Affandi, R., Sjafei, D.S., Rahardjo, M.F. dan Sulistiono....

91
DAFTAR ISI Halaman JUDUL .............................................i DAFTAR ISI .......................................ii BAB I PENDAHULUAN .................................1 1.1................................Latar belakang ...............................................1 1.2....................................... Tujuan ...............................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................5 2.1 Morfologi ikan ............................5 2.2 Anatomi ikan .............................16 2.3 Taksonomi.................................23 BAB III MATERI DAN METODE..........................25 3.1 Waktu dan tempat praktikum ...............25 3.2 Materi ...................................25 3.3 Metode ...................................26 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................29 4.1 Hasil ....................................29 4.2 Pembahasan ...............................40 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................53 5.1 Kesimpulan ...............................53 5.2 Saran ....................................53 DAFTAR PUSTAKA ....................................54

Transcript of Affandi, R., Sjafei, D.S., Rahardjo, M.F. dan Sulistiono....

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ...............................................................................................................i

DAFTAR ISI ....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1

1.1 Latar belakang ........................................................................................1

1.2 Tujuan ....................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................5

2.1 Morfologi ikan ..................................................................................5

2.2 Anatomi ikan ..................................................................................16

2.3 Taksonomi.......................................................................................23

BAB III MATERI DAN METODE...............................................................25

3.1 Waktu dan tempat praktikum ..........................................................25

3.2 Materi ..............................................................................................25

3.3 Metode ............................................................................................26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................29

4.1 Hasil ................................................................................................29

4.2 Pembahasan ....................................................................................40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................53

5.1 Kesimpulan .....................................................................................53

5.2 Saran ...............................................................................................53

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikhtiologi berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu “Ichthyes” yang

artinya ikan dan “Logos” artinya ilmu. Ichtyologi adalah suatu ilmu yang khusus

mempelajari tentang ikan dan segala aspek kehidupan ikan yang meliputi

taksonomi, biologi (morfologi, anatomi, fisiologi, genetika, reproduksi, dll) dan

ekologi (struktur komunitas, populasi, habitat, predator, dan persaingan serta

penyakitnya) (Rahardjo, 1985).

Ikan merupakan binatang vertebrata yang berdarah dingin (poikiloterm),

hidup di dalam lingkungan air, pergerakan dan keseimbangan tubuhnya terutama

menggunakan sirip dan umumnya bernafas dengan insang. Setiap jenis ikan

memiliki ciri-ciri taksonomi biologis dan ekologis yang spesifik meskipun ada

beberapa kemiripan ikan yang merupakan objek dalam mata kuliah ichtyologi,

dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan baik secara kasat mata (ekternal

anatomy), bagian dalam tubuh (internal anatomy) dan organ tambahan yang

dimiliki oleh beberapa jenis ikan. Struktur internal dan eksternal ikan memberi

gambaran bentuk tubuh dan bagian tubuh ikan yang akan menunjukkan pola

makan, membedakan jenis kelamin, dan diagnosis penyakit. Ichtyologi mampu

memberikan gambaran ikan secara lengkap kepada dunia perikanan baik secara

external maupun internal, tidak hanya sekedar anatomi ikan saja. Oleh karena itu

banyak kepentingan dunia perikanan yang dipelajari dan dipecahkan dengan

bersumber dari ichtyologi (Rahardjo, 1985).

1.2. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum Ikhtiologi dibagi menjadi 3 bagian utama yaitu sebagai

berikut :

1.2.1 Morfologi Ikan

a. Mempelajari dan mengetahui struktur morfologi bentuk luar tubuh ikan

dari ikan elasmobranchi (chondrichthyes) dan teleostei (osteichthyes).

b. Membuat dan mengetahui deskripsi luar atau morfologi serta melakukan

pengukuran terhadap bagian–bagian tubuh ikan dan membandingkannya

dengan kunci identifikasi, antara lain :

Susunan, jenis dan rumus sirip

Jenis sisik dan penghitungan sisik

Tipe ekor

Bentuk mulut

Perbandingan antar bagian tubuh ikan

Bentuk dan jumlah filamen insang

Tanda-tanda khusus seperti sungut, fin let, lateral keel, adipose dll

1.2.2 Anatomi Ikan

1. Sistem Digestoria (Sistem Pencernaan)

a. Mempelajari dan mengetahui sistem pencernaan makanan ikan

elasmobranchi (chodrichthyes) dan teleostei (osteichthyes).

b. Mengetahui sistem organ pencernaan makanan ikan.

c. Mempelajari dan berlatih melakukan identifikasi makanan ikan.

d. Menentukan food dan feeding habit pada ikan.

2. Sistem Muscularia (Sistem Otot)

Mempelajari dan berlatih melakukan identifikasi otot atau urat daging

pada ikan.

3. Sistem Skeleton (Sistem Rangka)

a. Mempelajari dan mengetahui struktur rangka ikan dari ikan teleostei

(osteichthyes).

b. Membuat dan mengetahui suatu deskripsi rangka Axial.

c. Membuat dan mengetahui suatu deskripsi rangka Apendicular.

4. Sistem Respiratoria (Sistem Pernafasan)

a. Mempelajari dan mengetahui sistem respirasi dan organ respirasi dari

ikan elasmobranchi (chodrichthyes) dan teleostei (osteichthyes).

b. Menyebutkan bagian-bagian insang pada ikan elasmobranchi

(chodrichthyes) dan teleostei (osteichthyes).

c. Menyebutkan alat bantu pernafasan ikan pada elasmobranchi

(chodrichthyes) dan teleostei (osteichthyes).

d. Mengetahui dan menunjukkan letak gelembung renang pada ikan

teleostei.

5. Sistem Reproduksi

a. Mempelajari dan mengetahui sistem dan organ reproduksi ikan

elasmobranchi (chodrichthyes) dan teleostei (osteichthyes).

b. Membedakan organ reproduksi ikan dan mengetahui posisi gonad

1.2.3 Taksonomi

Mempelajari dan berlatih melakukan identifikasi dan mengklasifikasikan

ikan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi Ikan

Morfologi adalah ilmu yang mempelajari bentuk luar suatu organisme.

Bentuk luar dari organisme ini merupakan salah satu ciri yang mudah dilihat dan

diingat dalam mempelajari organisme. Adapun yang dimaksud dengan bentuk luar

organisme ini adalah bentuk tubuh, termasuk di dalamnya warna tubuh yang

kelihatan dari luar. Pada dasarnya bentuk luar dari ikan dan berbagai jenis hewan

air lainnya mulai dari lahir hingga ikan tersebut tua dapat berubah-ubah, terutama

pada ikan dan hewan air lainnya yang mengalami metamorfosis dan mengalami

proses adaptasi terhadap lingkungan (habitat). Namun demikian pada sebagian

besar ikan bentuk tubuhnya relatif tetap, sehingga kalaupun terjadi perubahan,

perubahan bentuk tubuhnya relatif sangat sedikit (Djuhanda, 1985).

Pada ikan dan pada hewan air lainnya pada umumnya bagian tubuh dibagi

menjadi tiga bagian yakni bagian kepala, badan dan ekor (Gambar 1), namun pada

setiap jenis ikan ukuran bagian-bagian tubuh tersebut berbeda-beda tergantung

jenis ikannya (perhatikan morfologi ikan pada Gambar 3) . Adapun organ-organ

yang terdapat pada setiap bagian tersebut adalah:

1. Bagian kepala yakni bagian dari ujung mulut terdepan hingga hingga ujung

operkulum (tutup insang) paling belakang. Adapun organ yang terdapat pada

bagian kepala ini antara lain adalah mulut, rahang, gigi, sungut, cekung hidung,

mata, insang, operkulum, otak, jantung, dan pada beberapa ikan terdapat alat

pernapasan tambahan, dan sebagainya.

2. Bagian badan yakni dari ujung operkulum (tutup insang) paling belakang

sampai pangkal awal sirip belang atau sering dikenal dengan istilah sirip dubur.

Organ yang terdapat pada bagian ini antara lain adalah sirip punggung, sirip

dada, sirip perut, hati, limpa, empedu, lambung, usus, ginjal, gonad, gelembung

renang, dan sebagainya.

3. Bagian ekor, yakni bagian yang berada diantara pangkal awal sirip

belakang/dubur sampai dengan ujung terbelakang sirip ekor. Adapun yang ada

pada bagian ini antara lain adalah anus, sirip dubur, sirip ekor, dan pada ikan-

ikan tertentu terdapat scute dan finlet, dan sebagainya. 

Bentuk tubuh atau morfologi ikan erat kaitannya dengan anatomi, sehingga

ada baiknya sebelum melihat anatominya; terlebih dahulu kita lihat bentuk tubuh

atau penampilan (morfologi) ikan tersebut. Dengan melihat morfologi ikan maka

kita akan dapat mengelompok-ngelompokan ikan/hewan air, dimana sistem atau

caranya mengelompokan ikan ini dikenal dengan istilah sistematika atau

taksonomi ikan. Dengan demikian, maka sistematika atau taksonomi ini

merupakan ilmu yang digunakan untuk mengklasifikasikan ikan/hewan air atau

hewan lainnya (Rahardjo, 1985).

2.1.1 Bentuk Tubuh Ikan

Kebanyakan ikan memiliki bentuk tubuh streamline dimana tubuh bagian

anterior dan posterior mengerucut dan bila dilihat secara transversal,

penampang tubuh seperti tetesan air. Penampang tubuh tersebut akan

memberikan kemudahan ikan dalam menembus air sebagai media hidup.

Bentuk tubuh tersebut biasanya dikatakan sebagai bentuk tubuh ideal

(fusiform) (Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988).

Secara umum, bentuk tubuh ikan terbagi atas enam jenis yang terdiri

dari :

1.Datar (flat/depressed). contoh : pari (Dasyatis sp), ikan sebelah

(Pseudopleuronectes americanus).

2. Ideal (Fusiform), contoh : hiu (Carcharinus leucas),salmon, barracuda, tuna.

3. Eel-like (elongated), contoh : lele (Clarias bathracus),Lamprey

4. Pipih (ke bawah = depressed dan ke samping = compressed) Contoh :

angel fish, butterfly fire

5. Bulat (rounded), contoh : buntal

6. Pita (ribbon), contoh : layur

2.1.2 Bentuk dan Posisi Mulut Ikan

a) Bentuk Mulut

Ada beberapa macam bentuk mulut ikan. Bentuk mulut ikan antara jenis

ikan satu dengan jenis ikan lainnya berbeda-beda tergantung pada jenis makanan

yang dimakannya. Secara umum ada empat jenis mulut ikan yaitu:

1. Bentuk seperti tabung (tube like)

2. Bentuk seperti paruh (beak like)

3. Bentuk seperti gergaji (saw like)

4. Bentuk seperti terompet

b) Posisi Mulut

Posisi mulut pada ikan juga bervariasi tergantung dimana letak habitat

makanan yang akan dimakannya. Ada empat macam posisi mulut ikan yakni

1. Posisi terminal, yaitu mulut yang terletak di ujung hidung (Gambar a)

2. Posisi sub terminal, yaitu mulut yang terletak dekat ujung hidung

(Gambar b)

3. Posisi superior, yaitu mulut yang terletak di atas hidung (Gambar c)

4. Posisi inferior, yaitu mulut yang terletak di bawah hidung (Gambar d)

(Rahardjo, 1986).

2.1.3 Bentuk dan Rumus Sirip Ikan

a) Bentuk dan Jenis Sirip Ikan

Ikan seperti pada hewan lain, melakukan gerakan dengan dukungan alat

gerak. Pada ikan, alat gerak yang utama dalam melakukan manuver di dalam

air adalah sirip. Sirip ikan juga dapat digunakan sebagai sumber data untuk

identifikasi karena setiap sirip suatu spesies ikan memiliki jumlah yang

berbeda dan hal ini disebabkan oleh evolusi (Rahardjo, 1986).

Sirip pada ikan terdiri dari beberapa bagian yang dinamakan sesuai dengan

letak sirip tersebut berada pada tubuh ikan, yaitu :

1. Pinna dorsalis (dorsal fin)

Adalah sirip yang berada di bagian dorsal tubuh ikan dan berfungsi dalam

stabilitas ikan ketika berenang. Bersama-sama dengan pinna analis

membantu ikan untuk bergerak memutar.

2. Pinna pectoralis (pectoral fin)

Adalah sirip yang terletak di posterior operculum atau pada pertengahan

tinggi pada kedua sisi tubuh ikan. Fungsi sirip ini adalah untuk pergerakan

maju, ke samping dan diam (mengerem).

3. Pinna ventralis (ventral fin)

Adalah sirip yang berada pada bagian perut. ikan dan berfungsi dalam

membantu menstabilkan ikan saat berenang. Selain itu, juga berfungsi

dalam membantu untuk menetapkan posisi ikan pada suatu kedalaman.

