TK1 abses paru

30
PENDAHULUAN Abses paru merupakan akibat dari infeksi parenkim paru, dapat akut maupun kronis. 1 Penyebab tersering adalah bakteri anaerob mulut dan komplikasi pneumoni aspirasi. 2,3 Tahun 1920 David Smith berpendapat aspirasi bakteri dari mulut merupakan mekanisme terjadinya infeksi. Hal ini karena ditemukannya jenis bakteri pada dinding abses sama dengan bakteri pada celah ginggiva. 4-6 Beberapa faktor predisposisi seperti penyakit pada rongga mulut, penurunan kesadaran, immunocompromised, penyakit esophagus dan obstruksi bronkus akan meningkatkan insiden abses paru. 1 Amerika, Chidi dan Mandelson ( 1974 ) memperkirakan 4 sampai 5,5 tiap 10.000 pasien yang dirawat di rumah sakit tiap tahunnya mempunyai abses paru. Estera (1980) melaporkan insidensi abses paru primer ada 11 kasus pertahun. Sedangkan Hagan dan Hardy ( 1983 ) melaporkan kasus selama 22 tahun dengan rata-rata 8 kasusnya pertahun. 7 Sebelum era antibiotik abses paru merupakan penyakit yang berbahaya dimana sepertiga penderita meninggal dunia, sepertiga akan sembuh dan sisanya meninggalkan bekas seperti abses berulang, empiema kronik dan bronkiektasis. Dahulu angka kematian berkisar antara 1

description

abses paru

Transcript of TK1 abses paru

Page 1: TK1 abses paru

PENDAHULUAN

Abses paru merupakan akibat dari infeksi parenkim paru, dapat akut maupun

kronis.1 Penyebab tersering adalah bakteri anaerob mulut dan komplikasi pneumoni

aspirasi.2,3 Tahun 1920 David Smith berpendapat aspirasi bakteri dari mulut

merupakan mekanisme terjadinya infeksi. Hal ini karena ditemukannya jenis bakteri

pada dinding abses sama dengan bakteri pada celah ginggiva.4-6 Beberapa faktor

predisposisi seperti penyakit pada rongga mulut, penurunan kesadaran,

immunocompromised, penyakit esophagus dan obstruksi bronkus akan meningkatkan

insiden abses paru.1

Amerika, Chidi dan Mandelson ( 1974 ) memperkirakan 4 sampai 5,5 tiap

10.000 pasien yang dirawat di rumah sakit tiap tahunnya mempunyai abses paru.

Estera (1980) melaporkan insidensi abses paru primer ada 11 kasus pertahun.

Sedangkan Hagan dan Hardy ( 1983 ) melaporkan kasus selama 22 tahun dengan

rata-rata 8 kasusnya pertahun. 7

Sebelum era antibiotik abses paru merupakan penyakit yang berbahaya

dimana sepertiga penderita meninggal dunia, sepertiga akan sembuh dan sisanya

meninggalkan bekas seperti abses berulang, empiema kronik dan bronkiektasis.

Dahulu angka kematian berkisar antara 32% -34% tanpa terapi antibiotik.6 Permulaan

periode antibiotik, golongan sulfonamid belum mampu memberikan hasil yang

menggembirakan sampai akhirnya ditemukan golongan penicilin dan tetrasikin. 5 Saat

ini angka kematian karena abses paru antara 15-20%, tapi survival rate tinggi pada

pasien tanpa kondisi komorbid yang mendasari. 7,8 Dalam penelitian Hsu AH dkk

menyimpulkan bahwa menemukan bakteri patogen penyebab abses untuk

menentukan antibiotik yang sesuai dan tindakan drainase sedini mungkin dapat

menurunkan angka kematian. 8

DEFINISI

1

Page 2: TK1 abses paru

Abses paru didefinisikan sebagai nekrosis jaringan paru dan membentuk

rongga berisi jaringan nekrotik atau cairan karena infeksi mikroba.5 Beberapa klinisi

menyebut pembentukan abses multipel dengan diameter rongga < 2 cm dengan

necrotizing pneumonia atau lung gangrene .4,5,9

Abses paru dikelompokan berdasarkan lama gejala dan etiologi. Abses akut

jika durasi kurang dari 1 bulan, sedangkan abses kronis jika lebih dari 1 bulan.10

