Acara IV Telmi

27
ACARA IV PEMURNIAN MINYAK A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Lemak dan minyak dapat dimakan dan dihasilkan oleh alam, yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewan. Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol, kedua istilah ini berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak dan minyak, pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebahagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak, karena itu biasanya terdengar ungkapan lemak hewani dan minyak nabati. Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak dan minyak, yang disebut asam lemak mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang. Minyak kasar adalah minyak hasil ektraksi yang belum mengalami pemurnian. Minyak kasar masih banyak mengandung senyawa-senyawa yang tidak diinginkan seperti kotoran, bau ataupun

description

laporan teknologi lemak dan minyak

Transcript of Acara IV Telmi

ACARA IVPEMURNIAN MINYAK

A. Pendahuluan1. Latar BelakangLemak dan minyak dapat dimakan dan dihasilkan oleh alam, yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewan. Lemak dan minyak adalah trigliserida, atau triasilgliserol, kedua istilah ini berarti triester (dari) gliserol. Perbedaan antara suatu lemak dan minyak, pada temperatur kamar lemak berbentuk padat dan minyak bersifat cair. Sebahagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak, karena itu biasanya terdengar ungkapan lemak hewani dan minyak nabati. Asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak dan minyak, yang disebut asam lemak mempunyai rantai hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.Minyak kasar adalah minyak hasil ektraksi yang belum mengalami pemurnian. Minyak kasar masih banyak mengandung senyawa-senyawa yang tidak diinginkan seperti kotoran, bau ataupun warna-warna yang tidak diinginkan. Oleh karena itu minyak kasar masih membutuhkan proses selanjutnya agar dapat diterima konsumen. Minyak kasar membutuhkan proses pemurnian agar dapat menghasilkan warna minyak yang lebih jernih dan menghilangkan bau yang tidak diinginkan pada minyak.Proses pengolahan minyak yang baik harus memperhatikan kandungan kandungan nutrisi mana yang ada pada minyak, oleh karenanya umumnya melalui proses penyulingan atau pemurnian (refinery) secara kimia maupun fisika guna menghilangkan bahan bahan yang tidak diinginkan. Penyulinganminyak mentah (refinery) dilakukan untuk menghapus komponen minor yang tidak diinginkan yang membuat minyak tidak menarik bagi konsumen, ketika mencoba untuk menyebabkan kerusakan paling mungkin untuk minyak netral serta kerugian penyulingan minimum.Komponen yang akan dihapus adalah semua senyawa glyceridic dan non-glyceridic yang merugikan rasa, warna, stabilitas atau keamanan minyak halus.Mereka terutama phosphoacylglycerols, asam lemak bebas, pigmen, bahan mudah menguap dan kontaminan.2. Tujuan PraktikumTujuan praktikum dari acara IV Pemurnian minyak, yaitu:a. Mengetahui tahapan-tahapan pemurnian pada minyak dan lemak.b. Mengetahui bagaimana cara netralisasi pada minyak kasar (crude oil).c. Mengetahui cara bleaching minyak hasil netralisasi.B. Tinjauan PustakaSalah satu tahap pemurnian minyak yaitu netralisasi untuk menurunkan kadar asam lemak bebas, dimana asam lemak bebas merupakan tolok ukur utama penentu kualitas minyak. Netralisasi dengan NaOH banyak dilakukan dalam industri pemurnian minyak karena cara kerjanya lebih efisien, mudah didapat, harganya murah serta lebih efektif dalam menurunkan