Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

77
i PENGARUH AERASI TERHADAP KADAR BESI PADA AIR SUMUR PEDESAAN, PERKOTAAN DAN DEKAT PERSAWAHAN DI DAERAH JEMBER SKRIPSI Oleh : Aisyah Poerwanta NIM.081810301038 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2013

description

a

Transcript of Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

Page 1: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

i

PENGARUH AERASI TERHADAP KADAR BESI PADA AIR SUMUR PEDESAAN, PERKOTAAN DAN DEKAT PERSAWAHAN DI DAERAH

JEMBER

SKRIPSI

Oleh :

Aisyah PoerwantaNIM.081810301038

JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER2013

Page 2: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

ii

PENGARUH AERASI TERHADAP KADAR BESI PADA AIR SUMUR PEDESAAN, PERKOTAAN DAN DEKAT PERSAWAHAN DI DAERAH

JEMBER

SKRIPSI

Oleh :

Aisyah PoerwantaNIM.081810301038

JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER2013

Page 3: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

iii

PENGARUH AERASI TERHADAP KADAR BESI PADA AIR SUMUR PEDESAAN, PERKOTAAN DAN DEKAT PERSAWAHAN DI DAERAH

JEMBER

SKRIPSI

Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syaratuntuk menyelesaikan Program Studi Kimia (S1)

dan mencapai gelar sarjana Sains

Oleh :

Aisyah PoerwantaNIM.081810301038

JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER2013

Page 4: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Ayahanda Poerwanta Adisoebagya dan Ibunda Agustina Susi Utami terima

kasih sedalam-dalamnya atas rangkaian doa, cinta, kasih sayang,

pengorbanan, kesabaran, keikhlasan, bimbingan, nasehat, teladan dan atas

segala yang telah diberikan dengan tulus ikhlas yang tiada ternilai untuk

ananda hingga ananda bisa meraih semua ini. Semoga Allah SWT senantiasa

mencurahkan Rahmat dan Karunia-Nya baik di dunia maupun di akhirat;

2. adik-adik tersayang Muhammad Jibril Poerwanta, Masyithah Poerwanta,

Sofya Poerwanta dan Muhammad Mikail Poerwanta tidak ada yang mudah

dalam hidup ini, tetapi tidak ada yang tidak mungkin untuk dikerjakan.

Terimakasih atas semua kasih sayang, doa, semangat dan dukungan yang

selalu diberikan untukku;

3. guru-guru di SDN Kaliasin IV Surabaya, SMPN 15 Surabaya, SMAN 7

Surabaya serta dosen-dosen di Jurusan Kimia FMIPA UNEJ yang telah

memberikan ilmu dan membimbing dengan penuh kesabaran;

4. Almamater tercinta, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Jember.

Page 5: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

v

MOTO

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah

selesai (dari suatu urusan masalah), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).

(terjemahan Surat Al-Insyirah ayat 6-7)*)

Barang siapa menginginkan soal-soal yang berhubungan dengan dunia, wajiblah ia

memiliki ilmunya; dan barang siapa yang ingin (selamat dan berbahagaia) di akhirat,

wajiblah ia mengetahui ilmunya pula; dan barangsiapa yang menginginkan kedua-

duanya, wajiblah ia memiliki ilmu kedua-duanya pula.

(H.R Bukhari dan Muslim)**)

*) Departemen Agama Republik Indonesia. 2008. Al Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: CV Penerbit Diponegoro.**) katamutiara.com.2011.menuntut-ilmu-dalam-pandangan-islam

Page 6: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

vi

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Aisyah Poerwanta

NIM : 081810301038

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul ”Pengaruh

Aerasi terhadap Kadar Besi pada Air Sumur di Pedesaan, Perkotaan dan Dekat

Persawahan di daerah Jember” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika

dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada

institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas

keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung

tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan

paksaan dari pihak maupun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di

kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, Maret 2013

Yang menyatakan,

Aisyah Poerwanta

NIM 081810301038

Page 7: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

vii

SKRIPSI

PENGARUH AERASI TERHADAP KADAR BESI PADA AIR SUMUR PEDESAAN, PERKOTAAN DAN DEKAT PERSAWAHAN DI DAERAH

JEMBER

Oleh

Aisyah Poerwanta

NIM 081810301038

Pembimbing

Dosen Pembimbing Utama : Drs. Siswoyo, M.Sc., Ph.D

Dosen Pembimbing Anggota : Asnawati, S.Si., M.Si.

Page 8: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

viii

Page 9: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

ix

RINGKASAN

Pengaruh Aerasi terhadap Kadar Besi pada Air Sumur di Pedesaan, Perkotaan

dan Dekat Persawahan di daerah Jember; Aisyah Poerwanta, 081810301038;

2013: 38 halaman; Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Jember.

Air sumur merupakan sumber air yang digunakan sebagian penduduk Jember

untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Oleh karena itu kualitas air sumur harus

dijaga agar tidak membahayakan bagi penduduk yang mengonsumsi air tersebut. Air

sumur mengandung kation dan anion, salah satunya yaitu besi. Konsentrasi besi yang

terlalu besar pada air sumur sangat membahayakan kesehatan. Beberapa metode

untuk mengurangi kadar besi yaitu elektrokoagulasi, menggunakan zeolit alami, ion

exchange dan aerasi. Metode aerasi yaitu mengontakkan semaksimal mungkin

permukaan cairan dengan udara agar jumlah oksigen mengetahui terlarut dalam air

bertambah yaitu dengan melalui pemutaran baling-baling yang diletakkan pada

permukaan sampel. Dari paparan tersebut perlu dilakukannya penelitian untuk (i)

mengetahui pengaruh aerasi pada air sumur di pedesaan, dekat persawahaan dan

perkotaan terhadap pola distribusi besi, (ii) mengetahui waktu optimum aerasi

terhadap kadar besi pada air sumur di pedesaan, dekat persawahan dan perkotaan,

(iii) mengetahui hubungan kadar Fe2+ dan Fe3+ dengan parameter konduktivitas,

kekeruhan dan oksigen terlarut sebelum dan sesudah aerasi.

Pengambilan sampel air sumur diambil dari beberapa lokasi yaitu lokasi

Patrang, Bintoro, Baratan dan jalan Jawa II sebesar ± 10 liter. Dari masing-masing

lokasi tersebut diberi perlakuan aerasi dengan menggunakan aerator (pompa

akuarium) dengan variasi waktu 0, 3, 6 dan 9 jam. Setiap variasi waktu tersebut

dilakukan pengukuran besi (Fe total, Fe 2+ dan Fe3+) serta parameter yang digunakan

Page 10: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

x

yaitu oksigen terlarut (Dometer), konduktivitas (Konduktometer) dan kekeruhan

(Turbidimeter). Data yang diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi dibuat dalam

bentuk kurva kalibrasi antara absorbansi dan konsentrasi larutan sehingga dapat

menentukan kadar besi yang terlarut Fe total dan Fe2+ dalam sampel, hasil dari kurva

kalibrasi dengan menunjukkan persamaan y = mx + c, dimana kadar besi dapat dicari

dari nilai x. Fe3+ diperoleh dari pengurangan Fe total dan Fe2+. Data yang diperoleh

tersebut dianalisis dengan analisa ragam anova two way hal ini dimaksudkan untuk

menguji keragaman untuk mengetahui keragaman hasil disebabkan oleh perbedaan

lamanya aerasi dan lokasi. Analisa kadar Fe2+ dan Fe3+ dikorelasikan dengan

parameter pendukung yaitu konduktivitas, oksigen terlarut dan kekeruhan hal ini

dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari parameter tersebut.

Pengaruh aerasi dari pola distribusi besi dapat dilihat dari penurunan kadar

besi yang diperoleh pada saat aerasi 3 jam dan 6 jam sedangkan pada saat 9 jam

mengalami kenaikan hal ini dikarenakan bertambahnya oksigen dalam air akan terjadi

keadaan kelewat jenuh yang disebabkan kurang optimalnya kontak udara dengan Fe.

Analisa anova two way didapatkan ada pengaruh waktu aerasi terhadap perubahan

konsentrasi Fe total pada lokasi yang berbeda (air sumur pedesaan, dekat persawahan

dan perkotaan) sedangkan untuk konsentrasi Fe2+ dan Fe3+ hanya dipengaruhi oleh

perbedaan lokasi sampel air sumur. Waktu optimum aerasi diperoleh rata-rata 6 jam.

Hal ini dikarenakan pada saat 6 jam konsentrasi besi mengalami penurunan kadar

besi yang maksimum. Penentuan korelasi antara konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan

Fe3+) dengan parameter oksigen terlarut, konduktivitas dan kekeruhan dapat

dinyatakan bahwa ada korelasi kuat hingga kuat antara konsentrasi besi dengan

konduktivitas dan oksigen terlarut sedangkan untuk nilai kekeruhan tidak ada korelasi

dengan konsentrasi besi. Dari paparan tersebut, maka saran yang diberikan yaitu

dilakukan pengukuran konsentrasi Fe3+ secara langsung.

Page 11: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

xi

PRAKATA

Puji syukur alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Pengaruh Aerasi terhadap Kadar Besi pada Air Sumur di Pedesaan, Dekat

Persawahan dan Perkotaan”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Drs. Kusno, DEA, Ph.D selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas

Jember;

2. Drs. Achmad Sjaifullah, M.Sc, Ph.D selaku ketua Jurusan Kimia Fakultas

MIPA Universitas Jember;

3. Drs. Siswoyo, M.Sc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing Utama, Asnawati S.Si.,

M.Si selaku Dosen Pembimbing Anggota, yang telah meluangkan waktu,

tenaga, dan pikiran serta perhatiannya untuk memberikan dukungan, dan

pengarahan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini;

4. Dr. Bambang Piluharto, S.Si., M.Si selaku Dosen Penguji I dan Drs. Mukh.

Mintadi selaku Dosen Penguji II, yang telah meluangkan waktunya guna

menguji, serta memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini;

5. bapak dan ibu dosen-dosen FMIPA UNEJ, dan dosen-dosen Jurusan Kimia

khususnya yang telah banyak memberikan ilmu dan pengetahuan;

6. teman-teman angkatan 2008, terima kasih untuk semua kekompakkan, segala

bantuan, semangat, dan kenangan yang diberikan;

7. teman-teman laboratorium kimia analitik Deny dan Khilda terima kasih atas

kerjasama dan kekompakannya;

Page 12: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

xii

8. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menerima segala bentuk kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Akhirnya penulis berharap, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan.

