AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

23
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Visi pendidikan nasional menghadapi era millenium ketiga terkait dengan kesadaran kolektif bangsa terhadap karakteristik dunia pendidikan dan keterbatasan kita sebagai bangsa untuk mewujudkan pendidikan yang diidamkan. Karakteristik dan keterbatasan yang dimaksud, menurut Djojonegoro (2000), meliputi empat aspek. Pertama, bahwa bangsa Indonesia sedang memasuki sebuah transformasi total yang diikuti oleh perubahan-perubahan mendasar yang sangat cepat, dengan berbagai akibat pada tatanan maupun nilai kehidupan serta persepsi masyarakat. Salah satu akibatnya ialah terjadinya pergeseran nilai, yang berdampak besar terhadap kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, perencanaan pendidikan perlu memperhitungkan faktor perubahan tata kehidupan tersebut, khususnya yang berkaitan dengan pergeseran nilai. Kedua, bahwa pendidikan merupakan proses yang memakan waktu yang lama. Tenggang waktu yang diperlukan bagi seseorang untuk mempunyai kemampuan atau kepakaran di bidang tertentu memerlukan waktu yang cukup panjang. Di sisi lain, lulusan pendidikan diharapkan mampu berkarya dalam masyarakat sesuai dengan kebutuhan pada saat dan tempat mereka berada pada waktu itu. Dengan demikian, dikaitkan dengan kebutuhan bangsa di masa depan, lulusan hasil pendidikan juga diharapkan mempunyai daya saing yang tinggi

Transcript of AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

Page 1: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Visi pendidikan nasional menghadapi era millenium ketiga terkait

dengan kesadaran kolektif bangsa terhadap karakteristik dunia pendidikan dan

keterbatasan kita sebagai bangsa untuk mewujudkan pendidikan yang

diidamkan. Karakteristik dan keterbatasan yang dimaksud, menurut

Djojonegoro (2000), meliputi empat aspek.

Pertama, bahwa bangsa Indonesia sedang memasuki sebuah

transformasi total yang diikuti oleh perubahan-perubahan mendasar yang

sangat cepat, dengan berbagai akibat pada tatanan maupun nilai kehidupan

serta persepsi masyarakat. Salah satu akibatnya ialah terjadinya pergeseran

nilai, yang berdampak besar terhadap kegiatan belajar mengajar. Oleh karena

itu, perencanaan pendidikan perlu memperhitungkan faktor perubahan tata

kehidupan tersebut, khususnya yang berkaitan dengan pergeseran nilai.

Kedua, bahwa pendidikan merupakan proses yang memakan waktu

yang lama. Tenggang waktu yang diperlukan bagi seseorang untuk mempunyai

kemampuan atau kepakaran di bidang tertentu memerlukan waktu yang cukup

panjang. Di sisi lain, lulusan pendidikan diharapkan mampu berkarya dalam

masyarakat sesuai dengan kebutuhan pada saat dan tempat mereka berada pada

waktu itu.

Dengan demikian, dikaitkan dengan kebutuhan bangsa di masa depan,

lulusan hasil pendidikan juga diharapkan mempunyai daya saing yang tinggi

Page 2: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

2

dalam berbagai bidang, sehingga mampu meningkatkan daya saing nasional

menghadapi persaingan dunia.

Ketiga, bahwa proses pendidikan seseorang bersifat irreversible sekali

dilakukan tidak dapat diulang. Apabila hasilnya tidak sesuai, maka ilmu yang

diperoleh tidak dapat diganti begitu saja. Kenyataan ini menghajatkan suatu

perencanaan yang benar-benar sahih (valid) terhadap kebutuhan nyata di masa

mendatang, karena panjangnya tenggang waktu pendidikan. Kesahihan tersebut

menyangkut aspek kualitas dan kompetensi lulusan, maupun relevansinya

dengan dunia kerja dalam jenis maupun jumlahnya.

Keempat, bahwa tanggung jawab terselenggaranya pendidikan nasional

yang baik tidak mungkin diserahkan pada satu pihak saja, yakni pemerintah.

Keterlibatan semua pihak (pemerintah, keluarga dan masyarakat) merupakan

prasyarat bagi terselenggaranya pendidikan yang baik. Perkecualian dalam hal

ini adalah pendidikan dasar sembilan tahun, yang secara moral dan legal

merupakan tanggung jawab sepenuhnya pemerintah.

