Aktualisasi Pendidikan Iman Dalam Keluarga
-
Upload
nawangrofiq -
Category
Documents
-
view
71 -
download
0
description
Transcript of Aktualisasi Pendidikan Iman Dalam Keluarga
-
AKTUALISASI PENDIDIKAN IMAN
DALAM KELUARGA
Dr. Syamsuar Basyariah, M.Ag
ABSTRAK
Aqidah (Iman) merupakan hal pokok yang wajib dipelajari oleh setiap
manusia muslim. Dalam keluarga, pendidikan dan pemantapan
keimanan merupakan kewajiban utama yang harus diperhatikan oleh
ibu dan bapak terhadap anak anaknya. Keluarga merupakan lembaga
pendidikan pertama yang dijalani anak, karena itu ibu dan bapak
sebagai kepala keluarga dalam setiap keluarga memegang peranan
penting dalam mendidik anak-anak yang sedang tumbuh dan
berkembang, ibu dan bapak merupakan peletak dasar pertama dalam
penanaman iman dalam lingkungan keluarga.
Kata Kunci: Aktualisasi, Pendidikan Iman, dan Keluarga
I. Pendahuluan
Aqidah (keimanan) adalah pola hidup orang beriman, karena itu Islam
mengajarkan manusia berbuat baik dan beriman teguh kepada penciptanya serta
jujur dan ikhlas dalam setiap perbuatan. Bila keimanan sudah menjiwai umat
Islam, maka ia akan mebahagiakan umat manusia di dunia dan akhirat.
Iman merupakan satu keyakinan yang berhubungan dengan Allah swt.
Sebagai pilar utama dalam Islam dan berfungsi sebagai tenaga pendorong bagi
kegiatan ubudiyah kepada Allah. Pendidikan iman dalam lingkungan keluarga
berarti suatu cara mendidik agar orang-orang beriman secara benar bertaqwa
kepada Allah. Dalam membina manusia yang beriman dan bertaqwa harus dimulai
sejak dini dalam keluarga karena pendidikan yang pertama kali diterima oleh
anak-anak adalah dalam keluarga mereka sendiri. Kedua orang tualah yang
-
menjadi peletak dasar utama dalam pendidikan seorang anak, apabila
pendidikannya baik maka akan lahirlah generasi-generasi yang baik pula.
Melihat betapa pentingnya peran nilai keimanan dalam kehidupan
manusia dan penanamannya yang harus dimulai sejak dini, maka dalam makalah
ini pembahasan di pokus pada langkah-langkah aktualisasi pendidikan Aqidah
dalam keluarga, yaitu melalui pengetahuan, akhlakul karimah dan amal saleh.
II. Pembahasan
A. Langkah-langkah Pembinaan Keimanan dalam Keluarga
1. Aktualisasi Iman Melalui Pengetahuan
Islam memberikan arah dan petunjuk terhadap kehidupan seorang muslim
dalam segala aspek kehidupan. Sedangkan keimanan menuntun manusia dalam
segala hal, baik yang berhubungan dengan Tuhan hablumminallah maupun yang
berhubungan dengan manusia hablumminannas. Keimanan besar pengaruhnya
dalam kehidupan keluarga, untuk itu penanaman keimanan dan ajaran islam
dengan baik dalam jiwa manusia harus dilakukan secara terus menerus melalui
jalan atau usaha pendidikan yang intensif, teratur, terarah dan terencana.
Pembinaan keimanan yang mantap dalam jiwa anak akan menjadi modal dan
pendorong utama untuk melahirkan sikap dan jiwa yang terarah dimasa depan
kelak. Dengan kata lain membina manusia muttaqin yang menjalankan ajaran
islam dengan tidak mengharapkan balasan dari pihak lain kecuali keridhaan Allah
Swt. Untuk mewujudkan manusia yang beriman, salah satu caranya adalah dengan
pendidikan agama, khususnya pendidikan dari kedua orang tuanya karena orang
tua dan keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama yang dirasakan anak-
anak.
