Adaptasi Fisiologis dan rawat gabung.docx
-
Upload
intana-melati-soehardi -
Category
Documents
-
view
17 -
download
0
Transcript of Adaptasi Fisiologis dan rawat gabung.docx
Adaptasi Fisiologis
1. Tanda Vital
Suhu peroral pada 24 jam pertama setelah melahirkan kurang dari 38 derajat
Celsius. Bila lebih selama dua hari atau sepuluh hari berturut-turut, harus dicurigai
adanya sepsis puerpuralis, infeksi saluran kemih, endometriosis, mastitis atau
infeksi lainnya.
2. Sistem Cardiovaskuler
a. Tekanan Darah
Tekanan darah tetap stabil. Terjadi penurunan tekanan sistolik 20 mmHg atau
lebih pada saat klien berubah posisi dari terlentang ke posisi duduk. Hal ini
menggambarkan Hipotensi Ortostatik, dan merupakan gangguan sementara
pada kompensasi kardiovaskuler terhadap penurunan tekanan vaskuler pada
panggul.
b. Berkeringat dan menggigil
Klien dpt menggigil segera setelah melahirkan, hal ini disebabkan karena
instabilitas vasomotor, bila tidak disertai panas hal ini tidak berarti. Untuk
mengeluarkan jumlah cairan yg banyak, sisa-sisa pembakaran banyak
dikeluarkan melalui keringat dan sering terjadi pada malam hari.
3. Komponen Perkemihan
Selama proses melahirkan kandung kemih mendapatkan trauma yg dapat
mengakibatkan edema dan kehilangan sensitivitas terhadap cairan. Perubahan ini
dapat menyebabkan tekanan yg berlebihan dan pengosongan yg tidak sempurna
dari kandung kemih. Biasanya klien mengalami ketidakmampuan buang air kecil
2 hari pertama setelah melahirkan. Penimbunan cairan dalam jaringan selama
kehamilan dikeluarkan melalui diuresis, biasanya dimulai dalam 12 jam setelah
melahirkan, akibat dari diuresis akan mengalami penurunan BB 2,5 kg pada
periode early post partum
Hematuria pada early post partum menandakan adanya trauma pada kandung
kemih waktu persalinan, selanjutnya dapat terjadi infeksi pada saluran
perkemihan. Asetonuria dapat terjadi karena dehidrasi setelah persalinan lama.
4. Sistem Endokrin
Estrogen, progesteron dan kadar prolaktin menurun dengan cepat. Kadar prolaktin
pada yang meneteki akan meningkat k/ rangsangan isapan bayi. Pada ibu yg
meneteki menstruasi terjadi pada minggu ke 36 post partum, sedangkan yg tdk
meneteki pada minggu ke 12 post partrum.
5. Sistem pencernaan
Pemulihan defekasi secara normal terjadi lambat dalam waktu 1 minggu. Hal ini
disebabkan penurunan motilitas usus dan gangguan kenyamanan pada perineum.
6. Sistem musculoskeletal
Otot-otot abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan, mengakibatkan
hilangnya kekenyalan otot, terlihat pada masa post partum. Peregangan otot-otot
pada dinding perut adalah pada muskulus rektus abdominis. Dinding perut sering
lembek dan kendor. Akan kembali dalam ±6 minggu post partum. kurang lebih
dengan latihan pengembalian otot-otot kekeadaan semula akan lebih cepat.
7. Organ Reproduksi
a. Involusi uteri
- Involusi uteri terjadi segera setelah melahirkan dan berlangsung cepat.
- Dalam 2 minggu kembali lagi ke rongga panggul dalam 6 minggu.
12 jam setelah melahirkan fundus uteri teraba 1 cm dibawah pusat, dalam 5-6
minggu kembali kedalam ukuran tidak hamil. Penurunan uterus tergantung
dari besarnya sel bukan dari banyaknya sel
b. Involusio tempat menempelnya placenta
Diameter area tempat placenta ± 8-9 cm. Perdarahan ditempat tsb dapat
berhenti k/ tekanan pada jarinngan oleh kontraksi otot-otot uterus. Biasanya
jaringan mengalami nekrosis dan lepas dalam waktu ± 6 minggu setelah
melahirkan.
