ajeng ppi

26
Nama : Ajeng titi probo rahayanti Nim : 20141030004 Kelompok : 10 A Mata ujian : Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 1. Sebutkan dan jelaskan yang dimaksud dengan HAIs (Healthcare Associated Infections) Healthcare associated infections (HAIs) dahulu dikenal sebagai infeksi nosokomial atau hospital-acquired infections. HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya. Infeksi tersebut tidak ditemukan atau tidak sedang berinkubasi pada saat pasien masuk. Termasuk dalam definisi ini adalah infeksi yang didapat di rumah sakit namun baru bermanifestasi setelah pasien keluar, pada pasien yang dirawat di rumah sakit paling tidak selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan gejala infeksi saat masuk rumah sakit. Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan di rumah sakit, daya tahan tubuh menurun. Hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman, virus dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita dengan mudah. Selain pada pasien, HAIs dapat terjadi padatenaga kesehatan, staf,dan pengunjung rumah sakit. (WHO) Penyebab HAIs adalah mikroorganisme yang berasal flora normal pasien itu sendiri yang menjadi invasif pada keadaan tertentu, maupun tercemar dari alat/prosedur yang steril melalui tangan para tenaga kesehatan..

description

ujian ppi

Transcript of ajeng ppi

Page 1: ajeng ppi

Nama : Ajeng titi probo rahayanti

Nim : 20141030004

Kelompok : 10 A

Mata ujian : Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

1. Sebutkan dan jelaskan yang dimaksud dengan HAIs (Healthcare

Associated Infections)

Healthcare associated infections (HAIs) dahulu dikenal sebagai infeksi

nosokomial atau hospital-acquired infections. HAIs adalah infeksi yang terjadi pada

pasien selama perawatan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya. Infeksi

tersebut tidak ditemukan atau tidak sedang berinkubasi pada saat pasien masuk.

Termasuk dalam definisi ini adalah infeksi yang didapat di rumah sakit namun baru

bermanifestasi setelah pasien keluar, pada pasien yang dirawat di rumah sakit paling

tidak selama 72 jam dan pasien tersebut tidak menunjukkan gejala infeksi saat

masuk rumah sakit. Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan di rumah

sakit, daya tahan tubuh menurun. Hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi

silang karena kuman-kuman, virus dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh

penderita dengan mudah. Selain pada pasien, HAIs dapat terjadi padatenaga

kesehatan, staf,dan pengunjung rumah sakit. (WHO)

Penyebab HAIs adalah mikroorganisme yang berasal flora normal pasien itu

sendiri yang menjadi invasif pada keadaan tertentu, maupun tercemar dari 

alat/prosedur yang steril melalui tangan para tenaga kesehatan..

Di negara maju, faktor-faktor yang menyebabkan seorang pasien rentan HAIs

antara lainadalah umur >65 tahun, masuk sebagai kasus gawat darurat yang dirawat

di ICU, lama perawatan ≥ 7 hari, menggunakan central venous catheter, indwelling

urinary catheter, atau endotracheal tube, pasca pembedahan,keadaan imunosupresi,

penyakit berat, dan penurunan kesadaran.Di negara berkembang, faktor-faktor

tersebut ditambah dengan kemiskinan, malnutrisi, usia < 1 tahun, berat badan lahir

rendah, dan kurangnya berjalannya program pengendalian infeksi di rumah sakit.

Data global HAIs saat ini masih terbatas, namun secara umum disebutkan

bahwa prevalensi HAIs di negara berkembang lebih tinggi dari negara maju (10,1%

vs 7,6%). Di Indonesia adalah 7,1%. Infeksi yang sering ditemukan adalah yang

berkaitan dengan penggunaan alat atau prosedur invasif, yaitu catheter-

Page 2: ajeng ppi

associatedurinary tract infection (CAUTI), central line-associatedblood stream

infection (CLABSI), ventilator-associated infection (VAP)dan surgical site infection

(SSI). Risiko pasien terkena HAIs meningkat signifikan di ICU. Di negara maju

sekitar 30% pasien ICU menderita sedikitnya satu episode HAIs. Dan risiko ini

meningkat 2-3 kali lipat di negara berkembang.

