Agama Pemerkosaan 2

5
Hukum Islam untuk kasus pemerkosaan ada dua: Pertama: Pemerkosaan tanpa mengancam dengan menggunakan senjata. Orang yang melakukan tindak pemerkosaan semacam ini dihukum sebagaimana hukuman orang yang berzina. Jika dia sudah menikah maka hukumannya berupa dirajam, dan jika belum menikah maka dia dihukum cambuk 100 kali serta diasingkan selama satu tahun. Sebagian ulama mewajibkan kepada pemerkosa untuk memberikan mahar bagi wanita korban pemerkosaan. Imam Malik mengatakan, “Menurut pendapat kami, tentang orang yang memperkosa wanita, baik masih gadis maupun sudah menikah, jika wanita tersebut adalah wanita merdeka (bukan budak) maka pemerkosa wajib memberikan mahar kepada sang wanita. Sementara, jika wanita tersebut adalah budak maka dia wajib memberikan harta senilai kurang sedikit dari harga budak wanita tersebut. Adapun hukuman dalam masalah ini hanya diberikan kepada pemerkosa, sedangkan wanita yang diperkosa tidak mendapatkan hukuman sama sekali.” (Al-Muwaththa’, 2:734) Imam Sulaiman Al-Baji Al-Maliki mengatakan, “Wanita yang diperkosa, jika dia wanita merdeka (bukan budak ), berhak mendapatkan mahar yang sewajarnya dari laki-laki yang memperkosanya. Sementara, pemerkosa dijatuhi hukuman had (rajam atau cambuk). Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Imam Al-Laits, dan pendapat yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Sementara, Abu Hanifah dan Ats- Tsauri mengatakan, ‘Dia berhak mendapatkan hukuman had, namun tidak wajib membayar mahar.’” Kemudian, Imam Al-Baji melanjutkan, “Dalil pendapat yang kami sampaikan, bahwa hukuman had dan mahar merupakan dua kewajiban untuk pemerkosa, adalah bahwa untuk hukuman had ini terkait dengan hak Allah, sementara kewajiban membayar mahar terkait dengan hak makhluk ….” (Al-Muntaqa Syarh Al-Muwaththa’, 5:268). Kedua: Pemerkosaan dengan menggunakan senjata. Orang yang memerkosa dengan menggunakan senjata untuk mengancam, dihukumi sebagaimana perampok. Sementara, hukuman bagi perampok telah disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya, اَ مَ ن ُ ء َ زَ جَ ن ي ذَ ل َ ونُ ب ارَ حُ يَ َ ُ هَ ولُ سَ رَ وَ نْ وَ عْ سَ يَ و ي ف ضْ رَ + ل ً ادَ سَ فْ نَ + وُ لَ 3 تَ 3 قُ يْ وَ + وُ بَ لَ صُ يْ وَ + َ عَ طَ 3 قُ 3 يْ م ه ي ذْ A يَ + ْ مُ هُ لُ جْ رَ + َ وْ ن مٍ ف ل جْ وَ + ْ وَ فْ نُ يَ ن م ضْ رَ + ل َ ك لَ دْ مُ هَ لٌ يْ ز ج ي ف اَ تْ S يُ لذ ْ مُ هَ لَ و ي ف 3 ةَ ز جU ل ٌ بَ ذَ عٌ م ي Y ظَ ع“Sesungguhnya, hukuman terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, adalah mereka dibunuh atau disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang (keluar daerah). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah: 33) Dari ayat di atas, ada empat pilihan hukuman untuk perampok: 1. Dibunuh.

description

bbb

Transcript of Agama Pemerkosaan 2

Page 1: Agama Pemerkosaan 2

Hukum Islam untuk kasus pemerkosaan ada dua:

Pertama: Pemerkosaan tanpa mengancam dengan menggunakan senjata.

Orang yang melakukan tindak pemerkosaan semacam ini dihukum sebagaimana hukuman orang yang berzina. Jika dia sudah menikah maka hukumannya berupa dirajam, dan jika belum menikah maka dia dihukum cambuk 100 kali serta diasingkan selama satu tahun. Sebagian ulama mewajibkan kepada pemerkosa untuk memberikan mahar bagi wanita korban pemerkosaan.