Proses tsb mengakibatkan tidak terjadi luka parut pada endometrium, yg dapat
membatasi untuk implantasi berikutnya
Kegagalan atau kelambatan penyembuhan dari tempat menempelnya placenta
didebut “sub involusi tempat menempelnya placenta” dapat menyebabkan
pengeluaran lokhea terus menerus, perdarahan pervagina tanpa nyeri.
c. Perubahan pada vagina
Kongesti pada dinding vagina berakibat sampai beberapa hari, rugae vagina
mulai kembali dalam 3 minggu( tidak kembali seperti semula ). Labia mayora
dan minora tampak teregang dan tidak licin.
d. Perubahan pada perineum
Bila dilakukan episiotomi pemulihan lebih lambat, tanpa atau dg episiotomi
perineum mengalami edema dan kelihatan agar memar pada early post partum.
e. Afterpains
Umumnya terjadi pada multipara atau uterus yg sangat diregangkan seperti
pada kelahiran kembar, dimana tonus uterus secara umum kurang baik, terjadi
kontraksi uterus yg intermiten ( mirip dengan kram saat menstruasi ).
Afterpains tidak dialami oleh primipara k/ tonus uterus masih baik.
8. Sistem Respirasi
Penggunaan obat-obat anesthesia umum selama proses pembedahan
menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi, kedalaman dan pola respirasi.
Setelah operasi mungkin terjadi penumpukan secret pada jalan nafas yang
menyebabkan perubahan pola nafas, juga suara tambahan berupa rales. Hal ini
tidak ditemukan pada anesthesia spinal. Sedangkan peningkatan respirasi
mungkin terjadi sebagai respon klien terhadap adanya nyeri.
9. Sistem Neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan adaptasi neurobiologis yang
terjdi saat wanita hamil dan disebabkan oleh trauma yang dialami wanita saat
bersalin dan melahirkan, rasa tidak Nyman neurologist yang diinduksi kehamilan
akan menghilang setalah wanita melahirkan.
10. Sistem Kekebalan
Kebutuhan ibu untuk mendapat vaksinasi rubella atau untuk mencegah
isoimunisasi Rh ditetapkan.
Waktu sejak melahirkan Posisi fundus uteri
1-2 jam Pertengahan, antara pusat-simfisis
12 jam 1 cm bawah pusat
3 hari 3 cm bawah pusat (terus menurun
1 cm/hari)
9 hari Tidak teraba
5-6 minggu Tdk teraba, sdkt lbh besar drpd
multipara
11. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan abdomennya menonjol
dan membuat wanita tersebut tampak masih seperti hamil diperlukan sekitar 6
minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan semula. Ada keadan tertentu
seperti bayi besar atau hamil kembar otot – otot dinding abdomen memisah suatu
keadaan yang dinamai diatsasis rektiabdominis.
12. Payudara
Ibu menyusui
Sebelum laktasi dimulai payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan yakni
kolostrum dikeluarkan. Stelah laktasi payudara teraba hangat den keras ketika
disentuh rasa nyeri akan menetap selam asekitar 28 jam.
Ibu tidak menyusui
Payudara ibu tidak menyusui biasa teraba nodular pada hari ke – 3 dan ke- 4 bisa
terjadi pembengkakan ( engorgement ). Distensi payudara terutama disebabkan
oleh kongesti vena dan limfatik bukan akibat penimbunan air susu.
Pembengkanan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman berkurang
dalam 24 – 36 jam.
Rawat Gabung
Pengertian dan tujuan
Rawat gabung adalah satu cara perawatan di mana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak
dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama
selama 24 jam penuh dalam seharinya.
Istilah rawat gabung parsial yang dulu banyak dianut, yaitu rawat gabung hanya dalam
beberapa jam seharinya, misalnya hanya siang hari saja sementara pada malam hari bayi
dirawat di kamar bayi, sekarang tidak dibenarkan dan tidak dipakai lagi.
Tujuan rawat gabung adalah :
1. Agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin, kapan saja dibutuhkan.
2. Agar ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi yang benar seperti yang
dilakukan oleh petugas.
