Abses Retrofaring&Parafaring

20
Abses Retrofaring 2.1 Definisi Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring dan merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection). 1,2 2.2 Anatomi Gambar 2.3. Ruang pada servikalis tampak lateral. 2 RUANG FARINGEAL Ada dua ruangan yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti penting, yaitu ruang rerofaring dan ruang parafaring

description

abses

Transcript of Abses Retrofaring&Parafaring

Page 1: Abses Retrofaring&Parafaring

Abses Retrofaring

2.1 Definisi

Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah

retrofaring dan merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection).1,2

2.2 Anatomi

Gambar 2.3. Ruang pada servikalis tampak lateral.2

RUANG FARINGEAL

Ada dua ruangan yang berhubungan dengan faring yang secara klinik

mempunyai arti penting, yaitu ruang rerofaring dan ruang parafaring

- Ruang rerofaring (Retropharyngeal space)

Batas-batas:

Anterior : ruang buccofaringeal (faring dan esophagus)

Posterior : Alar fascia

Page 2: Abses Retrofaring&Parafaring

Lateral : Cloison sagittale

Superior : Basis cranii

Inferior : Superior mediastinum

Dinding anterior ruang ini adalah dinding belakang faring faringobasilaris

dan otot-otot faring.Ruang ini berisi jaringan ikat arang dan fasia

prevertebralis.Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas

paling bawah dan fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah

mengikatnya pada vertebra. Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa

faringomaksila. Abses retrofaring sering ditemukan pada bayi atau anak.

Kejadiannya ialah kaena di ruang retrofaring terdapat kelenjar-kelenjar limfa.

Tiap-tiap bagian mengandung 2-5 buah kelenjar limfe retrofaring yang biasanya

menghilang setelah berumur 4-5 tahun. Kelenjar ini menampung aliran limfe dari

rongga hidung, sinus paranasalis, nasofaring, faring, tuba Eustachius, dan telinga

tengah. Pada peradangan kelenjar limfa itu, dapat terjadi supurasi, yang bilamana

pecah. Pus akan tertumpah di dalam ruang retrofaring. Ini akan banyak

menghilang pada pertumbuhan anak.

- Ruang Parafaring (Fosa Faringo-maksila = pharyngo-maxillary fossa)

Batas – batas:

Anterior : raphe pterygomandibular 

Posterior : prevertebral fascia

Medial : fascia buccofaringeal

Lateral : m. pterygoid medial

Superior : basis cranii

Inferior : os. hyoid

Ruang ini berbentuk kerucu dengan dasarnya yang terletak pada dasar

tengkorak dekat foramen ugularis dan puncaknya pada kornu mayus os hioid.

Ruang ini dibatasi di bagian dalam leh m.konstriktor faring superior, batas luarnya

adalah ramus asenden mandibula yang melekat dengan m.pterigoid interna dan

bagian posterior kelenjar parotis.

Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os

stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior(presteloid) adalah

Page 3: Abses Retrofaring&Parafaring

bagian yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil

yang meradang, beberapa bentukmastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis.

Bagian yang lebih smepit di bagian posterior (post stilid) berisi a.karotis

interna, v.jugularis interna, n.vagus, tan dibungkus dalam suatu sarung yang

disebut selubung karotis (carotid sheath). Baguan ini dipisahkan dari ruang

retrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis. 3

2.3 Epidemiologi

2.4 Etiologi dan Klasifikasi

Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses retrofaring adalah:3

1. Infeksi saluran napas atas yang menyebabkan limfadenitis retrofaring.

2. Trauma dinding belakang faring oleh benda asing seperti tulang ikan atau

tindakan medis seperti adenoidektomi, intubasi endotrakea, dan endoskopi.

3. Tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin).

Pada banyak kasus sering ditemukan adanya kuman aerob dan anaerob secara bersamaan.

Beberapa organisme yang dapat menyebabkan abses retrofaring adalah:5

1. Bakteriaerob: Streptococcus beta hemolyticus group A (paling sering), Streptococcus

pneumoniae, Streptococcus non hemolyticus, Staphylococcusaureus, Haemophillus

sp.

