Akhlaq dan Tasawuf

16

Click here to load reader

Transcript of Akhlaq dan Tasawuf

Page 1: Akhlaq dan Tasawuf

MODUL VI

AKHLAQ DAN TASAWUF

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan

yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap Rahmat Allah

dan kedatangan hari akhir dan dia banyak menyebut Allah”.1

QS al-Ahzab (33): 21

Membangun manusia seutuhnya, tidaklah semudah membalikkan telapak

tangan, bukan pula masalah pendidikan dan pengajaran semata melainkan pula

menyangkut aspek lain dari sisi kehidupan manusia sepanjang hidupnya.

Karenanya pembinaan manusia seutuhnya (Insaan Kaamil) tidak bisa

mengeyampingkan nilai aklaq dan tasawwuf, sebab bagaimanapun merupakan

filar-filar dari suatu fenomena perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam

dari suatu bangsa. Syauqi Beik (Penyair Mesir yang wafat tahun 1932)

mengatakan: “Hanya saja bangsa itu kekal, selama berakhlaq. Bila akhlaqnya

telah lenyap, maka lenyap pula bangsa itu”.1

Begitupula mengenai kajian tasawwuf dalam Islam merupakan sumber

dari pada nilai yang memberikan ikatan moral pada kehidupan manusia yang

menganjurkan bagaimana agar manusia menjadi insan yang berbudi baik

sebagai makhluk sosial, maupun sebagai hamba Allah dalam hubungannya

dengan Khaliq Sang Pencipta.2

A. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP AKHLAQ

Ahmad Muhammad AL-Hufy mengatakan : akhlak yang telah dibicarakan

orang-orang terdahulu dan yang datang kemudian, tidak seorang pun terlepas

Page 2: Akhlaq dan Tasawuf

dari padanya. Karena dari padanya ada yang baik dan yang buruk seperti : jujur

dan dusta, amanat dan khianaat, keimanan dan kekufuran, berani dan penakut.

Oleh karenanya akhlaq itu memerlukan pengertian secara etimologis maupun

terminologis.3

Kata ‘akhlaq’ ( اخالق ) berasal dari kara ‘Khalaqa’ ( خلق ) dengan akar

kata ‘Khuluqan’ ( خلوقا ) yang berarti: perangai, tabiat, dan adab; atau dari kata

‘Khalqin’ ( ( خلق yang berarti : kejadian, buatan atau ciptaan. Jadi secara

etiologis akhlaq ( اخالق ) berarti perangai, adat, tabiat atau sistem perilaku yang

dibuat.4

Dengan demikian secara ke-bahasa-an akhlaq bisa baik dan bisa buruk,

tergantung kepada tata nilai yang dijadikan landasan atau tolok ukurnya. Di

Indonesia kata ‘akhlaq’ selalu berkonotasi positip. Orang yang baik sering kali

disebut berakhlak, sementara orang yang tidak berbuat baik disebut orang yang

tidak berakhlaq.5

Adapun secara terminologis (istilah) para Ulama Akhlaq merumuskan

definisinya dengan berbeda-beda tinjauan yang dikemukakannya, antara lain :

“Al-Qurthuby mengatakan : suatu perbuatan manusia yang bersumber dari

adab kesopananya disebut akhlaq, karena perbuatan itu termasuk bagian

dari kejadiannya.”

Muhammad bin Ilaan Ash-Shadieqy mengatakan : “Akhlaq adalah suatu

pembawaan dalam diri manusia, yang dapat menimbulkan perbuatan baik

dengan cara yang mudah tanpa dorongan dari orang lain.”

Ibnu Maskawaih mengatakan : “Akhlaq adalah bentuk kejiwaan yang

bertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan

buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja.”

Imam AL-Ghazaaly mengatakan : “Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan lebih lama. Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlaq yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlaq yang buruk.” 6

Dari beberapa definisi tersebut diatas, dapatlah disimpulkan bahwa

akhlaq adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya. Maka

2

Page 3: Akhlaq dan Tasawuf

gerakan reflek, denyut jantung dan kedipan mata tidak dapat disebut akhlaq,

karena gerakan itu tidak diperintah oleh unsur kejiwaan.

