ABSTRAK ANALISIS PERUBAHAN BUDAYA KOMUNIKASI …repository.utu.ac.id/614/1/BAB I_V.pdfterdapat dalam...

59
iii ABSTRAK ANALISIS PERUBAHAN BUDAYA KOMUNIKASI MASYARAKAT GAMPONG PANTON KABUPATEN ACEH JAYA, (STUDI KASUS PERUBAHAN BAHASA SEBELUM DAN SESUDAH TSUNAMI). OLEH : KUSNIDAR NIM : 09C2022006 Pembimbing 1 : Sudarman Alwy, M.Ag Pembimbing 2 : Fachrur Rizha, S.Sos.I, M.Ikom Penelitian ini mengkaji tentang “Analisis Perubahan Budaya komunikasi Masyarakat Gampong Panton Kabupaten Aceh Jaya” (Studi Kasus Perubahan Bahasa Sebelum dan Sesudah Tsunami). Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif secara deskriptif, adapun sumber data ada dua yaitu data sekunder dan data primer, data sekunder merupakan data yang berupa bukti, catatan atau laporan, dan data primer adalah data yang di peroleh dan berkaitan langsung dengan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dengan cara observasi (pengamatan), wawancara, dokumentasi. Dalam penelitian ini ada tiga permasalahan yang di kaji yaitu, budaya komunikasi masyarakat gampong panton sebelum dan sesudah tsunami, bentuk dan jenis budaya komunikasi yang berubah dan faktor yang menyebabkan perubahan budaya komunikasi masyarakat gampong panton. Dari hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa, sebelum tsunami masyarakat gampong panton masih bahasa kental Aceh, tidak ada yang menggunakan bahasa nasional, penampilan masih ke Acehan (islami), begitu juga dengan adat istiadat, pergaulan dan lain-lain, sesudah tsunami bahasa transformasi dari Aceh ke bahasa nasional, kalaupun belum semua masyarakat gampong panton yang menggunakan bahasa nasional. Begitu juga dengan penampilan, adat istiadat, pergaulan dan lain-lain sebagainya. Bentuk dan jenis budaya komunikasi yang berubah adalah seperti hp, internet, penampilan, bahasa, adat istiadat, pergaulan dan lain- lain sebagainya, faktor yang menyebabkan perubahan budaya komunikasi masyarakat gampong panton yaitu dengan datangnya lembaga PMI (Palang Merah Indonesia), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), IOM (International Organization for Migration), IPRD ( Institute of Process Research Development ), dan ADRA (Adventist Delelopment and Relief Agency). Kata Kunci: Analisis, Perubahan, Budaya, Komunikasi, Masyarakat, Gampong Panton, Kabupaten, aceh Jaya.

Transcript of ABSTRAK ANALISIS PERUBAHAN BUDAYA KOMUNIKASI …repository.utu.ac.id/614/1/BAB I_V.pdfterdapat dalam...

iii

ABSTRAK

ANALISIS PERUBAHAN BUDAYA KOMUNIKASI MASYARAKAT GAMPONG PANTON KABUPATEN ACEH

JAYA, (STUDI KASUS PERUBAHAN BAHASA SEBELUM DAN SESUDAH TSUNAMI).

OLEH : KUSNIDAR

NIM : 09C2022006

Pembimbing 1 : Sudarman Alwy, M.Ag

Pembimbing 2 : Fachrur Rizha, S.Sos.I, M.Ikom

Penelitian ini mengkaji tentang “Analisis Perubahan Budaya komunikasi

Masyarakat Gampong Panton Kabupaten Aceh Jaya” (Studi Kasus Perubahan Bahasa Sebelum dan Sesudah Tsunami). Penelitian ini menggunakan penelitian

kualitatif secara deskriptif, adapun sumber data ada dua yaitu data sekunder dan data primer, data sekunder merupakan data yang berupa bukti, catatan atau laporan, dan data primer adalah data yang di peroleh dan berkaitan langsung

dengan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dengan cara observasi (pengamatan), wawancara, dokumentasi. Dalam penelitian ini ada tiga permasalahan yang di kaji yaitu, budaya komunikasi

masyarakat gampong panton sebelum dan sesudah tsunami, bentuk dan jenis budaya komunikasi yang berubah dan faktor yang menyebabkan perubahan

budaya komunikasi masyarakat gampong panton. Dari hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa, sebelum tsunami masyarakat gampong panton masih bahasa kental Aceh, tidak ada yang menggunakan bahasa nasional, penampilan masih ke

Acehan (islami), begitu juga dengan adat istiadat, pergaulan dan lain- lain, sesudah tsunami bahasa transformasi dari Aceh ke bahasa nasional, kalaupun belum semua

masyarakat gampong panton yang menggunakan bahasa nasional. Begitu juga dengan penampilan, adat istiadat, pergaulan dan lain- lain sebagainya. Bentuk dan jenis budaya komunikasi yang berubah adalah seperti hp, internet, penampilan,

bahasa, adat istiadat, pergaulan dan lain- lain sebagainya, faktor yang menyebabkan perubahan budaya komunikasi masyarakat gampong panton yaitu

dengan datangnya lembaga PMI (Palang Merah Indonesia), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), IOM (International Organization for Migration), IPRD (Institute of Process Research Development), dan ADRA (Adventist

Delelopment and Relief Agency).

Kata Kunci: Analisis, Perubahan, Budaya, Komunikasi, Masyarakat,

Gampong Panton, Kabupaten, aceh Jaya.

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Budaya sangat berpengaruh bagi manusia, di karenakan segala sesuatu yang

terdapat dalam kehidupan masyarakat di tentukan oleh kebudayaan itu sendiri,

budaya juga suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah

kelompok orang dan di wariskan dari generasi kegenerasi budaya tersebut dari

banyak unsur, yang termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,

sebagai mana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia

sehingga banyak orang cenderung menganggapnya, ketika seseorang berusaha

berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan

perbedaan-perbedaannya membuktikan budaya itu harus di pelajari.

Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup, manusia belajar berpikir,

merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya, ada

orang-orang yang berbicara bahasa tagalog, memakan ular, menghindari minuman

keras terbuat dari anggur, menguburkan orang-orang yang mati, berbicara melalui

telepon atau meluncurkan roket kebulan, ini semua karena mereka telah di

lahirkan atau sekurang-kurangnya di besarkan dalam suatu budaya yang

mengandung unsur-unsur tersebut, apa yang orang-orang lakukan, bagaimana

mereka hidup dan berkomunikasi, merupakan respon-respon terhadap dan fungsi-

fungsi dari budaya mereka.

Begitu juga budaya dan komunikasi tak dapat di pisahkan oleh karena budaya

tidak hanya menentukan siapa bicara, dengan siapa, tentang apa dan bagaimana

orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya

2

untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh

perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita di

besarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya

beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi.

hubungan antara budaya dan komunikasi penting dipahami untuk memahami

komunikasi antar budaya, oleh karena melalui pengaruh budayalah orang-orang

belajar berkomunikasi. Seorang Korea, seorang Mesir atau seorang Amerika

belajar berkomunikasi seperti orang-orang Korea, orang-orang Mesir, atau orang-

orang Amerika lainnya, perilaku mereka dapat mengandung makna, sebab

perilaku tersebut di pelajari dan diketahui; dan perilaku itu terikat oleh budaya.

Cara-cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya

bahasa yang kita gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu

terutama merupakan respons terhadap dan fungsi budaya kita. Komunikasi itu

terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang

lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu- individu yang diasuh

dalam budaya-budaya tesebut pun akan berbeda pula. (Perter & Larry 1982, h.

18).

Masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat heterogen dalam

berbagai aspek, seperti adanya keberagaman suku bangsa, agama, bahasa, adat

istiadat dan sebagainya. Di lain pihak, perkembangan dunia yang sangat pesat saat

ini dengan mobilitas dan dinamika yang sangat tinggi, telah menyebabkan dunia

menuju ke arah “desa dunia” yang hampir tidak memiliki batas-batas lagi sebagai

akibat dari perkembangan teknologi modern. Untuk itu masyarakat harus siap

menghadapi situasi-situasi baru dalam konteks keberagaman kebudayaan atau

3

apapun namanya. Interaksi dan komunikasi harus berjalan antara satu dengan

yang lainnya.

Teknologi komunikasi telah mengantarkan manusia ke tahap yang

memungkinkan mereka berinteraksi dengan berbagai budaya lain. Misalnya,

fenomena yang terjadi sekarang ini dalam dunia global, sebagian interaksi budaya

bersifat tatap muka, sebagian lagi lewat media massa, sebagian interaksi bersifat

selintas atau berjangka pendek, sebagian lagi berjangka panjang atau permanen.

Proses interaksi dan komunikasi tersebut berlangsung di saat melanco ke manca

negara , belajar diluar negeri, melangsungkan pekerjaan, bersahabat pena,

konferensi kenegaraan, konser musik, penayangan telenovela atau film lewat

siaran televisi swasta maupun melalui televisi kabel, penayangan berita atau

serangkain muatan lain dalam program acara televisi dalam konteks nasional dan

internasional. Semua hal tersebut adalah fenomena komunikasi bernuansa

perbedaan budaya dunia.

Fenomena komunikasi antarbudaya tersebut tampaknya akan dialami

setiap saat, apalagi masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya secara

logis akan mengalami berbagai permasalahan, persentuhan antarbudaya akan

selalu terjadi karena permasalahan silang budaya selalu terkait erat dengan

cultural materialism yang mencermati budaya dari pola pikir dan tindakan dari

kelompok sosial tertentu dimana pola temperamen ini banyak ditentukan oleh

faktor keturunan (genetic), maupun hubungan sosial tertentu. Nilai-nilai yang

terkandung dalam kebudayaan menjadi acuan sikap dan perilaku manusia sebagai

makhluk individual yang tidak terlepas dari kaitannya pada kehidupan masyarakat

dengan orientasi kebudayaannya yang khas, sehingga pelestarian maupun

4

pengembangan nilai-nilai budaya merupakan proses yang bermatra individual,

sosial dan kultural sekaligus.

Fenomena komunikasi antara komunitas-komunitas berbeda budaya di

Indonesia sekarang ini, dengan demikian tampaknya semakin rumit sejalan

dengan semakin beragamnya konsep diri, minat, kepentingan, gaya hidup,

kelompok rujukan, sistem kepercayaan, dan nilai-nilai yang berkembang dalam

masyarakat. Berbagai kajian akhirnya muncul untuk menjelaskan dan

menganalisisnya. Dari perspektif komunikasi, terdapat beberapa bidang yang

mengaitkan komunikasi dengan budaya, antara lain komunikasi antar budaya,

komunikasi lintas budaya, komunikasi Internasional, dan secara lebih khusus lagi

kajian komunikasi antar etnis, kajian antar ras dan sebagainya.

Kajian komunikasi antar budaya menjadi sangat populer, menarik dan unik.

Menarik karena garapannya sangat luas dan beragam. Di Indonesia kurang lebih

terdapat 200 etnis yang tersebar diberbagai daerah, mulai Sabang sampai Merauke

seperti: etnis Aceh, Batak, Minangkabau, Jawa, Sunda, Asmat, Ambon, dan lain-

lain. Terlebih di seluruh dunia terdapat ribuan, bahkan jutaan etnis, mulai dari

etnis yang terdapat dikawasan Timur Tengah, Barat, Amerika Latin, Afrika, dan

Asia. Unik karena etnis yang satu dengan yang lainnya memiliki karakterristik

yang berbeda. Hal inilah yang menjadi wilayah kajian komunikasi antarbudaya

lebih menarik dan dinamis.

