Acara 4 kel.24

55
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGAWETAN PANGAN Disusun Oleh: KELOMPOK 24 Amiza Fitri NIM H0912009 Fransiska Puteri NIM H0912056 Danita Irfiana NIM H0912030 Endy Satria NIM H0912046 Dhitra Cahya NIM H1914002

description

prakktikum

Transcript of Acara 4 kel.24

LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGAWETAN PANGAN

Disusun Oleh:KELOMPOK 24Amiza FitriNIM H0912009Fransiska PuteriNIM H0912056 Danita IrfianaNIM H0912030Endy SatriaNIM H0912046Dhitra CahyaNIM H1914002

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA2014

ACARA IV(PENGALENGAN WORTEL DAN NANAS)A. PENDAHULUAN1. Latar Belakang Sayuran dan buah-buahan merupakan komoditas yang mudah mengalami kerusakan selepas panen. Dua penyebab utama kerusakan buah-buahan adalah mikroorganisme dan aktivitas enzim. Oleh karena itu, dalam pengolahan selanjutnya perlu dicari cara pengawetan yang dapat menghambat aktivitas enzim dan pertumbuhan mikroba. Buah-buahan yang ditangani dengan tepat masa simpannya dapat diperpanjang dan mutunya dapat dipertahankan, selain itu dapat dihindari banyaknya produk di pasaran pada musim tertentu dan memberi kesempatan yang luas untuk mendapatkan buah yang diinginkan sepanjang tahun. Wortel banyak dibudidayakan oleh masyarakat karena memiliki nilai komersial yang tinggi. Selain sebagai bahan pangan wortel juga memiliki kandungan gizi tinggi yang diperlukan oleh tubuh dan dapat menanggulangi masalah defisiensi vitamin A di Indonesia. Berdasarkan hasil survey pertanian produksi tanaman sayuran di Indonesia (BPS,2011) luas areal panen wortel nasional mencapai 27,149 hektar. Tetapi wortel hanya dapat disimpan selama 6 bulan pada suhu 200C di tempat yang mempunyai kelembaban udara tinggi serta mengandung 1% sampai 2 % oksigen. Nanas merupakan salah satu buah yang memerlukan waktu cukup lama untuk dihidangkan dalam bentuk segar, karena harus dilakukan pengupasan kulit, penghilangan mata buah dan pencucian. Luas panen nanas di Indonesia + 165.690 hektar atau 25,24% dari sasaran panen buah-buahan nasional (657.000 hektar) (BPS, 2012). Untuk itu sangat perlu dilakukan pengolahan minimal untuk kepraktisan bagi konsumen. Beberapa penelitian tentang produk olahan minimal (minimally process) telah banyak dilakukan, Menurut Shaw et.al. (1994) melaporkan untuk penyimpanan produk olahan minimal dari buah melon, papaya, kiwi , nenas dan blewah pada suhu 40C dapat memperpanjang umur simpannya dibandingkan jika disimpan berada pada >8,50C. Salah satu kelemahan dengan dilakukannya pengolahan minimal pada buah nenas yaitu makin pendeknya umur simpan. Dengan terbukanya jaringan pada buah yang dilakukan pengolahan minimal akan mempertinggi laju respirasi karena terjadinya proses oksidasi pada jaringan yang bersangkutan. Nanas dan wortel perlu penanganan tepat untuk memperpanjang umur simpan salah satunya dengan pengalengan. Pengalengan adalah suatu proses pengawetan makanan dengan mengepak bahan makanan tersebut di dalam wadah gelas atau kaleng yang dapat ditutup secara hermetis sehingga kedap udara, dipanaskan sampai suhu yang cukup untuk menghancurkan mikroorganisme pembusuk dan patogen di dalam bahan, kemudian didinginkan dengan cepat untuk mencegah terjadinya overcooking dari bahan makanan serta menghindari aktifnya kembali bakteri tahan panas. 2. Perumusan MasalahDari pernyataan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan pada praktikum acara IV ini:a. Bagaimana pengaruh perbedaan metode pengisian (raw packing dan hot packing) terhdap kualitas masing-masing sampel (nanas dan wortel) selama penyimpanan?b. Bagaimana pengaruh perbedaan lama sterilisasi, baik pada metode pengisian raw packing dan hot packing terhadap kualitas fisik dan mikrobiologis pada pengalengan nanas dan wortel selama penyimpanan?c. Metode pengisian yang tepat untuk pengalengan masing-masing sampel (nanas dan wortel)?

