KECERNAAN BAHAN KERING (BK) BAHAN ORGANIK (BO) …eprints.unram.ac.id/8173/1/jurnal.pdfkering pada...
Transcript of KECERNAAN BAHAN KERING (BK) BAHAN ORGANIK (BO) …eprints.unram.ac.id/8173/1/jurnal.pdfkering pada...
1
KECERNAAN BAHAN KERING (BK) BAHAN ORGANIK (BO)
REGROWTH RUMPUT PASPALUM DILATATUM DENGAN
PEMUPUKAN ORGANIK PADA TANAH REGOSOL
PUBLIKASI ILMIAH
Diserahkan Guna Memenuhi Syarat yang Diperlukan
untuk Mendapatkan Derajat Sarjana Peternakan
pada Program Studi Peternakan
Oleh
AZAN ADI KUSWARA
B1D211038
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2018
2
3
KECERNAAN BAHAN KERING (BK) DAN BAHAN ORGANIK (BO)
REGROWTH RUMPUT PASPALUM DILATATUM DENGAN
PEMUPUKAN ORGANIK PADA TANAH REGOSOL
INTISARI
Oleh
AZAN ADI KUSWARA
B1D 211 038
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemupukan organik
dengan dosis yang berbeda terhadap Kecernaan Bahan Kering ( BK) dan Bahan
Organik ( BO ) pertumbuhan kembali (regrowth) Rumput Paspalum Dilatatum.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rumput Paspalum Dilatatum
yang telah dipotong awal satu minggu, Tanah Regosol, Pupuk Organik dengan
dosis kotoran ternak sapi ( feses ) 80%, sisa pakan ternak 10%, abu sekam 8%,
Kapur 2%, EM-4 1 liter, molasses 1 liter dan air 20 liter. Penelitian ini yang telah
dilaksanakan di Teaching Farm Lingsar Fakultas Peternakan Universitas
Mataram pada bulan Mei sampai Juli. Analisis data menggunakan rancangan
acak kelompok ( RAK ). Terdiri dari 4 perlakuan yaitu T0 (kontrol) tanpa pupuk,
T1 5 ton/ha, T2 10 ton/ha, T3 15 ton/ha.Variabel yang diamati Variabel utama
KcBK dan KcBO. Variabel pendukung, Lemak Kasar ( SK ), Abu, Protein Kasar
(PK), Serat Kasar ( SK ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan bahan
kering pada T0 (40,66%) lebih tinggi dari T3 (53,69%). Demikian pula
kecernaan bahan organik T0 (44,15%) lebih tinggi dari (T3 56,85%). Begitu pula
dengan Serat Kasar T3 SK (30,20%) dengan persentasi kecernaan yang lebih
tinggi T3 BO (56,85%). Karna kecernan suatu bahan pakan ditentukan oleh
kandungan Serat Kasar.
Kata kunci : Regrowth, Rumput Paspalum dilatatum, Kecernaan Bahan
Kering (BK), Kecernaan Bahan Organik (BO), Pupuk organik, Tanah regosol.
4
KECERNAAN BAHAN KERING (BK) DAN BAHAN ORGANIK (BO)
REGROWTH RUMPUT PASPALUM DILATATUM DENGAN
PEMUPUKAN ORGANIK PADA TANAH REGOSOL
ABSTRACT
by
AZAN ADI KUSWARA
B1D 211 038
This study aims to determine the effect of organic fertilization with
different doses on dry matter digestibility (BK) and organic matter (BO)
regrowth of Paspalum dilatatum grass. The material used in this study is Grass
Paspalum Dilatatum which has been cut early one week, Regosol Soil, Organic
Fertilizer with doses of cow manure 80%, remaining animal feed 10%, husk ash
8%, Cretaceous 2%, EM- 4 1 liter, molasses 1 liter and 20 liters of water. This
research was carried out in the Lingsar Teaching Farm Faculty of Animal
Husbandry, University of Mataram in May to July. Data analysis using
randomized block design (RBD). Consists of 4 treatments, namely T0 (control)
without fertilizer, T1 5 tons / ha, T2 10 tons / ha, T3 15 tons / ha. Variables
observed were the main variables KcBK and KcBO. Supporting Variables,
Coarse Fat (SK), Ash, Coarse Protein (PK), Coarse Fiber (SK). The results
showed that dry matter digestibility at T0 (40.66%) was higher than T3
(53.69%). Similarly, the organic matter digestion of T0 (44.15%) was higher than
(T3 56.85%). Likewise with T3 SK Coarse Fiber (30.20%) with a higher
percentage of T3 BO digestibility (56.85%). Because the crust of a feed
ingredient is determined by the content of Coarse Fiber.
