Mioma Uteri (Ajeng)

38
Mioma Uteri Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma dan merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya. Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Mioma bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan menstruasi yang banyak dan penekanan pada pelvis. Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita. Mioma terdapat pada lebih dari 30% perempuan 3 . Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi ( 20 – 25 %), kejadiannya lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian mioma uteri antara usia 35 - 50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche dan menopause angka kejadian sekitar 10 %.. Di USA wanita kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri dibandingkan wanita berkulit putih. Sedangkan di Afrika,wanita kulit hitam sedikit sekali menderita mioma uteri. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39 % - 11,87 % dari semua penderita ginekologi yang dirawat. Mioma uteri dapat menimbulkan gejala klinis berupa menorrhagia dan dismenore. Selain itu juga dapat menimbulkan kompresi pasa traktus urinarius, sehingga dapat menimbulkan gangguan berkemih maupun tidak dapat menahan berkemih. Penatalaksanaan mioma uteri dapat dilakukan degan pemberian obat- obatan (medisinalis) maupun secara operatif. Pemberian GnRH aalog

description

.

Transcript of Mioma Uteri (Ajeng)

Page 1: Mioma Uteri (Ajeng)

Mioma Uteri

Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma dan

merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya.

Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Mioma

bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan menstruasi yang banyak dan penekanan

pada pelvis.

Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita.

Mioma terdapat pada lebih dari 30% perempuan3. Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi ( 20 – 25

%), kejadiannya lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian

mioma uteri antara usia 35 - 50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen.

Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche dan menopause angka kejadian sekitar

10 %.. Di USA wanita kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri dibandingkan wanita

berkulit putih. Sedangkan di Afrika,wanita kulit hitam sedikit sekali menderita mioma uteri. Di Indonesia

angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39 % - 11,87 % dari semua penderita ginekologi yang dirawat.

Mioma uteri dapat menimbulkan gejala klinis berupa menorrhagia dan dismenore. Selain itu juga

dapat menimbulkan kompresi pasa traktus urinarius, sehingga dapat menimbulkan gangguan

berkemih maupun tidak dapat menahan berkemih.

Penatalaksanaan mioma uteri dapat dilakukan degan pemberian obat-obatan (medisinalis)

maupun secara operatif. Pemberian GnRH aalog merupakan terapi medisinalis yang bertujua

mengurangi gejala perdarahan yang terjadi dan mengurangi ukuran mioma. Sejak tahun 1946

Goodman, melaporkan terapi medikamentosa dengan pemberian hormon progesteron pada 7

wanita dengan mioma uteri, menyebabkan pengecilan ukuran mioma uteri. Peneliti Segaloff

tahun 1949 melaporkan gagal mengkonfirmasi fenomena ini. Pada tahun 1966 Goldzieher

mendemonstrasikan bahwa pertumbuhan mioma uteri dapat dihambat dengan pemberian dosis

besar progesteron. Coutinho mengobservasi pengecilan ukuran mioma dengan menggunakan anti

progestin gestrinon. Pada tahun 1983 De Cherney dan rekan-rekan mempresentasikan data awal

yang melaporkan bahwa terapi danazol dapat mengecilkan ukuran mioma uteri. Filicori dan

rekan-rekan tahun 1983 melaporkan bahwa pemakaian analog GnRH, untuk mengecilkan mioma

uteri. Pentalaksanaan operatif terhadap gejala-gejala yang timbul atau adanya pembesaran massa

mioma adaah histerektomi. Di Amerika Serikat, diperkirakan 600.00 histerektomi dilakukan tiap

Page 2: Mioma Uteri (Ajeng)

tahunnya. Dengan semakin berkembangnya tekhnologi kedokteran, tindakan operatif pada

mioma uteri dapat dilakukan dengan bantuan alat laparoskopi maupun histeroskopi.

Definisi

Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal,

batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga

dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri

bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Uterus miomatosus

adalah uterus yang ukurannya lebih besar daripada ukuran uterus yang normal yaitu antara 9-12

cm, dan dalam uterus itu sudah ada mioma uteri yang masih kecil.

Epidemiologi

Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai

sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum

pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10%

mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh

wanita. Insidensnya meningkat seiring umur hingga hampir 40 % pada umur diatas 45 tahun,

jarang sekali ditemukan pada wanita berumur < 20 tahun. Beberapa penelitian USG menyatakan

adanya sedikitnya satu myoma kecil pada 51 % wanita. Penelitian lain menyatakan bahwa

sebanyak 3 dari 4 wanita memiliki myoma, tetapi kebanyakan tidak sadar karena tidak

menimbulkan tanda dan keluhan. Myoma yang menyebabkan masalah hanya satu dari empat

wanita yang memiliki myoma, tidak jarang dokter menemukan secara tidak sengaja selama

pemeriksaan dalam dan USG prenatal. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7%

pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita

umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post

menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk

berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali

hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil

atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras,

kegemukan dan nullipara.