Untuk memperolah anak yang baik dan keluarga yang beriman, Rasul
telah memberikan petunjuk, langkah-langkah atau tahapan-tahapan pendidikan
pada setiap orang tua semenjak dari mencari pasangan hidup, melahirkan anak,
memberi nama yang baik, mendidik sampai anak menjadi dewasa. Orang tua
yang mau mengikuti petunjuk Rasul dengan konsisten, insya Allah ia akan
-
memperoleh anak dan keluarga yang beriman yaitu keluarga yang selalu
mendapat keridhaan Allah dunia dan akhirat.
a. Aktualisasi Iman melalui Pengetahuan
1. Membuka kehidupan anak dengan kalimat
Hal ini berdasarkan sabda rasul dari Ibn Abbas:
) (
Artinya: Bacakanlah Kepada anak-anakmu kalimat pertama dengan
(Tiada Tuhan selain Allah)
Pembacaan kalimah ini adalah agar kalimah tauhid, syiar masuk Islam itu
menjadi yang pertama masuk kedalam pendengaran anak, kalimah yang pertama
diucapkan oleh lisannya dan lafadh yang pertama dipahami anak.
2. Mendidik anak untuk mencintai Rasul, keluarganya dan membaca Al-Quran
Membaca al-Quran merupakan materi pelajaran yang sangat relevan.
Anak dalam kandungan harus sudah direspon (diajar) membaca al-Quran oleh
ibu atau ayahnya.Metodenya adalah dengan membaca al-quran itu kepadanya.
Suami merespon (mengajarkannya) dengan membacakan al-Quran di dekat
isterinya yang sedang mengandung. Istri merespon (mengajaknya) dengan
membacakannya sendiri secara langsung dan mengajak bayinya itu membaca
bersama.
Seandainya seorang saja diantara mereka yang pandai membaca al-quran,
maka pihak yang satu membacakannya dan yang lain mendengarkannya. Jika
suami saja, misalnya, yang pandai maka ia berkewajiban membacanya di dekat
isterinya. At-Thabrani meriwayatkan dari Ali r.a. bahwa Nabi bersabda:
:
) (
Artinya: Didiklah anak-anak kamu pada tiga hal: mencintai Nabi kamu,
mencintai keluarganya dengan membaca Al-Quran. Sebab, orang-
-
orang yang ahli Al-Quran itu berada dalam lindungan singasana Allah
pada hati tidak ada perlindungan selain dari pada perlindungan-Nya
beserta pada Nabi-Nya dan orang-orang yang suci.
Berbicara cinta kepada Nabi, perlu diajarkan pula kepada mereka
peperangan Rasulullah Saw., perjalanan hidup para sahabat, kepribadian para
pemimpin yang agung dan berbagai peperangan besar lainnya didalam sejarah.
Dengan cara ini bertujuan, agar anak-anak mampu meneladani perjalanan hidup
orang-orang terdahulu, baik mengenai gerakan, kepahlawanan maupun jihad
mereka agar mereka mengetahui betapa berat perjuangan Rasulullah dalam
menegakkan kebenaran.
3. Pengenalan alam semesta
Menanamkan ke dalam jiwa anak kepribadian yang khusyuk, takwa dan
ubudiyah kepada Allah. Upaya ini dilakukan dengan jalan membuka mata mereka
agar dapat melihat kekuasaan yang penuh mukjizat, kerajaan besar yang sangat
mengangungkan, pepohonan yang hidup dan tumbuh, bunga-bunga indah yang
beranekawarna, dan berjuta-juta ciptaan allah Lainnya yang mengagumkan.
Ketika menghadapi semua itu, jiwa akan merasa khusyuk dan tergugah akan
keagungan Allah. Jiwa tidak akan pernah merasa jemu memandangnya, bahkan
akan selalu bertakwa kepada Allah. Kemudian akan merasa nikmat karena taat
beribadah kepada Allah, Tuhan semesta alam.
2. Aktualisasi Iman Melalui Akhlaqul karimah
1. Keteladanan Orang Tua
Orang tua merupakan orang yang pertama dikenal anak sejak ia lahir.