Keywords: Regrowth, Grass Paspalum dilatatum, Digestibility of Dry
Materials (BK), Digestion of Organic Materials (BO), Organic Fertilizer,
Regosol
1
PENDAHULUAN
Hijauan pakan serat pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, khususnya
bagian yang berwarna hijau. Tidak semua hijauan pakan dapat tumbuh baik di
setiap tempat, tetapi dengan pengolahan tanah yang baik dan benar, kemampuan
tanah untuk tempat tumbuh dan berkembangnya hijauan pakan dapat tercapai
secara optimal dan akan meningkatkan produktifitas hijauan pakan tersebut.
Hijauan pakan terdiri dari rumput alam dan leguminosa.Rumput alam
(lokal) adalah jenis rumput yang sudah lama beradaptasi dengan tanah dan iklim
di Indonesia, rumput ini mempunyai produksi dan kualitas yang rendah dan
sering dijumpai di sekitar lingkungan tempat tinggal kita, contoh rumput alam
adalah rumput kawat.
Rumput unggul (introduksi) adalah rumput yang didatangkan dari luar dan
mempunyai kelebihan dibandingkan dengan rumput local terutama produksi dan
kualitasnya, salah satunya Rumput Australia (Paspalum dilatatum).Rumput
Paspalum dilatatum merupakan tanaman yang mempunyai kualitas yang baik
untuk hijauan pakan, hal ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan, produktifitas
hasil panen maupun nutrisi yang terkandung didalamnya.Rumput ini berasal dari
Argentina (Amerika Selatan) dan masuk ke benua Australia pada tahun 1870 dan
akhirnya disebut Rumput Australia. Rumput ini tumbuh pada jenis tanah dengan
struktur sedang sampai berat, tumbuh paling baik pada tanah berat yang basah
dan subur, dapat tumbuh dari daratan rendah sampai pegunungan (0-2000 mdpl),
curah hujan tidak kurang 900-1200 mm/tahun, ditanam dengan jarak 50 x 50 cm,
2
dapat ditanam campuran dengan legum, pemotongan pertama pada umur 2 bulan
selanjutnya setiap 40 hari sekali dimusim hujan 60 hari sekali dimusim panas,
tinggi mencapai 60-150 cm, toleran terhadap kekeringan, tahan terhadap
genangan air, tahan injakan sehingga dapat menjadi rumput padang yang baik,
palatable dan memiliki nutrisi yang tinggi, pertumbuhan kembali sangat cepat
serta rata-rata produksi sebagai rumput potong mencapai 5-70 tn/ha/tahun
(Anonim, 2005).
3
MATERI DAN METODE
Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rumput paspalum
dilatatum, tanah regosol, pupuk organic. Bahan-bahan yang digunakan untuk
menganalisis in-vitro KcBK dan KcBO adalah NaHC3, Na2HPO4, NaCI,
MgSO4, CaCI2, pepsin, CO2, aquades dan cairan rumen.
Alat Penelitian
Peralatan Laboratorium
Alat laboratorium yang digunakan berupa seperangkat alat untuk mengukur
kecernaan invitro bahan kering dan bahan organik :
Tabung centrifuge, 100 ml, dari plastik atau gelas, beserta raknya.