Itulah sebabnya, mengapa Rasulullah SAW bersabda mengenai

pengertian al-Ihsan ( akhlaq ) :

يراك فانه تراه تكن لم فان تكن لم فان تراه كانك الله تعبد ان

Artinya: Ihsan itu ialah “memuja Allah seakan kamu memandang-Nya –

maka jikalau kamu belum (tidak) memandang-Nya – maka sesungguhnya Ia

memandangmu”. (HR. Muslim)7

Bagi muslim shalat sebagai pemujaan kepada Allah, pada saat itu hanya

jiwa yang dapat memandang Allah, bukan mata pisik, mata pisik hanya terfokus

ke tempat sujud. Artinya menjiwai suatu perbuatan diri di hadapan Tuhannya.

Oleh karena itu akhlaq sebagai bias atau pancaran dari shalat yang

sukses, ialah menjiwai perbuatan bagaimana yang benar dan baik yang secara

simultan jiwa itu merasakan bahwa diri sedang dipandang / dipantau oleh Allah

SWT. Pemantau Allah SWT tersebut sering disebut ‘muraqabah’.

Dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan manusia, pada dasarnya

bersumber dari kekuatan batin yang dimiliki oleh setiap manusia, yaitu : (1)

Tabiat (pembawaan), dorongan jiwa yang disebabkan oleh gharizah (nalurih)

para ulama menyebutnya dengan istilah “Al-Khalqul Fitriyah”. (2) Akal pikiran,

dorongan jiwa yang disebabkan oleh alat kejiwaan, para ulama menyebutnya

dengan istilah “Al-Khalqul Aqlu”. (3) Hati nurani, dorongan jiwa yang

disebabkan oleh faktor Intuitif, para ulama menyebutnya dengan istilah “Al-

Khalqul Bashierah”.8

Ketiga kekuatan kejiwaan dalam diri manusia inilah yang menggambarkan

hakikat manusia itu sendiri. Maka konsepsi akhlaq dalam Islam selalu

memperhatikan ketiga kekuatan tersebut, agar dapat berkembang dengan baik

dan seimbang, sehingga terwujud manusia yang ideal (Insan Kaamil).

Dengan demikian karena akhlaq adalah sistem nilai yang mengatur pola

sikap dan tindakan manusia di atas bumi, yang bersumber dari Quran dan

Sunnah Rasul serta Ijtihad, maka ruang lingkup akhlaq mencakup hal-hal

sebagai berikut:

3

Page 4: Akhlaq dan Tasawuf

1. Akhlaq terhadap Allah SWT (Khaliq) antara lain meliputi :

a. Al-Hubb yaitu mencitani Allah SWT melebihi cinta kepada apa dan siapa

pun juga dengan menjadikan firman-Nya, Al-Quran sebagai pedoman

hidup dan melaksanakan segala perintah dan menjauhi laranganNya.

b. Al-Raja, yaitu mengharapkan karunia dan berusaha memperoleh

kehidupan, kecintaan kita kepada Allah SWT diwujudkan dengan cara

keridhaan Allah SWT.

c. As-Syukr, yaitu mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT

d. Qana’ah yaitu menerima dengan ikhlas semua Qadha dan Qadar Illahi

setelah berikhtiar dan berusaha maksimal.

e. Memohon ampun hanya kepada Allah SWT

f. At-taubat, bertaubat hanya kepada Allah SWT, taubat yang paling tinggi

adalah taubatan nasuhaa yaitu taubat benar-benar taubat, tidak lagi

melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT, dan dengan sungguh-

sungguh melaksanakan semua perintah dan menjauhi segala larangan-

Nya.

2. Akhlak terhadap Makhluk, dibagi dua :

a. Akhlak terhadap manusia, dapat dirinci menjadi :

1) Mencintai Rasulullah (Nabi Muhammad SAW) antara lain :

a) Mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua

sunah-Nya.

b) Menjadikan Rasulullah sebagai idola, suri teladan dalam hidup dan

kehidupan.

c) Mencintai apa yang disuruh-Nya, tidak melakukan apa yang

dilarang-Nya.

2) Akhlak terhadap Orang Tua (Birrul Walidain), antara lain :

a) Mencintai mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya.

b) Merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang

c) Berkomunikasi dengan orang tua dengan khidmat,

mempergunakan kata-kata lemah lembut.

d) Berbuat baik kepada ibu bapak dengan sebaik-baiknya, tidak

menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat ibu

bapak ridha.

4

Page 5: Akhlaq dan Tasawuf

e) Mendo’akan keselamatan dan keampunan bagi mereka

kendatipun seorang atau kedua-duanya telah meninggal dunia.

Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang mengajurkan agar anak

berbakti kepada ibu-bapaknya, antara lain :

Q.S. Lukman (31) : 14 yang artinya :

“Dan Kami wajibkan manusia (taat) kepada ibu-bapaknya, ibunya telah mengandung dia dalam keadaan lemah bertambah lemah, sedang putus susunya adalah dua tahun (Kami perintah), hendaklah kami bersyukur kepada-Ku dan ibu-bapakmu, kepadakulah tempat kembali”.

Tidak sedikit anak yang kurang hormat kepada dua orang tuanya,

salah satu penyebabnya adalah kurangnya penghayatan terhadap

nilai-nilai agama. Dalam agama diajarkan bahwa ada 3 (tiga) kriteria

orang tua :

(1) Orang tua kandung, yakni ibu dan bapak (Biruul Walidain);

(2) Orang tuaa angkat;

(3) Mertua (bila sudah menikah). Bila seseorang sudah menikah,

maka kedudukan mertua sama dengan kedua orang tua kandung.

Ia harus dihormati dan dikasihi.

3. Akhlak terhadap diri sendiri, antara lain :

a) Memelihara kesucian diri

b) Menutup aurat (bagian tubuh yang tidak boleh kelihatan, menurut

hukum dan akhlak Islam).

c) Jujur dalam perkataan dan berbuat Ikhlas dan rendah hati

d) Malu melakukan perbuatan jahat

e) Menjauhi dengki dan menjauhi dendam

f) Berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain

g) Menjauhi segala perkataan dan perbuatan sia-sia

4. Akhlak terhadap keluarga, karib kerabat, antara lain :

a) Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan

keluarga

b) Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak

c) Berbakti kepada ibu dan bapak

d) Mendidik anak-anak dengan kasih sayang

e) Memelihara hubungan silaturahmi dan melanjutkan silaturahmi

yang dibina orang tua yang telah meninggal dunia

5

Page 6: Akhlaq dan Tasawuf

5. Akhlak terhadap Tetangga, antara lain :

a) Saling mengunjungi

b) Saling bantu di waktu senang lebih melebihi tatkala susah

c) Saling beri-memberi, saling hormat-menghormati

d) Saling menghindar pertengkaran dan permusuhan

6. Akhlak terhadap masyarakat, antara lain :

a) Memuliakan tamu;

b) Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat

bersangkutan.

c) Saling menolong dalam melakukan kebajikan dan taqwa

d) Menganjurkan anggota masyarakat termasuk sendiri berbuat baik

dan mencegah diri sendiri dan orang lain melakukan perbuatan

jahat (mungkar).

e) Memberi makan fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup

dan kehidupannya.

f) Bermusyawarah dalam segala urusan mengenai kepentingan

bersama.

g) Mentaati putusan yang telah diambil

h) Menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan

yang diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita

i) Menepati janji

b. Akhlak terhadap Lingkungan Hidup (Bukan Manusia), antara lain :

1) Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup;

2) Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan nabati, fauna

dan flora (hewan dan tumbuh-tumbuhan) yang sengaja diciptakan

Tuhan untuk kepentingan manusia dan makhluk lainnya;

3) Sayang pada sesama makhluk.9

B. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP TASAWUF

Sejak dulu hingga sekarang, pembahasan tentang asal kata Tasawuf

belum pernah mencapai kata sepakat. Para ahli berbeda pendapat tentang kata

itu, dijelaskan oleh Syekh Ahmad Taqiyuddin Ibnu Taimiyah bahwa perbedaan itu

disebabkan karena adanya kata yang dinisbahkan kepada kata sesuatu.10 Ada

yang dinisbahkan kepada kata safa dan safw yang artinya bersih dan suci.

Maksudnya, kehidupan seorang sufi lebih banyak diarahkan pada penyucian

6

Page 7: Akhlaq dan Tasawuf

batin untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Suci, sebab

Tuhan tidak bisa didekati kecuali oleh orang yang suci.11

Adapun tentang definisi tasawwuf (sufi) itu sendiri ada beberapa

pendapat yang dikemukakan oleh sejumlah tokoh sufi. Beberapa diantaranya

adalah sebagai berikut :

1. Zakaria al-Anshori : “Tasawuf ialah suatu ilmu yang menjelaskan hal ihwal

pembersih jiwa dan penyantun akhlaq baik lahir maupun bathin, guna

memperoleh bid’ah dan tidak meringankan ibadah”.