Jember, Maret 2013 Penulis

Page 13: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... iii

HALAMAN MOTO ......................................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... v

HALAMAN PEMBIMBING ........................................................................... vi

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... vii

RINGKASAN ................................................................................................... viii

PRAKATA ........................................................................................................ x

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3

1.3 Batasan Masalah ........................................................................... 3

1.4 Tujuan............................................................................................ 3

1.5 Manfaat.......................................................................................... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air................................................................................................... 5

2.2 Besi ................................................................................................. 6

2.3 Pengukuran Besi dan Spektrofotometri UV-VIS....................... 7

2.3.1 Pengujian Besi dengan Fenantroline..................................... 7

2.3.2 Spektrofotometer UV-VIS.................................................... 8

Page 14: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

xiv

2.4 Proses Penambahan Oksigen (Aerasi) ........................................ 9

2.5 Konduktivitas ................................................................................ 10

2.6 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) ......................................... 11

2.7 Kekeruhan ..................................................................................... 11

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian..................................................... 13

3.2 Diagram Alir Penelitian ............................................................... 13

3.3 Alat dan Bahan.............................................................................. 14

3.2.1 Alat........................................................................................ 14

3.2.2 Bahan .................................................................................... 14

3.4 Prosedur Kerja............................................................................. 14

3.4.1 Teknik Sampling .................................................................. 14

3.4.2 Preparasi Bahan .................................................................... 15

a. Larutan Induk Besi 200 ppm ............................................ 15

b. Larutan Buffer Asetat ....................................................... 15

c. Larutan Hidroksilamin 10% ............................................. 15

d. Larutan 1,10-fenantrolin 0,1% ......................................... 15

3.4.3 Parameter yang ditentukan.................................................... 16

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λmaks).......... 16

b. Pembuatan Kurva Kalibrasi.............................................. 16

c. Penentuan Fe total Sampel Air Sumur dengan

Spektrofotometer UV-VIS ............................................... 16

d. Penentuan Fe2+ Sampel Air Sumur dengan

Spektrofotometer UV-VIS ............................................... 17

e. Penentuan Konduktivitas Sampel Air Sumur dengan

Konduktometer ................................................................. 17

f. Penentuan Kekeruhan Sampel Air Sumur dengan

Turbidimeter ..................................................................... 17

3.4.4 Analisa Data.......................................................................... 18

Page 15: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

xv

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Panjang Gelombang Maksimum (λmaks) .................................... 19

4.2 Kurva Kalibrasi ........................................................................... 20

4.3 Pengaruh Aerasi terhadap Perubahan Pola Distribusi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) ............................................................... 20

4.4 Waktu Optimum Aerasi .............................................................. 26

4.5 Korelasi Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) dengan

Oksigen Terlarut.......................................................................... 29

4.6 Korelasi Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) dengan

Konduktivitas ............................................................................... 32

4.7 Korelasi Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) dengan

Kekeruhan .................................................................................... 35

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan.................................................................................... 39

5.2 Saran .............................................................................................. 39

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 40

LAMPIRAN ..................................................................................................... 44

Page 16: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

4.1 Data Rata-rata Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) terhadap

Pengaruh Aerasi dengan Variasi Waktu ...................................................... 21

4.2 Pola Distribusi Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) terhadap

Aerasi .......................................................................................................... 24

4.3 Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi...................................................... 31

Page 17: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

3.1 Diagram Alir Penelitian............................................................................. 13

4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kompleks [Fe(phen)3]2+

pada Konsentrasi 2 ppm............................................................................. 19

4.2 Kurva Kalibrasi Senyawa Kompleks [Fe(phen)3]2+ pada Panjang

Gelombang 510 nm.................................................................................... 20

4.3 Grafik Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Kota 1........... 22

4.4 Grafik Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Kota 2........... 23

4.5 Grafik Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Dekat

Sawah......................................................................................................... 23

4.6 Grafik Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Desa ............. 24

4.7 Grafik Waktu Optimum Aerasi Lokasi Kota 1.......................................... 27

4.8 Grafik Waktu Optimum Aerasi Lokasi Kota 2.......................................... 27

4.9 Grafik Waktu Optimum Aerasi Lokasi Kota Dekat Sawah....................... 28

4.10 Grafik Waktu Optimum Aerasi Lokasi Desa............................................. 28

4.11 Grafik Korelasi Oksigen Terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 1 ..................................................... 29

4.12 Grafik Korelasi Oksigen Terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 2 ..................................................... 30

4.13 Grafik Korelasi Oksigen Terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Dekat Sawah........................................... 30

4.14 Grafik Korelasi Oksigen Terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Desa ........................................................ 31

4.15 Grafik Korelasi Konduktivitas (µS/cm) dengan Konsentrasi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 1 ..................................................... 33

Page 18: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

xviii

4.16 Grafik Korelasi Konduktivitas (µS/cm) dengan Konsentrasi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 2 ..................................................... 34

4.17 Grafik Korelasi Konduktivitas (µS/cm) dengan Konsentrasi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Dekat Sawah........................................... 34

4.18 Grafik Korelasi Konduktivitas (µS/cm) dengan Konsentrasi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Desa ........................................................ 35

4.19 Grafik Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 1 ..................................................... 36

4.20 Grafik Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 2 ..................................................... 37

4.21 Grafik Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Dekat Sawah........................................... 37

4.22 Grafik Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi

(Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Desa ........................................................ 38

Page 19: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

HalamanA. Absorbansi Senyawa Kompleks [Fe(phen)3]

2+ pada Panjang

Gelombang 400-700 nm............................................................................. 44

B. Absorbansi dan Konsentrasi dari Fe total............................................... 45

C. Penentuan Distribusi Fe terhadap Lokasi ............................................... 47

D. Penentuan Waktu Optimum Aerasi ......................................................... 50

E. Perhitungan Penurunan Konsentrasi Besi (%) ....................................... 51

F. Perhitungan Korelasi

F.1 Korelasi antara Oksigen Terlarut dengan Konsentrasi Besi (Fe Total,

Fe2+ dan Fe3+)........................................................................................ 52

F.2 Korelasi antara Konduktivitas dengan Konsentrasi Besi (Fe Total,

Fe2+ dan Fe3+)........................................................................................ 55

F.3 Korelasi antara Kekeruhan dengan Konsentrasi Besi (Fe Total,

Fe2+ dan Fe3+)........................................................................................ 57

Page 20: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan suatu kebutuhan bagi makhluk hidup untuk melangsungkan

suatu proses kehidupan. Kegunaan air dalam keseharian dapat dilihat dari beberapa

keberlangsungan suatu kehidupan seperti pertanian, perikanan dan kegiatan domestik.

Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar dapat dimanfaatkan dengan

baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup khususnya manusia

menginginkan air yang digunakan memiliki kualitas air yang bersih dan tidak

berbahaya saat digunakan dan dikonsumsi entah dalam kegiatan sehari-hari seperti

mandi, mencuci hingga memasak.

Air dibagi menjadi dua menurut karakteristik badan air yaitu air permukaan

dan air tanah. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dan air permukaan

yaitu pergerakan yang lambat dan waktu tinggal yang sangat lama, dapat mencapai

puluhan bahkan ratusan tahun. Salah satu contoh jenis air tanah yaitu air sumur.

Sebagian besar penduduk Jember menggunakan air sumur untuk melakukan kegiatan

sehari-hari, oleh karena itu air sumur harus dijaga agar tidak membahayakan bagi

konsumen yang mengonsumsi air tersebut.

Air sumur mengandung kation dan anion yang terlarut, salah satunya yaitu

besi. Kandungan besi relatif tinggi yang disebabkan oleh air permukaan mengalami

suatu kontak dengan mineral-mineral air yang terdapat dalam air tanah sehingga

kualitas air mengalami perubahan. Perubahan kualitas air yang memiliki kandungan

besi dapat dilihat dari kadar oksigen terlarut yang ada pada air sumur dan korelasi

parameter selain oksigen terlarut seperti kekeruhan dan konduktivitas (Effendi, 2003).

Kandungan suatu logam besi tidak akan membahayakan suatu kesehatan pada

makhluk hidup apabila tidak berlebih kandungannya. Jika berlebih keberadaan suatu

besi akan mengakibatkan gangguan kesehatan seperti melemahnya kondisi badan,

Page 21: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

2

kerusakan pada hati, jantung, pankreas dan organ-organ yang lain (Istikasari, 2001).

Kelebihan besi juga dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak

mandi, pipa air dan pakaian (Effendi, 2003).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa logam besi yang terkandung

dalam air sumur melebihi ambang batas tidak diperbolehkan yaitu melebihi nilai 0,3

mg/L yang tertera pada KEPMENKES RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002, sehingga

diperlukan proses untuk mengurangi kadar besi. Ada beberapa metode untuk

mengurangi kadar besi yaitu elektrokoagulasi (Nugroho, 2008), dengan menggunakan

zeolit alami (Rahman & Hartono, 2004), oksidasi (Said, 2005), ion exchange

(Martelli et al, 1997) dan aerasi (Sari dan Karnaningroem, 2010).

Metode yang digunakan dalam penelitian kali ini yaitu aerasi, metode aerasi

digunakan untuk mengontakkan semaksimal mungkin permukaan cairan dengan

udara agar jumlah oksigen yang terlarut dalam air, yaitu dengan melalui pemutaran

baling-baling yang diletakkan pada permukaan air sampel. Besi akan larut dalam air

dalam keadaan teroksidasi sehingga besi dapat dihilangkan dengan pengendapan

setelah aerasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi aerasi menurut Safrini (2009) yaitu

waktu (lama) aerasi dan laju alir. Aerasi yang digunakan yaitu secara difusi dimana

sejumlah udara dialirkan ke dalam air sumur yang berasal dari beberapa lokasi

melalui diffuser (pompa akuarium). Udara yang masuk ke dalam sampel air sumur

akan berbentuk gelembung-gelembung (Sugiharto,1987). Keuntungan menggunakan

aerasi yang telah dilakukan oleh Sari dan Karnaningroem (2010) dengan cascade

aerator yaitu menurunkan kadar besi hingga 31,9%. Penentuan kadar besi yang telah

diaerasi dengan menggunakan spektrofotometri UV-Vis.

Page 22: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

3

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini meliputi:

1) Bagaimana pengaruh aerasi pada air sumur di pedesaan, dekat persawahan dan

perkotaan terhadap perubahan pola distribusi besi?

2) Berapakah waktu optimum aerasi terhadap kadar besi air sumur di pedesaan,

dekat persawahan dan perkotaan ?

3) Bagaimana hubungan kadar Fe2+, Fe3+ dengan konduktivitas, kekeruhan, oksigen

terlarut sebelum dan sesudah aerasi?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini, meliputi:

1) Sampel air sumur diambil di pedesaan terletak di daerah Bintoro, dekat

persawahan terletak di daerah Baratan dan perkotaan terletak di daerah Patrang.

2) Aerasi ini menggunakan pompa akuarium yang memiliki kecepatan yang konstan

dengan variasi waktu selama 0, 3, 6 dan 9 jam dengan pengulangan sebanyak 3

kali dalam sehari.

3) Pengukuran kadar besi menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis.

4) Parameter pendukung yang digunakan seperti konduktivitas, kekeruhan

(turbidimetri), dan oksigen terlarut (DO meter).

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, meliputi:

1) Mengetahui pengaruh aerasi pada air sumur di pedesaan, dekat persawahan dan

perkotaan terhadap perubahan pola distribusi besi.

2) Mengetahui waktu optimum aerasi terhadap kadar besi pada air sumur di

pedesaan, dekat persawahan dan perkotaan.

3) Mengetahui hubungan kadar Fe2+ dan Fe3+ dengan parameter konduktivitas,

kekeruhan dan oksigen terlarut sebelum dan sesudah aerasi.

Page 23: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

4

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah

1) Mengetahui pengaruh aerasi terhadap kadar besi.

2) Memberi masukan kepada masyarakat terhadap pengelolahan air sumur gali yang

memiliki kadar besi yang tinggi sebelum dikonsumsi dan digunakan dalam

kehidupan sehari-hari.

Page 24: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

Air merupakan salah satu unsur ekosistem yang sangat diperlukan untuk

kelangsungan hidup manusia, hewan dan tumbuhan serta makhluk hidup lain yang

ada di alam ini. Siklus hidrologi air bergantung pada proses evaporasi dan prespitasi.

Air yang terdapat di permukaan bumi berubah menjadi uap air pada lapisan atmosfer

melalui proses evaporasi (penguapan) air sungai, danau, dan laut; serta proses

evapotranspirasi atau penguapan air oleh tanaman.

Air yang memiliki karakteristik yang khas, tidak dimiliki oleh senyawa kimia

yang lain. Karakteristik tersebut adalah air memiliki kisaran suhu, yakni 0C– 100C

air berwujud cair, penyimpanan panas yang sangat baik, memerlukan panas yang

tinggi dalam proses penguapan, pelarut yang baik (Effendi, 2003).