Sumbat karet yang cocok untuk tabung centrifuge, dilengkapi dengan
kelep Bunsen untuk pengeluaran gas.
pH meter.
Timbangan analitik.
Oven pengering.
Centrifuge.
Incubator atau penangas air.
Tabung CO2.
Perangkas gelas : gelas beaker, Erlenmeyer, labu ukur.
Sintered glass crucible.
Thermometer.
Desikator.
4
Kain kasa.
Corong Buchner.
Metode Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian : penelitian akan dilaksanakan dari bulan Mei sampai bulan
Juli 2018.
Lokasi penelitian : penelitian berlokasi di Laboratorium Teaching Farm
Fakultas Peternakan Universitas Mataram, Laboratorium Hijauan Makanan
Ternak dan Manejemen Padang Pengembalaan dilanjutkan di Laboratorium
Analisa Kimia Bahan Pakan Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
Langkah-langkah Penelitian
Reagensia
Saliva buatan McDougall. Khemikalia tersebut dibawah ini untuk 1 liter :
NaHCO3 : 9,80 g
Na2HPO .7H2O (3,71 g anhidrus) : 7,00 g
KCl : 0,57 g
NaCl : 0,47 g
MgSO4 .7H2O : 0,12 g
CaCl2 : 0,04 g
Mula – mula 5 macam khemikalia pertama dicamper dalam 500 ml air di dalam
labu ukur dan diaduk sampai larut.Tambahkan air sampai volume menjadi 1 liter
dan disimpan. Sebelum dipergunakan, larutan tersebut ditambahkan dengan
5
CaCl2, kemudian ditempatkan dalam penangas air temperatur 39 C dengan dialiri
gas CO2 sampai pHnya 6,8 – 7,0.
Mercuric chloride 5% (5 g HCl2/100 ml).
1 N Na2CO3 (143 g Na2CO3.1OH2O/liter).
1 N HCl (86 ml HCl pekat/liter).air
Larutan pepsin : 2 g 1 : 10000 pepsin dan air, dilarutkan dalam 100 ml 1
N HCl/liter.
Cairan rumen yang telah disaring dengan 8 lembar kain kasa.
Pengambilan cairan rumen dilakukan pagi hari 2 jam setelah pemberian
pakan (jagan terlalu berlebihan). Cairan rumen diangkut dari kandang ke
laboratorium dengan thermos + – 39 C.
f. Cara Penetapan
Timbang + – 0,5 g sampel dan masukkan ke dalam tabung centrifuge
yang bernomor. Selain itu dikerjakan juga menimbang sampel untuk
penetapan bahan kering dan bahan organik (duplicate).
Di tambahkan 40 ml larutan bufer pada masing – masin tabung; biarkan
tabung – tabung tersebut di dalam penangas air temperature 39 C selama
15 menit; baru kemudian di tambahkan 10 ml cairan rumen. Masing –
masing tabung dialiri das CO2 selama 15 detik sebelum ditutup dengan
sumbat karet yang dilengkapi dengan kelep Bunsen. Diinkubasikan juga
tabung – tabung blanko (4 buah) yang berisi larutan bufer dan cairan
6
rumen. Lama inkubasi 48 jam. Digojok pelan – pelan setelah 2, 4, 20 dan
28 jam dari permulaan inkubasi.
Setelah diinkubasikan selama 48 jam, diambil tabung centrifuge dari
penangas air, dan diukur pH larutan blanko. Kemudian masing – masing
tabung ditambahkan 1 ml HgCl2 dan 2 ml Na2CO3, lalu diputar dalam
centrifuge 2000 rpm selama 15 menit. Dibuang supernatan dengan hati –
hati. Ditambahkan 50 ml larutan pepsin-HCl dan digojok pelan – pelan.