Karena itu, mereka memiliki peranan dan pengaruh besar dalam pembentukan
prilaku individu serta pembangunan vitalitas dan ketenangan dalam benak anak-
anak. Melalui kehidupan keluarga, anak-anak mendapatkan bahasa, nilai-nilai,
serta kecendrungan mereka. Kehidupan keluarga membawa seseorang untuk
belajar prinsip-prinsip sosiologi serta kaedah etika dan moralitas
-
Dalam kehidupan keluarga, ibu dan ayah adalah suri teladan bagi anaknya. Terutama
seorang ibu, karena ia lebih banyak menghabiskan waktunya besama anak-anaknya.Karena
itu, ia sebagai contoh yang bergerak di dalam lingkup rumah tangga, dimana ia
menerjemahkan apa yang telah dipelajarinya dan dialaminya dari ragam kehidupan kepada
perilaku nyata yang dapat dirasakan oleh anaknya. Oleh sebab itu seorang ibu harus
menjalankan prilaku yang sesuai antara ucapan dan perbuatan.
Sesungguhnya seorang anak itu bagaikan radar yang menangkap apa saja yang terjadi
di sekitarnya. Maka jika ibu dan ayahnya adalah seorang yang benar, jujur dan berbudi luhur,
murah hati, menjaga diri dari perbuatan tercela, maka anak akan tumbuh dengan akhlak yang
terpuji. Sebab seorang anak bagaimanapun baiknya kesiapan-kesiapan yang ada pada dirinya,
keadaan fitrahnya bersih, sempurna dan jernih, tetapi selama ia tidak diarahkan secara baik
dan tidak mendapatkan keteladanan serta penuntun yang baik maka tidak diragukan
kepribadiannya akan melenceng ke arah hal-hal yang negatif.1 Hal ini sesuai sabda Rasul:
) (
Anak terlahir membawakan fitrah yang sempurna dan bersih, namun faktor-faktor
pendidikan dan arahan yang berupa qudwah (suri teladan) yang diperlihat didepan matanya,
itulah yang memainkan peran penting dan efektif terhadap anak untuk terus berada dalam
fitrahnya yang diridhai Allah SWT., atau menyebabakan menyimpang dan terkelupas dari
fitrah kearah aqidah-aqidah yang bertentangan dengan fitrah itu.
Seorang ibu yang sadar, ia akan berusaha keras untuk menjalankan amanah yang
diembankan kepadanya oleh Allah, dalam firman-Nya Surat Al-Maarij ayat 32:
:
Ia akan menjadikan kitabullah dan sirah Rasul serta manhajnya yang bercahaya yang beliau
terima dari Allah sebagai sumber memperoleh prinsip-prinsip keteladanan yang baik.
Sesungguhnya kedua orang tua karena dipandang sebagai teladan, maka ia harus
selalu berkata benar dalam setiap perkataan baik dihadapan anak-anak atau yang lainnya dari
kalangan keluarga atau kerabatnya, atau siapapun dari anggota masyarakat lainnya. Juga
ketika ia ingin membiasakan anak-anak bersikap kasih sayang, Maka harus terlebih dahulu
1 Khairiyah Husain Taha Shabir, Peran Ibu Dalam Mendidik Generasi Muslim, (Jakarta:
CV.Firdaus,2001), hal.122
-
melaksanakan perbuatan-perbuatan yang membuat anaknya merasakan kasih sayang yang
diberikan kepadanya. Ketika orang tua melakukan perbuatan semacam ini dihadapan anak-
anak, maka saat itu ia sedang menanamkan dalam jiwa anak ajaran cinta kasih, sikap saling
membantu, kejujuran dan kebenaran. Ini berarti sedang mengembangkan aspek akhlak pada
anak.
Tanggung jawab orang tua amat besar terhadap pendidikan anak. Agar ia menjadi
sosok teladan yang baik, ia harus selalu membiasakan seperti, mengucapkan salam
Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh dihadapan anak-anak.dan mengajarkan
kepada mereka secara berulang-ulang bagaiman cara menjawabnya. Membiasakan mengingat
Allah ketika mulai makan dan memujinya setelah selesai. Ia memulainya setiap harinya
dihadapan pendengaran anaknya, agar anak tersebut terbiasa dengan keadaan tersebut dengan
sendirinya. Juga membiasakan mengucapkan doa saat bersin dan bagaimana menjawabnya,
juga membiasakan mengucap doa-doa ketika masuk kamar mandi, ke luar daripadanya.
Demikian pula ia hendaknya membiasakan bacaan-bacaan disaat hendak tidur dan ketika
bangun tidur.
