Afifah Kusumadara. DO NOT COPY · PDF filee. perjanjian kerja sama penelitian untuk...
Transcript of Afifah Kusumadara. DO NOT COPY · PDF filee. perjanjian kerja sama penelitian untuk...
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 1
I. JUDUL:
Pengertian dan Pelaksanaan atas Ketentuan Pengecualian Terhadap Perjanjian dan
Perbuatan untuk Ekspor dalam Undang-undang Antimonopoli dan Persaingan Sehat
(Studi untuk Pasal 50 Huruf g UU No. 5/1999)
Oleh: Afifah Kusumadara, SH. LL.M. SJD. 1
II. LATAR BELAKANG:
Latar belakang diundangkannya Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara RI No. 33 Tahun
1999) adalah karena sebelum UU tersebut diundangkan muncul iklim persaingan usaha yang
tidak sehat di Indonesia, yaitu adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau
kelompok tertentu, baik itu dalam bentuk monopoli maupun bentuk-bentuk persaingan usaha
tidak sehat lainnya. Pemusatan kekuatan ekonomi pada kelompok pengusaha tertentu terutama
yang dekat dengan kekuasaan, telah menyebabkan ketahanan ekonomi Indonesia menjadi
rapuh karena bersandarkan pada kelompok pengusaha-pengusaha yang tidak efisien, tidak
mampu berkompetisi, dan tidak memiliki jiwa wirausaha untuk membantu mengangkat
perekonomian Indonesia.2
UU No. 5/1999 ini diundangkan setelah Indonesia mengalami krisis ekonomi di tahun
1997-1998 yang meruntuhkan nilai rupiah dan membangkrutkan negara serta hampir semua
pelaku ekonomi. Undang-undang ini juga merupakan salah satu bentuk reformasi ekonomi
yang disyaratkan oleh International Monetary Fund untuk bersedia membantu Indonesia
1 Afifah Kusumadara adalah dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Pendapat dan opini yang ditulis di artikel ini adalah dari penulis dan tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat
dan opini KPPU. 2 Lihat Penjelasan Umum atas UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 2
keluar dari krisis ekonomi.3 Undang-undang ini berlaku efektif pada tanggal 5 Maret 2000.
Untuk mengawasi dan menerapkan Undang-undang ini dibentuk Komisi Pengawas Pengawas
Persaingan Usaha atau disingkat KPPU (berdasar pasal 30 UU No. 5/1995)
Secara umum, isi UU No. 5/1999 telah merangkum ketentuan-ketentuan yang umum
ditemukan dalam undang-undang antimonopoli dan persaingan tidak sehat yang ada di negara-
negara maju, antara lain adanya ketentuan tentang jenis-jenis perjanjian dan kegiatan yang
dilarang undang-undang, penyalahgunaan posisi dominan pelaku usaha, kegiatan-kegiatan apa
yang tidak dianggap melanggar undang-undang, serta perkecualian atas monopoli yang
dilakukan negara.
Sejauh ini KPPU telah sering menjatuhkan keputusan kepada para pelaku usaha di
Indonesia yang melakukan perjanjian-perjanjian atau kegiatan-kegiatan yang dikategorikan
terlarang oleh UU No. 5/19994 serta yang menyalahgunakan posisi dominan mereka.
5
Akan tetapi, sejauh ini KPPU belum pernah memberi keputusan yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan usaha yang dikecualikan dari ketentuan UU No. 5/1999, padahal terdapat
sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999
(sebagaimana diatur di pasal 50 dan 51 UU No.5/19996). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan
3 Lihat Letter of Intent and Memorandum of Economic and Financial Policies yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia
kepada IMF tanggal 11 September 1998. http://www.imf.org/external/np/loi/091198.htm. Diakses pada 27 Juli 2007. 4 Perjanjian yang dilarang oleh UU No. 5/1999 adalah: oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan,
kartel, trust, oligopsoni, intregasi vertikal, dan perjanjian tertutup. Sedang kegiatan yang dilarang oleh UU No.
5/1999 adalah: monopoli, monopsoni, penguasaan pasar dan persengkokolan. 5 Lihat situs KPPU di http://www.kppu.go.id 6 Pasal 50
Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah:
a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundangundangan yang berlaku; atau
b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta,
desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan
waralaba; atau
c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi
persaingan; atau
d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau
jasa dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 3
usaha yang dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya
karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha dan
KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan
usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999. Bisa jadi suatu perjanjian atau suatu kegiatan
usaha dianggap masuk dalam kategori pasal 50 UU No. 5/1999 oleh pelaku usaha, tetapi justru
dianggap melanggar undang-undang oleh KPPU. Oleh karena itu, perlu adanya ketentuan
lanjutan yang lebih detil mengatur pelaksanaan sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha
tersebut demi menghindarkan salah tafsir dan memberikan kepastian hukum baik bagi
pengusaha maupun bagi KPPU. Sebagaimana dapat dibaca di pasal 50 dan 51, aturan tentang
sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha tersebut masing-masingnya diatur dengan sangat
singkat, dalam satu kalimat saja.
Salah satu kegiatan/perjanjian usaha yang tidak dikategorikan melanggar UU No.
5/1999 adalah “perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak
mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri” (pasal 50 huruf g UU No.
5/1999). Ketentuan ini sangat sumir, terlalu singkat, yang dapat menimbulkan perbedaan
penafsiran dan ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya.
Artikel ini bertujuan untuk menemukan batasan hukum dalam mendefisinikan
perjanjian dan perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan
e. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas; atau
f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia; atau
g. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan
pasar dalam negeri; atau
h. pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil; atau
i. kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha
Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 4
pasokan pasar dalam negeri. Dengan itu penulis berharap dapat membantu KPPU dalam
menyusun pedoman pelaksanaan yang lebih jelas dan rinci bagi pelaku usaha di Indonesia yang
ingin memanfaatkan ketentuan pasal 50 huruf g. Pedoman yang jelas dan rinci tersebut juga
sangat dibutuhkan oleh pelaku usaha atau eksportir Indonesia untuk menghindari
ketidakpastian hukum.
Untuk mencapai tujuan di atas, penulis melakukan penelitian kepustakaan baik atas
bahan hukum primer (UU No. 5/1999 dan undang-undang persaingan sehat dari beberapa
negara lain) serta atas bahan hukum sekunder (artikel-artikel hukum dari jurnal Indonesia dan
asing).
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh penulis, maka pembahasan dalam artikel
ini difokuskan kepada tiga hal, yaitu:
A. Pengertian umum perjanjian dan perbuatan ekspor yang tidak melanggar undang-undang
antimonopoli dan persaingan sehat.
B. Pelaksanaan ketentuan perjanjian dan perbuatan ekspor yang dikecualikan dan tidak
melanggar undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat di dunia
C. Pengaturan ketentuan pengecualian terhadap perbuatan dan perjanjian ekspor dalam
kesepakatan internasional yang dikelola WTO (World Trade Organisation)
Dikarenakan tidak adanya rujukan atau pengalaman di Indonesia yang dapat
memberikan gambaran atas pelaksanaan perjanjian atau perbuatan ekspor yang tidak
melanggar undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat, maka penulis harus merujuk
pada pengalaman hukum di negara-negara lain dalam melaksanakan ketentuan serupa. Dari
pengalaman hukum di negara-negara lain, terutama negara-negara yang telah menjalankan
undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat dalam waktu yang lama, maka diharapkan
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 5
penulis dapat melakukan pembahasan atas ketiga hal di atas, dan selanjutnya dapat menarik
kesimpulan untuk menentukan batasan-batasan dalam pelaksanaan pasal 50 huruf g UU No.
5/1999 di Indonesia.
Pengalaman negara-negara lain dalam menerapkan aturan antimonopoli dan persaingan
sehat dapat digunakan sebagai rujukan di Indonesia karena hampir semua undang-undang
antimonopoli dan persaingan sehat di dunia memiliki karakteristik dan tujuan akhir yang sama,
yaitu untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat demi keuntungan konsumen dan
pembangunan ekonomi dalam negerinya.
