ABSES PARU

39
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN BAB II LAPORAN KASUS 1. DATA PRIBADI 2. KELUHAN UTAMA: 3. ANAMNESA tanggal: 3.1. Anamnesis Khusus (Riwayat Penyakit Sekarang) 3.2. Anamnesis Medik dan Penyakit Terdahulu 3.3. Anamnesis Penyakit Keluarga 4. PEMERIKSAAN UMUM 4.1. Keadaan Umum 4.2. Pemeriksaan Kepala dan Leher 4.3. Pemeriksaan Umum Thorax 4.4. Pemeriksaan Paru 4.5. Pemeriksaan Jantung 4.6. Pemeriksaan Abdomen 4.7. Ekstremitas 4.8. Tulang Belakang 5. PEMERIKSAAN PENUNJANG 5.1. Pemeriksaan Radiologi 5.2. Pemeriksaan Laboratorium dan Kimia Darah 6. DIAGNOSA KERJA 7. PENATALAKSANAAN

Transcript of ABSES PARU

Page 1: ABSES PARU

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

BAB II LAPORAN KASUS

1. DATA PRIBADI

2. KELUHAN UTAMA:

3. ANAMNESA tanggal:

3.1. Anamnesis Khusus (Riwayat Penyakit Sekarang)

3.2. Anamnesis Medik dan Penyakit Terdahulu

3.3. Anamnesis Penyakit Keluarga

4. PEMERIKSAAN UMUM

4.1. Keadaan Umum

4.2. Pemeriksaan Kepala dan Leher

4.3. Pemeriksaan Umum Thorax

4.4. Pemeriksaan Paru

4.5. Pemeriksaan Jantung

4.6. Pemeriksaan Abdomen

4.7. Ekstremitas

4.8. Tulang Belakang

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

5.1. Pemeriksaan Radiologi

5.2. Pemeriksaan Laboratorium dan Kimia Darah

6. DIAGNOSA KERJA

7. PENATALAKSANAAN

BAB III PEMBAHASAN

BAB IV PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 2: ABSES PARU

BAB I

PENDAHULUAN

Abses paru didefinisikan sebagai suatu proses terlokalisir (biasanya

diameter >2 cm), suppuratif, dan nekrotik yang terjadi di dalam parenkim paru.

Beberapa proses, baik dari sistem respirasi maupun sistemik, dapat memicu

pembentukan abses. Kebanyakan abses bersifat primer dan diakibatkan oleh nekrosis

pada satu proses parenkim yang sebelumnya sudah ada, biasanya pneumonia aspirasi

yang tidak diatasi. Di antara beberapa penyebab pneumonitis nekrotikans, infeksi dan

neoplasma adalah yang paling sering. Abses sekunder adalah salah satu yang

memperburuk baik pada suatu embolus vaskuler septik (misal, endokarditis sisi

kanan) atau obstruksi bronchial (misal, aspirasi benda asing).1

Insidensi abses paru sudah menurun sebanyak 10 kali lipat selama beberapa

dekade terakhir, yang sepertinya disebabkan oleh keberhasilan pengobatan

pneumonia. Hal tersebut juga disertai menurunnya angka kematian antara 5% – 10%,

dengan suatu laporan terbaru angka kematian 2,4% pada komunitas penderita abses

paru dan 66,7% di dalam rumah sakit.1 Kemajuan ilmu kedokteran saat ini

menyebabkan kejadian abses paru menurun karena adanya perbaikan resiko

terjadinya abses paru seperti teknik operasi dan anestesi yang lebih baik dan

penggunaan antibiotik dini, kecuali pada kondisi-kondisi yang memudahkan untuk

terjadinya aspirasi pada populasi dengan immunocompromised.2

Kebanyakan pasien abses paru sembuh dengan antibiotik, dengan rata-rata

angka kesembuhan 90-95%. Rata-rata angka kematian untuk pasien dengan dasar

status immunocompromised atau obstruksi bronkhus yang berkembang menjadi abses

1

Page 3: ABSES PARU

paru mungkin lebih dari 75%. Suatu studi retrospektif melaporkan bahwa rata-rata

angka kematian abses paru disebabkan oleh campuran bakteri gram positif dan gram

negatif kira-kira 20%.3

Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus abses paru pada seorang penderita

yang dirawat di bagian penyakit paru RSUD Ulin Banjarmasin.