Abses paru primer merupakan akibat dari infeksi, aspirasi atau pneumonia pada

individu normal, sedangkan abses sekunder disebabkan karena kondisi yang ada

sebelumnya seperti obstruksi, penyebaran extrapulmoner, bronkiektasis dan

immunocompromised.5,10

ETIOLOGI

Abses paru disebabkan oleh bakteri piogenik, mikobakterium, jamur, parasit

dan komplikasi penyakit paru lain seperti keganasan.9 Abses paru karena bakteri

anaerob ini kebanyakan disebabkan karena aspirasi pada pasien dengan ginggivitis

dan oral higine yang buruk. Bakteri anaerob ditemukan pada 89% kasus, separuh

adalah murni anaerob dan sisanya merupakan campuran dengan bakteri aerob. Dari

kultur sputum pasien Barlett dkk menemukan 46% murni bakteri anaerob dan 43%

adalah campuran dengan baktreri aerob.4,5

Saat ini dilaporkan bakteri aerob cenderung meningkat yaitu pada komplikasi

pasien dengan pemakaian steroid yang lama, keganasan, transplantasi organ dan

infeksi human immunodeficiency virus ( HIV ).8 Bakteri anaerob gram positIp

tersering adalah Peptostreptococcus ssp dan Microaerophylic spp, sedangkan gram

negatip adalah Bacterioides spp dan Fusobacterium spp.1,2 Adapun bakteri aerob

antara lain seperti terlihat pada tabel (1).1,2

Tabel 1. Bakteri aerob penyebab abses paru.

Gram positip Gram negatipStaphylococus aureus Haemophylus influenza

2

Page 3: TK1 abses paru

Streptococcus pyogenes Pseudomonas aeroginosaStreptococcus pneumoniae Klebsiella pneumoniaNocardia spp Proteus mirabilisActinomyces spp Pasturella multocida

Burkholderia cepacia  Burkholderia pseudomallei

Dikutip dari (1, 2).

Mikroorganisme lain penyebab abses paru antara lain :

1. Mikobakterium ( terutama tuberkulosis )

2. Jamur ( Aspergillus, Cryptococcus, Histoplasma, Blastomyces, Coccidiodes )

3. Parasit ( Entamoeba histolytica, Paragonimus )

Komplikasi penyakit lain seperti keganasan juga bisa menyebabkan abses paru.

Kanker paru jenis karsinoma sel skuamosa menjadi penyebab neoplasma yang

tersering dimana 5% cenderung membentuk kavitas.5,11

FAKTOR PREDISPOSISI

Faktor predisposi terjadinya abses paru antara lain pada keadaan sebagai berikut :1,2

1. Penyakit pada rongga mulut ( penyakit periodontal, ginggivitis )

2. Penurunan kesadaran ( alkoholisme, koma, drug abuse, anasthesia, kejang )

3. Penyakit esophagus ( akalasia, reflux disease, depresi refleks batuk dan

muntah, obstruksi esophagus )

4. Immunocompromised ( steroid, kemoterapi, malnutrisi, trauma multipel )

5. Obstruksi bronkus ( tumor, benda asing )

Kondisi lain yang berisiko terbentuk abses paru yaitu : pasien dengan gangguan paru

primer seperti emboli septik yang berasal dari endokarditis trikuspidal, penyakit kistik

paru, keganasan paru dengan kavitas, gangguan vaskulitis, dan pemasangan intubasi

yang lama.1,10

3

Page 4: TK1 abses paru

PATOGENESIS

Ada beberapa mekanisme terjadi infeksi piogenik pada abses paru, yang

paling sering adalah aspirasi dari bahan-bahan orofaring.2 Bakteri yang tumbuh pada

rongga mulut akan masuk ke saluran napas bawah kemudian karena gagalnya

mekanisme bersihan. Selanjutnya akan terjadi pneumoni aspirasi, dalam 24-48 jam

terjadi area dengan hasil inflamasi seperti eksudat, darah dan jaringan nekrotik.

Dalam 4-7 hari berikutnya akan berkembang menjadi nekrosis, sehingga terbentuk

abses paru.1,5

Pada kondisi penurunan kesadaran karena berbagai hal, bahan-bahan dari

lambung dengan pH rendah dapat teraspirasi dan menyebabkan pneumoni yang

merupakan predisposisi terjadi infeksi bakteri. Proses yang sama juga terjadi pada

gangguan esofagus. Ekstraksi gigi dan gusi terinfeksi dengan anastesi umum

meningkatkan kemungkinan terjadi pneumoni aspirasi dan abses paru.2

Lokasi terbentuk abses dipengaruhi oleh pengaruh gravitasi dan posisi tubuh

saat terjadinya aspirasi. Aspirasi lebih sering terjadi pada paru kanan. Jika posisi