3. Agar ibu mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih di
rumah sakit dan yang lebih penting lagi, ibu memperoleh bekal ketrampilan merawat bayi
serta menjalankannya setelah pulang dari rumah sakit.
4. Dalam perawatan gabung, suami dan keluarga dapat dilibatkan secara aktif untuk
mendukung dan membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar.
5. Ibu mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati
yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya.
Sasaran dan syarat
Pada prinsipnya kegiatan Peningkatan Penggunaan ASI (PP-ASI) dimulai sejak ibu hamil
pertama kali memeriksakan diri di poliklinik asuhan antenatal. Idealnya di poliklinik ini
tersedia sebuah klinik laktasi, yang terdiri atas dua ruangan yaitu klinik laktasi asuhan
antenatal dan postnatal.
Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar bersalin dan di bangsal perawatan
pasca persalinan. Meskipun demikian penyuluhan tentang manfaat dan pentingnya rawat
gabung sudah dimulai sejak ibu pertama kali memeriksakan kehamilannya di poliklinik
asuhan antenatal.
Tidak semua bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung. Bayi dan ibu yang dapat dirawat
gabung harus memenuhi syarat / kriteria sebagai berikut :
1. Lahir spontan, baik presentasi kepala maupun bokong.
2. Bila lahir dengan tindakan, maka rawat gabung dilakukan setelah bayi cukup sehat, refleks
mengisap baik, tidak ada tanda infeksi dsb.
3. Bayi yang lahir dengan sectio cesarea dengan anestesia umum, rawat gabung dilakukan
segera setelah ibu dan bayi sadar penuh (bayi tidak ngantuk), misalnya 4-6 jam setelah
operasi selesai. Bayi tetap disusukan meskipun mungkin ibu masih mendapat infus.
4. Bayi tidak asfiksia setelah lima menit pertama (nilai Apgar minimal 7).
5. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
6. Berat lahir 2000-2500 gram atau lebih.
7. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum.
8. Bayi dan ibu sehat.
Jika tidak memenuhi kriteria di atas, maka rawat gabung ibu dan bayi TIDAK perlu, atau
bahkan tidak boleh dikerjakan, misalnya pada :
1. Bayi yang sangat prematur.
2. Bayi berat lahir kurang dari 2000-2500 gram.
3. Bayi dengan sepsis.
4. Bayi dengan gangguan napas.
5. Bayi dengan cacat bawaan berat, misalnya : hidrosefalus, meningokel, anensefali, atresia
ani, labio/palato/gnatoschizis, omfalokel, dsb.);
6. Ibu dengan infeksi berat, misalnya KP terbuka, sepsis, dsb.
Kriteria-kriteria masih ditentukan juga oleh beberapa aspek pertimbangan klinis, misalnya
bayi dengan berat badan 2000-2500 gram meskipun keadaan lain-lainnya dalam batas
normal, perawatan gabungnya harus dengan pengawasan yang sangat ketat.
Sebaiknya keputusan apakah bayi akan dirawat gabung atau dirawat pisah ditentukan oleh
dokter anak bersama dengan dokter kebidanan.
Manfaat rawat gabung
Manfaat dan keuntungan rawat gabung ditinjau dari berbagai aspek sesuai dengan tujuannya,
adalah sebagai berikut :
1. Aspek fisik.
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka ibu dapat dengan mudah menjangkau bayinya
untuk melakukan perawatan sendiri dan menyusui setiap saat, kapan saja bayinya
menginginkan (nir-jadwal). Dengan perawatan sendiri dan menyusui sedini mungkin,
akan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien lain atau petugas
kesehatan. Dengan menyusui dini maka ASI jolong atau kolostrum dapat
memberikan kekebalan / antibodi yang sangat berharga bagi bayi. Karena ibu setiap
saat dapat melihat bayinya, maka ibu dengan mudah dapat mengetahui perubahan-
perubahan yang terjadi pada bayinya yang mungkin berhubungan dengan
kesehatannya.