Agar dapat mendidik anak baik pendidikan jasmani, akhlak dan rohaninya dan
menjadi teladan yang hidup dan bergerak dalam rumah tangganya, serta menjadi contoh yang
mulia dari apa yang mereka terima dari nilai-nilai dan prinsip-prinsip dan apa-apa yang
dalam gambarannya berupa nilai dan akhlak-akhlak yang mulia, maka ia haruslah menjadi
gambaran hidup yang mencerminkan hakikat prilaku yang diserukannya dan mendorong
anaknya agar berpegang teguh dengannya supaya tiadak terjerembah kedalam sikap
ambivalensi yang berbahaya dan kegamangan pegangan hidup, tidak rancu dalam
memandang kebenaran, tetapi sebaliknya, memiliki keyakinan yang mantap, yaitu aqidah
Islami.
Dalam kehidupan keluarga, bahasa memiliki pengaruh besar terhadap pertumbuhan
anak dari seluruh aspek kepribadiannya. Karena itu orang tua berkewajiban menciptakan
lingkungan Islami dan menjadikan pergaulan dengan anak-anak berlangsung terarah dan baik
dengan mempedomami al-Quran dan hadits.
Tiori pendidikan Islam juga menyerukan pembangunan sumber daya manusia dari
berbagai aspeknya. Seorang ibu yang memiliki sifat pendidik, akan memberikan perhatian
yang besar terhadap anaknya, agar menjadi orang yang berbudi luhur dan memiliki kemauan
-
kuat dan ambisi yang benar sembari menghiasi diri dengan keutamaan-keutamaan karena
didorong oleh kecintaannya kepada keutamaan dan menjauhi sifat-sifat tercela.2
Seorang ibu harus memberikan perhatian kepada aspek akhlak anak-anaknya melalui
tutur bahasa, sebab ia akan mempergunakan bahasa seiring dengan pertumbuhan jasmani
anak. Hal ini akan tampak pengaruhnya pada pembentukan akhlaknya. Ketika ibu
membiasakan anknya mengucapkan bismillah ketika hendak makan, misalnya dengan
mengatakan kepada anaknya: anakku, kalau kamu akan makan, sebutlah nama Allah dan
makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dengan apa yang ada didekatmu. Dan
ketika ia selesai makan, ibunya mengatakan kepadanyaanakku, jika seseorang telah selesai
makan hendaklaha ia memuji sang pencipta atas nikmat yang telah diberikan kepadanya,
yaitu dengan membacanya:
) (
Demikian pula ketika ia dibiasakan untuk minum dengan tampa bernafas dalam wadah
minuman.
Dari sini kita tahu pentingnya unsure bahasa dalam mengembangkan aspek jasmaniah
seorang anak. Sebab ia dibiasakan semenjak kecil untuk mendengarkan ucapan Nabi dan
mengaitkansemua segi kehidupan dengan Allah SWT., sehingga ia dapat merasakan hakikat
ubudiyah dan mengetahui hikmah Ilahiyah dari penciptaany dan urgensi khilafah yang
diembankan kepadanya di bumi ini. Bahwasanya juga Keluarga bertanggung jawab mendidik
anak-anak dengan sungguh-sungguh dalam kriteria yang benar.
2. Emosi Anak
Emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas yang
relatif tinggi, dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin, suatu stirred up or aroused state
of the human organization. Emosi seperti halnya perasaan juga membentuk suatu kontinum,
bergerak dari emosi positif sampai dengan yang bersifat negatif.3 Perkembangan individu
meliputi semua aspek kepribadian lainnya, termasuk emosi. Seorang anak kecil atau bayi
pada mulanya hanya memiliki satu pola rangsangan emosi yang bersifat umum. Perangsang
yang kuat, suara yang kuat, diabaikan orang tua dan sebagainya, ditolak dan direspon dengan
tertawa. Pola rangsangan ini berkembangdan berdiferensiasi sejalan dengan perkembangan
2 Muhammad Athuyah al Ibrasyi, Ruh at Tarbiyah wa at Talim, (dar al Kutub al Arabiyah, Kairo,
1970), hal.187 3 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2003), hal. 83
-
anak. Menurut beberapa penelitian, perasaan tenang atau tidak senang berkembang pada
minggu keenam, marah pada minggu kedelapan, takut pada miggu kesebelas.