Menurut Rogers dan Steinfatt kemampuan berkomunikasi antar budaya

merupakan kemampuan seseorang untuk bertukar informasi secara efektif dan

tepat dengan orang yang berlatar belakang budaya berbeda. Berlatar belakang

budaya berbeda berarti memiliki lingkup kehidupan yang tidak sama. Lingkup

5

kehidupan mencakup pandangan hidup, agama, etika, norma hukum, teknologi,

sistem pendidikan dan hasil kebudayaan yang bersifat materi maupun non materi.

Proses sosialisasi seseorang sangat di pengaruhi oleh lingkup kehidupannya.

Kemampuan berkomunikasi antar budaya merupakan salah satu tujuan pengajaran

bahasa asing, namun dalam pengajaran bahasa asing perhatian lebih dipusatkan

pada pengungkapan verbal yang sesuai dengan pola komunikasi bahasa asing

yang dipelajari, bukan proses interaksi yang terjadi. (Irsan Adrianda 2010, h. 163-

167).

Komunikasi alat yang digunakan dalam kita mengadakan kegiatan human

relations/hubungan kemanusiaan yaitu komunikasi melalui sarana bahasa. Tanpa

adanya komunikasi hubungan-hubungan tersebut tidak akan terjadi. Komunikasi

yang berasal dari bahasa latin, communist artinya adalah sama. Jadi komunikasi

adalah proses penyamaan pikiran-pikiran yang berada di dalam kepala (otak)

komunikator dengan pikiran yang berada didalam kepala komunikan. Astrid

Susanto mengatakan bahwa Kegiatan komunikasi merupakan kegiatan

pengoperan lambang- lambang yang mengandung arti, lambang-lambang tersebut

dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau isyarat- isyarat. Jika dua orang terlibat

dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan maka komunikasi akan

berlansung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang diperbincangkan.

(Wusanto 1987, h. 164).

Masyarakat itu sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama

dalam jangka waktu yang cukup lama serta mendiami suatu tempat tertentu.

Masyarakat terbagi menjadi dua kelompok teratur dan kelompok tidak teratur.

Adapun ciri kelompok teratur yaitu mempunyai tujuan, struktur organisasi, norma,

6

pimpinan dan bawahan. Bentuk-bentuknya seperti keluarga, kelompok formal dan

lain- lain. Sedangkan ciri kelompok tidak teratur yaitu tidak mempunyai tujuan,

pimpinan, bawahan, anggota, norma dan struktur organisasi bentuk-bentuknya

seperti massa, publik, kerumunan. (Onong Uchyana 2008, h. 171).

Begitu juga disaat terjadinya pasca musibah gempa dan tsunami yang terjadi

di Aceh Jaya khususnya di Gampong Panton, termasuk juga di daerah-daerah lain

yang juga menjadi korban serupa di provinsi Aceh. Ironisnya, sikap masyarakat

dalam berinteraksi dengan masyarakat luar (termasuk yang datang dar i luar Aceh

ataupun masyarakat Internasional) jauh lebih menarik dan komunikatif di

bandingkan ketika berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya yang telah terjadi

selama bertahun-tahun, setelah pendatang dari luar Aceh datang ke Aceh

perubahan budaya komunikasi tersebut sudah mulai berubah.

Dimana juga setelah terjadinya gempa dan tsunami sebagian masyarakat di

Gampong Panton tersebut sudah menggunakan bahasa Indonesia dan sebagian di

rumah-rumah tangga juga sudah berbahasa Indonesia tersebut dengan keluarganya

atau dengan anak-anaknya, sekarang kita liat sedikit demi sedikit perubahan

bahasa sudah mulai berubah di Gampong Panton, Kecamatan Teunom, Kabupaten

Aceh Jaya.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian lebih jauh dengan judul: ANALISIS PERUBAHAN

BUDAYA KOMUNIKASI MASYARAKAT GAMPONG PANTON

KABUPATEN ACEH JAYA (Studi Kasus Perubahan Bahasa Sebelum dan

Sesudah Tsunami).

7

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana budaya komunikasi masyarakat Gampong Panton Kabupaten Aceh

Jaya.

Pertanyaan penelitian:

1. Bagaimanakah budaya komunikasi masyarakat Gampong Panton sebelum

dan sesudah tsunami ?

2. Bentuk dan jenis budaya komunikasi yang berubah ?

3. Faktor apa saja yang menyebabkan perubahan budaya komunikasi

masyarakat Gampong Panton?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana budaya komunikasi masyarakat Gampong

Panton sebelum dan sesudah tsunami.

2. Untuk mengetahui bentuk dan jenis budaya komunikasi yang berubah.

3. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan perubahan budaya

komunikasi masyarakat Gampong Panton.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Praktis

a. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi bagi

masyarakat mengenai perubahan suatu budaya baik yang sedang terjadi

maupun yang telah terjadi.

b. Dapat menjadi kajian kepada masyarakat baru mengenai perubahan

budaya yang terjadi sebelum tsunami dan sesudah tsunami.

8

1.4.2. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi kajian baru bagi pihak pemerintah

khususnya wilayah Kab.Aceh Jaya sehingga kedepan pihak pemerintah dapat

mempertahankan kelestarian budaya yang ada tanpa mengalami perubahan.

1.5. Sistematika pembahasan

Penulisan Proposal ini tersusun dari 5 (lima) Bab dengan sistematika

pembahasan sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan, Bab ini berisi : latar belakang, fokus penelitian,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II : Tinjauan Kepustakaan, Bab ini berisi : penelitian terdahulu,

tinjauan konseptual, pengertian komunikasi, unsur-unsur komunikasi, pengertian

budaya, fungsi budaya, unsur-unsur budaya, komunikasi antar budaya, asimilasi

kebudayaan, masyarakat, komunikasi dan kebudayaan, hakikat perubahan dalam

masyarakat, beberapa sifat perubahan, perubahan struktural, perubahan dinamika

dan stabilitas, perubahan sosial, tinjauan teoritis, teori interaksi simbolik.

Bab III : Metodologi Penelitian, Bab ini berisi : metode penelitian, sumber

dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, uji

kredibilitas data.

Bab IV : Bab ini berisi: Hasil Penelitian dan Pembahasan,

Bab V : Kesimpulan dan Saran.

9

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian Rani (2004). “Komunikasi Lintas Budaya antara Etnis

Cina dan Etnis Aceh di Kota Banda Aceh”. Penelitian ini lebih memfokuskan

kepada aspek adaptasi dan akulturasi budaya luar kepada budaya setempat, yaitu

budaya dan keagamaan masyarakat etnis Cina yang berada di Banda Aceh. Hasil

penelitian Rani secara ringkas dapat dijelaskan bahwa masyarakat Aceh memiliki

budaya toleransi yang tinggi terhadap budaya dan agama warga masyarakat asing

sepanjang tidak untuk memengaruhi warga setempat untuk berpindah agama.

Masyarakat etnis Cina yang tinggal di Banda Aceh telah memiliki agama yang

beragam, namun masih mempertahankan nilai budaya dan bahasanya, mereka

juga memiliki ciri hidup kelompok, baik untuk tempat tinggal (pemukiman),

tempat sekolah juga relasi sosialnya.

Dalam penelitian Adnan Abdullah (1975). “Interaksi Sosial di Saree Aceh

Besar, suatu studi kasus antara orang Jawa dengan orang Aceh”. Abdullah dalam

penelitiannya lebih melihat kepada dijelaskan bahwa penelitian ini menemukan

bahwa orng asing (Jawa) yang hidup dalam masyarakat Saree (Aceh)

dikategorikan sebagai warga kelas dua, dalam berbagai interaksi sosial yang

diteliti oleh Adullah. Penelitian Abdullah ini tidak menunjukkan tentang proses

akulturasi dan adaptasi budaya asing dengan budaya lokal. Semuanya saling

berdiri sendiri, walaupun hidup bersama dalam suatu lingkungan, tetap saja

mempertahankan budayanya masing-masing.

10

2.2. Tinjauan Teorietis

2.2.1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi alat yang digunakan dalam kita mengadakan kegiatan

hubungan kemanusiaan yaitu komunikasi melalui sarana bahasa. Tanpa adanya

komunikasi hubungan-hubungan tersebut tidak akan terjadi. Komunikasi yang

berasal dari bahasa latin communist artinya sama. Jadi komunikasi adalah proses

penyamaan pikiran-pikiran yang berada di dalam kepala (otak) komunikator

dengan pikiran yang berada di dalam kepala komunikan.

Pendapat Astrid Susanto Dalam Wursanto (1987, h. 164) mengatakan

bahwa kegiatan komunikasi merupakan kegiatan pengoperan lambang- lambang

yang mengandung arti. Lambang- lambang tersebut dinyatakan dalam bentuk kata-

kata atau isyarat-isyarat. Jika dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya

dalam bentuk percakapan maka komunikasi akan berlangsung selama ada

kesamaan makna mengenai apa yang di perbincangkan. (Wursanto 1987, h. 164)

Komunikasi adalah suatu traksaksi, proses simbolik yang mehendaki

orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun antar sesama manusia,

melalui pertukaran informasi, untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang

lain serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.

Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada

satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk

atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada

gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. (hafied Canggara

2002, h. 19)

11

2.2.2. Unsur-Unsur Komunikasi

Dalam proses komunikasi terdapat tiga unsur yang mutlak harus

dipenuhi. Ketiga unsur komunikasi itu merupakan kesatuan yang utuh dan bulat.

Apa bila salah satu unsur tidak ada, maka komunikasi tidak akan terjadi. Dengan

demikian, setiap unsur dalam komunikasi itu mempunyai hubungan yang sangat

erat, dan saling ketergantungan satu dengan lainnya. Artinya, keberhasilan

komunikasi ditentukan oleh semua unsur tersebut. Ketiga unsur komunikasi itu

ialah:

1. Komunikator / Sender / Pengirim

Komunikator / sender adalah orang yang menyampaikan isi

pernyataanya kepada komunikan. Komunikator bisa perorangan, kelompok, atau

organisasi pengirim berita.

Berikut ini adalah beberapa hal yang merupakan tanggung jawab utama dari

seorang komunikator / sender / pengirim:

a. Mengirim pesan dengan jelas.

b. Memilih channel / saluran / media yang cocok untuk mengirim pesan .

c. Meminta kejelasan bahwa pesan telah diterima dengan baik.

Adapun pesan / informasi / berita yang di kirim dapat berbentuk perintah /

instruksi, saran, usul, permintaan, pengumuman, berita duka dan lain sebagainya.

2. Komunikan / Reciever / Penerima

Komunikan / penerima adalah partner / rekan dari komunikator dalam

komunikasi. Sesuai dengan namanya ia berperan sebagai penerima berita. Dalam

komunikasi, peran pengirim dan penerima selalu bergantian sepanjang

12

pembicaraan. Penerima mungkin mendengarkan pembicara atau menuliskan teks

atau menginterpretasikan pesan dengan berbagai cara.

Tanggung jawab penerima pesan adalah:

a. Berkonsentrasi pada pesan untuk mengerti dengan baik dan benar akan

pesan yang diterima.

b. Memberikan umpan balik pada pengirim untuk memastikan pembicara /

pengirim bahwa pesan telah diterima dan dimengerti (ini sangat penting

terutama pada pesan yang di kirimkan secara lisan)

Apa bila antara pengirim berita dengan penerima berita mempunyai

pengalaman yang sama, maka komunikasi dapat berjalan dengan lancar.