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Umum Perjanjian dan Perbuatan Ekspor yang Tidak Melanggar Undang-
undang Antimonopoli dan Persaingan Sehat
Hampir semua negara yang telah memiliki undang-undang antimonopoli atau
persaingan sehat, membolehkan praktek anti-kompetitif dalam perjanjian dan perbuatan
untuk ekspor, sepanjang praktek anti-kompetitif tersebut hanya dilakukan di pasar luar
negeri dan hal tersebut tidak membawa efek yang merugikan (spill over effect) terhadap
persaingan usaha di dalam negeri (domestic market). Efek merugikan terhadap domestic
market yang dimaksud adalah seperti munculnya perlakuan diskriminatif/persaingan tidak
sehat terhadap sesama pelaku usaha dalam negeri7, turunnya aktivitas ekspor
8, dan
konsumen dalam negeri yang terugikan akibat price fixing yang dilakukan oleh pelaku
7 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, The Changing International Status of Export Cartel Exemptions,
Ross School of Business Working Paper Series, Working Paper No. 897, Ross School of Business, University of
Michigan, 10 November 2004, hal. 17 8 Organisation for Economic Co-Operation And Development (OECD), Glossary of Industrial Organisation
Economics and Competition Law, http://www.oecd.org/dataoecd/8/61/2376087.pdf, hal. 43. Diakses pada tanggal
30 Juli 2007.
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 6
usaha ekspor. Praktek anti-kompetitif yang dibolehkan bagi perjanjian dan perbuatan untuk
ekspor tidak hanya terbatas untuk ekspor barang, tetapi juga untuk ekspor jasa.9
Dikecualikannya praktek monopoli atau anti-kompetitif dalam perjanjian dan
perbuatan untuk ekspor dari sanksi undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat
adalah karena di hampir semua negara di dunia, undang-undang tersebut hanya ditujukan
untuk melindungi domestic market (baik konsumen maupun pelaku usaha dalam negeri),
tidak ditujukan untuk melindungi konsumen dan pelaku usaha di luar negeri.10 Isi
Penjelasan Umum UU No. 5/1999, juga menunjukkan hal yang sama yaitu UU No. 5/1999
diundangkan untuk menciptakan keadilan sosial bagi masyarakat dan dunia usaha nasional,
bukan internasional. Disamping itu, banyak pemerintah di dunia yang ingin meningkatkan
tingkat ekspor nasional negara mereka di pasar internasional dan membiarkan perusahaan-
perusahaan ekspor mereka membentuk kekuatan monopolistik demi memenangkan
persaingan yang ketat di pasar internasional.11
Terdapat beberapa alasan lain untuk menjustifikasi praktek monopoli yang anti-
kompetitif dalam perjanjian dan perbuatan ekspor, yaitu:
1. Ekspor yang dilakukan secara kartel (export cartel) diketahui dapat membantu
perusahaan-perusahaan12 dalam negeri untuk menembus pasar internasional/asing.
13
9 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 17 10 Florian Becker, The Case of Export Cartel Exemptions: Between Competition and Protectionism, Journal of
Competition Law and Economics 3(1), 2007, hal. 1 11 Simon J Evenett, Margaret C Levenstein, Valerie Y Suslow, International Cartel Enforcement: Lessons from the
1990s, The World Economy 24 (9), September 2001, hal. 1230
Ross Jones, Economic Integration and Competition Policy: The Agenda for APEC, hal. 225. Dapat dilihat di
http://www.apfpress.com/book3/pdf_files/13.pdf. Diakses tanggal 21 Agustus 2007
Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 7 12 Yang dimaksud dengan “perusahaan” untuk penulisan artikel ini, adalah setiap jenis unit usaha/bisnis, baik yang
tidak berbentuk badan hukum, maupun yang berbentuk badan hukum publik/terbuka dan badan hukum privat. 13 Organisation for Economic Co-Operation And Development (OECD), supra, catatan kaki no. 8
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 7
Export cartel terutama membantu perusahaan-perusahaan kecil yang belum memiliki
pengalaman di pasar internasional.14
2. Biaya transportasi, gudang, handling. bea masuk, marketing, distribusi, market
research, trade shows, akan lebih murah apabila ditanggung bersama-sama seluruh
anggota export cartel, dibandingkan apabila ditanggung oleh pelaku usaha secara
individual. Biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha individual untuk hal-hal tersebut
dapat lebih besar daripada volume perdagangannya sendiri.15
3. Resiko yang muncul dari ekspor, seperti tidak terbayarnya harga barang oleh importir
asing, terhambatnya pengiriman barang karena situasi politik dan alam, serta turunnya
order, dapat ditanggung bersama oleh seluruh anggota export cartel.16
4. Pengalaman dari Jepang menunjukkan bahwa export cartel tidak mempengaruhi harga
barang-barang yang diekspor. Malahan dalam beberapa kasus, terjadi penurunan biaya
ekspor dan peningkatan kualitas ekpsor.17
5. Di Australia, praktek monopoli dalam ekspor gandum (wheat) yang dilakukan oleh
perusahaan/konsorsium yang ditunjuk Pemerintah, dianggap mampu menolong petani-
petani gandum anggota konsorsium, dalam bernegosiasi harga melawan pembeli atau
pedagang gandum di pasar internasional. Sehingga, harga jual gandum yang diperoleh
dapat lebih tinggi dan stabil daripada apabila gandum-gandum tersebut dijual secara
14 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 7, 24
15 Ratnakar Adhikari, In Defence Of Export Cartels, South Asia Watch on Trade, Economics and Environment
(SAWTEE), The Kathmandu Post, 9 July 2004. Dapat dilihat di
http://www.sawtee.org/uploads/articles/in9july04.php. Diakses tanggal 30 Juli 2007
Florian Becker, supra, catatan kaki no. 10, hal. 115 16 Ratnakar Adhikari, supra, catatan kaki no. 15
17 Ratnakar Adhikari, supra, catatan kaki no. 15
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 8
individual oleh masing-masing petani yang berjumlah banyak dan saling bersaing satu
sama lain.18
6. Di Rusia, praktek monopoli dalam ekspor gas yang dilakukan Gazprom telah
mengakibatkan tingginya harga gas di pasar Eropa Barat. Harga gas yang tinggi
tersebut membuat pemerintah Rusia dapat menjual gas kepada rakyat Rusia dengan
harga yang rendah. Dengan kata lain, secara tidak langsung, praktek monopoli atas
ekspor gas yang menyebabkan harga gas yang tinggi di pasar Eropa Barat telah
membantu mensubsidi masyarakat Rusia untuk membeli gas di pasar domestik.19
Pelaku dari praktek anti-kompetitif dalam perjanjian dan perbuatan ekspor dapat
berupa:
1. Perusahaan milik negara, seperti Gazprom di Rusia yang berdasarkan undang-undang
Rusia memiliki hak monopoli untuk melakukan ekspor gas.20
2. Perusahaan swasta yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk memiliki hak monopoli dalam
mengekspor komoditas tertentu. Pemegang saham mayoritas dari perusahaan swasta
monopoli tersebut adalah kumpulan perorangan dan badan usaha skala kecil yang
memproduksi komoditas tersebut. Contohnya adalah Australian Wheat Board Limited,
yang diberi hak monopoli oleh Pemerintah Australia untuk melakukan ekspor gandum
Australia sampai dengan pertengahan 2008.21
18 Wikipedia, AWB Limited, http://en.wikipedia.org/wiki/Australian_Wheat_Board. Diakses tanggal 30 Juli 2007
19 Marina Tsygankova, The Export Of Russian Gas To Europe: Breaking Up The Monopoly Of Gazprom, Discussion
Papers No. 494, Statistics Norway, Research Department, February 2007, hal. 24
Organisation for Economic Co-Operation And Development (OECD), supra, catatan kaki no. 8 20 Neil Buckley dan Tobias Buck, Duma Votes for Russian Gas Export Monopoly, Financial Times, 16 June 2006.
Dapat dilihat di http://www.ft.com/cms/s/f042c74a-fd59-11da-9b2d-0000779e2340.html. Diakses tanggal 31 Juli
2007
Marina Tsygankova, supra, catatan kaki no. 19, hal. 25. 21 Linda Botterill, Timing is Everything: The Privatization of the Australian Wheat Board and the Oil For Food
Program, Discussion Paper 2/07, Research School of Social Sciences, Australian National University, Februari
2007, hal. 2-3
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 9
3. Sekelompok perusahaan-perusahaan swasta nasional yang membentuk asosiasi atau
kartel untuk melakukan praktek monopoli dalam ekspor atas komoditas tertentu.
Asosiasi tersebut dibentuk bukan berdasarkan undang-undang atau mendapat mandat
dari pemerintah, akan tetapi berdasarkan kesepakatan di antara perusahaan-perusahaan
swasta anggota asosiasi tersebut.22
4. Sekelompok perusahaan swasta nasional yang bergabung dengan perusahaan swasta
asing untuk membentuk kartel dalam melakukan ekspor atas komoditas mereka di
pasar-pasar negara asing di luar negara asal mereka.23
5. Dua atau lebih perusahaan yang melakukan merger atau joint-venture sehingga menjadi
sebuah perusahaan baru dengan kekuatan berskala global untuk memonopoli pasar
internasional.24
Untuk selanjutnya artikel ini tidak membahas lebih lanjut praktek anti-kompetitif
dalam ekspor yang dilakukan oleh perusahaan milik negara, karena hal tersebut diatur lebih
lanjut dalam pasal 51 UU No. 5/1999. Sedangkan analisa dalam artikel ini lebih ditujukan
untuk membahas pelaksanaan pasal 50 huruf g UU No. 5/1999.