3. Tujuan Tujuan dari praktikum ini sendiri adalah sebagai berikut:a. Mengetahui pengaruh perbedaan metode pengisian (raw packing dan hot packing) terhdap kualitas masing-masing sampel (nanas dan wortel) selama penyimpananb. Mengetahui pengaruh perbedaan lama sterilisasi, baik pada metode pengisian raw packing dan hot packing terhadap kualitas fisik dan mikrobiologis pada pengalengan nanas dan wortel selama penyimpananc. Mengetahui metode pengisian yang tepat untuk pengalengan masing-masing sampel (nanas dan wortel)?B. TINJAUAN PUSTAKA Buah dan sayuran memiliki warna yang beraneka ragam dan komponen gizi yang bagus bagi kesehatan tubuh. Buah-buahan dan sayuran yang biasanya memiliki kandungan air hingga 90%, saat dipanen maka tingkat respirasinya tetap tinggi yang mengakibatkan hilangnya kelembaban, penurunan kualitas, dan potensi pembusukan mikroba. Buah-buahan dan sayuran segar biasanya memiliki umur simpan 1 hari (Rickman, 2007). Kerusakan oleh mikroba pada sayuran dapat dilihat melalui beberapa tanda kerusakan. Contohnya, sayuran yang terkena penyakit busuk lunak atau soft rots. Pelunakan sayuran ini disebabkan oleh aktivitas enzim protopektinase yang disekresikan oleh bakteri. Komoditas yang umumnya mengalami kerusakan busuk adalah bawang merah, bawang putih dan wortel. Kerusakan mikrobiologis pada sayuran juga dapat berupa timbulnya bintik-bintik atau noda. Mikroba yang mengontaminasi buah atau produk olahannya dapat berasal dari berbagai sumber. (Winiati dan Nurwitri , 2012).Pengalengan merupakan cara yang paling mudah dalam menjaga nutrisi buah-buahan dan sayuran. Buah-buahan dan sayuran kaleng memiliki umur simpan lebih lama daripada buah-buahan dan sayuran segar. Selain itu, buah-buahan dan sayuran kaleng lebih mudah digunakan dalam persiapan makanan. Diantara produk kaleng, produk kaleng memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi seperti vitamin C dan B (Miller, 2012). Pengalengan makanan adalah suatu proses pengawetan makanan dengan mengepak bahan makanan tersebut di dalam wadah gelas atau kaleng yang dapat ditutup secara hermetis sehingga kedap udara, dipanaskan sampai suhu yang cukup untuk menghancurkan mikroorganisme pembusuk dan patogen di dalam bahan, kemudian didinginkan dengan cepat untuk mencegah terjadinya overcooking dari bahan makanan serta menghindari aktifnya kembali bakteri tahan panas. Tetapi diusahakan agar pemanasan tidak mengakibatkan kerusakan nilai gizi pangan. Kaleng atau gelas yang sudah diisi tersebut dilakukan proses exhausting dengan cara memanaskan di dalam water bath sampai 2/3 bagian jar atau kaleng terendam, dan mencapi suhu 1600F ( kira-kira 5-10 menit), kemudian kaleng atu gelas jars segera ditutup (Muchtadi dan Sugiyono, 2013).Pengalengan makanan merupakan salah satu cara klasik untuk memberikan kelangsungan pangan secara independen dari ketersediaan bahan baku yang bersifat musiman. Pengasaman dan proses termal merupakan dua metode yang sering dilakukan dalam makanan kaleng. Namun beberapa bakteri dapat mentolerir kondisi ini dan berkembang biak dalam makanan tersebut sehingga menyebabkan kebusukan (Lucas, 2006)Sterilisasi pada sebagian besar makanan kaleng biasanya dilakukan secara komersial. Sterilisasi komersial adalah sterilisasi yang biasanya dilakukan terhadap sebagian besar makanan di dalam kaleng, plastik, atau botol. Bahan pangan yang disterilkan secara komersial berarti semua mikroba penyebab penyakit dan pembentuk racun (toksin) dalam makanan tersebut telah dimatikan, demikian juga mikroba pembusuk. Spora bakteri non-patogen yang tahan panas mungkin saja masih ada di dalam makanan setelah proses pemanasan, tetapi bersifat dorman (tidak dalam kondisi aktif berproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan jika produk tersebut disimpan dalam kondisi normal. Makanan yang telah dilakukan sterilisasi komersial memiliki daya simpan yang tinggi. Operasi sterilisasi dapat dilakukan dengan menggunakan panas yang dapat berasal dari air panas (mendidih) atau dengan menggunakan uap air panas bertekanan selama waktu yang ditentukan. Produk dalam kemasan disterilisasi dengan menggunakan ketel uap (retort). Retort yang disebut juga autoclave atau sterilizer, berbentuk bejana tertutup dan tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh uap yang berasal dari sumber di luar retort. Sumber uap panas tersebut dapat berbentuk boiler atau steam generator (Utami, 2012).Hanya jar kaca yang telah dipanaskan (diperkuat) untuk panas dan dingin harus digunakan dalam rumah pengalengan. Jenis tabung adalah yang paling umum digunakan. jar harus bebas dari torehan karena ini bias menyebabkan kerusakan selama proses pemanasan atau mencegah penyegelan. jar dapat dibeli dalam berbagai ukuran, mulaidari satu-setengah pint ke galon. Kebanyakan resep telah dirancang untuk mengakomodasi kontainer pint dan liter ukuran. Dua potong tutup, yang terdiri dari disk datar dengan penyegelan senyawa di sekitar tepi luar dan band sekrup logam yang terpisah, adalah jenis yang paling umum dari tutup botol jar. Makanan dapat dikemas ke dalam jar saat mentah atau panas. Raw packing berarti menambahkan makanan mentah langsung ke jar, kemudian menuangkan air mendidih ke dalam produk. Makanan mentah dikemas secara rapat karena banyak kasus terjadinya penyusutan yang terjadi setelah produk mendingin. Hot packing melibatkan pemanasan produk sampai mendidih atau memasak produk untuk jumlah waktu tertentu, pengepakan ke dalam jar, dan mengisi ke dalam jar dengan cairan panas yang mendidih. Hot packing makanan yang dikemas mengalami pengecilan karena makanan menyusut selama proses memasak sebelum mencapai jar. Hot packing menghasilkan warna yang lebih baik dan rasa dibandingkan dengan raw packing (Boyer et.al., 2012). Blanching adalah perlakuan panas pada bahan dengan cara merendam bahan dalam air panas atau memberikan uap panas. Blanching bertujuan untuk menonaktifkan enzim terutama katalase dan peroksidase, melembekkan bahan, dan menghilangkan gas-gas yang ada dalam sel serta jaringan sehingga kualitas akhir bahan meningkat. Blanching juga menyebabkan bahan menjadi bersih, mengurangi populasi bakteri, serta mempertajam aroma dan warna. Biasanya aroma bahan yang tidak disukai dapat dihilangkan dan warna asli bahan dan sayuran yang berwarna hijau dan kuning akan tampak lebih tajam (Astuti, 2006). Dalam proses pengalengan diupayakan melakukan teknik yang sesuai dengan karakteristik buah. Salah satunya dengan teknik hot filling, yaitu pengisian larutan gula dalam keadaan panas (80-900C), tetapi pemanasan/pemasakan pasca penutupan kaleng dilakukan dengan suhu serendah mungkin agar tidak merusak jaringan buahnya. Panas yang dibutuhkan dalam proses pengalengan buah-buahan yang termasuk klasifikasi asam yaitu 1210F. Dengan suhu ini bakteri termofil dari kelompok Streptococcus sp., Lactobacillus sp. dan Clostridium botulinum yang memiliki resistensi terhadap suhu 2500F (Kurniadi,2005). Pada metode raw packing, buah dimasukkan ke dalam jar kemudian disiram dengan sirup panas, jus, atau air. Ditutup dengan erat karena buah segar dapat menyusut selama pemrosesan. Buah segar dengan perlakuan raw packing akan terlihat mengambang. Sedangkan hot packing, buah segar dimasukkan ke dalam air mendidih kemudian ditempatkan dalam jar (Kendle, 2008).Untuk mengolah biji-bijian kalengan sayuran-jenis kedelai, pengolahan thermal dibutuhkan untuk mengontrol mikroorganisme, selain itu untuk mengurangi antinutritional faktor dan untuk menonaktifkan enzim lipoxygenase yang bertanggung jawab untuk produksi flavor dan yang mempengaruhi warna dan tekstur. Pewarna hijau, yang merupakan parameter yang menunjukkan kualitas sayur-jenis kedelai, dapat dikurangi selama pemrosesan panas. Berbagai aditif telah digunakan untuk meningkatkan warna dan tekstur makanan kaleng. Salah satunya adalah gula, seperti, sukrosa, pada tingkat tinggi mencegah perkembangan mikroorganisme dengan mengurangi aktivitas air. Pada konsentrasi rendah, seperti yang digunakan dalam makanan kaleng, gula seperti meningkatkan warna dan mempromosikan rasa asam ringan (Czaikoski, 2012). Penambahan garam pada sayuran sendiri memiliki pengaruh pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk dan juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh dengan kadar garam yang rendah sekalipun (yaitu sampai 6%). Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racun. Selain itu penambahan gula merupakan salah satu cara pengawetan, misalnya pada produk jeli, selai, sari buah pekat, buah-buahan kaleng, acar manis, madu, dan lain-lain. Pengaruh gula sendiri pada bahan pangan terutama buah-buahan adalah pengaruh konsentrasi gula pada aw yang mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Produk-produk dengan kadar gula yang tinggi cenderung dapat merusak khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang dapat dirusak dengan pemanasan ( Buckle, 2010).Pengolahan lada hijau dalam larutan garam diperlukan untuk menambah sekaligus menjamin kelangsungan pendapatan petani, serta meningkatkan nilai ekonomi lada. Untuk menghasilkan produk olahan lada hijau dalam larutan garam dengan mutu yang baik dan masa simpan yang lama, ada sejumlah faktor yang perlu diperhatikan, di antaranya penanganan buah sebelum pengolahan serta kondisi proses dan penambahan bahan pengawet yang optimum Komposisi larutan pengawet dan cara sterilisasi sangat menentukan mutu dan daya simpan produk lada hijau. Larutan pengawet pada pembuatan lada hijau ini terdiri atas garam dan asam. Namun demikian, proses sterilsasi makanan yang diberikan tidak semata-mata membunuh mikroba, tetapi juga harus mempertimbangkan mutu akhir dari produk, dimana kerusakan mutu oleh pemanasan harus diminimalkan (Widaningrum dan Tri Marwati, 2007). Kerusakan makanan-makanan dalam kaleng biasanya disebabkan oleh proses atau tahap pengolahan yang tidak baik, atau karena kebocoran kaleng. Biasanya, ditandai dengan adanya kerusakan mikrobiologis. Kebocoran sendiri umumnya terjadi karena pada sambungan pada badan kaleng atau antara tutup dengan badan kaleng. Kaleng-kaleng yang isinya mengalami kebusukan dapat digolongkan dalam flat sour, flipper, springer, dan swell (cembung). yang dibedakan dengan soft well dan hard well. Flat sour adalah terbentuk asam oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya Bacillus stearothermophillus pada makanan yang berasam rendah (pH diatas 4,5). Pada kebusukan ini, kaleng tidak cembung tetapi isinya sangat asam. Apa yang disebut dengan flipper adalah kaleng kelihatan normal tetapi jika salah satu ujung ditekan akan cembung ke bagian yang lainnya. Pada springer, salah satu ujung kaleng datar sedangkan ujung yang lainnya cembung. Kaleng yang cembung (swell) disebabkan oleh bakteri pembentuk gas, misalnya Clostridium botulinum.Tanda-tanda keracunan botulin adalah tenggorokan menjadi kaku, penglihatan menjadi berganda, otot-otot kejang, dan kemudian mati tidak bernafas (Syah, 20120).