Emosi sangat memegang peranan penting dalam kehidupan individu, akan memberi
warna pada kepribadian indivu, aktifitas serta penampilannya. Juga akan mempengaruhi
kesejahteraan dan kesehatan mentalnya. Agar kesejahteraan dan kesehatan mental tetap
tercipta, maka individu perlu mengadakan beberapa usaha untuk memelihara emosi-emasinya
yang kontruktif.
James C. Coleman (1969 h.402- 406), beberapa cara untuk memelihara emosi
kontruktif adalah: pertama, bangkitkan rasa humor, yaitu: rasa senang, gembira dan
optimisme. Seseorang yang memiliki rasa humor tidak akan mudah putus asa, ia akan bisa
ketawa meskipun sedang dalam kesulitan. Kedua, peliharalah selalu emosi-emosi yang
positif,jauhkanlah emosi negatif, yaitu dengan selalu mengusahakan munculnya emosi
positif. Dengan cara ini akan sedikit kemungkinan individu akan mengalami emosi negatif.
Ketiga, Berorentasi kepada kenyataan. Kehidupan individu memiliki titik tolak dan sasaran
yang akan dicapai. Agar tidak banyak terjurumus kepada penghayatan pada emosi-emosi
negatif, sebaiknya individu selalu bertolak dari kenyataan, apa yang biasa dimiliki dan bisa
dikerjakan, dan ditujukan kepada pencapaian suatu tujuan yang nyata.
Keempat, kurangi dan hilangkan emosi yang negatif. Apabila individu telah terlanjur
menghadapi emosi negatif, segeralah berupaya untuk mengurangi dan menghilangkan emosi-
emosi tersebut. Pengembangan pola-pola tindakan atau respons emosional, mengadakan
pencurahan perasaan dan pengikisan akan emosi-emosi yang kuat4.
3. Aktualisasi Iman Melalui Amal Shaleh
1. Pemilihan Jodoh
Islam mengajarkan bahwa pendidikan dalam keluarga dimulai semenjak manusia
memilih jodoh dan menikah, sebagaimana sabda Rasul:
(
)
Artinya: Nikahi wanita itu karena empat hal, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya,
dan karena agamanya. Pilihlah yang kuat agamanya karena dengan demikian kehidupan anda
akan tetap tenang. (HR Bukhari dan Muslim)
4 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, hal. 86-87
-
Apabila seorang muslim hendak menikah maka hendaklah ia memperhatikan
keempat hal ini. Dalam hal ini Nabi menekankan lagi bahwa yang paling baik diantara empat
hal tadi adalah yang paling kuat agamanya. Karena dengan agama, masyarakat dapat hidup
tenang, sehingga diharapkan kelak ia akan memiliki keluarga dan keturunan yang baik dan
beragama.
2. Hamil
Pembentukan keimanan seharusnya mulai sejak dalam kandungan, sejalan dengan
pertumbuhan kepribadian. Berbagai hasil pengamatan pakar kejiwaan menunjukkan
bahwa janin dalam kandungan, telah mendapat pengaruh dari keadaan sikap dan
emosi ibu yang mengandungnya. Hal tersebut tampak dalam perawatan kejiwaan, di
mana keadaan keluarga, ketika si anak dalam kandungan itu, mempunyai pengaruh
terhadap kesehatan mental sijanin di kemudian hari.5
Hasil penelitian dari negara-negara maju, seperti Amirika Serikat telah
memperlihatkan bahwa anak dalam kandungan, sudah responsive (peka) terhadap stimulus
(ransangan) dari lingkungannya yang kadang-kadang ibunya tidak menyadarinya.6 Oleh
karena itu mendidik anak dalam kandungan pada dasarnya dilaksanakan dengan memberi
rangsangan-rangsangan edukatif yang disusun secara sistematik dan disesuaikan dengan
tujuan pendidikan yang hendak dicapai, dalam hal ini tujuan pendidikan Islam.
Kewajiban mendidik dan mengajarkan anak, selain di dalam Al-Quran, juga
terdapat dalam banyak hadits Nabi, diantaranya:
) (
Didiklah putera puterimu dan upayakanlah sebaik-baik pendidikan untuk mereka.