kadar asam lemak bebas tinggi. Penggunaan konsentrasi larutan kaustik soda (NaOH) perlu diperhatikan dalam netralisasi. Apabila konsentrasi NaOH yang digunakan terlalu tinggi maka menyebabkan makin banyak trigliserida yang tersabunkan sehingga akan menurunkan rendemen minyak, namun apabila konsentrasi NaOH terlalu rendah maka menyebabkan makin banyak emulsi yang sulit dipisahkan dari minyak. Adapun lama waktu proses juga harus ditentukan sedemikian rupa karena berpengaruh pada efektifitas proses netralisasi (Nuansa dkk, 2016).Pemurnian minyak ikan bertujuan untuk menghilangkan komponen yang tidak diinginkan dan menstabilkan karakterisitik minyak. Pemurnian minyak ikan dapat dilakukan dengan metode fisika ataupun kimia. Metode pemurnian secara fisika dilakukan dengan penggunaan adsorben dan perlakuan sentrifugasi. Pemurnian minyak ikan secara fisika yang telah dilakukan antara lain dengan zeolit, magnesol xl, arang aktif, bagasse, dan sentrifugasi. Metode pemurnian minyak ikan secara kimia dilakukan dengan proses netralisasi dengan alkali. Pemurnian minyak dengan alkali yang telah dilakukan antara lain dengan NaOH, KOH. Metode netralisasi adalah metode yang dapat diaplikasikan secara massal untuk meningkatkan kualitas minyak ikan dengan mengurangi kandungan bahan pengotor (impurities) yang terkandung dalam minyak dengan NaOH. Proses pemucatan (bleaching) juga terjadi saat proses netralisasi, sehingga pemurnian dengan metode ini menghasilkan minyak dengan karakteristik yang lebih baik dibandingkan pemurnian secara fisika. Fraksi non minyak yang terikat dalam minyak antara lain asam lemak bebas dan pigmen. Konsentrasi NaOH tinggi yang digunakan menyebabkan asam lemak bebas berikatan dengan ion Na+ dan menjadi sabun. Reaksi saponifikasi yang terjadi juga mengikat komponen pigmen sehingga warna minyak hasil netralisasi lebih cerah dibandingkan minyak kasar (Feryana dkk, 2014).Arang adalah suatu produk kayu yang diperoleh dari proses karbonisasi, arang adalah risidu yang sebagian besar komponennya adalah karbon dan terjadi karena penguraian kayu akibat perlakuan panas. Karbon aktif adalah arang yang diolah lebih lanjut pada suhu tinggi dengan menggunakan gas CO2, uap air atau bahan-bahan kimia, sehingga poriporinya terbuka dan dapat digunakan sebagai adsorben. Daya serap karbon aktif disebabkan adanya pori-pori mikro yang sangat besar jumlahnya, sehingga menimbulkan gejala kapiler yang mengakibatkan adanya daya serap (Yustinah, 2011).Untuk mengurangi jumlah asam lemak bebas (FFA) dalam minyak dilakukan netralisasi. Dalam penelitian ini digunakan NaOH 0,5N sebesar 0,1% bobot minyak. Konsentrasi NaOH yang digunakan tergantung dari jumlah asam lemak bebas atau derajat keasaman minyak. Makin besar jumlah asam lemak bebas, makin besar pula konsentrasi NaOH yang digunakan. Namun demikian pemakaian NaOH dengan konsentrasi yang terlalu tinggi akan bereaksi dengan sebagian trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Sehingga harus dipilih konsentrasi dan jumlah NaOH yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas. Pada umumnya minyak nabati non-pangan seperti jathropa, pongamia mengandung FFA yang sangat tinggi, demikian pula dengan minyak kemiri Sunan. Tingginya kandungan FFA akan meningkatkan pembentukan sabun, menurunkan kinerja katalis serta menyulitkan pemisahan gliserol dari biodiesel (Djenar, 2014).Proses pemurnian dilakukan karena minyak yang keluar dari hasil pengepresan masih berupa minyak kasar. Meskipun minyak ini tampak jernih, tetapi masih mengandung zat-zat yang terlarut dalam minyak dan tidak tersaring oleh filter. Pemurnian bertujuan menghilangkan asam-asam lemak bebas dan lendir, sehingga minyak lebih jernih. Selain itu pemurnian juga dapat menghilangkan zat-zat warna yang terlarut dan menghilangkan bau yang tidak dikehendaki. Pemurnian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu netralisasi, bleaching, dan deodorisasi. Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak, dengan cara mereaksikan asam leak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk soap-stock. Untuk menetralkan minyak digunakan zat penetral alkali, seperti kaustik soda, NaOH atau KOH. Bleaching adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Bleaching dilakukan dengan mencampur minyak ke sejumlah kecil adsorben (zat penyerap), seperti karbon aktif (Syah, 2010). Salah satu tahapan dari pemurnian minyak sawit tersebut adalah pemucatan (bleaching). Pemucatan dilakukan dengan tujuan memisahkan secara proses fisik pengotor-pengotor dari minyak berupa sisa-sisa getah (gum), residu sabun, logam, produk-produk oksidasi, dan pigmen seperti klorofil. Arang mudah didapatkan karena keberadannya yang melimpah dan berharga murah, serta memiliki kandungan karbon yang tinggi. Arang diperoleh dari tempurung kelapa yang meru-pakan limbah dari industri rumah tangga dan perke-bunan. Sebagai adsorben, arang diak-tivasi terlebih dahulu untuk memperbesar luas permu-kaan aktif dengan cara membuka pori-pori yang tertutup oleh tar dan atom-atom bebas. Penggunaan arang aktif sebagai adsorben dalam jumlah (konsentrasi) yang semakin meningkat, dihasilkan minyak sawit dengan tingkat kecerahan warna semakin baik. Penggunaan adsorben yang semakin banyak berarti luasan permukaan aktif yang tersedia sebagai bagian arang aktif penyerap adsorbat target dari minyak sawit semakin luas, sehingga jumlah (volumee) minyak sawit yang akan dipucatkan untuk setiap variasi konsentrasi arang aktif, total adsorbat target dari minyak sawit yang terikat pada arang aktif juga semakin banyak. Akibatnya tingkat kecerahan warna minyak sawit hasil pemucatan juga semakin cerah (Haryono, 2012).Pemanasan dengan cara di oven dapat memberikan pemanasan yang konstan dan merata pada setiap permukaan sehingga pada saat pengepresan minyak yang dikeluarkan lebih banyak. Menurut Ward (1982) salah satu fungsi pemanasan adalah untuk mengkoagulasi protein sehingga mempermudah minyak yang dikeluarkan dari bahan tersebut. Pemberian arang aktif dan bentonit pada proses pemurnian minyak kemiri ini memberikan reaksi yang berbeda. Kadar air minyak cenderung menurun dengan meningkatnya konsentrasi arang aktif yang digunakan dan sebaliknya, kadar air cenderung meningkat dengan bertambahnya konsentrasi bentonit. Hal ini menunjukkan bahwa arang aktif mampu mengikat kandungan air di dalam minyak. Sebaliknya dengan bentonit, pemakaian sebesar 2% telah berhasil mendapatkan kadar air terendah dan cenderung meningkat dengan bertambahnya bentonit (Darmawan, 2003).Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau perekasi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara disentrifugasi. Netralisasi menggunakan kaustik soda atau NaOH akan menyabunkan sejumlah kecil terigliserida. Molekul mono dan digliserida lebih mudah berekasi dengan persenyawaan alkali. Pada pemurnian kimia netralisasi yang dilakukan biasanya menggunakan larutan kaustik. Larutan kaustik soda dapat membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir didalam minyak. Umumnya minyak dengan kadar asam lemak bebas yang rendah lebih baik dinetralkan dengan larutan alkali 10-24oBe. Tujuan penambahan adsorben adalah untuk menghilangkan zat warna serta suspensi lain yang masih terdapat pada minyak. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gun dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida. Arang yang digunakan sebagai pemucat biasanya berjumlah kurang lebih 0,1-0,2% dari berat minyak (Ketaren, 1986).Ada dua jenis katalis, yaitu basa dan asam. Katalis basa lebih efektif. NaMeO lebih efektif daripada NaOH karena didapati air terproduksi lebih sedikit saat terjadi pencampuran dengan NaOH dan MeOH. Gliserida seharusnya memilki nilai asam yang lebih dari 1, dan semua material seara substansial tidak terhidrolisis. Jumlah NaOH yang ebih banyak diperlukan untuk menetralisir asam lemak bebas jika nilai asamnya lebih dari 1. Air juga menyebabkan pembentukan sabun, yang terkonsumsi oleh katalis dan menurunkan efisiensi katalis (Clements, 1998).Hidrolisis minyak dan lemak adalah syarat aplikasi proses di dalam ethanolicKOH yang beraksi dengan minyak untuk membentuk gliserol dan asam lemak. Produksi asam lemak dan gliserol dari minyak adalah sesuatu yang penting terutama industri oleochemical. Asam lemak dan gliserol secara luas digunakan sebagai bahan aku di bidang pangan, kosmetik, industri farmasi, produksi sabun, deterjen sintetis, dan beberapa produk lain (Salimon, 2011).Keberadaan asam lemak bebas yang tinggi bisa memfasilitasi tingkat oksidasi lipid, dan asam lemak bebas teroksidasi pada tingkat yang lebih tinggi darpadateresterifikasi menjadi gliserol. sejumlah asam lemak dari butirat sampai laurat terhitung sebagai pemeran utama yang membuat kesan rancidflavor. Penurunan flavor dari oksidasi lipid dan/atau lipolisis dalam produk pasta menimbulkan masalah serius dalam stabilitas produk dalam masa penyimpanan (Nouira, 2011).Keunggulan utama dari butter melebihi lemak dan minyak yang dapat dimakan, yang merupakan flavor yang sangat diinginkan. Banyak flavor yang diinginkan dari butter menghasilkan produk berupa keberadaan asam lemak bebas rantai pendek. Komposisi tersebut ditemukan di dalam kuantitas substansial, baik asam lemak bebas maupun sebagai bagian dari triacylglycerol di lemak butter(Lencki, 1998).Minyak pangan dalam bahan pangan biasanya diekstraksi dalam keadaan tidak murni dan beracmpur dengan komponen-komponen lain yang disebut fraksi lipida. Fraksi lipidaterdeiri dari minyak/lemak (ediblefat/oil), malam (wax), fosfolipida, sterol, hidrokarbon, dan pigmen. Dengan cara ekstraksi yang menggunakan pelarut lemak seperti petroleum eter, etil eter, benzena, dan kloroform komponen-komponen fraksi lipida dapat dipisahkan. Lemak kasar (crudeoil) tersebut disebut sebagai fraksi larut eter. Untuk membedakan komponen-komponen fraksi lipida menggunakan NaOH. Minyak/lemak makan, malam, dan fospolipida dapat disabunkan dengan NaOH; sedangkan sterol, hidrokarbon, dan pigmen adalah fraksi yang tidak tersabunkan (Winarno, 2008).Semakin panjang rantai atom C asam lemak, semakin tinggi titik cairnya. Namun apabila ada ikatan tak jenuhnya, maka titik cair rantai C asam lemak yang sama akan turun. Dengan prinsip perbedaan titik cair asam-asam lemak ini trigliserida dapat dipisahkan secara fisis antara komponen minyak dan lemaknya. Komponen minyak umumnya terdiri ari trigliserida yang memiliki banyak asam-asam lemak yang tak jenuh. Sedangkan komponen lemak memiliki asam-asam lemak yang jenuh (Sudarmadji, 1989).

