Acara 2. Kadar Air
Transcript of Acara 2. Kadar Air
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kadar air benih merupakan salah satu komponen yang harus diketahui
baik untuk tujuan pengolahan, maupun penyimpanan benih. Telah diketahui
bahwa kadar air memiliki dampak besar terhadap benih selama penyimpanan.
Menyimpan benih ortodok pada kadar air tinggi beresiko cepat mundurnya benih
selama dalam penyimpanan..
Kadar air biji atau benih berfungsi untuk menentukan saat panen yang
tepat dan saat penyimpanan benih. Pemanenan harus dilakukan pada tingkat kadar
air biji tertentu pada masing – masing spesies atau varietas. Umumnya tanaman
padi – padian dan biji – bijian dipanen pada kadar air biji sekitar 20%. Kadar air
30% merupakan kadar air tertinggi untuk pemanenan. Agar benih dapat disimpan
dengan waktu yang relatif lama, maka benih harus dikeringkan terlebih dahulu
pada kadar air yang tertentu pula. Kadar air benih merupakan salah satu
komponen yang dinilai oleh BPSB dalam sertifikasi benih sehingga uji ini
merupakan satu pengujian rutin para analisis benih di laboratorium benih
Jumlah air dalam suatu benih merupakan kadar airnya, yang diukur
berdasarkan berat basah atau berat kering benihnya. Bila kadar air benih diberikan
berdasarkan berat basahnya, maka jumlah airnya merupakan persentase dari berat
benih sebelum airnya dihilangkan. Selama perkembangan, pemasakan dan
pematangan, kadar air benih menurun perlahan – lahan hingga benih yang dipanen
akhirnya mengering sampai batas yang tidak ada lagi penurunan kelembaban,
karena kadar airnya telah mencapai keseimbangan dengan kelembaban nisbi
lingkungan sekitarnya.
B. Tujuan
Menguji kadar air benih dengan memanfaatkan berbagai cara dan alat ukur
II. TINJAUAN PUSTAKA
Benih merupakan material yang higroskopis, memiliki susunan yang
kompleks dan heterogen. Air merupakan bagian yang fundamental yang terdapat
demikian rupa dalam benih, artinya terdapat di setiap bagian dalam benih. Kadar
air benih karena keadaan yang higroskopis itu tergantung pada lembab relatif dan
temperature (suhu udara).
Kuswanto (1997), Kadar air benih selalu berubah tergantung kadar air
lingkungannya, karena benih memiliki sifat selalu berusaha mencapai kondisi
yang equilibrium dengan keadaan sekitarnya. Kadar air benih yang selalu berubah
sesuai dengan keadaan sekitarnya itu sangat membahayakan kondisi benih karena
berkaitan dengan laju deteriorasi benih yang pada akhirnya akan berpengaruh
pada persentase viabilitas benih. Untuk mengatasi masalah perubahan kadar air
benih tersebut, setelah benih diproses dengan kadar air tertentu maka benih
tersebut harus dikemas dengan bahan pengemas yang dapat mempertahankan
kadar airnya untuk jangka waktu tertentu. Benih tersebut harus disimpan di
ruangan dengan persentase RH tertentu, agar kadar airnya tetap stabil.
Komposisi kimia benih mempengaruhi kadar air keseimbangan benih
dengan lingkungannya. Hal ini tidak lain karena benih bersifat higroskopis.
Karena itu benih akan menyerap kelembaban dari atau melepaskan kelembaban
yang dimilikinya kepada atmosfer di sekelilingnya sampai terjadi suatu
keseimbangan antara kadar air benih dengan kelembaban relatif dari atmosfer
lingkungan. Jumlah kelembaban dalam benih pada saat keseimbangan itu
berkaitan langsung dengan komposisi kimia benih. Kadar air keseimbangan benih
berpati tinggi, jagung lebih tinggi daripada yang dicapai oleh benih berminyak
tinggi, kedelai. (Mugnisjah, 1990)
Penentuan kadar air benih dari suatu kelompok benih sangat penting untuk
dilakukan. Karena laju kemunduran suatu benih dipengaruhi pula oleh kadar
airnya. Di dalam batas tertentu, makin rendah kadar air benih makin lama daya
hidup benih tersebut. Kadar air optimum dalam penyimpanan bagi sebagian besar
benih adalah antara 6%-8%. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
benih berkecambah sebelum ditanam. Sedangkan dalam penyimpanan
menyebabkan naiknya aktifitas pernapasan yang dapat berakibat terkuras habisnya
bahan cadangan makanan dalam benih. Selain itu merangsang perkembangan
cendawan pathogen di dalam tempat penyimpanan. Tetapi apabila kadar air yang
terlalu rendah akan menyebabkan kerusakan pada embrio (Sutopo, 1988).
Cara pengujian kadar air secara garis besarnya dapat digolongkan atas
metode dasar dan metode praktek. Pada metode dasar antara lain termasuk metode
tungku (oven method), metode destilasi toluene, metode Karl Fisher dan lain-lain.
