan yang dikemukakan bahwa angkatan kerja usia muda tidak tertarik

bekerja di pertanian antara lain adalah: (i) pendapatan yang diperoleh rendah, (ii)

sifatnya musiman, (iii) membutuhkan kekuatan fisik yang besar dan kurang

nyaman, dan (iv) kurang sesuai untuk mengembangkan wawasan bagi kelompok

usia muda. Kondisi ini menyebabkan ketersediaan tenaga kerja khususnya pada

tahapan kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja cukup banyak dan durasi

tahapan tersebut pendek. Termasuk dalam kategori kegiatan ini terutama

kegiatan menanam dan panen padi. Semula, kegiatan pengolahan tanah juga

8

termasuk kategori mengalami kelangkaan tenaga kerja tetapi selama ini telah

teratasi dengan meluasnya penggunaan traktor.

Tabel 1. Komposisi kepala rumah tangga petani di 7 provinsi di Indonesia *)

Kelompok umur kk jumlah observasi persen % kumulatif

< 35 tahun 212 13.0 13.0 35 - 44 tahun 427 26.2 39.3 45 - 54 tahun 489 30.0 69.3

55 - 65 tahun 417 25.6 94.9 > 65 tahun 83 5.1 100.0

Total 1628 100.0 *) Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Kalimantan Selatan, NTB, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Sumber: Sumaryanto (2014).

Penanaman dengan sistem jajar legowo dipandang lebih rumit dan butuh

tenaga kerja yang lebih banyak, yang pada akhirnya perlu penyediaan biaya

tanam lebih banyak dari sistem tanam konvensioanl (tegel). Oleh karena itu,

kehadiran indo-jarwo tranplanter diharapkan mampu menghemat penggunaan

tenaga kerja.

Menurut hasil laporan Direktorat Alat dan Mesin Pertanian-Ditjen PSP

(2013), dengan menggunakan jarwo transplanter maka tenaga kerja yang

dibutuhkan hanya 3 orang per hektar dengan jam kerja sekitar 4 jam. Sementara

menanam padi sistem jarwo secara manual memerlukan tenaga kerja sebanyak

20 orang dan bekerja sekitar 8 jam atau 160 jam/ha (Tabel 2). Dengan demikian,

penggunaan transplanter mampu menghemat penggunaan tenaga kerja setara

jam kerja sekitar 92,50%. Dengan kata lain, penggunaan transplanter hanya

membutuhkan tenaga kerja sekitar 7,5% dari total jam kerja yang dibutuhkan

sistem tanam jarwo konvensional, dengan perhitungan sebagai berikut:

Kebutuhan tenaga kerja (setara jam kerja) secara manual: 20 orang x 8

jam/orang = 160 jam

Kebutuhan tenaga kerja (setera jam kerja) dengan transplanter: 3 orang x

4 jam/orang = 12 jam

Penghematan jam kerja (160-12) = 148 jam atau (148/160)x 100% =

92,5% atau hanya dibutuhkan jam kerja (100% - 92,5%) = 7,5%

Selain terjadi penghematan penggunaan tenaga kerja, laporan Direktorat

Alat dan Mesin Pertanian-Ditjen PSP (2013) juga menyebutkan bahwa

9

penggunaan transplanter hanya membutuhkan biaya tanam sekitar Rp 600

ribu/ha, sementara secara manual butuh biaya tanam Rp 900 ribu/ha. Dengan

demikian, penggunaan transplanter berpotensi mengurangi biaya tanam

mencapai 33,33% (300/900 x 100%).

Tabel 2. Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja dan Biaya Tanam dengan Cara Manual dan Menggunakan Transplanter, 2013 (per hektar).

Sumber: Direktorat Alat dan Mesin Pertanian-Ditjen PSP, 2013

Hasil serupa juga ditemukan pada kajian tim BB Mektan Pertanian (2013)

dimana jarwo transplanter hasil inovasi Badan Litbang hanya dioperasikan oleh

lima (1 operator , 2 penyulam dan 2 orang cabut dan angkut bibit) mampu

menggantikan 22 tenaga kerja tanam manual (20 orang tanam dan 2 pembantu),

(Tabel 2). Dengan demikian penggunaan transplanter mampu menghemat

penggunaan tenaga kerja sekitar 17 orang, atau 77,78%. Dengan asumsi

transplanter hanya kerja 4 jam/ha dan dengan cara manual 8 jam/ha, maka

effisiensi penggunaan tenaga kerja setara jam akan lebih baik lagi, yaitu

mencapai 84%. Artinya dengan cara transplanter hanya membutuhkan tenaga

kerja sekitar 16% dari cara manual, dengan perhitungan sebagai berikut:

Kebutuhan tenaga kerja (setara jam kerja) secara manual: 22 orang x 8

jam/orang = 176 jam

Kebutuhan tenaga kerja (setera jam kerja) dengan transplanter: (3 orang x

4 jam/orang) + ( 2 orang x 8 jam) = 28 jam

10

Penghematan jam kerja (176-28) = 148 jam atau (148/176)x 100% =

84% atau hanya dibutuhkan jam kerja (100% - 84%) = 16%.

Tabel 2. Perbandingan Penggunaan Tenaga Kerja dan Biaya Tanam antara Cara Manual dan Menggunakan Transplanter, 2013

Sumber: BB Mektan Pertanian, 2013

Hasil kajian ini juga menemukan bahwa biaya tanam pada sistem tanam

jarwo dengan menggunakan tranplanter hanya sekitar Rp 905 ribu, sementara

dengan sistem manual membutuhkan biaya tanam mencapai Rp 2 juta. Dengan

demikian transplanter mampu menghemat biaya tanam sampai 50%.

Evaluasi kinerja transplanter juga dilakukan BB Padi pada tahun 2012.

Hasil kajiannya menunjukkan bahwa penggunaan transplanter mampu

menghemat penggunaan tenaga kerja sekitar 15 orang atau 75%. Dengan kata

lain, penggunaan transplanter hanya butuh tenaga tanam sekitar 25% dari jumlah

yang dibutuhkan jika menanam padi dilakukan secara manual. Menanam padi

11

dengan transplanter membutuhkan tenaga kerja sebanyak 5 orang, sementara

dengan cara manual mencapai 20%.

Dari hasil hasil-hasil kajian di atas menunjukkan bahwa penggunaan

transplanter mampu menghemat penggunaan tenaga kerja secara signifikan

dibandingkan cara manual. Oleh karena itu, pengembangan alat ini mempunyai

potensi besar dalam mengatasi kelangkaan tenaga kerja yang terjadi saat ini.

Selain itu, alat ini diperkirakan akan mudah diterima masyarakat karena juga

mampu mengurangi biaya tanam. Namun demikian, sosialisasi dan pembuktian di

tingkat lapangan perlu terus dilakukan dalam upaya membuktikan kepada petani

luas bahwa alat ini memberikan workable dan memberikan manfaat yang nyata

kepada petani.

3.4. Pengaruh Penerapan Sistem Tanam Jarwo Terhadap Peningkatan Produktivitas Usahatani Padi

Hasil kajian di 2 lokasi yaitu di Kabupaten Indramayu (Jawa Barat) dan di

Kabupaten Malang (Jawa Timur) menunjukkan bahwa penerapan sistem tanam

jajar legowo memang dapat meningkatkan produktivitas. Sebagaimana tampak

pada Tabel 3, penerapan jajar legowo di Kabupaten Indramayu yang dilakukan

oleh Kelompok Tani yang diobservasi ternyata mampu meningkatkan

produktivitas dari 5.4 menjadi 6.3 Ton/Hektar yang berarti meningkat sekitar 17

persen. Sedangkan pada Kelompok Tani yang diobservasi di Kabupaten Malang

meningkat dari 5.5 menjadi 6.2 Ton/Hektar yang berarti meningkat sekitar 13

persen.

Tabel 3. Perbedaan Produktivitas Padi antara Sistem Tegel dan Jarwo

di Kelompok Tani Lokasi Kajian, 2014

Lokasi kajian Sistem Tegel Sistem Jarwo Perubahan

Ton/Ha Persen

Indramayu (Jawa Barat) 5.4 6.3 0.9 16.7

Malang (Jawa Timur) 5.5 6.2 0.7 12.7

Sumber: Kelompok Tani di lokasi kajian (diolah)

Selain menunjukkan adanya kenaikan, temuan tersebut juga

mengindikasikan adanya variasi antar wilayah. Terkait dengan variasi ini, hasil

kajian lainnya menyebutkan bahwa di beberapa tempat sistem jarwo juga belum

12

mampu meningkatkan produktivitas secara signifikan. Hal ini diduga kuat karena

ketidak hati-hatian dalam memilih varietas, atau mungkin adanya ketidak tepatan

dalam dosis pemupukan. Menurut hasil kajian Karim Makarim (Puslitbangtan,

2014), tidak semua varietas cocok untuk ditanam sistem jarwo, sehingga

meniadakan keunggulannya. Oleh karena itu, ketepatan dalam memilih varietas

menjadi sangat penting. Ada beberapa varietas justru produktivitasnya menurun

ketika ditanam secara rapat, karena kenaikan jumlah populasi tidak mampu

mengurangi jumlah malai.

