Abses Citelli Linda Kodrat3
-
Upload
iam-maryam -
Category
Documents
-
view
16 -
download
0
Transcript of Abses Citelli Linda Kodrat3
-
1
Diagnosis dan penatalaksanaan abses Citelli
Linda Kodrat Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Rumah Sakit Labuang Baji
Makassar - Indonesia
ABSTRAK Latar belakang: Abses Citelli adalah komplikasi dari infeksi pada mastoid berupa abses
subperiosteal yang menyebar melalui aspek medial mastoid ke dalam fosa digastrikus. Tujuan: Karena komplikasi seperti ini sudah sangat jarang terjadi, kasus ini diajukan agar para ahli THT mengetahui dan dapat mengenali bila menjumpainya. Kasus: Dilaporkan satu kasus, seorang laki-laki 23 tahun dengan keluhan nyeri di belakang telinga kanan, tepatnya pada bagian tengkuk kanan yang menetap dan tidak responsif terhadap pengobatan medikamentosa yang disertai paresis fasialis. Dari hasil pemeriksaan, kami mendiagnosis sebagai komplikasi ekstratemporal otitis media supuratif yang disebut sebagai abses Citelli. Penatalaksanaan: Dilakukan mastoidektomi radikal dengan tujuan untuk drainase abses serta eradikasi infeksi dari rongga telinga tengah dan mastoid. Dua minggu pascaoperasi, keluhan nyeri belakang telinga dan paresis fasialis sudah hilang. Kesimpulan: Abses di dalam fosa digastrikus ini terbukti merupakan komplikasi mastoiditis yang berhasil dieradikasi dengan tindakan mastoidektomi radikal.
Kata kunci: abses Citelli, komplikasi ekstratemporal, mastoidektomi radikal
ABSTRACT Backgorund: Citellis abscess is a subperiosteal abscess which has spread through the
medial aspect of the mastoid cavity into the digastric fossa as an extension of mastoid infection. Purpose: Because such a complication is very rare, ENT doctors should know and be aware of its existence. Case: We reported one case of 23 years old male with persistent pain behind the right ear accompanied by facial paresis, which was not reponsive to medical treatment. Our diagnosis was extratemporal complication of suppurative otitis media into the digastric fossa, which also known as Citelliabscess. Case management: Radical mastoidectomy was performed to drain the abscess and eradicate the infection from the middle ear and mastoid cavities. Two weeks after surgery, the pain and facial paresis had disappeared. Conclusion: Radical
Laporan Kasus
-
2
mastoidectomy was the right procedure for eradicating the mastoid infection and its complication into the adjacent areas such as Citellis abscess.
Key words: Citellis abscess, extratemporal complication, radical mastoidectomy
Alamat korespondensi: Linda Kodrat, Bagian Ilmu Kesehatan THT Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar. E-mail: [email protected]
PENDAHULUAN
Abses Citelli merupakan salah satu komplikasi ekstratemporal dari otitis media supuratif. Komplikasi dapat terjadi akibat otitis media supuratif akut, tetapi biasanya sekunder dari otitis media supuratif kronik terutama tipe maligna. Abses Citelli adalah abses subperiosteal yang menyebar melalui aspek medial dari kavum mastoid ke dalam fosa digastrikus dan merupakan perluasan dari infeksi pada mastoid. Lokalisasi penjebolan nanah pada mastoiditis bergantung dari luasnya pneumatisasi. Beberapa abses yang
berhubungan dengan mastoiditis adalah abses retro-aurikuler, abses zygomaticus, abses Bezold dan abses Luc. Abses retro-aurikuler yang paling sering
terjadi, sedangkan abses Citelli sampai saat ini insidennya belum diketahui.1
Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui
aditus ad antrum. Oleh karena itu, infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Faktor-
faktor yang memungkinkan terjadinya mastoiditis dan komplikasinya antara
lain adalah: 1) virulensi kuman; 2) kerentanan tubuh penderita; 3) pneumatisasi mastoid; 4) kolesteatoma.1
Pada era preantibiotik, mastoidektomi dilakukan pada 20% pasien-pasien dengan otitis media akut. Mulai tahun 1948, gambaran ini menurun hingga kurang dari 3% dan
mastoidektomi dilakukan kurang dari 5 kasus per 100.000 penduduk dengan
otitis media akut.2
Anatomi
Kavum timpani merupakan suatu
rongga yang bagian lateralnya dibatasi oleh membran timpani, di medial oleh promontorium, di superior oleh tegmen timpani, di inferior oleh bulbus jugularis
-
3
dan n. fasialis. Sebelah anterior dibatasi oleh tuba Eustachius, semikanal m. tensor timpani, arteri karotis dan di posterior dibatasi oleh eminensia piramidalis, aditus ad antrum, tempat keluarnya korda timpani, fosa inkudis, dan dibaliknya terdapat antrum mastoid.3
Kavum timpani terutama berisi
udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring melalui tuba Eustachius.
Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani, mesotimpaninum yang merupakan
ruangan di antara batas atas dengan batas
bawah membran timpani dan hipotimpanum, yaitu bagian kavum
timpani yang terletak lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel) dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes.3
Pars mastoid tulang temporal ialah tulang keras yang terletak di belakang telinga. Di dalam kavum timpani,
terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-rongga udara
ini (air cells) terhubung dengan rongga
besar yang disebut antrum mastoid. Kegunaan air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu gerak normal gendang telinga.3
Prosesus mastoid sering disebut juga ujung mastoid (mastoid tip) merupakan suatu tonjolan di bagian bawah tulang temporal yang dibentuk
oleh prosesus zigomatikus di bagian anterior dan lateralnya, serta pars petrosa
tulang temporal di bagian ujung dan posteriornya. Pneumatisasi mastoid mulai setelah bayi lahir dan hampir lengkap pada usia 3 dan 4 tahun, kemudian berlangsung terus sampai usia dewasa. Proses pneumatisasi ini bervariasi pada individu, sehingga terdapat tiga tipe pneumatisasi, yaitu
pneumatik, diploik dan sklerotik. Pada tipe pneumatik, hampir seluruh prosesus
mastoid terisi oleh pneumatisasi. Sklerotik tidak terdapat pneumatisasi sama sekali dan tipe diploik pneumatisasi kurang berkembang. Sel mastoid dapat meluas ke daerah sekitarnya, dapat sampai ke arkus zigomatikus dan ke pars skuamosa tulang temporal.3
Muskulus digastrikus adalah otot kecil yang terletak di bawah rahang. M.
digastrikus terdiri atas dua bagian yang
-
4
dihubungkan di tengah oleh tendon yang kuat. Setengah di bagian depan dinamakan venter anterior, sedangkan setengah di bagian belakang tulang hioid dinamakan venter posterior. Venter posterior lebih panjang daripada venter anterior, muncul pada bagian inferior tengkorak, mulai dari fosa mastoid pada
bagian medial prosesus mastoideus. Tempat perlekatan m. digastrikus pada
prosesus mastoid tersebut dinamakan digastric ridge, yang berjalan dari posterior lateral ke anteromedial mulai dari sebelah inferior sinus sigmoid dan berakhir pada foramen stylomastoideus (lihat gambar 1). M. digastrikus membagi segitiga anterior leher menjadi tiga segitiga yang lebih kecil, yaitu
segitiga submaksila (juga disebut digastric triangle), segitiga karotis dan segitiga sumental.4
Digastric triangle dibatasi di bagian atas oleh tepi bawah korpus mandibula dan satu garis yang ditarik dari sudut itu ke prosesus mastoideus, bagian bawah dibatasi oleh m. digastrikus venter posterior (lihat gambar 2). Segitiga karotis dibatasi bagian atas oleh m. digastrikus venter
posterior dan m. stylohioideus, di bawah oleh m. omohioideus dan di posterior
oleh m. sternokleidomastoideus. Segitiga submental triangle dibatasi di bagian lateral oleh venter anterior m.
digastrikus, di bagian medial oleh garis tengah leher dan bagian bawah oleh tulang hioid.4
Patogenesis Komplikasi otitis media terjadi
apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi
menjalar ke struktur sekitarnya.