Tabun – tabung diinkubasikan lagi tanpa sumbat karet dalam penangas air
39 C selama 48 jam. Digojok setelah 2, 4, 20 dan 28 jam inkubasi.
Setelah diinkubasikan selama 48 jam, isi masing – masing tabung
disaring lewat sintered glass crucible yang telah ditimbang beratnya,
kemudian crucible dikeringkan dlam oven 150 C selama satu malam.
Residu yang tertinggal adalah bahan yang tak dapat dicerna. Dinginkan
didalam desikator dan timbang.
Crucible beserta residu diabukan dalam tanur 500 C selama 3 jam untuk
penetapan kadar abu. Berat yang hilang dari residu bahan kering setelah
pengabuan adalah residu bahan organik.
Perhitungan
Kecernaan bahan kering in vitro (KBKIV)
KBKIV, % = BK sampel – (BK residu – BK residu blanko) x 100
BK sampel
7
Kecernaan bahan organik in vitro (KBOIV)
KBOIV, % = BO sampel – (BO residu – BO residu balnko) x 100
BO sampel
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan analisis statistik (analisis varians)
atas dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK), menggunakan 4 perlakuan (t = 4)
dan 4 kelompok (k = 4) dan apabila terdapat perbedaan yang nyata diantara
perlakuan maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncans (Steel and
Torrie, 1989).
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang didapat dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1.Rataan KcBK dan KcBO Regrowth Rumput Paspalum dilatatum yang
diberi level pupuk berbeda.
Variabel Perlakuan
T0 T1 T2 T3
KcBK 40,66 d
47,53 c
49,69 b
53,69 a
KcBO 44,15 d
51,51 c
54,62 b
56, 85 a
Keterangan :abcd
Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan
perbedaan yang sangat nyata ( P< 0,01 ).
Kecernaan Bahan Kering (KcBK)
Rata-rata perhitungan pengukuran kecernaan bahan kering.Selama penelitian dari
masing-masing perlakuaan dapat dilihat pada Tabel 1diatas. Kecernaan merupakan
perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan pakan dalam alat pencernaan. Mikroba
dalam rumen menyebabkan pakan mengalami perombakan sehingga sifat-sifat fisik
berubah yaitu menjadi partikel kecil dan sifat kimianya berubah secara fermentatif
menjadi senyawa lain yang berbeda dengan nutrien asalnya (Sutardi, 1980).
Rata rata KcBK rumput paspalum dilatatum yang diberi level pupuk
berbeda tertinggi diperoleh pada perlakauan T3 (53,69 %), dan terendah
diperoleh pada perlakuan T1 (40,66 %). Hasil analisis varians menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata ( P< 0,01 ) terhadap KcBK
regrowth rumput paspalum dilatatum dengan dosis pupuk yang berbeda.
Berdasarkan tabel 1 di atas, kecernaan BO pada rumput Paspalum dilatatum
paling rendah terdapat pada T0, sedangkan pada T1, T2, dan T3 adalah :
9
Gambar 2.Kecernaan bahan kering dan bahan organik regrowth rumput
Paspalum dilatatum dengan pemupukan organik pada tanah regosol.
Uji jarak lanjut berganda Duncan menunjukkan bahwa KcBK semakin
meningkat secara nyata (P <0,05) sejalan dengan semakin meningkatnya dosis
pupuk yang ditambahkan.Lebih tingginya KcBK perlakuan T3 jika dibandingkan
dengan perlakuan lainnya disebabkan oleh lebih rendahnya kandungan SK dari
T3 dibandingkan dengan yang lainnya.