telentang abses terjadi pada lobus bawah segmen apical dan jika posisi lateral

dekubitus kanan akan mengenai lobus atas segmen posterior dan lateral seperti

terlihat dalam gambar 1.2 Mekanisme terjadinya abses karena aspirasi dipengaruhi

oleh jumlah bakteri, pH bahan aspirasi dan pertahanan paru pasien. Pertahanan paru

termasuk mekanisme bersihan dan sistem imunitas, sehingga pasien dengan gangguan

imunitas akan lebih mudah terjadi abses paru.2

Mekanisme infeksi lain yang jarang terjadi antara lain penyebaran hematogen

bakteri dari infeksi saluran kemih, abdomen, rongga pelvis, Lemierre disease’s,

emboli septik paru ( endokarditis katup trikuspidal, trombophlebitis pada vena-vena

bagian kaki dan pelvis ).2,12 Gangguan bersihan sekresi seperti pada tumor paru,

bronkiektasis dan inhalasi benda asing juga memungkinkan terjadi abses paru. Infeksi

juga dapat terjadi pada kista paru, kavitas karena kanker paru dan daerah infark paru

serta penyebaran transdiafragma abses hepar .2,13

4

Page 5: TK1 abses paru

Gambar 1. Kaitan antara posisi dan fokal infeksi (a) Posisi terlentang dan (b) lateral

dekubitus.

Dikutip dari ( 2 )

DIAGNOSIS

Gejala klinis

Manifestasi klinis abses paru mungkin serupa dengan gejala awal pneumonia

dan penyakit dasar yang lain. Kecurigaan abses paru jika pasien mempunyai berbagai

faktor predisposisi.4 Sebagian besar pasien dengan diagnosis abses paru dengan gejala

paling tidak 2 minggu.1,14

Gejala klinis abses paru dapat bervariasi, berhubungan dengan proses

penyakit yang mendasari ( misalnya obstruksi bronkus karena kanker, akalasia,

endokarditis) juga dipengaruhi oleh proses terjadinya abses. Gejala yang menonjol

biasanya batuk dengan sputum yang purulen, demam ( kadang disertai menggigil atau

kejang ), sesak napas dan nyeri dada yang dapat berupa nyeri pleuritik seperti terlihat

pada tabel 2.7 Hemoptisis dapat dijumpai berupa blood streak, meskipun dapat juga

masif dan merupakan indikasi operasi.2,7

Bakteri anaerob biasanya menimbulkan gejala setelah 7-14 hari. Gejala khas

abses paru karena bakteri anaerob adalah napas dan sputum yang berbau busuk ( 50%

5

Page 6: TK1 abses paru

-60 % pasien ) akibat pengikisan bronkus yang berdekatan sehingga terjadi nekrosis

dan isi abses akan dialirkan ( abses terbuka ) sehingga terjadi ekspektorasi.5 Onset

yang subakut mungkin ditemukan pada pasien penyalahgunaan obat secara

intravena.2 Infeksi oleh kuman anaerob menimbulkan gejala yang lambat, beberapa

minggu sampai beberapa bulan.5,14 Bila penyebabnya jamur, Nocardia species dan

Mycobacterium species perjalanan penyakit juga cenderung lambat.5

Tabel 2. Gambaran klinis abses paru .

Gambaran klinis Frekuensi

Batuk produktif   75%-94%

Demam 46%-88%

Pleuritic pain 25%-88%

Sesak napas 30%-44%

Hemoptysis 17%-37%

Penurunan berat badan 6%-64%

Malaise 22%

Jari tabuh   4%-12%

Dikutip dari (7)

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik abses paru ditemukan tanda yang tergantung dari penyakit

sekunder yang mendasari seperti pneumonia dan efusi pleura. Hasil pemeriksaan fisik

juga tergantung dari kuman penyebabnya, berat penyakit, perluasan penyakit serta

kondisi komorbid yang ada. Kenaikan suhu tubuh relatif rendah pada abses karena

kuman anaerob dan lebih tinggi ( > 38,5o C ) pada abses karena infeksi lain .5

Temuan klinis dapat berupa konsolidasi ditandai dengan suara napas bronkus

dan ronki saat inspirasi. Jika lokasi abses besar dan dekat pada permukaan paru akan

ditemukan suara napas yang menurun dan perkusi paru redup.2,5 Suara napas amforik

dapat ditemukan pada kaviti yang terbentuk tapi jarang didapatkan. Jari tabuh

6

Page 7: TK1 abses paru

mungkin didapatkan pada kasus kronis, misalnya jika pemberian terapi tidak adekuat

dalam beberapa minggu.2

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada abses paru ditemukan netrofil lekositosis,

peningkatan laju endap darah dan pergeseran hitung jenis kekiri meskipun kondisi ini

tidak selalu ditemukan. 2,5 Jika penyakit sudah berlangsung lama bisa ditemukan

anemia normokrom normositik.2 Leukopeni sering didapatkan jika penyebabnya

adalah methicillin resistant Staphylococcus aureus ( MRSA ).15.