2

Page 4: ABSES PARU

BAB II

LAPORAN KASUS

1. DATA PRIBADI

Nama : Tn. M

MRS tanggal : 21 Juli 2008

No. RMK : 79.40.78

Ruangan : Dahlia (Paru)

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 48 tahun

Bangsa : Indonesia

Suku : Banjar

Agama : Islam

Status : Sudah menikah

Pekerjaan : Petani

Alamat : Jl. Barito Hulu RT 24 No. 12 Banjarmasin

2. KELUHA UTAMA : Batuk

3. ANAMNESA tanggal : 21 Juli 2008

3.1. Anamnesis Khusus (Riwayat Penyakit Sekarang)

Sejak kurang lebih 5 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku

sering batuk, batuk berdahak, dahak berwarna kehijauan. Dahak kadang-

kadang berbau amis. Saat batuk kadang-kadang pasien merasa sesak. Sesak

tidak dipengaruhi oleh aktivitas, sesak tidak hanya terjadi pada malam hari.

3

Page 5: ABSES PARU

Pasien juga merasa nyeri dada kiri saat batuk, nyeri menjalar sampai ke

punggung kiri. Pasien mengaku mengalami penurunan nafsu makan ± 1½

bulan terakhir. Pasien mengaku badannya terasa lemah. Kurang lebih 3 hari

yang lalu pasien juga mengeluh BAB cair dengan warna kekuningan

sebanyak 4 kali.

3.2. Anamnesis Medik dan Penyakit Terdahulu

Pasien mengaku ada riwayat diabetes melitus, tidak ada riwayat TB paru,

tidak ada riwayat hipertensi, dan tidak ada asma.

3.3. Anamnesis Penyakit Keluarga

Keluarga pasien mengaku tidak pernah menderita penyakit yang sama, ada

riwayat diabetes melitus, tidak ada menderita hipertensi, tidak ada asma, dan

tidak ada TB paru.

4. PEMERIKSAAN UMUM

4.1. Keadaan Umum

Keadaan sakit: Tampak sakit ringan

Kesadaaran : Compos Mentis, GCS : 4-5-6

Pernapasan : Thorakoabdominal

Gizi : Cukup

Tanda Vital : TD = 120/90 mmHg

N = 80 x/menit

4

Page 6: ABSES PARU

RR = 30 x/menit

T = 37,5 0C

Kulit : Kering, warna sawo matang, sianosis tidak ada,

hemangioma tidak ada, turgor cepat kembali, pucat atau

anemis tidak ada, lain-lain tidak ada.

4.2. Pemeriksaan Kepala dan Leher

Kepala : Bentuk kepala normal, wajah simetris, edema pada wajah (-)

Mata : Palpebrae tidak edem, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak

anemis, refleks pupil +/+, pupil isokor

Telinga : Bentuk normal dan simetris, serumen minimal, sekret

minimal

Hidung : Bentuk normal dan simetris, pernapasan cuping hidung tidak

ada, epistaksis tidak ada, kotoran hidung minimal

Mulut : Bentuk normal dan simetris, mukosa bibir basah

Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat, tidak terdapat

edema pada leher, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah

bening serta tidak ada pembesaran tiroid

5

Page 7: ABSES PARU

4.3. Pemeriksaan Umum Thorax

Bentuk : Simetris

Payudara : Tidak ada massa, tampak simetris, tidak ada ginekomastia

Kulit : Kering, warna coklat, tidak tampak vena-vena kolateral

Axilla : Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe

4.4. Pemeriksaan Paru

Inspeksi : Bentuk dada simetris

Palpasi : Fremitus raba asimetris, menurun pada dada sebelah kiri,

ICS III-IV

Perkusi : Suara ketuk redup pada pada dada sebelah kiri, ICS III-IV,

sonor pada dada kanan

Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/++), wheezing (-/-)

4.5. Pemeriksaan Jantung

Inspeksi : Tidak tampak iktus, pulsasi jantung tidak terlihat

Palpasi : Iktus tidak teraba, pulsasi jantung tidak teraba, thrill tidak

teraba

Perkusi : Batas kanan pada ICS II – IV LPS kanan, dan batas kiri

ICS V LMK kiri

6

Page 8: ABSES PARU

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising tidak ada.

4.6. Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Permukaan datar, bentuk simetris, umbilikus tidak

menonjol

Palpasi : Turgor baik (kembali cepat), hepar/lien/ massa tidak

teraba membesar.

Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

4.7. Ekstremitas

Superior : Edema (-) , parese (-), clubbing finger (-)

Inferior : Edema (-), parese (-)

4.8. Tulang Belakang

Bentuk tak ada kelainan, gibbus (-).

