ABSTRAK ANALISIS PERUBAHAN BUDAYA KOMUNIKASI …repository.utu.ac.id/614/1/BAB I_V.pdfterdapat dalam...
Transcript of ABSTRAK ANALISIS PERUBAHAN BUDAYA KOMUNIKASI …repository.utu.ac.id/614/1/BAB I_V.pdfterdapat dalam...
iii
ABSTRAK
ANALISIS PERUBAHAN BUDAYA KOMUNIKASI MASYARAKAT GAMPONG PANTON KABUPATEN ACEH
JAYA, (STUDI KASUS PERUBAHAN BAHASA SEBELUM DAN SESUDAH TSUNAMI).
OLEH : KUSNIDAR
NIM : 09C2022006
Pembimbing 1 : Sudarman Alwy, M.Ag
Pembimbing 2 : Fachrur Rizha, S.Sos.I, M.Ikom
Penelitian ini mengkaji tentang “Analisis Perubahan Budaya komunikasi
Masyarakat Gampong Panton Kabupaten Aceh Jaya” (Studi Kasus Perubahan Bahasa Sebelum dan Sesudah Tsunami). Penelitian ini menggunakan penelitian
kualitatif secara deskriptif, adapun sumber data ada dua yaitu data sekunder dan data primer, data sekunder merupakan data yang berupa bukti, catatan atau laporan, dan data primer adalah data yang di peroleh dan berkaitan langsung
dengan permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dengan cara observasi (pengamatan), wawancara, dokumentasi. Dalam penelitian ini ada tiga permasalahan yang di kaji yaitu, budaya komunikasi
masyarakat gampong panton sebelum dan sesudah tsunami, bentuk dan jenis budaya komunikasi yang berubah dan faktor yang menyebabkan perubahan
budaya komunikasi masyarakat gampong panton. Dari hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa, sebelum tsunami masyarakat gampong panton masih bahasa kental Aceh, tidak ada yang menggunakan bahasa nasional, penampilan masih ke
Acehan (islami), begitu juga dengan adat istiadat, pergaulan dan lain- lain, sesudah tsunami bahasa transformasi dari Aceh ke bahasa nasional, kalaupun belum semua
masyarakat gampong panton yang menggunakan bahasa nasional. Begitu juga dengan penampilan, adat istiadat, pergaulan dan lain- lain sebagainya. Bentuk dan jenis budaya komunikasi yang berubah adalah seperti hp, internet, penampilan,
bahasa, adat istiadat, pergaulan dan lain- lain sebagainya, faktor yang menyebabkan perubahan budaya komunikasi masyarakat gampong panton yaitu
dengan datangnya lembaga PMI (Palang Merah Indonesia), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), IOM (International Organization for Migration), IPRD (Institute of Process Research Development), dan ADRA (Adventist
Delelopment and Relief Agency).
Kata Kunci: Analisis, Perubahan, Budaya, Komunikasi, Masyarakat,
Gampong Panton, Kabupaten, aceh Jaya.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Budaya sangat berpengaruh bagi manusia, di karenakan segala sesuatu yang
terdapat dalam kehidupan masyarakat di tentukan oleh kebudayaan itu sendiri,
budaya juga suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan di wariskan dari generasi kegenerasi budaya tersebut dari
banyak unsur, yang termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
sebagai mana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya, ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya membuktikan budaya itu harus di pelajari.
Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup, manusia belajar berpikir,
merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya, ada
orang-orang yang berbicara bahasa tagalog, memakan ular, menghindari minuman
keras terbuat dari anggur, menguburkan orang-orang yang mati, berbicara melalui
telepon atau meluncurkan roket kebulan, ini semua karena mereka telah di
lahirkan atau sekurang-kurangnya di besarkan dalam suatu budaya yang
mengandung unsur-unsur tersebut, apa yang orang-orang lakukan, bagaimana
mereka hidup dan berkomunikasi, merupakan respon-respon terhadap dan fungsi-
fungsi dari budaya mereka.
Begitu juga budaya dan komunikasi tak dapat di pisahkan oleh karena budaya
tidak hanya menentukan siapa bicara, dengan siapa, tentang apa dan bagaimana
orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya
2
untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh
perbendaharaan perilaku kita sangat bergantung pada budaya tempat kita di
besarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya
beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi.
hubungan antara budaya dan komunikasi penting dipahami untuk memahami
komunikasi antar budaya, oleh karena melalui pengaruh budayalah orang-orang
belajar berkomunikasi. Seorang Korea, seorang Mesir atau seorang Amerika
belajar berkomunikasi seperti orang-orang Korea, orang-orang Mesir, atau orang-
orang Amerika lainnya, perilaku mereka dapat mengandung makna, sebab
perilaku tersebut di pelajari dan diketahui; dan perilaku itu terikat oleh budaya.
Cara-cara kita berkomunikasi, keadaan-keadaan komunikasi kita, bahasa dan gaya
bahasa yang kita gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita, semua itu
terutama merupakan respons terhadap dan fungsi budaya kita. Komunikasi itu
terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya, maka praktik dan perilaku komunikasi individu- individu yang diasuh
dalam budaya-budaya tesebut pun akan berbeda pula. (Perter & Larry 1982, h.
18).
Masyarakat Indonesia sejak dulu sudah dikenal sangat heterogen dalam
berbagai aspek, seperti adanya keberagaman suku bangsa, agama, bahasa, adat
istiadat dan sebagainya. Di lain pihak, perkembangan dunia yang sangat pesat saat
ini dengan mobilitas dan dinamika yang sangat tinggi, telah menyebabkan dunia
menuju ke arah “desa dunia” yang hampir tidak memiliki batas-batas lagi sebagai
akibat dari perkembangan teknologi modern. Untuk itu masyarakat harus siap
menghadapi situasi-situasi baru dalam konteks keberagaman kebudayaan atau
3
apapun namanya. Interaksi dan komunikasi harus berjalan antara satu dengan
yang lainnya.
Teknologi komunikasi telah mengantarkan manusia ke tahap yang
memungkinkan mereka berinteraksi dengan berbagai budaya lain. Misalnya,
fenomena yang terjadi sekarang ini dalam dunia global, sebagian interaksi budaya
bersifat tatap muka, sebagian lagi lewat media massa, sebagian interaksi bersifat
selintas atau berjangka pendek, sebagian lagi berjangka panjang atau permanen.
Proses interaksi dan komunikasi tersebut berlangsung di saat melanco ke manca
negara , belajar diluar negeri, melangsungkan pekerjaan, bersahabat pena,
konferensi kenegaraan, konser musik, penayangan telenovela atau film lewat
siaran televisi swasta maupun melalui televisi kabel, penayangan berita atau
serangkain muatan lain dalam program acara televisi dalam konteks nasional dan
internasional. Semua hal tersebut adalah fenomena komunikasi bernuansa
perbedaan budaya dunia.
Fenomena komunikasi antarbudaya tersebut tampaknya akan dialami
setiap saat, apalagi masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya secara
logis akan mengalami berbagai permasalahan, persentuhan antarbudaya akan
selalu terjadi karena permasalahan silang budaya selalu terkait erat dengan
cultural materialism yang mencermati budaya dari pola pikir dan tindakan dari
kelompok sosial tertentu dimana pola temperamen ini banyak ditentukan oleh
faktor keturunan (genetic), maupun hubungan sosial tertentu. Nilai-nilai yang
terkandung dalam kebudayaan menjadi acuan sikap dan perilaku manusia sebagai
makhluk individual yang tidak terlepas dari kaitannya pada kehidupan masyarakat
dengan orientasi kebudayaannya yang khas, sehingga pelestarian maupun
4
pengembangan nilai-nilai budaya merupakan proses yang bermatra individual,
sosial dan kultural sekaligus.
Fenomena komunikasi antara komunitas-komunitas berbeda budaya di
Indonesia sekarang ini, dengan demikian tampaknya semakin rumit sejalan
dengan semakin beragamnya konsep diri, minat, kepentingan, gaya hidup,
kelompok rujukan, sistem kepercayaan, dan nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat. Berbagai kajian akhirnya muncul untuk menjelaskan dan
menganalisisnya. Dari perspektif komunikasi, terdapat beberapa bidang yang
mengaitkan komunikasi dengan budaya, antara lain komunikasi antar budaya,
komunikasi lintas budaya, komunikasi Internasional, dan secara lebih khusus lagi
kajian komunikasi antar etnis, kajian antar ras dan sebagainya.
Kajian komunikasi antar budaya menjadi sangat populer, menarik dan unik.
Menarik karena garapannya sangat luas dan beragam. Di Indonesia kurang lebih
terdapat 200 etnis yang tersebar diberbagai daerah, mulai Sabang sampai Merauke
seperti: etnis Aceh, Batak, Minangkabau, Jawa, Sunda, Asmat, Ambon, dan lain-
lain. Terlebih di seluruh dunia terdapat ribuan, bahkan jutaan etnis, mulai dari
etnis yang terdapat dikawasan Timur Tengah, Barat, Amerika Latin, Afrika, dan
Asia. Unik karena etnis yang satu dengan yang lainnya memiliki karakterristik
yang berbeda. Hal inilah yang menjadi wilayah kajian komunikasi antarbudaya
lebih menarik dan dinamis.
Menurut Rogers dan Steinfatt kemampuan berkomunikasi antar budaya
merupakan kemampuan seseorang untuk bertukar informasi secara efektif dan
tepat dengan orang yang berlatar belakang budaya berbeda. Berlatar belakang
budaya berbeda berarti memiliki lingkup kehidupan yang tidak sama. Lingkup
5
kehidupan mencakup pandangan hidup, agama, etika, norma hukum, teknologi,
sistem pendidikan dan hasil kebudayaan yang bersifat materi maupun non materi.
Proses sosialisasi seseorang sangat di pengaruhi oleh lingkup kehidupannya.
Kemampuan berkomunikasi antar budaya merupakan salah satu tujuan pengajaran
bahasa asing, namun dalam pengajaran bahasa asing perhatian lebih dipusatkan
pada pengungkapan verbal yang sesuai dengan pola komunikasi bahasa asing
yang dipelajari, bukan proses interaksi yang terjadi. (Irsan Adrianda 2010, h. 163-
167).
Komunikasi alat yang digunakan dalam kita mengadakan kegiatan human
relations/hubungan kemanusiaan yaitu komunikasi melalui sarana bahasa. Tanpa
adanya komunikasi hubungan-hubungan tersebut tidak akan terjadi. Komunikasi
yang berasal dari bahasa latin, communist artinya adalah sama. Jadi komunikasi
adalah proses penyamaan pikiran-pikiran yang berada di dalam kepala (otak)
komunikator dengan pikiran yang berada didalam kepala komunikan. Astrid
Susanto mengatakan bahwa Kegiatan komunikasi merupakan kegiatan
pengoperan lambang- lambang yang mengandung arti, lambang-lambang tersebut
dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau isyarat- isyarat. Jika dua orang terlibat
dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan maka komunikasi akan
berlansung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang diperbincangkan.
(Wusanto 1987, h. 164).
Masyarakat itu sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama
dalam jangka waktu yang cukup lama serta mendiami suatu tempat tertentu.
Masyarakat terbagi menjadi dua kelompok teratur dan kelompok tidak teratur.