2. Bakterianaerob: Bacteroidessp, Veilonella, Peptostreptococcus, Fusobacteria.

Secara umum abses retrofaring terbagi menjadi 2 jenis yaitu:

1. Akut

Sering terjadi pada anak-anak berumur di bawah 4 - 5 tahun.Keadaan ini terjadi

akibat infeksi pada saluran napas atas seperti pada adenoid, nasofaring, rongga

hidung, sinus paranasal dan tonsil yang meluas ke kelenjar limfe retrofiring

(limfadenitis) sehingga menyebabkan supurasi pada daerah tersebut.Sedangkan pada

dewasa terjadi akibat infeksi langsung oleh karena trauma akibat penggunaan

instrumen (intubasi endotrakea, endoskopi, sewaktu adenoidektomi) atau benda

asing.

2. Kronik

Page 4: Abses Retrofaring&Parafaring

Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua. Keadaan ini

terjadi akibat infeksi TB pada vertebra servikalis dimana pus secara langsung

menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior. Selain itu abses dapat terjadi

akibat infeksi TB pada kelenjar limfe retrofaring yang menyebar dari kelenjar limfe

servikal.

2.5 Patofisiologi

Ruang retrofiring berada di anterior fasia prevertebra yang berjalan inferior dari basis

kranii sepanjang faring. Ruang ini merupakan lanjutan ruang parafaring dan fossa

infratemporal. Ruang retrofaring dan parafaring dipisahkan oleh fasiaalar, yang merupakan

barier yang kurang efektif terhadap penyebaran infeksi.Ruang retrofaring berhubungan

dengan mediastinum superior dan posterior, sehingga dapat menjadi jalur yang potensial

penyebaran infeksi ke thoraks.

Ruang retrofaring terdiri dari jaringan areolar longgar dan cincin limfe, sehingga dapat

mengikuti pergerakan faring dan esofagus pada saat menelan.Kelenjar limfe retrofaring

menerima aliran limfe dari hidung, sinus paranasalis, tuba eustachius dan faring.

Pembentukan pus pada kelenjar limfe retrofaring pada umumnya terlokalisir dengan baik,

sehingga penyebaran vertikal dari infeksi biasanya terjadi setelah beberapa waktu dalam

progresi penyakit, meskipun keadaan ini jarang terjadi pada praktiknya. Sebagian besar

gejala abses retrofaring berhubungan dengan obstruksi saluran napas bagian atas dan iritasi

lokal otot (misalnya sternomastoid dan pterigoid). Danger space berada diantara ruang

retrofaring dan ruang prevertebra yang dipisahkan oleh dua komponen yaitu fasia alar dan

fasia prevertebra. Hal ini dapat menyebabkan penyebaran infeksi diantara basis kranii dan

mediatinum posterior sampai pada level diafragma.

Ruang retrofaring dapat mengalami infeksi yang berkembang menjadi abses melalui dua

cara, yaitu penyebaran infeksi melalui aliran limfe (sebagian besar) secara lokal dari sumber

infeksi atau inokulasi langsung bakteri melalui trauma tembus atau benda asing.

Pada anak, abses retrofaring akut paling banyak disebabkan infeksi saluran pernapasan atas

seperti tonsilitis dan faringitis, sinusitis paranasalis, otitis media dan infeksi gigi yang

kemudian menyebar dan menyebabkan limfadenopati retrofaring. Limfadenopatiretrofaring

kemudian menyebabkan abses retrofiring akibat supurasi kelenjar getah bening nasofaring.

Page 5: Abses Retrofaring&Parafaring

Hal ini merupakan alasan abses retrofaring yang disebabkan oleh proses non traumatik

jarang ditemukan pada orang dewasa karena kelenjar getah bening retrofaring telah

mengalami regresi.