2. Aspek fisiologis.
Bila ibu dekat dengan bayinya, maka bayi akan segera disusui dan frekuensinya lebih
sering. Proses ini merupakan proses fisiologis yang alami, di mana bayi mendapat
nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Untuk ibu, dengan menyusui maka akan
timbul refleks oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi rahim. Di
samping itu akan timbul refleks prolaktin yang akan memacu proses produksi ASI.
Efek menyusui dalam usaha menjarangkan kelahiran telah banyak dipelajari di
banyak negara berkembang. Secara umum seorang ibu akan terlindung dari
kesuburan sepanjang ia masih menyusui dan belum haid, khususnya bila frekuensi
menyusui lebih sering dan sama sekali tidak menggunakan pengganti ASI (menyusui
secara eksklusif). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa daya proteksi menyusui
eksklusif terhadap usaha KB tidak kalah dengan alat KB yang lain.
3. Aspek psikologis
Dengan rawat gabung maka antara ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat
(early infant-mother bonding) akibat sentuhan badan antara ibu dan bayinya. Hal ini
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis bayi
selanjutnya, karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak
dibutuhkan oleh bayi. Dengan pemberian ASI kapan saja bayi membutuhkan, akan
memberikan kepuasan pada ibu bahwa ia dapat berfungsi sebagaimana seorang ibu
memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayinya, di samping merasa dirinya sangat
dibutuhkan oleh bayinya dan tidak dapat digantikan oleh orang lain. Keadaan ini
akan memperlancar produksi ASI karena seperti telah diketahui, refleks let-down
bersifat psikosomatis. Sebaliknya bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung,
merupakan dasar bagi terbentuknya rasa percaya pada diri anak. Ibu akan merasa
bangga karena dapat menyusui dan merawat bayinya sendiri dan bila suaminya
berkunjung, akan terasa adanya suatu ikatan kesatuan keluarga.
4. Aspek edukatif.
Dengan rawat gabung, ibu (terutama yang baru mempunyai anak pertama) akan
mempunyai pengalam yang berguna, sehingga mampu menyusui serta merawat
bayinya bila pulang dari rumah sakit. Selama di rumah sakit ibu akan melihat, belajar
dan mendapat bimbingan bagaimana cara menyusui secara benar, bagaimana cara
merawat payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi dsb. Keterampilan ini
diharapkan dapat menjadi modal bagi ibu untuk merawat bayi dan dirinya sendiri
setelah pulang dari rumah sakit. Di samping pendidikan bagi ibu, dapat juga dipakai
sebagai sarana pendidikan bagi keluarga, terutama suami, dengan cara mengajarkan
suami dalam membantu istri untuk proses di atas. Suami akan termotivasi untuk
memberi dorongan moral bagi istrinya agar mau menyusui bayinya. Jangan sampai
terjadi seorang suami melarang istrinya menyusui bayinya karena suami takut
payudara istrinya akan menjadi jelek. Bentuk payudara akan berubah karena usia
adalah hal alami, meskipun dengan menggunakan kutang penyangga yang baik,
ditambah dengan nutrisi yang baik, dan latihan otot-otot dada serta menerapkan
posisi yang benar, ketakutan mengendornya payudara dapat dikurangi.
5. Aspek ekonomi
Dengan rawat gabung maka pemberian ASI dapat dilakukan sedini mungkin. Bagi
rumah bersalin terutama rumah sakit pemerintah, hal tersebut merupakan suatu
penghematan anggaran pengeluaran untuk pembelian susu formula, botol susu, dot
serta peralatan lain yang dibutuhkan. Beban perawat menjadi lebih ringan karena ibu
berperan besar dalam merawat bayinya sendiri, sehingga waktu terluang dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan lain. Lama perawatan ibu menjadi lebih pendek karena
involusi rahim terjadi lebih cepat dan memungkinkan tempat tidur digunakan untuk
penderita lain. Demikian pula infeksi nosokomial dapat dicegah atau dikurangi,
berarti penghematan biaya bagi rumahsakit maupun keluarga ibu. Bagi ibu juga
penghematan oleh karena lama perawatan menjadi singkat.