Adapun ciri kelompok teratur yaitu mempunyai tujuan, struktur organisasi, norma,
6
pimpinan dan bawahan. Bentuk-bentuknya seperti keluarga, kelompok formal dan
lain- lain. Sedangkan ciri kelompok tidak teratur yaitu tidak mempunyai tujuan,
pimpinan, bawahan, anggota, norma dan struktur organisasi bentuk-bentuknya
seperti massa, publik, kerumunan. (Onong Uchyana 2008, h. 171).
Begitu juga disaat terjadinya pasca musibah gempa dan tsunami yang terjadi
di Aceh Jaya khususnya di Gampong Panton, termasuk juga di daerah-daerah lain
yang juga menjadi korban serupa di provinsi Aceh. Ironisnya, sikap masyarakat
dalam berinteraksi dengan masyarakat luar (termasuk yang datang dar i luar Aceh
ataupun masyarakat Internasional) jauh lebih menarik dan komunikatif di
bandingkan ketika berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya yang telah terjadi
selama bertahun-tahun, setelah pendatang dari luar Aceh datang ke Aceh
perubahan budaya komunikasi tersebut sudah mulai berubah.
Dimana juga setelah terjadinya gempa dan tsunami sebagian masyarakat di
Gampong Panton tersebut sudah menggunakan bahasa Indonesia dan sebagian di
rumah-rumah tangga juga sudah berbahasa Indonesia tersebut dengan keluarganya
atau dengan anak-anaknya, sekarang kita liat sedikit demi sedikit perubahan
bahasa sudah mulai berubah di Gampong Panton, Kecamatan Teunom, Kabupaten
Aceh Jaya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian lebih jauh dengan judul: ANALISIS PERUBAHAN
BUDAYA KOMUNIKASI MASYARAKAT GAMPONG PANTON
KABUPATEN ACEH JAYA (Studi Kasus Perubahan Bahasa Sebelum dan
Sesudah Tsunami).
7
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana budaya komunikasi masyarakat Gampong Panton Kabupaten Aceh
Jaya.
Pertanyaan penelitian:
1. Bagaimanakah budaya komunikasi masyarakat Gampong Panton sebelum
dan sesudah tsunami ?
2. Bentuk dan jenis budaya komunikasi yang berubah ?
3. Faktor apa saja yang menyebabkan perubahan budaya komunikasi
masyarakat Gampong Panton?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana budaya komunikasi masyarakat Gampong
Panton sebelum dan sesudah tsunami.
2. Untuk mengetahui bentuk dan jenis budaya komunikasi yang berubah.
3. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan perubahan budaya
komunikasi masyarakat Gampong Panton.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Praktis
a. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi bagi
masyarakat mengenai perubahan suatu budaya baik yang sedang terjadi
maupun yang telah terjadi.
b. Dapat menjadi kajian kepada masyarakat baru mengenai perubahan
budaya yang terjadi sebelum tsunami dan sesudah tsunami.
8
1.4.2. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi kajian baru bagi pihak pemerintah
khususnya wilayah Kab.Aceh Jaya sehingga kedepan pihak pemerintah dapat
mempertahankan kelestarian budaya yang ada tanpa mengalami perubahan.
1.5. Sistematika pembahasan
Penulisan Proposal ini tersusun dari 5 (lima) Bab dengan sistematika
pembahasan sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, Bab ini berisi : latar belakang, fokus penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II : Tinjauan Kepustakaan, Bab ini berisi : penelitian terdahulu,
tinjauan konseptual, pengertian komunikasi, unsur-unsur komunikasi, pengertian
budaya, fungsi budaya, unsur-unsur budaya, komunikasi antar budaya, asimilasi
kebudayaan, masyarakat, komunikasi dan kebudayaan, hakikat perubahan dalam
masyarakat, beberapa sifat perubahan, perubahan struktural, perubahan dinamika
dan stabilitas, perubahan sosial, tinjauan teoritis, teori interaksi simbolik.
Bab III : Metodologi Penelitian, Bab ini berisi : metode penelitian, sumber
dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, uji
kredibilitas data.
Bab IV : Bab ini berisi: Hasil Penelitian dan Pembahasan,
Bab V : Kesimpulan dan Saran.
9
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian Rani (2004). “Komunikasi Lintas Budaya antara Etnis
Cina dan Etnis Aceh di Kota Banda Aceh”. Penelitian ini lebih memfokuskan
kepada aspek adaptasi dan akulturasi budaya luar kepada budaya setempat, yaitu
budaya dan keagamaan masyarakat etnis Cina yang berada di Banda Aceh. Hasil
penelitian Rani secara ringkas dapat dijelaskan bahwa masyarakat Aceh memiliki
budaya toleransi yang tinggi terhadap budaya dan agama warga masyarakat asing
sepanjang tidak untuk memengaruhi warga setempat untuk berpindah agama.
Masyarakat etnis Cina yang tinggal di Banda Aceh telah memiliki agama yang
beragam, namun masih mempertahankan nilai budaya dan bahasanya, mereka
juga memiliki ciri hidup kelompok, baik untuk tempat tinggal (pemukiman),
tempat sekolah juga relasi sosialnya.
Dalam penelitian Adnan Abdullah (1975). “Interaksi Sosial di Saree Aceh
Besar, suatu studi kasus antara orang Jawa dengan orang Aceh”. Abdullah dalam
penelitiannya lebih melihat kepada dijelaskan bahwa penelitian ini menemukan
bahwa orng asing (Jawa) yang hidup dalam masyarakat Saree (Aceh)
dikategorikan sebagai warga kelas dua, dalam berbagai interaksi sosial yang
diteliti oleh Adullah. Penelitian Abdullah ini tidak menunjukkan tentang proses
akulturasi dan adaptasi budaya asing dengan budaya lokal. Semuanya saling
berdiri sendiri, walaupun hidup bersama dalam suatu lingkungan, tetap saja
mempertahankan budayanya masing-masing.
10
2.2. Tinjauan Teorietis
2.2.1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi alat yang digunakan dalam kita mengadakan kegiatan
hubungan kemanusiaan yaitu komunikasi melalui sarana bahasa. Tanpa adanya
komunikasi hubungan-hubungan tersebut tidak akan terjadi. Komunikasi yang
berasal dari bahasa latin communist artinya sama. Jadi komunikasi adalah proses
penyamaan pikiran-pikiran yang berada di dalam kepala (otak) komunikator
dengan pikiran yang berada di dalam kepala komunikan.
Pendapat Astrid Susanto Dalam Wursanto (1987, h. 164) mengatakan
bahwa kegiatan komunikasi merupakan kegiatan pengoperan lambang- lambang
yang mengandung arti. Lambang- lambang tersebut dinyatakan dalam bentuk kata-
kata atau isyarat-isyarat. Jika dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya
dalam bentuk percakapan maka komunikasi akan berlangsung selama ada
kesamaan makna mengenai apa yang di perbincangkan. (Wursanto 1987, h. 164)
Komunikasi adalah suatu traksaksi, proses simbolik yang mehendaki
orang-orang mengatur lingkungannya dengan membangun antar sesama manusia,
melalui pertukaran informasi, untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang
lain serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu.
Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada
satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk
atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada
gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam. (hafied Canggara
2002, h. 19)
11
2.2.2. Unsur-Unsur Komunikasi
Dalam proses komunikasi terdapat tiga unsur yang mutlak harus
dipenuhi. Ketiga unsur komunikasi itu merupakan kesatuan yang utuh dan bulat.
Apa bila salah satu unsur tidak ada, maka komunikasi tidak akan terjadi. Dengan
demikian, setiap unsur dalam komunikasi itu mempunyai hubungan yang sangat
erat, dan saling ketergantungan satu dengan lainnya. Artinya, keberhasilan
komunikasi ditentukan oleh semua unsur tersebut. Ketiga unsur komunikasi itu
ialah:
1. Komunikator / Sender / Pengirim
Komunikator / sender adalah orang yang menyampaikan isi
pernyataanya kepada komunikan. Komunikator bisa perorangan, kelompok, atau
organisasi pengirim berita.
Berikut ini adalah beberapa hal yang merupakan tanggung jawab utama dari
seorang komunikator / sender / pengirim:
a. Mengirim pesan dengan jelas.
b. Memilih channel / saluran / media yang cocok untuk mengirim pesan .
c. Meminta kejelasan bahwa pesan telah diterima dengan baik.
Adapun pesan / informasi / berita yang di kirim dapat berbentuk perintah /
instruksi, saran, usul, permintaan, pengumuman, berita duka dan lain sebagainya.
2. Komunikan / Reciever / Penerima
Komunikan / penerima adalah partner / rekan dari komunikator dalam
komunikasi. Sesuai dengan namanya ia berperan sebagai penerima berita. Dalam
komunikasi, peran pengirim dan penerima selalu bergantian sepanjang
12
pembicaraan. Penerima mungkin mendengarkan pembicara atau menuliskan teks
atau menginterpretasikan pesan dengan berbagai cara.
Tanggung jawab penerima pesan adalah:
a. Berkonsentrasi pada pesan untuk mengerti dengan baik dan benar akan
pesan yang diterima.
b. Memberikan umpan balik pada pengirim untuk memastikan pembicara /
pengirim bahwa pesan telah diterima dan dimengerti (ini sangat penting
terutama pada pesan yang di kirimkan secara lisan)
Apa bila antara pengirim berita dengan penerima berita mempunyai
pengalaman yang sama, maka komunikasi dapat berjalan dengan lancar.
3. Channel / Saluran / Media
Channel adalah saluran atau jalan yang dilalui oleh isi pernyataan
komunikator kepada komunikan. atau jalan yang dilalui feedback komunikan
kepada komunikator yang digunakan oleh pengirim pesan.
Ada tiga macam bentuk berita:
a. Berita yang bersifat Audible, yaitu berita yang dapat didengar, baik secara
langsung (sarana telepon, radio, lonceng, sirene)
b. Berita yang bersifat visual, yaitu berita yang dapat dilihat, yang berbentuk
tulisan, gambar-gambar, poster serta tanda-tanda seperti sinar lamp,
bendera.
c. Berita yang bersifat audio-visual yaitu berita yang dapat didengar dan
dilihat, baik melalui televisi, film, pameran, maupun kesenian. (Endang
Lestari 2001, h. 6)
13
2.2.3. Pengertian Budaya
Budaya adalah suatu konsep yang mebangkitkan minat. Secara formal
budaya di definisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan,
nilai, sikap, makna hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam
semester, objek-objek materi dan milik yang di peroleh sekelompok besar orang
dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya
menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan
perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan-tindakan penyesuaian
diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu
masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat
perkembangan teknis tertentu dan pada suatu saat tertentu.
Budaya juga berkenaan dengan sifat-sifat dari objek-objek materi yang
memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. (Deddy Mulyana 1990,
h. 19)
2.2.4. Fungsi Budaya
Fungsi budaya yang umumnya sukar di bedakan dengan fungsi budaya
kelompok atau budaya organisasi, karena budaya merupakan gejala sosial. Dan di
petik beberapa fungsi budaya.
1. Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat, identitas ini terbentuk oleh
berbagai faktor seperti sejarah, kondisi dan posisi geografis, sistem-sistem
sosial, politik dan ekonomi, dan perubahan nilai-nilai di dalam
masyarakat. Perbedaan dan dentitas budaya (kebudayaan) dapat
mempengaruhi kebijaksanaan pemerintahan di berbagai bidang.
14
2. sebagai pengikat suatu masyarakat. Kebersamaan (sharing) adalah faktor
pengikat anggota masyarakat yang kuat.