Kasus trauma tembus pada faring sebagai penyebab sekunder abses retrofaring akut yang

terjadi pada anak dapat disebabkan benda asing seperti tulang ikan, tangkai eskrim, dan

pensil. Sedangkan penyebab sekunder iatrogenik misalnya trauma post laringoskopi,

intubasi endotrakeal, endoskopi, pemasangan pipa orogastrik, maupun prosedur dental.

Trauma pada faring menyebabkan inokulasi langsung agen patogen piogenik kedalam ruang

retrofaring yang kemudian terjadi proses supurasi dan membentuk abses.

Abses retrofaring akut pada orang dewasa biasanya disebabkan oleh inokulasi langsung

patogen piogenik kedalam ruang retrofaring yang disebabkan trauma pada faring atau

esofagus akibat tertelan benda asing atau prosedur medis yang traumatik seperti endoskopi,

laringoskopi direk, maupun intubasi endotrakeal. Penyakit-penyakit seperti diabetes melitus,

keganasan, alkoholisme kronik, dan AIDS dilaporkan sebagai predisposisi abses retrofaring

pada orang dewasa.

Abses retrofaring kronis pada anak dapat terjadi akibat infeksi tuberkulosis. Pada anak

usia kurang dari 5 tahun, abses retrofaring kronis disebabkan penyebaran dari infeksi

tuberkulosis pada kelenjar limfe servikal dalam ke kelenjar retrofiring yang membentuk

abses dingin. Abses retrofaring kronis yang demikian dikenal sebagai tipe lateral karena

secara klinis terlihat lebih kearah lateral dari garis tengah tubuh, fluktuan, dengan tandai

nflamasi yang minimal. Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa abses retrofaring kronis

biasanya disebabkan spondilitis tuberkulosis pada vertebra servikalis ( Pott’s disease)

dimana pus menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior dan dikenal sebagai tipe

sentral. Abses terjadi diantara korpus vertebra dan fasia prevertebra. Abses mula-mula

terbentuk pada garis tengah dan menyebar ke lateral. Pada pemeriksaan ditemukan

pembengkakan pada garis tengah dan dinding faring yang berfluktuasi dengan tanda

inflamasi yang minimal.

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Page 6: Abses Retrofaring&Parafaring

Keluhan pasien dengan abses retrofaring akut bervariasi bergantung kepada kelompok

umur.4 Gejala abses retrofaring berbeda untuk orang dewasa, anak-anak, dan bayi yang

dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1. Gejala abses retrofaring pada berbagai kelompok usia.4

Dewasa Anak > 1 tahun Bayi

Nyeri tenggorokan

Demam

Disfagia

Odinofagia

Nyeri leher

Dispnea

Nyeri tenggorokan (84%)

Demam (64%)

Kaku leher (64%)

Odinofagia (55%)

Batuk

Demam (85%)

Bengkak pada leher (97%)

Intake oral buruk (55%)

Rinorrhea (55%)

Letargi (38%)

Batuk (33%)

Anamnesis yang baik sangat penting karena kondisi serius lain merupakan diagnosis

banding dari abses retrofaring. Abses retrofaring seringkali merupakan sekuele dari infeksi

saluran napas atas (misalnya faringitis, tonsilitis, sinusitis, infeksi gigi) dan lebih sering terjadi

pada anak sehingga riwayat tertelan benda asing harus ditanyakan.7

Pada anak manifestasi klinis dapat tidak jelas dan bergantung pada tingkat penyakit tetapi

gejala khas termasuk demam tinggi, nyeri leher (terutama pada saat digerakkan) atau tortikolis,

disfagia, iritabilitas, malaise, dan odinofagia. Odinofagia menyebabkan drooling, intake oral

yang buruk, dan anoreksia. Gejala minor lain misalnya trismus, disfonia, stridor, dan sleep

apnea. Anak dapat terlihat menarik-narik telinga atau tenggorokan yang menunjukkan adanya

nyeri.7

Pada orang dewasa manifestasi klinis lebih spesifik dengan drooling dan disfagia tetapi