Page 3: Mioma Uteri (Ajeng)

Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri,

yaitu :

1. Umur

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada

wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara

35-45 tahun.

2. Paritas

Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat

ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri

yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.

3. Faktor ras dan genetic

Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan mioma uteri

tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat

keluarga ada yang menderita mioma.

4. Fungsi ovarium

Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana

mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami

regresi setelah menopause.

Etiologi

Mioma Uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka

patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang

menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian

menggunkan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan

yang uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mima melibatkan mutasi

somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth

factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor.

Tidak didapatkan bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma,

namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor

Page 4: Mioma Uteri (Ajeng)

estroge dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun

konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan

aktifitas miotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang

terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara

down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan

meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.

Patofisiologi

Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari penggandaan

satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus

atau arteri pada uterus, dari transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik

sisa yang persisten. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami

mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian menunjukkan bahwa

pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu t(12;14)(q15;q24).

Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan

Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor

fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa

ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testoster. Pemberian agonis GnRH

dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek

estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen

terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor

progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin like growth factor 1 yang distimulasi

oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh

estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada

perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak

mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih

daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah

ooforektomi bilateral pada usia dini

Page 5: Mioma Uteri (Ajeng)

Patologi Anatomi

Dari namanya, mioma uteri berasal dari

perkembangan otot polos dan jaringan ikat uterus.

Sering disebut dengan mioma karena dominan terdiri

dari jaringan otot, tetapi istilah fibromioma uteri lebih

tepat untuk mendeskripsikan struktur tersebut, karena

mioma uteri itu tersusun atas jaringan otot polos uterus

dan jaringan ikat.

Pada pembedahan mioma uteri tampak lebih

putih dari pada jaringan sekitarnya dan pada pemeriksaan mikroskopik tampak sel-sel otot polos

panjang yang tersusun seperti konde ( whorl like pattern ). Inti sel-sel juga panjang, dan sel-sel

bercampur dengan sel-sel jaringan ikat. Mioma dikelilingi oleh suatu pseudokapsul yang

memisahkannya dengan jaringan di sekitarnya. Arteri yang memberikan vaskularisasi pada

mioma uteri jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan jaringan miometrium di

sekitarnya10.

Mioma uteri umumnya bersifat multiple,

berlobus yang tidak teratur maupun berbentuk

sferis. Mioma uteri biasanya berbatas jelas dengan

miometrium disekitarnya, sehingga pada tindakan

enukleasi mioma dapat dilepaskan dengan mudah

dari jaringan miometrium disekitarnya. Pada

pemeriksaan makroskopis dari potongan transversal

berwarna lebih pucat disbanding miometrium

disekelilingnya, halus, berbentuk lingkaran dan biasanya lebih keras disbanding jaringan sekitar,

dan terdapat pseudocapsule.

Klasifikasi mioma uteri

Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.

Figure 2. Leiomyoma enucleated from a uterus. External surface on left; cut surface on right.

Available from Wikipedia . com

Figure 1.Uterine lipoleiomyoma, a type of leiomyoma. H&E stain.

Page 6: Mioma Uteri (Ajeng)

1. Lokasi

Cervical (2,6%), umumnya tumbuh

ke arah vagina menyebabkan infeksi.

Isthmica (7,2%), lebih sering

menyebabkan nyeri dan gangguan

traktus urinarius.

Corporal (91%), merupakan lokasi

paling lazim, dan seringkali tanpa

gejala.

2. Lapisan Uterus

Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

Mioma Uteri Submukosa

Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui

saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat menyebabkan dismenore, namun

ketika telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi nekrotik, akan memberikan gejala

pelepasan darah yang tidak regular dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks. Dari

sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan

dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun

ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti.

Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan

perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya

dilakukan histerektomi.

Mioma Uteri Subserosa

Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula

sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke

arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma

intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu

massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya

menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya

Figure 3. Jenis-jenis mioma uteri

Page 7: Mioma Uteri (Ajeng)

tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai

massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis

parasitik.

Mioma Uteri Intramural

Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak

merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol,

uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala

klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut

sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang

sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat

dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan). Secara makroskopis terlihat uterus

berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih

dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan

miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila

terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi lunak.

Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik tumor ditandai

oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru gambaran

kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel

yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi, ada

kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder

yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian

darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi

postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.

Table 1. insidensi jenis- jenis mioma

Types Incidence

Subserous 64 (26%)

Intramural  45 (18%)

Intracavitary 5 (2.03%)

Page 8: Mioma Uteri (Ajeng)

Sub-mucous 8 (3.2%)

Pedunculated

submucous

1 (0.40%)

Broad ligament 2 (0.81%)

Cervical 1 (0.40%)

Seedling Fibroids 65 (26.4%)

Multiple Fibroids 54 ( 21.9%)

Diunduh dari :

http://www.gghospital.in/Abnormal.htm

Gejala dan Tanda Klinis

Tanda dan gejala klinis dar mioma uteri hanya terjadi pada 35-50% pasien. Gejala yang

disebabkan oleh mioma uteri tergantung pada lokasi, ukuran dan jumlah mioma. Gejala dan

tanda yang paling sering adalah

a. Perdarahan uterus yang abnormal

Perdarahan uterus yang abnormal merupakan

gejala klinis yang paling sering terjadi dan paling

penting. Gejala ini terjadi pada 30 % pasien mioma

uteri . Wanita dengan mioma uteri mungkin akan

mengalami siklus perdarahan haid yang teratur dan

tidak teratur. Menorrhagia dan atau metrorrhagia

sering terjadi pada penderita mioma uteri. Perdarahan

abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi

besi.

Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa

perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan perdarahan abnormal secara bermaka

menderita mioma intramural (58% banding 13%) dan mioma submukosa (21% banding 1%)

dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang asimptomatik. Patofisiologi perdarahan

Figure 4. Vaskularisasi mioma uteri

Page 9: Mioma Uteri (Ajeng)

uterus yang abnormal yang berhubungan dengan mioma uteri masih belum diketahui dengan

pasti. Beberapa penelitian menerangkan bahwa adanya disregulasi dari beberapa factor

pertumbuhan dan reseptor-reseptor yang mempunyai efek langsung pada fungsi vaskuler dan

angiogenesis. Perubahan-perubahan ini menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat disregulasi

struktur vaskuler didalam uterus.

Table 2. mekanisme perdarahan pada mioma uteri

MEKANISME PERDARAHAN ABNORMAL PADA MIOMA

UTERI

1. Peningkatan ukuran permukaan endometrium

2. Peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus

3. Gangguan kontraktilitas uterus

4. Ulserasi endometrium pada mioma submukosum

5. Kompresi pada leksus venosus didalam miometrium

Page 10: Mioma Uteri (Ajeng)

Figure 5.Representasi gambar uterus normal dan struktur vaskulernya

A. Pelebaran pembuluh darah pada endometrium dan miometrium pada uterus normal

B. Pelebaran pembuluh darah obstruksi fisik pada pembuluh darah uterus miomatosus

Dikutip dari Gross Karen L,BA

b. Nyeri panggul

Mioma uteri dapat menimbulkan nyeri panggul yang disebabkan oleh karena degenerasi

akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi

miometrium yang disebabkan mioma subserosum. Tumor yang besar dapat mengisi rongga

pelvic yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian

punggung dan ekstremitas inferior.

c. Penekanan

Pada mioma uteri yang besar dapa menimbulkan penekanan terhadap organ di sekitar.

Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih, defekasi maupun dispareunia.

Tumor yang besar juga dapat menekan pembuluh darah vena pada pelvic sehingga menyebabkan

kongesti dan menimbulkan edema pada ekstremitas inferior.

d. Disfungsi reproduksi

Page 11: Mioma Uteri (Ajeng)

Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas.

Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma yang

terletak didaerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan

embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral.

Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya

diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya

mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada

keberadaan mioma akibat perubahan histology endometrium dimana terjadi atrofi karena

kompresi massa tumor.

Table 3. Mekanisme gangguan reproduksi dengan mioma uteri

MEKANISME GANGGUAN FUNGSI REPRODUKSI DENGAN MIOMA

UTERI

1. Gangguan transportasi gamet dan embrio

2. pengurangan kemapuan bagi pertumbuhan uterus

3. Perubahan aliran darah vaskuler

4. Perubahan histology endometrium

Diagnosis

1. Anamnesis

Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor resiko

serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat

tergantung pada lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada

20 – 50 % saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.