Aspek-aspek tersebut di atas menimbulkan beberapa konsekuensi yang

perlu dilakukan. Pertama, diperlukan visi pendidikan yang sahih dan jelas

untuk digunakan sebagai acuan dalam mengantisipasi berbagai perubahan dan

tantangan pendidikan di masa depan.

Kedua, diperlukan suatu perencanaan yang tepat dalam rangka

mewujudkan visi tersebut, baik yang berkaitan dengan kurikulum, kesiapan

tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, serta pengembangan

program. Perencanaan ini di samping bersifat antisipatif juga harus bersifat

Page 3: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

3

lentur (flexible), karena perubahan-perubahan yang terjadi sering tak

teramalkan (unpredictable).

Ketiga, diperlukan langkah-langkah penyesuaian atau perbaikan dan

pengembangan yang cepat dan tepat, tanpa harus menunda-nunda, oleh karena

kita didesak oleh waktu. Sebaliknya kita tidak dapat melaksanakan perubahan

secara total, mengingat besarnya organisasi pendidikan di Indonesia.

Dalam hubungan dengan lingkungan dan kehidupan masyarakat,

pendidikan mengemban tiga sifat penting. Ketiga sifat tersebut, oleh

Sukmadinata (1997:30) diperinci berikut ini. Pertama, pendidikan

mengandung dan memberikan pertimbangan nilai, yang diarahkan pada

pengembangan pribadi anak, agar sesuai dengan nilai-nilai yang ada dan

diharapkan masyarakat. Kedua, pendidikan diarahkan pada kehidupan dalam

masyarakat, menyiapkan anak untuk kehidupan dalam masyarakat. Ketiga,

pelaksanaan pendidikan dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan masyarakat

tempat pendidikan berlangsung.

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, tetapi

kesejahteraan rakyatnya masih jauh tertinggal. Hal ini dikarenakan daya

saingnya masih rendah. Hasil survei Growth Competitivenenss Index yang

dilansir oleh World Economic Forum (WEF), melaporkan bahwa pada tahun

2007-2008 Indonesia berada di peringkat ke-54 dari sekitar 131 negara yang

disurvei. Di tingkat ASEAN, Indonesia hanya lebih baik dari Filipina,

Vietnam, dan Kamboja. Adapun Singapura dan Malaysia melesat di peringkat

ke-7 dan ke-21.

Page 4: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

4

Daya saing bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya

manusianya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh

sistem pendidikan, baik jalur formal, informal maupun nonformal pada semua

jenjang pendidikan. Sementara itu, pendidikan nasional Indonesia masih

menghadapi tiga tantangan besar yang kompleks.

Pertama, sebagai akibat krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

untuk dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.

Kedua, untuk mengantisipasi tantangan era global, pendidikan dituntut untuk

mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing

dalam pasar global. Ketiga, sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah,

perlu dilakukan perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional

sehingga dapat mewujudkan proses pendidikan yang lebih demokratis,

memperhatikan keberagaman kebutuhan/keadaan daerah dan peserta didik,

serta mendorong peningkatan partisipasi masyarakat.

Kritik berbagai pihak terhadap pendidikan nasional pun menyiratkan

permasalahan: (1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan; (2)

masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan (3) masih lemahnya

manajemen pendidikan, di samping belum terwujudnya kemandirian dan

keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi.

Sejalan dengan tantangan dan kritik tehadap pendidikan itu, kondisi

pendidikan angkatan kerja kita pun memprihatinkan. Sekitar 53% angkatan

kerja tidak berpendidikan dan tidak memiliki kecakapan serta keahlian

enterpreneur (Budiono, dalam Suyanto, 1997). Kondisi seperti itu

Page 5: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

5

menunjukkan mismatch antara pendidikan dengan dunia kerja, dan rendahnya

kecakapan hidup serta daya saing angkatan kerja baik di tingkat nasional

maupun global.

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU

Sisdiknas) menandaskan bahwa:

Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3).

Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan

kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi manajemen

pendidikan untuk menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional

dan global. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara

terencana, terarah dan berkesinambungan.

Untuk kurun waktu 2005-2009, kebijakan pendidikan nasional

difokuskan kepada upaya mewujudkan pendidikan yang berkeadilan, bermutu

dan relevan dengan kebutuhan masyarakat lokal dan global sehingga mampu

membangun insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif. Hal tersebut

dituangkan dalam rencana strategik Depdiknas, yang meliputi peningkatan

pemerataan dan perluasan akses; peningkatan mutu, relevansi dan daya saing;

peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.