Praktek anti-kompetitif dalam perbuatan dan perjanjian ekspor dapat dilakukan
dalam bentuk:
Wikipedia, AWB Limited, http://en.wikipedia.org/wiki/Australian_Wheat_Board. Diakses tanggal 30 Juli 2007
Michael Byrnes, UPDATE 2-Australia to Keep Wheat Export Monopoly, Yahoo!7 Finance, 22 Mei 2007. Dapat
dilihat di http://au.biz.yahoo.com/070522/19/18tsn.html. Diakses tanggal 31 Juli 2007
Tim Johnston, Australia Takes First Step to End Wheat Exporter's Monopoly, International Herald Tribune, 5
Desember 2006. Dapat dilihat di http://www.iht.com/articles/2006/12/05/business/web.1205wheat.php. Diakses
tanggal 31 Juli 2007 22 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 4
23 Simon J Evenett, Margaret C Levenstein, Valerie Y Suslow, supra, catatan kaki no. 11, hal. 1224,1226
Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 5
Florian Becker, supra, catatan kaki no. 10, hal. 101 24 Simon J Evenett, Margaret C Levenstein, Valerie Y Suslow, supra, catatan kaki no. 11, hal. 1233
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 10
1. Export cartel, dimana para pelaku usaha yang saling bersaing satu sama lain bergabung
dalam satu kelompok untuk melakukan ekspor dan berusaha menguasai pasar
internasional dengan cara-cara yang anti-kompetitif. Dalam glossary-nya, OECD
mendifinisikan export cartel sebagai kesepakatan atau pengaturan antara para pelaku
usaha untuk menentukan harga ekspor tertentu dan atau membagi wilayah pemasaran
ekspor mereka.25 Lebih lanjut, OECD mengkategorikan kartel sebagai bentuk
kolusi/persengkokolan demi keuntungan timbal balik dari anggota kartel tersebut.
Kartel juga dikategorikan oleh OECD memiliki sifat oligopolistik, dimana para anggota
kartel saling bergantung satu sama lainnya dan berkolusi untuk menentukan harga
(price fixing), total output produksi, alokasi wilayah pemasaran, alokasi pembeli,
alokasi teritori, kuota penjualan dan pembagian keuntungan di antara mereka.26 Dengan
melakukan export cartel, para anggota kartel berharap dapat mengatur harga produk
mereka di pasar internasional sehingga mencapai harga jual yang tertinggi. Export
cartel ini merupakan bentuk perbuatan dan perjanjian ekspor yang paling umum
dilakukan pelaku usaha dalam menguasai pasar internasional secara anti-kompetitif.
2. Monopoli, dimana pelaku usaha menguasai produksi atas produk tertentu dan
mendominasi pemasarannya di pasar negara asing. Hal ini mengakibatkan pelaku usaha
lain, baik yang berasal dari negara yang sama atau negara yang berbeda dari pelaku
monopoli tidak dapat masuk ke dalam pasar yang sama. Praktek monopoli ini
umumnya dilakukan oleh:
25 “An export cartel is an agreement or arrangement between firms to charge a specified export price and/or to divide
export markets”. Organisation for Economic Co-Operation And Development (OECD), supra, catatan kaki no. 8 26 Florian Becker, supra, catatan kaki no. 10, hal. 100
Organisation for Economic Co-Operation And Development (OECD), supra, catatan kaki no. 8
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 11
a) Perusahaan ekspor yang ditunjuk oleh Pemerintah atau mendapat kewenangan dari
undang-undang untuk memonopoli ekspor komoditas tertentu.
b) Dua atau lebih perusahaan yang melakukan merger atau joint-venture sehingga
menjadi sebuah perusahaan baru dengan kekuatan berskala global yang
memonopoli pemasaran produk tertentu di pasar internasional.
c) Kelompok kartel yang melakukan praktek monopoli untuk mengekspor produk
tertentu.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa sesungguhnya praktek kartel dan
monopoli adalah serupa dan saling berhubungan.27 Perjanjian kartel pada umumnya akan
menimbulkan monopoli atas output produksi dan monopoli atas pemasaran produknya,
sehingga berakibat pada price fixing yang meningkatkan harga jual produk tersebut.
Dari pembahasan di atas terhadap praktek hukum antimonopoli dan persaingan
sehat negara-negara lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari perjanjian dan
perbuatan ekspor yang tidak melanggar undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat
adalah: Perjanjian dan perbuatan ekspor yang anti-kompetitif guna memasuki atau
menguasai pasar luar negeri, tetapi praktek anti-kompetitif itu hanya dilakukan di pasar luar
negeri dan tidak boleh membawa efek yang merugikan (spill over effect) terhadap
persaingan usaha dan kebutuhan konsumen di dalam negeri (domestic market). Pengertian
ini dapat diaplikasikan untuk penerapan pasal 50 huruf g UU No. 5/1999 di Indonesia.
Selain itu, pengertian di atas juga dapat ditambahkan ke dalam isi pasal 50 huruf g
UU No. 5/1999. Sebagaimana diketahui, pasal 50 huruf g memberikan pengecualian
kepada segala bentuk perjanjian dan perbuatan untuk ekspor sepanjang hal tersebut tidak
mengganggu kebutuhan dan pasokan pasar dalam negeri. Berarti dalam hal ini, pasal 50
27 Organisation for Economic Co-Operation And Development (OECD), supra, catatan kaki no. 8
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 12
huruf g melarang perjanjian dan perbuatan untuk ekspor apabila perjanjian dan perbuatan
ekspor tersebut mengganggu kebutuhan dan pasokan pasar dalam negeri saja. Tetapi, pasal
50 huruf g tidak melarang perjanjian dan perbuatan untuk ekspor yang membawa efek yang
merugikan (spill over effect) terhadap persaingan usaha di dalam negeri (domestic market),
seperti munculnya perlakuan diskriminatif/persaingan tidak sehat terhadap sesama pelaku
usaha dalam negeri atau sesama eksportir dalam negeri. Oleh karena itu, pasal 50 huruf g
perlu dilengkapi lagi dengan batasan terhadap pengecualian bagi perjanjian dan perbuatan
untuk ekspor yang selain tidak mengganggu kebutuhan dan pasokan pasar dalam negeri
juga tidak membawa efek yang merugikan (spill over effect) terhadap persaingan usaha di
dalam negeri.
B. Pelaksanaan Ketentuan Perjanjian dan Perbuatan Ekspor yang Dikecualikan dan
Tidak Melanggar Undang-Undang Antimonopoli dan Persaingan Sehat di Dunia
Dengan semakin terintegrasinya perekonomian dunia, antara lain dengan
terbentuknya zona-zona ekonomi dan perdagangan bebas di dunia, praktek export cartel
dan perilaku anti-kompetitif lain dalam ekspor mulai dianggap menimbulkan hambatan
dalam perdagangan internasional.28 Disamping itu, praktek tersebut juga dianggap
merugikan para pelaku usaha dan konsumen dari negara-negara lain terutama yang berada
dalam zona-zona ekonomi dan perdagangan yang sama.
Oleh karena itu sejak awal tahun 1991, para akademisi mulai mengkritik undang-
undang antimonopoli dan persaingan sehat di banyak negara yang mengecualikan
perusahaan-perusahaan ekspor yang melakukan praktek anti-kompetitif di pasar
28 ‘Summary’, OECD Journal of Competition Law and Policy 1:4 (1999), hal. 10, dikutip dalam.Simon J Evenett, Margaret C
Levenstein, Valerie Y Suslow, supra, catatan kaki no. 11, hal. 1233
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 13
internasional.29 Sejalan dengan kritik tersebut dan meningkatnya tekanan internasional
yang menuntut adanya kebijakan persaingan usaha yang lebih kompetitif, banyak negara
mulai merevisi undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat mereka. Banyak negara
yang mulai menghapus atau membatasi penggunaan aturan pengecualian antimonopoli dan
persaingan sehat kepada pelaku usaha yang melakukan ekspor.
Di bawah ini akan diuraikan praktek yang umum dilakukan di banyak negara
dalam melaksanakan ketentuan undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat mereka
yang mengecualikan perbuatan dan perjanjian untuk ekspor.
