ABSES PARU
-
Upload
zainul-muttaqin -
Category
Documents
-
view
47 -
download
0
Transcript of ABSES PARU
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II LAPORAN KASUS
1. DATA PRIBADI
2. KELUHAN UTAMA:
3. ANAMNESA tanggal:
3.1. Anamnesis Khusus (Riwayat Penyakit Sekarang)
3.2. Anamnesis Medik dan Penyakit Terdahulu
3.3. Anamnesis Penyakit Keluarga
4. PEMERIKSAAN UMUM
4.1. Keadaan Umum
4.2. Pemeriksaan Kepala dan Leher
4.3. Pemeriksaan Umum Thorax
4.4. Pemeriksaan Paru
4.5. Pemeriksaan Jantung
4.6. Pemeriksaan Abdomen
4.7. Ekstremitas
4.8. Tulang Belakang
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5.1. Pemeriksaan Radiologi
5.2. Pemeriksaan Laboratorium dan Kimia Darah
6. DIAGNOSA KERJA
7. PENATALAKSANAAN
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Abses paru didefinisikan sebagai suatu proses terlokalisir (biasanya
diameter >2 cm), suppuratif, dan nekrotik yang terjadi di dalam parenkim paru.
Beberapa proses, baik dari sistem respirasi maupun sistemik, dapat memicu
pembentukan abses. Kebanyakan abses bersifat primer dan diakibatkan oleh nekrosis
pada satu proses parenkim yang sebelumnya sudah ada, biasanya pneumonia aspirasi
yang tidak diatasi. Di antara beberapa penyebab pneumonitis nekrotikans, infeksi dan
neoplasma adalah yang paling sering. Abses sekunder adalah salah satu yang
memperburuk baik pada suatu embolus vaskuler septik (misal, endokarditis sisi
kanan) atau obstruksi bronchial (misal, aspirasi benda asing).1
Insidensi abses paru sudah menurun sebanyak 10 kali lipat selama beberapa
dekade terakhir, yang sepertinya disebabkan oleh keberhasilan pengobatan
pneumonia. Hal tersebut juga disertai menurunnya angka kematian antara 5% – 10%,
dengan suatu laporan terbaru angka kematian 2,4% pada komunitas penderita abses
paru dan 66,7% di dalam rumah sakit.1 Kemajuan ilmu kedokteran saat ini
menyebabkan kejadian abses paru menurun karena adanya perbaikan resiko
terjadinya abses paru seperti teknik operasi dan anestesi yang lebih baik dan
penggunaan antibiotik dini, kecuali pada kondisi-kondisi yang memudahkan untuk
terjadinya aspirasi pada populasi dengan immunocompromised.2
Kebanyakan pasien abses paru sembuh dengan antibiotik, dengan rata-rata
angka kesembuhan 90-95%. Rata-rata angka kematian untuk pasien dengan dasar
status immunocompromised atau obstruksi bronkhus yang berkembang menjadi abses
1
paru mungkin lebih dari 75%. Suatu studi retrospektif melaporkan bahwa rata-rata
angka kematian abses paru disebabkan oleh campuran bakteri gram positif dan gram
negatif kira-kira 20%.3
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus abses paru pada seorang penderita
yang dirawat di bagian penyakit paru RSUD Ulin Banjarmasin.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
1. DATA PRIBADI
Nama : Tn. M
MRS tanggal : 21 Juli 2008
No. RMK : 79.40.78
Ruangan : Dahlia (Paru)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 48 tahun
Bangsa : Indonesia
Suku : Banjar
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jl. Barito Hulu RT 24 No. 12 Banjarmasin
2. KELUHA UTAMA : Batuk
3. ANAMNESA tanggal : 21 Juli 2008
3.1. Anamnesis Khusus (Riwayat Penyakit Sekarang)
Sejak kurang lebih 5 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengaku
sering batuk, batuk berdahak, dahak berwarna kehijauan. Dahak kadang-
kadang berbau amis. Saat batuk kadang-kadang pasien merasa sesak. Sesak
tidak dipengaruhi oleh aktivitas, sesak tidak hanya terjadi pada malam hari.