Air tanah merupakan air yang berada di bawah permukaan tanah. Air tanah

ditemukan pada akifer. Karakteristik utama yang membedakan air tanah dari air

permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang sangat

lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Hal ini dikarenakan pergerakan

yang sangat lambat dan waktu tinggal yang lama tersebut, air tanah akan sulit untuk

pulih kembali jika mengalami pencemaran. Air tanah dapat berasal dari air hujan

(prespitasi), baik melalui proses infiltrasi secara langsung ataupun tidak langsung dari

air sungai, air danau, rawa dan genangan air lainnya (Effendi, 2003).

Air tanah merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi manusia.

Dalam siklus hidrologi, air tanah juga mempunyai peran sebagai salah satu mata

rantai yang berfungsi sebagai reservoir yang kemudian melepaskannya secara

perlahan ke sungai atau danau, sehingga kesinambungan aliran terjaga. Air tanah

Page 25: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

6

mempunyai peran penting karena mudah diperoleh dan kualitasnya relatif baik

(Notodarmojo, 2005).

2.2 Besi

Kehadiran besi pada air tanah yang bersama-sama dengan mangan (Mn),

ditandai oleh larutan yang berasal dari batuan dan mineral, oksida-oksida, sulfide,

karbonat dan silikat yang mengandung logam-logam ini. Sumber besi yang ada di

alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4), limonite (FeO(OH)),

goethite (HFeO2), ochre (Fe(OH)3) dan siderite (FeCO3) yang mudah larut dalam air

(Razif dalam Siswoyo, 1998).

Besi yang berada di dalam air dapat berbentuk kation ferro (Fe2+) atau ferri

(Fe3+). Pada umumnya besi membentuk senyawa dalam bentuk ferri daripada dalam

bentuk ferro, dan membentuk kompleks yang stabil dengan senyawa-senyawa

tertentu. Dalam kondisi sedikit basa, ion ferro akan dioksidasi menjadi ion ferri dan

akan berikatan dengan hidroksida membentuk Fe(OH)3 yang bersifat tidak larut dan

mengendap di dasar perairan berwarna kuning-kemerahan. Sementara dalam kondisi

asam dan banyak mengandung karbondioksida akan membuat FeCO3 larut dan

meningkatkan kadar Fe2+ di perairan (Effendi, 2003).

Besi diperlukan oleh tubuh manusia dalam jumlah tertentu, apabila kelebihan

besi juga dapat menimbulkan efek yang buruk yaitu melemahnya kondisi badan,

kerusakan hati, jantung, pankreas dan organ-organ tubuh manusia yang lain

(Istikasari, 2001). Beberapa masalah terkait adanya besi di dalam air selain menurut

Effendi (2003) yaitu prespitasi dari logam besi dapat merubah air menjadi keruh

berwarna kuning kecoklatan, menyebabkan mikroorganisme berkembang yang dapat

mencemari air dan mengganggu dalam sistem distribusi air dalam pipa, keberadaan

besi dengan konsentrasi beberapa mg/L saja akan menyebabkan air berasa logam,

akibat prespitasi dapat menimbulkan kesukaran pada proses pengolahan air, misalnya

dengan metoda penukaran ion atau destilasi, karena endapan yang terbentuk akan

menutupi pertukaran ion atau menimbulkan kerak pada pipa (Siswoyo,1998).

Page 26: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

7

Kelarutan besi (Fe) dalam air dipengaruhi oleh:

a. Kedalaman

Kelarutan besi dalam air akan semakin tinggi jika semakin dalam air meresap

ke dalam tanah. Besi terlarut dalam bentuk Fe(HCO3)2.

b. pH

Nilai pH rendah (pH<7) akan mempengaruhi kelarutan besi dan logam lain

dalam air.

c. Suhu

Peningkatan suhu dalam air akan menyebabkan terjadinya penurunan kadar

O2 dan peningkatan kelarutan besi dalam air.

d. Oksigen (O2)

Oksigen dapat menyebabkan terjadinya aerasi yang akan mengubah ion Fe2+

menjadi Fe3+. Ion Fe3+ ini akan mengendap sehingga akan mengurangi

kelarutan besi dalam air.

(Taufan, 2002).

2.3 Pengukuran Besi dengan Spektrofotometer UV-Vis

Pengukuran besi Fe2+ dan Fe total dengan menggunakan metode

spektrofotometri UV-Vis dengan menggunakan pereduksi hidroksilamin 10% dan

pengompleksan dengan fenatrolin 0,1%. Pengukuran Fe3+ diperoleh dari pengurangan

Fe2+ terhadap Fe total.

2.3.1 Pengujian Besi dengan Fenatrolin

Pengukuran absorban dengan spektrofotometri diharuskan larutan memiliki

warna, apabila suatu larutan tidak memiliki warna maka larutan tersebut harus

direaksikan dahulu dengan pembentuk warna. Menurut Rose dalam Istikasari (2001)

besi dalam bentuk Fe2+ akan sangat mudah membentuk suatu kompleks dengan

fenatroline dan sangat stabil pada kisaran pH 2-9.

Page 27: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

8

Besi yang larut dalam air selain berada dalam keadaan Fe2+ juga berbentuk

Fe3+. Ion Fe3+ harus direduksi terlebih dahulu menjadi Fe2+ dengan menggunakan

hidroksilamin, dengan reaksi sebagai berikut :

4 Fe3+ + 2 NH2OH 4 Fe2+ + N2O + 4 H+ + H2O

Ion Fe2+ akan bereaksi dengan fenatrolin akan membentuk suatu ion kompleks

yang berwarna merah, dengan reaksi sebagai berikut :

Fe2+ +

N N

N

N N

N

N N

Fe

3

2+

2.3.2 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer merupakan alat yang terdiri dari spektrometer dan

fotometer. Spektrometer adalah alat yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan

panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya

yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi, oleh karena itu spektrofotometer

digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan,

direfleksikan atau diemisikan sebagi fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1990).

Spektrofotometri UV-Vis merupakan teknik analisis spektroskopik yang

memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190 – 380 nm) dan sinar

tampak (380 – 780 nm) dengan memakai alat spektrofotometer. Spektrofotometri

UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa larutan dan perlu

untuk memperhatikan beberapa persyaratan pelarut yang digunakan, antara lain

pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada

Page 28: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

9

struktur molekulnya dan tidak berwarna, tidak terjadi interaksi dengan molekul

senyawa yang dianalisis, kemurniannya harus tinggi (Hendayana, 1994).

Aplikasi suatu spektrofotometri sangat berguna untuk menentukan suatu

kandungan zat dengan penggunaan persamaan hukum Lambert-Beer yaitu:

A = ebc

dimana: A = Absorbansi

e = absorptivitas molar

b = tebal sel larutan

c = konsentrasi (Underwood, 1998).

2.4 Proses Penambahan Oksigen (Aerasi)

Penambahan oksigen (Aerasi) adalah salah satu usaha dari pengambilan zat

pencemar dengan tujuan konsentrasi zat pencemar akan berkurang atau bahkan dapat

dihilangkan sama sekali.

Aerasi dengan menggunakan aerator bertujuan untuk memaksa air ke atas

untuk berkontak dengan oksigen. Cara mengontakkan air limbah dengan oksigen

melalui pemutaran baling-baling yang diletakkan pada permukaan limbah, yang

mengakibatkan air limbah akan terangkat keatas dan dengan terangkatnya maka air

limbah akan mengadakan kontak langsung dengan udara sekitarnya.

Oksigen ditambahkan ke dalama air limbah dengan beberapa cara yaitu

memasukkan udara ke dalam air limbah dan memaksa air ke atas untuk berkontak

dengan oksigen. Udara dimasukkan ke dalam air limbah adalah proses memasukkan

udara atau oksigen murni ke dalam limbah melalui benda porous atau nozzle. Nozzle

diletakkan di tengah-tengah, akan meningkatkan kecepatan berkontaknya gelembung

udara tersebut dengan air limbah, sehingga proses pemberian oksigen akan berjalan

lebih cepat. Udara yang dimasukkan adalah berasal dari udara luar yang dipompakan

ke dalam air limbah oleh pompa. Air dipaksa ke atas untuk berkontak dengan oksigen

adalah cara mengontakkan air limbah dengan oksigen melalui pemutaran baling-

baling yang diletakkan pada permukaan air limbah. Akibat dari pemutaran ini, air

Page 29: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

10

limbah akan terangkat ke atas dan dengan terangkatnya maka air limbah akan

mengadakan kontak langsung dengan udara sekitarnya (Sugiharto, 1987).

Tujuan proses aerasi yaitu menaikkan jumlah oksigen terlarut di dalam air

yang dapat berguna bagi kehidupan. Dalam keadaan teroksida, besi terlarut di air.

Bentuk senyawa dengan larutan ion, besi terlarut dalam bentuk Fe2+. Ketika kontak

dengan oksigen atau oksidator lain, besi akan teroksidasi menjadi valesi yang lebih

tinggi, bentuk ion kompleks baru yang tidak larut ke tingkat yang cukup besar. Oleh

karena itu, besi dihilangkan dengan pengendapan setelah aerasi (Peavy dalam

Arifiani, 2007).

Sistem aerasi difusi udara yaitu udara dimasukkan kedalam cairan yang akan

diaerasi dalam bentuk gelembung-gelembung yang naik melalui cairan tersebut.

Ukuran gelembung bervariasi dari yang besar hingga yang halus, tergantung dari tipe

aerator tersebut.

2.5 Konduktivitas

Daya hantar listrik (DHL) atau konduktivitas didefinisikan sebagai

kemampuan dari larutan untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini

tergantung pada konsentrasi zat yang terion dalam air. DHL juga dipengaruhi oleh

jenis ion, valensi dan konsentrasi. Adanya CO2 dari udara yang terabsorpsi oleh air

dapat menyebabkan bertambahnya harga DHL. Daya hantar listrik dapat diketahui

dengan penentuan jumlah mineral dalam air, apabila daya hantar listrik besar maka

dapat dikatakan jumlah mineral dalam air juga besar. DHL (konduktivitas) diukur

dengan conductivity-meter digital, dimana satuan yang digunakan micros/cm. Untuk

menggerakkan arus listrik, ion-ion bergerak dalam larutan memindahkan muatan

listriknya bergantung pada ukuran interaksi antar ion dalam larutan (Effendi, 2003).

Page 30: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

11

2.6 Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)

Pengukuran oksigen terlarut dilakukan untuk mengetahui berapa banyak

jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroorganisme dalam mendegradasi bahan

buangan organik secara aerob (Fardiaz dalam Salmin, 2005).

Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen) dibutuhkan oleh semua jasad hidup

untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian

menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga

dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.

Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari

udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut

(Salmin, 2005).

Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, seperti

kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus,

gelombang dan pasang surut. Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan

semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Kadar

oksigen akan lebih tinggi pada permukaan, karena adanya proses difusi antara air

dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya

kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis

semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan

dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik. Keperluan organisme terhadap

oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis dan aktifitasnya (Salmin, 2005).

2.7 Kekeruhan

Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel

bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna atau rupa yang berlumpur dan

kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah air, lumpur,

bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil yang

tersuspensi lainnya. Kekeruhan tidak membahayakan tetapi tidak disenangi karena

rupanya (Sugriawan & Wahyono, 2007).

Page 31: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

12

Menurut Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga

dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada

proses penjernihan air. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya

sistem osmoregulasi seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat

menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Pengaruh kekeruhan yang utama adalah

penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas fotosintesis

fitoplankton dan alga menurun, maka dapat dikatakan produktivitas perairan menjadi

turun.