4. Pinna analis (anal fin)

Adalah sirip yang berada pada bagian ventral tubuh di daerah posterior anal.

Fungsi sirip ini adalah membantu dalam stabilitas berenang ikan.

5. Pinna caudalis (caudal fin)

Adalah sirip ikan yang berada di bagian posterior tubuh dan biasanya

disebut sebagai ekor. Pada sebagian besar ikan, sirip ini berfungsi sebagai

pendorong utama ketika berenang (maju) clan juga sebagai kemudi ketika

bermanuver.

6. Adipose fins

Adalah sirip yang keberadaannya tidak pada semua jenis ikan. Letak sirip

ini adalah pada dorsal tubuh, sedikit di depan pinna caudalis.

Sirip ikan terdiri dari tiga jenis jari-jari sirip yang hanya sebagian atau

seluruhnya dimiliki oleh spesies ikan, yaitu :

1. Jari-jari sirip keras; Merupakan jari jari sirip yang tidak berbuku-buku dan

keras.

2. Jari jari sirip lemah; Merupakan jari jari sirip yang dapat ditekuk, lemah , dan

berbuku- buku.

3. Jari jari sirip lemah mengeras; Merupakan jari jari sirip yang keras tetapi berbuku-

buku.

Penggolongan ikan juga dapat dilakukan berdasarkan tipe pinna caudalis

yang dimiliki suatu jenis ikan. Tipe pinna caudalis ikan secara umum terbagi atas :

1. Protocercal, merupakan bentuk pinna caudalis yang tumpul dan simetris dimana

columna vertebralis terakhir mencapai ujung ekor.

2. Diphycercal, merupakan bentuk pinna caudalis yang membulat atau

meruncing, simetris dengan ruas vertebrae terakhir tidak mencapai ujung

sirip.

3. Heterocercal, merupakan bentuk pinna caudalis yang simetris dengan

sebagian ujung ventral lebih pendek.

4. Homocercal, merupakan bentuk pinna caudalis yang berlekuk atau tidak dan

ditunjang oleh jari-jari sirip ekor.

(Rahardjo, 1986)

b) Rumus Sirip

Rumus sirip, yaitu rumus yang menggambarkan bentuk dan .jumlah jari--

jari sirip dan bentuk sirip yang merupakan ciri khusus. ikan seperti pada hewan

lain, melakukan gerakan dengan dukungan alat gerak. Pada ikan, alat gerak yang

utama dalam melakukan manuver di dalam air adalah sirip. Sirip ikan juga

dapat digunakan sebagai sumber data untuk identifikasi karena setiap sirip

suatu spesies ikan memiliki jumlah yang berbeda dan hal ini disebabkan oleh

evolusi (Rahardjo, 1985).

Penulisan jari jari sirip dikodekan berdasarkan letak sirip tersebut

pada tubuh ikan. Jumlah jari-jari sirip dituliskan dalam angka Romawi besar

untuk jari-jari sirip keras, angka Romawi kecil untuk jari-jari sirip lemah

mengeras dan angka Arab untuk jari jari sirip lemah (Rahardjo, 1985).

2.1.4 Pengukuran Tubuh Ikan

Pengenalan struktur ikan tidak terlepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar

ikan yang merupakan ciri-ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari

jenis-jenis ikan. Ukuran dan perbandingan ukuran tubuh ikan dapat digunakan

untuk melakukan penggolongan. Semua ukuran yang digunakan merupakan

pengukuran yang diambil dari satu titik ke titik lain juga melalui lengkungan

badan. Ukuran-ukuran ikan yang digunakan adalah:

a. Panjang total atau Total length (TL) diukur dari bagian mulut paling

anterior sampai bagian sirip ekor paling posterior.

b. Panjang baku atau Standard length (SL) diukur dari bagian mulut paling

anterior sampai pangkal batang ekor (caudal penducle)

c. Panjang sampai lekuk ekor atau Fork length (FL) diukur dari bagian

paling anterior sampai lekukan sirip ekor.

d. Linkar badan ikan (LL) diukur dari bagian sirip perut melingkar pada

tubuh ikan smpai kembali ke sirip perut.

e. Panjang kepala (HL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir

(premaxilla) hingga bagian terbelakang operculum atau membran

operculum.

f. Panjang batang ekor (LCP) diukur mulai dari jari terakhir sirip dubur

hingga pertengahan pangkal batang ekor.

g. Panjang moncong (SNL) diukur mulai dari bagian terdepan

moncong/bibir hingga pertengahan garis vertikal yang menghubungkan

bagian anterior mata.

h. Tinggi sirip punggung (DD) diukur mulai dari pangkal hingga ujung pada

jari-jari pertama sirip punggung.

i. Diameter mata (ED) diukur mulai dari bagian anterior hingga posterior

bola mata, diukur mengikuti garis horisontal.

j. Tinggi batang ekor (DCP) diukur mulai dari bagian dorsal hingga ventral

pangkal ekor.

k. Tinggi badan diukur (BD) secara vertikal mulai dari pangkal jari-jari

pertama sirip punggung hingga pangkal jari-jari pertama sirip perut.

(Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988).

2.1.5 Sistem Integumen pada Ikan

Sistem integumen pada seluruh mahluk hidup merupakan bagian tubuh

yang berhubungan langsung dengan lingkungan luar tempat mahluk hidup

tersebut berada. Pada sistem integumen terdapat sejumlah organ atau straktur

dengan fungsi yang beraneka pada bermacam-macam jenis mahluk hidup

(Rahadjo, 1980).

Yang termasuk dalam sistem integumen pada ikan adalah kulit dan derivat

integumen. Kulit merupakan lapisan penutup tubuh yang terdiri dari dua

lapisan, yaitu epidermis pada lapisan terluar dan dermis pada lapisan dalam. Derivat

integumen merupakan suatu struktur yang secara embryogenetik berasal dari salah

satu atau kedua lapisan kulit yang sebenarnya (Rahadjo, 1980).

Sistem integumen yang berhubungan langsung dengan lingkungan tempat

hidup memiliki berbagai fungsi yang sangat vital pada kehidupan ikan, yaitu :

1. Pertahanan fisik

Merupakan fungsi utama dari integument yaitu sebagai pertahanan pertama

dari infeksi, paparan sinar ultra violet [UV] dan gesekan tubuh dengan air

atau benda keras lainnya.

2. Keseimbangan cairan

Keseimbangan cairan dilakukan oleh integumen kelompok amphibian dan

ikan memiliki sistem tersendiri dalam proses keseimbangan cairan yaitu

dengan menggunakan insangnya.

3. Thermoregulasi

Thermoregulasi dilakukan oleh vertebrata dengan jalan memasukkan dan

mengeluarkan panas secara bergantian melalui aliran darah pada kulit.

4. Warna

Warna yang ada pada integurnen ikan digunakan sebagai alat komunikasi,

tingkah laku seksual, peringatan dan penyamaran untuk mengelabui

predator.Warna yang dihasilkan akan berbeda-beda yang disebabkan karena

perbedaan tempat hidup dari ikan tersebut.

5. Pergerakan

Pergerakan ikan dipengaruhi pula oleh keberadaan sisik yang membantu dalam

meningkatkan kemampuan berenang ikan yang menghadapi halangan kuat.

6. Respirasi

Respirasi ikan tidak menggunakan kulit sebagai sarananya tetapi dilakukan oleh

golongan Amphibian. Hal ini dilakukan karena kulit merupakan lapisan yang

relatif tipis, selalu basah dan terdapat banyak pembuluh darah sehingga

pertukaran oksigen dan karbondioksida dapat berlangsung.

7. Kelenjar kulit

Pada kulit terdapat kelenjar yang memungkinkan ikan dapat mengeluarkan

pheromone untuk menarik pasangannya dan sebagai alat untuk menetapkan

daerah territorial. Selain itu, kelenjar kulit juga dapat menghasilkan zat-zat racun

yang berguna untuk mencari mangsa ataupun untuk pertahanan din’ dari

predator.

8. Keseimbangan garam dilakukan pada kulit dan insang yaitu dengan

pengaturan kadar garam cairan tubuh ikan [osmoregulasi] sehingga cairan

dalam tubuh akan tetap stabil sesuai dengan lingkungan dimana ikan berada

9. Organ indera Kulit memiliki sel-sel yang berfungsi sebagai reseptor dari

stimulus lingkungan.

(Rahadjo, 1980)

a) Sisik Ikan

Ikan mempunyai bentuk, ukuran dan jumlah sisik yang dapat memberikan

gambaran bagaimana kehidupan ikan tersebut. Sisik ikan mempunyai bentuk dan

ukuran yang beraneka macam. Jenis sisik yang dimiliki ikan dapat dibagi atas

bahan-bahan pembentukannva, yaitu:

1. Sisik Placoid, yaitti sisik yang biasa dimiliki oleh kelompok

Elasmobranchii dan disebut dermal denticle. Sisik ini terbentuk seperti

pada gigi manusia dimana bagian ectodermalnya memiliki lapisan email

yang disebut sebagai vitrodentin dan lapisan dalamnya ‘disebut dentine

yang berisi pembuluh dentinal.

2. Sisik Cosmoid, yaitu sisik yang memiliki bagian terluar disebut vitrodentilie,

lapisan bawahnya disebut cosinine dan bagian terdalam terdapat pefilbuluh

darah, syaraf dan substansi tulang isopedine.

3. Sisik Ganoid, yaitu sisik yang memiliki lapisan terluar b erupa pemunpukan

garani-garam anorganik yang disebut ganoine. Bagian dalamaya terdapat

substansi tulang isopedine.

4. Cycloid dan Ctenoid, yaitu sisik yang tidak mengandung dentine. Dua jenis

sisik ini paling banyak ditemui pada kebanyakan ikan.

Pengelompokan sisik selain berdasarkan bahan penyusunnya juga didasarkan

atas bentuk sisik tersebut, yaitu:

1. Sisik Placoid, merupakan sisik yang tumbuhnya saling berdamputgan atau

sebelah menyebelah dengan pola tumbuh mencuat dari kulitnya.

2. Sisik Rhombic, merupakan sisik yang berbentuk belah ketupat dengan

pertumbuhan yang sebelah menyebelah.

3. Sisik Cycloid, merupakan sisik yang bentuknya melingkar dimana

didalamnya terdapat garis-garis melingkar disebut circulii, anulii, radii, dan

focus.

4. Sisik Ctenoid, merupakan sisik yang memiliki stenii pada bagian posteriornya

dan bentukan sisir pada bagian anteriornya.

(Rahadjo, 1980).

Selain jenis sisik yang menjadi kriteria bagi suatu jenis ikan tertentu, jumlah sisik

ikan juga perlu diperhatikan :

1. Jumlah sisik pada gurat sisi merupakan jumlah pori-pori pada gurat sisi atau

jika gurat sisi tidak sempurna atau tidak ada, maka jumlah sisik yang

dihitung adalah jumlah sisik yang biasa ditempati gurat sisi atau disebut

deretan sisik sepanjang sisi badan. Penghitungan sisik ini dimulai dari sisik

yang menyentuh tulang bahu hingga pangkal ekor.

2. Jumlah sisik melintang badan merupakan jumlah baris sisik antara gurat sisi

dan awal sirip punggung atau sirip punggung pertama dan antara gurat sisi

dan awal sirip dubur. Sisik yang terdapat di depan awal sirip punggung dan

sirip dubur dihitung ½.

3. Jumlah sisik di depan sirip punggung meliputi semua sisik di pertengahan

punggung antara insang dan awal sirip punggung.

4. Jumlah sisik di sekeliling batang ekor meliputi jumlah baris sisik yang

melingkari batang ekor pada bidang yang tersempit.

5. Jumlah sisik di sekeliling dada merupakan jumlah sisik di depan sirip

punggung yang melingkari dada.

(Rahadjo, 1980)

Ada juga satu obyek dalam sifat meristik adalah menghitung jumlah

sisik yang dilalui oleh linea lateralis (1:1). Penghitungan sisik pada linea

lateralis ini dimulai dari ujung anterior operculum terbelakang dan berakhir

pada bagian caudal peduncle atau pangkal batang ekor. Jika terdapat lebih

dari satu linea lateralis maka yang dihitung adalah yang sisik yang terletak di

tengah. Seadainya linea lateralis tidak jelas ataupun tidak ada maka dihitung

jumlah sisik di tempat biasanya garis rusuk tersebut berada (Rahadjo, 1980).

b) Gurat Sisi

Linea lateralis merupakan salah satu bagian tubuh ikan yang dapat dilihat

secara langsung sebagai garis yang gelap di sepanjang kedua sisi tubuh ikan

mulai dari posterior operculum sampai pangkal ekor (peduncle). Pada linea

lateralis terdapat lubang-lubang yang berfungsi untuk menghubungkan kondisi

luar tubuh dengan sistem canal yang menampung sel-sel sensori dan pembuluh

syaraf. Linea lateralis sangat penting keberadaannya sebagai organ sensori ikan

yang dapat mendeteksi perubahan gelombang air dan listrik. Selain itu, linea

lateralis juga juga berfungsi sebagai echo-location yang membantu ikan untuk

mengidentifikasi lingkungan sekitamya (Manda et al., 2005).