1. Praktek Negara-negara yang Memberikan Pengecualian Implisit untuk
Perjanjian dan Perbuatan Ekspor
Antara tahun 1990an sampai dengan tahun 2000, setidaknya terdapat sepuluh
negara yang menghapus pasal-pasal undang-undang yang secara eksplisit
mengecualikan perjanjian dan perbuatan untuk ekspor, dari undang-undang
antimonopoli dan persaingan sehat mereka. Sebagai gantinya, undang-undang
antimonopoli dan persaingan sehat negara-negara tersebut menyebutkan bahwa
undang-undang tersebut wajib dilaksanakan di dalam negeri, tetapi tidak lagi mengatur
secara eksplisit masalah praktek anti-kompetitif dalam perjanjian dan perbuatan untuk
ekspor yang terjadi di pasar luar negeri. Dengan demikian, negara-negara tersebut
merubah ketentuan eksplisit pengecualian perjanjian dan perbuatan ekspor dari undang-
undang persaingan sehat mereka menjadi ketentuan yang implisit.30
29 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 3
30 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 2-3
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 14
Negara-negara yang tidak lagi memberikan pengecualian secara eksplisit
untuk perjanjian dan perbuatan ekspor sebagian besar berasal dari negara-negara
anggota Uni Eropa (EU).31 Sebagai contoh, Competition Act, 2002 Number 14 of 2002
di Irlandia, menyebutkan di Section 4(1), 5(1):32
4.—(1) Subject to the provisions of this section, all agreements between
undertakings, decisions by associations of undertakings and concerted
practices which have as their object or effect the prevention, restriction or
distortion of competition in trade in any goods or services in the State or in
any part of the State are prohibited and void, . . . (huruf tebal dari penulis)
5.—(1) Any abuse by one or more undertakings of a dominant position in
trade for any goods or services in the State or in any part of the State is
prohibited. (huruf tebal dari penulis)
Section 4(1) dan 5(1) di atas mengatur bahwa segala bentuk perbuatan dan perjanjian
yang anti-kompetitif di dalam negeri (in the State or in any part of the State) adalah
dilarang dan tidak dapat dilaksanakan (void). Sedangkan Section 6 dan 7 yang berjudul
Offence in respect of breach of section 4(1) [5(1)] or Article 81(1) [82] of the Treaty
[Treaty establishing the European Community] lebih lanjut mengatur bahwa segala
bentuk perbuatan dan perjanjian yang anti-kompetitif juga dilarang dan mendapat
sanksi apabila dilakukan di dalam wilayah common market EU. 33 Akan tetapi,
31 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 18
32 Office of the Attorney General, Irish Statute Book, Competition Act, 2002 Number 14 of 2002. Dapat dilihat di
http://www.irishstatutebook.ie/2002/en/act/pub/0014/index.html. Diakses tanggal 7 Agustus 2007
33 Lihat Section 6 (1) Competition Act 2002 Irlandia:
6.—(1) An undertaking which—
(a) enters into, or implements, an agreement, or
(b) makes or implements a decision, or
(c) engages in a concerted practice,
that is prohibited by section 4 (1) or by Article 81(1) of the Treaty shall be guilty of an offence.
Sedang Article 81(1) of the Treaty (Treaty Establishing the European Community) menyebutkan:
The following shall be prohibited as incompatible with the common market: all agreements between undertakings,
decisions by associations of undertakings and concerted practices which may affect trade between Member States
and which have as their object or effect the prevention, restriction or distortion of competition within the common
market, . . .
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 15
Competition Act Irlandia samasekali tidak menyebut dan mengatur sanksi untuk
perbuatan dan perjanjian yang anti-kompetitif apabila hal tersebut dilakukan di luar
Irlandia atau di luar common market EU. Dengan kata lain, Competition Act Irlandia
secara implisit membiarkan praktek perjanjian dan perbuatan ekspor yang anti-
kompetitif sepanjang dilakukan di luar Irlandia dan di luar common market EU.
Revisi atas undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat yang
menghapus pengecualian eksplisit atas perjanjian dan perbuatan ekspor, juga dilakukan
oleh Jerman, Hongaria, Belanda, Swedia, Inggris, Siprus, dan Finlandia.34 Revisi atas
undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat di negara-negara anggota EU
dilakukan terutama untuk menyesuaikan undang-undang mereka dengan ketentuan-
ketentuan hukum EU. Salah satu hukum EU yang mengatur masalah persaingan sehat
adalah Treaty Establishing the European Community, Article 81 – 86 tentang Rules on
Competition, yang melarang segala bentuk perbuatan dan perjanjian yang anti-
kompetitif di dalam wilayah common market EU.
Sama halnya dengan Competition Act 2002 di Irlandia, undang-undang
antimonopoli dan persaingan sehat di negara-negara anggota EU yang lain, samasekali
tidak menyebut dan mengatur sanksi untuk perbuatan dan perjanjian anti-kompetitif
yang dilakukan di luar negara-negara tersebut atau di luar common market EU. Dengan
Section 7(1) Competition Act 2002 Irlandia, mengatur:
7.—(1) An undertaking that acts in a manner prohibited by section 5 (1) or by Article 82 of the Treaty shall be guilty
of an offence.
Sedang Article 82 of the Treaty (Treaty Establishing the European Community) menyebutkan:
Any abuse by one or more undertakings of a dominant position within the common market or in a substantial part of
it shall be prohibited as incompatible with the common market in so far as it may affect trade between Member
States.
. . . (huruf tebal dari penulis)
34 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 19
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 16
kata lain, walau tidak lagi secara eksplisit mengecualikan praktek perjanjian dan
perbuatan ekspor yang anti-kompetitif, tetapi secara implisit undang-undang baru
tersebut membiarkan praktek perjanjian dan perbuatan ekspor yang anti-kompetitif
sepanjang dilakukan di luar negeri dan di luar common market EU.
Negara-negara lain yang juga merevisi undang-undang antimonopoli dan
persaingan sehatnya serta menghapus ketentuan pengecualian secara eksplisit atas
perjanjian dan perbuatan untuk ekspor, adalah Jepang, Korea, dan Swiss.35
2. Praktek Negara-negara yang Memberikan Pengecualian Eksplisit untuk
Perjanjian dan Perbuatan Ekspor
a. Dengan Persyaratan Registrasi dan Sertifikasi
Untuk beberapa negara lain, seperti Amerika Serikat dan Australia,
mereka tidak menghapus ketentuan pengecualian eksplisit atas perjanjian dan
perbuatan untuk ekspor dari perundang-undangan mereka, akan tetapi mereka
membatasi penggunaan aturan pengecualian eksplisit tersebut. Yaitu dengan cara
undang-undang mereka mensyaratkan para pelaku usaha yang akan melakukan
perjanjian export cartel dan perbuatan-perbuatan ekspor yang anti-kompetitif untuk
meminta ijin kepada Pemerintah (notifikasi) dan mendaftarkan perjanjian dan
perbuatan ekspor mereka (registrasi), untuk memperoleh sertifikat yang akan
memberikan imunitas kepada mereka.
Pada tahun 1982, Congress Amerika Serikat mengundangkan Export
Trading Company Act of 1982 (selanjutnya disingkat ETC Act). Section 102(b)
ETC Act menyebutkan bahwa “tujuan diundangkannya ETC Act adalah untuk
35 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 19, 21
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 17
meningkatkan ekspor produk dan jasa Amerika Serikat, dengan cara menyediakan
aturan-aturan yang lebih efisien bagi produser dan supplier Amerika, . . . dan
dengan cara memodifikasi penerapan undang-undang antitrust kepada beberapa
perdagangan ekspor tertentu”.36 Sebagai efek dari berlakunya Section 102(b) ETC
Act tersebut, maka ketentuan undang-undang antitrust yang sudah ada sebelumnya
seperti Clayton Act, Federal Trade Commission Act dan Sherman Act harus direvisi
dengan menambahkan pasal-pasal yang memberikan pengecualian secara eksplisit
kepada export trade or commerce. Sebelumnya, ketiga undang-undang antitrust
tersebut samasekali tidak menyebut atau mengatur masalah export trade or
commerce.37 Section 402 dan 403 ETC Act menyebutkan:
Sec. 402. The Sherman Act (15 U.S.C. 1 et seq.) is amended by inserting
after section 6 the following new section:
Sec.7. This Act shall not apply to conduct involving trade or commerce
(other than import trade or import commerce) with foreign nations unless . . .
Sec. 403. Section 5(a) of the Federal Trade Commission Act (15 U.S.C.
45(a)) is amended by adding at the end thereof the following new
paragraph:
"(3) This subsection shall not apply to unfair methods of competition
involving commerce with foreign nations (other than import commerce) unless. . .
(huruf tebal dari penulis)
Untuk menjaga agar perilaku dalam perbuatan dan perjanjian ekspor tidak
membawa efek yang merugikan (spill over effect) terhadap persaingan usaha dan
konsumen di dalam negeri, maka ETC Act mensyaratkan para pelaku ekspor
36 Export Trading Company Act of 1982, Sec. 102.
b) It is the purpose of this Act to increase United States exports of products and services by encouraging more
efficient provisions of export trade services to United States producers and suppliers, . . ., and by modifying the
application of the antitrust laws to certain export trade. 37 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 16
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 18
terutama yang berpotensi melakukan praktek anti-kompetitif di pasar internasional
untuk memperoleh sertifikat (Certificate of Review) dari Menteri Perdagangan
Amerika (Secretary of Commerce). Certificate of Review tersebut diterbitkan oleh
Menteri Perdagangan dengan persetujuan dari Jaksa Agung Amerika (Attorney
General). Sertifikat tersebut diterbitkan apabila pelaku ekspor dapat membuktikan
bahwa perbuatan, perjanjian dan metode ekspor mereka tidak merusak persaingan
sehat dan tidak berpengaruh terhadap penjualan dan harga barang/jasa di dalam
Amerika Serikat (Section 303 (a) ETC Act).38
Dengan memperoleh Certificate of Review, para pelaku ekspor akan
memperoleh imunitas dari gugatan perdata dan tuntutan pidana antitrust atas
perbuatan dan perjanjian ekspor yang dilakukannya di luar Amerika Serikat
(Section 306 ETC Act). Menteri Perdagangan dan Jaksa Agung Amerika akan
memonitor kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku ekspor yang telah memiliki
Certificate of Review dan Menteri Perdagangan dapat membatalkan sertifikat
tersebut apabila mereka menemukan bahwa pelaku ekspor telah melanggar Section
303 (a) ETC Act. Disamping itu, pelaku ekspor yang memiliki Certificate of Review
juga diwajibkan untuk memberikan laporan tahunan atas kegiatan dan luas pasar
ekspornya (Section 308 ETC Act).