Gambar 2. Digastric tiangle4
Gambar 1. Digastric ridge5
-
5
Pertahanan pertama ialah mukosa kavum
timpani yang menyerupai mukosa
saluran pernapasan yang mampu
melokalisir dan mengatasi penyakit. Bila sawar ini dapat ditembus masih ada sawar kedua, yaitu dinding kavum timpani dan sel mastoid.2,6
Komplikasi terjadi karena perluasan radang infeksi melalui tulang. Radang yang semula terbatas pada
mukosa, meluas ke lapisan histologik
yang lebih dalam, yaitu periosteum dan tulang sendiri, sehingga terjadi komplikasi yang diakibatkan oleh osteitis atau osteomielitis di sekitar rongga telinga tengah.7
Istilah mastoiditis digunakan ketika infeksi menyebar dari mukosa sampai
melibatkan dinding tulang sel-sel mastoid. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya mastoiditis ini antara lain: virulensi kuman, kerentanan
tubuh penderita, pneumatisasi mastoid dan kolesteatoma. Streptokokus beta-hemolitikus merupakan kuman penyebab tersering.1,8
Apabila peradangan pada mastoid tidak tertangani, tekanan nanah
menyebabkan asidosis lokal dan dekalsifikasi tulang, iskemik, serta
terputusnya trabekula antarsel. Mastoid
menjadi satu rongga yang luas yang berisi eksudat purulen dan jaringan granulasi menghasilkan empiema yang
disebut mastoiditis koalesen (lihat gambar 3).1,8
Resorpsi tulang osteoklastik dapat terjadi pada semua arah dan komplikasi intratemporal atau intrakranial,
cenderung terjadi sebelum resolusi spontan. Penjebolan nanah dapat terjadi akibat drainase yang tidak alamiah di permukaan mastoid, apeks petrosus atau ruang intraranial, tulang temporal serta
struktur lain di sekitarnya seperti n. fasialis, labirin atau sinus venosus.1,8,10
Pada abses Citelli, penjebolan nanah terjadi melalui sisi dalam tip mastoid dan berjalan sepanjang m. digastrikus venter posterior.1,11
Diagnosis
Gambar 3. Penjebolan nanah9
-
6
Diagnosis sampai sekarang masih
merupakan problem untuk para dokter karena baik secara anamnesis, gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang tidak spesifik. Abses Citelli merupakan komplikasi mastoiditis yang sangat jarang ditemukan.1,11
Pada abses Citelli pembengkakan
terlihat di daerah digastric triangle di leher. Lokasi penjebolan nanah tergantung dari letak pembengkakan. Bila penjebolan nanah terjadi pada permukaan mastoid disebut abses subperiosteal, dan merupakan abses yang paling sering ditemukan. Bila di depan dan atas daun telinga disebut abses zigomatik, bila di bawah ujung mastoid medial dari m.
sternokleidomastoideus disebut abses Bezold, dan bila pembengkakan terlihat
di bagian dalam dari pars oseus meatus disebut abses meatal (Lucs abscess).1,12
Otore yang terjadi umumnya lebih dari sebelumnya, rasa nyeri spontan dan nyeri tekan di belakang telinga menandakan adanya mastoiditis. Panas dan nyeri yang menetap atau berulang meskipun telah diberikan antibiotik
merupakan petunjuk yang berarti dari perkembangan mastoiditis menuju ke arah yang lebih berbahaya.1,2
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah: a) pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis; b) foto polos mastoid menunjukkan tanda-tanda mastoiditis di mana tampak perselubungan dari sel-sel mastoid disebabkan oleh terkumpulnya exudat. Partisi-partisi tulang antarsel
menjadi tidak nyata; c) CT scan tulang temporal saat ini merupakan
pemeriksaan baku emas untuk mengevaluasi mastoiditis. Pada CT scan dapat dilihat perluasan area pembentukan abses, garis mastoid yang samar-samar atau berubah, serta kemungkinan adanya defek pada tegmen atau korteks mastoid; d) magnetic resonance imaging (MRI) bukan merupakan pilihan standar, akan tetapi dapat dilakukan untuk mengevaluasi