Hipermenoroe, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari gejala mioma uteri. Dari

penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien ditemukan 44% gejala perdarahan, yang

paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65 % wanita dengan mioma mengeluh

dismeneroe, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah

pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter dan usus dapat terganggu, dimana peneliti

melaporkan keluhan disuri ( 14 % ), keluhan obstipasi (13 % ). Mioma uteri sebagai penyebab

infertilitas hanya dijumpai pada 2 – 10 % kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi

Page 12: Mioma Uteri (Ajeng)

mekanis dari tuba fallopi. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma menghalangi pembesaran

uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau

tertahannya uterus didalam panggul.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri mudah ditemukan

melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai

pembesaran uterus dan teraba massa di perut bawah, konsistensi keas dan berbenjol-benjol tetapi

sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus. Mioma uteri

dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur,

gerakan bebas, tidak sakit.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus yang

berlebihan dan kekurangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang

pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan

penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian

tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal. Pemeriksaaan

laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar

Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien.

b. Imaging

Ultrasonografi

Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya

mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yng kecil. Uterus

atau massa yang paling besar paling baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal.

Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan

irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus

hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang

hipoekoik.

Page 13: Mioma Uteri (Ajeng)

Figure 6. Gambaran USG mioma uteri

Histeroskopi

Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil

serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.

MRI ( Magnetic Resonance Imaging )

MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi mioma, tetapi jarang

diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat

dibedakan dari miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang

dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif

ultrasonografi pada kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.

Diagnosis Banding

Kehamilan.

Adenomyosis. Pada kondisi ini, kelenjar normal yang terletak pada lapisan uterus menembus

dinding otot uterus. Nyeri terjadi ketika jaringan kelenjar yang berpindah tempat berkembang

selama siklus menstruasi dan mengelupas selama menstruasi. Perdarahan abnormal terjadi ketika

jaringan membesar dan darah merembes dari otot. Penanganan berupa pembedahan atau terapi

hormonal.

Disfungsi hormonal. Kelainan hormon yang menyertai ovulasi dapat menyebabkan perdarahan

berat dan penebalan lapisan uterus.

Polips uterus (endometrial). Pertumbuhannya biasanya jinak, membesar dari lapisan uterus.

Dapat menyebabkan perdarahan menstrual berat, noda setelah periode menstruasi atau noda yang

tidak berkaitan dengan menstruasi.

Page 14: Mioma Uteri (Ajeng)

Penatalaksanaan

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri

tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya

mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang diduga

menyebabkan fertilitas.

Bagan Penanganan Mioma Uteri

A. Konservatif

Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi

harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu,

tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.

B. Terapi medikamentosa

Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri

secara menetap belum tersedia padasaat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi

tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.

Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analg GnRH,

progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain

(gossipol,amantadine).

MIOMA UTERI

Besar < 14 minggu Besar > 14 minggu

Tanpa keluhan Dengan keluhan

Konservatif Operatif

Keterangan :1)Yang dimaksud dengan

keluhan berupa gangguan haid dan atau keluhan pendesakan

2) Operatif : Bila umur > 50 tahun

dilakukan TAH-BSO Bila ingin anak, kalau

memungkinkan miomektomi atau enukleasi miomnya saja.

Pada kasus dengan gangguan menstruasi, bila umur > 40 tahun dilakukan D & C + PA, kemungkinan suatu keganasan.

Page 15: Mioma Uteri (Ajeng)

1. GnRH analog

Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita dengan mioma uteri yang

diberikan GnRHa leuprorelin asetat selam 6 bulan, ditemukan pengurangan volume uterus rata-

rata 67% pada 90 wanita didapatkan pengecilan volume uterus sebesar 20% dan pada 35 wanita

ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80%.

Efek maksimal dari GnRHa baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara kerjanya menekan

produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah menyerupai kadar

estrogen wanita usia menopause. Setiap mioama uteri memberikan hasil yang berbeda-beda

terhadap pemberian GnRHa.

Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling rensponsif

terhadap pemberian GnRH ini. Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa dengan

GnRHa adalah:

1. Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri.

2. Mengurangi anemia akibat perdarahan.

3. Mengurangi perdarahan pada saat operasi.

4. Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma.

5. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal.

6. Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi.

2. Progesteron

Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada pemberian

progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg perhari selama 21 hari dan tiga

pasien lagi diberi tablet 200 mg, dan pengobatan ini tidak mempengaruhi ukuran mioma uteri,

hal ini belum terbukti saat ini.