3
Pasien juga merasa nyeri dada kiri saat batuk, nyeri menjalar sampai ke
punggung kiri. Pasien mengaku mengalami penurunan nafsu makan ± 1½
bulan terakhir. Pasien mengaku badannya terasa lemah. Kurang lebih 3 hari
yang lalu pasien juga mengeluh BAB cair dengan warna kekuningan
sebanyak 4 kali.
3.2. Anamnesis Medik dan Penyakit Terdahulu
Pasien mengaku ada riwayat diabetes melitus, tidak ada riwayat TB paru,
tidak ada riwayat hipertensi, dan tidak ada asma.
3.3. Anamnesis Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengaku tidak pernah menderita penyakit yang sama, ada
riwayat diabetes melitus, tidak ada menderita hipertensi, tidak ada asma, dan
tidak ada TB paru.
4. PEMERIKSAAN UMUM
4.1. Keadaan Umum
Keadaan sakit: Tampak sakit ringan
Kesadaaran : Compos Mentis, GCS : 4-5-6
Pernapasan : Thorakoabdominal
Gizi : Cukup
Tanda Vital : TD = 120/90 mmHg
N = 80 x/menit
4
RR = 30 x/menit
T = 37,5 0C
Kulit : Kering, warna sawo matang, sianosis tidak ada,
hemangioma tidak ada, turgor cepat kembali, pucat atau
anemis tidak ada, lain-lain tidak ada.
4.2. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kepala : Bentuk kepala normal, wajah simetris, edema pada wajah (-)
Mata : Palpebrae tidak edem, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis, refleks pupil +/+, pupil isokor
Telinga : Bentuk normal dan simetris, serumen minimal, sekret
minimal
Hidung : Bentuk normal dan simetris, pernapasan cuping hidung tidak
ada, epistaksis tidak ada, kotoran hidung minimal
Mulut : Bentuk normal dan simetris, mukosa bibir basah
Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat, tidak terdapat
edema pada leher, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah
bening serta tidak ada pembesaran tiroid
5
4.3. Pemeriksaan Umum Thorax
Bentuk : Simetris
Payudara : Tidak ada massa, tampak simetris, tidak ada ginekomastia
Kulit : Kering, warna coklat, tidak tampak vena-vena kolateral
Axilla : Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe
4.4. Pemeriksaan Paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris
Palpasi : Fremitus raba asimetris, menurun pada dada sebelah kiri,
ICS III-IV
Perkusi : Suara ketuk redup pada pada dada sebelah kiri, ICS III-IV,
sonor pada dada kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/++), wheezing (-/-)
4.5. Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus, pulsasi jantung tidak terlihat
Palpasi : Iktus tidak teraba, pulsasi jantung tidak teraba, thrill tidak
teraba
Perkusi : Batas kanan pada ICS II – IV LPS kanan, dan batas kiri
ICS V LMK kiri
6
Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising tidak ada.
4.6. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, bentuk simetris, umbilikus tidak
menonjol
Palpasi : Turgor baik (kembali cepat), hepar/lien/ massa tidak
teraba membesar.
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
4.7. Ekstremitas
Superior : Edema (-) , parese (-), clubbing finger (-)
Inferior : Edema (-), parese (-)
4.8. Tulang Belakang
Bentuk tak ada kelainan, gibbus (-).