Menurut peneliti sebelumnya ( Taufik, 2018 ) kecernaan suatu bahan
pakan ditentukan oleh kandungan serat kasar. Dibuktikan dengan data yang
sudah diolah dan dirata-ratakan T0 ( SK 30,20%), T1 ( SK 29,08% ), T2 ( SK
27,79% ) dan T3 ( SK 26,28% ). Dengan persentasi kecernaan T0 ( BO 44,15%
), T1 ( BO 51,51 ), T2 ( BO 54,62% ) dan T3 ( BO 56,85%), semakin tinggi
persentase serat kasar pada suatu bahan, semakin rendah nilai kecernaan dari
0
10
20
30
40
50
60
T0 T1 T2 T3
%KcBK
%KcBO
10
bahan pakan tersebut. Lebih lanjut dikatakan oleh Tillman et al., (1998), bahwa
daya cerna pakan berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya, terutama kandungan
serat kasarnya, demikian juga Anggorodi (1994) menambahkan bahwa semakin
banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan pakan, semakin tebal dan
semakin tahan dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna bahan pakan
tersebut. Sebaliknya bahan pakan dengan serat kasar yang rendah pada umumnya
akan lebih mudah dicerna, karena dinding sel dari bahan tersebut tipis sehingga
mudah ditembus oleh getah pencernaan.
Serat kasar yang tinggi biasanya diikuti dengan kandungan lignin yang
tinggi sehingga dapat menurunkan kecernaan (Tillman et al.,1998).Semakin
tinggi lignin maka semakin rendah nilai kecernaanya begitupun sebaliknya.Hasil
analisis komposisi dinding sel masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa
kandungan lignin pada T3 lebih rendah jika dibandingkan yang lainnya.Jafar dan
Hasan (1960) menyatakan bahwa persentase lignin dalam dinding sel (selulosa
dan hemiselulosa) mempengaruhi kecernaan pakan, semakin tinggi persentase
lignin dalam dinding sel maka kecernaan pakan juga semakin rendah demikian
juga sebaliknya. Hal yang sama juga diperoleh pada penelitian Amrin (2014)
yang menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi lignin dalam dinding sel
tanaman maka kecernaanya semakin rendah.
Tingginya KcBK juga disebabkan karena KcBOnya juga tinggi. Hal ini
dengan pendapat Reksohadiprodjo (1985) yang menyatakan bahwa
meningkatnya KcBO disebabkan karena meningkatnya KcBK sebab secara
11
proporsional laju keluarnya bahan kering selalu diikuti oleh keluarnya bahan
organik, sehingga dengan meningkatnya KcBK akan meningkatkan KcBO.
Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
Rata-rata KcBO.Selama penelitian dari masing-masing perlakuan dapat
dilihat pada tabel 1. Rata-rata KcBO regrowth rumput paspalum dilatatum
dengan pemupukan organik yang berdeda-beda adalah T0 ( 44,15% ) kontrol
tanpa pupuk, T1 ( 51,51% ), T2 ( 54,62% ) dan T3 ( 56,85% ). Kecernaan BO
tertinggi diperoleh pada T3 ( 56,85% ) dan terendah terdapat pada T0 ( 44,15% ).
Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat
nyata ( P< 0,01 ) yang dimana KcBO T3 lebih tinggi dibandingkan dengan T2,
T2 lebih tinggi dibandingkan dengan T1, T1 lebih tinggi dibandingkan dengan
T0. Tingginya KcBO pada perlakuan T3 jika dibandingkan dengan lainnya
diduga disebabkan oleh rendahnya kandungan SK pada T3, jika dibandingkan
dengan yang lainnya. Hasil penelitian Nining Ariani (2014) dan Rahmatunnazila
(2013) menunjukkan bahwa lebih rendahnya kandungan serat kasar akan
meningkatkan nilai kecernaan. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Nur
Hidayah (1999) bahwa kandungan serat kasar yang rendah pada bahan pakan jika
diberikan kepada ternak, maka dengan mudah ternak akan dapat mencernanya
sehingga dapat meningkatkan kecernaan.
Kandungan SK berkaitan dengan nilai NDF (Neutral Detergent Fiber) dan
ADF (Acid Detergen Fiber), tingginya kandungan NDF dan ADF maka mikroba
pencerna serat dalam rumen kesulitan dalam mencerna pakan. Haris (1970)
12
menyatakan semakin tinggi ADF, maka daya cerna hijauan makanan ternak
semakin rendah begitupun sebalinya.