2. Abul Qasim al-Qashairi (W. 465H/1072M) : “Tasawuf ialah menerapkan

ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi secara tepat, berusaha menekan hawa

nafsu, menjauhi bid’ah dan tidak meringankan ibadah Abul Qasim al-Qashairi

(W. 465H/1072M) : Tasawuf ialah menerapkan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah

Nabi secara tepat, berusaha menekan hawa nafsu, menjauhi bid’ah dan tidak

meringankan ibadah”.

3. Bisyr bin Harits al-Hafi (W.227H/841 M) : “Seorang sufi ialah yang telah

bersih hatinya, semata-mata untuk Allah SWT”.

4. Abu Husain An-Nuri (W.295H/ 908 M) : “Kaum sufi itu ialah kaum yang

hatinya suci dari kotoran basariyah (hawa nafsu kemanusiaan) dan

kesalahan pribadi. Ia harus mampu membebaskan dari syahwat sehingga ia

berada pada shaf pertama dan mencapai derajat yang mulia dalam

kebenaran”.

5. Harun Nasution dalam bukunya Falsafat dan Mistisme dalam Islam

menjelaskan bahwa, “tasawuf itu merupakan suatu ilmu pengetahuan dan

sebagai ilmu pengetahuan, tasawuf atau sufisme mempelajari cara dan jalan

bagaimana seorang Islam dapat sedekat mungkin dengan Tuhan.”

Dari berbagai definisi yang berbeda-beda tersebut, kiranya dapat ditarik

suatu kesimpulan tentang pengertian tasawuf itu sebagai berikut :

Tasawuf ialah suatu ilmu pengetahuan yang membahas dan mempelajari tentang

jalan atau cara yang ditempuh dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jalan

atau cara yang dimaksud dengan melalui pembersih rohani, peningkatan amal

saleh, berakhlak mulai dan tekun melakukan ibadah menurut contoh Rasulullah

SAW disertai dengan melakukan zuhd, berkhlawat dan kontemplasi.12

Pembagian Tasawuf yang ditinjau dari lingkup pembahasannya, maka

dapat menghasilkan Tasawuf Aqidah (mengenai hakikat keimanan), Tasawuf

ibadah (mengenai rahasia ibadah) dan Tasawuf Akhlaq (mengenai masalah

7

Page 8: Akhlaq dan Tasawuf

jiwa). Tetapi bila ditinjau dari sisi corak pemikiran atau konsepsi (teori-teori) yang

terkandung di dalamnya, maka hal itu bisa menjadi Tasawuf Sunny (disebut juga

dengan tasawuf salafy) dan Tasawuf Falsafy (disebut juga dengan ajaran yang

sudah dimasuki oleh teori-teori filsafat).13

C. HUBUNGAN TASAWUF DENGAN AKHLAK

Untuk mengetahui hubungan Akhlaq dengan tasawuf dalam Islam, maka

ada beberapa pernyataan yang dapat dijadikan keterangan; misalnya Ulama

yang mengatakan bahwa akhlaq itu merupakan pangkal tolok Tasawuf,

sedangkan Tasawuf adalah batas akhir Tasawuf.

Begitu juga halnya pernyataan Al-Kattaniy yang telah dikemukakan oleh

Iman Al-Ghazaliy, yang menyatakan hubungan yang sangat erat antara Akhlaq

dengan Tasawuf, yang dilukiskan dalam pernyataannya yang berbunyi :

Artinya :

Tasawuf itu adalah budi pekerti, barang siapa yang menyiapkan bekal

atasmu dalam budi pekerti, maka ia menyiapkan bekal atas dirimua dalam

tasawuf.14

Untuk lebih jelasnya membicarakan hubungan tasawuf akhlaq dengan

tasawuf, memperhatikan beberapa istilah dalam tasawuf. Yaitu istilah At-Takhali;

yang dimaksudnya sebagai upaya pembersih diri dari sifat-sifat tercela, istilah At-

Tahalli, yaitu upaya pengisian diri dengan sifat-sifat terpuji, dan At-Hajali, yaitu

penyaksian hati ketika mendapat kenyataan Tuhan. Dan ketika hamba

melakukan At-Takhalli dan At-Tahalli (Menyinari hatinya dengan sifat-sifat

terpuji), maka ia masih mengamalkan ajaran Akhlaq. Tetapi ketika hamba

melakukan At-Tahalli (dalam arti mengamalkan Syari-at, Tarekat, Hakekat dan

Ma’rifat), maka ia telah memasuki ajaran Tasawuf. Dan bila hamba itu sudah

sampai pada tahapan Ma’rifat, maka ia pasti mencapai tingkatan At-Tajalli, yaitu

perolehan pancaran cahaya yang bersumber dari Allah SWT; apakah hamba itu

mendapatkan Tajalli dengan Perbuataa-Nya (at-Tajalli Bi-Afaalihi), Tajalli dengan