Laporan  CDC yakni “Multistate Point-Prevalence Survey of Health Care-

Associated Infections” , menunjukkan data dari 183 rumah sakit di Amerika pada

tahun 2011 used 2011 data from 183; memperkirakan  terjadi 721,800 kasus infeksi

yang diderita oleh 648,000 pasien, sejumlah 75,000 pasien meninggal pada saat

perawatan akibat associated infections.

HAI yang umum diderita adalah pneumonia (22%), infeksi luka

operasi/surgical-site infections (22%), infeksi saluran cerna (17%), infeksi saluran

kemih  (13%), and infeksi alirah darah (10%). kuman penyebab HAI adalah

Clostridium difficile (12%), Staphylococcus aureus, including methicillin-

resistant Staphylococcus aureus [MRSA] (11%), Klebsiella (10%), Escherichia

coli (9%), Enterococcus (9%), and Pseudomonas (7%).  

Dampak HAIs adalah peningkatan kesakitan dan kematian, penambahan lama hari

dan biaya perawatan, peningkatan resistensi antibiotik, serta peningkatan beban biaya

pada sistem kesehatan.

Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai Health-care

Associated Infection (HAIs) adalah infeksi yang didapat di rumah sakit terjadi

Infeksi yang terjadi pada penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan

ini disebut infeksi nosokomial.

Jenis-jenis infeksi nosokomial

1. Infeksi saluran kemih (UTI)

Merupakan infeksi nosokomial yg paling sering terjadi. Infeksi saluran

kemih ini berhubungan dengan pemasangan kateter dan tindakan invasif

pada sistem reproduksi.

2. Infeksi luka operasi / infeksi daerah operasi ( ILO / IDO )

Infeksi biasanya didapat ketika operasi baik secara eksogen (dari udara,

dari alat kesehatan, dokter bedah dan petugas petugas lainnya), maupun

endogen dari mikroorganisme pada kulit yang diinsisi.

3. Pneumonia nosokomial

Page 3: ajeng ppi

Yang paling penting adalah penggunaan ventilator pada pasien di ICU

yang dihubungkan dengan Ventilator associated Pneumonia.

Mikroorganisme berkolonisasi di saluran pernafasan bagian atas dan

bronchus dan menyebabkan infeksi pada paru (pneumonia). Diagnosa

pneumonia berdasarkan gejala klinis dan radiologi, sputum purulen serta

timbulnya demam.

Page 4: ajeng ppi

4. Bakteremia nosokomial

Bakterimia adalah keadaan pasien dengan menunjukkan demam tinggi

setelah 3x24jam dirawat di rumah sakit dengan suhu mencapai 38,5oC.

Dikatakan bakteremia nosokomial apabila terjadi tindakan invasif di

rumah sakit seperti pemasangan infus, lumbal pungsi dan keterisasi.

Misalnya Staphylococcus Coagulase – Negative dan Candida. Infeksi

mungkin kelihatan pada tempat masuknya alat intravaskular atau pada

subkutaneus dari pemasangan kateter. Organisme berkolonisasi dikateter

didalam pembuluh darah dapat menghasilkan bakteremia tanpa adanya

tanda tanda infeksi dari luar. Faktor resiko yang utama dalam

mempangaruhi infeksi nosokomial ini adalah lamanya kateterisasi, level

aseptik dan pemeliharaan yang kontiniu dari kateter.

5. Infeksi nosokomial lainnya

Sebagai contoh, misalnya:

- Infeksi pada kulit dan jaringan lunak, misalnya luka terbuka (luka

bakar dan luka akibat berbaring lama).

- Gastroenteritis merupakan infeksi nosokomial tersering pada anak

anak, dimana penyebabnya terbanyak adalah rotavirus. Untuk

penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa adalah

Clostridium difficile, sering terdapat pada negara berkembang.

- Sinusitis dan infeksi saluran cerna lainnya, infeksi pada mata dan

konjungtiva.