3. Sebagai sumber. Budaya merupakan sumber inspirasi, kebanggaan, dan
sumber daya. Budaya dapat menghasilkan komodisi ekonomi, misalnya
wisata budaya, benda budaya, produk budaya (kebudayaan).
4. Sebagai proses yang mempersatukan. melalui proses value sharing
masyarakat di persatukan, tidak seperti sapu lidi, melainkan ibarat rantai.
5. Sebagai produk proses usaha mencapai tujuan bersama dan sejarah yang
sama. (Piti Sithi Amnuai 1989, h. 14)
2.2.5. Unsur-Unsur Budaya
Kebudayaan meliputi penciptaan, melahirkan dan perkembangan
merupakan seperangkat nilai yang ada didalam fisik dan sosial yang direalisasikan
dengan tenaga manusia dan di manfaatkan untuk kepentingan umum.
Pekembangan kebudayaan dan penyempurnaan kebudayaan tidak mempunyai
batas wilayah atau akhir. Untuk mengembangkan kebudayaan adalah kesatuan
yang terdiri atas macam-macam unsur sehingga kebudayaan tersebut berkembang.
Demikian halnya kebudayaan tersebut juga merupakan suatu kreativitas spiritual
yang diciptakan manusia. Kegiatan spiritual tersebut menjadi kebutuhan batiniah
bagi manusia. Oleh karena itu kegiatan spiritual seirama dengan kebudayaan
manusia itu sendiri. Tentunya kegiatan spiritual tersebut adalah kreasi dari
manusia bukan, dari wahyu.
Kebudayaan merupakan suatu proses pikiran manusia yang di ciptakan
dalam segala aspek kehidupan. Menurut J. W. Bakker Sj, ada kebudayaan
subjektif dan ada kebudayaan objektif. kebudayaan subjektif terdapat dalam
15
perkembangan kebenaran, kebajikan dan keindahan, perwujudannya tanpa dalam
kesehatan badan, penghalusan perasaan, kecerdasan budi bersama dengan
kecakapan untuk mengkomunikasikan hasil pemakaian budi kepada lain- lain serta
kerohanian. Kebudayaan objektif harus menyatakan diri dalam tata lahir sebagai
materialisasi dan institusionalisasi. Dalam hal ini dunia kebudayaan objektif amat
luas dan berguna yang di hasilkan oleh usaha manusia sepanjang sejarah. (Rani
Usman 2009, h. 63).
Setiap kebudayaan yang ada dan di kembangkan oleh individu dan
masyarakat mempunyai unsur-unsur sehingga kreativitas manusia di sebut
kebudayaan. Kluckhohn dalam Soekanto (2001) menyebutkan tujuh unsur
kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universals yaitu:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat
rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi, dan sebagainya).
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,
peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dan sebagainya).
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem
hukum, sistem perkawinan).
4. Bahasa (lisan maupun tertulis)
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya).
6. Sistem pengetahuan.
7. Religi (sistem kepercayaan). (Rani Usman 2009, h. 64)
16
2.2.6. Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu
budaya dan penerima pesannya adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam
keadaan demikian, kita segera di hadapkan kepada masalah-masalah yang ada
dalam suatu situasi di mana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus
disandi balik dalam budaya lain. Seperti telah kita lihat, budaya mempengaruhi
orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas seluruh
perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang.
Konsekuensinya, perbendaharaan-perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang
berbeda budaya akan pula berbeda, yang dapat menimbulkan segala macam
kesulitan. Namun, melalui studi dan pemahaman atas komunikasi antar budaya,
kita dapat mengurangi atau hampir menghilangkan kesulitan-kesulitan ini. (Deddy
Mulyana1990, h. 21)
2.2.7. Asimilasi Kebudayaan.
Konsep lain dalam hubungan antar budaya adalah adanya asimilasi
(assimilation) yang terjadi antara komunitas-komunitas yang tersebar di berbagai
daerah. Koentjaraningrat menyatakan bahwa asimilasi adalah proses sosial yang
timbul apabila adanya golongan-golongan manusia dengan latar kebudayaan yang
berbeda-beda yang saling bergaul secara intensif untuk waktu yang lama sehingga
kebudayaan-kebudayaan tersebut berubah sifatnya dan wujudnya yang khas
menjadi unsur-unsur budaya campuran.
Menurut Richard Thomson, asimilasi adalah suatu proses di mana individu
dari kebudayaan asing atau minoritas memasuki suatu keadaan yang di dalamnya
terdapat kebudayaan dominan. Selanjutnya, dalam proses asimilasi tersebut terjadi
17
perubahan perilaku individu untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan
dominan.
Proses asimiliasi terjadi apabila ada masyarakat pendatang yang
menyesuaikan diri dengan kebudayaan setempat sehingga kebudayaan masyarakat
pendatang tersebut melebur dan tidak tampak unsur kebudayaan yang lama.
Di Indonesia, proses asimilasi sering terjadi dalam masyarakat karena
adanya dua faktor. Pertama, banyaknya unsur kebudayaan daerah berbagai suku
bangsa di Indonesia. Kedua, adanya unsur-unsur budaya asing yang dibawa oleh
masyarakat pendatang seperti warga keturunan Tionghoa dan Arab yang telah
tinggal secara turun-temurun di Indonesia. Di dalam masyarakat, interaksi antara
masyarakat pendatang dan penduduk setempat telah menyebabkan terjadinya
pembauran budaya asing dan budaya lokal.
(http://mbahkarno.blogspot.com/2012/10/asimilasi-kebudayaan.html)
2.2.8. Masyarakat, Komunikasi dan Kebudayaan
Ingatlah bahwa manusia hidup dalam sebuah komunitas yang mempunyai
kebajikan tentang sesuatu yang mereka miliki bersama, dan komunikasi
merupakan satu-satunya cara atau jalan yang mana mereka membentuk
kebersamaan tersebut. Apa yang mereka harus miliki dalam kebersamaan sebuah
komunitas itu? Yakni, tujuan bersama, kepercayaan, aspirasi, pengetahuan-jadi
bisa dikatakan sebuah kerangka berpikir yang serupa. Jelaskan bahwa komunikasi
menjadi sangat penting dalam membentuk sebuah kebersamaan masyarakat,
karena seperti kata Robert E. Park, komunikasi menciptakan, atau membuat
segala kebimbangan menjadi lebih pasti, bahwa sebuah konsensus dan pengertian
bersama di antara individu- individu sebagai anggota kelompok sosial akan mudah
18
menghasilkan, tidak saja unik-unik sosial tetapi juga unik-unik kultural, dalam
masyarakat. Karena kebudayan-dalam hal ini adat istiadat menjadi harapan atau
menjadi faktor perekat bersama. Bagaimanapun juga kehidupan bersama suatu
kelompok dalam masyarakat menjadi ada dan terus ada karena mereka memiliki
sejarah dan tradisi yang panjang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
lain. (Alo Liliweri 2003, h. 179)
Dapat di simpulkan bahwa suatu masyarakat akan eksis karena anggotanya
telah belajar berkomunikasi dengan orang lain. Masyarakat menghasilkan,
memilih dan menjadi saluran untuk, dari dan dengan anggotanya dalam
memperoleh barang dan jasa pelayanan. Demikian pula kebudayaan mengajarkan
masyarakat untuk menghasilkan, memilih dan menjadi saluran informasi. Jadi
sebenarnya tidak ada komunitas tanpa kebudayaan atau tanpa masyarakat, juga
tidak ada mayarakat tanpa pembagian kerja, tanpa proses pengalihan atau
transmisi minimum dari informasi, dengan kata lain tak ada komunitas, atau
masyarakat dan kebudayaan tanpa komunikasi.
Bagaimana kita meletakkan komunikasi ke dalam kebudayaan sebagai
sebuah sistem? pertama-tama kita haruslah sepakat bagaimana menganggap
kebudayaan sebagai sebuah sistem, dan kalau itu benar maka:
1. Kebudayaan itu harus mempunyai objek. Sebuah objek kebudayaan di
dalamnya memiliki bagian-bagian, unsur, atau variabel yang membentuk
objek tersebut. Objek kebudayaan itu bisa berbentuk fisik dan abstrak atau
kedua-duanya, tergantung dari sifat sistem itu.
2. Kebudayaan itu terdiri dari atribut, kualitas atau pemilik dari sistem dan
objek itu.
19
3. Kebudayaan itu harus memiliki relasi internal (internal relationships) di
antara objek-objek. Karakteristik ini merupakan sesuatu yang krusial
untuk mendefinisikan kebudayaan sebagai sistem. Hubungan di antara
objek kebudayaan menyatakan efek mutual (interdependensi) dan adanya
tantangan-tantangan.
4. Kebudayaan juga memiliki lingkungan, dia tidak eksis dalam sebuah ruang
vakum tetapi di pengaruhi oleh lingkungan sekeliling. (Alo Liliweri 2003,
h. 181)
2.2.9. Hakikat Perubahan dalam Masyarakat
Kemajuan dunia bagaikan kuda balap yang berderap kencang. Apa saja
yang tidak dapat mengubah dirinya dengan cekatan dan apa saja yang tidak bisa
maju bersama dunia akan disisihkan oleh seleksi alami.
Bagaimanapun juga dunia hari ini berbeda dengan dunia anda ketika masih
kanak-kanak. Jika anda menoleh kebelakang dan berpikir tentang riwayat hidup
anda, mungkin anda masih ingat beberapa peristiwa kecil yang menjadi
pengalaman anda. Mungkin sekali masa kecil anda di habiskan dalam suasana
perang seperti anak-anak di Lebanon atau hidup dalam suasana damai seperti
orang Boti di pulau Timor. Dan ketika anda beranjak dewasa maka anda mulai
hidup dan belajar tentang segala sesuatu dari lingkungan sosial dan lingkungan
fisik di sekitar anda.
Kita pun banyak belajar tentang cara berpikir, tentang cara hidup
berperasaan dan bergaul dengan orang-orang yang ditemui atau yang hidup
bersama dengan kita dalam masyarakat. Bahwa perubahan dalam lingkungan
keluarga, ekonomi, sistem stratifikasi sosial memberi kepada kita suatu
20
kemampuan untuk memprediksi masa depan, dan hanya dengan kemampuan
mengantisipasi masa depan maka kita dapat melakukan perubahan sosial-budaya.
Mengerti akan sebuah perubahan sosial-budaya tidak sekedar mengetahui riwayat
hidup individu atau sejarah perkembangan satu atau lebih kelompok sosial-budaya
tetapi yang dibutuhkan adalah “organisasi” atas semua pengalaman tersebut.
cukup itu? kita membutuhkan pula teori yang mampu menerangkan sebab-sebab
terjadinya perubahan sosial-budaya, bagaimana proses perubahan, apa yang
berubah dan ruang lingkup perubahan, tetapi juga akibat perubahan sosial-budaya,
bahkan menetukan atau meramalkan perubahan tersebut. (Alo Liliweri 2003, h.
215)
2.2.10. Beberapa Sifat Perubahan
Dengan perhatikan model-model perspektif masyarakat yang menjelaskan
sistem sosial dan ruang lingkup studi masyarakat tersebut di atas maka para
sosiolog maupun antropolog mulai memfokuskan analisis studi mereka terhadap
komunitas. Banyak teoritisi pada aras mikro lebih memilih sebuah bangsa dan
kelompok budaya yang luas, misalnya suatu bangsa seperti Indonesia yang
berbeda etnik namun berbicara dalam bahasa Indonesia. Hanya sedikit teoritisi di
aras makro yang berhasil membangun suatu analisis yang mereka sebut “sistem
dunia”, misalnya aneka ragam hubungan sistem ekonomi dan politik yang
beruang lingkup dunia.