38 SEC.303. (a) A certificate of review shall be issued to any applicant that establishes that its specified export trade,
export trade activities, and methods of operation will--
(1) result in neither a substantial lessening of competition or restraint of trade within the United States nor a
substantial restraint of the export trade of any competitor of the applicant,
(2) not unreasonably enhance, stabilize, or depress, prices within the United States of the goods, wares,
merchandise , or services of the class exported by the applicant,
(3) not constitute unfair methods of competition against competitors engaged in the export of goods, wares,
merchandise or services of the class exported by the applicant, and
(4) not include any act that may reasonably be expected to result in the sale for consumption or resale within the
United States of the goods, wares, merchandise, or services exported by the applicant.
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 19
Sama halnya dengan di Amerika Serikat, undang-undang Trade Practices
Act 1974 Australia dalam Section 51(2)(g) juga secara eksplisit mengecualikan
perbuatan dan perjanjian untuk ekspor yang dilakukan di luar Australia, dari
ketentuan Trade Practices Act 197439 Disamping itu, Section 51(2)(g) Trade
Practices Act 1974 juga mensyaratkan pelaku ekspor untuk memberitahukan dan
mendaftarkan perbuatan dan perjanjian ekspor mereka kepada Australian
Competition and Consumer Commission (selanjutnya disebut Commission) paling
lambat 14 hari setelah dibuatnya perjanjian atau dilakukannya perbuatan ekspor
mereka. Sebagai bukti telah diterimanya pemberitahuan tentang perbuatan dan
perjanjian ekspor dari pelaku ekspor, Commission menerbitkan sertifikat untuk
pelaku ekspor tersebut (Section 166 Trade Practices Act 1974). Sertifikat tersebut
memberikan imunitas kepada pelaku ekspor dari sanksi Trade Practices Act 1974.40
Persyaratan notifikasi, registrasi, dan sertifikasi terhadap pelaku ekspor
yang melakukan praktek anti-kompetitif dalam perjanjian dan perbuatan ekspor di
pasar luar negeri, menjadikan praktek anti-kompetitif itu lebih transparan,
memudahkan bagi pihak yang berwenang untuk mengetahui siapa dan di pasar
mana perjanjian dan perbuatan ekspor yang anti-kompetitif tersebut di lakukan.41
Transparansi informasi ini dapat memberikan prediktibilitas kepada negara-negara
39 SECT 51 (2)
(g) to any provision of a contract, arrangement or understanding, being a provision that relates exclusively to the
export of goods from Australia or to the supply of services outside Australia, if full and accurate particulars of
the provision (not including particulars of prices for goods or services but including particulars of any method
of fixing, controlling or maintaining such prices) were furnished to the Commission before the expiration of 14
days after the date on which the contract or arrangement was made or the understanding was arrived at, or
before 8 September 1976, whichever was the later. 40 Lihat Exports and the Trade Practices Act. Guidelines to the Commission's approach to mergers, acquisitions and
other collaborative arrangements that aim to enhance exports and the international competitiveness of Australian
industry, Section 3. Forming other collaborative arrangements. Australia, September 1997
Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 16 41 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 23
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 20
lain, publik dan pelaku ekspor dari negara-negara lain untuk menyiapkan counter-
measures (tindakan-tindakan perlindungan) yang diperlukan.42 Hal ini tidak terjadi
dalam export cartel yang dikategorikan sebagai hard-core cartel, dimana pelaku
ekspor melakukan perbuatan-perbuatan anti-kompetitifnya secara rahasia dan
tertutup.43 Disamping itu, pemberian sertifikat kepada pelaku ekspor memberikan
kepastian hukum kepada mereka akan legalitas dari kegiatan dan perjanjian ekspor
yang mereka buat.44
Selain Amerika Serikat dan Australia, terdapat beberapa negara lain, yaitu
Israel, New Zealand, Afrika Selatan, dan Taiwan yang juga mengecualikan secara
eksplisit perbuatan dan perjanjian untuk ekspor dari undang-undang persaingan
sehat mereka, dengan persyaratan notifikasi atau registrasi bagi pelaku ekspor.45
Yang perlu diperhatikan adalah walau notifikasi, registrasi, dan sertifikasi
dapat memberikan imunitas bagi pelaku ekspor dari gugatan dan tuntutan antitrust
atau fair-trade di dalam negeri, hal-hal tersebut tidak dapat memberikan
perlindungan hukum bagi pelaku ekspor yang bersangkutan dari gugatan dan
tuntutan antitrust atau fair-trade yang diajukan oleh Pemerintah negara lain di
muka pengadilan negara lain.46 Sebagai contoh, di tahun 1984 European
Competition Commission menghukum The Pulp, Paper and Paperboard Export
42 Florian Becker, supra, catatan kaki no. 10, hal. 113
43 Florian Becker, supra, catatan kaki no. 10, hal. 113
Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 13 44 Florian Becker, supra, catatan kaki no. 10, hal. 113
45 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, TABLE 2 Export Association Exemptions
from National Antitrust Laws – Selected Countries, hal. 14, 29-31 46 Simon J Evenett, Margaret C Levenstein, Valerie Y Suslow, supra, catatan kaki no. 11, hal. 1233
Florian Becker, supra, catatan kaki no. 10, hal. 108
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 21
Association (KEA) yang berdasar Webb-Pomerene Act sudah terdaftar sebagai
export cartel di Amerika Serikat.47
Hal lain yang perlu diperhatikan juga adalah masalah kepastian imunitas
hukum bagi pelaku ekspor yang bergabung dalam international cartel (kartel yang
beranggotakan perusahaan-perusahaan yang berasal dari negara-negara yang
berbeda). Undang-undang persaingan sehat yang memberikan pengecualian kepada
pelaku ekspor yang telah mendaftar atau memperoleh sertifikat tidak jelas mengatur
apakah imunitas yang diberikan hanya untuk export cartel yang anggotanya sesama
perusahaan nasional saja, ataukah imunitas juga diberikan kepada pelaku ekspor
terdaftar yang tergabung dalam international cartel. Undang-undang antimonopoli
dan persaingan sehat di negara-negara tersebut di atas tidak memberikan ketentuan
yang jelas di dalam hal ini.
b. Tanpa Persyaratan Registrasi dan Sertifikasi
Disamping negara-negara di atas yang memberikan pengecualian secara
eksplisit kepada pelaku ekspor tetapi dengan persyaratan registrasi dan sertifikasi,
terdapat negara-negara lain yang memberikan pengecualian secara eksplisit tetapi
tanpa disertai persyaratan registrasi dan sertifikasi terhadap pelaku ekspor.
Competition Act 1985 Kanada memberikan pengecualian secara eksplisit
kepada pelaku ekspor, tanpa disertai persyaratan registrasi dan sertifikasi terhadap
pelaku ekspor. Section 45(5) menyebutkan: “Subject to subsection (6), in a
prosecution under subsection (1) the court shall not convict the accused if the
conspiracy, combination, agreement or arrangement relates only to the export of
47 Commission Decision n° 85/202/EEC of 19 December 1984
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 22
products from Canada”. (huruf tebal dari penulis). Pengecualian dari sanksi
Competition Act diberikan secara eksplisit oleh Section 45(5) untuk perbuatan dan
perjanjian ekspor, sepanjang perbuatan dan perjanjian ekspor tersebut tidak
merusak persaingan sehat dan tidak berpengaruh terhadap nilai barang/jasa yang
diekspor tersebut di dalam Canada (Section 45(6)). Competition Act Kanada tidak
memberlakukan persyaratan registrasi dan sertifikasi terhadap pelaku ekspor yang
melakukan perbuatan dan perjanjian ekspor yang berpotensi anti-kompetitif.
Competition Act 200548 Islandia (Iceland) juga mengatur hal yang sama,
yaitu memberikan pengecualian secara eksplisit kepada pelaku ekspor, tanpa
disertai persyaratan registrasi dan sertifikasi terhadap pelaku ekspor. Article 3 dari
Competition Act 2005, menyebutkan:
This Act shall apply to agreements, terms and actions with effect, or
intended effect, in Iceland
Subject to the provisions of Chapter VII and the provisions governing
trade within the common market of the European Economic Area, this Act
shall not apply to agreements, terms or actions which are solely intended
to have an effect outside Iceland.
