ADB

36
BAB I STATUS PASIEN I. Identitas Pasien a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. M / perempuan / 65 tahun b. Pekerjaan/Pendidikan : Pedagang/ SMA c. Alamat : RT 35 Telanaipura II. Latar Belakang Sosio-ekonomi- demografi-lingkungan-keluarga a. Status Perkawinan : Menikah b. Jumlah anak/saudara : Pasien memiliki 2 orang anak c. Status ekonomi keluarga : Menengah ke bawah d. Kondisi Rumah : Pasien tinggal di rumah permanen dengan lantai semen, dinding beton, dan atap seng. Terdapat ruang tamu, ruang tengah, dapur yang masing-masing dilengkapi jendela dan ventilasi. Terdapat 3 kamar tidur serta 1 kamar mandi. Pencahayaan dan pertukaran udara di rumah pasien tergolong kurang baik. Sumber air bersih berasal dari sumur, air minum dari air galon,sumber listrik dari PLN. 1

description

anemia def besi

Transcript of ADB

Page 1: ADB

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. M / perempuan / 65 tahun

b. Pekerjaan/Pendidikan : Pedagang/ SMA

c. Alamat : RT 35 Telanaipura

II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga

a. Status Perkawinan : Menikah

b. Jumlah anak/saudara : Pasien memiliki 2 orang anak

c. Status ekonomi keluarga : Menengah ke bawah

d. Kondisi Rumah :

Pasien tinggal di rumah permanen dengan lantai semen, dinding beton, dan

atap seng. Terdapat ruang tamu, ruang tengah, dapur yang masing-masing

dilengkapi jendela dan ventilasi. Terdapat 3 kamar tidur serta 1 kamar

mandi. Pencahayaan dan pertukaran udara di rumah pasien tergolong kurang

baik. Sumber air bersih berasal dari sumur, air minum dari air galon,sumber

listrik dari PLN.

Depan Rumah Pasien

Ruang Tamu Pasien

Ruang Tengah Pasien

Keadaan Dapur Pasien1

Page 2: ADB

Sumur dan Kamar Mandi Pasien Kamar Pasien Foto Bersama Pasien

e. Kondisi Lingkungan Keluarga dan Kebiasaan:

Pasien tinggal dirumah berdua bersama anak kedua pasien. Suami

pasien sudah meninggal 10 tahun yang lalu. Sebagai sumber ekonomi,

pasien berjualan gorengan. Anak pertama pasien tinggal di Bungo, sudah

menikah dan sudah memiliki anak. Seminggu sekali anaknya tersebut

mengunjungi os dirumah. Anak kedua os bekerja di sebuah kantor dan

belum menikah. Menurut os, tidak ada masalah dalam keluarganya dan

keharmonisan dalam keluarga baik. Pasien biasa makan 2-3 kali sehari dan

sering tidak habis. Lauk yang dimakan pun kurang beragam, yakni tahu,

tempe, telur, dan ikan. Os jarang memakan daging merah sebagai lauknya.

III. Aspek Psikologis di Keluarga

- Pasien merupakan seorang janda dengan 2 orang anak

- Pasien tinggal berdua bersama anaknya

- Hubungan dengan anggota keluarga baik

IV. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan Utama :Sakit kepalasejak2 hari ini

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Pasien datang ke Puskesmas Simpang IV Sipin dengan keluhan sakit

kepala yang dirasakan sejak2 hari ini, sakit kepala berupa rasa berat yang

dirasakan di seluruh bagian kepala, pasien mencoba minum obat sakit kepala 2

Page 3: ADB

di warung namun sakit kepala masih belum hilang. Selain itu pasien juga

mengeluh mudah lelah dan lemas, pandangan berkunang terutama bila berdiri

dari posisi berbaring. Mual (-),muntah (-),demam (-), nafsu makan berkurang

(-), BAK dan BAB biasa.

Pasien biasa makan 2-3 kali sehari, sering tidak habis, dan memang

kurang mengkonsumsi daging atau pun ayam. Pasien juga jarang memakan

buah-buahan. Saat makan pasien sering menyelinginya dengan minum teh.

