Adopsi (Cover)

24
Tugas Hukum Adat Lanjutan Mengenai Adopsi D I S U S U N O L E H Moria Gunawaty (100200132) Advend Aryhon M (100200140) Grup: F

Transcript of Adopsi (Cover)

Page 1: Adopsi (Cover)

Tugas Hukum Adat Lanjutan Mengenai Adopsi

DISUSUN

OLEH

Moria Gunawaty (100200132)Advend Aryhon M (100200140)

Grup: F

Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Adopsi (Cover)

Pengertian Adopsi

Istilah adopsi merupakan suatu istilah yang sudah tidak asing lagi dalam telinga kita.

Pada dasarnya istilah adopsi ini berasal dari Bahasa Inggris yaitu “ adoption “ yang artinya

pemungutan ataupun pengangkatan anak. Kata adopsi juga dikenal dalam Bahasa Arab dengan

kata “attabanni” yang artinya tidak lain adalah mengangkat anak, memungut atau

menjadikannya anak. Jadi, tidak heran jika dalam kehidupan sehari- hari masyarakat

menyamakan istilah adopsi dengan pengangkatan anak.

Adapun definisi yang diberikan para ahli mengenai adopsi ataupun pengangkatan anak adalah

sebagai berikut:

Menurut Hilman Kusuma, S. H

Anak angkat adalah anak orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua

angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat dikarenakan tujuan untuk

kelangsungan keturunan dan pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga.

Menurut Surojo wingjodipura,S.H

Adopsi ( mengangkat anak ) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain

kedalam keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara orang yag memungut anak dan

anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada

diantara orang tua dan anak.

Menurut Syekh Mahmud Syaltut

Adopsi adalah adanya seorang yang tidak memiliki anak, kemudian ia menjadikan

anak sebagai anak angkatnya, padahal ia mengetahui bahwa anak itu bukan anak

kandungnya, lalu ia menjadikannya sebagai anak yang sah.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 pasal 1 butir 2, definisi

pengangkatan anak adalah sebagai berikut :

"Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan, seorang anak dari

lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas

perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua

angkat".

Page 3: Adopsi (Cover)

Dari definisi diatas, dapat kita ketahui pengangkatan anak haruslah mengandung unsur-unsur

sebagai berikut :

1. Merupakan suatu perbuatan hukum

2. Dimana perbuatan tersebut harus mengalihkan seorang anak

3. Mengalihkan anak tersebut dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau

orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak

tersebut

4. Anak tersebut harus tinggal ke dalam keluarga orang tua angkat

Orang Tua Angkat, menurut Pasal 1 butir 4 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007,

adalah sebagai berikut :

"Orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan untuk merawat, mendidik, dan

membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan adat kebiasaan".

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa orang tua angkat memiliki suatu kekuasaan orang

tua angkat terhadap anak angkatnya yang meliputi :

1. Kekuasaan untuk merawat anak asuh

2. Kekuasaan untuk mendidik anak asuh

3. Kekuasaan untuk membesarkan anak asuh.

Sedangkan anak angkat menurut Pasal 1 butir 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

jo pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 mengatakan bahwa :

"Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua,

wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan

membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan

keputusan atau penetapan pengadilan".

Adapun pihak- pihak yang dapat mengajukan adopsi diantaranya:

a. Pasangan Suami Istri

Ketentuan mengenai adopsi anak bagi pasangan suami istri diatur dalam SEMA No.6

tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang

pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak. Selain itu Keputusan Menteri

Page 4: Adopsi (Cover)

Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan

Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan izin adalah calon

orang tua angkat berstatus kawin dan pada saat mengajukan permohonan pengangkatan

anak, sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun. Keputusan Menteri ini berlaku bagi

calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial.

b. Orang tua tunggal

Staatblaad 1917 No. 129

Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa

yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat

perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun

bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat

yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak

dapat melakukannya. Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya

dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte

Notaris. Namun Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta)

tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak perempuan.

Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang

pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain

menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung

dan orang tua angkat (private adoption), juga tentang pengangkatan anak yang

dapat dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak terikat dalam

perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption). Jadi, jika Anda

belum menikah atau Anda memutuskan untuk tidak menikah dan Anda ingin

mengadopsi anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda untuk

melakukannya.