Pasal 13 UU Sisdiknas menggariskan pula bahwa jalur pendidikan

terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat saling

Page 6: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

6

melengkapi dan memperkaya. Maksud yang terkandung dalam kalimat “saling

melengkapi dan memperkaya“ adalah menyatukan manfaat antara tiga jalur

pendidikan yang berbeda dan berlainan fungsi namun tujuannya adalah

memperkaya individu pembelajar dengan ilmu dan keterampilan yang lengkap

untuk mampu bersaing pada tataran lokal maupun global.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan

berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar

pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik

dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional

serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional (pasal 26; ayat 2). Salah

satu bidang garapan pendidikan nonformal adalah pendidikan kecakapan hidup

(life skills).

Brolin (dalam Anuar, 2004:20) menjelaskan bahwa “Life skills

constitute a continuum of knowledge and uptitude that a necessary for a person

to function effektivety and to avoild interruption of employment experience”.

Life skills dapat dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup. Program

pendidikan life skills adalah pendidikan yang dapat memberikan bekal

keterampilan yang praktis terpakai, terkait dengan kebutuhan pasar kerja,

peluang usaha dan potensi ekonomi atau industri yang ada di masyarakat.

Page 7: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

7

Pendidikan life skills sebagai salah satu program unggulan dari

pendidikan nonformal memainkan peran strategik dalam rangka membekali

warga belajar dengan kecakapan hidup yang sesuai dengan kebutuhan pasar

agar mereka dapat hidup bersaing sejajar dengan bangsa lain.

Menurut Ditjen PLS Depdiknas (2007: 2), program pendidikan

kecakapan hidup secara khusus bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada

peserta didik agar mereka memiliki:

(1) pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan dalam memasuki dunia kerja baik bekerja secara mandiri (wirausaha) dan/atau bekerja pada suatu perusahaan produksi/jasa dengan penghasilan yang semakin layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

(2) motivasi dan etos kerja yang tinggi serta dapat menghasilkan karya-karya yang unggul dan mampu bersaing di pasar global.

(3) kesadaran yang tinggi tentang pentingnya pendidikan untuk dirinya sendiri maupun untuk anggota keluarganya.

(4) kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan dalam rangka mewujudkan keadilan pendidikan di setiap lapisan masyarakat.

Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, Direktorat Jenderal

Pendidikan Nonformal dan Informal, Depdiknas, mengembangkan program

pendidikan kecakapan hidup ke dalam tiga spektrum, yaitu: (1) nasional dan

internasional; (2) perkotaan; dan (3) pedesaan. Di antara program-program

tersebut terdapat dua jenis program yang pelaksanaan kegiatannya

diselenggarakan oleh dinas pendidikan provinsi dalam wilayah kesatuan

Republik Indonesia. Kedua jenis program yang dimaksud adalah Kursus

Wirausaha Orientasi Perkotaan (KWK) dan Kursus Wirausaha Orientasi

Pedesaan (KWD).

Page 8: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

8

Salah satu provinsi yang saat ini sedang giat-giatnya mengembangkan

program tersebut adalah Provinsi Jambi. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala

Dinas Pendidikan Provinsi Jambi Nomor 800/3633.a/BTU/2008 tanggal 17

September 2008 tentang Penerima Bantuan Kursus dan Magang pada Lembaga

Pendidikan dan Lembaga Kursus serta Pusat Kegiatan Belajar Mengajar

(PKBM), telah disalurkan jenis-jenis bantuan kepada: (1) lembaga kursus dan

latihan; (2) penyelenggaraan PKBM; (3) pendidikan kecakapan hidup kerja

sama dengan SMK/Politeknik; (4) pendidikan kecakapan hidup orientasi

pedesaan; (5) pendidikan kecakapan hidup orientasi perkotaan.

Dari observasi awal yang penulis lakukan, diperoleh data empirik

sebagaimana diringkaskan berikut ini. Pertama, program keterampilan

otomotif bekerja sama dengan SMK Satria Kota Jambi, 25 orang warga

belajar; keterampilan penggemukan sapi potong (agrobisnis) bekerja sama

dengan SMK I Kayu Aro Kabupaten Kerinci, 25 orang warga belajar;

keterampilan mekanik otomotif bekerja sama dengan SMK 2 Sungai Penuh

Kabupaten Kerinci, 25 orang warga belajar.