Tingkat kecernaan bahan organik relatif lebih tinggi daripada kecernaan
bahan kering pada semua perlakuan, sebagian besar bahan organik meningkat
akan meningkatkan bahan kering begitu juga sebaliknya. Sutardi (1980)
menyatakan bahwa bahan organik berkaitan erat dengan bahan kering karna
bahan organik merupakan bagian dari bahan kering.Lebih lanjut dinyatakan
Sutardi degradasi bahan organik erat kaitannya dengan degradasi bahan kering,
karena sebagian bahan kering terdiri dari bahan organik.
Semakin tinggi kecernaan bahan kering maka semakin tinggi pula peluang
nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk pertumbuhannya (Afriant,
2008).Kecernaan bahan organik menggambarkan ketersediaan nutrient dari
pakan.Kecernaan bahan organik dalam saluran pencernaan ternak meliputi
kecernaan zat-zat makanan berupa komponen bahan organik seperti karhohidrat,
protein, dan lemak.
13
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jadi lebih banyak dosis pupuk yang diberikan terhadap rumput tersebut
maka semakin bagus pertumbuan dan semakin tinggi pula kecernaan pada
rumput tersebut.
2. Penambahan dosis pupuk organik yang terbaik terhadap KcBK dan KcBO
regrowth rumput paspalum dilatatum adalah 15 ton/ha.
Saran
Untuk para petani sebaiknya penggunaan dosis pupuk organik dari 15
ton/ha lebih ditingkatkan lagi supaya mendapatkan pertumbuhan yang sangat
bagus dan cepat terhadapat rumput paspalum dilatatum.
14
DAFTAR PUSTAKA
Afandie R., Nasih Wadya Y.m, 2002. Ilmu kesuburan Tanah. Penerbit
Kanisius.Yogyakarta.
Anggorodi, R. 1998. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan Ke-5. Gramedia,
Jakarta.
Anonim, 2011.Jenis Tanah, Persebaran dan Pemanfaatannya di Indonesia.
Jakarta.
Anonim, 2005.Hijauan Makanan Ternak.Penerbit Kanisisus Jakarta.
Anonim, 2015.Rumput Paspalum Dilatatum, Hijauan Pakan Ternak yang Lahan
Kekeringan dan
TahanGenangan.Blogspot.com/2015/07/jenisdankarakteristik rumput
pakan.html#ixzz4uhwch7qj.
Balai Penelitian Ternak. 2003. Perkebunan Kelapa Sawit Dapat Menjadi Basis
Pengembangan Sapi Potong. Bogor.
Church, D.C. dan W.G. Pond. 1998. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd ed
Jhon Willey and Sons. New York.
Ginting, S. P. 1992. Konsumsi dan Kecernaan. Bul. PPSKI. Tahun VIII (37) : 23
– 27.
Haryadi, S.S. 1996. Pengantar agronomi. Gramedia Jakarta.
Hidayah, N., 1999, Kecernaan In Vitro Bahan Kering dan Bahan Organik Ampas
Kecap yang Mengalami Perendaman. Skripsi Fakultas Peternakan
Universitas Mataram.
Karmada, Hasniati, Yahya Mugiono, I Nenga Sujana dan Esra P. Batubara, 1983.
Landasan Astrologi (Himpunana Catatan Kuliah) Fakultas Peternakan
Universitas Mataram.
Kristanto, B.A. dan Karno, 1991. Pertumbuhan Kembali Rumput Raja
(Pennisetum purpuphoides) pada beberapa tinggi pemotongan dan
pemupukan nitrogen . Laporan Penelitian Fakultas Peternakan. Universitas
Diponogoro.
Lubis, A. M., 1988. Kumpulan Istilah Ilmu Tanah. Badan Penerbit Universitas
Lampung.
15
Mastur, 2007.Pembuatan Pupuk Organik dan Cara Pemanfaatannya. Makalah
Materi Pelatihan Kelompok Petani Peternak Se- NTB. Kerjasama
Pemerintah Provinsi (Gerbang Emas) dengan Fakultas Peternakan UNRAM
di Lingsar Lombok Barat.
