Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

77
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vektor adalah salah satu hewan yang dapat menggeser kesehatan manusia dari sehat menjadi tidak sehat bukan hanya itu bahkan sebahagian kecilnya dapat mengganggu atau menghambat aktivitas kehidupan manusia. Salah satu vektor adalah nyamuk Aedes aegypti.Nyamuk tersebut dapat menimbulkan penyakit Demam Berdarah Dangue (DBD) bagi manusia. Penyakit Demam berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Virus penyakit ini membutuhkan masa multiplikasi selama 8 sampai 10 hari sebelum nyamuk menjadi infektif. Penyakit ini merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun terutama pada saat musim penghujan (Salmiyatun, 2005). DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi 1

description

Mengenai air ki yang dapat mengawet]msinktj0\wzbes,tw0 an\i0rmri][a0em\ ,z-n.eakan tahu

Transcript of Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

Page 1: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Vektor adalah salah satu hewan yang dapat menggeser

kesehatan manusia dari sehat menjadi tidak sehat bukan hanya itu

bahkan sebahagian kecilnya dapat mengganggu atau menghambat

aktivitas kehidupan manusia. Salah satu vektor adalah nyamuk Aedes

aegypti.Nyamuk tersebut dapat menimbulkan penyakit Demam

Berdarah Dangue (DBD) bagi manusia.

Penyakit Demam berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus

dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan

Aedes albopictus. Virus penyakit ini membutuhkan masa multiplikasi

selama 8 sampai 10 hari sebelum nyamuk menjadi infektif. Penyakit ini

merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi sepanjang tahun

terutama pada saat musim penghujan (Salmiyatun, 2005). DBD

pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi

virologist baru diperoleh pada tahun 1970. Dalam waktu relatif singkat

DBD telah dilaporkan diberbagai daerah di Indonesia, dan sampai

dengan tahun 1981 hanya provinsi Timor Timur yang belum

melaporkan terdapatnya penyakit itu (Sumarno, 2009).

Kasus DBD setiap tahun di Indonesia terus meningkat. Dinas

kesehatan propinsi Sulawesi Selatan mencatat jumlah kasus DBD 5

1

Page 2: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

tahun terakhir dimulai dari tahun 2007 sampai 2011. Pada tahun 2007

sebanyak 2.900 kasus (2.874 penderita dan 32 meninggal/ CFR:

1,11 %), pada tahun 2008 sebanyak 3.582 kasus (3.553 penderita dan

29 orang meninggal/ CFR: 0,82), tahun 2009 sebanyak 3.577 kasus

(3.553 penderita dan 24 orang meninggal/ CFR: 0,68 %), tahun 2010

sebanyak 4.258 kasus (4.225 penderita dan 33 orang meninggal/ CFR:

0,78 %), dan tahun 2011 sebanyak 1.892 kasus (1.877 penderita dan

15 orang meninggal/ CFR: 0,80 %). Kabupaten/ kota yang tertinggi

berada pada kabupaten/kota Palopo sebanyak 364 kasus (361

penderita dan 3 orang meninggal/ CFR: 0,83 %) sedangkan yang

terendah berada pada kabupaten Selayar sebanyak 1 penderita (Dinas

Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan, 2007- 2012).

Saat ini belum ditemukan jenis vaksin dan insektisida untuk

mencegah penyakit demam berdarah. Cara yang tepat untuk

menanggulangi penyakit DBD adalah memutuskan rantai penularan

penyakit. Pemutusan rantai penularan penyakit dapat dilakukan dengan

memberantas sarang nyamuk. Pemberantasan nyamuk dapat

dilakukan dengan fogging, namun hasilnya belum efektif. Cara

pengendalian yang efektif sebaiknya tidak hanya pada nyamuk dewasa

saja tetapi juga pada larva nyamuk karena hanya perlu waktu yang

singkat untuk menjadi dewasa (Sumarno, 2009).

Pengendalian jentik nyamuk yang dianggap efektif yaitu dengan

menggunakan insektisida sintesis. Penggunaan insektisida sintesis

2

Page 3: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

yang berlebihan dan berulang-ulang dapat menimbulkan dampak yang

tidak diinginkan yaitu pencemaran lingkungan, biological magnification

pada rantai makanan dengan segala akibatnya, serta penyakit

degeneratif dan keganasan yang semakin banyak. Oleh karena itu

perlu digunakan insektisida dari bahan alami yang lebih aman bagi

lingkungan (Sudjari. Dkk, 2009).

Salah satu insektisida bahan alami adalah biji pepaya (Carica

papaya L.). Pepaya (Carica papaya L) termasuk suku caricaceae.

Daerah asal tumbuhan ini dari Amerika, Hawai dan Filipina. Di

Indonesia sering disebut dengan nama buah pepaya. Buah pepaya

banyak ditemukan di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan, dan biji

dari buah pepaya tidak dimanfaatkan biasanya masyarakat hanya

mengambil daging buahnya saja sedangkan biji dari papaya dibuang

begitu saja.

Buah pepaya mengandung zat atau unsur senyawa yang sering

disebut papain. Papain adalah enzim proteolitik yang kita kenal untuk

melunakkan daging. Zat tersebut berproses dalam pemecahan jaringan

ikat, yang disebut proses proteolitik. Papain mempunyai sifat sebagai

anti toksik walaupun dalam dosis rendah, apabila masuk ke dalam

tubuh larva nyamuk Aedes aegypti akan menimbulkan reaksi kimia

dalam proses metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan

terhambatnya hormon pertumbuhan sehingga larva tidak bisa tumbuh

3

Page 4: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

menjadi instar IV. Bahkan akibat dari ketidakmampuan larva untuk

tumbuh akibatnya terjadi kematian.

Berdasarkan penelitian Bernard Santoso Suryajaya (2009)

dengan menggunakan serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) sebagai

Larvisida nyamuk Culex sp. dengan konsentrasi 0,0625%, 0,125%,

dan 0,25% dalam 1000 liter air, diperoleh hasil dimana pada

konsentrasi 0,0625% dengan rerata kematian 6%, konsentrasi 0,125%

dengan rerata kematian 74%, 0.25% dengan rerata kematian 99%, dan

temephos 100%. Oleh karena itu peneliti mencoba untuk melakukan

penelitian dengan menggunakan infusa sebuk biji papaya (Carica

papaya L.) dengan menaikkan konsentrasi yaitu 1 %, 3 %, 5 % dan

7 % untuk mematikan larva Aedes aegypti.

Hasil uji pendahuluan yang dilakukan dengan menggunakan

infusa serbuk biji papaya sebayak 0,5 gram dalam 1 liter air murni

mampu mematikan larva Aedes aegypti dalam waktu 24 jam.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian mencoba untuk

meneliti mengenai kemampuan infusa bubuk biji papaya (Carica

papaya L.) dengan variasi dosis untuk mematikan larva Aedes aegypti.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ”Seberapa Besarkah

Kemampuan Infusa Serbuk Biji Papaya (Carica papaya L.), dengan

Variasi Dosis untuk Mematikan Larva Nyamuk Aedes aegypti” .

4

Page 5: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan infusa

serbuk biji papaya (Carica papaya L.) dalam mematikan larva Aedes

aegypti.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kemampuan infusa serbuk biji pepaya dengan

konsentrasi 1 % dalam mematikan larva Aedes aegypti.

b. Untuk mengetahui kemampuan infusa serbuk biji pepaya dengan

konsentrasi 3 % dalam mematikan larva Aedes aegypti.

c. Untuk mengetahui kemampuan infusa serbuk biji pepaya dengan

konsentrasi 5 % dalam mematikan larva Aedes aegypti.

d. Untuk mengetahui kemampuan infusa serbuk biji pepaya dengan

konsentrasi 7 % dalam mematikan larva Aedes aegypti.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Memberi bukti- bukti empiris tentang afek bahan nabati serbuk

biji pepaya terhadap kematian larva Aedes aegypti.

2. Aspek Aplikatif

Dapat mengembangkan lebih lanjut insektisida nabati yang

berasal dari serbuk biji pepaya sehingga bisa menjadi alternatif pilihan

yang relatif aman, mudah, dan dapat dilakukan sendiri oleh

masyarakat dalam rangka pemberantasan nyamuk Aedes aegypti.

5

Page 6: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti merupakan spesies dari Aedes spp yang hidup di

daerah tropis dan merupakan vektor utama penyakit demam berdarah

yang hidup aktif di siang hari dan lebih senang mengisap darah

manusia, biasanya ketahanan hidup spesies ini tergantung pada

ketinggian permukaan laut dan tidak ditemukan di daerah dengan

ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan laut (Salmiyatun,

2005).