3.5. Dampak Pengembangan Sistem Tanam Jarwo Melalui Jarwo Transplanter Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani

Dengan memanfaatkan beberapa data hasil kajian sebelumnya dan diolah

kembali, keragaan hasil analisa usahatani padi dengan sistem tanam tegel, jarwo

manual, dan jarwo tranplanter disajikan pada Tabel 4. Hasil kajian menunjukkan

bahwa produktivitas padi yang ditanam dengan sistem tegel hanya sekitar 5.44

ton per ha, sementara yang ditanam dengan sistem jarwo baik manual dan

tranplanster adalah sama, yaitu 6.21 ton per ha. Hal ini menunjukkan bahwa

tanaman padi yang ditanam dengan sistem jarwo mampu menghasilkan padi

sekitar 15% lebih tinggi dari sistem tegel. Namun demikian, tidak ada perbedaan

hasil antara padi yang ditanam dengan sistem jarwo secara manual dengan

transplanter. Perbedaannya hanya terjadi pada biaya tanam.

Tabel 4. Analisa Usahatani Padi dengan Sistem Tanam Tegel, Jarwo Manual,

dan Jarwo Tranplanter, 2014.

Keterangan Sistem tanam Tegel Sistem Tanam Jarwo

Manual Transplanter

I. Biaya Produksi (Rp/ha) 7 436 700 7 928 756 7 642 056

a. Pengolahan lahan 1 050 000 1 010 000 1 010 000

b. Benih 340 000 380 000 380 000

c. Pupuk 1 099 500 1 101 500 1 114 500

Urea 540 000 540 000 550 000

SP-36 197 000 198 500 199 500

NPK 362 500 363 000 365 000

d. Tanam 810 000 920 000 600 000

e. Menyiang 450 000 450 000 450 000

f. Pengairan 125 000 125 000 125 000

g. Menyemprot 370 000 370 000 350 000

13

h. Panen 2 822 000 3 221 956 3 221 956

i. Biaya lainnya 370 200 350 300 390 600

II. Produksi (kg/ha) 5 440 6 211 6 211

Iii. Penerimaan (Rp/ha) 21 651 200 24 719 780 24 719 780

Iv. Keuntungan (rp/ha) 14 214 500 16 791 024 17 077 724 Keterangan: * Peningkatan keuntungan terhadap sistem tanam tegel

** Peningkatan keuntungan terhadap sistem tanam jarwo secara manual Sumber data: untuk produksi dari Tabel 3, sementara biaya produksi dari berbagai sumber.

Tanam padi yang ditanam dengan sistem jarwo dengan menggunakan

transpalanter hanya butuh biaya tanam sekitar 65% dari sistem jarwo secara

manual. Tampak bahwa sistem tanam jarwo manual membutuhkan biaya tanam

lebih tinggi dari sistem tegel, yaitu sekitar 14%.

Tabel 4 lebih lanjut menginformasikan bahwa tanaman padi yang ditanam

dengan sistem jarwo dengan menggunakan transplanter mampu memberikan

keuntungan yang paling tinggi dibandingan yang lainnya. Pada usahatani dengan

sistem tanam tegel keuntungan per hektar adalah sekitar Rp. 14.2 juta,

sedangkan dengan jarwo dan jarwo transplanter masing-masing mampu

memberikan keuntungan Rp. 16.8 dan Rp. 17.1 juta per hektar. Fenomena

tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya pemanfaatan sistem tanam jajar

legowo, apalagi jika cara penanamannya dengan menggunakan transplanter akan

memberikan keuntungan yang lebih tinggi daripada cara yang selama ini

dipergunakan secara tradisional yakni sistem tegel tanpa transplanter.

