Acut Limb Ischemic
-
Upload
lia-diana-ridwan -
Category
Documents
-
view
36 -
download
0
description
Transcript of Acut Limb Ischemic
Acut Limb Ischemica. Definisi
Akut Limb Iskemik merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan ke ekstremitas
secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeriatau
tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu (Vaskuler Disease AHandbook).
Acute Limb Ischemia merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke
ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan,rasa
nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu dan umumnya iskemia
akut tungkai disebabkan oleh proses oklusi akut atau adanya aterosklerosis. Menurut IA-
Khaffaf (2005), Akut limb iskemik (ALI) adalah adanya penurunan tiba-tiba perfusi
ekstremitas menyebabkan potensi ancaman terhadap kelangsungan hidup ekstremitas.
Gambar 5: Oklusi Pada Arteri Tungkai
Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan penurunan secara tiba-
tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang menyebabkan ancaman potensial terhadap
viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil dari iskemia akut adalah terjadinya hipoksia jaringan
yang menyebabkan perubahan ireversibel pada otot skelet dan saraf perifer.Perubahan
ireversibel pada otot dan saraf terjadi biasanya setelah empat hingga enam jamsetelah iskemia
akut. Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala klaudikasio intermiten,
yangmerupakan tanda adanya oklusi. Apabila proses aterosklerosis berjalan terus
makaiskemia akan makin hebat dan akan timbul tanda/gejala dari iskemia kritikal. Pasien
dengan iskemia akut tungkai biasanya juga memiliki resiko lain yang disebabkan oleh proses
aterosklerosis seperti stroke, miokard infark, atau kelainan kardiovaskular lainnya. Acute
Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari Peripheral Artery Disease (PAD),
penyakit arteri perifer yang setiap tahun jumlahnya semakin meningkat.Semakin banyaknya
masyarakat yang mengetahui tanda dan gejala ALI, semakin berkurang masyarakat yang
kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan tindakan akhir dari kategori terparah
dari gangguan arteri ini.
b. Etiologi
Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab dari ALI:
1. Trombosis
Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi, malignan, polisitemia,
ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri Iatrogenik, trombosis pasca
pemasangan bypass graft, trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah
riwayat nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya
(tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal.
2. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard infark.
Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik, vegetasi katup
akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrial
myxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang
ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.
c. Klasifikasi
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American Chapter of
the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan suatu klasifikasi untuk
oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu :
1. Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau tidak
diperlukan.
2. Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi jaringan
dari kerusakan.
3. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan ekstremitas tidak
memungkinkan lagi untuk dilakukan
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb Iskemik dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Kelas I : Perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada
kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-obatan pada
pemeriksaan doppler signal audible.
2. Kelas IIa : Perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul klaudikasio
intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan memaksakan berhenti
berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus
dilakukan pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab
oklusi.
3. Kelas IIb : Perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan kehilangan
sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya seperti revaskularisasi atau
embolektomi.
4. Kelas III : Telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf yang
permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas, kehilangan sensasi sensorik,kelainan kulit
atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.
Akut Limb Iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi:
1. Onset
Acute : kurang dari 14 hari
Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari
2. Severity
Incomplit : tidak dapat ditangani
Complit : dapat ditangani
Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
d. Prognosis
Pasien dengan iskemik lengan dan tungki akut biasanya memiliki faktor pencetus berupa
gangguan kardiovaskuler, yang dapat memungkinkan timbulnya suatu iskemik. Populasi ini
memiliki prognosis jangka panjang yang buruk. Angka kelangsungan hidup rata-rata dalam
lima tahun pada iskemik lengan dan tungkai akut yang disebabkan oleh thrombosis adalah
sekitar 45%, dan jika disertai dengan emboli, akan berkurang menjadi sekitar 20%. Angka
kelangsungan hidup rata-rata pada 1 bulan penderita yang berusia diatas 75 tahun dengan
iskemik tungkai dan lengan akut adalah sekitar 40%. Resiko untuk kehilangan anggota gerak
tergantung kepada beratnya iskemik dan lamanya waktu yang telah lewat sebelum tindakan
revaskularisasi dilakukan.
e. Patogenesis
Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam akan
terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan
terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan penampakan
mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak
dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang
menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap
analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom
kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadang kala
irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia
mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan penyelamatan
invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang
tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah
mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena
telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama
dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang
menyertai proses kronik umumnya beretiologi trombosis.
f. Pathway
g. Manifestasi klinis
Tanda dan Gejala Acut Limb Ischemic dapat digambarkan dengan 6 P yaitu :
1. Pain (nyeri): yang hebat terus-menerus terlokalisasi di daerah ekstremitas danmuncul tiba-
tiba, intensitas nyeri tidak berhubungan dengan beratnya iskemia karena pasien yang
mengalami neoropathy dimana sensasi terhadap nyeri menurun.