3. Channel / Saluran / Media

Channel adalah saluran atau jalan yang dilalui oleh isi pernyataan

komunikator kepada komunikan. atau jalan yang dilalui feedback komunikan

kepada komunikator yang digunakan oleh pengirim pesan.

Ada tiga macam bentuk berita:

a. Berita yang bersifat Audible, yaitu berita yang dapat didengar, baik secara

langsung (sarana telepon, radio, lonceng, sirene)

b. Berita yang bersifat visual, yaitu berita yang dapat dilihat, yang berbentuk

tulisan, gambar-gambar, poster serta tanda-tanda seperti sinar lamp,

bendera.

c. Berita yang bersifat audio-visual yaitu berita yang dapat didengar dan

dilihat, baik melalui televisi, film, pameran, maupun kesenian. (Endang

Lestari 2001, h. 6)

13

2.2.3. Pengertian Budaya

Budaya adalah suatu konsep yang mebangkitkan minat. Secara formal

budaya di definisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,

nilai, sikap, makna hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam

semester, objek-objek materi dan milik yang di peroleh sekelompok besar orang

dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya

menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan

perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian

diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu

masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat

perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu.

Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat dari objek-objek materi yang

memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. (Deddy Mulyana 1990,

h. 19)

2.2.4. Fungsi Budaya

Fungsi budaya yang umumnya sukar di bedakan dengan fungsi budaya

kelompok atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial. Dan di

petik beberapa fungsi budaya.

1. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat, identitas ini terbentuk oleh

berbagai faktor seperti sejarah, kondisi dan posisi geografis, sistem-sistem

sosial, politik dan ekonomi, dan perubahan nilai-nilai di dalam

masyarakat. Perbedaan dan dentitas budaya (kebudayaan) dapat

mempengaruhi kebijaksanaan pemerintahan di berbagai bidang.

14

2. sebagai pengikat suatu masyarakat. Kebersamaan (sharing) adalah faktor

pengikat anggota masyarakat yang kuat.

3. Sebagai sumber. Budaya merupakan sumber inspirasi, kebanggaan, dan

sumber daya. Budaya dapat menghasilkan komodisi ekonomi, misalnya

wisata budaya, benda budaya, produk budaya (kebudayaan).

4. Sebagai proses yang mempersatukan. melalui proses value sharing

masyarakat di persatukan, tidak seperti sapu lidi, melainkan ibarat rantai.

5. Sebagai produk proses usaha mencapai tujuan bersama dan sejarah yang

sama. (Piti Sithi Amnuai 1989, h. 14)

2.2.5. Unsur-Unsur Budaya

Kebudayaan meliputi penciptaan, melahirkan dan perkembangan

merupakan seperangkat nilai yang ada didalam fisik dan sosial yang direalisasikan

dengan tenaga manusia dan di manfaatkan untuk kepentingan umum.

Pekembangan kebudayaan dan penyempurnaan kebudayaan tidak mempunyai

batas wilayah atau akhir. Untuk mengembangkan kebudayaan adalah kesatuan

yang terdiri atas macam-macam unsur sehingga kebudayaan tersebut berkembang.

Demikian halnya kebudayaan tersebut juga merupakan suatu kreativitas spiritual

yang diciptakan manusia. Kegiatan spiritual tersebut menjadi kebutuhan batiniah

bagi manusia. Oleh karena itu kegiatan spiritual seirama dengan kebudayaan

manusia itu sendiri. Tentunya kegiatan spiritual tersebut adalah kreasi dari

manusia bukan, dari wahyu.

Kebudayaan merupakan suatu proses pikiran manusia yang di ciptakan

dalam segala aspek kehidupan. Menurut J. W. Bakker Sj, ada kebudayaan

subjektif dan ada kebudayaan objektif. kebudayaan subjektif terdapat dalam

15

perkembangan kebenaran, kebajikan dan keindahan, perwujudannya tanpa dalam

kesehatan badan, penghalusan perasaan, kecerdasan budi bersama dengan

kecakapan untuk mengkomunikasikan hasil pemakaian budi kepada lain- lain serta

kerohanian. Kebudayaan objektif harus menyatakan diri dalam tata lahir sebagai

materialisasi dan institusionalisasi. Dalam hal ini dunia kebudayaan objektif amat

luas dan berguna yang di hasilkan oleh usaha manusia sepanjang sejarah. (Rani

Usman 2009, h. 63).

Setiap kebudayaan yang ada dan di kembangkan oleh individu dan

masyarakat mempunyai unsur-unsur sehingga kreativitas manusia di sebut

kebudayaan. Kluckhohn dalam Soekanto (2001) menyebutkan tujuh unsur

kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals yaitu:

1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat

rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi, dan sebagainya).

2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,

peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dan sebagainya).

3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem

hukum, sistem perkawinan).

4. Bahasa (lisan maupun tertulis)

5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya).

6. Sistem pengetahuan.

7. Religi (sistem kepercayaan). (Rani Usman 2009, h. 64)

16

2.2.6. Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu

budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam

keadaan demikian, kita segera di hadapkan kepada masalah-masalah yang ada

dalam suatu situasi di mana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus

disandi balik dalam budaya lain. Seperti telah kita lihat, budaya mempengaruhi

orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh

perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang.

Konsekuensinya, perbendaharaan-perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang

berbeda budaya akan pula berbeda, yang dapat menimbulkan segala macam

kesulitan. Namun, melalui studi dan pemahaman atas komunikasi antar budaya,

kita dapat mengurangi atau hampir menghilangkan kesulitan-kesulitan ini. (Deddy

Mulyana1990, h. 21)

2.2.7. Asimilasi Kebudayaan.

Konsep lain dalam hubungan antar budaya adalah adanya asimilasi

(assimilation) yang terjadi antara komunitas-komunitas yang tersebar di berbagai

daerah. Koentjaraningrat menyatakan bahwa asimilasi adalah proses sosial yang

timbul apabila adanya golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang

berbeda-beda yang saling bergaul secara intensif untuk waktu yang lama sehingga

kebudayaan-kebudayaan tersebut berubah sifatnya dan wujudnya yang khas

menjadi unsur-unsur budaya campuran.

Menurut Richard Thomson, asimilasi adalah suatu proses di mana individu

dari kebudayaan asing atau minoritas memasuki suatu keadaan yang di dalamnya

terdapat kebudayaan dominan. Selanjutnya, dalam proses asimilasi tersebut terjadi

17

perubahan perilaku individu untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan

dominan.

Proses asimiliasi terjadi apabila ada masyarakat pendatang yang

menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat sehingga kebudayaan masyarakat

pendatang tersebut melebur dan tidak tampak unsur kebudayaan yang lama.

Di Indonesia, proses asimilasi sering terjadi dalam masyarakat karena

adanya dua faktor. Pertama, banyaknya unsur kebudayaan daerah berbagai suku

bangsa di Indonesia. Kedua, adanya unsur-unsur budaya asing yang dibawa oleh

masyarakat pendatang seperti warga keturunan Tionghoa dan Arab yang telah

tinggal secara turun-temurun di Indonesia. Di dalam masyarakat, interaksi antara

masyarakat pendatang dan penduduk setempat telah menyebabkan terjadinya

pembauran budaya asing dan budaya lokal.

(http://mbahkarno.blogspot.com/2012/10/asimilasi-kebudayaan.html)

2.2.8. Masyarakat, Komunikasi dan Kebudayaan

Ingatlah bahwa manusia hidup dalam sebuah komunitas yang mempunyai

kebajikan tentang sesuatu yang mereka miliki bersama, dan komunikasi

merupakan satu-satunya cara atau jalan yang mana mereka membentuk

kebersamaan tersebut. Apa yang mereka harus miliki dalam kebersamaan sebuah

komunitas itu? Yakni, tujuan bersama, kepercayaan, aspirasi, pengetahuan-jadi

bisa dikatakan sebuah kerangka berpikir yang serupa. Jelaskan bahwa komunikasi

menjadi sangat penting dalam membentuk sebuah kebersamaan masyarakat,

karena seperti kata Robert E. Park, komunikasi menciptakan, atau membuat

segala kebimbangan menjadi lebih pasti, bahwa sebuah konsensus dan pengertian

bersama di antara individu- individu sebagai anggota kelompok sosial akan mudah

18

menghasilkan, tidak saja unik-unik sosial tetapi juga unik-unik kultural, dalam

masyarakat. Karena kebudayan-dalam hal ini adat istiadat menjadi harapan atau

menjadi faktor perekat bersama. Bagaimanapun juga kehidupan bersama suatu

kelompok dalam masyarakat menjadi ada dan terus ada karena mereka memiliki

sejarah dan tradisi yang panjang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi

lain. (Alo Liliweri 2003, h. 179)

Dapat di simpulkan bahwa suatu masyarakat akan eksis karena anggotanya

telah belajar berkomunikasi dengan orang lain. Masyarakat menghasilkan,

memilih dan menjadi saluran untuk, dari dan dengan anggotanya dalam

memperoleh barang dan jasa pelayanan. Demikian pula kebudayaan mengajarkan

masyarakat untuk menghasilkan, memilih dan menjadi saluran informasi. Jadi

sebenarnya tidak ada komunitas tanpa kebudayaan atau tanpa masyarakat, juga

tidak ada mayarakat tanpa pembagian kerja, tanpa proses pengalihan atau

transmisi minimum dari informasi, dengan kata lain tak ada komunitas, atau

masyarakat dan kebudayaan tanpa komunikasi.

Bagaimana kita meletakkan komunikasi ke dalam kebudayaan sebagai

sebuah sistem? pertama-tama kita haruslah sepakat bagaimana menganggap

kebudayaan sebagai sebuah sistem, dan kalau itu benar maka:

1. Kebudayaan itu harus mempunyai objek. Sebuah objek kebudayaan di

dalamnya memiliki bagian-bagian, unsur, atau variabel yang membentuk

objek tersebut. Objek kebudayaan itu bisa berbentuk fisik dan abstrak atau

kedua-duanya, tergantung dari sifat sistem itu.

2. Kebudayaan itu terdiri dari atribut, kualitas atau pemilik dari sistem dan

objek itu.

19

3. Kebudayaan itu harus memiliki relasi internal (internal relationships) di

antara objek-objek. Karakteristik ini merupakan sesuatu yang krusial

untuk mendefinisikan kebudayaan sebagai sistem. Hubungan di antara

objek kebudayaan menyatakan efek mutual (interdependensi) dan adanya

tantangan-tantangan.

4. Kebudayaan juga memiliki lingkungan, dia tidak eksis dalam sebuah ruang

vakum tetapi di pengaruhi oleh lingkungan sekeliling. (Alo Liliweri 2003,

h. 181)

2.2.9. Hakikat Perubahan dalam Masyarakat

Kemajuan dunia bagaikan kuda balap yang berderap kencang. Apa saja

yang tidak dapat mengubah dirinya dengan cekatan dan apa saja yang tidak bisa

maju bersama dunia akan disisihkan oleh seleksi alami.

Bagaimanapun juga dunia hari ini berbeda dengan dunia anda ketika masih

kanak-kanak. Jika anda menoleh kebelakang dan berpikir tentang riwayat hidup

anda, mungkin anda masih ingat beberapa peristiwa kecil yang menjadi

pengalaman anda. Mungkin sekali masa kecil anda di habiskan dalam suasana

perang seperti anak-anak di Lebanon atau hidup dalam suasana damai seperti

orang Boti di pulau Timor. Dan ketika anda beranjak dewasa maka anda mulai

hidup dan belajar tentang segala sesuatu dari lingkungan sosial dan lingkungan

fisik di sekitar anda.