Page 5: Adopsi (Cover)

Syarat dan Tata Cara Pengangkatan Anak

Persyaratan Pengangkatan Anak diatur dalam pasal 12 & pasal 13 PP No. 54 Tahun 2007 tentang

Pelaksanaan Pengangkatan Anak

Syarat anak yang akan diangkat, meliputi:

a. belum berusia 18 (delapan belas) tahun

b. merupakan anak terlantar atau ditelantarkan

c. berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak

d. memerlukan perlindungan khusus.

Usia anak angkat sebagaimana dimaksud di atas meliputi:

a. anak belum berusia 6 (enam) tahun merupakan prioritas utama

b. anak berusia 6 (enam) tahun sampai dengan belum berusia 12 tahun

c. sepanjang ada alasan mendesak

d. anak berusia 12 (dua belas) tahun sampai dengan belum berusia 18 tahun

e. sepanjang anak memerlukan perlindungan khusus

Calon orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat:

a. sehat jasmani dan rohani

b. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 tahun

c. beragama sama dengan agama calon anak angkat

d. berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan

e. berstatus menikah paling singkat 5 (lima) tahun

f. tidak merupakan pasangan sejenis

g. tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak

h. dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial

i. memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis orang tua atau wali anak

j. membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik

bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak

k. adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat

Page 6: Adopsi (Cover)

l. telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin pengasuhan

diberikan

m. memperoleh izin Menteri dan/atau kepala instansi sosial.

Sedangkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara

mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan

permohonan pengesahan/pengangkatan anak kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang

akan diangkat itu berada. Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis dan diajukan ke

panitera. Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya dengan

dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah

hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat . Isi Permohonan yang

dapat diajukan berupa:

motivasi mengangkat anak yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak

tersebut.

penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.

Namun, ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan dalam permohonan

pengangkatan anak, yaitu:

menambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak

pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon

Hal ini dikarenakan putusan yang dimintakan kepada pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada

permohonan lain dan hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat dari

pemohon, atau berisi pengesahan saja. Mengingat bahwa pengadilan akan mempertimbangkan

permohonan Anda, maka Anda perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk

pula mempersiapkan bukti-bukti yang berkaitan dengan kemampuan finansial atau ekonomi.

Bukti-bukti tersebut akan memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan

Anda dan kemungkinan masa depan anak tersebut. Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji, Surat

Kepemilikan Rumah, deposito dan sebagainya. Untuk itu dalam setiap proses pemeriksaan, Anda

juga harus membawa dua orang saksi yang mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut.

Dua orang saksi itu harus pula orang yang mengetahui betul tentang kondisi anda (baik moril

maupun materil) dan memastikan bahwa Anda akan betul- betul memelihara anak tersebut

dengan baik. Prosedur formal pengangkatan anak tersebut harus diajukan dalam bentuk:

Page 7: Adopsi (Cover)

a. Permohonan pengangkatan anak diajukan kepada Instansi Sosial Kabupaten/Kota

dengan melampirkan:

o Surat penyerahan anak dari orang tua/walinya kepada instansi sosial

o Surat penyerahan anak dari Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota kepada Organisasi

Sosial (orsos)

o Surat penyerahan anak dari orsos kepada calon orang tua angkat

o Surat keterangan persetujuan pengangkatan anak dari keluarga suami-istri calon

orang tua angkat

o Fotokopi surat tanda lahir calon orang tua angkat

o Fotokopi surat nikah calon orang tua angkat

o Surat keterangan sehat jasmani berdasarkan keterangan dari Dokter Pemerintah

o Surat keterangan sehat secara mental berdasarkan keterangan Dokter Psikiater

o Surat keterangan penghasilan dari tempat calon orang tua angkat bekerja

b. Permohonan izin pengangkatan anak diajukan pemohon kepada Kepala Dinas

Sosial/Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota dengan ketentuan sebagai berikut:

o Ditulis tangan sendiri oleh pemohon di atas kertas bermeterai cukup

o Ditandatangani sendiri oleh pemohon (suami-istri)

o Mencantumkan nama anak dan asal usul anak yang akan diangkat.