3. Danazol

Merupakan progesteron sintetik yang berasal dari testosteron. Dosis substansial

didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus sebesar 20-25% dimana diperoleh

fakta bahwa danazol memiliki substansi androgenik. Tamaya, dkk melaporkan reseptor androgen

pada mioma terjadi peningkatan aktifitas 5α-reduktase pada miometrium dibandingkan

Page 16: Mioma Uteri (Ajeng)

endometrium normal. Mioma uteri memiliki aktifitas aromatase yang tinggi dapat membentuk

estrogen dari androgen.

4. Gestrinon

Merupakan suatu trienik 19-nonsteroid sintetik, juga dikenal dengan R 2323 yang

terbukti efektif dalam mengobati endometriosis. Menurut Coutinho(1986), melaporkan 97

wanita, A(n=34) menerima 5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, kelompok B(n=36) menerima

2,5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, dan kelompok C(n=27) menerima 2,5 mg gestrinon

pervaginam 3x seminggu. Data masing-masing dievaluasi setelah 4 bulan didapatkan volume

uterus berkurang 18% pada kelompok A, 27% pada kelompok B, tetapi pada kelompok C

meningkat 5%. Setelah masa pengobatan selama 4 bulan berakhir, 95% pasien amenore,

Coutinho menyarankan penggunaan gestrinon sebagai terapi preoperatif untuk mengontrol

perdarahan menstruasi yang banyak berhubungan dengan mioma uteri.

5. Tamoksifen

Merupakan turunan trifeniletilen yang mempunyai khasiat estrgenik maupun

antiestrogenik, dan dikenal sebagai “selective estrogen receptor modulator” (SERM). Beberapa

peneliti melaporkan pada pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6 wanita

premenopause dengan mioma uteri selama 3 bulan dimana volume mioma tidak berubah, dimana

kerjanya konsentrasi reseptor estradiol total secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena

peningkatan kadar progesteron bila diberikan berkelanjutan.

6. Goserelin

Merupakan suatu GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap jaringan sangat kuat,

sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Pada pemberian goserelin dapat mengurangi

setengah ukuran mioma uteri dan dapat menghilangkan gejala menoragia dan nyeri pelvis. Pada

wanita premenopause dengan mioma uteri, pengobatan jangka panjang dapat menjadi alternatif

tindakan histerektomi terutama menjelang menopause. Pemberian goserelin 400 mikrogram 3

kali sehari semprot hidung sama efektifnya dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali

dengan cara pemberian injeksi subkutan.

Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan disupresi

selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping berupa keringat dingin.

Pemberian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi estrogen tanpa tumbuh mioma kembali

atau berulangnya peredaran abnormal sulit diterima. Peneliti mengevaluasi efek pengobatan

Page 17: Mioma Uteri (Ajeng)

dengan formulasi depot bulanan goserelin dikombinasi dengan HRT (estrogen konjugasi 0,3 mg)

dan medroksiprogesteron asetat 5 mg pada pasien mioma uteri, parameter yang diteliti adalah

volume mioma uteri, keluhan pasien, corak perdarahan kandungan mineral, dan fraksi kolesterol.

Kadar HDL kolesterol meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma trigliserid meningkat

selama pemberian terapi.

7. Antiprostaglandin

Dapat mengurangi perdarahan yang berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal

ini beralasan untuk diterima atau mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma

uteri.

Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian Naproxen 500-1000 mg setiap hari

untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang diinduksi mioma, meskipun

hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7% wanita dengan menoragia idiopatik.

C. Tindakan Operatif

Ada 4 dasar pengobatan operatif untuk myoma, yaitu :

1. Myomektomi

Definisi

Adalah tindakan bedah dimana pengambilan myoma melalui laparatomi atau laparoskopi

tergantung ukuran, jumlah dan lokasi myoma. Dilakukan pengambilan sarang myoma saja tanpa

pengangkatan uterus. Myomektomi dilakukan bila masih menginginkan keturunan, syaratnya

harus dilakukan dilatasi kuretase dulu untuk menghilangkan kemungkinan keganasan.

Myomektomi berhasil untuk mengontrol perdarahan kronik akibat myoma.

Indikasi

Myomektomi juga sering diterapkan pada pasien dengan infertilitas karena adanya

myoma. Penelitian yang mendukung myomaektomi sebagai upaya memperbesar fertilitas masih

tidak valid; meskipun demikian, rekomendasi kini untuk melakukan myomaektomi terhadap

wanita yang infertil setelah penyebab lain disingkirkan (Practice Committee of the American

Society for Reproductive Medicine, 2004). Myoma dapat diangkat dengan pembedahan

laparotomi atau laparoskopik, tergantung jumlah dan ukuran myoma. Jika lebih besar dari 7 cm,

atau jika jumlahnya lebih dari 4, atau jika letaknya dekat tuba fallopi, myoma harus diangkat

dengan laparotomi. Myoma pedunculated dapat dieksisi dengan pembedahan laparoskopik. Jika

Page 18: Mioma Uteri (Ajeng)

wanita itu menginginkan kehamilan, diijinkan setelah 4 bulan pengangkatan myoma. Jika wanita

itu sudah hampir menopause dan tidak ada keluhan, maka tidak dibutuhkan penanganan.