7

Page 9: ABSES PARU

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

5.1. Pemeriksaan Radiologi

5.1.1. Di RS Tk.III Dr. Soeharsono tanggal 7 Juli 2008

5.1.2. Di RSUD Ulin Banjarmasin

26 Juli 2008

8

Page 10: ABSES PARU

31 Juli 2008

5.2. Pemeriksaan Hematologi dan kimia darah

5.2.1. Di RSU Dr. H Moh Ansari Saleh Banjarmasin 3 Juli 2008

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi

Hemoglobin 15.9 13.0 – 16.0 g/dlLeukosit 15.6 4.0 – 10.0 Ribu/ulEritrosit 4.88 4.00 – 5.50 Juta/ulHematokrit 38.2 40 – 50 Vol%Tombosit 325 150 – 450 Ribu/ulRDW-CV 12.5 11.5 – 14.5 %MCV 78.4 80.0 – 95.0 FlMCH 32.5 27.0 – 32.0 PgMCHC 41.46 32.0 – 38.0 %MPV 6.9 7.0 – 11.0 FlPDW 15.7 15.0 – 17.0PCT 0.224 0.108 – 0.282 %Mid % 4.9 3.0 – 9.0 %Limfosit % 21.0 20.0 – 40.0 %Granulosit % 74.1 50.0 –70.0 %Mid # 0.7 0.1 – 0.9 Ribu/ulLimfosit # 3.3 0.8 – 4.00 Ribu/ulGranulosit # 74.1 50.0 – 70.0 Ribu/ulMalaria Tidak ditemukan plasmodium (negatif)

9

Page 11: ABSES PARU

5.2.2. Di RSUD Ulin Banjarmasin

21 Juli 2008

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi

Hemoglobin 12.1 14.0 – 18.0 g/dlLeukosit 15.1 4.0 – 10.5 Ribu/ulEritrosit 4.29 4.50 – 6.00 Juta/ulHematokrit 33 40 – 50 Vol%Tombosit 551 150 – 350 Ribu/ulRDW-CV 13.5 11.5 – 14.7 %MCV 76.7 80.0 – 97.0 FlMCH 28.2 27.0 – 32.0 PgMCHC 36.8 32.0 – 38.0 %Basofil % 0.1 0.0 – 1.0 %Eosinofil % 0.3 1.0 – 3.0 %Neutrofil % 80.8 50.0 – 70.0 %Limfosit % 10.0 25.0 – 40.0 %Monosit % 7.1 3.0 – 9.0 %Kimia Darah

Glukosa Darah Sewaktu 227 <200 mg/dlSGOT 51 16 – 40 U/lSGPT 40 8 – 45 U/lUreum 18 10 – 45 mg/dlCreatinin 0.9 0.5 – 1.7 mg/dl

23 Juli 2008

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Kimia Darah

Glukosa Darah Puasa 164 70 – 120 mg/dlGlukosa Darah 2 Jam PP 196 < 140 mg/dl

10

Page 12: ABSES PARU

25 Juli 2008

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

SPUTUM

MAKROSKOPIKSputum Sewaktu MUKOPURULEN - -Sputum Pagi MUKOPURULEN - -MIKROSKOPIKSputum Sewaktu BTA (-) NEGATIF - -Sputum Pagi BTA (-) NEGATIF - -

4 Agustus 2008

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi

Hemoglobin 11.4 14.0 – 18.0 g/dlLeukosit 13.6 4.0 – 10.5 Ribu/ulEritrosit 4.19 4.50 – 6.00 Juta/ulHematokrit 32 40 – 50 Vol%Tombosit 474 150 – 350 Ribu/ulRDW-CV 14.6 11.5 – 14.7 %MCV 77.7 80.0 – 97.0 FlMCH 28.3 27.0 – 32.0 PgMCHC 36.4 32.0 – 38.0 %Basofil % 0.1 0.0 – 1.0 %Eosinofil % 0.3 1.0 – 3.0 %Neutrofil % 79.3 50.0 – 70.0 %Limfosit % 10.0 25.0 – 40.0 %Monosit % 7.4 3.0 – 9.0 %Basofil # 0.02 < 0.1 Ribu/ulEosinofil # 0.03 < 0.3 Ribu/ulNeutrofil # 11.89 2.5 – 7.00 Ribu/ulLimfosit # 1.60 1.25 – 4.00 Ribu/ulMonosit # 1.80 0.20 – 1.00 Ribu/ul