Mikrobiologi

Diagnosis kuman penyebab abses paru dilakukan dengan pemeriksaan

mikrobiologi. Pasien dengan kecurigaan abses paru karena kuman anaerob dapat dari

spesimen dahak yang purulen dan berbau busuk serta banyak mengandung bakteri

gram positif dan negatif.1,5,9 Pemeriksaan sputum mikroorganisme dilakukan dengan

pewarnaan gram dan kultur bakteri gram positif, gram negatif serta pewarnaan

bakteri tahan asam (BTA) dan jamur.2 Kultur sputum yang dibatukkan

kemungkinan sudah terkontaminasi kuman gram negatif dan Staphylococcus aureus

yang berkolonisasi di orofaring sehingga tidak dapat dipercaya dalam menentukan

penyebab abses paru. Hasil kultur mikroorganisme darah atau cairan pleura dapat

membantu menegakan diagnosis.9

Pada hasil pemeriksaan kultur mikroorganisme negatif, untuk mendapatkan

sediaan yang bebas kontaminaasi diperlukan tindakan invasif dengan kurasan

bronkoalveolar ( bronchoalveolar lavage = BAL ), protected specimens broncoscopy

( PSB ), transthoracal aspiration ( TTA ), percutaneus lung aspiration, percutaneus

trans tracheal aspiration .1,4 Pemeriksaan invasif jarang dilakukan karena sebagian

besar pasien dengan infeksi bakteri anaerob telah diberikan terapi antibiotik empiris

tanpa dilakukan bronkoskopi atau transtrakeal aspiration sebelumnya5

7

Page 8: TK1 abses paru

Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis terbanyak dibuat berdasarkan pemeriksaan foto toraks. Gambaran

foto toraks secara klasik memperlihatkan kavitas dengan dinding utuh yang

mengelilingi daerah lusen dan air – fluid level dalam suatu daerah pneumonia seperti

terlihat pada gambar ( 2 ).1,4,5,14

Gambar 2. Foto toraks PA dan lateral multipel abses dengan air-fluid level.

Dikutip dari ( 11 )

Gambaran khas air-fluid level abses paru didapatkan jika posisi tegak atau

lateral dekubitus.1 Gambaran radiologis ini sulit dibedakan dengan adanya cairan

pada kista atau bleb. 8

Pemeriksaan Computed tomography scan ( CT-Scan ) torak diperlukan untuk

membedakan abses paru yang terletak di perifer dengan empiema yang terlokalisir.

Abses paru digambarkan sebagai lesi hipodens bulat dengan dinding tebal dan tepi

ireguler, terletak dalam parenkim paru seperti terlihat pada gambar 3. Pemeriksaan

CT-Scan torak juga berguna untuk menentukan ketebalan dan keteraturan dinding

abses pada daerah konsolidasi, menentukan posisi yang tepat terhadap dinding dada

dan bronkus dan mengevaluasi keterlibatan bronkus proksimal atau distal terhadap

keterlibatan abses.2

8

Page 9: TK1 abses paru

Gambar 3. Hasil CT-scan torak multipel abses. Tampak kavitas dengan gambaran air

fluid-level.

Dikutip dari (5).

Bronkoskopi

Pemeriksaan dengan serat optik bronkoskopi diperlukan jika diduga ada

sumbatan bronkus seperti pada karsinoma bronkogenik. Bronkoskopi juga digunakan

untuk pengambilan spesimen mikrobiologik dengan cara sikatan bronkus guna

menghindari kontaminasi dari kuman – kuman saluran napas atas.2 Pemeriksaan ini

dapat berbahaya jika diameter abses > 4 cm karena forsep biopsi atau sikatan dapat

menyebabkan pecahnya abses dan pus mengalir ke endobronkus. Kriteria

bronkoskopi pada pasien dengan kavitas paru antara lain demam yang rendah ( < 100o