McIllroy, 1976.Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita,
Jakarta. (Diterjemahkan oleh Susetyo, S, Soedarmadi, L. Kismono dan S.
Harini).
Mul Mulyani, S., Dahlan, Ni Wayan Dwiani, IP., Silabawa dan Tatang. 1987.
Kajian Tanah Blerang Pada Berbagai Jenis Tanah di Lombok. Universitas
Mataram.
Nitis, I. M.,2000. Kebutuhan Pakan Ternak Dikawasan Timur
Indonesia.BKSPTN INTIM Makasar.
Nuraini Y., 2002. Pengaruh Bahan Organik Dalam Memperbaiki Kesuburan
Tanah. Materi Pelatihan Dosen-Dosen PTN dan PTS Se Indonesia Bidang
Lingkungan.Kerjasama Bagian Proyek Peningkatan Kemampuan SDM
DIKTI – DEPDIKNAS Dengan LPPM Universitas Widya Gama Malang.
Osuji, P.O., IV, Nashlai and H. Khalili. 1993. Feed Evaluation. International
Livestick Centre For Africa. Addis Ababa.
Parakkasi, A. 1995.Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Parakkasi, A., 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Pinus Lingga dan Marsono, 2000.Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penerbit PT.
Penebar Swadaya. Cimanggis Depok.
Ranjhan, S.K. 1980. Animal Nutrion and Feeding Practice In India. New Delhi.
Vikan Pub. House P.U.T. Ltd.
Ranjhan, S.K. and N.N, Pathak. 1979. Management and Feeding of Buffaloes.
Vikas Publishing House PVT LTD. New Delhi.
Reinjtjes, C., Bertus Harverkort dan Waters-Bayer. “Pertanian Masa Depan”
Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
16
Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik.
BPFE.Yogyakarta.
Rinsema, W.T., 1983. Bomesting en Meststoffen. Diterjemahkan oleh M.
Saleh.PT. Bhratara Karya Aksara.
Rukmana, R., H., 2009. Rumput Unggulan Makanan Ternak.Penerbit Kanisius
Yogyakarta.
Sariep, S., 1989.Ilmu Tanah Pertanian. Penerbit Pustaka Buana Bandung.
Sarwono Hardjowigeno, 1992. Ilmu Tanah.PT. melton Putra. Jakarta.
Soetrisno, D. 1983. Defoliasi dan Harvesting . Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Soepraptohardjo, M., 1987.Sistim Klarifikasi Tanah Di Balai Penyelidikan
Tanah KNIT I Bogor.
Sri Setyati, 1979.Pengantar Agronomi. PT. Gramedia. Jakarta.
Subagjo, 1970.Taksonomi Tanah.Penerbit Angkasa Bandung.
Suryatna, R., 1987. Ilmu Tanah.Lembaga Penelitian Tanah Bogor.
Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan. Departemen Ilmu Tanaman Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Susetyo, Kismono dan Bedjo Soewardi, 1969.Hidjauan Makanan Ternak.
Direktorat Peternakan Rakjat. Direktoral Djenderal Peternakan
Departemen Pertanian. Djakarta.
Sutejo, 2008.Pupuk dan Cara Memupuk.Rineka Cipta. Jakarta.
Tilley, JMA and Terry RA. 1963. A two-stage technique for the in vitro digestion
of forage crops. J Br Grassl Soc 18:104-109.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo,S. Prawirokusumo dan S.
Lendosoekodjo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Kedua
Peternakan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Tillman, A.D, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.
Lebdosoekojo.1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
17
Isbandi, 1985.Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jurusan Budidaya
Pertanian . Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Wodzicka-Tomaszewska, M., T.D. Chaniago, and I.K. Sutama. 1988.
Reproduction in Relation to Animal Production in Indonesia. Bogor:
Institut Pertanian Bogor-Australia Project.