V. Riwayat Penyakit Dahulu/Keluarga

Riwayat dengan keluhan yang serupa (-)

Riwayat keluarga dengan keluhan yang serupa(-)

VI. Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata

1. Keadaan Umum : tampak lesu

2. Kesadaran : compos mentis

3. Tekanan darah : 110/70 mmHg

4. Nadi : 76x/menit

5. Pernafasan : 20 x/menit

6. Suhu : 36,5°C

7. Berat Badan : 40 kg

8. Tinggi Badan : 157 cm

Indeks Massa Tubuh : (BB) / (TB dalam meter)2

: (40) / (1,57)2 = 16,22 (Kurang)

Pemeriksaan Organ

Kepala Bentuk : normocephal, simetris

Mata Exopthalmus/enophtal : (-)

Kelopak : normal

Conjungtiva : anemis (+/+)

Sklera : ikterik (-/-)

Pupil : bulat, isokor, refleks cahaya +/+

3

Page 4: ADB

Telinga : Sekret (-), serumen (-/-)

Hidung : Rhinorhea (-), deviasi septum (-)

Mulut Bibir : lembab

Gigi geligi : lengkap, caries (+)

Palatum : deviasi (-)

Gusi : warna merah muda, perdarahan (-)

Lidah : kotor (-), ulkus (-)

Tonsil : T1-T1, hiperemis (-), detritus (-)

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiriod (-)

ThoraksCor (Jantung)

Inspeksi Ictus cordis tidak terlihatPalpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri

Perkusi Batas-batas jantung :Atas : ICS II kiriKanan : linea sternalis dekstraKiri : ICS V linea midclavicularis sinistra

Auskultasi

BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo (Paru)

Pemeriksaan Kanan KiriInspeksi Statis & dinamis: simetris Statis & dinamis : simetrisPalpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normalPerkusi Sonor SonorAuskultasi Vesikuler, Wheezing (-),

rhonki (-)Vesikuler, Wheezing (-), rhonki (-)

Abdomen

Inspeksi Datar, sikatriks (-), dilatasi vena (-)Palpasi Supel, nyeri tekan epigastrium (+),hati dan lien

tidak terabaPerkusi TimpaniAuskultasi Bising usus (+) normal

Ekstremitas Atas : akral dingin, edema (-), CRT< 2 detik

Ekstremitas bawah : akral dingin, edema (-), CRT< 2 detik4

Page 5: ADB

VII. Pemeriksaan Penunjang

Hb: 9,2 gr%

VIII. Pemeriksaan Penunjang Anjuran

a. Serum besi

b. Serum Feritin

c. TIBC

d. Serum Sianokobalamin

e. Serum Bilirubin

f. Sediaan Apusan Darah

Tepi

g. Aspirasi sumsum tulang

IX. Diagnosis Kerja

Anemia Defisiensi Besi (D.50)

X. Diagnosis Banding

- Anemia Defisiensi Besi (D.50)

- Anemia defisiensi vitamin B12 (D.51)

- Anemia Hemolitik (D.55)

- Anemia akibat perdarahan akut (D.62)

- Anemia Aplastik (D.60)

XI. Manajemen

a. Promotif :

Menjelaskan pada pasien mengenai penyakit anemia yang pasien

deritamulai dari penyebab, faktor risiko, pengobatan, pencegahan,

serta komplikasi dari penyakit ini agar pasien mau memperbaiki pola

hidup terutama dietnya.

Melakukan pola makan yang teratur dengan bahan makanan yang

kaya zat besi, baik zat besi heme (daging, ayam, ikan, kerang dsb)

maupun non-heme (bayam, brokoli, kubis, tempe, tahu, wortel, sawi,

kacang polong, paprika, kurma, kacang merah, dsb) dengan jumlah

yang adekuat, terutama saat dan setelah menstruasi porsi makanan

tersebut harus lebih banyak, minum air putih minimal 8 gelas sehari.

5

Page 6: ADB

b. Preventif :

Hindari makanan/minuman yang mengandung tanin (teh), kalsium,

polifenol di dalam kacang-kacangan dan biji-bijian (gandum, jagung,

sereal) di antara waktu makan dan segera setelah makan dimana zat

tersebut dapat menghambat penyerapan zat besi non-heme.

Mengkonsumsi vitamin c, jus atau buah yang mengandung vitamin c

seperti mangga atau jeruk setelah makan yang dapat meningkatkan

penyerapan zat besi.

Hindari stress dengan berpikir positif, diet sesuai dengan kebutuhan

nutrisi, istirahat cukup, tidur cukup, olahraga teratur.

c. Kuratif :

Non Farmakologi

Diet bahan makanan yang kaya zat besi, baik zat besi heme (daging,

ayam, ikan, kerang dsb) maupun non-heme (bayam, brokoli, kubis,

tempe, tahu, wortel, sawi, kacang polong, paprika, kurma, kacang

merah, dsb) dengan jumlah yang adekuat.