C. METODE PENELITIAN1. Tempat dan Waktu PraktikumPraktikum dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian , Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Praktikum dilakasankan pada tanggal 18 sampai 25 November 2014 Jam 07.30-11.30 WIB sampai dengan selesai. 2. Bahan dan Alata) Alat-alat yang digunakana pada praktikum Acara IV Pengalengan Sayur dan Buah adalah :b) 1. Jar dan tutup2. Panci3. Pisau4. Kompor5. pH meter6. Termometer7. Talenan8. Penjepit kayu9. Baskom10. Water bath11. Stopwatch12. Sendokc) Bahan-bahan yang digunakana pada praktikum Acara IV Pengalengan Sayur dan Buah adalah :

1. Buah Nanas2. Wortel3. Larutan gula 10%4. Garam5. Air

3. Cara Kerjaa) Preparasi JarPencucian jar hingga bersihJar diletakkan kedalam panci dalam posisi mulut menghadap ke atasPenuangan air hangat kedalam panci sampai jar tercelup hingga diatas permukaan gelasJarPendidihan air selama 10 menit

Gambar 4.1 Diagram Alir Preparasi Jar

b) Persiapan Bahan, Blanching, Pengisian, dan PenutupanRaw PackingMasukkan bahan dalam gelas, kemudian tambahkan air mendidih hingga ketinggian inchi dibawah permukaan botolHot PackingBahan direbus dalam air mendidih selama 3-5 menit, kemudian tuangkan dalam gelas hingga ketinggian inchi dibawah permukaan botolPengupasanPencucianPenutupan jar dengan cepatPemotonganWortel/ NanasJar berisi potongan nanas atau wortel dan larutan gula atau garamExhausting

Sortasi bahan

Gambar 4.2 Diagram Alir Persiapan Bahan, Blancching, Pengisian, dan Penutupan

c) Sterilisasi dengan Boiling Water Canner dan Pendinginan Pengamatan pada hari ke-0,ke-3,ke-6:warna, pH, kekeruhan, mikrobia yang tumbuh, tekstur.

Mematikan api setelah menit (tergantung perlakuan) mulai dari air mendidihSetelah mendidih, mengecilkan api untuk mendidihkan air dan isinya dalam panci pada panas sedangPemanasan dengan nyala api paling besar hingga mendidihPenambahan air hingga ketinggian 1 inchi diatas permukaan geelasPemasukan jar yang yang berisi buah/sayur kedalam panciPerlakuan pemanasan awal Hot Packing dengan suhu 82oC dan Raw Packing dengan suhu 62oCPengiisian panci dengan air sampai volume panciPendinginan jar pada suhu ruang

Gambar 4.3 Diagram Alir Sterilisasi dengan Boiling Water Canner dan Pendinginan4. Rancangan PercobaanPercobaan ini terdiri dari satu tahap dengan menggunakan metode analisis Rancang Acak Lengkap (RAL) dengan 3 faktor yaitu tenik variasi metode pengisian (raw packing dan hot packing), lamanya sterilisasi (15 dan 30 menit), dan lamanya penyimpanan (hari ke-0,ke-3, ke-6).