F/ 37,780C ), leukosit < 11.000 mm3, keluhan sistemik yang minimal dan tidak ada

faktor predisposisi terjadi aspirasi. 16

DIAGNOSIS BANDING

Gambaran radiologi abses paru dibagi dalam dua kelompok yaitu : infeksi dan

non infeksi. Kelompok pertama antara lain infeksi bakteri, mikobakterium ( sering

9

Page 10: TK1 abses paru

multifokal), jamur, parasit, bula terinfeksi, empiema dengan air-fluid level dan septic

emboli ( endokarditis). Sedangkan kelompok non infeksi antara lain caviting

carcinoma, limfoma, Wegener granulomatosis, sindroma Goodpasture, bronkiektasis

sakular, infark paru, lesi kistik berisi cairan dan rhematoid nodule.4

Lesi kavitas parenkim paru mempunyai beberapa sebab, akan tetapi pasien

dengan kondisi sakit akut dan didapatkan air fluid level pada gambaran radiologisnya

maka harus dipikirkan adanya abses paru. Lesi kistik pada parenkim serta bula

dengan infeksi sekunder memberikan gambaran yang sulit dibedakan dengan abses

paru. Riwayat penyakit dan gambaran radiologis lama serta adanya gambaran lokasi

segmental yang khas pada abses paru diperlukan untuk menentukan diagnosis.1

Lesi kaviti karsinoma sel skuamosa terkadang sulit dibedakan dengan abses

paru. Dindingnya terdiri dari jaringan tumor dan bukan jaringan granulasi, lebih tebal

dan bentuk lebih tidak teratur. Pemberian antibiotik relatif tidak berespons

dibandingkan dengan abses paru. Juga tidak didapatkan tanda-tanda demam dan

sputum yang berbau .1

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan abses paru meliputi pemberian serta pemilihan antibiotik

yang sesuai dengan kuman penyebab. Fisioterapi dada antara lain meliputi drainase

postural ditujukan untuk mengeluarkan pus, sehingga pertukaran gas di sistem

pernapasan akan lebih baik. Drainase perkutan dan bronkus diperlukan untuk aspirasi

abses. Tindakan bedah merupakan alternatif terutama jika terjadi kondisi hemoptis

masif.13

Pemberian antibiotik

Antibiotik yang tepat merupakan terapi utama..2 Angka kesembuhan sebagian

besar penderita abses paru primer dengan antibiotik yang sesuai adalah 90%-95%.5

Berbagai penelitian menganjurkan bahwa terapi akan lebih efektif bila saat awal

10

Page 11: TK1 abses paru

pemilihan antibiotik empirik terutama ditujukan untuk melawan bakteri anaerob

sebagai penyebab terbesar abses paru.5

Penyebab terbanyak abses paru berkaitan dengan aspirasi dan disebabkan

bakteri anaerob. Dahulu penisilin parenteral atau oral dosis tinggi merupakan standar

terapi abses anaerob, namun peningkatan resistensi terhadap strain Streptococcus

pneumonia dan 40%-50% terhadap Fusobacterium dan Provetela melaninogenica

sebagai bakteri gram negatif anaerob maka mulai dipertimbangkan terapi empirik.4

Penelitian oleh Levinson (1983) dan Gudiol (1990) menunjukan klindamisin

lebih unggul dibanding penicillin dari segi kegagalan terapi, kekambuhan,

menurunnya demam dan hilangnya sputum yang berbau .4 Beberapa kepustakaan

menganjurkan pilihan utama adalah klindamisin dan kombinasi ampisilin sulbaktam

yang dilanjutkan pemberian oral amoksilin klavulanat atau klindamisin dengan

alternatif berbagai antibiotik lain seperti terlihat pada (tabel 3).5,15

Regimen alternatif lain dengan amoxicillin-clavulanat dan penicillin

dikombinasikan dengan metronidazole. Beberapa antibiotik yang juga bermanfaat

pada infeksi anaerob atau aerob-anaerob antara lain kombinasi betalaktam dengan

betalaktamase inhibitor, chloramphenicol, imipenem atau meropenem dan generasi II

cephalosporin ( cefoxitin dan cefotetan ). Golongan makrolide memberikan respon

yang baik melawan kebanyakan bakteri kecuali Fusobacteria. Secara in vitro

tetrasiklin menunjukan hanya sedikit aktif melawan bakteri anaerob, sedangkan

vankomisin hanya aktif terhadap bakteri anaerob gram positf.4 Vankomisin dan

linkomisin dianjurkan jika MRSA merupakan bakteri penyebab.15

Pemberian flucloxacillin dan gentamycin pada abses paru komplikasi dari

endokarditis katup trikuspidalis karena Staphylococcus aureus memperlihatkan

resolusi yang cepat pada gambaran CT-Scan seperti terlihat pada gambar ( 4).17

Tabel 3. Antibiotik pada abses paru

Antibiotik DosisKlindamisin 600 mg IV tiap 8 jam dilanjutkan peroral (PO) 300 mg

4 kali sehari.