Pada metode praktek adalah moisture tester dan dengan desiccant (zat pengedap
air). Kadar air biji dapat ditentukan dengan memakai metode (Kamil, 1982):
Metode Praktik
Bermacam-macam alat pengukur kadar air biji otomatis (seed moisture
tester) atau setengah otomatis, seperti Universal Moisture Tester, Burrow
Moisture recorder, Burrows Model 700, Digital Moisture Computer, dan lain-lain.
Metode tungku (oven method).
Dengan cara ini, contoh biji (biji basah) baru dipanen dikeringkan di dalam
tungku (oven) listrik pada suhu 105o – 110o C selama 24 jam terus menerus.
Sesudah biji tadi didinginkan di dalam eksikator kemudian ditimbang lagi
(didapat berat kering).
Kadar air benih merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
daya simpan benih. Jika kadar air benih terlalu tinggi dapat memacu respirasi dan
berbagai cendawan dapat tumbuh (Qamara dan Asep 1990).
III. METODE PRAKTIKUM
A. Bahan
Bahan yang diperlukan berupa benih kedelai. Alat yang dibutuhkan berupa
oven, moisture tester, timbangan dan kertas buram.
B. Prosedur Kerja
1. Dengan moisture tester
a) Masukkan benih kedalam moisture tester
b) Tekan tombol ‘’ oryza’’
c) Dilihat hasil kadar airnya
2. Dengan Pengovenan
a) Disiapkan kedelai dan dibuat amplop dari kertas HVS
b) Ditimbang kedelai sehingga diperoleh bobot awal
c) Kedelai dioven dengan dimasukkan ke dalam amplop sampai kadar air
optimum
d) Kedelai ditimbang sehingga memperoleh berat akhir
e) Dihitung persentase kadar air kedelai dengan rumus
Bobot awal - bobot akhir x 100 %
Bobot akhir
IV. HASIL PENGAMATAN
Metode dasar
Berat awal benih = 20 gram
Berat akhir setelah pengovenan = 4,52 gram
waktu pengovenan = 2 x 24 jam
KA = Berat awal – Berat akhir
= 20 gram – 4,52 gram
= 15,48 gram
% KA = KA
Berat Awal× 100 %
= 15,48/100×100 %
= 77,4 %
Uji menggunakan moisture tester = 12,5
Metode praktik
Metode kerja
1. Alat disiapkan dan diperiksa seperti moisture tester dan contoh yang
akan diuji.
2. Setelah siap beberapa biji diambil dengan pinset kemudian dimasukkan
kedalam lubang-lubang pengujian pada alat tersebut.
3. Sekrup penghancur benih diputar hingga benih hancur merata.
4. Menu uji dipilih sesuai dengan benih yang diuji dengan menekan tonbol
pilihan biji yang diuji dan hasil pengujian dibaca pada display alat
tersebut.
V. PEMBAHASAN
Benih merupakan organisme hidup bersifat equilibrium/seimbang dengan
keadaan lingkungannya, sehingga benih sangat mudah menyerap uap air sampai
akhirnya kandungan air benih seimbang dengan sekitarnya. Dengan kelembaban
yang tinggi sangat mendukung akan terjadinya perkecambahan benih lebih cepat
hingga benih tumbuh sebelum ditanam. Di samping itu kelembaban tinggi pada
lingkungan sekitar benih merupakan tempat yang cocok bagi kehidupan
organisme, patogen yang mudah merusak benih (Kamil, 1982).
Kadar air biji penting artinya untuk menetapkan waktu panen, karena
pemanenan itu harus dilakukan pada tingkat kadar air biji tertentu pada masing-
masing spesies atau varietas. Umumnya tanaman padi-padian (cerealia) dan biji-
bijian (grain legumes) dipanen pada kadar air biji sekitar 20%. Umumnya kadar
air biji 30% merupakan batas tertinggi untuk panen. Pemanenan dengan kadar air
biji diatas 30% tidak baik karena sukar untuk pengiriman (threshing). Di samping
itu biji akan menjadi rapuh apabila dikeringkan sampai di bawah kadar air 20%.
Pada kisaran kadar air ini biji telah mengalami tingkat kematangan mencapai
masak secara fisiologis, dimana embrio dalam biji telah terbentuk dengan
sempurna, sehingga biji akan memiliki viabilitas tinggi (Kamil 1982).
Kadar air benih selalu berubah tergantung kadar air lingkungannya, karena
benih memiliki sifat selalu berusaha mencapai kondisi yang equilibrium dengan
keadaan sekitarnya. Apabila benih akan disimpan jangka waktu lama tanpa
menurunkan viabilitas, maka kandungan air benih harus diturunkan hingga
mencapai batas optimal, yaitu berkisar antara 6% - 12%, hal ini tergantung pada
masing – masing jenis benih. Apabila benih disimpan dengan kadar air yang
relatif tinggi, benih akan cepat mengalami penurunan viabilitas. Hal ini
disebabkan kadar air yang tinggi, akan mempengaruhi peningkatan kegiatan
enzim yang akan mempercepat terjadinya respirasi yang dapat mengakibatkan
benih akan kehabisan bahan cadangan makanan. Dari respirasi benih akan
menghasilkan panas dan air yang akhirnya dapat mempengaruhi kelembaban di
sekitar benih menjadi tinggi (ISTA, 1999).