Kita pun banyak belajar tentang cara berpikir, tentang cara hidup

berperasaan dan bergaul dengan orang-orang yang ditemui atau yang hidup

bersama dengan kita dalam masyarakat. Bahwa perubahan dalam lingkungan

keluarga, ekonomi, sistem stratifikasi sosial memberi kepada kita suatu

20

kemampuan untuk memprediksi masa depan, dan hanya dengan kemampuan

mengantisipasi masa depan maka kita dapat melakukan perubahan sosial-budaya.

Mengerti akan sebuah perubahan sosial-budaya tidak sekedar mengetahui riwayat

hidup individu atau sejarah perkembangan satu atau lebih kelompok sosial-budaya

tetapi yang dibutuhkan adalah “organisasi” atas semua pengalaman tersebut.

cukup itu? kita membutuhkan pula teori yang mampu menerangkan sebab-sebab

terjadinya perubahan sosial-budaya, bagaimana proses perubahan, apa yang

berubah dan ruang lingkup perubahan, tetapi juga akibat perubahan sosial-budaya,

bahkan menetukan atau meramalkan perubahan tersebut. (Alo Liliweri 2003, h.

215)

2.2.10. Beberapa Sifat Perubahan

Dengan perhatikan model-model perspektif masyarakat yang menjelaskan

sistem sosial dan ruang lingkup studi masyarakat tersebut di atas maka para

sosiolog maupun antropolog mulai memfokuskan analisis studi mereka terhadap

komunitas. Banyak teoritisi pada aras mikro lebih memilih sebuah bangsa dan

kelompok budaya yang luas, misalnya suatu bangsa seperti Indonesia yang

berbeda etnik namun berbicara dalam bahasa Indonesia. Hanya sedikit teoritisi di

aras makro yang berhasil membangun suatu analisis yang mereka sebut “sistem

dunia”, misalnya aneka ragam hubungan sistem ekonomi dan politik yang

beruang lingkup dunia.

Sementara itu para sosiolog environmental acap kali mulai memperhatikan

kehidupan spesies lain dan sumber daya miniral dalam model mereka yang

dikaitkan dengan sistem sosial. Jika batas-batas ditetapkan secara luas, maka

banyak perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, jika batas di persempit

21

maka kita dapat menglihat hanya sedikit perubahan. Tekanan-tekanan dari luar

karena perbedaan kebudayaan atau ketegangan “di dalam” misalnya persaingan

kelompok dalam sebuah kebudayaan merupakan agen perubahan dari pandangan

konflik. Proses internal dari pertumbuhan, evolusi, dan perubahan siklus

merupakan dari pandangan fungsionalis. (Alo Liliweri 2003, h. 218)

Beberapa karakteristik perubahan itu antara lain sebagai berikut:

2.2.10.1. Perubahan Struktural

Setiap orang dalam masyarakatnya mempunyai posisi sosial tertentu, contoh

adalah pekerjaan, dari pekerjaan dapat ditentukan jenis peran setiap orang dalam

masyarakatnya. Apa bila suatu saat seseorang mendapat promosi maka kita bilang

orang itu naik pangkat, karena orang itu berubah peran yang makin tinggi dengan

tanggung jawab yang makin besar. Dalam studi mobilitas sosial, perubahan

semacam ini di golongkan sebagai perubahan sosial semata-mata dalam peran

individu. Kapan kita menyebutkan sebuah perubahan itu sebagai sebuah

perubahan struktural? Kita akan bilang perubahan itu sebagai perubahan struktural

kalau perubahan itu mengandung di ferensiasi sosial yakni salah satu jenis

perubahan struktural karena ada sesuatu yang baru dari perubahan itu, misalnya

perubahan yang menghasilkan peran-peran yang lebih khusus (ada pengembangan

spesialisasi). (Alo Liliweri 2003, h. 2019)

2.2.10.2. Perubahan Dinamika dan Stabilitas

Stabilitas itu penting dalam semua kebudayaan. acap kali kita mengatakan

bahwa jika salah satu nilai mengalami kemajuan dan pertumbuhan, maka disana

akan terjadi dinamika. Hampir semua model masyarakat di pandang sebagai

22

sebuah sistem yang stabil, karena di dalamnya ada struktur institusional untuk

melayani dan menangani pola-pola budaya. Dalam ilmu sosial, istilah stabil itu

tidak berati tidak ada perubahan, sebab di sana ada perubahan yang terjadi

perlahan- lahan dari masyarakat masa lalu dan mengikuti perubahan waktu hingga

ke masa sekarang. Model suatu masyarakat yang cenderung berkembang telah di

jadikan topik bahasan ilmuwan sosial sejak abad 19, tatkala para ilmuwan itu

mulai meminjam kata “sistem” dari biologi untuk menjelaskan dinamika

stabilitas. (Alo Liliweri 2003, h. 220)

2.2.11. Perubahan Sosial.

Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat

serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, di mana semua tingkat

kehidupan masyarakat secara sukarela atau di pengaruhi oleh unsur-unsur

eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial lama

kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya,

dan sistem sosial yang baru.

Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan anggota masyarakat untuk

meninggalkan unsur-unsur budaya dan sistem sosial lama dan mulai beralih

menggunakan unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial

dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat

baik pada tingkat individual, kelompok, masyarakat, Negara, dan dunia yang

mengalami perubahan. (Burhan Bungin 2006, h. 90)

Hal-hal penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek-aspek sebagai

berikut, yaitu; perubahan pola pikir masyarakat, perubahan perilaku masyarakat,

perubahan budaya materi. pertama, perubahan pola pikir dan sikap masyarakat

23

menyangkut persoalan sikap masyarakat terhadap berbagai persoalan sosial dan

budaya di sekitarnya yang berakibat terhadap pemetaharaan pola-pola pikir baru

yang dianut oleh masyarakat sebagai sebuah sikap yang model. Contohnya, sikap

terhadap pekerjaan bahwa konsep dan pola pikir lama tentang pekerjaan adalah

sektor formal (menjadi pegawai negeri), sehingga konsep pekerja dibagi menjadi

dua, yaitu sektor formal dan informal. Saat ini terjadi perubahan terhadap konsep

kerja lama di mana pekerja konsep tidak sebagai sektor formal (menjadi pegawai

negeri), akan tetapi dikonsepkan sebagai sektor yang menghasilkan pendapatan

maksimal. Dengan demikian, maka bekerja tidak saja di sektor formal, akan tetapi

di mana saja yang penting menghasilkan uang yang maksimal, dengan demikian

konsep kerja menjadi sektor formal, yaitu bekerja di pemerintahan, sektor swasta

yaitu bekerja di perusahaan swasta besar, sektor informal yaitu bekerja di sektor

informal, seperti wiraswasta kecil, kaki lima dan sebagainya, serta sektor lepas

yaitu bekerja sebagai secara kontrakan di berbagai kegiatan, proyek dan

sebagainya. Kedua, perubahan perilaku masyarakat menyangkut persoalan

perubahan sistem-sistem sosial, di mana masyarakat meninggalkan sistem sosial

lama dan menjalankan sistem sosial baru, seperti perubahan perilaku pengukuran

kinerja suatu lembaga atau instansi.

Apa bila pada sistem lama, ukuran-ukuran kinerja hanya di lihat dari aspek

output dan proses tanpa harus mengukur sampai di mana output dan proses itu di

capai, maka pada sistem sosial yang baru sebuah lembaga atau instansi diukur

sampai pada tingkat kinerja out put dan proses itu, yaitu dengan menggunakan

standar sertifikasi seperti BAN-PT pada perguruan tinggi. ketiga, perubahan

budaya materi menyangkut perubahan artefak budaya yang digunakan oleh

24

masyarakat, seperti model pakaian, karya fotografi, karya film, teknologi, dan

sebagainya yang terus berubah dari waktu ke waktu menyesuaikan kebutuhan

masyarakat. (Burhan Bungin 2006, h. 91).

2.2.12. Teori Interaksi Simbolik

Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari

sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus

dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur

perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi

mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi,

objek, dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka.

Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls,

tuntutan budaya, atau tuntutan peran. Manusia bertindak hanya berdasarkan

definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek disekeliling mereka. Tidak

meherankan bila frase- frase “definisi situasi”, “realitas terletak pada mata yang

melihat”, dan “bila manusia mendefinisikan situasi sebagai riil, situasi tersebut riil

dalam konsekuensinya”, sering di hubungkan dengan interaksionisme simbolik.

Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagai mana ditegaskan Blumer,

proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan

aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang menciptakan dan menegakkan kehidupan

kelompok. Dalam konteks ini, makna di konstruksikan dalam proses interaksi, dan

proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-

kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan justru merupakan substansi

sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial. Bagi penganut interaksi

simbolik, masyarakat adalah proses interaksi simbolik dan pandangan ini

25

memungkinkan mereka menghindari problem-problem strukturalisme dan

idealisme dan mengemudikan jalan tengah diantara kedua pandangan tersebut.

(Deddy Mulyana 2008, h. 68-70).

Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah

”interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol”. Mereka tertarik pada

cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang

mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh

yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak

yang terlibat dalam interaksi sosial. Penganut interaksionisme simbolik

berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dan interpretasi

mereka atas dunia disekeliling mereka, jadi mengakui bahwa perilaku itu

dipelajari atau ditentukan, sebagai mana dianut teori behavioristik atau teori

struktural. Alih-alih, perilaku dipilih sebagai hal yang layak dilakukan

berdasarkan cara individu mendefinisikan situasi yang ada.

Secara ringkas, interaksionisme simbolik di dasarkan premis-premis berikut:

Pertama: individu merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon

lingkungan, termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia)

berdaskan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi

mereka. Ketika mereka menghadapi suatu situasi, respon mereka tidak bersifat

mekanis, tidak pula ditentukan oleh faktor- faktor eksternal; alih-alih, respons

mereka bergantung pada bagai mana mereka mendefinisikan situasi yang dihadapi

dalam interaksi sosial. Jadi, individulah yang di pandang aktif untuk menentukan

lingkungan mereka sendiri. Kedua: makna adalah produk interaksi sosial, karena

itu makna tidak melekat pada objek, melainkan di negosiasikan melalui

26

penggunaan bahasa. Negosiasi itu di mungkinkan karena manusia mampu

menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan

tanpa kehadiran objek fisik, tindakan atau peristiwa itu), namun juga gagasan

yang abstrak. Akan tetapi, nama atau simbol yang digunakan untuk menandai

objek, tidakan peristiwa atau gagasan itu bersifat arbitrer (sembarang).

Artinya, apa saja bisa di jadikan simbol dan karena itu tidak ada hubungan

logis antara nama atau simbol dengan objek yang di rujuknya, meskipun kita

terkadang sulit untuk memisahkan kedua hal itu. Melalui penggunaan simbol

itulah manusia dapat berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang dunia. Ketiga:

makna yang di interpretasikan individu dapat berubah dari waktu kewaktu, sejalan

dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.

Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan

proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri.Manusia

membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Dalam proses

ini, individu mengantisipasireksi orang lain, mencari artelnatif-artelnatif ucapan

atau tindakan yang akan ia lakukan.

Individu membayangkan bagaimana orang lain atau merespon ucapan atau

tindakan mereka. Proses pengambilan peran tertutup (covert roletaking) itu

penting, meskipun hal itu tidak teramati. Oleh karena itu kaum interaksionis

simbolik mengakui adanya tindakan tertutup dan tindakan terbuka, menganggap

tindakan terbuka sebagai kelanjutan dari tindakan tertutup. (Deddy Mulyana 2008,

h. 71-72).