Farmakologi

Sulfas Ferosus 300 mg 1x1 tab selama 10 hari setelah makan

Paracetamol 500 mg 3x1 tab jika diperlukan (sakit kepala)

Vitamin B.comp 2x1 tab selama 3 hari

Vitamin C 2x1 tab selama 3 hari setelah makan

6

Page 7: ADB

Dinas Kesehatan Kota JambiPuskesmas Simpang IV Sipin

Dokter Luzman HizrianSIP : 123456

Jambi, 2015

Pro :Alamat:

Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan dokter

Dinas Kesehatan Kota JambiPuskesmas Simpang IV Sipin

Dokter Luzman HizrianSIP : 123456

Jambi, 2015

Pro :Alamat:

Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan dokter

Dinas Kesehatan Kota JambiPuskesmas Simpang IV Sipin

Dokter Luzman HizrianSIP : 123456

Jambi, 2015

Pro :Alamat:

Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan dokter

Dinas Kesehatan Kota JambiPuskesmas Simpang IV Sipin

Dokter Luzman HizrianSIP : 123456

Jambi, 2015

Pro :Alamat:

Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan dokter

Resep puskesmas Resep ilmiah 1

Resep ilmiah 2 Resep ilmiah 3

7

Page 8: ADB

Tradisional

Kacang hijau; Obat tradisional anemia yang mudah didapat tentu

saja kacang hijau (Phaseolus radiatus L.). Kacang hijau mengandung

vitamin B1, B12, dan niacin.Sediakan 1 cangkir kacang hijau.

Setelah dicuci, campur dengan 2gelas minum air, rebus hingga

tersisa sekitar 3/4. Setelah suam-suam kuku, minumlah air rebusan

itu. Lakukan itu 2 kali sehari.

d. Rehabilitatif

Menjaga asupan bahan makanan yang kaya zat besi, B6, maupun

B12 serta tetap melakukan tindakan preventif walaupun sudah

merasakan perbaikan dari keluhan.

Pasien disarankan kontrol ulang ke puskesmas untuk melihat apakah

keadaanmembaik atau tidak.

8

Page 9: ADB

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah

massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya

untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer

(penurunan oxygen carrying capacity).Anemia defisiensi besi adalah

anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk

eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted ironstore) yang pada

akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia

defisiensi besi ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil

laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Anemia

defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai terutama di

negara-negara tropik atau negara dunia ketiga, oleh karena sangat

berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi.1,2

2.2 Absorbsi Besi

2.2.1 Fase Luminal

Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi

heme dan besi non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan

ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-

heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan

bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung

(dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh

asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri

(Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.1,2,3

2.2.2 Fase Mukosal

Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa

duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif

9

Page 10: ADB

melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi heme

dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam

lambung. Pada brush border dari sel absorptif (teletak pada puncak

vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri direduksi menjadi

besi fero oleh enzim ferireduktase (Gambar 2.2), mungkin

dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB).

Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent metal

transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma,

sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan

melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses

ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara

lain oleh hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh

apotransferin dalam kapiler usus.

Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan

dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang

kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT 1.

Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke

dalam lumen usus. Besar kecilnya besi yang ditahan dalam

enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur oleh “set point”

yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta.

Kemudian pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah

puncak vili dan siap menjadi sel absorptif. Adapun mekanisme

regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator

dietetik, regulator simpanan, dan regulator eritropoetik.1,2,3

3 Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dan 2.1.3 Fase Korporeal

Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus,

memasuki kapiler usus. Kemudian dalam darah diikat oleh

apotransferin menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat

mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada

transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin

(transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, 10

Page 11: ADB

terutama sel normoblas. Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir

pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin (clathrin-coated

pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk

endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom

sehingga terjadi pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam

endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan bantuan DMT 1,

sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami

siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan

kembali.1,2,3

2.2 Etiologi

Tabel 2.1 Penyebab Defisiensi Besi4

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya

asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan

menahun:

1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:

a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau

NSAID, kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing

tambang.

b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.

11

Page 12: ADB

c. Saluran kemih: hematuria.

d. Saluran nafas: hemoptisis.

2. Faktor nutrisi, yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan

(asupan yang kurang) atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang

rendah.

3. Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa

pertumbuhan, dan kehamilan.

4. Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau

dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi),

polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).