Tempat perindukan Aedes aegypti adalah didalam rumah dan

diluar rumah, nyamuk Aedes aegypti aktif didalam rumah dengan

hinggap dibaju – baju yang bergantungan dan berada di tempat yang

gelap seperti di bawah tempat tidur, dan mempunyai ciri pada

tubuhnya tampak bercak hitam putih bila dilihat dengan kaca

pembesar disisi kanan kiri punggungnya tampak dua garis berwarna

putih, suka bertelur di air yang bersih seperti di tempayan, bak mandi,

vas bunga segar yang berisi air dan menetas di dinding bejana air

(Salmiyatun, 2005).

Aedes aegypti bisa bertahan 2-3 bulan. Penularan penyakit

dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang

mengisap darah. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada

6

Page 7: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

siang hari, aktivitas menggigit biasanya mulai pagi sampai petang

hari, dengan 2 puncak aktivitas antara pukul 08.00-13.00 dan antara

jam 15.00-17.00. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan

protein yang diperlukan untuk Aedes aegypti memproduksi telur.

Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi

dari nektar bunga ataupun tumbuhan, Jenis ini menyenangi area yang

gelap dan lembab (Salmiyatun, 2005).

1. Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti penyebarannya sangat luas, meliputi hampir

semua daerah tropis di seluruh dunia. Sebagai pembawa virus

dengue, Aedes aegypti merupakan pembawa utama (primary vektor)

menciptakan siklus persebaran dengue di desa dan di kota. Mengingat

keganasan penyakit Demam Berdarah Dengue masyarakat harus

mampu mengenali dan mengetahui cara – cara mengendalikan jenis

nyamuk ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit Demam

Berdarah Dengue (DBD) (Wikipedia, 2008).

Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan

(toksonomi nyamuk) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

7

Page 8: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

Family : Culicidae

Genus : Aedes

Spesies : Aedes aegypti (Genis Ginanjar, 2004).

2. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti biasanya berukuran lebih kecil jika

dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus).

Telur Aedes aegypti mempunyai dinding bergaris – garis dan

membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Sedangkan

nyamuk Aedes spp dewasa memiliki ukuran sedang, dengan tubuh

berwarna hitam kecoklatan. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik

dengan garis-garis putih keperakan seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.1. Nyamuk Aedes aegypti

Di bagian punggung tubuhnya tampak dua garis melengkung

vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri dari spesies ini.

Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau

terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuk tua. Ukuran

dan warna nyamuk ini sering kali berbeda antar populasi, tergantung

dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama

8

Page 9: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

perkembangan. Nyamuk jantan umumnya lebih kecil dari nyamuk

betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan.

Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang (Genis Ginanjar,

2004).

3. Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Spesies ini mengalami metamorfosis yang sempurna. Nyamuk

betina meletakkan telur di atas permukaan air dalam keadaan

menempel pada dinding tempat permukaannya. Seekor nyamuk betina

dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur,

setelah kira-kira dua hari baru menetas menjadi larva, lalu

mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi

pupa dan untuk menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9-10 hari

(Genis Ginanjar, 2004). Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2

dibawah ini:

Gambar 2.2. Siklus hidup Nyamuk Aedes aegypti

9

Page 10: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

a. Stadium telur

Telur Nyamuk Aedes aegypti berwarna gelap, berbentuk oval

biasanya telur diletakkan diatas permukaan air satu- persatu dalam

keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Telur dapat

bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama ditempat yang kering

tanpa air dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu 250C – 300C.

Namun bila air cukup tersedia, telur-telur itu biasanya menetas 2-3 hari

sesudah diletakkan (Genis Ginanjar, 2004).

b. Stadium Larva

Stadium larva sering disebut jentik dan berlangsung 5-7 hari,

perkembangan larva tergantung pada temperatur air, kepadatan larva,

dan tersedianya makanan, larva nyamuk hidup dengan memakan

organisme-organisme kecil. Larva akan mati pada suhu dibawah 100C

dan diatas suhu 360C. Larva Aedes aegypti memiliki kepala yang

cukup besar serta torak dan abdomen yang cukup jelas. Untuk

mendapatkan oksigen biasanya larva menggantungkan dirinya agak

tegak lurus pada permukaan air. Kebanyakan larva nyamuk menyaring

mikroorganisme dan partikel – partikel lainnya dalam air, biasanya

larva melakukan pergantian kulit empat kali (Genis Ginanjar, 2004).

c. Stadium Pupa

Sesudah melewati pergantian kulit keempat, maka terjadi

pupasi. Pupa berbentuk agak pendek, tidak memerlukan makanan,

10

Page 11: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

tetapi tetap aktif bergerak dalam air terutama bila diganggu. Bila

perkembangan pupa sudah sempurna, yaitu sesudah 2 atau 3 hari

berkisar 270C – 320C umumnya nyamuk jantan menetas terlebih

dahulu dari nyamuk betina, maka kulit pupa pecah dan nyamuk

dewasa keluar serta terbang (Genis Ginanjar, 2004).

d. Stadium dewasa

Pada stadium dewasa nyamuk yang keluar dari pupa menjadi

nyamuk jantan dan nyamuk betina dengan perbandingan 1 : 1.

Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa berhenti sejenak diatas

permukaan air untuk mengeringkan tubuhnya terutama sayap –

sayapnya sesudah mampu mengembangkan sayapnya, nyamuk

dewasa akan segera kawin dan nyamuk betina yang telah dibuahi

akan mencari makan dalam waktu 24 – 36 jam kemudian.

Darah merupakan sumber protein terpenting untuk

mematangkan telurnya. Umur nyamuk dewasa dipengaruhi aktivitas

produksi dan jumlah makanan. Nyamuk Aedes aegypti dewasa rata-

rata dapat hidup selama 10 hari sedangkan di laboratorium mencapai

umur 2 bulan, Aedes aegypti mampu terbang sejauh 2 kilometer,

walaupun umumnya jarak terbangnya pendek yaitu kurang lebih 40

meter dan maksimal 100 meter (Genis Ginanjar, 2004).

4. Tata Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Telur nyamuk Ae. aegypti di dalam air dengan suhu 20 – 400C

akan menetas menjadi larva dalam waktu 1 – 2 hari kecepatan

11

Page 12: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air dan kandungan zat

makanan yang ada di dalam tempat perindukan. Stadium larva

berlangsung selama 6 – 8 hari, pada kondisi optimum, larva

berkembang menjadi pupa dalam waktu 4 – 9 hari, kemudian pupa

menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2 - 3 hari. Jadi pertumbuhan

dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa memerlukan

waktu kurang lebih 7 – 14 hari (Genis Ginanjar, 2004).

Ae. aegypti bersifat aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan

penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina

yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan

protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk jantan

tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga

ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda -

benda berwarna hitam atau merah (Wikipedia, 2008).

5. Kebiasaan Berkembangbiak (Breeding Habit)

Tempat perkembangbiakan nyamuk Ae. aegypti adalah

penampungan air bersih di dalam rumah ataupun berdekatan dengan

rumah, dan air bersih tersebut tidak bersentuhan langsung dengan

tanah (Ditjen PPM&PL, 2002). Tempat perkembangbiakan tersebut

berupa:

12

Page 13: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

a. Tempat penampungan air (TPA) yaitu tempat menampung air guna

keperluan sehari-hari seperti drum, tempayan, bak mandi, bak WC

dan ember.

b. Bukan tempat penampungan air (non TPA) yaitu tempat - tempat

yang biasa digunakan untuk menampung air tetapi bukan untuk

keperluan sehari-hari seperti tempat minum hewan piaraan, kaleng

bekas, ban bekas, botol, pecahan gelas, vas bunga dan perangkap

semut.

c. Tempat penampungan air alami (TPA alami/ natural) seperti lubang

pohon,lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang,

pangkal pohon pisang dan potongan bambu.

B. Larva Aedes aegypti

Larva Aedes aegypti dapat bertahan hidup dalam air selama

6 jam tanpa muncul dipermukaan air. Kehidupan jentik akan lebih baik

pada pH air yang mendekati normal 6,7 sampau 7,4 dan dengan suhu

antara 20 oC sampai 28 oC karena umumnya nyamuk akan meletakkan

telurnya pada temperatur ± 20 oC sampai 30 oC atau lebih dari 40 oC.

Ciri- ciri khas dari larva Aedes aegypti yaitu:

1. Adanya corong udara pada segmen terakhir.

2. Pada segmen- segmen abdomen tidak dijumpai adanya rambut-

rambut berbentuk kipas.

13

Page 14: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

3. Pada corong udara terdapat pectin.

4. Sepasang rambut serta jumbai akan ditemui pada corong udara

(siphon).