27

George Ritzer dalam Deddy Mulyana (2008, h. 73) meringkaskan teori

interaksi simbolik kedalam prinsip-prinsip, sebagai berikut:

1. Manusia, tidak seperti hewan lebih rendah, di berkahi dengan kemampuan

berpikir.

2. Kemampuan berpikir itu di bentuk oleh interaksi sosial.

3. Dalam interaksi sosial orang belajar makna dan simbol yang memungkinkan

mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai manusia, yakni

berpikir.

4. Makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan (action) dan

interaksi yang khas manusia.

5. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang

mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi

mereka atas situasi.

6. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena, antara lain,

kemampuan mereka berinteraksi dengan diri sendiri, yang memungkinkan

mereka memerikas tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan

kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya.

7. Pola-pola tindakan dan interaksi yang jalin-menjalin ini membentuk

kelompok dan masyarakat. (Deddy Mulyana 2008, h. 73).

28

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, metode penelitian kualitatif

pada dasarnya menerangkan cara yang akan di tempuh seorang peneliti dalam

proses penelitian. Metode ini menguraikan hal-hal yang meliputi penjelasan

tempat dan waktu penelitian, jenis penelitian, jenis penelitian sumber-sumber data

yang di manfaatkan, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data, seluruh

bagian akan dijelaskan sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai

penelitian yang dilaksanakan (Moleong 2010, h. 48).

Metode pengkajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif, penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan

sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya.

Sebagai suatu metode kualitatif, studi kasus mempunyai beberapa

keuntungan. Pendapat Lincoln dan Guba dalam Deddy Mulyana (2008, h. 201).

mengemukakan bahwa keistimewaan study kasus meliputi hal-hal berikut:

Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni

menyajikan pandangan subjek yang diteliti.

Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang

dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.

Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara

peneliti dan responden.

30

Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi

internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi

faktual tetapi juga keterpercayaan (trust worthiness).

Studi kasus memberikan “uraian tebal” yang di perlukan bagi penilaian

atas transferabilitas.

Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi

pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut. (Deddy Mulyana 2008,

h. 201).

3.2. Sumber Data dan Teknik pengumpulan data

3.2.1. Sumber data

Dalam penelitian ini data bersumber dari:

3.2.1.1. Data Sekunder merupakan data yang berupa bukti, catatan, atau laporan

historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang di publikasikan

Data dalam penelitian ini di peroleh dari dokumen-dokumen yang dipublikasikan

di perpustakaan Universitas Teuku Umar Meulaboh yang relevan untuk menyusun

penelitian ini. (Indrianto dan Suporno 1999, h. 146).

3.2.1.2. Data Primer adalah data yang di peroleh dan berkaitan langsung dengan

permasalahan yang di hadapi dalam penelitian ini, yaitu mengenai Analisis

Perubahan Budaya Komunikasi Masyarakat Gampong Panton Kabupaten Aceh

Jaya (Studi Kasus Perubahan Bahasa Sebelum dan Sesudah Tsunami),

pengumpulan data yang di gunakan oleh penulis adalah:

31

a. Observasi yaitu suatu prosedur yang berencana yang antara lain meliputi,

melihat, dan mencatat aktifitas tertentu yang ada hubungannya dengan

masalah yang diteliti. (Notoatmodjo 2005, h. 93).

b. Wawancara yaitu suatu metode yang di pergunakan untuk mengumpulkan

data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan

dari seseorang sasaran penelitian (responden, atau bercakap-cakap

berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face). (Notoatmodjo

2005, h. 102).

3.2.2. Teknik pengumpulan data

Dalam pengumpulan data diperlukan teknik pengumpulan data sebagai

berikut:

a. Observasi

Observasi di artikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap segala yang tampak pada objek penelitian, pengamatan dan pencatatan

yang di lakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa,

sehingga observasi berada bersama objek yang di selidiki, disebut observasi

langsung, sedangkan observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan

tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang ada diselidiki. (Maman

Rachman, 1999:77).

Penelitian ini dilakukan di Gampong Panton Kecamatan Teunom Kabupaten

Aceh Jaya dimana peneliti ingin mengetahui lebih jauh lagi tentang kondisi atau

situasi budaya yang sudah mulai berubah setelah terjadinya bencana gempa

tsunami yang ada di Gampong Panton tersebut.

32

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan

seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. (Deddy Mulyana

2008, h. 180).

Dalam penelitian ini yang akan diwawancara adalah Kepala Desa (geuchik),

tokoh masyarakat, tokoh adat, ibu rumah tangga dan anggota masyarakat yang ada

di Gampong tersebut.

c. Dokumentasi

Teknik dokumentasi dalam penelitian ini di gunakan sebagai pelengkap dari

teknik pengumpulan data lainnya, data-data yang diambil dari dokumen hanya

meliputi gambaran umum wilayah penelitian, yang di peroleh dari data monografi

gambar Gampong Panton, yang meliputi perubahan budaya komunikasi.

3.3. Instrumen Penelitian

Penelitian metode kualitatif, suatu metode penelitian yang di gunakan untuk

meneliti pada kondisi objek yang alami, maka peneliti sebagai instrumen kunci.

Peneliti merupakan instrumen kunci utama, karena peneliti sendiri yang

menentukan keseluruhan skenario peneliti serta turun langsung ke lapangan

melakukan pengamatan dan wawancara dengan informan.

Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian untuk mendapatkan data

yang valid dan variable. Namun, untuk membantu kelancaran dalam

melaksanakannya, penelitian ini didukung juga oleh instrumen pembantu sebagai

panduan wawancara. Oleh karena itu sebelum turun kelapangan, maka peneliti

akan membuat panduan wawancara untuk memudahkan pelaksanaan pene litian di

33

lapangan. Alat bantu yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu : Dokumen,

laporan, dan lain sebagainya. (Moleong 2002, h. 4).

Dalam penelitian ini menggunakan alat bantu yang lain yaitu hp, untuk

mengambil foto, merekam suara informan, berkomunikasi dengan informan dan

ada juga alat bantu lain- lainnya.

3.4. Teknik Analisis Data

Semua data yang di peroleh akan dianalisis secara kualitatif. Artinya, untuk

analisis data tidak di pergunakan model uji statistik melainkan lebih ditujukan

model penyajian deskriptif. Ada tiga komponen dalam menganalisis data, yaitu

:reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Sugiyono 2007, h. 286) :

1. Reduksi data: sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian pada

penyederhanaan abstraksi data dari catatan lapangan. Data ini di

kelompokkan sesuai dengan masalah yang dikaji. Proses reduksi data

berlangsung selama penelitian ini berlangsung.

2. Penyajian data: Membandingkan dan menghubungkan semua data primer

yang ditemukan dilapangan dengan data sekunder, yaitu data yang di

peroleh di kepustakaan. Selanjutnya melakukan interpretasi terhadap data

tersebut, guna membagi konsep yang bermakna.

3. Penarikan kesimpulan: kesimpulan ini dilakukan berdasarkan hasil

interpretasi data yang di peroleh dari data primer (wawancara dan

observasi) dan data sekunder (buku-buku, internet, jurnal). Untuk

menghindari kesalahan interpretasi terhadap data dan pematangan hasil

yang diperoleh, maka dilakukan penafsiran ulang terhadap kesimpulan.

34

3.5. Uji Kredibilitas Data

Pengujian keabsahan data pada metode penelitian kualitatif menurut

Sugiyono(2007, h. 339) meliputi uji credibility (validitas internal), transferability

(validitas eksternal), dependability (reliability) dan confirmability (obyektivitas).

Sedangkan dalam penelitian ini yang di gunakan adalah :

3.5.1. Pengujian Kredibilitas

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian

kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan

ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan

member check. Di gunakannya uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang

lebih mendalam mengenai subyek penelitian.

Triangulasi di maksudkan untuk mendapatkan keterangan dari beberapa

pihak secara terpisah namun dengan karakteristik yang sama, kemudian hasilnya

di cross check antara jawaban yang satu dengan yang lain. Triangulasi dalam

penelitian ini dilakukan terhadap orang tua dan sahabat dekat responden.Dari hasil

jawaban beberapa pihak tersebut kemudian dilihat kesamaan dan perbedaannya,

sehingga dapat dilihat penerimaan diri berdasarkan pengalaman psikologis

obesitas dari orang yang satu dengan orang yang lain.

Kredibilitas (credibility) bertujuan untuk menilai kebenaran dari temuan

penelitian kualitatif. Kredibilitas di tunjukkan ketika partisipan mengungkapkan

bahwa transkrip penelitian memang benar-benar sebagai pengalaman dirinya

sendiri. Dalam hal ini peneliti akan memberikan data yang telah ditranskripkan

untuk di baca ulang oleh partisipan. (Sugiyono 2007, h. 345).

Dalam penelitian ini menggunakan pengujian kredibilitas data.

35

3.5.2. Pengujian Transferability

Transferability (validitas eksternal) menunjukkan derajat ketepatan atau

dapat diterapkannya hasil penelitian ke informan di mana sampel tersebut diambil.

Nilai transfer berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil penelitian dapat

diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Bagi peneliti naturalistik, nilai

transfer bergantung pada pemakai, hingga manakah hasil penelitian tersebut dapat

digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain. Digunakannya uji ini karena

dapat diterapkan pada subyek yang lain yang mempunyai karakteristik yang sama

dengan subyek penelitian yang di ambil.

Supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada

kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti dalam

membuat laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis dan

dapat dipercaya. Dengan demikian maka pembaca menjadi lebih jelas atas hasil

penelitian tersebut, sehingga dapat memutuskan bisa atau tidaknya untuk

mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain. Bila pembaca laporan

penelitian memperoleh gambaran yang sedemikian jelasnya, semacam apa suatu

hasil penelitian dapat diberlakukan (transferability), maka laporan tersebut

memenuhi standar transferability. (Sugiyono 2007, h. 346).

3.5.3. Pengujian Konfirmability

Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmability mirip dengan uji

dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji

konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang

dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang

dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmability.

36

Dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada, tetapi hasilnya ada. Uji ini

dimaksudkan agar pola-pola pertanyaan yang diajukan kepada subyek-subyek lain

yang serupa maka didapatkan hasil yang serupa pula sehingga didapatkan

keabsahan data untuk penelitian lebih lanjut.

Penelitian di katakan obyektif bila hasil penelitian telah di sepakati

partisipan. Peneliti akan melakukan confirmability dengan menunjukkan seluruh

transkrip yang sudah di tambahkan catatan lapangan, tabel pengkatagorian tema

awal dan tabel analisis tema pada pembimbing penelitian dan partisipan.

(Sugiyono 2007, h. 351).

37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian, mengetahui kondisi lingkungan yang akan

diteliti merupakan hal yang sangat penting yang harus diketahui oleh peneliti.

Adapun lokasi penelitian yang diambil penulis adalah Gampong Panton.

Sehubungan dengan penelitian ini, maka yang perlu diketahui oleh peneliti

adalah Kondisi Geografis dan Kondisi Demografis dan lain sebagainya.

4.1.1. Kondisi Geografis

1. Letak Gampong

Gampong Panton adalah salah satu Gampong yang berada di Kecamatan

Teunom Kabupaten Aceh Jaya dengan luas 800 ha, terletak 37 km dari Ibu Kota

Kabupaten Aceh Jaya yaitu Calang.