. . .
(huruf tebal dari penulis)
Selain Kanada dan Islandia, terdapat beberapa negara lain, yaitu
Indonesia, Ceko, Finlandia, Perancis, India, Lituania, Meksiko, Norwegia, Slovakia,
yang juga mengecualikan secara eksplisit perbuatan dan perjanjian untuk ekspor
48 Law nbr. 44 19. may 2005.
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 23
dari undang-undang persaingan sehat mereka, tanpa disertai persyaratan notifikasi
atau registrasi bagi pelaku ekspor.49
3. Praktek Negara-negara yang Tidak Memberikan Pengecualian Baik Implisit
Maupun Eksplisit Kepada Perjanjian dan Perbuatan Ekspor
Disamping mayoritas negara-negara yang memberikan pengecualian secara
eksplisit maupun secara implisit kepada perbuatan dan perjanjian untuk ekspor, terdapat
sedikit negara yang tidak memberikan pengecualian apapun untuk perbuatan dan
perjanjian ekspor dalam undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat mereka.
Undang-undang mereka hanya menentukan bahwa perilaku anti-kompetitif adalah
illegal, tanpa menyebutkan wilayah berlakunya undang-undang mereka. Undang-
undang antimonopoli dan persaingan sehat mereka tidak menyebutkan bahwa undang-
undang itu hanya berlaku di dalam negeri, dan juga tidak menyebutkan bahwa undang-
undang itu tidak berlaku untuk perbuatan dan perjanjian ekspor yang dilakukan di luar
negeri.
Undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat Luxemburg, Loi du 17
mai 2004 relative à la concurrence, Chapitre I - De la concurrence sur le marché
melarang segala perilaku usaha yang anti-kompetitif di pasar (sur le marché). Tetapi
Loi du 17 mai 2004 tidak mengatur lebih lanjut apa yang dimaksudkan sebagai sur le
marché, di pasar domestik saja ataukah juga termasuk di pasar luar negeri.
Selain undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat Luxemburg,
undang-undang serupa di Rusia dan Thailand juga tidak menentukan secara tegas
49 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, TABLE 2 Export Association Exemptions
from National Antitrust Laws – Selected Countries, hal. 29-31
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 24
wilayah berlakunya undang-undang mereka, apakah hanya berlaku untuk perusahaan-
perusahaan mereka di dalam negeri ataukah juga berlaku bagi perusahaan-perusahaan
tersebut di luar negeri.50 Hanya saja, untuk Rusia telah terdapat kasus di mana
perusahaan milik negara, Gazprom, memiliki hak monopoli untuk melakukan ekspor
gas ke pasar internasional berdasarkan undang-undang yang disetujui oleh parlemen
(Duma). Kasus ini menunjukkan bahwa walaupun undang-undang antimonopoli dan
persaingan sehat Rusia51 tidak menentukan secara tegas wilayah berlakunya undang-
undang tersebut, tetapi dalam prakteknya undang-undang tersebut tidak diberlakukan
untuk praktek anti-kompetitif yang dilakukan oleh perusahaan Rusia di pasar luar
negeri.
Menurut penulis, undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat yang
tidak memberikan pengecualian baik implisit atau eksplisit kepada perbuatan dan
perjanjian untuk ekspor, dan tidak menentukan secara tegas wilayah berlakunya
undang-undang tersebut, akan menimbulkan ketidakpastian hukum pada pelaku usaha
di negara tersebut yang ingin melakukan kegiatan ekspor. Demikian juga, undang-
undang tersebut akan memunculkan praktek hard-core cartel di pasar internasional
yang melakukan perbuatan-perbuatan anti-kompetitifnya secara rahasia dan tertutup,
yang sulit untuk dimonitor oleh publik dan pejabat yang berwenang, karena tiadanya
informasi dan transparansi dari pelaku ekspor.
50 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 18
51 Ведомости Сьезда Народных Депутатов РСФСР и Верховного Совета РСФСР, 1991, No. 16, Item 499. (Law
“On Competition and the Limitation of Monopolistic Activity on Goods Markets”). Undang-undang ini telah
diamandemen 8 kali, yang terakhir dengan Federal Law of the RF No. 122- FZ of 9 October 2002. (Lihat, OECD,
Competition Law and Policy in Russia, An OECD Peer Review, 2004. Dapat dilihat di
http://www.oecd.org/dataoecd/10/60/32005515.pdf , diakses tanggal 10 Agustus 2007
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 25
Dari pembahasan di dalam Sub B paper ini, dapat disimpulkan adanya beberapa
jenis model pelaksanaan ketentuan perjanjian dan perbuatan ekspor yang dikecualikan dan
tidak melanggar undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat. Model pelaksanaan
yang pertama adalah undang-undang di beberapa negara terutama di negara-negara anggota
EU yang memberikan pengecualian implisit untuk perjanjian dan perbuatan ekspor. Model
pelaksanaan yang kedua adalah undang-undang di beberapa negara yang memberikan
pengecualian eksplisit untuk perjanjian dan perbuatan ekspor. Model kedua ini terbagi
dalam dua praktek, yaitu praktek pengecualian eksplisit tetapi disertai dengan persyaratan
registrasi dan sertifikasi dan praktek pengecualian eksplisit yang tidak disertai dengan
persyaratan registrasi dan sertifikasi. Model pelaksanaan yang ketiga adalah undang-
undang di beberapa negara yang tidak memberikan pengecualian baik implisit atau eksplisit
kepada perbuatan dan perjanjian untuk ekspor, dan tidak menentukan secara tegas wilayah
berlakunya undang-undang tersebut, di dalam negeri saja ataukah juga di luar negeri.
Perlu dicatat juga, masih terdapat beberapa negara yang belum memiliki undang-
undang antimonopoli dan persaingan sehat yang terintegrasi, seperti Hong Kong, Malaysia,
dan Filipina, sehingga sulit untuk menyimpulkan apakah negara-negara tersebut juga
melegalkan praktek anti-kompetitif dalam perbuatan dan perjanjian ekspor yang dilakukan
perusahaan-perusahaan mereka di pasar luar negeri.
Sebagaimana yang telah disebutkan oleh penulis di atas, model undang-undang
antimonopoli dan persaingan sehat yang memberikan pengecualian secara eksplisit, tetapi
dengan persyaratan registrasi dan sertifikasi untuk perjanjian dan perbuatan ekspor adalah
model pelaksanaan undang-undang yang paling jelas dan efisien. Model ini mencegah
terjadinya praktek hard-core cartel. Dengan pemberian pengecualian yang eksplisit tetapi
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 26
disertai persyaratan registrasi dan sertifikasi terhadap pelaku ekspor yang melakukan
praktek anti-kompetitif di pasar luar negeri, menjadikan praktek anti-kompetitif itu lebih
transparan dan memudahkan pihak yang berwenang untuk mengetahui siapa dan di pasar
mana perjanjian dan perbuatan ekspor anti-kompetitif tersebut di lakukan. Transparansi
informasi ini juga dapat memberikan prediktibilitas kepada negara-negara lain, publik dan
pelaku ekspor dari negara-negara lain untuk menyiapkan counter-measures yang
diperlukan. Disamping itu, pemberian sertifikat kepada pelaku ekspor memberikan
kepastian hukum kepada mereka akan legalitas dari kegiatan dan perjanjian ekspor yang
mereka buat.
C. Pengaturan Ketentuan Pengecualian Terhadap Perbuatan dan Perjanjian Ekspor
dalam Kesepakatan Internasional Yang Dikelola WTO
Walau terdapat alasan-alasan yang menjustifikasi praktek pengecualian terhadap
perbuatan dan perjanjian ekspor dari undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat,
akan tetapi akhir-akhir ini mulai muncul beberapa argumen yang menghendaki
penghapusan praktek pengecualian tersebut dan penghapusan export cartel dari undang-
undang antimonopoli dan persaingan sehat di dunia. Menurut argumen tersebut, merupakan
hal yang tidak layak apabila pengecualian atas perbuatan dan perjanjian bagi ekspor
diperbolehkan dengan maksud untuk meningkatkan pendapatan atau devisa dari negara
pengekspor tersebut, tetapi membawa akibat yang merugikan bagi konsumen dan
pengusaha di pasar negara lain.52 Beberapa sarjana yang lain berpendapat bahwa export
cartel mempunyai efek merusak perdagangan bebas, sama dengan pemberian subsidi
ekspor, yang dilarang oleh The WTO Agreement on Subsidies and Countervailing
52 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 23
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 27
Measures.53 Bollard berpendapat bahwa liberalisasi dan deregulasi dalam perdagangan dan
industri di dunia tidak dapat berjalan efektif apabila banyak perusahaan di dunia masih
melakukan praktek anti-kompetitif baik di pasar domestik54 maupun di pasar internasional.