6. Aspek medis
Dengan pelaksanaan rawat gabung maka akan menurunkan terjadinya infeksi
nosokomial pada bayi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun
bayi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan rawat gabung
Keberhasilan rawat gabung yang mendukung peningkatan penggunaan ASI dipengaruhi oleh
banyak faktor antara lain sosial-budaya, ekonomi, tatalaksana rumahsakit, sikap petugas,
pengetahuan ibu, lingkungan keluarga, adanya kelompok pendukung peningkatan
penggunaan ASI (KP-ASI) dan peraturan tentang peningkatan ASI atau pemasaran susu
formula.
1. Peranan sosial budaya
Kemajuan teknologi, perkembangan industri, urbanisasi dan pengaruh kebudayaan Barat
menyebabkan pergeseran nilai sosial budaya masyarakat. Memberi susu formula dianggap
modern karena memberi ibu kedudukan yang sama dengan dengan ibu-ibu golongan atas.
Ketakutan akan mengendornya payudara menyebabkan ibu enggan menyusui bayinya.
Bagi ibu yang sibuk dengan urusan di luar rumah, sebagai wanita karir atau isteri seorang
pejabat yang selalu dituntun mendampingi kegiatan suami, hal ini dapat menghambat usaha
peningkatan penggunaan ASI. Sebagian ibu tersebut pada umumnya berasal dari golongan
menengah-atas cenderung untuk memilih susu formula daripada menyusui bayinya. Jika tidak
mungkin membagi waktu, seyogyanya hanya ibu yang sudah tidak menyusui saja yang boleh
dibebani tugas sampingan di luar rumah. Dalam hal ini peranan suami atau instansi di mana
suami bekerja sebaiknya memahami betul peranan ASI bagi perkembangan bayi.
Iklan menarik melalui media massa serta pemasaran susu formula dapat mempengaruhi ibu
untuk enggan memberikan ASI nya. Apalagi iklan yang menyesatkan seolah-olah dengan
teknologi yang supercanggih dapat membuat susu formula sebaik dan semutu susu ibu, atau
bahkan lebih baik daripada susu ibu. Adanya kandungan suatu nutrien yang lebih tinggi
dalam susu formula dibanding dalam ASI bukan jaminan bahwa susu tersebut sebaik susu ibu
apalagi lebih baik. Komposisi nutrien yang seimbang dan adanya zat antibodi spesifik dalam
ASI menjamin ASI tetap lebih unggul dibanding susu formula.
2. Faktor ekonomi.
Seperti disebutkan di atas, beberapa wanita memilih bekerja di luar rumah. Bagi wanita karir,
hal ini dilakukan bukan karena tuntutan ekonomi, melainkan karena status, prestise, atau
memang dirinya dibutuhkan. Pada sebagian kasus lain, ibu bekerja di luar rumah semata
karena tekanan ekonomi, di mana penghasilan suami dirasa belum dapat mencukupi
kebutuhan keluarga. Gaji pegawai negeri yang relatif rendah dapat dipakai sebagai alasan
utama istri ikut membantu mencari nafkah dengan bekerja di luar rumah. Memang tidak ada
yang perlu disalahkan dalam masalah ini.
Dengan bekerja di luar rumah, ibu tidak dapat berhubungan penuh dengan bayinya. Akhirnya
ibu cenderung memberikan susu formula dengan botol. Bila bayi telah mengenal dot/botol
maka ia akan cenderung memilih botol. Dengan demikian frekuensi penyusuan akan
berkurang dan menyebabkan produksi menurun. Keadaan ini selanjutnya mendorong ibu
untuk menghentikan pemberian ASI, tidak jarang terjadi sewaktu masa cutinya belum habis.
Ibu perlu didukung untuk memberi ASI penuh pada bayinya dan tetap berusaha untuk
menyusui ketika ibu telah kembali bekerja.
Motivasi untuk tetap memberikan ASI meskipun ibu harus berpisah dengan bayinya adalah
faktor utama dalam keberhasilan ibu untuk mempertahankan penyusuannya. Pendirian tempat
penitipan bayi dekat / di tempat ibu bekerja merupakan hal yang sangat penting.