2.2 Anatomi Ikan

2.2.1 Sistem Rangka Ikan

Rangka pada ikan berfungsi untuk menegakkan tubuh, menunjang atau

menyokong organ-organ tubuh, melindungi organ-organ tubuh ikan dan berfungsi

pula dalam pembentukkan butir darah merah (Rahardjo, 1985).

Rangka pada ikan berfungsi untuk menegakkan tubuh, menunjang organ

tubuh, melindungi organ tubuh, dan menunjang pembentukan butiran darah merah

(Sugiri, 1992).

Menurut Rahardjo (1985), Rangka pada ikan dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Rangka axial, terdiri dari :

a. Tulang tengkorak

Secara umum perkembangannya berasal dari tiga sumber, yaitu :

Dermocranium, yaitu tulang tengkorak yang asalnya dibuat dari sisik

yang berfungsi sebagai dermis.

Chondrocranium, yaitu pembungkus otak yang berasal dari tulang

rawan.

Splanchnocranium, yaitu tulang tengkorak yang berasal dari rangka

penyokong lengkung insang.

Umumnya tulang - tulang dermal membentuk atap tengkorak. Sepasang

tulang parietal terletak didaerah atap tengkorak paling belakang. Sepasang

tulang frontal yang merupakan keeping dermal yang luas berkembang

tepat didepan tulang parietal. Sepasang tulang nasal yang bentuknya memanjang

dan terletak diantara dua lubang hidung. Beberapa tulang dermal yang

terdapat pada tulang- tulang tersebut yaitu  post frontal, prefrontal,

postnarietal, dan masih banyak lagi. Sepasang tulang lacrimal terdapat pada

bagian anterior sisik tengkorak .Pada bagian telinga terdapat pada tulang

squamosal, yang merupakan tulang dermal. Rahang atas terdiri dari tulang maxilla

dan premaxila. Permaxilla dan maxilla pada beberapa ikan terutama ikan buas,

seringkali dilengkapi dengan gigi-gigi. Tulang dermal yang terdapat

pada langit-langit mulut ialah  prevomer, endopterygoid, ectopterygoid,

palatine (masing-masing terdiri atas satu pasang) dan pharaspenoid (satu

buah). Tulang dermal yang terdapat pada rahang bawah ialah dentary,

splenial, angular dan articular. Tulang dentary yang dilengkapi deangan gigi-gigi.

Tulang punggung dan tulang rusuk. Secara emnbriologik, tulang punggung

berkebang dari sceletome yang terdapat  pada sekeliling notochorda dan

batang saraf,tiap-tiap pasang sceletome berkembangmenjadi empat pasang

rawan yang dinamakan arcualia (Rahardjo, 1985).

Dua pasang arcuale terletak diatas notochorda, Bagian depan disebut

basidorsal yang akan berkembang menjadi lengkung neural dan bagian

belakang dinamakan interdorsal. Dua pasang arcuela lagi terdapat pada bag ia n

baw ah no toc ho rda yang d ide pan d inam akan ba s i ven t r a l yang

be rkem bang menjadi lengkung haimal, sedangkan bagian belangkang

interventral. Interventral daninterdorsal pada conricthye berkembang

menjadi kuping intercalary yang terdapat pada ruas tulang punggung.

J a d i r u a s t u l a n g p u n g g u n g d i b e n t u k o l e h a r c u a l i a

y a n g mengadakan invasi mengelilingi notochorda. Berdasarkan

pembentukannya, terdapat dua macam tulang punggung yang monospondyly dan

diplospondyly. Tulang punggung yang monospondyly dibentuk dari

persatuan interdorsal dan interventral suatu somite dengan  basidorsal dan

basiventral somite dibelakangnya (Rahardjo, 1985).

b. Tulang punggung dan tulang rusuk

Secara embriotik tulang punggung berkembang menjadi scelerotome yang

terdapat pada sekeliling notochondria dan batang saraf. Tiap pasang

scelerotome berkembang menjadi empat pasang tulang rawan yang

dinamakan areulia. Tulang punggung badan dan tulang punggung ekor.

Tiap-tiap ruas di daerah badan dilengkapi dengan sepasang tulang rusuk kiri

dan kanan untuk melindungi organ dalam rongga badan (Rahardjo, 1985).

2. Rangka visceral

Rangka ini terdiri dari struktur tulang yang menyokong insang dan

mengelilingi pharynk. Struktur ini terdiri dari tujuh lengkung tulang insang. Dua

lengkung insang yang pertama menjadi bagian dari tulang tengkorak, sedangkan

yang lainnya berfungsi sebagai penyokong insang(Rahardjo, 1985).

3. Rangka apendikular

Rangka apendikular adalah tulang penyokong sirip dan pelekatnya. Pada ikan

terdapat lima macam sirip, yaitu sirip tunggal (sirip punggung, sirip ekor, dan

sirip dubur) dan sirip berpasangan (sirip dada dan sirip perut) (Rahardjo, 1985).

Sistem skeleton merupakan sistem tulang rangka. Secara embriologi, tulang

punggung berkembang dari scerotome yang terdapat di sekeliling notochord dan

batang saraf. Tulang punggung di daerah badan (abdominal) dibentuk bersamaan

dengan tulang di daerah ekor (caudal). Tiap ruas tulang di daerah badan

dilengkapi oleh sepasang tulang rusuk (pleural rib) kiri dan kanan yang berfungsi

untuk melindungi organ-organ yang ada di dalam rongga badan. Pada batang

ekor bagian bawah terdapat satu cucuk hemal (hemal spine) dan pada bagian atas

terdapat cucuk neural (neural spine) (Rahadjo, 1980).

2.2.2 Sistem Pencernaan Ikan

Menurut Rahardjo (1985), sistem digestoria meliputi 2 bagian yaitu

pencernaan dan kelenjar pencernaan.

1. Pencernaan

Mulai dari muka ke belakang, saluran pencernaan tersebut terdiri dari mulut,

rongga mulut, farings, esofagus, lambung, pilorus, usus, rektum dan anus.

a. Mulut

Bagian terdepan dari mulut adalah bibir, pada ikan-ikan tertentu bibir tidak

berkembng dan malahan hilang secara total karena digantikan oleh paruh atau

rahang (ikan famili scaridae, diodotidae, tetraodontidae). Pada ikan belanak

atau tambakan, bibir berkembang dengan baik dan menebal, bahkan mulutnya

dapat disembulkan. Keberadaan bibir berkaitan erat dengan cara mendapatkan

makanan. Di sekitar bibir pada ikan tertentu terdapat sungut, yang berperan

sebagai alat peraba. Mulut terletak di ujung hidung dan juga terletak di atas

hidung (Rahardjo, 1985).

b. Rongga mulut

Di bagian belakan mulut terdapat ruang yang disebut rongga mulut. Rongga

mulut ini berhubungan langsung dengan segmen faring. Secara anatomis

organ yang terdapata pada rongga mulut adalah gigi, lidah dan organ palatin.

Permukaan rongga mulut diselaputi oleh lapisan sel permukaan (epitelium)

yang berlapis. Pada lapisan permukaan terdapat sel-sel penghasil lendir

(mukosit) untuk mempermudah masuknya makanan. Disamping mukosit, di

bagian mulut juga terdapat organ pengecap (organ penerima rasa) yang

berfungsi menyeleksi makanan

c. Farings

Lapisan permukaan faring hampir sama dengan rongga mlut, masih ditemukan

organ pengecap, Sebagai tempat proses penyaringan makanan.

d. Esofagus

Permulaan dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti pipa, mengandung

lendir untuk membantu penelanan makanan. Pada ikan laut, esofagus berperan

dalam penyerapan garam melalui difusi pasif menyebabkan konsentrasi garam

air laut yang diminum akan menurun ketika berada di lambung dan usus

sehingga memudahkan penyerapan air oleh usus belakang dan rectum (proses

osmoregulasi)

e. Lambung

Lambung merupakan segmen pencernaan yang diameternya relatif lebih besar

bila dibandingkan dengan organ pencernaan yang lain. Besarnya ukuran

lambung berkaitan dengan fungsinya sebagai penampung makanan. Seluruh

permukaan lambung ditutupi oleh sel mukus yang mengandung

mukopolisakarida yang agak asam berfungsi sebagai pelindung dinding

lambung dari kerja asam klorida. Sebagai penampung makanan dan mencerna

makanan secara kimiawi. Pada ikan-ikan herbivora terdapat gizard (lambung

khusus) berfungsi untuk menggerus makanan (pencernaan secara fisik).

f. Pilorus

Pilorus merupakan segmen yang terletak antara lambung dan usus depan.

Segmen ini sangat mencolok karena ukurannya yang mengecil/menyempit.

g. Usus ( intestinum)

Merupakan segmen yang terpanjang dari saluran pencernaan. Intestinum

berakhir dan bermuara keluar sebagai anus. Merupakan tempat terjadinya

proses penyerapan zat makanan

h. Rektum

Rektum merupakan segmen saluran pencernaan yang terujung. Secara

anatomis sulit dibedakan batas antara usus dengan rektum. Namun secara

histologis batas antara kedua segmen tersebut dapat dibedakan dengan adanya

katup rektum.

i. Kloaka

Kloaka adalah ruang tempat bermuaranya saluran pencernaan dan saluran

urogenital. Ikan bertulang sejati tidak memiliki kolaka, sedangkan ikan

bertulang rawan memiliki organ tersebut.

j. Anus

Anus merupakan ujung dari saluran pencernaan. Pada ikan bertulang sejati

anus terletak di sebelah depan saluran genital. Pada ikan yang bentuk

tubuhnya memanjang, anus terletak jauh dibelakang kepala bedekatan dengan

pangkal ekor. Sedangkan ikan yang tubuhnya membundar, posisi anus terletak

jauh di depan pangkal ekor mendekati sirip dada.

(Rahardjo, 1980).

2. Kelenjar Pencernaan

Kelenjar pencernaan berguna untuk menghasilkan enzim pencernaan yang

nantinya akan bertugas membantu proses penghancuran makanan. Enzim

pencernaan yang dihasilkan oleh ikan buas juga berbeda dengan ikan vegetaris.

Ikan buas pada umumnya menghasilkan enzim-enzim pemecah protein,

sedangkan ikan vegetaris menghasilkan enzim-enzim pemecah karbohidrat.

Kelenjar pencernaan terdiri dari hati dan pankreas. Disamping itu, saluran

pencernaannya (lambung dan usus) juga berfungsi sebagai kelenjar pencernaan.

Hati meupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses

pencernaan. Organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak,

berwarna merah kecokelatan. Posisi hati terletak pada rongga tubuh bagian

bawah, di belakang jantung dan disekitar usus depan. Di sekitar hati terdapat

organ berbentuk kantong kecil, bulat, oval atau memanjang dan berwarna hijau

kebiruan, organ ini dinamakan kantung empedu yang fungsinya untuk

menampung cairan empedu yang disekresikan oleh organ hati. Secara umum hati

berfungsi sebagi tempat metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta tempat

memproduksi cairan empedu (Rahardjo, 1985).

Pankreas merupakan organ yang mensekresikan bahan (enzim) yang berperan

dalam proses pencernaan. Pankreas ada yang berbentuk kompak dan ada yang

diffus (menyebar) di antara sel hati. Letak penkreas berdekatan dengan usus depan

sebab saluran pankreatik bermuara ke usus depan. Saluran pankreatik yaitu

saluran-saluran kecil yang bergabung satu sama lain dan pada akhirnya akan

terbentuk saluran yang keluar dari pankreas menuju usus depan (Rahardjo, 1985).

2.2.3 Sistem Pernafasan Ikan

Organ utama untuk pernafasan dari dalam media air pada ikan adalah

insang. Udara pernafasan diambil melalui mulut dan keluar melalui dubur. Insang

terdapat di dalam rongga insang yang berasal dari kantong insang. Pada waktu

embrio, kantong merupakan sepasang penonjolan ke arah luar dari lapisan

endodermal di daerah anterior saluran pencernaan embrio (Rahardjo, 1985).

Ikan membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Pada umumnya,

oksigen masuk ke dalam tubuh ikan melalui jaringan dalam insang dengan cara

difusi, yaitu terbawa dalam aliran darah dimana melekul oksigen ini menempel

pada hemoglobin darah yang kemudian akan diedarkan ke seluruh tubuh.

Peredaran darah dalam filamen insang merupakan pertemuan antara pembuluh

darah yang berasal dari jantung. Pada tiap filamen ingsang ini terdiri dari lamela

insang, yaitu tempat terjadinya pertukaran gas (Rahadjo, 1980).