3.6. Kendala Teknis Pemanfaatan Jarwo Transplanter

Potensi keuntungan dari penerapan jarwo transplanter telah dibahas di

atas. Pertanyaannya adalah: mengapa sampai saat ini perluasan penerapannya

berjalan lambat? Jawaban atas pertanyaan ini perlu mempertimbangkan faktor-

faktor teknis dan sosial ekonomi secara cermat.

Secara teknis, berbagai informasi di lapangan menunjukkan bahwa alsin ini

(jarwo transplanter) menunjukkan sejumlah alasan berikut:

(1) Sampai saat ini peralatan tersebut belum banyak tersedia di pasaran,

(2) Peralatan masih sangat sensitif terhadap permukaan lahan sawah yang

tidak rata sehingga ditemukan beberapa bibit padi yang tidak menancap

sempurna dan hal ini mengakibatkan “bogang”,

14

(3) Petani belum serempak mau memanfaatkannya, sementara itu

pengangkutannya antar petak tidak mudah karena galengan pada

umumnya sempit-sempit,

(4) Untuk petani yang luas garapannya sangat kecil maka dalam rangka

mengejar waktu seringkali tidak sabar menunggu giliran memperoleh

pelayanan jarwo transplanter,

(5) Sejumlah petani belum terampil mempersiapkan bibit padi yang sesuai

dengan aplikasi optimal jarwo transplanter,

(6) Oleh karena sistem pengairan adalah mengalir dari petak ke petak maka

sulit untuk mengkondisikan agar sawahnya berada dalam kondisi macak-

macak; sementara itu jika terendam air maka tidak mudah diketahui

apakah permukaan tanah sawah tersebut rata ataukah tidak rata,

(7) Jarwo transplanter tidak sesuai untuk diterapkan pada lokasi pesawahan di

daerah pegunungan (berlereng) karena memindahkannya dari satu petak

ke petak lain sangat berat, sedangkan petakan-petakan sawah di likasi

seperti itu pada umumnya sempit-sempit,

(8) Secara umum masih sangat sedikit tenaga terampil yang mampu

memanfaatkan jarwo transplanter secara optimal

(9) Belum tersedianya suku cadang yang mudah didapatkan pada saat

peralatan tersebut membutuhkan perbaikan.

3.7. Peran Strategis Kelompok Tani dan UPJA Jarwo Transplanter

Masa depan pengembangan penerapan jarwo transplanter sangat

tergantung pada kinerja Kelompok Tani. Hal ini didasarkan atas fakta bahwa

kinerja jarwo transplanter sangat dipengaruhi oleh beberapa faktos berikut:

(1) Hasil hitungan secara sederhana menunjukkan bahwa kelayakan finansial

penerapan jarwo transplanter membutuhkan luas layanan setidaknya 35

hektar per musim. Mengingat bahwa sebagian besar petani padi luas

garapannya sempit-sempit maka peranan Kelompok Tani dalam

mengkondisikan terjadinya konsolidasi pengusahaan tanaman sehamparan

sangat diperlukan.

15

(2) Penerapan jarwo transplanter akan optimal jika petani-petani pemilik lahan

pada hamparan yang sama terkonsolidasikan dengan baik dalam sistem

pengairan dan sepakat untuk melakukan penanaman padi secara

serempak.

(3) Biaya operasi dan pemeliharaan jarwo transplanter tidak murah sehingga

beban biaya tersebut hanya akan layak ditanggung oleh petani pemilik

lahan luas (di atas 10 hektar) atau oleh Kelompok Tani, atau oleh

Pengusaha Jasa Alsintan (UPJA) yang mampu memperoleh areal layanan

setidaknya 35 hektar.

(4) Penerapan jarwo transplanter akan optimal di wilayah yang jadwal tanam

sesuai dengan jadwal irigasi dan sistem irigasi maupun drainasenya baik.

Untuk itu amalgamasi Kelompok Tani dengan Asosiasi Petani Pemakai Air

Irigasi (P3A) sangat diperlukan.

(5) Penerapan jarwo transplanter akan optimal jika sistem pembibitan benih

padi dilakukan dengan cara yang sesuai tuntutan teknis pengoperasian

alsin tersebut dan petani tepat dalam memilih varietas tanaman padi yang

paling sesuai untuk penanaman dengan sistem jajar legowo.

(6) Dalam jangka panjang, disamping terus membina Kelompok Tani maka

pemerintah perlu pula mengkondisikan agar peranan UPJA alsintan dalam

bidang pengolahan tanah (traktor), penanaman (transplanter), maupun

pemanenan (harvester) dapat berkembang.