Page 32: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember yang dilaksanakan pada

bulan September-November 2012. Pengambilan sampel pada Baratan, Bintoro, dan

Patrang.

3.2 Diagram Alir Penelitian

Analisa Data

DO meterSpektrofotometer TurbidimeterKonduktometer

KekeruhanOksigen terlarut KonduktivitasFe2+Fe total Fe3+

Aerasi dengan variasi waktu 0 jam, 3 jam, 6 jam, 9 jam

Air sumur desa Air sumur kotaAir sumur dekat sawah

Page 33: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

14

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Kuvet, labu ukur (50 mL,

100 mL, 1000 mL), beaker glass (50 dan 100 mL), gelas ukur (25 mL dan 50 mL),

pipet mohr (1 mL, 5 mL dan 10 mL), pipet tetes, ball pipet, botol semprot, penangas

air, neraca analitik (OHAUS, ketelitian 10-4 gram), spektrofotometer UV-Vis (tipe

UV756CRT), DO meter (tipe SCHOTT-OX1), konduktometer (tipe Activon-AS302),

turbidimeter, pH meter (Hanna Hi-98127), aerator (pompa akuarium) dan bak plastik.

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: sampel air sumur,

aquades, larutan hidroksilamin 10% (Merck), Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O (Merck; Mr 392

gram/mol), larutan fenantrolin 0,1% (Merck; Mr 198 gram/mol), H2SO4(pa) 95%

(Merck), CH3COOH 0,1M 99,8% (Merck; Mr 60,05 gram/mol), CH3COONa 0,1M

(Merck; Mr 82 gram/mol), larutan standar KCl 0,01M (RdH; Mr 74,55 gram/mol).

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Teknik Sampling

Pengambilan sampel air sumur diambil sebanyak ±10 L di setiap lokasi

dengan kriteria sampel air sumur sebagai berikut

air sumur perkotaan, dengan karakter jarak antara rumah yang berdekatan.

Lokasi sumur kota 1 (jalan Jawa II) sumur tertutup dan tidak pernah digunakan

untuk kegiatan sehari-hari. Lokasi sumur kota 2 (daerah Patrang) berdekatan

dengan rumah sakit dan dekat rel kereta api.

air sumur dekat persawahan dengan karakter jarak antar rumah dengan sawah 3

meter yang aktif dengan tanaman tembakau di daerah Baratan (Dekat Sawah).

air sumur pedesaan dengan karakter jarak antara rumah berjauhan dengan

sanitasi yang baik di daerah Bintoro (Desa).

Page 34: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

15

pengambilan sampel dilakukan dengan cara menimba, sampel diletakkan pada sebuah

wadah yang telah dibersihkan. Analisa pengukuran Fe2+ dan Fe3+ serta parameter yang

digunakan (oksigen terlarut, konduktivitas, dan kekeruhan) dilakukan pada

laboratorium. Sampel dituangkan padadua wadah bak plastik setiap sampel dengan

perlakuan yang berbeda. Sampel yang diletakkan pada wadah bak plastik yang

terdapat aerator ditunggu selama 0, 3, 6 dan 9 jam dalam sehari. Pengukuran

dilakukan dengan tiga kali pengulangan tiap perlakuan.

3.4.2 Preparasi Bahan

a. Larutan Induk Besi 200 ppm

Larutan induk besi 200 ppm dibuat dengan mencampurkan 20 mL H2SO4(pa)

dengan 50 mL air dan melarutkan 1,4 gram Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O ke dalamnya

kemudian diencerkan menjadi 1000 mL dengan air.

b. Larutan Buffer Asetat

Larutan Buffer dibuat dari 1,394 gram CH3COONa yang dilarutkan dalam

1000 mL CH3COOH 0,1 M (Mulyono, 2006).

c. Larutan Hidroksilamin 10%

Larutan hidroksilamin 10% dibuat dengan melarutkan 10 gram NH2OH.HCl

dengan akuades sampai dengan 100 mL. Larutan hidroksilamin dibuat untuk

mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ (Eaton et al, 1995).

d. Larutan 1,10-fenantrolin 0,1%

Larutan 1,10-fenantrolin dibuat dengan melarutkan 1 gram 1,10-fenantrolin

monohidrat C12H8N2.H2O dalam 1000 mL air sehingga diperoleh larutan fenantroline

dengan konsentrasi 1000 ppm.

Page 35: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

16

3.4.3 Parameter yang ditentukan

a. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λmaks)

Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan untuk mendapatkan

hasil yang maksimum pada pengukuran kadar besi dengan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis. Pengukuran panjang gelombang maksimum dilakukan

dengan mengukur absorbansi larutan standar besi (II) 2 ppm yang telah ditambahkan

dengan 1 mL hidroksilamin, 2 mL fenantrolin 0,1%, 5 mL larutan buffer asetat

sehingga membentuk kompleks [Fe(phen)3]2+ pada panjang gelombang

400 nm –700 nm.

b. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Kurva kalibrasi diperoleh dengan cara dimasukkannya larutan induk sebanyak

2,5 mL dalam labu ukur 100 mL hingga tanda batas, sehingga didapat larutan induk

Fe(II) 5 ppm. Kemudian diambil volume 4; 8; 12; 16 dan 20 mL pada labu ukur 50

mL dengan ditambahkan dengan 1 mL hidroksilamin, 2 mL fenantrolin 0,1% dan

5 mL buffer asetat setelah itu diencerkan hingga tanda batas dan didiamkan 5 menit

hingga 10 menit. Selanjutnya diukur absorbansinya dan dibuat kurva yang merupakan

hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.

c. Penentuan Fe total Sampel Air Sumur dengan Spektrofotometer UV-Vis

Sampel sebanyak 25 mL dimasukkan ke dalam beaker glass. Selanjutnya

ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin 10%. Kemudian dipanaskan dan diaduk

hingga volume tersisa 10 mL. Dinginkan pada suhu kamar dan dipindahkan ke dalam

labu ukur 50 mL. Selanjutnya ditambahkan 2 mL fenantrolin 0,1% dan 5 mL buffer

asetat. Kemudian ditambahkan aquades hingga tanda batas dan didiamkan selama 10

menit hingga warna stabil dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang

maksimum (Christian, 1971).

Page 36: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

17

d. Penentuan Fe2+ Sampel Air Sumur dengan Spektrofotometer UV-Vis

Disiapkan sampel sebanyak 25 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur

50 mL. Selanjutnya ditambahkan 2 mL fenantrolin 0,1% dan 5 mL buffer kemudian

diaduk dan diencerkan hingga 50 mL dengan aquades dan didiamkan 10 menit hingga

warna stabil. Kemudian ditambahkan aquades hingga tanda batas dan dibaca

absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.

e. Penentuan Konduktivitas Sampel Air Sumur dengan Konduktometer

Sampel dimasukkan ke dalam beaker glass. Kemudian dicelupkan elektroda

konduktometer ke dalam larutan standart KCl 0,01M hingga alat menunjukkan

1413 µS. Setelah itu elektroda dibilas dengan aquades. Selanjutnya dicelupkan

elektroda pada larutan sampel dan dicatat nilai konduktansi.

f. Penentuan Oksigen Terlarut Sampel Air Sumur dengan DO (Dissolved Oxygen)

Meter

Sampel sebanyak 25 mL dimasukkan ke dalam beaker glass 50 mL, kemudian

dicelupkan DO meter yang telah dikalibrasi ke dalam larutan sampel dan ditekan

tombol O2. Selanjutnya dicatat nilai DO yang terbaca pada layar (dalam satuan

mg/L).

g. Penentuan Kekeruhan Sampel Air Sumur dengan Turbidimeter

Sampel air sumur di kocok dari wadah penampungan sampel sementara.

Kemudian dimasukkan sampel ke dalam tabung turbidimeter yang telah dikalibrasi

dan dicuci dengan aquades. Selanjutnya pasang tutup turbidimeter dan biarkan alat

menunjukkan nilai pembacaan yang stabil. Kemudian dicatat nilai kekeruhan sampel

yang teramati.

Page 37: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

18

3.4.4 Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi dibuat dalam bentuk

kurva kalibrasi antara absorbansi dan konsentrasi larutan sehingga dapat menentukan

kadar besi yang terlarut Fe total dan Fe2+ dalam sampel, hasil dari kurva kalibrasi

menunjukkan persamaan y = mx + c, dimana kadar besi dapat dicari dari nilai x . Fe3+

diperoleh dari pengurangan Fe total dan Fe2+. Data yang diperoleh tersebut dianalisis

dengan analisa ragam anova two way hal ini dimaksudkan untuk menguji keragaman

untuk mengetahui keragaman hasil disebabkan oleh perbedaan lamanya aerasi dan

lokasi.

Analisa kadar Fe2+ atau Fe3+ dikorelasikan dengan parameter pendukung yaitu

konduktivitas, oksigen terlarut dan kekeruhan hal ini dimaksudkan untuk mengetahui

pengaruh dari parameter tersebut.

Page 38: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Panjang Gelombang Maksimum (λmaks)

Penentuan λmaks dilakukan pengukuran serapan pada rentang (400-700) nm

dengan konsentrasi 2 ppm. Berdasarkan hasil pengamatan λmaks kompleks

[Fe(phen)3]+2 nilai maksimum dihasilkan pada panjang gelombang 510 nm. Panjang

gelombang maksimum ini selanjutnya digunakan untuk mencari absorbansi dari

larutan standar dan sampel. Hasil setiap serapan dapat dilihat pada Lampiran A,

maka λmaks dapat ditentukan melalui kurva seperti Gambar 4.1

Gambar 4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Kompleks [Fe(phen)3]+2 pada

konsentrasi 2 ppm

Page 39: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

20

4.2 Kurva Kalibrasi

Pembuatan kurva kalibrasi dibuat dengan cara mengukur absorbansi dengan

konsentrasi pada panjang gelombang 510 nm, adapun konsentrasi yang digunakan

dari larutan standar Fe(II) yaitu 0; 0,4 ;0,8 ;1,2 ;1,6 dan 2 ppm, sehingga kurva

kalibrasi tersebut dapat menghasilkan persamaan yaitu y = 0,149 x + 0,067 dari

persamaan tersebut dapat dicari konsentrasi besi Fe total maupun Fe2+ yaitu dengan

cara memasukkan nilai absorbansi (y), adapun data absorbansi pada Lampiran B.