c. Dalam hal calon anak angkat tersebut sudah berada dalam asuhan keluarga calon

orang tua angkat dan tidak berada dalam asuhan organisasi sosial, maka calon orang

tua angkat harus dapat membuktikan kelengkapan surat-surat mengenai penyerahan

anak dan orang tua/wali keluarganya yang sah kepada calon orang tua angkat yang

disahkan oleh instansi social tingkat Kabupaten/Kota setempat, termasuk surat

keterangan kepolisian dalam hal latar belakang dan data anak yang diragukan

(domisili anak berasal)

d. Proses Penelitian Kelayakan

e. Sidang Tim Pertimbangan Izin Pengangkatan Anak (PIPA) Daerah

f. Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial/Instansi Sosial Propinsi/Kab/Kota bahwa calon

orang tua angkat dapat diajukan ke Pengadilan Negeri untuk mendapatkan ketetapan

sebagai orang tua angkat. Pengadilan yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri

Page 8: Adopsi (Cover)

tempat anak yang akan diangkat itu berada (berdasarkan Surat Edaran Mahkamah

Agung No. 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran No. 2 Tahun 1979

mengenai Pengangkatan Anak). Pengadilan Agama juga dapat memberikan

penetapan anak berdasarkan hukum Islam (berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun

2006 tentang Peradilan Agama). Untuk proses pemeriksaan oleh pengadilan, Anda

perlu mempersiapkan sedikitnya dua orang saksi untuk memperkuat permohonan

Anda dan meyakinkan pengadilan bahwa Anda secara sosial dan ekonomis, moril

maupun materiil mampu menjamin kesejahteraan anak yang akan diangkat. Informasi

lainnya terkait proses dan biaya, Anda dapat menanyakan kepada panitera di

Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama terdekat. 

g. Penetapan Pengadilan

h. Penyerahan Surat Penetapan Pengadilan

Terhadap anak yang akan diadopsi, berdasarkan Staatblaad 1917 No. 129, diatur tentang

pengangkatan anak yang hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan

dengan Akta Notaris. Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang

Tionghoa yang, selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan,

juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang suaminya

telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki

pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya. Pengangkatan anak menurut

Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte

Notaris. Namun, Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei

1963, telah membolehkan mengangkat anak perempuan

Dilihat dari kategori calon orang tua angkat, ada tiga macam pengangkatan anak :

1) Pengangkatan anak oleh dan kepada sesama WNI

2) Pengangkatan anak oleh WNI kepada anak WNA

3) Pengangkatan anak oleh WNA kepada anak WNI

Adapun syarat pengangkatan anak antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing

berbeda sedikit dengan syarat yang telah dijelaskan di atas yaitu:

Page 9: Adopsi (Cover)

Apabila Anak Warga Negara Indonesia dan Orang Tua Warga Negara Asing

Memperoleh ijin tertulis dari Pemerintah Warga Negara asal Pemohon melalui

kedutaan atau Perwakilan Negara Pemohon melalui Kedutaan atau Perwakilan

Negara Pemohon yang ada di Indonesia

Memperoleh Ijin dari Menteri

Melalui lembaga pengasuhan anak

Orang tua asing tersebut telah bertempat tinggal di Indonesia secara sah selama 2

(dua) tahun

Mendapat persetujuan tertulis dari Pemerintah Negara Pemohon

Membuat pernyataan tertulis bahwa akan melaporkan perkembangan anak kepada

Departemen Luar Negeri Republik Indonesia melalui Perwakilan Republik

Indonesia setempat

Memenuhi syarat-syarat seperti yang termuat dalam Persyaratan Pengangkatan

Anak antar Warga Negara Indonesia.

Apabila Anak Warga Negara Asing dan Orang Tua Warga Negara Indonesia

Memperoleh persetujuan tertulis dari Pemerintah Republik Indonesia

Memperoleh persetujuan tertulis dari Pemerintah Negara Asal Anak.