Oleh karena itu, mulai muncul upaya-upaya untuk menggunakan kerjasama
internasional, melalui World Trade Organisation (WTO) guna menghapus atau mengontrol
perilaku anti-kompetitif dalam perdagangan internasional.55 Upaya tersebut didasarkan
pada alasan bahwa kebijakan perdagangan (trade policy) dan kebijakan persaingan sehat
(competition policy) memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk menciptakan perdagangan
yang bebas dan efisien. Trade policy yang baik akan menurunkan hambatan perdagangan,
baik yang berupa tariff maupun non-tariff sehingga akan menumbuhkan persaingan sehat
dan meningkatkan efisiensi. Sedangkan competition policy yang baik juga akan
menumbuhkan persaingan sehat dan akhirnya meningkatkan efisiensi.56
Walau demikian, ternyata upaya kerjasama atau kesepakatan internasional untuk
mengatur atau menghapus praktek perbuatan dan perjanjian ekspor yang anti-kompetitif di
pasar internasional sampai saat ini tetap sangat sulit untuk direalisasikan.
Dalam pertemuan WTO tanggal 20-21 Februari 2003, Pemerintah Amerika
Serikat menentang usulan penghapusan ketentuan pengecualian bagi export cartel. Mereka
berpendapat bahwa ketentuan pengecualian terhadap export cartel yang diberikan oleh
undang-undang antitrust mereka adalah untuk menolong perusahaan-perusahaan domestik
yang tidak memiliki sumber daya dalam melakukan kegiatan ekspor secara individual.
53 Florian Becker, supra, catatan kaki no. 10, hal. 101
54 Bollard, A.E., The Interrelationship between Trade Liberalisation, Industry Deregulation and Competitive Policy
Reform, APEC Workshop on Competition and Deregulation, Quebec City, 18-19 Mei 1997, dikutip dalam Ross
Jones, supra, catatan kaki no. 11, hal. 230 55 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 11
56 Ross Jones, supra, catatan kaki no. 11, hal. 222
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 28
Disamping itu, menurut Pemerintah Amerika Serikat, praktek export cartel yang
diperbolehkan oleh undang-undang antitrust mereka bersifat transparan dan tidak
dilakukan secara rahasia sebagaimana hard-core cartel pada umumnya.57 Data yang ada
juga menunjukkan bahwa lebih banyak perusahaan industri kecil dibandingkan perusahaan
besar atau multinasional Amerika yang memanfaatkan ketentuan Certificate of Review dari
ETC Act untuk mendapatkan imunitas dari undang-undang antitrust Amerika.58
Disamping Amerika Serikat, pemerintah negara-negara berkembang juga
menentang kesepakatan internasional yang menghendaki penghapusan ketentuan
pengecualian export cartel dari undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat mereka.
Dalam pertemuan WTO tanggal 26-27 September 2002, delegasi negara berkembang
menghendaki agar praktek export cartel tetap diperbolehkan untuk dilakukan oleh negara-
negara berkembang, akan tetapi harus dilarang dilakukan di negara-negara industri maju.
Negara-negara berkembang beralasan bahwa pelaku ekspor dari negara-negara berkembang
terdiri dari pelaku usaha atau perusahaan kecil yang sulit untuk menembus pasar
internasional tanpa menggabungkan usaha mereka dalam kartel.59
Kedua kasus di atas menunjukkan sulitnya penggabungan competition policy ke
dalam trade policy internasional yang dikelola oleh WTO. Walaupun diakui bahwa
competition policy dan trade policy memiliki tujuan yang sama yaitu menciptakan
perdagangan bebas dan meningkatkan efisiensi, akan tetapi competition policy dan trade
policy memiliki karakter dasar yang berbeda yang membuat ketentuan-ketentuan dalam
competition policy sulit untuk diintegrasikan dalam trade policy internasional.
57 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 13
58 Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 10-11
59 Ratnakar Adhikari, supra, catatan kaki no. 15
Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, supra, catatan kaki no. 7, hal. 11, 24
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 29
Selama ini ketentuan-ketentuan dalam trade policy internasional yang dikelola
oleh WTO hanya ditujukan kepada pemerintah, agar pemerintah di seluruh dunia
menurunkan hambatan perdagangan, baik yang berbentuk tariff maupun non-tariff. Dengan
kata lain trade policy internasional ditujukan untuk mengatur perilaku negara atau
pemerintah di dunia di dalam lalu lintas perdagangan internasional, sedangkan competition
policy ditujukan untuk mengatur perilaku individu atau badan hukum privat dalam
menjalankan aktivitas dagangnya (baik di pasar nasional maupun pasar internasional)
Disamping itu, ketentuan-ketentuan dalam trade policy difokuskan bagi kepentingan para
pedagang agar mereka dapat memperoleh akses pasar (market access) di suatu negara,
sementara competition policy difokuskan bagi kepentingan para konsumen agar mereka
dapat memperoleh barang atau jasa dengan kualitas dan harga yang terbaik.60
Selain daripada itu, saat ini masih terdapat keengganan dari banyak pemerintah di
dunia untuk memperluas cakupan trade policy internasional selain dari yang sudah diatur
dalam WTO Agreements. Sebagian negara tidak ingin kedaulatan negara mereka semakin
terkurangi karena bertambah luasnya cakupan trade policy dalam mengatur perdagangan di
negara mereka. Disamping itu, mereka juga masih meragukan manfaat dari perluasan
cakupan trade policy internasional ke dalam competition policy bagi pertumbuhan ekonomi
negara mereka.61
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini ketentuan-
ketentuan di bidang competition atau persaingan sehat dan antimonopoli belum dapat diatur
dalam suatu kesepakatan internasional dan belum dapat dimasukkan dalam skema trade
60 Florian Becker, supra, catatan kaki no. 10, hal. 126
61 Florian Becker, supra, catatan kaki no. 10, hal. 100
Keadaan ini juga menjadi salah satu sebab negosiasi Putaran Doha (dikenal sebagai Doha Development Agenda)
dihentikan untuk waktu yang tidak ditentukan (suspended) oleh Dirjen WTO, Pascal Lamy, pada 24 Juli 2006.
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 30
policy internasional di bawah WTO. Negara-negara maju maupun negara-negara
berkembang sama-sama masih menentang adanya kesepakatan internasional untuk
mengatur atau melarang ketentuan pengecualian bagi export cartel dan perbuatan atau
perjanjian ekspor lainnya dari undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat mereka.
Disamping itu, ketentuan-ketentuan di bidang competition juga sulit untuk
diintegrasikan dalam trade policy internasional karena keduanya memiliki karakter dasar
yang berbeda.
Oleh karena itu, pasal 50 huruf g UU No. 5/1999 yang membolehkan praktek
anti-kompetitif dalam perjanjian dan perbuatan untuk ekspor adalah tidak melanggar
ketentuan dalam WTO Agreements yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hampir semua negara membolehkan praktek anti-kompetitif dalam perjanjian dan
perbuatan untuk ekspor, sepanjang praktek anti-kompetitif itu hanya dilakukan di pasar
luar negeri dan tidak membawa efek yang merugikan (spill over effect) terhadap
persaingan usaha di dalam negeri, seperti munculnya perlakuan
diskriminatif/persaingan tidak sehat terhadap sesama pelaku usaha atau sesama pelaku
ekspor dalam negeri, dan tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen dalam negeri.
2. Praktek anti-kompetitif yang pada umumnya dibolehkan bagi perjanjian dan perbuatan
untuk ekspor tidak hanya terbatas untuk ekspor barang, tetapi juga untuk ekspor jasa.
3. Terdapat beberapa model pelaksanaan ketentuan perjanjian dan perbuatan ekspor yang
dikecualikan dan tidak melanggar undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat di
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 31
dunia. Model pelaksanaan yang pertama adalah undang-undang di beberapa negara
yang memberikan pengecualian implisit untuk perjanjian dan perbuatan ekspor. Model
pelaksanaan yang kedua adalah undang-undang yang memberikan pengecualian
eksplisit untuk perjanjian dan perbuatan ekspor. Model kedua ini terbagi dalam dua
praktek, yaitu praktek pengecualian eksplisit tetapi disertai dengan persyaratan
registrasi dan sertifikasi dan praktek pengecualian eksplisit yang tidak disertai dengan
persyaratan registrasi dan sertifikasi. Model pelaksanaan yang ketiga adalah undang-
undang yang tidak memberikan pengecualian baik implisit atau eksplisit kepada
perbuatan dan perjanjian untuk ekspor, dan tidak menentukan secara tegas wilayah
berlakunya undang-undang tersebut, di dalam negeri saja ataukah juga di luar negeri.