Kurva kalibrasi kompleks [Fe(phen)3]2+ pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Senyawa Kompleks [Fe(phen)3]2+ pada Panjang

Gelombang 510 nm

4.3 Pengaruh Aerasi terhadap Perubahan Pola Distribusi Besi (Fe total, Fe2+ dan

Fe3+)

Konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) yang berasal dari beberapa sampel

(kota, dekat sawah dan desa) diberi perlakuan aerasi dengan variasi waktu 0, 3, 6 dan

9 jam menunjukkan adanya perubahan sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4.1.

y = 0.149x + 0.067R² = 0.995

0,000

0,100

0,200

0,300

0,400

0 0,4 0,8 1,2 1,6 2

Abso

rban

si

Konsentrasi (ppm)

Page 40: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

21

Tabel 4.1 Data Rata-rata Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) terhadap Pengaruh Aerasi dengan Variasi Waktu

Lokasi Aerasi Fe total (ppm) Fe2+ (ppm) Fe3+ (ppm)

Kota 1

0 Jam 2.324 0.898 1.4263 Jam 2.277 0.798 1.4796 Jam 1.977 0.596 1.3829 Jam 2.118 0.662 1.456

Kota 2

0 Jam 0.378 0.058 0.3203 Jam 0.262 0.043 0.2196 Jam 0.168 0.031 0.1379 Jam 0.210 0.039 0.171

Dekat Sawah

0 Jam 0.303 0.191 0.1123 Jam 0.272 0.164 0.1086 Jam 0.257 0.141 0.1169 Jam 0.262 0.145 0.117

Desa

0 Jam 0.160 0.003 0.1573 Jam 0.116 0.000 0.1166 Jam 0.097 0.000 0.0979 Jam 0.108 0.000 0.108

dari data pada Tabel 4.1 tersebut dinyatakan bahwa ada perbedaan nilai konsentrasi

besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) sebelum aerasi dan sesudah aerasi. Menurut Sari (2010)

proses aerasi dari beberapa variasi injeksi udara dengan besi (Fe) yang larut dalam air

mengikuti reaksi sebagai berikut:

4 Fe2+ + O2 + 10 H2O(l) 4 Fe(OH)3(s) + 8H+(aq)

dimana reaksi tersebut bertujuan memaksimalkan kontak air dengan udara, Fe2+ yang

terdapat pada sampel diubah menjadi Fe3+ sebagai endapan. Sampel air sumur

tersebut ditambah dengan larutan hidroksilamin yang bertujuan untuk mereduksi Fe3+

menjadi Fe2+ seperti reaksi berikut:

4 Fe3+ + 2 NH2OH 4 Fe2+ + N2O + 4 H+ + H2O

Ion Fe2+ yang dihasilkan akan bereaksi dengan fenatroline akan membentuk suatu

ion kompleks yang berwarna merah, dengan reaksi sebagai berikut :

Fe2+ + 3 [phen] [Fe(phen)3]2+

Page 41: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

22

Pada Gambar 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6 terjadi penurunan konsentrasi besi setelah 3 jam

dan 6 jam namun pada saat 9 jam terjadi kenaikan konsentrasi besi yang dikarenakan

dengan bertambahnya oksigen dalam air maka akan terjadi keadaan kelewat jenuh

pada sampel selain itu menurut Arifiani (2007) dimungkinkan karena tidak meratanya

distribusi sampel air sumur pada media kontak yang disebabkan kurang optimalnya

kontak antara udara dengan Fe.

Menurut Said (2005) kecepatan oksidasi besi dipengaruhi oleh pH air,

semakin tinggi pH air kecepatan reaksi oksidasinya makin cepat dan terkadang

diperlukan waktu tinggal beberapa jam setelah proses aerasi agar reaksi berjalan

selain itu tergantung pula pada karakteristik air bakunya (air sampel). Hasil penelitian

sebelum aerasi, nilai pH untuk daerah perkotaan jalan Jawa II dan daerah Patrang

yaitu sebesar 7.93 dan 7.43 namun pada lokasi dekat persawahan (daerah Baratan)

dan lokasi pedesaan (daerah Bintoro) nilai pH sebesar 7.21 dan 6.97. Nilai pH

semakin tinggi setelah aerasi, pada sampel air sumur perkotaan jalan Jawa II dan

daerah Patrang sebesar 8.15 dan 7.62. Daerah Baratan dan Bintoro nilai pH sebesar

7.41 dan 7.13, dengan bertambahnya nilai pH maka keberadaan Fe2+ kurang stabil

sehingga Fe2+ berkurang.

Gambar 4.3 Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Kota 1

0,000

0,500

1,000

1,500

2,000

2,500

0 3 6 9

Kons

entr

asi b

esi (

ppm

)

Waktu Aerasi (Jam)

fe total

fe2+

fe3

Fe Total

Fe 2+

Fe 3+

Page 42: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

23

Gambar 4.4 Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Kota 2

Gambar 4.5 Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Dekat Sawah

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

0,400

0 3 6 9

Kons

entr

asi

Besi

(ppm

)

Waktu Aerasi (Jam)

fe total

fe2+

fe3+

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

0 3 6 9

Kons

entr

asi B

esi (

ppm

)

Waktu Aerasi (Jam)

fe total

fe2+

fe3+

Fe Total

Fe 2+

Fe 3+

Fe Total

Fe 2+

Fe 3+

Page 43: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

24

Gambar 4.6 Pengaruh Aerasi terhadap Konsentrasi Besi Lokasi Desa

Untuk melihat pengaruh aerasi air sumur (kota 1, kota 2, dekat sawah dan

desa) terhadap perubahan pola distribusi besi dapat digunakan metode anova two

way, adapun perhitungan pada Lampiran C.

Tabel 4.2 Pola Distribusi Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) terhadap Aerasi

hasil uji anova two way pada Tabel 4.2 didapatkan tolak H’0 dan H”0 untuk nilai

konsentrasi Fe total dari perhitungan f tabel > f hitung dengan selang kepercayaan

(α) 0.05 yang memiliki arti ada pengaruh lokasi terhadap waktu aerasi namun untuk

nilai konsentrasi Fe2+ dan Fe3+ diperoleh nilai tolak H’0 untuk f tabel > f hitung dan

0,000

0,020

0,040

0,060

0,080

0,100

0,120

0,140

0,160

0,180

0 3 6 9

Kons

entr

asi B

esi (

ppm

)

Waktu Aerasi (Jam)

fe total

fe2+

fe3+

Besif Hitung f Tabel

Aerasi Lokasi Aerasi Lokasi

Fe Total 4.518 186.069

3.86 3.86Fe2+ 1.831 64.847

Fe3+ 2.068 463.187

Fe Total

Fe 2+

Fe 3+

Page 44: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

25

terima H”0 untuk f tabel < f hitung yang memiliki arti bahwa ada pengaruh lokasi

bila digunakan aerasi dan tidak ada beda rata-rata hasil untuk aerasi.

Nilai konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) sebelum diberi perlakuan aerasi

untuk daerah kota 1 (jalan Jawa II) melebihi ambang batas yang diperbolehkan yaitu

sebesar 2.324 ppm untuk Fe total, Fe2+ sebesar 0.898 ppm dan Fe3+ sebesar 1.426

ppm adapun kondisi daerah kota 1 (jalan Jawa II) padatnya pemukiman dan kondisi

sanitasi lingkungan yang buruk dapat mempengaruhi kandungan besi tersebut. Selain

itu juga kondisi sumur yang tertutup mengakibatkan air tidak banyak mengandung

oksigen terlarut dan menyebabkan kandungan Fe2+ cukup besar. Setelah dikenai

perlakuan aerasi konsentrasi besi di wilayah kota 1 (jalan Jawa II) masih melebihi

ambang batas yang diperbolehkan oleh KEPMENKES RI No.

907/MENKES/SK/VII/2002 yaitu 2.118 ppm untuk Fe total, Fe2+ sebesar 0.622 ppm

dan Fe3+ sebesar 1.456 ppm. Hal ini dikarenakan terlalu besarnya konsentrasi besi

pada wilayah tersebut yang dapat dilihat dari kondisi air berwarna kuning dan keruh,

adanya kondisi tersebut aerator (pompa akuarium) juga kurang memberi masukkan

oksigen pada sampel karena kondisi sampel air sumur.

Pada kota 2 (Patrang) konsentrasi besi sebelum aerasi sebesar 0.378 ppm

untuk Fe total, Fe2+ sebesar 0.058 ppm dan Fe3+ sebesar 0.320 ppm. Fe total dan Fe3+

melebihi nilai batas ambang mutu yaitu sebesar 0.3 ppm. Hal ini dikarenakan jarak

antara sampel air sumur dengan rumah sakit sekitar 15 meter, sehingga dimungkinkan

limbah rumah sakit juga memberi kontribusi terhadap kandungan besi pada air sumur

penduduk disekitar rumah sakit tersebut. Air limbah buangan rumah sakit berasal dari

hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi buangan kamar mandi,

dapur, air bekas pencucian pakaian selain itu limbah cair medis meliputi air limbah

yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit, misalnya air bekas cucian luka, cucian

darah dan air limbah laboratorium. Selain itu jarak antara sampel air sumur dengan

rel kereta api sekitar 5 meter. Sampel air sumur yang diberi perlakuan aerasi memiliki

Page 45: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

26

konsentrasi Fe total, Fe2+ dan Fe3+ berturut-turut yaitu sebesar 0.210 ppm, 0.039 ppm

dan 0.171 ppm.

Konsentrasi besi Fe total, Fe2+ dan Fe3+ sebelum aerasi pada wilayah dekat

sawah (Baratan) sesuai dengan batas ambang mutu, yaitu sebesar 0.303 ppm, 0.191

ppm dan 0.112 ppm. Hal ini disebabkan lahan persawahaan yang masih aktif dengan

tanaman tembakau. Pada keadaan tersebut tanaman tembakau membutuhkan pupuk,

dimungkinkan pupuk tersebut memberi kontribusi pada kandungan besi pada air

sumur penduduk. Jarak antara rumah penduduk dengan lahan persawahan yaitu

sekitar 3 meter. Selain itu dapat diakibatkan oleh peralatan pertanian yang digunakan

petani untuk menggemburkan tanah. Setelah diberi perlakuan aerasi konsentrasi Fe

total, Fe2+ dan Fe3+ yaitu sebesar 0.262 ppm, 0.145 ppm dan 0.117 ppm.

Air sumur yang berlokasi di desa daerah Bintoro memiliki kondisi sampel air

sumur yang jernih dan tidak berbau dimana di daerah tersebut dapat dikatakan jauh

dari polusi. Sebelum dilakukan aerasi konsentrasi Fe total pada air sumur sebesar

0.160 ppm, Fe2+ sebesar 0.003 ppm dan Fe3+ sebesar 0.157 ppm. Setelah aerasi

konsentrasi besi Fe total sebesar 0.108 ppm, Fe2+ sebesar 0.000 ppm dan Fe3+ sebesar

0.108 ppm.

Dari beberapa lokasi daerah perkotaan, dekat persawahan dan pedesaan dapat

disimpulkan ada perbedaan kandungan besi dalam air sumur. Perlakuan aerasi dapat

menurunkan konsentrasi besi meskipun tidak terlalu signifikan hal ini berkesesuaian

dengan paparan analisa anova two way pada Tabel 4.2. Konsentrasi besi Fe2+ lebih

kecil dibandingkan Fe3+. Menurut Effendi (2003) air tanah biasanya memiliki

karbondioksida dengan jumlah relatif banyak, dicirikan dengan rendahnya pH dan

disertai kadar oksigen terlarut yang rendah.

4.4 Waktu Optimum Aerasi

Penentuan waktu optimum aerasi dari beberapa lokasi (kota 1, kota 2, dekat

sawah dan desa) untuk mengetahui penurunan konsentrasi besi yang maksimum.

Page 46: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

27

Dapat diperoleh dengan mencari nilai selisih antara konsentrasi besi sebelum aerasi

dengan konsentrasi besi sesudah aerasi, perhitungan terdapat pada Lampiran D.

Gambar 4.7 Waktu Optimum Aerasi Lokasi Kota 1

Gambar 4.8 Waktu Optimum Aerasi Lokasi Kota 2

-0,100

-0,050

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

0,400

0 3 6 9

∆ K

onse

ntra

si B

esi (

ppm

)

Waktu Aerasi (Jam)

Fe Total

Fe2+

Fe3+

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0 3 6 9

∆ K

onse

ntra

si B

esi (

ppm

)

Waktu Aerasi (Jam)

Fe Total

Fe2+

Fe3+

Fe Total

Fe2+

Fe 3+

Fe Total

Fe2+

Fe 3+

Page 47: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

28

Gambar 4.9 Waktu Optimum Aerasi Lokasi Dekat Sawah

Gambar 4.10 Waktu Optimum Aerasi Lokasi Desa

-0,010

0,000

0,010

0,020

0,030

0,040

0,050

0,060

0 3 6 9

∆ K

onse

ntra

si B

esi (

ppm

)

Waktu Aerasi (Jam)

Fe Total

Fe2+

Fe3+

0,000

0,010

0,020

0,030

0,040

0,050

0,060

0,070

0 3 6 9

∆ K

onse

ntra

si B

esi (

ppm

)

Waktu Aerasi (Jam)

Fe Total

Fe2+

Fe3+

Fe Total

Fe 2+

Fe 3+

Fe Total

Fe2+

Fe 3+

Page 48: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

29

berdasarkan Gambar 4.7, 4.8, 4.9 dan 4.10 rata-rata waktu optimum aerasi untuk

menurunkan konsentrasi besi sekitar 6 jam untuk masing-masing lokasi, pada saat 9

jam terjadi kenaikan konsentrasi besi hal ini karena tidak meratanya distribusi sampel

air sumur pada media kontak (pompa akuarium) yang menyebabkan kurang

optimalnya kontak antara udara dengan Fe Besarnya penurunan konsentrasi besi yang

dikenai perlakuan aerasi sebesar 8.86% untuk lokasi kota 1, kota 2 sebesar 44%, pada

lokasi dekat sawah sebesar 13.5% dan pada lokasi desa sebesar 32.5%.