11

Page 12: TK1 abses paru

Penisilin G 2 juta unit IV tiap 4 jamMetronidazol Loading dose: 15 mg/kg IV dalam 1 jam

Dosis rumatan: 6 jam setelah loading dose 7,5 mg/kg IV dalam 1 jam, tiap 6-8jam, maksimal 4 gr/hari

Cefoxitin 2 gr IV tiap 6-8jam.Ampicillin + sulbactam 1.5 gm IV tiap 6 jam

dilanjutkan amoxicilin+ clavulanate 875 mg PO 2X1 atau Klindamisin 300 mg PO 4x1

Piperacilin+ Tazobactam 3.37 mg IV tiap 6 jamdilanjutkan amoxicilin+ clavulanate 875 mg PO 2X1 atau Klindamisin 300 mg PO 4x1

Imipenem 0.5 - 1 gr IV tiap 6 - 8 jam atau meropenem/ doripenemdilanjutkan Klindamisin 300 mg PO 4x1 atau amoxicilin+ clavulanate 875 mg PO 2X1

Linezolide 600 mg IV tiap 12 jam Vancomycin 15 mg/kg BB IV tiap 12 jam

Dikutip dari (5,15)

Lama terapi bergantung respons klinis dan radiologis pasien.4,5 Antibiotik

diberikan hingga mendapatkan perbaikan klinis dan radiologis.3,5 Stadium awal

diberikan terapi antibiotik intravena sampai pasien tidak demam dan menunjukkan

perbaikan klinis (umumnya 3-4 hari, kadang 7-10 hari) diikuti terapi oral 4-6 minggu

sampai 3 bulan. Demam yang menetap lebih dari waktu tersebut merupakan indikasi

kegagalan terapi sehingga perlu dicari lebih lanjut penyebabnya.5 Keberhasilan terapi

antibiotik dapat dinilai dari menghilangnya gejala tanpa bukti radiologis atau

perbaikan menipisnya dinding kaviti ( < 2 cm setelah terapi 4-6 minggu). Perbaikan

radiologis ditandai infiltrat pneumonia menghilang diikuti dengan abses yang

mengecil, biasanya memerlukan waktu 2 sampai 3 bulan tergantung besarnya abses.1,2

12

Page 13: TK1 abses paru

Gambar 4. Hasil CT scan dada dari atas ke bawah menunjukan lesi noduler dengan

kavitas yang masif dan bilateral saat masuk rumah sakit ( A,B,C).

Setelah 14 hari perawatan dengan pemberian antibiotik ( D, E,F ) dan

resolusi setelah 4 minggu ( G,H,I ).

Dikutip dari (17).

Antibiotik jarang berhasil jika diberikan setelah adanya gejala lebih dari 12

minggu atau kavitas lebih besar dari 4 cm.1 Pasien dengan respons buruk terhadap

terapi antibiotik perlu dipertimbangkan penyebab lain misalnya obstruksi oleh benda

asing, keganasan, infeksi dengan bakteri resisten, mikobakteria, parasit atau jamur.4

Fisioterapi

13

Page 14: TK1 abses paru

Fisioterapi merupakan salah satu aspek penting dalam penatalaksanaan abses

paru. Fisioterapi dada terdiri atas latihan sistem pernapasan, batuk, perkusi dada dan

drainase postural .18 Drainase postural dapat dilakukan bila disertai terapi antibiotik

yang sesuai dan posisi abses yang tepat untuk mencegah penyebaran infeksi.19

Fisioterapi dengan drainase postural bertujuan untuk membantu pasien membersihkan

materi purulen sehingga mengatasi gejala dan memperbaiki pertukaran gas dengan

teknik pengaturan napas. Jika pasien sukar atau tidak dapat batuk, dapat dibantu

dengan alat mekanik biasanya nasotracheal suctioning.7 Fisioterapi tidak dilakukan

pada pasien dengan hemoptisis.18

Drainase

Drainase dilakukan jika pasien yang tidak respons terhadap antibiotik dan

fisioterapi .7 Tindakan ini biasanya hanya dilakukan pada 11-21% pasien yang tidak

respons terhadap terapi konserfatif. Drainase Abses paru dapat dilakukan melalui

bronkoskopi ( endoscopic drainage ) atau perkutan ( percutaneus drainage ) dengan

menggunakan kateter.20 Kateter 17-14 F dipakai untuk drainase perkutan kebanyakan

abses paru. Kateter flexible pigtail dipasang melingkar pada bagian dalam kavitas.