D. HASIL DAN PEMBAHASANKelHari ke-SampelPerlakuanKekeruhanpHWarna

TeksturMikrobia yang tumbuh

10

WortelRaw packing 15 menit+5,52Jingga++-

4Raw packing 30 menit+5,47Jingga++-

7 Hot packing 15 menit+5,51Jingga++-

10Hot packing 30 menit+5,46Jingga Bening++-

23Raw packing 15 menit++5,69Jingga+++

5Raw packing 30 menit+5,42Jingga+++

8Hot packing 15 menit+5,5Jingga++-

11Hot packing 30 menit++5,77Jingga++-

36Raw packing 15 menit++4,83Jingga Keruh++-

6Raw packing 30 menit++4,22Jingga Keruh+++

9Hot packing 15 menit+++5,13Jingga Keruh++-

12Hot packing 30 menit+++5,12Jingga Keruh++-

Tabel 4.1 Pengaruh Pengalengan Wortel dengan Metode Raw Packing dan Hot Packing Terhadap Kekeruhan, pH, Warna, Tekstur, dan Mikrobia yang Tumbuh Sumber: Laporan Sementara Keterangan:1. 2. Kekeruhan + : tidak keruh (jernih) ++ : sedikit keruh +++ : keruh++++ : sangat keruh3. Mikroba yang tumbuh-: tidak ada mikroba yang tumbuh+: sedikit mikroba yang tumbuh ++: banyak mikroba yang tumbuh

4. Keterangan Tekstur :

+: Keras++: Sedikit keras +++: Lembek++++: Sangat lembek

Kerusakan yang terjadi pada sayuran sendiri ada kerusakan mikrobiologis, fisik dan kimiawi. Tetapi yang paling mudah adalah kerusakan fisik sedangkan yang paling perlu sangat diperhatikan adalah kerusakan mikrobiologis. Menurut Winiati dan Nurwitri (2012), kerusakan oleh mikroba pada sayuran dapat dilihat melalui beberapa tanda kerusakan. Contohnya, sayuran yang terkena penyakit busuk lunak atau soft rots. Pelunakan sayuran ini disebabkan oleh aktivitas enzim protopektinase yang disekresikan oleh bakteri. Komoditas yang umumnya mengalami kerusakan busuk adalah bawang merah, bawang putih dan wortel. Kerusakan mikrobiologis pada sayuran juga dapat berupa timbulnya bintik-bintik atau noda. Mikroba yang mengontaminasi buah atau produk olahannya dapat berasal dari berbagai sumber. Kerusakan mikrobiologis pada buah disebabkan oleh kapang. Akibat kerusakan yang disebabkan baik kerusakan fisik, kimia dan mikrobiologis pada sayuran dan buah-buahan dapat memperpendek umur simpan dari sayur dan buah-buahan maka dilakukan beberapa teknologi untuk memperpanjang umur simpan sayur dan buah-buahan yaitu dengan cara pengalenga. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (2013), pengalengan makanan adalah suatu proses pengawetan makanan dengan mengepak bahan makanan tersebut di dalam wadah gelas atau kaleng yang dapat ditutup secara hermetis sehingga kedap udara, dipanaskan sampai suhu yang cukup untuk menghancurkan mikroorganisme pembusuk dan patogen di dalam bahan, kemudian didinginkan dengan cepat untuk mencegah terjadinya overcooking dari bahan makanan serta menghindari aktifnya kembali bakteri tahan panas. Tujuan dari pengalengan yaitu untuk membuat bahan pangan menjadi lebih awet karena adanya kondisi vakum dalam kaleng tersebut.Selain itu tempat yang dijadikan sebagai pengawetan adalah jar (toples). Hanya jar kaca yang telah disterilisasi untuk panas dan dingin harus digunakan dalam pengalengan. Bentuk tabung adalah yang paling umum digunakan. jar harus bebas dari torehan karena ini bias menyebabkan kerusakan selama proses pemanasan atau mencegah penyegelan. Jar dapat dibeli dalam berbagai ukuran, mulai dari satu-setengah pint ke galon. Terdapat dua buah tutup, yang terdiri dari disk datar dengan penyegelan senyawa di sekitar tepi luar dan sekrup logam yang terpisah, adalah jenis yang paling umum dari tutup botol jar. Makanan dapat dikemas ke dalam jar saat mentah atau panas.Tahap-tahap yang dilakukan pada praktikum pengalengan sayuran adalah mencuci jar hingga bersih setelah itu meletakkan panci dalam posisi mulut menghadap keatas. Setelah itu, menuangkan air hangat kedalam panci sampai jar tercelup hingga diatas permukaan jar. Mendidihkan air selama 10 menit. Setelah itu, mengupas, memotong dan mencuci wortel. Dalam praktikum ini menggunakan dua metode raw-packing dan hot-packing. Jadi yang dilakukan pada raw packing, masukkan wortel dalam gelas, kemudian tambahkan air mendidih hingga ketinggian inchi dibawah permukaan botol. Sedangkan pada hot packing, bahan dipanaskan dalam air mendidih selama 3 menit, kemudian tuangkan dalam jar hingga ketinggian inchi dibawah permukaan botol. Dalam pengisian, menyisakan ruang kosong di atas cairan sebesar 1/10 bagian volume atau biasa disebut dengan headspace yaitu berfungsi untuk memberi ruang bagi pemuaian bahan maupun cairan selama pemanasan sehingga jar terhindar dari keretakan karena volume isi yang memenuhi jarti ketika dipanaskan. Setelah itu dilakukan proses exhausting (penghampaan).Tujuan dari exhausting adalah menghilangkan udara sehingga tekanan di dalam kaleng setelah perlakuan panas dan pendinginan berkurang atau lebih rendah daripada tekanan atmosfer. Kondisi vakum menjaga tutup kaleng tertutup sehingga mengurangi tingkat oksigen dalam head space. Hal ini juga akan memperpanjang umur simpan produk dan mencegah penggembungan kaleng pada daerah yang tinggi (Handajani, 2010).Umumnya buah tidak diblanching sebelum pengisian dalam kaleng sedangkan kebanyakan sayuran melalui tahapan ini. Sayuran yang dikalengkan umumnya memerlukan lebih banyak beberapa proses daripada buah karena sayuran memiliki keasaman yang lebih rendah dan mengandung organisme tanah yang lebih tahan panas (Apriyadi, 2009 ).