Kedua, program kecakapan hidup orientasi pedesaan yang

dilaksanakan pada lembaga kursus, PKBM, SKB dan sekolah kejuruan di

setiap kabupaten dalam Provinsi Jambi dengan jumlah warga belajar sebanyak

405 orang. Keterampilan yang dikembangkan adalah bordir dan menjahit

pakaian, pembibitan karet dan okulasi, pembibitan sawit, budidaya ikan kolam,

budi daya nilam, sirup buah pidada, pertanian, dan pembuatan genteng pres

beton.

Page 9: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

9

Ketiga, program kecakapan hidup yang berorientasi perkotaan

dilaksanakan pada lembaga kursus di setiap kota dalam Provinsi Jambi dengan

jumlah warga belajar sebanyak 234 orang. Keterampilan yang dikembangkan

adalah komputer dan maintenence, wisata terpadu, tata rias dan kecantikan,

bordir dan menjahit, bengkel las, dan pembuatan paving block.

Jenis dan muatan program-progam pengembangan kecakapan hidup

yang diberikan kepada warga belajar tersebut, tampaknya masih lebih

berorientasi kepada penguasaan keterampilan umum yang selama ini telah

dimiliki oleh masyarakat setempat, bahkan untuk sebagian tergolong

keterampilan yang bersifat memelihara nilai sejarah, bukan bernilai ekonomi

dan bukan berorientasi nilai potensi budaya setempat.

Selain itu, program-program tersebut tidak ditindaklanjuti, misalnya

dengan pemberdayaan tenaga-tenaga terampil melalui pemberian subsidi dana

usaha atau bimbingan manajemen usaha yang sejalan dengan perkembangan

dunia usaha dan industri.

Apabila dikaitkan dengan isu program unggulan yang bernilai jual

tinggi dan berorientasi pasar, dapat dikatakan bahwa program-program belum

memenuhi akuntabilitas, terutama dilihat dari perspektif strategiknya.

Sedangkan dari sudut pandang administrasi pendidikan, kondisi tersebut

termasuk ke dalam wilayah permasalahan akuntabilitas kinerja kelembagaan

atau kinerja satuan pendidikan yang diberi mandat untuk mengembangkan

kecakapan hidup warga belajarnya.

Page 10: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

10

UU Sisdiknas pasal 26 menandaskan bahwa: “pendidikan nonformal

berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada

penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan

sikap dan kepribadian profesional” (ayat 1); dan “pendidikan kecakapan hidup

merupakan bagian dari pendidikan nonformal” (ayat 3).

Secara teoretik dan berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu,

ditemukan banyak faktor determinan yang dapat menjelaskan permasalahan

kinerja satuan pendidikan, termasuk pendidikan nonformal. Dalam pandangan

penulis, terdapat tiga faktor determinan yang cukup penting, yaitu perencanaan

pendidikan, kepemimpinan pendidikan, dan iklim organisasi pada satuan-

satuan pendidikan pengembangan kecakapan hidup.

B. RUMUSAN MASALAH DAN PERTANYAAN PENELITIAN

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dipaparkan di atas,

penulis merasa tertarik untuk menelaah kebermaknaan pengaruh faktor-faktor

perencanaan pendidikan, kepemimpinan pendidikan, dan iklim organisasi

terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pengembangan kecakapan hidup.

Pokok masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: bagaimanakah

makna dan sumbangan pengaruh perencanaan pendidikan, kepemimpinan

pendidikan, dan iklim organisasi terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan

pengembangan kecakapan hidup?

2. Pertanyaan Penelitian

Page 11: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

11

Pada tingkat pengujian hipotesis, pokok masalah tersebut penulis

jabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Apakah terdapat pengaruh langsung perencanaan pendidikan terhadap

kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi Jambi?

b. Apakah terdapat pengaruh langsung kepemimpinan pendidikan

terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi

Jambi?

c. Apakah terdapat pengaruh langsung iklim organisasi terhadap kinerja

satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi Jambi?

d. Apakah terdapat pengaruh gabungan ketiga faktor tersebut terhadap

kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi Jambi?

e. Berapa besarkah pengaruh kausal langsung, kausal tidak langsung,

kausal total maupun simultan ketiga variabel terhadap kinerja satuan

pendidikan kecakapan hidup?

f. Bagaimanakah model hipotetik manajemen kinerja satuan-satuan

pendidikan kecakapan hidup yang mendukung peningkatan

kewirausahaan angkatan kerja di Provinsi Jambi?

C. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memahami kondisi aktual

faktor-faktor strategik dalam manajemen satuan-satuan pendidikan pelaksana

pengembangan kecakapan hidup. Faktor-faktor strategik tersebut, penulis

batasi pada perencanaan pendidikan, kepemimpinan pendidikan, dan iklim

Page 12: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

12

organisasi. Sehubungan dengan tujuan umum tersebut, penelitian ini hendak

mencapai tujuan-tujuan khusus untuk:

1. Mengukur koefisien dan makna pengaruh perencanaan pendidikan

terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pelaksana program

pengembangan kecakapan hidup di Provinsi Jambi.

2. Mengukur koefisien dan makna pengaruh kepemimpinan pendidikan

terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pelaksana program

pengembangan kecakapan hidup di Provinsi Jambi.

3. Mengukur koefisien dan makna pengaruh iklim organisasi terhadap

kinerja satuan-satuan pendidikan pelaksana program pengembangan

kecakapan hidup di Provinsi Jambi.

4. Mengukur koefisien dan makna pengaruh gabungan ketiga faktor

tersebut terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pelaksana program

pengembangan kecakapan hidup di Provinsi Jambi.

5. Mengajukan model hipotetik akuntabilitas manajemen kinerja satuan-

satuan pendidikan pelaksana program pengembangan kecakapan hidup

yang bernilai budaya lokal dan mendukung peningkatan kewirausahaan

angkatan kerja di Provinsi Jambi.

D. KEGUNAAN HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoretik berupa

pengayaan khasanah penelitian empirik bidang administrasi pendidikan,

terutama kinerja dan manajemen satuan pendidikan nonformal.

Page 13: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

13

Dari segi praktik, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai

umpan balik bagi para pengambil kebijakan dan penyelenggara pendidikan,

terutama dalam kerangka perbaikan kinerja dan manajemen satuan-satuan

pendidikan pengembangan kecakapan hidup di daerah penelitian. Model

hipotetik yang ditawarkan dalam penelitian ini diharapkan pula dapat

menginspirasi peneliti lain, untuk memperdalam fokus dan memvalidasinya

melalui uji coba yang intensif dalam manajemen pendidikan nonformal.

E. ASUMSI

Penelitian ini didasari oleh beberapa asumsi mengenai pengembangan

kecakapan hidup dan pendidikan nonformal, urgensi perencanaan pendidikan,

kepemimpinan pendidikan, iklim organisasi, dan kinerja satuan pendidikan.

1. Pengembangan Kecakapan Hidup dan Pendidikan Nonformal

Pengembangan kecakapan hidup merupakan salah satu bidang garapan

pendidikan nonformal. Sasaran pendidikan nonformal adalah warga

masyarakat yang tidak pernah sekolah, putus sekolah, anak usia dini, pencari

kerja yang memerlukan bekal keterampilan dan mereka yang ingin

meningkatkan keterampilannya. Di dalam dokumen Rencana Strategis

Pendidikan Nasional 2005-2009 (Depdiknas, 2005) dinyatakan bahwa program

pendidikan nonformal bertujuan untuk:

memberikan pelayanan pendidikan kepada warga masyarakat yang tidak/belum pernah sekolah atau buta aksara, putus sekolah, dan warga masyarakat yang mengalami hambatan lainnya baik laki-laki maupun perempuan, agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri dengan penekan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan,

Page 14: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

14

kecakapan hidup serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, sehingga pendidikan nonformal dapat pula berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mewujudkan masyarakat pembelajar sepanjang hayat, sehingga dapat menjadi pendidikan alternatif yang dapat memenuhi standar nasional maupun internasional.

Program pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang dapat

memberikan bekal keterampilan yang praktis terpakai, terkait dengan

kebutuhan pasar kerja, peluang usaha dan potensi ekonomi atau industri yang

ada di masyarakat. Konsep kecakapan hidup mencakup. Konsep kecakapan

hidup merujuk kepada dimensi-dimensi kecakapan diri (personal skill);

kecakapan sosial (social skill); kecakapan akademik (akademic skill); dan

kecakapan bekerja (vocational skill).

2. Urgensi Perencanaan Pendidikan

Pendidikan, baik formal maupun nonformal, dalam konteks mikro

harus mampu memberikan layanan belajar mengajar kepada para peserta didik

sesuai dengan kebutuhannya. Dalam konteks makro, pendidikan harus mampu

merealisasikan relevansi antara hasil-hasil pendidikan dengan kebutuhan

masyarakat.