Mekanisme pernapasan pada ikan golongan elasmobranchii terjadi

dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah otot corocoid dan corobranchial

berkontraksi sehingga air masuk melalui rongga mulut melalui proses pengisapan.

Tahap kedua adalah otot abductor rahang atas dan bawah melemas, sedangkan

tulang lengkung ingsang atas dan bawah berkontraksi. Tahap ketiga adalah otot

adductor intercual melemas dan beberapa otot lain berkontraksi untuk

mempersempit rongga insang sehingga air dipaksa masuk melalui lamela insang

(Rahadjo, 1980).

1. Insang pada ikan elasmobranchia

Pada ikan ini belum terdapat tutup insang, sehingga celah insang langsung

berhubungan dengan lingkungan. Celah insang berjumlah 5 pasang, pada jenis-

jenis tertentu sering dijumpai 6-7 pasang celah insang. Pada keadaan biasa air

masuk dari mulut melalui insang di dalam rongga insang kemudian dikeluarkan

melalui celah insang. Pertukaran oksigen dan karbondiok-sida, terjadi di dalam

lamela insang (Rahardjo, 1985).

Setiap lengkung insang pada elasmobranchia disokong oleh rangka yang

melengkung, terdiri dari :

a. Tapis insang, terdapat pada dasar lengkung insang mengarah ke dalam

rongga pharing. Berfungsi untuk menapis bahan makanan yang terbawa

bersama air pernafasan, yang kemudian diteruskan ke dalam oesophagus.

b. Jari-jari insang, melekat pada bagian luar dari leng¬kung insang mengarah

ke permukaan tubuh sebagai penguat struktur insang.

c. Lamela insang, berupa rambut yang halus terbungkus oleh epithelium tipis

dengan satu ujungnya melekat pada jari-jari insang penuh dengan kapiler

darah. Di sini terjadi proses pernafasan di dalam insang.

(Rahardjo, 1985)

2. Insang pada ikan osteichthyes

Pada ikan ini operculum yang tersusun atas 4 potong tulang dermal, yaitu

operculum, properculum, interculum, dan sub operculum. Selaput tipis bekerja

sebagai klep pada celah insang. Bagian depan dari selaput melekat pada

operculum, sedangkan pada bagian belakangnya terlepas bebas. Selaput kulit tipis

ini disebut membran branchiostegii yang disokong oleh beberapa potong yang

terletak pada dinding ventral pharing disebut radii branchiostegii. Septum insang

hanya satu saja dan tidak menonjol keluar dari lamela insang, serta kadang-

kadang insang tidak ada. Jari-jari insang selalu ada sepasang untuk setiap

lengkung insang ber-jumlah 5, tetapi lengkung insang 1 dan 5 berupa

hemibranchia, hanya lengkung kedua, tiga dan empat saja yang berupa

holobranchia. Lamela insang pada lengkung pertama hanya ada pada bagian

belakang lengkung insang dan pada lengkung insang kelima pada bagian depan

saja (Rahardjo, 1985).

2.2.4 Sistem Reproduksi

Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan

sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Untuk dapat

melakukan reproduksi maka harus ada gamet jantan dan betina. Penyatuan gamet

jantan dan betina akan membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi

generasi baru. (Yushinta Fujaya, 2004).

Menurut Anonim (2006), meskipun tidak semua individu mampu

menghasilkan keturunan, namun setidaknya reproduksi berlangsung pada

sebagian besar individu yang hidup di permukaan bumi ini. Tingkah laku

reproduksi pada ikan merupakan suatu siklus yang dapat dikatakan berkala dan

teratur. Kebanyakan ikan mempunyai siklus reproduksi tahunan. Sekali mereka

memulainya maka hal itu akan berulang terus menerus sampai mati. Beberapa

ikan malahan bisa bereproduksi lebih dari satu kali dalam satu tahun.

Menurut Anne Ahira (2011), cara reproduksi ikan ada antara lain :

1.      Ovipar, yaitu sel telur dan sel sperma bertemu di luar tubuh dan embrio ikan

berkembang di luar tubuh sang induk. Contoh : ikan pada umumnya.

2.      Vivipar, kandungan kuning telur sangat sedikit, perkembangan embrio

ditentukan oleh hubungannya dengan placenta, dan anak ikan menyerupai

induk dewasa.

3.      Ovovivipar, sel telur cukup banyak mempunyai kuning telur, Embrio

berkembang di dalam tubuh ikan induk betina, dan anak ikan menyerupai

induk dewasa. Contoh : ikan-ikan livebearers.

Secara umum ikan dapat dibedakan atas dua jenis yaitu jantan dan betina

(biseksual/dioecious) dimana sepanjang hidupnya memiliki jenis kelamin yang

sama. Istilah lain untuk keadaan ini disebut gonokhoristik yang terdiri atas dua

kelompok yaitu :

1.  Kelompok yang tidak berdiferensiasi, artinya pada waktu juvenil, jaringan

gonad belum dapat diidentifikasi apakah berkelamin jantan atau betina.

2.  Kelompok yang berdiferensiasi, artinya sejak juvenil sudah tampak jenis

kelaminnya apakah jantan atau betina.

Selain gonokhoristik, dikenal pula istilah hermafrodit yang artinya di

dalam tubuh individu ditemukan dua jenis gonad (jantan dan betina). Bila kedua

jenis gonad ini berkembang secara serentak dan mampu berfungsi, keduanya

dapat matang bersamaan atau bergantian maka jenis hermafrodit ini disebut

hermafrodit sinkroni. Contoh ikan yang bersifat seperti ini adalah Serranus

cabrilla, Serranus subligerius dan Hepatus hepatus. Ikan yang termasuk golongan

ini adalah Sparrus auratus dan Pagellus centrodontus. Bila pada awalnya

berkelamin jantan namun semakin tua akan berubah kelamin menjadi betina maka

disebut sebagai hermafrodit protandri. Sedangkan hermafrodit protogini adalah

istilah untuk individu yang pada awalnya berkelamin betina, namun semakin tua

akan berubah menjadi kelamin jantan seperti dijumpai pada ikan belut, Fluta alba

(Anne Ahira, 2011)

Perbedaan seksualitas pada ikan dapat dilihat dari ciri-ciri seksualnya. Ciri

seksual pada ikan terbagi atas ciri seksual primer dan ciri seksual sekunder. Ciri

seksual primer adalah alat/organ yang berhubungan dengan proses reproduksi

secara langsung. Ciri tersebut meliputi testes dan salurannya pada ikan jantan

serta ovarium dan salurannya pada ikan betina. Ciri seksual primer sering

memerlukan pembedahan untuk melihat perbedaannya. Hal ini membuat ciri

seksual sekunder lebih berguna dalam membedakan jantan dan betina meskipun

kadangkala juga tidak memberikan hasil yang nyata (Anne Ahira, 2011)

Ciri seksual sekunder terdiri atas dua jenis yaitu yang tidak mempunyai

hubungan dengan kegiatan reproduksi secara keseluruhan, dan merupakan alat

tambahan pada pemijahan. Bentuk tubuh ikan merupakan ciri seksual sekunder

yang penting. Biasanya ikan betina lebih buncit dibandingkan ikan jantan,

terutama ketika ikan tersebut telah matang atau mendekati saat pemijahan

(spawning). Hal tersebut disebabkan karena produk seksual yang dikandungnya

relatif besar. Pada saat puncak pemijahan, tampak pada banyak ikan jantan suatu

benjolan yang timbul tepat sebelum musim pemijahan dan menghilang sesaat

setelah pemijahan. Contoh kejadian seperti ini dapat dilihat pada ikan minnow

(Osmerus). Ada juga ikan yang memiliki sirip ekor bagian bawah yang

memanjang pada ikan jantan Xiphophorus helleri, sirip ekor yang membesar

dijumpai pada ikan Catostomus commersoni. Contoh yang sangat ekstrim

dijumpai pada ikan anglerfish (Ceratias) dimana ikan jantan jauh lebih kecil

daripada ikan betinanya. Sebegitu kecilnya sehingga ukurannya lebih kecil

daripada ovarium ikan betina yang matang (Anne Ahira, 2011).

Ciri seksual sekunder tambahan yang mencirikan ikan jantan pada

beberapa spesies, dalam hal ini sirip anal berkembang menjadi alat kopulasi

(intromittent). Gonopodium terdapat pada ikan Gambusia affinis, Lobistes

reticulatus dan ikan-ikan famili Poeciliidae. Pada ikan Xenodexia, modifikasi sirip

dada digunakan dalam perkawinan untuk memegang gonopodium pada

kedudukannya sehingga memudahkan masuk ke dalam oviduct betina. Pada

Chimaera jantan berkembang suatu organ clasper di bagian atas kepalanya yang

dinamakan ovipositor yang berfungsi sebagai alat penyalur telur. Bentuk seperti

ini dijumpai pada ikan Rhodeus amarus dan Carreproctus betina (Anne Ahira,

2011).

Pewarnaan pada ikan sering juga digunakan sebagai pengenal seksualitas.

Umumnya ikan jantan mempunyai warna yang lebih cemerlang daripada ikan

betina. Pada ikan sunfish, Lepomis humilis, jantannya mempunyai bintik jingga

yang lebih terang dan lebih banyak dibandingkan betinanya (Anne Ahira, 2011).

2.2.5 Sistem Sirkulasi

Sistem Circulatoria (peredaran darah) terdiri dari jantung (yang

merupakan pusat pemompaan darah) dan pembuluh darah. Pembuluh darah ini

adalah vena (yang membawa darah menuju ke jantung), arteri (yang membawa

darah dari jantung) dan kapiler (yang menghubungkan arteri dengan vena). Darah

merupakan suatu cairan yang dinamakan plasma, tempat beberapa bahan terlarut

dan tempat erythrocyte, leucocyte dan beberapa bahan tersuspensi. Sistem

peredaran darah ikan disebut sistem peredaran darah tunggal (Rahadjo, 1980).

Jantung ikan terletak pada ruang pericardial di sebelah posterior dan

terdiri dari dua ruang, yaitu atrium dan ventricle. Pada jantung terdapat ruang

tambahan yang disebut sinus venosus yang berdinding tipis. Pada elasmobranchii,

conus arteriosus sudah tereduksi menjadi suatu struktur yang sangat kecil,

sedangkan bulbus arteriosus yang berdinding tebal menjadi bagian dari perluasan

sebagian aorta ventral (Rahadjo, 1980).

Darah pada ikan berfungsi sebagai alat transport sisa oksidasi, menjaga

tubuh mengedarkan darah, mengedarkan hormon dari kelenjar buntu,dan

menghindarkan tubuh dari infeksi. Komponen darah pada ikan yaitu :

1. Plasma darah, yaitu cairan darah yang mengandung butiran darah merah,

mineral dari sisa makanan, sisa dari bagian tubuh yang tidak terpakai, enzim,

gas dan hormon.

2. Sel Darah

a. Erytrocite

- Bentuk oval dengan inti berdiameter 7-36 mikron

- Mengandung Hb yang mengikat karbohidrat dan O2

b. Leucocyte

- Bentuk ameboid, berinti sel cekung

Menurut Rahardjo (1985), peredaran darah pada ikan dilakukan oleh organ:

1. Jantung

2. Pembuluh Darah

3. Pembuluh Limfa

Sistem Circulatoria (peredaran darah) terdiri dari jantung (yang

merupakan pusat pemompaan darah) dan pembuluh darah. Pembuluh darah ini

adalah vena (yang membawa darah menuju ke jantung), arteri (yang membawa

darah dari jantung) dan kapiler (yang menghubungkan arteri dengan vena). Darah

merupakan suatu cairan yang dinamakan plasma, tempat beberapa bahan terlarut

dan tempat erythrocyte, leucocyte dan beberapa bahan tersuspensi. Sistem

peredaran darah ikan disebut sistem peredaran darah tunggal (Rahadjo, 1985).

Jantung ikan terletak pada ruang pericardial di sebelah posterior dan

terdiri dari dua ruang, yaitu atrium dan ventricle. Pada jantung terdapat ruang

tambahan yang disebut sinus venosus yang berdinding tipis. Pada elasmobranchii,

conus arteriosus sudah tereduksi menjadi suatu struktur yang sangat kecil,

sedangkan bulbus arteriosus yang berdinding tebal menjadi bagian dari perluasan

sebagian aorta ventral (Rahadjo, 1980).

2.2.6 Sistem Otot Ikan

Pada umumnya otot ikan mempunyai otot utama, yaitu otot polos, otot

jantung, dan otot rangka (otot skeletal). Jika ditinjau dari sifatnya ada yang

bersifat voluntary yaitu otot yang sifatnya dipengaruhi oleh kemauan syaraf sadar

dan involuntary yaitu otot yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh kemauan syaraf

sadar (Rahardjo, 1985).

Otot ikan dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Otot Rangka

Susunan otot rangka pada badan mempunyai sifat kokoh dan berfungsi

membentuk tubuh dan bergerak. Berkas-berkas otot badan bagian lateral

(myomore), akan nam¬pak sebagai daging jika ikan dikuliti atau dipotong

se¬cara melintang. Myomore diikat oleh suatu bagian yang merupakan bagian

otot yang tipis (membraneous) yang di¬sebut myocoma (Rahardjo, 1985).

b. Otot Jantung

Tersusun atas otot dan jaringan-jaringan pengikat, otot jantung berwarna

merah gelap. Hal ini berbeda dengan otot bagian badan yang biasanya

berwarna coklat. Susu¬nan otot jantung (mycocardium) dibungkus oleh

sesuatu selaput, yaitu bagian luar disebut pericardium dan ba¬gian dalam

disebut endocardium. Sifat otot ini involun¬tary (tidak dipengaruhi saraf

sadar) (Rahardjo, 1985).

c. Otot Polos

Otot yang mempunyai sifat involuntary ini terdapat bebe¬rapa bagian organ,

antara lain, saluran pencernaan, gelembung renang, saluran reproduksi dan

ekskresi, mata dan sebagainya (Djuanda, 1981).

2.3 Klasifikasi dan Taksonomi Ikan

Identifikasi yang dilakukan merupakan identifikasi untuk mengenal ciri-ciri

baik secara biologi maupun deskriptif dari suatu jenis ikan. Biasanya yang

digunakan sebagai dasar dalam melakukan identifikasi adalah:

Rumus sirip, yaitu rumus yang menggambarkan bentuk dan .jumlah

jari-jari sirip dan bentuk sirip yang merupakan ciri khusus.

Perbandingan antara panjang, lebar dan tinggi dari bagian-bagian

tertentu atau antara bagian-bagian itu sendiri yang merupakan ciri

umum.

Bentuk garis rusuk dan jumlah sisik yang membentuk garis rusuk.

Bentuk sirip dan gigi

Tulang-tulang insang.

Berikut adalah unit-unit yang mencakup semua vertebrata yang biasa disebut

sebagai ikan:

Subkelas Pteraspidomorphi (ikan tak berahang primitif)

o Kelas Thelodonti

o Kelas Anaspida

Cephalaspidomorphi

Hyperoartia

Petromyzontidae (lamprey)

o Kelas Galeaspida

o Kelas Pituriaspida

o Kelas Osteostraci

Infrafilum Gnathostomata (vertebrata berahang)

o Kelas Placodermi (ikan berperisai, punah)

o Kelas Chondrichthyes (ikan bertulang rawan: hiu, pari)

o Kelas Acanthodii (hiu berduri, punah)

Superkelas Osteichthyes (ikan bertulang sejati)

o Kelas Actinopterygii (ikan bersirip kipas)

o Kelas Sarcopterygii (ikan sirip berdaging/ikan bersirip cuping)

Subkelas Coelacanthimorpha (coelacanth)

Subkelas Dipnoi (ikan paru)

(Saanin,1986)

Klasifikasi dan taksonomi merupakan salah satu hal penting dalam

mempelajari ilmu perikanan. Mempelajari taksonomi berarti mengetahui

pengelompokan suatu individu berdasarkan perbedaan dan persamaannya

sedangkan taksonomi mempelajari tentang asal usul suatu individu.

(Saanin,1986)

Informasi yang digunakan dalam mempelajari hubungan evolusioner ikan

berawal dari pengetahuan taksonomi terutama deskripsi ikan. Pengetahuan

tersebut menjadi dasar dalam iktiologi dan juga bidang - bidang lain seperti

ekologi, fisiologi. Metode yang digunakan dalam bidang taksonomi terbagi

menjadi enam kategori yaitu :

1) pengukuran morfometrik,

2) ciri meristik,

3) ciri-ciri anatomi,

4) pola warna,

5) kariotipe, dan

6) elektroforesis.

(Saanin,1986)

2.1.1 Pengukuran morfometrik

Merupakan beberapa pengukuran standar yang digunakan pada ikan antara

lainpanjang standar, panjang moncong atau bibir, panjang sirip punggung atau

tinggi batang ekor. Keterangan mengenai pengukuran–pengukuran ini dibuat oleh

Hubbs & Lagler (1964). Pada pengukuran ikan yang sedang mengalami

pertumbuhan digunakan rasio dari panjang standar. Ikan yang digunakan adalah

ikan yang diperkirakan mempunyai ukuran dan kelamin yang sama. Hal ini

disebabkan pertumbuhan ikan tidak selalu proporsional dan dimorfime seksual

sering muncul pada ikan (tetapi seingkali tidak jelas). Pengukuran morfometrik

merupakan pengukuran yang penting dalam mendekripsikan jenis ikan.

(Saanin,1986)

2.1.2 Ciri meristik

Merupakan ciri-ciri dalam taksonomi yang dapat dipercaya, karena sangat

mudah digunakan. Ciri meristik ini meliputi apa saja pada ikan yang dapat

dihitung antara lain jari-jari dan duri pada sirip, jumlah sisik, panjang linea

literalis dan ciri ini menjandi tanda dari spesies. Salah satu hal yang menjadi

permasalahan adalah kesalahan penghitungan pada ikan kecil. Faktor lain yang

dapat mempengaruhi ciri meristik yaitu suhu, kandungan oksigen terlarut,

salinitas, atau ketersediaan sumber makanan yang mempengaruhi pertumbuhan

larva ikan (Saanin,1986).

2.1.3 Ciri-ciri anatomi

Sulit untuk dilakukan tetapi sangat penting dalam mendeskripsi ikan. Ciri-ciri

tersebut meliputi bentuk, kesempurnaan dan letak linea lateralis, letak dan ukuran

organ-organ internal, anatomi khusus seperti gelembung udara dan organ-organ

elektrik (Saanin,1986)

2.1.4 Pola pewarnaan

Merupakan ciri spesifik, sebab dapat berubah sesuai dengan umur, waktu,

atau lingkungan dimana ikan tersebut didapatkan. Hal ini merupakan bagian

penting dalam mendeskripsi setiap spesies, misal pola pewarnaan adalah ciri

spesifik spesies, kondisi organ reproduksi, jenis kelamin. Masalah utama dalam

pewarnaan bila digunakan sebagai alat taksonomi adalah subjektivitas yang tinggi

dalam mendeskripsi ikan (Saanin,1986).

Sel khusus yang memberikan warna khusus pada ikan ada dua yaitu

iriclocyte dan chromatophore. Iriclocyte disebut sel cermin karena mengandung

bahan yang dapat memantulkan warna, yaitu guanin kristal (Rahardjo, 1986).

Menurut Rahardjo (1986), chromatophore dasar ada empat jenis, yaitu :

1. Erythrophore (merah dan jingga)

2. Xanthophore (kuning)

3. Malanophore (hitam)

4. Leucophore (putih)

(Saanin,1986).

Menurut Rahardjo (1986), warna ikan disebabkan karena pigmen pembawa

warna (biochrome) antara lain :

1. Carotenoid : kuning, merah, dan corak lain

2. Cromolipod : kuning sampai coklat

3. Indigoid : biru, merah, dan hijau

4. Melanin : hitam atau coklat

5. Porpyrin / pigmen empedu : merah, kuning, hijau dan coklat

6. Flavin : kuning, kehijau-hijauan

7. Purin : putih atau keperakan

8. Pterin : putih, kuning, merah, jingga.

(Saanin,1986).

2.1.5 Kariotipe

Merupakan deskripsi dari jumlah dan morfologi kromosom. Jumlah

krosmosom tiap sel tampaknya menjadi ciri-ciri ikan secara konservatif dan

digunakan sebagai indikator dalam famili. Jumlah lengan kromosom seringkali

lebih jelas dari pada jumlah krosmosom. Teknik lain yang digunakan berkaitan

juga dengan kariotiping, adalah penghitungan jumlah DNA tiap sel. Namun,

jumlah DNA cenderung berkurang pada spesies terspesialisasi (Hidengarrner &

Rosen,1972 dalam Moyle & Cech,1988).

2.1.6 Elektroforesis

Merupakan teknik yang digunakan untuk mengevaluasi kesamaan protein.

Contoh jaringan diperlakukan secara mekanis untuk mengacak struktur membran

sel, agar melepaskan protein yang larut air. Selanjutnya, protein ini diletakkan

dalam suatu gel, biasanya terbuat dari pati atau agar, yang selanjutnya

diperlakukan dengan menggunakan arus litrik. Kecepatan pergerakan respon

protein untuk berpindah atau bergerak tergantung pada ukuran molekulnya.

Kesamaan genetik dari indiviual dan spesies dapat dibandingkan dengan ada atau

tidak adanya protein yang dibedakan berdasarkan letak dalam gel. Elektroforesis

dapat digunakan untuk menguji variasi genetik dalam populasi (Saanin,1986).

BAB III

MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum

3.1.1. Praktikum I

Hari / Tanggal : Jumat, 14 Oktober 2011.

Waktu : Pukul 13.00 -15.00 WIB

Tempat : Laboratorium Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Diponegoro, Semarang

3.1.1. Praktikum II

Hari / Tanggal : Sabtu, 15 Oktober 2011.

Waktu : Pukul 13.00 -15.00 WIB

Tempat : Laboratorium Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Diponegoro, Semarang

3.1.1. Praktikum III

Hari / Tanggal : Minggu,16 Oktober 2011.

Waktu : Pukul 09.30 -12.00 WIB

Tempat : Laboratorium Biologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Diponegoro, Semarang.

3.2. Materi

3.2.1. Alat

1. Nampan bedah : Digunakan untuk meletakkan ikan sampel.

2. Dissetion kit : Digunakan untuk memgiris sampel.

3. Loop : Digunakan untuk melihat organ sampel.

4. Light mikroskop,

deckglass dan coverglass : Digunakan untuk mengamati sampel kecil

5. Jarum pentul : Digunakan untuk menghitung sirip.

6. Tissue pembersih : Digunakan untuk membersihkan alat.

7. Pensil dan kertas gambar : Digunakan untuk menggambar sampel.

3.2.2. Bahan

1. Ikan Bandeng (Chanos chanos)

2. Ikan Belanak (Valamugil seheli)

3. Ikan Sembilang (Euristhmus microceps)

3.1 Metode

3.3.1 Morfologi Ikan

a. Menggambar ikan yang tersedia di depan meja, kemudian amati

morfologi luar ikan dan menunjukkan bagian-bagian dari ikan

tersebut.

b. Menggambar dan menyebutkan jenis dan bentuk sirip ikan yang

diamati, menghitung jari-jari sirip dan menentukan rumus sirip.

c. Menggambar dan menyebutkan jenis dan bentuk sirip ekor yang

diamati.

d. Menggambar dan menyebutkan bentuk sisik ikan yang diamati.

e. Mengamati bentuk linea lateralis ikan yang diamati dan menghitung

sisik yang berada diatas, dibawah, dan pada linea lateralis ikan yang

diamati.

f. Mengamati dan menggambar serta menyebutkan bentuk mulut ikan

yang diamati.

g. Mengamati, menggambar, dan menyebutkan tanda-tanda khusus

pada ikan tersebut.

h. Mengukur panjang total, panjang standar, dan tinggi badan ikan yang

diamati.

3.3.2 Identifikasi dan Taksonomi Ikan

a. Menyiapkan buku identifikasi yang akan digunakan untuk

mengidentifikasi ikan yang telah diamati.

b. Membuat deskripsi morfologi serta mengamati hasil pengukuran

bagian-bagian tubuh ikan dan membandingkannya dengan kunci

identifikasi, antara lain :

o Susunan, jenis, dan rumus sirip.

o Jenis sisik dan penghitungan sisik.

o Tipe ekor.

o Bentuk mulut.

o Perbandingan antar bagian tubuh ikan.

o Bentuk dan jumlah filament insang.

o Tanda-tanda khusus seperti sungut, fin let, lateral keel, dll

3.3.3 Integumen

a.Mengambar ikan yang tersedia didepan meja, mengamati morfologi

luar ikan. Perhatikan kulit ikan, raba dan amati ketebalannya.

b.Memperhatikan keberadaan lender pada ikan yang diamati, raba, dan

amati ketebalannya.

c.Memperhatikan warna kulit pada ikan yang diamati, raba, dan

menyebutkan warnanya.

d.Memperhatikan keberadaan kelenjar racun pada ikan yang diamati,

raba dan sebutkan fungsinya.

3.3.4 Respirasi

a. Menggambar ikan yang tersedia didepan meja, amati morfologi

insang ikan, menunjukkan bagian-bagian insang tersebut. Perhatikan

tutup insang atau operculumnya.

b. Mengamati dan menggambarkan serta nenyebutkan alat bantu

pernafasan pada ikan yang diamati, menyebutkan fungsi dari alat

bantu pernafasan tersebut.

c. Mengamati, menggambar, dan menyebutkan fungsi dari gelembung

renang ikan yang diamati.

3.3.5 Rangka

a. Menggambar rangka axial ikan yang tersedia, mengamati morfologi

luarnya serta menunjukkan bagian-bagian dari ikan tersebut.

b. Mengamati tulang penyusun operculum dan menyebutkan bagian-

bagiannya.

c. Menggambar rangka apendikular ikan yang tersedia, mengamati

tulang pelekat pada masing-masing sirip dan gambar, menyebutkan

fungsi rangka apendicular pada ikan.

d. Menggambar rangka visceral ikan yang tersedia, mengamati tulang

pada bagian abdomen ikan pada masing-masing sirip dan gambar,

menyebutkan fungsi rangka visceral pada ikan.

3.3.6 Otot

a. Potong ikan melintang pada bagian abdomen (perut) dan pada

sepertiga bagian posterior.

b. Membuat deskripsi morfologi otot (urat daging) dari potongan

melintang tubuh ikan.

c. Gambar dan sebutkan bagian-bagian otot (urat daging) yang diamati.

3.3.7 Sistem Pencernaan

Bedah ikan pada bagian abdomen, amati organ pencernaannya serta

tunjukkan bagian-bagian organ tersebut.

3.3.8 Sistem Reproduksi

a. Gambar ikan yang tersedia didepan meja, amati morfologi luar ikan

dan tunjukkan bagian-bagian tubuh ikan yang berfungsi dalam

system reproduksi dari ikan tersebut.

b. Membedah abdomen ikan yang diamati, perhatikan adanya gonad

pada ikan tersebut, gambar dan sebutkan posisi gonad ikan yang

diamati.

3.3.9 Kinerja Reproduksi Ikan

a. Bedah ikan yang diamati, amati gonadnya. Timbang tubuh ikan dan

gonad.

b. Pada ikan yang segar tingkat kematangan gonad dapat dilihat dengan

mengamati warna gonad. Dengan membandingkan criteria

kematangan gonad menurut Effendi (1990) temtukan TKG ikan

tersebut.

c. Dengan menggunakan prosedur Effendi (1990) hitung fekunditas

ikan tersebut.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Morfologi ikan

1. Bentuk Tubuh Ikan

a. Ikan Hiu

Gambar Keterangan

1) Mulut

2) Mata

3) Sirip punggung

4) Sirip ekor

5) Sirip anal

6) Sirip ventral

7) Sirip dada

b. Ikan Bandeng

Gambar Keterangan

1) Mulut

2) Mata

3) Sirip punggung

4) Sirip ekor

5) Sirip anal

6) Sirip ventral

7) Sirip dada

c. Ikan Belanak

Gambar Keterangan

1) Mulut

2) Mata

3) Sirip punggung

4) Sirip ekor

5) Sirip anal

6) Sirip ventral

7) Sirip dada

2. Ukuran Tubuh Ikan

a) Ikan Bandeng

Panjang total : 24 cm

Panjang standart : 18,2 cm

Tinggi badan : 5 cm

b) Ikan Belanak

Panjang total : 17,5 cm

Panjang standart : 15 cm

Tinggi badan : 3,5 cm

3. Rumus Sirip Ikan

a. Ikan Bandeng

- Dorsal fin (D) = X 4

- Pectoral Fin (P) = 173

-Ventral fin ( V) = 12

- Anal fin (A) = 10

b. IkanBelanak

- Dorsal fin (D) = III, 1, I, 6

- Pectoral Fin (P) = V, 9

-Venral fin ( V) = VI

- Anal fin (A) = II, 8

4. Bentuk Sisik Ikan

a. Ikan Bandeng

Gambar Keterangan

cycloid

b. Ikan belanak

Gambar Keterangan

ctenoid

5. Tipe Mulut Ikan

a. Ikan Bandeng

Gambar Keterangan

Tipe mulut : terminal

b. Ikan Belanak

Gambar Keterangan

Tipe mulut : terminal

c. Ikan Hiu

Gambar Keterangan

Tipe mulut : inferior

6. Bentuk dan Jumlah Linea lateralis Ikan

a) Ikan Bandeng

- Lateral Line

Jumlah sisik lateral line atas = 10 Sisik

Jumlah sisik lateral line bawah = 13 Sisik

Jumlah sisik lateral line = 73 Sisik

b) Ikan Belanak

- Linea Lateralis

Jumlah sisik Linea Lateralis atas = 3 Sisik

Jumlah sisik Linea Lateralis bawah = 3 Sisik

Jumlah sisik Linea Lateralis = 25 Sisik

7. Bentuk Sirip Ekor Ikan

a. Ikan Bandeng

Gambar Keterangan

Tipe ekor : homocercal

(forked)

b. Ikan Belanak

Gambar Keterangan

Tipe ekor : homocercal

(emarginate)

c. Ikan Hiu

Gambar Keterangan

Tipe ekor : heterocercal

8. Warna Ikan

a. Ikan Bandeng

Ventral : bandeng mempunyai warna lebih gelap (hitam) pada bagian atas

tubuhnya

Dorsal : bandeng memiliki warna keperakan (silver) pada bagian bawah

tubuhnya

b) Ikan Belanak

Ventral : Belanak mempunyai warna lebih gelap (coklat kehitaman) pada

bagian atas tubuhnya

Dorsal : Belanak memiliki warna putih pada bagian bawah tubuhnya

c) Ikan Hiu

Ventral : Hiu mempunyai warna lebih gelap (abu-abu) pada bagian atas

tubuhnya

Dorsal : Hiu memiliki warna putih pada bagian bawah tubuhnya

4.1.2 Anatomi Ikan

1. Sistem Digestoria Ikan (Sistem Pencernaan Tubuh Ikan)

a. Ikan Bandeng

Gambar Keterangan

1) Mulut

2) Rongga mulut

3) Farink

4) Esophagus

5) Lambung

6) Phylorus

7) Usus

8) Kloaka

9) Anus

b. Ikan Belanak

Gambar Keterangan

1) Mulut

2) Rongga mulut

3) Farink

4) Esophagus

5) Lambung

6) Phylorus

7) Usus

8) Kloaka

9) Anus

2. Sistem Muscularia (Sistem Otot)

a. Ikan Bandeng

Gambar Keterangan

Ventral

1. Supracal calis

2. Epaxial mylomes

3. Ventrical septum

Vetebrata

1. Red lateralis muscle

2. Horisontal septum

3. Hypoxial myolomas

4. Bodi cevly

Caudal

1. Ventral Septum

2. Horisontal Septum

3. Vertebrata

4. Hypaxial myolomas

b. Ikan Belanak

Gambar Keterangan

Ventral

1. Supracal calis

2. Epaxial mylomes

3. Ventrical septum

Vetebrata

1. Red lateralis muscle

2. Horisontal septum

3. Hypoxial myolomas

4. Bodi cevly

Caudal

1. Ventral Septum

2. Horisontal Septum

3. Vertebrata

4. Hypaxial myolomas

3. Sistem Skeleton (Rangka)

a. Ikan Bandeng

Gambar Keterangan

Rangka axial

1. Urostyle

2. Hypurals

3. Vertebrata

4. Ribs

5. Operculum

6. Cranium

7. Hyomandibula

8. Premaxila

9. Dentary

10.Maxila

11.Quadrate

Gambar Keterangan

Tulang sirip dada

1. Pectoral fin

2. scapula

3. Cleithrum

4. Supracleithrum

5. Radials

6. Coracoid

7. Basipterygium

Gambar Keterangan

Tulang sirip Perut

1. Pelvic vin

2. Basipterygium

3. Cleutrum

b.Ikan Belanak

Gambar Keterangan

Rangka axial

1. Urostyle

2. Hypurals

3. Vertebrata

4. Ribs

5. Operculum

6. Cranium

7. Hyomandibula

8. Premaxila

9. Dentary

10.Maxila

11.Quadrate

Gambar Keterangan

Tulang sirip dada

1. Pectoral fin

2. scapula

3. Cleithrum

4. Supracleithrum

5. Radials

6. Coracoid

7. Basipterygium

Gambar Keterangan

Tulang sirip Perut

1. Pelvic vin

2. Basipterygium

3. Cleutrum

4. Sistem Respiratoria

a. Ikan Bandeng

Gambar Keterangan

1. Operculum

2. Gill rakels

3. Gill Filament

4. Gill arch

Gambar Keterangan

1. Gas Blader

b.Ikan Belanak

Gambar Keterangan

1. Operculum

2. Gill rakels

3. Gill Filament

4. Gill arch

Gambar Keterangan

1. Gas Blader

5. Sistem Reproduksi

Ikan Sembilang

Gambar Keterangan

1. Insang

2. Lambung

3. Usus

4. Gonad

5. Ovarium

6. Anus

7. Telur

6. Kinerja Reproduksi

Ikan sembilang

- Panjang total : 58,5 cm - Berat Total : 1,11 kg

- Berat Telur Ikan : 222 gram

Gonad berwarna orange, fase satu.

Jumlah Telur sampel = 50

Fekunditas = 222 x 50 = 1009 Telur

11

4.1.3 Taksonomi dan Klasifikasi Ikan

Ikan Bandeng

Kingdom : Animalia

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Gonorynchiformes

Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : C. chanos

Nama binomial : Chanos chanos

www.id.wikipedia.org

Ikan Belanak

Domain                :  Eukaryota

Kingdom              :  Animalia

Phylum                 :  Chordata

Class                     :  Osteichthyes

Order                   :  Perciformes

Family                  :  Mugilidae

Genus                   :  Mugil

Spesies                 :  Mugil sp.

www.lulukalghazali.blogspot.com

Ikan Sembilang

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Siluriformes

Sub Famili : Siluroidea

Famili : Plotosidae

www.id.wikipedia.org

Ikan Hiu

Kingdom : Animalia

Filium : Chordata

Upafilum : Vertebrate

Kelas : Chondricthyes

Sub Kelas : Elasmobranchii

Sub ordo : Selachimorpha

www.id.wikipedia.org

4.2 Pembahasan

4.2.1. Ikan Bandeng

Ikan bandeng adalah ikan payau golongan teleostei karena ikan ini

mempunyai tulang keras (sejati). Ikan bandeng adalah salah satu ikan

catadromeous yaitu ikan yang melakukan perjalanan ke laut untuk bertelur dan

memijah dilaut, maka dari itu ikan bandeng mempunyai kemampuan osmotic

yang tinggi. Mereka hidup di Samudra Hindia dan menyeberanginya sampai

Samudra Pasifik, mereka cenderung bergerombol di sekitar pesisir dan pulau-

pulau dengan koral. Ikan yang muda dan baru menetas hidup di laut untuk 2 - 3

minggu, lalu berpindah ke rawa-rawa bakau, daerah payau, dan kadangkala

danau-danau. Bandeng baru kembali ke laut kalau sudah dewasa dan bisa

berkembang biak (Affandi, 2004)

Berikut Klasifikasi Ilmiah dari ikan bandeng :

Kingdom : Animalia

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Gonorynchiformes

Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : C. chanos

Nama binomial : Chanos chanos (www.id.wikipedia.org)

Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa Ikan

Bandeng mempunyai bentuk tubuh ramping ,badannya tertutup oleh sisik, jari-jari

semuanya lunak dan Rumus sirip ikan bandeng adalah; pada sirip punggung (D) =

IX,4, pada sirip dubur (A) = 10, pada sirip dada (P) = 17 dan pada sirip perut (V)

= 12. Sirip ekor panjang dan bercagak. Ikan bandeng ini mempunyai tipe sisik

cycloid dengan jumlah pada line lateralis 73 buah ;jumlah sisik atas lateral line:

10 ; jumlah sisik bawah lateral line: 13. Sisik ikan bandeng kecil-kecil, sedangkan

siripnya terdiri dari tulang keras dan tulang rawan.

Jenis sisik pada ikan bandeng adalah cycloid. Bentuk cycloid merupakan

sisik yang bentuknya melingkar, yang mempunyai lingkaran tipis dan transparan

yang didalamnya terdapat garis-garis melingkar disebut circulii, anulii, radii, dan

focus serta pada bagian belakang mempunyai gerigi. Bagian anterior tertanam dan

bagian posterior muncul ke permukaan dengan warna gelap yang mengndung

butir butir pembawa warna (cromotophor). Lingkungan sirkulir yang menebal

pada sisik ini disebut annulus (Djuanda, T. 1981)

Tubuh ikan bandeng memiliki Panjang Total (TL) 44 cm; Panjang

Standart (SL) 18,2 cm; dan Panjang Lingkar (LL) 5 cm. Bandeng mempunyai tipe

ekor Homocercal, lalu pada insangnya memiliki 4 lamela. Tanda-tanda khusus

lainnya pada ikan bandeng yaitu memiliki kulit terang dan ususnya melingkar –

lingkar dengan panjang 139 cm. Usus bandeng ini umumnya panjang karena

bandeng termasuk herbivora yang harus mencerna apa yang ia makan dengan

cukup lama.