7
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5.1. Pemeriksaan Radiologi
5.1.1. Di RS Tk.III Dr. Soeharsono tanggal 7 Juli 2008
5.1.2. Di RSUD Ulin Banjarmasin
26 Juli 2008
8
31 Juli 2008
5.2. Pemeriksaan Hematologi dan kimia darah
5.2.1. Di RSU Dr. H Moh Ansari Saleh Banjarmasin 3 Juli 2008
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 15.9 13.0 – 16.0 g/dlLeukosit 15.6 4.0 – 10.0 Ribu/ulEritrosit 4.88 4.00 – 5.50 Juta/ulHematokrit 38.2 40 – 50 Vol%Tombosit 325 150 – 450 Ribu/ulRDW-CV 12.5 11.5 – 14.5 %MCV 78.4 80.0 – 95.0 FlMCH 32.5 27.0 – 32.0 PgMCHC 41.46 32.0 – 38.0 %MPV 6.9 7.0 – 11.0 FlPDW 15.7 15.0 – 17.0PCT 0.224 0.108 – 0.282 %Mid % 4.9 3.0 – 9.0 %Limfosit % 21.0 20.0 – 40.0 %Granulosit % 74.1 50.0 –70.0 %Mid # 0.7 0.1 – 0.9 Ribu/ulLimfosit # 3.3 0.8 – 4.00 Ribu/ulGranulosit # 74.1 50.0 – 70.0 Ribu/ulMalaria Tidak ditemukan plasmodium (negatif)
9
5.2.2. Di RSUD Ulin Banjarmasin
21 Juli 2008
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 12.1 14.0 – 18.0 g/dlLeukosit 15.1 4.0 – 10.5 Ribu/ulEritrosit 4.29 4.50 – 6.00 Juta/ulHematokrit 33 40 – 50 Vol%Tombosit 551 150 – 350 Ribu/ulRDW-CV 13.5 11.5 – 14.7 %MCV 76.7 80.0 – 97.0 FlMCH 28.2 27.0 – 32.0 PgMCHC 36.8 32.0 – 38.0 %Basofil % 0.1 0.0 – 1.0 %Eosinofil % 0.3 1.0 – 3.0 %Neutrofil % 80.8 50.0 – 70.0 %Limfosit % 10.0 25.0 – 40.0 %Monosit % 7.1 3.0 – 9.0 %Kimia Darah
Glukosa Darah Sewaktu 227 <200 mg/dlSGOT 51 16 – 40 U/lSGPT 40 8 – 45 U/lUreum 18 10 – 45 mg/dlCreatinin 0.9 0.5 – 1.7 mg/dl
23 Juli 2008
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Kimia Darah
Glukosa Darah Puasa 164 70 – 120 mg/dlGlukosa Darah 2 Jam PP 196 < 140 mg/dl
10
25 Juli 2008
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
SPUTUM
MAKROSKOPIKSputum Sewaktu MUKOPURULEN - -Sputum Pagi MUKOPURULEN - -MIKROSKOPIKSputum Sewaktu BTA (-) NEGATIF - -Sputum Pagi BTA (-) NEGATIF - -
4 Agustus 2008
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 11.4 14.0 – 18.0 g/dlLeukosit 13.6 4.0 – 10.5 Ribu/ulEritrosit 4.19 4.50 – 6.00 Juta/ulHematokrit 32 40 – 50 Vol%Tombosit 474 150 – 350 Ribu/ulRDW-CV 14.6 11.5 – 14.7 %MCV 77.7 80.0 – 97.0 FlMCH 28.3 27.0 – 32.0 PgMCHC 36.4 32.0 – 38.0 %Basofil % 0.1 0.0 – 1.0 %Eosinofil % 0.3 1.0 – 3.0 %Neutrofil % 79.3 50.0 – 70.0 %Limfosit % 10.0 25.0 – 40.0 %Monosit % 7.4 3.0 – 9.0 %Basofil # 0.02 < 0.1 Ribu/ulEosinofil # 0.03 < 0.3 Ribu/ulNeutrofil # 11.89 2.5 – 7.00 Ribu/ulLimfosit # 1.60 1.25 – 4.00 Ribu/ulMonosit # 1.80 0.20 – 1.00 Ribu/ul
11
Kimia Darah
Bilirubin Total 0.56 0.40 – 1.10 mg/dlBilirubin Direk 0.16 0.10 – 0.40 mg/dlBilirubin Indirek 0.40 0.20 – 0.40 mg/dlSGOT 13 16 – 40 U/lSGPT 9 8 – 45 U/lGinjalUreum 25 10 – 45 mg/dlCreatinin 1.0 0.5 – 1.7 mg/dlAsam Urat 2.0 3.5 – 8.5 mg/dl
5 Agustus 2008
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 11.0 14.0 – 18.0 g/dlLeukosit 10.9 4.0 – 10.5 Ribu/ulEritrosit 3.94 4.50 – 6.00 Juta/ulHematokrit 31 40 – 50 Vol%Tombosit 473 150 – 350 Ribu/ulRDW-CV 14.7 11.5 – 14.7 %MCV 76.4 80.0 – 97.0 FlMCH 27.9 27.0 – 32.0 PgMCHC 35.6 32.0 – 38.0 %Basofil % 0.1 0.0 – 1.0 %Eosinofil % 0.3 1.0 – 3.0 %Neutrofil % 76.6 50.0 – 70.0 %Limfosit % 16.3 25.0 – 40.0 %Monosit % 8.2 3.0 – 9.0 %Basofil # 0.2 < 0.1 Ribu/ulEosinofil # 0.11 < 0.3 Ribu/ulNeutrofil # 11.14 2.5 – 7.00 Ribu/ulLimfosit # 1.43 1.25 – 4.00 Ribu/ulMonosit # 1.24 0.20 – 1.00 Ribu/ul
12
Kimia Darah
Gula Darah Sewaktu 126 <200 mg/dlHatiBilirubin Total 0.59 0.40 – 1.10 mg/dlBilirubin Direk 0.24 0.10 – 0.40 mg/dlBilirubin Indirek 0.35 0.20 – 0.40 mg/dlSGOT 21 16 – 40 U/lSGPT 8 8 – 45 U/lGinjalUreum 23 10 – 45 mg/dlCreatinin 0.9 0.5 – 1.7 mg/dlAsam Urat 2.0 3.5 – 8.5 mg/dl
6. DIAGNOSA KERJA
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
pasien didiagnosis abses paru sinistra dengan DM tipe II.