3. Peranan tatalaksana rumahsakit / rumah bersalin.
Peranan tatalaksana atau kebijakan rumah sakit / rumah bersalin sangat penting mengingat
kini banyak ibu yang lebih menginginkan melahirkan di pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Tatalaksana rumah sakit yang tidak menunjang keberhasilan menyusui harus dihindari,
seperti :
- bayi dipuasakan beberapa hari, padahal refleks isap bayi paling kuat adalah pada jam-jam
pertama sesudah lahir. Rangsangan payudara dini akan mempercepat timbulnya refleks
prolaktin dan mempercepat produksi ASI.
- memberikan makanan pre-lakteal, yang membuat hilangnya rasa haus sehingga bayi enggan
menetek.
- memisahkan bayi dari ibunya. Tidak adanya sarana rawat gabung menyebabkan ibu tidak
dapat menyusui bayinya nir-jadwal.
- menimbang bayi sebelum dan sesudah menyusui, dan jika pertambahan berat badan tidak
sesuai dengan harapan maka bayi diberi susu formula. Hal ini dapat menimbulkan rasa kuatir
pada ibu yang memperngaruhi produksi ASI.
- penggunaan obat-obatan selama proses persalinan, seperti obat penenang, atau preparat
ergot, yang dapat menghambat permulaan laktasi. Rasa sakit akibat episiotomi atau robekan
jalan lahir dapat mengganggu pemberian ASI.
- Pemberian sampel susu formula harus dihilangkan karena akan membuat ibu salah sangka
dan menganggap bahwa susu formula sama baik bahkan lebih baik daripada ASI.
Dalam hal ini perlu kiranya dibentuk klinik laktasi yang berfungsi sebagai tempat ibu
berkonsultasi bila mengalami kesulitan dalam menyusui. Tidak kalah pentingnya ialah sikap
dan pengetahuan petugas kesehatan, karena walaupun tatalaksana rumah sakit sudah baik bila
sikap dan pengetahuan petugas masih belum optimal maka hasilnya tidak akan memuaskan.
4. Faktor-faktor dalam diri ibu sendiri
Beberapa keadaan ibu yang mempengaruhi laktasi adalah :
- keadaan gizi ibu
Kebutuhan tambahan kalori dan nutrien diperlukan sejak hamil. Sebagian kalori ditimbun
untuk persiapan produksi ASI. Seorang ibu hamil dan menyusui perlu mengkonsumsi
makanan dalam jumlah yang cukup dan seimbang agar kuantitas dan kualitas ASI terpenuhi.
Dengan demikian diharapkan bayi dapat tumbuh kembang secara optimal selama 4 bulan
pertama hanya dengan ASI (menyusui secara eksklusif).
- pengalaman / sikap ibu terhadap menyusui
Ibu yang berhasil menyusui anak sebelumnya, dengan pengetahuan dan pengalaman cara
pemberian ASI secara baik dan benar akan menunjang laktasi berikutnya. Sebaliknya,
kegagalan menyusui di masa lalu akan mempengaruhi pula sikap seorang ibu terhadap
penyusuan sekarang. Dalam hal ini perlu ditumbuhkan motivasi dalam dirinya secara
sukarela dan penuh rasa percaya diri mampu menyusui bayinya. Pengalaman masa kanak-
kanak, pengetahuan tentang ASI, nasihat, penyuluhan, bacaan, pandangan dan nilai yang
berlaku di masyarakat akan membentuk sikap ibu yang positif terhadap masalah menyusui.
- keadaan emosi
Gangguan emosional, kecemasan, stress fisik dan psikis akan mempengaruhi produksii ASI.
Seorang ibu yang masih harus menyelesaikan kuliah, ujian, dsb., tidak jarang mengalami ASI
nya tidak dapat keluar. Sebaliknya, suasana rumah dan keluarga yang tenang, bahagia, penuh
dukungan dari anggota keluarga yang lain (terutama suami), akan membantu menunjang
keberhasilan menyusui. Demikian pula lingkungan kerja akan berpengaruh ke arah positif,
atau sebaliknya.