Sementara itu para sosiolog environmental acap kali mulai memperhatikan
kehidupan spesies lain dan sumber daya miniral dalam model mereka yang
dikaitkan dengan sistem sosial. Jika batas-batas ditetapkan secara luas, maka
banyak perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, jika batas di persempit
21
maka kita dapat menglihat hanya sedikit perubahan. Tekanan-tekanan dari luar
karena perbedaan kebudayaan atau ketegangan “di dalam” misalnya persaingan
kelompok dalam sebuah kebudayaan merupakan agen perubahan dari pandangan
konflik. Proses internal dari pertumbuhan, evolusi, dan perubahan siklus
merupakan dari pandangan fungsionalis. (Alo Liliweri 2003, h. 218)
Beberapa karakteristik perubahan itu antara lain sebagai berikut:
2.2.10.1. Perubahan Struktural
Setiap orang dalam masyarakatnya mempunyai posisi sosial tertentu, contoh
adalah pekerjaan, dari pekerjaan dapat ditentukan jenis peran setiap orang dalam
masyarakatnya. Apa bila suatu saat seseorang mendapat promosi maka kita bilang
orang itu naik pangkat, karena orang itu berubah peran yang makin tinggi dengan
tanggung jawab yang makin besar. Dalam studi mobilitas sosial, perubahan
semacam ini di golongkan sebagai perubahan sosial semata-mata dalam peran
individu. Kapan kita menyebutkan sebuah perubahan itu sebagai sebuah
perubahan struktural? Kita akan bilang perubahan itu sebagai perubahan struktural
kalau perubahan itu mengandung di ferensiasi sosial yakni salah satu jenis
perubahan struktural karena ada sesuatu yang baru dari perubahan itu, misalnya
perubahan yang menghasilkan peran-peran yang lebih khusus (ada pengembangan
spesialisasi). (Alo Liliweri 2003, h. 2019)
2.2.10.2. Perubahan Dinamika dan Stabilitas
Stabilitas itu penting dalam semua kebudayaan. acap kali kita mengatakan
bahwa jika salah satu nilai mengalami kemajuan dan pertumbuhan, maka disana
akan terjadi dinamika. Hampir semua model masyarakat di pandang sebagai
22
sebuah sistem yang stabil, karena di dalamnya ada struktur institusional untuk
melayani dan menangani pola-pola budaya. Dalam ilmu sosial, istilah stabil itu
tidak berati tidak ada perubahan, sebab di sana ada perubahan yang terjadi
perlahan- lahan dari masyarakat masa lalu dan mengikuti perubahan waktu hingga
ke masa sekarang. Model suatu masyarakat yang cenderung berkembang telah di
jadikan topik bahasan ilmuwan sosial sejak abad 19, tatkala para ilmuwan itu
mulai meminjam kata “sistem” dari biologi untuk menjelaskan dinamika
stabilitas. (Alo Liliweri 2003, h. 220)
2.2.11. Perubahan Sosial.
Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat
serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, di mana semua tingkat
kehidupan masyarakat secara sukarela atau di pengaruhi oleh unsur-unsur
eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial lama
kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya,
dan sistem sosial yang baru.
Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan anggota masyarakat untuk
meninggalkan unsur-unsur budaya dan sistem sosial lama dan mulai beralih
menggunakan unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial
dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat
baik pada tingkat individual, kelompok, masyarakat, Negara, dan dunia yang
mengalami perubahan. (Burhan Bungin 2006, h. 90)
Hal-hal penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek-aspek sebagai
berikut, yaitu; perubahan pola pikir masyarakat, perubahan perilaku masyarakat,
perubahan budaya materi. pertama, perubahan pola pikir dan sikap masyarakat
23
menyangkut persoalan sikap masyarakat terhadap berbagai persoalan sosial dan
budaya di sekitarnya yang berakibat terhadap pemetaharaan pola-pola pikir baru
yang dianut oleh masyarakat sebagai sebuah sikap yang model. Contohnya, sikap
terhadap pekerjaan bahwa konsep dan pola pikir lama tentang pekerjaan adalah
sektor formal (menjadi pegawai negeri), sehingga konsep pekerja dibagi menjadi
dua, yaitu sektor formal dan informal. Saat ini terjadi perubahan terhadap konsep
kerja lama di mana pekerja konsep tidak sebagai sektor formal (menjadi pegawai
negeri), akan tetapi dikonsepkan sebagai sektor yang menghasilkan pendapatan
maksimal. Dengan demikian, maka bekerja tidak saja di sektor formal, akan tetapi
di mana saja yang penting menghasilkan uang yang maksimal, dengan demikian
konsep kerja menjadi sektor formal, yaitu bekerja di pemerintahan, sektor swasta
yaitu bekerja di perusahaan swasta besar, sektor informal yaitu bekerja di sektor
informal, seperti wiraswasta kecil, kaki lima dan sebagainya, serta sektor lepas
yaitu bekerja sebagai secara kontrakan di berbagai kegiatan, proyek dan
sebagainya. Kedua, perubahan perilaku masyarakat menyangkut persoalan
perubahan sistem-sistem sosial, di mana masyarakat meninggalkan sistem sosial
lama dan menjalankan sistem sosial baru, seperti perubahan perilaku pengukuran
kinerja suatu lembaga atau instansi.
Apa bila pada sistem lama, ukuran-ukuran kinerja hanya di lihat dari aspek
output dan proses tanpa harus mengukur sampai di mana output dan proses itu di
capai, maka pada sistem sosial yang baru sebuah lembaga atau instansi diukur
sampai pada tingkat kinerja out put dan proses itu, yaitu dengan menggunakan
standar sertifikasi seperti BAN-PT pada perguruan tinggi. ketiga, perubahan
budaya materi menyangkut perubahan artefak budaya yang digunakan oleh
24
masyarakat, seperti model pakaian, karya fotografi, karya film, teknologi, dan
sebagainya yang terus berubah dari waktu ke waktu menyesuaikan kebutuhan
masyarakat. (Burhan Bungin 2006, h. 91).
2.2.12. Teori Interaksi Simbolik
Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari
sudut pandang subjek. Perspektif ini menyarankan bahwa perilaku manusia harus
dilihat sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur
perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain yang menjadi
mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang lain, situasi,
objek, dan bahkan diri mereka sendirilah yang menentukan perilaku mereka.
Perilaku mereka tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls,
tuntutan budaya, atau tuntutan peran. Manusia bertindak hanya berdasarkan
definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek disekeliling mereka. Tidak
meherankan bila frase- frase “definisi situasi”, “realitas terletak pada mata yang
melihat”, dan “bila manusia mendefinisikan situasi sebagai riil, situasi tersebut riil
dalam konsekuensinya”, sering di hubungkan dengan interaksionisme simbolik.
Dalam pandangan interaksi simbolik, sebagai mana ditegaskan Blumer,
proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakkan
aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang menciptakan dan menegakkan kehidupan
kelompok. Dalam konteks ini, makna di konstruksikan dalam proses interaksi, dan
proses tersebut bukanlah suatu medium netral yang memungkinkan kekuatan-
kekuatan sosial memainkan perannya, melainkan justru merupakan substansi
sebenarnya dari organisasi sosial dan kekuatan sosial. Bagi penganut interaksi
simbolik, masyarakat adalah proses interaksi simbolik dan pandangan ini
25
memungkinkan mereka menghindari problem-problem strukturalisme dan
idealisme dan mengemudikan jalan tengah diantara kedua pandangan tersebut.
(Deddy Mulyana 2008, h. 68-70).
Menurut teoritisi interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah
”interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol”. Mereka tertarik pada
cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang
mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh
yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak
yang terlibat dalam interaksi sosial. Penganut interaksionisme simbolik
berpandangan, perilaku manusia pada dasarnya adalah produk dan interpretasi
mereka atas dunia disekeliling mereka, jadi mengakui bahwa perilaku itu
dipelajari atau ditentukan, sebagai mana dianut teori behavioristik atau teori
struktural. Alih-alih, perilaku dipilih sebagai hal yang layak dilakukan
berdasarkan cara individu mendefinisikan situasi yang ada.
Secara ringkas, interaksionisme simbolik di dasarkan premis-premis berikut:
Pertama: individu merespon suatu situasi simbolik. Mereka merespon
lingkungan, termasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia)
berdaskan makna yang dikandung komponen-komponen lingkungan tersebut bagi
mereka. Ketika mereka menghadapi suatu situasi, respon mereka tidak bersifat
mekanis, tidak pula ditentukan oleh faktor- faktor eksternal; alih-alih, respons
mereka bergantung pada bagai mana mereka mendefinisikan situasi yang dihadapi
dalam interaksi sosial. Jadi, individulah yang di pandang aktif untuk menentukan
lingkungan mereka sendiri. Kedua: makna adalah produk interaksi sosial, karena
itu makna tidak melekat pada objek, melainkan di negosiasikan melalui
26
penggunaan bahasa. Negosiasi itu di mungkinkan karena manusia mampu
menamai segala sesuatu, bukan hanya objek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan
tanpa kehadiran objek fisik, tindakan atau peristiwa itu), namun juga gagasan
yang abstrak. Akan tetapi, nama atau simbol yang digunakan untuk menandai
objek, tidakan peristiwa atau gagasan itu bersifat arbitrer (sembarang).
Artinya, apa saja bisa di jadikan simbol dan karena itu tidak ada hubungan
logis antara nama atau simbol dengan objek yang di rujuknya, meskipun kita
terkadang sulit untuk memisahkan kedua hal itu. Melalui penggunaan simbol
itulah manusia dapat berbagi pengalaman dan pengetahuan tentang dunia. Ketiga:
makna yang di interpretasikan individu dapat berubah dari waktu kewaktu, sejalan
dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial.
Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan
proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri.Manusia
membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Dalam proses
ini, individu mengantisipasireksi orang lain, mencari artelnatif-artelnatif ucapan
atau tindakan yang akan ia lakukan.
Individu membayangkan bagaimana orang lain atau merespon ucapan atau
tindakan mereka. Proses pengambilan peran tertutup (covert roletaking) itu
penting, meskipun hal itu tidak teramati. Oleh karena itu kaum interaksionis
simbolik mengakui adanya tindakan tertutup dan tindakan terbuka, menganggap
tindakan terbuka sebagai kelanjutan dari tindakan tertutup. (Deddy Mulyana 2008,
h. 71-72).
27
George Ritzer dalam Deddy Mulyana (2008, h. 73) meringkaskan teori
interaksi simbolik kedalam prinsip-prinsip, sebagai berikut:
1. Manusia, tidak seperti hewan lebih rendah, di berkahi dengan kemampuan
berpikir.
2. Kemampuan berpikir itu di bentuk oleh interaksi sosial.
3. Dalam interaksi sosial orang belajar makna dan simbol yang memungkinkan
mereka menerapkan kemampuan khas mereka sebagai manusia, yakni
berpikir.
4. Makna dan simbol memungkinkan orang melanjutkan tindakan (action) dan
interaksi yang khas manusia.
5. Orang mampu memodifikasi atau mengubah makna dan simbol yang
mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan interpretasi
mereka atas situasi.