jaringan lunak yang berdekatan, terutama berbagai struktur intrakranial.1,8
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan
mastoiditis akut tanpa tanda-tanda abses adalah pemberian antibiotik dan steroid dosis tinggi. Hasil kultur dan sensitivitas
digunakan dalam pemilihan jenis antibiotik. Sambil menunggu informasi
dari mikrobiologi, dapat digunakan
-
7
antibiotik berdasarkan prinsip berikut: 1) antibiotik harus cocok untuk strain bakteri yang paling sering menjadi penyebab pada otitis media; 2) antibiotik harus dapat menembus sawar darah otak; 3) pemilihan spektrum terapi harus mempertimbangkan adanya resistensi beberapa obat terhadap Streptococcus
pneumoniae (40-50%) resisten penisilin, 25% resisten ceftriaxone. Bila tidak ada tanda-tanda peredaan gejala nyeri dan panas tinggi dalam 36-48 jam setelah dimulainya terapi, dilakukan mastoidektomi.2,13
Pada mastoiditis akut dengan tanda-tanda pembengkakan di sekitar telinga, maka tindakan pertama adalah usaha pengeluaran nanah dari
pembengkakan tersebut. Pertama-tama, hendaknya dilakukan palpasi pada
pembengkakan. Bila teraba fluktuasi yang jelas, maka insisi dilakukan pada daerah tersebut. Bila terdapat keraguan sebaiknya dilakukan fungsi aspirasi percobaan dengan jarum yang besar, kemudian dilakukan aspirasi. Bila
sesudah insisi tidak ada tanda-tanda penurunan gejala nyeri dan panas, maka dilakukan mastoidektomi. Antibiotik diberikan selama dua minggu. Pengobatan lain adalah pemberian analgesik, antipiretik dan antibiotik topikal/kombinasi steroid.2,11
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki 23 tahun, datang dengan keluhan utama nyeri di belakang telinga kanan sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit disertai demam menggigil. Ada otore sejak 3 bulan yang lalu dan riwayat otalgia sejak 1 bulan yang lalu. Pendengaran telinga kanan agak terganggu. Tidak ada tinitus dan
vertigo.
Pemeriksaan fisik didapatkan
pasien demam 39C. Pada inspeksi tampak daerah leher di belakang telinga kanan dan kiri asimetris, tidak hiperemis. Pada palpasi nyeri tekan daerah tengkuk sisi kanan dan nyeri tekan mastoid retroaurikuler minimal.
-
8
Pada otoskopi meatus akustikus
eksternus dekstra tampak hiperemis, udem, terdapat sekret mukopurulen, membran timpani dekstra sulit dinilai. Pada telinga kiri tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan laboratorium: leukosit 21.600/l.
Pada pemeriksaan foto mastoid tampak perselubungan pada kedua
mastoid terutama dekstra, air cells kurang. Kesan: mastoiditis bilateral.
Pada CT scan mastoid tampak air cells mastoid kanan tampak terisi lesi isodens. Tak tampak fat density/sol di sekitar mastoid kanan tulang petrosus kanan intak. Mastoid kiri normal, sinus sfenoid bersih. Kesan: Mastoiditis kanan tak tampak kolesteatoma. Diagnosis:
Otitis media supuratif kronik dekstra dan
mastoiditis kronis eksaserbasi akut dengan komplikasi ekstratemporal
tersangka atau kemungkinan abses Citelli.
Diberikan terapi antibiotik dan kortikosteroid dosis tinggi pada pasien ini dan dilakukan operasi mastoidektomi radikal.
DISKUSI
Abses Citelli adalah abses
subperiosteal yang menyebar melalui aspek medial (digastric ridge) dari mastoid ke dalam fosa digastrikus, merupakan perluasan infeksi pada mastoid. Kasus ini sangat jarang ditemukan dan insidennya sampai saat ini belum diketahui. Dilaporkan satu kasus, seorang
laki-laki 23 tahun, dengan nyeri di belakang telinga, tepatnya pada bagian
tengkuk kanan yang menetap dan tidak berespons dengan pengobatan. Diagnosis
ditegakkan sebagai komplikasi ekstratemporal otitis media supuratif
Gambar 4. Tampak leher belakang asimetri
Gambar 5. Pascaoperasi hari ke-10
-
9
yang kemungkinan besar adalah abses Citelli.