5. Pada setiap sisi abdomen segmen kedelapan ada comb scale

sebanyak 8 sampai 12 atau berjejer 1 sampai 3.

6. Berbentuk individu dari comb scale seperti duri

7. Pada sisi thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva

dan adanya sepasang rambut di kepala.

8. Corong udara atau siphon dilengkapi dengan pectin.

Perkembangan jentik mengalami 4 fase pertumbuhan yang

dikenal dengan instar I, II, III, dan IV. Adapun ciri- ciri dari instar adalah

sebagai berikut:

1. Instar I, berlangsung 1-2 hari, ciri- cirinya:

a. Ada spine dikepala,

b. Panjang kira-kira 1-1,5 mm,

c. Collarnya lebar

2. Instar II, berlangsung 1-2 hari, cirri-cirinya:

a. Tidak ada spine dikepala,

b. Lebih panjang dari stadium pertama,

c. Collarnya sempit,

3. Instar III, berlangsung 2-3 hari, ciri-cirinya:

a. Tidak ada spine dikepal,

14

Page 15: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

b. Lebih besar dan panjang dari stadium II dan bulu serta organ

lainnya mulai kelihatan berkembang,

c. Collarnya lebar.

4. Instar IV, berlangsung sekitar 3 hari, ciri-cirinya:

a. Tidak ada spine dikepala;

b. Lebih besar dan lebih panjang dari stadium III dengan bulu dan

organ lainnya sudah berkembang sempurna (Genis Ginanjar,

2004).

C. Pemberantasan Nyamuk Aedes aegypti

Pencegahan dan pemberantasan nyamuk Aedes aegypti dapat

dilakukan melalui dua cara yaitu:

1. Pemberantasan nyamuk Dewasa

Pemberantasan nyamuk dewasa dapat dilakukan melalui

cara yaitu:

a. Menambah pencahayan dalam rumah dengan menggunakan

cat yang berwarna cerah,

b. Mengurangi tanaman perdu/ hias yang tidak perlu,

c. Tidak membiasakan menggantung pakaian didalam kamar agar

tidak digunakan nyamuk untuk beristirahat,

d. Pengasapan (fogging) dengan menggunakan jenis insektisida

misalnya golongan organophosfat.

15

Page 16: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

2. Pemberantasan Larva Aedes aegypti

Pemberantasan terhadap larva Aedes aegypti dikenal

dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam berdarah

(PSN DBD) dilakukan dengan cara:

a. Fisik

Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau

mengurangi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti yang

dapat dilakukan dengan 3 M yaitu:

1) Menutup tempat penampungan air bersih,

2) Menguras bak mandi untuk memastikan adanya larva

nyamuk yang berkembang didalam air dan tidak ada telur

yang melekat pada dinding bak mandi,

3) Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung

air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.

b. Kimia

Dikenal dengan larvasida yakni cara memberantas larva

Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi

larva seperti abate.

c. Biologi

Pemberantasan larva Aedes aegypti secara biologi

dapat dilakukan dengan memelihara ikan pemakan larva atau

16

Page 17: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang, atau tempalau

dan lain – lainnya) (Salmiyatun. 2005).

D. Insektisida Sintetis dan Alami

Insektisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan

untuk membunuh serangga pengganggu (hama serangga). Insektisida

dapat membunuh serangga dengan dua mekanisme, yaitu dengan

meracuni makanannya (tanaman) dan dengan langsung meracuni

serangga tersebut (Subiyakto Sudarmo, 2009).

Proses masuknya insektisida ke dalam tubuh serangga dapat

melalui beberapa cara, diantaranya sebagai racun kontak, yang dapat

masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau dinding tubuh serangga,

racun perut atau mulut, masuk melalui alat pencernaan serangga dan

yang terakhir dengan fumigant, yang merupakan racun yang masuk

melalui pernafasan serangga, dan limonoid bersifat sebagai racun

(Genis Ginanjar, 2001).

Penerapan terus menerus insektisida sintetis dapat

menyebabkan pengembangan resistensi pada spesies vektor,

insektisida sintetis dapat berpengaruh terhadap kualitas lingkungan,

organisme, termasuk kesehatan manusia (Anupam Ghosh, 2012).

Penerapan insektisida alami ekstrak tanaman yang memiliki zat

aktif dari tanaman dapat dijadikan sebagai strategi alternatif,

17

Page 18: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

pengendalian nyamuk yang tersedia dari zaman dahulu. Hal ini tidak

beracun mudah tersedia dengan harga terjangkau, dan mudah terurai

dan menunjukkan spektrum luas terhadap berbagai jenis nyamuk

vektor (Anupam Ghosh, 2013).

Berbagai jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai

insektisida alami diantaranya, daun tomat, jahe, dan daun pepaya.

Daun tomat merupakan insektisida alami dan fungisida ringan, dapat

digunakan untuk semut, cacing, ulat bulu, telur serangga, belalang,

ngengat, nematoda, lalat putih, jamur, dan bakteri pembusuk. Jahe

dapat digunakan sebagai insektisida alami larva ulat dan ulat bulu.

Daun pepaya juga dapat digunakan sebagai insektisida alami rayap,

hama kecil, dan ulat bulu (Fairus hasan Alboneh, 2012).

Biji pepaya (carica papaya L.) juga dapat digunakan sebagai

larvasida alami terhadap larva nyamuk karena mengandung bahan

aktif yaitu alkaloid karpaina yang bersifat toksis dan menimbulkan

reaksi kimia dalam proses metabolisme tubuh larva yang dapat

menyebabkan terhambatnya hormon pertumbuhan sehingga larva

tidak dapat melakukan metamorfosis secara sempurna, yang

mengakibatkan larva tidak tumbuh menjadi instar IV, bahkan

mengakibatkan kematian (Anupam Ghosh, 2013).

E. Tanaman Papaya (Carica papaya L.)

Pepaya merupakan tanaman buah menahun yang tumbuh pada

tanah lembab yang subur dan tidak tergenang air. Pepaya ini sering

18

Page 19: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

dijumpai di dataran rendah sampai 1000 m di atas permukaan laut.

Pepaya merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Tengah

(Moehd Baga kalie, 2008)

1. Klasifikasi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)

Klasifikasi dari tanaman pepaya (Carica papaya L.) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivisio : Spermatophyta

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Dilleniidae

Ordo : Violales

Familia : Caricaceae

Genus : Carica

Spesies : Carica papaya L. (Moehd Baga kalie, 2008)

2. Morfologi Tanaman Pepaya (Carica papaya L.)

Tanaman pepaya merupakan jenis semak berbentuk pohon

dengan batang yang lurus, bulat silindris, di atas bisa bercabang bisa

tidak. Sebelah dalam serupa spons dan berongga, di luar terdapat

tanda bekas daun yang banyak, tinggi 2,5 – 10 m. Daun berjejal pada

ujung batang dan ujung cabang; tangkai daun bulat silindris, berongga,

19

Page 20: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

panjang 25 – 100 cm; helaian daun bulat telur bulat, bertulang daun

menjari, bercangap menjari berbagi menjari, ujung runcing dan

pangkal berbentuk jantung, garis tengah 25 – 75 cm, taju selalu

berlekuk menyirip tidak beraturan (Moehd Baga kalie, 2008).

Bunga hampir selalu berkelamin 1 dan berumah 2, tetapi

kebanyakan dengan beberapa bunga berkelamin 2 pada karangan

bunga yang jantan. Bunga jantan pada tandan yang serupa malai dan

bertangkai panjang, kelopak sangat kecil; mahkota berbentuk

terompet, putih kekuningan, dengan tepi yang bertaju 5 dan tabung

yang panjang, langsing, taju terputar dalam kuncup; kepala sari

bertangkai pendek dan duduk. Bunga betina kebanyakan berdiri

sendiri; daun mahkota lepas atau hampir lepas, putih kekuning-

kuningan, bakal buah beruang 1, kepala putik 5, duduk.

Buah pepaya bulat telur memanjang atau bentuk “peer” (seperti

bohlam lampu), berdaging dan berisi cairan. Jumlah biji banyak,

dibungkus oleh selaput yang berisi cairan, di dalamnya berduri tempel

berjerawat (Moehd Baga kalie, 2008). Berikut gambar biji pepaya

(Carica papaya L.) :

Gambar 2.3 Buah dan biji Pepaya (Carica papaya L.)