7. PENATALAKSANAAN
Terapi selama perawatan lihat follow up (Terlampir)
13
BAB III
PEMBAHASAN
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru
yang terlokalisir sehingga membentik kavitas yang berisi nanah (pus) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih. Abses paru lebih sering terjadi pada laki-
laki dibanding perempuan dan umumnya terjadi pada umur tua karena terdapat
peningkatan insidensi penyakit periodontal dan peningkatan prevalensi aspirasi.2,4
Pada tahun 1920an kira-kira sepertiga pasien dengan abses paru meninggal,
postulat dr. Smith menyatakan bahwa mekanisme infeksi abses paru melalui aspirasi
bakteria oral. Ia mengobservasi bahwa bakteri ditemukan pada dinding-dinding abses
paru saat otopsi menyerupai bakteri pada celah ginggiva. Sebuah kekhasan dari abses
paru dapat bereproduksi bukan satu tapi dengan berisi 4 mikroba, diketahui sebagai
Spirochaeta anaerob: Fusobacterium nucleatum, Peptostreptococcus species, gram
negatif anaerob yang fastidious, dan yang mungkin Prevotella melaninogenicus.3
Abses paru dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi dan etiologi. Abses akut
adalah kurang dari 4-6 minggu, sedangkan abses kronik durasinya lebih lama (>6
minggu). Abses primer adalah infeksius pada tempat asalnya, disebabkan oleh
aspirasi atau pneumonia pada host yang sehat, abses sekunder disebabkan oleh
penyakit yang sudah terjadi sebelumnya (obstruksi), menyebar dari ekstrapulmonal,
bronkhiektasis, dan status immunocompromized. Abses paru memiliki karakteristik
patogen responsibel, seperti abses paru Staphylococcus and anaerob atau Abses paru
Aspergillus.3
14
Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, yaitu:2,3,4,5
1. Kelompok bakteri anaerob, biasanya diakibatkan oleh pneumonia aspirasi
Bacteriodes melaninogenus
Bacteriodes fragilis
Peptostreptococcus species
Bacillus intermedius
Fusobacterium nucleatum
Microaerophilic streptococcus
2. Kelompok bakteri aerob:
Staphylococcus aureus
Streptococcus microaerophilic
Streptococcus pyogenes
Streptococcus pneumonia
3. Kelompok:
Jamur: mucoraceae, Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces,
Coccidiodes
Parasit (Paragonimus, Entamoeba), amuba
Mikobakterium
Studi yang dilakukan Bartlett et al (1974) mendapatkan 46% abses paru
hanya disebabkan oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob
dan aerob. Kebanyakan bakteri anaerob adalah Peptostreptococcus, Bacteroides,
Fusobacterium species, dan Microaerophilic streptococcus.2,3
15
Patofisiologi
Infeksi oleh beberapa mikroorganisme menyebabkan destruksi parenkim paru
yang tadinya normal. Bakteri dapat mencapai saluran pernafasan bawah terutama
disebabkan oleh aspirasi melalui saluran trakeobronkial dan secara hematogen. Pada
kebanyakan kasus abses paru timbul sebagai suatu komplikasi dari aspirasi
pneumonia oleh bakteri anaerob. Apirasi terjadi pada pasien yang tidak sadarkan diri
atau gangguan orofaring dan esofagus. Pasien-pasien dengan alkoholisme, over