C. Metodologi1. Alat a. Erlenmeyer 200 mLb. Batang pengadukc. Termometer 100oC dan 300oCd. Hot Platee. Timbangan analitikf. Corong pemisahg. Kain saring2. Bahana. Minyak hasil ekstraksib. Arang aktifc. NaOH

3. Cara Kerjaa. Netralisasi minyak kasar (crude oil)

Minyak Kasar 100mLPemasukan kedalam erlenmeyer dan pemansan sampai suhu 65oCPenambahan sesuai dengan jumlah FFANaOHPengadukan selama 5 menit dengan batang pengaduk.Pemanasan hingga suhu 70oC sambil diaduk, setelah suhu 70oC pengadukan dihentikanPendimanan hingga sabun dan minyak terpisah, namun tetap dipertahankan suhu 70oCPemisahan minyak dari sabun dengan corong pemisahPengukuran jumlah minyak yang dihasilkan

b. Pemisahan adsorben dengan penyaringan menggunakan kain saringMinyak hasil netralisasiPemanasan hingga suhu 75oCPemasukan sebanyak 0,2% berat minyakArang aktifPemanasan lagi pada suhu 100-150oC selama 15-30 menitPemucatan (bleaching) minyak hasil netralisasi

D. Hasil dan PembahasanKelBahanNetralisasiPemucatan

mL NaOHBerat awal (gr)Berat hasil (gr)Rendemen (%)% AdsorbenBerat awal (gr)Berat hasil (gr)Rendemen (%)