Nama-Nya (at-Tajalli Bi-Asmaaihi), Tajalli dengan sifat-Nya (at-Tajalli Bi-

Shifaaaatihi) ataupun ia mendapatkan Tajalli dengan Dzat-Nya (at-Tajalli Bi-

Dzaatihi). 15

Dari uraian ini, dapat dilihat dengan jelas bahwa hubungan akhlaq

dengan tasawuf sangat erat, di mana akhlaq merupakan pangkal tolah tasawuf,

1

7

8

Page 9: Akhlaq dan Tasawuf

sedangkan tasawuf merupakan batas akhir akhlaq. Atau dengan kata lain, akhlaq

merupakan sarana tasawuf, sedangkan tasawuf merupakan tujuan sementara

akhla. Karena tujuan akhirnya adalah kesejahteraan dunia dan kebahagiaan

akhirat (As-Sa’adah) menurut Ulama Tasawuf Sunniy, atau menjadi manusia

idela (al-Insaaanul Kaamil) menurut Ulama Tasawuf Falsafiy.16

D. UKURAN BAIK DAN BURUK

Ukuran baik dan buruk dalam akhlak adalah ketentuan-ketentuan dari

Allah SWT dan Rasul-Nya yang baik sesuai dengan kehendak-Nya. Allah SWT

berfirman yang artinya “Hanya yang datang dari sisi Allah yang baik bagimu, jika

kalian mengetahui” (Q.S. An-Anhl : 895).

Ukuran baik dan buruk dalam fisafaat etika tidak selalu sejalan dengan

ajaran Islam, karena tidak mengantarkan manusia kepada sesuatu kehidupan

yang benar-benar damai dan harmonis, karena ukuran-ukuran itu mengandung

kelemahan bila dibandingkan dengan kebenaran wahyu Illahi, misalnya : aliran

Vitalisme, aliran utilitarisme, aliran hedonisme, aliran sosialisme dan aliran

humanisme.17

Bagi kita sebagai seorang beriman penilaian tentang baik atau buruknya

suatu perbuatan tidak tergantung pada pendapat, pemikiran, kelompok, dan

golongan tertentu. Untuk menilai baik buruknya sesuatu tolok ukurnya atau

barometernya yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.18

Apa yang dipandang baik dan buruk menurut kedua sumber itu, mutlak

kita harus mendengar dan taat secara utuh.

E. UKURAN BAIK DAN BURUK DALAM ISLAM

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah untuk memberi petunjuk

kepada manusia jalan mana yang harus ditempuh dalam meniti dan menata

kehidupan sehingga tercipta suatu tatanan hidup yang selaras dengan

Sunnatullah (hukum Allah yang berlaku untuk alam semesta) yang berlaku

secara tetap dan umum. Islam menetapkan norma-norma kehidupan itu sebagai

ukuran standar untuk menentukan apakah suatu perbuatan yang dilakukan oleh

manusia itu baik secara individual maupun kolektif sudah benar atau tidak.