2.3 Patofisiologi

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang

negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh

penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta

pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut

terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk

eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit

tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai

irondeficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai

adalahpeningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam

eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total

ironbinding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin

dalamserum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis

semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul

anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi

(irondeficiency anemia).1,2,5

12

Page 13: ADB

Tabel 2.2. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg)3

Tabel 2.3. Perbandingan tahap keseimbangan zat besi yang negatif

Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 1998. Recommendations to Prevent

and Control Iron Deficiency in the United States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36.

2.4 Manifestasi Klinis

Gejala Umum Anemia

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia

(anemicsyndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar

hemoglobinkurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu,

cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada

pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva

dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah

disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan

tanda-tanda anemia akan jelas.

Gejala Khas Defisiensi Besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai

pada anemia jenis lain adalah (Bakta, 2006):

a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi

rapuh,bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip

13

Page 14: ADB

sendok.

b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan

mengkilap karena papil lidah menghilang.

c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut

mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring

2.5 Pemeriksaan Penunjang

2.5.1 Laboratorium

1. Hemoglobin;Hemoglobin adalah parameter status besi yang

memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat

besi setelah anemia berkembang.1,2,5

2. Penentuan Indeks Eritrosit; Penentuan indeks eritrosit secara tidak

langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus:1,2

Mean Corpusculer Volume (MCV); volume rata-rata eritrosit,

MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah,

dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan

indikator kekurangan zat besi yang spesifik setelah thalasemia dan

anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi

hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl,

mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH); MCH adalah berat

hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan

membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal

27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC); MCHC

adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan

membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan

hipokrom < 30%.

3. Pemeriksaan Sediaan Apusan Darah Tepi; Pemeriksaan

menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, 14

Page 15: ADB

bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan

flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology

flag.1,2

4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide =

RDW);Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah

merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan

parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan

variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis

yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi

hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari

besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah

bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari

kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin

dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.1,2,4

5. Eritrosit Protoporfirin (EP);EP diukur dengan memakai

haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah

dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap

lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah

serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya

dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan

terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei

populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.1,2,3

6. Besi Serum (Serum Iron = SI); Besi serum peka terhadap kekurangan

zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum

tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi

diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang

rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada

kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan

malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan

bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.1,2,3

15

Page 16: ADB

7. Serum Transferin (Tf); Transferin adalah protein tranport besi dan

diukur bersama-sama dengan besi serum. Serum transferin dapat

meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada

peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.1,2,3

8. Transferrin Saturation (Saturasi Transferin); rasio besi serum

dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling

akurat dari suplai besi ke sumsum tulang.Penurunan jenuh transferin

dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang

meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Saturasi transferin dapat

menurun pada penyakit peradangan. Saturasi transferin dapat diukur

dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi

total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh

plasma. Nilai normal saturasi transferin 25-50%, TIBC adalah 300-360

ng/dl.1,2,4

9. Serum Feritin; Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya

dan sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin

secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi.

Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang

berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap

sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin

menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak

menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya

sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada

pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis

kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita

dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita.

Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau

naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah

sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria

yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian

mensturasi dan melahirkan anak. Serum feritin adalah reaktan fase akut, 16

Page 17: ADB

dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan,

penyakit hati, alkohol.1,2,3,4

2.5.2 Pemeriksaan sum-sum tulang

Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan

besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis

sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel

retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada

besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga

tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan

teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik

invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam

populasi umum.2,3,6

2.6 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi, dapat dilakukan tiga

tahap. Tahap pertama menentukan ada tidaknya anemia dengan mengukur

kadar hemoglobin atau hematokrit. Tahap kedua memastikan ada tidaknya

defisiensi besi. Tahap tiga menentukan penyebab terjadinya defisiensi besi.

Pada tahap pertama dan kedua, anemia deifisiensi besi dapat ditegakkan

diagnosisnya dengan menggunakan kriteria: anemia hipokromik mikrositik

pada hapusan darah tepi, atau MCV < 80 fl dan MCHC 31% dengan salah satu

a, b, c, atau d.7

a. Dua dari tiga parameter: besi serum < 50 mg/dl; TIBC > 350 mg/dl; dan

saturasi transferin < 15%, atau

b. Feritin serum <20 mg/l, atau

c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan

cadangan besi (butirbutir hemosiderin) negatif, atau

d. Dengan pemberian sulfat ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain

yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih

dari 2 g/dl. Kemudian pada tahap ketiga ditentukan penyebab dasar

defisiensi besi. Tahap ini adalah tahap yang paling rumit tapi sangat 17

Page 18: ADB

penting. Pada pasien dewasa difokuskan mencari sumber pendarahan

dengan dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti.