Pada praktikum kali ini menggunakan dua metode yaitu raw packing dan hot packing. Sampel yang digunakan pada pengalengan sayuran adalah wortel. Menurut Boyer et.al. (2012) raw packing berarti menambahkan makanan mentah langsung ke jar, kemudian menuangkan air mendidih ke dalam produk. Makanan mentah dikemas secara rapat karena banyak kasus terjadinya penyusutan yang terjadi setelah produk mendingin. Hot packing melibatkan pemanasan produk sampai mendidih atau memasak produk untuk jumlah waktu tertentu, pengepakan ke dalam jar , dan mengisi ke dalam jar dengan cairan panas yang mendidih. Hot packing makanan yang dikemas mengalami pengecilan karena makanan menyusut selama proses memasak sebelum mencapai jar. Hot packing menghasilkan warna yang lebih baik dan rasa dibandingkan dengan raw packing. Setelah diisikan kedalam jar ditambahkan larutan garam dan larutan gula, larutan ini sendiri digunakan sebagai pengawet makanan. Menurut Buckle (2010), penambahan garam pada sayuran sendiri memiliki pengaruh pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk dan juga pembentuk spora, adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun ( yaitu sampai 6%). Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan jadi mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dengan suatu metode yang bebas dari pengaruh racun. Selain itu penambahan gula sendiri merupakan salah satu cara pengawetan, misalnya pada produk jeli, selai, sari buah pekat, buah-buahan kaleng, acar manis, madu, dan lain-lain. Pengaruh gula sendiri pada bahan pangan terutama buah-buahan adalah pengaruh konsentrasi gula pada aw yang mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Produk-produk dengan kadar gula yang tinggi cenderung dapat merusak khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang dapat dirusak dengan pemanasan. Selain itu pada praktikum ini dilakukan sterilisasi dengan boiiling water canner. Ada dua cara yang umum dilakukan untuk pembotolan skala rumah tangga yaitu penngalengan dengan menggunakan boiling water canner (pemanas dengan air mendidih) dan pressure canner (pemanas disertai tekanan). Pada prinsipnya keduanya merupakan alat yang digunakan untuk sterilisasi atau pasteurisasi.Salah satu caranya yaitu dengan boiling water canner. Metode ini direkomendasikan untuk memproses high acid food seperti buah-buahan. Suhu yang digunakan dalam proses ini adalah 212F (100C) dan diharapkan dapat membunuh semua mikrobia yang ada. Metode ini digunakan untuk proses pengalengan buah-buahan, pembuatan pikle, jam, jelly, marmalade, dan saus tomat. Waktu yang diperlukan untuk melakukan metode boiling water canner sangat bervariasi. Semakin tinggi suatu daerah, waktu proses yang diperlukan semakin lama, satu menit untuk setiap kenaikan 1000 kaki diatas permukaan air laut. Waktu yang dibutuhkan untuk pengalengan buah-buahan adalah 5-85 menit, tergantung jenis buah, cara mengemas, dan ukuran botol/kaleng. Jar yang telah ditutup, dilakukan sterilisasi dengan merebusnya pada air dengan suhu 82C untuk hot packing dan 62C untuk raw packing. Untuk hot packing dan raw packing masing-masing dilakukan dua perlakuan waktu pemanasan yaitu selama 10 menit dan 30 menit. Dalam sterilisasi jar, semua jar harus terendam dalam air. Tujuan dari sterilisasi jar ini yaitu untuk mematikan mikroba yang mungkin masih hidup setelah pengisian. Sayur kaleng kemudian disimpan dalam suhu ruang dan diamati kekeruhan, pH, dan ada tidaknya mikroba yang tumbuh selama hari ke-0, hari ke-3, dan hari ke-6. Berdasarkan dari penjelasan tersebut dilakukan praktikum ini dengan hasil data dari Tabel 4.1 diketahui bahwa pada hari ke-0 untuk pengalengan wortel raw packing dengan lama sterilisasi 15 menit tidak mengalami kekeruhan dengan pH 5,52 berwarna jingga dengan tekstur yang sedikit keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Untuk hari ke-0 untuk pengalengan wortel raw packing dengan lama sterilisasi 15 menit mengalami sedikit kekeruhan dengan pH 5,69 berwarna jingga dengan tekstur yang sedikit keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Pada hari ke-6 untuk pengalengan wortel raw packing dengan lama sterilisasi 15 menit mengalami sedikit kekeruhan dengan pH 4,83 berwarna jingga kecoklatan dengan tekstur yang lembek dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Selain itu pada sterilisasi raw packing selama 30 menit pada hari ke-0 tidak mengalami kekeruhan dengan pH 5,47 berwarna jingga dengan tekstur yang keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Pada sterilisasi raw packing selama 30 menit pada hari ke-3 mengalami sedikit kekeruhan dengan pH 5,42 berwarna jingga keruh dengan tekstur yang agak keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Dan pada hari ke-6 raw packing selama 30 menit mengalami kekeruhan dengan pH 4,22 berwarna jingga keruh dengan tekstur yang lembek dan ada mikroba yang tumbuh karena terdapat bau asam. Pada sterilisasi hot packing selama 15 menit pada hari ke-0 tidak mengalami kekeruhan dengan pH 5,51 berwarna jingga dengan tekstur yang keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Sterilisasi hot packing selama 15 menit pada hari ke-3 tidak mengalami kekeruhan dengan pH 5,5 berwarna jingga dengan tekstur yang agak keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Pada sterilisasi hot packing selama 15 menit pada hari ke-6 tidak mengalami kekeruhan dengan pH 5,13 berwarna jingga keruh dengan tekstur yang agak keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Selain dengan sterilisasi selama 15 menit juga dilakukan sterilisasi hot packing selama 30 menit pada hari ke-0 tidak mengalami kekeruhan dengan pH 5,46 berwarna jingga bening dengan tekstur yang keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. sterilisasi hot packing selama 30 menit pada hari ke-3 tidak mengalami kekeruhan dengan pH 5,77 berwarna jingga dengan tekstur yang agak keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Sterilisasi hot packing selama 30 menit pada hari ke-6 tidak mengalami kekeruhan dengan pH 5,12 berwarna jingga keruh dengan tekstur yang keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan terbaik pada praktikum yaitu pada perlakuan hot packing. Karena pada perlakuan hot packing tidak teridentifikasi adanya pertumbuhan mikroba. Pada hari ke-3 dan hari ke-6, perlakuan raw packing teridentifikasi memiliki aroma asam. Sedangkan pada perlakuan hot packing aroma yang dihasilkan tidak berbau, khas sayur rebus seperti pada umumnya. Untuk parameter kekeruhan, secara umum perlakuan hot packing memiliki tingkat kekeruhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan raw packing. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan hot packing, mengalami proses pemanasan awal pada suhu yang lebih tinggi sehingga nutrisi yang larut air pada bahan, akan terlarut pada saat proses pemanasan. Kapang yang tumbuh didalam jar tersebut berasal dari organisme pembusuk. Mikrobia pembusuk yang menyebabkan kerusakan dalam pengalengan adalah organisme-organisme yang berasal dari tanah, air, udara, dan hewan (Desrosier N. W, 1969). Organisme tanah ini masih terdapat pada wortel karena pencucian wortel tidak bersih. Mikrobia pembusuk dimungkinkan terdapat pada peralatan, terutama yang mempunyai sambungan-sambungan uap. Bila pembusukan yang terjadi disebabkan oleh tidak sempurnanya sterilisasi, maka perhatian harus segera ditujukan kepada terjadinya akumulasi organisme pembusuk pada perlatan. Hanya peralatan yang bersih secara biologis, fisis, dan kimiawi dapat memberikan hasil yang diinginkan. Terjadinya kontaminasi oleh peralatan dapat diartikan bahwa pelaksanaan sanitasi yang kurang baik, perancangan peralatan yang kurang baik, peralatan yang digunakan kurang baik, atau kontaminasi dari faktor-faktor tersebut (Desrosier N. W, 1969). Berdasarkan hasil praktikum tidak ditemukan perbedaan yang berbeda pada parameter warna untuk perlakuan raw packing dan perlakuan hot packing. Kedua perlakuan memberikan warna yang hampir mirip, yaitu jingga keruh. Perlakuan terbaik untuk pengalengan sayur sebenarnya terlalu berbeda tetapi, menurut Boyer et.al., (2012) adalah hot packing karena menghasilkan warna yang lebih baik dan rasa dibandingkan dengan raw packing. Pada parameter tekstur dapat dilihat bahwa tekstur pada raw packing lebih keras dibandingkan pada hot packing terutama pada pemanasan selama 30 menit, hal ini terjadi karena bahan mengalami pelayuan yang terlalu lama.Kapang yang tumbuh didalam jar tersebut berasal dari organisme pembusuk. Mikrobia pembusuk yang menyebabkan kerusakan dalam pengalengan adalah organisme-organisme yang berasal dari tanah, air, udara, dan hewan (Desrosier N. W, 1969). Organisme tanah ini masih terdapat pada wortel karena pencucian wortel tidak bersih. Mikrobia pembusuk dimungkinkan terdapat pada peralatan, terutama yang mempunyai sambungan-sambungan uap. Bila pembusukan yang terjadi disebabkan oleh tidak sempurnanya sterilisasi, maka perhatian harus segera ditujukan kepada terjadinya akumulasi organisme pembusuk pada perlatan. Hanya peralatan yang bersih secara biologis, fisis, dan kimiawi dapat memberikan hasil yang diinginkan. Terjadinya kontaminasi oleh peralatan dapat diartikan bahwa pelaksanaan sanitasi yang kurang baik, perancangan peralatan yang kurang baik, peralatan yang digunakan kurang baik, atau kontaminasi dari faktor-faktor tersebut (Desrosier N. W, 1969).