Pengangkatan anak antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing haruslah

memenuhi prosedur- prosedur khusus selain yang tertera di atas yaitu:

Melengkapi syarat-syarat pengangkatan anak

Mengajukan pengajuan Permohonan Putusan Pengangkatan Anak ke Pengadilan Agama

(bagi yang beragama Islam) atau ke Pengadilan Negeri (bagi yang beragama Non Islam)

Setelah Majelis Hakim mempelajari berkas tersebut, Majelis akan mengeluarkan Putusan;

Kemudian Pengadilan akan meneruskan Salinan Putusan tersebut kepada Instansi terkait

seperti Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Departemen Sosial, Departemen

Luar Negeri, Departemen Kesehatan, Kejaksaan dan Kepolisian

Setelah permohonan Anda disetujui Pengadilan, Anda akan menerima salinan Keputusan

Pengadilan mengenai pengadopsian anak. Salinan yang Anda peroleh ini harus Anda bawa ke

kantor Catatan Sipil untuk menambahkan keterangan dalam akte kelahirannya. Dalam akte

Page 10: Adopsi (Cover)

tersebut dinyatakan bahwa anak tersebut telah diadopsi dan didalam tambahan itu disebutkan

pula nama Anda sebagai orang tua angkatnya

Akibat Hukum dari Pengangkatan Anak

Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris.

a. Perwalian

Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat

menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang

tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama

Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua

kandungnya atau saudara sedarahnya.

b. Waris

Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki

ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang

bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak

angkat.

Hukum Adat

Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung

kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya—,

pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan

orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua

angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda

dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan

anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya. Anak tersebut

menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari

bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi

Hukum, AKAPRESS, 1991).

Hukum Islam

Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal

hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang

Page 11: Adopsi (Cover)

tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut

tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak

Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991)

Peraturan Perundang-undangan

Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak

tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak

yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua

angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan

perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua

kandung dan anak tersebut.

Menurut hukum adat, akibat hukum dari pengangkatan anak itu adalah bahwa anak

tersebut mempunyai kedudukan seperti anak yang lahir dari perkawinan suami istri yang

mengangkatnya dan hubungannya dengan keluarga asal menjadi putus. Penerimaan anak angkat

sebagai keluarga adoptan datang tidak hanya dari keluarga adoptan, tetapi juga dari masyarakat

lingkungannya. Di Bali perbuatan pengangkatan anak melepaskan anak itu dari pertalian

keluarganya dengan orang tuanya sendiri dengan memasukkan anak itu ke dalam keluarga pihak

bapak angkat. Di Jawa pengangkatan anak tidak menyebabkan putusnya hubungan pertalian

keluarga.

Sedangkan menurut hukum Barat, akibat hukum dari pengangkatan anak itu dapat berupa:

1) Menyebabkan anak tersebut dengan anak sah dari perkawinan orangtua yang

mengangkatnya. Termasuk jika yang mengangkat anak tersebut adalah janda. Anak angkat

(adoptandus) tersebut harus dianggap sebagai anak dari perkawinan dengan almarhum

suaminya.

2) Adopsi menghapus semua hubungan kekeluargaan dengan keluarga asal, kecuali dalam

hal :

Penderajatan kekeluargaan sedarah dan semenda dalam bidang perkawinan

Ketentuan pidana yang didasarkan atas keturunan

Mengenai perhitungan biaya perkaradan penyanderaan

Mengenai pembuktian dengan saksi

Menganai saksi dalam pembuatan akta autentik.

Page 12: Adopsi (Cover)

3) Oleh karena akibat hukum adopsi menyebabkan hubungan kekeluargaan dengan keluarga

asalnya menjadi hapus, maka hal ini berakibat juga pada hukum waris, yaitu : Anak angkat

tidak lagi mewaris dari keluarga sedarah asalnya, sebaliknya sekarang mewaris dari

keluarga ayah dan ibu yang mengadopsi dirinya.

Ketentuan-ketentuan asal mengenai adopsi tersebut kini memang tidak berlaku secara

konsisten. Seiring dengan perkembangan zaman, pelaksanaannya pun mengalami perubahan.

Ada dua perubahan mendasar dari penerapan ketentuan adopsi tersebut, yaitu :

a. Keberlakuan Staatsblad nomor 129 tahun 1917 kini tidak lagi berlaku bagi golongan

Tionghoa;

b. Anak yang diangkat tidak hanya laki-laki saja tetapi juga anak perempuan.