20

Page 21: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

3. Kandungan Senyawa Aktif dan Manfaat

Biji Pepaya (Carica papaya L.)

a. Daun Pepaya

Daun pepaya (Carica papaya L.) mengandung berbagai macam

zat, antara lain, vitamin A 18250 SI, vitamin B1 0,15 mg, vitamin C

140 mg, kalori 79 kal, protein 8,0 gram, lemak 2 gram, hidrat Arang

11,9 gram, kalsium 353 mg, fosfor 63 mg, besi 0,8 mg, air 75,4 gram,

papayotin, kautsyuk, karpain, dan karposit. Daun pepaya mengandung

bahan aktif papain, sehingga efektif untuk mengendalikan ulat dan

hama penghisap (Setiawan Dalimartha, 2008).

b. Buah Pepaya

Buah pepaya mengandung karotena, pectin, d-galaktosa,

papain dan sebagainya. Buah pepaya banyak sekali manfaatnya salah

satu diantaranya dapat memperlancar buang air besar, meningkatkan

asupan serap, memperlancar ASI, gangguan lambung, mengatasi

sembelit (www.wikipedia.com. 2012).

c. Biji Pepaya

Apabila dikaitkan dengan senyawa aktif dari tanaman ini

ternyata banyak diantaranya mengandung alkaloid, steroid, tanin dan

minyak atsiri. Dalam biji papaya mengandung senyawa – senyawa

steroid. Kandungan biji dalam buah pepaya kira-kira 14,3 % dari

21

Page 22: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

keseluruhan buah pepaya (Setiawan Dalimartha, 2008).

Kandungannya berupa asam lemak tak jenuh yang tinggi, yaitu asam

oleat dan palmitat. Selain mengandung asam-asam lemak, biji pepaya

diketahui mengandung senyawa kimia lain seperti golongan fenol,

alkaloid, terpenoid dan saponin (Subiyakto Sudarmo, 2009).

Zat-zat aktif yang terkandung dalam biji pepaya tersebut bisa

berefek sitotoksik, anti androgen atau berefek estrogenik. Alkaloid

salah satunya yang terkandung dalam biji papaya dapat berefek

sitotoksik. Efek sitotoksik tersebut akan menyebabkan gangguan

metabolisme sel spermatogenik (Subiyakto Sudarmo, 2009).

F. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian pada latar belakang permasalahan diatas,

maka kerangka konsepsional dalam penelitian ini sebagai berikut:

22

Page 23: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

Gambar 2.4. Skema Kerangka Konsepsional

23

Larva Aedes aegypti

Pengujian 20 larva Aedes aegypti

(konsentrasi 0 %)

Toleran (kematian antara 80 - 90 %)

Infusa Serbuk biji pepaya

Pengujian 20 larva Aedes aegypti

(konsentrasi 1 %)

Pengujian 20 larva Aedes aegypti

(konsentrasi 3 %)

Pengujian 20 larva Aedes aegypti

(konsentrasi 5 %)

Pengujian 20 larva Aedes aegypti

(konsentrasi 7 %)

Tidak efektif (kematian jentik < 80 %)

Kontrol

Air murni

Diamati setiap 30 menit dalam waktu 24 jam

3 kali pengulangan (replikasi)

Efektif (kematian jentik > 90 %)

Page 24: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

Keterangan:

Larva Aedes aegypti merupakan sampel uji dalam penelitian ini,

infusa biji pepaya dibuat dari biji pepaya yang sudah dikeringkan, lalu

dijadikan serbuk. Serbuk biji pepaya ditimbang dan dimasukkan ke

dalam panci kecil sesuai konsentrasi dosis yang ditentukan (1 %, 3 %,

5 % dan 7 %) beserta 100 ml air. Didihkan panci besar, lalu simpan

panci kecil diatas panci besar dalam keadaan api yang tetap menyala.

Pemanasan dilakukan selama 10 menit hingga suhu di panci kecil

mencapai 80 0C sampai 90 0C lalu hasil infusa disaring dan dilakukan

pengenceran.dengan penambahan air murni hingga 1000 ml.

Ada berbagai konsentrasi yaitu digunakan yaitu 1 % (0,1 gram

serbuk biji pepaya), 3 % (0,3 gram serbuk biji pepaya), konsentrasi

sebanyak 5 % (0,5 gram serbuk biji pepaya), dan konsentrasi

sebanyak 7 % (0,7 gram serbuk biji pepaya) dalam 1000 ml air murni,

dan sebagai kontrol adalah 1000 liter air murni serta. Kemudian

dilakukan pengujian terhadap 20 ekor larva Aedes aegypti pada

masing- masing perlakuan atau wadah. Setelah itu dilakukan

pengamatan pada kontrol dan keempat perlakuan, setiap 30 menit

selama 24 jam dengan tiga kali percobaan (replikasi) dan dilakukan

analisa, apakah infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) efektif

(kematian larva >90 %), toleran (kematian antara 80 sampai

90 %) dan tidak efektif (kematian larva < 80 %).

G. Variabel Penelitian

24

Page 25: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

Adapun struktur hubungan antara variable dari penelitian yaitu:

a. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat

yaitu konsentrasi serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) 1 %, 3 %,

5 % dan 7 %.

b. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

bebas yaitu larva Ades aegypti.

c. Variabel pengganggu adalah variabel yang turut berpengaruh pada

variabel terikat yaitu, kondisi dan umur larva.

Gambar 2.5. Skema Hubungan antar Variabel

H. Definisi Operasional

1. Konsentasi 1 % dalam penelitian ini yaitu 0,1 gram serbuk biji

pepaya dalam 1000 ml air murni (aquades).

2. Konsentasi 3 % dalam penelitian ini yaitu 0,3 gram serbuk biji

pepaya dalam 1000 ml air murni (aquades).

25

Variabel Terikat

Kematian Larva Aedes aegypti

Variabel Bebas

Konsentrasi serbuk biji papaya:

- 1 %- 3 %- 5 %- 7 %

Variabel Pengganggu

- kondisi larva- umur

Page 26: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

3. Konsentasi 5 % dalam penelitian ini yaitu 0,5 gram serbuk biji

pepaya dalam 1000 ml air murni (aquades).

4. Konsentasi 7 % dalam penelitian ini yaitu 0,7 gram serbuk biji

pepaya dalam 1000 ml air murni (aquades).

5. Kontrol dalam penelitian ini adalah suatu sampel uji coba yang

tidak diberikan perlakuan khusus yaitu 1000 ml air murni (aquades).

6. Infusa serbuk biji pepaya dalam penelitian ini adalah diperoleh

dengan pemanasan serbuk biji pepaya yang sudah dikeringkan

yang dilakukan selama 15 menit pada suhu 80 sampai 90 derajat

celcius.

7. Kematian larva Aedes aegypti dalam penelitian ini adalah larva

yang mati setelah kontak dengan infusa serbuk biji papaya (Carica

papaya L.)

8. Kondisi larva dalam penelitian ini adalah larva Aedes aegypti harus

dalam keadaan aktif dan berespon terhadap rangsangan benda.

I. Kriteria Objektif

Interpretasi yang digunakan sesuai dengan uji kerentanan

terhadap larva nyamuk yaitu menurut Chasan 2005, larvasida

dikatakan efektif dan tidak efektif apabila :

1. Efektif : kematian larva Aedes aegypti lebih besar dari 90 %,

2. Toleran : kematian larva Aedes aegypti antara 80 % sampai

90 %,

3. Tidak efektif : kematian larva Aedes aegypti kurang dari 80 %

26

Page 27: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental yaitu quasi

eksperimental (eksperimen semu) dengan post test only control group

design, dengan desain sebagai berikut:

Xo Xn

Co Cn

Keterangan:

Xo : Kelompok yang diberi perlakuan dengan pemberian infusa

serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) dalam berbagai

konsentrasi (1 %, 3 %, 5 % dan 7 %) terhadap kelompok

eksperimen.

Co : Kelompok kontrol, kelompok ini tidak mendapat perlakuan.

Xn : Pengamatan (observasi) terhadap jumlah larva Aedes aegypti

yang mati setelah waktu pengamatan tertentu pada kelompok

yang diberi perlakuan.

Cn : Pengamatan (observasi) terhadap jumlah larva Aedes aegypti

yang mati setelah waktu pengamatan tertentu pada kelompok

kontrol.

Desain penelitian ini dipilih karena tidak dilakukan pre test

terhadap sampel sebelum perlakuan, karena telah dilakukan

27

Page 28: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

randomisasi baik pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol;

kelompok-kelompok tersebut dianggap sama sebelum dilakukan

perlakuan. Dengan cara ini memungkinkan dilakukan pengukuran

pengaruh perlakuan (intervensi) pada kelompok eksperimen yang satu

dengan cara membandingkannya dengan kelompok eksperimen yang

lain dan kelompok kontrol.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Laboratorium Jurusan Kesehatan

Lingkungan Politeknik Kesehatan Makassar.