- Endometritis dan infeksi lainnya dari organ reproduksi setelah

melahirkan.

Sumber infeksi nosokomial Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari

dalam tubuh (endogen) maupun luar tubuh penderita (eksogen). Sumber endogen

biasanya mikroorganisme (flora) normal tubuh. Sumber eksogen adalah eksternal

untuk pasien, yaitu petugas pemberi pelayanan, pengunjung, peralatan perawatan/

medis, maupun lingkungan kesehatan.

Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan

kelompok yang berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi melalui

penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari pasien

Page 5: ajeng ppi

kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien. Dengan

demikian akan menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas,

peningkatan lama hari rawat dan peningkatan biaya rumah sakit.

2. Apa program dan strategi anda sebagai manajer sebuah RS dalam

meningkatkan kepatuhan melakukan cuci tangan ‘5 moment for hand

hygiene’ baik itu untuk dokter, perawat, petugas dan keluarga pasien

maupun pengujung di RS anda?

Keselamatan pasien adalah suatu upaya dari petugas kesehatan dalam

memberikan pelayanan kesehatan yang aman untuk pasien. Salah satu program

keselamatan pasien adalah menurunkan risiko infeksi nosokomial. Cuci tangan

menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi

infeksi, sehingga insidensi nosokomial dapat berkurang. Pencegahan dan

pengendalian infeksi harus dilakukan oleh dokter, perawat, petugas, keluarga

pasien, pengunjung dan seluruh orang yang terlibat dalam perawatan pasien.

Strategi saya untuk meningkatkan kepatuhan melakukan cuci tangan adalah

dengan:

a. Mensosialisasikan tentang pentingnya cuci tangan kepada semua pegawai yang

ada di rumah sakit. Petugas kesehatan juga memberikan edukasi kepada pasien

dan pengunjung untuk disiplin cuci tangan.

b. Melengkapi sarana dan prasarana untuk cuci tangan baik yang menggunakan air

dan sabun ataupun hand rub.

c. Membuat poster tentang langkah-langkah cuci tangan (5 moment for hand

hygiene) dan menempelkan di area rumah sakit khususnya di dekat tempat cuci

tangan.

d. Melakukan sidak cuci tangan supaya seluruh pegawai RS akan membiasakan

cuci tangan.

3. Bagaimana strategi anda sebagai ketua PPI di RS tempat anda bekerja,

dalam mempersiapkan dan menyusun program PPI di RS dalam rangka

persiapan akreditasi RS?

Page 6: ajeng ppi

Hal-hal yang akan saya lakukan adalah:

a. Membentuk panitia tim PPI.

b. Mendiskusikan tentang kebijakan apa saja yang masuk dalam program

PPI, menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI

c. Memimpin pembuatan dokumen yang berhubungan dengan PPI

(kebijakan, pedoman dan SPO).

d. Melakukan pembagian tugas ke masing-masing anggota PPI kemudian

dilakukan sosialisasi kepada seluruh pegawai yang ada di rumah sakit.

e. Bekerjasama dengan Tim PPI dalam melakukan investigasi masalah

atau kejadian infeksi nosokomial.

f. Penyediaan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan program

PPI sehingga pelaksanaan programnya dapat berjalan dengan baik..g. Melakukan pertemuan berkala untuk evaluasi kebijakan smua program yg tengah berjalan.

h. Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada direktur.

4. Apa perbedaan IPCD (Infection Prevention Control Doctor) dan IPCN

(Infection Prevention Control Nurse), sebutkan peran dan tanggung jawab

dari IPCD dan IPCN di RS.

IPCD (Infection Prevention Control Doctor) adalah dokter pengendali

infeksi di fasilisitas layanan kesehatan terutama rumah sakit. Tugas dan tanggung

jawab IPCD adalah:

a. Berkontribusi dalam diagnosis dan terapi infeksi yang benar.

b. Turut menyusun pedoman penulisan resep antibiotika dan surveilans.

c. Mengidentifikasi dan melaporkan kuman patogen dan pola resistensi

antibiotika.