2. Pallor (pucat): tampak putih, pucat dan dalam beberapa jam dapat menjadi kebiruan atau
ungu.
3. Pulselless: denyut nadi tidak teraba dibandingkan pada dua ekstremitas.
4. Parasthesia: tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas.
5. Paralisis: kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas, adanya parasthesia dan paralisis
merupakan pertanda yang buruk dan membutuhkan penanganan segera.
6. Poikilothermia: dingin pada ekstremitas. Terdapat manifestasi klinis yang berbeda pada akut
limb iskemik yang akut limb disebabkan oleh thrombus dan emboli. Perbedaannya adalah
pada emboli tanda dan gejala yang muncul secara tiba-tiba dalam beberapa menit, tidak
terdapat klaudikasio, adariwayat atrial fibrilasi, ektremitas yang terkena tampak kekuningan
(yellowish), pulsasi pada kolateral ekstremitas normal, dapat terdiagnosa secar klinis dan
dilakukan pengobatan dengan pemberian warparin atau embolectomy. Sedangkan pada akut
limb iskemik yang disebabkan oleh thrombus tanda dan gejala yang muncul dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai berhari-hari, ada klaudikasio, ada riwayat aterosklerotik kronik,
ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam, pulsasi pada kolateral ekstremitastidak
ada, dapat terdiagnosa dengan angiography dan dilakukan tindakan by pass atau pemberian
obat-obatan seperti fibrinolitik.
h. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut tungkai adalah:
1. Faktor Risiko Kardiovaskular
Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainan-kelainan kardiovaskular. Sekitar 30% pasien
dengan iskemia tungkai terbukti pernah mengalami riwayat angina atau infark miokard.
Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat merokok,
riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid darah.
2. Pemeriksaan Tungkai
Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut tungkai, adanya
kemerahan khususnya yang bersamaan dengan sianosis.
Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung).
Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior dan posterior,
dorsalis pedis), yang amat subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan hand-held Doppler.
3. Exercise challange
Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada pasien yang hanya
mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa gejala dan tanda lain. Pasien diminta untuk
berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit berulang-ulang selama satu menit.
Selanjutnya sambil berbaring dilakukan pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi
yang menghilang atau tapping atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran darah.
Tekanan darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan.
4. Ankle-Brachial Pressure Index
Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis dengan
menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI diperoleh dengan membagi tekanan
darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,0-1,2; angka dibawah
0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas bawah range normal. ABPI
kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal.
5. Waveform assesment
Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave Doppler merupakan pemeriksaan
yang penting terutama bila dipasangkan dengan pemeriksaan tekanan darah segmental oleh
karena dapat memperkirakan dengan tepat area (segmen) yang mengalami gangguan.
6. Duplex Imaging
Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan pemeriksaan
hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan grey scale, colour-flow Doppler, dan pulse
Doppler velocity profiles. Pencitraan grey-scale akan menggambarkan anatomi arteri dan
adanya plaque ekhogenik. Color-flow Doppler akan menampilkan aliran darah yang
berwarna dan Doppler velocity profiles akan menghitung kecepatan aliran dalam bagian
penampang arteri yang diperiksa.
7. Angiografi
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam kelainan arteri
perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari angiografi konvensional yaitu
teknik digital subtraction angiography yang dapat "mengaburkan" gambaran tulang sehingga
citra arteri dan percabangannya menjadi lebih jelas dan tajam.
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin pasien. Saat ini
di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh radiologis, kardiologis, atau bedah
vaskular. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko kepada pasien dengan gagal ginjal oleh
karena menggunakan zat kontras.
8. Computed Tomography Angiography
Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui pemeriksaan CT-scan.