) (
Ajarlah petera puterimu dan tingkatkan (kebaikan) pendidikan mereka.
Kepada para orang tua, terutama isteri perlu diberitahukan bahwa pendidikan anak
sudah dimulai secara aktif sejak ia berada dalam kandungan. Selain kerena temuan manusia,
Al-Quran juga telah menjelaskan, bahwa ruh anak yang masih dalam kandungan sudah
cukup mendengar, karena itu sudah bisa didik. Firman Allah SWT:
5 M. Nasir Budiman, Ilmu Pendidikan II, (banda Aceh : Fakultas tarbiyah IAIN Ar-Raniry darussalam,
1999), hal. 146. . 6Baihaqi, Mendidik anak dalam kandungan, (Jakarta: Darul Ulum Press, 2001), hal. 73
-
Ayat di atas menjelaskan bahwa nyawa, sebelum disatukan dengan jasad, telah dibaiat
oleh Allah dengan perjanjian mengaku ber-Tuhan kepada Allah. Semua nyawa telah
mengaku ber-Tuhan kepada-Nya. Pembaiatan tersebut memberi indikasi bahwa nyawa-
nyawa itu mengerti dan dapat memahami makna baiat. Ayat ini, sebagai dalil bahwa anak
sudah bisa dididik. Karena, ia sendiri, sesungguhnya sudah hidup berkat nyawa yang
memberi kehidupan kepadanya. Nyawa (ruh) itulah sesungguhnya responsive, dengan
mengikutsertakan janin yang ditempatinya, terhadap segala rangsangan dari lingkunganya
terutama rangsangan yang disusun secara sistematik paedagogis yang dengan sengaja
ditujukan kepadanya.7
Kemudian Islam juga menganjurkan pula dalam sebuah perkawinan yang telah
dikaruniai anak, hendaklah memberikan nama yang baik.Karena nama itu sangat berpengaruh
bagi anak. Sebaliknya Islam melarang pemberian nama (julukan) sembarangan atau yang
tidak baik kepada anak. Karena gelar-gelar yang hina itu akan memberi efek negatif dalam
perkembangan anak secara psikis dan sosial.8 Hafidz Ibrahim juga megatakan :
Artinya: Ibu adalah ibaratnya sekolah, jika engkau siapkan ibu dengan sebaik-baiknya
berarti engkau telah menyiapkan generasi muda yang kuat dan kokoh.
Untuk ini orang tua menjadi suri teladan dalam kehidupan anak misalnya sering
melaksanakan ibadah shalat berjamaah, dan mengajak anak-anak mengerjakan bersama,
begitu juga dalam pergaulan dilingkungan keluarga anak-anak selalu ditumbuhkan sikap
kasih sayang dan kejujuran. Dia akan meyayangi sesama dan akan bertindak jujur dalam
hidupnya.
Selain itu Islam juga menganjurkan setelah lahirnya seoarang bayi hendaklah
diazankan atau diiqamatkan sebagaimana perbuatan Rasul:
7Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Dalam Keluarga, (Bandung: PT. Remaja Rosda karya, 2002, hal27
8Abdullah Nashih Ulwan, pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, (Semarang : asy-Syifa, 1981), hal.
65.
-
(
)
Artinya: Nabi saw. Mengazankan ditelinga Hasan dan husein ketika dilahirkan (HR.
Abu Daud dan Turmidzi).
Hikmah mengazankan anak baru lahir ditelinganya, supaya kata-kata pertama
didengar anak adalah kalimah tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh turmidzi : Islam
menganjurkan azan ditelinga kanan dan iqamat ditelinga kiri. Hal ini dimaksudkan supaya
rangsangan suara pertama direkam otak anak adalah dua kalimah syahadat. Walaupun anak
belum mengerti apa yang diucapkan ditelinganya, tetapi dapat merangsang organ otak dari
suara yang diterima dari panca indra.9
Azan yang dianjurkan Nabi adalah sebagai goresan tinta pertama yang dilakukan
orang tua muslim terhadap anak yang baru lahir sebagai pelatak dasar aqidah, sepaerti dalah
lafadz azan itu sendiri. Cara itu terus dikembangkan dan disesuaikan dengan kemampuan
daya fikirnya, sebab dalam jiwa anak terdapat fitrah agama yang perkembangannya sangat
tergantung pada proses pendidikan dan pembiasaan yang diterima dilingkungan keluarga.10
2. Mengenalkan hukum-hukum halal dan haram kepada anak
Sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Ibn Jarir dari Ibn Abbas bahwa ia berkata:
, ,
( . )
Artinya: Ajarkanlah mereka untuk taat kepada Allah dan takut berbuat maksiat
kepada Allah serta suruhlah anak-anakmu untuk mentaati perintah-perintah dan menjahui
larangan-larangan. Karena hal itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka.