Imam Malik mengatakan, “Menurut pendapat kami, tentang orang yang memperkosa wanita, baik masih gadis maupun sudah menikah, jika wanita tersebut adalah wanita merdeka (bukan budak) maka pemerkosa wajib memberikan mahar kepada sang wanita. Sementara, jika wanita tersebut adalah budak maka dia wajib memberikan harta senilai kurang sedikit dari harga budak wanita tersebut. Adapun hukuman dalam masalah ini hanya diberikan kepada pemerkosa, sedangkan wanita yang diperkosa tidak mendapatkan hukuman sama sekali.” (Al-Muwaththa’, 2:734)

Imam Sulaiman Al-Baji Al-Maliki mengatakan, “Wanita yang diperkosa, jika dia wanita merdeka (bukan budak), berhak mendapatkan mahar yang sewajarnya dari laki-laki yang memperkosanya. Sementara, pemerkosa dijatuhi hukuman had (rajam atau cambuk). Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Imam Al-Laits, dan pendapat yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Sementara, Abu Hanifah dan Ats-Tsauri mengatakan, ‘Dia berhak mendapatkan hukuman had, namun tidak wajib membayar mahar.’”

Kemudian, Imam Al-Baji melanjutkan, “Dalil pendapat yang kami sampaikan, bahwa hukuman had dan mahar merupakan dua kewajiban untuk pemerkosa, adalah bahwa untuk hukuman had ini terkait dengan hak Allah, sementara kewajiban membayar mahar terkait dengan hak makhluk ….” (Al-Muntaqa Syarh Al-Muwaththa’, 5:268).

Kedua: Pemerkosaan dengan menggunakan senjata.

Orang yang memerkosa dengan menggunakan senjata untuk mengancam, dihukumi sebagaimana perampok. Sementara, hukuman bagi perampok telah disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya,

�م�ا �ن اء� إ �ذ�ين� ج�ز� �ون� ال ار�ب �ح� �ه� ي �ه� الل ول س� ع�و�ن� و�ر� �س� ر�ض� ف�ي و�ي� ! األ ادا �ن� ف�س� �وا أ �ل �ق�ت و� ي

� �وا أ �ب �ص�ل و� ي� �ق�ط�ع� أ �د�يه�م� ت ي

� أ �ه�م� ل ج� ر�

� و� خ�الف0 م�ن� و�أ� �ف�و�ا أ �ن ر�ض� م�ن� ي

� �ك� األ �ه�م� ذ�ل ي8 ل �ا ف�ي خ�ز� �ي �ه�م� الد;ن ة� ف�ي و�ل ع�ظ�يم8 ع�ذ�اب8 اآلخ�ر�

“Sesungguhnya, hukuman terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, adalah mereka dibunuh atau disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang (keluar daerah). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah: 33)

Dari ayat di atas, ada empat pilihan hukuman untuk perampok:

1. Dibunuh. 2. Disalib. 3. Dipotong kaki dan tangannya dengan bersilang. Misalnya: dipotong tangan kiri dan kaki

kanan. 4. Diasingkan atau dibuang; saat ini bisa diganti dengan penjara.

Pengadilan boleh memilih salah satu di antara empat pilihan hukuman di atas, yang dia anggap paling sesuai untuk pelaku dan bisa membuat efek jera bagi masyarakat, sehingga bisa terwujud keamanan dan ketenteraman di masyarakat.

Harus ada bukti atau pengakuan pelaku

Ibnu Abdil Bar mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa orang yang melakukan tindak pemerkosaan berhak mendapatkan hukuman had, jika terdapat bukti yang jelas, yang mengharuskan ditegakkannya hukuman had, atau pelaku mengakui perbuatannya. Akan tetapi, jika tidak terdapat dua hal di atas maka dia berhak mendapat hukuman (selain hukuman had). Adapun

Page 2: Agama Pemerkosaan 2

terkait wanita korban, tidak ada hukuman untuknya jika dia benar-benar diperkosa dan dipaksa oleh pelaku. Hal ini bisa diketahui dengan teriakannya atau permintaan tolongnya.” (Al-Istidzkar, 7:146)

Syeikh Muhammad Shalih Munajid memberikan penjelasan untuk keterangan Ibnu Abdil Bar di atas, “Jika tidak terdapat bukti yang menyebabkan dia berhak mendapat hukuman had, baik karena dia tidak mengakui atau tidak ada empat orang saksi, maka (diberlakukan) pengadilan ta’zir (selain hukuman had), yang bisa membuat dirinya atau orang semisalnya akan merasa takut darinya.” (Disarikan dari Fatawa Al-Islam, Tanya-Jawab, diasuh oleh Syekh Muhammad Shaleh Munajid, fatwa no. 72338).