Page 7: ajeng ppi

d. Bekerjasama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilans infeksi dan

medeteksi serta menyelidiki KLB.

e. Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan

dengan prosedur terapi.

f. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien.

g. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami pencegahan dan

pengendalian infeksi.

IPCN (Infection Prevention Control Nurse) adalah perawat pengendali

infeksi di fasilitas layanan kesehatan, terutama rumah sakit. Tugas dan tanggung

jawab IPCN :

a. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang

terjadi di lingkungan kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya.

b. Memonitor pelaksanaaan PPI, penerapan SPO, kewaspadaan isolasi.

c. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada Komite PPI.

d. Bersama Komite PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI di

rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

e. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPI

memperbaiki kesalahan yang terjadi.

f. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi

dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya.

g. Bersama Komite menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi

tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang diperlukan pada kasus yang

terjadi di rumah sakit.

h. Audit pencegahan dan pengendalian infeksi termasuk terhadap limbah,

laundry, gizi, dan lain-lain dengan mengunakan daftar tilik.

i. Memonitor kesehatan lingkungan.

j. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotika yang rasional.

k. Mendesain, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi surveilans infeksi

yang terjadi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

l. Membuat laporan surveilans dan melaporkan ke Komite PPI.

Page 8: ajeng ppi

m. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI.

n. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI.

o. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPIRS.

p. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga

tentang topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan

insiden tinggi.

q. Sebagai koordinator antara departemen / unit dalam mendeteksi, mencegah dan

mengendalikan infeksi di rumah sakit.

5. Bagaimana strategi dan program PPI di RS untuk petugas (medis dan non

medis) untuk mencegah transmisi infeksi? Bagaiamana penatalaksanaan

apalabila salah satu petugas terpapar infeksi (post exposure management)?

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting untuk

melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari resiko tertularnya

infeksi karena dirawat, bertugas juga berkunjung ke suatu rumah sakit atau fasilitas

pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan program PPI perlu keterlibatan lintas

profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, Farmasi, Gizi,

IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu wadah berupa Komite

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

Beberapa rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan lahan

praktik bagi  mahasiswa/siswa serta peserta magang dan pelatihan yang berasal dari

berbagai jenjang pendidikan dan institusi yang berbeda-beda. Tak diragukan lagi

bahwa semua mahasiswa/siswa dan peserta magang/pelatihan mempunyai kontribusi

yang cukup besar dalam penularan infeksi dan akan beresiko mendapatkan HAIs.

Oleh karena itu penting bagi mahasiswa/siswa, peserta magang/pelatihan, termasuk

juga karyawan baru memahami proses terjadinya infeksi, mikroorganisme yang

sering menimbulkan infeksi, serta bagaimana pencegahan dan pengendalian infeksi

di rumah sakit. Sebab bila sampai terjadi infeksi nosokomial akan cukup sulit

mengatasinya, pada umumnya kuman sudah resisten terhadap banyak antibiotika.

Sehingga semua mahasiswa/siswa, peserta magang/pelatihan yang akan mengadakan

praktik di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, termasuk juga

karyawan baru yang akan bertugas harus diberikan Layanan Orientasi dan Informasi

(LOI) tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

Page 9: ajeng ppi

Rantai Penularan Infeksi

Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila

satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau

dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah:

1. Agen infeksi  (infectious agent) adalah Mikroorganisme yang dapat

menyebabkan infeksi.  Pada manusia dapat berupa bakteri , virus, ricketsia, jamur

dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu: patogenitas, virulensi, dan jumlah

(dosis, atau load)

2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,

berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling

umumadalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan

organik lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas,

usus dan vagina

3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana agen infeksi

meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran

pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta

dan darah serta cairan tubuh lain.