11

Page 13: ABSES PARU

Kimia Darah

Bilirubin Total 0.56 0.40 – 1.10 mg/dlBilirubin Direk 0.16 0.10 – 0.40 mg/dlBilirubin Indirek 0.40 0.20 – 0.40 mg/dlSGOT 13 16 – 40 U/lSGPT 9 8 – 45 U/lGinjalUreum 25 10 – 45 mg/dlCreatinin 1.0 0.5 – 1.7 mg/dlAsam Urat 2.0 3.5 – 8.5 mg/dl

5 Agustus 2008

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi

Hemoglobin 11.0 14.0 – 18.0 g/dlLeukosit 10.9 4.0 – 10.5 Ribu/ulEritrosit 3.94 4.50 – 6.00 Juta/ulHematokrit 31 40 – 50 Vol%Tombosit 473 150 – 350 Ribu/ulRDW-CV 14.7 11.5 – 14.7 %MCV 76.4 80.0 – 97.0 FlMCH 27.9 27.0 – 32.0 PgMCHC 35.6 32.0 – 38.0 %Basofil % 0.1 0.0 – 1.0 %Eosinofil % 0.3 1.0 – 3.0 %Neutrofil % 76.6 50.0 – 70.0 %Limfosit % 16.3 25.0 – 40.0 %Monosit % 8.2 3.0 – 9.0 %Basofil # 0.2 < 0.1 Ribu/ulEosinofil # 0.11 < 0.3 Ribu/ulNeutrofil # 11.14 2.5 – 7.00 Ribu/ulLimfosit # 1.43 1.25 – 4.00 Ribu/ulMonosit # 1.24 0.20 – 1.00 Ribu/ul

12

Page 14: ABSES PARU

Kimia Darah

Gula Darah Sewaktu 126 <200 mg/dlHatiBilirubin Total 0.59 0.40 – 1.10 mg/dlBilirubin Direk 0.24 0.10 – 0.40 mg/dlBilirubin Indirek 0.35 0.20 – 0.40 mg/dlSGOT 21 16 – 40 U/lSGPT 8 8 – 45 U/lGinjalUreum 23 10 – 45 mg/dlCreatinin 0.9 0.5 – 1.7 mg/dlAsam Urat 2.0 3.5 – 8.5 mg/dl

6. DIAGNOSA KERJA

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka

pasien didiagnosis abses paru sinistra dengan DM tipe II.

7. PENATALAKSANAAN

Terapi selama perawatan lihat follow up (Terlampir)

13

Page 15: ABSES PARU

BAB III

PEMBAHASAN

Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru

yang terlokalisir sehingga membentik kavitas yang berisi nanah (pus) dalam

parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru lebih sering terjadi pada laki-

laki dibanding perempuan dan umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat

peningkatan insidensi penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi aspirasi.2,4

Pada tahun 1920an kira-kira sepertiga pasien dengan abses paru meninggal,

postulat dr. Smith menyatakan bahwa mekanisme infeksi abses paru melalui aspirasi

bakteria oral. Ia mengobservasi bahwa bakteri ditemukan pada dinding-dinding abses

paru saat otopsi menyerupai bakteri pada celah ginggiva. Sebuah kekhasan dari abses

paru dapat bereproduksi bukan satu tapi dengan berisi 4 mikroba, diketahui sebagai

Spirochaeta anaerob: Fusobacterium nucleatum, Peptostreptococcus species, gram

negatif anaerob yang fastidious, dan yang mungkin Prevotella melaninogenicus.3

Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi dan etiologi. Abses akut

adalah kurang dari 4-6 minggu, sedangkan abses kronik durasinya lebih lama (>6

minggu). Abses primer adalah infeksius pada tempat asalnya, disebabkan oleh

aspirasi atau pneumonia pada host yang sehat, abses sekunder disebabkan oleh

penyakit yang sudah terjadi sebelumnya (obstruksi), menyebar dari ekstrapulmonal,

bronkhiektasis, dan status immunocompromized. Abses paru memiliki karakteristik

patogen responsibel, seperti abses paru Staphylococcus and anaerob atau Abses paru