Gampong Pantong terbagi atas tiga Dusun/Jurong yaitu:

1. Dusun Teladan

2. Dusun Harapan

3. Dusun Makmur

Ditinjau dari segi Geografis Gampong Panton, Kecamatan Teunom Kabupaten

Aceh Jaya merupakan Gampong yang berdekatan dengan Gampong Pasie Tulak bala,

Gampong Padang Kleng dan Gampong Keude Teunom untuk lebih jelas dapat dilihat

pada tabel berikut ini:

38

Tabel 4.1

Jarak Gampong Dari Pusat Pemerintahan

1 Ibu Kota Provinsi 191 km Keterangan

2 Ibu Kota Kabupaten 37 km Calang

3 Ibu Kota Kecamatan 1 km Teunom

4 Pukesmas 9 km Teunom

5 Rumah Sakit Umum 9 km Teunom

6 SPBU 9 km Teunom

Sumber: Monografi Gampong Panton Tahun 2012

2. Batas Gampong

Gampong Panton merupakan salah satu gampong di kecamatan teunom yang

berbatasan dengan beberapa gampong lain yang masih dalam satu kecamatan adapun

batas gampong adalah:

Sebelah Utara : Gampong Pasie Tulak Bala

Sebelah Timur : Gampong Padang Kleng

Sebelah Barat : Samudra Hindia

Sebelah Selatan : Gampong Keude Teunom / Alue Ambang

3. Pembagian Wilayah

Gampong Panton dipimpin oleh seorang Geuchik yang bernama Anwar

Husen dalam menjalankan pemerintahan, Geuchik di bantu oleh perangkat gampong

lainnya yaitu seorang sekretaris gampong dan 5 orang perangkat lainnya gampong.

Adapun pembagian tugas pemerintahan gampong yaitu sebagai berikut:

39

Geuchik : Anwar Husen

Sekretaris Gampong : Aiyub, H. Usman

Kaur Pembangunan : Sapril Maidi

Kaur pemerintahan : Hasanuddin

Kaur Kesra : Sulaiman

Dalam menjalankan roda pemerintahannya aparat Gampong Panton selain

bekerja sama dengan Tuha Peut atau Badan Perwakilan Gampong yang diketahui

oleh Yusrijal, H. Usman.

40

Struktur Pemerintahan Gampong Panton

Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya

Sumber:Monografi Gampong Panton Tahun 2012

GEUCHIK

ANWAR HUSEN

TUHA PEUT

YUSRIJAL,H.USMAN

KEJRUEN BLANG

M. TAHIR

SEKRETARIS DESA

AIYUB, H. USMAN

KAUR

PEMBANGUNAN

SAPRIL MAIDI

KAUR

PEMERINTAHAN

HASANUDDIN

KAUR

KESRA

SULAIMAN

KEPALA DUSUN

TELADAN

YUHIL MADI KEPALA DUSUN

HARAPAN

ABDUL AZIS

KEPALA DUSUN

MAKMUR

HASBALLAH

41

4.1.2. Kondisi Demografis

1. Penduduk

Jumlah penduduk Gampong Panton berdasarkan data dinamis akhir Tahun

2012 secara keseluruhan dengan jumlah Kepala Keluarga 266 KK dari jumlah

tersebut terdiri dari 881 Jiwa, dengan rincian 443 laki- laki dan 438 Jiwa penduduk

perempuan. Jumlah penduduk Menurut Dusun dapat di lihat dari tabel berikut ini:

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Menurut Dusun

No

Dusun Jumlah

KK

Jumlah Jiwa Total Jiwa

L P

1 Dusun Teladan 87 157 143 300

2 Dusun Harapan 103 180 170 350

3 Dusun Makmur 76 106 125 231

JUMLAH 266 443 438 881

Sumber:Monografi Gampong Panton Tahun 2012

Tabel 4.3

Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia

No Golongan Umur Jenis Kelamin Jumlah

Laki-Laki Perempun

1 0 bulan – 12 bulan 24 20 44

2 13 bulan – 4 bulan 30 27 57

3 5 tahun – 6 tahun 27 18 45

4 7 tahun – 12 tahun 29 24 53

5 13 tahun – 15 tahun 30 30 60

6 16 tahun – 18 tahun 38 36 74

7 19 tahun – 25 tahun 26 22 48

8 23 tahun – 35 tahun 44 37 81

9 36 tahun – 45 tahun 50 88 138

10 46 tahun – 50 tahun 21 30 51

11 51 tahun – 60 tahun 48 46 94

12 61 tahun – 75 tahun 52 43 95

13 Diatas 75 tahun 24 17 41

JUMLAH 443 438 881

Sumber: Monografi Gampong Panton Tahun 2012

42

4.1.3. Potensi Gampong

Gampong Panton adalah salah satu Gampong diantara 38 Gampong yang ada

dalam wilayah Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya yang terletak di sebelah

Timur Pusat Pemerintah Kecamatan sebagian mata pencaharian penduduk Petani,

namun terkadang masyarakat juga memiliki mata pencaharian variatif, hal ini di

sebabkan oleh faktor kesempatan kerja, apabila sedang ada peluang kerja proyek

bangunan mereka menjadi tukang atau buruh dan apabila musim turun kelaut tiba

mereka juga menjadi nelayan.

Demikian pula di sektor ekonomi produktif. Warga Gampong Panton

memiliki banyak sektor usaha ekonomi, misalnya, usaha warung kopi, kedai / kios

kelontong, usaha perabot, usaha perbengkelan, pertukangan, usaha perkebunan dan

pertanian.

4.2. Profil Informan

Anwar Husen selaku Geuchik Gampong Panton, Berjabat sebagai Geuchik Gampong

sejak tahun 2007 dan menetap di Gampong Panton sejak tahun 1968, Yusrijal,

H.Usman selaku tokoh adat, Berjabat sebagai tokoh adat sejak tahun 2005 dan

Menetap di Gampong Panton sejak tahun 1990, Tgk,M.Andah selaku tokoh

masyarakat, Berjabat sebagai tokoh masyarakat sejak tahun 2005 dan Menetap di

Gampong Panton sejak tahun 1950.

Ifraem, Menetap di Gampong Panton sejak tahun 1955, Zainuddin, Menetap di

Gampong Panton sejak tahun 1941, Romi, Menetap di Gampong Panton sejak tahun

1988, Lela Fitri, Menetap di Gampong Panton sejak tahun 2006, Nurjannah,

43

Menetapdi Gampong Panton sejak tahun 2003, dan Rasmawati,Menetap di Gampong

Panton sejak tahun 2007.

Tabel 4.4

Gambaran Keberadaan Informan Menurut Pekerjaan

NO NAMA PEKERJAAN

1 Anwar Husen Kepala Desa/ Geuchik

2 Yusrijal, H. Usman Wira Suasta

3 Tgk. M. Andah Tani

4 Ifraem. Yus Tani

5 Zainuddin Tani

6 Romi Bengkel

7 Lela Fitri Jual nasi/warung

8 Nurjannah Ibu Rumah Tangga

9 Rasmawati Ibu Rumah Tangga

4.3. Hasil Penelitian

4.3.1. Budaya Komunikasi Masyarakat Gampong Panton Sebelum dan Sesudah

Tsunami

Sangat jauh berubah budaya komunikasi masyarakat Panton sebelum dan

sesudah terjadinya tsunami, di mana sebelum terjadinya bencana gempa dan tsunami

masyarakat Gampong Panton masih ketinggalan zaman.Sebagaimana hasil

wawancara dengan:

Bapak Anwar Husen selaku Geuchik Gampong Panton yang mengatakan bahwa:

“Sebelum tsunami masyarakat gampong kami tidak ada perubahan sama sekali, apa lagi perubahan bahasa yang mana masyarakat disini tidak ada yang

menggunakan bahasa Indonesia, tapi semuanya menggunakan bahasa Aceh, setelah tsunami sebagian masyarakat gampong sudah menggunakan bahasa

Indonesia, karna disini banyak pendatang yang datang ke gampong kami, ada yang sebagai dosen dari luar, dan untuk sementara menetap di Gampong Panton, dan ada juga yang menikah dengan masyarakat gampong ini, dari

situlah sedikit terjadinya perubahan bahasa dan yang sangat terpengaruh oleh anak-anak remaja sekarang yaitu mengikuti media massa, yaitu seperti media

44

elektronik dan cetak, kalau media elektronik adalah seperti hp, internet,

televisi dan lain sebagainya, dimana yang sangat terpengaruh oleh anak remaja sekarang yaitu lebih ketelevisinya, dimana banyak perubahan yang

terjadi seperti penampilan, gaya mereka berbahasa dan pergaulan antara laki-laki dan perempuan.”

Bapak M.Andah selaku Tokoh Masyarakat yang mangatakan bahwa:

“Perubahan yang terjadi di gampong kami yaitu perubahan sosial, sejak tahun 1950 dimana tahun saya menetap pertama sekali di Gampong Panton tidak

ada perubahan sosial sama sekali, setelah terjadinya musibah gempa dan tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 perubahan tersebut terus

berkembang, dikarenakan banyak pendatang atau suku dari luar daerah masuk ke gampong kami dengan memberikan berbagai bantuan kepada masyarakat Gampong Panton”

Hal yang serupa disampaikan oleh Tokoh Adat Gampong Panton:

“Perubahan pertama sekali terjadi setelah tsunami yaitu perubahan sosial,

dimana perubahan tersebut masih berkembang sampai saat ini”

Bapak Romi selaku masyarakat Gampong Panton yang mengatakan bahwa:

“Kalau menurut saya perubahan yang sangat cepat terjadi di gampong ini adalah hp, dimana sebelum tsunami saya sendiri tidak mampu untuk beli hp,

tapisekarang jangan kan saya, anak SD saja sudah mempunyai hp dan juga bahasa, dulu sebelum orang dari luar datang ke gampong kami, tidak ada perubahan bahasa sedikitpun di gampong kami, tapi setelah terjadinya

tsunami perubahan itu terus belanjut sampai saat ini”

Bapak Ifraem.Yus selaku masyarakat Gampong Panton mengatakan bahwa:

“Sebelum tsunami disini tidak ada perubahan apapun seperti perubahan

elektronik, penampilan, bahasa dan lain sebagainya, tetapi setelah tsunami

perubahan tersebut terus berkembang sampai sekarang”

45

IbuRasmawati selaku Ibu Rumah Tangga yang mengatakan bahwa:

“Perubahan yang terjadi di gampong kami yang pertama sekali perubahan

bahasa, yang mana perubahan tersebut berubah setelah terjadinya tsunami,

sebelum terjadinya tsunami, tidak ada yang berbahasa Indonesia terkecuali

sewaktu berbicara dengan pendatang sementara ke Gampong Panton saja”

Ibu Nurjannah selaku Ibu Rumah Tangga yang mengatakan bahwa:

“Perubahan budaya komunikasi di gampong saya, yang saya ketahui bahwa sebelum dan sesudah tsunami budaya komunikasinya sangat jauh berubah,

dimana sebelum terjadinya tsunami masyarakat di gampong saya tidak ada yang menggunakan bahasa Indonesia, tapi setelah terjadinya tsunami sebagian

masyarakat di gampong saya sudah menggunakan bahasa Indonesia, bahkan sekarang sebagian masyarakat sudah mengajari anaknya untuk berbicara dengan bahasa Indonesia”

4.3.2. Bentuk dan Jenis Budaya Komunikasi yang Berubah

Di setiap budaya pasti ada perubahan yang terjadi di dalam gampong tersebut,

dimana perubahan yang terjadi di Gampong Panton seperti hp, penampilan, internet,

adat istiadat dan terutama sekali bahasa, dimana setelah terjadinya tsunami

masyarakat Gampong Panton tidak tahu untuk apa itu internet, dan sebagian lagi

untuk apa itu hp dan cara menggunakannya bagaimana, tetapi setelah terjadinya

tsunami budaya komunikasi masyarakat Panton semua sudah berubah, hasil

wawancara dengan :

Bapak Anwar Husen selaku Geuchik Gampong Panton yang mengatakan bahwa:

“Budaya komunikasi yang berubah di Gampong Panton adalah perubahan sosial, perubahan media massa, antara lainhp, internet, penampilan, adat istiadat, pergaulan dan bahasa, dimana sebelum tsunami masyarakat Gampong

46

Panton tidak tau manfaat internet, penampilan, adat istiadat juga tidak

berubah, tapi setelah terjadinya tsunami budaya komunikasi masyarakat Gampong Panton sudah mulai berubah sampai sekarang ini”.