dengan onset perlahan. Penting untuk menanyakan komorbiditas seperti diabetes mellitus dan

melakukan kontrol glukosa darah apabila ditemukan. Hampir sepertiga pasien dengan abses leher

dalam memiliki diabetes mellitus.7

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan rongga mulut dan leher untuk mencari

edema tonsil, edema orofaring, dan limfadenopati. Observasi penting lain dilakukan terhadap

drooling, dispneu, tortikolis, dan massa atau pembengkakan pada leher. Pada anak-anak

pemeriksaan mungkin terbatas bergantung pada usia dan kooperasi dari anak dan orang tua. 7

Page 7: Abses Retrofaring&Parafaring

Gangguan terhadap jalan napas biasanya tampak dengan gejala dispneu, distres

pernapasan, dan fatigue. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda seperti takipneu,

sianosis, tracheal thug, atau retraksi interkosta. Laju pernapasan yang cepat dan saturasi oksigen

membantu diagnosis gangguan jalan napas. 7

Abses retrofaring kronik yang disebabkan oleh infeksi tuberkulosis biasanya timbul dengan

gejala kaku pada leher dan nyeri pada belakang leher. Diagnosis ditunjang dengan riwayat

menderita tuberkulosis paru dan spondilitis tuberkulosis (khusus untuk tipe sentral). Pada

pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan pada garis tengah (tipe sentral) dan lateral korpus

vertebra (tipe lateral) yang berfluktuasi dengan tanda inflamasi yang minimal.10

Gambar 2.7. Abses retrofaring kronik tipe lateral (kiri) dan sentral (kanan) 10

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pasien dengan abses retrofaring akut dapat menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan

napas tetapi hal ini jarang terjadi. Meskipun demikian, pasien yang awalnya tidak

menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan napas dapat berkembang menjadi obstruksi jalan

napas. Pada pasien dewasa dan anak pemeriksaan fisik dapat menunjukkan temuan yang

berbeda.3

Tabel 2.2. Temuan pemeriksaan fisik abses retrofaring pada berbagai kelompok usia.3

Dewasa Anak dan Bayi

Edema posterior faring (37%)

Kaku leher

Adenopati servikal

Demam

Adenopati servikal (36%)

Bulging retrofaring (55%, jangan lakukan

palpasi pada anak)

Demam (64%)

Page 8: Abses Retrofaring&Parafaring

Drooling

Stridor

Stridor (3%)

Tortikolis (18%)

Kaku leher (64%)

Drooling (22%)

Agitasi (43%)

Massa pada leher (55%)

Letargis (42%)

Distres pernapasan (4%)

Tanda-tanda terkait termasuk tonsilitis,

peritonsilitis, faringitis, dan otitis media.

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang awal yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis abses

retrofaring dijelaskan dalam tabel berikut: 7

Tabel 2.3.Pemeriksaan penunjang awal untuk diagnosis abses retrofaring.7

Pemeriksaan Hasil

Darah lengkap Leukosistosis (terutama

netrofil)

Laju endap darah

menentukan derajat penyakit inflamasi apabila tidak

ditemukan netrofilia yang signifikan.

Meningkat

CT scan leher dengan kontras

pemeriksaan definitif.

mengkonfirmasi adanya abses dan membantu dalam

merencanakan approach tindakan bedah. Adanya udara di

dalam atau di sebelah akumulasi cairan atau udara bebas yang

berlebih diantara fascia leher sangat prediktif untuk abses.

Lesi hipodens dikelilingi

cincin pada rongga retrofaring

Foto polos servikal soft tissue lateral

dilakukan apabila terdapat kecurigaan tetapi tidak tersedia CT

scan tetapi dapat dilakukan sebelum CT scan apabila

kecurigaan tinggi terhadap abses retrofaring.

Pembengkakan pada ruang

prevertebra (> 7mm pada C2

dan > 14 mm pada C6)

Pemeriksaan dengan anestesi

dilakukan apabila kecurigaan tinggi dan terdapat gangguan

jalan napas atau apabila tidak terdapat fasilitas CT scan.