Tabel 2.4 Derajat Anemia8

Tabel 2.5. Diagnosis Anemia Mikrositik4

2.7 Tatalaksana

Setelah diagnosis ditegakkan, maka dapat dilakukan pemberian terapi,

yaitu pemberian terapi kausal dengan memberikan terapi terhadap penyebab

pendarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang, menorrhagia. Terapi ini

ditujukan untuk mencegah anemia kambuh kembali.

Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh

dilakukan dengan pemberian terapi besi oral dimana terapi besi oral

merupakan pilihan pertama yang efektif, murah, dan aman. Preparat besi yang

tersedia adalah ferrous sulphat, ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous

lactate, dan furrous succinate.

Pemberian terapi oral seharusnya tidak dilakukan pada saat lambung

kosong yang lebih sering memberikan efek samping daripada diberikan

setelah makan. Efek samping yang utama adalah gangguan gastrointestinal

seperti mual, muntah, dan konstipasi yang biasanya mengganggu kepatuhan

18

Page 19: ADB

pasien dalam menjalani terapi. Untuk mengurangi efek samping dapat

diberikan preparat besi setelah makan atau dosis pemberian preparat

dikurangi. Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat

vitamin C tetapi efek samping meningkat. Cara lain dengan pemberian diet

yang banyak mengandung hati dan daging yang banyak mengandung besi.

Selain terapi besi oral, terapi besi parenteral merupakan terapi yang sangat

efektif namun lebih beresiko dan lebih mahal. Indikasi pemberian terapi besi

parenteral: (1) intoleransi terhadap pemberian besi oral, (2) kepatuhan

terhadap terapi sangat rendah, (3) gangguan pencernaan yang dapat kambuh

jika diberikan besi, (4) penyerapan besi terganggu, (5) kehilangan darah

sangat banyak sehingga tidak cukup diberikan besi secara oral, (6) kebutuhan

besi dalam jumlah besar dalam waktu pendek seperti kehamilan pada trimester

tiga, (7) defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritroprotein pada

anemia akibat penyakit kronik. Terapi besi parenteral bertujuan untuk

mengembalikan kadar hemoglobin.

Pengobatan lain yang dapat diberikan berupa diet makanan bergizi dengan

protein yang tinggi terutama protein hewani, vitamin C diberikan 3 x 100 mg

per hari untuk meningkatkan absorpsi besi, dapat dilakukan transfusi darah

dengan jenis darah PRC (Packed Red Cell) dan dengan indikasi (1) adanya

penyakit jantung anemia dengan ancaman payah gantung, (2) anemia yang

sangat simtomatik dengan gejala yang mencolok, (3) pasien membutuhkan

peningkatan kadar hemoglobin dengan cepat.1,2,7,8

19

Page 20: ADB

BAB III

ANALISIS KASUS

Hubungan anamnesis dan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan

sekitar:

Pasien tinggal di rumah permanen dengan lantai semen, dinding beton, dan

atap seng. Terdapat ruang tamu, ruang tengah, dapur yang masing-masing

dilengkapi jendela dan ventilasi. Terdapat 3 kamar tidur serta 1 kamar mandi.

Pencahayaan dan pertukaran udara di rumah pasien tergolong kurang baik.

Sumber air bersih berasal dari sumur, air minum dari air galon,sumber listrik

dari PLN.

Tidak ada hubungan antara keadaan rumah pasien dengan penyakit yang

diderita pasien.

Hubungan diagnosis dengan keluarga dan hubungan keluarga:

Pasien tinggal dirumah berdua bersama anak kedua pasien. Suami

pasien sudah meninggal 10 tahun yang lalu. Sebagai sumber ekonomi,

pasien berjualan gorengan. Anak pertama pasien tinggal di Bungo, sudah

menikah dan sudah memiliki anak. Seminggu sekali anaknya tersebut

mengunjungi os dirumah. Anak kedua os bekerja di salah satu toko dan

belum menikah. Menurut os, tidak ada masalah dalam keluarganya dan

keharmonisan dalam keluarga baik.