dosis, anestesi umum, koma, dan penyakit sistem saraf pusat seperti trauma
cerebrovaskular, miastenia gravis, amiotropic lateral sklerosis (ALS).4,5,6,7,8
Pasien-pasien abses paru umumnya mempunyai penyakit periodontal. Suatu
inoculum bakteri dari celah ginggiva yang mencapai pada sistem pernafasan bagian
bawah, dan infeksi terjadi sebab bakteri tidak dapat dilawan oleh sistem pertahanan
tubuh pasien. Hal ini menghasilkan pneumonia aspirasi dan berkembang menjadi
jaringan nekrotik dalam 7-14 hari kemudian menghasilkan abses paru. Mekanisme
lain untuk pembentukan abses paru termasuk bakterimia atau valvula endokarditis,
yang disebabkan oleh emboli septik yang mengakibatkan infeksi pada paru.3,6,7,9,10
Penyebaran hematogen Stafilokokus dan Klebsiella atau bakteri lain yang
mempunyai kemampuan untuk membuat nekrotik jaringan ikat dapat menyebabkan
abses yang multipel, terutama kalau keadaan penderita buruk atau menderita penyakit
menahun seperti sirosis hepatis, malnutrisi dan lain-lain. Penyebaran abses
hematogen umumnya akan membentuk abses multipel dan biasanya disebabkan oleh
Stafilokokus. Penanganan abses multipel dan kecil-kecil lebih sulit daripada abses
singel walaupun ukurannya besar.2,6
16
Lokasi abses tergantung pada posisi tubuh pada waktu terjadinya aspirasi.
Dalam keadaan tegak, aspirasi akan menuju ke lobus medius segmen posterior atau
segmen posterior lobus inferior. Dalam keadaan berbaring, menuju ke sub segmen
apikal lobus superior atau segmen superior lobus inferior, kadang-kadang ke paru
kiri.2,7,8 Pada pasien ini lokasi abses terletak pada paru kiri sehingga diduga terjadi
aspirasi kuman saat pasien berbaring.
Manifestasi Klinis
Onset penyakit bisa berjalan lambat atau mendadak. Disebut abses akut bila
terjadinya kurang dari 4-6 minggu. Umumnya pasien mempunyai riwayat perjalanan
penyakit 1-3 minggu dengan gejala awal adalah badan terasa lemah, tidak nafsu
makan, penurunan berat badan, keringat malam, demam intermitten bisa disertai
menggigil dengan suhu tubuh mencapai 39,4C atau lebih. Tidak ada demam tidak
menyingkirkan adanya abses paru. Selain gejala tersebut juga disertai batuk yang
produktif dengan sputum banyak dan berbau busuk, purulen, berwarna kuning
kehijauan sampai hitam kecoklatan karena beracampur darah, atau kadang-kadang
batuk darah dalam jumlah banyak (pada 25% pasien). Jika abses terletak dekat
dengan pleura mungkin terdapat nyeri dada (pada 60% pasien). Sesak nafas biasanya
tidak berat kecuali jika peradangannya luas. Pada abses paru bisa dijumpai jari tabuh
yang prosesnya berlangsung cepat (pada 10% pasien).1,2,5,7,8,10
Pada pasien ini ditemukan beberapa gambaran klinis yang mengarah pada
adanya abses paru, dimana pasien mengalami batuk beradahak berwarna kehijauan,
kadang-kadang dahak berbau amis, jika batuk pasien merasa sesak dan nyeri dada
sebelah kiri. Pasien juga mengeluhkan nyeri punggung kiri. Hal tersebut mendukung
17
diagnosis abses paru. Nafsu makan pasien juga berkurang dan badan terasa lemah.
Pada pasien ini tidak didapatkan demam.