Penggunaan CT-scan konvensional untuk pencitraan angiografi tidak memuaskan oleh karena
dibutuhkan banyak potongan gambar yang membutuhkan waktu lama sehingga pencitraan
yang dihasilkan berkualitas buruk. Penemuan helical (or spiral) CT-scan menghasilkan citra 3
dimensi dari pembuluh darah dan dapat memeriksa keseluruhan panjang pembuluh dalam
waktu yang singkat. Citra yang dihasilkan serupa dengan angiografi biasa hanya dalam 3
dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis yang lebih baik. Helical CT-scan khususnya
berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah yang memiliki struktur kompleks seperti
dalam kasus-kasus aneurisma aorta. Helical CT-scan memiliki kerugian yang sama dengan
pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal.
Zat kontras pada CTA diberikan melalui intravena.
9. Magnetic Resonance Angiography
Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA; zat kontras
diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila pasien tidak dapat
mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan bilateral atau kelainan perdarahan.
MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup prostesis metal.
i. Pemeriksaan Fisik
1. Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada pasien
penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya, Suatu
rekamanpemeriksaan lampau, atau penemuan deficit pulsasi yang sama pada ekstremitas
kontralateral adalah penting. Pulsasi pedis mungkin normal pada kasus mikroembolismeyang
mengarah pada disrupsi plak aterosklerotik atau emboli kolesterol.
2. Warna dan temperatur
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur. Warna
pucatdapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan bertambahnya
waktusianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin, khususnya ketika
ekstremitassebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang penting.
Gambar 6: Kaki pada ALI (Akut Limb Iskemik)
3. Kehilangan fungsi sensoris
Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau parestesia,
namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui, pasien dengan diabetes dapatmempunyai
deficit sensoris sebelumnya, dimana hal ini dapat membuat kerancuan dalammembuat hasil
pemeriksaan.
4. Kehilangan fungsi motorik
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-threatening
ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakan kaki diproduksiutamanya
oleh lebih banyak otot proksimal, dimana iskemia mungkin lebih dalam. Untuk mendeteksi
kelemahan otot awal, fungsi dari otot intrinsic kaki harus diuji,. Sekali lagi,hal yang penting
diingat bahwa membandingkan hasilnya dengan kaki sebelahnyamerupakan hal yang sangat
berguna.
j. Penatalaksanaan
1. Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb Ischaemia, dalam
6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara menetap, kecuali bila segera
direvaskularisasi
2. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan dengan warparin
atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh trombus angiografi dan dilakukan
tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik.
3. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis, saat yang
tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang akses intravena,
berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien
dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk
pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM),
enzim jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila
memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan.
4. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam kondisi
aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan pemasangan kateter urin
jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya.
Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada.
5. Terapi :
Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas
Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon catheter, dimana
alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut sehingga membawa
trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi,
dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat lain,
kebanyakan trombus distal.
Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal yang sangat
penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan heparin
melalui intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat melawan
perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang bermakna
sepanjang prosedur operasi, beberapa keuntungan pheologic telah di klaim untuk pemberian
larutan hipertonik seperti manitol.
Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia. Keadaan yang
hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap pemberian terapi glukosa, insulin dan cairan
pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan pemberian sodium bicarbonate secara
bijaksana.
Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk embolektomi atau tindakan
rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan pada iskemia akut
dari episode emboli atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase.
Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk meminimalisasikan penundaan
dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko kehilangan anggota
gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang lama. Pada suatu penelitian angka
amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari akut limb iskemia dan
eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12% dalam 13-24 jam, 20 % setelah >24 jam). Hal inilah yang
menyebabkan untuk mengeliminer segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap
kebutuhan intervensi.
Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi tingkat morbiditas
dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak menggunakan antikoagulan) dan merupakan
bagian dari keseluruhan strategi terapi pada pasien. Hal ini bukan hanya membantu mencegah
terbentuknya bekuan darah. Namun, pada kasus embolisme arterial juga amitigasi melawan
embolus lain
k. Komplikasi
1. Hiperkalemia
2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot, tidak mampu respon
terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak teraba). Pembengkakan jaringan dalam
kaitannya dengan reperfusi menyebabkan peningkatan pada tekanan intra compartment
tekanan, penurunan aliran kapiler, iskemia, dan kematian jaringan otot (pada >30 mmHg).
Penanganannya adalah dengan dilakukannya fasciotomy. Terapitrombolitik, akan
menurunkan risiko compartment syndrome dengan reperfusi anggota gerak secara berangsur-
angsur