Tidak ada hubungan antara keadaan pasien dengan hubungan keluarga

Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan

sekitar:

Pasien biasa makan 2-3 kali sehari dan sering tidak habis. Lauk yang dimakan

pun kurang beragam, yakni tahu, tempe, telur, dan ikan. Os jarang memakan

daging merah sebagai lauknya. Os juga sering meminum teh setelah makan

dan jarang mengkonsumsi buah buahan.

20

Page 21: ADB

Ada hubungan,kebiasaan pasien yang makan sedikit, kurang mengkonsumsi

sumber zat besi heme maupun non-heme dapat menyebabkan defisiensi zat

besi terlebih lagi saat makan pasien sering menyelingi dengan minum teh

yang dapat mengganggu absorbsi zat besi non-heme.

Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada pasien

ini:

Pasien mengaku kurang mengkonsumsi daging, ayam dimana kita ketahui

daging, ataupun ayam memiliki kandungan zat besi heme dengan bioavaibilitas

tinggi karena absorbsi zat besi heme tidak terhambat oleh berbagai jenis zat

penghambat terutama tanin yang terkandung dalam teh, juga zat penghambat

lain yang terdapat pada gandum atau pun sereal. Kurangnya mengkonsumsi

bahan makanan tersebut berakibat rendahnya intake zat besi heme dalam tubuh

yang pada akhirnya akan mengganggu eritropoiesis dan kemudian dapat

menyebabkan anemia.

Pasien jarang mengkonsumsi buah, khususnya yang mengandung vitamin c

seperti jeruk, mangga, dll yang dapat membantu proses absorbsi zat besi di

dalam duodenum sehingga absorbsi besi bisa terjadi secara maksimal.

Pasien juga sering menyelingi makan dengan minum teh, teh yang di dalamnya

mengandung tanin akan menghambat proses absorbsi zat besi non-heme di

duodenum, padahal kemungkinan besar intake zat besi pada pasien ini sudah

sedikit. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor risiko pasien

akhirnyamengalami anemia defisiensi besi.

Analisis untuk perbaikan anemia:

Melakukan pola makan yang teratur dengan bahan makanan yang kaya zat

besi, baik zat besi heme (daging, ayam, ikan, kerang dsb) maupun non-heme

(bayam, brokoli, kubis, tempe, tahu, wortel, sawi, kacang polong, paprika,

kurma, kacang merah, dsb) dengan jumlah yang adekuat, terutama saat dan

setelah menstruasi porsi makanan tersebut harus lebih banyak serta minum air

putih minimal 8 gelas sehari.21

Page 22: ADB

Hindari makanan/minuman yang mengandung tanin (teh), kalsium, polifenol di

dalam kacang-kacangan dan biji-bijian (gandum, jagung, sereal) di antara

waktu makan dan segera setelah makan dimana zat tersebut dapat menghambat

penyerapan zat besi non-heme.

Mengkonsumsi vitamin c, jus atau buah yang mengandung vitamin c seperti

mangga atau jeruk setelah makan yang dapat meningkatkan penyerapan zat

besi.

Mengontrol stress dengan berpikir positif, diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi,

istirahat cukup, tidur cukup, olahraga teratur.

22

Page 23: ADB

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyodi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Anemia Defisiensi

Besi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat

penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2007. 634-40.

2. Bakta IM. Hematologi Klinik. Jakarta: EGC. 2007. 26-39

3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Anemia Defisiensi Besi. Dalam: Kapita

Selekta Hematologi. Edisi 4. Jakarta: EGC. 2005. 25-34

4. Lubis DA. Anemia Defisiensi Besi. Divisi Hemato-onkologi Dep. Penyakit

Dalam FK-USU/RSHAM. 2012

5. Muhammad A, Sianipar O. Penentuan Defisiensi Besi Anemia Penyakit

Kronis Menggunakan Peran Indeks sTfR-F. Indonesian Journal of Clinical

Pathology and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 1. Nov 2005: 915

6. Beutler E, Coller BS, Lichtman MA, Kipps TJ, Seligsohn U. Iron Deficiency

Anemia. Dalam: Williams Hematology. 6th edition. McGrawHill Medical

Publishing Division; p.447-70

7. Margina DS, Herawati S, Yasa IWP. Diagnosis Laboratorik Anemia

Defisiensi Besi. FK Udayana. 2011

8. Handin RI, Lux SE, Stossel TP. Iron Deficiency Anemia. Dalam: BLOOD:

Principle and Practice Hematology. 2nd edition. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins. 2003. p.1399-433

23