Bapak Hasanuddin selaku Kaur Pemerintahan Gampong Panton yang mengatakan

bahwa:

“Budaya yang berubah seperti hp, bahasa, adat istiadat, pergaulan, penampilan

dan terutama sekali masalah kesopanan, dimana sebagian anak muda kami

disini sekarang sama sekali tidak ada kesopanan lagi sama orang-orang yang

lebih tua di gampong ini”

Ibu Rasmawati selaku Ibu Rumah Tangga yang mengatakan bahwa:

“Yang saya tau budaya yang berubah di gampong saya seperti, bahasa, adat

istiadat, penampilan dan terutama sekali pergaulan antara laki- laki dan perempuan, dimana bisa kita lihat, kita tidak tau lagi sekarang mana yang sudah menikah dan mana yang belum, banyak sekali kita lihat pergaulan

seperti ini pada anak-anak remaja sekarang”

Ibu Nurjannah selaku Ibu Rumah Tangga yang mengatakan bahwa:

“Bila mana yang saya ketahui yaitu perubahan sosial yang mengcakup semua

perubahan tersebut dalam perubahan sosial”

Bapak Zainuddin selaku masyarakat Gampong Panton yang mengatakan bahwa:

“Budaya komunikasi yang berubah yaitu elektronik, seperti, hp, Internet dan

lain- lain sebagainya”

47

Bapak Romi selaku mayarakat Gampong Panton yang mengatakan bahwa:

“Budaya komunikasi yang berubah yaitu bahasa, sebagaimana dalam mereka

berbahasa sehari-hari sekarang, ada yang berbahasa Aceh ada juga yang

berbahasa Indonesia, dan juga budaya komunikasi elektronik, seperti hp,

internet dan lain sebagainya”

4.3.3. Faktor yang Menyebabkan Perubahan Budaya Komunikasi Masyarakat

Gampong Panton

Faktor yang menyebabkan perubahan budaya komunikasi adalah dengan

masuknya orang-orang dari luar, kegampong Panton dengan catatan memberikan

bantuan kepada pihak yang terkena musibah Gempa dan tsunami, sebagaimana hasil

wawancara dengan :

Bapak Anwar Husen selaku Geuchik Gampong Panton yang mengatakan bahwa:

“Pertama sekali terjadinya perubahan budaya komunikasi di Gampong kami dengan masuknya anggota PMI, IOM, IPRD, WALHI, CHILDFUND dan lain- lain sebagainya, dan ada yang menepatkan Posko di Gampong kami,

terutama Posko PMI, dimana mereka yang datang kesini dengan memberikan bantuan kepada kami yang berbeda-beda, seperti anggota PMI dengan

memberikan rumah, IOM memberikan bantuan alat perlaminan, IPRD memberikan bantuan Balai Desa, WALHI memberikan bantuan Modal Usaha dan Pertenakan, dan CHILDFUND yang membangunkan rumah sekolah

PAUD, dan ada bantuan lain- lain sebagainya”

Bapak Jusrijal, H.Usman, selaku Tokoh Adat yang mengatakan bahwa:

“Faktor yang menyebabkan perubahan budaya komunikasi di Gampong ini, dengan masuknya anggota, IOM, IPRD, CARDI,CHILDFUND, WALHI, ADRA, PMI, NGO dan anggota-anggota lain sebagainya, dimana mereka

memberikan bantuan kepada kami yang berbeda-beda, dan dari situlah pertama sekali terjadinya perubahan komunikasi di Gampong kami sampai

sekarang perubahan tersebut masih berjalan”

48

Bapak Tgk, M. Andah selaku Tokoh Masyarakat yang mengatakan bahwa:

“Faktor yang menyebabkan perubahan di Gampong kami adalah televisi,

dimana masyarakat Panton cepat sekali terpengaruh dengan menonton televisi,terutama sekali bagi anak-anak remaja sekarang, dulu sebelum tsunami dalam satu gampong terdapat 3 atau 4 televisi saja, tapi sekarang

setelah terjadinya tsunami hampir semua masyarakat Panton sudah memiliki televisi di rumah mereka masing-masing, jadi perubahan tersebut cepat

mereka tiru”

IbuNurjannah selaku Ibu Rumah Tangga Gampong Panton yang mengatakan bahwa:

“Hampir semua anak-anak remaja sekarang yang cepat sekali terpengaruh

dengan adanya siaran televisi, dimana mereka semuanya meniru gaya apa saja yang disiarkan dalam televisi, begitu juga dengan hp kalau kita salah

mempergunakan hp, bisa-bisa kita terjebak dengan hp kita sendiri, karna dimana kita lihat sekarang banyak sekali remaja-remaja yang hamil diluar nikah, itu semua karna hp, mereka bisa janjian dimana saja mereka mau tanpa

orang lain ketahui terutama orang tua mereka yang sama sekali tidak tau apa-apa”

Ibu Lela Fitri selaku masyarakat Gampong Panton yang mengatakan bahwa:

“Yang saya ketahui faktor yang pertama sekali terjadinya perubahan budaya

komunikasi di Gampong Panton dengan adanya pendatang seperti orang

bulek, di mana sampai sekarang mereka masih ada di Gampong Panton ini.

Bapak Romi selaku masyarakat Gampong Panton yang mengatakan bahwa:

“Faktor yang membuat perubahan budaya komunikasi yang terjadi di

Gampong Panton yaitu dimana setelah datangnya lembaga IOM, PMI, WALHI, dan lembaga- lembaga lain sebagainya yang masuk ke Gampong

Panton dengan memberikan berbagai macam bantuan kepada masyarakat Panton dan dari sanalah banyak sekali perubahan yang mereka bawa ke Gampong Panton, terutama sekali bahasa, karna banyak dari pada mereka

yang menggunakan bahasa Indonesia, cuma sebagian dari pada mereka orang dari Aceh”

49

Bapak Zainuddin selaku masyarakat Gampong Panton yang mengatakan bahwa:

“Faktor yang membuat perubahan budaya komunikasi di Gampong Panton

yaitu dengan masuknya orang-orang dari luar daerah ke Gampong Panton”

4.4. Pembahasan

4.4.1. Budaya Komunikasi Masyarakat Gampong Panton Sebelum dan Sesudah

Tsunami

Berdasarkan hasil jawaban diatas, penulis menyimpulkan bahwa perubahan

zaman yang terus berkembang sekarang, dibandingkan dengan zaman sebelum

tsunami, lebih berkembang perubahan zaman yang sesudah terjadinya tsunami,

dimana perubahan zaman sekarang yaitu perubahan media massa yaitu perubahan

tersebut adalah perubahan media cetak dan media elektronik, dimana media cetak

yaitu seperti koran, majalah, novel, buku dan lain- lain sebagainya, yang mana terus

berkembang sampai saat ini, dan juga media elektronik yaitu hp, televisi, internet,

radio dan lain- lain seterusnya.

Begitu juga dengan perubahan budaya komunikasi antar-budaya, dimana

komunikasi antara satu suku dengan suku yang lain dan juga perubahan dalam

berkomunikasi dengan masyarakat gampong setempat, dimana perubahan tersebut

terus berkembang dan juga perubahan bahasa dimana sebelum tsunami masyarakat

Panton tidak ada yang menggunakan bahasa Indonesia tetapi setelah terjadinya

tsunami sebagian masyarakat Panton sudah menggunakan bahasa Indonesia, apa lagi

anak-anak remaja sekarang sebagian dari pada mereka juga sudah menggunakan

bahasa Indonesia di saat berkomunikasi dengan teman-temannya, tetapi kalau

50

masyarakat dari luar mereka rata-rata menggunakan bahasa Indonesia di bandingkan

dengan bahasa Aceh.

Mead dalam Deddy Mulyana (2008, h. 83-84), mengatakan bahwa dalam

interaksi mereka, manusia menafsirkan tindakan verbal dan nonverbal. Tindakan

verbal merupakan ujaran, ucapan dan kata-kata yang lazim dimengerti, sedangkan

tindakan nonverbal merujuk kepada semua perilaku manusia yang bermakna selain

dari mekanisme linguistik. Bagi Mead, tindakan verbal merupakan mekanisme utama

interaksi manusia. Penggunakan bahasa atau isyarat simbolik oleh manusia dalam

interaksi sosial mereka pada gilirannya munculkan pik iran dan “diri” hanya melalui

penggunaan simbol yang siknifikan, khususnya bahasa, pikiran itu muncul, sementara

hewan lebih rendah tidak berfikir, karnamereka tidak berbahasa seperti bahasa

manusia.

Menurut teori interaksi simbolik, pikiran mensyaratkan adanya masyarakat;

dengan kata lain, masyarakat harus lebih dulu ada, sebelum adanya pikiran. Dengan

demikian, pikiran adalah bagian integral dari proses sosial, bukan malah sebaliknya:

proses sosial adalah produk pikiran. Seorang manusia yang sadar diri, tidak mungkin

ada tanpa adanya kelompok sosial terlebih dulu. Dengan kata lain, tidak mungkin

seorang manusia yang lahir kedunia, dan di asuh gorila atau beruang misalnya serta

tidak pernah bergaul dengan manusia lain, akan mempunyai pikiran. Upaya Mead

untuk memperioritaskan dunia sosial dalam memahami pengalaman sosial ini

bertentangan dengan spikologi (sosial) tradisional yang memulai kajiannya dengan

spikologi individu dalam rangka menjelaskan pengalaman sosial. Bahwa fokus utama

Mead itu adalah kelompok sosial. (Deddy Mulyana 2008, h. 83-84)

51

4.4.2. Bentuk dan Jenis Budaya Komunikasi Yang Berubah

Hp sangat di butuhkan bagi setiap orang untuk berkomunikasi dengan saudara

yang jauh. Dimana sebelum terjadinya tsunami hp tidak begitu banyak dimiliki oleh

masyarakat Gampong Panton, bahkan orang-orang yang tertentu saja dimasa itu yang

memiliki hp, tapi setelah terjadinya tsunami hampir semua masyarakat Panton

memiliki hp dan Sebelum terjadinya tsunami masyarakat Gampong Panton tidak tahu

apa itu internet, bahkan orang yang mampu beli hp pun yang ada internet di hp nya

sendiri tidak paham untuk apa itu internet, tapi setelah terjadinya tsunami sebagian

masyarakat Panton sudah tau manfaat internet, apa lagi bagi kaum muda-mudi sangat

cepat terpengaruh dengan adanya internet, karena bisa Facebook, cari bahan kuliah,

sekolah, jual beli barang yang kita suka yang telah dipaparkan di internet dan lain-

lain sebagainya.