4.5 Korelasi Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) dengan Oksigen terlarut

Aerasi didefinisikan sebagai pengaliran udara ke dalam air untuk

meningkatkan kandungan oksigen dengan melewatkan gelembung udara ke dalam

air. Perlakuan aerasi dengan variasi waktu 0, 3, 6 dan 9 jam pada sampel air sumur

dari beberapa lokasi akan menghasilkan nilai berbeda. Perhitungan nilai korelasi

antara oksigen terlarut dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) terdapat pada

Lampiran F.1.

Gambar 4.11 Korelasi Oksigen terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+

dan Fe3+) Lokasi Kota 1

0 Jam 3 Jam6 Jam

9 Jam

r = -0.226

r = - 0.849

r = -0.9200,000

0,500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

2,0 2,2 2,4 2,6 2,8 3,0 3,2 3,4

kons

entr

asi b

esi (

ppm

)

Oksigen terlarut (ppm)

fe total

fe2+

fe3+

Fe Total

Fe 2+

Fe 3+

Page 49: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

30

Gambar 4.12 Korelasi Oksigen terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+

dan Fe3+) Lokasi Kota 2

Gambar 4.13 Korelasi Oksigen terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+

dan Fe3+) Lokasi Dekat Sawah

0 Jam

3 Jam

6 Jam

9 Jamr = - 0.906

r = - 0.912

r = - 0.866

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

0,400

3,4 3,5 3,5 3,6 3,6 3,7 3,7

Kons

entr

asi b

esi (

ppm

)

Oksigen terlarut (ppm)

fe total

fe2+

fe3+

0 Jam3 Jam 6 Jam 9Jam

r = - 0.809

r = - 0.711

r = - 0.866

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

2,0 2,2 2,4 2,6 2,8 3,0

Kons

entr

asi B

esi (

ppm

)

Oksigen terlarut (ppm)

fe total

fe2+

fe3+Fe 3+

Fe 2+

Fe 2+

Fe 3+

Fe Total

Fe Total

Page 50: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

31

Gambar 4.14 Korelasi Oksigen terlarut (ppm) dengan Konsentrasi Besi ( Fe total, Fe2+

dan Fe3+) Lokasi Desa

berdasarkan Gambar 4.11, 4.12, 4.13 dan 4.14 nilai korelasi antara oksigen terlarut

dan konsentrasi Fe total dan Fe2+ berbeda. Hal ini dikarenakan ada perbedaan lokasi

yang mengakibatkan nilai konsentrasi besi berbeda selain itu nilai pH mempengaruhi

keberadaan Fe2+ yang kurang stabil sehingga cenderung berubah menjadi Fe3+. Ada

korelasi yang kuat hingga sangat kuat antara oksigen terlarut dengan konsentrasi besi

Fe total dan Fe2+. Penentuan korelasi sangat kuat hingga sangat lemah dijelaskan oleh

Wardhani (2012) pada kriteria interpretasi terhadap korelasi.

Tabel 4.3 Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0.00 – 0.199 Sangat Lemah

0.20 – 0.399 Lemah

0.40 – 0.599 Sedang

0.60 – 0.799 Kuat

0.80 – 1.000 Sangat Kuat

Sumber: Wardhani (2012)

r = - 0.731

r = - 0.781

r = - 0.783

0 Jam

3 Jam6 Jam

9 Jam

0,000

0,020

0,040

0,060

0,080

0,100

0,120

0,140

0,160

0,180

3,30 3,40 3,50 3,60 3,70 3,80 3,90

Kons

entr

asi B

esi (

ppm

)

Oksigen terlarut (ppm)

fe total

fe2+

fe3+

Fe Total

Fe 2+

Fe 3+

Page 51: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

32

Nilai negatif dari suatu korelasi menurut Walpole (1995) dimana korelasi

antara kedua peubah semakin menurun secara numerik dengan semakin menjauhnya

titik-titik dari suatu garis. Dengan kata lain nilai negatif muncul karena adanya

konsentrasi Fe total dan Fe2+ yang dikenai perlakuan aerasi semakin menurun dan

pada saat 9 jam konsentrasi Fe2+ meningkat kembali sedangkan konsentrasi oksigen

terlarut semakin besar dari 0, 3, 6 dan 9 jam. Menurut Syahputra (2008) hal ini

dikarenakan adanya proses aerasi, dimana proses aerasi yaitu memaksimalkan

terjadinya kontak air dengan udara yang bertujuan untuk menambah oksigen, hal ini

sesuai dengan teori aerasi semakin lama waktu injeksi udara menunjukkan semakin

besar pula penurunan kandungan besi pada sampel air sumur dengan beberapa lokasi.

Ada korelasi kuat hingga sangat kuat antara oksigen terlarut dan konsentrasi

Fe3+ untuk lokasi kota 2, dekat sawah dan desa, sedangkan lokasi kota 1 memiliki

korelasi yang lemah. Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa oksigen terlarut

berperan terhadap turunnya konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+).

4.6 Korelasi Konsentrasi Besi ( Fe total, Fe2+ dan Fe3+) dengan Konduktivitas

Konduktivitas menurut Hazmi (2012) merupakan nilai kandungan ion-ion

yang terdapat dalam sampel air atau ukuran terhadap konsentrasi total elektrolit

dalam air yang berkaitan dengan kemampuan sampel air dalam menghantarkan arus

listrik. Perhitungan nilai korelasi antara konduktivitas sampel air sumur terhadap

konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) pada Lampiran F.2.

Korelasi konduktivitas dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) yang

dikenai proses aerasi pada gambar 4.15, 4.16, 4.17 dan 4.18 memiliki nilai korelasi

kuat hingga sangat kuat dengan pola hubungan yang menunjukkan kecenderungan

semakin besar nilai konsentrasi besi semakin besar pula nilai konduktivitasnya,

namun pada Fe3+ pada lokasi kota 1 memiliki nilai korelasi yang cukup lemah yaitu

sebesar 0.275, hal ini dikarenakan konsentrasi Fe3+ pada lokasi kota 1 memiliki

kondisi sampel air sumur yang terlalu keruh sehingga menghasilkan nilai korelasi

yang cukup lemah dan dapat dikatakan pada konsentrasi besi Fe3+ pada lokasi

Page 52: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

33

tersebut dalam bentuk endapan, sehingga dapat dikatakan konsentrasi besi (Fe total,

Fe2+ dan Fe3+) berpengaruh banyak terhadap nilai konduktivitas. Dimana nilai

konduktivitas tergantung pada ion-ion lain yang terukur pada sampel air sumur yang

terdiri dari beberapa lokasi tersebut. Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan kuat

hingga sangat kuat antara nilai konduktivitas dengan konsentrasi besi, paparan

tersebut berkesesuaian dengan pernyataan dari Susilawati (2008) bahwa semakin

besar ion-ion yang ada pada air akan memberi nilai konduktivitas semakin besar pula.

Nilai korelasi konduktivitas dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+)

pada lokasi jalan Jawa II sebesar 0.917, 0,275 dan 0.983. Pada lokasi daerah Patrang

memiliki nilai korelasi konduktivitas dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+)

sebesar 0.985, 0,985 dan 0.981. Untuk lokasi Baratan memiliki nilai korelasi antara

konduktivitas dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) sebesar 0.863, 0.935

dan 0.817 sedangkan nilai korelasi konduktivitas dengan korelasi besi (Fe total, Fe2+

dan Fe3+) di daerah Bintoro yaitu sebesar 0.787, 0.793 dan 0.649.

Gambar 4.15 Korelasi Konduktivitas (μS/cm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 1

9 Jam

6 jam

0 Jam3 Jam

r = 0.275

r = 0.917

r = 0.983

0,000

0,500

1,000

1,500

2,000

2,500

572 573 574 575 576 577 578 579

Kons

entr

asi B

esi (

ppm

)

Konduktivitas (μS/cm)

fe total

fe 2+

fe3+

Fe Total

Fe 2+

Fe 3+

Page 53: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

34

Gambar 4.16 Korelasi Konduktivitas (μS/cm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+

dan Fe3+) Lokasi Kota 2

Gambar 4.17 Korelasi Konduktivitas (μS/cm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+

dan Fe3+) Lokasi Dekat Sawah

0 Jam

3 Jam

9 Jam

6 Jam

r = 0.985

r = 0.985

r = 0.981

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

0,400

360 365 370 375 380 385 390 395

Kons

entr

asi b

esi (

ppm

)

Konduktivitas (μS/cm)

fe total

fe2+

fe3+

9 Jam

6 Jam

0 Jam

3 Jam

r = 0.817

r = 0.935

r = 0.863

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

480 490 500 510 520 530 540 550

Kons

entr

asi B

esi (

ppm

)

Konduktivitas (μS/cm)

fe total

fe2+

fe3+

Fe 2+

Fe 3+

Fe Total

Fe Total

Fe 2+

Fe 3+

Page 54: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

35

Gambar 4.18 Korelasi Konduktivitas (μS/cm) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+

dan Fe3+) Lokasi Desa

4.7 Korelasi Konsentrasi Besi ( Fe total, Fe2+ dan Fe3+) dengan Kekeruhan

Kekeruhan menurut Herlambang (2006) disebabkan hadirnya material koloid

sehingga air menjadi tampak keruh yang secara penglihatan kurang menarik dan

dapat berbahaya bagi kesehatan. Kekeruhan dapat pula disebabkan oleh partikel-

partikel tanah liat, lempung, atau akibat buangan limbah rumah tangga maupun

limbah industri atau bahkan karena adanya mikroorganisme dalam jumlah yang besar.

Nilai kekeruhan dinyatakan dalam satuan NTU (nephelometric turbidity units)

semakin banyak padatan tersuspensi dalam air, air terlihat semakin keruh dan

semakin tinggi pula nilai turbiditasnya. Namun nilai kekeruhan yang didapatkan pada

hasil penelitian tidak beraturan sehingga hubungan antara kekeruhan dan konsentrasi

besi dapat dilihat dari perhitungan korelasi antara konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan

Fe3+) sebelum dan sesudah aerasi dengan kekeruhan yang terdapat pada Lampiran

F.3.