Kedua tuntutan tersebut mengharuskan dimilikinya dua aspek

kemampuan para penyelenggara pendidikan. Pertama, kemampuan

memadukan berbagai komponen sumber daya potensial pendidikan sebagai

kekuatan bagi terselenggaranya pendidikan. Kedua, kemampuan

mengupayakan pendidikan yang relevan, sebagai manifestasi konsep

community based education.

Page 15: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

15

Dalam hubungan itulah perencanaan pendidikan berperan penting.

Perencanaan pendidikan sebagai sistem, memuat langkah-langkah: (1)

identifikasi dan dokumentasi berbagai kebutuhan; (2) pemilihan kebutuhan-

kebutuhan yang mempunyai prioritas untuk pelaksanaan; (3) perincian hasil

yang harus dicapai untuk setiap kebutuhan yang telah dipilih; (4) identifikasi

syarat-syarat untuk memenuhi setiap kebutuhan dengan cara problem solving;

(5) urutan hasil-hasil yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan yang telah

diidentifikasi; dan (6) identifikasi alternatif-alternatif metode dan alat yang

diperlukan dalam memenuhi kebutuhan, termasuk menentukan kebaikan dan

keburukan dari setiap set metode dan alatnya.

Pertanyaan kritis mengenai perencanaan pendidikan untuk

pengembangan satuan pendidikan adalah: sudahkah mengakomodasi

pendekatan demand drive? Pendekatan perencanaan tersebut menurut

Djojonegoro (2001) menuntut agar sekolah: (1) memiliki sense of quality; (2)

memahami kebutuhan pasar; (3) menerapkan wawasan mutu dan wawasan

keunggulan; dan (4) mengubah pola pengajarannya dari pengajaran mata

pelajaran ke program berbasis kompetensi.

3. Kepemimpinan Pendidikan

Kepemimpinan adalah inti manajemen, dan merupakan kemampuan

yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja

mencapai tujuan dan sasaran. Kepemimpinan mengandung arti pola

keharmonisan interaksi antara pemimpin dengan bawahan sehingga

Page 16: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

16

kewenangan pemimpin diimplementasi dalam bentuk pembimbingan dan

pengarahan terhadap bawahan.

Kepemimpinan pada satuan pendidikan akan tampak pada cara

pemimpin menentukan kebijakan, dasar pertimbangan pengambilan keputusan,

cara dan pihak yang menerima delegasi, acuan sikap dalam bekerja, dan acuan

pengawasan. Oleh karena itu, setiap institusi, tak terkecuali satuan pendidikan,

memerlukan pemimpin yang memiliki visi dan misi, dekat pada pelanggan,

memiliki gagasan inovatif yang luas, bersahabat, dan mempunyai semangat

kerja yang tinggi (Peters dan Austin, 1992).

4. Iklim Organisasi Satuan Pendidikan

Iklim organisasi merupakan konsep sistem yang mencerminkan

keseluruhan gaya hidup organisasi. Dalam hal ini seorang pegawai akan

merasakan bahwa iklim tempat mereka bekerja menyenangkan apabila dapat

melakukan suatu yang bermanfaat dan menimbulkan perasaan yang berharga

yang akan memberikan kepuasan bagi mereka yang mampu mengerjakannya

dengan baik. Mereka menginginkan tanggung jawab dan mempunyai

kesempatan yang sama untuk berhasil, ingin didengarkan, dipandang dan

diperlakukan sebagai orang yang bernilai, sebagai bagian dari organisasi.

Secara operasional dan fungsional penyelenggaraan pendidikan

kecakapan hidup masih sangat memerlukan upaya-upaya perbaikan. Urgensi

iklim organisasi nonformal terkait dengan kenyataan bahwa di tengah

pergulatan masyarakat informasional, keluaran program pendidikan nonformal

ditantang memasuki ruang persaingan yang makin ketat.

Page 17: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

17

5. Kinerja Satuan Pendidikan

Kinerja merupakan prestasi atau penampilan perilaku bekerja yang

dicapai oleh perorangan maupun kelompok atau lembaga. Kinerja berkenaan

dengan penyelesaian tugas pokok yang mendatangkan hasil dalam bentuk

prestasi. Produk pekerjaan merupakan hasil yang diperoleh dari aktivitas

dinamik dalam mencapai tujuan tahap demi tahap secara berkesinambungan.