Begitu juga dengan penampilan sebelum tsunami masyarakat Gampong

Panton tidak begitu peduli dengan penampilan mereka, apa lagi kaum wanita yang

tidak tau model ini dan model itu, tapi setelah terjadinya tsunami sangat banyak

sekali yang kita liat di Gampong Panton khususnya anak-anak remaja yang sangat

cepat terpengaruh dengan budaya luar, yang mana dulu tidak menggunakan pakaian

ketat, tapi sekarang sudah menggunakan pakaian tersebut dan juga adat istiadat

sebelum terjadinya tsunami adat istiadat yang di adakan di sebuah acara baik itu acara

orang meninggal, cukuran, pesta perkawinan dan pesta-pesta lainnya, masyarakat

Gampong Panton tidak menggunakan adat Perancis/adat Barat, tapi dengan

menghidangkan makanan kedepan para tamu yang hadir, tetapi setelah terjadinya

tsunami masyarakat Gampong Panton sudah menggunakan Adat Perancis/Adat Barat

52

kalau ada sebuah acara, dikarenakan bagi masyarakat Panton dengan adanya adat

Perancis/adat Barat mereka tidak begitu sibuk dengan menghidangkan makanan

kedepan para tamu. Akan tetapi para tamu yang hadir ketempat acara tersebut bisa

mengambilkan makanannya dengan sendiri.

Begitu juga dengan perubahan bahasa sangatlah berubah, dikarenakan

sebelum tsunami masyarakat Gampong Panton menggunakan bahasa Aceh tanpa ada

yang berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, tapi setelah terjadinya tsunami dimana

sebagian masyarakat Panton sudah menggunakan bahasa Indonesia, sebab dimana di

Gampong Panton tersebut banyak pendatang dari luar daerah datang ke Gampong

Panton tersebut, bahkan ada yang tinggal dan menikah dengan orang Panton dan ada

juga dalam sebuah keluarga sudah berkomunikasi dengan anak-anak dan suaminya

dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Rose dalam Deddy Mulyana (2008, h. 80-81) berpendapat, dalam

berkomunikasi dengan tanda alamiah, komunikator mengontrol perilaku pihak yang

hadir, apakah dengan sengaja atau tidak karna tubuh pihak kedua secara tetap

merespons dengan cara spesifik terhadap impak rangsangan atas alat-alat indranya.

Dalam komunikasi dengan simbol sinifikan, sebaliknya, komunikator dapat

mempengaruhi perilaku pihak yang hadir, namun ia tidak dapat mengendalikannya,

karna simbol berkomunikasi dengan isi makna dan nilainya bagi pihak yang hadir.

Rose menambahkan, sementara komunikator memancarkan suara atau isyarat visual,

pihak yang hadirlahyang memberi makna dan nilai terhadap suara atau isyarat visual

itu sehingga komunikasi menjadi suatu proses sosial yang memungkinkan

komunikator dan pihak yang hadir memberi andil terhadap isi komunikasi saat hal itu

53

mempengaruhi sistem saraf dan perilaku pihak yang hadir. Dalam kenyataan, baik

simbol siknifikan ataupun tanda alamiah merupakan sarana komunikasi dan dalam

perilaku nyata sering bercampur aduk. Melalui pertukaran simbol dan tanda inilah

orang-orang saling menafsirkan ucapan dan tindakan lawan bicara, mengatifikasi

ucapan dan tindakan orang lain dan dirinya sendiri, begitu seterusnya, meskipun tidak

bersifat sekuensial. (Deddy Mulyana 2008, h. 80-81)

4.4.3. Faktor yang Menyebabkan Perubahan Budaya Komunikasi Masyarakat

Gampong Panton

Lembaga PMI (Palang Merah Indonesia), IOM (International Organization

for Migration), CHILDFUND, IPRD (Institute of Process Research Development),

WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) danbanyak lembaga lain- lain

sebagainya, dimana mereka yang datang setelah terjadinya tsunami ke Gampong

Panton dan juga mereka menempatkan Posko mereka di Gampong Panton dengan

catatan memberikan bantuan kepada masyarakat Panton, baik itu rumah, beras, baju,

makanan dan lain sebagainya, dan juga pengaruh dari siaran televisi yang terus

berkembang, terutama sekali bagi anak-anak remaja, dimana mereka sudah mulai

sangat terpengaruh dengan adanya siaran televisi yang berbeda antara sebelum

tsunami dan sesudah terjadinya tsunami, seperti berpakaian, pergaulan dan yang

terutama sekali dalam gaya mereka berbahasa sudah sangat berubah, dengan sebelum

terjadinya tsunami, jadi, perubahan bahasa tersebut di GampongPanton masih terus

berkembang sampai sekarang.

54

Sebagaimana yang dikatakan dalam Teori Interaksi Simbolik olehMead dalam

Deddy Mulyana (2008, h. 81-83) yang mengatakan bahwa berdasarkan interpretasi

tindakan orang lain, individu dapat mengubah tindakan berikutnya agar sesuai dengan

tindakan orang lain. Modifikasi perilaku ini menuntut orang untuk memastikan

terlebih dulu makna, motif atau maksud apa yang terdapat di belakang tindakan orang

lain. Proses demikian hanya akan dimungkinkan bila manusia memiliki dan berbagi

simbol. Hewan tidak dapat menafsirkan perilaku hewan lain, karena mereka tidak

memiliki dan berbagi isyarat simbolik, apalagi mampu mengubah perilaku mereka

agar sesuai dengan perilaku hewan lainnya. Hal ini dapat di lihat, seperti yang di

lukiskan Mead, dalam pertukaran isyarat antara dua ekor anjing yang bermusuhan.

Tindakan masing-masing anjing menjadi rangsangan bagi anjing lainnya untuk

memberikan respon. Fakta bahwa seekor anjing siap menyerang anjing lainnya

menjadi stimulus bagi anjing lain itu untuk mengubah posisinya sendiri atau sikapnya

sendiri. Anjing-anjing tersebut saling merespons dengan menggonggong,

menggeram, menyerang, dan seterusnya. Setiap isyarat membangkitkan isyarat yang

dilakukan anjing lainnya yang otomatis dan langsung. Pertukaran isyarat ini bersifat

naluriah dan tidak reflektif, tanpa kesadaran atau pemastian atas makna, motif, dan

maksud isyarat sendiri dan anjing lainnya. Mead menamai apa yang terjadi dalam

situasi itu sekadar konversasi isyarat yang kualitasnya berbeda dengan komunikasi

isyarat bermakna yang dilakukan manusia.

Manusia berinteraksi dengan cara berbeda. Konkretnya, manusia merespon

tidak hanya tindakan orang lain, melainkan juga makna, motif dan maksud tindakan

tersebut. Dengan kata lain, manusia harus mendefinisikan apa makna tindakan yang

55

dihadapinya. Baik komunikator ataupun pengamat terlebih dulu harus mempelajari

makna kata atau isyarat untuk berkomunikasi secara simbolik, sementara komunikasi

dengan tanda alamiah berlangsung secara naluriah dan spontan. Menurut Mead,

manusia tidak hanya merespon, misalnya suatu kepalan tangan, malainkan makna

kepalan tangan tersebut yang mungkin merupakan serangan. Konse kuensinya,

pengertian, terlepas dari apakah hal itu menyenangkan atau tidak, akan diperoleh bila

para aktor yang terlibat memberikan makna yang sama kepada simbol tersebut.

Dengan memahami dan memastikan makna tindakan orang lain, orang dapat

mengubah tindakannya sendiri agar sesuai dengan tindakan orang lain. Bila seorang

lelaki mengetahui makna kepalan tangan seseorang yang dihadapinya, misalnya

kemungkinan besar ia akan mengubah perilakunya sendiri, sekarang siap melawan

atau melarikan diri. Ringkasnya, dalam pandangan Mead isyarat yang dikuasai

manusia berfungsi bagi manusia itu untuk membuat penyesuian yang mungkin di

antara individu- individu yang terlibat dalam setiap tindakan sosial dengan merujuk

kepada objek atau objek-objek yang berkaitan dengan tindakan tersebut.(Deddy

Mulyana 2008, h. 81-83)

56

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa:

1. Sebelum tsunami masyarakat Gampong Panton masih bahasa kental Aceh,

tidak ada yang menggunakan bahasa nasional, penampilan masih ke Acehan

(islami), begitu juga dengan adat istiadat, pergaulan dan lain- lain sebagainya.

Sesudah tsunami bahasa transformasi dari Aceh ke bahasa nasional, kalaupun

belum semua masyarakat Gampong Panton yang menggunakan bahasa

nasional. Begitu juga dengan penampilan, adat istiadat, pergaulan dan lain-

lain sebagainya.

2. Bentuk dan jenis budaya komunikasi yang berubah adalah seperti hp, internet,

penampilan, bahasa, adat istiadat, pergaulan dan lain- lain sebagainya.

3. Faktor yang menyebabkan perubahan budaya komunikasi masyarakat

Gampong Panton yaitu dengan datangnya lembaga dari luar yang masuk ke

Gampong Panton dengan catatan memberikan bantuan kepada masyarakat

Gampong Panton, di mana lembaga tersebut adalah lembaga PMI (Palang

Merah Indonesia), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia),

CHILDFUND, IOM (International Organization for Migration), IPRD

(Institute of Process Research Development), ADRA (Adventist Development

and Relief Agency) dan banyak lembaga- lembaga lain yang juga memberikan

bantuan kepada masyarakat Gampong Panton, dari situlah pertama sekali

57

terjadinya perubahan komunikasi di Gampong Panton dan perubahan tersebut

terus berkembang sampai saat ini.

5.2. SARAN

1. Kepada pemerintah, hendaknya lebih memperkuat pengontrolan terhadap

perubahan budaya komunikasi di tengah masyarakat khususnya pihak

pemerintah gampong dan propinsi umumnya, mengingat perubahan

komunikasi tersebut ada yang positif dan ada yang negatif.

2. Kepada para akademisi atau kampus hendaknya ikut memantau terhadap

perubahan budaya komunikasi di Aceh secara umum tidak hanya di Gampong

Panton supaya perubahan tersebut mengarah kepada kebaikan (positif).

57

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,Wiganto, Mulat. 2006. Sosiologi. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Jakarta.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Kencana. Jakarta.

Basyariah, Syamsuar. 2010. Eksistensi Sosial dan Budaya Islami Dalam

Komunikasi. SekolahTinggi Agama Islam (STAI) Teungku Di Rundeng.

Maulaboh Aceh Barat.

Canggara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo Persada.

Jakarta.

Liliweri, Alo. 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Pustaka Pelajar.

Yogkarta.

Mustofa, Ahmad. 1999. Ilmu Budaya Dasar. Pustaka Setia. Bandung.

Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.

Bandung.

1990. Komunikasi AntarBudaya. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Moleong J, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya.

Bandung.

2002. Metode Penelitian Kualitatif. Rosda. Bandung.

Ndrana, Taliziduhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, soekidjo. 2005. Pengembangan Sumber Daya Manusia. PT Rineka

Cipta. Jakarta.

Tumanggor, Rusmin. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Kencana. Jakarta.

Suyanto, Bagong. 2006. Metode Penelitian Sosial. Kencana. Jakarta.

Suporno dan Indrianto. 1999. Metode Penelitian Bisnis. BPFE. Jogjakarta.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.

Usman, Rani. 2009. Etnis Cina Perantauan Di Aceh. Buku Obor. Jakarta.

Widjaja. 2008. Komunikasi dan Hubungan Masyaraka., Bumi Aksara. Jakarta.

Widagdho, Djoko. 2003. Ilmu Budaya Dasar. Bumi Aksara. Jakarta.

(http://mbahkarno.blogspot.com/2012/10/asimilasi-kebudayaan.html).