KelHari ke-SampelPerlakuanKekeruhanpHWarnaTeksturMikrobia yang tumbuh

130

NanasRaw packing 15 menit+4,14Kuning bening++-

16Raw packing 30 menit++4,02Kuning++-

22Hot packing 15 menit+4,13Kuning Bening++-

19Hot packing 30 menit++4,28Kuning Muda++-

143Raw packing 15 menit+4,23Kuning Bening+++-

17Raw packing 30 menit+4,2Kuning +++-

23Hot packing 15 menit+4,2Kuning bening++-

20Hot packing 30 menit+++4,28Kuning bening++-

156Raw packing 15 menit+4,25Kuning kecoklatan+++++

18Raw packing 30 menit+4,16Kuning kecoklatan+++-

24Hot packing 15 menit+++4,3Kuning kecoklatan ++++

21Hot packing 30 menit+++4,24Kuning kecoklatan+++-

Tabel 4.2 Pengaruh Pengalengan Nanas dengan Metode Raw Packing dan Hot Packing Terhadap Kekeruhan, pH, Warna, Tekstur, dan Mikrobia yang Tumbuh

Sumber : Laporan Sementara

Keterangan:1. Kekeruhan+: tidak keruh (jernih) ++: sedikit keruh+++: keruh2. Mikroba yang tumbuh -:tidak ada mikroba yang tumbuh +: sedikit mikroba yang tumbuh ++ : banyak mikroba yang tumbuh ++++: sangat keruh 3. Keterangan Tekstur :