1Minyak kedelai2,5100102,36102,360,4102,3697,97295,713

2Kelapa kering22,51006,3366,336----

3Lemak sapi7,510054,96454,9640,454,96447,01885,543

4Kelapa basah451003,1253,125----

5Lemak ayam1410035,3135,310,435,3134,3197,168

6Kemiri157,5100109,268109,2680,2109,26883,01375,79

Tabel 4.1 Hasil Rendemen Pemurnian Lemak dan MinyakSumber: Laporan SementaraNetralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau perekasi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock) (Ketaren, 1986). Tujuan dari proses netralisasi adalah untuk mengurangi jumlah asam lemak bebas pada pada lemak atau minyak. Asam lemak bebas yang berjumlah terlalu banyak pada lemak atau minyak dapat menyebabkan pemicu terjadinya kerusakan pada minyak yaitu ketengikan (rancidity). Asam lemak bebas akan rombak akibat adanya hidrolisis menjadi hidrokarbon, alkanal, ataupun keton. Sehingga menimbulkan bau yang tidak enak pada minyak dan daya simpan minyak menjadi lebih rendah.Menurut Feryana dkk (2014) ada 2 cara pemurnian minyak, yaitu pemurnian minyak secara fisika dan secara kimia. Metode pemurnian secara fisika dilakukan dengan penggunaan adsorben dan perlakuan sentrifugasi. Pemurnian minyak ikan secara fisika yang telah dilakukan antara lain dengan zeolit, magnesol xl, arang aktif, bagasse, dan sentrifugasi. Metode pemurnian minyak ikan secara kimia dilakukan dengan proses netralisasi dengan alkali. Pemurnian minyak dengan alkali yang telah dilakukan antara lain dengan NaOH, KOH. Yang membedakan proses fisika dan kimia adalah pada proses pemisahan FFAnya, dalam kimia proses yang digunakan yaitu netralisasi dengan menambahkan zat kimia (larutan kaustik), kemudian terjadinya reaksi kimia antara FFA dan larutan kaustik akan menjadi sabun. Sedangkan dalam fisika proses yang berlangsung menggunakan pemanasan dan kondisi vakum agar minyak tidak rusak pada suhu tinggi. Keunggulan pemurnian secara fisika yaitu physical refining sesuai untuk minyak dengan FFA tinggi seperti minyak kelapa sawit dan minyak sekam padi. Looses yang dihasilkan pun lebih rendah dibandingkan pada pemurnian kimia terutama untuk minyak dengan FFA tinggi. Proses-proses dalam pemurnian fisika dilakukan dalam kondisi vakum sehingga dapat mengurangi FFA hingga dibawah 0,1% sehingga menghasilkan minyak yang jernih dan tanpa bau. Keuntungan lain dari pemurnian minyak secara fisika yaitu adalah tidak menghasilkan sabun seperti dalam proses kimia yang harus membutuhkan proses lebih lanjut. Pada pemurnian fisika akan langsung menghasilkan DFA (distilled fatty acid) yang dapat langsung digunakan oleh pabrik sabun. Dan juga tidak memerlukan air pencucin yang sangat baik untuk plant water sehingga bebas polusi. Sedangkan kelemahan dari pemurnia secara fisika dalah dapat menyebabkan degradasi termal, hidrolisis, polimerisasi dimer, isomerisasi posisi PUFA dan membentuk trans fatty acid. Sedangkan keunggulan dari pemurnian kimia adalah lebih murah dan lebih efisien dibandingkan pada pemurnian fisika. Pada pemurnian kimia netralisasi yang dilakukan biasanya menggunakan larutan kaustik. Larutan kaustik soda dapat membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir didalam minyak (Ketaren, 1986). Netralisasi kimia dapat menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Kekurangan dari pemurnian kimia adalah adanya pembentukan sabun. Sabun yang dihasilkan pembutuhkan penanganan yang lebih lanjut untuk pemisahannya. Alasan digunakannya NaOH sebagai basa pada proses netralisasi adalah karena penggunaan NaOH lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi yang lainnya. Konsentrasi NaOH tinggi yang digunakan menyebabkan asam lemak bebas berikatan dengan ion Na+ dan menjadi sabun (Feryana, 2014). Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein, dengan cara emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara disentrifugasi. Netralisasi menggunakan kaustik soda atau NaOH akan menyabunkan sejumlah kecil terigliserida. Molekul mono dan digliserida lebih mudah berekasi dengan persenyawaan alkali (Ketaren, 1986). Basa lain yang dapat digunakan yaitu KOH. Menurut Syah (2010) untuk menetralkan minyak digunakan zat penetral alkali, seperti kaustik soda, NaOH atau KOH. NaOH yang ditambahkan pada proses netralisasi harus sesuai dengan nilai FFA dari minyak. Menurut Djenar (2014) konsentrasi NaOH yang digunakan tergantung dari jumlah asam lemak bebas atau derajat keasaman minyak. Makin besar jumlah asam lemak bebas, makin besar pula konsentrasi NaOH yang digunakan. Namun demikian pemakaian NaOH dengan konsentrasi yang terlalu tinggi akan bereaksi dengan sebagian trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Sehingga harus dipilih konsentrasi dan jumlah NaOH yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas. Oleh karena itu penambahan NaOH harus pas, karena apabila konsentrasi NaOH yang digunakan terlalu tinggi maka menyebabkan makin banyak trigliserida yang tersabunkan sehingga akan menurunkan rendemen minyak, namun apabila konsentrasi NaOH terlalu rendah maka menyebabkan makin banyak emulsi yang sulit dipisahkan dari minyak.Sabun yang terbentuk pada proses netralisasi menunjukkan adanya rekasi dari NaOH dengan mono atau digliserida yang ada pada lemak atau minyak. Asam lemak bebas yang terdapat pada minyak akan berikatan dengan Na+ yang akhirnya akan berubah menjadi sabun. Sabun yang terbentuk ini juga dapat membantu dalam pemisahan zat warna dan kotoran. Hal-hal yang dapat mempengaruhi rendemen hasil netralisasi menurut antara lain, cara netralisasi yang digunakan, penetral alkali yang digunakan, suhu netralisasi, serta lama netralisasi. Cara netralisasi yang dapa digunakan ada beberapa, antara lain netralisasi dengan kaustik soda, netralisasi dengan natrium karbonat, netralisasi minyak dalam bentuk micella, netralisasi dengan etanol amin dan amina, pemisahan asam dengan cara penyulingan, dan pemisahan asam dengan pelarut organik. Penggunaan cara netralisasi sangat berpengaruh pada rendemen minyak, misal pada cara penyulingan akan menghasilkan rendemen yang lebih tinggi daripada pengggunaan kaustik soda karena pada penggunaan kaustik soda sabun yang terbentuk dapat menyerap minyak. Penetral alkali yang digunakan juga mempengaruhi hasil rendemen dari minyak makin encer larutan maka makin besar tendensi larutan sabun untuk membentuk emulsi dengan trigliserida. Menurut Ketaren (1986) umumnya minyak dengan kadar asam lemak bebas yang rendah lebih baik dinetralkan dengan larutan alkali 10-24oBe. Suhu netralisasi dipilih sedemikian rupa sehingga sabun (soap stock) yang terbentuk dalam minyak mengendap dengan kompak dan cepat. Pengendapan yang lambat akan memperbesar kehilangan minyak karena sebagian minyak akan diserap oleh sabun. Yang terakhir adalah lama netralisasi. Adapun lama waktu proses juga harus ditentukan sedemikian rupa karena berpengaruh pada efektifitas proses netralisasi (Nuansa dkk, 2016).Dari hasil praktikum yang telah dilakukan didapatkan nilai hasil dari proses netralisasi dan pemucatan (bleaching). Dari hasil proses netralisasi beberapa minyak didapatkan hasil rendemen untuk minyak kedelai sebesar 102, 36%, minyak dari kelapa kering 6,336%, lemak sapi sebesar 54, 964%, minyak dari kelapa basah 3,125%, lemak ayam sebesar 35,31%, dan minyak kemiri sebesar 109, 268%. Sedangkan hasil rendemen minyak untuk proses bleaching, untuk minyak kedelai sebesar 95,713%, minyak dari kelapa kering (-), lemak sapi sebesar 85,543%, minyak dari kelapa basah (-), lemak ayam sebesar 97,168%, dan minyak kemiri sebesar 75,97%.Rendemen yang diperoleh pada saat praktikum berbeda-beda. Hal ini dikarenakan penggunaan minyak yang berbeda serta adanya perbedaan perlakuan pendahuluan pada bahan sebelum diekstrak menjadi minyak. Masing-masing bahan mempunyai nilai rendemennya masing-masing. Jumlah arang aktif yang ditambahkan juga mempengaruhi hasil yang didapatkan. Menurut Darmawan (2003) semakin besar konsentrasi adsorben kemungkinan menyebabkan adanya reaksi antara adsorben dengan minyak yang menyebabkan terserapnya asam lemak bebas (ALB) pada minyak sehingga menurunkan berat jenisnya. Yang nantinya akan berakibat pada penurunan rendemen dari minyak yang dihasilkan.Bleaching adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Bleaching dilakukan dengan mencampur minyak ke sejumlah kecil adsorben (zat penyerap), seperti karbon aktif (Syah, 2010). Pemucatan dilakukan dengan tujuan memisahkan