Berdasarkan Gambar 4.19, 4.20, 4.21 dan 4.22 dapat dikatakan nilai

kekeruhan tidak beraturan sehingga dapat mempengaruhi nilai korelasi tersebut Nilai

r = 0.649

r = 0.787

r = 0.793

9 jam

6 jam3 jam

0 jam

0,000

0,020

0,040

0,060

0,080

0,100

0,120

0,140

0,160

0,180

255 260 265 270 275

Kons

entr

asi B

esi (

ppm

)

Konduktivitas (μS/cm)

Fe total

fe2+

fe 3+

Fe 2+

Fe 3+

Fe Total

Page 55: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

36

korelasi kekeruhan dengan konsentrasi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) pada kota 1 yaitu

sebesar - 0.096, 0.051 dan – 0.127, pada lokasi kota 2 diperoleh nilai korelasi sebesar

0.223 untuk Fe total, 0.232 untuk nilai Fe2+ dan 0.158 untuk nilai Fe3+. Pada lokasi

dekat sawah diperoleh nilai korelasi sebesar 0.046 untuk Fe total, 0.128 untuk Fe2+

dan – 0.471 untuk nilai Fe3+ sedangkan korelasi berturut-turut antara nilai kekeruhan

dan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) yaitu sebesar - 0.187, 0.105 dan – 0.188.

Nilai korelasi kekeruhan dengan konsentrasi besi dari semua lokasi dapat dikatakan

tidak beraturan. Hal ini disebabkan partikel-partikel tanah liat, lempung atau akibat

limbah rumah tangga ikut terukur selain itu dimungkinkan pengambilan sampel pada

variasi waktu yang berbeda juga mempengaruhi nilai dari kekeruhan tersebut.

Nilai korelasi dari paparan di atas dihasilkan antara lemah hingga sangat

lemah. Oleh karena itu dapat dikatakan tidak ada hubungan antara kekeruhan dengan

konsentrasi besi.

Gambar 4.19 Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 1

9 Jam3 jam

6 jam

0 jam

r = - 0.051

r = - 0.127

r = - 0.096

0,000

0,500

1,000

1,500

2,000

2,500

6,40 6,60 6,80 7,00 7,20 7,40 7,60

Kons

entr

asi B

esi (

ppm

)

Kekeruhan (NTU)

fe total

fe2+

fe3+Fe 3+

Fe 2+

Fe Total

Page 56: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

37

Gambar 4.20 Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Kota 2

Gambar 4.21 Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Dekat Sawah

0 Jam

3 Jam

6 Jam9 Jam r = 0.232

r = 0.223

r = 0.1580,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

0,400

0,80 0,90 1,00 1,10 1,20

Kons

entr

asi B

esi (

ppm

)

Kekeruhan (NTU)

fe total

fe2+

fe3+

0 Jam3 Jam6 Jam 9 Jam r = 0.046

r = 0.128

r = - 0.471

0,000

0,050

0,100

0,150

0,200

0,250

0,300

0,350

0,50 0,60 0,70 0,80 0,90

Kons

entr

asi B

esi (

ppm

)

Kekeruhan (NTU)

fe total

fe2+

fe3+

Fe Total

Fe 2+

Fe 3+

Fe Total

Fe 2+

Fe 3+

Page 57: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

38

Gambar 4.22 Korelasi Kekeruhan (NTU) dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) Lokasi Desa

r = 0.105

r = - 0.187

r = - 0.188

0 Jam

3 Jam9 Jam

6 Jam

0,000

0,020

0,040

0,060

0,080

0,100

0,120

0,140

0,160

0,180

0,15 0,20 0,25 0,30

Kons

entr

asi B

esi (

ppm

)

Kekeruhan (NTU)

fe tottal

fe 2+

fe3+

Fe Total

Fe 2+

Fe 3+

Page 58: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

BAB 5. PENUTUP

5.1 KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian, pengaruh aerasi terhadap kadar besi pada air

sumur pedesaan, perkotaan dan dekat persawahan di daerah Jember, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Ada pengaruh waktu aerasi terhadap perubahan konsentrasi Fe total pada

lokasi yang berbeda (air sumur pedesaan, dekat persawahan dan perkotaan)

sedangkan untuk konsentrasi Fe2+ dan Fe3+ hanya dipengaruhi oleh perbedaan

lokasi sampel air sumur.

2. Rata-rata waktu optimum aerasi terhadap kadar besi air sumur di pedesaan,

dekat persawahan dan perkotaan adalah 6 jam.

3. Ada hubungan kuat antara konsentrasi Fe2+ dan Fe3+ dengan nilai oksigen

terlarut dan konduktivitas namun tidak ada hubungan Fe2+ dan Fe3+ dengan

nilai kekeruhan sebelum aerasi dan sesudah aerasi.

5.2 Saran

Dari penelitian pengaruh aerasi terhadap kadar besi pada air sumur pedesaan,

perkotaan dan dekat persawahan di daerah Jember, maka saran yang diberikan yaitu

dilakukan pengukuran konsentrasi Fe3+ secara langsung.

Page 59: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Universitas Negeri Jakarta.

Arifiani, N.F. & Hadiwidodo, M. 2007. “Evaluasi Desain Instalasi Pengolahan Air PDAM Ibu Kota Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten”. Jurnal Presipitasi, Vol.3 (2).78-85.

Christian, G.D. 1977. Analytical Chemistry. USA: John Wiley & Sons

Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Yogyakarta :Universitas Atmajaya.

Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI Press.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.Yogyakarta: Kanisius.

Eaton, A.D., Clesceri, L.S. dan Greenberg, A.E.1995. Standart Method for the Examination of Water and Wastewater. Nineteenth Edition. Washington, DC: AWWA, WEF, APHA.

Hazmi, A., Desmiarti, R., Waldi, E.P., Hadiwibowo, A., Darwison. 2012. Penghilangan Mikroorganisme dalam Air Minum dengan Dielectric Barrier Discharge. Jurnal Rekayasa Elektrika. Vol. 10(1): 1-4.

Hendayana, S. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Semarang: IKIP.

Herlambang, A., 2006. Pencemaran Air dan Strategi Penggulangannya. JAI.Vol.2(1): 239-250.

Page 60: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

41

Istikasari, W. 2003. “Pengukuran Kadar Besi Secara Spektrofotometri dalam Air Sumur di Pemukiman Bekas Persawahan”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/2002 tanggal 29 Juli 2002. Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Martelli, Reis, Korn dan Rufini. 1997. The Use of Ion Exchange Resin for Reagen Immobilization and Concentration in Flow Systems. Determination of Nickel in Steel Alloys and Iron Speciation in Waters. J.Braz. Chem. Soc. Vol. 8(5): 479-485.

Mulyono, HAM. 2006. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Bumi Aksara.

Ningrum, S.P. 2004. “Studi Penentuan Kadar Besi dalam Air sebagai Kompleks Kloridanya dari Garam NaCl melalui Spektroskopi UV”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Notodarmojo, S. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Bandung: ITB

Notodarmojo, S. & Deniva, A. 2004. Penurunan Zat Organik dan Kekeruhan Menggunakan Teknologi Membran Ultrafiltrasi dengan Sistem Aliran Dead-End. Proc. ITB Sains & Tek. Vol. 36 A (1): 63-82.

Nugroho, 2008. Pengembangan Model Pengolahan Air Baku dengan Metoda Elektrogulasi. Jurnal Teknik. Vol.7 (2): 130-144.

Rahman, A. & Hartono, B. 2004. Penyaringan Air Tanah Dengan Zeolit Alami Untuk Menurunkan Kadar Besi Dan Mangan. Makara, Kesehatan. Vol. 8 (1): 1-6.

Page 61: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

42

Said, I. N, 2005. Metode Penghilangan Zat Besi dan Mangan di dalam Penyediaan Air Minum Domestik. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol.1 (3): 239-250.

Salmin, 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai salah satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Oseana. Vol. XXX (3): 21-26.

Sari, W & Karnaningroem, N. 2010.”Studi Penurunan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dengan Menggunakan Cascade Aerator dan Rapid Sand Filter pada Air Sumur Gali”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan ITS.

Safrini, F.E. 2009. “Pengaruh Aerasi Sederhana (Pompa Manual) dalam Menurunkan Kadar BOD dan COD Limbah Cair Medis di RSUD Kalisat Jember”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Sastrawijaya, T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Rieneka Cipta.

Siswoyo. 1998. “Perubahan Kondisi Fisik dan Kimiawi Air Sumur di Kotatif Jember Akibat Musim dan kepadatan Rumah Penduduk”. Tidak Diterbitkan. Laporan Penelitian. Jember: Lembaga Penelitian Universitas Jember.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI.

Susilawati & Sitepu, M. 2008. Studi Intrusi Air Laut dengna Pengukuran Konduktivitas Listrik Air Sumur di Kecamatan Sibolga Kabupaten Tapanuli Tengah. Jurnal Teknologi Proses. Vol.7(2): 133-140.

Sugriawan, I & Wahyono, S.C. 2007. Pengukuran Kekeruhan, Konduktivitas, Total Dissolved Solid (TDS) dan Warna Air Sungai Martapura Untuk Aktifitas Mandi Cuci Kakus (MCK) Masyarakat Pemukiman Bantaran Sungai Martapura Di Banjarmasin. Jurnal Fisika FLUX. Vol.4(2): 81-95.

Page 62: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

43

Syahputra, B. 2008. Penurunan Kadar Besi (Fe) pada Air Sumur Secara Pneumatic System. Jurnal Pondasi. Vol.14(2): 110-122.

Taufan, A. 2005. “Model alat pengolahan Fe dan Mn menggunakan sistem venturi aerator dengan variabel kecepatan aliran dan jumlah pipa”. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Surabaya: ITS.

Underwood, D. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga

Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Wardhani, AA & Rinaningsih. 2012. Pengembangan Tes Diagnostik Berbasis Komputer Menggunakan Program PHP My SQL pada Materi Pokok Kesetimbangan Kimia SMA Kelas XI. Unesa Journal of Chemical Education. Vol.1(1): 25 34.

Page 63: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

44

LAMPIRAN A. ABSORBANSI SENYAWA KOMPLEKS [Fe(phen)3]2+

PADA PANJANG GELOMBANG 400-700 nm

• Absorbansi pada Interval 10 nm • Absorbansi pada Interval 2 nm

No. Wavelength(nm) Abs1 700.0 -0.0022 690.0 -0.0023 680.0 -0.0024 670.0 -0.0025 660.0 -0.0026 650.0 -0.0027 640.0 -0.0018 630.0 0.0009 620.0 0.00110 610.0 0.00311 600.0 0.00712 590.0 0.01213 580.0 0.02114 570.0 0.03515 560.0 0.05916 550.0 0.10517 540.0 0.17618 530.0 0.26119 520.0 0.32320 510.0 0.34521 500.0 0.33422 490.0 0.32323 480.0 0.31824 470.0 0.30325 460.0 0.27726 450.0 0.25527 440.0 0.23728 430.0 0.21529 420.0 0.18830 410.0 0.15631 400.0 0.119

No. Wavelength(nm) Abs1 500.0 0.3342 502.0 0.3373 504.0 0.3404 508.0 0.3445 510.0 0.3456 512.0 0.3447 514.0 0.3418 516.0 0.3389 518.0 0.33110 520.0 0.323