Aspergillus.3

14

Page 16: ABSES PARU

Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yaitu:2,3,4,5

1. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi

Bacteriodes melaninogenus

Bacteriodes fragilis

Peptostreptococcus species

Bacillus intermedius

Fusobacterium nucleatum

Microaerophilic streptococcus

2. Kelompok bakteri aerob:

Staphylococcus aureus

Streptococcus microaerophilic

Streptococcus pyogenes

Streptococcus pneumonia

3. Kelompok:

Jamur: mucoraceae, Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces,

Coccidiodes

Parasit (Paragonimus, Entamoeba), amuba

Mikobakterium

Studi yang dilakukan Bartlett et al (1974) mendapatkan 46% abses paru

hanya disebabkan oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob

dan aerob. Kebanyakan bakteri anaerob adalah Peptostreptococcus, Bacteroides,

Fusobacterium species, dan Microaerophilic streptococcus.2,3

15

Page 17: ABSES PARU

Patofisiologi

Infeksi oleh beberapa mikroorganisme menyebabkan destruksi parenkim paru

yang tadinya normal. Bakteri dapat mencapai saluran pernafasan bawah terutama

disebabkan oleh aspirasi melalui saluran trakeobronkial dan secara hematogen. Pada

kebanyakan kasus abses paru timbul sebagai suatu komplikasi dari aspirasi

pneumonia oleh bakteri anaerob. Apirasi terjadi pada pasien yang tidak sadarkan diri

atau gangguan orofaring dan esofagus. Pasien-pasien dengan alkoholisme, over

dosis, anestesi umum, koma, dan penyakit sistem saraf pusat seperti trauma

cerebrovaskular, miastenia gravis, amiotropic lateral sklerosis (ALS).4,5,6,7,8

Pasien-pasien abses paru umumnya mempunyai penyakit periodontal. Suatu

inoculum bakteri dari celah ginggiva yang mencapai pada sistem pernafasan bagian

bawah, dan infeksi terjadi sebab bakteri tidak dapat dilawan oleh sistem pertahanan

tubuh pasien. Hal ini menghasilkan pneumonia aspirasi dan berkembang menjadi

jaringan nekrotik dalam 7-14 hari kemudian menghasilkan abses paru. Mekanisme

lain untuk pembentukan abses paru termasuk bakterimia atau valvula endokarditis,

yang disebabkan oleh emboli septik yang mengakibatkan infeksi pada paru.3,6,7,9,10

Penyebaran hematogen Stafilokokus dan Klebsiella atau bakteri lain yang

mempunyai kemampuan untuk membuat nekrotik jaringan ikat dapat menyebabkan

abses yang multipel, terutama kalau keadaan penderita buruk atau menderita penyakit

menahun seperti sirosis hepatis, malnutrisi dan lain-lain. Penyebaran abses

hematogen umumnya akan membentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh

Stafilokokus. Penanganan abses multipel dan kecil-kecil lebih sulit daripada abses

singel walaupun ukurannya besar.2,6

16

Page 18: ABSES PARU

Lokasi abses tergantung pada posisi tubuh pada waktu terjadinya aspirasi.

Dalam keadaan tegak, aspirasi akan menuju ke lobus medius segmen posterior atau

segmen posterior lobus inferior. Dalam keadaan berbaring, menuju ke sub segmen

apikal lobus superior atau segmen superior lobus inferior, kadang-kadang ke paru

kiri.2,7,8 Pada pasien ini lokasi abses terletak pada paru kiri sehingga diduga terjadi

aspirasi kuman saat pasien berbaring.

Manifestasi Klinis

Onset penyakit bisa berjalan lambat atau mendadak. Disebut abses akut bila

terjadinya kurang dari 4-6 minggu. Umumnya pasien mempunyai riwayat perjalanan

penyakit 1-3 minggu dengan gejala awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu

makan, penurunan berat badan, keringat malam, demam intermitten bisa disertai

menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4C atau lebih. Tidak ada demam tidak

menyingkirkan adanya abses paru. Selain gejala tersebut juga disertai batuk yang

produktif dengan sputum banyak dan berbau busuk, purulen, berwarna kuning

kehijauan sampai hitam kecoklatan karena beracampur darah, atau kadang-kadang

batuk darah dalam jumlah banyak (pada 25% pasien). Jika abses terletak dekat

dengan pleura mungkin terdapat nyeri dada (pada 60% pasien). Sesak nafas biasanya

tidak berat kecuali jika peradangannya luas. Pada abses paru bisa dijumpai jari tabuh

yang prosesnya berlangsung cepat (pada 10% pasien).1,2,5,7,8,10

Pada pasien ini ditemukan beberapa gambaran klinis yang mengarah pada

adanya abses paru, dimana pasien mengalami batuk beradahak berwarna kehijauan,

kadang-kadang dahak berbau amis, jika batuk pasien merasa sesak dan nyeri dada

sebelah kiri. Pasien juga mengeluhkan nyeri punggung kiri. Hal tersebut mendukung

17

Page 19: ABSES PARU

diagnosis abses paru. Nafsu makan pasien juga berkurang dan badan terasa lemah.