Adapun kedudukan anak yang sudah diangkat dalam masalah warisan berdasarkan

Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 307/Pdt./1989/PT.Smg adalah bersumber dari hukum

adat, khususnya hukum adat Jawa. Anak angkat dalam hukum adat Jawa memiliki kedudukan

yang sama dengan anak kandung mengenai kewarisannya yaitu mendapatkan bagian warisan

karena telah dianggap keturunan sendiri oleh orangtua angkat tersebut, akan tetapi pembagian

warisannya sesuai dengan keinginan dari orangtua angkatnya. Matra anak angkat berkedudukan

mempunyai hukum yang tetap mengenai hal kewarisannya apabila anak angkat itu telah diakui

oleh Pengadilan Tinggi setempat dan dari Hukum Adat masyarakat setempat yang segala

sesuatunya pada saat melakukan pengangkatan anak angkat tersebut berhak dalam kewarisan

keluarga angkatnya atau tidak sesuai kesepakatan dengan orangtua angkatnya. Akibat hukum ini

bagi anak angkat terhadap hukum warisnya adalah anak angkat hanya akan mewarisi harta gono-

gini bersama-sama dengan ahli waris lainnya. Akan tetapi anak angkat tidak berhak atas harta

asal dari orangtua angkatnya, sebab ia juga akan menjadi ahli waris orangtua kandungnya. Jadi

dalam Hukum Adat dikenal dengan sebutan bahwa anak angkat memperolah ”air dari dua

sumber” sebab disamping sebagai ahli waris orangtua kandungnya, ia juga menjadi ahli waris

atas harta gono-gini orangtua angkatnya.

Dalam Hukum Islam, anak angkat dalam hukum warisnya selalu mengikuti

perkembangan kehidupan sesuai dengan dinamika kehidupan itu. Kompilasi Hukum Islam telah

Page 13: Adopsi (Cover)

mengatur mengenai bagian warisan untuk anak angkat sebagai wasiat wajibah. Maka sebab itu,

dapat disimpulkan mengenai akibat hukum bagi anak angkat terhadap hukum warisnya yaitu

anak angkat berhak atas harta gono-gini orangtua angkatnya dan tidak termasuk harta asal

orangtua angkatnya, Anak angkat tetap berhak atas harta warisan dari orangtua kandungnya.

Anak angkat mendapatkan harta waris orangtua kandung dan juga orangtua angkat. Dalam KHI

pasal 195 dinyatakan bahwa wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua

ahli waris. Jumlahnya hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga (1/3) dari warta

warisan, kecuali apabila semua ahli waris setuju boleh lebih. Pernyataan persetujuan tersebut

harus dibuat secara lisan atau tertulis di hadapan dua orang saksi, atau di hadapan notaris.

Ketentuan-ketentuan mengenai perlaksanaan wasiat ini diatur dalam KHI yang termuat dalam

pasal 209. Di antara pasal tersebut ini, ada satu pasal yang isinya dianggap merupakan satu

pembaharuan hukum Islam di Indonesia, yaitu ketentuan dari pasal 209 yang berisi “wasiat

wajibah”. Wasiat wajibah adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa atau hakim sebagai

kuasa atau aparat Negara untuk memaksa atau memberikan putusan wajib wasiat bagi orang

yang telah meninggal, yang diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu. Dapat juga

dikatakan bahwa wasiat wajibah itu adalah seorang yang meninggal, baik ia wasiat ataupun tidak

berwasiat maka ia dianggap wasiat menurut hukumnya. KHI  menetapkan maksud dari orang

tertentu yang disebut dalam pengertian diatas adalah anak angkat dan orangtua angkat. Hal ini di

rumuskan dan ditetapkan dalam pasal 209 debgan redaksi sebagai berikut:

o Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal 176 sampai dengan 193 tersebut,

sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat di beri wasiat wajibah

sebanyak-banyak 1/3 dari harta warisan anak angkatnya.

o Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-

banyak 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

Page 14: Adopsi (Cover)

Tujuan Pengangkatan Anak

Seperti yang telah diuraikan diatas, pengangkatan anak juga merupakan suatu tindakan

atau usaha dalam hal perlindungan anak. Seperti dalam definisinya, Pengangkatan anak (adopsi)

merupakan suatu tindakan mengambil anak orang lain untuk dipelihara dan diperlakukan seperti

anaknya sendiri berdasarkan ketentuan - ketentuan yang disepakati bersama dan sah menurut

hukum yang berlaku di masyarakat yang bersangkutan, sehingga dapat dilihat bahwa salah satu

tujuan dari adopsi atau pengangkatan anak ini adalah untuk kesejahteraan dan perlindungan

anak.