16

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

(1) Salah satu cara yang layak ditempuh untuk meningkatkan produktivitas

dan pendapatan per luas garapan usahatani padi adalah melalui penerapan

sistem tanam Jajar Legowo.

(2) Mengingat penerapan sistem tanam Jajar Legowo membutuhkan tenaga

kerja tanam yang lebih banyak sedangkan ketersediaan tenaga kerja untuk

kegiatan tanam serempak makin terbatas maka dibutuhkan adanya

peralatan tanam yang secara tekni dapat dioperasikan, secara finansial

layak, dan secara sosial budaya dapat diterima komunitas petani.

(3) Atas tantangan tersebut Badan Litbang Pertanian telah berhasil

menciptakan peralatan yang dimaksud yaitu jarwo transplanter. Uji coba

dan uji lapang atas kinerja peralatan ini telah dilakukan dan potensial

untuk dikembangkan penerapannya.

(4) Hasil kajian menunjukkan bahwa penerapan jarwo transplanter mampu

meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahatani padi namun

bervariasi antar lokasi. Sumber variasi terletak pada kondisi teknis

hamparan lahan sawah dan kemampuan petani dalam memilih varietas

yang paling sesuai untuk ditanam dengan teknik jajar legowo.

(5) Prospek penerapan jarwo transplanter sangat ditentukan oleh kinerja

Kelompok Tani dalam mengkondisikan terjadinya konsolidasi pengelolaan

irigasi, penentuan jadwal tanam, penentuan jenis komoditas pangan yang

diusahakan, dan dalam pembiayaan operasi dan pemeliharaan peralatan

mekanis tersebut.

(6) Seraya mengkondisikan agar kinerja Kelompok Tani makin membaik,

penyempurnaan kinerja teknis jarwo transplanter yang diorientasikan pada

aspek kepraktisan pengoperasiannya perlu terus dilakukan.

(7) Implementasi program pengembangan penerapan jarwo transplanter

seyogyanya tidak hanya terfokus pada Kelompok Tani. Pemerintah perlu

pula mendorong partisipasi Usaha Pelayanan Jasa (UPJA) transplanter

swasta karena secara obyektif tidaklah mungkin mengandalkan sistem

pengembangannya hanya melalui kelembagaan kelompok tani.

17

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2013. Indo Jarwo Transplanter dan Indo Combine Harvester Mendukung Swasembada Beras Berkelanjutan.

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Peluang Dan Tantangan Penerapan

Paddy Transplanter Dan Paddy Combine Harvester Pada Tanam Jajar Legowo. . Makalah Disampaikan Pada Acara Temu Teknis Balai Besar

Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong, 5 Agustus 2013 . Serpong.

BBP2TP. 2013. Perkembangan Aplikasi Inovasi Jajar Legowo Di Indonesia

(Aplikasi, Provitas, Dan Permasalahan). Makalah Disampaikan Pada Raker Khusus Badan Litbang Pertanian , 23-25 Agustus 2013 Di Bogor.

Direktorat Alat dan Mesin Pertanian - Ditjen PSP. 2013. Kebijakan,

Implementasi Dan Evaluasi Pengadaan Rice Transplanter. Makalah Disampaikan Pada Acara Temu Teknis Balai Besar Pengembangan

Mekanisasi Pertanian Serpong, 5 Agustus 2013 . Serpong.

BB Mektan. 2013. Mesin Tanam Padi Indo Jarwo Transplanter.

Iskandar Ishaq. 2012. Jajar Legowo (Jarwo) Komponen Teknologi Penciri Ptt Penunjang Peningkatan Hasil Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat.

Majalah Sains Indonesia, 2012. Berkat Si Jarwo, Panen Padi Berlimpah Ruah. Edisi 12,Desember 2012, h. 39-45.

Majalah Sains Indonesia. 2014. Indo Jarwo Transplanter, Cara Cepat Dan Hemat Tanam Padi. Edisi Khusus 40 Tahun Balitbangtan. Jakarta.

Unadi, A. dan Suparlan. 2011. Dukungan Teknologi Pertanian untuk Industrialisasi

Agribisnis Pedesaan. Makalah Seminar Nasional Penyuluhan Pertanian pada Kegiatan Soropadan Agro Expo tanggal 2 Juli 2011. Balai Besar

Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Bogor.