Ikan bandeng mempunyai bentuk tubuh torpedo/stream line (fusiform) dan

warna tubuhnya abu-abu pada bagian punggung dan putih pada bagian perut.

Bentuk tubuh ini sesuai dengan sifat ikan bandeng yang lincah, sedangkan tipe

ekornya adalah lunate. Tipe mulut ikan bandeng adalah terminal, dengan letak

sirip perut terhadap sirip dada abdominal karena sirip perut terletak di belakang

sirip dada. Ikan bandeng juga mempunyai tulang tambahan tutup insang (Djuanda,

T. 1981)

Anatomi tubuh ikan bandeng sama dengan ikan yang lain yaitu terdiri dari

jantung, hati, lambung, usus, ginjal, pankreas, dan anus (Rahardjo, 1980)

Sistem pencernaan terdiri dari mulut, oesophagus, lambung, usus, dan

anus, dengan hati dan pankreas sebagai kelenjar pencernaan. Bentuk gigi dari ikan

bandeng adalah semacam lapisan tulang rawan yang menutupi sebagian besar

rahang atas dan rahang bawah, atau bisa disebut dengan gigi palsu. Dilihat dari

bentuk insang, pada ikan bandeng mungkin ada hubungannya dengan apa jenis

makanan yang dimakan walaupun tidak ada hubungannya secara langsung.

Namun insang juga berperan dalam menyaring (filter) dari zat makanan yang

masuk (Rahardjo, 1980)

Sistem muscularia pada ikan bandeng mirip dengan ikan teleostei lainnya

yaitu terdiri dari supracarinalis, epaxial myotome, myomer, dan myoseptum.

Apabila dilihat secara horisonthal maka akan tampak myomer dan myoseptumnya

dengan jelas. Urat daging yang terdapat di kedua sisi tubuh ikan bandeng dapat

dibedakan menjadi dua bagian, yaitu epaksial dan hipoksial. Kedua bagian

tersebut dipisahkan oleh suatu selaput yang dinamakan “horizontal akletogeneous

septum“. Dibagian permukaan selaput ini terdapat urat daging yang menutupinya

“musculus lateralis superficialis“ yang banyak mengandung lemak karena warna

yang merah kehitaman. Hal ini dipengaruhi dari adanya organ yang berfungsi

untuk menghasilkan mucin atau lendir yang berguna untuk pergerakan dari ikan

bandeng yang sangat cepat,sehingga dapat mengurangi gesekan (Rahardjo, 1980).

Sistem rangka pada ikan bandeng terdiri dari tulang caudal dan abdominal.

Sistem muscularia pada ikan bandeng terdiri dari atrium, sinus venosus, bulous

arteriosus, dan ventral aorta yang kesemuanya berkaitan erat dengan sistem

peredaraan darah. Letak jantung bandeng sendiri ada di dekat insang (Rahardjo,

1980)

Sistem optic terdiri dari iris, lensa, kornea, dan lain-lain. Mata ikan

bandeng tergolong sedang (Rahardjo, 1980).

Sistem respiratoria pada ikan bandeng terdiri dari insang yang terdiri dari 5

lapis, dengan insang terdiri dari tulang lengkung insang, tapis insang, dan lamella

insang, serta tulang tambahan tutup insang sebanyak 4 pasang.

Bagian yang berperan dalam pengikatan oksigen dari air adalah filamen

insang sehingga filamen insang dilengkapi dengan kapiler-kapiler darah. Selain

itu ikan bandeng memiliki lembar insang yang jarang-jarang atau kurang rapat.Hal

ini disebabkan dari habitat hidup dari bandeng sendiri yang memiliki jenis

euryhaline yang tahan terhadap perubahan salinitas yang panjang(Rahardjo,

1980).

4.2.2. Ikan Belanak

Belanak (Valamugil seheli; familia Mugilidae) adalah sejenis ikan laut

tropis dan subtropis yang bentuknya hampir menyerupai bandeng. Dalam bahasa

Inggris dikenal sebagai blue-spot mullet ataublue-tail mullet (Langer, et al. 1997).

Belanak tersebar di perairan tropis dan subtropis (FAO, 1974 dalam

Langer, et al. 1997), juga ditemukan di air payau dan kadang-kadang di air

tawar (Iversen, 1976). Ikan ini terdistribusi pada semua perairan terutama di

daerah estuari (coastal) dan laut di daerah tropis dan subtropis yaitu di Indo-

Pacific, Filipina, dan Laut Cina Selatan, hingga Australia. Di Sungai Musi ikan

belanak hidup di daerah muara dan estuaria seperti di daerah Sungsang dan

Sembilang (Utomo, et al., 2007). Ikan belanak merupakan jenis ikan pelagis

(benthopelagic) yang bersifat katadromus hidup di perairan tawar seperti sungai,

estuari dan laut dengan kedalaman sampai 120 meter, temperatur antara 8-240C

(Langer, et al. 1997).

Ikan belanak secara umum bentuknya memanjang agak langsing dan

gepeng. Sirip punggung terdiri dari satu jari-jari keras dan delapan jari-jari lemah.

Sirip dubur berwarna putih kotor terdiri dari satu jari-jari keras dan sembilan jari-

jari lemah. Bibir bagian atas lebih tebal daripada bagian bawahnya ini berguna

untuk mencari makan didasar/organisme yang terbenam dalam lumpur

(Kriswantoro dan Sunyoto, 1986). Ciri lain dari ikan belanak yaitu mempunyai

gigi yang amat kecil, tetapi kadang-kadang pada beberapa spesies tidak ditemukan

sama sekali (Langer, et al. 1997).

Klasifikasi Ikan Belanak adalah sebagi berikut :

Domain                :  Eukaryota

Kingdom              :  Animalia

Phylum                 :  Chordata

Class                     :  Osteichthyes

Order                   :  Perciformes

Family                  :  Mugilidae

Genus                   :  Mugil

Spesies                 :  Mugil sp. (www.id.wikipedia.org)

Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang signifikan anatara ikan bandeng

dan ikan belanak karena keduanya termasuk dalam jenis ikan teleostei.

Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan dapat diketahui bahwa Ikan Belanak

mempunyai bentuk tubuh ramping, lebih kecil ukurannya dari ikan bandeng,

badannya tertutup oleh sisik, jari-jari semuanya lunak dan Rumus sirip ikan

belanak adalah; pada sirip punggung (D) = III,1, pada sirip punggung belakang

(D2)= I,6, pada sirip dubur (A) = II,8, pada sirip dada (P) = V,9 dan pada sirip

perut (V) = VI. Sirip ekor pendek dan melebar. Ikan belanak ini mempunyai tipe

sisik ctenoid dengan jumlah pada line lateralis 25 buah ;jumlah sisik atas lateral

line: 3 ; jumlah sisik bawah lateral line: 3. Sisik ikan belanak kecil-kecil,

sedangkan siripnya terdiri dari tulang keras dan tulang rawan. Jenis sisik ikan

Belanak adalah Ctenoid. antara sisik cycloid dengan ctenoid hanya meliputi

adanya sejumlah duri-duri halus yang disebut ctenii beberapa baris di bagian

posteriornya.Pertumbuhan pada tipe sisik ini adalah bagian atas dan bawah, tidak

mengandung dentine atau enamel dan kepipihannya sudah tereduksi menjadi lebih

tipis, fleksibel dan transparan. Penempelannya secara tertanam ke dalam sebuah

kantung kecil di dalam dermis dengan susunan seperti genting yang dapat

mengurangi gesekan dengan air sehingga dapat berenang lebih cepat. Sisik yang

terlihat adalah bagian belakang (posterior) yang berwarna lebih gelap daripada

bagian depan (anterior) karena bagian posteriornya mengandung butir-butir

pigmen (chromatophore). Bagian anterior (terutama pada bagian tubuh)

transparan dan tidak berwarna. Perbedaan antara tipe sisik cycloid dengan ctenoid

adalah pada bagian posterior sisik ctenoid dilengkapi dengan ctenii (gerigi kecil).

Focus merupakan titik awal perkembangan sisik dan biasanya berkedudukan di

tengah-tengah sisik (Langer, et al. 1997).

Tubuh ikan belanak memiliki Panjang Total (TL) 44 cm; Panjang Standart

(SL) 18,2 cm; dan Panjang Lingkar (LL) 5 cm. Belanak mempunyai tipe ekor

Enarginate, lalu pada insangnya memiliki 4 lamela. Tanda-tanda khusus lainnya

pada ikan belanak yaitu memiliki kulit terang dan ususnya relatif lebih pendek

daripada ikan bandeng.

Ikan belanak mempunyai bentuk tubuh torpedo/stream line (fusiform) dan

warna tubuhnya agak kecoklatan pada bagian punggung dan putih pada bagian

perut. Bentuk tubuh ini sesuai dengan sifat ikan belanak yang lincah, sedangkan

tipe ekornya adalah emarginate. Tipe mulut ikan belanak adalah terminal, dengan

letak sirip perut terhadap sirip dada abdominal karena sirip perut terletak di

belakang sirip dada. Ikan belanak juga mempunyai tulang tambahan tutup insang.

Anatomi tubuh ikan bandeng sama dengan ikan yang lain yaitu terdiri dari

jantung, hati, lambung, usus, ginjal, pankreas, dan anus. Sedangkan sistem

pencernaan terdiri dari mulut, oesophagus, lambung, usus, dan anus, dengan hati

dan pankreas sebagai kelenjar pencernaan.

Sistem muscularia pada ikan bandeng mirip dengan ikan teleostei lainnya

yaitu terdiri dari supracarinalis, epaxial myotome, myomer, dan myoseptum.

Apabila dilihat secara horisonthal maka akan tampak myomer dan myoseptumnya

dengan jelas.

Sistem rangka pada ikan belanak tidak jauh berbeda dari ikan bandeng

yakni terdiri dari tulang caudal dan abdominal. Pada ika belanak juga terdapat

atrium, sinus venosus, bulous arteriosus, dan ventral aorta yang kesemuanya

berkaitan erat dengan sistem peredaraan darah. Letak jantung belanak sendiri di

dekat insang.

Sistem optic terdiri dari iris, lensa, kornea, dan lain-lain. Mata ikan

belanak tergolong kecil. Sistem respiratoria pada ikan bandeng terdiri dari insang

yang terdiri dari 5 lapis, dengan insang terdiri dari tulang lengkung insang, tapis

insang, dan lamella insang, serta tulang tambahan tutup insang sebanyak 4 pasang.

4.2.3 Ikan Hiu

Ikan Hiu (Carcharias menissorah), terklasifikasi dalam phylum

Chordata, kelas Pisces, sub kelas Elasmobranchii, ordo Selachi, famili

Carcharidae, genus Carcharias, dan spesies Carcharias menissorah. Ciri-ciri ikan

hiu berhabitat di perairan laut di sekitar gosong-gosong karang dan di depan

muara sungai, memiliki satu gigi runcing, memiliki bentuk tubuh bilateral simetris

yang sagitiform, mulut superior, dan memiliki lima kantung insang. Hiu jenis ini

panjang tubuhnya tidak dapat melebihi dari 1 meter. (T. Djuhanda, 1981)

Pada umunya bentuk ekor hiu adalah bercagak. Pada ikan hiu, sisik

(scale) yang terdapat adalah tipe placoid yang membentuk matriks lembut dan

kuat seperti kertas tipis, hal itu menyebabkan seakan-akan hiu tidak mempunyai

sisik. Bentuk mulut hiu dokategorikan kedalam inferior. Sisik pada hiu

sesungguhnya modifikasi dari placoid. Sebagai ikan karnivora hiu memiliki

insang berbentuk gill raker berfungsi sebagai momotong bagia makanan lebih

kecil. memliki Bentuk tubuh yang tubular seperti torpedo dan sisik dilengkapi gigi

yang runcing memilki korelasi hiu sebagai predator yang membutuhkan gerakan

cepat dan efisien (www.id.wikipedia.org).

Kerangka hiu sangat berbeda dibandingkan dengan ikan-ikan

bertulang seperti misalnya ikan kod, karena terbuat dari tulang muda (tulang

rawan), yang sangat ringan dan lentur, meskipun tulang muda di ikan-ikan hiu

yang lebih tua kadang-kadang sebagian bisa mengapur, sehingga membuatnya

lebih keras dan lebih seperti tulang. Rahang hiu beraneka ragam dan diduga telah

berevolusi dari rongga insang yang pertama. Rahang ini tidak melekat

padacranium dan mempunyai deposit mineral tambahan yang memberikannya

kekuatan yang lebih besar (www.id.wikipedia.org)

4.2.4 Ikan Sembilang

Ikan sembilang adalah anggota dari suku (famili) Plotosidae, suatu

kelompok ikan berkumis (Siluriformes). Penciri khas yang membedakannya dari

kelompok lainnya adalah menyatunya sirip punggung kedua (sirip lemak), sirip

ekor, dan sirip anus sehingga bagian belakangnya tampak seperti sidat.