secara proses fisik pengotor-pengotor dari minyak berupa sisa-sisa getah (gum), residu sabun, logam, produk-produk oksidasi, dan pigmen seperti klorofil (Haryono dkk, 2012). Tujuan penambahan adsorben adalah untuk menghilangkan zat warna serta suspensi lain yang masih terdapat pada minyak. Menurut Ketaren (1986) zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gun dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida. Pada Ketaren (1986) menyebutkan bahwa arang yang digunakan sebagai pemucat biasanya berjumlah kurang lebih 0,1-0,2% dari berat minyak. Adsorben yang paling sering digunakan pada pemucatan di industri minyak adalah arang aktif. Arang mudah didapatkan karena keberadannya yang melimpah dan berharga murah, serta memiliki kandungan karbon yang tinggi. Arang diperoleh dari tempurung kelapa yang merupakan limbah dari industri rumah tangga dan perkebunan. Sebagai adsorben, arang diak-tivasi terlebih dahulu untuk memperbesar luas permukaan aktif dengan cara membuka pori-pori yang tertutup oleh tar dan atom-atom bebas (Haryono,dkk). Penggunaan arang aktif sebagai adsorben dalam jumlah (konsentrasi) yang semakin meningkat, dihasilkan minyak sawit dengan tingkat kecerahan warna semakin baik. Penggunaan adsorben yang semakin banyak berarti luasan permukaan aktif yang tersedia sebagai bagian arang aktif penyerap adsorbat target dari minyak sawit semakin luas, sehingga jumlah (volumee) minyak sawit yang akan dipucatkan untuk setiap variasi konsentrasi arang aktif, total adsorbat target dari minyak sawit yang terikat pada arang aktif juga semakin banyak. Akibatnya tingkat kecerahan warna minyak sawit hasil pemucatan juga semakin cerah. Hal-hal yang mempengaruhi hasil rendemen pada praktikum ada tiga. Yang pertama adalah jenis bahan yang diekstrak. Setiap bahan memiliki rendemennya masing-masing. Rendemen minyak yang didaatkan antara kelapa dan kemiri juga terdapat perbedaan, karena berasal dari komoditi yang berbeda. Faktor yang kedua adalah perlakuan pendahuluan. Pada hasil praktikum dapat dilihat bahwa kelapa kering yang diberi perlakuan pendahuluan menghasilkan rendemen yang lebih besar dibandingkan pada kelapa basah. Pemanasan daging kemiri dimaksudkan untuk mengkoagulasikan protein dalam biji sehingga diharapkan diperoleh rendemen minyak yang lebih besar, di samping itu juga untuk menurunkan kadar air sehingga mengurangi terjadinya hidrolisis atau kerusakan minyak (Ward, 1982 dalam Darmawan 2003). Dan yang ketiga adalah jumlah adsorben yang ditambahkan. Menurut Darmawan (2003) semakin besar konsentrasi adsorben kemungkinan menyebabkan adanya reaksi antara adsorben dengan minyak yang menyebabkan terserapnya asam lemak bebas (ALB) pada minyak sehingga menurunkan berat jenisnya. Yang nantinya akan berakibat pada penurunan rendemen dari minyak yang dihasilkan.Dari praktikum tidak ada pengamatan tentang warna maupun bau yang dilakukan. Sehingga tidak dapat dipilih minyak manakah dari hasil bleaching yang paling baik secara fisik. Namun dari pengamatan secara tidak langsung, minyak dengan hasil paling jernih adalah minyak kedelai. Karena minyak kedelai yang dibleaching sudah mengalami pemurnian. E. KesimpulanDari hasil praktikum acara IV Pemurnian Minyak dapat diambil kesimpulan:1. Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau perekasi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock).2. Tujuan dari proses netralisasi adalah untuk mengurangi jumlah asam lemak bebas pada pada lemak atau minyak.3. Rendemen hasil netralisasi yang terbesar adalah minyak kemiri, yaitu sebesar 109,268%.4. Bleaching adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak.5. Tujuan dari bleaching adalah memisahkan secara proses fisik pengotor-pengotor dari minyak berupa sisa-sisa getah (gum), residu sabun, logam, produk-produk oksidasi, dan pigmen seperti klorofil.6. Adsorben yang paling sering digunakan pada pemucatan di industri minyak adalah arang aktif, dengan penambahan sebanyak 0,1-5% tergantung penelitian yang dilakukan.7. Hasil rendemen bleaching terbesar adalah lemak ayam yaitu sebesar 97,168%.8. Hal yang mempengaruhi rendemen adalah jenis bahan yang diekstrak, pelakuan pendahuluan dan jumlah adsorben yang ditambahkan.