Hasil pemeriksaan fisik dengan abses paru sangat bervariasi. Dari
pemeriksaan fisik mungkin secara sekunder berhubungan dengan kondisi yang
mendasarinya seperti pneumonia atau efusi pleura. Pada pemeriksaan fisik mungkin
juga sangat tergantung pada organisme yang menginfeksi, keparahan dan keparahan
suatu penyakit, dan status pasien-pasien sehat dan komorbid.3,10
Pada pasien ini dari pemeriksaan fisik didapatkan perkusi yang redup pada
segmen tengah paru kiri namun pemeriksa tidak mendapatkan suara nafas bronkhial.
Menurut teori, kelainan yang sering didapatkan terbatas pada tempat yang terkena,
biasanya didapatkan perkusi yang redup pada daerah yang terkena dan suara nafas
bronkial. Jika absesnya luas dan terletak dengan dinding dada mungkin terdengar
suara amforik, walaupun jarang. Sebagian penderita mungkin gejalanya tidak khas.
Jika abses penuh terisi dengan pus akibat drainage yang jelek, suara nafas melemah
dan jika bronkus paten dan drainase baik dan adanya konsolidasi di sekitar abses,
akan terdengar suara nafas bronkial dan ronkhi basah. Jika abses terkena pleura,
perkusi pekak dan suara nafas melemah, Jika abses pecah keluar rongga pleura,
terjadi nyeri pleura yang hebat disertai dispneu dan tanda-tanda pneumonia dan
pneumothorak. Pada pemeriksaan rongga mulut sering menunjukkan keadaan
hygiene yang jelek dengan karies dentis, ginggivitis, periodontitis dan keadaan lain
yang meningkatkan jumlah kuman anaerob. Jari tabuh dapat timbul dalam beberapa
minggu terutama jika drainase kurang baik.2,10
18
Laboratorium
Hasil laboratorium biasanya menunjukkan leukositosis mencapai 15.000-
30.000/mm3, peningkatan LED, anemia bila infeksi sudah berlangsung beberapa
minggu. Pemeriksaan sputum secara makroskopik untuk bau dan warna sesuai
dengan gambaran klinis. Pemeriksaan sputum secara mikroskopik untuk
mengidentifikasi organisme, pewarnaan Gram, pemeriksaan BTA, biakan jamur,
serta biakan aerob dan anaerob.2,3 Pada pemeriksaan laboratorium terhadap pasien ini
didapatkan leukositosis (15.100/mm3) serta neutrofilia (80%) dan limfopenia (10%).
Hal ini mendukung diagnosis abses paru. Pada pasien ini didapatkan hasil BTA
sputum yang negatif dari dua sampel pemeriksaan sehingga dapat disingkirkan
keterlibatan kuman TB. Pada pasien ini tidak dapat dilakukan kultur karena masalah
biaya sehingga dapat menghambat untuk diagnosis pasti dan pengobatan yang
adekuat. Dari pemeriksaan gula darah didapatkan hiperglikemia (Gula darah sewaktu
227 mg/dL, gula darah puasa 164 mg/dL, dan gula darah 2 jam PP 196 mg/dL) yang
mendukung pasien ini juga mengalami DM tipe II yang juga dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya infeksi.
Pemeriksaan Radiologis
Foto thorax abses paru tidak patognomonik pada tahap awal karena belum
ada hubungan antara kavitas abses dan bronkus. Pada tahap selanjutnya, pada foto
thorax PA dan lateral abses paru biasanya ditemukan satu kavitas yang ireguler,
tetapi dapat juga multikavitas berdinding tebal, dapat pula ditemukan udara dan
cairan (air fluid level) di dalamnya. Karakteristik abses paru, air fluid level hanya
dapat dilihat pada foto thorax dengan posisi pasien yang berdiri tegak lurus atau
19
posisi dekubitus lateral. Air fluid level dapat tidak terlihat pada gambaran penebalan
pleura, atelektasis, atau pneumothorak.3,8,11,12 Pada pasien ini didapatkan kavitas
dengan air fluid level pada paru kiri.