6. Orang mampu melakukan modifikasi dan perubahan ini karena, antara lain,
kemampuan mereka berinteraksi dengan diri sendiri, yang memungkinkan
mereka memerikas tahapan-tahapan tindakan, menilai keuntungan dan
kerugian relatif, dan kemudian memilih salah satunya.
7. Pola-pola tindakan dan interaksi yang jalin-menjalin ini membentuk
kelompok dan masyarakat. (Deddy Mulyana 2008, h. 73).
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, metode penelitian kualitatif
pada dasarnya menerangkan cara yang akan di tempuh seorang peneliti dalam
proses penelitian. Metode ini menguraikan hal-hal yang meliputi penjelasan
tempat dan waktu penelitian, jenis penelitian, jenis penelitian sumber-sumber data
yang di manfaatkan, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data, seluruh
bagian akan dijelaskan sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai
penelitian yang dilaksanakan (Moleong 2010, h. 48).
Metode pengkajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan
sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya.
Sebagai suatu metode kualitatif, studi kasus mempunyai beberapa
keuntungan. Pendapat Lincoln dan Guba dalam Deddy Mulyana (2008, h. 201).
mengemukakan bahwa keistimewaan study kasus meliputi hal-hal berikut:
Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni
menyajikan pandangan subjek yang diteliti.
Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang
dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara
peneliti dan responden.
30
Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi
internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi
faktual tetapi juga keterpercayaan (trust worthiness).
Studi kasus memberikan “uraian tebal” yang di perlukan bagi penilaian
atas transferabilitas.
Studi kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi
pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut. (Deddy Mulyana 2008,
h. 201).
3.2. Sumber Data dan Teknik pengumpulan data
3.2.1. Sumber data
Dalam penelitian ini data bersumber dari:
3.2.1.1. Data Sekunder merupakan data yang berupa bukti, catatan, atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang di publikasikan
Data dalam penelitian ini di peroleh dari dokumen-dokumen yang dipublikasikan
di perpustakaan Universitas Teuku Umar Meulaboh yang relevan untuk menyusun
penelitian ini. (Indrianto dan Suporno 1999, h. 146).
3.2.1.2. Data Primer adalah data yang di peroleh dan berkaitan langsung dengan
permasalahan yang di hadapi dalam penelitian ini, yaitu mengenai Analisis
Perubahan Budaya Komunikasi Masyarakat Gampong Panton Kabupaten Aceh
Jaya (Studi Kasus Perubahan Bahasa Sebelum dan Sesudah Tsunami),
pengumpulan data yang di gunakan oleh penulis adalah:
31
a. Observasi yaitu suatu prosedur yang berencana yang antara lain meliputi,
melihat, dan mencatat aktifitas tertentu yang ada hubungannya dengan
masalah yang diteliti. (Notoatmodjo 2005, h. 93).
b. Wawancara yaitu suatu metode yang di pergunakan untuk mengumpulkan
data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan
dari seseorang sasaran penelitian (responden, atau bercakap-cakap
berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face). (Notoatmodjo
2005, h. 102).
3.2.2. Teknik pengumpulan data
Dalam pengumpulan data diperlukan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Observasi
Observasi di artikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap segala yang tampak pada objek penelitian, pengamatan dan pencatatan
yang di lakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa,
sehingga observasi berada bersama objek yang di selidiki, disebut observasi
langsung, sedangkan observasi tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan
tidak pada saat berlangsungnya suatu peristiwa yang ada diselidiki. (Maman
Rachman, 1999:77).
Penelitian ini dilakukan di Gampong Panton Kecamatan Teunom Kabupaten
Aceh Jaya dimana peneliti ingin mengetahui lebih jauh lagi tentang kondisi atau
situasi budaya yang sudah mulai berubah setelah terjadinya bencana gempa
tsunami yang ada di Gampong Panton tersebut.
32
b. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu. (Deddy Mulyana
2008, h. 180).
Dalam penelitian ini yang akan diwawancara adalah Kepala Desa (geuchik),
tokoh masyarakat, tokoh adat, ibu rumah tangga dan anggota masyarakat yang ada
di Gampong tersebut.
c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi dalam penelitian ini di gunakan sebagai pelengkap dari
teknik pengumpulan data lainnya, data-data yang diambil dari dokumen hanya
meliputi gambaran umum wilayah penelitian, yang di peroleh dari data monografi
gambar Gampong Panton, yang meliputi perubahan budaya komunikasi.
3.3. Instrumen Penelitian
Penelitian metode kualitatif, suatu metode penelitian yang di gunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alami, maka peneliti sebagai instrumen kunci.
Peneliti merupakan instrumen kunci utama, karena peneliti sendiri yang
menentukan keseluruhan skenario peneliti serta turun langsung ke lapangan
melakukan pengamatan dan wawancara dengan informan.
Penggunaan peneliti sebagai instrumen penelitian untuk mendapatkan data
yang valid dan variable. Namun, untuk membantu kelancaran dalam
melaksanakannya, penelitian ini didukung juga oleh instrumen pembantu sebagai
panduan wawancara. Oleh karena itu sebelum turun kelapangan, maka peneliti
akan membuat panduan wawancara untuk memudahkan pelaksanaan pene litian di
33
lapangan. Alat bantu yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu : Dokumen,
laporan, dan lain sebagainya. (Moleong 2002, h. 4).
Dalam penelitian ini menggunakan alat bantu yang lain yaitu hp, untuk
mengambil foto, merekam suara informan, berkomunikasi dengan informan dan
ada juga alat bantu lain- lainnya.
3.4. Teknik Analisis Data
Semua data yang di peroleh akan dianalisis secara kualitatif. Artinya, untuk
analisis data tidak di pergunakan model uji statistik melainkan lebih ditujukan
model penyajian deskriptif. Ada tiga komponen dalam menganalisis data, yaitu
:reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Sugiyono 2007, h. 286) :
1. Reduksi data: sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian pada
penyederhanaan abstraksi data dari catatan lapangan. Data ini di
kelompokkan sesuai dengan masalah yang dikaji. Proses reduksi data
berlangsung selama penelitian ini berlangsung.
2. Penyajian data: Membandingkan dan menghubungkan semua data primer
yang ditemukan dilapangan dengan data sekunder, yaitu data yang di
peroleh di kepustakaan. Selanjutnya melakukan interpretasi terhadap data
tersebut, guna membagi konsep yang bermakna.
3. Penarikan kesimpulan: kesimpulan ini dilakukan berdasarkan hasil
interpretasi data yang di peroleh dari data primer (wawancara dan
observasi) dan data sekunder (buku-buku, internet, jurnal). Untuk
menghindari kesalahan interpretasi terhadap data dan pematangan hasil
yang diperoleh, maka dilakukan penafsiran ulang terhadap kesimpulan.
34
3.5. Uji Kredibilitas Data
Pengujian keabsahan data pada metode penelitian kualitatif menurut
Sugiyono(2007, h. 339) meliputi uji credibility (validitas internal), transferability
(validitas eksternal), dependability (reliability) dan confirmability (obyektivitas).
Sedangkan dalam penelitian ini yang di gunakan adalah :
3.5.1. Pengujian Kredibilitas
Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, dan
member check. Di gunakannya uji ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang
lebih mendalam mengenai subyek penelitian.
Triangulasi di maksudkan untuk mendapatkan keterangan dari beberapa
pihak secara terpisah namun dengan karakteristik yang sama, kemudian hasilnya
di cross check antara jawaban yang satu dengan yang lain. Triangulasi dalam
penelitian ini dilakukan terhadap orang tua dan sahabat dekat responden.Dari hasil
jawaban beberapa pihak tersebut kemudian dilihat kesamaan dan perbedaannya,
sehingga dapat dilihat penerimaan diri berdasarkan pengalaman psikologis
obesitas dari orang yang satu dengan orang yang lain.
Kredibilitas (credibility) bertujuan untuk menilai kebenaran dari temuan
penelitian kualitatif. Kredibilitas di tunjukkan ketika partisipan mengungkapkan
bahwa transkrip penelitian memang benar-benar sebagai pengalaman dirinya
sendiri. Dalam hal ini peneliti akan memberikan data yang telah ditranskripkan
untuk di baca ulang oleh partisipan. (Sugiyono 2007, h. 345).
Dalam penelitian ini menggunakan pengujian kredibilitas data.
35
3.5.2. Pengujian Transferability
Transferability (validitas eksternal) menunjukkan derajat ketepatan atau
dapat diterapkannya hasil penelitian ke informan di mana sampel tersebut diambil.
Nilai transfer berkenaan dengan pertanyaan, hingga mana hasil penelitian dapat
diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Bagi peneliti naturalistik, nilai
transfer bergantung pada pemakai, hingga manakah hasil penelitian tersebut dapat
digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain. Digunakannya uji ini karena
dapat diterapkan pada subyek yang lain yang mempunyai karakteristik yang sama
dengan subyek penelitian yang di ambil.
Supaya orang lain dapat memahami hasil penelitian kualitatif sehingga ada
kemungkinan untuk menerapkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti dalam
membuat laporannya harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis dan
dapat dipercaya. Dengan demikian maka pembaca menjadi lebih jelas atas hasil
penelitian tersebut, sehingga dapat memutuskan bisa atau tidaknya untuk
mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lain. Bila pembaca laporan
penelitian memperoleh gambaran yang sedemikian jelasnya, semacam apa suatu
hasil penelitian dapat diberlakukan (transferability), maka laporan tersebut
memenuhi standar transferability. (Sugiyono 2007, h. 346).
3.5.3. Pengujian Konfirmability
Dalam penelitian kualitatif, uji konfirmability mirip dengan uji
dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji
konfirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang
dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang
dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmability.
36
Dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada, tetapi hasilnya ada. Uji ini
dimaksudkan agar pola-pola pertanyaan yang diajukan kepada subyek-subyek lain
yang serupa maka didapatkan hasil yang serupa pula sehingga didapatkan
keabsahan data untuk penelitian lebih lanjut.
Penelitian di katakan obyektif bila hasil penelitian telah di sepakati
partisipan. Peneliti akan melakukan confirmability dengan menunjukkan seluruh
transkrip yang sudah di tambahkan catatan lapangan, tabel pengkatagorian tema
awal dan tabel analisis tema pada pembimbing penelitian dan partisipan.
(Sugiyono 2007, h. 351).
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian, mengetahui kondisi lingkungan yang akan
diteliti merupakan hal yang sangat penting yang harus diketahui oleh peneliti.
Adapun lokasi penelitian yang diambil penulis adalah Gampong Panton.
Sehubungan dengan penelitian ini, maka yang perlu diketahui oleh peneliti
adalah Kondisi Geografis dan Kondisi Demografis dan lain sebagainya.
4.1.1. Kondisi Geografis
1. Letak Gampong
Gampong Panton adalah salah satu Gampong yang berada di Kecamatan
Teunom Kabupaten Aceh Jaya dengan luas 800 ha, terletak 37 km dari Ibu Kota
Kabupaten Aceh Jaya yaitu Calang.