Kontraindikasi

Myomektomi tidak beralasan dilakukan pada myoma simptomatik pada pasien yang tidak

lagi menginginkan kesuburan atau mempertahankan uterus lagi. Sebaiknya tidak dilakukan pada

pasien yang ada kemungkinan kanker endometrial atau sarkoma uterina. Dihindarkan pada

pasien yang sedang hamil, sebaiknya tidak dikerjakan pada pasien asimptomatik. Tidak ada bukti

yang mendukung bahwa myomektomi profilaktik dari myoma asimptomatik menurunkan resiko

di masa mendatang. Kontraindikasi relatif termasuk kemungkinan besar bahwa uterus fungsional

tidak dapat direkonstruksi setelah eksisi myoma. Myoma yang terletak pada daerah pembuluh

darah atau ligamen terkadang sulit untuk mengangkat tanpa melakukan histerektomi. Jika pasien

memiliki beberapa myoma kecil, angkat dan rekonstruksi uterus untuk mendukung kehamilan di

masa mendatang.

Komplikasi

Jangka pendek termasuk pendarahan, infeksi, kerusakan visceral dan tromboemboli. Pada

1996, Iverson dkk, hampir 13% pasien memiliki temperatur lebih dari atau 38.5°C (101.3°F) 48

jam postoperatif dan diberikan antibiotik. Pasien yang menjalani myomektomi biasanya demam

terjadi dalam 48 jam postoperasi, fenomena ini unik pada prosedur ini. Hal ini juga dipelajari

Iverson dkk (1999) mencatat 33 % demam terjadi dalam 48 jam pertama. “Demam myomektomi”

ini diduga disebabkan keluarnya faktor pirogenik selama diseksi myoma atau dari hematoma

pada defek yang ditinggalkan karena penangkatan myoma. Resiko jangka pendek penting adalah

kebutuhan untuk mengubah myomektomi menjadi histerektomi selama intraoperatif. Ini terjadi

karena 2 alasan. Pertama, rekonstruksi uterus tidak memungkinkan karena banyaknya defek

karena pengangkatan myoma kecil multipel atau myoma luas tunggal. Kedua, histerektomi

diperlukan intraoperatif untuk mengontrol perdarahan.

Kerugian myomektomi adalah:

a. melemahkan dinding uterus – ruptura uteri pada waktu hamil

b. menyebabkan perlekatan

c. residif

Page 19: Mioma Uteri (Ajeng)

2. Histeroskopi

Menggunakan pipa panjang dengan kamera, dimasukkan kedalam vagina dan uterus

untuk melihat myoma, kemudian myoma di potong dan di buang. Teknik ini tidak dapat

dilakukan pada myoma yang terdapat di dalam dinding uterus atau pada myoma yang bertangkai.

3. Miolisis

Merupakan teknik operasi terbaru di Amerika, dengan menggunakan jarum elektrik yang

dimasukkan kedalam myoma pada saat laparoskopi, yang dapat menghentikan peredaran darah

ke myoma sehingga myoma mengecil.

4. Histerektomi

Merupakan teknik operasi untuk mengangkat / membuang uterus. Teknik ini merupakan

cara yang terbaik untuk menyembuhkan myoma uteri, biasanya dilakukan pada wanita dengan

myoma yang besar, dan multipel, perdarahan yang banyak, menjelang / sudah menopause dan

tidak menginginkan anak.

The American College of Obstetricians and Gynecologists memiliki kriteria untuk myoma untuk

histerektomi, yaitu sebagai berikut :

Perdarahan uteri berlebihan

- Perdarahan berat

- Anemia

Perasaan sakit yang disebabkan myoma

- Akut dan berat

- Tekanan pada abdominal bawah dan punggung bawah

- Tekanan pada kandung kemih yang menyebabkan frekuensi miksi meningkat yang

bukan disebabkan karena infeksi.

Figure 7. Myomectomi

Page 20: Mioma Uteri (Ajeng)

Kriteria tambahan termasuk keinginan pasien untuk mempertahankan uterus untuk

kesuburannya atau untuk keinginan pribadi mempertahankan uterusnya.