Demikian pula secara individual atau kolektif, ia dapat memastikan apakah

tindakan yang diambilnya itu benar atau salah.19

Norma-norma kehidupan yang ditetapkan oleh Islam tersebut, karena

datang dari Allah, bersifat skaral, absolut, imperatif, akurat dan universal. Ia

9

Page 10: Akhlaq dan Tasawuf

memiliki makna uhkrawi. Dikatakan sacral, karena norma-norma Islam memiliki

keterhubungan dengan Allah SWT, sehingga keterikatan (komitmen) padanya

merupakan suatu ibadat yang berdampak pahala dan dosa. Ia juga dikatakan

absolut dalam pengertian memiliki kemutlakan sebagai standar baik atau buruk,

benar atau salah secara baku dan tak berubah, baik karena perbedaan budaya

masyarakat maupun perkembangan waktu. Norma-norma Islam bersifat imperatif

karena ia mengikat setiap orang, mereka harus dan mesti menerapkannya, tanpa

pilihan dan tawar menawar. Akurat, dalam arti akan sangat pas dan tepat

sebagai alat untuk mengendalikan perilaku manusia sehingga selaras dengan

kepentingan penataan kehidupan yang damai dan harmonis. Memberi makna

ukhrawi, dalam pengertian bahwa keuntungan dari pelaksanaannya tidak hanya

dirasakan sekarang dan di sini saja tapi juga nanti di sana, diakhirat, dizaman

setelah kematian.20

Norma-norma keislaman ditentukan oleh pola-pola perilaku yang

disebut dengan akhlak. Model-model perilaku yang baik disebut dengan al-

akhlaq al-karimah atau al-akhlaq al-mahmudah dan model-model perilaku yang

tidak baik disebut dengan al-akhlaq al-sayyi’ah atau al-akhlaw al-madzmumah.

Al-akhlaq al-karimah adalah model-model perilaku untuk memiliki nilai baik dan

kebajikan dan menjadi ukuran untuk menentukan apakah suatu tindakan yang

dilakukan itu benar atau salah. Kebaikan adalah yang sesuai dengan ukuran itu

dan keburukan adalah yang bertentangan dengan itu. Al-akhlaq al-sayyi’ah

adalah model-model perilaku yang memiliki nilai buruk atau tidak baik.

Keburukan adalah penampilan perilaku yang semacam itu dan kebaikan adalah

perilaku yang berbeda dengan itu. Baik buruknya suatu perbuatan atau tindakan

menurut pandangan Islam diukur dari apakah perbuatan itu menunjukkan al-

akhlaq al-karimah atau al-akhlaq al-sayyi’ah.21

Norma-norma Islam (akhlaq) diwujudkan dalam bentuk perintah dan

larangan, dorongan dan cegahan, pujian dan kecaman, serta harapan dan

penyesalan atas suatu perbuatan yang dilakukan. Yang baik dan benar adalah

apa-apa yang diperintahkan, didorongkan, dipuji dan diharapkan oleh Islam

untuk dilakukan. Apa-apa yang dilarang dan dicegah, dikecam dan diharapkan

untuk ditinggalkan, yang buruk dan tidak baik adalah apa-apa yang dilarang,

dicela, dikecam dan tidak diharapkan untuk dilakukan dan apa-apa yang

diperintahkan, didorongkan, dipuji dan diharapkan untuk ditinggalkan.22

10

Page 11: Akhlaq dan Tasawuf

DAFTAR KUTIPAN 1Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, Al-Qur’an wa Tarjamatu

ma’aniyatu ila Lughati al-Indunisiya, ( Medinah Munawwarah: khadim al-Haramain asy-Syarifain, Tahun 1411 H ), h. 168 2 Kahar Masykur, Membina Moral dan akhlak, (Jakarta : Kalam Mulia,

1985), cet. Ke-1. h.3. 3 Rivay Sireragar, Tasawuf, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999), cet.

ke-1, h.xi.

4 Ahmad Muhammad AL Hufy, Akhlak Nabi Muhammad SAW, (Jakarta

: PT. Bulan Bintang, 1978), cet. ke-1, h.13.

5 Zakiah Daradjat, et al, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta : PT.

Bulan Bintang, 1999), cet. ke-9, h.253.

6 Ibid, h. 253.

7 Barmawie Umary, Materia Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1991), Cet.

Ke-10, h. 4

8 Mahyuddin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Kalam Mulia, 1999), cet. ke-

3, h.4.

9 Ibid, h.5.

10 Miftah Faridl, Etika Islam, (Bandung : Pustaka, 1997), cet. ke-1,

h.110-181.

11 Saifullah Al-Azis Senali, Tasawuf Jalan Hidup Para Wali,

(Surabaya : Putra Pelajar, 2000), cet. ke-1, h.9. 12 K. Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta : Rinika cipta, 1997),

cet. ke-1, h.25.

13 Ibid, h.28. 14 Mahyuddin, Akhlak Tasawuf, op.cit, h.150

15 Ibid, h.151. 16 Ibid, h. 156. 17 Ibid, h. 156.

18 Kunarto, Etika Kepolisian, (Jakarta : PT. Cipta Manunggal, 1997), h.

19. 19 Al-Hamid Al-Husaini, Sekitar Maulid Nabi, (Semarang : CV. Toha

Putraa, 1983), h.39. 20 Drs. Zulkabir et. al, Konseptual dan Kontekstual, (Bandung : Itqan,

1993), cet. ke-1, h.98. 21 Ibid, h.98.

11

Page 12: Akhlaq dan Tasawuf

22 Ibid, h.99.

12