Page 64: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

45

LAMPIRAN B. ABSORBANSI DAN KONSENTRASI DARI Fe TOTAL

LokasiWaktu Aerasi

AbsorbansiRata-rata

Persamaan Regresi LinearA1 A2 A3

Kota 1

0 Jam 0.2518 0.2523 0.2529 0.2523 y = 0.175x + 0.049

3 Jam 0.2482 0.2482 0.2483 0.2482 R2 = 0.983

6 Jam 0.2221 0.2221 0.2218 0.22209 Jam 0.2342 0.2343 0.2343 0.2343

Kota 2

0 Jam 0.0821 0.082 0.0821 0.0821 y = 0.17x + 0.0491

3 Jam 0.0721 0.0718 0.0718 0.0719 R2 = 0.9836 Jam 0.0637 0.0637 0.0637 0.06379 Jam 0.0674 0.0672 0.0674 0.0673

Dekat Sawah

0 Jam 0.0895 0.0896 0.0896 0.0896 y = 0.149x + 0.067

3 Jam 0.0873 0.0871 0.0873 0.0872 R2 = 0.9956 Jam 0.0861 0.0861 0.0862 0.0861

9 Jam 0.0864 0.0866 0.0866 0.0865

Desa

0 Jam 0.0312 0.0312 0.0314 0.0312 y = 0.179x + 0.017

3 Jam 0.0272 0.0272 0.0274 0.0273 R2 = 0.9856 Jam 0.0256 0.0256 0.0256 0.02569 Jam 0.0265 0.0265 0.0267 0.0266

Konsentrasi Fe total lokasi Dekat Sawah (daerah Baratan) pada saat 0 jam dapat

ditentukan dengan menggunakan persamaan garis yang terbentuk dari kurva kalibrasi

yaitu y = 0,149x + 0,067, nilai absorbansi yang dihasilkan sebesar 0,0895 maka

konsentrasi Fe total adalah

Page 65: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

46

Konsentrasi Fe total lokasi Kota 1 (Jalan Jawa II) 0 jam pada volume 25 mL adalah

Page 66: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

47

LAMPIRAN C. PENENTUAN DISTRIBUSI Fe TERHADAP LOKASI

Data konsentrasi Fe pada Tabel 4.1, distribusi Fe terhadap lokasi dapat diketahui dari

uji anova two way dengan rumus

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

(JK)

Derajat Bebas (db)

Kuadrat Tengah (KT) f Hitung f Tabel

Rata-rata baris

JKBdb***=

r-1

f tabel

Rata-rata Kolom

JKKdb**= k-

1

f tabel

Galat JKGdb* = (r-1)*(k-1)

Total JKT r*k-1

Page 67: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

48

Dengan : data pada baris ke-I, kolom ke-j

: total (jumlah)kolom ke-j

: total (jumlah) baris ke-i

: total (jumlah) seluruh pengamatan

k : banyaknya kolom

r : banyaknya baris

JKK : Jumlah Kuadrat Kolom

JKB : Jumlah Kuadrat Baris

JKG : Jumlah Kuadrat Galat

JKT : Jumlah Kuadrat Total

Untuk mengetahui pola distribusi besi (Fe Tota) terhadap lokasi adalah

Fe Total0 Jam 3 Jam 6 Jam 9 Jam Jumlah

Kota 1 2.324 2.277 1.977 2.118 8.695Kota 2 0.378 0.262 0.168 0.210 1.017

Dekat Sawah 0.303 0.272 0.257 0.262 1.094Desa 0.160 0.116 0.097 0.108 0.481

Jumlah 3.165 2.926 2.499 2.697 11.287

Penyelesaian :

1. a. H’0 : α1 = α2 = α3 = α4 = 0 (pengaruh baris nol)

b. H”0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 (pengaruh kolom adalah nol)

2. a. H’1 : sekurang-kurangnya satu αi tidak sama dengan nol

b. H”1 : sekurang-kurangnya satu βi tidak sama dengan nol

3. Taraf nyata (α) = 0.05

4. Wilayah kritik : (a) f1 > 3.86 (b) f2 > 3.86

5. Analisa varian:

Page 68: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

49

Analisa Ragam

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat Derajat BebasKuadrat Tengah

f Hitung

Nilai Tengah Baris 11.556 3 3.852 186.069Nilai Tengah

Kolom0.062 3 0.021 4.518

Galat 0.041 9 0.005

Total 11.659 15

6. Kesimpulan:(a) Tolak H’0 dan dapat disimpulkan bahwa ada beda rata-rata lokasi apabila

digunakan aerasi(b) Tolak H”0 dan dapat disimpulkan bahwa ada beda rata-rata hasil untuk

waktu aerasi

Page 69: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

50

LAMPIRAN D. WAKTU OPTIMUM AERASI

Data konsentrasi besi pada Tabel 4.1 sebagai acuan untuk mencari selisih

konsentrasi besi terbesar, sebelum aerasi dengan sesudah aerasi dengan cara:

Dengan :Konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) sebelum aerasi (0 jam)

: Konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+) sesudah aerasi (3 jam/

6jam/ 9jam)

Contoh Perhitungan Waktu Optimum Aerasi lokasi Kota 1 (Jalan Jawa II)

Page 70: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

51

LAMPIRAN E. PERHITUNGAN PENURUNAN KONSENTRASI BESI (%)

Data konsentrasi besi pada Tabel 4.1 sebagai acuan untuk menghitung

penurunan konsentrasi besi (%).

%100(%) xFe

FeFeEfisensi

x

yx

Keterangan :

[Fe]x : [Fe] sebelum aerasi

[Fe]y : [Fe] sesudah aerasi

Perhitungan Penurunan Konsentrasi Besi(%) lokasi Kota 1

Perhitungan Penurunan Konsentrasi Besi(%) lokasi Kota 2

Perhitungan Penurunan Konsentrasi Besi(%) lokasi Dekat Sawah

Perhitungan Penurunan Konsentrasi Besi(%) lokasi Desa

%86.8(%)

%100324.2

118.2324.2(%)

Efisiensi

xppm

ppmppmEfisiensi

%44(%)

%100378.0

210.0378.0(%)

Efisiensi

xppm

ppmppmEfisiensi

%5.13(%)

%100303.0

262.0303.0(%)

Efisiensi

xppm

ppmppmEfisiensi

%5.32(%)

%100160.0

108.0160.0(%)

Efisiensi

xppm

ppmppmEfisiensi

Page 71: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

52

LAMPIRAN F. PERHITUNGAN KORELASI

F.1 Korelasi antara Oksigen Terlarut dengan Konsentrasi Besi (Fe total, Fe2+

dan Fe3+)

Data Oksigen Oksigen Terlarut sebagai sumbu x dan Konsentrasi Besi (Fe Total, Fe2+

dan Fe3+) sebagai sumbu y

terlarut di perkotaan

Daerah jalan Jawa (Kota 1)

Waktu Aerasi (Jam) Oksigen Terlarut (ppm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)

0 2.3 2.324 0.898 1.426

3 2.5 2.277 0.798 1.479

6 3.1 1.977 0.596 1.382

9 3.3 2.118 0.662 1.456

Daerah Patrang (Kota 2)

Waktu Aerasi (Jam) Oksigen Terlarut (ppm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)

0 3.4 0.378 0.058 0.320

3 3.5 0.262 0.043 0.219

6 3.6 0.168 0.031 0.137

9 3.7 0.210 0.039 0.171

Data Oksigen Terlarut di dekat persawahan

Waktu Aerasi (Jam) Oksigen Terlarut (ppm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)

0 2.2 0.303 0.191 0.112

3 2.4 0.272 0.164 0.108

6 2.6 0.257 0.141 0.116

9 2.8 0.262 0.145 0.117

Page 72: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

53

Data Oksigen Terlarut di dekat pedesaan

Waktu Aerasi (Jam) Oksigen Terlarut (ppm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)

0 3.4 0.160 0.003 0.157

3 3.5 0.116 0.000 0.116

6 3.7 0.097 0.000 0.097

9 3.8 0.108 0.000 0.108

Korelasi antara oksigen terlarut dengan konsentrasi besi (Fe Total, Fe2+ dan Fe3+)

dapat ditentukan dengan rumus

Dengan r : Nilai koefisien korelasi

∑ xi : Jumlah pengamatan variabel X

∑ yi : Jumlah pengamatan variabel Y

∑XY : Jumlah hasil perkalian variable X dan Y

( ∑Xi2 ) : Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel X

( ∑Xi)2 : Kuadrat dari jumlah pengamatan variabel X

( ∑Yi2 ) : Jumlah kuadrat dari pengamatan variabel Y

( ∑Yi )2 : Kuadrat dari jumlah pengamatan variabel Y

n : Jumlah pasangan pengamatan Y dan X

Page 73: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

54

sehingga nilai korelasi di perkotaan dapat dihitung berdasarkan rumus dan data

tersebut, seperti berikut

Waktu Aerasi(Jam)

Oksigen terlarut (ppm)**

Fe2+

(ppm)*xy x2 y2

0 2.3 0.898 2.061 5.275 0.8063 2.5 0.798 2.003 6.300 0.6376 3.1 0.596 1.840 9.548 0.3559 3.3 0.662 2.184 10.890 0.438

Total 11.197 2.953 8.088 32.013 2.235

Page 74: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

55

F.2 Korelasi antara Konduktivitas dengan Konsentrasi Besi (Fe Total, Fe2+ dan

Fe3+)

Data Konduktivitas di perkotaan

Daerah jalan Jawa (Kota 1)

Waktu Aerasi (Jam) Konduktivitas (µS/cm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)

0 579 2.324 0.898 1.426

3 576 2.277 0.798 1.479

6 573 1.977 0.596 1.382

9 574 2.118 0.662 1.456Konduktivitas sebagai sumbu x dan Konsentrasi Besi (Fe Total, Fe2+ dan Fe3+) sebagai sumbu y

Daerah Patrang (Kota 2)

Waktu Aerasi (Jam) Konduktivitas (µS/cm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)

0 390 0.378 0.058 0.320

3 372 0.262 0.043 0.219

6 365 0.168 0.031 0.137

9 368 0.210 0.039 0.171

Data Konduktivitas di dekat persawahan

Waktu Aerasi (Jam) Konduktivitas (µS/cm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)

0 542 0.303 0.191 0.112

3 532 0.272 0.164 0.108

6 486 0.257 0.141 0.116

9 489 0.262 0.145 0.117

Page 75: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

56

Data Konduktivitas di pedesaan

Waktu Aerasi (Jam) Konduktivitas (µS/cm) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)

0 270 0.160 0.003 0.157

3 268 0.116 0.000 0.116

6 257 0.097 0.000 0.097

9 256 0.108 0.000 0.108

sehingga korelasi dari konduktivitas dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+)

dapat dihitung dengan rumus korelasi seperti pada Lampiran F.1.

Page 76: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

57

F.3 Perhitungan Korelasi antara Kekeruhan dengan Konsentrasi Besi (Fe total,

Fe2+ dan Fe3+)

Data Kekeruhan di perkotaan

Daerah jalan Jawa II (Kota 1)

Waktu Aerasi (Jam) Kekeruhan (NTU) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)

0 6.66 2.324 0.898 1.426

3 7.49 2.277 0.798 1.479

6 7.23 1.977 0.596 1.382

9 6.55 2.118 0.662 1.456

Kekeruhan sebagai sumbu x dan Konsentrasi Besi (Fe Total, Fe2+ dan Fe3+) sebagai sumbu y

Daerah Patrang (Kota2)

Waktu Aerasi (Jam) Kekeruhan (NTU) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)

0 0.95 0.378 0.058 0.320

3 1.13 0.262 0.043 0.219

6 0.93 0.168 0.031 0.137

9 0.83 0.210 0.039 0.171

Data Kekeruhan di dekat persawahan

Waktu Aerasi (Jam) Kekeruhan (NTU) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)

0 0.66 0.303 0.191 0.112

3 0.85 0.272 0.164 0.108

6 0.52 0.257 0.141 0.116

9 0.80 0.262 0.145 0.117

Page 77: Aisyah Poerwanta - 081810301038(1)

58

Data Kekeruhan di pedesaan

Waktu Aerasi (Jam) Kekeruhan (NTU) Fe Total (ppm) Fe2+(ppm) Fe3+(ppm)

0 0.21 0.160 0.003 0.157

3 0.29 0.116 0.000 0.116

6 0.16 0.097 0.000 0.097

9 0.22 0.108 0.000 0.108

sehingga korelasi dari kekeruhan dengan konsentrasi besi (Fe total, Fe2+ dan Fe3+)

dapat dihitung dengan rumus korelasi seperti pada Lampiran F.1.