- keadaan payudara
Besar kecil dan bentuk payudara TIDAK mempengaruhi produksi ASI. Tidak ada jaminan
bahwa payudara besar akan menghasilkan lebih banyak ASI atau payudara kecil
menghasilkan lebih sedikit. Produksi ASI lebih banyak ditentukan oleh faktor nutrisi,
frekuensi pengisapan putting dan faktor emosi. Sehubungan dengan payudara, yang penting
mendapat perhatian adalah keadaan putting. Putting harus disiapkan agar lentur dan menjulur,
sehingga mudah ditangkap oleh mulut bayi. Dengan putting yang baik, putting tidak mudah
lecet, refleks mengisap menjadi lebih baik, dan produksi ASI menjadi lebih baik juga.
- peran masyarakat dan pemerintah
Keberhasilan laktasi merupakan proses belajar-mengajar. Diperlukan kelompok dalam
masyarakat di luar petugas kesehatann yang secara sukarela memberikan bimbingan untuk
peningkatan penggunaan ASI. Kelompok ini dapat diberi nama Kelompok Pendukung ASI
(KP-ASI), yang dapat memanfaatkan kegiatan posyandu dengan membuat semacam pojok
ASI.
5. Kebijakan-kebijakan pemerintah RI sehubungan penggunaan ASI
1. Inpres no.14 / 1975
Menko Kesra selaku koordinator pelaksana menetapkan bahwa salah satu program dalam
usaha perbaikan gizi adalah peningkatan penggunaan ASI.
2. Permenkes no.240 / 1985
Melarang produsen susu formula untuk mencantumkan kalimat-kalimat promosi produknya
yang memberikan kesan bahwa produk tersebut setara atau lebih baik mutunya daripada ASI.
3. Permenkes no.76 / 1975
Mengharuskan produsen susu kental manis (SKM) untuk mencantumkan pada label
produknya bahwa SKM tidak cocok untuk bayi, dengan warna tulisan merah dan cukup
mencolok.
4. Melarang promosi susu formula yang dimaksudkan sebagai ASI di semua sarana
pelayanan kesehatan.
5. Menganjurkan menyusui secara eksklusif sampai bayi berumur 4-6 bulan dan
menganjurkan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun.
6. Melaksanakan rawat gabung di tempat persalinan milik pemerintah maupun swasta.
7. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam hal PP-ASI sehingga petugas tersebut
terampil dalam melaksanakan penyuluhan pada masyarakat luas.
8. Pencanangan Peningkatan Penggunaan ASI oleh Bapak Presiden secara nasional pada
peringatan Hari Ibu ke-62 (22 Desember 1990).
9. Upaya penerapan 10 langkah untuk berhasilnya menyusui di semua rumah sakit, rumah
bersalin dan puskesmas dengan tempat tidur.
Pelaksanaan rawat gabung dan kegiatan penunjangnya
Dalam rawat gabung bayi ditempatkan bersama ibunya dalam suatu ruangan sedemikian rupa
sehingga ibu dapat melihat dan menjangkaunya kapan saja bayi atau ibu membutuhkannya.
Bayi dapat diletakkan di tempat tidur bersama ibunya, atau dalam boks di samping tempat
tidur ibu. Modifikasi lain dengan membuat sebuah boks yang ditempatkan di atas tempat
tidur di sebelah ujung kaki ibu. Yang penting ibu harus bisa melihat dan mengawasi bayinya,
apakah ia menangis karena lapar, kencing, digigit nyamuk dsb. Tangis bayi merupakan
rangsangan sendiri bagi ibu untuk membantu produksi ASI.
Perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan dapat mengenali keadaan-keadaan
abnormal, kemudian melaporkannya kepada dokter. Bayi kuning sering merupakan masalah
bagi ibu meskipun sebenarnya keadaan ini seringkali masih dalam batas fisiologis.
Dokter (terutama dokter anak dan kebidanan) mengadakan kunjungan sekurang-kurangnya
sekali dalam sehari. Dokter harus memperhatikan keadaan ibu maupun bayi, terutama yang
berhubungan dengan masalah menyusui. Perlu diperhatikan apakah ASI sudah keluar, adakah
pembengkakan payudara, bagaimana putingnya, adakah rasa sakit yang mengganggu saat
menyusui, dsb. Demikian pula dengan bayinya, apakah sudah dapat mengisap, kuat atau
tidak, rewel atau tidak, apakah muntah, mencret dsb.