Kadar air benih perlu diperhatikan karena kadar air benih sangat berkaitan
erat dan menentukan terhadap kualitas benih, daya simpan benih, daya kecambah
benih serta terhadap serangan hama dan penyakit. Selain itu fungsi untuk
mengetahui jumlah kadar air benih yaitu untuk menetapkan waktu panen, karena
kegiatan pemanenan itu harus dilakukan pada tingkat kadar air biji tertentu pada
masing-masing spesies atau varietas.
Menurut Kartasapoetra (1989), adanya kadar air dalam benih ialah karena
adanya dua tipe yang mengikatnya, yaitu :
a. Air yang terikat secara kimiawi
Dimana air dalam hali ini merupakan bagian dari komposisi kimia
benih. Dapat dikatakan jarng dilakukan atau sama sekali tidak dilakukan
baik untuk mengurangi atau menghilangkannya,
b. Air yang terikat secara fisik
Dimana air itu memang diserap, yang selanjutnya air itu diikat
pada permukaan material aoleh kekuatan fisik yang kuat, karena adanya
daya tarik menarik antar molekul material dan air. Diikat dalam ruangan
yang terdapat sekeliling bagian dalam dari masing-masing.
Praktikum kali ini, pengujian kadar air benih dilakukan pada benih padi
dan benih kedelai. Penentuan kadar air benih dilakukan dengan dua metode yaitu
metode moisture tester diperoleh nilai rata-rata kadar air benih pada benih kedelai
adalah 12,5. Dengan metode dasar nilai kadar air benih dari hasil perhitungan
pada benih padi 77,4 %.
Pada prinsipnya metode yang digunakan ada dua macam yaitu (Sutopo, 1988):
1. Metode praktis
Pada metode praktek, penentuan kadar air benih berdasarkan atas
sifat konduktifitas dan dielektrik benih, yang kedua sifat ini tergantung
dari kadar air dan temperatur benih. Dalam metode ini hasil pengujian
kadar air benih dapat langsung diketahui. Namun hasil pengujiannya
kurang teliti sehingga perlu dikalibrasikan terlebih dahulu. Yang termasuk
metode ini adalah metode Calcium carbide, metode Electric moisture
tester.
2. Metode dasar
Kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat yang
diakibatkan berat yang diakibatkan oleh pengeringan/pemanasan pada
kondisi tertentu, dan dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula.
Keuntungan dari metode dasar adalah Metode dasar telah
mempertimbangkan bahwa hanya air saja yang diuapkan selama
pengeringan. Namun, metode dasar juga terdapat kerugiannya yaitu
senyawa yang mudah menguap mungkin ikut menguap yang akan
menyebabkan hasil pengukuran over estimation.
Elektrik moisture tester, dengan alat ini ditentukan kadar air benih
berdasarkan atas sifat konduktifitas dan dielektrik benih, yang keduanya
tergantung dari kadar air dan temperatur benih. Penentuan kadar air benih dengan
menggunakan alat ini dapat berlangsung dengan cepat yaitu dengan cara membaca
nilai kadar air pada skala kadar air.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kadar air benih dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu metode dasar
dan metode praktis.
2. Metode dasar yaitu dengan menggunakan alat oven atau metode oven.
sedangkan metode praktis yaitu dengan menggunakan metode elektric
moisture tester.
3. Penentuan kadar air benih dilakukan dengan dua metode yaitu metode
moisture tester diperoleh nilai rata-rata kadar air pada benih kedelai
diperoleh nilai rata-ratanya adalah 12,5. Dengan metode dasar nilai kadar
air benih dari hasil perhitungan pada benih padi 77,4 %.
B. Saran
Benih yang dipraktikumkan seharusnya beragam tidak hanya kedelai dan
padi agar setelah melaksanakan praktikum ini praktikan dapat mengelola
benih dengan sesuai kemampuan benih.
DAFTAR PUSTAKA
ISTA. 1999. International Rules for Seed Testing: Rules 1999. Seed Science and Technology; Suplement. Zurich. Switzerland.
Kamil, J. 1979. Teknologi Benih 1. Padang : Penerbit Angkasa Raya.
Kamil, J. 1982. Teknologi Benih. Penerbit Angkasa, Bandung.
Kartasapoetra, A. G. 1989. Teknologi Benih Pengolahan Benih dan Tuntutan Praktikum. Bina Aksara, Jakarta.
Kuswanto, H. 1997. Analisis Benih. Jakarta : Grasindo.
Qamara, M dan Asep, S. 1990. Pengantar Produksi Benih. CV. Rajawali, Jakarta.
Sutopo, L. 1988. Teknologi Benih. Penerbit CV. Rajawali, Jakarta.