Kateter drainase dihubungkan dengan negative waterseal aspiration. Abses paru

mempunyai dinding tebal dan tidak akan segera kolaps setelah diaspirasi. Komplikasi

drainase perkutan jarang terjadi, antara lain empiema, perdarahan dan bronkofistula,

tetapi fistula yang terjadi biasanya akan menutup spontan bersama resolusi abses.21

Drainase dengan bronkoskopi dipertimbangkan pada pasien koagulopati,

obstruksi saluran napas atau letak abses disentral.21 Bronkoskopi dapat memfasilitasi

drainase abses dengan cara aspirasi pada bagian bronkus yang tepat disebut drainase

transbronkus. Drainase transbronkus merupakan tindakan yang kurang nyaman

dibandingkan dengan drainase perkutan. Prosedur drainase transbronkus dcngan

menggunakan kateter dapat dipandu dengan CT-Scan toraks dan dipantau dengan

fluoroskopi.20 Drainase dengan bronkoskopi dapat memberikan komplikasi pelepasan

sejumlah besar materi purulen dari segmen paru yang terkena ke bagian paru lain

14

Page 15: TK1 abses paru

sehingga dapat mencetuskan gagal napas akut dan acute respiratory distress

syndrome (ARDS).1

Pembedahan

Saat ini intervensi bedah pada abses paru jarang dilakukan dan hanya berkisar

l0%.2,14 Cara pembedahan berupa reseksi, segmentektomi atau lobektemi adalah bila

hemoptisis masif, tidak respon dengan terapi antimikroba yang sesuai ( 4-6 minggu ),

keganasan, ukuran abses yang besar ( lebih dari 6 cm ), sisa jaringan parut luas yang

menggangu faal paru dan adanya komplikasi abses ( empiema, bronkofistula ).1,2,4,22

Saat pembedahan biasanya digunakan pipa endotrakeal lumen ganda untuk mencegah

komplikasi kontaminasi sekret kontralateral paru.1,2,4

KOMPLIKASI

Komplikasi paling signifikan dari abses paru adalah perdarahan yang dapat

menjadi masif dan mengancam jiwa karena syok hipovolemik dan anoksia akibat

obstruksi paru kontralateral, maka diperlukan intervensi bedah. Pengikisan abses

yang mengenai vena-vena pulmonalis dapat menyebabkan penyebaran infeksi

misalnya metastasis menjadi abses sereberal, menyebar ke paru kontralateral dan

rongga pleura. Sedangkan empiema dan fistula bronkopleura jarang terjadi. 7

PROGNOSIS

Prognosis pasien abses paru bergantung pada penyakit dasar, faktor

predisposisi dan kecepatan pemberian terapi yang tepat. Dengan terapi antibiotik

yang sesuai umumnya prognosis abses paru karena bakteri umumnya baik. Prognosis

relatif buruk didapatkan pada kavitas yang besar ( > 6 cm ), bakteri aerob, abses yang

multipel, obstruksi bronkus, pasien usia lanjut dan immunocompromised.1,4

15

Page 16: TK1 abses paru

KESIMPULAN

1. Abses paru adalah infeksi akut atau kronik pada paru ditandai dengan adanya

inflamasi, destruksi jaringan dan pengumpulan pus yang terlokalisir.

2. Abses paru paling sering terjadi karena komplikasi aspirasi pneumonia oleh

bakteri anaerob dari rongga mulut.

16

Page 17: TK1 abses paru

3. Diagnosis abses paru ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik ,

pemeriksaan laboratorium, gambaran foto toraks, CT-scan torak dan

pemeriksaan mikrobiologi untuk mencari kuman penyebab.

4. Penatalaksanaan abses paru meliputi pemberian antibiotik yang sesuai dan

adekuat, fisioterapi, drainase dan pembedahan.

5. Penderita abses paru bisa menimbulkan komplikasi hemoptisis, abses otak,

empiema dan fistula bronko-pleura.

6. Prognosis abses paru dipengaruhi oleh penyakit lain yang mendasari, faktor

resiko, terapi, cepat dan adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bhimji S. Lung abscess, Surgical perspective. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/428135-overview. Accessed on

September 20th, 2009.