Gampong Pantong terbagi atas tiga Dusun/Jurong yaitu:
1. Dusun Teladan
2. Dusun Harapan
3. Dusun Makmur
Ditinjau dari segi Geografis Gampong Panton, Kecamatan Teunom Kabupaten
Aceh Jaya merupakan Gampong yang berdekatan dengan Gampong Pasie Tulak bala,
Gampong Padang Kleng dan Gampong Keude Teunom untuk lebih jelas dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
38
Tabel 4.1
Jarak Gampong Dari Pusat Pemerintahan
1 Ibu Kota Provinsi 191 km Keterangan
2 Ibu Kota Kabupaten 37 km Calang
3 Ibu Kota Kecamatan 1 km Teunom
4 Pukesmas 9 km Teunom
5 Rumah Sakit Umum 9 km Teunom
6 SPBU 9 km Teunom
Sumber: Monografi Gampong Panton Tahun 2012
2. Batas Gampong
Gampong Panton merupakan salah satu gampong di kecamatan teunom yang
berbatasan dengan beberapa gampong lain yang masih dalam satu kecamatan adapun
batas gampong adalah:
Sebelah Utara : Gampong Pasie Tulak Bala
Sebelah Timur : Gampong Padang Kleng
Sebelah Barat : Samudra Hindia
Sebelah Selatan : Gampong Keude Teunom / Alue Ambang
3. Pembagian Wilayah
Gampong Panton dipimpin oleh seorang Geuchik yang bernama Anwar
Husen dalam menjalankan pemerintahan, Geuchik di bantu oleh perangkat gampong
lainnya yaitu seorang sekretaris gampong dan 5 orang perangkat lainnya gampong.
Adapun pembagian tugas pemerintahan gampong yaitu sebagai berikut:
39
Geuchik : Anwar Husen
Sekretaris Gampong : Aiyub, H. Usman
Kaur Pembangunan : Sapril Maidi
Kaur pemerintahan : Hasanuddin
Kaur Kesra : Sulaiman
Dalam menjalankan roda pemerintahannya aparat Gampong Panton selain
bekerja sama dengan Tuha Peut atau Badan Perwakilan Gampong yang diketahui
oleh Yusrijal, H. Usman.
40
Struktur Pemerintahan Gampong Panton
Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya
Sumber:Monografi Gampong Panton Tahun 2012
GEUCHIK
ANWAR HUSEN
TUHA PEUT
YUSRIJAL,H.USMAN
KEJRUEN BLANG
M. TAHIR
SEKRETARIS DESA
AIYUB, H. USMAN
KAUR
PEMBANGUNAN
SAPRIL MAIDI
KAUR
PEMERINTAHAN
HASANUDDIN
KAUR
KESRA
SULAIMAN
KEPALA DUSUN
TELADAN
YUHIL MADI KEPALA DUSUN
HARAPAN
ABDUL AZIS
KEPALA DUSUN
MAKMUR
HASBALLAH
41
4.1.2. Kondisi Demografis
1. Penduduk
Jumlah penduduk Gampong Panton berdasarkan data dinamis akhir Tahun
2012 secara keseluruhan dengan jumlah Kepala Keluarga 266 KK dari jumlah
tersebut terdiri dari 881 Jiwa, dengan rincian 443 laki- laki dan 438 Jiwa penduduk
perempuan. Jumlah penduduk Menurut Dusun dapat di lihat dari tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Menurut Dusun
No
Dusun Jumlah
KK
Jumlah Jiwa Total Jiwa
L P
1 Dusun Teladan 87 157 143 300
2 Dusun Harapan 103 180 170 350
3 Dusun Makmur 76 106 125 231
JUMLAH 266 443 438 881
Sumber:Monografi Gampong Panton Tahun 2012
Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia
No Golongan Umur Jenis Kelamin Jumlah
Laki-Laki Perempun
1 0 bulan – 12 bulan 24 20 44
2 13 bulan – 4 bulan 30 27 57
3 5 tahun – 6 tahun 27 18 45
4 7 tahun – 12 tahun 29 24 53
5 13 tahun – 15 tahun 30 30 60
6 16 tahun – 18 tahun 38 36 74
7 19 tahun – 25 tahun 26 22 48
8 23 tahun – 35 tahun 44 37 81
9 36 tahun – 45 tahun 50 88 138
10 46 tahun – 50 tahun 21 30 51
11 51 tahun – 60 tahun 48 46 94
12 61 tahun – 75 tahun 52 43 95
13 Diatas 75 tahun 24 17 41
JUMLAH 443 438 881
Sumber: Monografi Gampong Panton Tahun 2012
42
4.1.3. Potensi Gampong
Gampong Panton adalah salah satu Gampong diantara 38 Gampong yang ada
dalam wilayah Kecamatan Teunom Kabupaten Aceh Jaya yang terletak di sebelah
Timur Pusat Pemerintah Kecamatan sebagian mata pencaharian penduduk Petani,
namun terkadang masyarakat juga memiliki mata pencaharian variatif, hal ini di
sebabkan oleh faktor kesempatan kerja, apabila sedang ada peluang kerja proyek
bangunan mereka menjadi tukang atau buruh dan apabila musim turun kelaut tiba
mereka juga menjadi nelayan.
Demikian pula di sektor ekonomi produktif. Warga Gampong Panton
memiliki banyak sektor usaha ekonomi, misalnya, usaha warung kopi, kedai / kios
kelontong, usaha perabot, usaha perbengkelan, pertukangan, usaha perkebunan dan
pertanian.
4.2. Profil Informan
Anwar Husen selaku Geuchik Gampong Panton, Berjabat sebagai Geuchik Gampong
sejak tahun 2007 dan menetap di Gampong Panton sejak tahun 1968, Yusrijal,
H.Usman selaku tokoh adat, Berjabat sebagai tokoh adat sejak tahun 2005 dan
Menetap di Gampong Panton sejak tahun 1990, Tgk,M.Andah selaku tokoh
masyarakat, Berjabat sebagai tokoh masyarakat sejak tahun 2005 dan Menetap di
Gampong Panton sejak tahun 1950.
Ifraem, Menetap di Gampong Panton sejak tahun 1955, Zainuddin, Menetap di
Gampong Panton sejak tahun 1941, Romi, Menetap di Gampong Panton sejak tahun
1988, Lela Fitri, Menetap di Gampong Panton sejak tahun 2006, Nurjannah,
43
Menetapdi Gampong Panton sejak tahun 2003, dan Rasmawati,Menetap di Gampong
Panton sejak tahun 2007.
Tabel 4.4
Gambaran Keberadaan Informan Menurut Pekerjaan
NO NAMA PEKERJAAN
1 Anwar Husen Kepala Desa/ Geuchik
2 Yusrijal, H. Usman Wira Suasta
3 Tgk. M. Andah Tani
4 Ifraem. Yus Tani
5 Zainuddin Tani
6 Romi Bengkel
7 Lela Fitri Jual nasi/warung
8 Nurjannah Ibu Rumah Tangga
9 Rasmawati Ibu Rumah Tangga
4.3. Hasil Penelitian
4.3.1. Budaya Komunikasi Masyarakat Gampong Panton Sebelum dan Sesudah
Tsunami
Sangat jauh berubah budaya komunikasi masyarakat Panton sebelum dan
sesudah terjadinya tsunami, di mana sebelum terjadinya bencana gempa dan tsunami
masyarakat Gampong Panton masih ketinggalan zaman.Sebagaimana hasil
wawancara dengan:
Bapak Anwar Husen selaku Geuchik Gampong Panton yang mengatakan bahwa:
“Sebelum tsunami masyarakat gampong kami tidak ada perubahan sama sekali, apa lagi perubahan bahasa yang mana masyarakat disini tidak ada yang
menggunakan bahasa Indonesia, tapi semuanya menggunakan bahasa Aceh, setelah tsunami sebagian masyarakat gampong sudah menggunakan bahasa
Indonesia, karna disini banyak pendatang yang datang ke gampong kami, ada yang sebagai dosen dari luar, dan untuk sementara menetap di Gampong Panton, dan ada juga yang menikah dengan masyarakat gampong ini, dari
situlah sedikit terjadinya perubahan bahasa dan yang sangat terpengaruh oleh anak-anak remaja sekarang yaitu mengikuti media massa, yaitu seperti media
44
elektronik dan cetak, kalau media elektronik adalah seperti hp, internet,
televisi dan lain sebagainya, dimana yang sangat terpengaruh oleh anak remaja sekarang yaitu lebih ketelevisinya, dimana banyak perubahan yang
terjadi seperti penampilan, gaya mereka berbahasa dan pergaulan antara laki-laki dan perempuan.”
Bapak M.Andah selaku Tokoh Masyarakat yang mangatakan bahwa:
“Perubahan yang terjadi di gampong kami yaitu perubahan sosial, sejak tahun 1950 dimana tahun saya menetap pertama sekali di Gampong Panton tidak
ada perubahan sosial sama sekali, setelah terjadinya musibah gempa dan tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 perubahan tersebut terus
berkembang, dikarenakan banyak pendatang atau suku dari luar daerah masuk ke gampong kami dengan memberikan berbagai bantuan kepada masyarakat Gampong Panton”
Hal yang serupa disampaikan oleh Tokoh Adat Gampong Panton:
“Perubahan pertama sekali terjadi setelah tsunami yaitu perubahan sosial,
dimana perubahan tersebut masih berkembang sampai saat ini”
Bapak Romi selaku masyarakat Gampong Panton yang mengatakan bahwa:
“Kalau menurut saya perubahan yang sangat cepat terjadi di gampong ini adalah hp, dimana sebelum tsunami saya sendiri tidak mampu untuk beli hp,
tapisekarang jangan kan saya, anak SD saja sudah mempunyai hp dan juga bahasa, dulu sebelum orang dari luar datang ke gampong kami, tidak ada perubahan bahasa sedikitpun di gampong kami, tapi setelah terjadinya
tsunami perubahan itu terus belanjut sampai saat ini”
Bapak Ifraem.Yus selaku masyarakat Gampong Panton mengatakan bahwa:
“Sebelum tsunami disini tidak ada perubahan apapun seperti perubahan
elektronik, penampilan, bahasa dan lain sebagainya, tetapi setelah tsunami
perubahan tersebut terus berkembang sampai sekarang”
45
IbuRasmawati selaku Ibu Rumah Tangga yang mengatakan bahwa:
“Perubahan yang terjadi di gampong kami yang pertama sekali perubahan
bahasa, yang mana perubahan tersebut berubah setelah terjadinya tsunami,
sebelum terjadinya tsunami, tidak ada yang berbahasa Indonesia terkecuali
sewaktu berbicara dengan pendatang sementara ke Gampong Panton saja”
Ibu Nurjannah selaku Ibu Rumah Tangga yang mengatakan bahwa:
“Perubahan budaya komunikasi di gampong saya, yang saya ketahui bahwa sebelum dan sesudah tsunami budaya komunikasinya sangat jauh berubah,
dimana sebelum terjadinya tsunami masyarakat di gampong saya tidak ada yang menggunakan bahasa Indonesia, tapi setelah terjadinya tsunami sebagian
masyarakat di gampong saya sudah menggunakan bahasa Indonesia, bahkan sekarang sebagian masyarakat sudah mengajari anaknya untuk berbicara dengan bahasa Indonesia”
4.3.2. Bentuk dan Jenis Budaya Komunikasi yang Berubah
Di setiap budaya pasti ada perubahan yang terjadi di dalam gampong tersebut,
dimana perubahan yang terjadi di Gampong Panton seperti hp, penampilan, internet,
adat istiadat dan terutama sekali bahasa, dimana setelah terjadinya tsunami
masyarakat Gampong Panton tidak tahu untuk apa itu internet, dan sebagian lagi
untuk apa itu hp dan cara menggunakannya bagaimana, tetapi setelah terjadinya
tsunami budaya komunikasi masyarakat Panton semua sudah berubah, hasil
wawancara dengan :
Bapak Anwar Husen selaku Geuchik Gampong Panton yang mengatakan bahwa:
“Budaya komunikasi yang berubah di Gampong Panton adalah perubahan sosial, perubahan media massa, antara lainhp, internet, penampilan, adat istiadat, pergaulan dan bahasa, dimana sebelum tsunami masyarakat Gampong
46
Panton tidak tau manfaat internet, penampilan, adat istiadat juga tidak
berubah, tapi setelah terjadinya tsunami budaya komunikasi masyarakat Gampong Panton sudah mulai berubah sampai sekarang ini”.
Bapak Hasanuddin selaku Kaur Pemerintahan Gampong Panton yang mengatakan
bahwa:
“Budaya yang berubah seperti hp, bahasa, adat istiadat, pergaulan, penampilan
dan terutama sekali masalah kesopanan, dimana sebagian anak muda kami
disini sekarang sama sekali tidak ada kesopanan lagi sama orang-orang yang
lebih tua di gampong ini”
Ibu Rasmawati selaku Ibu Rumah Tangga yang mengatakan bahwa:
“Yang saya tau budaya yang berubah di gampong saya seperti, bahasa, adat
istiadat, penampilan dan terutama sekali pergaulan antara laki- laki dan perempuan, dimana bisa kita lihat, kita tidak tau lagi sekarang mana yang sudah menikah dan mana yang belum, banyak sekali kita lihat pergaulan
seperti ini pada anak-anak remaja sekarang”
Ibu Nurjannah selaku Ibu Rumah Tangga yang mengatakan bahwa:
“Bila mana yang saya ketahui yaitu perubahan sosial yang mengcakup semua
perubahan tersebut dalam perubahan sosial”
Bapak Zainuddin selaku masyarakat Gampong Panton yang mengatakan bahwa:
“Budaya komunikasi yang berubah yaitu elektronik, seperti, hp, Internet dan
lain- lain sebagainya”
47
Bapak Romi selaku mayarakat Gampong Panton yang mengatakan bahwa:
“Budaya komunikasi yang berubah yaitu bahasa, sebagaimana dalam mereka
berbahasa sehari-hari sekarang, ada yang berbahasa Aceh ada juga yang
berbahasa Indonesia, dan juga budaya komunikasi elektronik, seperti hp,
internet dan lain sebagainya”
4.3.3. Faktor yang Menyebabkan Perubahan Budaya Komunikasi Masyarakat
Gampong Panton
Faktor yang menyebabkan perubahan budaya komunikasi adalah dengan
masuknya orang-orang dari luar, kegampong Panton dengan catatan memberikan
bantuan kepada pihak yang terkena musibah Gempa dan tsunami, sebagaimana hasil
wawancara dengan :
Bapak Anwar Husen selaku Geuchik Gampong Panton yang mengatakan bahwa:
“Pertama sekali terjadinya perubahan budaya komunikasi di Gampong kami dengan masuknya anggota PMI, IOM, IPRD, WALHI, CHILDFUND dan lain- lain sebagainya, dan ada yang menepatkan Posko di Gampong kami,
terutama Posko PMI, dimana mereka yang datang kesini dengan memberikan bantuan kepada kami yang berbeda-beda, seperti anggota PMI dengan
memberikan rumah, IOM memberikan bantuan alat perlaminan, IPRD memberikan bantuan Balai Desa, WALHI memberikan bantuan Modal Usaha dan Pertenakan, dan CHILDFUND yang membangunkan rumah sekolah
PAUD, dan ada bantuan lain- lain sebagainya”
Bapak Jusrijal, H.Usman, selaku Tokoh Adat yang mengatakan bahwa:
“Faktor yang menyebabkan perubahan budaya komunikasi di Gampong ini, dengan masuknya anggota, IOM, IPRD, CARDI,CHILDFUND, WALHI, ADRA, PMI, NGO dan anggota-anggota lain sebagainya, dimana mereka
memberikan bantuan kepada kami yang berbeda-beda, dan dari situlah pertama sekali terjadinya perubahan komunikasi di Gampong kami sampai
sekarang perubahan tersebut masih berjalan”
48
Bapak Tgk, M. Andah selaku Tokoh Masyarakat yang mengatakan bahwa:
“Faktor yang menyebabkan perubahan di Gampong kami adalah televisi,
dimana masyarakat Panton cepat sekali terpengaruh dengan menonton televisi,terutama sekali bagi anak-anak remaja sekarang, dulu sebelum tsunami dalam satu gampong terdapat 3 atau 4 televisi saja, tapi sekarang
setelah terjadinya tsunami hampir semua masyarakat Panton sudah memiliki televisi di rumah mereka masing-masing, jadi perubahan tersebut cepat
mereka tiru”
IbuNurjannah selaku Ibu Rumah Tangga Gampong Panton yang mengatakan bahwa:
“Hampir semua anak-anak remaja sekarang yang cepat sekali terpengaruh
dengan adanya siaran televisi, dimana mereka semuanya meniru gaya apa saja yang disiarkan dalam televisi, begitu juga dengan hp kalau kita salah
mempergunakan hp, bisa-bisa kita terjebak dengan hp kita sendiri, karna dimana kita lihat sekarang banyak sekali remaja-remaja yang hamil diluar nikah, itu semua karna hp, mereka bisa janjian dimana saja mereka mau tanpa
orang lain ketahui terutama orang tua mereka yang sama sekali tidak tau apa-apa”
Ibu Lela Fitri selaku masyarakat Gampong Panton yang mengatakan bahwa:
“Yang saya ketahui faktor yang pertama sekali terjadinya perubahan budaya
komunikasi di Gampong Panton dengan adanya pendatang seperti orang
bulek, di mana sampai sekarang mereka masih ada di Gampong Panton ini.
Bapak Romi selaku masyarakat Gampong Panton yang mengatakan bahwa:
“Faktor yang membuat perubahan budaya komunikasi yang terjadi di
Gampong Panton yaitu dimana setelah datangnya lembaga IOM, PMI, WALHI, dan lembaga- lembaga lain sebagainya yang masuk ke Gampong
Panton dengan memberikan berbagai macam bantuan kepada masyarakat Panton dan dari sanalah banyak sekali perubahan yang mereka bawa ke Gampong Panton, terutama sekali bahasa, karna banyak dari pada mereka
yang menggunakan bahasa Indonesia, cuma sebagian dari pada mereka orang dari Aceh”
49
Bapak Zainuddin selaku masyarakat Gampong Panton yang mengatakan bahwa:
“Faktor yang membuat perubahan budaya komunikasi di Gampong Panton
yaitu dengan masuknya orang-orang dari luar daerah ke Gampong Panton”
4.4. Pembahasan
4.4.1. Budaya Komunikasi Masyarakat Gampong Panton Sebelum dan Sesudah
Tsunami
Berdasarkan hasil jawaban diatas, penulis menyimpulkan bahwa perubahan
zaman yang terus berkembang sekarang, dibandingkan dengan zaman sebelum
tsunami, lebih berkembang perubahan zaman yang sesudah terjadinya tsunami,
dimana perubahan zaman sekarang yaitu perubahan media massa yaitu perubahan
tersebut adalah perubahan media cetak dan media elektronik, dimana media cetak
yaitu seperti koran, majalah, novel, buku dan lain- lain sebagainya, yang mana terus
berkembang sampai saat ini, dan juga media elektronik yaitu hp, televisi, internet,
radio dan lain- lain seterusnya.
Begitu juga dengan perubahan budaya komunikasi antar-budaya, dimana
komunikasi antara satu suku dengan suku yang lain dan juga perubahan dalam
berkomunikasi dengan masyarakat gampong setempat, dimana perubahan tersebut
terus berkembang dan juga perubahan bahasa dimana sebelum tsunami masyarakat
Panton tidak ada yang menggunakan bahasa Indonesia tetapi setelah terjadinya
tsunami sebagian masyarakat Panton sudah menggunakan bahasa Indonesia, apa lagi
anak-anak remaja sekarang sebagian dari pada mereka juga sudah menggunakan
bahasa Indonesia di saat berkomunikasi dengan teman-temannya, tetapi kalau
50
masyarakat dari luar mereka rata-rata menggunakan bahasa Indonesia di bandingkan
dengan bahasa Aceh.
Mead dalam Deddy Mulyana (2008, h. 83-84), mengatakan bahwa dalam
interaksi mereka, manusia menafsirkan tindakan verbal dan nonverbal. Tindakan
verbal merupakan ujaran, ucapan dan kata-kata yang lazim dimengerti, sedangkan
tindakan nonverbal merujuk kepada semua perilaku manusia yang bermakna selain
dari mekanisme linguistik. Bagi Mead, tindakan verbal merupakan mekanisme utama
interaksi manusia. Penggunakan bahasa atau isyarat simbolik oleh manusia dalam
interaksi sosial mereka pada gilirannya munculkan pik iran dan “diri” hanya melalui
penggunaan simbol yang siknifikan, khususnya bahasa, pikiran itu muncul, sementara
hewan lebih rendah tidak berfikir, karnamereka tidak berbahasa seperti bahasa
manusia.
Menurut teori interaksi simbolik, pikiran mensyaratkan adanya masyarakat;
dengan kata lain, masyarakat harus lebih dulu ada, sebelum adanya pikiran. Dengan
demikian, pikiran adalah bagian integral dari proses sosial, bukan malah sebaliknya:
proses sosial adalah produk pikiran. Seorang manusia yang sadar diri, tidak mungkin
ada tanpa adanya kelompok sosial terlebih dulu. Dengan kata lain, tidak mungkin
seorang manusia yang lahir kedunia, dan di asuh gorila atau beruang misalnya serta
tidak pernah bergaul dengan manusia lain, akan mempunyai pikiran. Upaya Mead
untuk memperioritaskan dunia sosial dalam memahami pengalaman sosial ini
bertentangan dengan spikologi (sosial) tradisional yang memulai kajiannya dengan
spikologi individu dalam rangka menjelaskan pengalaman sosial. Bahwa fokus utama
Mead itu adalah kelompok sosial. (Deddy Mulyana 2008, h. 83-84)
51
4.4.2. Bentuk dan Jenis Budaya Komunikasi Yang Berubah
Hp sangat di butuhkan bagi setiap orang untuk berkomunikasi dengan saudara
yang jauh. Dimana sebelum terjadinya tsunami hp tidak begitu banyak dimiliki oleh
masyarakat Gampong Panton, bahkan orang-orang yang tertentu saja dimasa itu yang
memiliki hp, tapi setelah terjadinya tsunami hampir semua masyarakat Panton
memiliki hp dan Sebelum terjadinya tsunami masyarakat Gampong Panton tidak tahu
apa itu internet, bahkan orang yang mampu beli hp pun yang ada internet di hp nya
sendiri tidak paham untuk apa itu internet, tapi setelah terjadinya tsunami sebagian
masyarakat Panton sudah tau manfaat internet, apa lagi bagi kaum muda-mudi sangat
cepat terpengaruh dengan adanya internet, karena bisa Facebook, cari bahan kuliah,
sekolah, jual beli barang yang kita suka yang telah dipaparkan di internet dan lain-
lain sebagainya.