4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen

infeksi  dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara penularan

yaitu :

a. Kontak (contact transmission):

1)      Direct/Langsung:   kontak badan ke badan transfer kuman penyebab

secara fisik pada saat pemeriksaan fisik, memandikan pasen

2)      Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!): kontak melalui objek

(benda/alat) perantara: melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang tidak dicuci

b. Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara, jarak sebar

pendek, tdk bertahan lama di udara, “deposit” pada mukosa konjungtiva, hidung,

mulut contoh : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza type b

(Hib),  Virus Influenza, mumps, rubella               c. Airborne : partikel kecil ukuran < 

5 μm, bertahan lama di udara, jarak penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contoh:

Mycobacterium tuberculosis,                    virus campak, Varisela (cacar air), spora

jamur

Page 10: ajeng ppi

d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam mempertahankan

kehidupan kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau terokulasi) pada pejamu

yang rentan. Contoh: air, darah, serum, plasma, tinja, makanan

e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang lain yang

dapat menularkan kuman penyebab  cara menggigit pejamu yang rentan atau

menimbun kuman penyebab pada kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat,

pinjal/kutu, binatang pengerat

5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi

memasuki pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui:  saluran pernafasan,

saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak

utuh (luka).

6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah  orang yang tidak memiliki daya tahan

tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit.

Faktor yang mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka

bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan  imunosupresan. Sedangkan

faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu,

status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas

penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan.

Identifikasi factor resiko pada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu

dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada

petugas kesehatan.

Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:

1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat  pemberian imunisasi aktif

(contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin).

Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan

daya tahan tubuh.

2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan  metode fisik maupun

kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan

memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi.

Page 11: ajeng ppi

3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah untuk

mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan

petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.

Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu “Isolation Precautions”

(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari 2 pilar/tingkatan, yaitu “Standard

Precautions” (Kewaspadaan Standar) dan “Transmission based Precautions”

(Kewaspadaan berdasarkan cara penularan)

4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP)

terhadap petugas kesehatan. Berkaitan  pencegahan agen infeksi yang ditularkan

melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum

bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah

hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.

Kewaspadaan Isolasi

Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien

terinfeksi/kolonisasi kepada pasien lain dan petugas. Bila kewaspadaan isolasi

diterapkan  benar dapat menurunkan risiko transmisi dari pasien infeksi/kolonisasi.

Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan transmisi mikroba infeksius

diantara  petugas dan pasien. Kewaspadaan Isolasi harus diterapkan kewaspadaan

isolasi sesuai gejala klinis,sementara menunggu hasil laboratorium keluar.

Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :

Standard Precautions /Kewaspadaan Standar

gabungan dari:

Universal Precautions/Kewaspadaan Universal

Body Substance Isolation/Isolasi substansi/cairan tubuh

berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi, setiap waktu

di semua unit pelayanan kesehatan

Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis transmisi

dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya  Standard

precautions.

Page 12: ajeng ppi

Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien, tidak tergantung

terinfeksi/kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun untuk mencegah kontaminasi

silang sebelum diagnosis diketahui dan beberapa merupakan praktek rutin, meliputi:

1. Kebersihan tangan/Handhygiene

2. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata

pelindung), face shield (pelindungwajah), gaun

3. Peralatan perawatan pasien

4. Pengendalian lingkungan

5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen

6. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan

7. Penempatan pasien

8. Hyangiene respirasi/Etika batuk

9. Praktek menyuntik yang aman

10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi

Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi

Tujuan untuk memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi.

Diterapkan pada pasien  gejala/dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab

infeksi menular yang dapat ditransmisikan lewat udatra, droplet, kontak  kulit atau

permukaan terkontaminasi.

3 Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi:

–   kewaspadaan transmisi kontak

–   kewaspadaan transmisi droplet

–   kewaspadaan transmisi airborne

Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara terpisah

ataupun kombinasi karena suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara.