Ibu menyusui sewaktu-waktu sesuai dengan keinginan bayi. Tidak dikenal lagi penjadwalan
dalam memberikan ASI kepada bayi.
Perawat harus membantu ibu untuk merawat payudara, menyusui, menyendawakan dan
merawat bayi secara benar. Bila bayi sakit / perlu diobservasi lebih lanjut, bayi dipindah ke
ruang rawat bayi baru lahir (neonatologi). Bayi akan memperoleh perawatan lebih intensif,
meskipun bukan berarti ASI tidak diberikan. ASI tetap diberikan dengan cara ibu berkunjung,
atau ASI diperas dan diberikan dengan sendok.
Bila ibu dan bayi sudah diperbolehkan pulang, diberikan penyuluhan lagi tentang cara
merawat bayi, payudara dan cara meneteki yang benar sehingga ibu di rumah terampil
melakukan rawat gabung serta cara mempertahankan meneteki sekalipun ibu harus berpisah
dengan bayinya. Harus ditekankan bahwa bayi tidak boleh diberi dot / kempengan.
Selanjutnya perawat mengumpulkan data ibu dan bayi dalam sebuah lembar catatan medik
yang sudah disiapkan.
Praktek rawat gabung
A. Cara memandikan bayi
- siapkan alat-alat
- cuci tangan sebelum dan sesudah memandikan bayi.
- bayi diletakkan telentang di atas tempat tidur / meja dengan alas perlak dan handuk.
- muka dan telinga dibersihkan dengan kain (waslap) basah kemudian dikeringkan dengan
handuk.
- seluruh tubuh bayi disabun dengan menggunakan waslap yang telah diolesi sabun (leher,
dada, perut, lipatan ketiak, kedua tangan / lengan, kedua kaki / tungkai, bagian belakang
bayi).
- bayi dibersihkan dengan menggunakan kain lap (waslap) basah dalam ember mandi bayi.
- bayi diangkat dan dikeringkan dengan handuk.
- tali pusat ditutup dengan kain kasa yang telah direndam dalam alkohol 70%.
- dada, perut dan punggung diolesi minyak telon, tempat lipatan seperti pangkal paha, ketiak
dan leher diberi bedak supaya tidak mudah lecet, dan diberi pakaian.
B. Cara menyusui
- cuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.
- ibu duduk atau berbaring santai.
- payudara dipijat / massage supaya lemas.
- tekan areola antara ibu jari dan telunjuk sehingga keluar beberapa tetes ASI. Oleskan ASI
tersebut pada putting susu dan areola sekitarnya sebelum menyusui.
- bayi diletakkan di pangkuan bila ibu duduk, dan di sebelah ibu bila ibu tiduran.
- ibu harus memegang payudara dengan posisi ibu jari di atas dan keempat jari lainnya di
bagian bawah payudara.
- sebagian besar areola payudara harus berada di dalam mulut bayi.
- setiap payudara harus disusui sampai kosong, kurang lebih 10-15 menit.
- bayi menyusu pada dua payudara bergantian, setelah payudara pertama terasa kosong.
- bila akan melepaskan mulut bayi dari putting susu, masukkan jari kelingking antara mulut
bayi dan payudara.
- sesudah selesai menyusui, oleskan ASI pada putting susu dan areola sekitarnya serta biarkan
kering oleh udara.
- bayi digendong di bahu ibu atau dipangku tengkurap agar dapat bersendawa.
- periksa keadaan payudara, mungkin ada perlukaan / pecah-pecah atau terbendung.
- bayi menyusu setiap kali membutuhkan, sebagian dengan posisi berubah-ubah.
- pakailah bahan penyerap ASI di balik kutang, di luar waktu menyusui.
C. Cara merawat tali pusat
- siapkan alat-alat.
- cuci tangan sebelum dan sesudah merawat tali pusat.
- tali pusat dibersihkan dengan kain kasa yang dibasahi alkohol 70%.
- setelah bersih, tali pusat dikompres alkohol / povidon iodine 10% (betadine) lalu dibungkus
dengan kain kasa steril kering.
- setelah tali pusat terlepas / puput, pusar tetap dikompres dengan alkohol / povidon iodine
10% sampai kering.