Begitu juga dengan penampilan sebelum tsunami masyarakat Gampong
Panton tidak begitu peduli dengan penampilan mereka, apa lagi kaum wanita yang
tidak tau model ini dan model itu, tapi setelah terjadinya tsunami sangat banyak
sekali yang kita liat di Gampong Panton khususnya anak-anak remaja yang sangat
cepat terpengaruh dengan budaya luar, yang mana dulu tidak menggunakan pakaian
ketat, tapi sekarang sudah menggunakan pakaian tersebut dan juga adat istiadat
sebelum terjadinya tsunami adat istiadat yang di adakan di sebuah acara baik itu acara
orang meninggal, cukuran, pesta perkawinan dan pesta-pesta lainnya, masyarakat
Gampong Panton tidak menggunakan adat Perancis/adat Barat, tapi dengan
menghidangkan makanan kedepan para tamu yang hadir, tetapi setelah terjadinya
tsunami masyarakat Gampong Panton sudah menggunakan Adat Perancis/Adat Barat
52
kalau ada sebuah acara, dikarenakan bagi masyarakat Panton dengan adanya adat
Perancis/adat Barat mereka tidak begitu sibuk dengan menghidangkan makanan
kedepan para tamu. Akan tetapi para tamu yang hadir ketempat acara tersebut bisa
mengambilkan makanannya dengan sendiri.
Begitu juga dengan perubahan bahasa sangatlah berubah, dikarenakan
sebelum tsunami masyarakat Gampong Panton menggunakan bahasa Aceh tanpa ada
yang berkomunikasi dengan bahasa Indonesia, tapi setelah terjadinya tsunami dimana
sebagian masyarakat Panton sudah menggunakan bahasa Indonesia, sebab dimana di
Gampong Panton tersebut banyak pendatang dari luar daerah datang ke Gampong
Panton tersebut, bahkan ada yang tinggal dan menikah dengan orang Panton dan ada
juga dalam sebuah keluarga sudah berkomunikasi dengan anak-anak dan suaminya
dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Rose dalam Deddy Mulyana (2008, h. 80-81) berpendapat, dalam
berkomunikasi dengan tanda alamiah, komunikator mengontrol perilaku pihak yang
hadir, apakah dengan sengaja atau tidak karna tubuh pihak kedua secara tetap
merespons dengan cara spesifik terhadap impak rangsangan atas alat-alat indranya.
Dalam komunikasi dengan simbol sinifikan, sebaliknya, komunikator dapat
mempengaruhi perilaku pihak yang hadir, namun ia tidak dapat mengendalikannya,
karna simbol berkomunikasi dengan isi makna dan nilainya bagi pihak yang hadir.
Rose menambahkan, sementara komunikator memancarkan suara atau isyarat visual,
pihak yang hadirlahyang memberi makna dan nilai terhadap suara atau isyarat visual
itu sehingga komunikasi menjadi suatu proses sosial yang memungkinkan
komunikator dan pihak yang hadir memberi andil terhadap isi komunikasi saat hal itu
53
mempengaruhi sistem saraf dan perilaku pihak yang hadir. Dalam kenyataan, baik
simbol siknifikan ataupun tanda alamiah merupakan sarana komunikasi dan dalam
perilaku nyata sering bercampur aduk. Melalui pertukaran simbol dan tanda inilah
orang-orang saling menafsirkan ucapan dan tindakan lawan bicara, mengatifikasi
ucapan dan tindakan orang lain dan dirinya sendiri, begitu seterusnya, meskipun tidak
bersifat sekuensial. (Deddy Mulyana 2008, h. 80-81)
4.4.3. Faktor yang Menyebabkan Perubahan Budaya Komunikasi Masyarakat
Gampong Panton
Lembaga PMI (Palang Merah Indonesia), IOM (International Organization
for Migration), CHILDFUND, IPRD (Institute of Process Research Development),
WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) danbanyak lembaga lain- lain
sebagainya, dimana mereka yang datang setelah terjadinya tsunami ke Gampong
Panton dan juga mereka menempatkan Posko mereka di Gampong Panton dengan
catatan memberikan bantuan kepada masyarakat Panton, baik itu rumah, beras, baju,
makanan dan lain sebagainya, dan juga pengaruh dari siaran televisi yang terus
berkembang, terutama sekali bagi anak-anak remaja, dimana mereka sudah mulai
sangat terpengaruh dengan adanya siaran televisi yang berbeda antara sebelum
tsunami dan sesudah terjadinya tsunami, seperti berpakaian, pergaulan dan yang
terutama sekali dalam gaya mereka berbahasa sudah sangat berubah, dengan sebelum
terjadinya tsunami, jadi, perubahan bahasa tersebut di GampongPanton masih terus
berkembang sampai sekarang.
54
Sebagaimana yang dikatakan dalam Teori Interaksi Simbolik olehMead dalam
Deddy Mulyana (2008, h. 81-83) yang mengatakan bahwa berdasarkan interpretasi
tindakan orang lain, individu dapat mengubah tindakan berikutnya agar sesuai dengan
tindakan orang lain. Modifikasi perilaku ini menuntut orang untuk memastikan
terlebih dulu makna, motif atau maksud apa yang terdapat di belakang tindakan orang
lain. Proses demikian hanya akan dimungkinkan bila manusia memiliki dan berbagi
simbol. Hewan tidak dapat menafsirkan perilaku hewan lain, karena mereka tidak
memiliki dan berbagi isyarat simbolik, apalagi mampu mengubah perilaku mereka
agar sesuai dengan perilaku hewan lainnya. Hal ini dapat di lihat, seperti yang di
lukiskan Mead, dalam pertukaran isyarat antara dua ekor anjing yang bermusuhan.
Tindakan masing-masing anjing menjadi rangsangan bagi anjing lainnya untuk
memberikan respon. Fakta bahwa seekor anjing siap menyerang anjing lainnya
menjadi stimulus bagi anjing lain itu untuk mengubah posisinya sendiri atau sikapnya
sendiri. Anjing-anjing tersebut saling merespons dengan menggonggong,
menggeram, menyerang, dan seterusnya. Setiap isyarat membangkitkan isyarat yang
dilakukan anjing lainnya yang otomatis dan langsung. Pertukaran isyarat ini bersifat
naluriah dan tidak reflektif, tanpa kesadaran atau pemastian atas makna, motif, dan
maksud isyarat sendiri dan anjing lainnya. Mead menamai apa yang terjadi dalam
situasi itu sekadar konversasi isyarat yang kualitasnya berbeda dengan komunikasi
isyarat bermakna yang dilakukan manusia.
Manusia berinteraksi dengan cara berbeda. Konkretnya, manusia merespon
tidak hanya tindakan orang lain, melainkan juga makna, motif dan maksud tindakan
tersebut. Dengan kata lain, manusia harus mendefinisikan apa makna tindakan yang
55
dihadapinya. Baik komunikator ataupun pengamat terlebih dulu harus mempelajari
makna kata atau isyarat untuk berkomunikasi secara simbolik, sementara komunikasi
dengan tanda alamiah berlangsung secara naluriah dan spontan. Menurut Mead,
manusia tidak hanya merespon, misalnya suatu kepalan tangan, malainkan makna
kepalan tangan tersebut yang mungkin merupakan serangan. Konse kuensinya,
pengertian, terlepas dari apakah hal itu menyenangkan atau tidak, akan diperoleh bila
para aktor yang terlibat memberikan makna yang sama kepada simbol tersebut.
Dengan memahami dan memastikan makna tindakan orang lain, orang dapat
mengubah tindakannya sendiri agar sesuai dengan tindakan orang lain. Bila seorang
lelaki mengetahui makna kepalan tangan seseorang yang dihadapinya, misalnya
kemungkinan besar ia akan mengubah perilakunya sendiri, sekarang siap melawan
atau melarikan diri. Ringkasnya, dalam pandangan Mead isyarat yang dikuasai
manusia berfungsi bagi manusia itu untuk membuat penyesuian yang mungkin di
antara individu- individu yang terlibat dalam setiap tindakan sosial dengan merujuk
kepada objek atau objek-objek yang berkaitan dengan tindakan tersebut.(Deddy
Mulyana 2008, h. 81-83)
56
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa:
1. Sebelum tsunami masyarakat Gampong Panton masih bahasa kental Aceh,
tidak ada yang menggunakan bahasa nasional, penampilan masih ke Acehan
(islami), begitu juga dengan adat istiadat, pergaulan dan lain- lain sebagainya.
Sesudah tsunami bahasa transformasi dari Aceh ke bahasa nasional, kalaupun
belum semua masyarakat Gampong Panton yang menggunakan bahasa
nasional. Begitu juga dengan penampilan, adat istiadat, pergaulan dan lain-
lain sebagainya.
2. Bentuk dan jenis budaya komunikasi yang berubah adalah seperti hp, internet,
penampilan, bahasa, adat istiadat, pergaulan dan lain- lain sebagainya.
3. Faktor yang menyebabkan perubahan budaya komunikasi masyarakat
Gampong Panton yaitu dengan datangnya lembaga dari luar yang masuk ke
Gampong Panton dengan catatan memberikan bantuan kepada masyarakat
Gampong Panton, di mana lembaga tersebut adalah lembaga PMI (Palang
Merah Indonesia), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia),
CHILDFUND, IOM (International Organization for Migration), IPRD
(Institute of Process Research Development), ADRA (Adventist Development
and Relief Agency) dan banyak lembaga- lembaga lain yang juga memberikan
bantuan kepada masyarakat Gampong Panton, dari situlah pertama sekali
57
terjadinya perubahan komunikasi di Gampong Panton dan perubahan tersebut
terus berkembang sampai saat ini.
5.2. SARAN
1. Kepada pemerintah, hendaknya lebih memperkuat pengontrolan terhadap
perubahan budaya komunikasi di tengah masyarakat khususnya pihak
pemerintah gampong dan propinsi umumnya, mengingat perubahan
komunikasi tersebut ada yang positif dan ada yang negatif.
2. Kepada para akademisi atau kampus hendaknya ikut memantau terhadap
perubahan budaya komunikasi di Aceh secara umum tidak hanya di Gampong
Panton supaya perubahan tersebut mengarah kepada kebaikan (positif).
57
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Wiganto, Mulat. 2006. Sosiologi. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Jakarta.
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Kencana. Jakarta.
Basyariah, Syamsuar. 2010. Eksistensi Sosial dan Budaya Islami Dalam
Komunikasi. SekolahTinggi Agama Islam (STAI) Teungku Di Rundeng.
Maulaboh Aceh Barat.
Canggara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Liliweri, Alo. 2003. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Pustaka Pelajar.
Yogkarta.
Mustofa, Ahmad. 1999. Ilmu Budaya Dasar. Pustaka Setia. Bandung.
Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung.
1990. Komunikasi AntarBudaya. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Moleong J, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
2002. Metode Penelitian Kualitatif. Rosda. Bandung.
Ndrana, Taliziduhu. 2005. Teori Budaya Organisasi. Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, soekidjo. 2005. Pengembangan Sumber Daya Manusia. PT Rineka
Cipta. Jakarta.
Tumanggor, Rusmin. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Kencana. Jakarta.
Suyanto, Bagong. 2006. Metode Penelitian Sosial. Kencana. Jakarta.
Suporno dan Indrianto. 1999. Metode Penelitian Bisnis. BPFE. Jogjakarta.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.
Usman, Rani. 2009. Etnis Cina Perantauan Di Aceh. Buku Obor. Jakarta.
Widjaja. 2008. Komunikasi dan Hubungan Masyaraka., Bumi Aksara. Jakarta.
Widagdho, Djoko. 2003. Ilmu Budaya Dasar. Bumi Aksara. Jakarta.
(http://mbahkarno.blogspot.com/2012/10/asimilasi-kebudayaan.html).