Dalam rangka usaha perlindungan anak tersebut, motivasi pengangkatan anak (adopsi)

merupakan hal yang perlu diperhatikan dan harus dipastikan dilakukan demi kepentingan anak.

Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi dimana pengangkatan anak atau adopsi dapat

mencapai dan mempunyai dampak perlindungan anak, yaitu sebagai berikut :

a. Diutamakan pengangkatan anak yatim.

b. Anak yang cacat mental, fisik, sosial.

c. Orang tua anak tersebut memang sudah benar – benar tidak mampu mengelola

keluarganya.

d. Bersedia memelihara dan memupuk ikatan keluarga antara anak dan orangtua

kandung sepanjang hayat.

e. Hal – hal lain yang tetap mengembangkan manusia seutuhnya.

Berikutnya, adapaun faktor – faktor yang perlu mendapat perhatian dalam pengangkatan

anak adalah sebagai berikut :

a. Subjek yang terlihat dalam perbuatan pengangkatan anak atau adopsi.

b. Alasan atau latar belakang dilakukannya perbuatan tersebut, baik oleh pihak adoptan

(yang mengadopsi) maupun dari pihak orangtua anak.

c. Ketentuan hukum yang mengatur pengangkatan anak.

d. Para pihak yang mendapatkan keuntungan maupun kerugian dalam pengangkatan

anak.

Adapun mengenai tujuan pengangkatan atau adopsi anak ini, berdasarkan pada Undang –

Undang Nomor 4 tentang Kesejahteraan Anak pasal 12 ayat (1) dan (3), yang menuliskan bahwa

pengangkatan anak menurut adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan

Page 15: Adopsi (Cover)

kepentingan kesejahteraan anak. Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang

dilakukan diluar adat dan kebiasaan, dilakukan berdasarkan peraturan perundang – undangan.

Pelaksanaan Pengangkatan Anak

Dalam pelaksanaan pengangkatan anak, pelayanan bagi pihak yang mengangkat anak

adalah hal paling utama. Selanjutnya, harus diperhatikan pula kepentingan pemilik anak agar

menyetujui anaknya diambil oleh orang lain. Pelayanan berikutnya diberikan bagi pihak-pihak

lain yang berjasa dalam terlaksana proses pengangkatan anak. Dan yang paling akhir

mendapatkan pelayanan adalah anak yang diangkat. Sepanjang proses tersebut, anak benar-benar

dijadikan obyek perjanjian dan persetujuan antara orang-orang dewasa. Berkaitan dengan

kenyataan ini, proses pengangkatan anak yang menuju ke arah suatu bisnis jasa komersial

merupakan hal yang amat penting untuk dicegah karena hal ini bertentangan dengan asas dan

tujuan pengangkatan anak.

Pada dasarnya, pengangkatan anak tidak dapat diterima menurut asas-asas perlindungan anak.

Pelaksanaan pengangkatan anak dianggap tidak rasional positif, tidak dapat

dipertanggungjawabkan, bertentangan dengan asas perlindungan anak, serta kurang bermanfaat

bagi anak yang bersangkutan. Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah

pelaksanaan pengangkatan anak adalah sebagai berikut :

a. Memberikan pembinaan mental bagi para orang tua, khususnya menekankan pada pengertian

tentang manusia dan anak dengan tepat. Menegaskan untuk tidak mengutamakan kepentingan

diri sendiri yang dilandaskan pada nilai-nilai sosial yang menyesatkan tentang kehidupan

keluarga.

b. Memberikan bantuan untuk meningkatkan kemampuan dalam membangun keluarga sejahtera

dengan berbagai cara yang rasional, bertanggung jawab, dan bermanfaat.

c. Menciptakan iklim yang dapat mencegah atau mengurangi pelaksanaan pengangkatan anak.

d. Meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama manusia melalui pendidikan formal dan

nonformal secara merata untuk semua golongan masyarakat.