+: Keras++: Sedikit keras +++: Lembek++++: Sangat lembek Pada hasil data dari Tabel 4.2 diketahui bahwa pada hari ke-0 untuk pengalengan nanas raw packing dengan lama sterilisasi 15 menit tidak mengalami kekeruhan dengan pH 4,14 berwarna kuning bening dengan tekstur yang sedikit keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Untuk hari ke-3 untuk pengalengan wortel raw packing dengan lama sterilisasi 15 menit tidak mengalami kekeruhan dengan pH 4,23 berwarna kuning bening dengan tekstur yang lembek dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Pada hari ke-6 untuk pengalengan nanas raw packing dengan lama sterilisasi 15 menit mengalami sedikit kekeruhan dengan pH 4,25 berwarna kuning kecoklatan dengan tekstur yang lembek dan ada mikroba yang tumbuh. Selain itu, dilakukan sterilisasi raw packing selama 30 menit pada hari ke-0 mengalami sedikit kekeruhan dengan pH 4,02 berwarna kuning dengan tekstur yang agak keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Pada sterilisasi raw packing selama 30 menit pada hari ke-3 mengalami sedikit kekeruhan dengan pH 4,2 berwarna kuning dengan tekstur yang sedikit keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Dan pada hari ke-6 raw packing selama 30 menit mengalami kekeruhan dengan pH 4,16 berwarna kuning kecoklatan dengan tekstur yang lembek dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Pada sterilisasi hot packing selama 15 menit pada hari ke-0 tidak mengalami kekeruhan dengan pH 4,13 berwarna kuning dengan tekstur yang sedikit keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Sterilisasi hot packing selama 15 menit pada hari ke-3 tidak mengalami kekeruhan dengan pH 4,2 berwarna kuning bening dengan tekstur yang agak keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Pada sterilisasi hot packing selama 15 menit pada hari ke-6 mengalami sedikit kekeruhan dengan pH 4,3 berwarna kuning kecoklatan dengan tekstur yang keras dan ada mikroba yang tumbuh karena adanya bau asam. Selain dengan sterilisasi selama 15 menit juga dilakukan sterilisasi hot packing selama 30 menit pada hari ke-0 tidak mengalami sedikit kekeruhan dengan pH 4,28 berwarna kuning dengan tekstur yang agak keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. sterilisasi hot packing selama 30 menit pada hari ke-3 mengalami kekeruhan dengan pH 4,28 berwarna jingga dengan tekstur yang agak keras dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Sterilisasi hot packing selama 30 menit pada hari ke-6 mengalami kekeruhan dengan pH 4,24 berwarna kuning kecoklatam dengan tekstur yang lembek dan tidak ada mikroba yang tumbuh. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa perlakuan terbaik pada praktikum yaitu pada perlakuan hot packing. Karena pada perlakuan hot packing tidak banyak teridentifikasi pertumbuhan mikroba. Pada hari ke-6 , perlakuan raw packing teridentifikasi memiliki aroma asam. Sedangkan pada perlakuan hot packing aroma yang dihasilkan tidak berbau, khas buah rebus seperti pada umumnya. Untuk parameter kekeruhan, secara umum perlakuan hot packing memiliki tingkat kekeruhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan raw packing. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan hot packing, mengalami proses pemanasan awal pada suhu yang lebih tinggi sehingga nutrisi yang larut air pada bahan, akan terlarut pada saat proses pemanasan. Kapang yang tumbuh didalam jar tersebut berasal dari organisme pembusuk. Mikrobia pembusuk yang menyebabkan kerusakan dalam pengalengan adalah organisme-organisme yang berasal dari tanah, air, udara, dan hewan (Desrosier N. W, 1969). Organisme tanah ini masih terdapat pada wortel karena pencucian wortel tidak bersih. Mikrobia pembusuk dimungkinkan terdapat pada peralatan, terutama yang mempunyai sambungan-sambungan uap. Bila pembusukan yang terjadi disebabkan oleh tidak sempurnanya sterilisasi, maka perhatian harus segera ditujukan kepada terjadinya akumulasi organisme pembusuk pada perlatan. Hanya peralatan yang bersih secara biologis, fisis, dan kimiawi dapat memberikan hasil yang diinginkan. Terjadinya kontaminasi oleh peralatan dapat diartikan bahwa pelaksanaan sanitasi yang kurang baik, perancangan peralatan yang kurang baik, peralatan yang digunakan kurang baik, atau kontaminasi dari faktor-faktor tersebut (Desrosier N. W, 1969). Pada dasarnya prinsip-prinsip pengolahan dalam pengalengan yaitu dengan menggunakan suhu tinggi dan kondisi vakum serta kemasan yang hermitis (tertutup rapat). Dalam praktikum ini pada pengalengan buah-buahn digunakan sampel nanas. Pertama-tama nanas dicuci bersih dan dipotong-potong. Setelah itu, dilakukan dua perlakuan metode blanching dan pengisian yaitu dengan hot packing dan raw packing. Sebelumnya jar disterilisasikan dengan cara direndam dalam air mendidih. Tujuan utama dari blanching sendiri adalah: 1) menginaktivasi enzim-enzim dalam bahan yang dapat menimbulkan reaksi-reaksi yang merugikan, 2) membersihkan produk dari partikel-partikel/kotoran-kotoran yang melekat, 3) mengurangi jumlah mikroorganisme, 4) menghilangkan udara yang terdapat dalam rongga-rongga antarsel dalam jaringan bahan dan 5) melenturkan jaringan bahan dikemas (Asgar dan Mussadad, 2006)Jar yang telah ditutup, dilakukan sterilisasi dengan merebusnya pada air dengan suhu 82C untuk hot packing dan 62C untuk raw packing. Untuk hot packing dan raw packing masing-masing dilakukan dua perlakuan waktu pemanasan yaitu selama 10 menit dan 30 menit. Dalam sterilisasi gelas, semua gelas harus terendam dalam air. Tujuan dari sterilisasi gelas ini yaitu untuk mematikan mikroba yang mungkin masih hidup setelah pengisian. Buah kaleng kemudian disimpan dalam suhu ruang dan diamati kekeruhan, pH, dan ada tidaknya mikroba yang tumbuh selama hari ke-0, hari ke-3, dan hari ke-6.Tujuan utama dari proses pengolahan dengan suhu tinggi ini adalah untuk memperpanjang daya awet produk pangan yang mudah rusak dan meningkatkan keamanannya selama disimpan dalam jangka waktu tertentu. Proses pengolahan dengan suhu tinggi telah diaplikasikan dalam makanan kaleng dapat mempertahankan daya awet produk pangan hingga 6 bulanan atau lebih (Hariyadi dkk, 2000). Setelah diisikan kedalam jar ditambahkan larutan gula, larutan ini sendiri digunakan sebagai pengawet makanan. Menurut Buckle (2010), Selain itu penambahan gula sendiri merupakan salah satu cara pengawetan, misalnya pada produk jeli, selai, sari buah pekat, buah-buahan kaleng, acar manis, madu, dan lain-lain. Pengaruh gula sendiri pada bahan pangan terutama buah-buahan adalah pengaruh konsentrasi gula pada aw yang mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Produk-produk dengan kadar gula yang tinggi cenderung dapat merusak khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang dapat dirusak dengan pemanasan. Kerusakan bahan pada pengalengan sayur dan buah disebabkan oleh mikroba pembusuk atau mikroba patogen. Kerusakan makanan kaleng yang diawetkan dengan pemanasan dapat disebabkan oleh adanya sisa mikroorganisme yang masih bertahan hidup setelah proses pemanasan, atau karena masuknya mikroba dari luar melalui bagian kaleng yang bocor setelah proses pemanasan. Penyebab yang pertama menunjukkan bahwa makanan kaleng tersebut tidak cukup proses pemanasannya (under process). Beberapa tipe bakteri antara lain bakteri asam laktat, Coryneforms, Enterobacter, Proteus, Pseudomonas, Micrococcus, Enterococcus, dan Sporeformers. Sayuran juga memiliki berbagai tipe jamur seperti Alternaria, Fusarium, dan Aspergillus. Oleh karena itu kemungkinan penyebab turunnya nilai pH disebabkan adanya aktivitas bakteri asam laktat pada sayuran baik sebelum dipanaskan maupun sesudah pemanasan. Dari hasil pengamatan ini disimpulkan bahwa semakin lama penyimpanan maka akan semakin meningkat pertumbuhan mikroba dalam kemasan serta akan meningkatkan aktivitas dari mikroba inilah yang menyebabkan peningkatkan kekeruhan dalam larutan dan menurunkan nilai pH. Mikroorganisme dalam sayur dan buah berasal dari beberapa sumber, misalnya dari tanah, air, udara atau peralatan dan bervariasi tergantung tipe sayuran maupun buah. Jumlah mikrobia bervariasi tergantung dari kondisi lingkungan dan kondisi pemanenan. Kemasan hermetis merupakan wadah yang secara sempurna tidak dapat dilewati oleh udara maupun uap air. Selama kemasan ini masih dalam keadaan hermitis, maka kemasan tidak dapat ditembus oleh bakteri, kapang dan debu. Faktor yang dapat mempengaruhi adalah penutupan yang tidak sempurna mengakibatkan kemasan tidak hermetis, perlakuan pendahuluan pada bahan dan wadah (blanching dan sterlisasi), sterilisasi bahan, dan penentuan headspace.Pengaruh waktu pemanasan pada sampel yang berbeda yaitu 15 menit dan 30 menit yaitu akan mempengaruhi lamanya umur simpan produk dan juga akan mempengaruhi tingkat kualitas sensori dari produk yang disterilisasi. Sterilisasi dapat mempengaruhi umur simpan karena jika waktu yang diberikan tidak cukup, masih akan memungkinkan adanya pertumbuhan mikroba pada produk yang dikalengkan. Selain itu dapat mempengaruhi kualitas sensori karena jika waktu sterilisasi yang cukup lama pada suhu yang tinggi produk yang dikalengkan akan mengalami overcooked. Menurut Syah (2012), faktor yang mempengaruhi sterilisasi adalah suhu dan waktu. Dimana jika suhu semakin tinggi dengan waktu yang tinggi pula maka memberi keuntungan yaitu mutu produk yang baik.Metode raw packing dan hot packing yang digunakan pada praktikum memiliki perbandingan. Pada metode raw packing yang, setelah disimpan selama 3 dan 6 hari teridentifikasi aroma yang cenderung asam jika dibandingkan dengan metode hot packing. Sedangkan berdasarkan waktu pemanasan, sampel yang dipanaskan selama 30 menit memiliki ketahanan yang cukup baik selama penyimpanan 3 dan 6 hari.