Kinerja satuan pendidikan adalah konsep yang merujuk kepada

keefektifan organisasinya, yaitu kesesuaian antara hasil yang dicapai dengan

harapan atau kemampuan mencapai hasil yang diharapkan. Berdasarkan

perspektif tersebut, terdapat dua hal penting yang berkenaan dengan kinerja

organisasi. Pertama, saling berfungsinya kelompok-kelompok informal,

kebutuhan-kebutuhan individu, dan tujuan-tujuan birokrasi secara optimal satu

sama lain, yang didukung oleh teknologi, perkembangan lingkungan, peluang-

peluang yang baik, kecakapan perorangan, dan motivasi yang kuat. Kedua,

mencakup elemen-elemen capaian jangka pendek seperti produksi, efisiensi,

dan kepuasan; jangka menengah yaitu penyesuaian diri terhadap lingkungan,

pengembangan, dan pertumbuhan; jangka panjang yaitu kebertahanan hidup

(survive) organisasi.

F. KERANGKA FIKIR PENELITIAN

Kerangka fikir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gambaran

mengenai sudut pandang peneliti terhadap objek penelitian, prosedur

penelitian, dan kaitan antarkonsep penelitian. Menurut Atmadja (1997:89),

Page 18: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

18

kerangka fikir merupakan dukungan teoretik dan pendekatan dalam rangka

pemecahan masalah dengan bukti dari pakar terdahulu. Sugiyono (2007:95)

mengemukakan bahwa kerangka fikir perlu dinyatakan dalam bentuk diagram

(paradigma penelitian) selanjutnya pihak lain dapat memahami kerangka fikir

yang dikemuka dalam penelitian.

Berdasarkan pengertian tersebut, kerangka fikir penelitian ini memuat

proses identifikasi pokok masalah penelitian. Selanjutnya, pokok masalah

penelitian tersebut diberi penjelasan teoretik dan dikomparasikan dengan

beberapa hasil penelitian terdahulu.

Setelah mendapatkan penjelasan teoretik, kemudian dilakukan

konfirmasi pada wilayah empirik yang dibatasi pada kemungkinan-

kemungkinan pengaruh perencanaan pendidikan, kepemimpinan pendidikan,

dan iklim organisasi terhadap kinerja satuan-satuan pendidikan pengembangan

kecakapan hidup di daerah penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan

pengukuran kosefisien dan pengujian kebermaknaan determinasi antara

variabel-variabel bebas dengan variabel terikat yang dihipotesiskan.

Hasil pengujian tersebut dimaknai sebagai excisting model faktor-

faktor determinan kinerja satuan pendidikan. Selanjutnya, excisting model

tersebut ditelaah dan dibandingkan dengan kajian teoretik, hasil-hasil

penelitian terdahulu, dan tantangan faktual pendidikan pengembangan

kecakapan hidup, sehingga dapat diajukan sebuah model hipotetik manajemen

satuan pendidikan pengembangan kecakapan hidup yang memiliki perspektif

Page 19: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

19

strategik dilihat dari kebutuhan warga belajarnya. Ringkasan kerangka fikir

tersebut disajikan secara skematik dalam gambar 1.1.

NILAI-NILAI BUDAYA LOKAL

MODEL HIPOTETIK AKUNTANBILITAS MANAJEMEN SATUAN PENDIDIKAN PENGEMBANGAN KECAKAPAN HIDUP

KONDISI EMPIRIK

PERENCANAAN PENDIDIKAN

(X1)

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

(X2)

IKLIM ORGANISASI PENDIDIKAN

(X3)

KINERJA SATUAN

PENDIDIKAN (Y)

(Xn)

MASALAH PENELITIAN:

AKUNTABILITAS KINERJA SATUAN

PENDIDIKAN KECAKAPAN

HIDUP

KAJIAN TEORETIKADMINISTRASI PENDIDIKAN; PERENCANAAN PENDIDIKAN;

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN; IKLIM ORGANISASI; KINERJA SATUAN PENDIDIKAN

ANALISIS

Gambar 1.1

KERANGKA FIKIR PENELITIAN

G. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan dan Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan descriptive survey dan

explanatory survey yang menurut Singarimbun dan Effendi (1989), bertujuan

menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian

hipotesis. Untuk dipilih rancangan deskriptif-verifikatif, yang dimaksudkan

Page 20: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

20

untuk menggambarkan kondisi ciri-ciri objek atau variabel-variabel penelitian

sebagaimana adanya, dan kemudian menguji hipotesis.