Pada pasien ini tidak didapatkan demam.

Hasil pemeriksaan fisik dengan abses paru sangat bervariasi. Dari

pemeriksaan fisik mungkin secara sekunder berhubungan dengan kondisi yang

mendasarinya seperti pneumonia atau efusi pleura. Pada pemeriksaan fisik mungkin

juga sangat tergantung pada organisme yang menginfeksi, keparahan dan keparahan

suatu penyakit, dan status pasien-pasien sehat dan komorbid.3,10

Pada pasien ini dari pemeriksaan fisik didapatkan perkusi yang redup pada

segmen tengah paru kiri namun pemeriksa tidak mendapatkan suara nafas bronkhial.

Menurut teori, kelainan yang sering didapatkan terbatas pada tempat yang terkena,

biasanya didapatkan perkusi yang redup pada daerah yang terkena dan suara nafas

bronkial. Jika absesnya luas dan terletak dengan dinding dada mungkin terdengar

suara amforik, walaupun jarang. Sebagian penderita mungkin gejalanya tidak khas.

Jika abses penuh terisi dengan pus akibat drainage yang jelek, suara nafas melemah

dan jika bronkus paten dan drainase baik dan adanya konsolidasi di sekitar abses,

akan terdengar suara nafas bronkial dan ronkhi basah. Jika abses terkena pleura,

perkusi pekak dan suara nafas melemah, Jika abses pecah keluar rongga pleura,

terjadi nyeri pleura yang hebat disertai dispneu dan tanda-tanda pneumonia dan

pneumothorak. Pada pemeriksaan rongga mulut sering menunjukkan keadaan

hygiene yang jelek dengan karies dentis, ginggivitis, periodontitis dan keadaan lain

yang meningkatkan jumlah kuman anaerob. Jari tabuh dapat timbul dalam beberapa

minggu terutama jika drainase kurang baik.2,10

18

Page 20: ABSES PARU

Laboratorium

Hasil laboratorium biasanya menunjukkan leukositosis mencapai 15.000-

30.000/mm3, peningkatan LED, anemia bila infeksi sudah berlangsung beberapa

minggu. Pemeriksaan sputum secara makroskopik untuk bau dan warna sesuai

dengan gambaran klinis. Pemeriksaan sputum secara mikroskopik untuk

mengidentifikasi organisme, pewarnaan Gram, pemeriksaan BTA, biakan jamur,

serta biakan aerob dan anaerob.2,3 Pada pemeriksaan laboratorium terhadap pasien ini

didapatkan leukositosis (15.100/mm3) serta neutrofilia (80%) dan limfopenia (10%).

Hal ini mendukung diagnosis abses paru. Pada pasien ini didapatkan hasil BTA

sputum yang negatif dari dua sampel pemeriksaan sehingga dapat disingkirkan

keterlibatan kuman TB. Pada pasien ini tidak dapat dilakukan kultur karena masalah

biaya sehingga dapat menghambat untuk diagnosis pasti dan pengobatan yang

adekuat. Dari pemeriksaan gula darah didapatkan hiperglikemia (Gula darah sewaktu

227 mg/dL, gula darah puasa 164 mg/dL, dan gula darah 2 jam PP 196 mg/dL) yang

mendukung pasien ini juga mengalami DM tipe II yang juga dapat menjadi faktor

predisposisi terjadinya infeksi.

Pemeriksaan Radiologis

Foto thorax abses paru tidak patognomonik pada tahap awal karena belum

ada hubungan antara kavitas abses dan bronkus. Pada tahap selanjutnya, pada foto

thorax PA dan lateral abses paru biasanya ditemukan satu kavitas yang ireguler,

tetapi dapat juga multikavitas berdinding tebal, dapat pula ditemukan udara dan

cairan (air fluid level) di dalamnya. Karakteristik abses paru, air fluid level hanya

dapat dilihat pada foto thorax dengan posisi pasien yang berdiri tegak lurus atau

19

Page 21: ABSES PARU

posisi dekubitus lateral. Air fluid level dapat tidak terlihat pada gambaran penebalan

pleura, atelektasis, atau pneumothorak.3,8,11,12 Pada pasien ini didapatkan kavitas

dengan air fluid level pada paru kiri.