4. Pasal 50 huruf g UU No. 5/1999 dapat dikategorikan sebagai model undang-undang
yang kedua yang memberikan pengecualian eksplisit untuk perjanjian dan perbuatan
ekspor, tetapi tidak mensyaratakan adanya registrasi dan sertifikasi bagi pelaku ekspor
yang berpotensi melakukan praktek anti-kompetitif di pasar internasional
5. Model undang-undang yang memberikan pengecualian secara eksplisit, tetapi dengan
persyaratan registrasi dan sertifikasi untuk perjanjian dan perbuatan ekspor adalah
model pelaksanaan undang-undang antimonopoli dan persaingan sehat yang paling
jelas dan efisien. Model ini mencegah terjadinya praktek hard-core cartel, memberikan
transparansi bagi pihak yang berwenang, bagi publik dan bagi pelaku ekspor lainnya.
Disamping itu, model ini memberikan kepastian hukum kepada para pelaku ekspor
akan legalitas dari kegiatan dan perjanjian ekspor yang mereka buat.
6. Sampai saat ini ketentuan-ketentuan di bidang competition atau persaingan sehat dan
antimonopoli belum diatur dalam suatu kesepakatan internasional dan belum dapat
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 32
dimasukkan dalam skema trade policy internasional di bawah WTO. Oleh karena itu,
pasal 50 huruf g UU No. 5/1999 yang membolehkan praktek anti-kompetitif dalam
perjanjian dan perbuatan untuk ekspor adalah tidak melanggar ketentuan dalam WTO
Agreements yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
B. Saran
1. Isi pasal 50 huruf g UU No. 5/1999 perlu dilengkapi, karena pasal 50 huruf g hanya
melarang perjanjian dan perbuatan untuk ekspor apabila itu dapat mengganggu
kebutuhan dan pasokan pasar dalam negeri, tetapi pasal 50 huruf g tidak melarang
secara tegas perjanjian dan perbuatan untuk ekspor apabila itu membawa efek yang
merugikan (spill over effect) terhadap persaingan usaha di dalam negeri (domestic
market), seperti munculnya perlakuan diskriminatif/persaingan tidak sehat terhadap
sesama pelaku usaha atau sesama eksportir dalam negeri. Oleh karena itu, pasal 50
huruf g perlu dilengkapi lagi dengan batasan terhadap pengecualian bagi perjanjian dan
perbuatan untuk ekspor yang selain tidak mengganggu kebutuhan dan pasokan pasar
dalam negeri juga tidak membawa efek yang merugikan (spill over effect) terhadap
persaingan usaha di dalam negeri.
2. Pasal 50 huruf g UU No. 5/1999 perlu dilengkapi dengan penjelasan lebih detil apakah
yang dimaksudkan dengan perjanjian dan perbuatan untuk ekspor yang tidak
mengganggu kebutuhan dan pasokan pasar dalam negeri. Batasan tentang hal tersebut
tidak diberikan oleh UU No. 5/1999 sehingga berpotensi menimbulkan ketidakpastian
hukum bagi pelaku usaha dan pejabat yang berwenang di Indonesia. Ada baiknya
apabila kita merujuk pada batasan yang diberikan dalam Section 303 (a)(4) ETC Act
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 33
Amerika Serikat, yang tidak memberikan pengecualian kepada export cartel apabila
barang-barang atau jasa yang dijual di pasar internasional oleh pelaku export cartel
tersebut masuk atau dijual kembali kepada konsumen dalam negeri dengan harga price
fixing yang berlaku di pasar internasional. Dengan demikian, pasal 50 huruf g UU No.
5/1999 harus disertai penjelasan yang melarang pelaku ekspor untuk memasukkan
kembali atau menjual kembali kepada konsumen dalam negeri, barang dan jasa yang
telah mereka ekspor dengan harga price fixing di pasar internasional. Dengan adanya
larangan ini, maka kebutuhan dan pasokan pasar dalam negeri tidak akan terganggu
oleh masuknya barang-barang dan jasa yang telah diekspor dan dikenai harga price
fixing oleh para pelaku ekspor.
3. Sebaiknya pasal 50 huruf g UU No. 5/1999 direvisi dengan menambahkan persyaratan
registrasi dan sertifikasi bagi pelaku ekspor yang melakukan perjanjian dan perbuatan
untuk ekspor. Persyaratan registrasi dan sertifikasi ini untuk mencegah terjadinya
praktek hard-core cartel, dan untuk memberikan transparansi bagi pihak yang
berwenang, bagi publik dan bagi pelaku ekspor lainnya.
4. Untuk melaksanakan saran nomor 3 di atas, perlu ditunjuk institusi tertentu yang
menjalankan proses registrasi dan penerbitan sertifikat bagi pelaku ekspor yang ingin
memperoleh pengecualian dari ketentuan UU No. 5/1999. Disamping itu, perlu disusun
guidelines atau pedoman bagi institusi tersebut untuk membantu mereka dalam proses
membuat keputusan pemberian sertifikat bagi pelaku ekspor yang ingin memperoleh
pengecualian dari ketentuan UU No. 5/1999.
5. Dalam sertifikat yang diberikan kepada pelaku ekspor yang melakukan perjanjian dan
perbuatan untuk ekspor, harus jelas disebutkan bahwa pelaku ekspor diijinkan atau
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 34
tidak diijinkan untuk bergabung dengan perusahaan-perusahaan yang berasal dari
negara lainnya dalam membentuk kartel. Dengan kata lain, dalam sertifikat tersebut
harus jelas disebutkan bahwa pelaku ekspor Indonesia yang memperoleh sertifikat
hanya dapat melakukan perjanjian dan perbuatan ekspornya dengan sesama pelaku
ekspor asal Indonesia, ataukah mereka juga diperbolehkan melakukan perjanjian dan
perbuatan ekspor yang anti-kompetitif dengan perusahaan-perusahaan dari negara-
negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
Camilla Ohlsson, New Zealand Dairy Co-operatives – Strategies, Structures, and Deregulation,
SLU, Institutionen för ekonomi, Swedish University of Agricultrual Sciences, Uppsala, 2004
Florian Becker, The Case of Export Cartel Exemptions: Between Competition and Protectionism,
Journal of Competition Law and Economics 3(1), 2007
Kevin Avram, How the Canadian Wheat Board Acquired its Monopoly Powers, The Frontier
Centre for Public Policy, 21 December, 2006
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 35
Letter of Intent and Memorandum of Economic and Financial Policies yang dibuat oleh
Pemerintah Indonesia kepada IMF tanggal 11 September 1998.
Linda Botterill, Timing is Everything: The Privatization of the Australian Wheat Board and the Oil
For Food Program, Discussion Paper 2/07, Research School of Social Sciences, Australian
National University, Februari 2007
Margaret C. Levenstein dan Valerie Y. Suslow, The Changing International Status of Export
Cartel Exemptions, Ross School of Business Working Paper Series, Working Paper No. 897, Ross
School of Business, University of Michigan, 10 November 2004
Marina Tsygankova, The Export Of Russian Gas To Europe: Breaking Up The Monopoly Of
Gazprom, Discussion Papers No. 494, Statistics Norway, Research Department, February 2007
Michael Byrnes, UPDATE 2-Australia to Keep Wheat Export Monopoly, Yahoo!7 Finance, 22 Mei
2007
Neil Buckley dan Tobias Buck, Duma Votes for Russian Gas Export Monopoly, Financial Times,
16 June 2006
OECD, Competition Law and Policy in Russia, An OECD Peer Review, 2004.
Organisation for Economic Co-Operation And Development (OECD), Glossary of Industrial
Organisation Economics and Competition Law
Philip C. Abbott and Linda M. Young, Export Competition Issues in the Doha Round, Invited
paper presented at the International Conference Agricultural policy reform and the WTO: where
are we heading? Capri (Italy), 23-26 Juni 2003
Ratnakar Adhikari, In Defence Of Export Cartels, South Asia Watch on Trade, Economics and
Environment (SAWTEE), The Kathmandu Post, 9 July 2004
Ross Jones, Economic Integration and Competition Policy: The Agenda for APEC
Simon J Evenett, Margaret C Levenstein, Valerie Y Suslow, International Cartel Enforcement:
Lessons from the 1990s, The World Economy 24 (9), September 2001
Tim Johnston, Australia Takes First Step to End Wheat Exporter's Monopoly, International Herald
Tribune, 5 Desember 2006
Wikipedia
Afifah
Kus
umad
ara.
DO
NO
T CO
PY
Copyright © Afifah Kusumadara 2007 36
Peraturan dan Undang-undang:
Australian Trade Practices Act 1974
Exports and the Trade Practices Act. Guidelines to the Commission's approach to mergers,
acquisitions and other collaborative arrangements that aim to enhance exports and the
international competitiveness of Australian industry, Section 3. Forming other collaborative
arrangements. Australia, September 1997
Iceland Competition Act, Law nbr. 44 19. may 2005
Irish Statute Book, Competition Act, 2002 Number 14 of 2002
The U.S. Department of Justice and the Federal Trade Commission, Antitrust Enforcement
Guidelines for International Operations, April 1995
Treaty Establishing the European Community (Consolidated Version)
US Export Trading Company Act of 1982
UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat