afasia

13
A. DEFINISI Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak. Afasia tidak termasuk gangguan perkembangan bahasa (disebut juga disfasia), gangguan bicara motorik murni, ataupun gangguan berbahasa sekunder akibat gangguan pikiran primer, misalnya skizofrenia. Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun biasanya terdapat gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya. Tercakup di dalam afasia adalah gangguan yang lebih selektif, misalnya gangguan membaca (alexia) atau gangguan menulis (agrafia). Gangguan yang berkaitan misalnya apraksia (gangguan belajar atau ketrampilan), gangguan mengenal (agnosia), gangguan menghitung (akalkulias), serta defisit perilaku neurologis seperti demensia dan delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama dengan afasia atau muncul sendiri. afasia biasanya melukiskan suatu kerusakan atau pelemahan bahasa akibat terjadinya cedera otak pada area dominan bahasa cerebral hemisphere. Afasia dapat terjadi mengikuti stroke dan traumatic brain injury, dapat pula dihubungkan dengan

description

zss

Transcript of afasia

Page 1: afasia

A. DEFINISI

Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan otak.

Afasia tidak termasuk gangguan perkembangan bahasa (disebut juga disfasia),

gangguan bicara motorik murni, ataupun gangguan berbahasa sekunder akibat

gangguan pikiran primer, misalnya skizofrenia.

Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh walaupun biasanya

terdapat gangguan yang lebih menonjol daripada gangguan lainnya. Tercakup di

dalam afasia adalah gangguan yang lebih selektif, misalnya gangguan membaca

(alexia) atau gangguan menulis (agrafia). Gangguan yang berkaitan misalnya

apraksia (gangguan belajar atau ketrampilan), gangguan mengenal (agnosia),

gangguan menghitung (akalkulias), serta defisit perilaku neurologis seperti

demensia dan delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama dengan afasia atau

muncul sendiri.

afasia biasanya melukiskan suatu kerusakan atau pelemahan bahasa akibat

terjadinya cedera otak pada area dominan bahasa cerebral hemisphere. Afasia

dapat

terjadi mengikuti stroke dan traumatic brain injury, dapat pula dihubungkan

dengan

penyakit yang mempengaruhi unsur dan fungsi otak (Nadeau, Rothi, & Crosson,

2000)

 afasia (aphasia) adalah sebuah sindrom pada sistem saraf (neurologis) yang

merusak kemampuan bahasa. Memori otak mereka mengalami kecacatan. Orang

yang menderita penyakit ini akan mengalami kesulitan dalam mengekspresikan

pikiran dan sulit memahami serta menemukan kata-kata saat berkomunikasi.

B. ETIOLOGI

Afasia adalah suatu tanda klinis dan bukan penyakit. Afasia dapat timbul akibat

cedera otak atau proses patologik pada area lobus frontal, temporal atau parietal

yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu Area Broa, Area Wernicke, dan jalur

Page 2: afasia

yang menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di

hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan orang, bagian hemisfer kiri merupakan

tempat kemampuan berbahasa diatur.

Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia disebabkan oleh stroke,

cedera otak traumatik, perdarahan otak aku dan sebagainya. Afasia dapat muncul

perlahan-lahan seperti pada kasus tumor otak. Afasia juga terdaftar sebagai efek

samping yang langka dari fentanyl, suatu opioid untuk penanganan nyeri kronis.

C. PATOFISIOLOGI

Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa dan otak. Pada

manusia fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke hemisfer kiri otak

pada 96-99 % orang yang dominan tangan kanan dan 60% orang yang dominan

tangan kiri. Pada pasien yang mengalami afasia sebagian besar lesi terletak pada

hemisfer kiri.

Afasia paling sering muncul akibat stroke, cidera kepala, tumor otak, atau

penyakit degenerative. Kerusakan ini terletak pada bagian otak yang mengatur

kemampuan bahasa yaitu area broca dan Wernicke.

Area broca bertanggung jawab atas pelaksanaan motoric bicara. Lesi pada aea ini

akan mengakibatkan kesulitan dalam artikulasi tetapi penderita bias memahami

bahasa dam tulisan.

Area werncke merupakan area sensorik pertama untuk implus pendengaran. Lesi

pada area ini akan mengakibatkan penurunan hebat kemampuan memahami serta

mengetahui suati bahasa.

Secara umum afasia muncil akibat lesi pada kedua area pengaturan bahasa diatas.

Selain itu lesi pada area disekitarnya juga dapat menyebabkan afasia transkortikel.

Afasia juga dapat muncil akibat lesi pada afasikulus arluatus, yaitu penghubung

antara area broca dan Wernicke.

Page 3: afasia

D. Penegakan diagnosa

Diagnose afasia ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala kliens yang ditemukan

pada pemeriksaan fisik dan kejiwaan. Sedangkan pemeriksaan tambahan dilakuk

an untuk mengetahui penyebab kerusakan otaknya.

E. KLASIFIKASI

Dasar untuk mengklasifikasi afasia beragam, diantaranya ada yang mendasarkan

kepada:

1. Manifestasi klinik

2. Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi defek

3. Gabungan pendekatan manifestasi klinik dengan lesi anatomik

Berdasarkan manifestasi klinik, afasia dapat dibedakan atas:

1. Afasia tidak lancar atau non-fluent

2. Afasia lancar atau fluent

Berdasarkan lesi anatomik, afasia dapat dibedakan berdasarkan:

1. Sindrom afasia peri-silvian

a. Afasia Broca (motorik, ekspresif)

b. Afasia Wernicke (sensorik, reseptif)

c. Afasia konduksi

2. Sindrom afasia daerah perbatasan (borderzone)

a. Afasia transkortikal motoric

b. Afasia transkortikal sensorik

c. Afasia transkortikal campuran

3. Sindrom afasia subkortikal

a. Afasia talamik

b. Afasia striatal

4. Sindrom afasia non-lokalisasi

a. Afasian anomik

b. Afasia global

Page 4: afasia

F. DIAGNOSIS

Diagnosis afasia ialah berdasarkan tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada

pemeriksaan fisik dan kejiwaan. Sedangkan pemeriksaan tambahan lainnya

dilakukan untuk mengetahui penyebab kerusakan otaknya.

G. Manifestasi Klinik

1. Afasia tidak lancer

Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas. Penderita menggunakan

kalimat pendek dan bicara dalam bentuk sederhana. Sering disertai artikulasi

dan irama bicara yang buruk.

Gambaran klinisnya ialah:

a. Pasien tampak sulit memulai bicara

b. Panjang kalimat sedikit (5 kata atau kurang per kalimat)

c. Gramatika bahasa berkurang dan tidak kompleks

d. Artikulasi umumnya terganggu

e. Irama bicara terganggu

f. Pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat yang lebih

kompleks

g. Pengulanan (repetisi) buruk

h. Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk

2. Afasia lancar.

Pada afasia ini penderita bicara lancar, artikulasi dan irama baik, tetapi isi

bicara tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti artinya. Penderita tidak

dapat mengerti bahasa sehingga tidak dapat berbicara kembali. Gambaran

klinisnya ialah:

a. Keluaran bicara yang lancar

b. Panjang kalimat normal

Artikulasi dan irama bicara baik

c. Terdapat parafasia

Page 5: afasia

d. Kemampuan memahami pendengaran dan membaca buruk

e. Repetisis terganggu

f. Menulis lancar tadi tidak ada arti

3. Afasia Broca (motorik, ekspresif).

Disebabkan lesi di area Broca. Pemahaman auditif dan membaca tidak

terganggu, tetapi sulit mengungkapkan isi pikiran. Gambaran klinis afasia

Broca ialah bergaya afasia non-fluent.

4. Afasia Wernicke (sensorik, reseptif).

Disebabkan lesi di area Wernicke. Pada kelainan ini pemahaman bahasa

terganggu. Penderita tidak mampu memahami bahasa lisan dan tulisan

sehingga ia juga tidak mampu menjawab dan tidak mengerti apa yang dia

sendiri katakan. Gambaran klinis afasia Wernicke ialah bergaya afasia fluent.

5. Afasia Konduksi.

Disebabkan lesi di area fasciculus arcuatus yaitu penghubung antara area

sensorik (wernicke) dan area motorik (broca). Lesi ini menyebabkan

kemampuan berbahasa dan pemahaman yang baik tetapi didapati adanya

gangguan repetisi atau pengulangan.

6. Afasia transkortikal. Disebabkan lesi di sekitar pinggiran area pengaturan

bahasa. Pada dasarnya afasia transkortikal ditandai oleh terganggunya fungsi

berbahasa tetapi didapati repetisi bahasa yang baik dan terpelihara.

7. Afasia transkortikal motorik, ditandai dengan tanda afasia Broca dengan

bicara non-fluent, tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan

terpelihara.

8. Afasia transkortikal sensorik, ditandai dengan tanda afasia Wernick dengan

bicara fluent, tetapi repetisi atau kemampuan mengulangnya baik dan

terpelihara.

9. Afasia transkortikal campuran, ditandai dengan campuran tanda afasia Broca

dan Wernicke. penderita bicara non-fluent atau tidak lancar, tetapi juga

Page 6: afasia

disertai kemampuan memahami bahasa yang buruk, sementara kemampuan

mengulang atau repetisi tetap baik.

10. Afasia talamik, disebabkan lesi pada talamus, dan afasia striatal disebabkan

lesi pada capsular-striatal, yang keduanya juga berperan dalam pengaturan

bahasa. Pada kedua afasia ini terdapat tanda afasia anomik

11. Afasia anomik, merupakan suatu afasia dimana penderita kesulitan

menemukan kata dan tidak mampu menamai benda yang dihadapkan

kepadanya. Bicara, gramatika dan irama lancar, tetapi sering tertegun ketika

mencari kata dan mengenal nama objek.

12. Afasia global, adalah bentuk afasia yang paling berat. Ini disebabkan lesi yang

luas yang merusak sebagian besar atau semua area bahasa pada otak. Keadaan

ini ditandai oleh tidak ada lagi atau berkurang sekali bahasa spontan dan

menjadi beberapa patah kata yang diucapkan secara berulang-ulang, misalnya

“baaah, baaah, baaah” atau “maaa, maaa, maaa”. Pemahaman bahasa hilang

atau berkurang. Repetisi, membaca dan menulis juga terganggu berat. Afasia

global hampir selalu disertai dengan hemiparese atau hemiplegia.

H. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium, hanya diperlukan tergantung dari penyebab kerusakan

otaknya. Diagnosis afasia terutama berasal dari pemeriksaan klinik dan kejiwaan

karena afasia merupakan tanda klinis.

Pemeriksaan radiologi, biasanya dilakukan dalam hal untuk melokalisasi lesi dan

mendiagnosa penyebab kerusakan otak. CT (Computed Tomography) Scan efektif

untuk mengetahui adanya perdarahan otak atau stroke iskemik yang sudah lebih

dari 48 jam. MRI (Magnetic Resonance Imaging) mampu mendeteksi stroke

sesegera mungkin sampai 1 jam setelah onset. Penggunaan kontras mungkin perlu

untuk mendeteksi tumor.

I. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada penyebabnya, misalnya

stroke, perdarahan akut, tumor otak, dan sebagainya.Tidak ada penanganan atau

Page 7: afasia

terapi untuk afasia yang benar-benar efektif dan terbukti mengobati. Saat ini,

penanganan yang paling efektif untuk mengobati afasia adalah dengan melakukan

terapi wicara/bina wicara.

Prinsip umum dari terapi wicara adalah:

Terlepas dari jenis terapi afasia yang digunakan, hasilnya akan lebih baik jika

intensitas terapi ditingkatkan. Dengan kata lain, hasil terapi akan lebih baik jika

pasien melakukan beberapa sesi terapi selama beberapa hari dibandingkan dengan

melakukan banyak sesi terapi dalam sehari dengan jumlah hari yang lebih banyak

pula.

Efektivitas terapi afasia akan meningkat jika terapis menggunakan berbagai bentuk

stimulus sensori. Sebagai contoh, stimulus audio dalam bentuk musik, dan stimulus

visual dalam bentuk gambar-gambar, serta lukisan. Jenis stimulus ini sebaiknya

digunakan secara rutin selama mengikuti sesi terapi afasia.

Peningkatan kesulitan dalam praktek latihan tes berbahasa selama mengikuti sesi

terapi akan memberikan hasil yang lebih baik.

Page 8: afasia

DAFTAR PUSTAKA

Sidiarto L, Kusumoputro S. Cermin Dunia Kedokteran No.34, Afasia Sebagai Gangguan Komunikasi Pada Kelainan Otak. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

2. Kirshner HS, Jacobs DH. eMedicine Neurology Specialties: Aphasia. 2009. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1135944-print 3. Wikipedia The Free Encyclopedia: Aphasia. 2010

Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Aphasia 4. Pennstate, Health & Disease Information. Aphasia. 2010

Available at: http://www.hmc.psu.edu/healthinfo/a/aphasia.htm 5. National Institute On Deafness and Other Communication Disorders. Aphasia, Voice, Speech and Language Health Info. 2010.

Available at: http://www.nidcd.nih.gov/health/voice/aphasia.html 6. Lumbantobing SM, Neurologi Klinis, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Bab XI: Berbahasa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008

7. Guyton AC, Hall JE. Bab 57: Korteks Serebri; Fungsi Intelektual Otak; dan Proses Belajar dan Mengingat. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997.

8. Price SA, Wilson LM. Bagian IX: Penyakit Neurologi, Pemeriksaan Neurologis, Evaluasi Penderita Neurologis. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 1995.

9. Suwono WJ. Afasia Sensorik atau Wernicke. Diagnosis Topik Neurologi: Anatomi, Fisiologi, Tanda, Gejala Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1995.

10. Media Indonesia. Terapi Afasia Perbaiki Gangguan Bahasa. 2010

Available at: http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2009/04/28/1109/13/Terapi-Afasia-Perbaiki-Gangguan-Bahasa 11. About.com: Aphasia Treatment. 2010

Available at: http://stroke.about.com/od/caregiverresources/a/Aphasiarx.htm