Read more about hukuman bagi orang yang memerkosa dalam islam by www.konsultasisyariah.com

Bagaimanakah Hukum Aborsi Dalam Islam ?

Ade Humaidi  / 12 January 2012 /  0 Komentar  / 1,310x dilihat

Dalam situasi perang seperti di Bosnia, banyak  putri-putri Islam yang diperkosa oleh tentara Serbia kemudian mereka hamil. Tentunya anak haram hasil pemerkosaan itu tidak diharapkan hadir ditengah mereka. Cara mengatasi permasalahan itu  adalah dengan mengugurkan kandungan (aborsi). Permasalahannya bolehkah secara hukum Islam menggugurkan kandungan hasil pemerkosaan ?

Jawaban Terhadap Permasalahan Aborsi

Hukum aborsi sebagai berikut :

1. Jika dilakukan sebelum  ruh ditiupkan pada janin  (sebelum 120 hari dari kehamilan) berarti masih berbentuk gumpalan darah (‘alaqah) atau gumpalan daging (mudghoh), menurut Imam Romli dan sebagian besar ulama’ diperbolehkan, tetapi menurut Ibn ‘Imad haram.

2. Jika dilakukan setelah ditiupkan ruh, maka hukumnya haram sebab membinasakan jasad yang  mempunyai ruh dikategorikan sebagai pembunuhan.

3. Menurut Imam Al-Ghozali haram secara mutlak (baik sebelum ditiupkan ruh atau setelahnya).

Akan tetapi aborsi jika dilakukan karena takut tidak mampu memberi makan/biaya hidup pada anak, maka hukumnya haram. Selain itu hukum aborsi diatas bisa dijalani jika prosesnya dilakukan dengan minum obat atau yang lainnya. Namun jika prosesnya dengan cara di-kiret (dibersihkan rahim secara langsung), maka boleh jika dalam keadaan darurat dan haram jika bukan darurat dikarenakan adanya membuka aurat.

Page 3: Agama Pemerkosaan 2
Page 4: Agama Pemerkosaan 2

Hukum Aborsi

Sebagian ulama memperketat masalah aborsi dan melarangnya meskipun janin masih berusia satu hari. Bahkan ada juga yang mengharamkan tindakan orang yang mencegah terjadinya kehamilan karena disengaja, baik pencegahan itu dilakukan oleh suami maupun istri.

Mereka berdalil dengan sebagian hadits yang menyebut ‘azal (mengeluaran penis dari vagina saat terjadi ejakulasi) sebagai pembunuhan secara sembunyi-sembunyi. Karena itu, tidak diragukan lagi bahwa aborsi mutlak haram.

Namun ada juga ulama yang menghalalkan aborsi secara mutlak. Dr. Abdurrahman Al Baghdadi berpendapat bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh atau nyawa ditiupkan. (Emansipasi Adakah Dalam Islam hal. 127-128)

Hukum Aborsi SETELAH Ditiupkannya Ruh Pada Janin

Para ulama sepakat akan keharaman aborsi yang dilakukan setelah ditiupkannya ruh. Kapan ditiupkannya ruh pada janin? Sebagian ulama berpendapat berbeda, yaitu: setelah 4 bulan masa kehamilan, atau setelah usia kehamilan itu berusia 120 hari, ada juga yang berpendapat setelah janin berusia 40-42 hari. Hal itu berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut:

i) Firman Allah SWT: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-Isra`: 31).

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (Qs. al-Isra`: 33).

“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)

ii) Hadits:“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi).

Hukum Aborsi SEBELUM Ditiupkannya Ruh

Akan tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh pada janin. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.

a. Pendapat yang Mengharamkan

Sedangkan Adapun pendapat yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain:i) Ibnu Hajar (wafat 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah,

ii) Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin.

iii) Mahmud Syaltut (mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir). Beliau berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi

Page 5: Agama Pemerkosaan 2

makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya.

Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh (M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah, hal. 57)

b. Pendapat yang Membolehkan

Sebagian fuqoha’ ada yang membolehkan aborsi apabila usia janin belum berusia 120 hari. Pendapat ini sesuai dengan riwayat yang lebih masyhur bahwa pada saat itu telah ditiupkan ruh ke dalam tubuh janin.

Muhammad Ramli (w. 1596 M) membolehkan aborsi sebelum ditiupkannya ruh dengan alasan belum adanya makhluk bernyawa. Meskipun ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.