Gambaran CT Scan khas abses paru adalah berupa lesi dens bundar dengan

kavitas berdinding tebal, tidak teratur dan terletak di daerah paru yang rusak. Tampak

bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses,

tidak tertekan atau berpindah letak. Gambaran abses dapat dibedakan dengan

empiema, gambaran empiema karakteristik yaitu tampak pemisahan pleura parietal

dan viseral (pleural split) dan kompresi paru. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan

bronkus yang berada dalam abses dapat dilihat dengan CT scan, juga sisa-sisa

jaringan paru dapat ditemukan dalam rongga abses. Lokalisasi abses pada umumnya

75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.8,11

Penatalaksanaan

Tujuan utama abses paru adalah eradikasi secepatnya dari patogen penyebab

dengan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat dari empiema dan

penanganan komplikasi yang terjadi.2

Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup. Bila abses paru pada foto

dada menunjukkan diameter 4 cm atau lebih sebaiknya pasien di rawat inap. Posisi

berbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang terkena abses berada di atas

supaya gravitasi drainase lebih baik. Bila segmen superior lobus bawah yang terkena,

maka hendaknya bagian atas tubuh pasien atau kepala berada di bagian terbawah

(posisi trendelenburg). Diet biasanya bubur biasa dengan tinggi kalori tinggi protein.

Bila abses telah mengalami resolusi dapat diberikan nasi biasa.2

20

Page 22: ABSES PARU

Kategori Antibiotik

1. Klindamisin

Dosis dewasa adalah 600 mg IV/8 jam, diikuti oleh 150-300 mg PO 4x1.

Sedangkan dosis anak adalah 25-40 mg/Kg/hari IV dibagi 3 atau 4 kali perhari.

Obat ini digunakan untuk terapi kulit dan jaringan halus yang disebabkan oleh

infeksi Staphylococcus. Juga efektif untuk aerob dan anaerob streptococci,

kecuali enterococci. Penghambatan pertumbuhan bakteri, memungkinkan

terjadinya penguraian peptida t-RNA dari ribosom, penyebab tertahannya sintesis

protein RNA-dependen.3

2. Cefoxitin (Mefoxin)

Merupakan generasi kedua sephalosporin diindikasikan untuk infeksi gram

positif coccus dan gram negatif batang. Infeksi yang resisten dengan

sephalosforin atau penisilin mungkin dapat berespon dengan cefoxitin. Dosis

dewasa 2 gram IV/6-8 jam. Dosis anak 80-160 mg/Kg/hari dibagi 4-6 jam.3

3. Penicilin G

Bercampur dengan sintesis dinding sel mukopeptida selama multiplikasi aktif,

hasilnya aktivitas bakterisid melawan mikroorganisme. Dosis dewasa 2 juta unit

IV/ 4 jam. Dosis anak 150.000 U/Kg hari dibagi per 4 jam.3

4. Metronidazol

Cincin imidazol antibiotik aktf melawan berbagaimacam bakteri anaerob dan

protozoa. Digunakan kombinasi dengan antimikroba lainnya (kecuali Clostridium

difficile enterocolitis). Bukan standar praktis untuk menggunakan metronidazol

secara tunggal karena beberapa cocci anaerob dan kebanyakan streptococci

21

Page 23: ABSES PARU

mikroaerofilik telah resisten. Dosis dewasa, loading dose: 15 mg/Kg IV (atau 1

gram deawasa untuk 70 Kg) lebih dari 1 jam, maintenance dose: 6 jam mengikuti

loading dose, infus 7,5 mg/Kg IV (atau 500 mg untuk dewasa 70 Kg) lebih dari 1

jam per 6-8 jam.3

Terapi pada pasien ini antara lain:

Terapi cairan

Pada pasien ini diberikan IVFD RL 20 tetes/menit untuk mendukung

kebutuhan cairan selama sakit karena kehilangan cairan akibat insensible

water loss.