Bulging pada dinding posterior

orofaring.

Page 9: Abses Retrofaring&Parafaring

juga dapat dilakukan apabila kecurigaan tinggi tetapi hasil

pencitraan tidak konsisten dengan abses retrofaring.

Pemeriksaan ini dapat mengkonfirmasi diagnosis dan

langsung dilakukan insisi transoral dan drainase serta

pengambilan pus untuk kultur.

Kultur pus

pus yang didapatkan dari drainase dilakukan kultur dan uji

sensitivitas antibiotik.

Positif terhadap organisme

penyebab.

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain foto polos dada yang

diindikasikan apabila terdapat kecurigaan timbulnya komplikasi berupa pneumonia aspirasi atau

mediastinitis.3 Kultur darah tidak rutin dilakukan kecuali pada kecurigaan terjadinya sepsis.7

Untuk abses retrofaring kronis pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis adalah

leukositosis, peningkatan laju endap darah, dan tes Mantoux yang positif. Foto polos servikal

lateral menunjukkan destruksi korpus vertebra dengan peningkatan ruang retrofaring dan

bayangan udara di dalamnya. CT scan dapat lebih mengkonfirmasi temuan tersebut.10

Gambar 2.8. Gambar radiologis abses retrofaring

Page 10: Abses Retrofaring&Parafaring

2.7 Tatalaksana

1. Pertahankan jalan napas

a. Posisi pasien supine dengan leher ekstensi

b. Pemberian O2

c. Intubasi endotrakea dengan visualisasi langsung / intubasi fiber optik

d. Trakeostomi / krikotirotomi

2. Medikamentosa

Pemberian antibiotik secara parenteral diberikan secepatnya tanpa menunggu

hasil kultur pus. Antibiotik yang diberikan harus mencakup terhadap kuman aerob dan

anaerob, Gram positif dan Gram negatif. Pilihan antibiotik lini pertama adalah

Clindamycin dengan Aminoglikosida atau penicilli-nase-resistant penicillin seperti

Ticarcillin/Clavulanate, Piperacillin/Tazobactam, dan Ampicillin/Sulbactam

dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ketiga dan Metronidazole. Clindamycin

dan Metronidazole tidak boleh digunakan sebagai terapi tunggal. Terapi antibiotik dapat

diberikan selama sekitar 10 hari.11 Untuk abses retrofaring kronik pasien diberikan terapi

antituberkulosis selain dilakukan tindakan operatif seperti aspirasi atau insisi dan

drainase abses.10

3. Operatif

Tindakan operatif yang dapat dilakukan yaitu aspirasi pus (needle aspiration) atau insisi

drainase. Insisi drainase dapat dilakukan melalui dua pendekatan:

a) Pendekatan internal atau transoral

Dilakukan untuk abses yang kecil dan terlokalisir. Pasien diletakkan pada posisi

Trendelenburg dimana leher dalam keadaan hiperekstensi dan kepala lebih rendah dari

bahu. Insisi vertikal dilakukan pada daerah yang paling berfluktuasi dan pus yang keluar

harus segera diisap dengan alat penghisap untuk menghindari aspirasi pus. Insisi

diperlebar dengan forsep atau klem arteri untuk memudahkan evakuasi pus. Kekurangan

dari pendekatan ini terkait dengan risiko aspirasi isi abses. Pendekatan intraoral dapat

sulit dilakukan untuk abses yang letaknya superior atau lateral.11

b) Pendekatan eksternal atau transervikal

Page 11: Abses Retrofaring&Parafaring

Pendekatan eksternal baik secara anterior atau posterior dilakukan untuk abses yang

besar dan meluas ke arah hipofaring. Kelemahan dari teknik ini adalah waktu pemulihan

yang lebih lama dan terdapat kemungkinan komplikasi cidera terhadap nervus kranialis

dan pembuluh darah besar.11

Pendekatan anterior dilakukan dengan membuat insisi secara horizontal mengikuti

garis kulit setingkat krikoid atau pertengahan antara os hyoid dan klavikula. Kulit dan

subkutis dielevasi untuk memperluas pandangan sampai terlihat m.

sternokleidomastoideus. Dilakukan insisi pada batas anterior m. sternokleidomastoideus.