Gambaran CT Scan khas abses paru adalah berupa lesi dens bundar dengan
kavitas berdinding tebal, tidak teratur dan terletak di daerah paru yang rusak. Tampak
bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara mendadak pada dinding abses,
tidak tertekan atau berpindah letak. Gambaran abses dapat dibedakan dengan
empiema, gambaran empiema karakteristik yaitu tampak pemisahan pleura parietal
dan viseral (pleural split) dan kompresi paru. Sisa-sisa pembuluh darah paru dan
bronkus yang berada dalam abses dapat dilihat dengan CT scan, juga sisa-sisa
jaringan paru dapat ditemukan dalam rongga abses. Lokalisasi abses pada umumnya
75% berada di lobus bawah paru kanan bawah.8,11
Penatalaksanaan
Tujuan utama abses paru adalah eradikasi secepatnya dari patogen penyebab
dengan pengobatan yang cukup, drainase yang adekuat dari empiema dan
penanganan komplikasi yang terjadi.2
Pasien abses paru memerlukan istirahat yang cukup. Bila abses paru pada foto
dada menunjukkan diameter 4 cm atau lebih sebaiknya pasien di rawat inap. Posisi
berbaring pasien hendaknya miring dengan paru yang terkena abses berada di atas
supaya gravitasi drainase lebih baik. Bila segmen superior lobus bawah yang terkena,
maka hendaknya bagian atas tubuh pasien atau kepala berada di bagian terbawah
(posisi trendelenburg). Diet biasanya bubur biasa dengan tinggi kalori tinggi protein.
Bila abses telah mengalami resolusi dapat diberikan nasi biasa.2
20
Kategori Antibiotik
1. Klindamisin
Dosis dewasa adalah 600 mg IV/8 jam, diikuti oleh 150-300 mg PO 4x1.
Sedangkan dosis anak adalah 25-40 mg/Kg/hari IV dibagi 3 atau 4 kali perhari.
Obat ini digunakan untuk terapi kulit dan jaringan halus yang disebabkan oleh
infeksi Staphylococcus. Juga efektif untuk aerob dan anaerob streptococci,
kecuali enterococci. Penghambatan pertumbuhan bakteri, memungkinkan
terjadinya penguraian peptida t-RNA dari ribosom, penyebab tertahannya sintesis
protein RNA-dependen.3
2. Cefoxitin (Mefoxin)
Merupakan generasi kedua sephalosporin diindikasikan untuk infeksi gram
positif coccus dan gram negatif batang. Infeksi yang resisten dengan
sephalosforin atau penisilin mungkin dapat berespon dengan cefoxitin. Dosis
dewasa 2 gram IV/6-8 jam. Dosis anak 80-160 mg/Kg/hari dibagi 4-6 jam.3
3. Penicilin G
Bercampur dengan sintesis dinding sel mukopeptida selama multiplikasi aktif,
hasilnya aktivitas bakterisid melawan mikroorganisme. Dosis dewasa 2 juta unit
IV/ 4 jam. Dosis anak 150.000 U/Kg hari dibagi per 4 jam.3
4. Metronidazol
Cincin imidazol antibiotik aktf melawan berbagaimacam bakteri anaerob dan
protozoa. Digunakan kombinasi dengan antimikroba lainnya (kecuali Clostridium
difficile enterocolitis). Bukan standar praktis untuk menggunakan metronidazol
secara tunggal karena beberapa cocci anaerob dan kebanyakan streptococci
21
mikroaerofilik telah resisten. Dosis dewasa, loading dose: 15 mg/Kg IV (atau 1
gram deawasa untuk 70 Kg) lebih dari 1 jam, maintenance dose: 6 jam mengikuti
loading dose, infus 7,5 mg/Kg IV (atau 500 mg untuk dewasa 70 Kg) lebih dari 1
jam per 6-8 jam.3
Terapi pada pasien ini antara lain:
Terapi cairan
Pada pasien ini diberikan IVFD RL 20 tetes/menit untuk mendukung
kebutuhan cairan selama sakit karena kehilangan cairan akibat insensible
water loss.