E. KESIMPULAN DAN SARAN1. KesimpulanKesimpulan dari praktikum Acara IV Pengalengan Sayuran yaitu:a. Untuk parameter mikroba, diidentifikasi aroma asam dari sampel dengan perlakuan raw packing. Hal ini dimungkinkan karena terjadinya aktivitas mikroba pada sampel tersebut.b. Untuk parameter kekeruhan, secara umum perlakuan hot-packing memiliki tingkat kekeruhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan raw packing.c. Perlakuan raw packing teridentifikasi memiliki aroma asam. Sedangkan pada perlakuan hot packing aroma yang dihasilkan tidak berbau, khas sayur rebus seperti pada umumnya.d. Perbandingan perlakuan antara raw packing dan hot packing yang terbaik adalah perlakuan hot packing karena tidak banyak teridentifikasi adanya kerusakan selama penyimpanan.e. Metode raw packing yang baik digunakan untuk pengalengan wortel dan nanas secara berurutan adalah raw packing dengan sterilisasi selama 15 menit dan 30 menit. Sedangkan untuk hot packing baik nanas maupun wortel yang lebih baik utnuk digunakan adalah dengan sterilisasi 30 menit.f. Metode yang baik digunakan untuk pengalengan wortel adalah dengan raw packing sterilisasi 15 menit dan untuk nanas dengan hot packing selama 30 menit. 2. SaranBerdasarkan kesimpulan keseluruhan, maka saran yang dapat diberikan antara lain :a. Pada saat praktikum dapat lebih diperhatikan sanitasinya agar tidak terjadi kontaminasi. b. Untuk mendapatkan data yang objektif dan lebih akurat sebaiknya diberikan range penilaian parameter yang jelas agar setiap orang memiliki penilaian yang hamperc. Sampel yang digunakan sebaiknya disamakan (1 sampel untuk 3 kali pengamatan) agar perlakuan yang diterima sama sehingga hanya variasi metode pengisian dan sterilisasi saj yang membedakan hasil.

DAFTAR PUSTAKAAstuti, Sri Mulya. 2006. Teknik Pelaksanaan Percobaan Pengaruh Konsentrasi Garam dan Blanching Terhadap Mutu Acar Buncis. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 2.Buckle, K.A., Edwards, R.A., Fleet, G.H., and Wooton, M. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta: UI-Press.Boyer, Renee R. 2012. Pressure Canning. Virginia Polytechnic Institute and State University.Czaikoski, Karina, et.al. 2012. Canning of Vegetable-type Soybean in acidified Brine: Effect of the Addition of Sucrose and Pasteurisation Time on Color and Other Characteristics. Industrial Crops and Products Journal 45 (2013) 472-476.Kurniadi, Muhammad. 2005. Aplikasi Teknik Hot Filling Dalam Pengalengan Salak. Implementasi Hasil Penelitian Pertanian untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat.Kendle and Khatarine. 2008. Basics for Canning Fruit. The Dhio State University. USA.Lucas et al. 2006. Application of the Broad-Spectrum Bacteriocin Enterocin AS-48 to Inhibit Bacillus coagulans in Canned Fruit and Vegetable Foods. Food and Chemical Toxicology Vol. 44 page 1774-1781. Spain.Widianingrum dan Tri Marwati. 2007. Pengaruh Larutan Pengawet dan Cara Sterilisasi Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Mikrobiologi Serta Sifat Organoleptik Produk Lada Hijau dalam Larutan Garam. J.Pascapanen 4(1) 2007: 44-56.Muchtadi Tien R. dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan. Bogor: AlfabetaPardede, Erika. 2009. Buah dan Sayur Secara Minimalis. VISI 17, 3; 245-254.Rickman, Joy, Diane Barrett and Chrisitne Bruhn. 2007. Nutritional Comparison of Fresh, Frozen and Canned Fruits and Vegetables. Part 1. Vitamins C and B and Phenolic Compounds. Journal of the Science of Food and Agriculture 87; 930-944.Syah, Dahrul. 2012. Pengantar Teknologi Pangan. Bogor: IPB PressUtami, Rahma. 2012. Karakteristik Pemanasan pada Proses Pengalengan Gel Cincau Hitam (Mesona palustris). Skripsi Fakultas Ilmu dan Tekonologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.Rahayu ,Winiati P. dan Nurwitri. 2012. Mikrobiologi Pangan.Bogor: IPB Press.Widaningrum dan Tri Marwati. 2007. Pengaruh Larutan Pengawet dan Cara Sterilisasi Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Mikrobiologi serta Sifat Organoleptik Produk Lada Hijau Dalam Larutan Garam . J.Pascapanen 4(1) 2007: 44-56

LAMPIRAN

Gambar 4.4 Pemotongan Wortel

Gambar 4.5 Pemasukan wortel kedalam jar

Gambar 4.6 Proses Blanching untuk proses HotPacking

Gambar 4.7 Proses filling hingga ketinggian 90% dari volume

Gambar 4.8 Proses exhausting pada water bath hingga mencapai suhu air 82C untuk hot packing