Dengan menggunakan klem arteri bengkok, m. sternokleidomastoideus dan selubung

karotis disisihkan ke arah lateral. Setelah abses terpapar dengan cunam tumpul, abses

dibuka dan pus dikeluarkan. Bila diperlukan insisi dapat diperluas dan selanjutnya

dipasang drain (Penrose drain).11

Pendekatan posterior dibuat dengan melakukan insisi pada batas posterior m.

sternokleidomastoideus. Kepala diputar ke arah yang berlawanan dari abses. Selanjutnya

fasia dibelakang m. sternokleidomastoideus diatas abses dipisahkan. Dengan diseksi

tumpul pus dikeluarkan dari belakang selubung karotis.11

Gambar 2.9. Aspirasi abses retrofaring

Abses Parafaring

Page 12: Abses Retrofaring&Parafaring

Etiologi dan patologi

Abses parafaring dapat terjadi setelah infeksi faring, tonsil, adenoid, gigi, parotis, atau

kelenjar limfatik. Pada banyak kasus abses parafaring merupakan perluasan dari abses leher

dalam yang berdekatan seperti; abses peritonsil, abses submandibula, abses retrofaring maupun

mastikator.5,8

Gejala dan tanda

Gejala utama abses parafaring berupa demam, trismus, nyeri tenggorok, odinofagi dan

disfagia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di daerah parafaring, pendorongan

dinding lateral faring ke medial, dan angulus mandibula tidak teraba. Pada abses parafaring yang

mengenai daerah prestiloid akan memberikan gejala trismus yang lebih jelas.5,7,8

Terapi

Selain pemberian antibiotika dosis tinggi, evakuasi abses harus segera dilakukan bila

tidak ada perbaikan dengan antibiotika dalam 24-48 jam dengan cara eksplorasi dalam narkosis.

Drainase sebaiknya dilakukan melalui insisi servikal pada 2 ½ jari di bawah dan sejajar

mandibula. Secara tumpul eksplorasi dilanjutkan dari batas anterior M. Sternocleidomastoideus

ke arah atas belakang menyusuri bagian medial mandibula dan M. Pterigoideus interna mencapai

mencapai ruang parafaring dengan terabanya prosesus stiloid. Bila nanah terdapat di dalam

selubung karotis, insisi dilanjutkan vertikal dari pertengahan insisi horizontal ke bawah di depan

M. Sternocleidomastoideus (cara Mosher).7,11

Komplikasi

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung (per kontinuitatum)

ke daerah sekitarnya. Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah

menyusuri selubung karotis mencapai mediastinum. Abses juga dapat menyebabkan kerusakan

dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis, dapat terjadi ruptur,

sehingga terjadi perdarahan hebat. Bila terjadi periflebitis atau endoflebitis, dapat timbul

tromboflebitis dan septikemia.

Page 13: Abses Retrofaring&Parafaring

1. Rambe, A.Y. 2003. Abses Retrofaring. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Villa, E.K. Anaesthetic Management of Retropharyngeal Abscess in Children. Anaesthesia

Tutorial of The Week. 2011; 211: 1-9.

3. Fachruddin, D. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan

Leher Edisi Keenam. Jakarta. FKUI

4. Kahn JH. 2012. Retropharyngeal Abscess in Emergency Medicine. (Online)

http://emedicine.medscape.com/article/764421-overview, diakses pada 3 Juli 2012.

Page 14: Abses Retrofaring&Parafaring

5. Brook, I. Microbiology and Management of Peritonsillar, Retropharyngeal, and

Parapharyngeal Abscesses. J Oral Maxillofac Surg 62:1545-1550. 2004.

6.