1. Kewaspadaan transmisi Kontak

a)      Penempatan pasien :

Page 13: ajeng ppi

Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti kamar tersendiri

mencegah HAIs)

Kohorting (management MDRo )

b)      APD petugas:

Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak  bahan infeksius,

lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan

menggunakan antiseptik

Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan

c)      Transport pasien

Batasi kontak saat transportasi pasien

2. Kewaspadaan transmisi droplet

a)      Penempatan pasien :

Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar pasien >1m

Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh terbuka

b)      APD petugas:

Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien

c)      Transport pasien

Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat transportasi

Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

3. Kewaspadaan transmisi udara/airborne

a)      Penempatan pasien :

Di ruangan  tekanan negatif

Pertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara yang terkontrol

Jangan gunakan AC sentral, bila mungkin AC + filter HEPA

Pintu harus selalu tertutup rapat.

kohorting

Page 14: ajeng ppi

Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau kohorting 

jarak >1 m

Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih efektif

mencegah penyebaran

Ventilasi  airlock à ventilated anteroom terutama pada varicella (lebih

mahal)

Terpisah  jendela terbuka (TBC ), tak ada orang yang lalu lalang

b)      APD petugas:

Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur

Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m dari pasien,

Gaun

Goggle

Sarung tangan

(bila melakukan tindakan yang mungkin menimbulkan aerosol)

c)      Transport pasien

Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat keluar ruangan

Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk

Catatan :

Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau kolonisasi  patogen

yang sama di ruang yang sama, pasien lain tanpa patogen yang sama dilarang masuk.

Peraturan Untuk Kewaspadaan Isolasi

Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat

perawatan pasien rawat inap, perlu diterapkan hal-hal berikut :

1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi

dari seluruh pasien

2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien satu 

lainnya

3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)

Page 15: ajeng ppi

4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan

infeksius

5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak  darah dan cairan

tubuh serta barang yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera setelah melepas

sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.

6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke

lubang pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal

dan obtainer/container pasien lainnya.

7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)

8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius telah

dibersihkan dan didisinfeksi  benar.

E.      Kebersihan Tangan

Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS. Menjaga

kebersihan tangan dengan baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme

dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan

tangan merupakan pilar pengendalian infeksi. Teknik yang digunakan adalah teknik

cuci tangan 6 langkah. Dapat memakai antiseptik, dan air mengalir atau handrub

berbasis alkohol.

Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah transmisi

penyebab infeksi (orang ke orang;objek ke orang). Banyak penelitian menunjukkan

bahwa cuci tangan menunjang penurunan insiden MRSA, VRE di ICU.

Alternatif Kebersihan Tangan

Handrub berbasis alkohol 70%:

–        Pada tempat dimana akses wastafel dan air bersih terbatas

–        Tidak mahal, mudah didapat dan mudah dijangkau

–        Dapat dibuat sendiri (gliserin 2 ml  100 ml alkohol 70 %)

Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan  air bersih mengalir dan sabun

harus dilakukan

Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik,

sehingga jika tangan kotor harus mencuci tangan  sabun dan air mengalir

Page 16: ajeng ppi

Setiap 5 kali aplikasi Handrub harus mencuci tangan  sabun dan air

mengalir

Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya 

mencuci tangan  sabun antimikroba (Pereira, Lee dan Wade 1997.

Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit

Promosi secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan dapat

meningkatkan daya tahan tubuh. Selanjutnya perlu perlindungan bagi petugas

minimal dengan imunisasi Hepatitis B, dan diulang tiap 5 tahun paska imunisasi.

Kewaspadaan yang konstan dalam penanganan benda tajam harus

dilaksanakan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO). Luka tertusuk

Jarum merupakan bahaya yang sangat nyata dan membutuhkan program manajemen

paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan

berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh

lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan

lainnya.

Tindakan lanjut tim PPI pasca tertusuk jarum bekas pakai :

- Tentukan status HIV, HBV dan HCV sumber pajanan

- Periksa status HIV, HBV dan HCV petugas yang terpajan

- Monitoring dengan pemeriksaan laboratorium

- Bila status pasien bebas HIV, HBV, HCV dan bukan dalam masa

inkubasi tidak perlu tindakan khusus untuk petugas terhadap HIV,

HBV, HCV tetapi bila petugas khawatir dapat dilakukan konseling

- Bila status pasien HIV, HBV, HCV positif maka tentukan status HIV,

HBV, HCV petugas kesehatan.