Keterlambatan diagnosis terjadi karena abses Citelli sangat jarang dijumpai dan gejala-gejala yang tidak spesifik. Perbedaan klinis abses Citelli dan abses Bezold adalah pada abses Citelli, pembengkakan terlihat di daerah
digastric triangle pada leher, sedangkan bila di bawah tip mastoid medial m.
sternokleidomastoideus disebut abses Bezold. Penatalaksanaan abses Citelli yang terbaik adalah mengevakuasi nanah dilanjutkan dengan mastoidektomi. Diagnosis adanya komplikasi tersebut sebaiknya dapat ditegakkan dengan cepat, untuk mencegah komplikasi lebih
lanjut, namun tidak semua rumah sakit memiliki peralatan pemeriksaan
penunjang yang dibutuhkan. Untuk itu, mengenali gejala klinis dari suatu abses Citelli sangat dibutuhkan. Keterlambatan diagnosis pada pasien ini disebabkan karena keterbatasan alat di rumah sakit dan alasan sosial ekonomi penderita. Mastoidektomi radikal yang dilakukan pada pasien ini bertujuan untuk drenase abses, selain juga untuk eradikasi infeksi dari telinga tengah dan
kavum mastoid dengan cepat,
menurunkan keluhan nyeri di belakang telinga yang selama ini dikeluhkan dan tidak hilang dengan pengobatan. Tampak tip mastoid mengalami erosi dan tampak lubang-lubang kecil pada digastric ridge yang berisi serabut-serabut otot m. digastrikus. Hasil pemeriksaan dua minggu
pascabedah, pasien merasa sangat nyaman dan tidak mengeluhkan lagi
nyeri di belakang telinga, serta tidak ada paresis n. fasialis. Pada pemeriksaan otoskopi, tampak sekret minimal dan sudah mulai terjadi epitelisasi pada kavum mastoid.
Dapat disimpulkan bahwa penatalaksanaan terbaik untuk abses di dalam fosa digastrikus atau abses Citelli
ini ialah evakuasi nanah disertai tindakan mastoidektomi radikal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dhingra PL. Complications of suppurative otitis media. In: Disease of ear, nose and throat. 2nd ed. New Delhi: Churchill Livingstone; 2002. p. 78-88.
2. Brook I. Mastoiditis. Department of Pediatrics, Goergetown University School of Medicine. Available from: http://as.emedicine.com/html.ng/. Accessed August 21, 2007.
-
10
3. Helmi. Anatomi bedah regio temporal. Otitis media supuratif kronis, pengetahuan dasar, terapi medik, masoidektomi, timpanoplasti. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2005. h. 4-12.
4. Grays Human Anatomy. Available from:
http://www.theodora.com/anatomy/the temporal bone.html. Accessed April 10, 2007.
5. Nelson RA. Temporal bone surgical dissection manual. Los Angeles: House Ear Institute; 1983. p. 14-7.
6. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, eds. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2000. h. 62-74.
7. Sedjawidada R. Historia naturalis dari otitis media. Dalam: Makalah simposium manajemen operatif pada otitis media kronik. Jakarta; 1981. h. 1-15.
8. Vasquez E, Castellote A, Piqueras J, Mauleon S, Creixell S, Pumarola F, et al. Imaging of complications of acute
mastoiditis in children. Radiographics 2003; 23(2):359-72.
9. University of Bristol, ENT. Complication of acute otitis media. Available from:
http://www.bris.ac.uk/depts/ent/ome. Accessed April 10, 2007.
10. Hain TC. Perylymph Fistula, last edited 2002. Available from: http://www.americanhearing.org/index.html. Accessed April 12, 2007.
11. Gross ND, Mc Menomey SO. Aural complications of otitis media. In: Glasscock-Shambough, ed. Surgery of the ear. 5th ed. Nashville-Tennessee: Department of otolaryngology
Vanderbilt University; 2002. p. 435-40. 12. OConnor AF. Examination of the ear.
In: Booth JB, ed. Scott-Browns Otolaryngology-Otology 6th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann; 1997: 3/1/1-4.
13. Devan PP, Midlle ear, mastoiditis. Emedicine specialties otolaryngology and facial plastic surgery middle ear and mastoid. Available from: http://www.emedicine.com. Accessed March 19, 2008.