2. Waktu penelitian

Waktu penelitian dibagi dua tahap, yaitu :

a. Tahap pertama yaitu persiapan, untuk kepentingan penyusunan

proposal yang berlangsung pada bulan Juni sampai Juli 2013.

b. Tahap kedua yaitu pelaksanaan kegiatan penelitian yang

berlangsung pada bulan Juli sampai Agustus 2013.

C. Sampel Penelitian

1. Sampel

1) Larva Aedes aegypti yang telah mencapai instar IV.

2) Larva bergerak aktif.

2. Besar Sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 20 ekor larva

instar IV setiap unit perlakuan. Dengan pertimbangan untuk

28

Page 29: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

eksperimen larva 20 sampai 25 ekor (WHO). Pada masing – masing

konsentrasi dikalikan dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Jumlah

seluruh sampel yang dibutuhkan sebanyak 300 larva Aedes aegypti.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

dilakukan secara simple random sampling terhadap larva Aedes

aegypti. Pengambilan larva dengan menggunakan pipet larva.

D. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data

1. Sumber data

a. Data primer

Data primer yang dimaksud adalah data penelitian yang

diperoleh dari hasil pengujian yaitu berapa banyak larva Aedes aegypti

yang mati setelah ditambahkan infusa serbuk biji papaya dengan

konsentrasi yang telah ditentukan.

b. Data Sekunder

Data sekunder yang dimaksud adalah data yang diperoleh dari

hasil studi kepustakaan serta literatur – literatur yang ada

hubungannya dengan objek penelitian.

2. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

29

Page 30: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

a. Editing

Pengolahan data dengan editing yaitu meneliti data yang

diperoleh guna kelengkapan data.

b. Tabulasi Data

Pengolahan data dengan tabulasi data dilakukan untuk

memudahkan pada waktu menganalisis data yang diperoleh.

3. Metode Analisa Data

a. Diskriptif

Hasil pengamatan yang diperoleh saat pelaksanaan eksperimen

disajikan dalam bentuk tabel, presentase, dan grafik hasil penelitian

disertai uraian – uraian yang didasarkan pada teori pendukung.

b. Analitik

Analisa data dilakukan dengan bantuan program komputer yaitu

dengan menggunakan komputer yang meliputi analisis Varians

(Anova) untuk menguji perbedaan rata – rata jumlah kematian larva

Aedes aegypti pada berbagai tingkat konsentrasi infusa serbuk biji

pepaya (Carica papaya L.), dengan taraf kepercayaan 95 %.

E. Metode Pelaksanaan Eksperimen

1. Pembuatan Infusa Serbuk Biji

Pepaya (Carica papaya L.)

a. Alat

1) Gelas ukur 1000 ml

2) Timbangan

30

Page 31: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

3) Lumpang dan alu

4) Spatula (pengaduk)

5) Panci

b. Bahan

1) Serbuk biji pepaya 1 gram dalam satu kali percobaan (6 gram

dalam enam kali percobaan)

2) Air murni (aquades)

c. Cara Kerja

1) Siapkan biji pepaya kemudian dicuci sampai bersih lalu tiriskan,

2) jemur biji pepaya sampai kering, biji papaya kemudian

ditumbuk, sampai halus,

3) Serbuk biji pepaya ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan

ke dalam panci kecil sebanyak 0,0625 gram, 0,125 gram, 0,25

dan 0,5 gram masing – masing kedalam 1000 ml air murni,

4) Didihkan panci besar, lalu simpan panci kecil diatas panci besar

dalam keadaan api yang tetap menyala,

5) Pemanasan dilakukan selama 10 menit hingga suhu di panci

kecil mencapai 80 0C lalu hasil infusa disaring dan diamkan

sampai suhunya normal (tidak panas).

2. Pengujian Infusa Serbuk Biji Pepaya (Carica papaya L.)

terhadap Larva Aedes aegypti

a. Alat

1) Beaker glass ukuran 1000 ml sebanyak 5 buah,

31

Page 32: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

2) Gelas ukur 1000 ml,

3) Batang pengaduk,

4) Timer,

5) Counter,

6) Senter,

7) Pipet isap,

8) Kertas lakmus untuk mengukur pH media percobaan,

9) Thermometer untuk mengukur suhu media percobaan, dan

10) Perlengkapan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.

b. Bahan

1) Larva Aedes aegypti instar IV sebanyak 100 ekor untuk 1 kali

percobaan (600 untuk 6 kali percobaan)

2) Infusa serbuk biji papaya

3) Aquades

c. Cara kerja

1) Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan,

2) Isi masing masing 3 wadah dengan infusa serbuk biji papaya

masukkan air bersih (aquades) dengan masing – masing

konsentrasi, wadah I dengan konsentrasi 0,625 %, II dengan

1,25 %, wadah ke III dengan konsentrasi 2,5 % dan wadah IV

yaitu 5 %. Serta wadah V sebagai kontrol dengan 1000 ml air

murni (aquades),

32

Page 33: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

3) Masukkan larva Aedes aegypti sebanyak 20 ekor kedalam

masing– masing wadah, dilakukan pengulangan (replikasi) pada

masing – masing perlakuan, kemudian amati larva pada semua

wadah tersebut dalam waktu 24 jam setiap 30 menit,

4) Dilakukan pengamatan dan pencatatan terhadap jumlah larva

selama 24 jam setiap 30 menit dengan enam kali pengulangan.

5) Selama penelitian berlangsung diukur dan dicatat pH dan suhu

media percobaan.

6) Apabila jumlah kematian larva pada kelompok kontrol kurang

dari 5 %, maka diabaikan, sedangkan apabila lebih dari 20%

maka uji harus diulang. Sedangkan apabila kematain larva pada

kelompok control antara 5 – 20% maka untuk menghitung

persentase kematian larva pada masing – masing dosis

konsentrasi dengan menggunakan formula/ rumus Abbot:

7) Lakukan 6 kali pengulangan (replikasi),

8) Diukur dan dicatat pH dan suhu media selama penelitian

berlangsung, dan

9) Hitung dan catat jumlah kematian larva yang mati baik pada

kelompok control maupun kelompok perlakuan.

33

% kematian perlakuan – % kematian kontrol x 100 %

100% – % kematian kontrol

Page 34: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

3. Perhitungan konsentrasi

a. Konsentrasi 1 %

0,1100

gram x 1000 ml = 1 %, artinya 0,1 gr serbuk biji pepaya

ditambahkan kedalam 1000 ml air murni (aquades).

b. Konsentrasi 2 %

0,3100

gram x 1000 ml = 3%, artinya 0,3 gr serbuk biji pepaya

ditambahkan kedalam 1000 ml air murni (aquades).

c. Konsentrasi 5 %

0,5100

gram x 1000 ml = 5 %, artinya 0,5 gr serbuk biji pepaya

ditambahkan kedalam 1000 ml air murni (aquades).

d. Konsentrasi 7 %

0,7100

gramx 1000 ml = 7 %, artinya 0,7 gr serbuk biji pepaya

ditambahkan kedalam 1000 ml air murni (aquades).

34

Page 35: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan pada tanggal 5

sampai 7 Agustus 2013 di Laboratorium Kesehatan lingkungan

Makassar mengenai kemampuan infusa serbuk biji pepaya (Carica

papaya L.) sebagai larvasida untuk mematikan larva Aedes aegypti

dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 1 %, 3 %, 5 % dan 7 %.

Setiap konsentrasi masing – masing diberikan 20 ekor larva dan

pada masing – masing konsentrasi dilakukan pengulangan sebanyak 3

kali. Kematian larva dikontrol setiap 30 menit dalam 24 jam sampai

seluruh larva mati, maka hasil penelitian yang diperoleh dapat

disajikan dalam tabulasi data sebagai berikut :

1. Pemeriksaan pH

Berdasarkan hasil pemeriksaan pH setelah penambahan infusa

serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) dengan berbagai konsentrasi

yang diujikan diperoleh hasil pemerisaan (tabel 4.1) yaitu pH setelah

penambahan infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) pada

konsentarasi 1 %, 3 %, 5 dan 7 % dengan replikasi I, II, dan III yaitu 7

35

Page 36: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

dengan pH rata-rata sebesar 7. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1

Pemeriksaan pH setelah Penambahan Infusa Serbuk Biji Pepaya

NoPerlakuan/

Konsentrasi (%)

pH Ʃ Rata-

rataKeteranganReplikasi

IReplikasi

IIReplikasi

III1

2

3

4

1

3

5

7

7

7

7

7

7

7

7

7

7

7

7

7

7

7

7

7

Konsentrasi 1, 3, 5 dan 7 % memenuhi syarat kualitas air bersih yaitu 6,5-9,0 (Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990)