Kemungkinan untuk kambuh lagi tetap ada setelah myomaektomi, maka ada kemungkinan untuk

mengulangi prosedur operasi serupa di masa mendatang. Karenanya jika pada pasien yang tidak

ingin lagi mempertahankan uterusnya maka histerektomi merupakan pilihan.

Novak’s gynecology juga mengungkapkan beberapa indikasi bedah pada myoma :

1. perdarahan uterina abnormal dengan anemia dan tidak berespon dengan terapi

hormonal.

2. nyeri kronis dengan dysmenorrhea, dysparenue atau tekanan abdomen bagian

bawah yang berat

3. nyeri akut, karena torsi leiomyoma pedunculated atau prolaps myoma submukosal

4. keluhan traktus urinarius seperti hidronefrosis

5. infertilitas dimana myoma merupakan penemuan satu-satunya

6. pembesaran uterus yang jelas dengan keluhan kompresi.

Histerektomi masih diperlukan oleh 25-35% penderita tersebut. Histerektomi adalah

pengangkatan uterus yang merupakan tindakan terpilih. 2 Histerektomi secara umum dilakukan

pada myoma yang besar dan multipel. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan

mencegah timbulnya karsinoma servix uteri. Histerektomi supravaginal (subtotal) hanya

dilakukan apabila terdapat kesukaran dalam melakukan histerektomi total dan harus dilakukan

Pap’s Smear setiap tahun sekali. Pada wanita yang belum menopause sebaiknya ditinggalkan

satu atau kedua ovarium untuk:

a. Menjaga agar jangan terjadi menopause sebelum waktunya

b. Mencegah penyakit jantung koroner atau aterosklerosis umum

C. Embolisasi Arteri Uterina

Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan agen

emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien yang menjalani

pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma dihambat secara

permanen dengan agen emboli (partikel polivynil alkohol). Keamanan dan kemudahan

embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri, karena tindakan ini efektif.

Page 21: Mioma Uteri (Ajeng)

Proses embolisasi menggunakan angiografi digital substraksi dan dibantu fluoroskopi. Hal ini

dibutuhkan untuk memetakan pengisian pembuluh darah atau memperlihatkan ekstrvasasi darah

secara tepat. Agen emboli yang digunakan adalah polivinyl alkohol adalah partikel plastik

dengan ukuran yang bervariasi. Katz dkk memakai gel form sebagai agen emboli untuk

embolisasi arteri uterina. Tingkat keberhasilan penatalaksanaan mioma uteri dengan embolisasi

adalah 85-90%.

Figure 8. Uterine Artery Embolization. From Smith, 2000, with permission

Figure 9. Uterine Artery Mecanishm. From WomensHealth.gov.

D. Terapi inovatif berdasarkan aktivitas mekanisme molekular.

Setelah didapatkan mekanisme molekulaer mioma uteri, terapi yang lebih baik dapat

secara khusus memecahkan masalah ini. Seperti penyakit lainnya, bila didapatkan kelainan gen

Page 22: Mioma Uteri (Ajeng)

yang spesifik akan membuka kemungkinan terapi gen di masa yang akan datang. Sebelum terapi

gen digunakan lebih luas, kemungkinan kita harus melewati terapi yang ditujukan sebagai anti

spesific growth factor angiogenesis yang terdapat di dalam endometrium dan miometrium.

Sejumlah molekul telah diidentifikasi dalam menghambat proses proliferasi sel endotel

dan menghambat angiogenesis. TGF-ß dan sekresi reseptor bFGF berada di uterus dan

menghambat proses ini. Selain itu fragmen 16-kd prolaktin, angiostatin, thrombospondin-I,

platelet faktor 4, tissue inhibitor of metalloproteinase (TIMPs 1,2 dan 3), interferon dan

placentalproliferin-related protein secara negatif mengatur angiogenesis dan dapat dieksploitasi

terapi.

Agen farmakologi yang berlawanan dengan faktor angiogenik ataupun obat-obatan yang

dapat memblok produksi faktor ini, berikatan atau menurunkan bentuk aktifnya, atau berikatan

dengan reseptornya, juga bermanfaat. Stimulasi angiogenesis yang merupakan target antagonis

potensial, termasuk TGF-ß, bFGF, VEGF dan PDGF.