Dalam bahasa Inggris ia disebut ikan kumis berekor sidat, "eel-tailed catfish")

(www.id.wikipedia.org)

Ikan Sembilang atau Eel tailed catfish adalah jenis ikan laut yang bentuk

tubuhnya menyerupai ikan Lele. Hidupnya pada kedalaman 0-10 meter. Sering

dijumpai di daerah pesisir pantai atau laut dangkal. Bentuk badannya panjang

tanpa sisik, sirip punggung pertama berduri tajam dekat dengan kepala, sirip

punggung kedua bersambung dengan sirip ekor dan sirip dubur. Ikan ini dapat

mencapai panjang 134 cm. Ikan Sembilang merupakan ikan predator, yang

memangsa ikan-ikan kecil, selain itu ikan ini juga memakan hewan-hewan yang

hidup di dasar laut yaitu hewan-hewan kelompok gastropoda, moluska dan

krustasea. Ikan dewasa dapat hidup sendiri atau dalam kelompok kecil

(www.en.wikipedia.org)

Hewan ini menghuni air tawar (perairan darat) dan perairan laut, dan

menghuni wilayah hangat  Indo-Pasifik, dari Jepang hingga Australia dan Fiji.

Terdapat sekitar 35 spesies dalam10 genera (www.id.wikipedia.org)

Berikut klasifikasi ilmiah dari ikan sembilang :

(www.id.wikipedia.org)

Praktikum yang dilakukan dengan

bahan ikan sembilang adalah mengenai sistem

reproduksi yakni mengenai letak gonad dan cara

membedakan antara jantan dan betinanya. Dari

praktikum yang telah dilakukan menurut analisa

ikan sembilang sudah matang gonadnya, hal ini dapat dilihat dari warna gonad

yang berwarna kekuningan. Sebelumnya gonad ini telah mengalami beebrapa

fase.

Sistem Reproduksi dari ikan sembilang sendii dapat dikatakan seperti

pada ikan demersal lainya.Dia melakukan pemijahan ( Spawning ) di dasar dan

kemudian meletakkan telur – telurnya di dasar yang berlumpur sehingga sulit

untuk didteksi oleh pemangsanya atau predatornya.Setelah melewati masa embrio,

Ikan sembilang yang masih dalam tahap juvenile akan berada pada dasar dan

memakan ikan kecil.Setelah dewasa sembilang baru akan memangsa aktif ke

daerah dangkal yang banyak akan hewan kecil (Saanin, H, 1968)

Dalam hal reproduksi sangat penting untuk mengetahui fekunditas

(banyak telur), karena hal ini akan menyangkut pada Indeks Kematangan Gonad.

Dimana hubungan fekunditas (banyaknya telur) dengan Indeks Kematangan

Gonad adalah semakin tinggi Indeks Kematangan Gonad maka jumlah telur yang

dihasilkan juga semakin banyak. Selanjutnya dengan mengetahui tingkat

kematangan gonad kita bisa mengetahui aktifitas reproduksi dari si ikan (Saanin,

H, 1968)

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan 50

butir telur sebagai sampel diketahui fekunditas dari Ikan sembilang adalah

sebanyak 1009 telur.

Selain itu dalam mempelajari sistem reproduksi kita juga perlu

mengetahui perbedaan antara jenis kelamin jantan dan betinanya. Dilihat dari

morfologi luarnya, ikan jantan ukuran tubuhnya lebih kecil dari pada ikan betina,

untuk warna tubuhnya ikan jantan mempunyai warna yang lebih gelap apabila

dibandingkan dengan ikan betina. Untuk ikan betina lihat saja pada lubang anus

Kingdom :

Animalia

Filum :

Chordata

Kelas :

Actinopterygii

Ordo :

yang ukurannya lebih besar, hal ini dikarenakan lubang ini akan digunakan untuk

mengeluarkan telur (Saanin, H, 1968)

4.2.5 Perbandingan Antara Ikan Elamsmobarnchii dan Ikan Teleostei

(Jawaban Pertanyaan)

1. Morfologi Ikan

Fungsi dari tanda-tanda khusus pada ikan adalah untuk memberikan

cirri spesifisik ddari ikan tersebut, selain itu tanda-tanda khusus itu juga

sering digunakan sebagai pertahanan diri ikan tersebut. Tanda-tanda itu

sangat berguna bagi sebagian besar ikan yang memilikinya. Hal ini juga

sering digunakan saat masa kawin sebagai daya pikat antar lawan jenis

(Djuanda, T, 1981)

Linea lateralis pada ikan merupakan suatu garis atau guratan yang

digunakan sebagai penyeimbang dari ikan tersebut. Linea lateral ini

sangat berguna karena tanpa adanya linea lateral ini ikan tidak bisa

bergerak silincah dan seindah itu. Sudah jelas sekali dari definisi Ikan

Elasmobranchia merupakan ikan bertulang rawan, jadi morfologi luarnya

kita tidak mendapatkan sirip yang terdiri dari jari-jari lemah maupun jari-

jari keras. Untuk ikan Teleostei merupakan ikan bertulang sejati, jadi kita

menemukan banyak sirip dengan jari-jari pada masing-masing sirip

tersebut. Untuk sisik pada ikan Teleostei terlihat lebih menonjol dan

kasar bila dibandingkan dengan ikan Elasmobranchia (Djuanda, T, 1981)

Ikan Teleostei merupakan ikan bertulang sejati, kita dapat

menemukan banyak sirip dengan jari-jari pada masing-masing sirip

tersebut yang tidak kita temukan pada ikan elasmobranchii karena

sudah jelas sekali dari definisi Ikan Elasmobranchia merupakan ikan

bertulang rawan, jadi pada morfologi luarnya tidak akan kita temukan

sirip yang terdiri dari jari-jari lemah maupun jari-jari keras (Djuanda,

T, 1981)

Untuk sisik pada ikan Teleostei terlihat lebih menonjol dan kasar

bila dibandingkan dengan ikan Elasmobranchia (Djuanda, T, 1981)

2. Integumen

Sudah jelas bahwa Integumen merupakan system yang menutupi

tubun ikan beserta derivate-derivatnya. Jadi fungsi utama dari

integument ini menutupi tubuh (otot) beserta organ yang ada di

dalamnya (Djuanda, T, 1981)

Pada masing-masing mempunyai system integument yang

berbeda. Hal ini di karenakan kebutuhan dari masing-masing ikan ini

berbeda. Untuk ikan yang tinggal di daerah yang berlumpur

mempunyai lendir yang banyak apabila di bandingkan ikan yang

hidupnya di perairan biasa. Untuk sisik yang dimilikinya juga

mempunyai perbedaan yang sangat jelas, untuk ikan yang hidup pada

area yang berrlumpur sisiknya tidak ada (sebenarnya ada, namun sisik

ini berukuran sangat kecil dan dilapisi oleh lendir yang sangat tebal),

hal ini untuk lebih memudahkan ikan tersebut untuk bergerak dengan

sangat cepat apabila ada predator yang ingin menangkapnya. Untuk

ikan yang ada di perairan terbuka jelas mempunyai sisik yang tertata

sangat bagus dan agak keras (Djuanda, T, 1981).

Perbedaan system integumen dari ikan Elasmobranchia dan

Teleostei dapat dilihat dari sisik yang menutupi bagian luar tubuh ikan

tersebut. Untuk ikan Elasmobranchia sisik terasa halus, sedangkan

ikan Teleostei terasa kasar saat dipegang oleh tangan. Untuk

pewarnaan dari tubuhnya sendiri kedua juga berbeda, untuk Ikan

Elasmobranchia warna tubuhnya hampir sama yaitu putih kebiruan.

Untuk ikan Teleostei ini warna bagian atas berwarna keperakan dan

pada bagian bawah berwarna kehitaman (Djuanda, T, 1981).

3. Sistem Pencernaan

Pada sistem pencernaan jelas terlihat perbedaan antara ikan

elasmobranchii dan ikan teleostei. Hal ini dikarenakan perbedaan dari

makanan yang dikonsumsi oleh kedua jenis ikan tersebut. Ikan

elasmobranchii ynag umumnya karnivora mempunyai usus yang lebih

pendek daripada ikan teleostei yang merupakan herbivora. Ini semua

berkaitan dengan lama waktu cerna dari zat makanan yang di

konsumsi (Affandi, 2004).

4. Respirasi (Sistem Pencernaan)

Perbedaan sistem pernapasan anatar ikan elasmobranchii dan

ikan teleostei terlihat dari tutup insangnya. Pada Elasmobranchia tutup

insangnya sangat lembek dan tidak terbuat dari tulang keras seperti

halnya ikan golongan Teleostei yang tersusun dari tulang keras.

Elasmobranchia mempunyai septum yang menonjol yang digunakan

sebagai penutup insang (Affandi, 2004).

Dalam gelembung renang (gas bladder) hanya dipunyai oleh ikan

Teleostei. Hal ini dikarenakan pada golongan ini berfungsi untuk alat

hidrostatik, alat pernafasan tambahan, alat resonator suara, dan alat

pengeluar suara (Affandi, 2004).

5. Rangka

Rangka berfungsi untuk menegakkan tubuh, menunjang atau

menyokong organ-organ tubuh, melindungi organ- organ tubuh dan

berfungsi pula dalam pembentukan butir darah merah (Alamsjah, S.

1974)

Perbedaan tulang perekat pada masing-masing sirip adalah ada

tidaknya tulang rawan pada setiap ikan. Jelas ikan elasmobranchii

tidak memiliki tulang sejati sebagai tempat melekatnya otot.

(Alamsjah, S. 1974)

6. Otot

Dari hasil pengamatan, otot atau urat daging dari ikan yang

diamati menukjukkan ada kesamaan pada ikan tersebut.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Bentuk tubuh ikan beradaptasi dengan cara, tingkah laku dari suatu habitat

dimana habitat yang akan yang mempengaruhi alat tubuh dan tingkah laku

ikan tersebut.

2. Taksonomi ikan berdasarkan atas ciri – ciri morfologi dalam dan

morfologi luar yaitu genetikanya.

3. Kunci identifikasi ikan antara lain : susunan, jenis dan rumus sirip, jenis

sisik dan perhitungannya, tipe ekor dan tanda – tanda khusus lainnya.

4. Bentuk tubuh ikan elasmobranchi dan teleostei berbeda. Bentuk ini juga

menjadikan cara makan dan perilaku ikan berbeda.

5. Sistem anatomi tubuh pada ikan meyesuaikan pada kebutuhan dan

keadaanya. Contohnya sistem pencernaan yang meyesuaikan dengan jenis

makanan yang dikonsumsi ikan.

6. Pada sistem reproduksi ikan diketahui bahwa semakin tinggi Indeks

Kematangan Gonad (IKG)maka jumlah telur yang dihasilkan juga semakin

banyak.

5.2 Saran

1. Sebaiknya alat-alat yang digunakan lebih memadai lagi. Seperti saat

menidentifikasi sisik ikan dapat menggunakan mikroskop atau sebuah

Loop.

2. Untuk waktu dan teknis berjalannya praktikum agar lebih diatur kembali.

Pasalnya praktikan tidak mendapat semua materi yang seharusnya di

praktekan karena praktikan dipecah ke beberapa pos, sehingga hanya

materi dari pos yang ditemaptinya lah yang ia pahami.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R., Sjafei, D.S., Rahardjo, M.F. dan Sulistiono. 2004. Fisiologi Ikan,

Pencernaan dan Penyerapan Makanan. Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut

Pertanian Bogor. Bogor. 215 hal

Alamsjah, S. 1974. Ichthiyologi Sistematika (Ichthyologi – I). Proyek

Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi, IPB

Djuanda, T. 1981. Taksonomi, Morfologi, dan Istilah-istilah Teknik Perikanan.

Akademis Perikanan, Bandung

Djuanda, Tatang. 1981. Dunia Ikan. Armoco, Bandung

Langer, et al. 1997. FAO Spesies Identifikasion Sheat For Fisheries Puspose.

Kondnasha,:Japan

Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second

Edition. Prentice Hall,New Jersey

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan.

Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Rahadjo, M.F. 1985. Ictiologi Sebagai Pedoman Kerja Praktikum. IPB, Bogor

Rahardjo,MF.1980. Ichtyologi. IPB:IPB

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta: Jakarta.

Dari website :

http://www.lulukalghazali.blogspot.com/2010/11/laporan-praktikum-biologi-

perikanan.html / diakses 24-10-2011 pukul 19.30

http://www.id.wikipedia.org / diakses 23-10-2011 pukul 09.00

http://annehira.com/ diakses 27-10-2011 pukul 20.00