Sumber: Data primer, 2013

2. Pemeriksaan Kekeruhan

Berdasarkan hasil pemeriksaan kekeruhan setelah

penambahan infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) dengan

berbagai konsentrasi yang diujikan diperoleh hasil pemeriksaan

sebagai berikut:

Tabel 4.2

Pemeriksaan kekeruhan setelah Penambahan Infusa Serbuk Biji Pepaya

NoPerlakuan/

Konsentrasi (%)

Kekeruhan (NTU) Ʃ Rata-

rataKeterangan Replikasi

IReplikasi

IIReplikasi

III

36

Page 37: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

1

2

3

4

1

3

5

7

2,67

6,37

10,94

11,81

2,74

6,37

10,89

11,81

2,61

6,33

10,93

11,78

2,67

6,36

10,92

11,80

Konsentrasi 1, 3, 5 dan 7 % memenuhi syarat kualitas air bersih yaitu 25 NTU (Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990)

Sumber: Data primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.6 hasil dari pemeriksaan kekeruhan setelah

penambahan infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) pada

konsentarasi 1 %, replikasi I, yaitu 2,67 NTU, replikasi II sebesar 2,74

NTU dan replikasi III 2,61 NTU dengan kekeruhan rata-rata sebesar

2,67 NTU. Pada konsentrasi 3 % replikasi I dan II yaitu 6,37 NTU,

replikasi III 6,33 NTU dengan rata-rata sebesar 6,36 NTU. Pada

Konsentrasi 5 %, replikasi I, yaitu 10,94 NTU, replikasi II sebesar 10,89

NTU dan replikasi III 10,93 NTU dengan rata-rata sebesar 2,67 NTU.

replikasi I, yaitu 2,67 NTU, replikasi II sebesar 2,74 NTU dan replikasi

2,61 NTU dengan kekeruhan rata-rata sebesar 2,67 NTU.

3. Kematian Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk

Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 1 %

dalam 1000 ml Air Murni

Berdasarkan hasil penelitian rata – rata kematian setelah diberi

perlakuan, dalam waktu Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk

Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 1 % dalam 1000 ml

Air Murni dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini:

37

Page 38: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

Tabel 4.3

Kematian Larva Aedes aegypti pada Konsentrasi 1 % Infusa Serbuk Biji Pepaya (Carica papaya L.)

Waktu (menit)

Jumlah larva (ekor)

Jumlah kematian Larva setiap Perlakuan

KontrolƩ Rata-Rata Kematian

LarvaReplikasi

IReplikasi

IIReplikasi

III1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

30

60

90

120

150

180

210

240

270

300

330

360

390

20

20

20

20

20

20

20

20

20

20

20

20

20

0

0

1

2

3

6

8

9

11

13

19

19

20

0

0

1

2

3

6

8

8

11

13

18

19

20

0

0

1

2

4

6

8

9

11

14

19

19

20

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

2

3

6

8

9

11

13

19

19

20

Sumber: Data Primer, 2013

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa pada menit ke-

90 rata-rata kematian larva adalah 1 ekor, pada menit ke-120 rata-rata

kematian larva adalah 2 ekor, pada menit ke-150 rata-rata kematian

38

Page 39: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

larva adalah 3 ekor, menit ke-180 rata-rata kematian larva adalah

6 ekor. Menit ke-210 rata-rata kematian larva adalah 8 ekor, pada

menit ke-240 rata-rata kematian larva adalah 9 ekor, pada menit ke-

270 rata-rata kematian larva adalah 11 ekor, pada menit ke-300 rata-

rata kematian larva adalah 13 ekor, pada menit ke-330 rata-rata

kematian larva adalah 19 ekor, pada menit ke-330 rata-rata kematian

larva adalah 19 ekor, sedangkan pada menit ke-390 rata-rata kematian

larva adalah 20 ekor.

4. Kematian Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk

Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 3 %

dalam 1000 ml Air Murni

Berdasarkan hasil penelitian rata – rata kematian setelah diberi

perlakuan, dalam waktu Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk

Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 3 % dalam 1000 ml

Air Murni dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4

Kematian Larva Aedes aegypti pada Konsentrasi 3 % Infusa Serbuk Biji Pepaya (Carica papaya L.)

NoWaktu (menit)

Jumlah larva (ekor)

Jumlah kematian Larva setiap Perlakuan

KontrolƩ Rata-Rata Kematian

LarvaReplikasi

IReplikasi

IIReplikasi

III

39

Page 40: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

30

60

90

120

150

180

210

240

270

20

20

20

20

20

20

20

20

20

1

2

3

6

8

9

14

18

20

1

2

3

6

8

10

14

18

20

0

2

3

5

8

10

14

18

20

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

2

3

6

8

10

14

18

20

Sumber: data Primer, 2013.

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa pada menit ke-

30 rata-rata kematian larva adalah 1 ekor, pada menit ke-60 rata-rata

kematian larva adalah 2 ekor, pada menit ke-90 rata-rata kematian

larva adalah 3 ekor, pada menit ke-120 rata-rata kematian larva adalah

6 ekor, pada menit ke-150 rata-rata kematian larva adalah 8 ekor,

menit ke-180 rata-rata kematian larva adalah 10 ekor. Menit ke-210

rata-rata kematian larva adalah 14 ekor, pada menit ke-240 rata-rata

kematian larva adalah 18 ekor, serta pada menit ke-270 rata-rata

kematian larva adalah 20 ekor.

5. Kematian Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk

Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 5 %

dalam 1000 ml Air Murni

Berdasarkan hasil penelitian rata – rata kematian setelah diberi

perlakuan, dalam waktu Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk

40

Page 41: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 5 % dalam 1000 ml

Air Murni dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 4.5

Kematian Larva Aedes aegypti pada Konsentrasi 5 % Infusa Serbuk Biji Pepaya (Carica papaya L.)

NoWaktu (menit)

Jumlah larva (ekor)

Jumlah kematian Larva setiap Perlakuan

KontrolƩ Rata-Rata Kematian

LarvaReplikasi I

Replikasi II

Replikasi III

1

2

3

4

5

6

30

60

90

120

150

180

20

20

20

20

20

20

2

4

8

15

18

20

2

5

9

16

19

20

2

5

8

14

19

20

0

0

0

0

0

0

2

5

8

15

19

20

Sumber: data Primer, 2013.

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa pada menit ke-

30 rata-rata kematian larva adalah 2 ekor, pada menit ke-60 rata-rata

kematian larva adalah 5 ekor, pada menit ke-90 rata-rata kematian

larva adalah 8 ekor, pada menit ke-120 rata-rata kematian larva adalah

41

Page 42: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

15 ekor, pada menit ke-150 rata-rata kematian larva adalah 19 ekor,

sedangkan pada menit ke-180 rata-rata kematian larva adalah 20 ekor.

6. Kematian Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk

Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 7 %

dalam 1000 ml Air Murni

Berdasarkan hasil penelitian rata – rata kematian setelah diberi

perlakuan, dalam waktu Larva Aedes aegypti dengan Infusa Serbuk

Biji Pepaya (Carica papaya L.) pada konsentrasi 7 % dalam 1000 ml

Air Murni dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:

Tabel 4.6

Kematian Larva Aedes aegypti pada Konsentrasi 7 % Infusa Serbuk Biji Pepaya (Carica papaya L.)

NoWaktu (menit)

Jumlah larva (ekor)

Jumlah kematian Larva setiap Perlakuan

Kontrol% Rata-Rata

Kematian Larva

Replikasi I

Replikasi II

Replikasi III

1

2

3

4

5

30

60

90

120

150

20

20

20

20

20

3

7

15

18

20

2

7

13

18

20

2

7

14

19

20

0

0

0

0

0

2

7

14

18

20

Sumber: data Primer, 2013.

Berdasarkan tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa pada menit ke-

30 rata-rata kematian larva adalah 2 ekor, pada menit ke-60 rata-rata

kematian larva adalah 7 ekor, pada menit ke-90 rata-rata kematian

42

Page 43: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

larva adalah 14 ekor, pada menit ke-120 rata-rata kematian larva

adalah 18 ekor, serta pada menit ke-150 rata-rata kematian larva

adalah 20 ekor.

Rata-rata kematian larva Aedes aegypti dengan menggunakan

infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) dengan konsentrasi 1 %,

3 %, 5 %, dan 7 % dimana konsentrasi yang paling cepat mematikan

larva yaitu 7 % mulai pada menit ke-30 dan semua larva mati pada

menit ke-150, kemudian konsentrasi 5 % mulai pada menit ke-30 dan

semua larva mati pada menit ke-180, dan konsentrasi 3 % mulai pada

menit ke-30 dan semua larva mati pada menit ke-270 serta konsentrasi

1 % mulai pada menit ke-90 dan semua larva mati pada menit ke-390.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 4.1 berikut ini

43

Page 44: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

0 50 100 150 200 250 300 350 400 4500

5

10

15

20

25

Grafik 4.1Pengaruh Konsentrasi terhadap Rata- rata Kematian

Larva Aedes aegypti

Konsentrasi 1 %

Konsentrasi 3 %

Konsentrasi 5 %

Konsentrasi 7 %

Waktu (Menit)

Ra

ta-

rata

Ke

ma

tia

n L

arv

a

7. Uji Anova (Analysis of Variance) dan Post Hoc Tests terhadap

Kematian Larva Aedes aegypti pada Konsentrasi 1 %, 3 %, 5 %

dan 7 % Infusa Serbuk Biji Pepaya

Berdasarkan hasil Uji One Way Anova yang dilakukan untuk

mengetahui apakah terdapat perbedaan jumlah kematian Larva Aedes

aegypti setelah terpapar oleh infusa serbuk biji pepaya dengan

berbagai konsentrasi yaitu 1 %, 3 %, 5 % dan 7 %, dapat dilihat pada

tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 3.7

Hasil Analisa Uji One Way Anova terhadap Kematian Larva Aedes aegypti

44

Page 45: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

Sum of Squares

df Mean Square F Sig.

Between GroupsWithin GroupsTotal

18.76173.68492.444

34861

6.2541.535

4.074 .012

Sumber: Data Primer, 2013

Berdasarkan hasil uji ANOVA, diperoleh nilai p = 0,012 yaitu

tidak terdapat perbedaan jumlah kematian larva yang bermakna pada

dua konsentrasi yang berbeda. Untuk mengetahui konsentrasi mana

terdapat perbedaan yang bermakna maka harus dilakukan analisis

dengan menggunakan Post-Hoc, pada tabel 3.8 berikut ini:

Tabel 3.8

Hasil Analisa Uji Post Hoc Tests terhadap Kematian Larva Aedes aegypti

(I) konsentrasi (J) konsentrasi Mean Difference

(I-J)Std. Error

Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound

Upper Bound

1 357

-.77264-1.37310*

-1.52804*

.48597

.48597

.48597

.118

.007

.003

-1.7497-2.3502-2.5051

.2045-.3960-.5509

3 157

.77264-.60046-.75539

.48597

.48597

.48597

.118

.223

.127

-.2045-1.5776-1.7325

1.7497.3766.2217

5 137

1.37310*

.60046-.15493

.48597

.48597

.48597

.007

.223

.751

.3960-.3766-1.1320

2.35021.5776.8222

135

1.52804*

.75539

.15493

.48597

.48597

.48597

.003

.127

.751

.5509-.2217-.8222

2.50511.73251.1320

Sumber: Data Primer, 2013

Dengan melihat hasil analisis Post Hoc pada tabel 4.8 diperoleh

hasil:

45

Page 46: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

a. Konsentrasi 1% dengan konsentrasi 3%, p = 0,118, CI 95%

melewati angka 0, artinya tidak terdapat perbedaan kematian larva

yang bermakna antara kelompok dengan konsentrasi 1% dengan

konsentrasi 3%.

b. Konsentrasi 1% dengan konsentrasi 5%, p = 0,007, CI 95% tidak

melewati angka 0, artinya terdapat perbedaan kematian larva yang

bermakna antara kelompok dengan konsentrasi 1% dengan

konsentrasi 5%.

c. Konsentrasi 1% dengan konsentrasi 7%, p = 0,003, CI 95% tidak

melewati angka 0, artinya terdapat perbedaan kematian larva yang

bermakna antara kelompok dengan konsentrasi 1% dengan

konsentrasi 7%.

d. Konsentrasi 3% dengan konsentrasi 5%, p = 0,223, CI 95%

melewati angka 0, artinya tidak terdapat perbedaan kematian larva

yang bermakna antara kelompok dengan konsentrasi 3% dengan

konsentrasi 5%.

e. Konsentrasi 3% dengan konsentrasi 7%, p = 0,127, CI 95%

melewati angka 0, artinya tidak terdapat perbedaan kematian larva

yang bermakna antara kelompok dengan konsentrasi 3% dengan

konsentrasi 7%.

f. Konsentrasi 5% dengan konsentrasi 7%, p = 0,751, CI 95%

melewati angka 0, artinya tidak terdapat perbedaan kematian larva

46

Page 47: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

yang bermakna antara kelompok dengan konsentrasi 5% dengan

konsentrasi 7%.

B. Pembahasan

Telah dilakukan penelitian mengenai efek infusa serbuk biji

pepaya (Carica papaya L.) sebagai larvasida pada larva Aedes

aegypti. Pada penelitian ini dipergunakan infusa serbuk biji pepaya

(Carica papaya L.) Larva yang digunakan dalam penelitian ini adalah

larva Aedes aegypti instar IV karena larva yang berada pada instar ini

relative memiliki sistem pertahanan yang lebih baik dari larva instar I,

II, dan III. Sehingga dapat diasumsikan bahwa dosis yang mampu

membunuh larva pada instar sebelumnya (Sudjari, 2005).

Berdasarkan hasil pemeriksaan pH setelah penambahan infusa

serbuk biji pepaya konsentrasi 1 %, 3 %, 5 % dan 7 % tidak terjadi

perubahan pH yaitu 7 dalam artian pH air normal. Namun dari

penambahan infusa serbuk biji papaya terjadi perubahan warna.

Setelah dilakukan pemeriksaan kekeruhan pada konsentrasi

1 % diperoleh 2,67 NTU, konsentrasi 3 % yaitu 6,36 NTU, dan

konsentrasi 5 % dengan nilai kekeruhan 10,92 NTU, serta pada

konsentrasi 7 % 11,80 NTU. Hal ini menunjukkan nilai kekeruhan

memenuhu syarat sesuai Peraturan menteri Kesehatan Republik

47

Page 48: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

Indonesia Nomor 416/ MENKES/PER/IX/1990 tentang Kualitas Air

Bersih yaitu 25 NTU.

Berdasarkan hasil analisis varian dengan menggunakan uji

Normalitas Kolomogorv-Smirnov terhadap jumlah kematian larva

Aedes aegypti persatuan waktu (kecepatan kematian). Data ini di

dapat dari jumlah larva Aedes aegypti yang mati di tiap kelompok

konsentrasi dengan waktu setiap penghitungan (30 menit).

Didapatakan hasil sebaran data yang normal data dari konsentrasi 1%

yaitu p=0,200 (p>0,05) dan 3% yaitu p=0,068 (p>0,05), sedangkan

konsentrasi 5% nilai p=0,000 (p<0,05) dan 7% nilai p=0,000 (p<0,05)

maka dinyatakan sebaran data tidak normal.

Uji Hipotesis dilanjutkan dengan Uji Korelasi Pearson untuk

konsentrasi 1% (p=0,000) dan 3% (p=0,000). Hasil analisis didapatkan

terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05). Pada konsentrasi 5%

dan 7% dilakukan dengan Uji Korelasi Nonparametrik Spearman. Hasil

analisis pada konsentrasi 5% didapatkan nilai p = 0,000 (p<001) dan

pada konsentrasi 7% didapatkan p=0,001 (p<0,05). Dari hasil uji

korelasi, dapat dinyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna

antara kenaikan konsentrasi ekstrak biji pepaya dan jumlah larva

Aedes aegypti yang mati persatuan waktu.

Dari analisis Probit, didapatkan nilai LC50 adalah 3,005%

(Lower bound = 2,451, dan Upper bound = 3,611). Artinya konsentrasi

48

Page 49: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

ekstrak biji pepaya yang dapat menyebabkan terjadinya kematian larva

Aedes aegypti sebanyak 50% dalam waktu 150 menit adalah 3,005%.

Standar 150 menit digunakan karena dalam waktu 150 menit larva

pada konsentrasi 7% semuanya telah mati. LC50 adalah konsentrasi

larvasida yang menyebabkan terjadinya kematian sebanyak 50% pada

waktu yang telah ditentukan.

Merujuk dari hasil uji statistik yang telah dilakukan, bisa

dikatakan bahwa ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) efektif

membunuh larva Aedes aegypti.

Kematian larva Aedes aegypti terdapat pada semua kelompok

perlakuan, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terdapat kematian

larva Aedes aegypti. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa

waktu kematian rata – rata tertinggi terdapat pada konsentrasi 1%

yaitu 390 menit sebanyak 20 ekor larva Aedes aegypti, dengan

kematian larva pertama pada menit ke-90 dengan kematian larva 1

ekor. Waktu kematian rata – rata terendah terdapat pada konsentarasi

7 % Infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) yaitu 150 menit

sebanyak 20 ekor larva Aedes aegypti, dengan kematian larva

pertama pada menit ke-30 dengan kematian larva 2 ekor. Sedangkan

pada konsentrasi 3 % yaitu 270 menit sebanyak 20 ekor larva Aedes

aegypti, dengan kematian larva pertama pada menit ke-30 dengan

kematian larva 1 ekor dan pada konsentrasi 5 % yaitu 180 menit

49

Page 50: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

sebanyak 20 ekor larva Aedes aegypti, dengan kematian larva

pertama pada menit ke-30 dengan kematian larva 2 ekor. Dari

keseluruhan perlakuan yaitu konsentrasi 1 %, 3 %, 5 % dan 7 % efektif

mematikan larva Aedes aegypti yaitu kematian lebih besar dari 90 %

yaitu sebanyak 20 ekor (100 %). Konsentrasi yang paling efektif jika

dilihat dari kecepatan waktu untuk kematian larva Aedes aegypti

adalah konsentrasi 7 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin

tinggi konsentrasi infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.) yang

diberikan maka kematian larva Aedes aegypti semakin cepat dan

semakin besar.

Terjadinya kematian larva Aedes aegypti pada berbagai

konsentrasi disebabkan oleh banyaknya senyawa aktif yang kontak

langsung dengan larva Aedes aegypti pada media. Semakin tinggi

konsentrasi maka senyawa aktif yang diterima larva Aedes aegypti

juga semakin banyak pula.

Berdasarkan hasil uji senyawa kimia, ekstrak biji pepaya

mengandung senyawa golongan yang terdiri dari glukosinolat, minyak

volatil sulfur, alkaloid karpain, glukosida, saponin, flavonoid, dan

tannin, mirosin, ester mirosin, selfoglukosida, karpasamin, serta

benzilisotionat (Subiyakto Sudarmo, 2009). Senyawa yang terkandung

dalam tumbuh-tumbuhan yang diduga sebagai larvasida, diantaranya

50

Page 51: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

yaitu senyawa golongan alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid dan

minyak atsiri.

Saponin dan alkaloid merupakan stomach poisoning atau racun

perut bagi larva Aedes aegypti. Mekanisme dari saponin yaitu dapat

menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus

larva sehingga dinding traktus digestivus menjadi korosif. Alkaloid juga

mampu menghambat pertumbuhan serangga, terutama tiga hormon

utama dalam serangga yaitu hormon otak (brain hormone), hormon

edikson, dan hormon pertumbuhan (juvenile hormone). Tidak

berkembangnya hormon tersebut dapat menyebabkan kegagalan

metamorphosis. Cara kerja alkaloid adalah dengan bertindak sebagai

stomach poisoning atau racun perut. Bila senyawa tersebut masuk

dalam tubuh larva Aedes aegypti maka alat pencernaannya akan

menjadi terganggu (Subiyakto Sudarmo, 2009)..

Flavonoid merupakan senyawa kimia biji pepaya (Carica

papaya L.) yang dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernapasan atau

sebagai racun pernapasan. Flavonoid mempunyai cara kerja yaitu

dengan masuk ke dalam tubuh larva melalui sistem pernapasan yang

kemudian akan menimbulkan kelayuan pada syaraf serta kerusakan

pada sistem pernapasan dan mengakibatkan larva tidak bisa bernapas

dan akhirnya mati.

51

Page 52: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

Menurut Tarumingkeng (2009), secara khas racun saraf yang

terkandung di dalam larvasida memperlihatkan empat gejala berturut-

turut, yaitu eksitasi, konvulsi (kekejangan), paralisis (kelumpuhan), dan

kematian. Gejala-gejala tersebut terlihat pada tanda - tanda larva yang

mati pada pengamatan dalam penelitian.

Efek racun kontak infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.)

terlihat dari gejala klinis yang timbul pada larva Aedes aegypti yaitu

tahap anxiety (kegelisahan), pada tahap ini larva menunjukkan perilaku

membersihkan badan yaitu tampak larva membersihkan antena atau

bagian tubuh lainnnya dengan mulut. Larva yang keracunan

menggulung badannya dan melakukan gerakan teleskopik yaitu

gerakan turun naik dari permukaan air dengan cepat. Hingga akhirnya

menjadi lambat, aktivitas makan berkurang, larva berkerut dan mati.

Fungsi kandungan senyawa aktif seperti alkaloid, saponin, dan

flavonoid dalam biji papaya juga dapat dilihat dari kandungan zat aktif

daun Gigil dan daun Pare yang dapat menyebabkan kematian larva

Aedes aegypti. Berdasarkan penelitian ekstrak daun Gigil

menunjukkan bahwa kematian larva Aedes aegypti dari ekstrak daun

Gigil disebabkan karena kandungan saponin yang bertindak sebagai

racun perut serta minyak atsiri dan flavonoid sebagai racun

pernapasan (Mardyah S, 2011).

52

Page 53: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

Berdasarkan penelitian ekstrak daun Pare menunjukkan bahwa

kematian larva Aedes aegypti dari ekstrak daun Pare disebabkan

karena alkaloid daun pare merupakan salah satu bagian yang pahit

yaitu momordicin yang dapat menghambat daya makan larva

(antifedant). Cara kerja senyawa – senyawa tersebut adalah dengan

bertindak sebagai stomach poisoning atau racun perut. Selain itu zat

aktif lain adalah minyak atsiri dan flavonoid yang bekerja sebagai

racun pernapasan, serta saponin yang bekerja sebagai racun perut

(Mardyah S, 2011).

Senyawa atau unsur yang bersifat toksik atau racun walaupun

dalam konsentrasi rendah apabila masuk ke dalam tubuh larva Aedes

aegypti akan menimbulkan reaksi kimia dalam proses metabolisme

tubuh yang dapat menyebabkan kematian (Ivan Veriswan, 2009).

Kematian larva Aedes aegypti dipengeruhi oleh konsentrasi

infusa serbuk biji pepaya (Carica papaya L.). Hal tersebut

menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka

semakin banyak pula kandungan, alkaloid karpain, flavonoid dan

saponin yang diterima atau kotak langsung dengan larva pada media

penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian membuktikan bahwa infusa serbuk

biji pepaya (carica papaya L.) efektif sebagai larvasida dan tidak

berdampak bagi kualitas air. Infusa serbuk biji pepaya dapat

53

Page 54: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

diaplikasikan untuk penampungan air bersih yang berada didalam dan

diluar rumah seperti bak mandi, tempat penampungan air hujan.

Biji pepaya (Carica papaya L.) sebagai larvasida nabati ini

memberikan solusi pelestarian lingkungan, karena larvasida nabati

mudah terdegradasi sehingga bersifat ramah lingkungan dibandingkan

dengan larvasida sintetis. Selai ramah lingkungan, laevasida nabati

juga mudah dikembangkan oleh masyarakat umum dan bersifat

ekonomis.

Pemanfaatan biji pepaya sebagai larvasida nabati merupakan

alternatif yang cukup baik dari pada memanfaatkan daun pepaya,

karena daun pepaya masih dibutuhkan tanaman untuk proses

fotosintetis sedangkan biji papaya hanya dapat digunakan sebagai

bibit dan selebihnya tidak digunakan.

54

Page 55: Air Ki.docxm e\,n\-r, maih0,n]t0,m[p,zeumo57s-5].nsyrmy\s.,oe-rtu,\ntrywzeply-

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang pemberian infusa serbuk biji

pepaya terhadap larva Aedes aegypti, dapat disimpulkan bahwa :

1. Kemampuan infusa serbuk biji pepaya konsentrasi 1 % efektif

mematikan larva Aedes aegypti yaitu 20 ekor dengan waktu 390 menit.

2. Kemampuan infusa serbuk biji pepaya dengan konsentrasi 3 % efektif

mematikan larva Aedes aegypti yaitu 20 ekor dengan waktu 270 menit.

3. Kemampuan infusa serbuk biji pepaya konsentrasi 5 % efektif dalam

mematikan larva Aedes aegypti yaitu 20 ekor dengan waktu 180 menit.

4. Kemampuan infusa serbuk biji pepaya dengan konsentrasi 7 % efektif

dalam mematikan larva Aedes aegypti yaitu 20 ekor dengan waktu 150

menit.

B. Saran

1. Untuk peneliti selanjutnya sebaiknya Infusa serbuk biji pepaya (Carica

papaya L.) diuji pada larva culex sp. dengan konsentarasi yang sama

pada penelitian ini.

2. Disarankan kepada masyarakat agar memanfaatkan tanaman yang

dapat dijadikan sebagai larvasida salah satunya adalah biji pepaya

(Carica papaya L.).

55