Antibiotik

Pada pasien ini diberikan injeksi cefotaxim 3 x 1 gram, injeksi gentamisin 2 x

80 mg, infus metronidazol 3 x 500 mg. Cefotaxim adalah antibiotik spektrum

luas yang lebih dominan pada bakteri gram positif, sedangkan gentamisin

adalah antibiotik spektrum luas golongan aminoglikosida yang dominan

terhadap bakteri gram negatif, serta metronidazole seperti telah disebut di atas

adalah antibiotik yang sensitif terhadap kuman anaerob. Ketiga obat tersebut

diberikan dengan tujuan untuk menjangkau seluruh spektrum bakteri yang

mungkin terlibat pada abses paru ini.3,13 Pada hari ke 15 dan 16 perawatan,

injeksi cefotaxim 3 x 1 gram, injeksi gentamisin 2 x 80 mg, dan infus

metronidazol 3 x 500 mg dihentikan dan diganti dengan levofloxacin 1 x 1

tablet. Levofloxacin adalah antibiotik spektrum luas golongan kuinolon yang

sensitif terhadap infeksi saluran nafas.13 Tindakan tersebut dilakukan berdasar

evaluasi hitung leukosit yang mengalami perbaikan menjadi 10.500/mm3 dan

22

Page 24: ABSES PARU

keadaan umum pasien yang membaik sehingga pengobatan dapat dilakukan

secara rawat jalan. Pemberian levofloxacin tablet 500 mg sekali sehari

dilakukan selama 14 hari. Meskipun durasi terapi tidak ditetapkan,

kebanyakan klinisi menentukan terapi antibiotik secara umum 4-6 minggu.

Rekomendasi terapi antibiotik akan dilanjutkan sampai rontgen foto

menunjukkan salah satu dari resolusi abses paru atau adanya lesi kecil yang

stabil. Rasionalitas untuk memperpanjang terapi pemeliharaan adalah karena

risiko adanya relaps dengan regimen antibiotik yang lebih pendek.3 Oleh

karena itu pada pasien ini pemberian levofloxacin diteruskan sampai 2

minggu selama rawat jalan melanjutkan terapi antibiotik yang diberikan 2

minggu sebelumnya.

Obat Antidiabetes Oral

Karena pasien ini juga mengalami DM tipe II yang menjadi faktor

predisposisi dan memperberat infeksi serta menghambat pengobatannya maka

pasien ini juga diberi glibenklamid 1-0-0 dan metformin 500 mg 0-0-1.

Kombinasi kedua obat tersebut adalah terapi obat inisial untuk DM tipe II.

Glibenklamid adalah obat antidiabetes oral golongan sulfonilurea yang dapat

meningkatkan sensitivitas reseptor sel β pankreas sehingga meningkatkan

pelepasan insulin. Metformin adalah obat antidiabetes oral yang hanya

digunakan untuk DM tipe II. Metformin menurunkan pelepasan glukosa dari

hati dan meningkatkan penyerapan glukosa di perifer.13,14

Terapi Pembedahan

23

Page 25: ABSES PARU

Pembedahan sangat jarang diperlukan untuk pasien tanpa komplikasi abses

paru. Biasanya indikasi pembedahan adalah gagalnya respon pengobatan

medikamentosa, suspek neoplasma, atau malformasi kongenital. Prosedur

pembedahan adalah lubektomi atau pneumonectomi.3

Ketika terapi konvensional gagal, drainase kateter perkutaneus atau reseksi

bedah biasanya dipertimbangkan. Endoskopi drainage abses paru dipertimbangkan

jika hubungan jalan nafas ke kavitas dapat ditunjukkan. Keberhasilan terapi ini

menunjukkan tambahan pilihan lain bahwa drainase kateter perkutaneus atau reseksi

bedah. 3

Komplikasi

Komplikasi abses paru:3

Ruptur sampai ke cavum pleura menyebabkan empiema

Fibrosis pleura

Trapped lung

Gagal nafas

Fistula bronkhopleura

Fistula kutaneopleura

Pada pasien yang disertai empiema, drainase empiema sering diperlukan saat

pemberian terapi antibiotik.3

Prognosis

24

Page 26: ABSES PARU

Prognosis pasien abses paru yang diterapi antibiotik adalah umumnya baik.

Lebih dari 90% abses paru diobati dengan pengobatan medis tunggal, kecuali jika

disebabkan oleh obstruksi bronkhus sekunder dari karsinoma.3

BAB IV

PENUTUP

25

Page 27: ABSES PARU

Telah dilaporkan kasus penderita laki-laki usia 48 tahun yang dirawat di

bangsal penyakit paru RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosa abses paru sinistra

dengan diabetes mellitus. Pasien diberi terapi antibiotik cefotaxim, gentamisin,

metronidazole selama 2 minggu yang dilanjutkan levofloxacin oral secara rawat

jalan. Pasien dipulangkan dengan keadaan membaik.

26