Penelitian ini berlokasi di wilayah Provinsi Jambi, dengan objek

penelitian berupa satuan-satuan pendidikan pelaksana pendidikan kecakapan

hidup. Satuan-satuan pendidikan tersebut terdiri atas Lembaga Kursus dan

Pelatihan, Pendidikan Kecakapan Hidup Kerjasama SMK/Politeknik,

Pendidikan kecakapan Hidup Orientasi Pedesaan, dan Pendidikan Kecakapan

Hidup Orientasi Perkotaan.

Fokus kajian dibatasi pada satu variabel terikat, yaitu kinerja satuan

pendidikan kecakapan hidup; dan tiga variabel bebas yang terdiri atas

perencanaan pendidikan, kepemimpinan pendidikan, iklim organisasi satuan

pendidikan kecakapan hidup.

2. Instrumen Penelitian

Data primer yang dikumpulkan dan dianalisis dalam pengujian

hipotesis merupakan persepsi para responden mengenai kondisi empirik

variabel-variabel penelitian tersebut. Responden meliputi unsur-unsur

pimpinan satuan pelaksana program, Guru/Tutor, tenaga penunjang, dan warga

belajar. Data primer dikumpulkan dengan instrumen berupa angket, yang

terlebih dahulu diuji validitas dan relibilitasnya.

Uji validitas dimaksudkan untuk memastikan ketepatan atau

kecermatan instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur. Uji reliabilitas

(uji keandalan) digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, dalam arti

Page 21: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

21

apakah alat ukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika

pengukuran tersebut diulang.

3. Hipotesis dan Analisis Data

Hipotesis kerja yang akan diuji dalam penelitian ini penulis rumuskan

sebagai berikut:

a. Semakin efektif perencanaan dilaksanakan sebagaimana dipersepsikan

kepala, tutor/guru, tenaga penunjang, dan warga belajar semakin tinggi

kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di Provinsi Jambi.

b. Semakin efektif kepemimpinan pendidikan dilaksanakan sebagaimana

dipersepsikan kepala, tutor/guru, tenaga penunjang, dan warga belajar,

semakin tinggi kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di

Provinsi Jambi.

c. Semakin kondusif iklim organisasi pendidikan kecakapan yang

dipersepsikan kepala, tutor/guru, tenaga penunjang, dan warga belajar,

semakin tinggi kinerja satuan-satuan pendidikan kecakapan hidup di

Provinsi Jambi.

Untuk kepentingan analisis statistika, diajukan model hubungan hipotetik

antarvariabel penelitian sebagaimana diringkaskan dalam gambar 1.2.

Page 22: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

22

PERENCANAAN PENDIDIKAN

(X1)

KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

(X2)

IKLIM ORGANISASI

PENDIDIKAN (X3)

KINERJA SATUAN

PENDIDIKAN (Y)

RX1X3

RX1X2

RX2X3

ÞYX1

ÞYX2

ÞYX3

ε

Gambar 1.2.

Hubungan Hipotetik Antarvariabel Penelitian

Keterangan:

r 21xx = Koefisien korelasi variabel X1 dengan X2, menggambarkan intensitas keeratan hubungan antara variabel X1 dengan X2.

r 31xx = Koefisien korelasi variabel X1 dengan X3, menggambarkan intensitas keeratan hubungan antara variabel X1 dengan X3.

r 32 xx = Koefisien korelasi variabel X2 dengan X3, menggambarkan intensitas keeratan hubungan antara variabel X2 dengan X3.

p 1yx = Koefisien jalur variabel X1 terhadap Y, menggambarkan besarnya pengaruh langsung variabel X1 terhadap Y.

p 2yx = Koefisien jalur variabel X2 terhadap Y, menggambarkan besarnya pengaruh langsung variabel X2 terhadap Y.

p 3yx = Koefisien jalur variabel X3 terhadap Y, menggambarkan besarnya pengaruh langsung variabel X3 terhadap Y.

ε = Variabel residu ε (variabel yang mempengaruhi variabel endogenous di luar variabel exogenous)

Untuk menganalis data data dan menguji hipotesis penelitian ini,

penulis menggunakan teknik analisis statistika Path Analysis. Teknik statistika

tersebut berguna untuk menganalisis pola hubungan antarvariabel dengan

tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung ketiga

Page 23: AKUNTABILITAS MANAJEMEN KINERJA SATUAN PENDIDIKAN ...

23

variabel perencanaan Pendidikan (X1), kepemimpinan pendidikan (X2), dan

iklim organisasi satuan pendidikan (X3) sebagai variabel eksogen, terhadap

kinerja satuan pendidikan kecakapan hidup sebagai variabel endogen.