17

Page 18: TK1 abses paru

2. Seaton D. Lung Abscess. In Seaton A, Seaton D, Crofton SJ, Leitch AG,

editors. Crofton and Douglas’s respiratory disease. Paris: Willey Blackwell;

2000.p.460-73.

3. Koegelenberg C. Lung abscess. SA Fam Pract 2007; 49(5): 50-2.

4. Fishman JA. Aspiration, empyema, lung abscesses and anaerobic infection. In

Fishman AP, Elias JA, Fisman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM,

editors. Fishman’s manual of pulmonary disease and disorder. 4th Edition .

New York : Mc. Graw-Hill Companies; 2008.p.2141-60.

5. Kamangar N, Sather C C, Sharma S. Lung abscess. Available at :

http://emedicine.medscape.com/article/299425-overview. Accessed on

October 4th, 2009

6. Bartlett JG. The role of anaerobic bacteria in lung abscess. Clinical Infectious

Disease 2005; 40: 923-5.

7. Davies CWH, Gleeson FV, Davies RJO. Lung abscess. In: Marrie TJ, editor.

Community-acquired pneumonia. New York: Kluwer Academic/ Plenum

Publishers; 2001.p.362-84.

8. Hsu AH, Lee JJ, Yang GG. Prognostic factors predicting mortality in lung

abscess, 154 cases analysis. Tzu Chi Med J 2005; 17: 11-6

9. Goetz MB, Rhew DC, Torres A. Pyogenic bacterial pneumonia, lung abscess

and empyema In Murray JF, Nadle JA, Mason RJ, Broadus VC, editors.

Murray & Nadel’s textbook of respiratory medicine. 4th Edition.

Philadelphia : Elsevier Saunders ; 2005.p.945-59

10. Sethi S, Tolan RW. Multiple lung abscesses in a toddler. Hospital physician

2008: 17-22.

11. Dorsunoglu N, Baser S , Evyapan F, Kiter. G, Ozkurt S, Polat B et al. A

squamous cell lung carcinoma with abscess-like distant metastasis.

Tuberkuloz ve Toraks Dergisi 2007; 55(1): 99-102.

18

Page 19: TK1 abses paru

12. Venkateswaran. A case of Lemierre’s syndrome presenting with multiple

pulmonary abscess associated with a tension hydropneumothorax resulting in

mediastenal shift. Ann Acad Med Singapore 2005; 34: 450-3.

13. Bourke SJ. Bronciectasis and lung abscess. In: Bourke SJ, editor. Respiratory

medicine 7th edition. London: Blackwell publishing; 2007.p.89-90.

14. Moreira JDS, Camargo JDJP, Felicetti JC, Goldenfun PR, Morera ALS, Porto

NDS. Lung abscess: analysis of 252 consecutive cases diagnosed between

1968 and 2004. J Bras Pneumol 2006; 32(2): 136-43.

15. Bartlett GA. Lung abscess . Available at

http://hopkins-abxguide.org/diagnosis/respiratory/lung_abscess.html?

contentIntendId=255329. Acceseed on November 22th 2009.

16. Geppert EF. Lung abscess and other subacute pulmonary infections In

Niederman MS, Sarosi GA, Glassroth J, editors. Raspiratory infections, a

scientific basic for managemant. Phildelpia: W.B. Saunders Company;

1994.p.291-303.

17. Que YA, Muller O, Liaudet L. Rapid resolution of massive lung abscesses

complicating tricuspid-valve endocarditis. Circulation 2006; 114: 523-4.

18. Rachma N. Peran dan manajemen fisioterapi pada penyakit Paru In

Proceeding of Pertemuan Ilmiah Respirologi (PIR ); Surakarta 2007.

19. Hogh A. Physiotherapy in respiratory care: An evidence base approach to

respiratory and cardiac management 3th edition. United Kingdom: Nelson

Thornes Ltd; 2001.p.108.

20. Herth F, Ernst A, Becker HD. Endoscopic drainage of lung abscesses. Chest

2005; 127: 1378-81.

21. Tchuisse CN, Ghate R, Dondelinger RF. Imaging and treatment of thoraxic

fluid and gas collections. In Marincek B, Dondelinger RF, editors. Emergency

radiology: Imaging and intervention. Berlin: Spinger-Verlag; 2007.p. 391-

401.

19

Page 20: TK1 abses paru

22. Alsagaff H, Mukty A. Infeksi In Alsagaff H, Mukty A, editors. Dasar-dasar

ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga University Press; 2005.p.136-141.

Komentator

Dr. Juli Purnomo

Korektor

Dr. Moh. Irphan

20