Antibiotik
Pada pasien ini diberikan injeksi cefotaxim 3 x 1 gram, injeksi gentamisin 2 x
80 mg, infus metronidazol 3 x 500 mg. Cefotaxim adalah antibiotik spektrum
luas yang lebih dominan pada bakteri gram positif, sedangkan gentamisin
adalah antibiotik spektrum luas golongan aminoglikosida yang dominan
terhadap bakteri gram negatif, serta metronidazole seperti telah disebut di atas
adalah antibiotik yang sensitif terhadap kuman anaerob. Ketiga obat tersebut
diberikan dengan tujuan untuk menjangkau seluruh spektrum bakteri yang
mungkin terlibat pada abses paru ini.3,13 Pada hari ke 15 dan 16 perawatan,
injeksi cefotaxim 3 x 1 gram, injeksi gentamisin 2 x 80 mg, dan infus
metronidazol 3 x 500 mg dihentikan dan diganti dengan levofloxacin 1 x 1
tablet. Levofloxacin adalah antibiotik spektrum luas golongan kuinolon yang
sensitif terhadap infeksi saluran nafas.13 Tindakan tersebut dilakukan berdasar
evaluasi hitung leukosit yang mengalami perbaikan menjadi 10.500/mm3 dan
22
keadaan umum pasien yang membaik sehingga pengobatan dapat dilakukan
secara rawat jalan. Pemberian levofloxacin tablet 500 mg sekali sehari
dilakukan selama 14 hari. Meskipun durasi terapi tidak ditetapkan,
kebanyakan klinisi menentukan terapi antibiotik secara umum 4-6 minggu.
Rekomendasi terapi antibiotik akan dilanjutkan sampai rontgen foto
menunjukkan salah satu dari resolusi abses paru atau adanya lesi kecil yang
stabil. Rasionalitas untuk memperpanjang terapi pemeliharaan adalah karena
risiko adanya relaps dengan regimen antibiotik yang lebih pendek.3 Oleh
karena itu pada pasien ini pemberian levofloxacin diteruskan sampai 2
minggu selama rawat jalan melanjutkan terapi antibiotik yang diberikan 2
minggu sebelumnya.
Obat Antidiabetes Oral
Karena pasien ini juga mengalami DM tipe II yang menjadi faktor
predisposisi dan memperberat infeksi serta menghambat pengobatannya maka
pasien ini juga diberi glibenklamid 1-0-0 dan metformin 500 mg 0-0-1.
Kombinasi kedua obat tersebut adalah terapi obat inisial untuk DM tipe II.
Glibenklamid adalah obat antidiabetes oral golongan sulfonilurea yang dapat
meningkatkan sensitivitas reseptor sel β pankreas sehingga meningkatkan
pelepasan insulin. Metformin adalah obat antidiabetes oral yang hanya
digunakan untuk DM tipe II. Metformin menurunkan pelepasan glukosa dari
hati dan meningkatkan penyerapan glukosa di perifer.13,14
Terapi Pembedahan
23
Pembedahan sangat jarang diperlukan untuk pasien tanpa komplikasi abses
paru. Biasanya indikasi pembedahan adalah gagalnya respon pengobatan
medikamentosa, suspek neoplasma, atau malformasi kongenital. Prosedur
pembedahan adalah lubektomi atau pneumonectomi.3
Ketika terapi konvensional gagal, drainase kateter perkutaneus atau reseksi
bedah biasanya dipertimbangkan. Endoskopi drainage abses paru dipertimbangkan
jika hubungan jalan nafas ke kavitas dapat ditunjukkan. Keberhasilan terapi ini
menunjukkan tambahan pilihan lain bahwa drainase kateter perkutaneus atau reseksi
bedah. 3
Komplikasi
Komplikasi abses paru:3
Ruptur sampai ke cavum pleura menyebabkan empiema
Fibrosis pleura
Trapped lung
Gagal nafas
Fistula bronkhopleura
Fistula kutaneopleura
Pada pasien yang disertai empiema, drainase empiema sering diperlukan saat
pemberian terapi antibiotik.3
Prognosis
24
Prognosis pasien abses paru yang diterapi antibiotik adalah umumnya baik.
Lebih dari 90% abses paru diobati dengan pengobatan medis tunggal, kecuali jika
disebabkan oleh obstruksi bronkhus sekunder dari karsinoma.3
BAB IV
PENUTUP
25
Telah dilaporkan kasus penderita laki-laki usia 48 tahun yang dirawat di
bangsal penyakit paru RSUD Ulin Banjarmasin dengan diagnosa abses paru sinistra
dengan diabetes mellitus. Pasien diberi terapi antibiotik cefotaxim, gentamisin,
metronidazole selama 2 minggu yang dilanjutkan levofloxacin oral secara rawat
jalan. Pasien dipulangkan dengan keadaan membaik.
26