Afasia Dan Sindrom Afasik
Transcript of Afasia Dan Sindrom Afasik
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan REFERAT dengan judul
Afasia dan sindrom afasil , yang bertujuan untuk melengkapi persyaratan dalam
menempuh Coasistant Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati yang bertempat di RSUD Ciamis.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan hal ini
semata-mata karena ketidakmampuan penulis. Namun oleh karena dorongan
keluarga, teman-teman dan bimbingan dari dosen-dosen maka tulisan ini dapat
terwujud.
Ciamis, Agustus 2013
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................
Daftar isi .........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi ..........................................................................................
II. Etilogi ........................................................................
III. Klasifikasi ..................................................................
IV. Pemeriksaa fisik ..........................................................
V. Penatalaksanaan..........................................................
VI. Prognosa.....................................................................
Daftar pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Bahasa merupakan sesuatu yang paling kompleks dari perilaku yang ditunjukkan
oleh manusia, karena bahasa melibatkan memori, belajar, keterampilan
penerimaan pesan, proses, dan ekspresi. Di dalam kehidupan sehari – hari,
individu selalu melakukan interaksi dengan orang lain. Interaksi tersebut
menggunakan kemampuan kita dalam bahasa. Berbicara dengan orang lain,
memperoleh kata – kata yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu, memahami
apa yang orang lain katakan, serta dalam membaca, menulis dan melakukan
isyaratpun termasuk dalam bagian dari penggunaan bahasa. Ketika satu atau
lebih dari penggunaan bahasa tidak lagi berfungsi dengan baik (yang dikarenakan
oleh cedera otak), maka kondisi tersebut dinamakan afasia. Afasia, A (= tidak)
fasia (= bicara) berarti seseorang tidak dapat lagi mengungkapkan apa yang dia
mau. Dia tidak bisa lagi menggunakan bahasa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien meunjukan
gangguan dalam memproduksi dan atau memahami bahasa. Defek dasar pada
afasia adalah pada pemrosesan bahasa ditingkat integratif yang lebih tinggi.
Gangguan artikulasi dan praksis mungkin ada sebagai gejala yang menyertai.
Afasia biasanya berati hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak.
Kata afasia perkembangan ( sering juga disebut disfasia)di gunakan pada anak
bila mempunyai keterbelakangan spesifik yang diperoleh dalam proses
kemampuan berbahasa.
2. ETIOLOGI
Afasia dapat terjadi apabila ada gangguan peredaran darah otak. Dimana pada
umumnya telah ada penyakit lain yang mendahului gangguan peredaran darah
otak tersebut, yang paling sering dijumpai adalah penyakit kardiovaskuler
(penyakit jantung, hipertensi), kemudian penyakit/gangguan otak lainnya.
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi afasia umumnya didasarkan pada gejala klinisnya. Berdasarkan
manifestasi klinik afasia dibagi menjadi 2 yaitu: afasia lancar dan afasia tidal
lancar. Pada afasia lancar didapatkan bicara yang lancar, artikulasi baik, serta
irama yang baik, namun isi pembicaraan tidak berisi dan bermakna. Afasia lancar
meliputi 1. Afasia sensorik (wernicke) 2. Afasia konduksi 3. Afasia anomik 4.
Afasia transkortikal sensorik .
Pada afasia tidak lancar, pembicaraan pasien terbatas, sering disertai artikulasi
yang buruk. Afasia ini meliputi : 1. Afasia motorik 2. Afasia global 3. Afasia
transkortikal motorik.
a. Afasia Sensorik (wernicke)
Pada jenis afasia ini pemahaman bahasa pasien terganggu, umumnya pasien
tidak mampu memahami bahasa lisan dan apabila pasien menjawab, pasien
tidak tau apakah jawabannya salah (kalimat kosong). Umumnya pasien
dengan afasia jenis ini juga mengalami gangguan pada membaca atau
menulis. Lesi yang menyebabkan afasia sensorik terletak didaerah bahasa
bagian posterior.
b. Afasia konduksi
Pada afasia jenis ini pasien mengalami repetisi, selain itu pasien juga
mengalami gangguan dalam menulis, tidak bisa menamai, parafasia yang
jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan masih terpelihara,
terputusnya hubungan antara area wernic dan broca diduga menyebabkan
kelainan manifestasi ini.
c. Afasia anomik
Defeknya berupa kesulitan dalam menemukan kata-kata dan tidak mampu
menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Berbicara spontan biasanya
lancar namun bingun mencari kata-kata. Mengingat output bahasa relatif
terpelihara dan komprehensi lumayan utuh, pasien dengan afasia jenis ini
dapat menyesuaikan diri lebih baik dari afasia jenis yang lain
d. Afasia transkortikal
Ditandai dengan repetisi bahasa lisan yang baik, namun fungsi bahasa lainnya
terganggu. Ada 2 jenis afasia jenis ini :1. Afasia transkortikal sensorik dan
motorik. Pada afasia transkortikal sensorik pasien dapat mengulang dengan
baik namun tidak memahami apa yang didengarnya atau yang diulanginya.
Sebaliknya afasia transkortikal motorik , pasien mampu melakukan repetisi,
memahami, dan membaca dengan baik namun dalam bicara spontan tampak
terbatas seperti pasien afasia brocca. Afasia jenis ini disebabkan oleh lesi yang
berupa infark yang luas berbentuk bulan sabit di area perbatasan pembuluh
darah serebral mayor.
e. Afasia motorik (broca)
Merupakan afasia yang sering dijumpai. Gejalanya meliputi bicara yang tidak
lancar, disartia, serta nampak melakukan upaya bila hendak berbicara.
Repetisi dan membaca sama terganggunya dengan berbicara spontan.
Pemahan auditif dan pemahaman membaca nampaknya tidak terganggu,
namun pemahan kalimat dengan tata bahasa yang kompleks sering terganggu.
Lesi yang menyebabkan afasia motorik mencakup area brodman 44-45 dan
sekitarnya.
f. Afasia global
Afasa jenis ini merupakan afasia yang paling berat. Afasia inbi ditandai
dengan tidak adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi
beberapa patah kata yang diucapkan secara stereotipik. Afasia jenis ini
disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau semua daerah
bahasa. Penyebab lesi yang paling sering adalah sumbatan arteri carotis
interna atau serebri media pada pangkalnya. Afasia jenis ini biasanya di
barengi dengan hemiparesis atau hemiplegia
Selain itu pada klasifikasi afasia yang berpedoman pada lesi anatomik, afasia
dibedakan atas:
Sindroma afasia peri sylvian:
Afasia broca
Afasia wernick
Afasia konduksi
Sindroma afasia daerah perbatasan (border zone)
Afasia transkortikal motorik
Afasia transkortikal sensorik
Sindroma afasia subkortikal
Afasia talamik
Afasia striatal
Sindroma afasia non lokalisasi
Afasia anomik
Afasia global
4. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan klinis fungsi bahasa meliputi:
a. Kelancaran berbicara
Apakah pasien dapatmengeluarkan frase atau kalimat dengan panjang yang
normal (lima atau lebih kata) secara spontan. Jika bebicara banyak tidak
lancar, maka tata bahasa sintak umumnya juga abnormal.
Cara pemeriksaan:
Menyebutkan nama hewan : pasien disuruh menyebutkan sebanyak mungkin
nama hewan dalam waktu 60 detik. Kita catat jumlahnya serta kesalahan
yang ada, misalnya parafasia. Skor orang normal umumnya mampu
menyebutkan 18-20 nama hewan selama 60 detik. Usia merupakan faktor
yang berpengaruh secara bermakna dalam tugas ini. Orang normal denga
usia dibawah 69 tahun akan mampu menyebutkan 20 nama hewan dengan
simpang baku 4,5. Kemampuan iini akan berkurang menjadi 17 pada usia
70an dan menjadi 15,5 pada usia 80an. Bila scor kirang dari 13 pada orang
yabg normal dibawah usia 70 tahun , perludicurigai adanya gangguan dalam
berbicara verbal.
b. Pengertian / komprehensi
Sejumlah benda dijajarkan di depan pasien, dan pasien diperintahkan
menunjuk benda yang disebutkan oleh pemeriksa, misalnya pulpen, jam
tangan, kunci, apakah pasien mampu melakukannya? Apakah pasien dapat
melakukan perintah yang lebih kompleks ( coba anda ambilkan kunci dan
berikan pulpen kepada saya. Apakah pasien dapat mengerti konsep dibalik
pertanyaan? ( apakah nama debu yang tertinggal setelah rokok habis?
c. Repetisi
Apakah pasien dapat mengulangi kata tunggal atau seluruh kalimat seperti,
jika tidak dan tetapi?
Cara pemeriksaan:
Pasien disuruh mengulangi apa yang diucapkan oleh pemeriksa mula-mula
sederhana kemudian lebih sulit:
Map
Bola
Kereta
Rumah sakit
Sungai barito
Lapangan latihan
Kereta api malam
Besok aku pergi dinas
Rumah ini selalu rapi
Sukur anak itu naik kelas
Seandainya si amat tidak naik kelas
Pemeriksa harus memperhatikan apakah pada tes repetisi ini
didapatkan parafasia, salah tata bahas, kelupaan dan penambahan.
Orang normal pada umumnya dapat mengulang kalimat yang
mengandung 19 suku kata . banyak pasien afasia yang kesulitan
dalam mengulang(repetisi), namun ada juga yang menunjukan
kemampuan yang baik dalam mengulang kata. Umumnya dapat
dikatakan bahwa pasien afasia dengan gangguan kemampuan
mengulang mempunyai kelainan patologis yang melibatkan daerah
peri sylfian. Bila kemampuan mengulang terpelihara maka daerah
peri sylfian bebas dari kelainan patologis.
d. Menyebutkan nama
Misalnya nama benda sehari hari, seperti jam tangan, pulpen dan benda-
benda yang kurang familiar; pena, gasper, kumparan (kegagalan dalam
menyebutkan benda disebut anomia
Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek,
bagian dari objek, bagian tubuh, warna dan bila perlu gambar geometrik,
simbol matematik atau nama suatu tindakan. Dalam hal ini perlu digunakan
item yang sering digunakan ( misalnya sisir,arloji) dan yang jarang diemui
atau digunakan (misalnya pedang). Banyak penderita afasia yang masih
mampu menamai objek yang sering ditemui atau digunakan dengan cepat
dan tepat, namun lamban dan tertegun.
Cara pemeriksaan:
Jelaskan pada pasien bahwa ia akan disuruh menyebutkan nama beberapa
objek juga warna dan bagian dari objek tersebut. Kita dapat menilai dengan
memperlihatkan misalnya arloji (jarum, menit, detik) lensa kaca mata. Objek
yang terdapat dalam ruangan : meja, kursi, lampu, pintu, meja, jendela atau
bagian tubuh: mata, hidung, mulut, ibu jari, lutut. Warna : merah, biru,
kuning, hijau. Bagian dari objek: jarum jam, lensa kaca mata, sol sepatu.
Perhatikan apakah pasien dapat menyebutkan nama obyek dengan cepat
atau lamban atau tertegun. Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama
objek, dapatkah ia memilih nama objek tersebut dari antara beberapa nama
objek.
Gunakanlah sekitar 20 objek sebelum menentukan bahwa tidak didapatkan
gangguan
5. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada pada penyebabnya,
misalnya stroke, perdarahan akut, tumor otak dan sebagainya. Tidak ada
penanganan atau terapi spesifik untuk afasia yang benar-benar efektif untuk
mengobati afasia. Saat ini penangan yang paling efektif untuk afasia adalah
dengan terapi wicara/bina wicara.
Prinsip umum terapi wicara:
Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik
jika intensitas terapi ditingkatkan. Dengan kata lain hasil terapi akan lebih
baik jik apasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari
dibandingkan melakukan banyak sesi dalam 1 hari.
Efektifitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan
berbagai bentuk stimulus sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam
bentuk musik dan stimulus visual dalam bentuk gambar serta lukisan
Peningakata kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama
mengikuti sesi terhadap terapi akan memberikan hsail yang lebih baik.
Berikut merupakan beberapa bentuk terapi afasia yang paling sering
digunakan :
Terapi kognitif linguistik
Terapi ini menekankan pada komponen-komponen emosional bahasa.
Sebagai contoh , beberapa latihan akan mengahruskan pasien untuk
menginterprestasikan karateristik dan suara dengan nada emosi yang
berbeda. Ada juga yang meminta pasien mendeskripsikan arti kata
gembira.
Program stimulus
Terapi ini menggunakan berbagai modalitas sensorik termasuk
gambar-gambar dan musik. Program inidiperkenalkan dengan tingkat
kesukaran yang meningkat.
Stimulation fascilitation therapi
Terapi ini lebih fokus pada arti dan susunan kalimat dari bahasa.
Stimulus utama yang digunakan adalah audio. Prinsip terapi ini yaitu
peningkatan kemampuan berbahasa akan lebih baik jika dilakukan
dengan pengulangan.
PACE (promoting aphasic comunicative effectivness)
Bentuk terapi ini yang paling terkenal, terapi ini bertujuan
meningkatkan kemampuan berkomunikasi degan menggunakan
percakapan sebagai alatnya. Dalam terapi ini pasien akan terlibat
percakapan dengan terapis. Untuk menstimulus komunikasi yang
spontan, jenis terapi ini menggunakan lukisan, gambar, serta benda-
benda visual. Benda-benda ini digunakan pasien untuk sumber ide
untuk dikomunikasikan dalam percakapan.
Transcranial magnetic stimulation (SMT)
Terapi ini dilakukan dengan mendekatkan magnet langsung ke area
otak yang diduga menghambat pemulihan kemampuan berbahasa
setelah stroke. Dengan menekan fungsi bagian otak tersebut
diharapkan pemulihan akan cepat. Beberapa studi menunjukan hasil
yang menggembirakan, tetapi masih diperlukan studi yang lebih besar
untuk membuktikan efektifitas terapi ini.
\
6. PROGNOSA
Prognosis kesembuhan bervariasi, tergantung pada ukuran lesi, umur dan
keadaan umum pasien. Secara umum pasien dengan klinis yang lebih ringan
memiliki prognosa bagus. Afasia akibat penyakit yang tidak dapat atau sulit
disembuhkan memiliki prognosa buruk seperti, tumor otak.
DAFTAR PUSTAKA
Ginsberg, L. Neurologi, Edisi 8, Erlangga, Jakarta, 2005.
Harsono, Neurologi, Cetakan 7, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2009
Satyanegara, Ilmu Bedah Saraf, Edisi 4, PT Gramedia Pustaka Utama, 2010
Lumbantobing, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik Dan Mental, FKUI, Jakarta,
2000