Rahasianya adalah, agar ketika akan membukakan matanya dan tumbuh besar, ia telah
mengenal perintah-perintah Allah, sehingga ia segera untuk melakukannya, dan mengerti
larangan-larangan-Nya, sehingga menjauhinya. Apabila anak sejak memasuki masa baligh
telah memahami hukum-hukum halal dan haram, disamping telah terikat dengan hukum-
hukum syariat, maka untuk selanjutnya, ia tidak akan mengenal hukum dan undang-undang
lain selain Islam.
9 Tarmidzi, Kesehatan Jiwa, (jakarta: Bandung, Cet. I, 1978),, hal. 52.
10 M. Arifin, Psikologi dalam beberapa Aspek Rohaniah manusia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hal.
329
-
3. Menyuruh anak untuk beribadah pada usia tujuh tahun
Al-Hakim dan Abu Daud meriwayatkan dari Ibnu Amr bin Al-Ash r.a. dari
Rasullullah Saw, bahwa beliau bersabda:
) ( . ,
Hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu daud menjelaskan yang Artinya:
Perintahkan anak-anakmu menjalankan ibadah shalat jika mereka sudah berusia tujuh
tahun. Dan jika mereka sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau
melaksanakannya dan pisahkan tempat tidur mereka.
Dari perintah shalat ini, kita dapat menyamakan dengan puasa dan haji. Kita latih
anak-anak untuk melakukan puasa jika mereka kuat, dan haji jika bapaknya mampu.
Rahasianya adalah, agar anak dapat mempelajari hukum-hukum ibadah ini sejak masa
pertumbuhannya. Sehingga ketika anak tumbuh besar, ia telah terbiasa melakukan dan
terdidik untuk mentaati Allah, malaksanakan hak-Nya, bersyukur kepada-Nya, kembali
kepada-Nya berpagang teguh kepada-Nya, bersandar kepada-Nya dan berserah diri kepada-
Nya. Disamping itu anak akan mendapatkan kesucian rihani, kesehatan jasmanoi,kebaikan
akhlak, perkataan dan perbuatan didalam ibadah-ibadah ini.
C. Kesimpulan
1. Aqidah Islam yang tercantumdalam 6 pokok rukun iman yang harus di imani dan
diyakini oleh setiap muslim, kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pendidikan dan pemahaman dasar-dasar aqidah (iman) hendaklah dimulai dalam
lingkungan keluarga, kedua orang tua merupakan peletak dasarnya.
3. Rumah tangga merupakan lingkungan pertama dikenal anak, kedua orang tuanya
sebagai pendidik dan guru pertama yang wajab mengenal dan menanamkan dasar-
dasar aqidah (Iman ) kepada anggota keluarga, terutama kepada anak-anak.
4. Ibu sebagai pertama dalam rumah tangga memegang peranan penting dalam mendidik
anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang.
5. Untuk mewujudkan keluarga yang beriman dan taat kepada Allah, harus dimulai dari
memilih jodoh, mendidik dengan menggunakan metode-metode yang tepat dan
langkah-langkah yang konkrit.
-
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah nasih Ulwan, Pendidikan anak dalam Islam, Terj. Jamaluddin miri, Jakarta: Amani
Press,1995
Abdullah Nashih Ulwan, pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Semarang : asy-Syifa,
1981
Hasan Langgulung, manusia dan pendidikan : Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan,
Jakarta: Al Husna Zikra, Cet. III. 1995
M. Nasir Budiman, Perdidikan Dalam Perspektif Al-Quran, Jakarta: Madani press, 1921.
M. Arifin, Psikologi dalam beberapa Aspek Rohaniah manusia, Jakarta: Bulan Bintang,
1976.