Terapi gen didefinisikan sebagai transfer rentetan DNA esensial atau terapetik ke dalam

sel pasien untuk mendapatkan keuntungan klinis. Perubahan ini dapat menghasilkan

meningkatkan produksi produk sel yang penting, penghambatan ekspresi gen yang bersangkutan,

dan induksi respon imun serta penghancuran sel-sel yang rusak dengan kematian sel yang

terprogram. Bentuk gen terapi yang paling sering adalah pembentuk, penggunaan transfer gen

untuk menggantikan produk gen yang abnormal atau hilang. Walaupun transfer gen dapat

dilakukan dilakukan dengan efikasi yang sama pada sel somatik dan sel germ, terapi ditargetkan

semata-mata pada sel somatik dan tidak melibatkan pemusnahan secara langsung, atau perbaikan

sel-sel yang mengalami kelainan. Tekhnologi DNA recombinant menyediakan alat-alat untuk

memungkinkan terapi gen. Ketika lokasi gen yang sama dikenali, terdapat empat langkah dasar

dimana segmen DNA dikloning, digestion, ligation, transformation, dan selection.

Pada langkah pertama digestion, DNA dipotong untuk mengeluarkan fragmen atau gen

yang diinginkan, dibantu dengan penggunaan sebuah kelas enzim yang disebut restriction

endonucleases, yang memecah rentetan DNA dengan tepat. Setelah segmen DNA yang

diinginkan didapatkan, segmen digabungkan atau diligasi untuk membantu vector recombinant,

yang mana di sini berperanan enzim kelas dua yang disebut DNA ligases. Pada akhir langkah

kedua ini, “gene” yang diminati bergabung ke dalam vektor yang dapat bereplikasi sendiri. Ada

dua tipe vektor yang sering digunakan dalam gen terapi, vektor plasmid dan vektor viral. Plasmid

Page 23: Mioma Uteri (Ajeng)

DNA mudah tumbuh pada bakteri termasuk seluruh elemen yang penting sebagai ekspresi

mamalia, termasuk promoter, enhancer sequences dan transcipt processing signals. Vektor viral

termasuk sinyal yang menjamin recombinant viral genome bergabung dalam progeny viral

particles. Langkah ketiga, transformasi terjadi dimana vektor dipindahkan dari test tube ke dalam

sel host yang dapat bereplikasi. Akhirnya metode selection atau indentification dilakukan untuk

menentukan sel host mana berisi recombinant DNA Human Vektor Recombinant dapat

digunakan untuk mentransfer sel-sel DNA manusia untuk terapi gen. Fungsi normal gen dan

protein encoded nya harus diketahui sebelum gen dianggap sebagai target dari terapi gen.

Terapi gen sitotoksik telah menunjukkan keberhasilan dalam menghambat pertumbuhan

tumor, serta proliferasi sel benigna. Baru-baru ini FDA menyetujui terapi gen sitotoksik pada

tumor otak dan tumor ovarium. Tidak seperti tumor ganas, mioma uteri menimbulkan gangguan

bila ukurannya besar sehingga menimbulkan penekanan pelvis, obstruksi saluran kencing, atau

frekuensi buang air kecil yang menjadi lebih sering, dan buang air besar menjadi sulit, bila

tumbuh di sepanjang endometrium menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal. Terapi gen

sitotoksik dapat mengecilkan massa mioma uteri tanpa harus melakukan intervensi bedah mayor.

Penelitian terbaru menunjukkan efektifitas terapi gen sitotoksik pada sel-sel mioma yang berasal

dari tikus Eker (sel ELT-3). Sel-sel ditranfer dengan encoding DNA plasmid ß-galactosidase,

SV-tk transgene, atau plasmid kontrol. Ekspresi gen reporter diperiksa dengan memonitor

aktifitas enzim ß-galactosidase untuk menentukan presentasi sel-sel transfected yang diharapkan

mengekspresikan timidine kinase. Efisiensi transfeksi ini 16,7% pada leiomyocyte manusia dan

39,8% pada sel-sel ELT-3.

Perubahan Sekunder

Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi.

Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder

tersebut antara lain :

• Atrofi

Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.

• Degenerasi hialin

Page 24: Mioma Uteri (Ajeng)

Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur

aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari

padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.

Figure 10. hyaline degeneration fibroid

• Degenerasi kistik

Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair,

sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga

terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai

limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista

ovarium atau suatu kehamilan.

• Degenerasi membatu (calcereus degeneration)

Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam

sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma

menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.

• Degenerasi merah (carneus degeneration)

Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena suatu

nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang

mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan

hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai

emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada

perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma

bertangkai.

Page 25: Mioma Uteri (Ajeng)

Figure 11. massive red degeneration

• Degenerasi lemak

Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.

Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri :

1. Degenerasi ganas.

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma;

serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada

pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila

mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.

2. Torsi (putaran tangkai).

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga

mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi

perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.

3. Nekrosis dan infeksi.

Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan

sirkulasi darah padanya.